DI SUSUN OLEH :
B. Etiologi
Penyebab trauma abdomen berdasarkan klasifikasinya:
1) Penyebab trauma tumpul abdomen:
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
Pasien dengan trauma tumpul adalah suatu tantangan karena adanya potensi
cedera yang tersembunyi yang mungkin sulit dideteksi.. insiden komplikasi
berkaitan dengan trauma yang penanganannya terlambat lebih besar dari insiden
yang berhubungan dari luka tusuk. Khususnya cedera tumpul yang mengenai hati,
limpa, ginjal, atau pembuluhdarah, yang dapat menimbulkan kehilangan darah
substansial kedalam orgam perineum (Brunner & Suddarth, 2001).
C. Patofisiologis
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor –
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh
yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan
yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan
viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali
pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung
kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi
tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ
intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler
Pathway Paksaan : Benda tajam :
Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll Pisau, peluru, ledakan, dll
Perdarahan PK : Perdarahan
Luka terbuka Merangsang masif Perdarahan intra Abdomen
Free nerve
ending
↑↑ Risiko Invasi
bakteri patogen Kehilangan ↓↓ aliran balik Peningkatan TIA
cairan fisiologis vena
Nyeri akut
↓ CO
Kerusakan
integritas kulit
↓↓ aliran darah ↓↓ suplai O2 ke
ke otak jaringan
↓ Kesadaran Hipoksia
Isi usus keluar 2 ↓↓ aliran darah
ke ginjal
Gangguan perfusi Pola nafas
1 jaringan cerebral 4
tidak efektif
3
1 2 3 4
↑ produksi HCl
Menekan reseptor nyeri di abdomen
Kerusakan
integritas jaringan
5
Mual
Organ inttra
abd. bengkak
Kompresi
diafragma
Expansi paru
tidak maksimal
Pola nafas
tidak efektif
D. Manifestasi klinis
a) Manifestasi Klinis secara umum menurut Smeltzer (2001) :
1. Nyeri (khususnya karena gerakan) 4. Demam
2. Nyeri tekan dan lepas (mungkin 5. Anoreksia
menandakan iritasi peritoneum 6. Mual dan muntah
Cairan gastrointestinal atau darah 7. Takikardi
3. Distensi abdomen 8. Peningkatan suhu tubuh
c) Manifestasi Klinis secara umum menurut (Hudak & Gallo, 2001), yaitu :
1) Nyeri Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2) Darah dan cairan Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium
yang disebabkan oleh iritasi.
3) Cairan atau udara dibawah diafragma Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4) Mual dan muntah
5) Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) Yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
E. Pengkajian
1) Identitas
1. Anamnesa
a) Biodata
Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan sakit.
Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
5) Pengkajian primer
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip-
prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas
A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen
harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku
pada abdomennya saja.
a) Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada
atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara
dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang
tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas? Pada kasus luka bakar kaji jalan pernafasan
apakah terdapat cilia pada saluran pernafasan mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh asap atau inhalasi.
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
a. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
b. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
c. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
b) Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien
tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan yanbg disebabkan karna
trauma inhalasi.
b. Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks.
c. Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
d. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
e. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
f. Pemberian terapi oksigen
g. Bag-Valve Masker
h. Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
i. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
c) Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal
e) Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki luka bakar yang mempunyai derajad luka yang tinggi,
imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika
melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali
jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
6) Pengkajian sekunder
a) pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan
1. Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada
dada serta jalan napasnya.
2. Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan
tertinggal.
3. Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
4. Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
b. Sistem cardivaskuler (B2 = blood)
1. Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari
daerah abdominal dan adakah anemis.
2. Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan
bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah
denyut jantung paradoks.
c. Sistem Neurologis (B3 = Brain)
1. Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di
kepala.
2. Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak.
3. Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS).
d. Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)
1. Pada inspeksi :
Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam
cavum abdomen.
Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa,
kemungkinan adanya abdomen iritasi.
2. Pada palpasi :
Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
3. Pada perkusi :
Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
Kemungkinan-kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam cavum
abdomen.
4. Pada Auskultasi :
Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau
menghilang.
e. Sistem Urologi (B5 = bladder)
1. Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah
distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan
warnanya.
2. Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya
distensi.
3. Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
f. Sistem Muskuloskeletal (B6 = Bone)
1. Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama
daerah pelvis.
2. Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
b) data diagnostik
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
7. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
Hamil
Pernah operasi abdominal
Operator tidak berpengalaman
Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
8. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
c) terapi medis
Menurut Azlina (2013) penatalaksanaan medis trauma abdomen yaitu
1. Penanganan Awal
a. Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
Stop makanan dan minuman
Imobilisasi
Kirim kerumah sakit.
b. Penetrasi (trauma tajam)
c. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
d. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau
sehingga tidak memperparah luka.
e. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ
yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada
verban steril.
f. Imobilisasi pasien
g. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
h. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
i. Kirim ke rumah sakit
F. Analisa data
Analisa data etiologi Diagnosa
keperawatan
Gejala dan tanda mayor trauma abdomen Nyeri akut
Ds : berhubungan dengan
Mengeluh nyeri trauma tumpul rusaknya jaringan
Do : lunak/organ abdomen
Tampak meringis kompresi organ abdomen
Bersikap protektif
Gelisahh peningkatan TIA
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur menekan reseptor nyeri
abdomen
Gejala dan tanda minor
Ds :
perangsang nyeri
-
Do :
nyeri akut
Tekanan darah meningkat
Pola nafas berubah
Nafsu makan berubah
Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri
Diaforesis
Gejala dan tanda mayor trauma abdomen Hipovolemia
behubungan dengan
Ds :
pendarahan masif
Do : trauma tajam
Kerusakan jaringan dan atau lapisan
kulit keusakan jaringan vaskular
Gejala dan tanda minor
Ds : kehilangan cairan
fisiologis
Do
Nyeri
Cairan tubuh menurun
Pendarahan
Kemerahan
Hematoma
Resikno kekurangan
volume cair
G. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan rusaknya jaringan lunak/organ abdomen
2. Hipovolemia behubungan dengan pendarahan masif
3. gangguan integritas kulit/jaringan b/d kerusakan jaringan kulit
4. Risiko Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan hypovolemia