MODUL 2
PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I),
IMUNOLOGI, DAN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pencegahan/perlindungan terhadap penyakit infeksi dihubungkan dengan
suatu kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Kekebalan aktif
adalah perlindungan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan seseorang
sendiri. Jenis kekebalan ini biasanya menetap seumur hidup. Kekebalan pasif
adalah perlindungan yang diberikan oleh zat-zat yang dihasilkan oleh hewan
atau manusia yang diberikan kepada orang lain, biasanya melalui suntikan.
Kekebalan pasif sering memberikan perlindungan yang efektif, tetapi
perlindungan ini akan menurun setelah beberapa minggu atau bulan.
Dari penyakit menular yang telah ditemukan, sampai saat ini di Indonesia
baru 8 (delapan) macam yang diupayakan pencegahannya melalui program
imunisasi yang selanjutnya kita sebut Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I).
Sejak dimulainya program imunisasi di Indonesia pada tahun 1956 dengan
imunisasi cacar, saat ini telah dikembangkan menjadi 8 (delapan) jenis
vaksinasi yaitu BCG, Campak, OPV/ IPV, DPT-HB-Hib, DT, Td, TT, dan
Hepatitis B untuk bayi baru lahir.
Untuk mencapai tujuan pelayanan imunisasi dengan baik, karakteristik vaksin
harus kita ketahui secara benar meliputi komposisi, kemasan, penyimpanan,
indikasi, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang mungkin bisa terjadi.
Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI/Adverse Event Following
Immunization) adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi,
baik berupa reaksi vaksin ataupun efek simpang, toksisitas, reaksi
sensitivitas, efek farmakologis; atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi
suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Pada keadaan
tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (artritis kronik
pasca vaksinasi rubella), atau bahkan sampai 6 bulan (infeksi virus campak
vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan
polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non
imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Modul ini dirancang dalam tiga bagian sebagai berikut:
8
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
6) Vaksin Campak
7) Vaksin Hepatitis B
8) Vaksin DPT/HB/Hib (Diphteri Pertusis Tetanus/ HepatitisB/
Hemophilus Influenza type B)
III. BAHAN BELAJAR
1. Indonesia, Departemen Kesehatan RI. 2005. Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1611/Menkes/SK/ XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi. Ditjen PP & PL Depkes RI : Jakarta.
2. Indonesia, Ditjen PP & PL, Depkes RI. 2005. Pedoman Teknis
Imunisasi Tingkat Puskesmas. Ditjen PP & PL Depkes RI : Jakarta.
3. Indonesia, Ditjen PP & PL Depkes RI dan PATH. 2005. Modul 1,2,3,4,5
& 6 Pelatihan Safe Injection. Ditjen PPM & PL Depkes RI : Jakarta
IV. URAIAN MATERI
A. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
1. Jenis Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia
adalah:
a. Difteri
b. Pertusis
c.Tetanus
d. Tuberkulosis
e. Campak
f. Poliomielitis
g. Hepatitis B
h. Hemofilus influenza tipe B
i. Meningitis
j. Rabies
k.Dan penyakit lain yang tidak termasuk dalam program imunisasi
nasional seperti Rubela, Tifoid, Influenza, Pneumokokus,
Rotavirus, Mumps, Japanese Encephalitis, Varicela, Human
Papiloma Virus, Hepatitis A
2. Gejala Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
a. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui
kontak fisik dan pernafasan. Gejala awal penyakit adalah
radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan.
10
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
b. Pertusis
Disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui percikan ludah
(droplet infection) yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala
penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam, dan batuk
ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi parah dan
menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi
pertusis adalah pneumania bacterialis yang dapat menyebabkan
kematian.
c. Tetanus
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang
menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang
ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk ke dalam luka yang
dalam . Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang,
disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat dan demam.
11
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
e. Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus viridae
measles. Disebarkan melalui udara (percikan ludah) sewaktu
bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal penyakit adalah
demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjunctivitis (mata
merah). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian
menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki.
12
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
13
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
1. Sistem Kekebalan
Imunologi merupakan suatu ilmu yag sangat kompleks, tetapi disadari
bahwa adanya pengertian tentang fungsi dasar dari sistem kekebalan
akan sangat berguna untuk mengerti bagaimana vaksin itu bekerja
dan untuk penggunaan yang tepat.
