Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah gawat darurat

DI SUSUN OLEH :

STIKES BUDI LUHUR CIMAHI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020
A. Definisi
Trauma adalah penyebab kematian ketiga di Amerika serikat setelah
aterosklerosis dan kanker. Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang
mengakibatkan cedera. Ada banyak sekali macam trauma sesuai dengan dengan jenis
yang terjadi pada tubuh kita. Salah satu trauma adalah trauma abdomen.
Trauma abdomen adalah trauma/cedera yang mengenai daerah abdomen yang
menyebabkan \ timbulnya gangguan/kerusakan pada organ yang ada di dalamnya.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Yudhautama, 2013).

B. Etiologi
Penyebab trauma abdomen berdasarkan klasifikasinya:
1) Penyebab trauma tumpul abdomen:
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

Pasien dengan trauma tumpul adalah suatu tantangan karena adanya potensi
cedera yang tersembunyi yang mungkin sulit dideteksi.. insiden komplikasi
berkaitan dengan trauma yang penanganannya terlambat lebih besar dari insiden
yang berhubungan dari luka tusuk. Khususnya cedera tumpul yang mengenai hati,
limpa, ginjal, atau pembuluhdarah, yang dapat menimbulkan kehilangan darah
substansial kedalam orgam perineum (Brunner & Suddarth, 2001).

2) Penyebab truma tembus abdomen:


a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan

C. Patofisiologis
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor –
faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan  dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan  dari jaringan tubuh
yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan 
yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan
viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali
pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung
kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan  dalam beratnya trauma adalah posisi
tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ
intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler
Pathway Paksaan : Benda tajam :
Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll Pisau, peluru, ledakan, dll

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Kurang Pengetahuan Trauma Abdomen

Trauma Tajam 5 Trauma Tumpul

Kompresi organ abdomen


Kerusakan jar. kulit Kerusakan Kerusakan jar. vaskular
organ abdomen

Perdarahan PK : Perdarahan
Luka terbuka Merangsang masif Perdarahan intra Abdomen
Free nerve
ending
↑↑ Risiko Invasi
bakteri patogen Kehilangan ↓↓ aliran balik Peningkatan TIA
cairan fisiologis vena
Nyeri akut

Risiko Infeksi PK : Syok ↓ isi sekuncup


Hipovolemik jantung

↓ CO

Kerusakan
integritas kulit
↓↓ aliran darah ↓↓ suplai O2 ke
ke otak jaringan

↓ Kesadaran Hipoksia
Isi usus keluar 2 ↓↓ aliran darah
ke ginjal
Gangguan perfusi Pola nafas
1 jaringan cerebral 4
tidak efektif
3
1 2 3 4

Isi usus menuju ↓↓ laju filtral


rongga Kontinuitas glomerulus Mendesak organ intra abdomen
peritonium organ abdomen
terputus
Bakteri usus
bebas dalam Produksi urin ↓
peritonium
Gangguan
eliminasi Mendesak lambung
urine

Risiko infeksi Lambung distres

↑ produksi HCl
Menekan reseptor nyeri di abdomen
Kerusakan
integritas jaringan

Rasa eneg di perut


Nyeri akut

5
Mual

Organ inttra
abd. bengkak

Kompresi
diafragma

Expansi paru
tidak maksimal

Pola nafas
tidak efektif
D. Manifestasi klinis
a) Manifestasi Klinis secara umum menurut Smeltzer (2001) :
1. Nyeri (khususnya karena gerakan) 4. Demam
2. Nyeri tekan dan lepas (mungkin 5. Anoreksia
menandakan iritasi peritoneum 6. Mual dan muntah
Cairan gastrointestinal atau darah 7. Takikardi
3. Distensi abdomen 8. Peningkatan suhu tubuh

b) Manifestasi Klinis secara umum menurut (Scheets, 2002), yaitu :


