Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN ANALISI PROGRAM DBD

PUSKESMAS KOTA
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai wilayah tropik dan wilayah dinamik secara sosial ekonomi
merupakan kawasan endemik berbagai penyakit menular. Sekaligus merupakan kawasan
yang berpotensi tinggi untuk hadirnya penyakitinfeksi baru. Salah satu penyakit infeksi yang
ditakuti karena dapat dengan cepat menyebabkan kematian adalah Demam Berdarah.
Demam berdarah merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia.
Sejak tahun 1986 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya
bertambah luas. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan
dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus dengue dan
nyamuk penularannya diberbagai wilayah Indonesia. Jumlah kasus terus meningkat baik
dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis, selalu menjadi KLB
setiap tahun. KLB yang terbesar terjadi pada tahun1998 dilaporkan dari 16 Provinsi dengan
IR = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2,0%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam
sebesar 10,17 per 100.000 penduduk berturut-turut pada tahun 2000 sampai 2002.
Larvasidasi adalah penaburan BTI pembasmi jentik berupa bahan kimia larvasida
atau temephos sebagai salah satu cara untuk menghentikan daur perkembang biakan nyamuk
dalam penampungan air. Abatesasi massal adalah penaburan abate atau altosid (larvasida)
secara serentak diseluruh wilayah / daerah tertentu disemua TPA baik terdapat jentik
maupun tidak ada jentik diseluruh rumah atau bangunan. Kegiatan abatesasi massal
masyarakat diminta partisipasinya untuk melaksanakan pemberantasan Aedes Aegypti
diwilayah masing-masing
Bactivec merupakan Biolarvasida berbentuk cair ber-bahan aktif BTI (Bacillus
Thuringiensis Israellensis) yang sangat efektif membunuh jentik/larva/pupa nyamuk jenis
Aedes aegypti, Anopheles, Culex, Mansonia, Psorophora, maupun lalat hitam. Bacillus
Thuringiensis adalah bakteri gram positif yang terdapat secara alami disekitar kita.
Keunggulan: Larvasida ini memiliki efek Fast Knock-Down yang ampuh & cepat
terhadap sasaran hingga menurunkan tingkat populasi nyamuk dilingkungan sekitarnya,
toksisitas rendah terhadap mamalia, tidak berbau serta ramah lingkungan.
B. TUJUAN :
1. Tujuan Umum :
Secara umum untuk melihat gambaran masalah program DBD
2. Tujuan Khusus :
2.1. Untuk mengetahui jumalah kasus DBD berdasarkan umur
2.2. Untuk mengetahui jumalah kasus DBD berdasarkan jenis kelamin
2.3. Untuk mengetahui jumalah kasus DBD berdasarkan tempat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


1. Definisi dan Etiologi Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri
demam, manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian. Puncak kasus DBD terjadi pada musim hujan yaitu antara
bulan September sampai dengan Maret. Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
oleh virus Dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak
dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Serotipe
Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak menunjukkan
manifestasi klinik yang berat.
2. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Orang yang beresiko terkena demam
berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di
lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah
tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat
pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.
3. Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun
1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
4. Kriteria klinis  :
a. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2 – 7 hari.
b. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tornikuet positif dan salah satu
bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), perdarahan
mukosa, saluran cerna, hematemesis, dan atau melena.
c. Pembesaran hati.
d. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi menurun
(menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistol menurun
sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin atau lembab terutama
pada ujung hidung,jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar
mulut.
B. AEDES AEGYPTI
Nyamuk Aedes aegypti berwaran hitam dan belang-belang putih pada seluruh
tubuhnya. Nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak di selokan/got, atau kolam
yang airnya langsung berhubungan dengan tanah. Nyamuk betina meletakkan telurnya di
dinding tempat penampungan air (TPA) atau barang-barang yang memungkinkan air
tergenang sedikit di bawah permukaan air. Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk
memerlukan waktu 7-10 hari. Jentik Aedes aegypti berukuran 0,5-1 cm, selalu bergerak aktif
dalam air, dan pada waktu istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. (PSN-
DBD)

C. PENCEGAHAN DEMAN BERDARAH DENGUE


Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah. PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk
tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PSN ini dapat dilakukan
dengan:

a. Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya


seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur
agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
b. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain
dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
c. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali.
d. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama
yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah
kaleng, botol pecah, dan ember plastik.
e. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan menggunakan
tanah.
f. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya
kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam
atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk
serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia.

Cara pengendalian ini antara lain dengan:


a. Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan Aides aegypti sampai batas tertentu.
b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
BAB III
PEMBAHASAN

A. HASIL
Berikut data ABJ dari hasil pemeriksaan jentik yang dilaksanakan yaitu:
Grafik. 1
Gambaran Kasus DBD Berdasarkan Wilayah Sebaran Kasus
Tahun 2019

2 2 2

1 1 1 1 1

0 0 0 0 0 0 0
RT1 RT2 RT3 RT4 RT5 RT6 RT7 RT8 RT9 RT10 RT11 RT12 RT13 RT14 RT15

Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus tertinggi di RT.04, RT.10 dan
RT.11 masing-masing sebanyak 2 kasus sedangkan terendah di RT.02. RT.03, RT.05,
RT.06, RT.12, RT.13 dan RT.15 masing-masing sebanyak 0 kasus.

Grafik. 2
Gambaran Kasus DBD Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun 2019

Laki-Laki Perempuan
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus tertinggi pada jenis kelamin
laki-laki sebanyak 6 kasus sedangkan terendah pada jensi kelamin laki-laki sebanyak 5
kasus.

Grafik. 3
Gambaran Kasus DBD Berdasarkan Umur
Tahun 2019

4 4

1 1 1

≤ 1 Th 1-4 Th 5-9 Th 10-14 Th ≥ 15 Th

Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus DBD tertinggi berdasarkan
umur yaitu rentang usia atara 5-9 tahun dan ≥15 tahun masing-masing sebanyak 4 kasus,
sedangkan terendah rentang usia antara ≤ 1 tahun, 1-4 tahun dan 10-14 tahun masing-
masing sebesar 1 kasus.

Grafik. 4
Angka Bebas Jentik (ABJ) Berdasarkan RT
Kelurahan Kota
Tahun 2019

JUMLAH; 40.48 RT. 01; 56.67


RT. 15; 46.43
RT. 02; 40.00

RT. 14; 41.30 RT. 03; 30.00

RT. 13; 36.67 RT. 04; 33.33


RT. 05; 25.00
RT. 12; 36.67
RT. 06; 62.50

RT. 11; 33.33

RT. 10; 45.07 RT. 07; 36.00


RT. 09; 32.79 RT. 08; 41.67
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa angka bebas jentik (ABJ) tertinggi di RT.
06 sebesar 62.50%, sedangkan teredah di RT.05 sebesar 25.00%.

B. PERMASALAHAN :
Permasalahan yang dihadapi pada saat pelaksanaan kegiatan ini adalah :
1. Wilayah Kota merupakan salah satu wilayah yang satu sumber air bersihnya sebagian
besar menggunakan air hujan sehingga masyarakat menyimpan dalam jumlah yang
banyak.
2. Keterbatasan logistik abate sehingga tidak semua mendapatkan bubuk abate.
3. Masyarakat tidak menguras penampungan air secara rutin karena musim hujan yang
tidak menentu sehingga ada kekhawatiran jika menguras penampungan tidak turun
hujan.

C. KESIMPULAN :
1. Rendahnya angka bebas jentik sejalan dengan terjadinya peningkatan kasus DBD
diwilayah kerja Puskesmas Kota.

Mengetahui Bantaeng, 5 Januari 2020


Dokumentasi Kegiatan :
Sosialisasi Kegiatan Larvasidasi Lintas Sektor
Briefing Mahasiswa Sebelum Kegiatan Larvasidasi Massal
Pelaksanana Kegiatan Larvasidasi Massal

Anda mungkin juga menyukai