Perlindungan terhadap penyakit infeksi dihubungkan dengan suatu
kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Kekebalan aktif
adalah perlindungan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan
seseorang sendiri. Jenis kekebalan ini biasanya menetap seumur
hidup. Kekebalan pasif adalah perlindungan yang diberikan oleh zat-
zat yang dihasilkan oleh hewan atau manusia yang diberikan kepada
orang lain, biasanya melalui suntikan. Kekebalan pasif sering
memberikan perlindungan yang efektif, tetapi perlindungan ini akan
menurun setelah beberapa minggu atau bulan.
Sistem kekebalan adalah suatu sistem yang rumit dari interaksi sel di
mana tujuan utamanya adalah mengenali adanya antigen. Antigen
dapat berupa virus atau bakteri yang hidup atau yang sudah
diinaktifkan. Perlindungan terhadap antigen oleh sistem kekebalan
tubuh disebut juga respon imun yaitu melalui produksi antibodi
(immunoglobulin). Respon imun yang paling efektif dihasilkan dari
antigen hidup, tetapi untuk menghasilkan suatu respon imun tidak
harus diperlukan suatu antigen yang hidup, seperti infeksi alamiah,
beberapa protein seperti HBsAg dengan mudah dikenali oleh sistem
kekebalan.
Zat lain, misalnya polisakarida (rantai panjang dari molekul glukosa
yang melapisi dinding sel bakteri tertentu) merupakan zat antigen
yang kurang efektif sehingga kekebalan yang dibentuk tidak
memberikan perlindungan yang baik, maka diperlukan pengulangan
untuk mendapatkan kekebalan yang lebih sempurna.
Reaksi kekebalan biasanya bersifat spesifik sesuai dengan
antigennya. Misalnya antibodi yang dihasilkan oleh virus campak tak
ada efeknya terhadap virus rubella dan virus influenza.
a. Kekebalan pasif
Kekebalan pasif dapat terjadi dengan pemberian antibodi yang
berasal dari hewan atau manusia kepada manusia lain. Kekebalan
pasif memberikan perlindungan terhadap beberapa infeksi tetapi
bersifat sementara. Kadar antibodi akan berkurang setelah
beberapa minggu atau bulan, dan penerima tidak lagi kebal
terhadap penyakit tersebut.
Bentuk yang paling umum dari kekebalan pasif adalah bayi yang
menerima kekebalan dari ibunya. Antibodi disalurkan melalui
plasenta pada 1-2 bulan akhir kehamilan, sehingga seorang bayi
akan mempunyai antibodi seperti yang dipunyai oleh ibunya.
Antibodi ini akan melindungi bayi dari penyakit tertentu sampai
15
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
1) Imunoglobulin
Diperoleh dengan mengumpulkan antibodi imunoglobulin (IgG)
dari ribuan donor dewasa. Karena berasal dari banyak donor
yang berbeda, maka mengandung badge antibodi karena
banyak antigen yang berbeda. Terutama digunakan untuk post
exposure hepatitis A dan campak.
2) Homolog human hiperimun globulin
Merupakan produk antibodi yang berisi antibodi spesifik
dengan titer tinggi, dibuat dari plasma darah manusia.
Bagaimanapun, karena hiperimun globulin dibuat dari plasma
manusia maka mengandung juga antibodi-antibodi lainnya
dalam jumlah kecil. Hiperimun globulin ini digunakan untuk
profilaksis post exposure beberapa penyakit, termasuk
hepatitis B, rabies, tetanus dan varicella.
3) Heterolog hiperimun serum (anti toksin)
Produk ini berasal dari binatang, biasanya dari kuda dan
mengandung satu macam antibodi. Digunakan misalnya untuk
mengobati kasus difteria dan botulism. Masalah yang dapat
timbul oleh produk ini adalah reaksi serum sickness yaitu
suatu reaksi alergi terhadap protein kuda.
b. Kekebalan aktif
Kekebalan aktif terjadi sebagai akibat stimulasi sistem imunologi
yang menghasilkan antigen spesifik humoral (antibodi) dan
kekebalan selular. Tidak seperti kekebalan pasif, kekebalan aktif
biasanya dapat bertahan untuk beberapa tahun dan sering sampai
seumur hidup.
Salah satu cara untuk mendapatkan kekebalan aktif adalah bila
seseorang menderita sesuatu penyakit. Secara umum dapat
dikatakan, setelah seseorang sembuh dari suatu penyakit mereka
16
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
17
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Vaksin hidup derivat dari virus atau bakteri liar (wild), yang
kemudian dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan cara
kultur ulang. Misalnya vaksin campak yang digunakan sekarang
berasal dari virus yang diisolasi dari seseorang anak pada tahun
1954. Diperlukan hampir 10 tahun melalui pembiakan ulang untuk
mengubah virus liar menjadi vaksin.
Untuk menghasilkan reaksi kekebalan, vaksin live attenuated
harus dapat berkembang biak di dalam tubuh orang yang
diimunisasi. Dosis relatif kecil daripada virus atau bakteri yang
diberikan, kemudian berkembang biak di dalam tubuh sehingga
cukup untuk merangsang suatu reaksi kekebalan. Semua faktor
yang dapat merusak organisme di dalam vial (misalnya suhu dan
sinar) atau yang mempengaruhi berkembang biaknya organisme
di dalam tubuh (misalnya antibodi yang ada) dapat menyebabkan
vaksin menjadi tidak efektif.
Meskipun vaksin live attenuated berkembang biak, mereka tidak
menyebabkan penyakit seperti pada virus atau bakteri liar.
Apabila vaksin tersebut menyebabkan ”penyakit” biasanya ringan
dan ini disebut sebagai ”efek simpang vaksin”.
Reaksi kekebalan yang disebabkan vaksin hidup dapat dikatakan
sama dengan yang ditimbulkan oleh infeksi alamiah. Sistem
kekebalan tidak membedakan infeksi yang berasal dari vaksin
hidup atau dari virus liar. Biasanya vaksin hidup cukup diberikan
sebagai dosis tunggal (BCG), kecuali yang diberikan secara oral
(thypoid oral).
Vaksin hidup dapat menimbulkan reaksi yang serius dan fatal
karena pertumbuhan yang tak terkendali dari virus vaksin. Ini
hanya terjadi pada orang dengan defisiensi imun seperti anak
yang menderita leukemia, pengobatan dengan obat tertentu
(steroid jangka panjang, sitostatika) atau infeksi HIV.
Secara teori, virus vaksin pada kondisi tertentu dapat kembali
menjadi bentuk patogen seperti virus aslinya, ini diketahui dapat
terjadi pada vaksin polio (Vaccine Derived Polio Virus/ VDPV).
Kekebalan aktif dari vaksin hidup mungkin tak terjadi karena
pengaruh antibodi yang beredar di dalam darah. Antibodi yang
berasal dari manapun (transplasental atau transfusi) dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin dan menyebabkan tidak
ada reaksi kekebalan terhadap vaksin (dikenal sebagai
”kegagalan vaksin”). Vaksin campak merupakan vaksin yang
paling sensitif terhadap adanya antibodi dalam darah, sedangkan
vaksin polio dan rotavirus hanya sedikit dipengaruhi antibodi
dalam darah. Vaksin hidup sangat labil dan dapat rusak oleh suhu
tinggi dan cahaya oleh karena itu harus disimpan dengan hati-
hati.
18
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Vaksin hidup yang ada sekarang berasal dari virus ialah campak,
gondongan (mumps), rubella, polio, yellow fever dan cacar air
(varicella). Vaksin hidup yang berasal dari bakteri adalah BCG
dan tifoid oral.
b. Vaksin inactived
Vaksin ini dihasilkan dengan menumbuhkan bakteri atau virus
pada media kultur, kemudian diinaktifkan dengan pemanasan
atau secara kimiawi (pada umumnya dengan formalin).
Pada vaksin fraksional, organisme dimurnikan hanya bagian-
bagian yang diperlukan misalnya polisakarida dari pneumokokus,
diambil dari kapsul luar.
Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak bisa berkembang biak.
Seluruh dosis antigen diberikan melalui suntikan dan vaksin ini
tidak menyebabkan ”penyakit”, meskipun pada kasus defisiensi
imun.
Tidak seperti vaksin hidup, maka antigen inaktif tidak dipengaruhi
oleh antibodi yang beredar. Vaksin jenis ini dapat diberikan
meskipun ada antibodi (contoh pada bayi atau pasca pemberian
produk darah yang mengandung antibodi).
Vaksin inaktif selalu memerlukan dosis ulang. Pada umumnya
dosis pertama tidak menghasilkan kekebalan, hanya rangsangan
pada sistem kekebalan. Perlindungan akan timbul setelah
suntikan kedua dan ketiga.
Berbeda dengan vaksin hidup, di mana reaksi kekebalannya
hanya sama dengan infeksi alami (kekebalan selular dominan),
reaksi kekebalan pada vaksin inactivated paling dominan adalah
kekebalan humoral dan sedikit atau tidak ada kekebalan seluler.
Titer antibodi yang dihasilkan oleh vaksin inaktif akan berkurang
dengan berjalannya waktu. Sehingga untuk beberapa vaksin
inaktif diperlukan dosis tambahan (ulangan) untuk menaikkan titer
antibodi (booster).
Ketika tidak ditemukan antigen yang dapat dipakai sebagai
vaksin, maka vaksin dibuat dari ”sel utuh”. Vaksin yang berasal
dari sel utuh bakteri, sangat reaktogenik (seringkali menyebabkan
reaksi simpang yang merugikan). Ini disebabkan karena reaksi
dari komponen bakteri yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
memberikan perlindungan.
Saat ini vaksin inaktif utuh: berasal dari sel virus utuh (Influenza,
polio, rabies, hepatitis A) dan bakteri inaktif utuh (pertussis,
typhoid, cholera, pes). Vaksin inaktif fraksional: subunit (hepatitis
B, influenza, acellular pertussis, typhoid injeksi), toxoid (difteri,
tetanus, botulinum), polisakarida murni (pneumococcal,
19
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
1. Penggolongan Vaksin
20
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
21
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Efek simpang:
Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG adalah wajar, suatu
pembengkakan kecil, merah, lembut biasanya timbul pada daerah bekas suntikan,
yang kemudian berubah menjadi vesikel kecil, dan kemudian menjadi sebuah ulkus
kecil dalam waktu 2-4 minggu. Reaksi ini biasanya hilang dalam 2-5 bulan, dan
umumnya pada anak-anak meninggalkan bekas berupa jaringan parut dengan
diameter 2-10 mm. Jarang sekali nodus atau ulkus tetap bertahan. Kadang-kadang
pembesaran getah bening pada daerah ketiak dapat timbul 2-4 bulan setelah
imunisasi. Sangat jarang sekali kelenjar getah bening tersebut menjadi supuratif.
Suntikan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan abses dan jaringan parut..
b. Vaksin TT
Diskripsi :
Vaksin TT merupakan suspense kolodial homogen berwarna
putih susu dalam vial gelas, mengandung toksoid tetanus
murni, teradsorbsi kedalam aluminium fosfat.
Gambar 3
Indikasi :
Vaksin TT
Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap tetanus dan
perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia
subur.
Cara pemberian dan dosis :
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu
agar suspensi menjadi homogen.
Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2
dosis primer yang disuntikkan secara intra muskular atau
subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan
interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga
setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan
kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur,
maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis keempat dan
kelima diberikan dengan interval minimal 1 tahun
setelah pemberian dosis ketiga dan keempat. Imunisasi
TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan
bahkan pada periode trimester pertama.
Sebelum vaksin dipergunakan, periksa dahulu masa
kadaluarsa dan label VVM
22
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Kontra indikasi:
Gejala-gejala berat karena dosis TT sebelumnya.
Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
Imunisasi sebaiknya tidak diberikan pada keadaan
demam atau infeksi akut. Pada demam ringan (minor
afebrille illness) seperti injeksi ringan pada pernapasan
bagian atas, imunsasi dapat diberikan.
Efek Simpang :
Efek simpang jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang
gejala demam.
c. Vaksin DT
Diskripsi :
Vaksin DT merupakan suspensi kolodial homogen
Gambar 4 berwarna putih susu dalam vial gelas, mengandung
toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang
Vaksin DT
teradsorbsi kedalam alumunium fosfat.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri
dan tetanus pada anak-anak.
Cara pemberian dan dosis :
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih
dahulu agar suspensi menjadi homogen
Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan
dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun.
Untuk usia 8 tahun atau lebih dianjurkan
imunisasi dengan vaksin Td.
Sebelum vaksin dipergunakan, periksa dahulu
masa kadaluarsa dan label VVM.
Kontra indikasi:
Dosis kedua DT jangan diberikan apabila anak
menderita reaksi berat terhadap dosis
sebelumnya.
Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin..
Efek Simpang :
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat
23
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
e. Vaksin Campak
24
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Diskripsi :
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak
Gambar 6
kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan
Vaksin Campak tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg
dan Pelarut residu erythromycin.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit
campak.
Cara pemberian dan dosis :
Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu
harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah
tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan
pada lengan kiri atas, pada usia 9–11 bulan. Dan
ulangan (booster) pada usia 6–7 tahun (kelas 1 SD)
setelah catch-up campaign campak pada anak
Sekolah Dasar kelas 1 – 6
Sebelum vaksin dipergunakan, periksa dahulu masa
kadaluarsa dan label VVM.
Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan
sebelum lewat 6 jam
Kontra indikasi:
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency
atau individu yang diduga menderita gangguan
respon imun karena leukemia, limfoma.
Vaksin ini sebaiknya tidak diberikan bagi; orang yang
alergi terhadap dosis vaksin campak sebelumnya,
wanita hamil karena efek vaksin campak terhadap
janin belum diketahui; orang yang alergi terhadap
anamisin dan eritromisin, anak yang memiliki
kerentanan tinggi terhadapa protein telur.
Efek Simpang:
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3
hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.
f. Vaksin Hepatitis B
25
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Diskripsi :
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan
yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-
infecious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan
Gambar 8 dalam sel ragi (Hansenula polymorpha)
Kemasan Vaksin menggunakan teknologi DNA rekombinan.
g. Vaksin DPT-HB-Hib
26
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Diskripsi :
Vaksin DTP-HB-Hib (Vaksin Jerap Difteri,
Tetanus, Pertusis, Hepatitis B Rekombinan,
Haemophilus influenzae tipe b) berupa suspensi
homogen yang mengandung toksoid tetanus dan
difteri murni, bakteri pertusis (batuk rejan)
inaktif,antigen permukaan hepatitis B (HBsAg)
murni yang tidak infeksius, dan komponen Hib
sebagai vaksin bakteri sub unit berupa
kapsul polisakarida Haemophilus influenzae
tipe b tidak infeksius yang dikonjugasikan
Gambar kepada protein toksoid tetanus. HBsAg
Vaksin DPT-HB-Hib diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan
pada sel ragi. Vaksin dijerap pada aluminium
fosfat. Thimerosal digunakan sebagai pengawet.
Polisakarida berasal dari bakteri Hib yang
ditumbuhkan pada media tertentu, dan
kemudian dimurnikan melalui serangkaian
tahap ultrafiltrasi
Indikasi :
Vaksin digunakan untuk pencegahan
terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk
rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b secara simultan.
Cara pemberian dan dosis :
Vaksin harus disuntikkan secara
intramuskular.
Penyuntikan sebaiknya dilakukan pada
anterolateral paha atas.
Penyuntikan pada bagian bokong anak
dapat menyebabkan luka saraf siatik dan
tidak dianjurkan.
Suntikan tidak boleh diberikan ke dalam kulit
karena dapat meningkatkan reaksi lokal.
Satu dosis anak adalah 0,5 ml.
Sebelum vaksin dipergunakan, periksa
dahulu label VVM.
Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin, atau
reaksi berat terhadap dosis vaksin kombinasi
sebelumnya atau bentuk-bentuk reaksi sejenis
lainnya merupakan kontraindikasi absolut
27
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
h. Vaksin Td
Diskripsi :
vaksin Td merupakan suspensi berwarnaputih dalam
vial gelas, mengandung toksoid tetanus dan toksoid
difteri, dengan komponen difteri yang rendah, yang
Gambar telah dimurnikan dan teradsorbsi pada alumunium
Vaksin Td fosfat.
Indikasi :
Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri
pada individu mulai usia 7 tahun.
Cara pemberian dan dosis :
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih
dahulu agar suspensi menjadi homogen
Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan
dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml
Sebelum vaksin dipergunakan, periksa dahulu
label VVM.
28
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Kontra indikasi
Dosis kedua dan selanjutnya jangan diberikan pada
individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis
sebelumnya
Efek simpang
Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20-
30%) serta demam (4,7%)
LATIHAN SOAL
A. Tuberkulosis
B. Campak
C. HIV
D. Difteri
3. Berikut ini adalah vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze sensitive = FS),
kecuali:
A. BCG
B. Hepatitis B
C. DPT
D. TT
4. Berikut ini adalah vaksin yang sensitif terhadap panas (Heat sensitive = HS),
kecuali:
A. BCG
B. Campak
C. Polio
D. Hepatitis B
31
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
32
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
REFERENSI
2. Indonesia, Ditjen PP & PL, Depkes RI. 2005. Pedoman Teknis Imunisasi
Tingkat Puskesmas. Ditjen PP & PL Depkes RI : Jakarta.
3. Indonesia, Ditjen PP & PL Depkes RI dan PATH. 2005. Modul 1,2,3,4,5 & 6
Pelatihan Safe Injection. Ditjen PPM & PL Depkes RI : Jakarta
33
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI