PENDAHULUAN
Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering pada anak.
Hal ini terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian
kejang dalam 16 tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak
yang berusia kurang dari tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar
150.000 anak mendapatkan kejang dan 30.000 diantaranya berkembang menjadi
status epilepsi.1
Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang
demam. Kejang demam adalah kejang disertai demam (suhu ≥ 100.4° F atau
38°C), tanpa infeksi sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak usia 6
sampai 60 bulan. Kejang demam terjadi pada 2% sampai 5% dari semua anak-
anak, dengan demikian menjadi bentuk yang paling umum terjadi. Pada tahun
1
1976, Nelson dan Ellenberg, menggunakan data dari National Collaborative
Perinatal Project dan ditetapkan bahwa kejang demam diklasifikasikan sebagai
simpleks atau kompleks. Kejang demam simpleks didefinisikan sebagai kejang
yang terjadi setelah demam, yang berlangsung selama kurang dari 15 menit dan
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks didefinisikan
sebagai kejang fokal, berlangsung lebih dari 15 menit, dan atau berulang dalam
waktu 24 jam. Anak-anak yang mengalami kejang demam simpleks tidak terbukti
meningkat risiko kematiannya, hemiplegia, atau keterbelakangan mental.Sebuah
konsensus pada tahun 1980 dari National Institutes of Health menyimpulkan
bahwa kejang demam simpleks memiliki prognosis yang sangat baik.3