Anda di halaman 1dari 27

SURVEILANS PD3I DAN TATA CARA

PELAPORAN KASUS

Disampaikan pada

SEMINAR NASIONAL
PENINGKATAN KAPASITAS PETUGAS KESEHATAN
TENTANG SURVEILANS PD3I DALAM UPAYA PERCEPATAN
PENCAPAIAN TARGET GLOBAL & NASIONAL
SELASA, 16 NOVEMBER 2021

drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes


SURVEILANS PD3I

OUTLINE
TATA CARA PELAPORAN KASUS PD3I
SURVEILANS PENYAKIT YANG
DAPAT DI CEGAH DENGAN
IMUNISASI (PD3I)
Mengapa Bisa Muncul KLB dan Kenapa Harus
Imunisasi dengan Cakupan Tinggi

TIDAK ADA IMUNISASI ADA IMUNISASI

PENULA RENTAN PENULA RENTAN PENULAR/SAKIT IMUNISAS RENTAN


Bakteri
R atau virus sangat mudahRmenular dari PENULAR ke Kelompok rentan secaraI tidak langsung terlindungi oleh
populasi rentan (tidak ada imunisasi) anak/orang dengan imunisasi
PERAN SURVEILANS
Terlambat
dilaporkan atau
tidak dilaporkan

Verifikasi
rumor Deteksi dini
dari surveillans
→ penanganan
dini

ORI/Imunisasi
massal, pemberian
obat pencegahan

• Menemukan kasus sedini mungkin → mencegah terjadi penularan yang lebih luas
• Melakukan upaya containment → pelacakan kontak, karantina dan isolasi
• Upaya Eradikasi dan Eliminasi → menemukan suspek untuk dibuktikan secara laboratorium bukan
karena pathogen yang akan di-eliminasi atau di-eradikasi
SURVEILANS AFP
• Pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh akut (AFP) pada anak
usia < 15 tahun yang merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit polio.
• Surveilans AFP mencari kasus AFP bukan mencari kasus polio.
• Satu kasus AFP yang hasil laboratoriumnya positif Polio → KLB POLIO

15/11/2021 dr.Cornelia Hesadarma 6


Definisi LUMPUH LAYUH AKUT atau
AFP (Acute Flaccid Paralysis)
KRITERIA LUMPUH LAYUH AKUT/AFP:
• Semua anak UMUR kurang dari 15 THN
• LUMPUH yang sifatnya LEMAS/LAYUH
(flaccid)
• Penurunan power yang mengarah ke flaccid
sudah dapat dianggap sebagai kelumpuhan.
• Terjadi MENDADAK dalam 1 – 14 HARI
• Bukan disebabkan trauma

Bila ada keraguan ➔LAPORKAN


sebagai kasus AFP

11/15/2021 dr. Cornelia Hesadarma 7


APAKAH KASUS AFP ITU ADALAH POLIO ?

➢ Kasus AFP BELUM TENTU POLIO


➢ Setiap kasus AFP yang ditemukan harus diikuti dengan pengambilan
spesimen TINJA.
➢ Untuk menentukan bukan polio ➔ TINJA kasus harus diambil:
✓ Diambil 2 kali dengan jarak tinja pertama
AGAR
dan tinja kedua minimal 24 jam
SPESIMEN
✓ Diambil dalam 14 hari sejak anak
ADEKUAT
mulai lumpuh

Mengapa harus segera ditindaklanjuti


dengan pengambilan spesimen tinja?

Virus Polio kemungkinan besar


ditemukan di tinja dalam 14 hari
pertama setelah mulai lumpuh
DAFTAR DIAGNOSIS KASUS AFP YANG DILAPORKAN DALAM SURVEILANS AFP

1 . ANEMIA APLASTIC DENGAN AFP 17 MONONEURITIS


2 . ARTHRITIS 18 MONOPARESIS
19 MYALGIA
AFP bukan
3 . BRAIN TUMOR
20 MYELITIS Diagnosis
4. BRONCHOPNEUMONIA DENGAN AFP
21 MYELOPATHY
5. CEREBRALPALSY
22 MYOSITIS
6. DIARHEA DENGAN AFP 34 S.L.E
23 NEURALGIA
7. DUCHENE MUSCULAR DYSTROPHY 24 NEURITIS 35 SPINALMUSCULARATROPHY
8. ENCEPHALITIS DENGAN AFP 36 SPONDILITISTB
25 NEUROBLASTOMA
37 TETRAPARESIS
9. FEBRIS DENGAN AFP 26 NEUROPPATHY
38 VIRAL INFECTION DENGAN AFP
10. HEMIPARESIS 27 PARALYSIS
11. HYPOKALEMIA 28 PARAPARESIS
12. LEUKEMIA 29 PARESIS N VII
13. MALARIA DENGAN AFP 30 POLIOMYELITIS
31 POLYNEUROPATHY
14. MALNUTRITION
32 RADICULITIS
15. MENINGITIS DENGAN AFP
33 RHEUMATIC FEVER
16. MENINGOENCEPHALITIS DENGAN AFP
DAFTAR KODE DIAGNOSIS ICD-10 KASUS AFP
1 G. 54 Nerve root and plexus disorder
2 G. 56 Mononeuropathies of upper limb G. 73 Disorders of Myoneural junction and muscle in diseases classified
3 G. 57 Mononeuropathies of lower limb 21 G. 73.4 Myopathy in infectious and parasitic diseases classified
G. 61 Inflamatory Polyneuropathy 22 G. 73.5 Myopathy in endocrine diseases
Hyperparathyroidism
4 G. 61.0 Guillain - Barre Syndrome
Hypoparathyroidism
5 G. 61.8 Other Inflamatory Polyneuropathy
(Thyrotoxic Myopathy)
G. 62 Other Polyneuropathies 23 G. 73.6 Myopathy in Metabolic diseases
6 G. 62.0 Drug - induce Polyneuropathy Glycogen storage diseases
7 G. 62.1 Alcoholic Polyneuropathy Lipid storage disorders
8 G. 62.2 Polyneuropathy due to other toxic agents 24 G. 73.7 Myopathy on other diseases classified
9 G. 62.8 Radiation - induce Polyneuropathy Rheumatoid arthritis
10 G. 62.9 Polyneuropathy, unspecified Scleroderma
Sicca syndrome
G. 63 Polyneuropathy in diseases clssified Systemic Lupus Erythematosus
11 G. 63.0 Polyneuropathy in infectious and parasitic diseases
G. 81 Hemiplegia
Diptheria
25 G. 81.0 Flaccid Hemiplegia
Lyme disease
Mumps
G. 82 Paraplegia and Tetraplegia
26 G. 82.0 Flaccid Paraplegia
Posterpetic
27 G. 82.3 Flaccid Tetraplegia
G. 70 - 73 Diseases of Myoneural junction annd muscle G. 83 Other Paralytic Syndrome
12 G. 70.0 Myasthenia gravis 28 G. 83.0 Diplegia of Upper Limbs
13 G. 70.1 Toxic Myoneural disorders 29 G. 83.1 Monoplegia of Lower Limb
G. 71 Primary disorders of muscle 30 G. 83.2 Monoplegia of Upper Limb
14 G. 71.0 Muscular dystrophy OTHERS
(Autosomal ressive, Becker, Duchenne) 31 Myelitis Transversa
32 Neuritis Traumatic
G. 72 Other Myopathies
33 Myelopathy
15 G. 72.0 Drug - induce Myopathy
16 G. 72.1 Alcoholic Myopathy
34 A.80 Acute Poliomyelitis
A80.0 Acute paralytic poliomyelitis, vaccine-associated
17 G. 72.3 Periodic Paralysis
A80.1 Acute paralytic poliomyelitis, wild virus, imported
Hyperkalaemic A80.2 Acute paralytic poliomyelitis, wild virus, indigenous
Hypokalaemic A80.3 Acute paralytic poliomyelitis, other and unspecified
Myotonic A80.30 Acute paralytic poliomyelitis, unspecified
Normokalaemic A80.39 Other acute paralytic poliomyelitis
18 G. 72.4 Inflamatory Myopathy A80.4 Acute nonparalytic poliomyelitis
19 G. 72.8 Other Specipied Myopathies A80.9 Acute poliomyelitis, unspecified
20 G. 72.9 Myopathy, unspecified
b
INDONESIA BEBAS POLIO !!

Caranya:
1. TEMUKAN dan LAPORKAN sebanyak-banyaknya
kasus lumpuh layuh akut melalui surveilans AFP
(Acute Flaccid Paralysis)
2. AMBIL 2 Spesimen TINJA dari kasus AFP untuk
diperiksa di laboratorium untuk dibuktikan bukan
karena polio

11/15/2021 11
SURVEILANS CAMPAK -RUBELA

Untuk mendukung ELIMINASI CAMPAK,


maka definisi yang digunakan adalah
definisi yang sensitive
Suspek Campak ➔ setiap kasus dg gejala
minimal DEMAM DAN RUAM
MACULOPAPULAR, kecuali sudah terbukti
secara laboratorium disebabkan oleh
penyebab lain
CBMS (Case Based Measles Surveillance) /
Surveilans Campak Berbasis Kasus Individu ➔
setiap kasus SUSPEK CAMPAK dilaporkan,
dilakukan investigasi dalam waktu 48 jam setelah
laporan diterima, diambil spesimen serum dan
dicatat secara individual (form MR01).

15/11/2021 dr.Cornelia Hesadarma 12


JENIS RUAM

✘ ✘
MACULAR ATAU Petechiae atau
Papulovesicular Purpura
MACULOPAPULAR

15/11/2021 dr.Cornelia Hesadarma 13


DIAGNOSIS DENGU
CAMPAK
E RUBELA
BANDING FEVER


DEMAM VARICELL
Epstein-
Barr
A
DAN RUAM virus


DEMAM
Roseola
HFMD DAN Infantum
RUAM

Other
Viral Scarlet
Exanthe Fever
ma
Meningo
Kawasa Early coccal
ki Rocky infection
disease Mountai (early)
n
spotted
fever
Diagnosis ini dapat dilaporkan sebagai SUSPEK
CAMPAK untuk dapat dilakukan pengambilan
spesimen SERUM sebanyak minimal 1 mL

15/11/2021 dr.Cornelia Hesadarma 14


KILAT CAMPAK

1. KENALI 2. LAPORKAN 3. TINDAKAN AWAL

SEGERA 1. Konsultasi dengan dokter terkait perawatan medis;


SUSPEK CAMPAK JIKA:
2. Siapkan obat turun panas dan vitamin A (jika diperlukan), berikan
sesuai dosis;
RS/PUSKESMAS 3. Dipakaikan masker untuk menghindari penularan (minimal
selama 4 hari sejak munculnya ruam);
4. Jika muncul komplikasi seperti sesak nafas, demam tetap tinggi
atau diare rujuk ke Rumah Sakit.
SURVEILANS
DINAS PENGAMBILAN SPESIMEN:
KESEHATAN 1. Koordinasi dengan petugas laboratorium;
DEMAM (PANAS) DAN KAB/KOTA 2. Satu spesimen serum sebanyak 1 mL (dari 3-5 cc darah) diambil
RUAM (BINTIK-BINTIK MERAH)
pada hari ke-4 sampai ke-28 sejak munculnya ruam;
3. Satu spesimen urine diambil 60 mL /spesimen apus tenggorok
pada hari ke-0 sampai ke-4 sejak muncul ruam (pada kasus
KLB SUSPEK CAMPAK JIKA: SURVEILANS suspek campak yang disertai dengan batuk/pilek/konjungtivitis)
DINAS 4. Segera dikirimkan dalam suhu 2-8O C.
KESEHATAN
≥5 KASUS SUSPEK CAMPAK DALAM WAKTU PROVINSI
4 MINGGU BERTURUT-TURUT,
MENGELOMPOK (dalam satu daerah tertentu)
DAN ADA BUKTI KONTAK
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) CAMPAK-RUBELA
KLB Campak-Rubela dimulai dari 1 kasus.
Setiap kasus SUSPEK CAMPAK yang Anda laporkan berguna untuk mengidentifikasi terjadinya KLB lebih dini.

KLB SUSPEK CAMPAK PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI MENYELURUH


(FULLY INVESTIGATED)

Adanya 5 atau lebih kasus suspek campak 1.Kunjungan rumah ke rumah: Setiap kasus suspek campak
dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang dilacak untuk MENCARI KASUS TAMBAHAN
LAKUKAN
terjadi mengelompok dan mempunyai 2.Pencatatan secara individual menggunakan form MR-01
3.Pengambilan 10 spesimen serum dan 5 spesimen urin.
hubungan epidemiologi Jika kasus suspek campak tersebut <10 ➔
semua kasus diambil serumnya
SURVEILANS CRS
• Pengamatan terus menerus secara
sistematis terhadap kasus CRS ➔ bukan
sebuah penelitian
• Sasaran anak usia <12 bulan yang
menderita salah satu kelainan grup A
(kelainan bawaan: jantung, tuli, katarak,
glaukoma, pigmentari retinopati)
• Dilakukan penyelidikan/pemeriksaan
lebih lanjut adanya kelainan tambahan
(grup A dan atau grup B)➔ Konsul ke
Unit Anak, THT dan Mata
• Dilakukan pengambilan serum dan
pemeriksaan spesimen di LAB RUJUKAN
NASIONAL CAMPAK-RUBELA/CRS
• Surveilans CRS saat ini dilakukan secara
sentinel di 18 RS Sentinel
SURVEILANS DIFTERI

Suspek Difteri
seseorang dengan gejala:
✓faringitis, tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau
kombinasinya;
✓demam atau tanpa demam;
✓adanya pseudomembran putih
keabu-abuan yang sulit lepas, mudah
berdarah apabila dilepas atau dilakukan
manipulasi.

Rekom Komite Ahli Difteri➔


Anti Difteri Serum (ADS)

11/15/2021 dr. Cornelia Hesadarma 18


TATALAKSANA KASUS DIFTERI DI RUMAH SAKIT

1. Dokter memutuskan penderita Difteri dirawat berdasarkan gejala klinis.


2. Pada kasus Difteri tatalaksana dimulai dengan pemberian Anti Difteri
Serum (ADS) dan antibiotik tanpa menunggu hasil laboratorium (kultur
baik swab/apus tenggorok).
3. Untuk pemberian ADS kepada penderita maka perlu dikonsultasikan
dengan Dokter Spesialis (Anak, THT, Penyakit Dalam).
4. Kasus Difteri dirawat di ruang isolasi (terpisah dengan penderita lain).
5. Pengambilan spesimen dilakukan pada hari 1, 2 dan ke 7 untuk
penegakan diagnosa.
6. Penderita Difteri yang dirawat dan sudah tidak menunjukkan gejala klinis
maka dapat dipertimbangkan untuk dipulangkan tanpa menunggu hasil
laboratorium, namun pemberian antibiotik diteruskan sampai 14 hari.
7. Observasi jantung ada/tidaknya miocarditis, gangguan ginjal
Tatalaksana Kontak Erat Suspek Difteri
Suspek difteri

Tatalaksana kontak Erat

Memberikan
Kemoprofilaksis – Erythromycin 7 hari
Imunisasi Difteri dg
Imunisasi kpd Semua
Pengawasan minum obat pada: kontak sesuai umur
Hari ke 1 : awal minum obat
Hari ke 2 : memastikan 2 hari pertama
Bila timbul ESO dan atau
minum obat secara adekuat → kuman
gejala & tanda klinis difteri
mulai mati
Hari ke 7 : ketaatan minum sampai selesai

Pengawasan terhadap Efek Samping Obat


(ESO) dan timbulnya gejala dan tanda klinis Rujuk ke Fasyankes
difteri.
KLB DIFTERI
➢BATASAN
1. Ditemukan satu Suspek Difteri dengan konfirmasi laboratorium kultur positif
ATAU
2. Ditemukan satu Suspek Difteri yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus
kultur positif

✓Satu suspek difteri dilakukan penanganan lebih dini untuk mencegah penyebaran difteri yang
lebih luas.
✓Semua kasus suspek difteri tetap ditatalaksana sesuai dengan penanganan KLB (dilakukan PE dan
penanggulangan sesuai SOP)
➢PENETAPAN
➔ Kepala Dinas Kab/Kota, Provinsi, atau Menteri Kesehatan
➢PENCABUTAN
➔Tidak ditemukan kasus suspek difteri baru selama 4 minggu sejak timbulnya gejala kasus
terakhir.

11/15/2021 dr. Cornelia Hesadarma 21


TETANUS NEONATORUM

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala


o Tetanus pada bayi baru lahir klinis, yaitu pada awalnya bayi dapat
o BBL tanpa kekebalan pasif menetek/mengisap selama 2 hari, pada
o Angka kematian sangat tinggi tanpa hari 3 - 28 muncul gejala antara lain:
pengobatan • Tiba2 tidak bisa menetek/mengisap
• Mulut Mencucu
• Kejang rangsang (bunyi,sinar,sentuh)
• Kejang tonik-klonik umum
SURVEILANS PERTUSIS
Suspek Pertusis:
Orang dengan batuk yang berlangsung minimal 2 minggu dengan minimal 1 tanda berikut :
a. Batuk paroksismus (batuk terus menerus)
b. Inspiratory Batuk rejaning
c. Muntah setelah batuk (post-tussive vomiting)
d. Muntah tanpa ada penyebab yang jelas

ATAU
• Kasus apnea (berhenti nafas) dengan atau tanpa sianosis pada anak usia <1 tahun dengan batuk
tanpa ada batasan durasi

ATAU
• Jika dokter menduga pertusis pada pasien dengan batuk tanpa ada batasan durasi

Pengambilan Spesimen ➔ Kasus pertusis dapat juga didiagnosa secara laboratoris dengan
mengambil sampel berupa apus nasofaring

Jika seseorang sudah pernah mendapat imunisasi pertusis atau sudah pernah terinfeksi pertusis sebelumnya,
maka gejala klasik pertusis mungkin tidak akan muncul sehingga tidak memenuhi kriteria suspek di atas.
KLB PERTUSIS

Suatu wilayah kab/kota dinyatakan KLB Pertussis jika ditemukan


satu suspek pertusis dengan konfirmasi laboratorium PCR/kultur
positif
ATAU
Jika ditemukan Suspek Pertusis yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus PCR/kultur positif
TATA CARA PELAPORAN KASUS
PD3I
Alur Pelaporan Surveilans PD3I
Mingguan : Pusat
• Form FP1/KU/RM (Subdit
• Form MR01
• Form DIF-01 Surveilans)
Mingguan :
• Form TN-01 • Buletin Surveilans AFP
• Form PERT-01 Bulanan:
Bulanan: • Buletin Surveilans PD3I
• Form Lengkap Tepat Triwulan
• Form List Penderita AFP • Surat Umbal PD3I
• Form MR02 & MR05
• Form DIF-3
• Form TN-02 Dinas Mingguan :
• Form PERT-02
Kesehatan • Buletin Surveilans AFP
Bulanan:
Mingguan : Provinsi • Buletin Surveilans PD3I
• Form FP1/KU/RM
• Form MR01
• Form DIF-01
• Form TN-01
• Form PERT-01
Bulanan:
• Form Lengkap Tepat
• Form List Penderita AFP
• Form MR02 & MR05 Dinas
• Form DIF-3 Kesehatan Rumah Sakit
• Form TN-02 Kab / Kota
• Form PERT-02
Mingguan :
• Form FP1/KU/RM
• Insidental (1x24 jam)
• Form MR01
• Mingguan (Setiap
• Form DIF-01
Senin): Form PD3I-RS
• Form TN-01
• Form PERT-01 Puskesmas
Pencatatan dan Pelaporan Yang
Lengkap dan Tepat Menjadi Kunci
Keberhasilan Program

Anda mungkin juga menyukai