Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang paling besar di dunia. Iklim
tropis mempunyai 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Dampak dari
iklim tropis salah satunya adalah dapat menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis
yang disebabkan oleh nyamuk seperti Malaria, Demam Berdarah Dengue, Chikungunya
dan Filariasis. Penyebab utama munculnya berbagai penyakit tropis tersebut adalah
perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk sebagai vektor penyakit yang tidak
terkendali (Emi, 2013). Hal ini dikarenakan saat perubahan musim khususnya dari
kemarau ke penghujan banyak nyamuk yang berkembangbiak sehingga dapat
menyebabkan penyakit tropis. Selain karena kelembaban daerah tropis yang cukup
tinggi, masyarakat yang heterogen dalam tingkat sosial ekonomi serta pengetahuan
tentang kesehatan diri dan lingkungan yang masih rendah juga menjadi salah satu
penyebab penyakit tropis. Penyakit tropis yang sering terjadi di masyarakat adalah
Demam Berdarah Dengue.

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut yang menyebabkan


kematian dan disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk tersebut
berasal dari nyamuk Aedes yang tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh
dunia (Soedarto, 2012). Penyebab timbulnya penyakit Demam Berdarah Dengue adalah
dari 4 virus dengue yang kemudian ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegepty dan
Aedes Albopictus. Nyamuk ini sebagian besar berada di daerah tropis dan sub tropis
yaitu antara Indonesia sampai bagian utara Australia (Kemenkes RI, 2016 ).

1
Angka insiden kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia dari tahun 2014-
2019 secara umum mengalami fluktuasi. Pada tahun 2014, jumlah angka insiden kasus
Demam Berdarah Dengue sebesar 39,83% kemudian pada tahun 2015 meningkat
menjadi 50,75% dan pada tahun 2016 juga meningkat menjadi 78,85%. Hal ini berbeda
dengan tahun 2017 yang mengalami penurunan menjadi 26,10%, tahun 2018 sebesar
20,01% dan tahun 2019 5,08% (Kemenkes RI, 2017).

Kasus Demam Berdarah Dengue pada tahun 2014 sebanyak 100.347 kasus
dengan 907 kematian, tahun 2015 meningkat sebanyak 129.650 kasus dengan 1.071
kematian, dan tahun 2016 sebanyak 204.171 kasus dengan 1.598 kematian. Hal ini
berbeda pada tahun 2017 yang mengalami penurunan menjadi 68.407 kasus dengan 493
kematian, tahun 2018 sebanyak 53.075 kasus dengan 344 kematian, dan tahun 2019
mengalami kenaikan secara signifikan menjadi 110.921 kasus pada periode Januari
hingga 31 Oktober 2019 (https://m.antaranews.com/berita/1147152/kemenkes-catat-
110921-kasus-dbd-hingga-oktober
2019,https://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/19/01/30/pm5fl1349-kemenkes-
rilis-jumlah-korban-dbd-dari-2014-hingga-2019)

Sementara untuk tahun 2020, menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI , Ibu Siti
Nadia Tarmizi, dari Januari sampai awal Maret 2020 terjadi 16.099 kasus Demam
Berdarah dengue dengan 100 kematian di Indonesia yang tersebar di sebelas provinsi.
Dari 11 provinsi yang terdapat penderita DBD, kejadian terbanyak ada di Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan 2.711 kasus.
(https://m.liputan6.com/health/read4198068/tercatat-100-kematian-akibat-dbd-hingga-
awal-maret-2020). Golongan terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia pada usia
5-14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25% (Kemenkes RI,
2017).

2
Berdasarkan latar belakang diatas maka kami tertarik untuk membahas tentang
penyakit Demam Berdarah Dengue yang merupakan salah satu penyakit tropis di
Indonesia yang sering menyebabkan kematian.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Demam Berdarah Dengue?
1.2.2 Apa penyebab Demam Berdarah Dengue?
1.2.3 Apa vektor Demam Berdarah Dengue?
1.2.4 Bagaimana cara penularan Demam Berdarah Dengue?
1.2.5 Apa saja gejala-gejala Demam Berdarah Dengue?
1.2.6 Bagaimana epidemiologi penyakit Demam Berdarah Dengue?
1.2.7 Bagaimana determinan dari penyakit Demam Berdarah Dengue?
1.2.8 Bagaimana cara pencegahan Demam Berdarah Dengue?
1.2.9 Bagaimana cara pengobatan Demam Berdarah Dengue?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Demam Berdarah Dengue
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab Demam Berdarah Dengue
1.3.3 Untuk mengetahui vektor Demam Berdarah Dengue
1.3.4 Untuk mengetahui cara penularan Demam Berdarah Dengue
1.3.5 Untuk mengetahui gejala penyakit Demam Berdarah Dengue
1.3.6 Untuk mengetahui epidemiologipenyakit Demam Berdarah Dengue
1.3.7 Untuk mengetahui determinan dari penyakit Demam Berdarah Dengue
1.3.8 Untuk mengetahui cara pencegahan Demam Berdarah Dengue
1.3.9 Untuk mengetahui cara pengobatan Demam Berdarah Dengue

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga ditularkan oleh
Aedes albopictus, yang ditandai dengan: Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang
jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji
Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl), hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran hati (Depkes RI,
2005).

Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan
menyebabkan kematian pada banyak orang. Nyamuk ini tersebar luas di rumah-rumah,
sekolah dan tempat-tempat umum lainnya seperti tempat ibadah, restoran, kantor, balai
desa dan lain-lain sehingga setiap keluarga dan masyarakat mengandung risiko untuk
ketularan penyakit DBD.

2.2 Penyebab Demam Berdarah Dengue

Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang


merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui
dapatmenyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.Keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia
dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis. Virus dengue yang
termasuk dalam genus Flarivirus ini berukuran diameter 40 nanometer, dapat
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan (Soedarto, 1995).
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor
pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes
albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan
penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang

4
yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk
selama 8 - 10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut
ke manusia sehat yang digigitnya.

2.3 Vektor Demam Berdarah Dengue

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: WHO)

Vektor utama penularan DBD adalah nyamuk Aedes aegypti, yang biasanya
aktif pada pagi dan sore hari dan lebih suka menghisap darah manusia daripada darah
hewan. Nyamuk ini berkembang biak dalam air bersih pada tempat-tempat
penampungan air yang tidak beralaskan tanah. Sampai saat ini penyebaran DBD masih
terpusat di daerah tropis disebabkan oleh rata-rata suhu optimum pertumbuhan nyamuk
adalah 25-270C. Namun, dengan adanya pemanasan global, DBD diperkirakan akan
meluas sampai ke daerah-daerah beriklim dingin (Sembel, 2009). Aedes aegypti
dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex
quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama
pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai lira yang putih pada punggungnya.
Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran
kain kasa. Larvanya mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.

5
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm
diatas permukaan air. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas menjadi larva lalu
mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya
menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air
bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak
500 meter dari rumah (Sungkar, 2008). Tempat perindukan utama tersebut dapat
dikelompokkan menjadi Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya, TPA bukan untuk
keperluan sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas
bunga, perangkap semut, dan sebagainya, dan TPA alamiah yang terdiri dari lubang
pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon
pisang, dan lain-lain (Soegijanto, 2006).
Nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya. Oleh
karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk pemenuhan
kebutuhan proteinnya. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali.
Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-
10.00 dan 16.00-17.00 WIB. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina
sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti
sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar
100 meter (Depkes RI, 2004).
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan
selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk.
Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan demikian
penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan
cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang nyamuk menjadi
terbatas. Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
eksternal dan faktor internal.

6
Faktor eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti kecepatan angin,
temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh
nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aegypti kuat
terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat
perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah.
Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih aktif di dalam rumah
(endofilik). Apabila ditemukan nyamuk dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari
tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat
transportasi.
Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3
hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya lebih
menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang
disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti
kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju
yang digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat
pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004).
Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di
Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun tempat-tempat
umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000
m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak dapat
berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga
tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).
Pada saat musim hujan tiba, tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
yang pada musim kemarau tidak terisi air, akan mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya
belum sempat menetas akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak
tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai
tempat berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi
nyamuk Aedes aegypti akan meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue (Depkes
RI, 2005).

7
Menurut Soedarmo (1988), sifat nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
adalah sebagai berikut (Bismi Rahma Putri, 2009:3):
1) Aedes aegypti
Sifat-sifat dari nyamuk Aedes aegypti antara lain:
a) Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
b) Senang beristirahat di kamar gelap dan lembab
c) Senang hinggap pada benda-benda bergantungan seperti pakaian, kelambu, dan
lain-lain
d) Menggigit pada siang hari, pagi dan sore
e) Hidup tersebar di daerah tropis dataran rendah dan tidak ditemukan pada
ketinggian mulai 900 m di atas permukaan laut
f) Jarak terbang rata-rata 40-400 m (Anonim, 2004)
2) Aedes albopictus
Sifat-sifat dari nyamuk Aedes albopictus antara lain:
a) Menggigit pada waktu siang hari
b) Hidup di ketinggian berkisar antara permukaan sampai 180 m di atas permukaan
laut
c) Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya di sekitar rumah atau pohon-
pohon, di mana tertampung air hujan yang bersih yaitu pohon pisang, pandan,
kaleng bekas
d) Jarak terbang lemah 50 m (Rampengan dan Laurenzt, 1993).

8
2.4 Cara Penularan Demam Berdarah Dengue

Gambar 2.2 Siklus Penularan DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.


Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit
Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus
dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penularan penyakit demam berdarah.

Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum
demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan
ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak
diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya.
Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada
dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang
telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap
darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang
diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke
orang lain (Siregar, 2004).

9
2.5 Gejala-gejala Demam Berdarah Dengue

Gambar 2.3 Gejala Demam Berdarah Dengue

Demam dengue ditandai oleh gejala-gejala klinik berupa demam, tanda-tanda


perdarahan, pembesaran hati (hematomegali) dan syok (kegagalan pendarahan darah).
Gejala - gejala tersebut yaitu demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung
selama 2 sampai 7 hari, naik turun (demam bifosik). Kadang-kadang suhu tubuh sangat
tinggi sampai 400◦C dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase
kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan
pasien seakan sembuh hati-hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok,
biasanya pada hari ketiga dari demam.

Menurut WHO (1997), berdasarkan tingkat beratnya penyakit, gejala DBD


terbagi atas 4 derajat (Bismi Rahma Putri, 2009: 4) :

a. Derajat I (ringan), yaitu bila demam disertai dengan gejala konstitusional non
spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah tes tourniket positif dan
mudah memar.
b. Derajat II (sedang), yaitu bila pendarahan spontan selain manifestasi pasien
pada Derajat I, biasanya pada bentuk pendarahan kulit atau pendarahanlain.
c. Derajat III (berat), yaitu bila gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat
dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit
dingin lembab serta gelisah.
d. Derajat IV (berat sekali), yaitu bila shock hebat dengan tekanan darah.

10
2.6 Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue

1. Orang (Person)

Berdasarkan Kemenkes (2010), kasus DBD per kelompok umur di Indonesia


mengalami pergeseran dari tahun 1993-2009. Dari tahun 1993-1998 kelompok umur
terbesar kasus DBD adalah kelompok umur < 15 tahun sedangkan tahun 1999-2009
kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur ≥ 15 tahun.

Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin di Indonesia pada tahun 2008


menunjukkan bahwa proporsi penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah
penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan
berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menunjukkan bahwa risiko terkena DBD
untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin (Ditjen
PP&PL, 2008).

2. Tempat (Place)

Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara
terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang Utara dan 40º
Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Caribbean dengan tingkat
kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi dalam Duma, 2007). Data
dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2010).

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat


dengan ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi
dengan suhu yang rendah, siklus perkembangan Aedes aegypti menjadi tidak sempurna
(Depkes RI, 2004). Dibandingkan dengan daerah pedesaan, nyamuk Aedes aegypti
lebih banyak di daerah perkotaan dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Hal
ini disebabkan karena habitat perindukan nyamuk adalah air yang relatif bersih, yaitu
penampungan air untuk keperluan sehari-hari, barang-barang bekas seperti

11
botol,ban,kaleng, plastik, dan sebagainya yang merupakan lingkungan buatan manusia
terutama di kota-kota (Nadesul, 2004).

Selain itu juga karena disebabkan jarak rumah yang sangat berdekatan
antara satu dengan rumah yang lainnya dapat menularkan penyakit dengan mudah dan
cepat. Penyebaran penyakit DBD sangat cepat karena jarak terbang nyamuk Aedes
aegypti adalah 100 meter. Namun, dengan semakin majunya mobilisasi manusia dan
pesatnya transportasi, nyamuk juga berimigrasi sampai ke daerah pedesaan. Di daerah
pedesaan memang banyak terdapat nyamuk Aedes albopictus (nyamuk kebun) yang
juga dapat menularkan virus dengue (Nadesul, 2004).

Di Indonesia, DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968.
Sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (CFR =
41,5%). Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Persebaran
jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD mengalami peningkatan. Dari 2
provinsi dan 2 kota pada tahun 1968, menjadi 32 provinsi (97%) dan 382
kabupaten/kota (77%) yang endemis pada tahun 2009 (Kemenkes RI, 2010).

3. Waktu (Time)

Berdasarkan distribusi waktu, DBD terjadi saat awal musim penghujan.


Hal ini dikarenakan pada musim hujan, vektor nyamuk DBD mengalami
peningkatan populasi. Selain itu, sarang nyamuk yang bertambah banyak saat
musim penghujan juga ikut berkontribusi terhadap peningkatan insiden DBD.
Sarang nyamuk yang semakin berlebih merupakan akibat sanitasi lingkungan
yang kurang bersih dan kurang tertangani dengan baik. Sedangkan, ketika musim
kemarau Aedes aegypti bersarang pada bejana atau tempat penampungan yang
selalu terisi air dan jarang dikuras, misalnya bak mandi, tempayan dan drum
(Soegijanto, 2006).

12
Banyaknya penderita sesuai dengan keadaan curah hujan hampir setiap tahun
terjadi. Kejadian luar biasa terjadi pada bulan Mei yang mencapai puncaknya di bulan
Juli dan Agustus, dan menurun pada bulan Oktober. Namun, pada musim epidemik
akhir-akhir ini ditemukan kasus DBD di awal bulan Januari. Di Indonesia, epidemik
dimulai sesudah bulan September, dan mencapai puncaknya sekitar bulan Desember
(Soegijanto, 2006).

Selama abad ke-18, 19, dan awal abad ke-20 epidemi penyakit yang menyerupai
dengue tercatat menyerang seluruh dunia, baik di wilayah tropis maupun di beberapa
wilayah beriklim sedang. Awal KLB DBD terjadi setiap lima tahun. Selanjutnya
mengalami perubahan menjadi tiga tahun, dua tahun, dan akhirnya setiap tahun diikuti
dengan adanya kecenderungan peningkatan infeksi virus dengue pada bulan-bulan
tetentu (Soegijanto, 2006). Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, WHO
mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia
Tenggara. CFR pada tahun-tahun awal kasus DBD merebak di Indonesia sangat tinggi,
kemudian dari tahun ke tahun mulai menurun dari 41,4% pada tahun 1968 terus
menurun sampai menjadi 0,89% pada tahun 2009. Meskipun CFR menurun tetapi bila
dilihat angka absolut kematian dalam lima tahun terakhir tetap meningkat (Kemenkes
RI, 2010).

2.7 Determinan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Timbulnya suatu penyakit termasuk penyakit DBD dapat diterangkan melalui


konsep segitiga epidemiologi, yaitu adanya faktor pejamu (host), penyebab (agent), dan
lingkungan (environment).

1. Pejamu (Host)

Host (Penjamu) yang dimaksud adalah penderita penyakit DBD. Faktor


host (penjamu) antara lain umur, kondisi sosial ekonomi, tingkat kepadatan
penduduk, nutrisi dan imunitas. Beberapa penyebab faktor penjamu (Bismi Rahma
Putri, 2009: 4):

13
a. Kelompok umur akan berpengaruh terhadap penularan penyakit. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa kelompok umur yang
paling banyak diserang DBD adalah kelompok <15 tahun, yang sebagian
besar merupakan usia sekolah.
b. Kondisi sosial ekonomi akan mempengaruhi perilaku manusia dalam
mempercepat penularan penyakit DBD, seperti kurangnya pendingin ruangan
(AC) di daerah tropis membuat masyarakat duduk-duduk diluar rumah pada
pagi dan sore hari. Waktu pagi dan sore tersebut merupakan saat nyamuk
Aedes aegypti mencari mangsanya.
c. Tingkat kepadatan penduduk. Penduduk yang padat akan memudahkan
penularan DBD karena berkaitan dengan jarak terbang nyamuk sebagai
vektornya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian epidemi
DBD banyak terjadi pada daerah yang berpenduduk padat.
d. Imunitas adalah daya tahan tubuh terhadap benda asing atau sistem
kekebalan. Jika sistem kekebalan tubuh rendah atau menurun, maka dengan
mudah tubuh akan terserang penyakit.
e. Status gizi diperoleh dari nutrisi yang diberikan. Secara umum kekurangan
gizi akan berpengaruh terhadap daya tahan dan respons imunologis terhadap
penyakit.

2. Penyebab (Agent)

Agent penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang termasuk kelompok
B-Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang

14
tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak
menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes RI, 2011).

3. Lingkungan (Environtment)

Faktor lingkungan yang diklasifikasikan atas empat komponen yaitu


lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologi dan lingkungan sosial.

a. Lingkungan Fisik

1) Curah Hujan
Curah hujan mempunyai kontribusi dalam tersedianya habitat vektor.
Curah hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan
nyamuk. Pengaruh curah hujan terhadap vektor bervariasi, tergantung pada
jumlah curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, frekuensi hari hujan,
keadaan geografis dan tempat penampungan air yang merupakan sebagai
tempat perkembangbiakan nyamuk. Di Asia Tenggara ditemukan hubungan
yang kuat antara curah hujan dan insident dengue. Biasanya puncak
transmisi diketahui pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi dengan
temperatur tinggi, karena pada prinsipnya habitat larva Aedes aegypti adalah
tersedianya water storage container. Pada beberapa tempat penyakit Dengue
datang sebelum tiba musim hujan dan meningkat saat peralihan musim
(Fitriyani, 2007: 5). Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup
hanya 8 hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, risiko
penyebaran virus semakin besar (WHO, 2004).

15
2) Kelembaban Udara
Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara
yang biasanya dinyatakan dalam persen. Umur nyamuk dipengaruhi oleh
kelembaban udara. Pada suhu 27oC dan kelembaban nisbi udara 27%, umur
nyamuk betina dapat mencapai 101 hari dan nyamuk jantan 35 hari.
Kelembaban nisbi 55% mempengaruhi umur nyamuk betina menjadi 88 hari
dan nyamuk jantan menjadi 50 hari. Apabila kelembaban nisbi naik menjadi
85%, maka umur nyamuk betina diperkirakan mencapai 104 hari dan
nyamuk jantan 68 hari. Pada kelembaban yang kurang dari 60%, umur
nyamuk akan menjadi pendek, tidak dapat menjadi vektor karena tidak
cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah
nyamuk (Bismi Rahma Putri, 2009:3). Peneliti lain Soedarto, mengungkapkan
bahwa kelembaban optimum bagi kehidupan Aedes aegypti adalah 80%,
sedangkan penelitian (Fitriyani, 2007:5-6), spesies nyamuk yang mempunyai
habitat hutan lebih rentan terhadap perubahan kelembaban dari pada spesies yang
mempunyai habitat iklim kering.
3) Temperatur Udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya
menurun bahkan berhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis. Pada
suhu yang lebih dari 35oC juga mengalami perubahan dalam arti lebih
lambatnya proses fisiologis. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan
nyamuk adalah 25-27oC. Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali
apabila suhu kurang dari 10oC dan lebih dari 40oC (Fitriyani, 2007: 5). Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Soedarto, bahwa aktifitas nyamuk Aedes
aegypti pada temperatur dibawah 17°C Aedes aegypti tidak aktif menghisap
darah. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses
metabolisme yang sebagian dipengaruhi oleh suhu.

16
4) Kecepatan Angin
Kecepatan angin secara tidak langsung mempengaruhi suhu udara dan
kelembaban udara. Pengaruh langsung dari kecepatan angin yaitu
kemampuan terbang. Apabila kecepatan angin 11-14 m/detik akan
menghambat aktivitas terbang nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti
mempunyai jarak terbang paling efektif 50-100 mil atau 81-161 km
(Fitriyani, 2007:6). Hal ini juga diungkapkan oleh (Kesumawati, 2009),
nyamuk Aedes aegypti hidup di dalam dan sekitar rumah, dengan jarak
terbang 50-100 mil.
5) Sinar Matahari
Pada umumnya sinar matahari berpengaruh terhadap aktivitas nyamuk
dalam mencari makan dan beristirahat. Spesies nyamuk mempunyai variasi
dalam pilihan intensitas cahaya untuk aktivitas terbang, aktivitas menggigit
dan pilihan tempat istirahat (Fitriyani, 2007: 6). Nyamuk Aedes aegypti lebih
tertarik meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling
menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama terletak di tempat-tempat yang
terlindung dari sinar matahari langsung (Soegijanto, 2006). Berdasarkan
pendapat Soegijanto (2006) dan WHO (2004), nyamuk betina memiliki dua
periode aktivitas menggigit dan menghisap darah, yaitu antara pukul 08.00-12.00
dan 15.00-17.00. Nyamuk Aedes aegypti paling suka beristirahat di tempat yang
gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk kamar
tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun dapur.
6) Ketinggian Tempat
Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD hidup pada
ketinggian 0-500 meter dari permukaan dengan daya hidup yang tinggi,
sedangkan pada ketinggian 1000 meter dari permukaan laut nyamuk Aedes
aegypti idealnya masih bisa bertahan hidup. Ketinggian 1000-1500 meter dari
permukaan laut pada daerah Asia Tenggara merupakan batas penyebaran
nyamuk Aedes aegypti. Namun di daerah Amerika Latin nyamuk masih bisa
bertahan pada ketinggian 2200 meter dari permukaan laut dengan suhu 17 oC

17
(Bismi Rahma Putri, 2009: 5). Menurut (Suwarja, 2007), di Indonesia Aedes
aegypti dapat hidup pada ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air
laut.

b. Lingkungan Kimia

Air adalah materi yang sangat penting dalam kehidupan. Tidak ada
satupun makhluk hidup yang dapat hidup tanpa air. Air merupakan habitat
nyamuk pradewasa. Air berperan penting terhadap perkembangbiakan
nyamuk.Penyakit dapat dipengaruhi oleh perubahan penyediaan air.Salah
satu diantaranya adalah infeksi yang ditularkan oleh serangga yang
bergantung pada air (water related insect vector) seperti Aedes aegypti
dapat berkembangbiak pada air dengan pH normal 6,5-9 ( Fitriyani, 2007: 6).

c. Lingkungan Biologi

Pada lingkungan biologi, yang mempengaruhi penularan penyakit DBD


terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan. Bila banyak
tanaman hias dan tanaman pekarangan, berarti akan menambah tempat yang
disenangi nyamuk untuk beristirahat. Pada tempat-tempat yang demikian, akan
memperpanjang umur nyamuk dan penularan mungkin terjadi sepanjang tahun
di tempat tersebut (Sukamto: 2007).

d. Lingkungan Sosial Ekonomi

Menurut Andriani (2001) secara umum faktor berkaitan dengan lingkungan


sosial ekonomi adalah (Bismi Rahma Putri, 2009: 6):

1) Kepadatan penduduk akan mempengaruhi ketersedian makanan dan kemudahan


dalam penyebaran penyakit. Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah
terjadinya infeksi virus dengue. Daerah yang berpenduduk padat akan
meningkatkan jumlah kejadian DBD, hal ini disebabkan oleh kemampuan jarak
terbang nyamuk betina kurang dari 100 meter sehingga memungkinkan terjadinya
penularan (Sari, 2005).

18
2) Kehidupan sosial seperti perkumpulan olahraga, fasilitas kesehatan, fasilitas
pendidikan, fasilitas ibadah dan lain sebagainya.
3) Stratifikasi sosial berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis dan
sebagainya.
4) Kemiskinan, biasanya berkaitan dengan malnutrisi, fasilitas yang tidak
memadai, secara tidak langsung merupakan faktor penunjang dalam proses
penyebaran penyakit menular.
5) Keberadaan dan ketersediaan fasilitas kesehatan.

2.8 Cara Pencegahan Demam Berdarah Dengue

A. Pemberantasan Vektor

Pemberantasan vektor penular (Aedes aegypti) merupakan cara utama untuk


menanggulangi penyakit DBD. Hal ini disebabkan karena belum tersedianya vaksin
maupun obat untuk membasmi virusnya. Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dapat
dilakukan terhadap nyamuk dewasa maupun jentiknya.

1. Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dewasa


Pemberantasan terhadap sarang nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan/pengasapan dengan insektisida (fogging). Hal tersebut dilakukan
berdasarkan kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda tergantung, karena
itu penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Insektisida yang dapat
digunakan adalah golongan organofosfat (malathion dan fenitrothion), pyretroid
(lamba sihalotrin dan permetrin), serta karbamat.
Fogging dilakukan dalam 2 siklus dengan interval 1 minggu untuk membatasi
penularan virus dengue. Penyemprotan dengan insektisida ini dalam waktu singkat
dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan
pemberantasan jentiknya agar populasi vektor penular DBD dapat ditekan.

19
2. Pemberantasan jentik Aedes aegypti
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti dikenal dengan istilah
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan dengan cara:
a. Kimia

Memberantas jentik dengan menggunakan insektisida (larvasida) yang lebih


dikenal dengan nama abatisasi. Larvasida yang digunakan adalah temephos.
Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (butiran halus seperti pasir)
dan dosis yang digunakan sebanyak 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan) tiap
100 liter air. Temephos ini mempunyai efek residu selama 3 bulan. Oleh karena itu,
pemakaian temephos harus rutin dilakukan secara periodik.

b. Biologi
Secara biologis, pemberantasan jentik dilakukan dengan cara memelihara ikan
pemakan jentik pada tempat-tempat yang menjadi penampung air seperti kolam dan
vas bunga. Ikan yang sebaiknya digunakan antara lain jenis ikan kepala timah, ikan,
gupi, ikan tempalo, ikan cupang, dan copepods (sejenis crustacea berukuran kecil).

c. Fisik

Cara ini lebih dikenal dengan sebutan 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur).
Pengurasan dilakukan pada tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, bak
air, tempayan, drum, bak tempat wudhu, WC/toilet, vas bunga, tempat minum
burung, dan tempat penampung air kulkas. Hal ini harus dilakukan sekurang-
kurangnya seminggu sekali. Penutupan tempat penampung air (TPA) juga turut
dilakukan dengan cara menutup rapat TPA agar nyamuk tidak dapat masuk untuk
berkembangbiak. Lubang bambu bekas ditebang juga perlu ditutup dengan tanah
atau adonan semen. Terakhir, mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi
tempat berkembang biak nyamuk seperti ban bekas, kaleng, dan botol bekas.

20
B. Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Secara umum, kegiatan pokok penanggulangan penyakit DBD meliputi langkah-


langkah berikut ini:

1. Penemuan dan pelaporan penderita


Petugas kesehatan di unit-unit pelayanan kesehatan harus segera melaporkan
penemuan penderita DBD atau penderita tersangka DBD. Rumah sakit tempat
penderita dirawat menyampaikan laporan ke Puskesmas melalui Dinas
Kesehatandalam kurun waktu 24 jam, agar puskesmas segera melakukan
penyelidikan epidemiologi di lokasi penderita dan rumah sekitarnya (radius ±
100 m) untuk mengetahui kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.
2. Penanggulangan fokus
Penyemprotan insektisida dilakukan jika dari penyelidikan epidemiologi
ditemukan penderita atau tersangka penderita DBD sekurang-kurangya 3 orang
dengan tanda demam tanpa sebab yang jelas dan terdapat hasil jentik positif di
tempat tersebut. Penyemprotan/fogging dilakukan dalam 2 siklus dengan radius
± 200m dari rumah kasus dan dilakukan dalam interval 1 minggu. Penyemprotan
dengan insektisida ini diikuti dengan penyuluhan dan gerakan PSN oleh
masyarakat.
3. Pemberantasan vektor intensif
Dilakukan kegiatan fogging bila penyelidikan epidemiologi memenuhi kriteria
dan kegiatan abatisasi di desa atau kelurahan endemis terutama di sekolah dan
tempat-tempat umum lainnya. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan pada saat
sebelum perkiraan peningkatan jumlah kasus yang ditentukan berdasarkan data
kasus bulanan DBD dalam 5 tahun terakhir.

21
4. Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran
yang ada hubungannya dengan kesehatan. Dalam hal ini, kegiatan penyuluhan
yang dilaksanakan adalah mengenai penyakit DBD dan pencegahannya melalui
berbagai jenis media penyampaian. Penyuluhan yang diberikan tidak hanya
berisi mengenai bahaya penyakit DBD, tetapi juga berisikan informasi mengenai
cara pencegahan dan penanggulangannya.
5. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
Kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan oleh juru pemantau
jentik (jumantik). Kegiatan ini bertujuan untuk memantau tingkat kepadatan
jentik dari hasil pemeriksaan rumah-rumah dan tempat-tenpat umum.Rumah
atau tempat umum yang terpilih secara acak akan diperiksa keberadaan jentiknya
di TPA yang ada di tempat tersebut.

2.9 Cara Pengobatan Demam Berdarah Dengue

Penanganan Simtomatis : mengatasi keadaan sesuai keluhan dan gejala klinis


pasien. Pada fase demam pasien dianjurkan untuk : tirah baring, selama masih demam,
minum obat antipiretika (penurun demam) atau kompres hangat apabila diperlukan,
diberikan cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 (dua) hari.

Pengobatan Suportif : mengatasi kehilangan cairan plasma dan kekurangan


cairan. Pada saat suhu turun bisa saja merupakan tanda penyembuhan, namun semua
pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari, setelah
suhu turun. Karena pada kasus DBD bisa jadihal ini merupakan tanda awal kegagalan
sirkulasi (syok), sehingga tetap perlu dimonitor suhu badan, jumlah trombosit dan kadar
hematokrit, selama perawatan. Penggantian volume plasma yang hilang, harus diberikan
dengan bijaksana, apabila terus muntah, demam tinggi, kondisi dehidrasi dan curiga

22
terjadi syok (presyok). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% didalam larutan NaCL 0,45%.
Jenis cairan sesuai rekomendasi WHO, yakni: larutan Ringer Laktat (RL), ringer asetat
(RA), garam faali (GF), (golongan Kristaloid), dekstran 40, plasma, albumin (golongan
Koloid), (Sumber: dirangkum dari buku Tatalaksana DBD di Indonesia, Depkes RI,
Dirjen P2MPL, 2004, hal. 25-29).

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang


disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Nyamuk
Aedes aegypti mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang
sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus
dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penularan penyakit demam berdarah.

Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan
menyebabkan kematian pada banyak orang yang ditandai dengan gejala demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari,
manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah
trombosit ≤ 100.000/µl), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai
dengan atau tanpa perbesaran hati (Depkes RI, 2005).

Epidemiologi penyakit demam berdarah dengue berdasarkan distribusi orang


dilihat dari kelompok umur terbanyak berada pada kelompok umur ≥ 15 tahun
sedangkan dilihat dari jenis kelamin proporsi penderita laki-laki dan perempuan hampir
sama. Berdasarkan distribusi tempat lebih banyak terjadi di daerah perkotaandengan
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Berdasarkan distribusi waktu, DBD terjadi saat awal musim penghujan. Hal ini
dikarenakan pada musim hujan vektor nyamuk DBD mengalami peningkatan populasi.

Timbulnya suatu penyakit termasuk penyakit DBD dapat diterangkan melalui


konsep segitiga epidemiologi, yaitu adanya faktor pejamu (host), penyebab (agent), dan
lingkungan (environment). Penyakit demam berdarah dengue dapat dicegah dengan cara
melakukan pemberantasan vektor penular (Aedes aegypti) terhadap nyamuk dewasa
maupun jentiknya dan penanggulangan penyakit demam berdarah dengue yang meliputi

24
penemuan dan pelaporan penderita, penanggulangan fokus, pemberantasan vektor
intensif, penyuluhan, dan pemantauan jentik berkala (PJB). Cara pengobatan penyakit
demam berdarah dengue yaitu dengan penanganan simptomatis dan pengobatan
suportif.

3.2 Saran

Diharapkan setiap individu mengerti dan memahami bahaya dari penyakit


Demam Berdarah Dengue sehingga bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri
dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah. Selain itu perlu
digalakkan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui Gerakan 3 M plus
tidak hanya ketika terjadi wabah tetapi harus dijadikan gerakan nasional melalui
pendekatan masyarakat.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124729-S-5794-Gambaran%20epidemiologi
Literatur.pdf

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124729-S-5794-Gambaran%20epidemiologi-
Literatur.pdf

http://eprints.uny.ac.id/52515/3/BAB%20II%20%209-72.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47938/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/download/3863/4430

http://eprints.ums.ac.id/22103/2/BAB_I.pdf

https://fk.uns.ac.id/static/filebagian/DBD.pdf

https://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/dbd1.pdf

https://digilib.unila.ac.id/15803/13/BAB%20II.pdf

http://eprints.ums.ac.id/71407/3/BAB%20I.pdf

http://repository.unmuha.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/281/8.%20BAB
%201.pdf?sequence=8&isAllowed=y

http://www.permataindonesia.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/Sintia-demam-
berdarah.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai