Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KEGIATAN

UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN


KUNJUNGAN RUMAH PENDERITA ISPA DI DESA BABAKAN KECAMATAN
CIMANGGU (F2)

Pendamping:
dr. Ari Windy

Disusun oleh:
dr. Alifia Assyifa

PUSKESMAS CIMANGGU II
KABUPATEN CILACAP

2017
LAPORAN KEGIATAN
UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
KUNJUNGAN RUMAH PENDERITA ISPA DI DESA BABAKAN KECAMATAN
CIMANGGU (F2)

A. Nama Kegiatan
Kunjungan rumah penderita ISPA di Desa Babakan Kecamatan Cimanggu
B. Latar Belakang
Salah satu faktor yang paling penting dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan adalah kesehatan lingkungan. Lingkungan yang bersih dan sehat
dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta menciptakan kenyamanan
yang dapat dirasakan oleh masyarakat di lingkungan tersebut.
Tingginya angka kematian bayi yang merupakan indikator penting pada
suatu daerah juga dapat disebabkan diantaranya karena faktor perilaku (perawatan
pada saat hamil dan perawatan bayi, serta perilaku kesehatan lingkungan) serta
faktor kesehatan lingkungan. Di samping itu dalam proses pembangunan masa
datang, diperlukan adanya teknologi kesehatan lingkungan yang menitikberatkan
upayanya pada metodologi mengukur dampak kesehatan dari pencemaran yang
ditimbulkan oleh adanya pembangunan, Indikator ini harus mudah, murah untuk
diukur juga sensitif menunjukkan adanya perubahan kualitas lingkungan.
Rendahnya kualitas lingkungan sangatlah berdampak pada derajat kesehatan
masyarakat di dalam wilayah tersebut, seperti penyakit menular (infeksi saluran
pernapasan, infeksi saluran kemih, diare) dapat dengan mudah meluas
mempengaruhi masyarakat dengan melalui berbagai metode, sebagai contoh,
sanitasi dasar (penyediaan air bersih, jamban, air limbah dan sampah), sehingga
perlu diperhatikan dan menjadi titik fokus kerjasama antara tenaga kesehatan
wilayah setempat dengan tokoh masyarakat yang berpengaruh, serta masyarakat.

C. Tinjauan Pustaka
1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan menurut WHO (World Health Organization)
adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Ruang lingkup
kesehatan lingkungan meliputi: penyediaan air minum, pengelolaan air
buangan dan pengendalian pencemaran, pembuangan sampah padat,
pengendalian vektor, pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh
ekskreta manusia, higiene makanan termasuk higiene susu, pengendalian
pencemaran udara, pengendalian radiasi, kesehatan kerja, pengendalian
kebisingan, perumahan dan pemukiman, aspek kesehatan lingkungan dan
transportasi udara, perencanaaan daerah perkotaan, pencegahan kecelakaan,
rekreasi umum dan pariwisata, tindakan tindakan sanitasi yang berhubungan
dengan keadaan epidemi / wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk,
tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.1,2,3
2.1 Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar yaitu sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyehatkan lingkungan pemukiman yang meliputi penyediaan air bersih,
pembuangan kotoran manusia (jamban), pembuangan air limbah dan
pengelolaan sampah.
1. Penyediaan Air Bersih
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990, yang dimaksud air bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih
merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar
kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan
berkelanjutan menjadi kebutuhan semua orang. Syarat-syarat Kualitas Air
Bersih diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Syarat Fisik: tidak berbau, tidak berasa
2. Syarat Kimia: Kadar besi maksimum yang diperbolehkan 1,0 mg/l,
kesadahan maksimal 500 mg/l 3. Syarat Mikrobiologis : Jumlah total
koliform dalam 100 ml air yang diperiksa maksimal adalah 50 untuk
air yang berasal dari bukan perpipaan dan 10 untuk air yang berasal
dari perpipaan.
Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan
perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-
bagikan air bersih untuk masyarakat. Jenis sarana air bersih ada
beberapa macam yaitu sumur gali, sumur pompa tangan dangkal dan
sumur pompa tangan dalam, tempat penampungan air hujan,
penampungan mata air, dan perpipaan.
Air sumur merupakan sumber air yang paling banyak
dipergunakan masyarakat Indonesia. Sumur gali yang dipandang
memenuhi syarat kesehatan ialah:
1. Lokasi
a. Jarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran misalnya
jamban, tempat pembuangan air kotor, lubang resapan, tempat
pembuangan sampah, kandang ternak dan tempat-tempat
pembuangan kotoran lainnya.
b. Pada tempat-tempat yang miring misalnya pada lereng-lereng
pegunungan, letak sumur gali diatas sumber pencemaran.
c. Lokasi sumur gali harus terletak pada daerah yang lapisan
tanahnya mengandung air sepanjang musim.
d. Lokasi sumur gali supaya diusahakan pada daerah yang bebas
banjir.
2. Konstruksi
a. Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari
permukaan tanah untuk mencegah rembesan dari air
permukaan.
b. Bibir sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari
permukaan tanah untuk mencegah rembesan air bekas
pemakaian ke dalam sumur.
c. Cara pengambilan air dari dalam sumur sedemikian rupa
sehingga dapat mencegah masuknya kotoran kembali melalui
alat yang dipergunakan misalnya pompa tangan, timba dengan
kerekan dan sebagainya.
d. Lantai harus kedap air dengan jarak antara tepi lantai dengan
tepi luar dinding sumur minimal 1 meter dengan kemiringan ke
arah tepi lantai.
e. Saluran pembuangan air kotor atau bekas harus kedap air
sepanjang minimal 10 meter dihitung dari tepi sungai.
f. Dilengkapi dengan sumur atau lubang resapan air limbah bagi
daerah yang tidak mempunyai saluran penerimaan air limbah.
3. Pengolahan air untuk keperluan rumah tangga dapat dilakukan
dengan sederhana dengan cara sebagai berikut :
a. Sediakanlah bahan-bahan seperti pasir, arang aktif (dapat dari
batok kelapa, tawas, kaporit dan bubuk kapur).
b. Sediakan pula empat buah kaleng. Kaleng pertama dipakai
untuk menampung air yang akan dibersihkan, dalam proses
pengolahan kedalamnya dibubuhi setengah sendok teh kaporit,
2 sendok makan tawas yang telah dilarutkan terlebih dahulu,
kemudian kesemuanya diaduk dalam beberapa menit. Setelah
tampak keping-keping bubuhkanlah satu sendok makan bubuk
kapur, kemudian aduk lagi, setelah beberapa menit akan
tampak kepingan yang lebih besar. Setelah itu endapkan selama
setengah jam.
c. Ke dalam kaleng kedua yang berisi pasir dialirkan air dari
kaleng pertama.
d. Kaleng ketiga adalah sebagai penampung air yang telah
disaring dari kaleng kedua. Air yang mengalir mula-mula
keruh, tetapi lama-lama akan jernih. Air dalam kaleng ketiga ini
digunakan untuk proses pengendapan sisa kotoran yang
mungkin ada.
e. Kaleng keempat diisi dengan arang aktif gunanya untuk
menghilangkan bau khlor yang ada. Air yang keluar dari kaleng
keempat ini, telah dapat dipergunakan untuk sumber air bersih.

2. Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)


Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak
dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-
zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces),
air seni (urine) dan CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan. 7 kreteria
jamban sehat berdasarkan Kemenkes:
1. Tidak mencemari air. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran,
usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air
tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang
kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester. Jarak lubang
kotoran ke sumur sekurang- kurangnya 10 meter. Letak lubang kotoran
lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran
tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang air kotor dan
buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut.
2. Tidak mencemari tanah permukaan Tidak buang besar di sembarang
tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau
pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk
dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di
lubang galian.
3. Bebas dari serangga Jika menggunakan bak air atau penampungan air,
sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah
bersarangnya nyamuk demam berdarah. Ruangan dalam jamban harus
terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk. Lantai
jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban harus
selalu bersih dan kering. Lubang jamban, khususnya jamban
cemplung, harus tertutup.
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan Jika menggunakan
jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai
digunakan. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher
angsa harus tertutup rapat oleh air. Lubang buangan kotoran sebaiknya
dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam
lubang kotoran.Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl
licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik.
5. Aman digunakan oleh pemakainya. Pada tanah yang mudah longsor,
perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan batau
atau 10 selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain yang
terdapat di daerah setempat.
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran. Jangan
membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran. Jangan mengalirkan air cucian ke
saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh.
Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan
pipa berdiameter minimal 4 inchi.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan. Jamban harus
berdinding dan berpintu.
3. Pembuangan Air Limbah
Yang dimaksud dengan air limbah, air kotoran atau air bekas adalah air
yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat
membahayakan kehidupan manusia atau hewan, dan lazimnya muncul
karena hasil perbuatan manusia termasuk industrialisasi.
4. Pengelolaan Sampah
Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang
tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang
dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan
sendirinya.
Pengelolaan sampah adalah meliputi penyimpanan, pengumpulan dan
pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah
tidak mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
a. Penyimpanan sampah Penyimpanan sampah adalah tempat sampah
sementara sebelum sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian
diangkut serta dibuang (dimusnahkan) dan untuk ini perlu disediakan
tempat yang berbeda untuk macam dan jenis sampah tertentu. Maksud
dari pemisahan dan penyimpanan disini ialah untuk memudahkan
pemusnahannya. Syarat-syarat tempat sampah antara lain:
(i) Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah
berseraknya sampah,
(ii) Mempunyai tutup, mudah dibuka, dikosongkan isinya serta
dibersihkan, sangat dianjurkan afar tutup sampah ini dapat
dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan,
(iii) Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah
diangkut oleh satu orang.
b. Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing
rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu
setiap rumah tangga harus mengadakan tempat khusus untuk
mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat
pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat
Penampungan Sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke Tempat
Penampungan Akhir (TPA). Mekanisme, sistem atau cara
pengangkutannya untuk daerah perkotaan adalah tanggung jawab
pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh partisipan
masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan.
Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat
dikelola oleh masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun
TPA. Sampah rumah tangga daerah pedesaan umumnya dibakar atau
dijadikan pupuk.
c. Pemusnahan sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui
berbagai cara, antara lain:
(1) Ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat
lubang diatas tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun
dengan sampah;
(2) Dibakar (incenerator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan
membakar di dalam tungku pembakaran;
(3) Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah
menjadikan pupuk, khususnya untuk sampah organik daun-daunan
dan sisa makanan.1,2,3