1. Laserasi, memar,ekimosis 12. Tanda Cullen adalah ekimosis
2. Hipotensi periumbulikal pada perdarahan
3. Tidak adanya bising usus peritoneal
4. Hemoperitoneum 13. Tanda Grey-Turner adalah
5. Mual dan muntah ekimosis pada sisi tubuh
6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal ( pinggang ) pada perdarahan
pd auskultasi pembuluh darah, biasanya retroperitoneal
pd arteri karotis), 14. Tanda coopernail adalah
7. Nyeri ekimosis pada
8. Pendarahan perineum,skrotum atau labia
9. Penurunan kesadaran pada fraktur pelvis
10. Sesak 15. Tanda balance adalah daerah
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah suara tumpul yang menetap
kiri yang disebabkan oleh perdarahan pada kuadran kiri atas saat
limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam perkusi pada hematoma limfe
posisi recumbent.

c) Manifestasi Klinis secara umum menurut (Hudak & Gallo, 2001), yaitu :
1) Nyeri  Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2) Darah dan cairan  Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium
yang disebabkan oleh iritasi.
3) Cairan atau udara dibawah diafragma  Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4) Mual dan muntah
5) Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)  Yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

d) Berdasarkan jenis trauma (FKUI, 1995) :


1. Trauma tembus  trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritoneum
1. Hilangnya seluruh / sebagian fungsi organ 4. Kontaminasi bakteri
2. Respon stress simpatis 5. Kematian sel
3. Perdarahan dan pembekuan darah

2. Trauma tumpul  trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum


1. Kehilangan darah 4. Nyeri tekan – ketok – lepas dan
2. Memar / jejas pada dinding kekakuan (rigidity) dinding perut
perut 5. Iritasi cairan usus
3. Kerusakan organ – organ 6. Bising usus melemah / menghilang

e) Berdasarkan tipe trauma (Diklat. 2004) :


1. Pada organ padat  yang paling sering engalami kerusakan adalah hati dan limpa
yang akan menyebabkan perdarahan bervariasi dari ringan – sangat berat bahkan
kematian.
a. Gejala perdarah secara umum :
 Penderita tampak anemis
 Perdarahan berat  syok hemoragik
b. Gejala adanya darah intraperitoneal :
 Nyeri abdomen bervariasi ringan – berat
 Bising usus menurun / hilang
 Nyeri tekan – lepas dan kekauan otot dinding perut
 Pembesaran – distensi abdomen
 Suara pekak pada posisi abdomen yang meninggi
2. Pada organ berongga
a) Infeksi rongga peritoneum
b) Rasa neri di seluruh area abdomen
c) Terkadang ditemukan penonjolan organ abdomen  omentum, usus halus atau
kolon
d) Bising usus menurun dan kekauan otot dinding perut

E. Pengkajian
1) Identitas
1. Anamnesa
a) Biodata
 Keluhan Utama
 Keluhan yang dirasakan sakit.
 Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.

2) Riwayat keshatan sekarang


a) Penyebab dari traumanya  dikarenakan benda tumpul atau peluru.
b) Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya
saat jatuh.
c) Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
d) Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada
quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.

3) Riwayat kesehatan yg lalu


a) Kemungkinan pasien sebelumnya  pernah menderita gangguan jiwa.
b) Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan
gangguan faal hemostasis.

4) Riwayat kesehatan keluarga


Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.

5) Pengkajian primer
Dalam pengkajian pada trauma  abdomen harus berdasarkan prinsip-
prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas
A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen
harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku
pada abdomennya saja.
a) Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada
atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara
dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang
tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas? Pada kasus luka bakar kaji jalan pernafasan
apakah terdapat cilia pada saluran pernafasan mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh asap atau inhalasi.
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
   Stridor atau suara napas tidak normal
   Agitasi (hipoksia)
   Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
   Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
   Muntahan
   Perdarahan
   Gigi lepas atau hilang
   Gigi palsu
   Trauma wajah
a. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
b. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
c. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
   Chin lift/jaw thrust
   Lakukan suction (jika tersedia)
   Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
   Lakukan intubasi

b) Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien
tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan yanbg disebabkan karna
trauma inhalasi.
b. Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks.
c. Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
d. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
e. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
f. Pemberian terapi oksigen
g. Bag-Valve Masker
h. Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
i. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.

c) Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
   Menentukan ada atau tidaknya
   Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
   Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
   Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal
e) Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki luka bakar yang mempunyai derajad luka yang tinggi,
imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika
melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali
jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.

