Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN

KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA REMAJA


DI SMP ......

PROPOSAL

Oleh :
PINKA APRILIYANI
NIM: 262111008
LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEKAMBUHAN


GASTRITIS PADA REMAJA DI SMP ......

Disusun Oleh:

PINKA APRILIYANI
NIM: 262111008

Proposal ini Telah Disetujui untuk Diuji di Hadapan Tim Penguji


Tanggal, … Juni 2024

Pembimbing,

Yuliana Hanaratri, BSN., MAN


NIDN. Xxxxxxxxxxxx

Mengetahui,
Ketua Program Studi D III Keperawatan

Ns. Veronika Papo Bage, M.Kep


NIDN. 0306128604
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan Laporan Akhir, berupa “HUBUNGAN POLA
MAKAN DENGAN KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA REMAJA DI
SMP...”
Penulisan Laporan Akhir ini dalam rangka menyelesaikan Program Studi
D III Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mayapada.
Selama penulisan laporan akhir ini, penulis menyampaikan terima kasih
kepada Kedua Orang tua tercinta Etty molisa dan faridah aryani sebagai
motivator saya selama ini yang selalu memberikan kasih sayang, support dan
do’a yang tiada hentinya serta penghargaan dengan tulus kepada yang
terhormat:
1. Erna Juliana Simatupang, SST, MKM sebagai Ketua STIKes Mayapada
2. Ns. Veronika Papo Bage, M.Kep sebagai Ketua Program Studi D III
Keperawatan
3. Yuliana Hanaratri, BSN, MAN selaku pembimbing penyusunan Proposal
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis dalam penyusunan laporan akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT sumber segala rahmat berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.

Jakarta, …. Maret 2024

Pinka apriliyani
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Irianty (2020) , Pola makan adalah susunan dan jumlah
makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok pada waktu
tertentu yang terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan, dan porsi
makan, Pola makan yang tidak teratur seperti tidak memperhatikan waktu
jam makan dalam keseharian dapat mengakibatkan lambung sulit
beradaptasi, bila hal ini berlangsung secara terus menerus akan terjadi
kelebihan asam lambung sehingga dapat mengakibatkan mukosa lambung
teriritasi dan terjadilah gastritis ismawati (2012)
Gastritis adalah proses peradangan atau yang disebabkan faktor
iritasi dan pada mukosa dan submocusa lambung Gastritis dapat
menyerang pada masyarakat dari semua tingkat usia dan jenis kelamin
tetapi dari beberapa survey menunjukan gastritis lebih banyak menyerang
pada usia produktif. Diusia produktif masyarakat mudah terserang karena
tingkat kesibukan, gaya hidup yang kurang diperhatikan , kesehatan serta
stres yang mudah dialami. Gastritis dapat mengalami kekambuhan yang
dipengaruhi oleh pola makan yang tidak baik, (Tussakinah & Burhan,
2017).
Menurut Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun
2019 kejadian gastritis mencapai 1.8 juta sampai 2.1 juta setiap
tahunnya,persentase kejadian gastritis di Indonesia ialah 40,8% serta
mencapai prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk di
beberapa wilayah Indonesia. (Nirmalarumsari & Tandipasang, 2020)
Penyebab kekambuhan gastritis atau gastritis berulang pada remaja
salah satunya adalah tidak menjaga Pola makan dengan baik , gastritis
yang terjadi dari produksi asam lambung berlebih diperparah dengan
faktor – faktor yang menyebabkan kekambuhan gastritis , seperti tidak
teraturnya waktu makan , kualitas makan yang kurang baik , jumlah
makan yang tidak menentu ( tussakinah 2018 ) aktivitas remaja seperti
banyaknya kesibukan di luar rumah, pergi ke sekolah, berorganisasi, dan
bermain sehingga remaja tidak sempat makan di rumah dan saat waktu nya
makan hanya membeli jajanan di kantin atau ngemil ,dengan makan
makanan yang pedas dan junk food ataupun gorengan bahkan hanya
mengonsumsi makanan ringan dan minuman kaleng untuk mengisi perut
yang kosong.(Evi, 2016)
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin
melakukan penelitian tentang adanya hubungan antara pola makan dengan
kekambuhan gastritis pada remaja

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti perumusan
masalah penelitian ini adalah apa ada hubungan antara pola makan dengan
kekambuhan gastritis di RS swasta
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis pada
remaja
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengidentifikasi pola makan pada remaja
b. Untuk mengidentifikasi kekambuhan gastritis pada remaja
c. Untuk mengidentifikasi hubungan pola makan dengan
kekambuhan gastritis pada remaja

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta ilmu
pengetahuan tentang kesehatan kerja terutama tentang hubungan
antara pola makan dengan kekambuhan gastritis pada remaja
2. Manfaat Praktis
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai peneliti, manfaat
penelitian yang diharapkan :
a. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan serta pengetahuan dalam penerapan
ilmu pengetahuan yang telah diterima selama di perkuliahan.
b. Rumah Sakit
Diharapkan sumber informasi dan bahan pertimbangan dapat
mengatasi permasalahan yang timbul terutama dalam hal
mengatasi kekambuhan gastritis pada remaja
c. Bagi Perguruan Tinggi
Menambah referensi pengetahuan tentang hubungan antara pola
makan dengan kekambuhan gastritis pada remaja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan teori
1. Pola makan
a. Definisi pola makan
Pola makan adalah susunan dan jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok pada waktu tertentu
yang terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan, dan porsi makan
Menurut Irianty (2020)

b. Faktor yang mempengaruhi pola makan


1) faktor ekonomi
Faktor ekonomi Meningkatnya ketersediaan waktu untuk
membeli barang dalam jumlah yang cukup dan berkualitas tinggi
merupakan variabel ekonomi. Kurangnya daya beli yang
disebabkan oleh pendapatan yang tinggi dapat berdampak pada
pola makan masyarakat, membuat mereka lebih memilih makanan
berdasarkan rasa daripada nilai gizinya dan memiliki
kecenderungan untuk mengonsumsi makanan dari budaya lain
(Sulistyoningsih, 2012).

2) Faktor Sosial Budaya


Unsur-unsur sosial dan budaya serta gagasan dan adat
istiadat budaya daerah dapat berdampak pada pantangan konsumsi
makanan. Populasi tertentu memiliki metode yang berbeda dalam
menyantap makanan. Budaya yang berbeda memiliki cara yang
berbeda dalam menyiapkan makanan, seperti makan, cara
pembuatannya, persiapannya, dan penyajiannya. (Sulistyoningsih,
2012).

3) Faktor Agama
Pola makan yang dianjurkan dan jenis makanan yang
dikonsumsi dipengaruhi oleh agama atau kepercayaan. Bagi para
pemeluknya, setiap agama atau kepercayaan memiliki aturan
tersendiri mengenai jenis makanan yang boleh dikonsumsi dan
bagaimana cara mengonsumsinya. Sebagai contoh, karena sapi
dipuja sebagai kendaraan para dewa, umat Hindu di Bali melarang
umatnya untuk mengonsumsi daging sapi. Setiap agama memiliki
larangan yang berbeda, dan masing-masing percaya bahwa
makanan tertentu harus dihindari karena itu adalah perintah Tuhan
yang harus mereka ikuti dan akan mengakibatkan dosa jika tidak
ditaati (Marianti, N. L. P. 2021).

4) Faktor Pendidikan
Informasi pola makan yang diperoleh selama pendidikan
berdampak pada pilihan bahan makanan dan perhitungan
kebutuhan nutrisi. Dalam konteks ini, pendidikan biasanya terkait
dengan pemahaman tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi
pilihan bahan makanan dan kepuasan kebutuhan gizi.
(Sulistyoningsih, 2012).

5) Faktor Lingkungan
Lingkungan keluarga, promosi media elektronik, dan media
cetak adalah contoh lingkungan di mana pola makan berdampak
pada bagaimana kebiasaan makan terbentuk. (Sulistyoningsih,
2012)
c. Komponen pola makan

a) Frekuensi makan
Frekuensi makan ialah sejumlah makan yang dikonsumsi sehari-
hari. Frekuensi makan yaitu dengan menggunakan pola makan yang
baik terdiri dari 3 kali makan utama yaitu pada pagi, siang dan sore
hari, dan 2 kali makan ringan, tetapi harus diberikan dalam porsi kecil
dan teratur (Vita & Relina, 2018).
b) Jenis Makan
Jenis makanan adalah makanan yang dapat dikonsumsi sehari hari
seperti makanan pokok, hewani serta nabati. Dalam makanan terdapat
zat seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Makanan pokok
terdapat pada nasi, sagu, jagung dan gandum, pada makanan hewani
didapatkan oleh ikan dan daging, dan makanan nabati terdapat dari
sayur dan buah.
c.) Jumlah Makan
Jumlah makan atau porsi makan merupakan jumlah berapa banyak
makan dalam satu hari.

2. Gastritis
a. Definisi Gastritis
Menurut Tusakkinah dkk (2018). Gastritis yaitu proses terjadinya
peradangan pada mukosa lambung sehingga memproduksi asam lambung
yang berlebih. Gastritis memiliki beberapa penyebab seperti jumlah
makanan terlalu banyak atau sedikit, kualitas makanan serta waktu makan
yang tidak teratur
b. Klasifikasi gastritis
Menurut (Tussakinah & Rahmah Burhan, 2018) gastritis terdiri dari
dua bagian yaitu :
1) Gastritis akut
Gastritis akut adalah proses inflamasi yang bersifat akut dan
biasanya terjadi pada mukosa lambung. Gastritis akut dialami kurang dari
tiga bulan, gastritis akut dapat mengakibatkan luka pada lambung bahkan
sering terjadi (Muliani et al.,2021).
2) Gastritis kronis
Gastritis kronis merupakan inflamasi pada mukosa dalam jangka
waktu lama yang dapat disebabkan oleh bakteri Helicobacterpylory, hal ini
juga beresiko pada kanker lambung apabila tidak segera ditangani.

c. Gastritis secara umum memiliki beberapa gejala yakni :


1. Menurunnya nafsu makan drastik.
2. Sering merasakan Mual dan muntah.
3. Sering bersendawa saat lapar.
4. Sakit perut, perut kembung, dan sesak dibagian ulu hati.
5. Kepala sering merasakan pusing.
6. Sulit tertidur karena adanya gangguan rasa sakit pada perut (Rukmana,
2018)

d. Faktor – faktor gastritis


1. Pola makan
Gastritis biasanya dapat disebabkan oleh pola makan dan diet yang
kurang tepat, baik dalam frekuensi maupun waktu yang tidak teratur,
Pengaturan pola makan yang tidak baik seperti sering mengonsumsi
makanan atau minuman yang bersifat mengiritasi (sangat asam, sangat
pedas atau sangat berbumbu), makan yang terlalu banyak dan cepat,
melakukan diet yang tidak tepat, gaya hidup yang serba instan sehingga
sering mengonsumsi makanan cepat saji menjadi faktor yang dapat
menyebabkan gastritis. Seseorang yang memiliki kebiasaan menunda
waktu makan atau melakukan diet yang tidak sesuai dengan pedoman diet
yang baik akan membuat perut kosong pada waktu yang lama dan berisiko
membuat asam lambung mengiritasi mukosa lambung sehingga akan
menimbulkan nyeri. Menurut (Tussakinah & Rahmah Burhan, 2017)
2. Penggunaan obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
Obat anti inflamasi non-steroid atau OAINS merupakan salah satu
obat yang paling banyak diresepkan dan digunakan untuk kasus trauma,
nyeri pasca operasi, dan nyeri lainnya. Beberapa efek samping NSAID
pada saluran pencernaan bisa ringan dan bersifat reversibel, serta hanya
beberapa yang dapat menjadi parah seperti menyebabkan penyakit maag,
perdarahan saluran cerna, dan perforasi. OAINS dapat merusak mukosa
lambung melalui dua mekanisme yakni: topikal dan sistemik. Kerusakan
mukosa secara topikal terjadi karena OAINS bersifat asam dan lipofilik,
sehingga mempermudah hidrogen masuk mukosa dan menimbulkan
kerusakan. Sedangkan kerusakan mukosa secara sistemik terjadi akibat
penurunan produksi prostaglandin dan mengurangi efek sitoproteksi
prostaglandin terhadap ketahanan mukosa lambung sehingga produksi
asam lambung akan meningkat dan membuat suasana lambung menjadi
sangat asam, hal tersebut juga akan meningkatkan risiko iritasi mukosa
lambung (Mansjoer et al., 2015).

3. Bakteri Helicobacter Pylori


Helicobacter Pylori merupakan suatu bakteri yang menyebabkan
peradangan pada lapisan lambung manusia dan dikenal sebagai etiologi
utama terjadinya ulkus peptikum dan gastritis yang bersifat kronis
(Nofantri, 2021).
4. Stres
Tingkat stres secara fisiologis dapat berpengaruh pada penurunan
sekresi Adrenocorticotropin Hormone (ACTH), penurunan sekresi ACTH
akan mengakibatkan peningkatan kadar kortisol dalam darah yang
nantinya juga akan menurunkan sintesis prostaglandin Kondisi stres juga
dapat meningkatkan produksi HCL pada lambung. (Mansjoer et al., 2015).
3. Remaja
a. Definisi remaja
Masa remaja (adolescene) merupakan masa terjadinya
perubahan yang berlangsung cepat dalam hal pertumbuhan fisik,
kognitif, dan psikososial. Masa ini merupakan masa peralihan dari
anak-anak menuju remaja yang ditandai dengan banyak perubahan,
di antaranya pertambahan massa otot, jaringan lemak tubuh, dan
perubahan hormon (Susetyowati, 2016)

b. Klarifikasi remaja
Menurut Dieny (2014) fase remaja dengan berbagai
perubahannya dapat dibedakan dalam 3 kategori berdasarkan
karakteristiknya, yaitu :

1. Remaja Awal (Early Adolescene)


Periode ini remaja berada pada rentang usia 10 – 14 tahun.
Remaja mengalami keheranan akan perubahan yang terjadi pada
tubuhnya sendiri dan dorongan yang menyertai perubahan-
perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran baru, kepekaan
dan mudah tertarik pada lawan jenis. Kepekaan yang berlebihan ini
ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan
remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
Karakteristik remaja awal antara lain :
- Perhatian pada bentuk tubuh dan citra tubuh
- Kepercayaan dan menghargai orang dewasa
- Kekhawatiran pada hubungan dengan teman sebaya
- Mencoba sesuatu yang dapat membuat dirinya terlihat lebih baik
atau mengubah citra tubuh mereka
- Ketidakstabilan perasaan dan emosi

2. Remaja Tengah (Middle Adolescene)


Periode ini remaja berada pada rentang usia 14 – 17 tahun.
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Mereka
sangat nyaman jika mempunyaibanyak teman di sekelilingnya. Ada
kecenderungan narcistic, yaitu mencintai diri sendiri, dengan
menyukai teman-teman yang punya sifat sama dengan dirinya.
Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak
tahu harus memilih yang mana; peka atau tidak peduli, ramai-ramai
atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dsb.
Karakteristik remaja tengah antara lain :
- Menciptakan citra tubuh
- Sangat besar dipengaruhi oleh teman sebaya
- Tidak mudah percaya pada orang dewasa
- Menganggap kebebasan menjadi sangat penting,
misalnya : jarang lagi makan bersama keluarga
- Pengalaman berharga pada perkembangan kognitif
- Bereksperimen, misalnya memilih menjadi vegetarian

3. Remaja Akhir (Late Adolenscene)


Periode ini remaja berada pada rentang 17 – 21 tahun.
Tahap ini merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan beberapa hal, antara lain minat yang makin mantap
terhadap fungsifungsi intelektual, egonya mencari kesempatan
untuk bersatu dengan orang lain dan pengalaman-pengalaman baru,
terbentuk identitas seksual yang tidak berubah lagi, mulai
menyeimbangkan antara kepentingan diri sendiri dengan orang
lain. Karakteristik remaja akhir yaitu :
- Berorientasi pada masa depan dan membuat rencana
- Meningkatnya kebebasan
- Konsisten pada nilai-nilai dan kepercayaan
- Mengembangkan hubungan yang lebih dekat atau tetap
B. Hasil penelitian Yang Berhubungan Dengan pola makan dengan
kekambuhan gastritis
Hasil penelitian yang dilakukan oleh herliyanti (2023) menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pola makan dengan kekambuhan gastritis pada
masyarakat di Wilayah Kerja Pustu Mantimin dengan hasil nilai sebesar Chi
Square hitung = 5.719 < Chi Square Tabel = 43.775 dengan hasil taraf sig 0,022 <
0.05. maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini
bermakna bahwa Terdapat hubungan antara pola makan dengan kekambuhan
gastritis pada masyarakat di Wilayah Kerja Pustu Mantimin. Pada risk estimate
untuk kekambuhan pada gastritis nilai odds ratio (OR) pada penelitian ini = 150
yang bermakna evaluasi dari hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis
mempunyai hubungan , Hasil penelitian ini memberikan pengalaman yang nyata
untuk melakukan observasi pada pasien Gastritis serta untuk menambah
pengetahuan peneliti khususnya mengenai pola makan pada pasien gastritis.
Selain itu, bagi pesien dapat memperhatikan pola makan mereka dan teratur
makan mereka pagi sore dan malam agar tidak terjadi keasaman pada lambung
mereka dan tidak terjadi
Hasil penelitian Ledis Defriantari Masuara (2023) yang menjelakan bahwa
Hasil penelitian pada pasien dengan pola makan kategori baik berjumlah 35
(41,2%) dan kategori kurang berjumlah 50 (58,8%). Kejadian gastritis pada pasien
dengan kategori akut berjumlah 39 (45,9%) dan kronis berjumlah 46 (54,1%)
dengan hasil penelitian yang didapatkan yaitu terdapat hubungan antara pola
makan dengan kejadian gastritis dengan p value =<0,000 Bila seseorang telat
makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan
berlebih dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulakan rasa nyeri di
sekitar epigastrium. Selain keluarnya asam lambung, kontraksi lapar juga akan
menghasilkan gerakan kontraksi yang kuat. Kontraksi ini sering terjadi bila
lambung dalam kondisi kosong dalam waktu yang lama (Ismi dkk, 2021)
Hasil penelitian Rukmana ( 2018) uji ststistik dengan menggunakan uji
chi square tentang hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di
SMA Negeri 1 Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan tahun 2022 menunjukkan
bahwa dari 205 responden, diperoleh nilai p = 0, 000 (<0,05). Dengan demikian
hasil diterima, berarti ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan
kejadian gastritis pada remaja di SMA Negeri 1 Teluk Dalam Kabupaten Nias
Selatan tahun 2022. Dimana mayoritas remaja dengan pola makan buruk memiliki
kejadian gastritis positif. Hasil penelitian dapat dilihat bahwa kejadian gastritis
remaja dipengaruhi oleh pola makan remaja tersebut. Pola makan dengan kejadian
gastritis memiliki hubungan yang erat, hal ini dikarenakan remaja dengan pola
makan tidak sehat berpeluang 1 kali untuk mengalami gastritis dibandingkan
dengan remaja yang memiliki pola makan sehat. Orang yang memiliki pola makan
tidak sehat berisiko untuk terkena gastritis dari pada orang yang memiliki pola
makan yang sehat. (Diliyana, 2020), semakin buruknya pola makan, akan lebih
berisiko terjadinya gastritis, begitu juga sebaliknya, jika pola makannya baik
maka kejadian gastritis pun akan berkurang (Amri, 2020)

C. Kerangka konsep

Pola makan Gastritis

Jenis pola makan : Faktor kekambuhan gastritis


1. Frekuensi makan 1. Pola makan
2. Jenis makan 2. Stress
3. Zat N
3. Porsi makan
4. Bakteri
4. Waktu makan

6.Faktor sosial kultural


1.Faktor genetik
7.Faktor psikis
2.Faktor lingkungan
8.Faktor keluarga
3.Faktor psikososial
9.Faktor individu
4.Faktor kesehatan
10.Faktor biologis
5.Faktor perkembangan
11.Faktor aktivitas fisik

Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


: Garis penghubung

Gambar 1. Kerangka konsep hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis


pada remaja

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan pernyataan sementara yang mencoba


menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. Hipotesis ini
dirancang untuk diuji kebenarannya berdasarkan fakta empiris atau data
yang diperoleh melalui penelitian.(wanto, 2024). Adapun hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0: Tidak ada hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis pada
remaja di Smp ...
Ha: Ada hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis pada remaja
di Smp ...
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan desain penelitian


Desain penelitian merupakan salah satu aspek penting dalam
merencanakan sebuah penelitian. Desain penelitian memiliki peran
krusial dalam menentukan metode yang akan digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian atau menguji kebenaran hipotesis yang diajukan.
Desain penelitian dapat beragam, tergantung pada tujuan penelitian,
variabel yang diteliti, dan jenis data yang ingin dikumpulkan. Penelitian
dapat menggunakan desain intervensional/eksperimental untuk mencari
hubungan sebab-akibat, atau menggunakan desain observasional untuk
mengamati dan menggambarkan fenomena yang ada tanpa melakukan
manipulasi.

B. Waktu dan tempat penelitian


Penelitian ini dilakukan di SMP X , waktu penelitian tanggal 06
mei – 31 mei 2024

C. Variabel penelitian
Menurut Sugiyono (2016:39) Variabel penelitian adalah suatu
atribut atau sifat atau nilai dari orang, atau obyek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
1. Variabel Dependen
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya
menentukan variabel lainya (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini
variabel dependen ialah kekambuhan gastritis pada remaja di Smp x ,
dengan instrument berupa kuesioner.

2. Variabel Independen
Variabel independen (bebas) ialah variabel yang nilainya
menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi,
diamati, serta diukur untuk mengetahui hubungan terhadap variabel
lainya (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini yang menjadi variabel
independent ialah pola makan

D. Definisi operasional variabel


E. Populasi dan sampel
F. Teknik pengumpulan data
G. Pengolahan dan analisis data
Daftar pustaka
Tussakinah, W., & Burhan, I. R. (2017). Hubungan Pola Makan dan Tingkat Stres
terhadap Kekambuhan Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Tarok Kota
Payakumbuh Tahun 2017. 9

Nirmalarumsari, C., & Tandipasang, F. (2020). Faktor Risiko Kejadian Gastritis


di Wilayah Kerja Puskesmas Bantilang Tahun 2019. Jurnal Ners Dan Kebidanan
(Journal of Ners and Midwifery), 7(2), 196–202.
https://doi.org/10.26699/jnk.v7i2.ART.p196-202

Wiwik Nolita, Isnaniar , Nurmayanti, (2023) Pola Makan Mahasiswa yang


Mengalami Gastritis di Fakultas Mipa dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Riau hal 3

Sulistyoningsih. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:


Graham Ilmu

Susetyowati. 2016. Gizi Remaja. Dalam Ilmu Gizi Teori Dan Aplikasi
(Penyunting Hardinsyah dan Supariasa, I.D.N). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.


Bandung
Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai