Anda di halaman 1dari 20

PEDOMAN KEBIJAKAN PROGRAM IMUNISASI

UPTD PUSKESMAS TANJUNG BINGA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan
cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksuddalam UUD 1945 melalui Pembangunan
Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya
manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan dengan
perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double
burden), yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif.
Pemberantasan penyakit menular sangat sulit karena penyebarannya tidak mengenal batas
wilayah administrasi. Imunisasi merupakan salah satu tindakan pencegahan penyebaran
penyakit ke wilayah lain yang terbukti sangat cost effective.
Dengan imunisasi penyakit cacar telah berhasil dibasmi, dan Indonesia dinyatakan bebas ari
penyakit cacar pada tahun 1974.
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, imunisasi merupakan salah
satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu upaya
untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegitan prioritas
Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk
mencapai Millennium Development Goal (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka
kematian pada anak. Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program
Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis,
Campak, Polio, Tetanus, Hepatitis B, serta Penumonia.
Penyakit lain yang sudah dapat ditekan sehingga perlu ditingkatkan programnya adalah
tetanus maternal dan neonatal serta campak. Untuk tetanus telah dikembangkan upaya
Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (Maternal Neonatal Tetanus Elimination/ MNTE).
Terhadap penyakit campak dikembangkan upaya Reduksi Campak (RECAM) dan untuk
penyakit polio dilakukan upaya Eradikasi Polio (ERAPO). ERAPO, MNTE dan RECAM juga
merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara di dunia. Disamping itu,

1
dunia juga menaruh perhatian terhadap mutu pelayanan dengan menetapkan standar
pemberian suntikan yang aman (safe injection practices) bagi penerima suntikan yang
dikaitkan dengan pengelolaan limbah medis tajam yang aman (safe waste disposal
management), bagi petugas maupun lingkungan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi kedalam
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien. Upaya tersebut didukung dengan
kemajuan yang pesat dalam bidang penemuan vaksin baru (Rotavirus, Japanese
Encephalitis, dan lain-lain). Perkembangan teknologi lain adalah Menggabungkan beberapa
jenis vaksin dapat digabung sebagai vaksin kombin asi yang terbukti dapat meningkatkan
cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan dan kontak dengan petugas imunisasi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai
tingkat population immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi sehingga PD3I dapat
dieradikasi,dieliminasi, dan direduksi melalui pelayanan imunisasi yang semakin efektif,
efisien, dan berkualitas.

B. Tujuan
Pedoman ini disusun dengan maksud memberikan panduan bagi tenaga kesehatan dan
petugas lintas sektor terkait dalam pelaksanaan program Imunisasi. Baik itu didalam gedung
maupun diluar gedung guna mewujudkan pelayanan kesehatan imunisasi yang bermutu,
merata dan terjangkau dalam upaya pelayanan yang berkualitas.

C. Sasaran
Sasaran pelaksanaan meliputi :
1. Bayi : usia 0-11 bulan
2. Anak batita : usia dibawah 3 tahun (usia 18 bulan -36 bulan imunisasi
DPT_HB_Hib, dan usia 24 bulan sampai 36 bulan imunisasi campak)
3. Anak kelas 1,2 dan 3 Sekolah dasar (SD) sederajat : Pemberian imunisasi pada anak
SD adalah
a. Campak Bulan Agustus ,DT Bulan Nopember (kelas 1)
b. Td Bulan Nopember (kelas 2)
c. Td Bulan Nopember (kelas 3)
4. Wanita Usia Subur (WUS)
Yang dimaksud dengan WUS adalah wanita usia 15-39 tahun baik yang hamil
maupun yang tidak hamil. Pemberian imunisasi TT pada Wus disesuaikan dengan
hasil skrining terhadap status T.

2
Status T1 dan T2 dicapai melalui pemberian imunisasi dasar ketika bayi. Status TT3
dicapai pada saat batita atau pada saat anak kelas 1 SD melalui kegiatan BIAS. T4
dan T5 dapat dicapai pada saat anak kelas 2 dan 3 Sekolah Dasar, calon pengantin
atau pada saat kehamilan. Oleh karena itu setiap WUS harus dilakukan skrining TT
nya sebelum pemberian Imunisasi TT berikutnya. Apabila statusnya sudah lengkap
(T5), maka imunisasi TT tidak perlu diberikan lagi.

D. Batasan Operasional
Imunisasi diklasifikasikan dalam imunisasi wajib dan pilihan
1..Imunisasi Wajib
Imunisasi wajib diberikan kepada sasaran bayi, batita, anak Sekolah Dasar sederajat dan
Wanita Usia Subur, terdiri dari Imunisasi rutin dan imunisasi tambahan.
2.Imunisasi Tambahan
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah Back Fighting, Cras
Program, PIN (Pekan Imunisasi Nasional ), Sub PIN , Catch Up Campaign Campak,
Imunisasi dalam Penanganan KLB .
3.Imunisasi Khusus
PROGRAM Imunisasi Meningitis Meningokokus,Program Imunisasi Yellow Fever
( Demam kuning), Program Imunisasi Rabies.

BAB II
PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I),IMUNOLOGI,
DAN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI

3
A. Penyakit yang Dapatr Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
1. Jenis Penyakit –penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia adalah:
a. Difteri
b. Pertusis
c. Tetanus
d. Tuberkulosis
e. Campak
f. Poliomielitis
g. Hepatitis B
h. Hemofilus influenza tipeb
i. Meningitis
j. Rabies
k. Dan penyakit lain yang tidak termasuk dalam program imunisasi nasional seperti
Rubela, Tifoid, Influenza, Pneumokokus, Rotavirus,Mump, Japanese
Encephalitis, Varicela, Human Papiloma Virus, Hepatitis A
2. Gejala Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
a. Difteri
Difteri adalah penyakit yang diserbabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheria.Penyebarannya melalui kontak fisik dan pernafasan .Gejala awal
adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan.Dalam 2-3
hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil.
b. Pertusis
Disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis..Penyebaran
pertussis melalui percikan ludah yang keluar dari batuk dan bersin.Gejala pilek,
mata merah, bersin, demam, dan batuk ringan yang lama-kelamaan menjadi
parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras.
c. Tetanus
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan
neurotoksin..Gejala awal penyakit kaku otot pada rahang, disertai kaku pada
leher, kesulitan menelan, kaku notot perut, berkeringat dan demam.
d. Tuberculosis
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa (disebut juga
batuk darah).Penyakit ini menyebar melalui pernafasan lewat bersin atau batuk.
Gejala awal penyakit adalah pernafsan le

4
Lewat bersin atau batuk.Gejala awal penyakit lemah badan, penurunan berat
badan, demam, dan keluar keringat pada malam hari.
e. Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus viridae measles.
Desebarkan melalui udara (percikan ludah) sewaktu bersin atau batuk dari
penderita. Gejala awal demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjuctivitis
(mata merah).Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar
ke tubuh dan tangan serta kaki.
f. Polio
Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga
virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1, 2, atau 3.Secara klinis penyakit
polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut.
g. Hepatitis B
Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati.Penularan penyakit adalah secara horizontal yaitu
dari darah dan produknya melalui suntikan yang tidak aman melalui tranfusi darah
dan melalui hubungan seksual. Sedangkan penularan secara vertical yaitu dari
ibu ke bayi selama proses persalinan.
h. Hemofilus Influenza tipe b
Hemofilus Influenza tipe b (Hib) adalah salah datu bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi di beberapa organ seperti meningitis, epiglottis, pneumonia,
artritis, dan selulitis.Penularan penyakit secara droplet melalui nasofaring.

B. Imunologi Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


1. Sistem Kekebalan
Imunologi merupakan suatu ilmu yang sangat komplek, tetapi disadari bahwa adanya
pengertian tentang fungsi dasar dari system kekebalan akan sangat berguna untuk
mengerti bagaimana vaksin ituy bekerja untuk penggunaan yang tepat.
Perlindungan terhadap penyakit infeksi dihubungkan dengan suatu kekebalan, yaitu
kekebalan aktif dan kekebalan fasif.Kekebalan aktif adalah perlindungan yang
dihasilkan oleh system kekebalan itu sendiri.Jenis kekebalan ini biasanya menetap
seumur hidup. Kekebalan pasif adalah perlindungan yang diberikan oleh zat-zat yang
dihasilkan oleh hewan atau manusia yang diberikan kepada orang lain, biasanya
melalui suntikan.
Sistem kekebalan adalah suatu system yang rumit dari interaksi sel di mana tujuan
nutamanya adalah mengenali adanya antigen

5
2. Klasifikasi Vaksin
Terdapat dua jenis vaksin yaitu
a. Vaksin Live Attenuated
Vaksin hidup derivate dari virus atau bakteri liar (wild), yang kemudian dilemahkan
di laboratorium, biasanya dengan cara kultur ulang. Untuk menghasilkan reaksi
kekebalan , vaksin live attenuated harus dapat berkembang biak didalam tubuh
orang yang diimunisasi.
b. Vaksin inactive
Vaksin ini dihasilkan dengan menumbuhkan bakteri atau virus pada media kultur,
kemudian diinaktifkan dengan pemanasan atau secara kimiawi (pada umumnya
dengan formalin).
Pada vaksin fraksional, organisme dimurnikan hanya bagian-bagian yang
diperlukan misalnya polisakarida dari pneumokokus, diambil dari kapsul luar.
c. Vaksin Polisakarida
Vaksin polisakarida merupakan vaksin inaktif yang unik, yang berasal dari molekul
gula yang melapisi dinding bakteri.Vaksin jenis ini tersedia untuk pneumococcus,
meningococcus, dan Hib.
d. Vaksin rekombinan
Vaksin juga dapat dibuat dengan rekayasa genetika, vaksin ini disebut juga vaksin
rekombinan. Vaksin rekayasa genetika yang tersedia saat ini ada dua macam,
yaitu : vaksin Hepatitis B, dan Vaksin typhoid hidup ( Ty21a) adalah bakteri
salmonella typhi yang telah dimodifikasi secara genetika agar tidak menimbulakn
penyakit.
C. Jenis dan Sifat Vaksin
Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman,
atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk
merangsang kekebalan tubuh seseorang.
1. Penggolongan Vaksin
Vaksin dapat digolongkan menurut sensivitas terhadap suhu. Ada 2 golongan, yaitu:
a. Vaksin yang sensitive terhadap beku (Freeze Sensitive/ FS), yaitu Vaksin DT, TT,
Td, Hepatitis B, dan DPT/HB/Hib.
b. Vaksin yang sensitive terhadap panas (Heat Sensitive/ HS), yaitu Vaksin
Campak, Polio, dan BCG.
2. Jenis-jenis Vaksin
Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program rutin di Indonesia adalah:
a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)

6
Vaksin Bcg merupakan vaksin beku kering yang mengandung Mycrobacterium
bovis hidup yang dilemahkan, strain paris:
Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis:
Cara Pemberian dan Dosis: Sebelum disuntikkan vaksin Bcg dilarutkan terlebih
dahulu.Melarutkan dengan alat suntik steril (ADS 5 ml), Dosis pemberian 0,05
ml,sebanyak 1 kali. Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas,
vaksin yang telah dilarutkan dipakai maksimal 3 jam.
b. Vaksin TT
Vaksin TT merupakan suspense kolodial homogeny berwarna putih susu dalam
vial gelas, mengandung toksoid tetanus murni, teradsorbsi kedalam aluminium
fosfat.
Indikasi : Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap tetanus dan
perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia subur.
Cara pemberian dan dosis :Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih
dahulu agar suspense menjadi homogen, disuntikkan secara intra
muscular,dengan dosis 0,5 ml. Sebelum vaksin digunakan ,periksa dahulu masa
kadaluarsa dan label VVM.
c. Vaksin DT
Vaksin DT merupakn suspense kolodial homogeny berwarna putih susu dalam
vial gelas, mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorbsi
kedalam alumunium fosfat.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus pada
anak-anak.
Cara pemberian dan dosis: Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih
dahulu agar suspense menjadi homogeny, disuntikkan secara intra muscular atau
subkutan dalam, dosis 0,5 ml.
d. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine/ OPV)
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspense
virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan
jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Indikasi : Untuk pemberian aktif terhadap poliomyelitis.
Cara pemberian dan dosis: Diberikan secaaaara oral (melalui mulut),1 dosis 2
tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian , dengan interval setiap dosis minimal 4
minggu.
e. Vaksin Campak
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.

7
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Cara pemberian dan dosis; Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu
harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedias berisi 5 ml cairan
pelarut. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan dalam di lengan kiri
atas. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 6 jam.
f. Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infecios, berasaldari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadapo infeksi yang disebabakan
oleh virus hepatitis B.
Cara pemberian dan dosis: Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu
agar suspense menjadi homogen. Vaksin disuntikkan dosis 0,5 ml atau 1 (buah)
HB PID, secara intra muscular.
g. Vaksin DPT-HB-Hib
Vaksin DPT-HB-Hib (vaksin Jerap Difteri, Tetanus, Pertusis, Hepatitis B
Rekombinan, Haemophilus influenza tipe b) .
Indikasi : Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis,
hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenza tipe b secara simultan.
Cara pemberian dan dosis : Vaksin harus disuntikkan secara intramuscular, pada
anterolateral paha atas,dosis 0,5 ml .
h. Vaksin Td
Vaksin Td merupakan suspense berwarna putih dalam vial gelas, mengandung
toksoid tetanus dan toksoid difteri.
Indikasi : Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia
7 tahun.
Cara pemberian dan dosis: Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih
dahulu agar suspense menjadi homogen. Disuntikkan secara intra muscular atau
subkutan dalam, dosis 0,5 ml.
i. Vaksin Inactive polio Vaccine (IPV)
Vaksin IPV disajikan dalam bentuk suspense dalam bentuk injeksi. Vaksin ini
diindikasikan untuk pencegahan polio pada bayi, anak-anak dan orang
dewasa,untuk vaksinasi primer dan sebagai boster.
Indikasi : Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak.
Cara pemberian dan dosis : Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu
agar suspense menjadi homogen. Disuntikkan secara intra muscular atau

8
subkutan dalam, dosis 0,5 ml, dari usia 2 bulan ,3 suntikkan berturut-turut 0,5 ml
harus diberikan pada interval dari satu atau dua bulan.
IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6,10, dan 14 ,sesuai rekomendasi WHO ,
Pada anak umur 2 tahun atau dosis ke-4 diberikan satu tahun setelah suntikkan
ke -3.

BAB III
PENGELOLAAN PERALATAN RANTAI VAKSIN DAN VAKSIN

A. Peralatan Rantai Vaksin


Yang dimaksud dengan peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan
dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang
telah ditetapkan.
1. Jenis peralatan rantai vaksin
a. Lemari es
Berdasarkan sistem pendinginannya, lemari es dibagi 2, yaitu : Sistem kompresi
dan absorpsi.
b. Vaccine carrier
Vaccine carrier adalah alat untuk mengirim /membawa vaksin.Biasanya digunakan
untuk membawa vaksin dari kabupaten/kota kePuskesmas dan ke tempat
pelayanan.
c. Kotak dingin cair (cool pack)
Adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi air yang kemudian
didinginkan pada lemari es selama 24 jam. Berguna untuk menjaga suhu vaksin.
2. Perawatan Lemari es

9
a. Harian
Memantau suhu dengan melihat termometer atau pemantau suhu ,periksa bunga
es, apabila bunga es lebih dari 0,5 lakukan defrosing (pencairan bunga
es),lakukan pencatatan langsung pada kartu pencatatan suhu setelah selesai
pengecekan suhu dan defrosting.
b. Mingguan
Memeriksa steker jangan sampai kendor, bila kendor kencangkan baut dengan
obeng.
c. Bulanan
Sehari sebelum pemeliharaan bulanan ,lakukan penghitungan vaksin yang akan
dipindahkan dan kondisikan cool pack (kotak dingin cair).
3. Penempatan lemari es
Jarak minimal lemari es dengan dinding belakang 10-15 cm atau sampai lemari es
dapat dibuka, lemari es tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
4. Setiap lemari es harus menggunakan voltage stabilizer
5. Alat pemantau suhu lemari es
Lemari es dipantau dengan 1 buah termometer, Indikator paparan suhu beku,
Indikator paparan suhu panas, Buku grafik dan lembar pencatatan suhu.
B.Penanganan vaksin
1. Penyimpanan vaksin
a. Semua vaksin disimpan pada suhu 2 C s.d 8 C
b. Letakkan cool pack di bagian bawah sebagai penahan dingin dan menjaga
kestabilan
suhu.
c.Peletakan dus vaksin mempunyai jarak antara minimal 1-2 cm atau satu jari tangan
d.Vaksin HS (BCG, Campak, Polio) diletakkan dengan evaporator.
e.Vaksin FS ( Hepatitis B, DPT-HB-Hib, DT, Td, TT ) diletakan jauh evaporator.
f.Vaksin dalam lemari es harus diletakkan dalam kotak vaksin.
2. Penanganan Vaksin di Unit pelayanan
a. Di Puskesmas
- Vaksin disimpan dalam vaccine carrier yang diberi kotak dingin cair
- Letakkan vaccine carrier di meja yang tidak terkena sinar matahari langsung
- Didalam vaccine carrier tidak boleh ada air yang merendam vaksin.
b. Di Posyandu

10
- Sepulang dari lapangan, sisa vaksin yang dibuka diberi tanda khusus untuk
didahulukan penggunaannya pada jadwal pelayanan berikutnya selama VVM
nya masih baik
- Semua sisa vaksin yang sudah dibuka pada kegiatan lapangan misalnya
posyandu, sekolah, tidak boleh digunakan lagi.

BAB IV
PENYUNTIKAN YANG AMAN

A. Penggunaan ADS dan Tehnik penyuntikan yang Aman


1. Pengertian penyuntikan yang aman ( Safety injection) adalah suatu kondisi sasaran
imunisasi memperoleh kekebalan terhadap suatu penyakit dalam rangka menurunkan
prevalensi penyakit, tidak ada dampak negatif berupa kecelakaan, penularan penyakit
atau kejadian ikutan paska imunisasi pada sasaran maupun petugas
2. Jenis alat suntik
a. Alat suntik Auto-disable (AD)
b. Alat suntik prefilled auto-disable ( tersedia untuk vaksin hepatitis B dan TT)
c. Alat suntik dan jarum sekali pakai dibuang ( tujuan untuk mencampur vaksin saja)
3. Rencana kebutuhan alat suntik AD
Adalah penting untuk memastikan bahwa anda memiliki persediaan alat suntik AD
yang cukup untuk memberikan pelayanan imunisasi yang telah direncanakan
4. Memberikan vaksin yang tepat secara aman
Seperti halnya penggunaan peralatan suntik yang aman, adalah sama pentingnya
untuk memberikan vaksin yang tepat, yang telah disimpan dengan baik di tempat
penyimpanan dan pendistribusian vaksin, yang dicampur dengan pelarutnya dan
diberikan secara aman
5. Cara meningkatkan keamanan suntikan
11
a. Melakukan Bundling yaitu tersedianya suatu kondisi dimana vaksin dengan mutu
terjamin dan pelarut yang sesuai, alat suntik auto-disable (AD), kotak pengaman
limbah suntik
b. Siapkan lokasi suntikan dengan tepat dan bersih dimana darah dan cairan tubuh
tidak mungkin keluar
c. Jangan membiarkan jarum terpasang di bagian paling atas tutup botol vaksin
d. Ikuti petunjuk khusus tentang penggunaan, penyimpanan dan penanganan vaksin
e. Ikuti prosedur yang aman untuk mencampur vaksin
f. Gunakan alat suntik dan jarum baru untuk setiap anak
g. Posisi anak harus benar, sesuai umur, lokasi penyuntikan. Antisipasi jika terjadi
gerakan mendadak selama dan setelah penyuntikan.
6. Tehnik penyuntikan
Cara penyuntikan ada 3 macam yaitu intrakutan, subkutan dan intramuskular

B. Pencegahan Luka Tusukan dan Infeksi


1. Memegang alat suntik dan jarum dengan aman
Anda harus memegang alat suntik untuk memberikan suntikan. Setiap bagian alat
suntik yang anda sentuh menjadi terkontaminasi, sehingga sebaiknya tidak
menyentuh bagian-bagian yang berhubungan dengan vaksin atau sasaran.
2. Tidak melakukan recaping dan mengurangi keinginan untuk memegang jarum dan
alat suntik
Luka tusukan jarum dapat terjadi kapan saja, tetapi luka ini paling sering terjadi
selama dan segera setelah suntikan diberikan.
3. Mengatur tata letak tempat pelayanan imunisasi untuk mengurangi resiko terluka
Petugas kesehatan sebaiknya merencanakan tata letak ruangan kerja sehingga :
a. Tempat vaksin berada di tempat yang teduh
b. Buku pencatatan dapat digunakan dengan mudah
c. Petugas yang memberikan imunisasi berada antara anak dan semua jarum atau
benda-benda tajam.
d. Petugas yang memberikan imunisasi dapat melihat lubang masuk kotak
pengaman ketika membuang jarum
e. Petugas kesehatan bisa membuang jarum bekas tanpa meletakkan atau bergerak
terlalu jauh.
4. Mengatur posisi anak yang tepat untuk peyuntikan

12
Gerakan anak yang tidak terduga pada saat pemberian suntikan dapat menyebabkan
tusukan jarum yang tidak disengaja. Untuk mencegah ini, atur posisi anak yang aman
sebelum memberikan suntikan.
C.Penanganan limbah imunisasi
1. Penanganan limbah tajam imunisasi
Sampah benda-benda tajam dapat menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan
yang serius. Pembuangan yang tidak aman bisa menyebarkan beberapa penyakit
dimana kita sedang berupaya keras untuk mencegahnya.
2. Penggunaan kotak pengaman (safety box)
Semua alat suntik setelah digunakan (bekas) sebaiknya segera dimasukkan ke dalam
pengaman. Kotak ini tahan air dan tusukkan sehingga jarum tidak mudah
menembusnya.

3. Prosedur pembuangan sampah limbah tajam dan limbah imunisasi lainnya:


a. Letakkan kotak pengaman di tempat yang terjangkau oleh petugas kesehatan.
Setiap kali selesai melakukan penyuntikan, segera masukkan alat suntik dan
jarum ke dalam kotak pengaman atau wadah untuk benda-benda tajam.
b. Setelah pelayanan imunisasi atau ketika isi kotak pengaman sudah ¾ penuh,
tutup kotak tersebut.
c. Cari tempat yang aman untuk menimbun atau membakar kotak
4. Pembuangan kotak pengaman
Setiap cara pembuangan sampah yang dipilih untuk pusat kesehatan harus
memenuhi peraturan dampak lingkungan dan petunjuk khusus Departemen
Kementerian Kesehatan.
5. Insinerator
Insinerator dapat memusnakan alat suntik dan jarum dengan sempurna. Api yang
membakar pada suhu lebih tinggi dari 800 C membunuh mikroorganisme dan
mengurangi volume sampah.

13
BAB V
PERENCANAAN LOGISTIK IMUNISASI

A. Pengertian Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu unsure manajemen yang penting dalam
pengelolaan program imunisasi.Perhitungan kebutuhan untuk pelayanan imunisasi
harus berasal dari unit Puskesmas dengan dasar besaran jumlah sasaran tiapmjenis
pelayanan imunisasi untuk menghindari terjadi kelebihan, kekurangan atau tidak
sesuai dengan situasi riil di wilayah kerja.
1. Menentukan Sasaran
a. Menghitung sasaran bayi
Menghitung sasaran bayi di Puskesmas dilakukan dengan menganalisa
penambahan bayi beberapa tahun terakhie, kemudian presentase
penambahan di rata-rata.Untuk menghitung sasaran bayi tahun berjalan
berdasarkan besarnya jumlah sasaran bayi tahun lalu di tambah dengan rata-
rata penambahan bayi beberapa tahun terakhir.
b. Menentukan target cakupan
Menentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan yang
akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan
vaksin yang dibutuhkan.
c. Menghitung indek pemakaian vaksin
Menghitung indek pemakaian vaksin (IP) berdasarkan jumlah cakupan
imunisasi yang dicapai secara absolut dibagi denganjumlah vaksin yang
dipakai.IP dihitung berdasrkan data cakupan dan penggunaan vaksin tahun
sebelumnya.

14
d. Menghitung kebutuhan vaksin
1. Setelah menghitung jumlah sasaran, menentukan target dan menghitung
IP vaksin, maka data-data tersebut dapat digunakan untuk menghitung
kebutuhan vaksin.
2. Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke kabupaten/ kota
untuk dilakukan kompilasi, kemudian diteruskan ke propensi dank e pusat
( perencanaan secara bottom up).
e. Perencanaan kebutuhan alat suntik
Perencanaan kebutuhan alat suntik dan safety box tidak dapat dipisahkan
dengan perencanaan kebutuhan vaksin.Untuk menjamin ketersediaan vaksin,
alat suntik dan safety box secara bersamaan dan cukup untuk pelayanan
imunisasi maka perencanaan yang tepat sangat diperlukan.
f. Menghitung kebutuhan peralatan rantai vaksin
Vaksin merupakan bahan biologis yang mudah rusak sehingga harus
disimpan pada suhu tertentu ( pada suhu 2 sd 8 C untuk vaksin sensitive beku
atau pada suhu-15 s.d-25 C untuk vaksin yang sensitive panas).
g. Pengiriman dan permintaan vaksin
Perhitungan permintaan vaksin :
a. Memperhitungkan kapasitas tempat penyimpanan
b. Permintaan vaksin dilakukan sesuai dengan kebutuhan penggunaan
c. Permintaan vaksin disemua tingkatan pada saat stock vaksin telah
mencapai stock minimum.
d. Bila permintaan vaksin dilakukan dalam 1 bulan sekali maka persediaan
vaksin akan menjadi lebih kecil, tidak membutuhkan tempat penyimpanan
yang besar.

BAB VI
PELAYAANAN IMUNISASI

A. Pentiapan Pelayanan Imunisasi


1. Logistik

15
Jumlah peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pelayanan imunisasi
tergantung pada perkiraan jumlah sasaran yang akan diimunisasi. Perkiraan
dasar untuk vaksin, alat suntik, alat suntik untuk mencampur, dan kotak
pengaman (safety box).
Jenis peralatan yang dibutuhkan untuk pelayanan:
a. Vaksin carrier
b. Cool Pack/kotak deingin cair
c. Vaksin, Pelarut dan penetes (dropper)
d. Alat suntik
e. Safety box
f. Formulir KIPI
g. Kapas dan wadah
h. Bahan penyuluhan (poster, leaflet)
i. Alat tulis (kertas , pencil, dan pena)
j. Catatan imunisasi(buku KIA,KMS, Kartu TT)
k. Buku register (kohort) bayi
l. Tempat sampah
m. Sabun dan wadah air mengalir untuk cuci tangan
n. Anafilaktik kit
o. Pincet
2. Mengeluarkan vaksin dan pelarut dari lemari es
a. Sebelum membuka pintu lemari es, tentukan berapa banyak vial vaksin yang
dibutuh untuk pelayanan.
b. Buka lemari es,periksa freeze tag atau Frigde dan thermometer untuk
mengetahi keadaan vaksin sebelumnya.
c. Pilih dan keluarkan vaksin sesuai kondisi VVM, tanggal kadaluarsa/,yang
masuk duluan lebih dulu. Prioritas dalam mengeluarkan vaksin mengacu
kepada kondisi VVM.
3. Memeriksa apakah vaksin aman diberikan
Sebelum memberikan vaksin, harus dipastikan bahwa vaksin yang akan diberikan
masih baik, dengan melakukan langkah-langkah berikut.
a. Periksa label vaksin dan pelarut. Jika label tidak ada, jangan gunakan vaksin
atau pelarut tersebut.
b. Periksa alat pemantau vaksin (VVM). Jika kondisi VVM sudah berada pada
kondisi C atau D, vaksin jangan digunakan.

16
c. Periksa tanggal kadaluarsa, jangan gunakan vaksin dan pelarut jika telah
melewati tanggal kadaluarsa.
d. Periksa alat pemantau suhu beku (freeze tag) dalam lemari es. Jika freeze tag
menunjukkan tanda silang , berarti pernah terjadi penyimpangan suhu
(dibawah 2 C) selama lebih dari 60 menit.
e. Pada kondisi tersebut, diduga pernah terjadi pembekuaan pada vaksin yang
sensitive beku seperti DT, TT, Td, Hepatitis B, DPT/HB, DPT/HB/Hib dan IPV.
Untuk memastikan vaksin dalam kondisi baik atau rusak, maka sebaiknya
dilakukan shake test (uji kocok).
4. Pemeliharaan vaksin dan rantai vaksin selama pelaksanaan imunisasi
a. Hindari vaccine carrier yang berisi vaksin dari sinar matahari langsung.
b. Sebelum sasaran datang, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine
carrier yang tertutup rapat.
c. Jika sasaran imunisasi sudah datang, maka vaksin dilarutkan dengan jenis
pelarut yang sesuai.
d. Pada saat melarutkan vaksin, suhu vaksin dan pelarut harus sama.
e. Vaksin yang sudah dilarutkan diberi label yang berisikan waktu pelarutan.
Setelah dilarutkan, vaksin BCG hanya boleh digunakan selama 3 jam, dan
vaksin camapak selama 3 jam.
f. Vaksin yang lainnya, setelah dibuka harus diberi label yang ditulis tanggal dan
waktu vaksin dibuka.
g. Selama pelayanan imunisasi, vaksin danpelarut harus disimpan dalam
vaccine carrier dengan menggunakan cool pack, agar suhu vaksin dan pelarut
terjaga.
B. Penyiapan Tempat Pelayanan Imunisai.
1. Pelayanan imunisasidi fasilitas kesehatan
Ruangan yang ditetapkan untuk pelayanan imunisasi harus : mudah dijangkau
oleh sasaran, tidak terkena sinar matahari, hujan atau debu, cukup luas , terang,
cukup ventilasi, dan tenang.
2. Pelayanan imunisasi dilapangan
Mudah dijangkau oleh sasaran, jika di dalam gedung maka harus cukup,terang,
cukup ventilasi dan tenang., jika ditempat terbuka, upayakan tempat itu terlindung
sinar matahari langsung.
C. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
1. Penyuluan sebelum dan sesudah pelayanan imunisasi

17
Penyuluhan yang diberikan tentang manfaat imunisasi, konseling, keluhan yang
mungkin terjadi setelah imunisasi dan cara penanggulangannya serta jadwal
pelayanan imunisasi berikutnya.
2. Skrining dan pemeriksaan sasaran
3. Memberikan vaksin yang tepat secara aman

BAB VII
PEMANTAUAN PROGRAM IMUNISASI

A. Pencatatan dan Pelaporan Hasil Kegiatan Pelayanan Imunisasi,pemakain logistic,


dan surveilans KIPI.
Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang
perananan penting dan sangat menentukan.
1. Instrumen pencatat data dasar yaitu :
a. Buku pencatatan Imunisasi
b. Kartu imunisasi
c. Buku Stok
d. Buku Grafik pencatatan suhu
e. Format PWS
f. Format Pelaporan
g. SBBK vaksin
h. Formulir pelaporan KIPI
2. Membuat Pencatatan Imunisasi
a. Pencatatan hasil imunisasi bayi
b. Pencatatan hasil imunisasi TT
c. Waktu pencatatan
d. Membuat rekapitulasi hasil imunisasi
e. Membuat pelaporan
B. Pelaksanaan Pencatatan dan Pelaporan Logistik
1. Pencatatan vaksin dan pelarut
Keluar masuknya vaksin terinci menurut jenis, jumlah, nomor batch dan tanggal
kadaluarsa serta status VVM saat diterima atau dikeluarkan, harus dicatat dalam

18
buku stock vaksin dan pelarut. Sisa atau stock vaksin dan pelarut harus selalu
dihitung pada setiap kali penerimaan atau pengeluaran vaksin dan pelarut.
Masing –masing jenis vaksin mempunyai kartu stok tersendiri.
2. Pencatatan Logistik imunisasi
Keluar masuknya logistic imunisasi (ADS, safety box, Peralatan rantai dingin)
termasuk vaksin dan pelarut harus dicatat di buku umum. Pencatatan suhu lemari
es dilakukan dua kali sehari pagi dan sore hari dalam grafik suhu yang tersedia .
C. Pelaksanaan Pencatatan dan Pelapran KIPI
Tujuan utama pemantauan kasus KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon
kasus KIPI atau diduga kasus KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak
negative imunisasi terhadap kesehatan individu dan terhadap program imunisasi.
D. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
PWS adalah alat pemantau hasil imunisasi berupa grafik atau gambar pencapaian
hasil imunisasi .

BAB VIII
MEMBANGUN DUKUNGAN MASYARAKAT

Keberhasilan progrm imunisasi tidak cukup hanya dengan melibatkan petugas kesehatan
yang bertanggung jaab terhadap program tersebut. Namun juga memerlukan dukungan dari
lintas program, lintas sektoral, dan peran serta aktif dari masyarakat seperti tokoh
masyarakat, tokoh agama, guru dan ibu-ibu yang ada diwilayah kerjanya masing-masing.
Kinerja pelaksanaan pelayanan imunisasi dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan
indikator sebagai berikut:
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual.
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan.
3. Ketepatan metoda yang digunakan.
4. Tercapainya indikator keberhasilan/target.
Permasalahan dibahas setelah pelaksanaan selesai dilaksanakan.

19
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan bagi pengelolaprogram imunisasi di puskesmas dan lintas
program terkait dalam pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan khususnya tentang pelayanan imunisasi. Keberhasilan kegiatan tergantung pada
komitmen yang kuat dari semua pihak terkait dalam upaya meningkatkan kesehatan
pelayanan imunisasidan peran serta aktif dalam bidang kesehatan.

20

Anda mungkin juga menyukai