Anda di halaman 1dari 4

JAMBAN SEHAT

Oleh : Agus Daru Satriyo, A.Md.KL


Sanitarian UPT Puskesmas Undaan

Buang air besar (BAB) sembarangan bukan lagi zamannya. Dampak BAB sembarangan sangat
buruk bagi kesehatan dan keindahan. Selain jorok, berbagai jenis penyakit dapat
ditularkan.Sebagai gantinya, BAB harus pada tempatnya yakni di jamban. Hanya saja harus
diperhatikan pembangunan jamban tersebut agar tetap sehat dan tidak menimbulkan dampak
buruk bagi lingkungan.

Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh sanitasi yang kurang baik (tdak adanya jamban) serta
pembuangan sampah dan air limbah yang kurang baik diantaranya adalah:
1. Diare
2. Demam berdarah
3. Disentri
4. Hepatitis A
5. Kolera
6. Tiphus
7. Cacingan
8. Malaria

Mengapa BAB harus sehat??kenapa jamban yang kita miliki harus sehat??? mungkin ini yang
belum pernah terpikirkan oleh sebaian besar masyarakat pedesaan kita. Banyak penyakit yang
timbul akibat BAB dan jamban tidak sehat. Jamban sendiri merupakan tempat penampung
kotoran manusia yang sengaja dibuat untuk mengamankannya, dengan tujuan:
1. Mencegah terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia
akibat pembuangan kotoran manusia.
2. Mencegah vektor pembawa untuk menyebarkan penyakit pada pemakai dan lingkungan
sekitarnya

Tangki septic atau unit pengolahan air limbah terpusat diperlukan guna mengolah air limbah
sebelum dibuang kesuatu badan air. Disamping untuk mencegah pencemaran termasuk
diantaranya organisme penyebab penyakit, pengolahan air limbah dimaksudkan untuk
mengurangi beban pencemaran atau menguraikan pencemar sehingga memenuhi persyaratan
standar kualitas ketika dibuang kesuatu badan air penerima.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh
kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-syarat tersebut:
1. Tidak mencemari air
1. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran
tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding
dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
2. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
3. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang
kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
4. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang,
danau, sungai, dan laut
2. Tidak mencemari tanah permukaan
1. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai,
dekat mata air, atau pinggir jalan.
2. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga
1. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah
2. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang
nyamuk.
3. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi
sarang kecoa atau serangga lainnya
4. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
5. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
1. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai
digunakan
2. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
rapat oleh air
3. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
4. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodic
5. Aman digunakan oleh pemakainya
1. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran
dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai
yang terdapat di daerah setempat
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
1. Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran
2. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran
3. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban
akan cepat penuh
4. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
1. Jamban harus berdinding dan berpintu
2. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan.

Kriteria Jamban Sehat


Jamban Sehat secara prinsip harus mampu memutuskan hubungan antara tinja dan lingkungan.
Sebuah jamban dikatagorikan SEHAT jika :
1. Mencegah kontaminasi ke badan air
2. Mencegah kontak antara manusia dan tinja
3. Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang lainnya.
4. Mencegah bau yang tidak sedap
5. Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik & aman bagi pengguna.

Secara konstruksi kriteria diatas dalam prakteknya mempunyai banyak bentuk pilihan,
tergantung jenis material penyusun maupun bentuk konstruksi jamban. Pada prinsipnya
bangunan jamban dinagi menjadi 3 bagian utama, bangunan bagian atas (Rumah Jamban),
bangunan bagian tengah (slab/dudukan jamban), serta bangunan bagian bawah (penampung
tinja).
1. Rumah Jamban (Bangunan bagian atas)
Bangunan bagian atas bangunan jamban terdiri dari atap, rangka dan dinding. Dalam prakteknya
disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Beberapa pertimbangan pada bagian ini antara lain :
- Sirkulasi udara yang cukup
- Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar
- Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas maupun musim hujan)
- Kemudahan akses di malam hari
- Disarankan untuk menggunakan bahan lokal
- Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci tangan

2. Slab / Dudukan Jamban (Bangunan Bagian Tengah)


Slab berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan tempat berpijak. Pada
jamban cemplung slab dilengkapi dengan penutup, sedangkan pada kondisi jamban berbentuk
bowl (leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh keberadaan air yang secara otomatis
tertinggal di didalamnya. Slab dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk menopang
penggunanya. Bahan-bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti
kayu, beton, bambu dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya. Selain slab, pada bagian
ini juga dilengkapi dengan abu atau air. Penaburan sedikit abu ke dalam sumur tinja (pit) setelah
digunakan akan mengurangi bau dan kelembaban, dan membuatnya tidak menarik bagi lalat
untuk berkembang biak. Sedangkan air dan sabun digunakan untuk cuci tangan. Pertimbangan
untuk bangunan bagian tengah.
 Terdapat penutup pada lubang sebagi pelindung terhadap gangguan serangga atau
binatang lain.
 Dudukan jamban dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan (menghindari licin,
runtuh, atau terperosok).
 Bangunan dapat menghindarkan/melindungi dari kemungkinan timbulnya bau.
 Mudah dibersihkan dan tersedia ventilasi udara yang cukup.

3. Penampung Tinja (Bangunan bagian bawah)


Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi, lingkaran, bundar atau
yang lainnya. Kedalaman tergantung pada kondisi tanah dan permukaan air tanah di musim
hujan. Pada tanah yang kurang stabil, penampung tinja harus dilapisi seluruhnya atau sebagian
dengan bahan penguatseperti anyaman bambu, batu bata, ring beton, dan lain – lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah antara lain :
 Daya resap tanah (jenis tanah)
 Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan)
 Ketinggian muka air tanah
 Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadap sumber air
minum (lebih baik diatas 10 m)
 Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/kapasitas)
 Diutamakan dapat menggunakan bahan lokal
 Bangunan yang permanen dilengkapi dengan manhole
Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit
berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus dilakukan rekayasa
pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada jamban (sehat) harus
mencapai 100% pada seluruh komunitas. Keadaan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah
Open Defecation Free (ODF). Suatu Masyarakat Disebut ODF jika :
1. Semua masyarakat telah BAB (Buang Air Besar) hanya di jamban yang sehat dan
membuang tinja/ kotoran bayi hanya ke jamban yang sehat (termasuk di sekolah)
2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar
3. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah
kejadian BAB di sembarang tempat
4. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% KK
mempunyai jamban sehat
5. Ada upaya atau strategi yang jelas untuk dapat mencapai Total Sanitasi

Suatu komunitas yang sudah mencapai status Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan, pada
tahap pasca ODFdiharapkan akan mencapai tahap yang disebut Sanitasi Total. Sanitasi Total
akan dicapai jika semua masyarakat di suatu komunitas, telah:
1. Mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat
2. Mencuci tangan pakai sabun dan benar saat sebelum makan, setelah BAB, sebelum
memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan
3. Mengelola dan menyimpan air minum dan makanan yang aman
4. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat).

Anda mungkin juga menyukai