DOSEN PEMBIMBING :
AHMAD GUNTUR ALFIANTO, S.KEP., NERS., M.KEP
DISUSUN OLEH :
NAMA : VENI EKA SEPTIYANA HIDAYANTI
NIM : 181014201654
Disusun Oleh :
NAMA : VENI EKA SEPTIYANA HIDAYANTI
NIM : 181014201654
Disetujui Pada :
Hari :
Tanggal : Januari 2022
B. ETIOLOGI
Alasan terbanyak dilakukan histerektomi karena mioma uetri, selain itu
adanya perdarahan uterus abnormal, endometriosis, prolaps uetri (relaksasi
panggul) juga dilakukan histerektomi. Hanya 10 % dari kasus histerektomi
dilakukan pada pasien dengan karsinoma. Fibrosis uteri (dikenal juga dengan
leiomioma) merupakan alasan terbesar pembelian histerektomi. Leiomioma
merupakan suatu perkembangan jinak (benigna) dari sel-sel ototrahim, namun
etiologinya belum diketahui. meskipun demikian di mana artinya tidak
menyebabkan/berubah menjadi kanker, leiomioma ini dapat menyebabkan
masalah secara medis, seperti pendarahan yang banyak, yang mana kadang-
kadang diperlukan tindakan histerektomi. Relaksasi panggul adalah kondisi
lain yang menentukan tindakan histerektomi. Pada kondisi ini wanita
mengalami pengendoran dari otot-otot penyokong dan jaringan disekitar area
pelvik. pengendoran ini dapat mengarah ke gejala-gejala seperti inkontensia
urin (Keluarnya Urine Tidak Diinginkan) dan mempengaruhi kemampuan
seksual. Kehilangan urine ini bisa dicetuskan juga oleh bersin, batu atau
tertawa. kehamilan mungkin melibatkan peningkatan resiko darirelaksasi
panggul, meskipun tidak ada alasan yang tepat untuk menjelaskan hal
tersebut.
Histerektomi juga dilakukan untuk kasus-kasus karsinoma uteri/beberapa
pra karsinoma (displasia). Histerektomi untuk karsinoma rahim merupakan
tujuan yang tepat, dimana menghilangkan kanker dari tubuh. Prosedur ini
merupakan prosedur dasar untuk penatalaksanaan karsinoma pada rahim.
Adanya mioma uteri fibroid yang merupakan tumor jinak pada rahim,
Histerektomi perlu dilakukan karena tumor ini dapat menyebabkan perdarahan
berkepanjangan, nyeri panggul, anemia, dan tekanan pada kandung kemih.
Endometriosis, suatu kelainan yang disebabkan dinding rahim bagian dalam
yang seharusnya tumbuh didalam rahim saja, juga ikut tumbuh diindung telur,
tuba falopii, atau bagian tubuh lainnya. Hal ini bisa membahayakan bagi ibu,
oleh karena itu, biasanya dianjurkan untuk melakukan histerektomi oleh
dokter.
Untuk kasus-kasus nyeri panggul, wanita biasanya tidak disarankan untuk
di histerektomi. Namun penggunaan laparaskopi atau prosedur invasif lainnya
digunakan untuk mencari penyebab dari nyeri tersebut. Pada kasus-kasus
pendarahan abnormal rahim, bila dibutuhkan tindakan histerektomi, wanita/
pasien tersebut dibutuhkan suatu Sampel dari jaringan rahim (biopsi
endometrium). Untuk mengetahui ada tidaknya jaringan karsinoma/
prekarsinoma dari rahim tersebut. Prosedur ini sering disebut sample
endometrium. Pada wanita nyeri/ perdarahan percobaan pemberian terapi
secara medikamentosa sering diberikan sebelum dilaksanakan histerektomi.
Maka dari itu wanita pada stadium pre menopause (masih punya periode
haid teratur) yang memiliki leiomioma dan menyebabkan perdarahan namun
tidak menyebabkan nyeri, terapi Hormonal lebih sering disarankan
dibandingkan tindakan histerektomi. Jika wanita tersebut mengalami
perdarahan yang banyak menyebabkan gangguan pada aktifitas sehari-hari,
berlanjut menyebabkan anemia, dan tidak memiliki kelainan pada sampel
endometrium, bisa dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.