2.2 Rumah Sehat


Rumah sehat menurut Winslow memiliki kriteria, antara lain:
1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis
2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis
3. Dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan
4. Dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit
Berikut kriteria rumah sehat:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan
dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang
mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian
yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penghawaan yang cukup.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain
persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh,
tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya
jatuh tergelincir.
Dalam pemenuhan kriteria rumah sehat, ada beberapa variabel
yang harus diperhatikan :
1. Bahan bangunan
a. Lantai yang kedap air dan mudah dibersihkan.
Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab bila
musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan
gangguan/penyakit terhadap penghuninya. Oleh sebab itu, perlu
dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti disemen, dipasang
tegel, keramik, teraso dan lain-lain.
b. Dinding berfungsi sebagai pendukung atau penyangga atap,
untuk melindungi ruangan rumah dari gangguan serangga, hujan
dan angin, serta melindungi dari pengaruh panas dan angin dari
luar. Bahan dinding yang paling baik adalah bahan yang tahan
api yaitu dinding dari batu.
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan.
d. Atap berfungsi untuk melindungi isi ruangan rumah dari
gangguan angin, panas dan hujan, juga melindungi isi rumah
dari pencemaran udara seperti debu, asap dan lain-lain. Atap
yang paling baik adalah atap dari genteng karena bersifat
isolator, sejuk dimusim panas dan hangat di musim hujan.

2. Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu rumah tinggal. Hal ini karena
ventilasi mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama adalah sebagai
lubang masuk udara yang bersih dan segar dari luar ke dalam
ruangan dan keluarnya udara kotor dari dalam keluar (cross
ventilation). Dengan adanya ventilasi silang akan terjamin adanya
gerak udara yang lancar dalam ruangan. Fungsi kedua dari
ventilasi adalah sebagai lubang masuknya cahaya dari luar seperti
cahaya matahari, sehingga di dalam rumah tidak gelap pada waktu
pagi, siang hari maupun sore hari. Oleh karena itu untuk suatu
rumah yang memenuhi syarat kesehatan, ventilasi mutlak ada. Ada
dua macam cara yang dapat dilakukan agar ruangan mempunyai
sistem aliran udara yang baik, yaitu:
(i) Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut
terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin,
lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain
ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena juga
merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke
dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk
melindungi penghuninya dari gigitan serangga tersebut.
(ii) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus
untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan
mesin pengisap udara.
3. Pencahayaan Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup.
Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya
matahari, di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau
tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit.
Sebaliknya terlalu banyak cahaya dalam rumah akan menyebabkan
silau dan akhirnya dapat merusak mata. Ada dua sumber cahaya
yang dapat dipergunakan, yakni
(i) Cahaya alamiah yaitu matahari. Rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya matahari yang cukup.
Sebaiknya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-
kurangnya 15%-20% dari luas lantai yang terdapat dalam
ruangan rumah.
(ii) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan
alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya.
4. Luas Bangunan Rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan
dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding
dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan kepadatan
penghuni (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum
adalah apabila dapat menyediakan 2,5 3 m2 untuk setiap orang
(tiap anggota keluarga).1,3

2.3 Perilaku
Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan
respon Skinner. Perilaku tersebut dibagi lagi dalam 3 domain yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor. Kognitif diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap
psikomotor dan tindakan (ketrampilan). Berdasarkan batasan perilaku dari
Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang
(organisme) terhadap stimulus objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan. Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang
merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan
bagaimana, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya.1,3,4

3.1 Penyakit Berbasis Lingkungan


Penyakit berbasis lingkungan merupakan kondisi patologis yang
mengakibatkan terjadinya kelainan baik secara morfologi maupun fisiologi
yang diakibatkan karena interaksi antar manusia maupun interaksi dengan hal
- hal yang berada di lingkungan sekitar yang berpotensi menimbulkan
penyakit. Menurut Pedoman Arah Kebijakan Program Kesehatan Lingkungan
Pada Tahun 2008, dinyatakan bahwa Indonesia masih memiliki penyakit
menular yang berbasis lingkungan yang masih menonjol seperti DBD, TB
paru, malaria, diare, infeksi saluran pernafasan, HIV/AIDS, Filariasis,
Cacingan, Penyakit Kulit, Keracunan dan Keluhan akibat Lingkungan Kerja
yang buruk.. Pada tahun 2006, sekitar 55 kasus yang terkonfirmasi dan 45
meninggal (CFR 81,8%), sedangkan tahun 2007 - 12 Februari dinyatakan 9
kasus yang terkonfirmasi dan diantaranya 6 meninggal (CFR 66,7%). Adapun
hal - hal yang masih dijadikan tantangan yang perlu ditangani lebih baik oleh
pemerintah yaitu terutama dalam hal survailans, penanganan pasien/penderita,
penyediaan obat, sarana dan prasarana rumah sakit. Beberapa diantaranya
antara lain adalah:
ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut / ISPA meliputi saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah, merupakan infeksi
saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik. Akan tetapi, anak yang menderita pneumoni
bila tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian. Di
Dinkes/Puskesmas,Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi
penyakit ISPA dalam 2 golongan, yaitu pneumonia dan yang bukan
pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu
pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penumonia disebabkan oleh
bahaya biologis, yaitu Streptococcus pneumoniae. Penyakit batuk
pilekseperti rinitis, faringitis, tonsilitis, dan penyakit jalan napas bagian
atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian
besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan
terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan
pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin,
semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik. ISPA dapat
ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya. Sumber penyakit ini adalah manusia.Pneumococci umum
ditemukan pada saluran pernafasan bagian atas dari orang yang sehat di
seluruh dunia. Sedangkan Agen ditularkan ke manusia lewat udara melalui
percikan ludah, kontak langsung lewat mulut atau kontak tidak langsung
melalui peralatan yang terkontaminasi discharge saluran pernafasan.
Biasanya penularan organisme terjadi dari orang ke orang, tetapi penularan
melalui kontak sesaat jarang terjadi. Manusia yang berada dalam
lingkungan yang kumuh dan lembab memiliki risiko tinggi untuk tertular
penyakit ini (intervensi dengan pemberian genting kaca dan ventilasi
padan rumah sering sangat efektif untuk mengatasi penyakit ini). Setelah
terpajan agen, penderita dapat sembuh atau sakit. Seperti yang diterangkan
sebelumnya, untuk agen virus penderita (misalnya flu) sebenarnya tidak
perlu mendapatkan perlakuan khusus. Cukup dijaga kondisi fisiknya.
Penderita yang positif ISPA adalah mereka yang ditandai dengan serangan
mendadak dengan demam menggigil, nyeri pleural dyspnea, tachypnea,
batuk produktif dengan dahak kemerahan serta lekositosis. Serangan ini
biasanya tidak begitu mendadak, khususnya pada orang tua dan hasil foto
toraks mungkin memberi gambaran awal adanya pneumonia. Pada bayi
dan anak kecil, demam, muntah dan kejang dapat merupakan gejala awal
penyakit. Diagnosa etiologissecara dini sangat penting untuk mengarahkan
pemberian terapi spesifik. Diagnosa pneumoni pneumokokus dapat diduga
apabila ditemukannya diplococci gram positif pada sputum bersamaan
dengan ditemukannya lekosit polymorphonuclear.
Secara sederhana penyakit ISPA mempunyai karakteristik sebagai
berikut: Penyebab Penyakit:
1. Bakteri streptococcus pneumonia (pneumococci)
2. Hemophilus influenzae
3. Asap dapur
4. Sirkulasi udara yang tidak sehat
Sedangkan tempat berkembang biak saluran pernafasan, dengan cara
penularan melalui udara (aerogen) berupa kontak langsung melalui mulut
penderita serta cara tidak langsung melalui udara yang terkontaminasi
dengan bakteri karena penderita batuk.
Cara efektif mencegah penyakit ISPA (berdasarkan faktor penyebab
penyakit) adalah:
Tingkat hunian rumah padat
1. Satu kamar dihuni tidak lebih dari 2 orang atau sebaiknya luas
kamar lebih atau sama dengan 8m2/jiwa
2. Plesterisasi lantai rumah
Ventilasi rumah/dapur tidak memenuhi syarat
1. Memperbaiki lubang penghawaan / ventilasi
2. Selalu membuka pintu/jendela terutama pagi hari
3. Menambah ventilasi buatan
Perilaku
1. Tidak membawa anak/bayi saat memasak di dapur
2. Menutup mulut bila batuk
3. Membuang ludah pada tempatnya
4. Tidak menggunakan obat anti nyamuk bakar
5. Tidur sementara terpisah dari penderita1