6) Pengkajian sekunder

a) pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan
1. Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada
dada serta jalan napasnya.
2. Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan
tertinggal.
3. Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
4. Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
b. Sistem cardivaskuler (B2 = blood)
1. Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari
daerah abdominal dan adakah anemis.
2. Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan
bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah
denyut jantung paradoks.
c. Sistem Neurologis (B3 = Brain)
1. Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di
kepala.
2. Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak.
3. Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS).
d. Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)
1. Pada inspeksi :
 Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
 Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam
cavum abdomen.
 Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
 Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa,
kemungkinan adanya abdomen iritasi.
2. Pada palpasi :
 Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
 Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
 Kalau ada  vulnus sebatas mana kedalamannya.
3. Pada perkusi :
 Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
 Kemungkinan-kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam cavum
abdomen.
4. Pada Auskultasi :
 Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau
menghilang.
e. Sistem Urologi (B5 = bladder)
1. Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah
distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan
warnanya.
2. Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya
distensi.
3. Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
f. Sistem Muskuloskeletal (B6 = Bone)
1. Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama
daerah pelvis.
2. Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.

b) data diagnostik
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
7. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
 Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
 Trauma pada bagian bawah dari dada
 Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
 Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
 Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
 Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
 Hamil
  Pernah operasi abdominal
 Operator tidak berpengalaman
 Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
8. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

c) terapi medis
Menurut Azlina (2013) penatalaksanaan medis trauma abdomen yaitu
1. Penanganan Awal
a. Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
 Stop makanan dan minuman
 Imobilisasi
 Kirim kerumah sakit.
b. Penetrasi (trauma tajam)
c. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
d. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau
sehingga tidak memperparah luka.
e. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ
yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada
verban steril.
f. Imobilisasi pasien
g. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
h. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
i. Kirim ke rumah sakit

F. Analisa data
Analisa data etiologi Diagnosa
keperawatan
Gejala dan tanda mayor trauma abdomen Nyeri akut
Ds : berhubungan dengan
Mengeluh nyeri trauma tumpul rusaknya jaringan
Do : lunak/organ abdomen
Tampak meringis kompresi organ abdomen
Bersikap protektif
Gelisahh peningkatan TIA
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur menekan reseptor nyeri
abdomen
Gejala dan tanda minor
Ds :
perangsang nyeri
-
Do :
nyeri akut
Tekanan darah meningkat
Pola nafas berubah
Nafsu makan berubah
Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri
Diaforesis
Gejala dan tanda mayor trauma abdomen Hipovolemia
behubungan dengan
Ds :
pendarahan masif
Do : trauma tajam
Kerusakan jaringan dan atau lapisan
kulit keusakan jaringan vaskular
Gejala dan tanda minor
Ds : kehilangan cairan
fisiologis
Do
Nyeri
Cairan tubuh menurun
Pendarahan
Kemerahan
Hematoma
Resikno kekurangan
volume cair

Gejala tanda mayor trauma abdomen gangguan integritas


Ds : kulit/jaringan b/d
Do : kerusakan jaringan
trauma tajam
Frekuensi nadi meningkat kulit
Nadi teraba lemah
keusakan organ abdomen
Tekanan darah menurun
Turgor kulit menurun
komunitas organ abdomen
Volume urin menurun terputus
Gejala tanda minor
Ds : gangguan integritas kulit
Do :
Pengisian vena menurun
Status mental berubah
Suhu tubuh meningkat
Merasa lemah
Mengeluh haus

Faktor risiko Risiko Gangguan


Keabnormalan masa protrombin dan/atau perfusi jaringan
cerebral berhubungan
masa tromboplastin parsial dengan hypovolemia
Penurunan kinerja pentrikel kiri
Aterosklerosis aorta
Fibrilasi atrium
Tumor otak
Aneurisma selebri
Embolisme
Cedera kepala
Neoflasma otak
Hipertensi
Koagulasi
Endokarditis infektif
Infark miokard akut

G. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan rusaknya jaringan lunak/organ abdomen
2. Hipovolemia behubungan dengan pendarahan masif
3. gangguan integritas kulit/jaringan b/d kerusakan jaringan kulit
4. Risiko Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan hypovolemia

H. Rencana asuhan keperawatan


Diagnosa keperawatan slki siki
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
dengan rusaknya jaringan keperawatan selama 1x24 Observasi :
lunak/organ abdomen jam tingkat nyeri menurun Identifikasi skala nyeri
Kriteria hasil Identifikasi respon nyeri
Keluhan nyeri menurun nonverbal
Meringis menurun Identifikasi faktor
Sikap protektif menurun memperberat dan
Berfokus pada diri sendiri memperingan nyeri
menurun Identifikasi pengetahuan dan
Diaforesis menurun keyakinan tentang nyeri
Idemtifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
Monitorkeberhasilan terapi
komplementer yang
diberikan
Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
Berikan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
Jelaskan periode, penyebab,
dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik
Hipovolemia behubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemiia
dengan pendarahan masif keperawatan selama 3x24 Observasi :
jam diharapkan status cairan Periksa tanda dangejala
membaik hipovolemia mis:frekuensi
Kriteria hasil nadi meningkat,nadi teraba
Kekuatan nadi meningkat lemah, turgorkulit menurun
Turgorkulitmeningkat Terapeutik :
Output urine meningkat Hitung kebutuhan cairan
Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan
IV
Kolaborasi pemberian cairan
koloid
Kolaborasi pemberian produk
darah
gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perwatan integritas kulit
kulit/jaringan b/d kerusakan keperawatan selama 3x24jam Observasi :
jaringan kulit diharapkan integritas kulit Identifikasi penyebab
dan jaringan meningkat ganguan integritas kulit
Kriteria hasil Terapeutik :
Elastisitas meningkat Ubah posisi tiap 2 jam jika
Hidrasi meningka tirah baring
Pendarahan menurun Hindari produk berbahan
Nyeri menurun dasar alkohol
Edukasi :
Anjurkan menggunakan
pelembab
Anjurkan minum airyang
cukup
Anjurkan meningkatkan
asupannutrisi
Perawatan luka
Observasi :
Monitoring karakteristik luka
Monitoring tanda tanda
infeksi
Terapeutik
Lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
Bersihkan jaringan nekrotik
Pasang balutan sesuai jenis
luka
Edukasi :
Jelaskan tanda gejala infeksi
Risiko Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan
jaringan cerebral keperawatn selama 3x24 jam tekanan intra kranial
berhubungan dengan diharapkan risiko perfusi Observasi :
hypovolemia jaringan serebal tidak efektif Identifikasi penyebab

teratasi peningkatan TIK

Kriteria hasil Monitor tanda gejala

Tingkat kesadaran meningkat peningkatan TIK

Tekanan intra kranial Monitor MAP (mean arterial


menurun preasure)

Sakit kepala menurun Monitor CVP (central

Nilai rata rata tekanan darah venous preasure)


membaik Monitor status pernapasan

Gelisah menurun Monitor intake dan output


cairan
Monitor cairan cerebrospinal
Terapeutik :
Meminimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
Berikan posisi semi fowler
Cegah terjadinya kejang
Hindari penggunaan cairan iv
hipotonik
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan jika perlu
Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis jika perlu
A. Daftar oustaka
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,            
Edisi 6. Jakarta: EGC
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksar
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media      Aesculapius
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth   Ed.8 Vol.3.
: Jakarta: EGC.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar diagnosis keperawatan indonesia definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta: Dewan pengurus PPNI
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan indonesia definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta: Dewan pengurus PPNI
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar luaran keperawatan indonesia definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta: Dewan pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai