Anda di halaman 1dari 3

Kriteria Jamban Sehat

Tulisan ini merupakan kriteria jamban sehat, yang diambil dari literatur diambil dari Water and
Sanitation Program (WSP).

Jamban Sehat secara prinsip harus mampu memutuskan hubungan antara tinja dan lingkungan.
Sebuah jamban dikatagorikan SEHAT jika :
1. Mencegah kontaminasi ke badan air
2. Mencegah kontak antara manusia dan tinja
3. Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang lainnya.
4. Mencegah bau yang tidak sedap
5. Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik & aman bagi pengguna.

Secara konstruksi kriteria diatas dalam prakteknya mempunyai banyak bentuk pilihan, tergantung
jenis material penyusun maupun bentuk konstruksi jamban. Pada prinsipnya bangunan jamban
dinagi menjadi 3 bagian utama, bangunan bagian atas (Rumah Jamban), bangunan bagian tengah
(slab/dudukan jamban), serta bangunan bagian bawah (penampung tinja).

1. Rumah Jamban (Bangunan bagian atas)


Bangunan bagian atas bangunan jamban terdiri dari atap, rangka dan dinding. Dalam prakteknya
disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.

Beberapa pertimbangan pada bagian ini antara lain :


- Sirkulasi udara yang cukup
- Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar
- Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas maupun musim hujan)
- Kemudahan akses di malam hari
- Disarankan untuk menggunakan bahan lokal
- Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci tangan
2. Slab / Dudukan Jamban (Bangunan Bagian Tengah)

Slab berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan tempat berpijak. Pada
jamban cemplung slab dilengkapi dengan penutup, sedangkan pada kondisi jamban berbentuk bowl
(leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh keberadaan air yang secara otomatis tertinggal di
didalamnya. Slab dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk menopang penggunanya.

Bahan-bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu, beton, bambu
dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya. Selain slab, pada bagian ini juga dilengkapi
dengan abu atau air. Penaburan sedikit abu ke dalam sumur tinja (pit) setelah digunakan akan
mengurangi bau dan kelembaban, dan membuatnya tidak menarik bagi lalat untuk berkembang
biak. Sedangkan air dan sabun digunakan untuk cuci tangan. Pertimbangan untuk bangunan bagian
tengah.
Terdapat penutup pada lubang sebagai pelindung thd gangguan serangga atau binatang lain.
Dudukan jamban dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan (menghindari licin, runtuh,
atau terperosok).

Bangunan dapat menghindarkan/melindungi dari kemungkinan timbulnya bau.

Mudah dibersihkan dan tersedia ventilasi udara yang cukup.

3. Penampung Tinja (Bangunan bagian bawah)


Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi, lingkaran, bundar atau
yang lainnya. Kedalaman tergantung pada kondisi tanah dan permukaan air tanah di musim hujan.
Pada tanah yang kurang stabil, penampung tinja harus dilapisi seluruhnya atau sebagian dengan
bahan penguatseperti anyaman bambu, batu bata, ring beton, dan lain lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah antara lain :
Daya resap tanah (jenis tanah)
Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan)

Ketinggian muka air tanah

Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadap sumber air minum
(lebih baik diatas 10 m)

Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/kapasitas)

Diutamakan dapat menggunakan bahan lokal

Bangunan yang permanen dilengkapi dengan manhole.


Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit
berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus dilakukan rekayasa
pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada jamban (sehat) harus mencapai
100% pada seluruh komunitas. Keadaan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah Open Defecation
Free (ODF). Suatu Masyarakat Disebut ODF jika :
1. Semua masyarakat telah BAB (Buang Air Besar) hanya di jamban yang sehat dan
membuang tinja/ kotoran bayi hanya ke jamban yang sehat (termasuk di sekolah)
2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar

3. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian
BAB di sembarang tempat

4. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% KK
mempunyai jamban sehat

5. Ada upaya atau strategi yang jelas untuk dapat mencapai Total Sanitasi

Suatu komunitas yang sudah mencapai status Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan, pada tahap
pasca ODFdiharapkan akan mencapai tahap yang disebut Sanitasi Total. Sanitasi Total akan dicapai
jika semua masyarakat di suatu komunitas, telah:
1. Mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat
2. Mencuci tangan pakai sabun dan benar saat sebelum makan, setelah BAB, sebelum
memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan

3. Mengelola dan menyimpan air minum dan makanan yang aman

4. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat).

Untuk menentukan suatu komunitas telah mencapai status ODF, dilakukan dengan proses verifikasi.
Untuk detail lengkap proses verifikasi ODF ini dapat dilihat pada Buku Saku Verifikasi STBM.

Anda mungkin juga menyukai