Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN

PADA PASIEN DENGAN DENGUE HIGH FEVER (DHF)

I. KONSEP DASAR
1.1 Anatomi Fisiologi

1.1 Pengertian
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue I, II, III, IV yang ditularkan oleh nyamuk aides aegypti
dan aides albopictus (Soegijianto, 2006).
DHF adalah penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue yang
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah, kapiler dan pada
sistem pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan (Antoe,
2007).
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan
nyamuk aides aegypty betina ( Hidayat A. Aziz Alimul, 2008 ).

1.2 Etiologi
Virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus
dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif,
Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang
dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di
Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat
termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium
diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Keempat serotif tersebut telah di
temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang
paling banyak.

1.3 Klasifikasi
1.3.1 Derajat 1

1
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi
perdarahan.
1.3.2 Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan
perdarahan lain.
1.3.3 Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun, perdarahan.
1.3.4 Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tak dapat diukur.

1.4 Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh yang menyebabkan terjadinya
reaksi antibodi. Reaksi antibodi yang muncul dalam tubuh
menimbulkan beberapa respon antara lain : respon peradangan yang
mengakibatkan hipertermi dan menstimulasi terjadinya mual muntah.
Hipertemi dan mual muntah yang berlebihan dapat mengakibatkan
gangguan keseimbangan cairan dan gangguan kebutuhan nutrisi
akibat adanya anoreksia. Reaksi antibodi kedua yaitu, menstimulasi
terbentuknya komplek imun antibodi yang dapat melepaskan histamin
yang bersifat vasoaktif. Pelepasan histamin mempengaruhi
permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran
plasma yang dapat mengganggu keseimbangan cairan. Kebocoran
plasma dapat menurunkan cairan intravaskuler sehingga penimbunan
asam laktat bertambah di jaringan dan mengiritasi ujung syaraf yang
mengakibatkan nyeri. Sedangkan reaksi ketiga dari respon antibodi
yaitu menyebabkan trombositopeni yang dapat menyebabkan resiko
tinggi perdarahan.

2
Pathway :

Melalui gigitan nyamuk

viremia

Bereaksi antibodi

Menimbulkan respon Terbentuk komplek imun anti bodi Trombositopeni


peradangan

Resti perdarahan

Hipertermi Menstimulasi Melepaskan histamine


medulla vomiting yang bersifat vasoaktif

Mual dan muntah Permeabilitas dinding


pembuluh darah

Anoreksia Gangguan Kebocoran plasma


keseimbangan cairan
dan elektrolit Penurunan jumlah cairan intra vaskuler

Penimbunan asam laktat di jaringan


Gangguan kebutuhan
nutrisi
Iritasi terhadap ujung syaraf oleh asam laktat

Nyeri

1.5 Tanda dan Gejala

3
1.5.1 Demam : demam terjadi secara mendadak berlangsung selama
2-7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah
dan naik kembali.
1.5.2 Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare dan konstipasi.
1.5.3 Perdarahan : Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari
demam dan pada umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa
perdarahan pada tempat pungsi vena, ptekie dan purpura. Ini
mudah sekali terjadi pada uji tourniquet yang positif.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran
cerna bagian atas hingga menyebabkan hematemesis.
Perdarahan gastrointestinal biasanya didahului dengan nyeri
perut yang hebat.
1.5.4 Epistaksis, hematemisis, melena dan hematuri.
1.5.5 Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati.
1.5.6 Pembengkakan sekitar mata.
1.5.7 Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
1.5.8 Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin,
tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua
detik, nadi cepat dan lemah).

1.6 Komplikasi
1.6.1 Ensefalopati dengue.
1.6.2 Kelainan ginjal.
1.6.3 Udem paru.
1.6.4 Kematian.

1.7 Pemeriksaan Penunjang


1.7.1 Darah lengkap
a. Hemokonsentrasi (Hematokrit meningkat 20 % atau
lebih).
b. Trombositopeni (100.000/mm3 atau kurang).
c. Haemoglobin meningkat lebih 20%.
d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.

4
e. Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat
protombin.
f. Asidosis.
g. Kimia darah : Hiponatremia, Hipokalemia,
Hipopotreinemia.

1.7.2 Serologi : uji HI ( Hemaglutination Inhibition Test).


1.7.3 Rontgen thorax : 50% ditemukan efusi pleura, efusi pleura
dapat terjadi karena adanya rembesan plasma.
1.7.4 Urine : Albuminuria ringan.
1.7.5 USG : Hematomegali-Splenomegali.
1.7.6 Uji test tourniket (+).

1.8 Penatalaksanaan
1.8.1 Tirah baring.
1.8.2 Pemberian makan lunak.
1.8.3 Beri minum banyak (1-2 lt/hari).
1.8.4 Pemberian cairan intra vena (Ringer Lactat, NaCl).
1.8.5 Pemberian obat-obatan : Antibiotic, Antipiretik, Anti konvulsi
jika terjadi kejang.
1.8.6 Monitor tanda-tanda vital.
1.8.7 Monitor adanya tanda-tanda renjatan.
1.8.8 Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
1.8.9 Periksa HB, HT dan Trombosit setiap hari.
1.8.10 Tranfusi darah

II. Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian Keperawatan
2.1.1 Identitas :
Umur, jenis kelamin, tempat tanggal (bias menjadi indicator
terjadinya DHF).
2.1.2 Riwayat kesehatan :
Keluhan utama : Demam tinggi,mual,lemas

5
2.1.3 Riwayat kesehatan sekarang :
Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam,malaise, mual,
muntah, sakit kepala, sakit saat menelan,lemah, penurunan
nafsu makan, turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7
dan pasien semakin lemah.
2.1.4 Riwayat kesehatan dahulu :
Penyakit apa saja yang pernah diderita, pada demam berdarah
dengue pasien biasa mengalami serangan ulang demam
berdarah dengue dengan tipe virus lain.
2.1.5 Riwayat kesehatan keluarga :
Ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit serupa.

2.1.6 Pemeriksaan fisik (berdasarkan tingkatan atau grade) :

a. Grade I : kesadaran Composmentis, keadaan umum lemah,


tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II : kesadaran Composmentis, keadaaan umum
lemah, perdarahan spontan ptekie, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah dan tidak teratur.
c. Grade III : kesadaran apatis - somnolen, keadaan umum
lemah, nadi lemah dan tidak teratur, tekanan darah
menurun.
d. Grade IV : kesadaran koma, nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat dan kulit tampak sianosis.

2.1.7 Pemeriksaan fisik :


a. Kepala leher : kepala terasa nyeri, muka tampak
kemerahan karena demam, mata anemis, hidung kadang
mimisan, mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi
dan nyeri telan, tenggorokan mengalami hyperemia
pharing.
b. Dada : bentuk simetris dan kadang terasa sesak. Pada foto
thorak terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru

6
sebelah kanan (efusi pleura), ronchi (+), yang biasanya
terdapat pada grade III dan IV.
c. Abdomen : mengalami nyeri tekan, pembesaran hati dan
asites.
d. Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot sendi
serta tulang.
e. Sistem pernafasan : sesak, epitaksis, nafas dangkal,
perkusi sonor, pergerakan dada simetris dan auskultasi
terdengar bunyi ronchi, krakles.
f. Sistem neurologi : nyeri pada bagian kepala dan
persendian. Pada grade III pasien gelisah dan terjadi
penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi
DDS.
g. Sistem perkemihan : produksi urin menurun, kadang
kurang 30cc/jam, akan mengungkapkan nyeri saat BAK,
urin berwarna merah.
h. Sistem pencernaan : perdarahan pada gusi, selaput mukosa
kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesaran limpa, pembesaran pada hati disertai dengan
nyeri tekan tanpa disertai dengan ikterus, penurunan nafsu
makan, mual, muntah dan nyeri telan.
i. Sistem integumen : terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit
kering, muncul ruam merah. Pada grade I terdapat positif
pada uji tourniquet, terjadi bintik merah diseluruh
tubuh/perdarahan dibawah kulit/ petekie. Pada grade III
dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.

2.1 Diagnosa Keperawatan


2.2.1 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia ).
2.2.2 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma.

7
2.2.3 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan
anoreksia.
2.2.4 Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
2.2.5 Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan trombositopeni.

2.3Rencana Keperawatan

2.3.1 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses


penyak(viremia).

Tujuan :

Mempertahankan suhu tubuh normal.

Kriteria Hasil :

a. TTV dalam batas normal.


b. Kulit tidak teraba panas.

Intervensi :

a. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah,


pernafasan) setiap 3 jam.
R/ suhu > 38⁰ menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
b. Berikan kompres hangat.
R/ kompres hangat akan terjadi perpindahan panas
konduksi.
c. Monitor intake dan output.
R/ untuk mengetahui keseimbangan intake dan output.
d. Anjurkan tirah baring dan mengurangi aktivitas.
R/ istirahat cukup membantu dalam mempercepat proses
penyembuhan.
e. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral antipiretik
(parasetamol).

8
R/ cairan parenteral dapat membantu mengganti cairan
tubuh yg hilang dan antipiretik dapat menurunkan suhu
tubuh.

2.3.2 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma.
Tujuan :
a. Kebutuhan cairan terpenuhi.
b. Tidak terjadi syok.
Kriteria Hasil :

a. Mata tidak cekung.


b. Membrane mukosa lembab.
c. Turgor kulit normal.
d. TTV dalam batas normal.
e. Produksi urin normal.

Intervensi :

a. Observasi tanda vital.


R/ penurunan sirkulasi darah terjadi dari peningkatan
kehilangan cairan yang dapat mengakibatkan hipotensi
atau takikardi.
b. Monitor balance cairan.
R/ menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya
perpindahan cairan dan respon terhadap terapi.
c. Jelaskan pentingnya intake cairan yang adekuat.
R/ minum yang cukup dapat menggantikan cairan tubuh
yang hilang.
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral
R/ mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit.
2.3.3 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan
anoreksia.
Tujuan :

9
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

a. Berat badan stabil.


b. Pasien dapat makan dan minum tanpa muntah.
c. Porsi makan yang disediakan habis.
d. Tidak ada mual dan muntah.

Intervensi :

a. Jelaskan pentingnya konsumsi nutrisi yang adekuat.


R/ nutrisi yang adekuat dapat membantu mempercepat
proses penyembuhan.
b. Berikan porsi makanan sedikit tapi sering.
R/ porsi lebih kecil dapaat meningkatkan asupan.
c. Timbang berat badan secara berkala.
R/ mengawasi penurunan berat badan.
d. Kaji keadaan rongga mulut, lidah, mukosa, gigi dan
stomatitis.
R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan selera makan
dan masukan oral.
e. Kolaborasi dengan ahli gizi.
R/ untuk menentukan jenis makanan sesuai diagnose
pasien.
f. Kolaborasi pemberian antasida.
R/ pemberian antasida dapat membantu mengurangi mual.
2.3.4 Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Tujuan :
Selama perawatan nyeri berkurang

Kriteria Hasil :

a. Pasien mengatakan nyeri berkurang.


b. Pasien dapat mendemontrasikan teknik relaksasi.
c. Ekspresi wajah tenang.

10
d. TTV dalam batas normal.

Intervensi :

a. Kaji karakteristik nyeri.


R/ klien dapat menyebutkan skala nyeri.
b. Ajarkan teknik nafas dalam.
R/ dengan nafas dalam klien dapat mengkontrol nyeri.

c. Jelaskan penyebab nyeri.


R/ agar klien mengetahui penyebab nyeri.
d. Observasi TTV.
R/ TTV dalam batas normal.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
R/ dengan terapi analgetik mampu mengurangi nyeri.
2.3.5 Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan trombositopeni.
Tujuan :
Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
b. Trombosit meningkat.
c. TTV dalam batas normal.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai
tanda klinis.
R/ penurunan trombosit merupakan tanda adanya
kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis, seperti epistaksis dan
ptikie.
b. Anjurkan pasien untuk bedrest.
R/ aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
c. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga untuk
melaporkan jika ada tanda perdarahan, seperti : epistaksis,
hematemesis dan melena.

11
R/ keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu
penanganan dini bila terjadi perdarahan.
d. Antisipasi adanya perdarahan, seperti : gunakan sikat gigi
yang lunak, perilahara kebersihan mulut, berikan tekanan
5-10 menit setiap selesai ambil darah.
R/ mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
e. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari.
R/ dengan trombosit yang dipantau setiap hari dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan
kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.

Daftar Pustaka
Perry, Potter.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.EGC: Jakarta.

Effendy, Christantie.1995.Perawatan Pasien DHF.EGC : Jakarta.

Hendarwanto.1996.Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga.FKUI :


Jakarta.

Doenges, Marilynn E, dkk.2000.Penerapan Proses Keperawatan dan


Diagnosa Keperawatan.EGC : Jakarta.

Mansjoer, arif.2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1.Jakarta :


Media Aesculapius.

12

Anda mungkin juga menyukai