3.2 Faktor Pemicu Penyakit Berbasis Lingkungan


Faktor yang menunjang munculnya penyakit berbasis lingkungan antara lain :
Ketersediaan dan akses terhadap air yang aman
Sumber air minum yang disebut layak meliputi air ledeng, kran umum,
sumur bor atau pompa, sumur terlindung, mata air terlindung dan air
hujan. Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
terhadap air bersih dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak
sebagai kelompok usia rentan. WHO memperkirakan pada tahun 2005,
sebanyak 1,6 juta balita (rata-rata 4500 setiap tahun) meninggal akibat air
yang tidak aman dan kurangnya higienitas.
Akses sanitasi dasar yang layak
Data Susenas 2009, menunjukkan hampir 49% rakyat Indonesia belum
memiliki akses jamban. Ini berarti ada lebih dari 100 juta rakyat
Indonesia yang BAB sembarangan dan menggunakan jamban yang tak
berkualitas. Angka ini jelas menjadi faktor besar yang mengakibatkan
masih tingginya kejadian diare utamanya pada bayi dan balita di
Indonesia.
Penanganan sampah dan limbah
Tahun 2010 diperkirakan sampah di Indonesia mencapai 200.000 ton per
hari yang berarti 73 juta ton per tahun. Pengelolaan sampah yang belum
tertata akan menimbulkan banyak gangguan baik dari segi estetika berupa
onggokan dan serakan sampah, pencemaran lingkungan udara, tanah dan
air, potensi pelepasan gas metan (CH4) yang memberikan kontribusi
terhadap pemanasan global, pendangkalan sungai yang berujung pada
terjadinya banjir serta gangguan kesehatan seperti diare, kolera, tifus
penyakit kulit, kecacingan, atau keracunan akibat mengkonsumsi
makanan (daging/ikan/tumbuhan) yang tercemar zat beracun dari
sampah.

Vektor Penyakit
Vektor penyakit semakin sulit diberantas, hal ini dikarenakan vektor
penyakit telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi lingkungan,
sehingga kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin tinggi. Hal ini
didukung faktor lain yang membuat perkembangbiakan vektor semakin
pesat antara lain: perubahan lingkungan fisik seperti pertambangan,
industri dan pembangunan perumahan; sistem penyediaan air bersih
dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh penduduk sehingga
masih diperlukan container untuk penyediaan air; sistem drainase
permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat; sistem
pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat, penggunaan pestisida
yang tidak bijaksana dalam pengendalian vektor; pemanasan global yang
meningkatkan kelembaban udara lebih dari 60% dan merupakan keadaan
dan tempat hidup yang ideal untuk perkembang-biakan vektor penyakit.
Perilaku Masyarakat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat belum banyak diterapkan masyarakat,
menurut studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006,
perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah:
(1) Setelah buang air besar 12%,
(2) Setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%,
(3) Sebelum makan 14%,
(4) Sebelum memberi makan bayi 7%, dan
(5) Sebelum menyiapkan makanan 6%. Studi BHS lainnya
terhadapperilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan
99,20 % merebus air untuk mendapatkan air minum, namun 47,50 %
dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.Menurut studi
Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun
2006 terdapat 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke
sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.1,2
D. Tujuan Kegiatan
a. Memeriksa kondisi lingkungan rumah penderita.
b. Mencari tempat-tempat yang rawan akan terjadinya proses penularan ISPA.
c. Memberikan pengetahuan kepada keluarga pentingnya kebersihan lingkungan.
d. Memberikan pengetahuan kepada keluarga tentang penyebab dan penularan
ISPA.
e. Menumbuhkan kesadaran untuk mengurangi dan mencegah penularan
penyakit ISPA.

E. Bentuk Kegiatan
Kunjungan rumah dengan metode survey langsung di lingkungan sekitar rumah.
Melakukan wawancara kepada keluarga penderita dan tetangga penderita terkait
kebersihan lingkungan rumah penderita

F. Waktu Kegiatan
Kegiatan telah dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 21 Desember 2016

G. Tempat Kegiatan
Kegiatan telah dilaksanakan di rumah rumah penderita ISPA di Desa Babakan.

H. Pelaksana Kegiatan
1. dr. Alifia Assyifa
2. Petugas Kesehatan Puskesmas Cimanggu II

I. Peserta Kegiatan
Kunjungan dilakukan di rumah penderita ISPA di Desa Cimanggu, sebanyak 1
pasien yang telah dikunjungi.

J. Hasil Kegiatan
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk mengangkat 1 kasus ISPA yang erat
kaitannya dengan kondisi rumah penderita ISPA sebagai suatu rangkaian
penelusuran penyebab merebaknya penyakit ISPA di Desa Babakan Kecamatan
Cimanggu. Dari hasil survey kunjungan rumah penderita ISPA:
4.1. Hasil Penilaian Rumah Sehat:
KOMPONEN RUMAH
Langit langit Tidak ada (0)
Ada, kotor, sulit dibersihkan dan rawan kecelakaan (1)
Ada, bersih dan tidak rawan kecelakaan (2)
Dinding Bukan tembok (dibuat dari anyaman bambu/lalang) (1)
Semi permanen/setengah tembok/bata yang tidak
diplester/papan tidak kedap air (2)
Permanen (tembok/pasangan batu bata yang diplester)
papan kedap air (3)
Lantai Tanah (0)
Papan/anyaman bambu dekat tanah/plesteran yang retak dan
berdebu (1)
Diplester/ubin/keramik/papan (rumah panggung) (2)
Jendela kamar tidur Tidak ada (0)
Ada (1)
Jendela ruang keluarga Tidak ada (0)
Ada (1)
Ventilasi Tidak ada, luas ventilasi permanen < 10 % luas lantai (0)
Ada, luas ventilasi permanen > 10 % luas lantai (1)
Lubang asap dapur Tidak ada (0)
Ada, luas lubang ventilasi dapur < 10% luas dapur (1)
Ada, luas lubang ventilasi dapur > 10% luas dapur (2)
Pencahayaan Tidak terang, tidak dapat digunakan untuk membaca (0)
Kurang terang, kurang jelas untuk baca dengan normal
(1)
Terang dan tidak silau, bisa digunakan untuk baca (2)
SARANA SANITASI
Sarana air bersih Tidak ada (0)
Ada, bukan milik sendiri dan tidak memenuhi syarat kesehatan
(1)
Ada, milik sendiri dan tidak memenuhi syarat kesehatan (2)
Ada, bukan milik sendiri dan memenuhi syarat kesehatan
(3)
Ada, milik sendiri dan memenuhi syarat kesehatan (4)
Jamban Tidak ada (0)
Ada,bukan leher angsa, tidak ada tutup, disalurkan ke
sungai/kolam (1)
Ada, bukan leher angsa, ada tutup, disalurkan ke sungai/kolam
(2)
Ada, bukan leher angsa, ada tutup, septic tank (3)
Ada, bukan leher angsa, ada tutup, septic tank (4)
Sarana pembuangan air limbah Tidak ada, sehingga tergenang tidak teratur di halaman rumah
(0)
Ada, diresapkan tetapi mencemari sumber air (jarak
dengan sumber air <10m) (1)
Ada, dialirkan ke selokan terbuka (2)
Ada, diresapkan dan tidak mencemari sumber air (jarak
dengan sumber air >10m) (3)
Ada, dialirkan ke selokan tertutup (saluran kota) untuk diolah
(4)
Sarana pembuangan sampah Tidak ada (0)
Ada, tetapi tidak kedap air dan tidak ada tutup (1)
Ada, kedap air dan tidak ada tutup (2)
Ada, kedap air dan bertutup (3)
PERILAKU PENGHUNI
Buka jendela kamar tidur Tidak pernah (0)
Kadang-kadang (1)
Setiap hari (2)
Buka jendela ruang keluarga Tidak pernah (0)
Kadang-kadang (1)
Setiap hari (2)
Bersihkan rumah dan halaman Tidak pernah (0)
Kadang-kadang (1)
Setiap hari (2)
Buang tinja bayi & balita ke jamban Dibuang ke sungai/kebun/kolam/sembarangan (0)
Kadang-kadang ke jamban (1)
Setiap hari dibuang ke jamban (2)
Buang sampah pada tempat sampah Dibuang ke sungai/kebun/kolam/sembarangan (0)
Kadang-kadang ke tempat sampah (1)
Setiap hari dibuang ke tempah sampah (2)

Komponen Rumah =8 x 31 = 248


Sarana Sanitasi =9 x 25 = 225
Perilaku Penghuni =8 x 44 = 352 +
SKOR TOTAL = 825
Kriteria rumah sehat adalah Skor Total 890
Sedangkan untuk menghitung kepadatan hunian, perlu diketahui:
1. Luas Lantai Rumah berbentuk Kotak, dengan ukuran 4m x 6m = 24 m2
2. Jumlah Penghuni Rumah
Rumah dihuni oleh 4 orang anggota keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu
dan dua orang anak.
Jadi, kepadatan huniannya = Luas Lantai = 24
Jumlah Penghuni Rumah = 4
= 6 m2 / orang
Kepadatan hunian yang direkomendasikan adalah 9 m2/orang

Rumah pasien masih termasuk rumah tidak sehat berdasarkan hasil penilaian
Blangko Instrumen Penilaian Rumah Sehat dengan skor 825 yang masih < 890.
Untuk kepadatan huniannya, rumah pasien ini masih terhitung tidak memenuhi
standard karena nilainya 6 m2 / orang sedangkan kepadatan hunian yang
direkomendasikan adalah 9 m2 / orang.
Pasien yang juga adalah penderita ISPA memerlukan dukungan rumah yang
sehat dan juga lingkungan yang bersih dan bebas dari hal-hal yang kiranya dapat
mencetuskan gejala ISPA ataupun memperparah gejala ISPA yang sudah ada. Oleh
karena itu, setelah penilaian rumah sehat, pasien dan orang tua pasien diberikan
edukasi mengenai kebersihan rumah.

4.2. Intervensi
KOMPONEN RUMAH EDUKASI UMUM
Langit langit Tidak ada (0) Menyarankan agar memasang langit-
Ada, kotor, sulit dibersihkan dan
langit yang aman agar tidak ada
rawan kecelakaan (1)
kotoran yang menjatuhi keluarga
Ada, bersih dan tidak rawan kecelakaan
pasien. Langit disarankan dalam
(2)
bentuk eternit, namun tentunya akan
mengerluarkan banyak biaya
Dinding Bukan tembok (dibuat dari anyaman Selalu menjaga kebersihan
bambu/lalang) (1)
Semi permanen/setengah tembok/bata
yang tidak diplester/papan tidak kedap
air (2)
Permanen (tembok/pasangan batu
bata yang diplester) papan kedap air
(3)
Lantai Tanah (0) Selalu menjaga kebersihan
Papan/anyaman bambu dekat
tanah/plesteran yang retak dan berdebu
(1)
Diplester/ubin/keramik/papan (rumah
panggung) (2)
Jendela kamar Tidak ada (0) Sebaiknya dibuatkan jendela
Ada (1)
tidur
Jendela ruang Tidak ada (0) Edukasi selalu untuk dibuka untuk
Ada (1)
keluarga sirkulasi udara dan membersihkan
jendela rutin dari debu
Ventilasi Tidak ada, luas ventilasi permanen < 10 Jendela harus dibuka setiap pagi, dan
% luas lantai (0) membuka pintu untuk membantu
Ada, luas ventilasi permanen > 10 %
sirkulasi udara
luas lantai (1)
Lubang asap dapur Tidak ada (0) Saat memasak, sebaiknya pintu
Ada, luas lubang ventilasi dapur < 10%
utama dan jendela rumah dibuka
luas dapur (1)
Ada, luas lubang ventilasi dapur > 10% agar terjadi pertukaran udara dan
luas dapur (2) asap hasil memasak tidak masuk
rumah
Pencahayaan Tidak terang, tidak dapat digunakan Memberi saran untuk menambah
untuk membaca (0) jumlah genteng kaca dan juga
Kurang terang, kurang jelas untuk
jendela agar cahaya lebih mudah
baca dengan normal (1)
masuk ke dalam rumah
Terang dan tidak silau, bisa digunakan
untuk baca (2)
SARANA SANITASI
Sarana air bersih Tidak ada (0) Selalu menjaga kebersihan air yang
Ada, bukan milik sendiri dan tidak
didapat
memenuhi syarat kesehatan (1)
Ada, milik sendiri dan tidak memenuhi
syarat kesehatan (2)
Ada, bukan milik sendiri dan
memenuhi syarat kesehatan (3)
Ada, milik sendiri dan memenuhi syarat
kesehatan (4)
Jamban Tidak ada (0) Selalu menjaga kebersihan
Ada,bukan leher angsa, tidak ada tutup,
disalurkan ke sungai/kolam (1)
Ada, bukan leher angsa, ada tutup,
disalurkan ke sungai/kolam (2)
Ada, bukan leher angsa, ada tutup, septic
tank (3)
Ada, bukan leher angsa, ada tutup,
septic tank (4)
Sarana Tidak ada, sehingga tergenang tidak Sebaiknya jarak antara peresapan
pembuangan air teratur di halaman rumah (0) dan sumber air > 10 m
Ada, diresapkan tetapi mencemari
limbah
sumber air (jarak dengan sumber air
<10m) (1)
Ada, dialirkan ke selokan terbuka (2)
Ada, diresapkan dan tidak mencemari
sumber air (jarak dengan sumber air
>10m) (3)
Ada, dialirkan ke selokan tertutup
(saluran kota) untuk diolah (4)
Sarana Tidak ada (0) Sebaiknya tempat sampah diganti
Ada, tetapi tidak kedap air dan tidak
pembuangan dengan tempat sampah yang kedap
ada tutup (1)
sampah air dan tertutup. Kemudian edukasi
Ada, kedap air dan tidak ada tutup (2)
Ada, kedap air dan bertutup (3) agar tidak membuang sampah
sembarangan
PERILAKU PENGHUNI
Tidak pernah (0)
Kadang-kadang (1)
Buka jendela Setiap hari (2) Tidak ada jendela di kamar sehingga
kamar tidur tidak ada yang bisa dibuka. Edukasi
untuk sering membuka pintu kamar
agar sirkulasi udara baik.
Buka jendela Tidak pernah (0) Edukasi untuk menjaga kebersihan
Kadang-kadang (1)
ruang keluarga
Setiap hari (2)
Bersihkan rumah Tidak pernah (0) Sudah baik
Kadang-kadang (1)
dan halaman
Setiap hari (2)
Buang tinja bayi Dibuang ke Sudah baik
& balita ke jamban sungai/kebun/kolam/sembarangan (0)
Kadang-kadang ke jamban (1)
Setiap hari dibuang ke jamban (2)
Buang sampah Dibuang ke Sudah baik. Hanya tempatnya saja
pada tempat sungai/kebun/kolam/sembarangan (0) yang kurang baik.
Kadang-kadang ke tempat sampah (1)
sampah
Setiap hari dibuang ke tempah
sampah (2)

Selain itu, untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan, keluarga pasien juga
diedukasi untuk melakukan beberapa hal, diantaranya terkait dengan faktor risiko
ISPA dari pasien, yaitu:
FAKTOR LINGKUNGAN
Asap pembakaran sampah dan debu serbuk serat Menutup jendela saat tetangga tersebut melakukan
kayu. Posisi tempat tidur di bawah dan aktivitasnya. Mengedukasi penggunaan masker
penggunaan tikar sebagai alat duduk di ruang pernafasan untuk mengurangi polusi yang masuk.
keluarga Menganjurkan untuk menjemur kasur setiap hari
di bawah matahari dan menepuk-nepuk kasur
untuk mengurangi debu yang menempel.
Menganjurkan untuk membersihkan tikar untuk
duduk dari debu setiap hari.
Infeksi pernafasan Menganjurkan untuk segera memeriksakan diri
bila ada gejala batuk pilek, gejala tidak kunjung
ada perbaikan, dan gejala di anggota keluarga.

K. Evaluasi Kegiatan
1. Kelebihan
Koordinasi yang baik antar petugas kesehatan (tim pelaksana kegiatan).
2. Kekurangan
a. Kegiatan ini memakan banyak waktu, tenaga dan biaya transportasi.
b. Sulit bertemu dengan wali/orang tua dari penderita ISPA sehingga
informasi yang digali kurang lengkap dan detail.
3. Peluang
Lebih banyak warga yang dikunjungi paham dan sadar bahaya dari penularan
ISPA.
4. Ancaman
Kurangnya kesadaran warga akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
L. Daftar Pustaka
1. Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta;
2003
2. Sanropie, Gunawan. Pengawasan Kesehatan Lingkungan Pemukiman.
Direktur Jenderal PPM dan PLP. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2000.
3. Slamet, Juli Sumirat. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press; 2002.
4. Azwar, Azrul. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT. Mutiara
Sumber Widya; 2003.
LAPORAN KUNJUNGAN

Nama Peserta : dr. Alifia Assyifa Tandatangan :

Nama Pendamping : dr. Ary Windy Tandatangan :

Nama Wahana : Puskesmas Cimanggu II

Tema Penyuluhan : Kunjungan Rumah Penderita ISPA Di Desa Babakan


Kecamatan Cimanggu (F2)
Tujuan Penyuluhan i. Memeriksa kondisi lingkungan rumah penderita.
ii. Mencari tempat-tempat yang rawan akan
terjadinya proses penularan ISPA.
iii. Memberikan pengetahuan kepada keluarga
pentingnya kebersihan lingkungan.
iv. Memberikan pengetahuan kepada keluarga tentang
penyebab dan penularan ISPA.
v. Menumbuhkan kesadaran untuk mengurangi dan
mencegah penularan penyakit ISPA.
Hari / Tanggal : Rabu, 21 Desember 2016

Waktu : 10.00 11.20 WIB

Tempat : Rumah Penderita ISPA di Desa Babakan Kecamatan


Cimanggu
Jumlah Peserta : 1 penderita ISPA

Cimanggu, Maret 2017

Dokter Internsip, Dokter Pendamping,

dr. Alifia Assyifa dr. Ari Windy

0000.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai