Anda di halaman 1dari 19

Tuesday, May 24, 2016

askep tumor parotis sinistra

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Tumor parotis adalah pertumbuhan sel ganas yang menyerang kelenjar liur parotis. Dari tiap

5 tumor kelenjar liur, 4 terlokalisasi di glandula parotis, 1 berasal dari kelenjar liur kecil atau

submandibularis dan 30 % adalah maligna. Disebutkan bahwa adanya perbedaan geografik dan

suku bangsa: pada orang Eskimo tumor ini lebih sering ditemukan, penyebabnya tidak diketahui.

Sinar yang mengionisasi diduga sebagai faktor etiologi.

Dalam rongga mulut terdapat 3 kelenjar liur yang besar yaitu kelenjar parotis, kelenjar

submandibularis, dan kelenjar sub lingualis. Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang

terbesar dan menempati ruangan di depan prosesus mastoid dan liang telinga luar. Tumor ganas

parotis pada anak jarang didapat. Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma

mukoepidermoid, biasanya jenis derajat rendah. Massa dalam kelenjar liur dapat menjadi ganas

seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi tumor ganas yang biasanya terjadi pada orang

dengan usia lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50 % tumor submandibula, dan satu

setengah sampai dua pertiga dari seluruh tumor kelenjar liur minor adalah ganas.

Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya lambat, dan berbentuk

massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien dengan keganasan pada kelenjar

parotisnya. Rasa nyeri yang bersifat episodik mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi

daripada akibat dari keganasan itu sendiri. Massa pada kelenjar liur yang tidak nyeri dievaluasi

dengan aspirasi menggunakan jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau biopsi. Pencitraan
menggunakan CT-Scan dan MRI dapat membantu. Untuk tumor ganas, pengobatan dengan

eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan pada keganasan

dengan derajat tertinggi.

Tumor jinak rongga mulut yang timbul dari kelenjer saliva minor atau mayor biasanya timbul

pada kelenjer parotis submaksila dan sublingual. Sel-sel pada tumor inti masih memiliki fungsi

yang sama dengan asalnya. (Arif mansoer, 2001). Tumor-tumor jinak dari glandula parotis yang

teretak di bagian medial n.facialis dapat menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil

ke medial. (Zwaveling, 2006)

Mengingat banyaknya masalah yang dialami akibat yang ditimbulkan, maka perlu adanya

perawatan dan support sistem yang intensif, serta tindakan yang komprehensif melalui proses

asuhan keperawatan, sehingga diharapkan masalah yang ada dapat teratasi dan komplikasi yang

mungkin terjadi dapat dihindari secara dini.

Peran perawat pada kasus tumor parotis meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan

langsung kepada klien yang mengalami tumor parotis, sebagai pendidik memberikan pendidikan

kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya

meneliti asuhan keperawatan kepada klien tumor parotis melalui metode ilmiah.

Tumor jinak rongga mulut yang timbul dari kelenjer saliva minor atau mayor biasanya timbul

pada kelenjer parotis submaksila dan sublingual. Sel-sel pada tumor inti masih memiliki fungsi

yang sama dengan asalnya. (Arif mansoer, 2001)

Tumor-tumor jinak dari glandula parotis yang teretak di bagian medial n.facialis dapat

menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke medial. (Zwaveling, 2006)


Tumor didefinisikan sebagai pertumbuhan baru suatu jaringan dengan multiplikasi sel-sel

yang tidak terkontrol dan progresif, disebut juga neoplasma. Kelenjar Parotis adalah kelenjar air

liur terbesar yang terletak di depan telinga. (kamus kedokteran Dorland edisi 29, 2005).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi

Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan

kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar

submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981)

Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di depan

telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka

di bawah lengkung zigomatik (Leeson dkk, 1990; Rensburg, 1995). Kelenjar parotis terbungkus

dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi anterior

kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus

otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2 permanen rahang atas

(Leeson dkk., 1990; Moore dan Agur, 1995).

Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua, terletak pada dasar

mulut di bawah korpus mandibula (Rensburg, 1995). Saluran submandibularis bermuara melalui

satu sampai tiga lubang yang terdapat pada satu papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara

ini dapat dengan mudah terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar (Moore dan

Agur, 1995).

Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam.

Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut antara
mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan

bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar frenulum

lingualis (Moore dan Agur, 1995).

Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis,

kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal (Rensburg, 1995). Kelenjar lingualis terdapat

bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di

permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus

anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan tonsil

lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus (Rensburg, 1995).

Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini bersifat mukus

dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak dan uvula serta

regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama

dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal (Rensburg,

1995).

Fungsi kelenjer ludah ialah mengeluarkan saliva yang merupakan cairan pertama yang

mencerna makanan. Deras nya air liur dirangsang oleh adanya makanan di mulut, melihat,

membaui, dan memikirkan makanan.

Fungsi saliva atau ludah adalah cairan yang bersifat alkali. Ludah mengandung musin, enzim

pencerna, zat tepung yaitu ptialin dan sedikit zat padat. Fungsi ludah bekerja secara fisis dan

secara kimiawi.

C. ETIOLOGI

1. Idiopatik
Idiopatik adalah jenis yang paling sering dijumpai. Siklus ulserasi yang sangat nyeri dan

penyembuhan spontan dapat terjadi beberapa kali disdalam setahun. Infeksi virus, defisiensi

nutrisi, dan stress emosional, adalah factor etiologik yang umum.

2. Genetik

Resiko kanker / tumor yang paling besar diketahui ketika ada kerabat utama dari pasien

dengan kanker / tumor diturunkan dominan autososom. Onkogen merupakan segmen dna yang

menyebabkan sel meningkatkan atau menurunkan produk produk penting yang berkaitan dengan

pertumbuhan dan difesiensi sel .akibatnya sel memperlihatkan pertumbuhan dan penyebaran

yang tidak terkendali semua sifat sieat kanker fragmen fragmen genetic ini dapat merupakan

bagian dari virus virus tumor.

3. Bahan-bahan kimia

obat-obatan hormonal Kaitan hormon hormon dengan perkembangan kanker tertentu telah

terbukti. Hormon bukanlah karsinogen, tetapi dapat mempengaruhi karsigogesis Hormon dapat

mengendalikan atau menambah pertumbuhan tumor.

4. Faktor imunologis

Kegagalan mekanisme imun dapat mampredisposisikan seseorang untuk mendapat kan

kanker tertentu.Sel sel yang mempengaruhi perubahan { bermutasi} berbeda secara antigenis

dari sel sel yang normal dan harus dikenal oleh system imun tubuh yang kemudian

memusnahannya.Dua puncak insiden yang tinggi untuk tumbuh nya tumor pada masa kanak

kanak dan lanjut usia, yaitu dua periode ketika system imun sedang lemah.

D. PATOFISIOLOGI
Kelainan peradangan Peradangan biasanya muncul sebagai pembesaran kelenjer difus atau

nyeri tekan. Infeksi bakterial adalah akibat obstruksi duktus dan infeksi retograd oleh bakteri

mulut. Parotitis bacterial akut dapat dijumpai pada penderita pascaoperasi yang sudah tua yang

mengalami dehidrasi dan biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus.

Tumor-tumor Dari semua tumor kelenjer saliva, 70% adalah tumor benigna, dan dari tumor

benigna 70% adalah adenoma plemorfik. Adenoma plemorfik adalah proliferasi baik sel epitel

dan mioepitel duktus sebagaimana juga disertai penigkatan komponen stroma. Tumor-tumor ini

dapat tumbuh membesar tanpa menyebabkan gejala nervus vasialis. Adenoma plemorfik

biasanya muncul sebagai masa tunggal yang tak nyeri pada permukaan lobus parotis. Degenerasi

maligna adenoma plemorfik terjadi pada 2% sampai 10%.

Tumor-tumor jinak dari glandula parotis yang terletak di bagian medial n.facialis, dapat

menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke medial. Tumor-tumor jinak bebatas

tegas dan tampak bersimpai baik dengan konsistensi padat atau kistik.

Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh infeksi telinga yang berulang dan juga dapat

menyebabkan ganguan pendengaran.

Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh peradangan tonsil yang berulang.

1. Teori multiseluler: menyatakan bahwa tumor kelenjar liur berasal dari diferensiasi sel-sel matur

dari unit-unit kelenjar liur. Seperti tumor asinus berasal dari sel-sel asinar, onkotik tumor berasal

dari sel-sel duktus striated, mixed tumor berasal dari sel-sel duktus intercalated dan mioepitel.

2. Teori biseluler: menerangkan bahwa sel basal dari glandula ekskretorius dan suktus intercalated

bertindak sebagai stem sel. Stem sel dari duktus intercalated dapat menimbulkan terjadinya

karsinoma acinous, karsinoma adenoid kistik, mixed tumor, onkotik tumor dan Warthin’s tumor,

E. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan kesulitan menggerakkan salah satu

sisi wajah. Pada tumor parotis benigna biasanya asimtomatis (81%), nyeri dirasakan pada

sebagian pasien (12%) dan paralisis nervus facialis (7%). Paralisis nervus fasialis lebih sering

didapatkan pada pasien dengan tumor parotis maligna. Adanya bengkak biasanya mengurangi

kepekaan wilayah tersebut terhadap rangsang (painless) dan menyebabkan pasien kesulitan

dalam menelan.

Tanda pada tumor benigna benjolan bias digerakkan, soliter dan keras. Namun, pada

pemeriksaan tumor maligna diperoleh benjolan yang terfiksasi, konsistensi keras dan cepat

bertambah besar.

1. Adanya benjolan yang mudah digerakkan

2. Pertumbuhan amat lambat

3. Tidak memberikan keluhan

4. Paralisis fasial unilateral

F. KLASIFIKASI

Diklasifikasikan menjadi 3 jenis tumor parotis yaitu tumor jinak, tumor ganas dan mixed tumors.

1. Tumor Jinak

a. Pleomorfik adenoma  paling sering terjadi pada kelenjar parotis. Dinamakan pleomorfik

dikarenakan terbentuk dari sel-sel epitel dan jaringan ikat. Pertumbuhan tumor ini lambat,

berbentuk bulat dan konsistensi lunak. Secara histologist dikarakteristikkan dengan struktur

beraneka ragam biasanya terletak seperti gambaran lembaran untaian atau seperti pulau-pulau

dari spindle atau stellata.


b. Warthin’s tumor  tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki kapsul apabila

terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista multiple. Histology Warthin’s tumor yaitu

memiliki stroma limfoid dan sel epithelial asini.

2. Tumor Ganas

a. Mukoepidermoid karsinoma  keganasan pada kelenjar parotis yang paling banyak. Paling

umum mengenai usia anak-anak dan remaja dari usia 20 tahunan. Untuk tumor Low-grade

memiliki presentasi lebih tinggi untuk terbentuk dari sel mucinous dan prognosis yang dimiliki

lebih baik. Sedangkan tumor High-grade memiliki lebih banyak sel epitel dan prognosisnya lebih

buruk.

b. Adenoid kistik  merupakan keganasan kedua yang paling umum terjadi pada kelenjar parotis.

Tumor ini memiliki perkembangan yang lambat . adenoid kistik karsinoma memiliki tiga

perbedaan pola histology, yang berkorelasi dengan prognosis dari tumor tersebut.

c. Adenokarsinoma  adenokarsinoma yang banyak terjadi pada kelenjar parotis adalah

Karsinoma sel asinik, dimana karsinoma ini berjalan dengan lambat.

3. Mixed Tumor

Pleomorfik adenoma dan neoplasma jinak campuran, dapat berubah menjadi karsinoma.

Perubahan ini terjadi pada sekitar 2-15% dari keganasan kelenjar saliva.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Anamnesis

Keluhan yang didapatkan berupa benjolan yang soliter, tidak nyeri, di pre/infra/retro

aurikuler, jika terdapat rasa nyeri yang sedang sampai berat biasanya terdapat pada keganasan.

Terjadinya paralisis nervus facialis pada 2-3% kasus keganasan parotis. Adanya disfagia, sakit

tenggorokan, dan gangguan pendengaran. Dan dapat pula terjadi pembesaran kelenjar getah

bening apabila terjadi metastasis


Selain itu dalam anamnesis perlu ditanyakan bagaimana progresivitas penyakitnya, adakah

factor-faktor resiko yang dimiliki oleh pasien, dan bagaimana pengobatan yang telah diberikan

selama ini.

a. Pemeriksaan fisik

1) Status general  melihat keadaan umum pasien secara keseluruhan, adakah anemis, ikterus,

periksalah kepala, thorax, abdomen. Selain itu adakah tanda-tanda kea rah metastasis jauh (paru,

tulang dan lain-lain).

2) Status local

a) Inspeksi dari warna kulit, struktur, perkiraan ukuran, dan sampai intaoral, melihat adakah

pendesakan tonsil/uvula).

b) Palpasi untuk menilai konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar.

c) Pemeriksaan fungsi n. VII, VIII, IX, X, XI, XII.

3) Status regional.

Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan kotralateral

H. PENATALAKSANAAN

1. Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal.

Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat

diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang

baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop

digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian

dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi. Tujuan pembedahan dalam situasi ini

adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka

operasi tidak dapat dilakukan.


2. Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk

membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi

dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari

kanker.
External radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat

tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel

kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya.

Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit.

Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke

dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut

radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor.

Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat

bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara

sementara menetap didalam tubuh.

3. Kemoterapi

Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen kemoterapi. Bagaimanapun

juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara teoritis seharusnya dapat

menambah efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika

kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan

banyak.

4. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari pengeluaran

sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini dapat bersifat

sementara atau permanen.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau

melelui penyebaran metastase yang termasuk :

1. Perforasi (perlubangan) usus besar yang disebabkan peritonitis (radang peritoneum) yaitu

membrane serosa yang melapisi dinding rongga abdomen.

2. Pembentukan abses ( Kumpulan nanah setempat)

3. Pembentukan fistula (saluran abnormal akibat pembedahan) pada urinari bladder atau vagina.

Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan

pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus

besar dan pada akhirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin

menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab

gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.

1. Sejarah Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah diet dan

keadaan dari letak geografi diet.

Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat :

a. Sejarah dari keluarga terhadap Ca colorectal

b. Radang usus besar

c. Penyakit Crohn’s

d. Familial poliposis

e. Denoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa

darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau berat badan turun

tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Radiologis

a. USG  untuk membedakan massa padat dan kistik. USG pada pemeriksaan penunjang berguna

untuk evaluasi kelainan vaskuler dan pembesaran jaringan lunak dari leher dan wajah, termasuk

kelenjar saliva dan kelenjar limfe.

b. CT-Scan  gambaran CT-scan tumor parotis yaitu suatu penampang yang tajam dan pada

dasarnya mengelilingi lesi homogeny yang mempunyai suatu kepadatan yang lebih tinggi

disbanding glandula tissue. Tumor mempunyai intensitas yang lebih besar ke area terang

(intermediate brightness). Focus dengan intensitas signal rendah (area gelap/rediolusen) biasanya

menunjukkan area fibrosis atau kalsifikasi distropik. Klasifikasi ditunjukkan dengan tanda

kosong (signal void) pada neoplasma parotid sebagai tanda diagnose.

c. MRI  pemeriksaan ini dapat membedakan massa parotis benigna atau maligna. Pada massa

parotis benigna, lesi biasanya memiliki tepi yang halus dengan garis kapsul yang kaku. Namun

demikian, pada lesi maligna dengan grade rendah terkadang mempunyai pseudokapsular dan

memiliki gambaran radiografi seperti lesi benigna. Lesi maligna dengan grade tinggi memiliki

tepi dengan gambaran infiltrasi.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase,

BUN/Kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal homeostasis, untuk menilai keadaan

umum dan persiapan operasi.

3. Pemeriksaan Patologi Anatomi

a. FNA  belum merupakan pemeriksaan baku.


b. Biopsy insisional  dikerjakan pada tumor yang inoperable.

c. Biopsy Eksisional  pada tumor parotis yang operable dilakukan parotidektomi duperfisial.

K. Penatalaksanaan

Pengobatan tumor parotis adalah multidisiplin ilmu termasuk bedah, neurologis, radiologi

diagnostic dan inventersional, onkologi dan patologi. Factor tumor dan pasien harus

diperhitungkan termasuk keparahannnya, besarnya tumor, tingkat morbiditas serta availibilitas

tenaga ahli dalam bedah, radioterapi dan kemoterapi.

1. Tumor Operabel

a. Terapi utama

Terapi utama tumor operable adalah pembedahan berupa parotidektomi superficial,

dilakukan pada tumor jinak parotis lobus superficial. Untuk parotidektomi total, dilakukan pada

tumor ganas parotis yang belum ada ektensi ektraparenkim dan n.VII. dan untuk parotidektomi

total diperluas, dilakukan pada tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim dan

n.VII.

b. Terapi tambahan

Terapi tambahan berupa radioterapi pasca bedah dan diberikan pada tumor ganas dengan

criteria: high grade malignancy, masih ada residu makroskopis atau mikroskopis, tumor

menempel pada saraf, karsinoma residif, dan karsinoma parotid lobus profundus.

2. Tumor inoperable

a. Terapi utama

Radioterapi : 65-70 Gy dalam 7-8 minggu.

b. Terapi tambahan

Kemoterapi:
1) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cyctic carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed

tumor, acinic cell carcinoma)  adriamisin 50 mg/m2 iv pada hari 1, 5 fluorourasil 500 mg/m2 iv

pada hari 1, dan sisplatinin 100 mg/m2 iv hari ke-2. Diulang setiap 3 minggu.

2) Untuk jenis karsinoma skuamos sel (aquamous cell carcinoma, mucoepidermoid carcinoma) 

mthotrexate 50 mg/m2 iv pada hari ke-1 dan 7, dan sisplatinin pada hari ke-2. Di ulang setiap 3

minggu.

Prognosis
Prognosis tumor malignan sangat tergantung pada histology, perluasan local dan besarnya

tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika sebelum penanganan tumor malignan telah ada

kehilangan fungsi saraf, maka prognosisnya lebih burukkasi penyakit Cachexia.


KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala :
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare.
Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses
penyakit.
2. Sirkulasi
Tanda :
Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri). Kemerahan, area
ekimosis (kekurangan vitamin K). Tekanan darah hipotensi, termasuk postural. Kulit/membran
mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
3. Integritas ego
a. Gejala :
Ansietas, ketakutan misalnya : perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Faktor stress akut/kronis
misalnya: hubungan dengan keluarga dan pekerjan, pengobatan yang mahal.
b. Tanda :
Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4. Eliminasi
a. Gejala :
Perubahan pola defekasi akibat kelemahan faktor pencetus kemalasan.
b. Tanda :
Menurunya bising usus, tak adanya peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat di
hemoroid, fisura anal (25 %), fistula perianal.
5. Makanan dan cairan
a. Gejala :
Penurunan lemak, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa bibir pucat; luka,
inflamasi rongga mulut.
b. Tanda :
Anoreksia, mual dan muntah. Penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diit/sensitive;
buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.
6. Hygiene
a. Tanda :
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukan kekurangan
vitamin. Bau badan.
7. Nyeri dan kenyamanan
a. Gejala ;
Nyeri/nyeri tekan pada pipi kuadran kiri bawah (mungkin hilang dengan defekasi), titik nyeri
berpindah, nyeri tekan (atritis).
b. Tanda :
Nyeri tekan abdomen/distensi.
8. Keamanan
a. Gejala ;
Riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, vaskulitis, Arthritis (memperburuk gejala
dengan eksaserbasi penyakit usus). Peningkatan suhu 39-40°Celcius (eksaserbasi akut).
Penglihatan kabur, alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine kedalam usus
dan mempunyai efek inflamasi).
b. Tanda :
Lesi kulit mungkin ada misalnya : eritema nodusum (meningkat, nyeri tekan, kemerahan dan
membengkak) pada tangan, muka; pioderma ganggrenosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan batas
keunguan) pada paha, kaki dan mata kaki.
9. Seksualitas
a. Gejala :
Frekuensi menghindari aktivitas seksual.

10. Interaksi social


Gejala : Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi. Ketidak mampuan aktif dalam
sosial.
1. Penyuluhan dan pembelajaran
a. Gejala :
Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah

sebagai berikut :

1. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada kelenjar liur parotis.

2. intoleransi aktifitas berhubungan dengan Kelemahan tubuh akibat anemia.

3. Ansietas b/d rencana tindakan pembedahan serta perubahan status kesehatan

B. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d peradangan pada kelenjar liur parotis.

Tujuan : Pasien dapat menangani rasa nyeri.

Intervensi :

a. Kaji tanda-tanda Vital

R : Memudahkan untuk tindakan selanjutnya

b. Anjurkan klien untuk Istirahat

R : Untuk Mengurangi Intensitas Nyeri

c. Ajarkan klien teknik Relaksasi

R : Untuk Mengurangi ketegangan otot-otot

d. Kolaborasi untuk pemberian

R : Untuk Mengurangi rasa nyeri

2. Inteloransi aktifitas b/d kelemahan tubuh akibat anemia.

Tujuan:

Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal.


a. Intervensi:

• Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien.

b. Anjurkan kepada pasien untuk mempertahan pola istirahat atau tidur sebanyak mungkin dengan

diimbangi aktifitas.

c. Bantu pasien merencanakanaktifitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan yang dialami.

d. Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan.

e. Observasi kemampuan pasien dalam malakukan aktifitas.

3. Ansietas b/d rencana pembedahan dan perubahan status kesehatan.

Tujuan : Menurunkan Ansietas.

a. Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan

R : Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan

b. Berikan informasi mengenai penyebab penyakitnya dan hasil yang di harapkan.

c. Menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.

R : Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan

perilaku empati.

d. Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan).
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai