Anda di halaman 1dari 254

KATA SAMBUTAN

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan Pengasih, sumber segala ilmu dan pengetahuan
atas berkatNya Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha dapat terus menerbitkan
buku-buku Materi Pengetahuan, Ketrampilan Klinik dan Penuntun Praktikum yang khusus untuk
dipergunakan bagi mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

Buku-buku tersebut ditulis dan disusun oleh para Staf Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha, untuk itu kami Pimpinan sangat menghargai dan mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua kontributor dan editor.

Semoga buku-buku ajar ini dapat dimanfaatkan dalam menunjang, meningkatkan pengetahuan
bagi para mahasiswa/i peserta didik dalam menuju terciptanya dokter yang profesional dan
kompeten (Five Star Doctor).

Namun tentunya tidaklah cukup jika hanya mengandalkan buku-buku ajar ini saja, untuk itu para
peserta didik harus tetap melengkapi dari sumber lain dan mengikuti pengetahuan kedokteran yang
terus berkembangan dengan pesat.

Akhir kata, Pimpinan dan seluruh Pendidik Fakultas Kedokteran mengucapkan Selamat Belajar.
Tuhan memberkati.

“Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan,


tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”
(Amsal 1:7)

Studio est Orare


Integrity, Care and Excellence (ICE)

Bandung, Juni 2018


Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

Lusiana Darsono, dr.,M.Kes

ii
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku penunjang pembelajaran di
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang merujuk kepada Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI). Dalam penerapan KKNI, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Melalui sistem pembelajaran PBL mahasiswa dituntut aktif, mandiri dan belajar sepanjang
hayat. Metode-metode pembelajaran diarahkan untuk memancing keingintahuan, memotivasi
mahasiswa untuk belajar secara mandiri, melatih untuk berpikir kritis yang berguna baik pada saat
berkuliah maupun ketika mahasiswa sudah terjun di masyarakat sebagai dokter. Pembelajaran ini
akan berhasil apabila mahasiswa aktif dalam mencari materi pengetahuan dari berbagai sumber
yang dapat dipercaya dan dengan demikian melalui pembelajaran mandiri mahasiswa akan lebih
mengingat apa yang telah mereka pelajari dan menguasai keahlian untuk belajar.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha menerbitkan panduan belajar berupa buku
dengan maksud menjembatani tujuan pembelajaran dengan materi dunia kedokteran yang sangat
banyak, dinamis, dan kompleks. Tidak ada buku yang dapat menjelaskan kompleksitas dan
pengembangannya hanya seorang pembelajar yang dapat menjawab tantangan ini di masa depan.
Isi buku ini hanya mencakup panduan umum dari materi yang harus dipelajari oleh mahasiswa
secara individual. Mahasiswa wajib mencari sumber pustaka lain untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan mereka. Melalui buku ini diharapkan mahasiswa dapat lebih terarah dan termotivasi
untuk mempelajari lebih dalam lagi berbagai topik baik materi pengetahuan, praktikum, dan
ketrampilan klinik.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini.

Bandung, Juli 2018


Ketua MEU Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

July Ivone, dr., M.K.K, M.Pd.Ked

iii
PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan bimbinganNya
maka Buku ini dapat disusun dan diterbitkan. Buku ini diterbitkan sebagai salah satu pegangan bagi
peserta didik dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha,
dengan materi yang telah disesuaikan dengan standar kompetensi sebagai dokter layanan primer.
Semoga buku ini bermanfaat bagi para mahasiswa/i Fakultas Kedokteran dalam mempersiapkan
diri untuk melayani pasien nyata di klinik kelak.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam
penyusunan buku ini, sehingga kami mengharapkan masukan-masukan dari para pembaca guna
perbaikan di kemudian hari.

Editor

iv
DAFTAR KONTRIBUTOR

Dr. Teresa Liliana Wargasetia, S.Si., M.Kes., PA(K).

Dr. Oeij Anindita Adhika, dr., M.Kes., PA(K)

Sijani Prahastuti, dr., M.Kes.

Dr. Diana Kristianti Jasaputra, dr., M.Kes.

Ludovicus Edwinanto, dr., M.Kes.

Winsa Husin, dr., MSc., M.Kes.

Lusiana Darsono, dr., M.Kes.

Prof. Dr. H R Muchtan Sujatno, dr., SpFK(K)

Cherry Azaria, dr., M.Kes.

Teresa Lucretia, dr., M.Kes.

v
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN DEKAN................................................ ii


KATA SAMBUTAN KETUA MEU........................................ iii
PRAKATA........................................................................... iv
DAFTAR KONTRIBUTOR.................................................. v
DAFTAR ISI........................................................................ vi
MEKANISME GENETIKA DASAR..................................... 1
MEMBRUM INFERIUS....................................................... 15
METABOLISME ASAM AMINO.......................................... 72
FARMAKODINAMIK........................................................... 89
ENZIMATOLOGI................................................................. 107
ETIKA PENDIDIKAN DOKTER........................................... 127
GENETIKA MANUSIA......................................................... 138
FARMAKOKINETIKA.......................................................... 159
PENGANTAR BIOETIKA DAN HUMANIORA..................... 175
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR................................. 182
JARINGAN PENGIKAT........................................................ 216

vi
MEKANISME GENETIKA DASAR
Teresa Liliana Wargasetia

1. Struktur Gen
Gen-gen berperan dalam pewarisan sifat dari orang tua ke anak. Gen-gen tersebut juga
berperan dalam menjalankan fungsi semua sel di tubuh. Organisme hidup menunjukkan
variasi yang besar dalam jumlah gen, bervariasi dari hanya jumlah yang sedikit pada
sejumlah organisme hingga 25.000 gen pada manusia. Gen-gen manusia tersusun pada
molekul-molekul rantai heliks ganda yang disebut asam deoksiribosa (deoxyribonucleic
acids (DNAs)). DNA terdiri atas nukleotida yang terdiri atas beberapa jumlah senyawa
yang saling berikatan. Komponen-komponen dasar nukleotida adalah:
1. Asam fosfat. Setiap nukleotida DNA mempunyai satu grup fosfat, yang mengandung satu,
dua, atau tiga fosfat. Nukleotida-nukleotida berenergi tinggi di dalam sel mempunyai
3 buah fosfat, dua diantaranya digunakan selama pembentukan asam nukleat. Sebagai
contoh adalah ATP (adenosin trifosfat).
2. Deoksiribosa. Gula ini mempunyai lima atom karbon.
3. Basa nitrogen yaitu adenine (A), cytosine (C), guanine (G), thymine (T), dan uracil
(U). Uracil hanya ada pada RNA dan menggantikan thymine (Gambar 1).

Empat buah basa yaitu—A, C, G, dan T—mengkode semua pesan dan instruksi
biologis di dalam DNA. Molekul DNA mempunyai dua tulang punggung longitudinal,
masing-masing terdiri atas grup gula-fosfat. Kedua tulang punggung ini melilit satu sama
lain membentuk heliks ganda dengan satu putaran setiap 10 pasang basa. Basa A, C, G,
dan T melekat pada tulang punggung tersebut dan ikatan hidrogen terbentuk antara basa-
basa yang melekat pada kedua tulang punggung. Basa A selalu berpasangan dengan T
menggunakan dua ikatan hidrogen di antara keduanya, sedangkan G selalu berpasangan
dengan C menggunakan tiga ikatan hidrogen (Gambar 1). Setiap untai dari molekul DNA
heliks ganda berisi urutan nukleotida yang melengkapi (complementary) urutan nukleotida
untai pasangannya. Ikatan hidrogen yang kuat di antara pasangan basa membuat struktur
heliks ganda menjadi stabil. Urutan linier dari nukleotida pada molekul DNA menentukan
urutan linier dari asam amino dari protein.

Hanya sebagian kecil DNA di dalam suatu gen yang mengkode protein; sisanya adalah
urutan noncoding DNA yang panjang. Urutan pengkode disebut ekson, sedangkan urutan
yang tidak mengkode disebut intron. Intron akan dihilangkan selama proses pemotongan
(splicing) RNA.

Mekanisme Genetika Dasar 1


MEKANISME GENETIKA DASAR

1. 1 Kromosom dan Kromatin


Kromosom berada pada sel-sel prokariot maupun eukariot, dan berperan sebagai
struktur yang terorganisasi berisi DNA dan protein-protein yang mengontrol fungsi sel.
Pada manusia, setiap sel membawa dua kopi dari setiap kromosom, satu diwariskan
dari ayah dan satu dari ibu. Kromosom yang berpasangan tersebut disebut kromosom
homolog. Manusia mempunyai 46 kromosom, yaitu 22 pasang kromosom homolog, dan
satu pasang kromosom seks. Kromosom seks homolog pada perempuan (2 kromosom
X) atau nonhomolog pada laki-laki (satu kromosom X, satu kromosom Y). Gambaran 46
kromosom manusia yang dibuat dari sel saat mitosis disebut kariotipe.

Gambar 1. Struktur DNA (Campbell, 2008)

Pada eukariot, seperti sel-sel manusia, DNA berada di nukleus. Genom (urutan DNA
pada suatu organisme yang berisi informasi genetik lengkap) manusia berukuran sekitar
3 milyar pasang basa. Hal yang menarik adalah bahwa bila DNA direntangkan, DNA di
dalam sel manusia hampir 2 meter panjangnya, sepertinya tidak mungkin tertampung
di dalam nukleus sel manusia yang berukuran 200.000 kali lebih kecil. DNA dapat
tertampung di dalam nukleus karena DNA dan protein membentuk kompleks kromatin
yang melipat dan mengemas molekul-molekul DNA menjadi struktur yang sangat padat.
2 Mekanisme Genetika Dasar
MEKANISME GENETIKA DASAR

Terdapat dua jenis protein pada kromatin yaitu histon dan nonhiston. Delapan buah protein
histon yang masing-masing dililit oleh DNA seperti kumparan membentuk struktur yang
disebut nukleosom. Komples DNA-histon di dalam nukleosom digabungkan oleh DNA
linker. Kelompok-kelompok nukleosom yang padat dikemas menjadi benang kromatin
(Gambar 2).
1.2. Kode Genetik
Kode genetik adalah rangkaian aturan yang menghubungkan informasi genetik yang
dikode oleh empat basa DNA atau RNA dengan protein yang dibentuk oleh 20 macam
asam amino. Triplet nukleotida pada mRNA disebut kodon dan terdapat 64 kombinasi
kodon. Setiap kodon menetapkan satu asam amino, tetapi satu asam amino dapat dikode
oleh beberapa kodon, hal ini membantu mengimbangi mutasi acak. Tabel 1 memuat kode
genetik. Satu buah kodon yang spesifik (UAG) membawa kode untuk memulai pembuatan
suatu molekul protein dan tiga buah kodon (UAA, UGA, UAG) membawa kode untuk
menghentikan proses pembentukan suatu protein.

Gambar 2. Pengemasan DNA di Dalam Kromosom (Lodish, 2016)

Mekanisme Genetika Dasar 3


MEKANISME GENETIKA DASAR

Tabel 1. Kode Genetik (Campbell, 2008)

2. Replikasi DNA
Replikasi DNA adalah proses duplikasi molekul DNA heliks ganda. Duplikasi ini
melibatkan tiga langkah: (1) inisiasi, (2) elongasi, dan (3) terminasi.

4 Mekanisme Genetika Dasar


MEKANISME GENETIKA DASAR

2.1. Inisiasi
Untuk memulai proses duplikasi, protein inisiator spesifik melekat pada urutan tertentu
pada DNA yaitu pada replication origin. Dua rantai molekul DNA dipisahkan pada titik
awal replikasi oleh enzim helikase yang memutuskan ikatan hidrogen di antara struktur
heliks ganda untuk membentuk replication fork. Replication fork terdiri atas dua untai yaitu
leading strand dan lagging strand yang mempunyai arah yang berlawanan. Single-strand
binding proteins (SSBPs) kemudian berikatan dengan untai tunggal yang baru dibentuk
dan mencegah pelekatan untai kembali. Enzim primase mengkatalisis pembentukan
primer-primer, suatu segmen urutan asam nukleat, pada DNA cetakan.

2.2. Elongasi
Pada langkah ini, DNA polimerase melekat pada primer-primer dan mulai membuat
rantai komplemen untuk untai tunggal DNA. DNA polimerase hanya dapat mensintesis
DNA baru dari arah 5’ke 3’ yang ekuivalen dengan arah 3’ ke 5’ pada cetakan DNA.
Pemahaman bahwa leading strand and lagging strand mempunyai arah yang berlawanan
yaitu 5′ ke 3′ dan 3′ ke 5′ penting untuk memahami replikasi. Leading strand dengan orientasi
3′ OH mengarah ke fork diperpanjang dengan mudah dengan menambahkan nukleotida-
nukleotida hingga ujung untai. DNA polimerase tidak dapat menambahkan nukleotida-
nukleotida baru ke ujung 5’ dari rantai yang sedang dibuat, hal ini menjadi masalah bagi
lagging strand. Okazaki menemukan jawaban untuk hal ini, ia memperlihatkan bahwa
lagging strand direplikasi melalui sintesis segmen-segmen DNA pendek yang disebut
fragmen Okazaki. Fragmen-fragmen Okazaki disintesis dengan arah normal yaitu 5′ to 3′
pada untai yang baru kemudian digabungkan menjadi untai DNA yang utuh.

Gambar 3. Replication Fork (Lodish, 2016)

Mekanisme Genetika Dasar 5


MEKANISME GENETIKA DASAR

2.3. Terminasi
Terminasi sebagai langkah akhir terjadi saat replication fork berbenturan dengan
replication fork di sebelahnya atau saat mencapai ujung dari molekul DNA linier.

3. Perbaikan DNA
Kerusakan DNA dapat disebabkan oleh pemotongan pada ikatan kimia pada DNA oleh
agen dari lingkungan seperti ultraviolet dan radiasi ionisasi, juga oleh reaksi dengan kimia
genotoksik sebagai produk dari metabolisme sel atau dari lingkungan. Perubahan pada
urutan DNA yang disebut mutasi, dapat terjadi selama replikasi ketika DNA polimerase
menyisipkan nukleotida yang salah karena enzim tersebut membaca DNA cetakan yang
rusak. Mutasi juga terjadi dengan frekuensi yang rendah sebagai hasil kesalahan DNA
polimerase ketika mereplikasikan cetakan DNA yang normal. Bila mutasi dibiarkan tanpa
koreksi, maka mutasi-mutasi dapat berakumulasi sehingga mengganggu fungsi sel.
Lini utama pertahanan dalam mencegah mutasi adalah melalui kerja DNA polimerase
itu sendiri. Ketika DNA polimerase bergerak sepanjang cetakan DNA saat replikasi,
kemudian terjadi penambahan nukleotida yang salah ke ujung 3’ rantai yang sedang dibuat,
DNA polimerase menjalankan aktivitas eksonuklease 3’ ke 5’. Aktivitas tersebut disebut
proofreading dengan aktivitas polimerase terhenti sementara, lalu memindahkan ujung
3’ dari rantai yang sedang dibuat ke lokasi nuklease, di mana basa yang salah dibuang.
Setelah itu ujung 3’ dikembalikan ke tempat polimerase dan replikasi DNA dilanjutkan.

4. Transkripsi
Karena DNA terdapat di nukleus pada sel eukariot dan kebanyakan fungsi sel terjadi
di sitoplasma, maka DNA gen-gen mengontrol reaksi-reaksi kimia di sitoplasma terutama
pembentukan protein-protein melalui bantuan RNA yang dibentuk melalui proses
transkripsi. RNA dapat bergerak melalui pori-pori membran nukleus ke sitoplasma.
Seperti halnya DNA, RNA terbentuk dari nukleotida-nukleotida berupa grup fosfat, gula,
dan basa. Namun terdapat beberapa perbedaan:
1. Nukleotida RNA menggunakan gula ribosa, bukan deoksiribosa.
2. Thymine digantikan oleh pirimidin lain yaitu Uracil.
3. Molekul RNA terdiri atas satu rantai.
4. Rantai RNA lebih pendek dari rantai DNA.

Sintesis RNA melibatkan pemisahan sementara dua rantai heliks ganda DNA, sehingga
untai tunggal digunakan sebagai cetakan. Urutan nukleotida pada DNA ditranskripsikan
menjadi urutan messenger RNA (mRNA). Bagian DNA yang ditanskripsikan menjadi
RNA disebut unit transkripsi. Secara lebih spesifik, triplet-triplet nukleotida pada DNA
ditanskripsikan menjadi kodon-kodon mRNA. Kodon-kodon ini mendeskripsikan urutan
asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis protein di sitoplasma; urutan kodon mRNA
6 Mekanisme Genetika Dasar
MEKANISME GENETIKA DASAR

efektif berperan sebagai “resep” protein. Istilah “messenger RNA” merefleksikan fakta
bahwa mRNA berperan sebagai karier informasi antara DNA (yang tidak meninggalkan
nukleus) dan sitoplasma. Proses transkripsi dilakukan di bawah pengaruh enzim RNA
polimerase Proses transkripsi melibatkan 3 langkah: inisiasi, elongasi, dan terminasi.

4.1. Inisiasi
Transkripsi dimulai ketika RNA polimerase berikatan dengan DNA. Pengikatan tersebut
membutuhkan urutan nukleotida yang disebut promoter yang berlokasi di depan suatu
gen. RNA polimerase dan promoter mempunyai struktur yang komplemen sehingga RNA
polimerase akan menempel pada promoter. RNA polimerase membuka lilitan heliks DNA
dan memisahkan menjadi dua untai yang terpisah. Hanya salah satu dari untai ini akan
digunakan sebagai cetakan untuk sintesis RNA (Gambar 4).

4.2. Elongasi
Enzim polimerase bergerak sepanjang untai cetakan, membuka dan memisahkan
dua untai DNA dan menambahkan nukleotida RNA pada rantai RNA yang sedang
dibentuk. Nukleotida dengan basa G berpasangan dengan nukleotida berbasa C, sedangkan
A dengan U. Dengan memutuskan ikatan dua radikal fosfat dari setiap nukleotida RNA
baru, RNA polimerase mendapat banyak energi. Energi ini membuat fosfat yang masih
ada membentuk ikatan kovalen dengan ribosa pada ujung dari molekul RNA yang sedang
dibuat (Gambar 4)..

4.3. Terminasi
Pada bagian akhir gen terdapat urutan akhir nukleotida DNA yang disebut chain-
terminating sequence. Ketika polimerase mengenali urutan ini, polimerase memisahkan
diri dari untai DNA. Pada saat yang sama, untai DNA baru terpisah dari dari cetakan DNA
dan dilepaskan ke nukleoplasma (Gambar 4).
Pertanyaan:
Untai manakah dari dua rantai DNA yang digunakan sebagai cetakan untuk
sintesis mRNA?

4.4. Modifikasi RNA pada Sel Eukariot


Enzim-enzim pada nukleus eukariot memodifikasi pre-mRNA secara spesifik sebelum
pesan genetik dibawa ke sitoplasma.
1. Perubahan ujung-ujung mRNA
Setiap ujung dari molekul pre-mRNA dimodifikasi. Ujung 5’ diberi 5’cap, bentuk
modifikasi dari nukleotida guanine (G) yang ditambahkan pada ujung 5’ setelah
transkripsi berlangsung untuk 20 hingga 40 nukleotida. Ujung 3’dari molekul
pre-mRNA juga dimodifikasi sebelum mRNA keluar dari nukleus. Isyarat bahwa
pre-mRNA dikeluarkan dari nukleus diberikan setelah sinyal polyadenylation. Pada
Mekanisme Genetika Dasar 7
MEKANISME GENETIKA DASAR

ujung 3’, enzim menambahkan 50 hingga 250 nukleotida adenine (A), membentuk
poly-A tail.
Penambahan 5’ cap dan poly-A tail mempunyai fungsi:
- Fasilitasi ekspor mRNA matang ke nukleus
- Proteksi mRNA dari degradasi oleh enzim-enzim hidrolisis
- Menolong ribosom melekat ke ujung 5’ mRNA ketika mRNA mencapai sitoplasma.

Gambar 4. Tahapan Transkripsi (Campbell, 2008)

8 Mekanisme Genetika Dasar


MEKANISME GENETIKA DASAR

Gambar 5 menunjukkan diagram molekul mRNA dengan cap dan tail. Gambar juga
menunjukkan untranslated regions (UTRs) pada ujung 5’ dan 3’ mRNA. UTRs adalah
bagian dari mRNA yang tidak ditranslasikan menjadi protein, namun mempunyai fungsi
lain seperti pengikatan ribosom.

Gambar 5. Modifikasi Ujung-ujung mRNA (Campbell, 2008)

2. RNA Splicing
Tahap lain pada pemrosesan RNA di dalam nukleus eukariot adalah penghilangan
porsi yang besar molekul RNA yang telah disintesis melalui proses RNA splicing. Rerata
panjang suatu unit transkripsi adalah 27.000 pasang basa sehingga transkrip RNA primer
juga sepanjang itu. Walaupun demikian, hanya dibutuhkan 1.200 nukleotida pada RNA
untuk mengkode protein dengan rerata 400 asam amino. Hal itu menunjukkan bahwa
sebagian besar transkrip RNA dari gen-gen eukariot mempunyai daerah panjang yang
tidak ditranslasikan. Ternyata urutan-urutan bukan pengkode menyelip di antara
segmen-segmen pengkode di dalam gen dan di antara segmen-segmen pengkode pre-
mRNA. Segmen asam nukleotida yang bukan pengkode yang berada di antara daerah
pengkode disebut intron, sedangkan daerah pengkode yang nantinya ditanslasikan
menjadi urutan asam amino disebut ekson. Istilah ekson dan intron digunakan untuk
urutan RNA maupun urutan DNA yang mengkodenya.
Dalam pembuatan transkrip primer dari gen, RNA polimerase II mentranskripsi
intron-intron maupun ekson-ekson dari DNA. Intron-intron dibuang dari molekul DNA
dan ekson-ekson digabungkan membentuk molekul mRNA dengan urutan pengkode
yang saling menyambung, inilah yang disebut RNA splicing (Gambar 6). Sinyal untuk
RNA splicing adalah urutan nukleotida pendek pada setiap ujung intron. Partikel-
partikel yang disebut small nudear ribonucleoproteins (snRNPs, dibaca ‘snurps’)
mengenali tempat pemotongan di kedua ujung intron tersebut. Sejumlah snRNP yang
berbeda bergabung dengan protein-protein lain membentuk spliceosome. Spliceosome
berinteraksi dengan dengan tempat pemotongan intron, intron dilepaskan, dan dua
ekson yang mengapit intron digabungkan.

Mekanisme Genetika Dasar 9


MEKANISME GENETIKA DASAR

Gambar 6. RNA splicing (Campbell, 2008)

4.5. Tiga jenis RNA


Terdapat 3 jenis RNA, ketiganya beperan penting dalam pembentukan protein:
1. Messenger RNA (mRNA) yang membawa “resep” protein dari DNA ke sitoplasma
sel untuk mengontrol pembentukan protein.
2. Transfer RNA (tRNA) yang membawa asam amino ke ribosom untuk digunakan
dalam pembentukan molekul protein.
3. Ribosomal RNA (rRNA) yang membentuk ribosom (bergabung dengan berbagai
protein lain).

4.6. Antikodon tRNA


Setiap tRNA membawa asam amino spesifik ke ribosom dengan mengidentifikasi adanya
kodon yang sesuai pada mRNA. Bagian spesifik dari tRNA yang mengenali kodon yang
sesuai adalah triplet basa-basa nukleotida yang dinamai antikodon. Selama pembentukan
protein, basa-basa antikodon membentuk ikatan hidrogen dengan basa-basa kodon pada
mRNA, lalu memastikan urutan asam amino benar pada protein final.

5. Translasi
Translasi adalah proses menguraikan kode mRNA di ribosom untuk menghasilkan suatu
protein spesifik, berdasarkan pemetaan antara kodon dan asam amino. Saat mRNA kontak
dengan ribosom, mRNA bergerak sepanjang ribosom sehingga kodon-kodon pada mRNA
ditanslasikan oleh ribosom dan tRNA menjadi asam-asam amino spesifik. Urutan asam
amino yang dihasilkan membentuk rantai polipeptida atau protein. Ketika kodon stop pada
mRNA mencapai ribosom, translasi berhenti. Molekul tunggal mRNA dapat digunakan
untuk membentuk molekul-molekul protein pada beberapa ribosom pada saat yang sama.
Ribosom-ribosom tersebut berikatan pada molekul RNA yang sama membentuk kelompok
yang disebut poliribosom.

10 Mekanisme Genetika Dasar


MEKANISME GENETIKA DASAR

Gambar 7. Proses Transkripsi dan Tranlasi pada Sel Eukariot


(Campbell, 2008)

Mekanisme Genetika Dasar 11


MEKANISME GENETIKA DASAR

KORELASI KLINIS
1. Asam Nukleat & Replikasi DNA
Kanker adalah kelompok penyakit dengan sel-sel yang tidak responsif terhadap
pengendalian pertumbuhan sel. Penyebab utama kanker adalah radiasi, zat kimia, dan
virus. Radiasi dan zat kimia menyebabkan kerusakan pada DNA, yang bila tidak diperbaiki
dengan cepat akan menyebabkan mutasi penyebab kanker. Materi organik yang terbakar
(seperti rokok) menghasilkan zat kimia seperti benzo(a)piren yang berikatan kovalen
dengan basa-basa DNA, menghasilkan mutasi yang mengarah kepada kanker paru. Sinar
ultraviolet menghasilkan dimer pirimidin pada DNA yang menyebabkan kanker kulit.
Kondisi ini terutama terjadi pada penderita xeroderma pigmentosum (XP) karena sistem
perbaikan DNAnya tidak berfungsi secara normal.
Mutasi pada sistem perbaikan DNA lainnya dapat mengarah pada hereditary nonpolyposis
colorectal cancer (HNPCC) (proses perbaikan DNA tidak berjalan pada penyakit ini),
sindrom Bloom (terjadi cacat pada helikase yang dibutuhkan untuk membuka untai DNA
selama replikasi), sindrom Cockayne (cacat pada transkripsi dan perbaikan DNA), dan
kanker payudara (cacat pada perbaikan rantai DNA tunggal atau ganda yang putus).
Onkogen adalah gen-gen penyebab kanker. Gen-gen tersebut di dalam sel-sel normal
disebut protoonkogen, terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan normal. Bila onkogen
masuk ke sel sebagai konsekuensi dari infeksi virus atau bila protoonkogen berubah atau
diekspresikan secara abnormal, terjadilah kanker. Banyak onkogen mengkode protein
yang berkaitan dengan faktor tumbuh, reseptor untuk faktor tumbuh, faktor transkripsi,
atau protein-protein yang sintensisnya diinduksi oleh faktor tumbuh. Sejumlah produk
onkogen masuk ke nukleus dan mengaktivasi berbagai gen.
Menurut teori onkogen, virus menyebabkan kanker dengan cara menyisipkan kopi
tambahan atau kopi abnormal protoonkogen ke dalam sel-sel atau dengan cara menyisipkan
promoter ke daerah yang meregulasi ekspresi dari gen-gen protoonkogen. Oleh karena itu,
protoonkogen diamplifikasi. Protoonkogen atau daerah pengontrolnya dapat mengalami
mutasi karena radiasi atau zat kimia. Perubahan produk atau tingkat ekspresi protoonkogen
menyebabkan perubahan pada karakteristik pertumbuhan sel yang menyebabkan kanker.
Chronic myelogenous leukemia (CML) dapat disebabkan karena translokasi antara
kromosom 9 dan 22, yang menghasilkan protein baru yang disebut bcr-abl.
Studi struktur bcr-abl memungkinkan desain obat Gleevec yang berikatan pada bcr-abl
dan menghambat aktivitas kinase dari bcr-abl, yang menuju pada remisi kanker. Kanker
juga dapat sebagai hasil dari perubahan pada gen-gen yang memproduksi protein-protein
yang berperan sebagai penekan pertumbuhan sel. Penurunan ekspresi gen-gen tersebut
(seperti p53, gen retinoblastoma) menyebabkan peningkatan pertumbuhan sel. MicroRNAs
(miRNAs) dapat diklasifikasikan sebagai onkogen atau penekan tumor (tumor suppressor),
tergantung pada fungsi gen-gen yang diregulasi.

12 Mekanisme Genetika Dasar


MEKANISME GENETIKA DASAR

Pengobatan kanker sering melibatkan obat yang mengganggu sintesis DNA. Sebagai
contoh, 5-fluorouracil (5-FU) mencegah konversi dUMP menjadi dTMP, menurunkan
jumlah nukleotida timin yang dibutuhkan untuk sintesis DNA. Obat lain yaitu methotrexate
mencegah pembentukan tetrahidrofolat dari prekursornya sehingga pembentukan timin
untuk sintesis DNA dan purin untuk sintesis DNA dan RNA dihambat. Adriamycin
mengandung serangkaian cincin yang menyisip di antara pasangan basa DNA. Ketika
adriamycin ada, DNA tidak dapat berperan sebagai cetakan untuk replikasi atau transkripsi.
Etoposide memblok aksi topoisomerase sehingga replikasi tidak terjadi.

2. Sintesis RNA (Transkripsi)


Senyawa-senyawa yang menghambat sintesis RNA dapat digunakan sebagai antibiotik.
Antibiotik–antibiotik ini mempengaruhi fungsi bakteri dan mempunyai efek samping
minimal terhadap manusia, dan biasanya dipilih untuk mengobati infeksi bakteri.
Rifampicin, yang menghambat inisiasi sintesis RNA prokariot, digunakan untuk mengobati
tuberkulosis. Amanitin, derivat dari jamur beracun Amanita phalloides, menghambat
polimerase RNA eukariot, terutama polimerase II. Bila jumlah sedikit saja dari α-amanitin
ditelan, maka pada awalnya menimbulkan masalah gastrointestinal, kemudian dengan
cepat menyebabkan kematian.
3. Sintesis Protein (Translasi)
Terdapat banyak penyakit yang berkaitan dengan abnormalitas hemoglobin. Sickle cell
anemia disebabkan mutasi titik (GAG to GTG) yang menyebabkan valin menggantikan
glutamat di posisi 6 pada rantai β-globin. Interaksi hidrofobik antara residu valin pada
molekul-molekul hemoglobin yang berbeda menyebabkan polimerisasi pada hemoglobin
sickle cell, yang mengubah bentuk dari sel-sel darah merah dan menyebabkan hemolisis.
Pada hemoglobin Wayne, delesi suatu basa menyebabkan pergeseran kerangka baca
yang menghasilkan urutan asam amino yang salah setelah posisi 127. Hemoglobin C
disebabkan oleh mutasi titik, juga pada posisi 6 rantai β-globin yang menyebabkan lisin
menggantikan glutamat pada posisi tersebut. Hal ini menyebabkan anemia ringan, tanpa
sel darah merah berubah bentuk menjadi sabit. Namun, heterozigot HbS/HbC mengalami
sel darah merah bentuk sabit yang lebih parah dari heterozigot HbA/HbS.
Pada thalassemia (grup anemia hemolitik), mutasi dapat mempengaruhi semua tahap
metabolisme RNA. Thalassemia adalah ketidakseimbangan dari sintesis protein globin;
β-thalassemia adalah kelebihan subunit α, sedangkan α-thalassemia adalah kelebihan
subunit β. Thalassemia dapat disebabkan berbagai mutasi, sebagian dijelaskan di bawah
ini. Substitusi TATA box menurunkan fungsi promoter. Mutasi pada tempat pemotongan
intron menghasilkan tempat pemotongan alternatif. Perubahan pada polyadenylation
site (AATAAA menjadi AATAGA) menghasilkan pemrosesan premRNA yang salah dan
mRNA abnormal didegradasi. Perubahan dari CAG menjadi TAG menghasilkan kodon
stop pada posisi 39 yang menghasilkan sintesis protein yang pendek dan non fungsional.
Mekanisme Genetika Dasar 13
MEKANISME GENETIKA DASAR

Mutasi-mutasi ini menyebabkan jumlah rantai globin yang diproduksi tidak mencukupi
dan menyebabkan anemia. Mutasi-mutasi pada intron yang menyebabkan perubahan
tempat pemotongan juga menyebabkan penurunan sintesis dari salah satu rantai globin.
Senyawa yang menghambat protein sintesis juga dapat digunakan sebagai antibiotik.
Streptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan eritromisin menghambat sintesis protein
pada ribosom (70S) prokariot dan digunakan untuk mengobati berbagai infeksi. Karena
mitokondria di dalam tubuh manusia mengandung ribosom-ribosom tipe 70S yang
mempunyai fungsi mirip dengan pada sel-sel prokariot, senyawa-senyawa ini juga
menghambat sintesis protein mitokondria.
Kloramfenikol dapat merusak ribosom-ribosom mitokondria dan harus digunakan
dengan hati-hati. Streptomisin berikatan dengan subunit ribosom 30S dari prokariot
dan menyebabkan salah baca mRNA, lalu mencegah pembentukan kompleks inisiasi.
Tetrasiklin berikatan dengan subunit ribosom 30S dari prokariot dan menghambat
pengikatan aminoacyl-tRNA ke A site. Kloramfenikol menghambat aktivitas peptidyl
transferase dari subunit ribosom 50S dari prokariot. Eritromisin berikatan dengan subunit
ribosom 50S dari prokariot dan mencegah translokasi.
Berbagai inhibitor sintesis protein yang menyebabkan penyakit telah diidentifikasi.
Toksin difteri yang dihasilkan dari gen-gen phage digabungkan ke dalam bakteri
Corynebacterium diphtheriae. Toksin tersebut menyebabkan difteria, suatu penyakit saluran
pernafasan yang mematikan. Fragmen A dari toksin mengkatalisis ADP-ribosylation dari
EF-2, lalu menginhibisi translokasi pada eukariot. Sel-sel yang mengandung fragmen A
dari toksin akan mati dengan cepat akibat tidak terjadinya sintesis protein.

Referensi
Campbell NA, Reece JB, Urry LA, Cain ML, Wasserman SA, Minorsky PV, Jackson RB.
Biology. 8th ed. San Francisco: Pearson Benjamin Cummings, 2008.
Lieberman MA & Ricer R. Biochemistry, Molecular Biology, and Genetics 6th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2014.
Lodish H, Berk A, Kaiser CA, Krieger M, Bretscher A, Ploegh H, et al. Molecular Cell
Biology. 8th ed. New York: WH Freeman & Co, 2016.
Najarian K, Najarian S, Gharibzadeh S, Eichelberger CN. Systems biology and
bioinformatics. A computational approach. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis
Group, 2009.

14 Mekanisme Genetika Dasar


MEMBRUM INFERIUS
Oeij Anindita Adhika

Membrum inferius adalah perpanjangan truncus, khusus untuk menopang berat badan,
locomotion, dan memelihara keseimbangan.
Membrum inferius mempunyai 6 regiones utama:
1. Regio glutealis (G. gloutos, buttocks) adalah regio transisi antara truncus dan pars
libera membri inferioris, meliputi nates (clunes) dan regio coxae (meliputi articulatio
coxae dan trochanter major femoris). Lebar panggul adalah ukuran transversus
setinggi trochanter major femoris. Regio glutealis dibatasi di superior oleh crista iliaca,
di medialis oleh crena analis, dan di inferior oleh sulcus glutealis. Musculi glutei
menutupi cingulum pelvicum dan menyusun massa regio ini.
2. Regio femoris adalah pars libera membri superioris yang terletak di antara regio
glutealis, regio abdominalis, dan regio perinealis di proximalis dan regio genus
di distalis. Regio femoris meliputi hampir seluruh femur. Transisi dari truncus ke
pars libera membri superioris terletak di regio inguinalis. Di sini batas antara regio
abdominalis dan regio perinealis dan regio femoris adalah ligamentum inguinale di
anterior dan ramus ischiopubicus di medialis. Di posterior, sulcus glutealis memisahkan
regio glutealis dari regio femoris.
3. Regio genus meliputi condylus femoris, condylus tibiae, caput fibulae, dan patella,
juga persendian di antaranya. Regio genus posterior (poples) meliputi fossa poplitea.
4. Regio cruris adalah bagian yang terletak di antara genu dan bagian distalis crus
yang sempit; meliputi hampir seluruh tibia dan fibula. Crus menghubungkan
genu dengan pes.
5. Tarsus atau regio talocruralis meliputi malleolus medialis dan malleolus lateralis dan
articulatio talocruralis.
6. Pes atau regio pedis adalah bagian distalis membrum inferius yang meliputi tarsus,
metatarsus, dan phalanges. Hallux mempunyai hanya dua phalanges; digiti yang lain
mempunyai tiga.

OSSA MEMBRI INFERIORIS


Skeleton membrum inferius dapat dibagi menjadi dua: cingulum pelvicum dan
ossa dari pars libera membri inferioris. Cingulum pelvicum adalah gelang tulang yang
disusun oleh os sacrum, os coxae kanan, dan os coxae kiri yang bersendian di anterior pada
symphysis pubica.
Cingulum pelvicum melekatkan pars libera membri inferioris ke skeleton axiale.
Cingulum pelvicum juga menyusun skeleton bagian bawah truncus. Fungsi protektif dan
suportifnya melayani abdomen, pelvis, perineum, juga membrum inferius. Ossa dari pars
libera membri inferioris terdapat dalam dan khusus melayani pars libera membri inferioris.

Membrum Inferius 15
MEMBRUM INFERIUS

Pengaturan Ossa Membri Inferioris


Berat badan ditransfer dari columna vertebralis melalui articulatio sacroiliaca ke
cingulum pelvicum dan dari cingulum pelvicum melalui articulatio coxae ke femur.
Untuk mendukung postur bipedal tegak yang lebih baik, femur berada obliqua (mengarah
inferomedialis) dalam regio femoris, sehingga ketika berdiri, genu berdekatan dan
ditempatkan inferior langsung terhadap truncus, mengembalikan pusat gravitasi ke garis
verticalis crus dan pes.
Femur perempuan sedikit lebih obliqua daripada laki-laki, menandakan pelvis yang lebih
lebar. Di genu, ujung distalis femur bersendian dengan patella dan tibia. Berat ditransfer
dari articulatio genus ke articulatio talocruralis oleh tibia. Fibula tidak bersendian dengan
femur dan tidak menopang berat badan, tapi menyediakan tempat perlekatan otot dan ikut
membentuk articulatio talocruralis.
Di tarsus, berat badan ditransfer ke talus. Talus adalah keystone arcus pedis longitudinalis
yang dibentuk oleh ossa tarsi dan ossa metatarsi yang mendistribusikan berat badan di
antara calx dan forefoot ketika berdiri.

Os Coxae
Os coxae matur dibentuk oleh penyatuan ilium, ischium, dan pubis di akhir usia pubertas.
Ketika lahir, ketiga tulang dihubungkan oleh cartilago hyalina; pada anak, penulangan
belum komplit. Ketika pubertas, ketiga tulang masih dipisahkan oleh cartilago triradiata
berbentuk Y yang berpusat di acetabulum, walaupun kedua bagian ramus ischiopubicus
berfusi pada usia 9 tahun. Tulang-tulang tersebut mulai berfusi pada usia 15–17 tahun; fusi
lengkap pada usia 20–25 tahun.

Ilium
Ilium membentuk bagian terbesar os coxae dan berkontribusi sebagai bagian superior
acetabulum. Ilium mempunyai bagian medialis yang tebal untuk menyangga berat badan
dan bagian posterolateralis yang tipis seperti sayap, ala ossis ilii yang menyediakan
permukaan lebar untuk perlekatan musculi.
Corpus ossis ilii bersama pubis dan ischium membentuk acetabulum. Di anterior,
ilium mempunyai spina iliaca anterior superior dan spina iliaca anterior inferior yang
menjadi perlekatan bagi ligamenta dan tendo musculi membri inferioris.
Mulai di spina iliaca anterior superior (SIAS), tepi superior ala ossis ilii yang menebal
dan panjang melengkung, crista iliaca, memanjang ke posterior berakhir di spina iliaca
posterior superior (SIPS). Crista iliaca berperan sebagai “bumper” protektif dan tempat
perlekatan aponeurosis otot mendatar dan fascia profunda. Tonjolan di labium externum
dari crista iliaca, tuberculum iliacum, terletak 5–6 cm posterior terhadap SIAS. Spina
iliaca posterior inferior merupakan ujung superior incisura ischiadica superior.

16 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Permukaan lateralis ala ossis ilii mempunyai tiga garis melengkung yang kasar: linea
glutea anterior, linea glutea posterior, dan linea glutea inferior yang membatasi
perlekatan proximalis ketiga musculi glutei. Di medialis, ala ossis ilii mempunyai depresi
halus besar, fossa iliaca yang merupakan perlekatan proximalis musculus iliacus. Tulang
yang membentuk bagian superior fossa iliaca dapat menjadi tipis dan translusen, khususnya
pada perempuan tua dengan osteoporosis.
Di posterior, aspek medialis ilium mempunyai area artikular yang kasar, berbentuk daun
telinga yang disebut facies auricularis, dan tuberositas iliaca yang sama kasarnya dan
superior terhadap facies auricularis, untuk junctura synovialis dan syndesmosis dengan
permukaan resiprokal os sacrum pada articulatio sacroiliaca.

Ischium
Ischium membentuk bagian posteroinferior os coxae. Bagian superior dari corpus
ossis ischii berfusi dengan ilium dan pubis, membentuk aspek posteroinferior acetabulum.
Ramus ossis ischii bersatu dengan ramus inferior ossis pubis membentuk ramus
ischiopubicus yang menjadi batas inferomedialis foramen obturatum. Tepi posterior
ischium membentuk tepi inferior incisura ischiadica major. Pada tepi inferior incisura
ischiadica major ditemukan spina ischiadica yang menyediakan perlekatan ligamentum
dan memisahkan incisura ischiadica major dari incisura ischiadica minor. Incisura
ischiadica minor berperan sebagai trochlea untuk otot yang muncul dari tulang panggul.
Tonjolan tulang kasar pada junctio ujung inferior corpus ossis ischii dengan ramus ossis
ischii disebut tuber ischiadicum. Berat badan bertumpu pada tuber ischiadicum ketika
duduk; tuber ischiadicum menyediakan perlekatan proximalis otot femur posterior.

Pubis
Pubis membentuk bagian anteromedialis os coxae, berkontribusi terhadap bagian
anterior acetabulum dan menjadi tempat perlekatan proximalis otot femur medialis. Pubis
terbagi menjadi corpus ossis pubis yang terletak di medialis, dan ramus superior ossis
pubis dan ramus inferior ossis pubis yang menonjol ke lateralis dari corpus.
Di medialis, facies symphysialis dari corpus ossis pubis bersendian dengan facies
symphysialis dari corpus ossis pubis kontralateral melalui symphysis pubica. Tepi
anterosuperior dari kedua corpus ossis pubis dan symphysis pubica membentuk crista
pubica yang menyediakan perlekatan bagi otot abdomen.
Tonjolan kecil di ujung lateralis crista pubica, tuberculum pubicum, merupakan marka
penting regio inguinalis. Tuberculum pubicum menjadi perlekatan untuk bagian utama
ligamentum inguinale dan melaluinya perlekatan otot secara tidak langsung. Tepi posterior
dari ramus superior ossis pubis mempunyai tonjolan tajam, pecten ossis pubis, yang ikut
membentuk pelvic brim.

Membrum Inferius 17
MEMBRUM INFERIUS

Foramen Obturatum
Foramen obturatum adalah lubang oval besar atau triangular iregular pada os
coxae. Foramen obturatum dibatasi oleh pubis, ischium, dan rami kedua tulang tersebut.
Kecuali lubang kecil tempat lewat nervus obturatorius dan vasa obturatoria (canalis
obturatorius), foramen obturatum ditutupi oleh membrana obturatoria yang tipis dan
kuat. Keberadaan foramen ini mengurangi berat tulang tapi tetap menyediakan tempat
perlekatan otot pada kedua sisinya.

Acetabulum
Acetabulum adalah rongga berbentuk cup besar pada aspek lateralis os coxae yang
bersendian dengan caput femoris membentuk articulatio coxae. Limbus (margo) acetabuli
tidak komplit di inferior, incisura acetabuli. Depresi kasar di dasar acetabulum meluas
ke superior dari incisura acetabuli, disebut fossa acetabuli. Bagian acetabulum yang
bersendian dengan caput femoris disebut facies lunata yang melingkar di sebelah dalam
fossa acetabuli dan incisura acetabuli.

Posisi Anatomis Os Coxae


Pada posisi anatomis:
• SIAS dan aspek anterosuperior pubis terletak pada planum frontale yang sama.
• Facies symphysialis dari pubis adalah verticalis, paralel terhadap planum medianum.
• Acetabulum menghadap inferolateralis, dengan incisura acetabuli menghadap
ke inferior.
• Foramen obturatum terletak inferomedialis terhadap acetabulum.
• Aspek internus corpus ossis pubis menghadap hampir ke superior langsung.
• Apertura pelvis superior lebih verticalis daripada horizontalis; pada pandangan
anteroposterior, ujung os coccygis tampak di dekat titik tengahnya.

Femur
Femur adalah tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh. Femur meneruskan berat
badan dari os coxae ke tibia ketika berdiri. Panjangnya ± ¼ tinggi badan. Femur terdiri dari
corpus femoris, ujung superior (proximalis), dan ujung inferior (distalis).
Ujung superior terdiri dari caput femoris, collum femoris, trochanter major, dan trochanter
minor. Caput femoris berbentuk ⅔ lingkaran yang ditutupi cartilago articularis, kecuali
depresi di medialis yang disebut fovea capitis femoris, tempat perlekatan ligamentum
capitis femoris. Pada awal kehidupan, ligamentum tersebut dilewati arteria yang
menyuplai epiphysis caput femoris. Collum femoris berbentuk trapezoid dan berdiameter
rata-rata ¾ caput femoris.

18 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Femur proximalis berbentuk L, sehingga terbentuk sudut yang mengarah superomedialis


antara sumbu longitudinalis caput femoris dan collum femoris terhadap corpus femoris
yang berorientasi obliqua. Sudut inklinasi ini paling besar (hampir lurus) pada waktu
lahir dan berangsur-angsur berkurang, sehingga pada waktu dewasa, besar sudut adalah
115−140°, (rerata 126°).
Pada perempuan, sudut inklinasi lebih kecil karena lebar antara acetabula lebih besar
(pelvis minor lebih lebar) dan corpus femoris lebih obliqua. Sudut inklinasi memungkinkan
mobilitas femur yang lebih besar pada articulatio coxae karena menempatkan caput dan
collum lebih tegak lurus terhadap acetabulum pada posisi netral. Abductor dan rotator
femur melekat terutama pada apex sudut (trochanter major) sehingga mereka menarik lever
(kaki pendek L) yang mengarah lebih lateralis daripada verticalis. Hal ini meningkatkan
leverage untuk abductor dan rotator femur, serta memungkinkan abductor femur terletak
superior terhadap femur (di regio glutealis), bukan lateralis terhadap femur, membebaskan
aspek lateralis corpus femoris untuk perlekatan extensor genu.
Sudut inklinasi juga mengakibatkankan kemiringan femur yang memungkinkan genu
menjadi berdekatan dan inferior terhadap truncus. Semuanya menguntungkan untuk
berjalan bipedal, meskipun mengakibatkan strain pada collum femoris. Sebagai akibatnya,
fraktur collum femoris dapat terjadi pada orang tua sebagai akibat sedikit salah melangkah
jika collum femoris telah lemah karena osteoporosis.
Torsio femur yang terjadi pada perkembangan tidak menjadikan sumbu longitudinalis
ujung superior femur (caput dan collum) paralel terhadap sumbu transversus ujung inferior
(condylus femoris). Jika femur dipandang dari superior, tampak bahwa kedua sumbu
membentuk sudut (sudut torsio atau sudut deklinasi), rerata 7° pada laki-laki dan 12° pada
perempuan. Sudut torsio berkombinasi dengan sudut inklinasi, memungkinkan gerakan
rotatio caput femoris dalam acetabulum yang terletak oblik diubah menjadi flexio dan
extensio, abductio, dan adductio, serta rotatio femur.
Di mana collum femoris bersatu dengan corpus femoris, didapatkan dua elevasi tumpul
besar yang dinamakan trochanter. Trochanter minor memanjang medialis dari bagian
posteromedialis junctio collum dengan corpus, dan menjadi perlekatan flexor femur
utama (iliopsoas). Trochanter major adalah massa tulang besar lateralis yang menonjol
ke superior dan posterior di mana collum femoris bergabung dengan corpus femoris,
menyediakan perlekatan dan leverage untuk abductor dan rotator femur. Sisi di mana
collum dan corpus bersatu ditunjukkan oleh linea intertrochanterica, alur kasar yang
dibentuk oleh perlekatan ligamentum iliofemorale. Linea intertrochanterica berjalan dari
trochanter major mengelilingi trochanter minor, berlanjut ke posterior dan inferior sebagai
linea spiralis.

Membrum Inferius 19
MEMBRUM INFERIUS

Serupa, tapi lebih halus dan lebih menonjol, crista intertrochanterica menghubungkan
kedua trochanter di posterior. Elevasi membulat pada crista disebut tuberculum
quadratum. Pada pandangan anterior dan posterior, trochanter major segaris dengan
corpus femoris. Pada pandangan posterior dan superior, trochanter major berlanjut sebagai
lekukan dalam ke arah medialis yang disebut fossa trochanterica.
Corpus femoris sedikit cembung di anterior. Hampir seluruh corpus halus membulat,
menyediakan origo extensor genu, kecuali di posterior di mana garis kasar lebar, linea
aspera, menyediakan perlekatan bagi adductor femur. Elevasi verticalis tersebut terutama
menonjol di ⅓ medius corpus femoris, di mana mempunyai labium laterale dan labium
mediale. Di superior, labium laterale bercampur dengan tuberositas glutea, dan labium
mediale berlanjut sebagai linea spiralis.
Linea spiralis memanjang ke arah trochanter minor tapi kemudian berjalan ke permukaan
anterior femur, di mana berlanjut dengan linea intertrochanterica. Elevasi intermedius,
linea pectinea, memanjang dari bagian centralis linea aspera ke basis trochanter minor.
Di inferior, linea aspera terbagi menjadi linea supracondylaris medialis dan linea
supracondylaris lateralis, yang mengarah ke condylus medialis dan condylus lateralis.
Condylus medialis dan condylus lateralis menyusun hampir seluruh ujung inferior
femur. Kedua condylus berada pada level horizontalis yang sama ketika tulang pada
posisi anatomis, sehingga jika femur terisolasi ditempatkan tegak dengan kedua condylus
menyentuh meja atau lantai, corpus femoris diasumsikan berada pada posisi obliqua
yang sama seperti dalam tubuh (± 9° dari verticalis pada laki-laki dan sedikit lebih besar
pada perempuan).
Condylus femoris bersendian dengan meniscus dan condylus tibiae membentuk
articulatio genus. Meniscus dan condylus tibiae bergerak sebagai satu unit melintasi aspek
inferior dan posterior condylus femoris pada flexio dan extensio. Kecembungan facies
articularis condylus meningkat ketika menuruni permukaan anterior, menutupi ujung
inferior, dan kemudian naik ke posterior. Condylus dipisahkan di posterior dan inferior oleh
fossa intercondylaris, tapi bersatu di anterior, membentuk depresi longitudinalis dangkal,
facies patellaris, yang bersendian dengan patella. Permukaan lateralis condylus lateralis
mempunyai tonjolan centralis yang disebut epicondylus lateralis. Permukaan medialis
condylus medialis mempunyai tonjolan yang lebih besar dan lebih menonjol yang disebut
epicondylus medialis, superior terhadap elevasi lain, yakni tuberculum adductorium
yang merupakan perlekatan tendo. Epicondylus menyediakan perlekatan proximalis bagi
ligamentum collaterale tibiale (mediale) dan ligamentum collaterale fibulare (laterale).

20 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Tibia dan Fibula


Tibia dan fibula adalah ossa cruris. Tibia bersendian dengan condylus femoris di
superior dan talus di inferior, dan dengan demikian mentransmisikan berat badan. Fibula
terutama berfungsi sebagai perlekatan musculi, tapi juga penting untuk stabilitas articulatio
talocruralis. Corpus tibiae dan corpus fibulae dihubungkan oleh membrana interossea
cruris yang disusun oleh serabut obliqua kuat yang berjalan turun dari tibia ke fibula.

Tibia
Terletak di sisi anteromedialis crus, hampir paralel terhadap fibula, tibia adalah tulang
terbesar kedua dalam tubuh. Melebar pada kedua ujungnya untuk persendian dan transfer
berat badan. Ujung proximalis melebar ke medialis, lateralis, dan posterior, yaitu condylus
medialis dan condylus lateralis yang membentuk facies articularis superior (tibial
plateau) yang relatif datar. Facies articularis superior terdiri dari 2 facies articularis (yang
medialis sedikit konkaf dan yang lateralis sedikit konveks) yang bersendian dengan condylus
medialis femoris dan condylus lateralis femoris. Kedua facies articularis dipisahkan oleh
eminentia intercondylaris yang dibentuk oleh tuberculum intercondylare mediale dan
tuberculum intercondylare laterale yang dipisahkan oleh area intercondylaris anterior
dan area intercondylaris posterior.
Kedua tuberculum bersesuaian dengan fossa intercondylaris femoris. Tuberculum
intercondylare mediale, tuberculum intercondylare laterale, area intercondylaris
anterior, dan area intercondylaris posterior merupakan tempat perlekatan menisci dan
ligamenta utama genu yang memegang femur dan tibia serta memelihara kontak antar
facies articularis.
Pada aspek anterolateralis condylus lateralis tibiae didapatkan anterolateral tibial
tubercle (Gerdy Tubercle) inferior terhadap facies articularis, yang menyediakan perlekatan
distalis untuk fascia yang menebal dan menutupi femur lateralis, menambahkan stabilitas
pada articulatio genus. Pada condylus lateralis juga didapatkan facies articularis fibularis
di posterolateralis aspek inferiornya untuk bersendian dengan caput fibulae.
Tidak seperti femur, corpus tibiae terletak verticalis dalam crus. Potongan melintang
tibia berbentuk segitiga; mempunyai facies medialis, facies posterior, dan facies lateralis
serta margo anterior, margo medialis, dan margo interosseus (lateralis).
Margo anterior tibiae merupakan margo yang paling menonjol. Margo anterior dan
facies medialis adalah subcutanea sepanjang tulang. Periosteum yang membungkusnya
dan kulit di luarnya rentan terhadap memar. Di ujung superior margo anterior terdapat
tuberositas tibiae, tempat perlekatan distalis ligamentum patellae yang terdapat di antara
tepi inferior patella dan tuberositas tibiae.
Corpus tibiae paling tipis di junctio ⅓ medius dan ⅓ distalis. Ujung distalis tibia
lebih kecil daripada ujung proximalis dan berakhir sebagai tonjolan malleolus medialis.
Permukaan inferior corpus tibiae dan permukaan lateralis malleolus medialis bersendian
dengan talus.
Membrum Inferius 21
MEMBRUM INFERIUS

Margo interosseus tibiae tajam dan merupakan tempat perlekatan membrana interossea
cruris yang menghubungkan kedua ossa cruris. Di inferior, tepi yang tajam digantikan oleh
lekukan, incisura fibularis yang menyediakan perlekatan dengan ujung distalis fibula.
Pada facies posterior dari bagian proximalis corpus tibiae terdapat linea musculi solei
yang berjalan inferomedialis ke margo medialis. Linea dibentuk dalam hubungan dengan
perlekatan musculus soleus ⅓ jalan menuruni corpus. Distalis segera terhadap linea ini
dijumpai lekukan vaskular obliqua yang menuju ke foramen nutricium, untuk lintasan
arteria nutricia yang menyuplai ujung proximalis tibia dan medulla ossium. Dari foramen
nutricium, canalis nutricius berjalan ke inferior dan berakhir di cavitas medullaris.

Fibula
Fibula terletak posterolateralis terhadap tibia dan melekat erat melalui syndesmosis
tibiofibularis yang meliputi membrana interossea. Fibula tidak berfungsi dalam menyangga
berat badan. Fibula berperan terutama untuk perlekatan musculi, menyediakan perlekatan
distalis bagi satu otot dan perlekatan proximalis bagi 8 otot. Serabut syndesmosis
tibiofibularis disusun utuk menahan tarikan ke bawah pada fibula.
Ujung distalis membesar dan memanjang ke lateralis dan ke inferior sebagai malleous
lateralis. Malleoli membentuk dinding luar rectangular socket (mortise), yang merupakan
komponen superior articulatio talocruralis, dan menyediakan perlekatan untuk ligamenta
yang menstabilkan sendi tersebut. Malleolus lateralis lebih menonjol dan lebih posterior
daripada malleolus medialis dan berekstensi ± 1 cm lebih distalis.
Ujung proximalis fibula terdiri dari caput fibulae superior terhadap collum fibulae.
Caput fibulae mempunyai apex capitis fibulae. Caput fibulae bersendian dengan facies
articularis fibularis yang terdapat di posterolateralis dari aspek inferior condylus lateralis
tibiae. Corpus fibulae berpilin dan ditandai oleh perlekatan otot. Potongan melintang
corpus fibulae berbentuk segitiga, mempunyai tiga facies (lateralis, medialis, dan posterior)
dan tiga margo (anterior, interosseous, dan posterior).

Ossa Pedis
Ossa pedis meliputi tarsus, metatarsus, dan phalanges. Ada 7 ossa tarsi, 5 ossa metatarsi
dan 14 phalanges.

Tarsus
Tarsus (posterior or proximal foot; hindfoot+midfoot) terdiri dari 7 tulang: talus,
calcaneus, os cuboideum, os naviculare, os cuneiforme mediale, os cuneiforme
intermedium, dan os cuneiforme laterale. Hanya talus yang bersendian dengan ossa cruris.

22 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Talus mempunyai corpus, collum, dan caput. Facies superior atau trochlea tali diapit
oleh kedua malleoli dan menerima berat badan dari tibia. Talus mentransmisikan dan
membaginya kepada calcaneus, ke mana corpus tali berhubungan, dan kepada forefoot,
ke mana caput tali berhubungan melalui ligamentum calcaneonaviculare plantare (spring
ligament). Ligamentum calcaneonaviculare plantare tergantung melewati celah antara
tonjolan medialis shelf-like dari calcaneus (sustentaculum tali) dan os naviculare yang
terletak di anterior.
Talus adalah satu-satunya os tarsale yang tidak mempunyai perlekatan otot atau tendo.
Hampir seluruh permukaannya ditutupi cartilago articularis. Corpus tali membawa trochlea
tali di superior dan menyempit menjadi processus posterior tali dengan sulcus tendinis
musculi flexoris hallucis longi, yang diapit oleh tuberculum laterale dan tuberculum
mediale yang kurang prominen.
Calcaneus adalah tulang terbesar dan terkuat di pes. Ketika berdiri, calcaneus
mentransmisikan sebagian besar berat badan dari talus ke ground. Dua pertiga anterior
dari permukaan superior calcaneus bersendian dengan talus dan permukaan anteriornya
bersendian dengan os cuboideum.
Permukaan lateralis calcaneus mempunyai alur obliqua, trochlea fibularis yang terletak
di antara tendo fibularis longus dan tendo fibularis brevis. Trochlea fibularis menahan
tendon pulley untuk evertor pes. Sustentaculum tali yang menyokong caput tali menonjol
dari tepi superior permukaan medialis calcaneus. Bagian posterior calcaneus mempunyai
tonjolan masif yang menyangga berat badan, tuber calcanei yang mempunyai processus
medialis tuberis calcanei, processus lateralis tuberis calcanei dan tuberculum calcanei.
Hanya processus medialis tuberis calcanei yang kontak dengan ground ketika berdiri.
Os naviculare adalah tulang berbentuk perahu, mendatar yang terletak di antara caput
tali di posterior dan tiga os cuneiforme di anterior. Permukaan medialis os naviculare
menonjol ke inferior membentuk tuberositas ossis navicularis yang penting untuk tempat
perlekatan tendo karena tepi medialis pes tidak menyentuh ground, tapi membentuk arcus
pedis longitudinalis yang disokong di centralis. Jika tuberositas ossis navicularis terlalu
menonjol, dapat menekan bagian medialis sepatu dan menyebabkan nyeri kaki.
Os cuboideum adalah tulang paling lateralis dalam barisan distalis ossa tarsi. Anterior
terhadap tuberositas ossis cuboidei pada permukaan lateralis dan inferior dijumpai sulcus
tendinis musculi fibularis longi.
Os cuneiforme mediale adalah tulang terbesar dan os cuneiforme intermedium adalah
tulang terkecil. Tiap os cuneiforme bersendian dengan os naviculare di posterior dan basis
ossis metatarsi di anterior. Os cuneiforme laterale juga bersendian dengan os cuboideum.

Membrum Inferius 23
MEMBRUM INFERIUS

Metatarsus
Metatarsus (anterior or distal foot, forefoot) terdiri dari 5 ossa metatarsi yang dinomori
dari sisi medialis pes. Pada ossa pedis yang bersendian, articulationes tarsometatarsales
membentuk tarsometatarsal line yang miring yang menghubungkan titik tengah dari tepi
medialis dan tepi lateralis pes; dengan demikian ossa metatarsi dan phalanges terletak
dalam separuh anterior (forefoot) dan ossa tarsi terletak dalam separuh posterior (hindfoot).
Os metatarsale I lebih pendek dan gemuk daripada yang lain. Os metatarsale II
paling panjang. Tiap os metatarsale mempunyai basis ossis metatarsi (bagian yang lebih
besar di proximalis), corpus ossis metatarsi, dan caput ossis metatarsi (di distalis). Basis
ossis metatarsi adalah ujung proximalis yang lebih besar. Basis ossis metatarsi bersendian
dengan ketiga os cuneiforme dan os cuboideum; caput ossis metatarsi bersendian dengan
phalanx proximalis. Basis ossis metatarsi I dan V mempunyai tuberositas yang besar
untuk perlekatan tendo; tuberositas ossis metatarsi quinti (V) menonjol ke lateralis
melampaui os cuboideum. Pada permukaan plantaris caput ossis metatarsi I didapatkan os
sesamoideum mediale dan os sesamoideum laterale yang terbenam dalam tendo.

Phalanges
Digitus I (hallux) mempunyai dua phalanges (proximalis dan distalis); empat digiti
yang lain mempunyai tiga phalanges (proximalis, media, dan distalis). Tiap phalanx
mempunyai basis phalangis (di proximalis), corpus phalangis, dan caput phalangis (di
distalis). Phalanges dari hallux pendek, lebar, dan kuat. Phalanx media dan phalanx distalis
dari digitus V dapat berfusi pada orang yang sudah tua.

FASCIA, VENAE, LYMPHATICI, VASSA EFFERENTES DAN NERVI CUTANEI


MEMBRI INFERIORIS

Tela Subcutanea dan Fascia


Tela subcutanea terletak profundus terhadap cutis dan terdiri dari jaringan ikat longgar
yang mengandung lemak, nervi cutanei, venae superficiales, vasa lymphatici, dan nodi
lymphoidei. Tela subcutanea coxae dan tela subcutanea femoris merupakan lanjutan dari
tela subcutanea abdominis dari bagian inferior dinding abdomen anterolateralis dan nates.
Pada genu, tela subcutanea kehilangan lemaknya dan bercampur dengan fascia profunda.
Fascia profunda membri inferioris kuat, membungkus seperti elastic stocking.
Fascia profunda membatasi penonjolan keluar otot-otot yang berkontraksi, sehingga
menjadikan kontraksi otot lebih efisien mengompresi venae untuk mendorong darah
mengalir menuju jantung.

24 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Fascia Lata
Fascia profunda femoris disebut fascia lata. Di superior, fascia lata melekat dan berlanjut
dengan:
• Ligamentum inguinale, arcus pubicus, corpus ossis pubis, dan tuberculum pubicum di
anterior.
• Stratum membranosum dari dinding abdomen inferior juga melekat ke fascia lata satu
jari inferior terhadap ligamentum inguinale.
• Crista iliaca di lateralis dan di posterior.
• Os sacrum, os coccygis, ligamentum sacrotuberale, dan tuber ischiadicum/ramus
ischiopubicus di posterior dan di medialis.

Di inferior, fascia lata melekat dan berlanjut dengan:


• Bagian terbuka tulang di sekeliling genu
• Fascia cruris
Fascia lata menebal dan diperkuat oleh tambahan serabut longitudinalis di bagian
lateralis, membentuk tractus iliotibialis. Tractus iliotibialis merupakan aponeurosis
bersama musculus tensor fasciae latae dan musculus gluteus maximus. Tractus iliotibialis
membentang dari tuberculum iliacum ke anterolateral tubercle of the tibia (Gerdy
tubercle).
Otot femur dipisahkan dalam tiga compartimenta: compartimentum femoris anterius
(extensorum), compartimentum femoris posterius (flexorum), compartimentum femoris
mediale (adductorium). Dinding compartimenta dibentuk oleh fascia lata dan tiga septum
intermusculare femoris yang muncul dari aspek profundus dan melekat pada linea aspera.
Septum intermusculare femoris laterale adalah kuat; dua lainnya relatif lemah. Septum
intermusculare femoris laterale berjalan profundus dari tractus iliotibialis ke labium
externum linea aspera dan linea supracondylaris lateralis. Septum intermusculare femoris
laterale menawarkan bidang internervosa kepada ahli bedah yang memerlukan eksposur
lebar femur.
Hiatus saphenus pada fascia lata terletak inferior terhadap bagian medialis ligamentum
inguinale, ± 4 cm inferolateralis terhadap tuberculum pubicum. Panjang hiatus saphenus
± 3,75 cm dan lebar ± 2,5 cm dengan sumbu longitudinalis-nya adalah verticalis. Tepi
medialisnya halus, tapi tepi superior, tepi lateralis, dan tepi inferior membentuk tepian
kresentik tajam yang disebut margo falciformis. Fascia cribrosa, jaringan fibrosa lemak
yang merupakan stratum membranosum menutupi hiatus saphenus dari tepi medialis
margo falciformis. Fascia cribrosa ditembus oleh vasa lymphatici efferentes dari nodi
inguinales superficiales, dan vena saphena magna dengan tributarinya. Vena saphena
magna memasuki vena femoralis. Vasa lymphatici memasuki nodi inguinales profundi.

Membrum Inferius 25
MEMBRUM INFERIUS

Fascia Cruris
Fascia cruris melekat ke margo anterior tibiae dan margo medialis tibiae dan berlanjut
dengan periosteum. Fascia cruris tebal di bagian proximalis aspek anterior crus, di mana
membentuk perlekatan proximalis musculi. Walaupun lebih tipis di distalis, fascia cruris
membentuk pita penebalan di superior dan anterior terhadap articulatio talocruralis,
retinaculum musculorum extensorum.
Septum intermusculare cruris anterius dan septum intermusculare cruris posterius
berjalan dari permukaan internus fascia cruris lateralis dan melekat ke margo fibulae yang
bersesuaian. Membrana interossea dan septum intermusculare membagi crus menjadi 3
compartimenta: compartimentum cruris anterius (extensorum), compartimentum cruris
posterius (flexorum) dan compartimentum cruris laterale (fibularium). Compartimentum
cruris posterius selanjutnya dibagi oleh septum intermusculare cruris transversum
yang memisahkan pars superficialis compartimenti cruris posterioris dan pars profunda
compartimenti cruris posterioris.

Drainase Venosa Membrum Inferius


Membrum inferius mempunyai venae superficiales dan venae profundae: venae
superficiales berada dalam tela subcutanea dan berjalan tidak bersama arteriae senama;
venae profundae adalah profundus terhadap fascia profunda dan menemani semua arteriae
utama. Venae superficiales dan venae profundae mempunyai valvae, yang lebih banyak
dalam venae profundae.

Venae Superficiales Membri Inferioris


Dua venae superficiales utama adalah vena saphena magna dan vena saphena parva.
Hampir seluruh tributari mereka tidak bernama.
Vena saphena magna dibentuk dari penyatuan vena digitalis dorsalis dari digitus I dan
arcus venosus dorsalis pedis. Vena saphena magna:
• Berjalan naik anterior terhadap malleolus medialis.
• Melintas posterior terhadap condylus medialis femoris.
• Beranastomosis dengan vena saphena parva.
• Memasuki hiatus saphenus pada fascia lata.
• Bermuara ke vena femoralis.
Vena saphena magna mempunyai 10–12 valvae, lebih banyak di crus daripada di femur.
Valvae tersebut biasanya bertempat inferior segera terhadap venae perforantes. Venae
perforantes juga mempunyai valvae.

26 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Valvula venosa adalah valvula (cuspis) endothelium dengan valvular sinus yang terisi
dari atas. Ketika mereka penuh, cuspis menutup lumen vena, dengan demikian mencegah
reflux darah ke distalis, membuat aliran satu arah. Mekanisme valvular juga memecah
kolom darah dalam vena saphena menjadi segmen yang lebih pendek, mengurangi tekanan
balik. Kedua efek ini mempermudah pompa muskulovenosa mengatasi gaya gravitasi
untuk mengembalikan darah ke jantung.
Ketika berjalan naik di crus dan femur, vena saphena magna menerima banyak tributari
dan berkomunikasi pada beberapa lokasi dengan vena saphena parva. Tributari dari aspek
medialis dan posterior femur sering bersatu membentuk vena saphena accessoria yang
menjadi komunikasi utama antara vena saphena magna dan vena saphena parva.
Selain itu, vena cutaneus lateralis dan vena cutaneus anterior yang muncul dari
jejaring vena bagian inferior femur dan memasuki vena saphena magna di superior, segera
sebelum memasuki vena femoralis. Di dekat terminasinya, vena saphena magna juga
menerima vena circumflexa ilium superficialis, vena epigastrica superficialis dan vena
pudenda externa.
Vena saphena parva muncul di sisi lateralis pes dari penyatuan vena digitalis dorsalis
digitus V dengan arcus venosus dorsalis pedis. Vena saphena parva:
• Berjalan naik posterior terhadap malleolus lateralis sebagai lanjutan vena marginalis
lateralis.
• Melintas sepanjang tepi lateralis tendo calcaneus.
• Membelok ke garis tengah fibula dan menembus fascia profunda.
• Berjalan naik di antara caput gastrocnemius.
• Bermuara ke vena poplitea di fossa poplitea.
Walaupun banyak tributari diterima oleh venae saphenae, diameter mereka tetap uniform
ketika berjalan naik. Hal ini mungkin karena darah yang diterima venae saphenae secara
kontinu dialirkan dari venae superficiales ke venae profundae melalui venae perforantes.
Venae perforantes menembus fascia profunda di dekat asalnya dari venae superficiales
dan mengandung valvae yang menjadikan darah mengalir hanya dari venae superficiales ke
venae profundae. Venae perforantes melintas melalui fascia profunda dengan sudut obliqua
sehingga ketika musculi berkontraksi dan tekanan naik dalam fascia profunda, venae
perforantes terkompresi. Kompresi venae perforantes juga mencegah darah mengalir dari
venae profundae ke venae superficiales. Pola aliran darah ini penting untuk proper venous
return dari membrum inferius karena memampukan kontraksi muskular mendorong darah
menuju jantung melawan gaya gravitasi (pompa muskulovenosa).

Membrum Inferius 27
MEMBRUM INFERIUS

Venae Profundae Membri Inferioris


Venae profundae menemani semua arteriae utama dan cabang-cabangnya. Venae
comitantes biasanya berpasangan, sering merupakan vena interkoneksi yang terletak
di kedua sisi arteria yang ditemaninya. Venae comitantes terdapat dalam vascular sheath
bersama arteria yang pulsasinya membantu mengompresi dan menggerakkan darah
dalam venae.
Walaupun arcus venosus dorsalis pedis mengalirkan terutama melalui venae saphenae,
venae perforantes membentuk vena tibialis anterior di crus anterior. Vena plantaris
medialis dan vena plantaris lateralis dari planta membentuk vena tibialis posterior dan
vena fibularis di posterior dari malleolus medialis dan malleolus lateralis. Ketiga venae
profundae dari crus mengalir ke vena poplitea di regio genus posterior yang menjadi vena
femoralis di femur. Venae yang menemani arteriae perforantes dari vena profunda femoris
mengalirkan darah dari otot-otot femur dan berakhir di vena profunda femoris, yang
bergabung dengan bagian terminalis vena femoralis. Vena femoralis berjalan profundus
terhadap ligamentum inguinale dan menjadi vena iliaca externa.

Drainase Lymphoideum Membrum Inferius


Membrum inferius mempunyai vas lymphaticum superficiale dan vas lymphaticum
profundum. Vas lymphaticum superficiale berjalan bersama venae saphenae dan
tributarinya. Vasa lymphatici yang menemani vena saphena magna berakhir di nodi
inguinales superficiales. Hampir seluruh lympha dari nodi tersebut mengalir langsung
ke nodi iliaci externi, yang terletak di sepanjang vena iliaca externa. Sisanya mengalir ke
nodi inguinales profundi yang terletak di bawah fascia profunda pada aspek medialis
vena femoralis. Vasa lymphatici yang menemani vena saphena parva memasuki nodi
poplitei yang mengelilingi vena poplitea dalam lemak fossa poplitea.
Vasa lymphatici profundi dari crus berjalan bersama venae profundae dan memasuki
nodi poplitei. Hampir seluruh lympha dari nodi ini mengalir naik dalam vasa lymphatici
profundi menuju nodi inguinales profundi. Dari nodi inguinales profundi, lympha mengalir
ke nodi iliaci externi dan nodi iliaci communes, kemudian ke truncus lumbalis.

Persarafan Cutaneus Membrum Inferius


Nervi cutanei dalam tela subcutanea menyuplai kulit membrum inferius. Nervi tersebut,
kecuali beberapa nervi unisegmental proximalis yang berasal dari nervus spinalis T12 atau
nervus spinalis L1, adalah cabang dari plexus lumbalis dan plexus sacralis. Area kulit
yang disuplai oleh nervus spinalis individual, termasuk yang berkontribusi dalam plexus,
disebut dermatoma. Pola dermatomal (segmental) dalam persarafan cutanea menetap
selama hidup, tapi terdistorsi oleh pemanjangan dan torsio membrum yang terjadi selama
perkembangan.
28 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Walaupun disederhanakan menjadi zona terpisah dalam map dermatoma, dermatoma


yang berdekatan tumpang tindih, kecuali di garis axialis, yakni garis junctio dari dermatoma
yang disuplai oleh level spinal yang diskontinu.

Persarafan Motorik Membrum Inferius


Serabut motorik somatik berjalan dalam nervus mixtus yang membawa serabut sensoris.
Massa otot embriologis unilateral yang menerima persarafan dari segmen tunggal medulla
spinalis atau nervus spinalis disebut myotoma. Musculi membri inferioris menerima
serabut motorik dari beberapa segmenta atau nervi medullae spinalis. Kebanyakan otot
disusun oleh lebih dari satu myotoma, dan paling sering segmenta medulla spinalis multipel
terlibat dalam menghasilkan gerakan membrum inferius.

REGIO FEMORIS ANTERIOR DAN REGIO FEMORIS MEDIALIS


Otot femur diorganisasikan menjadi tiga compartimenta oleh septum intermusculare
yang berjalan profundus di antara kelompok otot dari permukaan internus fascia lata ke
linea aspera femoris. Compartimenta tersebut adalah compartimentum femoris anterius
(extensorum), compartimentum femoris mediale (adductorum), dan compartimentum
femoris posterius (flexorum), dinamakan berdasarkan lokasi atau aksinya pada articulatio
genus. Pada umumnya, kelompok anterior dipersarafi oleh nervus femoralis, kelompok
medialis oleh nervus obturatorius, dan kelompok posterior oleh bagian tibialis nervus
ischiadicus. Walaupun compartimenta bervariasi dalam ukuran absolut dan relatif,
bergantung pada level, compartimentum femoris anterius adalah yang paling besar dan
meliputi femur.

Otot Femur Anterior


Compartimentum femoris anterius berisi otot femur anterior, yaitu flexor articulatio
coxae dan extensor articulatio genus. Otot femur anterior meliputi pectineus, iliopsoas,
sartorius, dan quadriceps femoris.
Otot-otot utama compartimentum femoris anterius cenderung cepat atrofi pada penyakit,
dan terapi fisik diperlukan untuk merestorasi kekuatan, tonus, dan simetri dengan membrum
lawannya setelah imobilisasi femur atau crus.

Pectineus
Pectineus adalah otot kuadrangular datar yang terletak di bagian anterior aspek
superomedialis femur. Pectineus sering tampak tersusun atas 2 lapisan: superficialis dan
profundus dengan persarafan yang berbeda, sehingga dianggap sebagai otot transisional
antara kompartemen anterior dan kompartemen medialis.

Membrum Inferius 29
MEMBRUM INFERIUS

Iliopsoas
Iliopsoas, flexor femur utama, adalah flexor coxa yang paling kuat dengan rentang yang
paling panjang. Walaupun merupakan salah satu otot tubuh yang paling kuat, iliopsoas
relatif tersembunyi, dengan hampir seluruh massanya berlokasi di dinding abdomen
posterior dan pelvis major. Bagian lateralis yang lebar, iliacus, dan bagian medialisnya
yang panjang, psoas major, muncul dari fossa iliaca dan vertebrae lumbales. Iliopsoas
adalah satu-satunya otot yang melekat pada columna vertebralis, pelvis dan femur. Posisi
uniknya tidak hanya berperan untuk menghasilkan gerakan, tapi juga untuk menstabilkan
(fiksasi). Iliopsoas juga dapat memperparah, bahkan berkontribusi terhadap deformitas
dan disabilitas bila mengalami malformasi (khususnya jika memendek), disfungsional,
atau terkena penyakit.
Kontraksi konsentrik iliopsoas menggerakkan pars libera membri inferioris,
menghasilkan flexio coxa untuk mengangkat membrum dan memulai forward swing
selama berjalan (yaitu, selama preswing dan initial swing phases) sementara membrum
yang berlawanan menerima berat, atau meng-elevatio-kan membrum selama memanjat.
Iliopsoas pun mampu menggerakkan truncus. Kontraksi bilateral iliopsoas memulai flexio
truncus pada articulatio coxae dengan femur yang terfiksasi –seperti ketika melakukan sit-
ups– dan mengurangi lordosis lumbalis. Iliopsoas aktif waktu berjalan menurun, kontraksi
eksentriknya menahan akselerasi.
Iliopsoas juga merupakan otot postural, aktif pada posisi berdiri untuk mempertahankan
lordosis lumbalis (dan secara tidak langsung kyphosis thoracica kompensasi) dan menahan
hyperextensio articulatio coxae.
Sartorius
Sartorius, the “tailor’s muscle” (L. sartus, patched or repaired) adalah otot yang
panjang dan seperti pita, Berjalan dari lateralis ke medialis melalui bagian superoanterior
femur. Sartorius terletak superficialis dalam compartimentum femoris anterius, dalam
selubung fascia-nya sendiri. Turun ke inferior hingga sisi medialis genu.
Sartorius, otot terpanjang dalam tubuh, beraksi pada dua articulatio. Sartorius meng-
flexio-kan articulatio coxae dan berpartisipasi dalam flexio articulatio genus. Sartorius juga
secara lemah meng-abductio-kan dan me-rotatio-externa-kan femur. Kontraksi bilateral
membawa membrum inferius dalam posisi duduk dengan crus menyilang; hal ini terjadi
sinergis, beraksi dengan otot femur lain yang menghasilkan gerakan tersebut.
Quadriceps Femoris
Quadriceps femoris membentuk massa utama otot femoris anterior, merupakan otot
terbesar dan salah satu yang paling kuat dalam tubuh. Quadriceps menutup hampir seluruh
aspek anterior dan sisi femur. Quadriceps terdiri dari 4 bagian: (1) rectus femoris, (2)
vastus lateralis, (3) vastus intermedius dan (4) vastus medialis. Quadriceps adalah otot dua
sendi yang mampu menghasilkan aksi pada articulatio coxae dan articulatio genus.
30 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Quadriceps adalah extensor crus yang besar. Kontraksi konsentrik meng-extensio-kan


genus melawan gravitasi, penting untuk bangkit dari duduk atau jongkok, memanjat dan
berjalan naik tangga, dan untuk akselerasi dan proyeksi (berlari dan melompat) ketika
mengangkat atau memindahkan berat badan. Akibatnya, quadriceps dapat tiga kali lebih
kuat dari kelompok otot antagonisnya, hamstrings.
Pada berjalan datar, quadriceps menjadi aktif selama terminasi swing phase, menyiapkan
genu untuk menerima berat. Quadriceps bertanggung jawab untuk mengabsorpsi jarring
shock dari heel strike, dan aktivitasnya berlanjut ketika berat diasumsikan selama early
stance phase (loading response). Quadriceps juga berfungsi sebagai fixator pada bent-
knee sports, seperti ski dan tenis, serta berkontraksi eksentrik ketika berjalan menurun dan
menuruni tangga.
Tendo keempat bagian quadriceps bersatu di bagian distalis membentuk tendo
quadriceps yang tunggal, kuat, dan lebar. Ligamentum patellae yang melekat ke tuberositas
tibiae merupakan lanjutan tendo quadriceps dengan patella terbenam di dalamnya. Patella
adalah os sesamoideum terbesar dalam tubuh.
Musculi vasti (medialis dan lateralis) juga melekat pada patella dan membentuk
aponeurosis, retinaculum patellae mediale dan retinaculum patellae laterale, yang
memperkuat capsula articularis dari articulatio genus di kedua sisi patella dalam perjalanan
untuk melekat ke tepi anterior tibial plateau. Retinacula juga berperan menjaga patella
tetap pada facies patellaris femoris.
Patella menyediakan permukaan tulang yang dapat menahan kompresi terhadap tendo
quadriceps pada posisi berlutut dan friksi yang terjadi ketika genu ber-flexio dan ber-
extensio selama berlari. Patella juga menjadi leverage tambahan bagi quadriceps untuk
menempatkan tendo lebih anterior, menjauhi sumbu sendi, menyebabkannya mendekati
tibia dari posisi yang lebih menguntungkan secara mekanis. Apex patellae yang mengarah
ke inferior, menunjukkan level bidang sendi lutut ketika crus di-extensio-kan dan
ligamentum patellae tegang.
Rectus Femoris. Dinamakan demikian karena berjalan lurus ke bawah femur. Karena
perlekatannya pada os coxae dan tibia, rectus femoris melalui dua articulationes, sehingga
mampu meng-flexio-kan femur pada articulatio coxae dan meng-extensio-kan crus pada
articulatio genus. Rectus femoris merupakan satu-satunya otot quadriceps yang melalui
articulatio coxae, serta sebagai flexor coxa beraksi dengan dan seperti iliopsoas selama
preswing dan initial swing phases dari berjalan.
Kemampuan rectus femoris meng-extensio-kan genu berkurang selama flexio coxa,
tapi berkontribusi terhadap tenaga extensio selama toe off phase dari berjalan, ketika
femur di-extensio-kan. Hal ini terutama efisien dalam gerakan yang mengombinasikan
extensio genu dan flexio coxa dari posisi hyperextensio coxa dan flexio genu, seperti pada
posisi persiapan untuk menendang bola. Rectus femoris rawan terhadap cedera dan avulsi
SIAI selama menendang, sehingga dinamakan “kicking muscle”. Kehilangan fungsi rectus
femoris dapat mengurangi kekuatan flexio femur sampai 17%.
Membrum Inferius 31
MEMBRUM INFERIUS

Musculi Vasti. Nama dari tiga musculi vasti menunjukkan posisinya di sekitar corpus
femoris:
• Vastus lateralis, komponen terbesar, terletak di sisi lateralis femur.
• Vastus medialis menutupi sisi medialis femur.
• Vastus intermedius terletak profundus terhadap rectus femoris, di antara vastus
lateralis dan vastus medialis.
Sulit mengisolasi fungsi masing-masing musculi vasti.
Musculus articularis genus adalah otot kecil, datar, derivat vastus intermedius yang
melekat di superior ke bagian inferior aspek anterior femur dan ke membrana synovialis
articulatio genus dan dinding bursa suprapatellaris di inferior. Musculus articularis genus
menarik membrana synovialis ke superior pada extensio crus, sehingga mencegah lipatan
membrana terkompresi di antara femur dan patella dalam articulatio genus.

Tabel 1. Otot Femur Anterior: Flexor Articulatio Coxae


Musculus Perlekatan Perlekatan Distalis Persarafan Aksi Utama
Proximalis
Pectineus Ramus superior ossis Linea pectinea Nervus femoralis Adductio dan
pubis femoris, inferior (L2, L3); dapat flexio femur;
segera terhadap menerima cabang membantu rotatio
trochanter minor nervus obturatorius medialis femur
Iliopsoas
Psoas Sisi vertebrae Trochanter minor Rami anteriores
major T12–L5 dan disci femoris nervi lumbales (L1,
intervertebrales di L2, L3)
antaranya; processus
transversus semua Beraksi bersama
vertebrae lumbales pada flexio femur
Psoas Sisi vertebrae Linea pectinea, Rami anteriores di articulatio
Minor T12–L1 dan disci eminentia iliopectinea nervi lumbales (L1, coxae dan
intervertebrales melalui arcus L2) menstabilisasikan
iliopectineus sendi ini.
Iliacus Crista iliaca, fossa Tendo psoas major, Nervus femoralis
iliaca, ala ossis sacri, trochanter minor, (L2, L3)
dan ligamentum dan femur distalis
sacroiliacum anterius terhadapnya
Sartorius SIAS dan bagian Bagian superior Nervus femoralis Flexio, abductio
superior incisura di facies medialis tibiae (L2, L3) dan rotatio
bawahnya lateralis pada
articulatio coxae;
flexio crus pada
articulatio genus
(rotatio medialis
crus pada posisi
genu flexio)
32 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Tabel 2. Otot Femur Anterior: Extensor Articulatio Genus


Musculus Perlekatan Proximalis Perlekatan Distalis Persarafan Aksi Utama
Quadriceps femoris
Rectus femoris SIAI dan ilium superior Extensio
terhadap acetabulum crus pada
Melalui tendo
Vastus lateralis Trochanter major dan articulatio
quadriceps dan
labium laterale dari genus; rectus
melekat ke basis
linea aspera femoris femoris juga
patellae; secara tidak
memperkuat
Vastus medialis Linea intertrochanterica langsung melalui
articulatio
dan labium mediale ligamentum patellae
coxae dan
dari linea aspera ke tuberositas tibiae; Nervus
membantu
femoris vastus medialis femoralis
iliopsoas
dan vastus lateralis (L2, L3,
Vastus Permukaan anterior dan meng-fexio-
juga melekat ke L4)
intermedius lateralis corpus femoris kan femur
tibia dan patella
melalui aponeurosis
(retinaculum
patellae mediale dan
retinaculum patellae
laterale)

Otot Femur Medialis


Otot compartimentum femoris mediale merupakan kelompok adductor, terdiri dari
adductor longus, adductor brevis, adductor magnus, gracilis, dan obturatorius externus.
Secara umum, otot-otot tersebut melekat proximalis ke permukaan externus anteroinferior
os coxae (pubis, ramus ischiopubicus, dan tuber ischiadicum) dan membrana obturatoria
yang berdekatan, dan distalis ke linea aspera femoris.
Semua otot adductor, kecuali bagian hamstring adductor magnus dan sebagian pectineus,
disuplai oleh nervus obturatorius (L2–L4). Bagian hamstring adductor magnus dipersarafi
bagian tibialis nervus ischiadicus (L4).

Adductor Longus
Adductor longus adalah otot yang besar, berbentuk seperti kipas dan terletak paling
anterior dari kelompok adductor. Adductor longus triangular timbul dari tendo kuat dari
aspek anterior corpus ossis pubis, inferior segera terhadap tuberculum pubicum, dan
melekat ke linea aspera femoris; dengan demikian menutupi aspek anterior adductor brevis
dan bagian tengah adductor magnus.

Membrum Inferius 33
MEMBRUM INFERIUS

Adductor Brevis
Adductor brevis terletak profundus terhadap pectineus dan adductor longus, ketika
muncul dari corpus ossis pubis dan ramus inferior ossis pubis. Melebar ke distalis dan
melekat ke bagian superior linea aspera femoris.
Ketika keluar dari canalis obturatorius untuk memasuki compartimentum femoris
mediale, nervus obturatorius terbagi menjadi ramus anterior dan ramus posterior; kedua
ramus berjalan anterior dan posterior terhadap adductor brevis.

Adductor Magnus
Adductor magnus adalah otot paling besar, paling kuat, dan paling posterior dalam
kelompok adductor. Adductor magnus berbentuk triangular dengan tepi medialis yang
tebal, mempunyai bagian adductor dan bagian hamstring yang berbeda dalam perlekatan,
suplai nervus dan aksi utamanya.
Bagian adductor menyebar untuk perlekatan distalis aponeurotik di sepanjang linea
aspera femoris, meluas ke inferior ke linea supracondylaris medialis. Bagian hamstring
mempunyai perlekatan distalis tendinosa ke tuberculum adductorium.

Gracilis
Gracilis (L. slender) adalah otot panjang, seperti pita dan paling medialis. Gracilis
paling superficialis dan paling lemah dari kelompok adductor. Satu-satunya dari kelompok
adductor yang melewati articulatio genus juga articulatio coxae. Gracilis bergabung
dengan 2 otot dua sendi lainnya yang berasal dari dua compartimenta lain (sartorius
dan semitendinosus). Ketiga otot ini dipersarafi oleh tiga nervi yang berbeda. Ketiganya
mempunyai insertio tendinosa bersama yang disebut pes anserinus (L. goose’s foot), ke
bagian superior facies medialis tibiae
Gracilis beraksi sinergis dalam meng-adductio-kan femur, meng-flexio-kan genu, dan
me-rotatio-interna-kan crus ketika genu flexio. Gracilis beraksi dengan dua otot “pes
anserinus” lainnya, untuk meningkatkan stabilitas aspek medialis dari genu yang ber-
extensio; sama seperti gluteus maximus dan tensor fasciae latae, yang melalui tractus
iliotibialis memperkuat aspek lateralis genu.

Obturatorius Externus
Obturatorius externus adalah otot datar, relatif kecil, berbentuk kipas yang terletak
profundus di bagian superomedialis femur. Obturatorius externus memanjang dari
permukaan externus membrana obturatoria dan mengitari os coxae menuju aspek posterior
trochanter major femoris, melintas langsung di bawah acetabulum dan collum femoris.

34 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Aksi Kelompok Otot Adductor


Dari posisi anatomis, aksi utama kelompok adductor adalah menarik femur ke medialis,
menuju atau melewati planum medianum. Ketiga adductor (longus, brevis, dan magnus)
digunakan dalam semua gerakan di mana femur di-adductio-kan.
Mereka juga digunakan untuk menstabilkan postur ketika berdiri pada kedua kaki,
mengoreksi lateral sway truncus, atau ketika pergeseran sisi ke sisi pada permukaan di mana
seseorang berdiri. Otot-otot ini juga digunakan ketika menendang dengan sisi medialis kaki
pada sepak bola dan berenang. Pada akhirnya, mereka berkontribusi terhadap flexio dari
femur ter-extensio dan extensio dari femur ter-flexio ketika berlari atau melawan tahanan.
Sebagai suatu kelompok, adductor merupakan massa otot besar. Walaupun berperan
penting dalam banyak aktivitas, pengurangan fungsi hingga 70% hanya akan mengakibatkan
gangguan fungsi coxa ringan–sedang.

Hiatus Adductorius
Hiatus adductorius merupakan lubang di antara perlekatan aponeurotik distalis dari
bagian adductor musculus adductor magnus dan perlekatan tendinosa distalis bagian
hamstring. Hiatus adductorius mentransmisikan arteria dan vena femoralis dari canalis
adductorius di femur ke fossa poplitea di regio genus posterior. Hiatus adductorius terletak
lateralis dan superior terhadap tuberculum adductorium.

Tabel 3. Otot Femur Medialis: Adductor Femur


Perlekatan
Musculus Perlekatan Distalis Persarafan Aksi Utama
Proximalis
Adductor Corpus ossis pubis ⅓ medius linea Nervus obturatorius, Adductio femur
longus inferior terhadap aspera femoris cabang dari divisio
crista pubica anterior (L2, L3, L4)
Adductor Corpus ossis pubis Linea pectinea dan Adductio femur;
brevis dan ramus inferior bagian proximalis pada keadaan
ossis pubis linea aspera femoris tertentu flexio
femur
Adductor Bagian adductor: Bagian adductor: Bagian adductor: Adductio femur
magnus ramus inferior ossis tuberositas glutea, nervus obturatorius Bagian
pubis, ramus ossis linea aspera, linea (L2, L3, L4), cabang adductor: flexio
ischii supracondylaris dari divisio posterior femur
Bagian hamstring: medialis Bagian hamstring: Bagian
tuber ischiadicum Bagian hamstring: bagian tibialis nervus hamstring:
tuberculum ischiadicus (L4) extensio femur
adductorium femoris

Membrum Inferius 35
MEMBRUM INFERIUS

Gracilis Corpus ossis pubis Bagian superior Nervus obturatorius Adductio


dan ramus inferior facies medialis (L2, L3) femur; flexio
ossis pubis tibiae crus; membantu
rotatio interna
crus
Obturatorius Tepi foramen Fossa trochanterica Nervus obturatorius Rotatio
externus obturatum dan femoris (L3, L4) externa femur;
membrana menahan caput
obturatoria femoris dalam
acetabulum

STRUKTUR NEUROVASKULAR DAN HUBUNGAN DALAM FEMUR


ANTEROMEDIALIS

Trigonum Femorale
Trigonum femorale adalah formasi subfascial, depresi triangular yang terletak inferior
terhadap ligamentum inguinale ketika femur di-flexio-kan, di-abductio-kan dan di-rotatio
externa-kan. Trigonum femorale dibatasi oleh:
• Di superior oleh ligamentum inguinale yang membentuk basis trigonum femorale.
• Di medialis oleh tepi lateralis adductor longus.
• Di lateralis oleh sartorius; apex trigonum femorale adalah di mana tepi medialis
sartorius menyilang tepi lateralis adductor longus.
Dasar muskular dari trigonum femorale dibentuk oleh iliopsoas di lateralis dan pectineus
di medialis. Atap trigonum femorale dibentuk oleh fascia lata dan fascia cribosa, tela
subcutanea, dan cutis.
Ligamentum inguinale sebenarnya berperan sebagai retinaculum musculorum flexorum,
mempertahankan struktur yang berjalan anterior terhadap articulatio coxae, melawan
sendi tersebut selama flexio femur. Profundus terhadap ligamentum inguinale, spatium
retroinguinale merupakan lintasan penting yang menghubungkan truncus/cavitas
abdominis et pelvis dengan membrum inferius.
Spatium retroinguinale dibagi menjadi 2 compartimenta (L. lacunae) oleh penebalan
fascia iliopsoas yang disebut arcus iliopectineus yang berjalan di antara permukaan dalam
ligamentum inguinale dan eminentia iliopubica. Lateralis terhadap arcus iliopectineus
adalah lacuna musculorum, melalui mana musculus iliopsoas dan nervus femoralis
berjalan dari pelvis major ke dalam femur anterior. Medialis terhadap arcus iliopectineus
adalah lacuna vasorum yang melewatkan struktur vaskular utama (venae, arteria, dan
lymphatici) antara pelvis major dan trigonum femorale. Ketika memasuki trigonum
femorale, namanya berubah dari iliaca externa menjadi femoralis.

36 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Isi trigonum femorale dari lateralis ke medialis adalah:


• Nervus femoralis dan cabang-cabang terminalis-nya.
• Femoral sheath dan isinya:
- Arteria femoralis dan beberapa cabangnya.
- Vena femoralis dan beberapa tributari proximalis (vena saphena magna dan vena
profunda femoris).
- Nodi inguinales profundi dan vasa lymphatici.
Trigonum femorale dibelah dua oleh arteria dan vena femoralis, yang berjalan
ke dan dari canalis adductorius, inferior terhadap apex trigonum femorale. Canalis
adductorius adalah lintasan intermuskular, profundus terhadap sartorius, melalui mana
berkas neurovaskular utama femur melintasi ⅓ medius femur.
Nervus Femoralis
Nervus femoralis (L2–L4) adalah cabang terbesar plexus lumbalis. Nervus ini mulai
di abdomen dalam psoas major dan berjalan turun posterolateralis melalui pelvis hingga
kira-kira titik tengah ligamentum inguinale. Selanjutnya berjalan profundus terhadap
ligamentum inguinale dan memasuki trigonum femorale, lateralis terhadap vasa femoralis.
Setelah memasuki trigonum femorale, nervus femoralis terbagi menjadi beberapa
cabang untuk otot femur anterior. Nervus femoralis juga memberikan cabang artikular
untuk articulatio coxae dan articulatio genus serta rami cutanei anteriores untuk sisi
anteromedialis femur.
Ramus cutaneus terminalis dari nervus femoralis adalah nervus saphenus, yang
berjalan turun melalui trigonum femorale, lateralis terhadap femoral sheath yang berisi
vasa femoralis. Nervus saphenus menemani arteria dan vena femoralis melalui canalis
adductorius dan menjadi superficialis dengan berjalan di antara sartorius dan gracilis ketika
vasa femoralis melintasi hiatus adductorius di ujung distalis canalis. Nervus saphenus
berjalan anteroinferior untuk menyuplai cutis dan fascia pada aspek anteromedialis genu,
crus, dan pes.
Femoral Sheath
Femoral sheath adalah tabung fascial funnel-shaped dengan panjang 3–4 cm yang
berjalan profundus terhadap ligamentum inguinale, melapisi lacuna vasorum dari spatium
retroinguinale. Berakhir di inferior, bercampur dengan tunica adventitia vasa femoralis.
Femoral sheath membungkus bagian proximalis vasa femoralis dan menciptakan canalis
femoralis medialis terhadap vasa femoralis.
Femoral sheath dibentuk oleh ekstensi inferior dari fascia transversalis dan
fascia iliopsoas dari abdomen. Femoral sheath tidak membungkus nervus femoralis
karena nervus femoralis berjalan dalam lacuna musculorum. Jika femoral sheath
memanjang lebih jauh ke distalis, dinding medialis-nya ditembus oleh vena saphena
magna dan vasa lymphatici.
Membrum Inferius 37
MEMBRUM INFERIUS

Femoral sheath memungkinkan arteria dan vena femoralis bergeser profundus terhadap
ligamentum inguinale selama gerakan articulatio coxae.
Femoral sheath yang membatasi lacuna vasorum terbagi internus menjadi
3 compartimenta kecil oleh septa verticales dari jaringan ikat extraperitonealis yang
memanjang dari abdomen. Compartimenta dari femoral sheath adalah:
• Kompartemen lateralis untuk arteria femoralis.
• Kompartemen intermedius untuk vena femoralis.
• Kompartemen medialis, yang adalah canalis femoralis.
Canalis femoralis adalah yang terkecil dari ketiga kompartemen. Canalis femoralis
berbentuk konikal dan pendek (± 1,25 cm) dan terletak di antara tepi medialis femoral
sheath dan vena femoralis. Canalis femoralis:
• Memanjang distalis hingga setinggi tepi proximalis hiatus saphenus.
• Memungkinkan vena femoralis berekspansi ketika venous return dari membrum
inferius meningkat, atau ketika tekanan intraabdominal yang meningkat menyebabkan
stasis temporer dalam vena (seperti ketika manuver Valsava).
• Mengandung jaringan ikat longgar, lemak, vasa lymphatici, dan kadang nodus
inguinalis profundus (lacunar lymph node).
Basis canalis femoralis adalah anulus femoralis berbentuk oval yang dibentuk
oleh bukaan proximalis kecil (lebar ± 1 cm) di ujung abdominalisnya. Bukaan ini ditutupi
oleh jaringan lemak ekstraperitoneal yang membentuk septum femorale. Permukaan
abdominalis septum femorale ditutupi oleh peritoneum parietale. Septum femorale
ditembus oleh vasa lymphatici yang menghubungkan nodi inguinales dan nodi iliaci
externi.
Batas anulus femoralis adalah:
• Di lateralis, septum verticale antara canalis femoralis dan vena femoralis.
• Di posterior, ramus superior ossis pubis yang ditutupi musculus pectineus
dan fascia-nya.
• Di medialis, ligamentum lacunare.
• Di anterior, bagian medialis ligamentum inguinale.
Arteria Femoralis
Arteria femoralis, lanjutan arteria iliaca externa distalis terhadap ligamentum inguinale,
adalah arteria utama membrum inferius. Arteria femoralis memasuki trigonum femorale
profundus terhadap titik tengah ligamentum inguinale (SIAS–tuberculum pubicum),
lateralis terhadap vena femoralis. Pulsasinya dapat dipalpasi dalam trigonum ini karena
posisinya yang relatif superficialis, profundus terhadap fascia lata. Arteria femoralis
terletak dan menuruni tepi berdekatan dari iliopsoas dan pectineus yang membentuk dasar
trigonum. Arteria epigastrica superficialis, arteria circumflexa ilium superficialis (kadang-
kadang arteria circumflexa ilium profunda), arteria pudenda externa supercialis dan arteria
pudenda externa profunda berasal dari aspek anterior bagian proximalis arteria femoralis.
38 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Arteria profunda femoris adalah cabang terbesar arteria femoralis dan arteria utama
femur. Muncul dari sisi lateralis atau posterior arteria femoralis dalam trigonum femorale.
Di ⅓ medius femur, dipisahkan dari arteria dan vena femoralis oleh adductor longus,
mempercabangkan 3–4 arteriae perforantes yang mengelilingi aspek posterior femur.
Arteriae perforantes menyuplai otot-otot dari ketiga kompartemen (adductor magnus,
hamstrings, dan vastus lateralis).
Arteria circumflexa femoris mengelilingi bagian paling atas corpus femoris dan
beranastomosis satu dan lain, menyuplai otot femur dan ujung superior femur. Arteria
circumflexa femoris medialis penting karena menyuplai hampir seluruh darah untuk caput
dan collum femoris melalui posterior retinacular arteries. Retinacular arteries sering
robek pada fraktur collum femoris atau dislokasi articulatio coxae. Arteria circumflexa
femoris lateralis sedikit menyuplai caput dan collum femoris ketika berjalan lateralis
menyilang bagian paling tebal capsula articularis articulatio coxae, terutama menyuplai
otot sisi lateralis femur.
Arteria obturatoria membantu arteria profunda femoris menyuplai otot adductor
melalui ramus anterior dan ramus posterior yang beranastomosis. Ramus posterior
memberikan ramus acetabularis yang menyuplai caput femoris.
Vena Femoralis
Vena femoralis adalah lanjutan vena poplitea, proximalis terhadap hiatus adductorius.
Ketika naik melalui canalis adductorius, vena femoralis terletak posterolateralis dan
kemudian posterior terhadap arteria femoralis. Vena femoralis memasuki femoral sheath
lateralis terhadap canalis femoralis dan berakhir posterior terhadap ligamentum inguinale,
di mana vena femoralis menjadi vena iliaca externa.
Pada bagian inferior trigonum femorale, vena femoralis menerima vena profunda
femoris, vena saphena magna dan tributari lain. Vena profunda femoris dibentuk dari
penyatuan 3 atau 4 venae perforantes, memasuki vena femoralis ± 8 cm inferior terhadap
ligamentum inguinale dan ± 5 cm inferior terhadap terminasi vena saphena magna.
Canalis Adductorius
Canalis adductorius (subsartorial canal; Hunter’s canal) merupakan saluran panjang
(± 15 cm) dan sempit pada ⅓ medius femur. Membentang dari apex trigonum femorale, di
mana sartorius menyilang adductor longus, hingga hiatus adductorius.
Canalis adductorius menjadi lintasan intermuskular untuk arteria dan vena femoralis,
nervus saphenus dan nervus untuk vastus medialis, menghantarkan vasa femoralis ke fossa
poplitea di mana mereka menjadi vasa poplitea.
Canalis adductorius dibatasi oleh:
• Di anterior dan di lateralis oleh vastus medialis.
• Di posterior oleh adductor longus dan adductor magnus.
• Di medialis oleh sartorius yang membentuk atap canalis.
Membrum Inferius 39
MEMBRUM INFERIUS

Pada ⅓ inferior hingga separuh canalis, septum intermusculare vastoadductorium


(subsartorial fascia; vastoadductor fascia) yang kuat membentang di antara adductor
longus dan vastus medialis, membentuk dinding anterior canalis profundus terhadap
sartorius. Hiatus adductorius terletak proximalis segera terhadap linea supracondylaris
medialis. Hiatus merupakan celah di antara perlekatan aponeurotik bagian adductor dan
perlekatan tendinosa bagian hamstring adductor magnus.

Regio Glutealis dan Regio Femoris Posterior


Regio glutealis adalah area prominen posterior terhadap pelvis inferior terhadap level
crista iliaca dan meluas ke lateralis hingga tepi posterior trochanter major. Regio coxae
mencakup trochanter major di lateralis, berlanjut ke anterior hingga SIAI. Crena analis
adalah lekukan yang memisahkan nates satu dan lain. Musculi glutei (gluteus maximus,
gluteus medius, gluteus minimus, dan tensor fasciae latae) membentuk massa regio. Sulcus
glutealis merupakan batas inferior dari nates dan batas superior dari femur.

Ligamenta Glutei
Os coxae, os sacrum, dan os coccygis diikat oleh ligamenta. Ligamentum sacroiliacum
posterius berlanjut di bawah dengan ligamentum sacrotuberale. Ligamentum sacrotuberale
berjalan melintasi incisura ischiadica, mengubah incisura menjadi foramen yang selanjutnya
dibagi oleh ligamentum sacrospinale dan spina ischiadica menjadi foramen ischiadicum
majus dan foramen ischiadicum minus. Foramen ischiadicum majus adalah tempat lewat
struktur yang masuk atau keluar pelvis, sedangkan foramen ischiadicum minus adalah
tempat lewat struktur yang masuk atau keluar perineum. Musculus piriformis juga masuk
regio glutealis melalui foramen ischiadicum majus dan hampir memenuhinya.

Otot Regio Glutealis


Otot regio glutealis dikelompokkan dalam 2 lapisan, superficialis dan profundus:
• Lapisan superficialis terdiri dari gluteus maximus, gluteus medius, gluteus minimus,
dan tensor fasciae latae. Semua otot ini mempunyai perlekatan proximalis di permukaan
luar dan tepi ala ossis ilii dan merupakan extensor, abductor, dan rotator interna femur.
• Lapisan profundus terdiri dari otot yang lebih kecil (piriformis, obturatorius internus,
gemellus superior, gemellus inferius, dan quadratus femoris) yang ditutupi oleh separuh
inferior gluteus maximus. Semua otot tersebut mempunyai perlekatan distalis di atau
berdekatan dengan crista intertrochanterica. Otot-otot ini merupakan rotator externa
femur, tapi juga menstabilkan articulatio coxae; bersama dengan ligamenta dari
articulatio coxae mempertahankan caput femoris dalam acetabulum.

40 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Gluteus Maximus
Gluteus maximus merupakan otot gluteus yang paling superficialis; juga otot yang
paling besar, paling berat, dan serabutnya paling kasar dalam tubuh. Tuber ischiadicum
dapat dipalpasi melalui bagian inferior musculus gluteus maximus, superior segera
terhadap bagian medialis sulcus glutealis. Pada posisi femur flexio, tepi inferior musculus
gluteus maximus bergerak ke superior, menjadikan tuber ischiadicum berada subcutanea.
Kita duduk pada jaringan ikat berlemak dan bursa subcutanea ischiadica yang terletak di
antara tuber ischiadicum dan cutis.
Nervus gluteus inferior dan vasa glutea inferior memasuki permukaan dalam musculus
gluteus maximus di pusatnya. Otot ini disuplai oleh arteria glutea inferior dan arteria
glutea superior. Di bagian superior perjalanannya, nervus ischiadicus berjalan profundus
terhadap gluteus maximus.
Aksi utama gluteus maximus adalah extensio dan rotatio lateralis femur. Ketika
perlekatan distalis gluteus maximus difiksasikan, otot mengekstensikan truncus pada
membrum inferius. Walaupun merupakan extensor terkuat coxa, kebanyakan aksinya
terjadi ketika tenaga diperlukan (gerakan cepat atau gerakan melawan tahanan). Gluteus
maximus berfungsi terutama pada posisi femur antara flexio dan berdiri (tegak), seperti
ketika bangkit dari posisi duduk, menegakkan dari posisi menekuk, berjalan memanjat dan
naik tangga, dan berlari. Gluteus maximus hanya digunakan singkat selama jalan biasa dan
tidak digunakan sama sekali ketika berdiri tidak bergerak.
Paralisis gluteus maximus tidak secara serius mempengaruhi berjalan datar. Gluteus
maximus berkontraksi singkat pada bagian permulaan stance phase (dari heel strike
hingga pada saat pes datar pada ground, untuk menahan flexio lebih jauh ketika berat
ditanggung oleh membrum yang ber-flexio sebagian). Ketika menaiki tangga, gluteus
maximus berkontraksi kuat.
Karena tractus iliotibialis melintasi genu dan melekat pada anterolateral tubercle of the
tibia (Gerdy), gluteus maximus dan tensor fasciae latae bersama dapat membantu membuat
genu extensio stabil, tapi mereka biasanya tidak melakukan hal tersebut ketika berdiri
normal. Karena tractus iliotibialis melekat pada femur via septum intermusculare laterale,
tractus iliotibialis tidak mempunyai kebebasan yang diperlukan untuk menghasilkan
gerakan pada genu.
Bursae Musculi Glutei. Bursae musculi glutei memisahkan gluteus maximus dari
struktur yang berdekatan. Bursae (L. purses) adalah kantung membranosa yang dibentuk
oleh membrana synovialis yang mengandung lapisan tipis cairan yang menyerupai putih
telur. Bursa berlokasi di daerah yang rentan gesekan (contoh: di mana tractus iliotibialis
melintasi trochanter major). Bursae bertujuan mengurangi gesekan dan memungkinkan
gerakan bebas. Biasanya didapatkan 3 bursae yang berhubungan dengan gluteus maximus:

Membrum Inferius 41
MEMBRUM INFERIUS

1. Bursa trochanterica musculi glutei maximi yang memisahkan serabut superior


gluteus maximus dari trochanter major. Bursa ini adalah bursa terbesar yang dibentuk
dalam kaitan dengan tonjolan tulang dan sudah ada ketika lahir. Bursae yang lain
tampaknya terbentuk sebagai hasil pergerakan postnatal.
2. Bursa ischiadica musculi glutei maximi memisahkan bagian inferior gluteus
maximus dari tuber ischiadicum; seringkali tidak ada.
3. Gluteofemoral bursa memisahkan tractus iliotibialis dari bagian superior perlekatan
proximalis vastus lateralis.

Gluteus Medius dan Gluteus Minimus


Gluteus medius dan gluteus minimus berbentuk kipas, dan serabutnya konvergen
menuju trochanter major femoris. Kedua otot ini disuplai oleh nervus gluteus superior dan
arteria glutea superior, juga mempunyai aksi yang sama. Gluteus minimus dan kebanyakan
gluteus medius terletak profundus terhadap gluteus maximus pada permukaan externus
ilium. Gluteus medius dan gluteus minimus meng-abductio-kan atau menstabilkan femur
dan me-rotatio-interna-kan.

Tensor Fasciae Latae


Tensor fasciae latae merupakan musculus fusiformis, panjang ± 15 cm yang terbungkus
dalam dua lapisan fascia lata. Tensor fasciae latae serta bagian superficialis dan anterior
gluteus maximus mempunyai perlekatan distalis bersama di anterolateral tubercle of the
tibia melalui tractus iliotibialis yang berperan sebagai aponeurosis panjang bagi kedua otot
tersebut; namun berbeda dengan gluteus maximus, tensor fasciae latae disuplai oleh arteria
glutea superior dan nervus gluteus superior. Otot ini terutama adalah flexor femur karena
lokasinya di anterior, walaupun tidak beraksi sendiri.
Untuk menghasilkan flexio, tensor fasciae latae beraksi bersama iliopsoas dan rectus
femoris. Ketika iliopsoas mengalami paralisis, tensor fasciae latae hipertrofi untuk
mengkompensasi paralisis. Tensor fasciae latae juga bekerja sama dengan otot abductor/
rotator interna lain (gluteus medius dan gluteus minimus). Tensor fasciae latae terletak
terlalu jauh ke anterior untuk menjadi abductor kuat dan dengan demikian mungkin
berkontribusi sebagai sinergis atau fixator.
Tensor fasciae latae menegangkan fascia lata dan tractus iliotibialis. Karena tractus
iliotibialis melekat pada femur via septum intermusculare femoris laterale, tensor
menghasilkan sedikit gerakan crus. Ketika genu ber-extensio sepenuhnya, tensor
berkontribusi (meningkatkan) tenaga extensio, menambah stabilitas, dan berperan
menyokong femur pada tibia ketika berdiri jika lateral sway terjadi. Jika genu di-flexio-
kan oleh otot lain, tensor fasciae latae dapat sinergis memperkuat flexio dan rotatio
externa crus. Abductor/rotator interna articulatio coxae berperan penting pada locomotion,
mempercepat dan mencegah sagging sisi pelvis yang tidak ditopang pada saat berjalan.