Pada wanita menopause (yang tidak mengalami menstruasi secara
permanen) dimana tidak ditemukan kelainan pada sampel endometriumnya
namun mengalami perdarahan abnormal yang persisten, setelah pemberian
terapi hormonal dapat dipertimbangkan dilakukan histerektomi. Penyesuaian
dosis/tipe dari hormon juga dibutuhkan saat memutuskan penggunaan terapi
secara optimal pada beberapa wanita.
E. KLASIFIKASI
1. Histerektomi Abdominal Totalis
Histerektomi abdominal totalis merupakan suatu jenis histerektomi
yang sangat dan sering dilakukan. Selama histerektomi abdominalis
totalis, dokter-dokter sering mengangkat uterus bersama servik sekaligus.
Parut yang dihasilkan dapat berbentuk horisontal atau vertikal, tergantung
dari alasan prosedurt ersebut dilakukan dan ukuran atau luasnya area
yang ingin diterapi. Karsinoma ovarium dan uterus, endometriosis, dan
mioma uteri yang besar dapat dilakukan histerektomi jenis ini. Selain itu
jenis histerektomi ini dapat dilakukan pada kasus-kasus nyeri panggul,
setelah melalui suatu pemeriksaan serta evaluasi penyebab dari
histerektomi, serta kegagalan terapi secara medikamentosa. Setelah
dilakukan prosedur ini wanita tidakdapat mengandung seorang anak.
Maka dari itu metode ini tidak dilakukan pada usia reproduksi, kecuali
pada kondisi-kondisi yang sangat serius seperti karsinoma. Histerektomi
totalis abdomen memungkinkan operator seluruh cavum abdomen serta
panggul, dimana sangat berguna pada wanita-wanita dengan karsinome
atau penyebab yang tidak jelas. Dokter juga perlu melihat kembali
keadaan medis untuk memastikan tidak terjadinya resiko yang diinginkan
saat metode ini dilakukan, seperti jaringan parut yang luas (adhesi). Jika
wanita tersebut memiliki resiko adhesi, atau memiliki suatu massa panggul
yang besar, histerektomi secara abdomen cocok dilakukan.
Perlengketan pada organ kelamin wanita dapat disebabkan oleh tiga
hal, yakni infeksi, endometriosis dan riwayat operasi organ perut.
Perlengketan ini sesungguhnya merupakan proses penyembuhan alami
tubuh untuk memperbaiki jaringan yang cedera atau terluka.
Cedera atau luka akibat operasi, infeksi maupun endometriosis ini
diperbaiki dengan membentuk jaringan baru di permukaan jaringan yang
rusak. Jaringan baru yang terbentuk inilah yang dapat menyebebkan
lengketnya organ tersebut dengan luka sayatan operasi atau dengan
organ lain disekitarnya. Pada sebagian orang perlengketan ini tidak
menimbulkan gejala. Apabila perlengketan ini menyebabkan tarikan, puntir
Atau perubahan posisi dapat menimbulkan berbagai keluhan terutama
nyeri. Pada wanita, selain nyeri. Perlengketan ini dapat pula menimbulkan
kemandulan, terutama apabila perlengketan terjadi pada organ saluran
telur. Diagnosa perlengketan organ kelamin dalam wanita ini berdasarkan
pada adanya faktor resiko riwayat operasi perut (open surgery), infeksi,
keluhan nyeri serta pemeriksaan dalam yang mendukung adanya
perlengketan organ kelamin dalam. Namun demikian, seringkali
perlengketan ini dijumpai tanpa sengaja saat dilakukan tindakan
laparoskopi diagnostik. Perlengkatan ini dapat dihilangkan dengan
melakukan fisioterapi (misalnya wurn teknik) untuk perlengkatan ringan
dan tindakan operatif untuk perlengkatan yang lebih hebat.
2. Histerektomi Vaginalis
Prosedur histerektomi vaginalis dilakukan dengan cara mengangkat
rahim melalui vagina. Histerektomi vagina merupakan suatu metode yang
cocok hanya pada kondisi-kondisi seperti prolaps uteri, hiperplasi
endometrium atau displasia servikal. Kondisi ini dapat dilakukan apabila
rahim tidak terlalu besar, dan tidak membutuhkan suatu evaluasi operatif
yang luas, wanita dengan kedua kaki terangkat pada litotomi. Wanita yang
belum pernah memiliki anak mungkin tidak memiliki kanalis vaginalis yang
cukup lebar, sehingga tidak cocok dilakukan prosedur ini. Jika wanita
tersebut memiliki rahim yang besar, ia tidak dapat mengangkat sangat
tinggi di meja litotomi dalam waktu yang lama atau alasan lain mengapa
hal tersebut terjadi, dokter-dokter biasanya mengusulkan histerektomi
secara abdominalis. Secara keseluruhan histerektomi vagina secara
laparaskopi lebih mahal dan memiliki komplikasi yang sangat tinggi
dibandingkan histerektomi secara perut.
3. Histerektomi Histerektomi Vagina dengan Bantuan Laparoskopi
Metode ini sangat mirip dengan metode histerektomi secara vagina
hanya ditambah dengan alat berupa laparoskopi. Laparoskopi adalah
suatu tabung yang sangat tipis dimana kita dapat melihat didalamnya
dengan suatu kaca pembesar di ujungnya. Pada wanita-wanita tertentu
penggunaan laparaskopi ini selama histerektomi vaginal sangat membantu
untuk memeriksa secara teliti kavum perut selamat beroperasi.
Penggunaan laparoskopi pada pasien-pasien karsinoma sangat baik bila
dilakukan pada stadium awal dari kanker tersebut untuk mengurangi
penyebaran atau jika direncanakan suatu oovorektomi. Dibandingkan
dengan histerektomi vaginalis atau perut, metode ini lebih mahal dan lebih
berisiko terjadinya komplikasi, pengerjaannya lama dan objek perawatan
di rumah sakit seperti vagina histerektomi tahim tidak boleh terlalu luas.
4. Histerektomi Supraservikal
Histerektomi supraservikal untuk mengangkat rahim sementara
serviks ditinggal. Layanan ini adalah suatu area yang dibentuk oleh suatu
bagian paling dasar dari uterus, dan berada di bagian akhir (atas) dari
kanalis vagina. Prosedur ini kemungkinan tidak berkembang menjadi
karsinoma endometrium terutama pada bagian serviks yang ditinggal.
Wanita yang memiliki hasil papsmear abnormal atau kanker pada daerah
serviks tidak cocok dilakukan prosedur ini. Wanita lain dapat melakukan
prosedur ini jika tidak ada alasan yang jelas untuk mengangkat serviks.
Pada beberapa kasus serviks lebih baik ditinggalkan seperti pada kasus-
kasus endometriosis. Prosedur ini merupakan prosedur yang sangat
simple dan membutuhkan waktu yang singkat. Hal ini dapat memberikan
suatu keuntungan tambahan terhadap vagina, juga menurunkan resiko
terjadinya suatu protrusi lumen vagina (Vaginal prolaps).
5. Histerektomi Radikal
Prosedur ini melibatkan operasi yang luas dari histerektomitotalis
perut, karena prosedur ini juga mengikut sertakan manfaat jaringan lunak
yang mengelilingi rahimerta mengangkat bagian atas dari vagina. Radikal
histerektomi ini sering dilakukan pada kasus-kasus karsinoma serviks
stadium dini. Komplikasi lebih sering terjadi pada histerektomi jenis ini
dibandingkan pada histerektomi tipe perut. Hal ini juga menyangkut
perlukaan pada usus dan sistem urinarius.
6. Ooforektomi dan Salpingooforektomi (Pengangkatan Ovarium dan atau
Tuba Falopii)
Ooforektomi merupakan suatu tindakan operatif megangkat ovarium,
sedangkan salpingooforektomi adalah pertimbangan ovarium. Kedua
metode ini dilakukan pada kasus-kasus : kanker ovarium, curiga tumor
ovarium atau kanker tuba falopii (jarang). Kedua metode ini juga dapat
dilakukan pada kasus-kasus infeksi atau digabungkan dengan
histerektomi. Kadang-kadang wanita dengan kanker ovarium atau
payudara tipe lanjut dilakukan suatu ooforektomi sebagai tindakan
pencegahan atau profilaksis untuk mengurangi resiko penyebaran dari sel-
sel kanker tersebut. Jarang terjadi kelainan secara familial.
F. PHATOFISIOLOGI
Mioma Uteri
Hb O2
Menurun
Imunitas
menurun
G. WEB OF CAUTION
Rangsangan
H.
hormon esterogen Usia Etnik Obesitas
Hyperplasia uterus
Histerektomi
Kurangnya Anastesi
pengetahuan tentang Resiko
tindakan operasi Anastesi Insisi perdarahan
Penurunan
saraf
vasodilatasi Luka terbuka simpatis
Krisis
situasional
Termoregulasi
MK : Resiko MK : Resiko
menurun
MK : Ansietas Infeksi Cedera
MK : Hipotermi
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adnexa dalam rongg apelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan
CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya leiomiosarkoma sangat
jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan
konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai masaa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter
3. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas
4. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis
5. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah
6. Tes kehamilan
7. Pemeriksaan panggul lengkap (antropometri) termasuk rahim di ovarium
8. Papsmear
9. D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk
menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hyperplasia atau
adenokarsinoma endometrium)
b. Data objektif
1) Sebelum operasi
a) Nyeri bila benjolan tersentuh
b) Pucat, gelisah
c) Spasme otot
d) Demam
e) Dehidrasi
2) Setelah operasi
a) Terdapat luka
b) Puasa
c) Selaput mukosa mulut kering
2. Diagnosa
a. Pre operatif
b. Intra operatif
c. Post operatif
3. Intervensi
Kolaborasi :
a. Apabila terapi
manajemen nyeri
tidak dapat
mengurangi rasa
nyeri maka
diperlukan
kolaborasi
dengan tim medis
untuk pemberian
obat anti nyeri
Intervensi : Observasi :
Pengaturan Posisi a. Pemberian
(1.01019) oksigenisaasi tidak
diperlukan apabila
Observasi : pasien tidak
a. Monitor status merasakan nyeri
oksigenisasi dan dapat
sebelum dan pernafasan stabil
sesudah
mengubah Terapeutik :
posisi a. Memudahkan
pasien
Terapeutik : mendapatkan hal
a. Dekatkan objek yang dibutuhkan
yang sering b. Memudahkan
digunakan pasien dalam
pasien meminta batuan
b. Tempatkan bel apabila tidak dapat
dalam dilakukan karena
jangkauan nyeri yang dialami
c. Atur posisi yang c. Posisikan pasien
disukai (jika senyaman
tidak mungkin setelah
kontraindikasi) operasi agar
d. Tinggikan mengurangi nyeri
tempat tidur d. Peredaran darah
bagian kepala pasien dapat
e. Motivasi lancar pada
melakukan ROM bagian intracranial
aktif/pasif agar tidak terjadi
f. Ubah posisi penyumbatan post
setiap 2 jam operasi
e. Mandirikan pasien
Edukasi : untuk dapat
a. Informasikan melakukan
saat akan gerakan pada
dilakukan bagian tubuh agar
perubahan dapat mengurangi
posisi rasa nyeri post
b. Ajarkan cara operasi
penggunaan f. Memperlancar
postur yang baik sirkulasi
selama peredaran darah
melakukan pasien post
perubahan operasi
posisi
Edukasi :
Kolaborasi a. Mencegah
a. Kolaborasi terjadinya cedera
pemberian pada luka post
premedikasi operasi
sebelum b. Pengurangan
mengubah komplikasi post
posisi, jika perlu operasi berkaitan
dengan posisi
yang aman dan
nyaman
Kolaborasi :
a. Apabila nyeri tidak
dapat diatasi
dengan terapi non
farmakologi maka
permberian
premedikasi
sesuai indikasi.
2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Observasi :
(D.0080) keperawatan 1 x 24 jam Persiapan a. Untuk mengetahui
b.d Luka kecemasan yang dialami oleh Pembedahan kondisi pasien
Setelah klien teratasi dengan kriteria (1.14573) sebelum masuk
Dilakukan hasil : kamar operasi
Operasi Observasi : baik secara fisik
Tingkat Ansietas (L.09093) a. Identifikasi maupun psikologis
kondisi umum agar terhindar dari
Kriteria 1 2 3 4 5 pasien komplikasi akibat
Hasil (kesedaran, operasi
Verbalisasi hemodinamik, b. Mengontrol kondisi
kebingungan jenis operasi, pasien sebelum
Verbalisasi
konsumsi masuk kamar
khawatir
koagulan, jenis operasi agar tetap
akibat
anestesi, stabil
kondisi yang
penyakit c. Kadar gula darah
dihadapi
Perilaku penyerta, harus stabil ketika
gelisah pengetahuan dilakukan
Perilaku terkait operasi, pembedahan agar
tegang kesiapam proses
Konsentrasi
Pola tidur psikologis penyembuhan
Perasaan b. Monitor tekanan luka operasi baik
keberdayaan darah, nasi,
pernafasan, Terapeutik :
suhu tubuh, BB, a. Untuk mengetahui
EKG terdapat kelainan
c. Monitor kadar darah pada pasien
gula darah sebelum tindakan
operasi
Terapeutik : b. Pemeriksaan
a. Ambil sampel penunjang
darah untuk dilakukan untuk
pemeriksaan mengetahui ada
kimia darah tidaknya
b. Fasilitasi gangguan pada
pemeriksaan bagian tubuh lain
penunjang c. Mencegah
c. Puasakan terjadinya refluks
minimal 6 jam pada saat
sebelum pembedahan
pembedahan dilakukan
d. Bebaskan area d. Tepat lokasi
kulit yang akan pembedahan, dan
dioperasi dari pengurangan
rambu atau bulu infeksi luka post
ubuh operasi
e. Mandikan e. Tindakan
dengan cairan pencegahan
antiseptik infeksi preoperasi
minimal 1 jam f. Tidak terjadi
dan maksimal kesalahn yang
malam hari beresiko terhadap
sebelum keselamatan
pembedahan pasien
f. Pastikan g. Peningkatan
kelengkapan keselamatan
dokumen- pasien preoperasi
dokumen hingga post
preoperasi operasi
g. Transfer ke
kamar operasi Edukasi :
dengan alat a. Mengurangi
yang sesuai kecemasan pada
pasien pre operasi
Edukasi : melalui
a. Jelaskan peningkatan
tentang pengetahuan
prosedur, waktu pasien
dan lama b. Mengurangi
operasi kecemssan akibat
b. Jelaskan waktu pemberian obat
puasa dan yang diberikan
pemberian obat c. Agar pasien
premedikasi (jika mandiri dan dapat
ada) manajemen nyeri
c. Latih teknik secara mandiri
mengurangi d. Untuk mencegah
nyeri terjadinya
pascaoperatif pendarahan saat
d. Anjurkan operasi
menghentikan e. Mencegah infeksi
obat post operasi
antikoagulan
e. Ajarkan cara Kolaborasi :
mandi dengan a. Agar tidak terjadi
antiseptik kesalahan dalam
pemberian obat
Kolaborasi : pada pasien pre
a. Kolaborasi dan post operasi
pemberian obat b. Mempercepat
sebelum penyembuhan
pembedahan pasien melalui gizi
sesuai indikasi yang sesuai
b. Koordinasi c. Pencegahan
dengan petugas komplikasi pada
gizi tentang pasien akibat
jadwal puasa pembedahan
dan diet pasien d. Pemberian
c. Kolaborasi perawatan yang
dengan dokter sesuai dengan
bedah jika kondisi pasien di
mengalami kamar bedah
perburukan
kondisi
d. Kolaborasi
dengan perawat
kamar bedah
Intervensi : Observasi :
Terapi Relaksasi a. Mengetahui
(1.09326) kondisi psikologis
pasien pada
Observasi : waktu preoperasi
a. Identifikasi b. Penggunaan
penurunan teknik yang
tingkat energi, pernah digunakan
ketidakmampua dan nyaman bagi
n pasien agar dapat
berkonsentrasi, mengurangi
atau gejala lain kecemsan
b. Identifikasi c. Penilaian teknik
teknik relaksasi relaksasi yang
yang efektif dan digunakan efektif
pernah atau tidak
digunakan
c. Monitor respon Terapeutik :
terhadap terapi a. Meningkatkan
relaksasi efektifitas teknik
yang digunakan
Terapeutik : untuk mengurangi
a. Ciptakan kecemasan
lingkungan yang b. Mengurangi
nyaman dan kesalahan dalam
aman melakukan
b. Berikan prosedur
prosedur tertulis
tas tindakan Edukasi :
relaksasi yang a. Meningkatkan
akan digunakan pengetahuan
pasien terhadap
Edukasi : teknik yang
a. Jelaskan tujuan, diberikan
manfaat, b. Agar teknik yang
batasan dan digunakan dapat
jenis relaksasi efektif dan
yang sesuai mengurangi
dengan kondisi kecemasan
b. Anjurkan rileks c. Teknik paling
dan merasakan sederhana yang
sensasi yang diberikan yaitu
digunakan nafas dalam,
c. Demonstrasikan sehingga apsien
dan latih teknik mampu
relaksasi (nafas mengaplikasikan
dalam) secara mandiri
Edukasi :
a. Perlunya kita
menjelaskan pada
keluarga dan
pasien adalah
untuk memonitor
risiko perdarahan
sehingga apabila
ada gejala atau
tanda yang dialami
oleh pasien
keluarga bisa
segera
melaporkan pada
perawat
b. Menganjurkan
pasien untuk
mengonsumsi
makanan atau
minuman yang
mengandung
vitamin K adalah
untuk memperbaiki
apabila pasien
mengalami
kekurangan darah
atau mencegah
terjadinya
kekurangan darah
c. Tujuan dilakukan
pelaporan ketika
terjadi perdarahan
adalah agar
pasien segera
mendapatkan
penanganan yang
tepat sehingga
mencegah
terjadinya cedera
lainnya
Kolaborasi :
a. Pemberian obat
untuk mengontrol
perdarahan adalah
agar pasien
mendapatkan
pencegahan
melalui pemberian
medikasi sehingga
bisa mencegah
terjadinya
perdarahan
b. Pemberian produk
darah ini adalah
untuk mecegah
terjadinya
kekurangan darah
pada pasien
Intervensi : Observasi :
Pemantauan Tanda a. Pemantauan
Vital tekanan darah
bertujuan untuk
Observasi : memantau
a. Monitor tekanan tekanan darah
darah pasien agar tetap
b. Monitor nadi stabil
(frekuensi, b. Pemantauan nadi
kekuatan, nadi) agar bisa
c. Monitor memantau detak
pernapasan jantung, irama
d. Monitor suhu jantung hingga
tubuh kekuatan jantung
e. Identifikasi sehingga bisa
penyebab tetap stabil
perubahan tanda c. Pemantauan
vital pernapasan
bertujuan untuk
Terapeutik : mengetahui
a. Atur interval apakah terjadi
pemantauan gangguan pada
sesuai kondisi pola nafas pasien
pasien sehingga pola
b. Dokumentasi nafas tetap stabil
hasil d. Pemantauan
pemantauan suhu tubuh
berguna untuk
Edukasi : menghindari
a. Jelaskan tujuan terjadinya
dan prosedur hipertermi
pemantauan sehingga bisa
b. Informasikan teratasai sebelum
hasil terjadi
pemantauan, e. Identifikasi
jika perlu penyebab
perubahan tanda
vital bertujuan
untuk mengetahui
status tanda-
tanda vital pasien
sehingga bisa
melakukan
pencegahan
sedini mungkin
Terapeutik :
a. Pemantaun ini
dilakukan agar
tanda-tanda vital
pasien tetap
berada di rentang
normal sehingga
tidak terjadi
perubahan status
yang signifikan
b. Melakukan
dokumentasi dari
hasil pemantauan
bertujuan untuk
pelaporan atau
pun bisa selalu
mengontrol
tanda-tanda vital
pasien
Edukasi :
a. Menjelaskan
prosedur tindakan
pada pasien
maupun keluarga
adalah untuk
mencegah
terjadinya
kesalahafahaman
mengenai
tindakan yang
diberikan
dikarenakan
pasien maupun
keluarga
kekurangan
informasi
mengenai
penyakit yang
dialami oleh
pasien
b. Menginformasika
n hasil pengkajian
pada pasien
maupun keluarga
bertujuan untuk
menginformasika
n apa yang
dialami pasien
sehingga ketika
dilakukan
tindakan keluarga
bisa menerima
4 Risiko Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Observasi :
Infeksi keperawatan ... x 24 jam risiko Perawatan Luka a. Pemantauan
(D.00142) infeksi pada klien teratasi (1.14564) karakteristik luka
b.d dengan kriteria hasil : adalah untuk
Perawatan Observasi : mengetahui
pada Luka Integritas Kulit dan Jaringan a. Monitor pembelutan apa
pada Saat (L.14125) karakteristik luka yang sebaiknya
Setelah (misal : drainase, diberikan pada
dilakukan Kriteria 1 2 3 4 5 warna, ukuran, pasien
Operasi Hasil bau) b. Pemantauan
Kerusakan b. Monitor tanda- tanda-tanda
jaringan tanda infeksi infeksi adalah
Kerusakan
untuk mrngetahui
lapisan Terapeutik : apakah luka
kulit a. Lepaskan pasien
Perdaraha balutan dan mengalami infeksi
n plester secara atau tidak
Kemerahan
Hematoma perlahan sehingga bisa
Jaringan b. Berikan salep segera dilakukan
parut yang sesuai ke penangan dan
Nekrosis
kulit/lesi mencegah
c. Pasang balutan terjadinya cedera
sesuai jenis luka baru
d. Pertahankan
teknik steril saat Terapeutik :
melakukan a. Melepaskan
perawatan luka balutan dan
e. Jadwalkan plester secara
perubahan posisi perlahan adalah
setiap 2 jam atau untuk mencegah
sesuai kondisi bertambahnya
pasien luka dan
mencegah
Edukasi : terjadinya cedera
a. Jelaskan tanda b. Memberikan
dan gejala salep ke kulit
infeksi untuk mengurangi
b. Anjurkan iritasi pada luka
mengonsumsi c. Memasang
makanan tinggi balutan sesuai
kalori dan protein jenis luka agar
c. Ajarkan prosedur penangan pada
perawatan luka pasien bisa
secara mandiri sesuai dengan
luka pada pasien
Kolaborasi : d. Pada saat
a. Kolaborasi melakukan
pemberian perawatan harus
atibiotik, jika menggunakan
perlu teknik steril
adalah agar tidak
terjadi infeksi
pada luka pasien
e. Melakukan
mobilisasi setiap
2 jam adalah
untuk mencegah
terjadinya
dekubitus pada
pasien
Edukasi :
a. Menjelaskan
tanda dan gejala
pada pasien
mengenai infeksi
adalah agar
pasien maupun
keluarga segera
melaporkan
apabila terdapat
tanda dan
gejalanya
sehingga bisa
segara
mendapatkan
penangan yang
tepat
b. Tujuan
menganjurkan
pemberian
makanan yang
tinggi kalori dan
protein adalah
untuk mengatasi
agar luka pasien
bisa segera
tertutupi dengan
makanan yang
kaya akan protein
c. Mengajarkan
perawatan luka
secara mandiri
bertujuan agar
pasien dan
keluarga bisa
melakukan
perawatan secara
mandiri terkhusus
di rumah
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian
antibiotik
bertujuan agar
luka pasien tidak
terjadi infeksi
Intervensi : Observasi :
Terapi Relaksasi a. Mengetahui
(1.09326) kondisi psikologis
pasien pada
Observasi : waktu preoperasi
a. Identifikasi b. Penggunaan
penurunan teknik yang
tingkat energi, pernah digunakan
ketidakmampua dan nyaman bagi
n pasien agar dapat
berkonsentrasi, mengurangi
atau gejala lain kecemsan
b. Identifikasi c. Penilaian teknik
teknik relaksasi relaksasi yang
yang efektif dan digunakan efektif
pernah atau tidak
digunakan
c. Monitor respon Terapeutik :
terhadap terapi a. Meningkatkan
relaksasi efektifitas teknik
yang digunakan
Terapeutik : untuk mengurangi
a. Ciptakan kecemasan
lingkungan yang b. Mengurangi
nyaman dan kesalahan dalam
aman melakukan
b. Berikan prosedur
prosedur tertulis
tas tindakan Edukasi :
relaksasi yang a. Meningkatkan
akan digunakan pengetahuan
pasien terhadap
Edukasi : teknik yang
a. Jelaskan tujuan, diberikan
manfaat, b. Agar teknik yang
batasan dan digunakan dapat
jenis relaksasi efektif dan
yang sesuai mengurangi
dengan kondisi kecemasan
b. Anjurkan rileks c. Teknik paling
dan merasakan sederhana yang
sensasi yang diberikan yaitu
digunakan nafas dalam,
c. Demonstrasikan sehingga apsien
dan latih teknik mampu
relaksasi (nafas mengaplikasikan
dalam) secara mandiri
4. Implementasi
Implementasi merupakan penerapan pada perencanaan intervensi atau
perencananan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien. kemudian
saat implementasi perewat memberikan terapi sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.
5. Evaluasi (SOAPIE)
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan
I:
a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, intensitas,
kualitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Indentifikasi respon non verbal
d. Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
e. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
f. Fasilitasi istirahat dan tidur
g. Anjurkan monitoring nyeri
h. Jelaskan strategi mengurangi
nyeri
i. Kolaborasi pemberian analgesik
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
a. Pasien pindah ruangan
Senin/03-01- 3 S : Pasien mengatakan
2022/12.00 a. Merasa pusing
b. Mual, muntah, lemas
I:
c. Monitor tanda dan gejala
perdarahan
d. Monitor nilai hematokrit atau
hemoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah
e. Pertahankan bed rest selama
perdarahan
f. Batasi tindakan invasif
g. Gunakan kasur pencegahan
dekubitus
h. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
i. Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
j. Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
k. Kolaborasi pemberian obat
pengontrolan perdarahan, jika
perlu
l. Kolaborasi pemberian produk
darah, jika perlu
Senin/03-01- 4 S : Pasien mengatakan
2022/12.00 a. Luka operasi terlihat bersih
b. Pasien rajin membersihkan
area luka dengan antiseptik
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
I:-
Senin/03-01- 5 S : Pasien mengatakan
2022/12.00 a. Sulit melakukan aktivitas
sehari-hari
b. Takut luka operasi tidak
sembuh
I:
b. Identifikasi area lingkungan yang
berpotensi menyebabkan cedera
c. Sediakan alas kaki antislip
d. Pastikan roda tempat tidur atau
kursi roda dalam keadaan
terkunci
e. Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat
mendampingi pasien
f. Tingkatkan frekuensi observasi
dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
g. Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
h. Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri
6. Dokumentasi
Pendokumentasian yang digunakan dalam kasus ini adalah model
dokumentasi POR (Promblem Oriented Record) menggunakan SOAPIE
(subyek, obyek, analisa, planning, implementasi, evaluasi). Dalam setiap
diagnosa keperawatan penulis melakukan tindakan keperawatan
kemudian penulis mendokumentasikan yaitu dalam memberikan tanda
tangan waktu dan tanggal. Jika ada kesalahan dicoret diberi paraf oleh
penulis.
L. DAFTAR PUSTAKA