PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang paling besar di dunia. Iklim
tropis mempunyai 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Dampak dari
iklim tropis salah satunya adalah dapat menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis
yang disebabkan oleh nyamuk seperti Malaria, Demam Berdarah Dengue, Chikungunya
dan Filariasis. Penyebab utama munculnya berbagai penyakit tropis tersebut adalah
perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk sebagai vektor penyakit yang tidak
terkendali (Emi, 2013). Hal ini dikarenakan saat perubahan musim khususnya dari
kemarau ke penghujan banyak nyamuk yang berkembangbiak sehingga dapat
menyebabkan penyakit tropis. Selain karena kelembaban daerah tropis yang cukup
tinggi, masyarakat yang heterogen dalam tingkat sosial ekonomi serta pengetahuan
tentang kesehatan diri dan lingkungan yang masih rendah juga menjadi salah satu
penyebab penyakit tropis. Penyakit tropis yang sering terjadi di masyarakat adalah
Demam Berdarah Dengue.
1
Angka insiden kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia dari tahun 2014-
2019 secara umum mengalami fluktuasi. Pada tahun 2014, jumlah angka insiden kasus
Demam Berdarah Dengue sebesar 39,83% kemudian pada tahun 2015 meningkat
menjadi 50,75% dan pada tahun 2016 juga meningkat menjadi 78,85%. Hal ini berbeda
dengan tahun 2017 yang mengalami penurunan menjadi 26,10%, tahun 2018 sebesar
20,01% dan tahun 2019 5,08% (Kemenkes RI, 2017).
Kasus Demam Berdarah Dengue pada tahun 2014 sebanyak 100.347 kasus
dengan 907 kematian, tahun 2015 meningkat sebanyak 129.650 kasus dengan 1.071
kematian, dan tahun 2016 sebanyak 204.171 kasus dengan 1.598 kematian. Hal ini
berbeda pada tahun 2017 yang mengalami penurunan menjadi 68.407 kasus dengan 493
kematian, tahun 2018 sebanyak 53.075 kasus dengan 344 kematian, dan tahun 2019
mengalami kenaikan secara signifikan menjadi 110.921 kasus pada periode Januari
hingga 31 Oktober 2019 (https://m.antaranews.com/berita/1147152/kemenkes-catat-
110921-kasus-dbd-hingga-oktober
2019,https://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/19/01/30/pm5fl1349-kemenkes-
rilis-jumlah-korban-dbd-dari-2014-hingga-2019)
2
Berdasarkan latar belakang diatas maka kami tertarik untuk membahas tentang
penyakit Demam Berdarah Dengue yang merupakan salah satu penyakit tropis di
Indonesia yang sering menyebabkan kematian.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga ditularkan oleh
Aedes albopictus, yang ditandai dengan: Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang
jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji
Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl), hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran hati (Depkes RI,
2005).
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan
menyebabkan kematian pada banyak orang. Nyamuk ini tersebar luas di rumah-rumah,
sekolah dan tempat-tempat umum lainnya seperti tempat ibadah, restoran, kantor, balai
desa dan lain-lain sehingga setiap keluarga dan masyarakat mengandung risiko untuk
ketularan penyakit DBD.
4
yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk
selama 8 - 10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut
ke manusia sehat yang digigitnya.
Vektor utama penularan DBD adalah nyamuk Aedes aegypti, yang biasanya
aktif pada pagi dan sore hari dan lebih suka menghisap darah manusia daripada darah
hewan. Nyamuk ini berkembang biak dalam air bersih pada tempat-tempat
penampungan air yang tidak beralaskan tanah. Sampai saat ini penyebaran DBD masih
terpusat di daerah tropis disebabkan oleh rata-rata suhu optimum pertumbuhan nyamuk
adalah 25-270C. Namun, dengan adanya pemanasan global, DBD diperkirakan akan
meluas sampai ke daerah-daerah beriklim dingin (Sembel, 2009). Aedes aegypti
dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex
quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama
pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai lira yang putih pada punggungnya.
Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran
kain kasa. Larvanya mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.
5
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm
diatas permukaan air. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas menjadi larva lalu
mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya
menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air
bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak
500 meter dari rumah (Sungkar, 2008). Tempat perindukan utama tersebut dapat
dikelompokkan menjadi Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya, TPA bukan untuk
keperluan sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas
bunga, perangkap semut, dan sebagainya, dan TPA alamiah yang terdiri dari lubang
pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon
pisang, dan lain-lain (Soegijanto, 2006).
Nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya. Oleh
karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk pemenuhan
kebutuhan proteinnya. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali.
Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-
10.00 dan 16.00-17.00 WIB. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina
sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti
sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar
100 meter (Depkes RI, 2004).
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan
selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk.
Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan demikian
penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan
cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang nyamuk menjadi
terbatas. Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
eksternal dan faktor internal.
6
Faktor eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti kecepatan angin,
temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh
nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aegypti kuat
terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat
perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah.
Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih aktif di dalam rumah
(endofilik). Apabila ditemukan nyamuk dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari
tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat
transportasi.
Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3
hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya lebih
menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang
disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti
kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju
yang digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat
pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004).
Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di
Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun tempat-tempat
umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000
m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak dapat
berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga
tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).
Pada saat musim hujan tiba, tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
yang pada musim kemarau tidak terisi air, akan mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya
belum sempat menetas akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak
tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai
tempat berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi
nyamuk Aedes aegypti akan meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue (Depkes
RI, 2005).
7
Menurut Soedarmo (1988), sifat nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
adalah sebagai berikut (Bismi Rahma Putri, 2009:3):
1) Aedes aegypti
Sifat-sifat dari nyamuk Aedes aegypti antara lain:
a) Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
b) Senang beristirahat di kamar gelap dan lembab
c) Senang hinggap pada benda-benda bergantungan seperti pakaian, kelambu, dan
lain-lain
d) Menggigit pada siang hari, pagi dan sore
e) Hidup tersebar di daerah tropis dataran rendah dan tidak ditemukan pada
ketinggian mulai 900 m di atas permukaan laut
f) Jarak terbang rata-rata 40-400 m (Anonim, 2004)
2) Aedes albopictus
Sifat-sifat dari nyamuk Aedes albopictus antara lain:
a) Menggigit pada waktu siang hari
b) Hidup di ketinggian berkisar antara permukaan sampai 180 m di atas permukaan
laut
c) Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya di sekitar rumah atau pohon-
pohon, di mana tertampung air hujan yang bersih yaitu pohon pisang, pandan,
kaleng bekas
d) Jarak terbang lemah 50 m (Rampengan dan Laurenzt, 1993).
8
2.4 Cara Penularan Demam Berdarah Dengue
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum
demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan
ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak
diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya.
Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada
dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang
telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap
darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang
diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke
orang lain (Siregar, 2004).
9
2.5 Gejala-gejala Demam Berdarah Dengue
a. Derajat I (ringan), yaitu bila demam disertai dengan gejala konstitusional non
spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah tes tourniket positif dan
mudah memar.
b. Derajat II (sedang), yaitu bila pendarahan spontan selain manifestasi pasien
pada Derajat I, biasanya pada bentuk pendarahan kulit atau pendarahanlain.
c. Derajat III (berat), yaitu bila gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat
dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit
dingin lembab serta gelisah.
d. Derajat IV (berat sekali), yaitu bila shock hebat dengan tekanan darah.
10
2.6 Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue
1. Orang (Person)
2. Tempat (Place)
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara
terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang Utara dan 40º
Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Caribbean dengan tingkat
kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi dalam Duma, 2007). Data
dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2010).
11
botol,ban,kaleng, plastik, dan sebagainya yang merupakan lingkungan buatan manusia
terutama di kota-kota (Nadesul, 2004).
Selain itu juga karena disebabkan jarak rumah yang sangat berdekatan
antara satu dengan rumah yang lainnya dapat menularkan penyakit dengan mudah dan
cepat. Penyebaran penyakit DBD sangat cepat karena jarak terbang nyamuk Aedes
aegypti adalah 100 meter. Namun, dengan semakin majunya mobilisasi manusia dan
pesatnya transportasi, nyamuk juga berimigrasi sampai ke daerah pedesaan. Di daerah
pedesaan memang banyak terdapat nyamuk Aedes albopictus (nyamuk kebun) yang
juga dapat menularkan virus dengue (Nadesul, 2004).
Di Indonesia, DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968.
Sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (CFR =
41,5%). Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Persebaran
jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD mengalami peningkatan. Dari 2
provinsi dan 2 kota pada tahun 1968, menjadi 32 provinsi (97%) dan 382
kabupaten/kota (77%) yang endemis pada tahun 2009 (Kemenkes RI, 2010).
3. Waktu (Time)
12
Banyaknya penderita sesuai dengan keadaan curah hujan hampir setiap tahun
terjadi. Kejadian luar biasa terjadi pada bulan Mei yang mencapai puncaknya di bulan
Juli dan Agustus, dan menurun pada bulan Oktober. Namun, pada musim epidemik
akhir-akhir ini ditemukan kasus DBD di awal bulan Januari. Di Indonesia, epidemik
dimulai sesudah bulan September, dan mencapai puncaknya sekitar bulan Desember
(Soegijanto, 2006).
Selama abad ke-18, 19, dan awal abad ke-20 epidemi penyakit yang menyerupai
dengue tercatat menyerang seluruh dunia, baik di wilayah tropis maupun di beberapa
wilayah beriklim sedang. Awal KLB DBD terjadi setiap lima tahun. Selanjutnya
mengalami perubahan menjadi tiga tahun, dua tahun, dan akhirnya setiap tahun diikuti
dengan adanya kecenderungan peningkatan infeksi virus dengue pada bulan-bulan
tetentu (Soegijanto, 2006). Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, WHO
mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia
Tenggara. CFR pada tahun-tahun awal kasus DBD merebak di Indonesia sangat tinggi,
kemudian dari tahun ke tahun mulai menurun dari 41,4% pada tahun 1968 terus
menurun sampai menjadi 0,89% pada tahun 2009. Meskipun CFR menurun tetapi bila
dilihat angka absolut kematian dalam lima tahun terakhir tetap meningkat (Kemenkes
RI, 2010).
1. Pejamu (Host)
13
a. Kelompok umur akan berpengaruh terhadap penularan penyakit. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa kelompok umur yang
paling banyak diserang DBD adalah kelompok <15 tahun, yang sebagian
besar merupakan usia sekolah.
b. Kondisi sosial ekonomi akan mempengaruhi perilaku manusia dalam
mempercepat penularan penyakit DBD, seperti kurangnya pendingin ruangan
(AC) di daerah tropis membuat masyarakat duduk-duduk diluar rumah pada
pagi dan sore hari. Waktu pagi dan sore tersebut merupakan saat nyamuk
Aedes aegypti mencari mangsanya.
c. Tingkat kepadatan penduduk. Penduduk yang padat akan memudahkan
penularan DBD karena berkaitan dengan jarak terbang nyamuk sebagai
vektornya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian epidemi
DBD banyak terjadi pada daerah yang berpenduduk padat.
d. Imunitas adalah daya tahan tubuh terhadap benda asing atau sistem
kekebalan. Jika sistem kekebalan tubuh rendah atau menurun, maka dengan
mudah tubuh akan terserang penyakit.
e. Status gizi diperoleh dari nutrisi yang diberikan. Secara umum kekurangan
gizi akan berpengaruh terhadap daya tahan dan respons imunologis terhadap
penyakit.
2. Penyebab (Agent)
Agent penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang termasuk kelompok
B-Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang
14
tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak
menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes RI, 2011).
3. Lingkungan (Environtment)
a. Lingkungan Fisik
1) Curah Hujan
Curah hujan mempunyai kontribusi dalam tersedianya habitat vektor.
Curah hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan
nyamuk. Pengaruh curah hujan terhadap vektor bervariasi, tergantung pada
jumlah curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, frekuensi hari hujan,
keadaan geografis dan tempat penampungan air yang merupakan sebagai
tempat perkembangbiakan nyamuk. Di Asia Tenggara ditemukan hubungan
yang kuat antara curah hujan dan insident dengue. Biasanya puncak
transmisi diketahui pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi dengan
temperatur tinggi, karena pada prinsipnya habitat larva Aedes aegypti adalah
tersedianya water storage container. Pada beberapa tempat penyakit Dengue
datang sebelum tiba musim hujan dan meningkat saat peralihan musim
(Fitriyani, 2007: 5). Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup
hanya 8 hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, risiko
penyebaran virus semakin besar (WHO, 2004).
15
2) Kelembaban Udara
Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara
yang biasanya dinyatakan dalam persen. Umur nyamuk dipengaruhi oleh
kelembaban udara. Pada suhu 27oC dan kelembaban nisbi udara 27%, umur
nyamuk betina dapat mencapai 101 hari dan nyamuk jantan 35 hari.
Kelembaban nisbi 55% mempengaruhi umur nyamuk betina menjadi 88 hari
dan nyamuk jantan menjadi 50 hari. Apabila kelembaban nisbi naik menjadi
85%, maka umur nyamuk betina diperkirakan mencapai 104 hari dan
nyamuk jantan 68 hari. Pada kelembaban yang kurang dari 60%, umur
nyamuk akan menjadi pendek, tidak dapat menjadi vektor karena tidak
cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah
nyamuk (Bismi Rahma Putri, 2009:3). Peneliti lain Soedarto, mengungkapkan
bahwa kelembaban optimum bagi kehidupan Aedes aegypti adalah 80%,
sedangkan penelitian (Fitriyani, 2007:5-6), spesies nyamuk yang mempunyai
habitat hutan lebih rentan terhadap perubahan kelembaban dari pada spesies yang
mempunyai habitat iklim kering.
3) Temperatur Udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya
menurun bahkan berhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis. Pada
suhu yang lebih dari 35oC juga mengalami perubahan dalam arti lebih
lambatnya proses fisiologis. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan
nyamuk adalah 25-27oC. Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali
apabila suhu kurang dari 10oC dan lebih dari 40oC (Fitriyani, 2007: 5). Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Soedarto, bahwa aktifitas nyamuk Aedes
aegypti pada temperatur dibawah 17°C Aedes aegypti tidak aktif menghisap
darah. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses
metabolisme yang sebagian dipengaruhi oleh suhu.
16
4) Kecepatan Angin
Kecepatan angin secara tidak langsung mempengaruhi suhu udara dan
kelembaban udara. Pengaruh langsung dari kecepatan angin yaitu
kemampuan terbang. Apabila kecepatan angin 11-14 m/detik akan
menghambat aktivitas terbang nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti
mempunyai jarak terbang paling efektif 50-100 mil atau 81-161 km
(Fitriyani, 2007:6). Hal ini juga diungkapkan oleh (Kesumawati, 2009),
nyamuk Aedes aegypti hidup di dalam dan sekitar rumah, dengan jarak
terbang 50-100 mil.
5) Sinar Matahari
Pada umumnya sinar matahari berpengaruh terhadap aktivitas nyamuk
dalam mencari makan dan beristirahat. Spesies nyamuk mempunyai variasi
dalam pilihan intensitas cahaya untuk aktivitas terbang, aktivitas menggigit
dan pilihan tempat istirahat (Fitriyani, 2007: 6). Nyamuk Aedes aegypti lebih
tertarik meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling
menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama terletak di tempat-tempat yang
terlindung dari sinar matahari langsung (Soegijanto, 2006). Berdasarkan
pendapat Soegijanto (2006) dan WHO (2004), nyamuk betina memiliki dua
periode aktivitas menggigit dan menghisap darah, yaitu antara pukul 08.00-12.00
dan 15.00-17.00. Nyamuk Aedes aegypti paling suka beristirahat di tempat yang
gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk kamar
tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun dapur.
6) Ketinggian Tempat
Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD hidup pada
ketinggian 0-500 meter dari permukaan dengan daya hidup yang tinggi,
sedangkan pada ketinggian 1000 meter dari permukaan laut nyamuk Aedes
aegypti idealnya masih bisa bertahan hidup. Ketinggian 1000-1500 meter dari
permukaan laut pada daerah Asia Tenggara merupakan batas penyebaran
nyamuk Aedes aegypti. Namun di daerah Amerika Latin nyamuk masih bisa
bertahan pada ketinggian 2200 meter dari permukaan laut dengan suhu 17 oC
17
(Bismi Rahma Putri, 2009: 5). Menurut (Suwarja, 2007), di Indonesia Aedes
aegypti dapat hidup pada ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air
laut.
b. Lingkungan Kimia
Air adalah materi yang sangat penting dalam kehidupan. Tidak ada
satupun makhluk hidup yang dapat hidup tanpa air. Air merupakan habitat
nyamuk pradewasa. Air berperan penting terhadap perkembangbiakan
nyamuk.Penyakit dapat dipengaruhi oleh perubahan penyediaan air.Salah
satu diantaranya adalah infeksi yang ditularkan oleh serangga yang
bergantung pada air (water related insect vector) seperti Aedes aegypti
dapat berkembangbiak pada air dengan pH normal 6,5-9 ( Fitriyani, 2007: 6).
c. Lingkungan Biologi
18
2) Kehidupan sosial seperti perkumpulan olahraga, fasilitas kesehatan, fasilitas
pendidikan, fasilitas ibadah dan lain sebagainya.
3) Stratifikasi sosial berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis dan
sebagainya.
4) Kemiskinan, biasanya berkaitan dengan malnutrisi, fasilitas yang tidak
memadai, secara tidak langsung merupakan faktor penunjang dalam proses
penyebaran penyakit menular.
5) Keberadaan dan ketersediaan fasilitas kesehatan.
A. Pemberantasan Vektor
19
2. Pemberantasan jentik Aedes aegypti
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti dikenal dengan istilah
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan dengan cara:
a. Kimia
b. Biologi
Secara biologis, pemberantasan jentik dilakukan dengan cara memelihara ikan
pemakan jentik pada tempat-tempat yang menjadi penampung air seperti kolam dan
vas bunga. Ikan yang sebaiknya digunakan antara lain jenis ikan kepala timah, ikan,
gupi, ikan tempalo, ikan cupang, dan copepods (sejenis crustacea berukuran kecil).
c. Fisik
Cara ini lebih dikenal dengan sebutan 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur).
Pengurasan dilakukan pada tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, bak
air, tempayan, drum, bak tempat wudhu, WC/toilet, vas bunga, tempat minum
burung, dan tempat penampung air kulkas. Hal ini harus dilakukan sekurang-
kurangnya seminggu sekali. Penutupan tempat penampung air (TPA) juga turut
dilakukan dengan cara menutup rapat TPA agar nyamuk tidak dapat masuk untuk
berkembangbiak. Lubang bambu bekas ditebang juga perlu ditutup dengan tanah
atau adonan semen. Terakhir, mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi
tempat berkembang biak nyamuk seperti ban bekas, kaleng, dan botol bekas.
20
B. Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue
21
4. Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran
yang ada hubungannya dengan kesehatan. Dalam hal ini, kegiatan penyuluhan
yang dilaksanakan adalah mengenai penyakit DBD dan pencegahannya melalui
berbagai jenis media penyampaian. Penyuluhan yang diberikan tidak hanya
berisi mengenai bahaya penyakit DBD, tetapi juga berisikan informasi mengenai
cara pencegahan dan penanggulangannya.
5. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
Kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan oleh juru pemantau
jentik (jumantik). Kegiatan ini bertujuan untuk memantau tingkat kepadatan
jentik dari hasil pemeriksaan rumah-rumah dan tempat-tenpat umum.Rumah
atau tempat umum yang terpilih secara acak akan diperiksa keberadaan jentiknya
di TPA yang ada di tempat tersebut.
22
terjadi syok (presyok). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% didalam larutan NaCL 0,45%.
Jenis cairan sesuai rekomendasi WHO, yakni: larutan Ringer Laktat (RL), ringer asetat
(RA), garam faali (GF), (golongan Kristaloid), dekstran 40, plasma, albumin (golongan
Koloid), (Sumber: dirangkum dari buku Tatalaksana DBD di Indonesia, Depkes RI,
Dirjen P2MPL, 2004, hal. 25-29).
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan
menyebabkan kematian pada banyak orang yang ditandai dengan gejala demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari,
manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah
trombosit ≤ 100.000/µl), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai
dengan atau tanpa perbesaran hati (Depkes RI, 2005).
24
penemuan dan pelaporan penderita, penanggulangan fokus, pemberantasan vektor
intensif, penyuluhan, dan pemantauan jentik berkala (PJB). Cara pengobatan penyakit
demam berdarah dengue yaitu dengan penanganan simptomatis dan pengobatan
suportif.
3.2 Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124729-S-5794-Gambaran%20epidemiologi
Literatur.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124729-S-5794-Gambaran%20epidemiologi-
Literatur.pdf
http://eprints.uny.ac.id/52515/3/BAB%20II%20%209-72.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47938/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/download/3863/4430
http://eprints.ums.ac.id/22103/2/BAB_I.pdf
https://fk.uns.ac.id/static/filebagian/DBD.pdf
https://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/dbd1.pdf
https://digilib.unila.ac.id/15803/13/BAB%20II.pdf
http://eprints.ums.ac.id/71407/3/BAB%20I.pdf
http://repository.unmuha.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/281/8.%20BAB
%201.pdf?sequence=8&isAllowed=y
http://www.permataindonesia.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/Sintia-demam-
berdarah.pdf
26