B. Aktivitas Terbang
a. Jarak terbang
Pada umumnya, nyamuk mampu terbang sejauh 350- 550 meter, misalnya Anopheles
sinensis jarak terbangnya mencapai 200 - 800 meter, Anopheles barbirostris mencapai 200
sampai 300 meter, tapi dari hasil beberapa penelitian, ada nyamuk yang bisa mencapa 1 – 2 km.
b. Waktu terbang(feeding time)
Pada malam hari nyamuk anopheles aktif menghisap daerah hospes. Nyamuk anopheles menghisap
darah berbeda-beda tergantung spesiesnya.
1) Nyamuk Anopheles sundaicus à 22.00-01.00
2) Namyuk Anopheles maculatus à 21.00-03.00
3) Nyamuk Anopheles barbirostris à23.00-05.00
4) Nyamuk Anopheles tesselatus à 17.00-18.00
5) Nyamuk Anopheles
aconitus, A. annularis, A. kochi, A. sinensis, A. vagus à sebelum jam 00.00 (20.00-
23.00)
6) nyamuk Anopheles farauti, A. koliensis, A. leucosphyrosis, A. untetullatus à diatas jam
00.00
(Depkes RI, 2004)
sumber lain :
1. Perilaku Mencari Darah.
Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu.
Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn hari. apabila
dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang
aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari.
b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan.
Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat
diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar
rumah dan endofagik yang lebih senang mencari
darah didalam rumah.
c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah.
Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih
senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan
golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu.
d. Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali
selama hidupnya
Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan
darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari darah.
Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, dan
disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam.
2. Perilaku Istirahat.
Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu
menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang
aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan
aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata mempunyai perilaku
yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah
(AnAconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi
(An.Sundaicus). Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk
menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun
sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat.
2.1 Mekanisme
1. Pengendalian kimiawi
Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida untuk peracunan.
Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih efektif namun berdampak masalah gangguan
kesehatan karena penyebaran racun tersebut menimbulkan keracunan bagi petugas penyemprot
maupun masyarakat dan hewan peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an yang menjadi titik
tolak kegiatan kesehatan secara nasional (juga merupakan tanggal ditetapkannya Hari Kesehatan
Nasional), ditandai dengan dimulainya kegiatan pemberantasan vektor nyamuk menggunakan bahan
kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk pedesaan. Hasilnya sangat baik karena
terjadi penurunan densitas nyamuk secara drastis, namun efek sampingnya sungguh luar biasa
karena bukan hanya nyamuk saja yang mati melainkan cicak juga ikut mati keracunan (karena
memakan nyamuk yang keracunan), cecak tersebut dimakan kucing dan ayam, kemudian kucing
dan ayam tersebut keracunan dan mati, bahkan manusia jugs terjadi keracunan Karena menghirup
atau kontak dengan bahan kimia tersebut melalui makanan tercemar atau makan ayam yang
keracunan.
Selain itu penggunaan DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek kekebalan tubuh pada nyamuk
sehingga pada penyemprotan selanjutnya tidak banyak artinya. Selanjutnya bahan kimia tersebut
dilarang digunakan. Penggunaan bahan kimia pemberantas serangga tidak lagi digunakan secara
missal, yang masih dgunakan secra individual sampai saat ini adalah jenis Propoxur (Baygon).
Pyrethrin atau dari ekstrak tumbuhan/bunga-bungaan.
Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan fogging bahan kimia jenis
Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk Aedes digunakan bahan larvasida jenis Abate yang
dilarutkan dalam air. Cara kimia untuk membunuh tikus dengan menggunakan bahan racun arsenic
dan asam sianida. Arsenik dicampur dalam umpan sedangkan sianida biasa dilakukan pada gudang-
gudang besar tanpa mencemai makanan atau minuman, juga dilakukan pada kapal laut yang dikenal
dengan istilah fumigasi. Penggunaan kedua jenis racun ini harus sangat berhati-hati dan harus
menggunakan masker karena sangat toksik terhadap tubuh manusia khususnya melalui saluran
pernafasan.
Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya adalah bahan attractant dan
repellent. Bahan Attractant adalah bahan kimia umpan untuk menarik serangga atau tikus masuk
dalam perangkap. Sedangkan repellent adalah bahan/cara untuk mengusir serangga atau tikus tidak
untuk membunuh. Contohnya bahan kimia penolak nyamuk yang dioleskan ke tubuh manusia
(Autan, Sari Puspa, dll) atau alat yang menimbulkan getaran ultrasonic untuk mengusir tikus
(fisika).
2. Pengendalian Fisika-Mekanika
Cara ini menitikberatkan kepada pemanfaatan iklim/musim dan menggunakan alat penangkap
mekanis antara lain :
a. Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga
b. Pemasangan jarring
c. Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik atau menolak (to attrack and to repeal)
d. Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan binatang penganggu.
e. Pemanfaatan kondisi musim/iklim untuk memberantas jentik nyamuk.
f. Pemanfaatan suara untuk menarik atau menolak vektor dan binatang pengganggu.
g. Pembunuhan vektor dan binatang pengganggu menggunakan alat pembunuh (pemukul, jepretan
dengan umpan, dll)
h. Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari sarangnya sekaligus
peracunan.
i. Pembalikan tanah sebelum ditanami.
j. Pemanfaatan arus listrik dengan umpan atau attracktant untuk membunuh vektor dan binatang
pengganggu (perangkap serangga dengan listrik daya penarik menggunakan lampu neon).
3. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :
a. Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab penyakitnya. Untuk ini
perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang paling efektif dan efisien
mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana caranya untuk melakukan
pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini apabila populasi vektor sudah
terkendali jumlahnya.
b. Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga steril dan
menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi tidak dapat menetas.
Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih perlu dikaji.
Pengendalian vektor malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif,
Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :
a) Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi penularan (ada
vektor) dan tingkat penularannya memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah
pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3% .
b) Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua
metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau
menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat.
c) Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan secara
berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus
dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan
dan pengobatan penderita.
d) Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat
(Depkes RI, 2005)
3.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Terwujudnya masyarakat yang hidup sehat dan terbebas dari Malaria secara
bertahap sampai tahun 2030.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan komitmen para penentu kebijakan mulai dari pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota, khususnya di daerah endemis Malaria untuk melakukan Eliminasi Malaria.
b. Meningkatkan kapasitas petugas kesehatan dalam pengendalian Malaria.
c. Meningkatkan kesadaran dan aksi nyata para mitra untuk berperan aktif dalam Eliminasi Malaria.
d. Meningkatkan penyebarluasan informasi melalui media massa lokal.
e. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dan masyarakat untuk berperilaku hidup
bersih dan sehat dalam upaya pencegahan
Malaria.
3.3 Sasaran
1. Seluruh sarana pelayanan kesehatan mampu melakukan pemeriksaan parasit Malaria pada tahun
2010.
2. Seluruh wilayah Indonesia sudah memasuki tahap pra-Eliminasi pada tahun 2020.
3. Seluruh wilayah Indonesia sudah mencapai Eliminasi Malaria pada tahun 2030.
4. Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit bersumber binatang dengan angka
penemuan kasus Malaria sebesar 1 per 1000 penduduk
5. Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan mapping vektor sebesar 70%.
6. Persentase KLB Malaria yang dilaporkan dan ditanggulangi sebesar 100%.
3.4 Program
a. Tahapan Pemberantasan adalah mengurangi tingkat penularan Malaria di satu wilayah minimal
kabupaten/kota.
b. Tahap Pra Eliminasi adalah mengurangi jumlah fokus aktif dan mengurangi penularan setempat
di satu wilayah minimal kabupaten/kota.
c. Tahap Eliminasi adalah menghilangkan fokus aktif dan menghentikan penularan setempat di satu
wilayah, minimal kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap tersebut kasus penularan setempat nol
(tidak ditemukan lagi).
d. Tahap Pemeliharaan (Pencegahan Penularan Kembali) adalah mencegah munculnya kembali
kasus dengan penularan setempat. Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pemeliharaan adalah
individu kasus positif, khususnya kasus impor.
• Tahap Pemberantasan
1) Penemuan & tatalaksana penderita
Mengobati semua penderita malaria dengan obat malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan RI (menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
2) Pencegahan & penanggulangan faktor risiko, Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara
massal maupun integrasi dengan program/sektor lain di lokasi endemis malaria.
3) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah, Meningkatkan cakupan dan kualitas
pencatatan-pelaporan tentang angka kesakitan malaria serta hasil kegiatan.
4) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), Meningkatkan peran aktif masyarakat
antara lain melalui pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes) di daerah terpencil.
5) Peningkatan SDA Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.
• Tahap Pra-Eliminasi
1) Penemuan & tatalaksana penderita, Menemukan semua penderita malaria dengan
konfirmasi mikroskopis di Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan
kesehatan swasta.
2) Pencegahan & penanggulangan faktor risiko, Melakukan pengendalian vektor dengan metode
lain yang sesuai untuk menurunkan reseptivitas, seperti manajemen lingkungan, larvasidasi, dan
pengendalian vektor secara hayati.
3) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah, Memperkuat sistem informasi kesehatan
sehingga semua penderita dan kematian malaria serta hasil kegiatan dapat dicatat dan dilaporkan.
4) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), Menggalang kemitraan dengan berbagai
program, sektor, LSM, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.
5) Peningkatan SDA Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.
• Tahap Eliminasi
1) Penemuan & tatalaksana penderita, Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan
obat malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini
menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
2) Pencegahan & penanggulangan faktor risiko, Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu
berinsektisida) dan resistensi vektor.
3) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah, Melaksanakan surveilans migrasi untuk
mencegah masuknya kasus impor.
4) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), Meningkatkan promosi kesehatan dan
kampanye eliminasi malaria.
5) Peningkatan SDA, Melaksanakan pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Puskesmas dan
rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta terutama di daerah reseptive
untuk menjaga kualitas pemeriksaan sediaan darah.
• Tahap Pemeliharaan
1) Penemuan & tatalaksana penderita
Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria efektif dan aman yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini menggunakan Artemisinin Combination
Therapy).
2) Pencegahan & penanggulangan faktor risiko
Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang tinggi, untuk menurunkan
reseptivitas bila perlu dilakukan pengendalian vektor yang sesuai di lokasi tersebut, seperti
larvasidasi atau manajemen lingkungan.
3) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
Melaporkan dengan segera semua kasus positif yang ditemukan.
4) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
Melakukan integrasi dengan program lain dalam kegiatan penurunan reseptivitas.
5) Peningkatan SDA
Melakukan refreshing dan motivasi kepada petugas mikroskopis agar tetap menjaga kualitas dalam
pemeriksaan sediaan darah.