Nim : C.0105.20.155
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah sindrom y ang muncul setelah
seseorang melihat, mendengar atau terlibat dalam stresor traumatis yang ekstrem. PTSD
terjadi karena paparan peristiwa traumatis dan didefinisikan berdasarkan cluster gejala
yang berbeda antara lain kembali merasakan sedang dalam peristiwa trauma atau flashback,
menghindar, emosi tumpul/numbing dan gejala tersebut tetap bertahan selama lebih
dari 1 bulan. (Sadock, B.J .& Sadock, V.A. , 2007).
Stresor ekstrem y ang memiliki risiko menimbulkan PTSD antara lain serangan
teroris, peperangan, kecelakaan lalu lintas berat, dan bencana alam seperti tsunami dan
gempa bumi (Santiago et al. 2013). PTSD memiliki dampak jangka panjang y ang parah
dan individu dengan PTSD memiliki risiko terkena depresi berat, ketergantungan zat,
dan gangguan kondisi kesehatan lainnya serta terganggunya fungsi peran yang dapat
mengurangi kualitas hidup.
Amigdala merupakan fear center dari otak. Sehingga penderita PTSD akan
mengalami amigdala yang over reaktif. Amigdala membantu otak dalam membuat
hubungan antara situasi y ang menimbulkan ketakutan di masa lalu. Kondisi ini dapat
berpasangan dengan situasi saat ini yang bisa saja netral. Individu dengan gangguan
ini akan mempertahankan kondisi waspada y ang konstan pada saat situasi yang tidak
tepat karena pada saat itu otak memerintahkan individu bahwa dalam situasi y ang
aman pun individu sedang menghadapi ancaman (Sun et al. 2013).
Hipokampus adalah bagian y ang menciptakan harapan terhadap situasi yang
akan memberikan reward atau situasi traumatis yang kita alami berdasarkan pada
memori dan pengalaman belajar dari masa lalu. Penderita PTSD dengan kerusakan
hipokampus, akan mengalami kesulitan untuk belajar dan menciptakan harapan baru
untuk berbagai situasi yang terjadi setelah kejadian traumatis (Erwina Ira., 2010).
Selain itu pada penderita PTSD juga terjadi derajat hormon stres y ang tidak
normal. Individu dengan PTSD memiliki hormon kortisol yang rendah jika
dibandingkan dengan individu y ang tidak mengalami PTSD dan hormon epinefrin dan
norepinefrin dalam jumlah yang lebih dari rata-rata. Ketiga hormon tersebut berperan
penting dalam menciptakan respon flight or fight terhadap situasi stres. Ini berarti
bahwa individu dengan PTSD akan selalu berada dalam kondisi flight or fight.
Individu dengan PTSD juga memiliki kadar natural opiate y ang tinggi. Kondisi ini
akan membuat individu untuk mengalami kembali trauma dalam hal untuk mencapai
respon dari opiate (Erwina Ira. , 2010).
Faktor risiko untuk PTSD meliputi tetap hidup setelah mengalami kejadian
berbahaya dan traumatis, memiliki riwa yat penyakit mental, mengalami kecelakaan,
perasaan tertekan, tidak berday a dan ketakutan y ang amat sangat,melihat orang lain
terluka atau meninggal, menghadapi banyak stresor setelah kejadian traumatis yang
dialami, seperti kehilangan anggota keluarga, kehilanganpekerjaan atau tempat tinggal
(Markowitz et al. 2015).
Selain itu faktor risiko lain yang memperberat PTSD yaitu jenis kelamin.
Berdasarkan epidemiologinya, wanita memiliki risiko lebih besar untuk mengalami
PTSD daripada pria. Hal ini disebabkan kerana rendahnya sintesis serotonin serta
tingginya prevalensi wanita untuk menjadi korban dalam peristiwa traumatis seperti
pemerkosaan dan kekerasan. Sedangkan faktor y ang memperberat PTSD pada individu
antara lain masalah kesehatan yang dimiliki, penggunaan alkohol, sosial ekonomi y ang
rendah, perasaan yang tidak aman, tingkat pendidikan yang rendah, status sebagai
minoritas, dan banyaknya jumlah tanda atau gejala yang dialami (Erwina Ira. , 2010).
A. Lanjut Usia
a. Pengertian Lanjut Usia
Pengertian lanjut usia dibedakan menjadi dua bagian yaitu usia kronologis dan
usia biologis. Usia kronologis dihitung berdasarkan tahun kalender. Indonesia
melakukan penetapan usia pensiun adalah 56 tahun yang kemungkinan dapat
dijadikan sebagai patokan seseorang memasuki usia lanjut. Sementara berdasarkan
UU No 13 tahun 1998 dinyatakan usia 60 tahun ke atas sebagai usia lanjut (Tamher
dan Noorkasiani, 2009).
Usia biologis adalah usia yang sebenarnya, dimana biasanya diterapkan
kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis. Pada usia lanjut ini telah
terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis dan perubahan kondisi
sosial (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
c. Teori Penuaan
Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi teori biologis, teori psikologis,
dan teori sosiokultural (Stanley dan Beare, 2007).
a. Teori Biologis
Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk
perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.
1) Teori genetika
2) Wear and Tear Theory
3) Riwayat lingkungan
4) Teori imunitas
5) Teori neuroendokrin
b. Teori psikososiologis
Teori ini memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang
menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi bilogi pada kerusakan
anatomis.
1) Teori kepribadian
2) Teori tugas perkembangan
3) Teori disengagement
4) Teori aktivitas
5) Teori kontinuitas
d. Proses Menua
Menurut Constantindes (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan bahwa
proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara
alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap
infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan stuktural yang
disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi, aterosklerosis, diabetes
militus dan kanker yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan
episode terminal yang dramatik seperti strok, infark miokard, koma asidosis,
metastasis kanker dan sebagainya (Martono & Darmojo, 2006).
Nugroho (2008) menyebutkan beberapa perubahan pada lanjut usia
diantaranya adalah :
a. Perubahan Fisik
1) Sel
2) Sistem Persarafan
3) Sistem Pendengaran
4) Sistem Penglihatan
5) Sistem Kardiovaskuler
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
7) Sistem Respirasi
8) Sistem Gastrointestinal
9) Sistem Genitourinaria
10) Sistem Endokrin
Produksi dari hampir semua hormon menurun.
Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
e. Masalah Yang Sering Dihadapi Oleh Lansia Berkaitan Dengan Status Mental
Masalah yang kerap muncul pada usia lanjut, yang disebutnya sebagai a series
of I’s, yang meliputi immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh),
incontinence (inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual),
infection (infeksi), impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan
pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur),
hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh) (Kemala Sari, 2010).
B. STATUS MENTAL
1. Pengertian Status Mental
Status mental adalah suatu pengkajian status mental yang merupakan
komponen penting dari setiap evaluasi apapun tentang fungsi sensorinya,
penampilan, perilaku fisik dan kemampuan kognitif.
a. Penampilan
Mengkaji penampilan klien rapi atau tidak seperti penampilan klien sehari-hari,
mandi pagi, sore, rambut disisir, berpakaian yang sesuai, gigi bersih, kuku
pendek.
b. Pembicara
Mengkaji pembicaraan klien apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis, atau
lambat, apakah pembicara berpindah dari satu kalimat ke kalimat lain dan tidak
ada kaitannya.
c. Aktivitas Motorik
Mengkaji apakah klien tampak lesu, tegang, gelisah yang tampak jelas, agitas,
grimasen, tremor, dan kompulsif.
d. Alam Perasaan
Mengkaji apakah klien tampak sedih, putus asa, gembira yang berlebihan yang
tampak jelas, ketakutan, kekawatiran.
e. Afek
Mengkaji apakah ada perubahan datar, tumpul, labil.
f. Interaksi selama wawancara
Mengkaji apakah klien bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah tersinggung,
kurangnya kontak mata, defensive, dan curiga.
g. Persepsi
Mengkaji jenis-jenis halusinasi seperti klien mengatakan sering mendengar suara-
suara, dan klien sering melihat bayangan hitam mengejar kearahnya.
h. Proses pikir
Mengkaji sirkumtansial seperti berbicara berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan
pembicara, tangensial, kehilangan asosial, flig of ideas, blocking, perseverasi.
i. Isi pikir
Mengkaji tentang obsesi, fobia, hipokondri, depersonalisasi, ide yang terkait, dan
pikiran magis.
j. Tingkat kesadaran
Mengkaji klien apakah klien tampak bingung dan kacau, stupor, orentasi waktu,
tempat dan orang cukup jelas.
k. Memori
Memgkaji adanya gangguan daya ingat jangka panjang, adanya gangguan daya
ingat jangka pendek, dan gangguan daya ingat saat ini.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mudah dialihkan, tidak mampu berkonsentrasi dan klien selalu pertanyaan
diulang atau tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan, tidak mampu
berhitung.
m.Kemampuan penilaian
Mengkaji gangguan kemampuan ringan, dapat mengambil keputusan yang
sederhana dengan bantuan orang lain, gangguan menilai bermakna.
n. Daya tilik diri
Klien mengingkari penyakit yang diderita, tidak menyadari adanya penyakit pada
dirinya dan merasa tidak perlu pertolongan, menyalahkan orang lain dan
lingkungannya dengan kondisinya saat ini.
Sadock, B.J. & Sadock, V.A. 2007. Kaplan & Sadock’s Sy nopsis of Psy chiatr
yBehavioral Sciences/Clinical Psychiatry . 10 th edition. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.
Sadock, B.J. & Sadock, V.A. 2010. Kaplan & Sadock’s Concise textbook of
Clinical Psychiatr y . 2th edition. Jakarta :ECG