42 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Tabel 4. Otot Regio Glutealis: Abductor dan Rotator Femur


Perlekatan
Musculus Perlekatan Distalis Persarafan Aksi Utama
Proximalis
Gluteus Ilium posterior Hampir seluruh Nervus gluteus Extensio femur
maximus terhadap linea serabut berakhir di inferior (L5, (terutama dari posisi
glutea posterior; tractus iliotibialis S1, S2) flexio) dan membantu
facies dorsalis yang berinsertio di rotatio externa;
ossis sacri dan condylus lateralis memperkuat femur dan
os coccygis; tibiae; sebagian membantu bangkit dari
ligamentum serabut melekat ke posisi duduk
sacrotuberale tuberositas glutea

Gluteus Permukaan Permukaan lateralis Abductio dan rotatio


medius externus ilium di trochanter major interna femur;
antara linea glutea mempertahankan level
anterior dan linea pelvis ketika membrum
glutea posterior ipsilateralis menopang
berat dan memajukan
Gluteus Permukaan luar Permukaan anterior Nervus gluteus sisi lawan pada swing
minimus ilium trochanter major superior (L5, phase
di antara linea S1)
glutea anterior dan
linea glutea inferior
SIAS; bagian Tractus iliotibialis
Tensor
anterior crista iliaca
fasciae latae
Piriformis Facies pelvica Tepi atas trochanter Cabang rami
os sacrum; major anteriores S1,
ligamentum S2
sacrotuberale
Obturatorius Facies pelvica Permukaan Nervus
internus membrana medialis trochanter musculi
obturatoria major (fossa obturatorii
dan tulang di trochanterica) interni (L5, Rotatio externa femur
sekelilingnya S1) posisi extensio dan
abductio femur posisi
Gemellus Superior: spina Permukaan Gemellus flexio; mempertahankan
superior dan ischiadica medialis trochanter superior: caput femoris dalam
gemellus Inferior: tuber major (fossa nervus musculi acetabulum
inferior ischiadicum trochanterica) obturatorii
interni
Gemellus
inferior:
nervus musculi
quadrati
femoris

Membrum Inferius 43
MEMBRUM INFERIUS

Quadratus Tepi lateralis tuber Tuberculum Nervus Rotatio externa femur;


femoris ischiadicum quadratum dan musculi mempertahankan
daerah di bawahnya quadrati caput femoris dalam
femoris acetabulum

Piriformis
Piriformis (L. pirum, a pear) terletak sebagian pada dinding posterior pelvis minor
dan sebagian posterior terhadap articulatio coxae. Piriformis meninggalkan pelvis melalui
foramen ischiadicum majus, hampir mengisinya, untuk melekat di trochanter major
femoris. Piriformis merupakan marka regio glutealis dan menentukan nama vasa dan
nervus:
• Vasa glutea superior dan nervus gluteus superior berjalan superior terhadap piriformis.
• Vasa glutea inferior dan nervus gluteus inferior berjalan inferior terhadap piriformis.

Obturatorius Internus dan Gemelli


Musculus obturatorius internus dan musculi gemelli (L. geminus, small twin)
membentuk otot tricipital, musculus triceps coxae yang mengisi celah di antara piriformis
dan quadratus femoris. Tendo bersama otot-otot tersebut terletak horizontalis dan berjalan
menuju trochanter major femoris.
Obturatorius internus terletak sebagian dalam pelvis, di mana menutupi dinding pelvis
lateralis. Obturatorius internus meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadicum minus,
berputar 90°, menjadi tendinosa, dan menerima perlekatan distalis gemelli sebelum
melekat pada permukaan medialis trochanter major (fossa trochanterica).
Gemelli yang kecil adalah penguatan obturatorius internus extrapelvis yang berbentuk
triangular. Walaupun gemellus inferior menerima persarafan yang terpisah, yaitu dari
nervus musculi quadrati femoris; lebih realistic untuk menganggap ketiga otot tersebut
sebagai satu unit (yaitu, musculus triceps coxae) karena mereka tidak dapat beraksi
independen.
Bursa ischiadica musculi obturatorii interni memungkinkan gerakan bebas otot ini
terhadap tepi posterior ischium yang membentuk incisura ischiadica minor dan trochlea
ke mana tendo obturatorius internus bergeser ketika berputar.

Quadratus Femoris
Quadratus femoris adalah otot pendek, quadrangular datar yang terletak di bawah
obturatorius internus dan gemelli dan merupakan rotator externa kuat dari femur.

Obturatorius Externus
Berdasarkan lokasi dan persarafannya, obturatorius externus termasuk otot femur medialis.
Meskipun demikian, obturatorius externus berfungsi sebagai rotator externa femur, dan
perlekatan distalis-nya berada di regio glutealis.

44 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Venter obturatorius externus terletak profundus dalam femur proximalis, dengan


tendonya berjalan inferior terhadap collum femoris dan profundus terhadap quadratus
femoris, dalam perjalanannya untuk melekat di fossa trochanterica femoris. Obturatorius
externus bersama musculi pendek lainnya yang mengelilingi articulatio coxae, menstabilkan
caput femoris di dalam acetabulum. Obturatorius externus paling efektif sebagai rotator
externa femur ketika articulatio coxae di-flexio-kan.

Otot Regio Femoris Posterior


Tiga dari empat otot femur posterior adalah hamstrings. Otot hamstrings adalah: (1)
semitendinosus, (2) semimembranosus, dan (3) biceps femoris (caput longum). Otot
hamstring mempunyai fitur:
• Perlekatan proximalis ke tuber ischiadicum profundus terhadap gluteus maximus.
• Perlekatan distalis ke ossa cruris.
• Membentang dan beraksi pada dua sendi, menghasilkan extensio articulatio coxae dan
flexio articulatio genus.
• Dipersarafi oleh divisi tibialis dari nervus ischiadicus.
Caput longum musculus bicipitis femoris memenuhi semua fitur di atas, tapi caput
breve musculus bicipitis femoris gagal memenuhi fitur di atas.
Kedua aksi hamstrings tidak dapat ditampilkan maksimum pada saat bersamaan. Flexio
penuh genu memerlukan pemendekan hamstrings yang membuat mereka tidak dapat
berkontraksi tambahan yang diperlukan untuk extensio penuh simultan femur. Serupa,
extensio penuh coxa memendekkan hamstrings, sehingga tidak dapat berkontraksi lagi
untuk beraksi penuh pada genu.
Semitendinosus adalah separuh tendinosa dengan venter berbentuk fusiformis. Di
distalis, tendonya melekat ke bagian superior tibia sebagai bagian dari pes anserinus
bersama sartorius dan gracilis.
Semimembranosus adalah otot lebar dengan perlekatan proximalis yang berbentuk
membranosa mendatar ke tuber ischiadicum, tendonya terbentuk di pertengahan femur
dan melekat ke aspek posterior condylus medialis tibiae. Tendo semimembranosus di
distalis terbagi menjadi tiga: (1) perlekatan langsung ke aspek posterior condylus medialis
tibiae, (2) bagian yang bercampur dengan popliteal fascia, dan (3) a reflected part yang
memperkuat bagian intercondylar capsula articularis articulatio genus sebagai ligamentum
popliteum obliquum. Kedua hamstrings medialis tidak seaktif hamstring lateralis.
Biceps femoris mempunyai 2 caput: caput longum dan caput breve. Tendo bersama
dari kedua caput melekat ke caput fibulae serta dapat dilihat dan dirasakan dengan mudah
ketika melalui genu, khususnya pada saat genu ber-flexio melawan tahanan.
Caput longum musculus bicipitis femoris berjalan dan melindungi nervus ischiadicus
yang memasuki aspek posterior femur. Ketika nervus ischiadicus terbagi menjadi cabang
terminalisnya, cabang lateralisnya yaitu nervus fibularis communis tetap berjalan bersama
tendo biceps. Caput breve musculus bicipitis femoris dipersarafi oleh divisi fibularis nervus
Membrum Inferius 45
MEMBRUM INFERIUS

ischiadicus; karena persarafan kedua caput biceps berbeda, trauma pada femur posterior
dengan injuri nervus dapat menyebabkan paralisis satu caput dan tidak yang lainnya.

Tabel 5. Otot Femur Posterior: Extensor Articulatio Coxae dan Flexor Articulatio
Genus
Perlekatan Perlekatan
Musculus Persarafan Aksi Utama
Proximalis Distalis
Semitendinosus Facies medialis Extensio femur;
bagian superior flexio crus dan
tibia rotatio interna ketika
Semimembranosus Bagian genu flexio; ketika
posterior femur dan crus
condylus Divisi tibialis flexio, kedua otot ini
Tuber medialis tibiae; dari nervus dapat meng-extensio-
ischiadicum membentuk ischiadicus (L5, kan batang tubuh
ligamentum S1, S2)
popliteum
obliquum
(ke condylus
lateralis
femoris)
Biceps femoris Caput longum: Sisi lateralis Caput longum: Flexio crus dan
tuber ischiadicum caput fibulae; divisi tibialis rotatio externa ketika
Caput breve: linea tendo dari nervus genu flexio; extensio
aspera dan linea terbelah oleh ischiadicus (L5, femur
supracondylaris ligamentum S1, S2)
lateralis collaterale Caput breve:
fibulae divisi fibularis
communis
dari nervus
ischiadicus (L5,
S1, S2)

Struktur Neurovaskular dari Regio Glutealis dan Regio Femoris Posterior

Nervi Clunium
Kulit regio glutealis dipersarafi oleh nervi clunium superiores, nervi clunium medii, dan
nervi clunium inferiores. Nervi superficiales tersebut menyuplai cutis di luar crista iliaca,
antar SIPS, dan tuberculum iliacum.

46 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Nervi Profundi Glutei


Nervi profundi glutei adalah nervus gluteus superior, nervus gluteus inferior, nervus
ischiadicus, nervus musculi quadrati femoris, nervus cutaneus femoris posterior, nervus
musculi obturatorii interni, dan nervus pudendus. Semua nervi ini merupakan cabang
plexus sacralis dan meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadicum majus; kecuali
nervus gluteus superior, semuanya melintas inferior terhadap piriformis.
Nervus gluteus superior berjalan di lateralis di antara musculus gluteus medius dan
musculus gluteus minimus bersama ramus profundus arteria glutea superior. Ramus
profundus terbagi menjadi ramus superior yang menyuplai gluteus medius dan ramus
inferior yang terus berjalan di antara gluteus medius dan gluteus minimus untuk menyuplai
kedua otot dan musculus tensor fasciae latae.
Nervus gluteus inferior meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadicum majus,
inferior terhadap piriformis dan superficialis terhadap nervus ischiadicus bersama arteria
dan vena glutea inferior. Nervus gluteus inferior juga terbagi menjadi beberapa cabang
yang membawa persarafan motorik untuk gluteus maximus.
Nervus ischiadicus adalah nervus terbesar dalam tubuh dengan lebar ± 2 cm dan
merupakan lanjutan dari bagian utama plexus sacralis yang terbentuk di tepi inferior
piriformis. Nervus ischiadicus adalah struktur paling lateralis yang melalui foramen
ischiadicum majus, inferior terhadap piriformis. Medialis terhadap nervus ischiadicus
adalah vasa dan nervus gluteus inferior, vasa pudenda interna, dan nervus pudendus.
Nervus ischiadicus berjalan inferolateralis di bawah gluteus maximus, pertengahan di
antara trochanter major dan tuber ischiadicum; kemudian berjalan posterior terhadap
obturatorius internus, quadratus femoris, dan adductor magnus. Cabang dari arteria glutea
inferior untuk nervus ischiadicus adalah arteria comitans nervi ischiadici.
Nervus ischiadicus tidak menyuplai struktur dalam regio glutealis; menyuplai otot
femur posterior, semua otot crus dan pes, dan kulit hampir seluruh crus dan pes, juga
memberikan rami articulares untuk semua sendi membrum inferius. Nervus ischiadicus
sejatinya adalah dua nervi, nervus tibialis yang diturunkan dari divisio anterior (preaxial)
rami anteriores dan nervus fibularis communis yang berasal dari divisio posterior (postaxial)
rami anteriores. Keduanya terpisah di femur distalis; pada ± 12% populasi, kedua nervus
terpisah ketika meninggalkan pelvis, nervus tibialis berjalan inferior terhadap piriformis,
dan nervus fibularis communis menembus piriformis atau berjalan superior terhadapnya.
Nervus musculi quadrati femoris meninggalkan pelvis anterior terhadap nervus
ischiadicus dan musculus obturatorius internus dan berjalan melalui permukaan posterior
articulatio coxae; memberikan ramus articularis untuk sendi ini dan mempersarafi gemellus
inferior dan quadratus femoris.

Membrum Inferius 47
MEMBRUM INFERIUS

Nervus cutaneus femoris posterior menyuplai kulit yang lebih luas dibandingkan
nervus cutaneus lainnya. Serabutnya yang berasal dari divisiones anteriores S2 dan S3
menyuplai kulit perineum melalui rami perineales. Serabutnya yang berasal dari divisiones
posteriores rami anteriores S1 dan S2 menyuplai kulit bagian inferior nates melalui nervi
clunium inferiores. Serabutnya yang lain berjalan inferior dalam cabang-cabang yang
menyuplai kulit femur posterior dan bagian proximalis crus. Tidak seperti nervi cutanei
lainnya, bagian utama nervus ini terletak profundus terhadap fascia lata, dengan hanya
cabang terminalisnya yang menembus tela subcutanea untuk berdistribusi ke kulit.
Nervus pudendus adalah struktur paling medialis yang melalui foramen ischiadicum
majus inferior terhadap piriformis, posterolateralis terhadap ligamentum sacrospinale, dan
memasuki perineum melalui foramen ischiadicum minus; tidak menyuplai struktur dalam
regio glutealis atau regio femoris posterior.
Nervus musculi obturatorii interni berasal dari divisiones anteriores rami anteriores
nervi L5–S2 dan paralel dengan lintasan nervus pudendus. Ketika berjalan di sekitar spina
ischiadica, nervus ini menyuplai gemellus superior. Setelah memasuki perineum melalui
foramen ischiadicum minus, menyuplai obturatorius internus.

Arteriae dari Regio Glutealis dan Regio Femoris Posterior


Arteriae regio glutealis secara langsung maupun tidak langsung berasal dari arteria
iliaca interna, tapi pola asal arteriae ini bervariasi. Cabang utama arteria iliaca interna
yang menyuplai atau melintas regio glutealis adalah (1) arteria glutea superior, (2) arteria
glutea inferior, dan (3) arteria pudenda interna. Compartimentum femoris posterius tidak
mempunyai arteria utama, tapi berasal dari arteria glutea inferior, arteria circumflexa
femoris medialis, arteriae perforantes, dan arteria poplitea.

Venae dari Regio Glutealis dan Regio Femoris Posterior


Venae gluteae adalah tibutari vena iliaca interna yang mengalirkan darah dari regio
glutealis. Vena glutea superior dan vena glutea inferior bersama arteriae senama melalui
foramen ischiadicum majus, superior dan inferior terhadap piriformis; berhubungan
dengan tributari dari vena femoralis, sehingga menjadi jalur alternatif aliran darah balik
membrum inferius jika terjadi oklusi vena femoralis.
Vena pudenda interna mengalirkan darah dari genitalia externa atau pudendum dan
bermuara ke vena iliaca interna. Venae perforantes yang menemani arteriae perforantes
mengalirkan darah dari compartimentum femoris posterius ke vena profunda femoris.
Venae perforantes berhubungan dengan vena poplitea di inferior dan dengan vena glutea
inferior di superior.

48 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Aliran Lympha dari Regio Glutealis dan Regio Femoris Posterior


Lympha dari jaringan profundus nates mengikuti vasa glutea menuju nodi gluteales
superiores dan nodi gluteales inferiores; kemudian menuju nodi iliaci interni, nodi iliaci
externi, dan nodi iliaci communes; kemudian menuju lumbales (aortici/cavales) laterales.
Lympha dari jaringan superficialis regio glutealis memasuki nodi inguinales superficiales,
kemudian nodi iliaci externi

Fossa Poplitea dan Crus

Fossa Poplitea
Fossa poplitea merupakan kompartemen membrum inferius yang berisi lemak paling
banyak. Di superficialis, pada posisi genu flexio, fossa poplitea tampak sebagai depresi
berbentuk diamond di posterior articulatio genus. Di profundus, fossa poplitea lebih besar
daripada depresi superficialis. Pada posisi genu extensio, lemak dalam fossa berprotrusi
melalui celah antar otot, menghasilkan elevasi membulat.
Di superficialis, fossa poplitea dibatasi oleh:
• Batas superolateralis: biceps femoris.
• Batas superomedialis: semimembranosus, lateralis terhadapnya adalah semitendinosus.
• Batas inferolateralis dan inferomedialis: caput laterale musculus gastrocnemii dan
caput mediale musculus gastrocnemii.
• Batas posterior: cutis dan popliteal fascia.
Di profundus, batas superior dibentuk oleh linea supracondylaris medialis dan linea
supracondylaris lateralis. Batas inferior dibentuk oleh linea musculi solei tibiae. Batas-
batas ini membentuk dasar (dinding anterior) berbentuk diamond yang dibentuk oleh
facies poplitea di superior, aspek posterior capsula articularis genus di tengah, dan fascia
investiens popliteus di inferior.
Isi fossa poplitea meliputi:
• Bagian akhir vena saphena magna.
• Arteria dan vena poplitea beserta cabang dan tributarinya
• Nervus tibialis dan nervus fibularis communis.
• Nervus cutaneus femoris posterior.
• Nodi poplitei dan vasa lymphatici.

Compartimentum Cruris Anterius


Compartimentum cruris anterius terletak anterior terhadap membrana interossea, di
antara facies lateralis tibiae dan facies medialis fibulae. Compartimentum cruris anterius
dibatasi di anterior oleh fascia cruris dan cutis. Dengan struktur pada tiga sisi dan fascia
yang padat pada sisi lainnya, compartimentum cruris anterius yang relatif kecil sangat
rentan terhadap compartment syndrome.
Membrum Inferius 49
MEMBRUM INFERIUS

Di inferior, didapatkan dua retinacula yang mempertahankan tendo compartimentum


cruris anterius sebelum dan sesudah melalui articulatio talocruralis, mencegah bowstringing
ke anterior pada waktu dorsiflexio:
1. Retinaculum musculorum extensorum superius adalah pita fascia profunda yang kuat,
lebar, berjalan dari fibula ke tibia, proximalis terhadap malleoli.
2. Retinaculum musculorum extensorum inferius, pita fascia profunda berbentuk Y, di
lateralis melekat ke os calcaneus; membentuk pita yang kuat mengelilingi tendo dari
musculus fibularis tertius dan musculus extensor digitorum longus.

Otot Compartimentum Cruris Anterius


Keempat otot compartimentum cruris anterius adalah tibialis anterior (TA), extensor
digitorum longus (EDL), extensor hallucis longus (EHL), dan fibularis tertius. Otot-otot
tersebut melalui dan melekat anterior terhadap articulatio talocruralis, sehingga merupakan
dorsiflexor articulatio talocruralis, elevatio forefoot dan depressio calx. Musculus extensor
longus melekat pada aspek dorsalis digiti, sehingga merupakan extensor digiti.

Tabel 5. Otot Compartimentum Cruris Anterius dan Compartimentum Cruris Laterale


Perlekatan
Musculus Perlekatan Proximalis Persarafan Aksi Utama
Distalis
Compartimentum cruris anterius
Tibialis anterior Condylus lateralis dan Os cuneiforme Dorsiflexio
separuh superior facies mediale dan basis tarsus dan
lateralis tibiae dan ossis metatarsi inversio pes
membrana interossea
Extensor Condylus lateralis tibiae Phalanx media Extensio 4 jari
digitorum dan ¾ superior facies dan phalanx lateralis dan
longus medialis fibulae dan distalis dari 4 jari dorsiflexio
membrana interossea lateralis Nervus fibularis tarsus
profundus
Extensor Bagian medialis Aspek dorsalis (L4, L5) Extensio hallux
hallucis longus permukaan anterior basis phalangis dan dorsiflexio
fibulae dan membrana hallux tarsus
interossea
Fibularis tertius ⅓ inferior permukaan Aspek dorsalis Dorsiflexio
anterior fibulae dan basis ossis tarsus dan
membrana interossea metatarsi V membantu
eversio pes
Compatimentum cruris laterale
Fibularis longus Caput dan ⅔ superior Basis ossis
facies lateralis fibulae metatarsi I dan
os cuneiforme Nervus fibularis Eversio pes dan
mediale superficialis plantarflexio
Fibularis brevis ⅔ inferior facies lateralis Tuberositas ossis (L5, S1, S2) lemah tarsus
fibulae metatarsi V

50 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Nervus Compartimentum Cruris Anterius


Nervus fibularis profundus adalah nervus compartimentum cruris anterius, merupakan
satu dari dua cabang terminalis nervus fibularis communis, muncul di antara musculus
fibularis longus dan collum fibulae. Setelah memasuki compartimentum cruris anterius,
nervus fibularis profundus menemani arteria tibialis anterior, pertama berjalan di antara
TA dan EDL, kemudian di antara TA dan EHL. Nervus fibularis profundus keluar dari
compartimentum cruris anterius, melewati articulatio talocruralis untuk menyuplai
musculus extensor digitorum brevis dan musculus extensor hallucis brevis serta area
kecil cutis pes. Lesi nervus ini mengakibatkan ketidakmampuan dorsiflexio articulatio
talocruralis (footdrop).

Arteria Compartimentum Cruris Anterius


Arteria tibialis anterior menyuplai struktur dalam compartimentum cruris anterius.
Sebagai cabang terminalis arteria poplitea yang bermula pada tepi inferior musculus
popliteus, selanjutnya berjalan di anterior dengan menembus celah di bagian superior
membrana interossea di antra TA dan EDL. Pada articulatio talocruralis, di tengah-tengah
di antara malleoli, arteria tibialis anterior berganti nama menjadi arteria dorsalis pedis.

Compartimentum Cruris Laterale


Compartimentum cruris laterale atau kompartemen evertor merupakan compartimentum
cruris terkecil. Dibatasi oleh facies lateralis fibulae, septum intermusculare anterius dan
septum intermusculare posterius, serta fascia cruris. Compartimentum cruris laterale
berakhir di inferior pada retinaculum musculorum fibularium superius yang terdapat di
antara ujung distalis fibulae dan calcaneus.

Otot Compartimentum Cruris Laterale


Compartimentum cruris laterale berisi musculus fibularis longus (FL) dan musculus
fibularis brevis (FB). Setelah keluar dari compartimentum cruris laterale, kedua otot ini
dibungkus oleh vagina communis synovialis dan terletak profundus terhadap retinaculum
musculorum fibularium superius. Kontraksi kedua otot evertor pes ini menghasilkan
elevatio tepi lateralis pes, juga plantarflexio articulatio talocruralis.
Sebagai evertor, musculi fibulares beraksi pada articulatio subtalaris dan articulatio
tarsi transversa. Sejatinya, fungsi utama evertor bukanlah elevatio tepi lateralis pes, tapi
depressio tepi medialis pes.
Fibularis longus lebih panjang dan lebih superficialis; tendonya dapat dipalpasi
dan dilihat di proximalis dan posterior dari malleolus lateralis. Distalis terhadap
retinaculum musculorum fibularium superius, vagina communis synovialis terbelah
menjadi kompartemen hingga mencapai profundus terhadap retinaculum musculorum
fibularium inferius.

Membrum Inferius 51
MEMBRUM INFERIUS

Fibularis brevis adalah musculus fusiformis, tendonya yang lebar berjalan posterior
terhadap malleolus lateralis dan dapat dipalpasi inferior terhadap malleolus lateralis.
Tendo fibularis tertius (bagian dari musculus extensor digitorum longus) sering bergabung
dengan tendo fibularis brevis.

Nervus Compartimentum Cruris Laterale


Nervus fibularis superficialis, cabang terminalis nervus fibularis communis adalah
nervus compartimentum cruris laterale. Setelah menyuplai FL dan FB, nervus fibularis
superficialis berlanjut sebagai nervus cutaneus, menyuplai cutis bagian distalis permukaan
anterior crus dan hampir seluruh dorsum pedis.

Vasa Compartimentum Cruris Laterale


Compartimentum cruris laterale tidak mempunyai arteria yang berjalan di dalamnya.
Sebagai gantinya, di proximalis didapatkan rami perforantes dari arteria tibialis anterior
yang menembus septum intermusculare anterius; sedangkan di inferior didapatkan rami
perforantes dari arteria fibularis yang menembus septum intermusculare posterius. Rami
perforantes tersebut disertai oleh venae comitantes.

Compartimentum Cruris Posterius


Compartimentum cruris posterius (kompartemen plantarflexio) merupakan
compartimentum cruris terbesar dan terbagi menjadi pars superficialis dan pars profunda
oleh septum intermusculare transversum. Pars profunda compartimenti cruris posterioris,
seperti compartimentum cruris anterius dibatasi oleh 2 ossa cruris dan membrana interossea,
juga septum intermusculare transversum, sehingga sangat ketat dibatasi. Karena nervus
dan vasa yang menyuplai seluruh kompartemen posterior dan planta melalui pars profunda,
jika terjadi oedem akan menyebabkan compartment syndrome yang dapat mengakibatkan
nekrosis muskular dan paralisis.
Di inferior, septum intermusculare transversum berakhir sebagai retinaculum
musculorum flexorum yang terbentang antara malleolus medialis dan calcaneus. Otot
compartimentum cruris posterius menghasilkan plantarflexio tarsus, inversio articulatio
subtalaris dan articulatio tarsi transversa, dan flexio digiti. Plantarflexio empat kali lebih
kuat daripada dorsiflexio dengan rentang relatif panjang (± 50° dari netral).

52 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Pars Superficialis Compartimenti Cruris Posterioris


Pars superficialis compartimenti cruris posterioris meliputi gastrocnemius, soleus,
dan plantaris. Gastrocnemius dan soleus berbagi tendo bersama, yakni tendo calcaneus
(Achilles tendon) yang melekat pada tuber calcanei; meskipun demikian masing-masing
dapat beraksi sendiri. Tendo calcaneus adalah tendo yang paling tebal dan paling kuat
dalam tubuh, panjangnya ± 15 cm. Kedua otot ini bersama membentuk triceps surae (L.
sura, calf) yang mempunyai 3 caput. Kontraksi otot ini menghasilkan elevatio calx dan
depressio forefoot, dan merupakan 93% kekuatan plantarflexio.
Ukuran besar gastrocnemius dan soleus merupakan karakteristik manusia yang
berhubungan langsung dengan posisi berdiri tegak; kedua otot ini kuat dan berat karena
mengangkat, mendorong, dan mengakselerasikan berat badan ketika berjalan, berlari,
melompat, atau berjinjit.
Gastrocnemius adalah otot yang paling superficialis dalam compartimentum cruris
posterius dan membentuk bagian proximalis, paling menonjol dari sura. Otot ini berbentuk
fusiformis, mempunyai caput laterale dan caput mediale yang lebih besar dan memanjang
lebih distalis daripada caput laterale. Musculus gastrocnemius melalui dan beraksi pada
articulatio genus dan articulatio talocruralis; fungsinya paling efektif pada posisi genu
extensio.
Soleus terletak profundus terhadap musculus gastrocnemius, merupakan otot datar dan
tidak beraksi pada articulatio genus.
Plantaris merupakan otot kecil dengan venter pendek dan tendo panjang; tidak
didapatkan pada 5–10% populasi; beraksi dengan gastrocnemius, tapi tidak signifikan
baik sebagai flexor genus maupun plantarflexor tarsus. Otot ini dianggap sebagai organ
propriosepsi untuk plantarflexor besar, karena mempunyai kepadatan muscle spindles
yang tinggi.

Membrum Inferius 53
MEMBRUM INFERIUS

Tabel 6. Pars Superficialis Compartimenti Cruris Posterioris


Perlekatan
Musculus Perlekatan Proximalis Persarafan Aksi Utama
Distalis
Gastrocnemius Plantarflexio tarsus
Caput laterale: aspek ketika genu extensio;
lateralis condylus lateralis mengangkat calx
femoris (tumit) pada waktu
Caput mediale: facies berjalan; flexio crus
patellaris femoris; superior pada articulatio genus
terhadap condylus medialis
femoris
Soleus Aspek posterior caput Permukaan Plantarflexio tarsus
Nervus
fibulae dan ¼ superior posterior yang tidak bergantung
tibialis
facies posterior fibulae; calcaneus pada posisi genu;
(S1, S2)
linea musculi solei dan ⅓ melalui tendo memantapkan crus
medialis margo medialis calcaneus pada pes
tibiae; dan arcus tendineus
musculi solei memanjang di
antara perlekatan tersebut
Plantaris Ujung inferior linea Membantu dengan
supracondylaris lateralis; lemah gastrocnemius
ligamentum popliteum pada plantarflexio
obliquum tarsus

Pars Profundus Compartimenti Cruris Posterioris


Empat otot yang menyusun pars profundus compartimenti cruris posterioris
adalah: popliteus, flexor digitorum longus, flexor hallucis longus, dan tibialis posterior.
Plantarflexor nontriceps hanya menghasilkan ± 7% total tenaga plantarflexio, apabila
tendo calcaneus ruptur, otot-otot ini tidak dapat menghasilkan tenaga yang diperlukan
untuk mengangkat berat badan.
Dua otot compartimentum posterius yang berjalan menuju digiti pedis saling menyilang:
flexor hallucis longus yang melekat ke hallux berasal dari lateralis (fibula), flexor digitorum
longus yang melekat ke empat jari lateralis berasal dari medialis (tibia). Tendo keduanya
menyilang di planta.
Popliteus adalah musculus triangularis tipis yang membentuk bagian inferior dari dasar
fossa poplitea. Popliteus tidak bermakna sebagai flexor articulatio genus, tapi pada flexio
genus membantu menarik meniscus lateralis ke posterior. Apabila seseorang berdiri dengan
genu separuh flexio, popliteus berkontraksi membantu ligamentum cruciatum posterius
mencegah anterior displacement femur pada tibial plateau.
Bursa popliteus terletak profundus terhadap tendo popliteus. Ketika berdiri dengan
genu terkunci pada posisi extensio penuh, popliteus beraksi merotatio-externa-kan femur
pada tibial plateau, melepaskan genu dari posisi terkunci.

54 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Flexor hallucis longus (FHL) adalah flexor kuat bagi semua sendi hallux. Tendonya
berjalan posterior terhadap ujung distalis tibia dan menempati lekukan pada permukaan
posterior talus dan permukaan plantaris sustentaculum tali, kemudian menyilang profundus
terhadap tendo flexor digitorum longus. Ketika berjalan menuju phalanx distalis hallux,
tendo FHL berjalan di antara dua ossa sesamoidea dalam tendo flexor hallucis brevis.
Flexor digitorum longus (FDL) lebih kecil daripada FHL, walaupun otot ini
menggerakkan 4 jari. Otot ini berjalan diagonalis menuju planta, superficialis terhadap
tendo FHL.
Tibialis posterior (TP), otot paling profundus dalam kompartemen posterior terletak
di antara FDL dan FHL. Tibialis posterior dan TA merupakan invertor pes. Peran utama
TP adalah mempertahankan pars medialis arci pedis longitudinalis pada weight-bearing.

Tabel 7. Compartimentum Cruris Posterius Pars Profunda


Musculus Perlekatan Proximalis Perlekatan Distalis Persarafan Aksi Utama
Popliteus Permukaan lateralis Facies posterior Nervus Flexio lemah genu
condylus lateralis tibiae, superior tibialis dan ‘membuka kunci’
femoris dan meniscus terhadap linea (L4, L5, articulatio genus dengan
lateralis musculi solei S1) me-rotatio-kan femur
5° pada tibia yang
terfiksasi; rotatio interna
tibia
Flexor ⅔ inferior facies Basis phalangis Flexio hallux
hallucis posterior fibulae; bagian distalis dari hallux pada semua sendi;
longus inferior membrana plantarflexio lemah
interossea cruris tarsus; menyokong
pars medialis arci pedis
Nervus longitudinalis
tibialis
Flexor Bagian medialis facies Basis phalangis (S2, S3) Flexio 4 jari lateralis;
digitorum posterior tibiae, inferior distalis dari 4 jari plantarflexio tarsus;
longus terhadap linea musculi lateralis menyokong arcus pedis
solei; melalui tendo yang longitudinalis
lebar ke fibula
Tibialis Membrana interossea; Tuberositas ossis Nervus Plantarflexio tarsus;
posterior facies posterior tibiae, navicularis; os tibialis inversio pes
inferior terhadap linea cuneiforme, (L4, L5)
musculi solei; facies os cuboideum,
posterior fibulae sustentaculum tali;
basis ossis metatarsi
II, III, dan IV

Membrum Inferius 55
MEMBRUM INFERIUS

Nervi dalam Compartimentum cruris posterius


Nervus tibialis (L4, L5, dan S1–S3) berjalan verticalis melalui fossa poplitea bersama
arteria poplitea, lewat di antara kedua caput musculus gastrocnemius. Nervus tibialis
menyuplai semua otot compartimentum cruris posterius. Di tarsus, nervus tibialis terletak
di antara tendo FHL dan FDL. Posteroinferior terhadap malleolus medialis, nervus tibialis
terbagi menjadi nervus plantaris medialis dan nervus plantaris lateralis. Cabang nervus
tibialis yakni nervus cutaneus surae medialis bergabung dengan ramus communicans
fibularis dari nervus fibularis communis membentuk nervus suralis. Nervus suralis
menyuplai kulit bagian lateralis dan posterior ⅓ inferior crus dan sisi lateralis pes. Cabang
artikular nervus tibialis menyuplai articulatio genus, rami calcanei mediales menyuplai
kulit calx.

Arteriae dalam Compartimentum Cruris Posterius


Arteria tibialis posterior, cabang yang lebih besar dan langsung dari arteria poplitea,
menyuplai compartimentum cruris posterius dan pes. Dimulai dari batas distalis popliteus
ketika arteria poplitea berjalan profundus terhadap arcus tendineus musculi solei dan secara
simultan berbifurcatio menjadi arteria tibialis anterior dan posterior. Di dekat asalnya,
arteria tibialis posterior mempercabangkan arteria fibularis. Selama perjalanannya,
arteria tibialis posterior ditemani nervus tibialis dan vena tibialis posterior. Arteria tibialis
posterior berjalan posterior terhadap malleolus medialis dengan tendo TP dan FDL
berada di antaranya. Inferior terhadap malleolus medialis, berjalan di antara FHL dan
FDL. Profundus terhadap retinaculum musculorum flexorum dan asal musculus abductor
hallucis, terbagi menjadi arteria plantaris medialis dan arteria plantaris lateralis.
Arteria fibularis, cabang terbesar dan paling penting dari arteria tibialis, muncul
di inferior dari batas distalis popliteus dan arcus tendineus musculi solei. Berjalan
turun miring ke arah fibula, berjalan sepanjang sisi medialis fibula biasanya di dalam
FHL. Arteria fibularis memberikan cabang muscularis untuk popliteus dan otot lain
dalam compartimentum cruris posterius dan laterale, juga mempercabangkan arteria
nutricia fibulae.
Di distalis, arteria fibularis mempercabangkan ramus perforans, rami malleolares
laterales, dan rami calcanei. Ramus perforans menembus membrana interossea dan menuju
dorsum pedis untuk beranastomosis dengan arteria arcuata. Rami calcanei menyuplai
calx, rami malleolares laterales bergabung dengan cabang malleolaris lain membentuk
periarticular arterial anastomosis of the ankle.
Arteria circumflexa fibularis berasal dari arteria tibialis anterior atau arteria tibialis
posterior di genu dan berjalan ke lateralis mengelilingi collum fibulae menuju anastomosis
di sekitar genu.
Arteria nutricia tibiae adalah arteria nutricia terbesar dalam tubuh, berasal dari arteria
tibialis anterior atau arteria tibialis posterior, menembus dan menyuplai musculus tibialis
posterior.
56 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Pes
Tarsus (ankle) adalah bagian yang paling sempit dan bagian malleolar dari crus distalis,
proximalis terhadap dorsum pedis dan calx, juga articulatio talocruralis. Pes menjadi
platform untuk menopang tubuh ketika berdiri dan mempunyai peran penting dalam
locomotion.
Pes dan ossa pedis dapat dibagi menjadi tiga zona anatomis dan fungsional:
• Hindfoot: talus dan calcaneus.
• Midfoot: os naviculare, os cuboideum, dan os cuneiforme
• Forefoot: ossa metatarsi dan phalanges
Bagian atau regio dari pes yang berkontak dengan ground adalah planta atau regio
plantaris. Bagian yang mengarah ke superior adalah dorsum pedis atau regio dorsalis
pedis. Bagian planta yang meliputi calcaneus disebut calx atau regio calcanea; bagian
planta yang meliputi caput ossis metatarsi I dan II disebut eminentia hallucis pedis.

Cutis dan Fascia Pedis


Cutis dorsum pedis jauh lebih tipis dan kurang sensitif daripada cutis planta. Tela
subcutanea dorsum pedis longgar, sehingga udem paling jelas pada area ini, terutama
anterior terhadap dan sekeliling malleolus medialis. Cutis calx, margo lateralis pedis, dan
eminentia hallucis pedis adalah tebal. Tela subcutanea planta lebih fibrosa daripada area
kaki yang lain.
Septa fibrosa atau retinacula cutis (skin ligaments) membagi jaringan menjadi area
berisi lemak, menjadikannya bantalan shock absorber, terutama calx. Retinacula cutis juga
menghubungkan cutis dengan aponeurosis plantaris, mengembangkan ‘grip’ dari planta.
Cutis planta tidak berambut dan mengandung banyak glandula sebacea; planta sensitif,
terutama area berkulit tipis arcus pedis.
Fascia dorsalis pedis tipis dan berlanjut dengan retinaculum musculorum extensorum
inferius di proximalis. Pada aspek lateralis dan posterior pes, fascia dorsalis pedis berlanjut
dengan fascia plantaris. Fascia plantaris mempunyai bagian tengah yang tebal dan bagian
medialis dan lateralis yang lebih lemah.
Bagian tengah fascia plantaris yang tebal membentuk aponeurosis plantaris yang
menyerupai aponeurosis palmaris, tapi lebih kuat, padat, dan panjang. Fascia plantaris
memegang bagian pes bersama, melindungi planta, dan menyokong arcus pedis
longitudinalis.
Aponeurosis plantaris muncul di posterior dari calcaneus dan berfungsi seperti
ligamentum superficialis. Di distalis, berkas longitudinalis serabut kolagen dari aponeurosis
terbagi menjadi 5 pita yang berlanjut dengan vaginae fibrosae digitorum pedis yang
membungkus tendo flexor. Inferior terhadap caput ossis metatarsi, aponeurosis plantaris
diperkuat oleh ligamentum metatarsale transversum superficiale. Di midfoot dan
forefoot, septa intermusculares verticalis memanjang ke profundus (ke superior) dari tepi
aponeurosis plantaris menuju ossa metatarsi I dan V, membentuk 3 kompartemen planta:
Membrum Inferius 57
MEMBRUM INFERIUS

1. Kompartemen medialis ditutupi di superficialis oleh fascia plantaris medialis; berisi


musculus abductor hallucis, musculus flexor hallucis brevis, tendo flexor hallucis
longus, vasa dan nervus plantaris medialis.
2. Kompartemen centralis ditutupi di superficialis oleh aponeurosis plantaris; berisi
musculus flexor digitorum brevis, tendo flexor hallucis longus, tendo flexor
digitorum longus, dan otot yang berhubungan dengannya, musculus quadratus
plantae dan musculi lumbricales, musculus adductor hallucis, dan vasa dan nervus
plantaris lateralis.
3. Kompartemen lateralis ditutupi di superficialis oleh fascia plantaris lateralis; berisi
musculus abductor digiti minimi dan musculus flexor digiti minimi brevis.
Hanya di forefoot, didapatkan kompartemen keempat, yakni kompartemen interossea
yang dikelilingi oleh fascia interossea plantaris dan fascia interossea dorsalis; berisi ossa
metatarsi, musculi interossei dorsales dan musculi interossei plantares, serta vasa plantares
profundi dan vasa metatarsales.
Kompartemen kelima, kompartemen dorsalis terletak di antara fascia dorsalis pedis dan
ossa tarsi dan fascia interossea dorsalis dari midfoot dan forefoot; berisi musculus extensor
hallucis brevis dan musculus extensor digitorum brevis, serta struktur neurovaskular
dorsum pedis.

Otot Pes
Dari 20 otot pes, 14 berada di aspek plantaris, 2 di aspek dorsalis, dan 4 pada posisi
intermedius. Otot planta tersusun menjadi 4 lapisan dalam 4 kompartemen. Otot planta
berfungsi terutama sebagai suatu kelompok; mempertahankan arcus pedis dengan melawan
kekuatan yang cenderung mengurangi arcus pedis longitudinalis dengan mentransfer berat
yang diterima oleh calx ke eminentia hallucis pedis dan hallux.
Dua bidang neurovaskular antara lapisan otot planta adalah (1) bidang neurovaskular
superficialis di antara lapisan otot pertama dan kedua dan (2) bidang neurovaskular
profundus di antara lapisan ketiga dan keempat. Nervus tibialis terbagi menjadi nervus
plantaris medialis dan nervus plantaris lateralis di posterior terhadap malleolus medialis;
kedua nervus ini menyuplai otot intrinsik planta.
Nervus plantaris medialis berjalan di dalam kompartemen medialis planta di antara
lapisan otot pertama dan kedua. Pada awalnya, arteria dan nervus plantaris lateralis berjalan
lateralis di antara lapisan pertama dan kedua otot planta. Ramus profundus arteria dan
nervus plantaris lateralis kemudian berjalan medialis di antara lapisan ketiga dan keempat.
Dua otot yang berhubungan erat pada dorsum pedis adalah extensor digitorum brevis
(EDB) dan extensor hallucis brevis (EHB). Sejatinya EHB adalah bagian dari EDB.

58 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Tabel 8. Otot Pes: Lapisan Otot Planta Pertama Dan Kedua


Perlekatan Perlekatan
Musculus Persarafan Aksi Utama
Proximalis Distalis
Lapisan pertama
Abductor Tuber calcanei; Basis phalangis Nervus plantaris Abductio dan flexio
halluces retinaculum proximalis dari medialis hallux
musculorum flexorum; hallux (S2, S3)
aponeurosis plantaris
Flexor Tuber calcanei; Phalanx media Nervus plantaris Flexio 4 jari lateralis
digitorum aponeurosis plantaris; dari medialis
brevis septa intermuscularia 4 jari lateralis (S2, S3)
Abductor Tuber calcanei: Basis phalangis Nervus plantaris Abductio dan flexio
digiti minimi aponeurosis plantaris; proximalis dari lateralis digitus V
septa intermuscularia digitus V (S2, S3)
Lapisan kedua
Quadratus Permukaan plantaris Tepi Nervus plantaris Membantu flexor
plantae dari calcaneus posterolateralis lateralis digitorum longus
dari tendo (S2, S3) dalam flexio 4 jari
flexor digitorum lateralis
longus
Lumbricales Tendo flexor digitorum Aspek medialis Satu medialis: Flexio phalanges
longus 4 jari lateralis Nervus plantaris proximales, extensio
medialis (S2, S3) phalanx media dan
Tiga lateralis: phalanx distalis dari
Nervus plantaris 4 jari lateralis
lateralis (S2, S3)

Tabel 9. Otot Pes: Lapisan Otot Planta Ketiga Dan Keempat


Perlekatan Perlekatan
Musculus Persarafan Aksi Utama
Proximalis Distalis
Lapisan ketiga
Flexor os cuboideum dan Basis phalangis Nervus plantaris Flexio phalanx
hallucis brevis os cuneiforme laterale proximalis dari medialis (S2, S3) proximalis hallux
hallux
Adductor Caput obliquum: Tendo kedua Ramus Adductio hallux;
hallucis basis ossis metatarsi caput melekat profundus dari membantu arcus
II–IV ke sisi lateralis nervus plantaris pedis transversus
Caput transversum: basis phalangis lateralis (S2, S3) oleh ossis metatarsi
ligamenta plantaria proximalis dari di medialis
dari articulationes hallux
metatarsophalangeae

Membrum Inferius 59
MEMBRUM INFERIUS

Flexor digiti Basis ossis metatarsi Basis phalangis Ramus Flexio phalanx
minimi brevis V proximalis dari superficialis dari proximalis digitus V
digitus V nervus plantaris
lateralis (S2, S3)
Lapisan keempat
Interossei Basis dan sisi Sisi medialis Nervus plantaris Adductio digiti
plantares medialis ossa basis phalangis lateralis (S2, S3) II–IV dan flexio
(3 otot) metatarsi III–V digiti III–V articulationes
metatarsophalangeae
Interossei Sisi berdekatan ossa I: sisi medialis Nervus plantaris Abductio digiti
dorsalis (4 metatarsi I–V phalanx lateralis (S2, S3) II–IV dan flexio
otot) proximalis articulationes
digitus II metatarsophalangeae
II–IV: sisi
lateralis digiti
II–IV

Tabel 10. Otot Pes: Dorsum Pedis


Perlekatan
Musculus Perlekatan Proximalis Persarafan Aksi Utama
Distalis
Extensor Calcaneus; ligamentum Tendo extensor Membantu extensor
digitorum talocalcaneum digitorum digitorum longus dalam
brevis interosseum; longus (digiti extensio 4 jari medialis
retinaculum II–IV) pada articulationes
musculorum Nervus metatarsophalangeae
extensorum inferius fibularis dan articulationes
profundus interphalangeae
(L5 atau S1,
Extensor Bersama extensor Basis atau Membantu extensor
hallucis brevis digitorum brevis phalangis keduanya) hallucis longus meng-
proximalis extensio-kan hallux
hallux pada articulatio
metatarsophalangea

60 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Struktur Neurovaskular dan Hubungan pada Pes


Nervi dari Pes
Persarafan cutaneus pes berasal dari:
• Di medialis oleh nervus saphenus, hingga caput ossis metatarsi I.
• Di superior (dorsum pedis) oleh nervus fibularis superficialis (terutama) dan nervus
fibularis profundus.
• Di inferior (planta) oleh nervus plantaris medialis dan nervus plantaris lateralis, batas
bersama distribusi kedua nervi ini meluas sepanjang os metatarsale IV dan digiti. (Hal
ini mirip dengan pola persarafan palma)
• Di lateralis oleh nervus suralis, termasuk sebagian calx.
• Di posterior (calx) oleh rami calcanei mediales dan rami calcanei laterales dari nervus
tibialis dan nervus suralis.
Nervus Saphenus. Nervus saphenus adalah ramus cutaneus nervus femoralis yang
terpanjang dan berdistribusi paling luas. Nervus saphenus menyuplai cutis dan fascia aspek
anteromedialis crus, kemudian berjalan di anterior terhadap malleolus medialis menuju
dorsum pedis, memberikan cabang artikular untuk articulatio talocruralis dan berlanjut
menyuplai kulit sepanjang sisi medialis pes hingga caput ossis metatarsi I.
Nervus Fibularis Superficialis dan Nervus Fibularis Profundus. Setelah menyuplai
otot fibularis dalam compartimentum cruris laterale, nervus fibularis superficialis muncul
sebagai nervus cutaneus di ⅔ crus, menyuplai cutis aspek anterolateralis crus dan terbagi
menjadi nervus cutaneus dorsalis medialis dan nervus cutaneus dorsalis intermedius
yang terus berjalan melalui tarsus untuk menyuplai hampir seluruh cutis dorsum pedis.
Cabang terminalisnya, yaitu nervi digitales dorsales pedis (communis dan proprius) yang
menyuplai cutis aspek proximalis separuh medialis hallux dan 3½ jari lateralis.
Setelah menyuplai otot compartimentum cruris anterius, nervus fibularis profundus
berjalan profundus terhadap retinaculum musculorum extensorum dan menyuplai otot
intrinsik dorsum pedis, sendi tarsus dan articulationes tarsometatarsales. Nervus fibularis
profundus menyuplai cutis di antara digiti I dan II sebagai nervus digitalis dorsalis pedis I.
Nervus Plantaris Medialis. Nervus plantaris medialis memasuki planta dengan berjalan
profundus terhadap abductor hallucis (AH), kemudian berjalan ke anterior di antara AH dan
FDB dan mempersarafi keduanya. Setelah mempersarafi FHB dan musculus lumbricalis I,
nervus plantaris medialis berakhir di dekat basis ossis metatarsi dengan terbagi menjadi 3
nervi digitales plantares communes yang menyuplai cutis 3½ jari medialis (termasuk cutis
dorsalis dan nail beds dari phalanges distalisnya), dan cutis planta di proximalisnya.

Membrum Inferius 61
MEMBRUM INFERIUS

Nervus Plantaris Lateralis. Nervus plantaris lateralis berjalan anterolateralis dan


profundus terhadap AH, di antara lapisan pertama dan kedua otot planta medialis terhadap
arteria plantaris lateralis. Nervus plantaris lateralis berakhir setelah mencapai kompartemen
lateralis, terbagi menjadi ramus superficialis dan ramus profundus. Ramus superficialis
terbagi menjadi 2 nervi digitales plantares yang menyuplai cutis aspek plantaris dari 1½
jari lateralis, cutis dorsalis dan nail beds dari phalanges distalisnya, dan cutis planta di
proximalisnya. Ramus profundus berjalan bersama arcus plantaris di antara lapisan ketiga
dan keempat.
Ramus superficialis dan ramus profundus menyuplai semua otot planta yang tidak
disuplai oleh nervus plantaris medialis. Dibandingkan nervus plantaris medialis, nervus
plantaris lateralis menyuplai lebih sedikit area cutis, tapi lebih banyak otot. Nervus
plantaris medialis dan nervus plantaris lateralis juga mempersarafi aspek plantaris semua
persendian pes.
Nervus Suralis. Nervus suralis berjalan bersama vena saphena parva memasuki pes
posterior terhadap malleolus lateralis untuk menyuplai articulatio talocruralis dan cutis
sepanjang margo lateralis pedis.

Arteriae dari Pes


Arteria dorsalis pedis merupakan lanjutan arteria tibialis anterior di dorsum pedis,
mulai di pertengahan antara malleolus medialis dan malleolus lateralis serta berjalan
anteromedialis, profundus terhadap retinaculum musculorum extensorum inferius di antara
musculus extensor digitorum brevis dan tendo extensor digitorum longus. Arteria dorsalis
pedis melalui spatium interossea metatarsi I dan mempercabangkan arteria metatarsalis
dorsalis I dan arteria plantaris profunda. Arteria plantaris profunda berjalan di antara
caput musculus interosseus dorsalis I untuk memasuki planta dan bergabung dengan arteria
plantaris lateralis membentuk arcus plantaris profundus.
Arteria tarsalis lateralis merupakan cabang arteria dorsalis pedis yang berjalan
di lateralis di bawah EDB, menyuplai otot ini dan ossa tarsi dan sendi di bawahnya;
beranastomosis dengan cabang lain dan arteria arcuata.
Arteria metatarsalis dorsalis I terbagi menjadi cabang-cabang yang menyuplai kedua
sisi hallux dan sisi medialis digitus II.
Arteria arcuta berjalan ke lateralis melewati empat basis ossis metatarsi lateralis,
profundus terhadap tendo extensor, mencapai aspek lateralis forefoot untuk beranastomosis
dengan arteria tarsalis lateralis membentuk arterial loop. Arteria arcuata mempercabangkan
arteriae metatarsales dorsales II, III, dan IV. Vasa tersebut berjalan ke distalis ke celah
antar jari dan dihubungkan dengan arcus plantaris dan arteriae metarsales plantares oleh
rami perforantes. Di distalis, tiap arteria metatarsalis dorsalis terbagi menjadi dua arteriae
digitales dorsales; arteriae tersebut berakhir proximalis terhadap articulatio interphalangea
distalis dan digantikan oleh cabang dorsalis dari arteriae digitales plantares.

62 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Arteriae dari Planta


Arteria plantaris medialis lebih kecil daripada arteria plantaris lateralis. Nervus ini
bercabang menjadi ramus profundus yang menyuplai terutama otot hallux dan ramus
superficialis yang lebih besar yang menyuplai cutis sisi medialis planta dan mempunyai
cabang digitalis yang menemani cabang digitalis nervus plantaris medialis. Kadang-
kadang, arcus plantaris superficialis dibentuk apabila ramus superficialis beranastomosis
dengan arteria plantaris lateralis atau arcus plantaris profundus.
Arteria plantaris lateralis berjalan ke lateralis dan ke anterior, pertama profundus
terhadap AH, kemudian di antara FDB dan musculus quadratus plantae. Arteria plantaris
lateralis melengkung ke medialis membentuk arcus plantaris profundus dengan arteria
plantaris profunda. Arcus plantaris profundus mempercabangkan 4 arteriae metatarsales
plantares, 3 rami perforantes, dan banyak cabang untuk cutis, fascia, dan otot planta.
Arteriae metatarsales plantares terbagi di dekat basis phalangis proximalis menjadi arteriae
digitales plantares yang menyuplai kebanyakan darah untuk mencapai bagian distalis
digiti, termasuk nail beds melalui rami perforantes dan rami dorsales.

Aliran Vena Pes


Venae profundae adalah sepasang venae comitantes yang saling beranastomosis
yang menemani semua arteriae yang terletak internus terhadap fascia profunda. Venae
superficiales terletak subcutanea dan tidak ditemani arteriae. Tidak seperti crus dan femur,
aliran vena pes terutama ke venae superficiales utama, baik dari venae comitantes maupun
dari venae superficiales lain yang lebih kecil.
Venae perforantes berjalan dari venae superficiales ke venae profundae. Kebanyakan
darah didrainase dari pes melalui venae superficiales.
Venae digitales dorsales berlanjut ke proximalis sebagai venae metatarsales dorsales
yang juga menerima dari venae digitales plantares. Selanjutnya venae metatarsales
dorsales bermuara ke arcus venosus dorsalis pedis, proximalis terhadap rete venosum
dorsale pedis yang mengalirkan sisanya dari dorsum pedis. Arcus dan rete berlokasi di
tela subcutanea.
Venae superficiales dari rete venosum plantare mengalirkan dari margo medialis pedis
untuk bergabung dengan bagian medialis arcus venosus dorsalis pedis dan rete venosum
dorsale pedis membentuk vena marginalis medialis yang menjadi vena saphena magna,
atau mengalirkan dari margo lateralis pedis untuk bergabung dengan bagian lateralis
arcus venosus dorsalis pedis dan rete venosum dorsale pedis membentuk vena marginalis
lateralis yang menjadi vena saphena parva.

Membrum Inferius 63
MEMBRUM INFERIUS

Aliran Limfatik Pes


Limfatik pes bermula dari plexus subcutaneus. Vas lymphaticum superficiale paling
banyak di planta. Vas lymphaticum superficiale mediale lebih besar dan lebih banyak
daripada yang laterale, mengalirkan dari sisi medialis dorsum pedis dan planta, berjalan
bersama vena saphena magna menuju nodi inguinales superficiales dan kemudian ke nodi
inguinales profundi. Vas lymphaticum superficiale laterale mengalirkan dari sisi lateralis
dorsum pedis dan planta, berjalan posterior terhadap malleolus lateralis bersama vena
saphena parva menuju nodi poplitei.
Vas lymphaticum profundum dari pes mengikuti vasa utama: vena fibularis, vena tibialis
anterior dan vena tibialis posterior, vena poplitea, dan vena femoralis. Vas lymphaticum
profundum mengalir ke nodi poplitei, kemudian ke nodi inguinales profundi. Dari nodi
inguinales profundi, semua lympha dari membrum inferius mengalir menuju nodi iliaci.

Articulationes Membri Inferioris Liberi


Articulatio Coxae
Articulatio coxae merupakan articulatio spheroidea multiaxialis yang kuat dan stabil.
Caput femoris adalah ball, dan acetabulum adalah socket. Kecuali fovea capitis femoris,
seluruh permukaan caput femoris ditutupi oleh cartilago articularis. Bagian artikular dari
acetabulum, yaitu facies lunata dilapisi oleh cartilago articularis. Pada margo acetabuli
terdapat labrum acetabuli (cartilago fibrosa) yang meningkatkan area artikular acetabulum
hampir 10%, sehingga lebih dari separuh caput femoris berada dalam acetabulum.
Ligamentum transversum acetabuli, lanjutan labrum acetabuli menjembatani incisura
acetabuli. Bagian nonartikular di profundus dan centralis, disebut fossa acetabuli, dibentuk
terutama oleh ischium. Dinding fossa acetabuli tipis (sering translusen) dan berlanjut ke
inferior dengan incisura acetabuli. Facies articularis acetabuli dan caput femoris paling
kongruen pada posisi coxae flexio 90°, abductio 5°, dan rotatio lateralis 10°.
Articulatio coxae dibungkus oleh capsula articularis yang kuat yang terdiri dari
membrana fibrosa dan membrana synovialis. Di proximalis, membrana fibrosa melekat
ke acetabulum; di distalis melekat ke collum femoris. Serabut membrana fibrosa berjalan
berpilin dari articulatio coxae ke linea intertrochanterica, tapi serabut yang dalam berjalan
sirkular mengelilingi collum membentuk zona orbicularis. Penebalan membrana fibrosa
membentuk ligamenta intrinsik yang memperkuat:
• Di anterior dan di superior adalah ligamentum iliofemorale yang berbentuk Y, melekat
pada SIAI dan margo acetabuli di proximalis dan linea intertrochanterica di distalis.
Ligamentum iliofemorale merupakan ligamentum terkuat dalam tubuh dan mencegah
hyperextensio articulatio coxae.

64 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

• Di anterior dan di inferior adalah ligamentum pubofemorale yang muncul dari crista
obturatoria (pubis). Ligamentum ini bercampur dengan bagian medialis ligamentum
iliofemorale; mencegah overabductio articulatio coxae.
• Di posterior adalah ligamentum ischiofemorale yang muncul dari bagian ischial margo
acetabuli menuju collum femoris dan trochanter major. Ligamentum ischiofemorale
adalah yang paling lemah dari ketiga ligamenta.
Ligamentum capitis femoris menghubungkannya tepi incisura acetabuli dan
ligamentum transversum acetabuli dengan fovea capitis femoris. Ligamentum ini lemah
dan kurang penting dalam memperkuat articulatio coxae; di dalamnya terdapat arteria
kecil untuk caput femoris.
Gerakan articulatio coxae adalah flexio–extensio, abductio–adductio, rotatio interna–
rotatio externa, dan circumductio. Derajat flexio–extensio tergantung pada posisi genu.
Jika genus flexio, merelaksasikan hamstrings, femur dapat di-flexio-kan hingga hampir
mencapai dinding abdomen anterior. Rentang abductio lebih besar daripada adductio.
Abductio ± 60° mungkin pada posisi femur extensio, dan lebih jika femur flexio. Rotatio
externa jauh lebih kuat daripada rotatio interna.
Suplai darah untuk articulatio coxae berasal dari:
• Arteria circumflexa femoris medialis dan arteria circumflexa femoris lateralis.
• Ramus acetabularis dari arteria obturatoria yang berjalan dalam ligamentum
capitis femoris.
Persarafan articulatio coxae berasal dari nervus femoralis, nervus obturatorius, nervus
musculi obturatorii externi, nervus musculi quadrati femoris, dan nervus gluteus superior.

Articulatio Genus
Articulatio genus adalah sendi terbesar dan paling superficialis; termasuk jenis
ginglymus (hinge joint) yang memungkinkan flexio dan extensio; meskipun demikian
gerakan engsel dikombinasikan dengan meluncur dan menggelinding serta dengan rotatio.
Fungsinya akan berkurang pada posisi hyperextensio.
Articulatio genus terdiri dari 3 articulatio:
• Dua articulationes femorotibiales (lateralis dan medialis) antara condylus lateralis
femoris dan condylus medialis femoris dengan condylus lateralis tibiae dan condylus
medialis tibiae.
• Satu articulatio femoropatellaris antara patella dan femur.

Membrum Inferius 65
MEMBRUM INFERIUS

Articulatio genus relatif lemah karena facies articularisnya tidak kongruen. Stabilitas
articulatio genus tergantung pada (1) kekuatan dan aksi otot-otot sekitarnya dan tendonya
dan (2) ligamenta yang menghubungkan femur dan tibia. Otot yang paling penting dalam
menstabilkan articulatio genus adalah musculus quadriceps femoris, terutama serabut
inferior vastus medialis dan vastus lateralis. Posisi tegak dan extensio adalah posisi lutut
yang paling stabil. Pada posisi ini, facies articularis paling kongruen, ligamenta primer
(ligamentum collaterale dan ligamentum cruciatum) tegang, dan tendo-tendo yang
mengelilingi sendi memberikan efek memilin (splinting)
Capsula articularis terdiri dari membrana fibrosa di sebelah luar dan membrana
synovialis di sebelah dalam. Membrana fibrosa melekat ke femur di superior. Ke posterior,
membrana fibrosa membungkus condylus dan fossa intercondylaris. Membrana fibrosa
terbuka di sebelah posterior condylus lateralis tibiae yang dilalui tendo popliteus yang
akan melekat pada tibia. Di inferior, membrana fibrosa melekat ke tepi facies articularis
superior tibia, kecuali daerah di mana tendo popliteus melintasi tibia. Tendo quadriceps
femoris, patella, dan ligamentum patellae menggantikan membrana fibrosa di anterior.
Membrana synovialis menutupi seluruh permukaan yang membatasi cavitas articularis
yang tidak ditutupi cartilago articularis, yakni periphericus cartilago articularis yang
menutupi condylus femoris dan condylus tibiae; permukaan posterior patella, dan tepi
menisci (discus cartilago fibrosa antara facies articularis dari femur dan tibia). Membrana
synovialis melapisi permukaan dalam membrana fibrosa di lateralis dan medialis, tapi di
tengah terpisah dari membrana fibrosa. Superior terhadap patella, cavitas articularis genus
berlanjut profundus terhadap musculus vastus intermedius sebagai bursa suprapatellaris.
Ligamenta Ekstrakapsular. Capsula articularis diperkuat oleh 5 ligamenta
ekstrakapsular atau kapsular (intrinsik): ligamentum patellae, ligamentum collaterale
fibulare, ligamentum collaterale tibiale, ligamentum popliteum obliquum, dan ligamentum
popliteum arcuatum. Kelima ligamenta tersebut kadang-kadang disebut ligamenta externus
untuk membedakannya dari ligamenta internus seperti ligamentum cruciatum.
Ligamenta intraartikular di dalam articulatio genus terdiri dari ligamentum cruciatum
anterius dan ligamentum cruciatum posterius serta meniscus lateralis dan meniscus
medialis. Tendo popliteus juga terletak intraartikular. Ligamentum cruciatum anterius dan
ligamentum cruciatum posterius terletak di pusat sendi dan saling menyilang (seperti huruf
X) di dalam capsula articularis, tapi di luar cavitas synovialis. Pada rotatio medialis tibia
terhadap femur, kedua ligamenta cruciati saling melilit sehingga rotatio medialis dibatasi
hingga ± 10°. Sebaliknya, karena tidak saling melilit, rotatio lateralis dimungkinkan
hampir 60° bila lutut flexio ± 90°; gerakan ini dibatasi oleh ligamentum collaterale tibiale.

66 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Menisci (G. meniskos, crescent) merupakan lempeng berbentuk bulan sabit dari
cartilago fibrosa pada facies articularis tibia yang memperdalam facies dan berperan
dalam absorpsi shock. Ligamentum coronarium adalah bagian dari capsula articularis
yang menghubungkan tepi-tepi menisci dengan sekeliling condylus tibia; ligamentum
transversum genus menghubungkan pinggir anterior menisci. Meniscus lateralis lebih
kecil dan lebih mudah bergerak daripada meniscus medialis.
Gerakan articulatio genus yang utama lutut adalah flexio dan extensio, sedikit
rotatio terjadi bila lutut flexio. Pada posisi extensio penuh dengan kaki di lantai, lutut
secara pasif ‘terkunci’ karena rotatio medialis condylus femoris terhadap facies articularis
superior. Posisi ini menjadikan membrum inferius tiang yang solid untuk menyangga berat
badan. Untuk ‘membuka kunci’ lutut, musculus popliteus berkontraksi, memutar femur ke
lateralis sekitar 5° terhadap facies articularis superior tibiae, sehingga flexio dapat terjadi.
Suplai Darah dan Persarafan. Arteriae yang menyuplai articulatio genus ada
10, membentuk rete articulare genus di sekeliling genu: cabang genicular dari arteria
femoralis, arteria poplitea, dan cabang recurrens anterior dan cabang recurrens posterior
dari arteria tibialis anterior dan ramus circumflexus fibularis. Arteria media genus yang
merupakan cabang arteria poplitea menembus membrana fibrosa dari capsula articularis
dan memperdarahi ligamentum cruciatum, membrana synovialis, dan pinggir menisci.
Sesuai Hilton’s law, nervi yang mempersarafi otot-otot yang menyeberangi articulatio
genus juga mempersarafi sendi; cabang artikular nervus femoralis, nervus tibialis, dan
nervus fibularis communis mempersarafi aspek anterior, posterior, dan lateralis, berturut-
turut. Nervus obturatorius dan nervus saphenus memberikan cabang artikular untuk aspek
medialis.

Juncturae Tibiofibularis
Tibia dan fibula dihubungkan oleh articulatio tibiofibularis dan syndesmosis tibiofibularis
(inferior tibiofibular joint). Membrana interossea cruris menghubungkan keduanya.
Serabut membrana interossea dan semua ligamenta berjalan ke inferior dari tibia ke fibula,
untuk melawan tarikan ke bawah pada fibula oleh 8 dari 9 otot yang melekat pada fibula.
Gerakan pada articulatio tibiofibularis (superior) adalah tidak mungkin tanpa gerakan pada
syndesmosis tibiofibularis.

Articulatio Tibiofibularis
Articulatio tibiofibularis adalah jenis articulatio plana antara facies articularis capitis
fibulae dan facies articularis fibularis dari condylus lateralis tibiae. Capsula articularis
yang tegang mengelilingi sendi dan melekat ke tepi facies articularis dari fibula dan tibia.
Capsula articularis diperkuat oleh ligamentum capitis fibulae anterius dan ligamentum
capitis fibulae posterius yang berjalan superomedialis dari caput fibulae ke condylus
lateralis tibiae. Sendi ini disilang di posterior oleh tendo popliteus.

Membrum Inferius 67
MEMBRUM INFERIUS

Sedikit gerakan pada articulatio tibiofibularis terjadi pada dorsiflexio pes. Suplai darah
berasal dari arteria inferior lateralis genus dan arteria recurrens tibialis anterior. Suplai
saraf berasal dari nervus fibularis communis dan nervus untuk musculus popliteus.

Syndesmosis Tibiofibularis
Syndesmosis tibiofibularis adalah junctura fibrosa dari tibia dan fibula yang dibentuk
oleh membrana interossea (menyatukan corpus) serta ligamentum tibiofibulare anterius,
ligamentum tibiofibulare interosseum, dan ligamentum tibiofibulare posterius (menyatukan
ujung inferior kedua tulang, membentuk inferior tibiofibular joint). Integritas syndesmosis
tibiofibularis penting untuk stabilitas articulatio talocruralis karena hal ini menjadikan
malleolus lateralis kokoh terhadap permukaan lateralis talus.
Sendi ini juga diperkuat ligamentum transversum (tibiofibulare) inferius yang
merupakan lanjutan ligamentum tibiofibulare posterius dan menghubungkan malleolus
medialis dengan malleolus lateralis secara kuat. Ligamentum ini juga berhubungan dengan
talus dan membentuk ‘dinding’ posterior malleolar mortise untuk trochlea tali. Dinding
lateralis dan medialis mortise dibentuk oleh malleoli.
Sedikit gerakan pada sendi terjadi ketika doorsiflexio pes. Suplai darah berasal dari
ramus perforans arteria fibularis dan rami malleolares mediales dari arteria tibialis anterior
dan arteria tibialis posterior. Persarafan berasal dari nervus fibularis profundus, nervus
tibialis, dan nervus saphenus.

Articulatio Talocruralis
Articulatio talocruralis merupakan jenis ginglymus, berlokasi di antara ujung inferior
tibia dan fibula serta bagian superior talus (malleolar mortise–trochlea tali). Sendi ini
dapat dipalpasi di antara tendo di permukaan anterior tarsus sebagai depresi dangkal, ± 1
cm proximal terhadap ujung malleolus medialis. Permukaan medialis malleolus lateralis
bersendian dengan permukaan lateralis talus; sedangkan, tibia bersendian dengan talus
pada dua tempat:
1. Facies articularis inferior membentuk atap malleolar mortise, memindahkan berat
badan ke talus.
2. Malleolus medialis bersendian dengan permukaan medialis talus.
Malleoli mencengkeram talus paling kuat pada posisi pes dorsiflexio karena gerakan
ini membuat bagian anterior talus ke posterior di antara malleoli, menarik tibia dan fibula
sedikit menjauh; hal ini dibatasi oleh ligamentum tibiofibulare interosseum yang kuat,
juga ligamentum tibiofibulare anterius dan ligamentum tibiofibulare posterius.
Articulatio talocruralis relatif tidak stabil pada plantarflexio, kebanyakan trauma tarsus
terjadi ketika plantarflexio (sebagai akibat inversio pes tiba-tiba dan tidak diharapkan,
sehingga inadekuat).

68 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Capsula articularis tipis di anterior dan posterior, tapi diperkuat di tiap sisi oleh
ligamentum collaterale mediale dan ligamentum collaterale laterale. Ligamentum
collaterale laterale terdiri dari 3 ligamenta yang terpisah:
1. Ligamentum talofibulare anterius: pita yang datar dan lemah dari malleolus lateralis ke
collum tali.
2. Ligamentum talofibulare posterius: pita yang tebal dan kuat yang berjalan dari fosa
malleoli lateralis ke tuberculum laterale tali.
3. Ligamentum calcaneofibulare yang berjalan dari malleolus lateralis ke permukaan
lateralis calcaneus.
Ligamentum collaterale mediale (ligamentum deltoideum) di proximalis melekat
ke malleolus medialis, di distalis melekat ke talus, calcaneus, dan os naviculare; disusun
oleh 4 bagian yang berlanjutan dan berdekatan: pars tibionavicularis, pars tibiocalcanea,
pars tibiotalaris anterior, dan pars tibiotalaris posterior. Ligamentum collaterale
mediale menstabilkan articulatio talocruralis pada eversio dan mencegah subluxatio
(dislokasi parsial).
Gerakan utama articulatio talocruralis adalah dorsiflexio dan plantarflexio pes yang
terjadi di sekitar sumbu transversus yang melalui talus. Sedikit abductio, adductio, inversio,
dan eversio dimungkin pada posisi plantarflexio.
Suplai darah berasal dari rami malleolares dari arteria fibularis, arteria tibialis anterior,
dan arteria tibialis posterior. Persarafan berasal dari nervus tibialis dan nervus fibularis
profundus.

Articulationes Pedis
Sendi intertarsal yang penting adalah articulatio subtalaris (talocalcanea) dan articulatio
tarsi transversa (articulatio talocalcaneonavicularis dan articulatio calcaneocuboidea).
Inversio dan eversio pes adalah gerakan utama yang melibatkan kedua sendi ini.
Sendi intertarsal yang lain relatif kecil dan diikat kuat oleh ligamenta, sehingga
hanya sedikit gerakan yang terjadi. Pada pes, flexio dan extensio terjadi pada forefoot
pada articulationes metatarsophalangeae dan articulationes interphalangeae. Inversio
diperkuat oleh flexio digiti (terutama hallux dan digitus II) dan eversio oleh extensio
digiti (terutama digiti lateralis). Semua ossa pedis proximalis terhadap articulationes
metatarsophalangeae disatukan oleh ligamenta dorsalia dan ligamenta plantaria. Tulang-
tulang articulationes metatarsophalangeae dan articulationes interphalangeae disatukan
oleh ligamenta collateralia.
Articulatio subtalaris adalah persendian antara talus dan calcaneus. Capsula articularis
lemah, diperkuat oleh ligamentum talocalcaneum mediale, laterale, posterius, dan
interosseum. Ligamentum talocalcaneum interosseum terletak dalam sinus tarsi.

Membrum Inferius 69
MEMBRUM INFERIUS

Articulatio tarsi transversa dibentuk oleh dua sendi yang terpisah dan tersusun
transversal: pars talonavicularis dari articulatio talocalcaneonavicularis dan articulatio
calcaneocuboidea. Pada sendi ini, midfoot dan forefoot berotatio sebagai satu unit terhadap
hindfoot di sekitar sumbu longitudinalis, memperkuat inversio dan eversio yang terjadi
pada articulatio subtalaris. Transeksi melalui articulatio tarsi transversa merupakan metode
standar untuk amputasi pes.
Arcus Pedis
Ossa tarsi dan ossa metatarsi tersusun membentuk arcus pedis longitudinalis dan arcus
pedis transversus. Arcus pedis longitudinalis terdiri dari pars medialis dan pars lateralis.
Pars medialis arci pedis longitudinalis lebih tinggi dan lebih penting; dibentuk oleh
talus, calcaneus, os naviculare, ketiga os cuneiforme, dan tiga ossa metatarsi pertama.
Caput tali adalah keystone pars medialis; musculus tibialis anterior dan tendo fibularis
longus memperkuat pars medialis. Pars lateralis arci pedis longitudinalis dibentuk oleh
calcaneus, os cuboideum, ossa metatarsi IV dan V.
Selain itu, ossa pedis juga membentuk arcus pedis transversus melalui susunan os
cuboideum, ketiga os cuneiforme, dan basis ossis metatarsi. Pars medialis dan pars lateralis
arci pedis longitudinalis berperan sebagai pilar arcus pedis transversus. Tendo fibularis
longus dan tendo tibialis posterior menyilang di bawah planta membantu mempertahankan
kurvatura arcus pedis transversus. Arcus pedis dipertahankan oleh faktor pasif dan
sokongan dinamik.
Faktor pasif yang terlibat dalam membentuk dan mempertahankan arcus pedis:
• Bentuk tulang-tulang yang bersatu (terutama arcus pedis transversus).
• Empat lapisan berturutan jaringan fibrosa yang mempertahankan arcus pedis
longitudinalis (dari superficialis ke profundus):
1. Aponeurosis plantaris.
2. Ligamentum plantare longum.
3. Ligamentum calcaneocuboideum plantare (short plantar ligament).
4. Ligamentum calcaneonaviculare plantare (spring ligament).
Sokongan dinamik yang terlibat dalam mempertahankan arcus pedis:
• Aksi aktif (refleksif) otot intrinsik pes (arcus pedis longitudinalis).
• Kontraksi aktif dan tonik dari otot dengan tendo panjang hingga pes:
- Flexor hallucis dan digitorum longus untuk arcus pedis longitudinalis.
- Fibularis longus dan tibialis posterior untuk arcus pedis transversus.
Dari faktor-faktor tersebut, ligamenta plantares dan aponeurosis plantaris menanggung
stres yang paling besar dan merupakan struktur yang paling penting dalam mempertahankan
arcus pedis.
Bila busur yang dibentuk ossa pedis kurang melengkung, maka terjadilah flat foot atau
pes planus; sedangkan bila terlalu melengkung disebut pes cavus. Istilah club foot atau
talipes berarti anomali bentuk kaki yang dapat bermacam-macam.
70 Membrum Inferius
MEMBRUM INFERIUS

Daftar Pustaka
1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins. 2014.

2. FCAT. Terminologia Anatomica International Anatomical Terminology. Stuttgart:


Thieme. 1998

Membrum Inferius 71
METABOLISME ASAM AMINO
Sijani Prahastuti

PENDAHULUAN
Asam amino adalah hasil hidrolisa lengkap dari suatu protein, menghasilkan kurang
lebih 20 macam asam amino dengan konfigurasi L-alfa. Semua asam amino yang terdapat
dalam molekul protein berkonfigurasi L ,sedangkan gugus aminnya (-NH2) dan gugus
karboksilnya (-COOH) nya terikat pada atom C-alfa.

KLASIFIKASI ASAM AMINO :

1.Berdasarkan struktur rantai samping


Asam amino L-alfa dapat dibagi dalam 7 golongan berdasarkan struktur rantai samping
sebagai berikut :
1. Rantai samping alifatik :
Misalnya : glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin
2. Rantai samping mengandung gugus hidroksi (-OH)
Misalnya : serin, treonin
3. Rantai samping mengandung gugus sulfur
Misalnya : sistein, metionin
4. Rantai samping mengandung gugus (-COOH) atau amida :
Misalnya : asam aspartat, asparagin, asam glutamat, glutamin
5. Rantai samping mengandung gugus basa :
Misalnya : aginin, lisin, hidroksilisin
6. Rantai sampingnya mengandung cincin aromatik :
Misalnya : fenilalanin, tirosin, triptofan
7. Asam imino :
Misalnya : prolin, 4-hidroksiprolin

2.Asam amino essensial dan non essensial


Sekitar 20 macam asam amino adalah tergolong asam amino “Pokok” dalam arti bahwa
asam amino ini harus ada untuk mensintesis protein. Protein mempunyai berbagai macam
fungsi antara lain untuk membentuk jaringan tubuh, enzim, hormon, bahan detoksifikasi,
komponen darah dan plasma, pembentuk antibodi, penyalur impuls saraf.
Manusia hanya dapat membentuk ½ dari asam amino pokok (asam amino non essensial)
dan sisanya mutlak harus diberikan dalam makanan (asam amino essensial). Kebutuhan
akan asam amino essensial tersebut bagi anak-anak relatif lebih besar daripada orang
dewasa. Orang dewasa membutuhkan 9 asam amino essensial dalam jumlah yang berkisar
antara 0,5 g/hari (triptofan) sampai dengan kira-kira 2g/hari (leusin, fenilalanin). Bayi dan
anak-anak yang sedang tumbuh membutuhkan 10 asam amino, satu sebagai tambahan
yaitu “arginin”. Meskipun arginin secara normal dibuat oleh hati sebagai salah satu tahap
dalam sintesis urea, anak-anak tidak dapat membuat arginin cukup cepat untuk menunjang
sintesis urea dan sintesis protein tubuh.
72 Metabolisme Asam Amino
METABOLISME ASAM AMINO

Makanan yang mengandung protein hewani, misalnya daging, susu, keju, telur, ikan dan
lain-lain, merupakan sumber asam amino essensial. Protein nabati seringkali kekurangan
lisin, metionin dan triptofan. Kebutuhan protein yang disarankan ialah 1 sampai 1,5 gram
per kilogram berat badan per hari dan 10-15% kebutuhan energi metabolik berasal dari
oksidasi asam amino.

Tabel 1. Daftar asam amino essensial dan non essensial pada manusia

Asam Amino Non Essensial Asam Amino Essensial


Alanin Arginin**
Aspartat Histidin**
Asperagin Isoleusin
Sistein Leusin
Glutamat Lisin
Glutamin Metionin
Glisin Fenilalanin
Hidroksi prolin* Treonin
Hidroksi lisin* Triptofan
Prolin Valin
Serin
Tirosin
Selenosistein

Hidroksi prolin dan hidroksi lisin tidak dibutuhkan untuk sintesis protein, akan tetapi
dibentuk selama selama post translasi pembentukan kolagen.
Selenosistein merupakan asam amino ke 21, berperan pada sisi aktif pada berbagai
enzim manusia yaitu pada mekanisme katalitik yang mengkatalisis reaksi reduksi dan
oksidasi (redox) enzim: thioreduksin reduktase, glutation peroksidase dan deiodinase
(mengubah tiroksin menjadi triiodotironin). Penggantian selenosistein dengan sistein,
mengakibatkan penurunan sisi aktif katalitiknya. Kegagalan selenoprotein pada manusia
ikut berperan pada tumorogenesis dan aterosklerosis, dan selenium dihubungkan dengan
defisiensi kardiomiopati (Keshan disease).

Metabolisme Asam Amino 73


METABOLISME ASAM AMINO

2.Asam amino Glukogenik dan Ketogenik


Katabolisme rangka karbon asam amino akan masuk dalam siklus asam sitrat melalui
senyawa antara siklus asam sitrat atau melalui asetil-CoA. Asam amino yang di degradasi
menjadi senyawa antara siklus asam sitrat digolongkan sebagai asam amino glukogenik,
bila asetil-CoA digolongkan sebagai asam amino ketogenik, apabila keduanya digolongkan
sebagai asam amino glukogenik dan ketogenik.
Tabel 2. Asam Amino Glukogenik, Ketogenik

Asam Amino Asam Amino Glukogenik


Asam Amino Ketogenik dan Ketogenik
Glukogenik
Alanin Leusin Isoleusin
Arginin Lisin
Aspartat Fenilalanin
Sistin Tirosin
Glutamat Triptofan
Glisin
Histidin
Metionin
Prolin
Hidroksi Prolin
Serin
Treonin
Valin

BIOSINTESIS ASAM AMINO

1. Biosintesis asam amino non essensial


2. Biosintesis asam amino essensial
Yang akan dibicarakan disini hanya biosintesis asam amino non essensial
Biosintesis asam amino non essensial dari :
A. Senyawa antara amfibolik adalah asam amino
alanin, glutamat, glutamin, aspartat, aspargin, serin dan glisin
B. Asam amino non essensial lainnya adalah prolin, hidroksi prolin
C. Asam amino essensial adalah sistein, tirosin

74 Metabolisme Asam Amino


METABOLISME ASAM AMINO

A. Biosintesis asam amino non essensial dari senyawa amfibolik


Vertebrata dapat membentuk asam amino non essensial dari senyawa amfibolik atau
dari diet yang mengandung asam amino. Enzim yang berperan penting pada biosintesis
asam amino non essensial adalah glutamat dehidrogenase, glutamat sintetase dan
aminotransferase yang memindahkan gugus amin (NH2) pada gugus karboksil senyawa
amfibolik membentuk asam amino.

Senyawa amfibolik yang berperanan dalam sintesis asam amino non essensial adalah :
- Piruvat untuk sintesis asam amino alanin
- α-ketoglutarat untuk sintesis asam amino : glutamat, glutamin, prolin dan
hidroksi prolin
- Oksaloasetat untuk sintesis asam amino : aspartat dan asparagin
- 3-Fosfogliserat untuk sintesis asam amino serin dan glisin

1. Sintesis alanin
Pembentukan alanin melalui transaminasi yang mana glutamat atau aspartat sebagai
donor gugus amin, sedangkan piruvat sebagai akseptor gugus amin, reaksi ini memerlukan
enzim glutamat transaminase atau Alanin Transaminase (ALT) disebut juga SGPT (Serum
Glutamat Piruvat Transaminase).

Gambar 1. Sintesis alanin dari piruvat


(Biokimia Harper, 2014)
Metabolisme Asam Amino 75
METABOLISME ASAM AMINO

2. Sintesis glutamat
Pembentukan glutamat melalui deaminasi oksidatif, memerlukan enzim glutamat
dehidrogenase, selain itu juga memerlukan ion ammonium (NH4+), NAD(P)H + H+.

Gambar 2. Sintesis glutamat dari α-ketoglutarat


(Biokimia Harper, 2014)

3. Sintesis glutamin
Pembentukan glutamin dari glutamat + NH4+ memerlukan Mg dan ATP , di katalisis
oleh enzim glutamin sintetase

Gambar 3. Sintesis glutamin dari glutamate


(Biokimia Harper, 2014)

76 Metabolisme Asam Amino


METABOLISME ASAM AMINO

4. Sintesis aspartat
Pembentukan aspartat melalui transaminasi yang mana glutamat sebagai donor gugus
amin, oksaloasetat sebagai akseptor dan memerlukan enzim Aspartat Transaminase (AST)
atau disebut juga Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT).

5. Sintesis asparagin
Pembentukan asparagin dari aspartat dengan donor NH4+ dari glutamin, memerlukan
ATP dan dikatalisis oleh enzim asparagin sintetase.

6. Sintesis serin
Pembentukan serin dari 3-fosfogliserat memerlukan NADH dan glutamat sebagai
donor gugus amin.

7. Sintesis glisin
Pembentukan glisin dari serin memerlukan enzim serin hidroksimetiltransferase (glisin
hidroksimetiltransferase) dan tetrahidroksifolat (THF) sebagai akseptor gugus metil dari
serin membentuk metilen tetrahidroksifolat.

B. Biosintesis asam amino non essensial dari asam amino non essensial lainnya
1. Sintesis prolin
Pada mamalia dan beberapa bentuk kehidupan lainnya, prolin di bentuk dari asam
amino non esensial glutamat, memerlukan 1 mol ATP, 2 mol NADPH dan berbagai enzim.

2. Sintesis hidroksiprolin
Asam amino ini berasal dari prolin yang mengalami reaksi hidroksilasi yaitu penambahan
gugus -OH dan reaksinya dikatalisa oleh enzim prolin hidroksilase. Hidroksi prolin
bukanlah prekursor untuk sintesa protein. Residu senyawa ini dalam kolagen dibentuk
dari unit prolin setelah prolin disusun kedalam molekul protein.
Hidroksi prolin banyak dijumpai pada serat-serat kolagen, dan hanya dapat dijumpai
pada serat jenis ini. Berfungsi untuk menstabilkan konfigurasi triple heliks dari serabut
kolagen, sehingga kolagen tidak rusak bila ada enzim protease yang bekerja untuk
mencerna kolagen.
Pembentukan hidroksi prolin membutuhkan vitamin C (ascorbic acid). Bila terjadi
defisiensi vitamin C menyebabkan kelainan Scurvy , merupakan kelainan genetik akibat
kegagalan pembentukan hidroksi prolin dan hidroksi lisin. Akibatnya kestabilan kolagen
terganggu sehingga menimbulkan gejala perdarahan gusi, pembengkakan sendi, kegagalan
penutupan luka dan pada akhirnya dapat menimbulkan kematian.

Metabolisme Asam Amino 77


METABOLISME ASAM AMINO

B. Biosintesis asam amino non essensial yang dibentuk dari asam amino essensial
1. Sintesis Sistein
Sistein dibentuk dari asam amino essensial metionin dan serin, yang mana metionin
akan diubah menjadi homosistein yang menyediakan gugus sulfur sedangkan serin
menyediakan atom karbon sebagai rangka karbon.
Reaksi pertama adalah sintesis sisitationin dari serin dan homosistein oleh enzim
sistationin sintetase. Selanjutnya sistationin dipecah menjadi sistein dan homoserin oleh
enzim sistationin sistationase.
Senyawa antara sistationin banyak terdapat dalam jaringan otak mamalia. Kelainan
genetik yang menyebabkan kelainan sintesis enzim sistationin sintetase menyebabkan
peumpukan homosistein menyebabkan Homosisteinuria. Sedangkan kelainan genetik
yang berkaitan dengan gangguan sintesis enzim sistationase, menyebabkan Sistationuri.

Gambar 4. Sintesis sistein dari homosistein dan serin


(Biokimia Harper, 2014)

78 Metabolisme Asam Amino


METABOLISME ASAM AMINO

2. Sintesis Tirosin
Tirosin dibentuk dari asam amino essensial fenilalanin, dikatalisa oleh enzim fenilalanin
hidroksilase yang memerlukan NADPH dan O2. Reaksi berjalan irreversible (satu arah).
Reaksi keseluruhan memerlukan penggabungan satu atom oksigen (O2) kedalam posisi
para dari molekul fenilalanin, sedangkan atom oksigen lainnya direduksi membentuk air.
Tenaga reduksi disediakan oleh NADPH dari tetrahidroksibiopterin yaitu suatu pteridin
yang mirip dengan yang terdapat didalam asam folat.

Gambar 5. Sintesis tirosin dari fenilalanin


(Biokimia Harper, 2014)

3. Sintesis hidroksilisin
Seperti pada hidroksiprolin, asam amino ini didapatkan pada serat-serat kolagen.
Hidroksilisin disintesis dari lisin yang berasal dari makanan oleh lisin hidroksilase. Sama
halnya dengan hidroksiprolin, proses hidroksilasi baru terjadi sesudah lisin tersusun di
dalam molekul protein atau rantai peptida. Pembentukan lisin memerlukan enzim lisin
oksidase dan Cu++ sebagai kofaktor.
Kelainan genetik pembentukan kolagen dapat berupa Osteogenesis Imperfecta dengan
gejala tulang mudah patah dan Ehler-Danlos Syndrome merupakan kumpulan kelainan
jaringan pengikat dengan gejala sendi goyang dan gangguan kulit, akibat kelainan genetik
yang mengkode enzim antara lain lisin oksidase.

Metabolisme Asam Amino 79


METABOLISME ASAM AMINO

Sintesis selenosistein
Pembentukan selenosistein membutuhkan sistein, selenate (SeO42-), ATP, spesifik tRNA
dan berbagai enzim. Serin menyediakan atom karbon pada pembentukan selenosistein.
Selenenosistein dibentuk sebagai co-tranlational selama inkorporasi pada peptida yang
sebelumnya melalui modifikasi tRNA. Selenofosfat yang dibentuk dari ATP dan selenate
sebagai donor selenium. reaksi dikatalisis oleh enzim selenofosfat sintetase.

Gambar 6. Selenosistein dan reaksi yang dikatalisis


oleh enzim selenofosfat sintetase
(Biokimia Harper, 2014)

PENGENDALIAN TERHADAP BIOSINTESIS ASAM AMINO


Bila kebutuhan akan asam amino sudah mencukupi, maka pembentukan asam amino
akan ditekan. Secara umum pengendalian berlangsung dalam 2 cara yaitu :
1.Pengendalian secara umpan balik (Feed back inhibition/ Allosterik Inhibition).
Inhibisi ini terjadi pada reaksi awal dari biosintesa asam amino oleh produk terakhir.
Cara ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan laju sintesa asam amino,
membutuhkan waktu yang relatif cepat dibanding cara kedua.
2. Represi atau depresi dari sintesa enzim-enzim yang terlibat dalam sintesis asam amino.
Cara ini melalui represi dan depresi untuk mengubah kecepatan transkripsi DNA
atau proses translasi RNA sehingga laju pembentukan enzim-enzim yang terlibat dalam
biosintesa asam amino dapat diatur. Pengendalian dengan cara ini membutuhkan waktu
lama, sebab mekanismenya melalui sintesis enzim. Akan tetapi cara ini mempunyai
keuntungan lain yaitu dapat menghemat tenaga dan penggunaan asam amino dengan jalan
mencegah sintesis enzim yang saat itu tidak dibutuhkan

80 Metabolisme Asam Amino


METABOLISME ASAM AMINO

PERTUKARAN INTERORGAN MEMPERTAHANKAN KADAR ASAM AMINO


Asam amino yang terdapat dalam darah berasal dari tiga sumber, yaitu absorpsi
melalui dinding usus, hasil penguraian protein dalam sel dan hasil sintesis asam amino
dalam sel. Banyaknya asam amino dalam darah tergantung pada keseimbangan antara
pembentukan asam amino dan penggunaannya. Hati berfungsi sebagai pengatur asam
amino dalam darah.
Pada saat puasa, konsentrasi asam amino dalam darah 3,5-5 mg/100 ml darah, setelah
makan sumber protein, konsentrasi asam amino dalam darah meningkat menjadi 5-10
mg/100 ml darah, konsentrasi tersebut turun setelah 4-6 jam. Konsentrasi asam amino
dalam jaringan kira-kira 5 sampai 10 kali lebih besar. Perpindahan asam amino dari dalam
darah ke dalam sel-sel jaringan melalui transport aktif yang membutuhkan energi
Asam amino mempunyai tiga peranan dalam metabolisme, sebagai substrat untuk
sintesis protein, menyediakan nitrogen untuk sintesis senyawa yang mengandung nitrogen
lainnya, dan dikatabolisme sebagai energi. Karena asam amino berperan sebagai sumber
utama nitrogen bagi lintasan anabolik, asam amino secara terus menerus harus tersedia
untuk metabolisme. Akan tetapi, tidak seperti karbohidrat dan lipid, asam amino tidak
dapat disimpan oleh tubuh untuk digunakan kemudian, dan oleh karena itu harus disuplai
dari makanan secara teratur.
Konsentrasi asam amino plasma diantara makan tergantung pada keseimbangan antara
pelepasan simpanan protein endogen dan kebutuhan di berbagai jaringan. Otot mensintesis
protein lebih dari setengah pool asam amino bebas, dan hepar merupakan tempat
membentuk urea untuk mengeluarkan kelebihan nitrogen. Otot dan hepar merupakan
organ yang berperan penting dalam mempertahankan asam amino di dalam sirkulasi.
Asam amino bebas, terutama alanin dan glutamin, dilepaskan dari otot ke dalam
sirkulasi. Alanin membawakan nitrogen menuju hepar, sedangkan glutamin ditarik oleh
usus dan ginjal, selanjutnya diubah menjadi alanin. Glutamin juga merupakan sumber
amonia untuk diekskresikan oleh ginjal. Ginjal juga merupakan sumber serin untuk
di uptake oleh jaringan perifer, termasuk hepar dan otot. Asam amino berantai cabang
terutama valin, dilepaskan oleh otot dan ditangkap oleh otak.
Alanin merupakan kunci asam amino glukogenik. Kecepatan glukoneogenesis dari
alanin sangat tinggi dibandingkan asam amino lainnya. Setelah makan yang mengandung
tinggi protein, berbagai jaringan akan menarik asam amino. Asam amino berantai cabang,
berperan penting dalam metabolisme nitrogen, pada saat lapar menyediakan sumber energi
untuk otak, akan tetapi setelah kenyang, ditarik ke otot.
Alanin di sintesis oleh otot masuk ke sirkulasi, selanjutnya ke dalam hepar. Di dalam
hepar atom karbon alanin diubah menjadi glukosa dan dilepaskan ke dalam sirkulasi, yang
akan diuptake oleh otot dan di resintesis kembali menjadi alanin (Siklus glukosa alanin).

Metabolisme Asam Amino 81


METABOLISME ASAM AMINO

KATABOLISME PROTEIN DAN ASAM AMINO


Protein dalam makanan dicerna dalam lambung dan usus menjadi asam-asam amino,
selanjutnya diabsorpsi dan dibawa oleh darah ke hati dan sebagian lagi diedarkan ke dalam
jaringan-jaringan di luar hati.
Hati merupakan organ tempat terjadinya reaksi katabolisme maupun anabolisme. Asam
amino yang di sintesis dalam hati, maupun yang dihasilkan dari proses katabolisme protein
dalam hati diangkut dalam ke jaringan untuk digunakan. Proses sintesis maupun katabolik
juga terjadi dalam jaringan di luar hati.
Degradasi dan sintesis protein berlangsung seumur hidup. Setiap hari, manusia
membongkar 1-2% total protein, khususnya protein otot. Peningkatan degradasi protein
jaringan terjadi pada jaringan uterin selama kehamilan, kelaparan otot skelet dan pada
pembelahan sel fase metamorfosis. 75% asam amino yang dibebaskan akan digunakan
kembali, sedangkan kelebihan asam amino tidak disimpan, bila tidak segera diubah
kembali menjadi protein maka akan di degradasi.
Bila ada kelebihan asam amino yang digunakan untuk biosintesis protein, sebagian
besar dari atom karbon asam amino diubah menjadi senyawa amfibolik (senyawa antara
siklus asam sitrat), sedangkan nitrogen asam amino diubah menjadi urea dan diekskresikan
ke dalam urin.

KATABOLISME ASAM AMINO TERDIRI DARI :


1. Katabolisme nitrogen asam amino
2. Katabolime atom karbon asam amino

1. KATABOLISME NITROGEN ASAM AMINO


Berbagai binatang mengekskresikan kelebihan nitrogen sebagai amonia, asam urat
atau urea. Kebanyakan spesies akuatik, seperti golongan teleos atau ikan bertulang,
mengeluarkan nitrogen amino sebagai amonia, dan karenanya, dinamakan hewan
ammanotelik. Kebanyakan hewan terestrial (daratan) termasuk manusia mengeluarkan
nitrogen amino dalam bentuk urea dan karenanya, merupakan ureotelik, sisanya
dikeluarkan sebagai kreatinin, kreatin, asam urat, asam hipurat, asam amino. Burung,
kadal, serta ular mengeluarkan nitrogen amino sebagai asam urat dan dinamakan
urikotelik.
Pada orang normal, terjadi keseimbangan antara intake dan ekskresi nitrogen.
Keseimbangan nitrogen positif yang mana intake nitrogen lebih besar daripada ekskresi,
didapatkan pada kehamilan atau pertumbuhan. Sedangkan keseimbangan nitrogen
negatif yang mana ekskresi nitrogen lebih besar dibandingkan intake, didapatkan pada
kanker, kwasiorkor, marasmus.

82 Metabolisme Asam Amino


METABOLISME ASAM AMINO

Jaringan mengubah amonia menjadi asam amino non toksik glutamin, selanjutnya
di dalam hati amonia akan dilepaskan diubah menjadi urea yang tidak tosik. Bila ada
gangguan fungsi hati antara lain sirosis atau hepatitis, pembentukan urea menurun
sehingga menyebabkan peningkatan kadar amonia yang dapat menimbulkan berbagai
gejala klinis.
Amonia dengan kadar yang tinggi merupakan racun bagi tubuh manusia, terutama
terhadap otak. Keracunan amonia terhadap otak belum benar-benar dipahami. Ion amonium
(NH4+) tidak segara tembus melalui membran plasma atau membran mitokondria, akan
tetapi, amonia bebas (NH3) yang merupakan molekul netral bersifat basa, terdapat dalam
bentuk NH3 bebas pada pH 7,4, jumlah yang kecil ini dapat menembus membran dinding
sel dan masuk ke alam sel otak dan mitokondria.
Masuknya amonia ke dalam mitokondria otak diikat oleh α-ketoglutarat menjadi
glutamat oleh enzim glutamat dehidrogenase. Apabila semua α-ketoglutarat sudah
digunakan untuk mengikat amonia, maka otak akan menarik α-ketoglutarat dari senyawa
antara siklus asam sitrat di dalam mitokondria otak. Hal ini akan menyebabkan penurunan
kecepatan oksidasi glukosa yang merupakan bahan bakar utama otak . Sisa amonia diikat
oleh glutamat diubah menjadi glutamin oleh enzim glutamin sintetase.
Hans Krebs dan Kurt Henseleit pada tahun 1932 mengemukakan serangkaian reaksi
kimia pembentukan urea pada hewan ureotelik. Mereka berpendapat bahwa urea terbentuk
dari amonia dan karbondioksida melalui serangkaian reaksi kimia yang berupa siklus, yang
mereka namakan SIKLUS UREA. Pembentukan urea ini terutama berlangsung dalam hati.
Urea adalah senyawa yang mudah larut dalam air, bersifat netral, terdapat dalam urin yang
dikeluarkan dari dalam tubuh.
Pengeluaran amonia yang dihasilkan oleh tubuler ginjal berperan dalam pengaturan
keseimbangan asam basa. Produksi amonia dari asam amino intraseluler renal, khususnya
glutamin meningkat pada asidosis metabolik dan menurun pada alkalosis metabolik.

Biosintesis urea
Melalui 4 tahap reaksi yaitu transaminasi, deaminasi oksidatif glutamat, transpor
amonia dan reaksi siklus urea.

Reaksi siklus urea:


1. Sintesis karbamoilfosfat
Molekul karbamoilfosfat dibentuk dari 1 molekul CO2, 2 molekul ATP dan amonia
yang dihasilkan oleh enzim glutamat dehidrogenase dan menghasilkan karbamoilfosfat,
fosfat anorganik (Pi) dan ADP. Berlangsung di dalam matriks mitokondria, dikatalisa oleh
enzim karbamoilfosfat sintetase .

Metabolisme Asam Amino 83


METABOLISME ASAM AMINO

2. Sintesis sitrulin
Gugus karbamoilfosfat dipindahkan ke ornitin, sehingga terbentuk sitrulin + Pi, reaksi
ini dikatalisa oleh enzim ornitin transkarbamoilase yang terdapat di mitokondria. Sitrulin
yang terbentuk kemudian meninggalkan mitokondria masuk kedalam sitosol dengan
proses difusi pasif, karena dalam sitosol inilah reaksi pembentukan urea berlangsung.

3. Sintesis sitrulin
Pada reaksi ini terjadi pengikatan sitrulin pada gugus amino dari aspartat, membutuhkan
1 molekul ATP, dikatalisa oleh enzim argininosuksinat sintetase, yang menghasilkan
argininosuksinat, AMP + PPi

4. Reaksi pemecahan argininosuksinat menjadi arginin


Pada reaksi ini dikatalisa oleh enzim argininosuksinase, yang terdapat dalam jaringan
hati dan ginjal manusia. Fumarat yang terbentuk pada reaksi ini akan diubah menjadi
oksaloasetat oleh enzim fumarat dan malat dehidrogenase. Oksaloasetat setelah mengalami
transaminasi terbentuk kembali aspartat yang dibutuhkan bagi siklus urea ini.

5. Pemecahan arginin menjadi ornitin dan urea


Reaksi ini merupakan kunci utama dalam sintesis urea. Dari pemecahan arginin ini
akan dihasilkan ornitin dan urea yang dikatalisa oleh enzim arginase. Reaksi ini terjadi
di hati, oleh karena hati merupakan satu-satunya jaringan yang memiliki enzim ini.
Sebenarnya semua reaksi pada siklus urea ditujukan pada pembentukan arginin ini dan
kemudian dari hasil pemecahan senyawa ini dihasilkan UREA. Ornitin yang dihasilkan
selanjutnya masuk ke dalam mitokondria.
Oleh karena di dalam ginjal dan otak, enzim arginase ini jumlahnya sedikit, maka siklus
urea yang terjadi pada ginjal dan otak hanya menghasilkan arginin.

84 Metabolisme Asam Amino


METABOLISME ASAM AMINO

Gambar 7. Siklus Urea


(Textbook Biochemistry with Clinical Corrrelation, 2011)

Kerusakan genetik pada siklus urea menyebabkan kelebihan amonia di dalam darah
Kerusakan genetik yang diturunkan pada enzim yang diperlukan di dalam siklus urea
menyebabkan hambatan dalam pembentuk urea dari amonia. Gejala klinik kelainan siklus
urea antara lain muntah-muntah, intermitten ataksia, iritabilitas, letargi dan retardasi mental.
Bila ada kelainan ezim tersebut, tidak dapat diberi diet tinggi protein, karena asam amino
yang termakan dalam jumlah yang melebihi kebutuhan minimum harian, terdeaminasi
di dalam hati menyebabkan peningkatan amonia bebas di dalam darah. Seperti telah
diketahui, amonia amat beracun dan menyebabkan gangguan dan perkembangan mental
yang terhambat, dan dalam jumlah yang tinggi menyebabkan “koma dan kematian”.

Metabolisme Asam Amino 85


METABOLISME ASAM AMINO

Penderita dengan gangguan pada siklus urea seringkali diobati dengan mengganti asam
amino (yang bersifat essensial untuk pertumbuhan), yang terdapat dalam dietnya, dengan
analog asam ketonya. Karena bagian essensial dari asam amino yang tidak dapat diganti
adalah rangka karbonnya, dan bukan gugus aminonya, analog asam alfa keto dari asam
amino essensial ini dapat menerima gugus amino dari kelebihan asam amino non essensial
oleh aktivitas transaminase. Dengan cara ini, asam amino non essensial dijaga supaya
tidak memberikan gugus aminonya kepada darah dalam bentuk amonia.
Pengobatan kelainan siklus urea adalah memperbaiki dan meminimalkan kerusakan
otak dengan diet rendah protein, dan porsi kecil untuk menghindari peningkatan kadar
amonia mendadak. Keberhasilan terapi dengan menyediakan kekurangan protein, arginin,
dan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Ornithine Transporter
Sindrom Hiperonithinemia, Hiperamonemia dan Homositrulinuria (HHH) akibat
mutasi gen ORTN1 yang mengkode transporter membran ornitin mitokondria. Kegagalan
impor ornitin dari sitosol ke dalam matriks mitokondria menimbulkan gangguan siklus
urea berupa hiperamonemia dan hiperornitinemia sehingga menyebabkan penimbunan
ornitinsitosol.

B. KATABOLISME RANGKA KARBON ASAM AMINO


Setelah pembuangan gugus aminnya, rangka karbon semua asam amino mengalami
degradasi menjadi zat antara yang adalah ditemukan pada metabolisme energi: asetil KoA,
piruvat, dan zat antara siklus asam sitrat.
Senyawa antara dalam siklus asam sitrat dapat digunakan sebagai substrat untuk
glukoneogenesis. Asam amino yang didegradasi menjadi asetil KoA menyediakan substrat
untuk ketogenesis. Perbedaan ini yang menimbulkan klasifikasi asam amino glukogenik
atau ketogenik. Terdapat 20 asam amino baku di dalam protein, semuanya memiliki
kerangka karbon yang berbeda-beda. Sehubungan dengan itu, terdapat 20 lintas katabolik
yang berbeda untuk penguraiannya. Pada kenyataannya, lintas katabolik ke 20 asam amino
ini menyatu,. membentuk hanya lima produk, semuanya memasuki siklus asam sitrat untuk
menyempurnakan oksidasi senyawa ini menjadi CO2 dan H2O

Cacat genetik metabolisme asam amino


Gangguan metabolisme asam amino ditandai oleh kadar asam amino atau produk
metaboliknya yang abnormal dalam darah atau urin. Gangguan pada metabolisme asam
amino sering menyebabkan retardasi mental dan gangguan perkembangan. Sifat gangguan
metabolisme yang pasti telah ditemukan pada beberapa kasus kelainan metabolisme asam
amino bawaan (inborn error of amino acid metabolism), antara lain pada asam amino
fenilalanin, sistein dan asam amino berantai cabang.
86 Metabolisme Asam Amino
METABOLISME ASAM AMINO

1. Gangguan metabolisme Fenilalanin dan Tirosin


Pembentukan tirosin dari fenilalanin memerlukan enzim fenilalanin hidroksilase.
(gambar 8). Bila terjadi mutasi genetik pada enzim ini menyebabkan kelainan yang disebut
sebagai FENILKETONURIA/PKU. Pada orang normal sebagian kecil fenilalanin diubah
menjadi fenilpiruvat, fenilasetat dan fenillaktat. Pada PKU, kadar fenilalanin meningkat
di dalam darah dan di ekresikan di dalam urin. Beberapa bentuk PKU lainnya disebabkan
gangguan pembentukan tetrahidrobiopterin.
Manifestasi utama penyakit ini adalah ‘retardasi mental’. Fenilketonuria merupakan
masalah kesehatan serius. Penyakit ini sering dijumpai, karena 1 dari setiap 10.000 bayi
dilahirkan dengan cacat ini. Bilamana keadaan ini diketahui cukup dini pada kanak-
kanak (bayi), retardasi mental dapat dicegah oleh pemberian diet rendah fenilalanin.
Karena hampir semua protein mengandung sejumlah tertentu fenilalanin, dan fenilalanin
juga diperlukan dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan oleh karena itu komposisi diet
harus dikontrol dengan baik. Protein alamiah, seperti kasein susu, harus dihidrolisis dan
kandungan fenilalaninnya dikeluarkan.
Salah satu enzim yang berperan pada katabolisme fenilalanin dan tirosin adalah
homogensitat oksigenase. Pada beberapa orang enzim tersebut mengalami kerusakan
sebagai akibat dari mutasi genetik. Orang-orang dengan kelainan ini tidak dapat
menguraikan homogentisat, akibatnya, homogentisat terakumulasi di dalam cairan tubuh
dan dikeluarkan ke dalam urin. Jika dibiarkan terkena udara, urin penderita tersebut akan
menjadi hitam. Bilamana urin menjadi basa, karena dekomposisi sebagian kandungan
urea membentuk amonia, homogentisat akan teroksidasi secara spontan oleh O2 atmosfir,
menjadi pigmen hitam, sesuai dengan pigmen yang terdapat pada penduduk berkulit hitam.
Kelainan genetik ini disebut ALKAPTONURIA.

2. Gangguan metabolisme Sistein


Defisiensi enzim sistationin sintase, suatu enzim yang membentuk sebagian lintasan
sintesis sistein , mengakibatkan gangguan yang dikenal sebagai HOMOSISTINURIA.
Sesuai dengan namanya, gangguan ini ditandai oleh kadar homosistein yang tinggi dalam
urin. Dua bentuk gangguan telah ditemukan, salah satu di antaranya dapat diobati dengan
vitamin B6 dosis tinggi. Bentuk gangguan ini disebabkan karena penurunan aktivitas
sistationin sintase terhadap koenzimnya, piridoksal fosfat. Bentuk lainnya diobati dengan
diet rendah metionin dan menyediakan sistein dalam diet. Gejala klinik berupa trombosis,
osteoporosis, dislokasi lensa mata dan retardasi mental.

Metabolisme Asam Amino 87


METABOLISME ASAM AMINO

3. Gangguan metabolisme asam amino berantai cabang


Ketonuria rantai bercabang juga dikenal sebagai “penyakit urin sirop” (Maple syrup
urine disease), adalah akibat gangguan asam alfa keto dekarboksilase, suatu enzim yang
berperanan pada katabolisme leusin, valin, dan isoleusin. Gejala penyakit tersebut adalah
muntah-muntah, letargia, dan kerusakan otak hebat. Beberapa bayi dapat hidup samapi
usia satu tahun. Sekali lagi hubungan antara gangguan metabolisme yang ditemukan dan
gejala-gejala penyakit tidak diketahui.

Daftar Pustaka
1. Coomes MW. Amino Acid and Heme Metabolism. In. Devlin TM. Textbook of
Biochemistry with clinical correlations. 7th. ed. John Wiley & Sons, Inc.; 2011: 751-
90.
2. Cox MM, Nelson DL. Amino Acid Oxidation and the Production of Urea. In.
Lehninger. Princilples of Biochemistry. 5th. ed. Replica Press Pvt, Ltd ; 2010: 673-06.
3. Rawitch AB. Biosynthesis and Degradation of Amino Acids. In: Baynes J.W,
Dominicczak MH. Medical Biochemestry. 2nd ed, Philadelphia, Elsevier Mosby;
2005: 245-59.
4. Rodwell VW. Biosintesis Asam Amino Non Essensial. In : Murray RK, Granner DK,
Bender DA, Botham KM, Kenelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. In. Biokimia Harper ed.
29 . The McGraw-Hill Companies, Inc. ; 2014 : 295-12.
5. Rodwell VW. Katabolisme Rangka karbon Asam Amino In: Murray RK, Granner DK,
Bender DA, Botham KM, Kenelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. In Biokimia Harper
Ed.29. The McGraw-Hill Companies, Inc. ; 2014 : 313-29.

88 Metabolisme Asam Amino


FARMAKODINAMIK
Diana Krisanti Jasaputra

PENDAHULUAN

Farmakodinamik mempelajari efek fisiologik dan biokimiawi obat terhadap berbagai


organ tubuh yang sakit maupun yang sehat serta mekanisme kerjanya. Pendapat lain
mengatakan bahwa farmakodinamik mempelajari pengaruh obat terhadap tubuh dan
mekanisme kerjanya.
Mekanisme kerja obat (drug action) pada umumnya belum diketahui. Namun beberapa
teori tentang mekanisme kerja obat banyak dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
1. Mekanisme kerja obat melalui reseptor, yang dikenal dengan teori pendudukan reseptor
(“Reseptor Occupation”). Reseptor itu sendiri terdiri dari:
a. Reseptor Fisiologik
b. Bukan Reseptor Fisiologik

2. Mekanisme kerja obat tanpa melalui reseptor :


a. Efek obat tersebut dapat berupa efek non spesifik dan gangguan pada membran.
b. Efek obat dapat pula melalui interaksi obat dengan molekul kecil atau ion.
c. Efek obat dapat pula berupa inkorporasi obat dalam makromolekul.

Teori pendudukan reseptor Receptor Occupation Teory


Teori ini menyatakan bahwa interaksi efek obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor
yang diduduki atau diikat oleh obat dan interaksi efek mencapai maksimal bila seluruh
reseptor diduduki oleh obat.

Keterangan:
D = Drug / Obat
R = Reseptor

Reseptor obat terletak pada umumnya di membrane sel. Namun, reseptor dapat pula
terletak di dalam sel (intra sel), dapat pula di luar sel (ekstra sel).
Farmakodinamik 89
FARMAKODINAMIK

Reseptor obat, pada umumnya merupakan makromolekul yang spesifik pada sel, dan
merupakan komponen fungsionil pada sel organisme. Oleh karena itu, obat hanya dapat
mengubah kecepatan fungsi sel atau organ yang bersangkutan, tetapi obat tidak dapat
memberikan fungsi baru kepada sel tubuh. Reseptor tersebut merupakan tempat bekerjanya
zat-zat endogen, yaitu neurotransmiter, hormone, autakoid dan sebagainya.
Ikatan antara obat dengan reseptor merupakan ikatan lemah, dapat berupa ikatan ion,
ikatan Hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der waals, dan ikatan antara substrat-enzim,
namun bukan merupakan ikatan kovalen.
Obat yang menduduki reseptor fisiologis dan menimbulkan efek serupa zat endogen
disebut agonis. (Contohnya adalah zat transmiter). Obat yang menduduki reseptor
fisiologis tetapi tidak menimbulkan efek disebut antagonis/bloker.
Bila reseptor terus menerus dirangsang, maka akan terjadi desensitasi atau keadaan
refrakter, artinya organ target tidak memberikan respons walaupun agonis tetap ada
(misalnya: isoproterenol).
Bila reseptor terlalu lama terblokir, maka dapat terjadi keadaan hiper-reaktivitas/
supersensitivitas terhadap pemberian agonis.
Obat yang bekerja hanya pada satu jenis reseptor disebut spesifik. Obat disebut selektif,
jika obat tersebut hanya menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan efek lain pada dosis
lebih besar.
Klorpromazin yang berefek pada SSP yang bekerja pada reseptor kolinergik, adrenergik,
dan histaminergik merupakan contoh obat yang tidak spesifik dan tidak selektif. Atropin
yang bekerja pada reseptor muskarinik merupakan obat yang spesifik tetapi tidak selektif.
Sedangkan Salbutamol yang bekerja pada reseptor beta-2 di bronchus merupakan obat
yang spesifik tetapi relatif selektif.
Reseptor suatu obat pada umumnya merupakan reseptor fisiologik. Reseptor fisiologik,
yang sebagian besar merupakan komponen membrane sel, antara lain:
1. Reseptor untuk neurotransmitter, seperti asetilkolin, GABA, dan Glisin
2. Reseptor pada membrane sel yang berhubungan dengan adenilsiklase
3. Reseptor yang berhubungan dengan kanal ion Ca++.
4. Reseptor yang berhubungan dengan hormon steroid dan tiroid
(merupakan protein sitoplasma).
5. Reseptor untuk hormone peptide pada membrane sel target
(merupakan protein kinase).
90 Farmakodinamik
FARMAKODINAMIK

Selain reseptor fisiologik, obat dapat pula bekerja pada enzim (asetilkolinesterase),
protein dalam proses transport Na+K+ ATPase, atau asam nukleat (untuk obat-obat
anti kanker)
Obat dapat bekerja tanpa reseptor. Contohnya adalah sebagai berikut:
a. Efek non-spesifik dan gangguan pada membrane.
• berdasarkan sifat osmotik, misalnya: diuretika osmotic, katartika, gliserol,
plasma expander.
• berdasarkan sifat asam/basa, misalnya: antasida, NH4Cl, natrium bikarbonat,
dan asam-asam organic
• zat perusak non spesifik, misalnya: antiseptik dan desinfektan, kontrasepsi,
detergent, H2O2, dan Halogen.
• anestesia umum yang mudah menguap
b. Interaksi obat dengan molekul kecil atau ion, misalnya Kelator (chelating-agent)
c. Inkorporasi obat dalam makromolekul, misalnya antikanker dan antimikroba

Efek obat pada organisme tergantung pada konsentrasi obat pada tempat kerjanya
(site of action). Dengan demikian, efek obat tersebut tergantung pada dosis obat yang
kita berikan.

Dosis/takaran Obat
Dosis atau takaran obat adalah jumlah obat yang dapat diberikan/diterima seseorang.
Dosis ini dapat dinyatakan per kali, dosis dalam sehari, atau dosis obat yang digunakan
seumur hidup.
Macam-macam dosis adalah sebagai berikut:
1. Dosis Tunggal, pemberian dosis lazim secara tunggal (berHasiat secara therapeutik).
2. Dosis Tunggal Maximum, pemberian dosis maksimum secara tunggal maximum
3. Dosis Harian adalah dosis lazim yang dipakai dalam 24 jam.
4. Dosis Harian Maksimum adalah dosis maksimum dalam 24 jam.
5. Dosis Normal, sama dengan dosis tunggal umumnya.

Farmakodinamik 91
FARMAKODINAMIK

6. Dosis Lethal (L.D.) adalah dosis yang mematikan.


7. Dosis Awal/Initial/Loading dose, adalah dosis yang diberikan pada awal suatu
terapi sampai tercapai kadar kerja yang diinginkan secara terapeutik
(terapeutik level).
8. Dosis Pemeliharaan/Maintenance Dose adalah dosis yang harus diberikan
setelah tercapainya kejenuhan untuk memelihara kerja serta konsentrasi jaringan.
9. Dosis Minimal/Dosis Ambang
10. Dosis Maksimal
11. Dosis Optimal
12. Dosis Terapeutik
13. Dosis Toksik

Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis, antara lain:


1. Berat badan
2. Luas permukaan tubuh
3. Umur (bayi prematur dan penderita usia lanjut umumnya hiperreaktif
terhadap obat)
4. Kelamin (wanita umumnya lebih hiperreaktif dibandingkan pria)
5. Cara pemberian obat
6. Saat pemberian
7. Kecepatan biotransformasi dan ekskresi obat
8. Faktor genetik
9. Interaksi obat
10. Variasi biologik

92 Farmakodinamik
FARMAKODINAMIK

Dosis obat pada anak harus dihitung dengan cara tertentu antara lain:

1. Luas permukaan tubuh, yang merupakan dasar penghitungan paling ideal berdasarkan
pendekatan menurut Wagner

Keterangan :
W = Berat Badan Anak (Kg)
KO = luas permukaaan tubuh anak

Rumus ini tidak berlaku untuk obat yang berkhasiat sentral.


Misalnya: Obat antiepilepsi karena dengan cara perhitungan di atas dosis anak yang
diperoleh akan menjadi terlalu rendah.

2. Rumus Young, berdasarkan umur.

Farmakodinamik 93
FARMAKODINAMIK

3. Rumus Clark, berdasarkan berat badan

(dewasa di anggap 150 pound = 68 Kg)

4. Rumus Fried, digunakan pada anak usia < 2 tahun.

5. Rumus Augsberger, merupakan penghitungan dosis pada anak yang didasarkan pada
kombinasi umur dan luas permukaan badan.

94 Farmakodinamik
FARMAKODINAMIK

Hubungan dosis dengan intensitas efek

Menurut teori pendudukan reseptor (reseptor occupancy), intensitas efek obat berbanding
lurus dengan fraksi reseptor yang diduduki atau diikatnya, dan intensitas efek mencapai
maksimal bila seluruh reseptor diduduki oleh obat. Oleh karena interaksi obat-reseptor ini
analog dengan interaksi subtrat-enzim, maka di sini berlaku persamaan Michaelis-Menten:

Persamaan “Michaelis-Menten”

Keterangan :
E = intensitas efek obat
Emax = efek maximal = aktivitas intrinsic = efektivitas obat
(kemampuan instrinsik kompleks obat-reseptor
untuk menimbulkan aktivitas/efek farmakologik)
[D] = kadar obat bebas

(kemampuan obat berikatan dengan reseptor)

Hubungan antara kadar atau dosis obat yaitu [D], dan besarnya efek E terlihat sebagai
kurva dosis-intensitas efek (graded dose-effect curve = DEC) yang berbentuk hiperbola.

Farmakodinamik 95
FARMAKODINAMIK

Gambar 1. Kurva Dosis-Intensitas Efek (DEC)

Kurva log dosis-intensitas efek (Log DEC) akan berbentuk sigmoid. Setiap efek
memperlihatkan kurvanya sendiri. Bila efek yang diamati merupakan gabungan beberapa
efek, maka log DEC dapat bermacam-macam, tetapi masing-masing berbentuk sigmoid.
Log DEC lebih sering digunakan karena mencakup rentang dosis yang luas dan mempunyai
bagian yang linier, yaitu pada besar efek = 16-84% (= 50% ± 1SD), sehingga lebih mudah
untuk memperbandingkan beberapa DEC.

96 Farmakodinamik
FARMAKODINAMIK

Gambar 2. Kurva Log Dosis-Intensitas Efek

Variabel hubungan dosis-intensitas efek obat


Hubungan dosis dan intensitas efek dalam keadaan sesungguhnya tidaklah sederhana
karena banyak obat bekerja secara kompleks dalam menghasilakn efek. Efek antihipertensi,
misalnya merupakan kombinasi efek terhadap jantung, vascular, dan sistem saraf. Walaupun
demikian, suatu kurva efek kompleks dapat diuraikan ke dalam kurva-kurva sederhana
untuk masing-masing komponennya. Kurva sederhana ini, bagaimanapun bentuknya,
selalu mempunyai 4 variabel yaitu potensi, kecuraman (slope), efek maksimal, dan variasi
biologik.
Potensi menunjukkan rentang dosis obat yang menimbulkan efek. Besarnya ditentukan
oleh (1) kadar obat yang mencapai reseptor, yang tergantung dari sifat farmakokinetik obat
dan (2) afinitas obat terhadap reseptornya. Variabel ini relatif tidak penting, karena dalam
klinik digunakan dosis yang sesuai dengan potensinya. Hanya potensi yang terlalu rendah
akan merugikan karena dosis yang diperlukan terlalu besar. Potensi yang terlalu tinggi
justru merugikan atau membahayakan bila obatnya mudah menguap atau mudah diserap
melalui kulit.

Farmakodinamik 97
FARMAKODINAMIK

Gambar 3. Variabel Hubungan Dosis Intensitas Efek Obat

Efek maksimal ialah respons maksimal yang ditimbulkan obat bila diberikan pada
dosis yang tinggi. Ini ditentukan oleh aktivitas intrinsik obat dan ditunjukkan oleh dataran
(plateau) pada DEC.
Dalam klinik, dosis obat dibatasi oleh timbulnya efek samping; dalam hal ini
efek maksimal yang dicapai dalam klinik mungkin kurang dari efek maksimal yang
sesungguhnya. Ini merupakan variable yang penting. Misalnya morfin dan aspirin berbeda
dalam efektivitasnya sebagai analgesik; morfin dapat menghilangkan rasa nyeri hebat,
sedangkan aspirin tidak. Efek maksimal obat tidak selalu berhubungan dengan potensinya.
Efficacy adalah respon maksimal yang dihasilkan oleh obat yang bergantung pada
jumlah kompleks obat dengan reseptor yang terbentuk.
Slope atau lereng log DEC merupakan variable yang penting karena menunjukkan
batas keamanan obat. Lereng yang curam, misalnya untuk fenobarbital, menunjukkan
bahwa dosis yang menimbulkan koma hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
dosis yang menimbulkan sedasi/tidur.

98 Farmakodinamik
FARMAKODINAMIK

Variasi biologik adalah variasi antar individu dalam besarnya respons terhadap dosis
yang sama dari suatu obat. Suatu graded DEC hanya berlaku untuk satu orang pada suatu
waktu, tetapi dapat juga merupakan nilai rata-rata dari populasi. Dalam hal yang terakhir
ini, variasi biologik dapat diperlihatkan sebagai garis horizontal atau garis vertikal. Garis
horizontal menunjukkan bahwa untuk menimbulkan efek obat dengan intensitas tertentu
pada suatu populasi diperlukan suatu rentang dosis. Garis vertikal menunjukkan bahwa
pemberian obat dengan dosis tertentu pada populasi akan menimbulkan suatu rentang
intensitas efek.

Gambar 4. Kurva Hubungan Efek dan Log Dosis


Ceiling Effect, adalah suatu keadaan yang mana sesudah efek maksimum tercapai
peningkatan dosis tidak diikuti dengan intensitas efek/respons. (tidak mengikuti hukum
All or None).

Farmakodinamik 99
FARMAKODINAMIK

Efek Terapeutik / Efek Farmakologik


Efek terapeutik atau efek farmakologik suatu obat dapat berupa:
1. Terapi kausal, obat yang menyembuhkan/ menghilangkan penyebab (misalnya:
kemoterapi dan obat cacing)
2. Terapi simptomatis, yang menghilangkan gejala-gejala, misalnya: obat analgetik dan
obat antihipertensi
3. Terapi substitusi, yaitu obat yang menggantikan zat dalam tubuh yang kurang.
Misalnya: hormon-hormon (insulin, esterogen, dan androgen)

Selain obat yang berkhasiat, obat yang tidak berkhasiat dikenal dengan nama placebo.
Plasebo adalah zat-zat tanpa kegiatan farmakologi (inaktif), biasanya berupa laktosa
ditambah sedikit kinin untuk rasa pahit, dalam bentuk yang dikenal (tablet, kapsul, cairan,
dan sebagainya), dengan warna yang dibuat menyolok seperti kuning atau coklat, sehingga
menimbulkan efek psikologis. Kata plasebo berasal dari bahasa latin yang artinya saya
ingin menyenangkan.

Pemberian plasebo bertujuan :


1. Menyenangkan/menenangkan pasien yang sebenarnya sebenarnya tidak menderita
gangguan organik.
2. Mempertinggi moral pasien, biasanya diberikan pada pasien dengan penyakit yang
tidak dapat disembuhkan.

Dengan perkataan lain, plasebo merupakan cara pengobatan dengan suggestie.


Contoh obat yang termasuk plasebo antara lain: obat tidur, analgetika, obat asma, dan obat
penguat (tonikum)

Efek plasebo adalah efek yang bukan disebabkan oleh obat, dengan ciri-ciri:
1. Berbeda antar individu.
2. Berubah dari waktu ke waktu pada individu yang sama.
3. Dapat positif/negatif.
4. Manifestasinya berupa perubahan emosi, perasaan subjektif dan gejala objektif yang
berada di bawah kontrol susunan saraf otonom maupun somatik.

100 Farmakodinamik
FARMAKODINAMIK

Istilah-istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan efek obat, yaitu:


1. Hiperreaktif, yaitu efek obat yang diinginkan juga sudah timbul pada dosis kecil
(lebih rendah dari dosis rata-rata individu)
2. Hiporeaktif, yaitu efek obat yang diinginkan baru timbul pada dosis besar (lebih
besar dari dosis rata-rata individu)
3. Toleransi adalah penurunan efek farmakologik akibat pemberian secara berulang-
ulang. Dosis harus ditingkatkan terus menerus untuk mencapai efek terapeutik
yang sama.
4. Takhifilaksis, yaitu toleransi farmakodinamik yang terjadi secara akut. Misalnya:
Ephedrin (Amin Simpatomimetik) yang bekerja tidak langsung dan menyebabkan
deplesi neurotransmitter dari gelembung sinaps.

Toleransi terdiri dari dua jenis, yaitu:


1. Toleransi Farmakokinetik
Toleransi ini terjadi, karena obat meningkatkan metabolismenya sendiri (Self Inducers).
Misalnya : Toleransi pada penggunaan Barbiturat dan Rifampisin

2. Toleransi Farmakodinamik
Toleransi farmakodinamik terjadi, karena proses adaptasi sel/reseptor terhadap obat
yang terus menerus berada di lingkungannya .
Dalam hal ini jumlah obat yang mencapai reseptor tidak berkurang, tapi aktivitas
reseptor berkurang sehingga respons menurun. Misalnya, toleransi pada penggunaan
Barbiturat, Opiat, Benzodiazepin, Amphetamin, dan Nitrat Organik

Toleransi dapat dipengaruhi oleh imunitas individu tertentu, seperti toleransi yang
diperoleh sebagai akibat pembentukan antibodi terhadap obat. Toleransi berdasarkan
waktu timbulnya dapat dibagi menjadi:
1. Toleransi primer/bawaan, yaitu toleransi yang dibawa sejak awal. Misalnya, kelinci
yang sangat toleran terhadap atropine
2. Toleransi skunder/yang diperoleh, yaitu toleransi yang timbul setelah suatu obat
digunakan untuk beberapa waktu.

Farmakodinamik 101
FARMAKODINAMIK

Toleransi silang dapat terjadi antara zat-zat yang mempunyai struktur kimia
serupa. Misalnya: Fenobarbital – Butobarbital, atau sama sekali berbeda strukturnya,
misalnya: Alkohol – Barbital

Istilah-istilah yang sering digunakan berkaitan dengan penyalahgunaan obat antara lain:
1. Drug Abuse/Penyalahgunaan obat
Drug abuse adalah penggunaan obat untuk tujuan non-medis, umumnya untuk mengubah
kesadaran ( SSP ). Penyalahgunaan obat dapat pula berupa pengunaan berlebih-lebihan
yang terus menerus atau kadang-kadang dari suatu obat, yang tidak disertai atau tidak ada
hubungannya dengan cara pengobatan yang lazim. Sebagai contoh penggunaan Diazepam
untuk meningkatkan efek Metadon. Hal ini merupakan salah satu bentuk Drug Abuse.

2. Mis-Used/Penggunaan Obat yang Salah/Pengguna salahan Obat.


Penggunaan obat yang salah, yang meliputi kesalahan indikasi, kesalahan dosis,
dan kesalahan lama pengobatan. Sebagai contoh, penggunaan Diazepam 50 mg untuk
menimbulkan efek sedasi. Hal ini merupakan salah satu bentuk Mis-Use.
.
3. Drug Dependence/Ketergantungan obat, dapat berupa:
• Psychical Dependence/Ketergantungan Psikis
• Physical Dependence/Ketergantungan Fisik

Menurut WHO (1970), ketergantungan adalah suatu keadaan psikis dan kadang-
kadang fisik yang diakibatkan oleh interaksi antara suatu mahluk hidup dan suatu obat
yang ditandai oleh kelakuan-kelakuan yang terdorong oleh suatu hasrat yang kuat untuk
terus menerus atau periodik menggunakan suatu obat dengan tujuan untuk menyelami
efek-efeknya dan kadang-kadang untuk menghindarkan gejala-gejala tidak enak
(Discomfort) yang disebabkan jika obat tersebut tidak digunakan. Akibat ketergantungan
adalah tindakan asocial

102 Farmakodinamik
FARMAKODINAMIK

4. Addiction/Addiksi : Ketagihan (Ketergantungan Fisik dan Psychis)


Contoh ketergantungan fisik adalah ketergantungan fisik terhadap narkoba, yang
mana terjadi suatu keadaan yang mendorong seseorang selalu menggunakan obat
untuk menghindari timbulnya gejala-gejala abstinensia/gejala withdrawal (Putus Obat).
Gejala putus obatnya berupa: ketakutan, berkeringat, mata berair, gangguan usus– lambung,
sakit perut dan punggung, konvulsi, dan psikosis sampai dengan meninggal.

5. Habituation/Habituasi/Kebiasaan (Ketergantungan Psikis)


Misalnya : Kebiasaan minum kopi, yang bila kebiasaan dihentikan tidak akan
menimbulkan konsekwensi- konsekwensi yang mendalam. Atau dengan kata lain,
Ketergantungan Psikis adalah mental seseorang yang tergantung pada penggunaan obat.

Interaksi Obat
Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat-zat kimia yang masuk dari lingkungan,
dan obat-obatan lain, yang dikenal dengan istilah interaksi antar obat.
Defenisi Interaksi Obat adalah peristiwa yang terjadi apabila seseorang mendapat dua
macam obat atau lebih secara bersamaan, sehigga dapat menimbulkan gangguan dalam
efektivitas masing-masing obat ( bisa positif atau negatif), dan/atau meningkatkan toksisitas
obat (efek samping ). Contoh, antikoagulan yang diberikan bersama dengan Barbiturat
akan menyebabkan efektifitas antikoagulannya menurun. Asetosal yang diberikan bersama
dengan antikoagulan akan menimbulkan perdarahan hebat, sehingga efek sampingnya
meningkat. Namun kombinasi beberapa obat dapat pula menguntungkan, seperti kombinasi
obat-obat antihipertensi dan kombinasi obat-obat TBC akan meningkatkan efektivitas dan
mengurangi efek samping.
Pengobatan polifarmasi akan memudahkan terjadinya interaksi obat. Survey 1977
di Rumah Sakit memperlihatkan bahwa bila pasien meminum obat sejumlah 1 sampai
dengan 5 macam obat, maka efek samping yang mungkin timbul akibat adaya iteraksi obat
berkisar 3,5 %, sedangkan bila meminum 16 sampai dengan 20 macam obat, efek samping
yang mungkin timbul meningkat menjadi 54 %.
Insidensi interaksi obat yang penting dalam klinik sulit diperkirakan karena
pendokumentasinya yang kurang baik dan sering kali lolos dari pengamatan sebagai aikibat
dari pengetahuan dokter tentang mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi kurang.
Misalnya: toksisitas meningkat dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi atau efektivitas
menurun dianggap karena penyakitnya bertambah parah, dan adanya variasi individual.

Farmakodinamik 103
FARMAKODINAMIK

Interaksi obat terdiri dari 3 macam, yaitu:


1. Interaksi Farmaseutik/Inkompatibilitas. Interaksi ini terjadi sebagai akibat beberapa
obat diracik/dicampur menjadi satu, sehingga mengalami perubahan warna atau timbul
endapan dan obat yang dicampur tersebut menjadi tidak aktif. Contoh lain adalah
beberapa obat suntik yang dicampur sehingga membentuk endapan, atau obat yang
dicampurkan dalam cairan infus.
2. Interaksi Farmakokinetik, yaitu interaksi yang mempengaruhi proses absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
3. Interaksi Farmakodinamik, yaitu interaksi yang mempengaruhi reseptor

Efek Obat
Efek obat adalah perubahan intensitas faal organ atau reaksi biokimianya, akibat
pemberian obat-obatan tertentu.
Obat, berdasarkan efeknya digolongkan sebagai berikut :
- Analgetik-Antipiretik
- Spasmolitik
- Hipnotik-Sedatif
- Hipoglikemik
- Obat Anti Hipertensi
Obat, pada umumnya, memiliki lebih dari satu khasiat farmakologis, yaitu:
• Efek Utama, adalah efek terutama, yang timbul akibat obat berikatan dengan tempat
kerjanya. (Efek Langsung)
• Efek tambahan/kerja sekunder, adalah efek tak langsung akibat kerja utama obat.
Misalnya: Penggunaan anti mikroba berspektrum luas, yang menimbulkan gangguan
flora usus, defisiensi vitamin, dan akhirnya terjadi supra infeksi oleh jamur.

Efek samping, adalah efek obat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi, pada
dosis yang dianjurkan, akibat obat tidak bekerja secara spesifik. Spesifik artinya hanya
berkhasiat untuk penyakit tertentu, tanpa aktivitas lain. Semakin spesifik suatu obat, makin
kurang efek sampingnya. Misalnya : Klorpromazin merupakan obat yang tidak spesifik,
Fisostigmin dan Allopurinol merupakan spesifik. Efek samping kadang-kadang merupakan
kelanjutan dari efek utamanya.

104 Farmakodinamik
FARMAKODINAMIK

Efek toksik, adalah efek samping yang terjadi bila dosis ditingkatkan. Dengan
demikian, efek yang berhubungan langsung dengan tingginya dosis, makin tinggi dosis,
efek toksiknya makin tinggi.
Idiosinkrasi, merupakan suatu peristiwa yang mana suatu obat memberikan efek yang
secara kualitatif total berlainan dengan efek normalnya (Efek obat yang aneh atau Un-
usual, pada umumnya disebabkan oleh kelainan genetik). Efeknya dapat ringan sampai
berat, tidak tergantung dosis, dan hanya terjadi sebagian kecil penderita.
Misalnya: Anemia Hemolitik karena Primakuin, dapat menimbulkan defisiensi G 6-PD,
atau pasien gelisah/cemas karena pemberian obat Hipnotik Sedatif.

Alergi/hipersensitivitas, adalah efek samping yang timbul akibat reaksi immunologik


(Reaksi antigen-antibodi). Efek ini tidak berhubungan dengan dosis (Dosis besar atau kecil
sama dan reaksi tidak berkurang dengan penurunan dosis). Reaksi hipersensitivitas diatasi
dengan pemberian Adrenalin, Antihistamin, atau Kortikosteroid.

Farmakodinamik 105
FARMAKODINAMIK

Patient Compliance ( PC )
Patient compliance adalah kesetiaan dan kerelaan pasien untuk menelan obatnya.
Faktor – faktor yang memengaruhinya adalah:
1. Sifat-sifat individu, yang meliputi watak dan tingkat pendidikan
2. Hubungan dokter dan pasien, dokter harus memberi cukup perhatian, cukup memberi
penjelasan, sehingga pasien dapat merasa puas untuk penjelasannya.
3. Jenis penyakit memengaruhi PC pasien, bila penyakitnya akut dan berat, maka PC
pasien baik, sedangkan bila penyakitnya kronis atau penyakit yang tanpa gejala, maka
PC pasien kurang baik.
4. Jumlah dan jenis obat yang harus ditelan. Makin jumlah dan jenis obat maka PC pasien
makin kurang baik, demikian juga obat-obatan dalam bentuk cairan akan menurunkan
PC penderita.

Daftar Pustaka

1. Ross., Elliott M. and Kenakin., Terry P. 2001. Pharmacodynamics: Mechanisms of Drug


Action and the Relationship Between Drug Concentration and Effect. In: Hardman, Joel
G. Limbird, Lee E eds; Goodman Gilman, Alfred consulting ed: Goodman& Gilman’s
The Pharmacological Basis of Therapeutics. International Edition. p: 31-43.
2. Setiawati, Arini, Zunilda SB, Suyatna, F.D. 1995. Pengantar Farmakologi. Dalam:
Ganiswarna, Sulistia G. ed: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm: 1-23.

106 Farmakodinamik
ENZIMATOLOGI
Ludovicus Edwinanto, dr., M.Kes.

Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalisator (senyawa yang
mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul
awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang
disebut produk.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan
senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi
lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia karena energi
aktivasinya rendah dan membutuhkan waktu lebih cepat

Gambar 1. Ilustrasi energi yang dibutuhkan untuk mengubah substrat menjadi produk.

Sifat-sifat enzim yaitu:


1. Enzim merupakan suatu katalisator protein
2. Mengkatalisis reaksi kimia dalam sistem biologis
3. Bekerja sangat efisien, efektif dan selektif
4. Jumlah akhir hampir sama dengan jumlah awal
Dalam mempelajari tentang enzim, ada beberapa terminologi yang sering digunakan
misalnya:
1. Gugus prostetik, biasanya merupakan komponen nonprotein yang dapat berikatan
secara kovalen atau kuat.
2. Koenzim, merupakan komponen organik kompleks, dan berikatan dengan
komponen protein (apoenzim) secara kurang kuat. Pada saat enzim bekerja,
koenzim akan terpisah dan bertindak sebagai akseptor sementara untuk produk
yang terjadi. Umumnya molekul koenzim merupakan turunan dari vitamin. Contoh
koenzim adalah FMN (flavin mononukleotida) dan NAD (nikotinamida adenine
Enzimatologi 107
ENZIMATOLOGI

dinukleotida) pada enzim dehidrogenase.


3. Kofaktor merupakan komponen organik sederhana dan ion metal yang dapat
berpengaruh terhadap proses katalisa enzim.
4. Holoenzim merupakan kesatuan katalitik yang lengkap, terdiri atas 2 bagian yaitu
protein (apoenzim) dan bagian non protein (koenzim/kofaktor atau kosubstrat)

Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:


1. Temperatur atau suhu, enzim dapat bekerja secara optimal pada suhu 450-550C
2. pH
3. Inhibitor

I. Enzim, sebagai katalisator


Enzim, secara umum dapat berpengaruh pada kecepatan, spesifisitas, dan kontrol
regulasi terhadap reaksi di dalam tubuh. Enzim sering kali merupakan protein yang
bertindak sebagai katalisator (suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi kimia).
Reaksi enzim memiliki tiga langkah dasar, yaitu:
1. Mengikat substrat (reaktan): E(enzim) + S(substrat) ↔ ES
2. Konversi substrat yang diikat ke produk terikat: ES ↔ EP
3. Melepaskan produk: EP ↔ E+ P(produk)

Enzim dapat mengikat substrat dan dapat menyebabkan reaksi dengan laju yang
meningkat. Enzim kemudian ikut serta dalam pembuatan produk dan pemutusan ikatan
yang diperlukan untuk pembentukan produk, melepaskan produk, dan kembali ke keadaan
semula setelah reaksi selesai.
Enzim tidak menciptakan reaksi baru, tetapi hanya membuat reaksi yang terjadi
menjadi lebih cepat. Kekuatan katalitik suatu enzim (laju reaksi yang dikatalisasi)
berkisar antara 106 sampai 1014 kali. Tanpa kekuatan katalitik enzim, contohnya reaksi
dalam konduksi saraf, kontraksi jantung, dan pencernaan makanan tidak akan terjadi.
Setiap enzim dapat mengkatalisis reaksi biokimia yang spesifik. Kemampuan enzim untuk
bereaksi terhadap satu substrat saja disebut sebagai spesifisitas. Enzim mengubah substrat
ini menjadi hanya menjadi satu produk saja. Baik spesifisitas maupun kecepatan dari
katalisator terjadi karena urutan unik dari asam amino tertentu yang membentuk struktur
tiga dimensi enzim.

A. SitusAktif
Untuk mengkatalisis reaksi kimia, enzim membentuk kompleks enzim-substrat
di situs katalitik aktifnya (Gambar 2). Situs aktif biasanya berupa celah pada enzim yang
dibentuk oleh satu atau lebih dari rantai polipeptida. Dalam situs aktif, kofaktor dan
kelompok fungsional dari rantai polipeptida berperan dalam mengubah molekul substrat
yang terikat menjadi produk.
108 Enzimatologi
ENZIMATOLOGI

Awalnya, molekul substrat berikatan dengan situs pengikatan substratnya, yang disebut
sebagai situs pengenalan substrat (lihat Gambar 2B). Susunan tiga dimensi situs pengikatan
pada celah enzim memungkinkan bagian substrat bereaksi untuk mendekati satu sama lain
dari sudut yang sesuai. Kedekatan dari molekul substrat terikat dan arah yang tepat akan
berpengaruh terhadap kekuatan katalitik dari enzim.
Situs aktif juga berisi grup fungsional yang berperan langsung pada reaksi (lihat Gambar
2C). Kelompok-kelompok fungsional berisi rantai polipeptida atau terikat dengan kofaktor
(logam atau molekul organik kompleks yang disebut koenzim).
Ketika substrat terikat, akan menginduksi perubahan konformasi dalam enzim yang
berakibat interaksi lebih lanjut antara molekul substrat dan enzim kelompok fungsional.
Substrat yang diaktifkan dengan enzim membentuk keadaan transisi kompleks, kompleks
ini membutuhkan energi yang tinggi dan tidak stabil, sehingga perlu adanya ikatan
tambahan (additional bond) agar ikatan menjadi stabil dan energy yang dibutuhkan relatif
lebih rendah.
Kompleks dari keadaan transisi yang terurai menjadi produk (lihat Gambar 2D). Setelah
enzim membuat substrat menjadi produk, enzim umumnya kembali ke bentuk semula.
Enzim ini kemudian dapat mengikat satu set substrat dan mengulangi prosesnya kembali.

Gambar 2. Reaksi yang terjadi pada situs katalitik aktif enzim.

A. Enzim dengan situs aktif katalitik, ditampilkan dalam bentuk cekungan.


Pada situs aktif terdapat juga kofaktor (komponen nonprotein yang membantu
dalam katalisis).
B. Substrat membentuk ikatan dengan asam amino pada situs pengikatan substrat.
Pengikatan substrat menginduksi perubahan konformasi pada situs aktif.

Enzimatologi 109
ENZIMATOLOGI

C. Kelompok-kelompok fungsional dari asam amino dan kofaktor di situs aktif


berperan dalam membentuk kompleks transisi, yang distabilkan oleh ikatan
nonkovalen tambahan (additional bond).
D. Produk telah dihasilkan dari reaksi tersebut, enzim kembali ke keadaan semula.

B. Situs Pengikatan Substrat


Spesifisitas enzim (kemampuan enzim untuk bereaksi hanya dengan satu jenis
substrat) dapat terjadi karena susunan tiga dimensi asam amino spesifik dalam
enzim yang membentuk situs pengikatan untuk substrat. Model “lock and key” dan
“induced-fit” untuk pengikatan substrat, menggambarkan dua aspek interaksi ikatan antara
enzim dan substrat.
1. Lock and Key
Menurut teori lock and key dari Emil Fischer, cara kerja enzim mirip dengan
mekanisme kerja kunci dan gembok. Enzim diibaratkan sebagai kunci yang
memiliki sisi aktif, sedangkan substratnya diibaratkan sebagai gembok (Gambar 3).
Substrat memasuki sisi aktif dari enzim seperti halnya kunci memasuki gembok.
Situs pengikatan substrat mengandung residu asam amino yang disusun secara
komplementer permukaan tiga dimensi yang “mengenali” substrat dan mengikatnya.
Ikatan tersebut dapat berupa interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik, atau ikatan
hidrogen. Substrat tersebut kemudian diubah menjadi produk tertentu. Produk inilah
yang kemudian dilepaskan dari sisi aktif enzim untuk kemudian enzim siap menerima
substrat baru. Meskipun perumpamaan teori lock and key dapat menjelaskan spesifitas
yang amat tinggi pada interaksi enzim dengan substrat, namun kesan bahwa bagian
aktif enzim bersifat kaku tidak sesuai dengan perubahan-perubahan dinamik yang
menyertai reaksi katalisis.

Gambar 3. Ilustrasi lock and key


110 Enzimatologi
ENZIMATOLOGI

2. Induced-fit
Kekurangan tersebut diatasi oleh Daniel Koshland yang mengajukan teori induksi
pas (induced-fit). Enzim diibaratkan dapat melakukan penyesuaian bentuk untuk
berikatan dengan suatu substrat. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kecocokan
dengan substrat dan membuat ikatan antara enzim dan substrat menjadi lebih
reaktif. Molekul enzim mempunyai sisi aktif tempat menempelnya substrat sehingga
terbentuklah molekul kompleks enzim substrat. Pengikatan substrat menginduksi
penyesuaian pada enzim sehingga meningkatkan kecocokan antara keduanya
dan mendorong molekul kompleks enzim-enzim substrat ada dalam kondisi yang
lebih reaktif. Saat substrat masuk ke dalam sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif akan
termodifikasi melingkupinya dan membentuk kompleks. Saat produk sudah lepas dari
kompleks, enzim berubah menjadi tidak aktif lagi dan menjadi bentuk yang lepas.
Substrat lain pun kemudian kembali bereaksi dengan enzim tersebut.

Gambar 4. Ilustrasi teori “Induced-fit”

Fungsi perubahan konformasi diinduksi oleh pengikatan substrat pada situs aktifnya,
yang akan menyebabkan terjadinya reaksi. Model inilah yang banyak dibuktikan studi-
studi biofisik pergerakan enzim pada waktu mengikat substrat. Salah satu contoh adalah
perubahan konformasi yang terjadi pada cekungan aktin dari glukokinase ketika terikat
dengan glukosa. Induksi-fit akan menyebabkan perubahan konformasi pada sisi aktif
enzim, yang akan meningkatkan kekuatan pengikatan adenosine triphosphate (ATP).
Selanjutnya masuk ke tahap selanjutnya yaitu pembentukan komplek transisi.

Enzimatologi 111
ENZIMATOLOGI

C. Pembentukan Kompleks Transisi


Agar reaksi dapat terjadi, substrat yang mengalami reaksi harus diaktifkan. Jika
terdapat energi pada substrat, akan terjadi peralihan dari substrat menjadi produk. Pada
gambar 5, akan menunjukan energi yang tinggi dipakai pada pembentukan kompleks
transisi. Kompleks transisi adalah kondisi di mana terjadi ikatan yang paling kuat yang
akan menyebabkan substrat menjadi tidak stabil, sehingga terjadi perubahan membentuk
produk. Tingkat kebutuhan energi yang paling tinggi adalah pada saat konfigurasi substrat
yang paling tidak stabil. Perbedaan energi antara substrat dan kompleks keadaan transisi
disebut energi aktivasi.

Gambar 5 Memperlihatkan kebutuhan energi pada suatu reaksi.

II. Katalisis Terjadi Di Bagian Aktif


Spesifisitas substrat yang ekstrim dan efisiensi katalitik enzim yang tinggi mencerminkan
adanya lingkungan yang dirancang sedemikian cermat hanya untuk satu reaksi tertentu.
Lingkungan ini yang disebut bagian/ tempat aktif(active site), umumnya berbentuk
celah atau kantung. Bagian aktif pada enzim multimerik sering terletak pada pertemuan
antara subunit-subunit dan merekrut residu-residu dari lebih satu monomer. Bagian aktif
tiga dimensi ini melindungi substrat dari pelarut dan mempermudah katalisis. Substrat
mengikat bagian aktif di regio yang bersifat komplementer dengan bagian substrat yang
tidak mengalami perubahan kimiawi sewaktu reaksi berlangsung. Pengikatna ini secara
simultan menyatukan bagian-bagian substrat yang akan mengalami perubahan dengan
gugus-gugus fungsional residu peptidil aminoasil. Bagian aktif juga mengikat dan
mengarahkan kofaktor atau gugus prostetik. Banyak residu aminoasil yang diperoleh dari
berbagai macam rantai polipeptida ikut serta menentukan karakter tiga dimensi dan ukuran
yang besar pada bagian aktif. Ada empat mekanisme umum dari enzim untuk mempercepat
laju reaksi kimia, yaitu:
112 Enzimatologi
ENZIMATOLOGI

A. Katalisis karena Kedekatan


Agar dapat bereaksi, molekul-molekul harus berada dalam jarak yang cukup dekat untuk
membentuk ikatan satu sama lain. Semakin tinggi konsentrasinya, akan semakin sering
molekul-molekul itu bertemu satu sama lain dan semakin besar laju reaksinya. Ketika
mengikat molekul substrat dibagian aktifnya, enzim menciptakan suatu regio dengan
konsentrasi substrat lokal yang tinggi. Lingkungan ini juga secara spasial mmengatur arah
molekul-molekul substrat sehingga diperoleh posisi ideal untuk berinteraksi. Hal tersebut
menyebabkan laju reaksi meningkat sedikitnya seribu kali lipat.

B.Katalisis Asam Basa


Gugus-gugus fungsional yang dapat terionisasi pada rantai samping aminoasil dan
pada gugus prostetik berperan dalam katalisis dengan berfungsi sebagai asam atau basa.
Katalisis asam-basa dapat bersifat spesifik atau umum. Spesifik dalam hal ini diartikan
hanya proton (H30+) atau ion OH-. Pada katalisis asam spesifik atau basa spesifik, laju
reaksi peka terhadap perubahan dalam konsentrasi proton, tetapi tidak bergantung pada
konsentrasi asam lain(donor proton) atau basa (akseptor proton) yang terdapat di dalam
larutan atau diabagian aktif. Reaksi yang lajunya responsif terhadap semua asamatau basa
yang ada dikatakan dapat mengalami katalisis bsa umum atau asam umum.

C. Katalisis dengan Paksaan


Enzim yang mengatalisis reaksi lisis yang menyebabkan putusnya ikatan kovalen
biasanya mengikat substratnya dalam suatu konformasi yang agak sedikit kurang
menguntungkan bagi ikatan yang akan putus tersebut. Konformasi yang terjadi akan
meregankan atau mendistorsi ikatan sasaran, melemahkannya, atau menyebabkannya
lebih rentan terputus.

D. Katalisis Kovalen
Proses katalisis kovalen melibatkan pembentukan suatu ikatan kovalen antara enzim
dan satu lebih substrat. Enzim yang telah mengalami modifikasi terebut kemudian menjadi
suatu reaktan. Katalisis kovalen memasukkan suatu jenis reaksi baru dengan energi
aktivasiyang lebih rendah dan karena itu lebih cepat daripada dalam larutan homogen.
Namun, modifikasi kimiawi pada enzim bersifat transien. Setelah reaksi selesai, enzim
kembali kekeadaannya sebelum termodifikasi. Jadi mperan enzim tersebut tetap katalitik.
Katalisis kovalen sering terjadi pada enzim-enzim yang mengatalisis reaksi pemindahan
gugus. Residu di enzim yang ikut serta dalam katalisis kovalen umumnya adalahsuatu
sistein atau serin dan kadang-kadang histidin. Katalisis kovalen sering mengikuti suatu
mekanisme dengan substrat pertama yang terikat dan produknya dibebaskan sebelum
substrat keduanya terikat.

Enzimatologi 113
ENZIMATOLOGI

III. Kinetika Enzim


Kinetika enzim adalah bidang biokimia yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif
laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim dan studi sistematik tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi laju tersebut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi adalah:

A. Suhu
Oleh karena reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan
katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung
lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping
itu, karena enzim itu adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan
terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim
akan terganggu dan dengan demikian efektivitas enzim akan berkurang dan kecepatan
reaksinya pun akan menurun. Peningkatan suhu akan meningkatkan reaksi dengan cara
meningkatkan energi kinetik dan frekuensi tubrukan dari besarnya molekul.
Enzim pada manusia umumnya stabil pada temperatur 45-55°C. Sebaliknya, enzim
pada mikroorganisme termofilik yang berada pada sumber mata air panas gunung berapi,
atau pada lubang hidrotermal bawah laut dapat stabil pada suhu kurang lebih 100°C.
Q10 atau koefisien suhu yaitu faktor yang meningkatkan proses biologis bila suhu naik
10 C. Umumnya enzim yang stabil pada peningkatan suhu maka Q10 = 2.
0

Perubahan laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim yang menyertai peningkatan atau
penurunan suhu tubuh merupakan suatu hal yang penting dalam kelangsungan hidup
mahluk berdarah dingin, seperti kadal, atau ikan yang suhu tubuhnya ditentukan oleh
faktor lingkungan eksternalnya. Namun untuk mamalia dan organisme homeotermik lain,
perubahan laju reaksi enzim sesuai suhu memiliki makna fisiologis hanya dalam keadaan-
keadaan seperti demam atau hipotermia.

B. Konsentrasi ion H
Laju hampir semua reaksi yang dikatalisis oleh enzim memperlihatkan ketergantungan
signifikan pada konsentrasi ion hydrogen. Sebagian besar enzim intrasel memperlihatkan
aktivitas optimal pada nilai pH antara 5 hingga 9. Hubungan aktivitas dengan konsentrasi
ion H memperlihatkan keseimbangan antara denaturasi enzim pada pH tinggi atau rendah
dan efek pada keadaan bermuatan dari enzim, substrata tau keduanya. Bagi enzim-enzim
yang mekanismenya melibatkan katalisis asam-basa, residu-residu yang terlibat harus
berada dalam keadaan terprotonasi yang tepat agar reaksi dapat berlangsung. Gugus
bermuatan yang paling sering adalah gugus karboksilat negative dan gugus amin berproton
yang bermuatan positif. Oleh karena itu, penambahan atau pengurangan gugus-gugus
bermuatan akan mempengaruhi secara negatif pengikatan substrat sehingga katalisis akan
melambat atau bahkan hilang.

114 Enzimatologi
ENZIMATOLOGI

Gambar 6. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim.


Normalnya pada manusia aktivitas enzim akan maksimal pada pH 5-9,
tetapi terdapat kecuali untuk pepsin, enzim untuk memecah protein yang terdapat
pada lambung, mempunyai aktivitas maksimal pada pH 2.

C. Konsentrasi Substrat
Konsentrasi substrat mempengaruhi laju reaksi enzim. Untuk suatu enzim tipikal,
peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan vi hingga tercapai nilai maksimal
Vmax (Gambar 7).

Gambar 7. Efek konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi


yang dikatalisis enzim.

Enzimatologi 115
ENZIMATOLOGI

Jika peningkatan lebih lajut konsentrasi substrat tidak meningkatkan vi, enzim dikatakan
“jenuh” oleh substrat. Perhatikan bahwa bentuk kurva yang menghubungkan aktivitas
dengan konsentrasi substrat tampak hiperbolik.

Gambar 8. Representasi suatu enzim pada konsentrasi substrat yang rendah (A),
tinggi (C) dan setara dengan Km.
Titik A,B dan C berhubungan dengan titik yang terdapat pada gambar 7.

Pada setiap saat, hanya molekul substrat yang berikatan dengan enzim dalam bentuk
kompleks ES yang dapat diubah menjadi produk. Pada gambar 8 hanya sebagian enzim
yang mungkin berada dalam bentuk kompleks ES. Dengan demikian peningkatan
peningkatan atau penurunan S akan meningkatkan atau menurunkan jumlah kompleks ES
disertai perubahan yang sesuai di titik vi.

IV. Aktivator dan Inhibitor Enzim

A.Aktivator Enzim
AKTIVATOR adalah molekul tertentu terutama logam–logam yang mempunyai
kemampuan mengaktifkan enzim.
Logam yang membantu menetapkan konformasi enzim disebut sebagai aktivator/metal
aktivator. Misalnya: K, Mn, Mg, Ca, Zn.
Ikatan aktivator dengan logam bisa kuat atau lemah. Bila ikatannya kuat logam/metal
merupakan bagian dari enzim, misalnya: Fe yang berikatan dengan porfirin; Co berikatan
dengan vitamin B12.

B.Inhibitor Enzim
INHIBITOR (penghambat aktivitas enzim) adalah senyawa tertentu yang dapat
bergabung dengan enzim secara reversible/irreversible sehingga memblok/ menghilangkan
daya katalitik enzim. Misalnya obat-obatan, zat metabolik, racun, dan produk reaksi enzim.

116 Enzimatologi
ENZIMATOLOGI

Klasifikasi Inhibitor, yaitu:


a. Berdasarkan dapat-tidaknya pengaruh inhibitor tersebut diperbaiki dengan
menaikkan konsentrasi substrat
1. Competitive inhibitor
Competitive inhibitor, mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
- pengaruh inhibitor dapat dihilangkan dengan menaikkan konsentrasi substrat.
- reaksi penggabungan enzim dengan inhibitor bersifat secara reversible.
- struktur kimia sangat mirip dengan substrat dan disebut substrat analog
- penghambatan competitive inhibitor terjadi pada tempat enzim untuk mengikat
substrat (catalytic site)
- bila ikatan enzim–inhibitor kuat maka jumlah enzim bebas sedikit, perubahan
enzim-substrat menjadi enzim + P sedikit, kecepatan (V) lambat.
- bila ikatan enzim-inhibitor lemah tidak terlalu menurunkan kecepatan (V).
- bila enzim-inhibitor tetap, sedangkan substrat terus ditambah maka kemampuan
enzim bergabung dengan substrat meningkat. Rasio enzim-substrat/enzim-
inhibitor dan V (kecepatan) meningkat.
- bila konsentrasi substrat cukup tinggi dan enzim-inhibitor sangat kecil maka V
sama dengan bila tidak ada inhibitor, Km akan meningkat, 1/Km menjadi kecil.

Contoh competitive inhibitor


1. Sulfanilamid
a. merupakan kemoterapi
b. analog PABA
2. Aminopterin/ametopterin
a. analog folic acid
b. untuk pengobatan kanker, amethopterin competitive inhibitor dihidrofat
dalam reaksi dihidrofolat reduktase
3. Antagonis B komplek
a. piritiamin, oksitiamin: terhadap tiamin
b. piridin 3 sulfonat: terhadap nikotinamid
c. pantoil taurin, asam (metil pantotenat: terhadap asam pantotenat)
d. destibiotin: terhadap biotin
e. dikumarol: terhadap vitamin K
4. Antimetabolik purin dan pirimidin
a. 6 MP (6 merkaptopurin, purinetol) antagonis hipoksantin
b. 5 FU (5 fluorourasil )
c. 5 fluorouridilat
d. 5 idouridin
5. Physostigmin: menghambat secara kompetitif hidrolisis asetil-kolin oleh
kolinesterase.

Enzimatologi 117
ENZIMATOLOGI

6. ATP dan ADP competitive inhibitor: terhadap enzim yang memakai


NAD/NADP
7. Acetozolamid = diamox: inhibitor terhadap karbonik anhidrase.

2. Non competitive inhibitor


2.1. Non competitive inhibitor reversible
Sifatnya yaitu:
- inhibitor dan substrat tidak berkompetisi
- kemiripan inhibitor dan substrat kecil sekali atau sama sekali tidak ada
- berikatan dengan enzim pada tempat lain dari active site maka enzim-substrat
dapat membentuk P dengan kecepatan (V) yang lambat, kecepatan
maksimum(Vmax) menurun, tapi tidak mempengaruhi Km
- diduga tidak ada perubahan konformasi yang bermakna bila inhibitor terikatan

2.2.Non competitive inhibitor irreversible


Sifatnya yaitu:
- merupakan racun enzim, contoh: iodoasetamida, logam berat (Ag, Hg), zat
oksidator
- struktur primer sama sekali tidak mirip dengan substrat
- inhibisi tidak dapat dihilangkan dengan penambahan substrat
- secara analisis kinetik sebenarnya sukar dibedakan antara racun enzim
dengan
non competitive inhibitor yang reversible
- bila enzim disuntikkan parentral akan terbentuk antibodi yang menghambat
enzim secara irreversible

b. Berdasarkan site of action (tempat kerja enzim)


1. Catalytic/active site inhibitor
Mempunyai sifat yaitu:
bila inhibitor mengadakan ikatan dengan enzim pada tempat yang sama dengan substrat
(substrat analog).
2. Allosteric site inhibitor
Mempunyai sifat yaitu:
- bila inhibitor berikatan dengan enzim pada tempat yang lain dengan substrat
- secara fisiologis kecepatan katalitik dapat dipengaruhi oleh zat tertentu yang
berikatan secara reversible pada efektor negative
- negative effector: tempat di luar tempat berikatan enzim dan substrat (allosteric
site)
- kecepatan reaksi (V) berkurang - afinitas pengikatan enzim terhadap substrat
berkurang, sehingga:
118 Enzimatologi
ENZIMATOLOGI

• Km meningkat, waktu untuk katalisis bertambah lama


• kecepatan maksimum (Vmax ) menurun
- inhibisi ini merupakan dasar feed back control dalam metabolisme tubuh.

V. Pengaturan Keaktifan Enzim


Keaktifan enzim dipengaruhi oleh:
V.I. Jumlah enzim, oleh:
1. adanya pengontrolan sintesis enzim dengan cara:
a. dasar genetik
b. cara induksi
c. cara represi dan depresi
2. turnover enzim
3. proenzim
V.II. Jumlah reaktan
V.III. Efisiensi katalitik enzim:
A. jumlah reaktan yang ada
B. feed back inhibition

V.I.1.a Pengontrolan sintesis enzim berdasarkan genetik


Struktur primer enzim ditentukan oleh kode trinukleotida (triplet) dari mRNA yang
terikat pada poliribosom (kodon), misalnya AGA dan akan mengadakan kombinasi dengan
basa dari komplek tRNA asam amino (antikodon). Urutan basa mRNA merupakan salinan
dari basa-basa dalam DNA/gen dalam inti sel. Informasi sintesis protein dari DNA. DNA
yang menentukan satu sel dapat /tidak membiosintesis enzim tertentu. Satu macam gen
hanya mengkode satu macam polipeptida. Konformasi aktif adalah konformasi dengan
tingkat energi yang paling kecil, sedangkan struktur sekunder, tertier, dan kuarterner
ditentukan oleh struktur primer.

Mutasi gen:
Mutasi gen akan mengubah:
1. kode-kode basa DNA sehingga struktur primer molekul protein yang disintesis
berubah
2. aktivitas katalitik berkurang/hilang
3. cacat metabolisme yang diturunkan “ in born error of metabolism”
Misalnya pada pentosuria, fenil ketonuria, alkaptonuria, sistinuria,
galaktosemia, glycogen storage disease.

Enzimatologi 119
ENZIMATOLOGI

V.I.1. b Pengontrolan sintesis enzim dengan cara induksi


Sel dapat mensintesis enzim tertentu akibat adanya molekul dengan berat molekul
rendah yang disebut inducer. Contoh Escherichia coli bila ditanam pada glukosa tidak akan
meragi laktosa oleh karena tidak ada enzim (galaktosidase yang menghidrolisis laktosa
menjadi galaktosa + glukosa ). Bila laktosa atau galaktosa tertentu lainnya ditambah ke
dalam medium pertumbuhan maka sintesis galaktosidase akan diinduksi sehingga kultur
dapat meragikan laktosa dan kemudian bakteri dapat mencerna laktosa. Jadi laktosa
merupakan inducer yang adalah substrat untuk dua macam protein yang diinduksi yaitu
permease dan galaktosidase.

Permease adalah enzim untuk membawa molekul (sistem transpor) yang akan
dimetabolisme masuk ke dalam sel tanpa menyebabkan perubahan dalam struktur substrat.
Induksi memungkinkan mikroorganisme untuk memecah substrat yang terdapat
disekitarnya.
Constitutive enzim adalah enzim yang konsentrasinya dalam sel tidak tergantung dari
penambahan inducer, sedangkan enzim yang memerlukan inducer disebut inducible
enzim.
Coordinate induction adalah pola induksi yang mana sebuah inducer dapat menginduksi
sekelompok enzim yang berasal dari gen yang terdapat sebuah operon (coordinately
regulated unit). Coordinately regulated unit adalah gen-gen di dalam kromosom yang
membentuk unit pengatur yang terkoordinir.

V.I.1.c Pengontrolan sintesis enzim dengan cara represi dan depresi


Misalnya suatu bakteri dapat mensintesis asam amino, penambahan asam amino dalam
medium perbenihan akan menghambat sintesis asam amino tersebut melalui represi, maka
kita sebut sel dalam keadaan represi.
Bila asam amino dihilangkan proses translasi dan transkripsi kode genetik untuk
biosintesis enzim akan terjadi lagi sehingga sel dikatakan dalam keadaan depresi.
Molekul kecil seperti histidin/leusin disebut korepresor. Disebut demikian karena dengan
adanya histidi/leusin, represi jadi lebih aktif. Ini terjadi karena histidin represor berikatan
dengan operator sehingga translasi terhenti. Pada laktosa terjadi keadaan sebaliknya.
Histidin/leusin dapat dipakai untuk menggambarkan product feed back represion.
Coordinate represion terjadi bila penambahan asam amino menyebabkan represi
sekelompok enzim untuk biosintesis asam amino tersebut yang berasal dari satu operon.

120 Enzimatologi
ENZIMATOLOGI

V.I.2 Turnover enzim


Turnover enzim mencakup sintesis dan degradasi enzim.
Kecepatan degradasi enzim tergantung:
- kadar substrat
- koenzim
- ion-ion dalam sel

Contoh :
1. enzim arginase dalam siklus urea
Pada binatang kelaparan, arginase hepar meningkat karena Kd menurun sedangkan
Ks tetap konstan.
Pada kelebihan makan protein, Ks meningkat, keadaan ini hampir sama dengan
induksi pada bakteri.
2. enzim triptofan oksigenase akan meningkat pada seseorang yang diinjeksi
glukokortikoid atau makan banyak triptofan.
Keadaan ini disebabkan oleh karena triptofan menyebabkan enzim lebih stabil
terhadap degradasi atau enzim proteolitik maka akan menyebabkan Kd menurun
dan Ks meningkat pada injeksi.
Kadar enzim pada jaringan mamalia tergantung dari keadaan fisiologis, pengaruh
hormon dan diet. Contoh insulin dan glukagon walaupun kerjanya saling
berlawanan, tapi keduanya saling merangsang sintesisnya.

V.1.3 Proenzim
Salah satu pengaturan enzim adalah dengan mensintesis enzim dalam bentuk tidak
aktif/ tidak mempunyai sifat katalitik yaitu dalam bentuk proenzim/zymogen.
Dengan jalan proteolitik, proenzim yang tidak aktif akan mengalami perubahan
konformasi sehingga jadi enzim yang aktif (terbentuk bagian katalitiknya), hidrolisis
menyebabkan bagian katalitik terbuka dan berat molekul berkurang.

Enzimatologi 121
ENZIMATOLOGI

Contoh proenzim :
a. enzim pencernaan:

b. enzim pembekuan darah dan yang melarutkan bekuan darah

c. hormon
proinsulin à insulin

Maksud pembentukan proenzim adalah menyediakan enzim yang diperlukan secara


cepat bila dibutuhkan.

V.II. Jumlah reaktan

V.III. Pengaturan efisiensi katalitik enzim


Bila kita melakukan tindakan fisiologis sehingga aktivitas enzim bertambah, kita tidak
tahu apakah jumlah enzim yang berubah ataukah efek katalitiknya menjadi lebih atau
kurang efisien. Pengaruh pada efisiensi katalitik adalah perubahan keaktifan enzim tanpa
disertai perubahan dalam jumlah.

122 Enzimatologi
ENZIMATOLOGI

V.III. A Pengaturan efisiensi katalitik berdasarkan jumlah reaktan yang tersedia


Pengetahuan enzim di dalam percobaan tidak dapat mencerminkan keadaan enzimdi
dalam sel (tidak dapat diterapkan in vivo), karena konsentrasi substrat dalam percobaan
dan dalam sel tidak sama, juga mengingat:
1. proses metabolisme dan enzim terdapat dalam ruangan sel
2. enzim dalam makromolekul
3. konsentrasi efektif dari substrat dan koenzim
4. peranan ion metal: ion metal mempunyai peran katalitik pembentukan
struktur enzim

V.III. B Pengaturan efisiensi katalitik berdasarkan feed back inhibition


Keaktifan enzim dapat dipengaruhi oleh aktivator atau inhibitor. Keaktifan enzim- enzim
pengatur tertentu dipengaruhi oleh efektor allosterik yang mempunyai berat molekul kecil
yang strukturnya sedikit atau sama sekali tidak sama dengan substrat atau koenzim.
Feed back inhibition merupakan peristiwa suatu produk dari reaksi sintesis yang panjang
menghambat keaktifan enzim yang permulaan atau yang jauh dari reaksi sintesis.

D merupakan efektor allosterik negatif atau feed back inhibitor. Dengan cara feed back
inhibition ini terjadi pengaturan kecepatan sintesis D. D berikatan pada bagian allosterik
yang jauh dari bagian katalitik.
Feed back inhibitor sering merupakan molekul kecil terakhir sebelum makromolekul,
misalnya asam amino, nukleotida, dan lain-lain. Pengaturan berdasarkan feed back inhibitor
biasanya dilakukan pada tingkat reaksi permulaan yang berjalan searah (irreversibel).

Contoh multiple feed back inhibitor:

Enzimatologi 123
ENZIMATOLOGI

Kerugian multiple feed back inhibitor adalah kadar produk B yang tinggi dapat
menghalangi sintesis A, C dan D. Hal ini dapat diatasi dengan empat mekanisme yaitu:
1. cumulative feed back inhibition
adalah efek inhibisi yang ditimbulkan oleh dua atau lebih produk akhir
merupakan penjumlahan efek inhibisi dari masing-masing produk tersebut
2. concerted/multivalent feed back inhibition
inhibisi yang jelas baru terjadi bila terdapat dua atau lebih produk akhir dalam
jumlah yang berlebihan (kalau satu produk berlebihan, belum terjadi inhibisi).
3. cooperative feed back inhibition
mencakup inhibisi kumulatif dan multivalent.
Adanya sebuah produk akhir yang berlebihan akan menghambat enzim pengatur,
tapi efek inhibisi yang ditimbulkan oleh dua atau lebih produk akhir melebihi
penjumlahan seperti yang terjadi pada cumulative feed back inhibition.
4. pembentukan multiple enzim dalam suatu sel yang masing-masing mempunyai
Pengaturan yang berlainan
Misalnya: bakteri E. coli membentuk tiga aspartokinase, yaitu:
a. AKL dihambat oleh lisin
b. AKT dihambat oleh threonin
c. AKH dihambat oleh homoserin

124 Enzimatologi
ENZIMATOLOGI

VI. Enzim Dalam Diagnosis Klinik


Beberapa enzim yang mempunyai nilai diagnostik yaitu:
1. Lipase
• kadarnya menurun pada:
a. penyakit hepar
b. defisiensi vitamin A
• kadarnya meningkat pada:
a. pankreatitis akut
b. karsinoma
c. keganasan
d. diabetes mellitus (DM)
2. Amilase
• menurun kadarnya pada penyakit hepar
• meningkat pada:
a. parotitis
b. pankreatitis akut
c. sumbatan usus halus
d. DM
3. Tripsin
Merupakan indikator penyakit pankreatitis akut yang lebih baik dibandingkan
dengan amilase dan lipase. Pada pankreatitis akut, juga terdapat peningkatan kadar
antitrombin selain peningkatan kadar tripsin, maka sering pada pankreatitis akut
terjadi gangguan pembekuan darah.

4. Kolinesterase
• menurun pada penyakit hepar
• meningkat pada:
a. sindroma nefrotik
b. malnutrisi
c. penyakit infeksi akut /kronis
d. anemia

5. Alkali fosfatase, digunakan untuk menghidrolisis ester fosfat pada pH alkalis.


• kadarnya meningkat pada:
a. penyakit riket
b. sarkoma osteoblastik
c. ikterus obstruktif
d. hiperparatiroid
e. Paget disease
f. karsinoma metastase
Enzimatologi 125
ENZIMATOLOGI

6. Transferase :
• Pada kondisi normal kadar transferase rendah, tapi bila ada kerusakan
jaringan yang luas, enzim masuk ke dalam serum sehingga kadarnya akan
meningkat.
• GOT (glutamat oksaloasetat transaminase): banyak terdapat dalam otot
jantung, misalnya pada miokard infark (baji mati jantung) à GOT akan
meningkat dan akan kembali normal setelah beberapa hari kemudian.
• GPT (glutamat piruvat transferase): jaringan hepar mengandung GOT dan
GPT, tapi kadar GPT lebih banyak, jadi pada penyakit hepar à GOT dan
GPT meningkat.
• GPT merupakan indikator kerusakan hepar.
• Pada nekrosis jantung GPT meningkat sedikit. Pada kerusakan otot yang
luas transverase akan meningkat.
7. LDH / LD (laktik dehidrogenase)
• meningkat pada:
a. miokard infark
b. leukemia akut/kronis yang relaps
c. karsinoma umum
d. kadang-kadang pada puncak penyakit hepatitis akut, kadar enzim akan
naik, tetapi pada ikterus karena sebab lain kadar enzim tidak naik.
• Pada miokard infark: kadar enzim meningkat pada 24 jam pertama dan
akan normal lagi setelah 5 - 6 hari.
• Kadar LDH bisa normal pada:
a. demam
b. penyakit infeksi kronis
c. infark paru-paru
d. penyakit neoplastik lokal
e. anemia

Daftar Pustaka
1. Mark DB, Mark AD, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan klinis.
Jakarta: EGC; 1996.
2. Marshall WJ, Bangert SK. Clinical Chemistry. 5th ed. London: Mosby; 2004.
3. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Redwel VW. Biokimia harper. Edisi 27. Alih
bahasa: Andry Hartono. Editor: Bani AP & Tiara MN. Sikimbang. Jakarta: EGC; 2011.
4. Pelley JW, Goljan EF. Biochemistry. St. Lowis: Mosby Inc.; 2003.

126 Enzimatologi
ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN
Winsa Husin

Etika Kedokteran
Makin cepatnya pertumbuhan pengetahuan ilmiah dan aplikasi kliniknya, permasalahan
kesehatan dan pengobatan menjadi kompleks. Etika kedokteran yang membahas tata susila
dokter dalam menjalankan tugas profesinya, khususnya yang berkaitan dengan dengan
pasien, hubungan dengan teman sejawat, mitra kerja serta relasi dengan masyarakat
semakin perlu dipahami dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupannya.

Tugas profesi kedokteran adalah tugas kemanusiaan yang luhur, apalagi kesediaan
berdedikasi untuk terlibat dan mengabdi bagi sesama manusia adalah pilihan hidupnya,
sikap pelayanan sudah seyogyanya dipupuk sejak masih sebagai calon dokter.

WORLD MEDICAL ASSOCIATION pada 51th World Medical Assembly, Tel Aviv,
Israel, Oktober 1999 menyatakan resolusi untuk memasukkan Etika Kedokteran dan Hak
Asasi Manusia dalam Kurikulum Sekolah Pendidikan Dokter di Seluruh Dunia, karena
Etika Kedokteran dan Hak Asasi Manusia membentuk suatu bagian yang integral dalam
kerja dan budaya profesi kesehatan.

WORLD FEDERATION FOR MEDICAL EDUCATION (WFME) menetapkan


Standar Global dalam Peningkatan Kualitas – Pendidikan Kedokteran Dasar. Standar ini
diharapkan dapat dipenuhi oleh semua sekolah pendidikan dokter, termasuk juga referensi
etika kedokteran bahwa:
• Luaran Pendidikan Sekolah: pendidikan dokter harus menetapkan kompetensi (termasuk
pengetahuan dan pemahaman mengenai etika kedokteran) yang harus dimiliki oleh
siswanya setelah lulus dalam hubungannya dengan pelatihan yang akan dijalani
selanjutnya dan perannya di masa datang dalam sistem kesehatan.

• Program Pendidikan meliputi:


– Etika Kedokteran
Sekolah pendidikan dokter harus mengidentifikasi dan memasukkannya dalam
kurikulum mengenai kontribusi etika kedokteran dalam tercapainya komunikasi,
pengambilan keputusan klinik, dan praktek etik yang efektif.

– Ilmu Pengetahuan dan Ketrampilan Klinik


Mencakup ketrampilan-ketrampilan klinis dan juga sejarah, ketrampilan komunikasi
dan kepemimpinan tim. Partisipasi dalam perawatan pasien harus menyertakan kerja
tim dengan profesi kesehatan lain.

• Sumber-sumber Pendidikan – Penelitian


Interaksi antara aktivitas pendidikan dan penelitian diharapkan dapat menyemangati
dan mempersiapkan siswa untuk berhadapan dengan penelitian dan perkembangan
kedokteran.

Etika Pendidikan Kedokteran 127


ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Tujuan pendidikan etika dalam pendidikan dokter adalah untuk menjadikan calon
dokter lebih manusiawi dengan memiliki kematangan intelektual dan emosional. Belajar
etika akan menyiapkan mahasiswa kedokteran untuk mengenali situasi-situasi yang sulit
dan melaluinya dengan cara yang benar sesuai prinsip dan rasional

Area kompetensi (Area of Competence)


Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, terdapat 7 Area Kompetensi yang perlu
dipahami dan diimplimentasikan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran di Indonesia selama
pendidikan, yaitu: 1. Komunikasi efektif ; 2. Keterampilan Klinik Dasar ; 3. Penerapan
dasar ilmu biomedik, perilaku dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga ; 4.
Pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga dan masyarakat ; 5. Mengakses,
menilai secara kritis kesahihan mengelola informasi ; 6. Mawas diri dan belajar sepanjang
hayat ; 7. Etika, moral dan profesionalisme dalam praktek

Etika
Etika (ethics) berawal dari Aristoteles, berasal dari kata Yunani ethos yang berarti adat
kebiasaan; budi pekerti. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika diartikan
sebagai sebuah bidang ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buruk,
serta hak dan kewajiban moral (akhlak).
Etika juga diartikan sebagai suatu sikap yang menunjukkan kesediaan atau kesanggupan
seseorang untuk menaati ketentuan serta macam-macam norma kehidupan lainnya yang
berlaku di dalam suatu masyarakat maupun organisasi tertentu. Dalam pekerjaan profesi
sangat diutamakan etik profesi dalam memberikan pelayanan kepada publik. Etik profesi
merupakan seperangkat perilaku anggota profesi dalam hubungannya dengan orang lain.
Pengalaman etika membuat kelompok menjadi baik dalam arti moral.
Secara sederhana etika merupakan kajian mengenai moralitas. Etika terutama
adalah bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana
melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan
kriteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara
di antara pilihan cara yang lain.

128 Etika Pendidikan Kedokteran


ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Perbedaan etika dan etiket:


1). Etika berlaku kapanpun, baik dalam pergaulan dengan orang lain maupun dalam
kehidupan pribadi. Dengan kata lain, etika berlaku bagi siapa saja meskipun tidak ada
orang yang menyaksikan. 2). Etika bersifat absolut, artinya etika memiliki ketentuan atau
prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, di mana perbuatan baik mendapatkan pujian,
sedangkan perbuatan buruk harus mendapatkan sanksi atau hukuman. 3). Etika berkaitan
dengan cara dilakukannya suatu perbuatan yang sekaligus memberikan norma dari
perbuatan itu sendiri. 4). Etika memandang manusia dari segi dalam (batin).

Etiket
Etiket berasal dari Bahasa Perancis “etiquette” yang artinya adalah sopan santun.
Terdapat beberapa definisi dari kata etiket, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), etiket didefinisikan sebagai tata cara (adat, sopan santun, dan lain sebagainya)
dalam rangka memelihara hubungan yang baik di antara sesama manusia dalam sebuah
lingkungan masyarakat.
Etiket berkaitan dengan cara suatu perbuatan, adat, kebiasaan, serta cara-cara tertentu
yang menjadi panutan bagi sekelompok masyarakat dalam berbuat sesuatu.

1). Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, artinya etiket hanya berlaku ketika ada orang
lain yang menyaksikan perbuatan yang kita lakukan, dan ketika tidak ada saksi mata, maka
etiket tidak berlaku. 2) Etiket bersifat relatif, artinya sesuatu yang menurut suatu budaya
dianggap sebagai hal yang tidak sopan, akan tetapi belum tentu budaya lain memiliki
anggapan yang sama. Bisa saja hal itu dianggap sebagai hal yang wajar atau hal yang
sopan. 3). Etiket berkaitan dengan tata cara dari suatu perbuatan yang harus dilakukan
oleh manusia. 4). Etiket memandang seseorang dari segi luarnya (penampilan).

Etika kedokteran:
salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan masalah-masalah moral yang
timbul dalam praktek pengobatan.

Norma dalam etika kedokteran:


Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari norma hukum dan norma
sopan santun (pergaulan). Fakta fundamental hidup bersusila: Etika mewajibkan dokter
secara mutlak, namun sekaligus tidak memaksa. Jadi dokter tetap bebas, Bisa menaati
atau masa bodoh. Bila melanggar: kesadaran moral / suara hatinya akan menegur sehingga
timbul rasa bersalah, menyesal, tidak tenang.

Etika Pendidikan Kedokteran 129


ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Sifat Etika Kedokteran:


1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)
2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).
3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = self imposed)
4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah norma-norma yang
seringkali mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban yakni diri sendiri, umum, teman
sejawat dan pasien/klien & masyarakat khusus lainnya)
5. Etika profesi (biasa):
• Bagian etika sosial tentang kewajiban dan tanggungjawab profesi.
• Bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, norma-norma/kewajiban
kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral
• Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia
pasien/rahasia jabatan.
• Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan & pengalaman profesi
kedokteran.
• Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori); karena telah
berlangsung berabad-abad, yang-baik & yang-buruk telah dituangkan dalam kode
etik (sebagai kumpulan norma atau moralitas profesi)
• Isi: 2 norma pokok: 1) sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak
praktek profesi bagi orang lain; 2) bersikap adil dan menghormati Hak Asasi
Manusia (HAM).
6. Etika profesi luhur/mulia:
Isi: 2 norma pokok etika profesi biasa ditambah dengan:
• Bebas pamrih (dalam hal kepentingan pribadi dokter)
• Ada idealisme: tekad untuk mempertahankan cita-cita luhur/etos profesi

Dalam menjalankan tugasnya, untuk memenuhi harapan pasien dan mahasiswa,


penting bagi dokter untuk mengetahui dan memberikan contoh nila int dari pengobatan
terutama belas kasih, kompeten dan otonomi, beserta penghargaan terhadap hak asasi
manusia merupakan dasar dari etika kedokteran.

Etika Kedokteran, Professionalisme, Hak Asasi Manusia dan Hukum.


Etika merupakan bagian yang integral dalam pengobatan setidaknya sejak masa
Hippocrates, seorang ahli pengobatan Yunani yang dianggap sebagai pelopor etika
kedokteran pada abad ke-5 SM. Dari Hippocrates muncul konsep pengobatan sebagai
profesi, ahli pengobatan masa itu membuat janji di depan masyarakat bahwa mereka akan
menempatkan kepentingan pasien mereka di atas kepentingan mereka sendiri
130 Etika Pendidikan Kedokteran
ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Professionalisme dan Etika Kedokteran


Profesi berasal dari kata Profession yang berarti “deklarasi secara terbuka” yaitu deklarasi,
janji, atau sumpah yang khusuk.

Profesi memiliki pengertian suatu kelompok individual dengan aturan/disiplin


tersendiri yang kemampuan khusus dalam masyarakat yang didapat dari jenjang
pendidikan ataupun pelatihan.

Professonalisme:
Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia, karangan JS Badudu (2003),
mendefinisikan profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang
merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional.

Menurut AS Hornby, Professional merupakan jabatan yang memerlukan suatu


pendidikan tinggi dan latihan secara khusus. Suatu jabatan akan menentukan aktivitas-
aktivitas sebagai pelaksana tugas, berarti predikat profesional bukan karena jabatannya,
tetapi keahliannya yang memiliki standar kualtas dan ciri-ciri tertentu dalam
melaksanakan pekerjaan.

Profesionalisme memiliki dua kriteria pokok, yaitu keahlian dan pendapatan


(bayaran). Kedua hal itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan, yaitu keahlian
(kompetensi) yang layak sesuai bidang tugasnya dan pendapatan yang layak pula sesuai
kebutuhan hidupnya.

Menurut Anwar Jasin, ciri mendasar dari sebuah makna profesional tersebut
antara lain:
1. Tingkat pendidikan spesialisasinya menuntut seseorang melaksanakan jabatan/
pekerjaan dengan penuh kapabilitas, kemandirian dalam mengambil keputusan
(independent judgement), mahir dan terampil dalam mengerjakan tugasnya.
2. Motif dan tujuan utama seseorang memilih jabatan/pekerjaan itu adalah pengabdian
kepada kemanusiaan, bukan imbalan kebendaan (bayaran) yang menjadi tujuan
utama.
3. Terdapat kode etik jabatan yang secara sukarela diterima menjadi pedoman perilaku
dan tindakan kelompok profesional bersangkutan. Kode etik tersebut menjadi standar
perilaku pekerjaannya.
4. Terdapat kesetiakawanan seprofesi, yang diwujudkan dengan saling menjalin kerja
sama dan tolong-menolong antar anggota dalam suatu komunitas tertentu.

Etika Pendidikan Kedokteran 131


ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Hakikat profesi kedokteran adalah bisikan nurani dan panggilan jiwa, untuk mengabdikan
diri kepada kemanusiaan berdasarkan moralitas yang kental. Prinsip-prinsip kejujuran,
keadilan, keikhlasan, kepedulian sesama dalam rasa kemanusiaan, rasa kasih sayang
(compassion), dan ikut merasakan penderitaan orang lain (empathy). Dengan demikian,
seorang dokter tidak boleh egois melainkan mengutamakan orang lain, mengobati orang
sakit (altruism). Seorang dokter harus memiliki intellectual quotient (IQ), emotional
quotient (EQ), dan spiritual quotient (SQ) yang tinggi dan berimbang.
Dokter yang baik adalah seorang dokter yang memiliki kemampuan intelektual yang
baik, memahami undang undang yang berlaku, komitmen terhadap pelayanan
masyarakat, dan harus memiliki etika sehingga akan menghasilkan dokter dengan
professional behavior.

Adanya professionalism behavior menjadi penting diajarkan dan diterapkan dalam


perkuliahan ilmu kedokteran secara eksplisit, karena professionalism behavior merupakan
perilaku-perilaku yang mencerminkan standar-standar dan nilai-nilai yang dibuktikan
melalui cara bertutur kata, cara bersikap maupun berpenampilan, yaitu meletakkan
kepentingan pasien di atas kepentingan pribadi atau dokter (altruisme), memiliki
komitmen dan tanggung jawab terhadap pelayanan masyarakat, sikap rasa saling
menghormati tidak hanya kepada pasien tetapi juga terhadap keluarga, teman
sejawat atau mitra kerja misalnya bidan, apoteker. Hal itu nantinya akan menimbulkan
sikap percaya pasien kepada dokter. Ketika sikap percaya itu tumbuh apapun yang terjadi
pada dirinya, pasien akan merasa nyaman.

Dokter sebagai profesional bertanggung jawab secara: Moral yakni terhadap Sang
Pencipta (melalui Sumpah Dokter); Etik terhadap organisasi profesi & masyarakat
kedokteran; Disiplin, terhadap Konsil Kedokteran Indonesia & MKDKI, serta hukum
Kedokteran, Pidana, Perdata serta Administrasi.

Seorang dokter yang memiliki sifat professional tentunya mengerti mengenai hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan secara seimbang sesuai dengan peran dan fungsinya,
serta mengamalkannya pada kehidupan nyata.

Mengingat cepatnya perkembangan pengetahuan medis, merupakan tantangan


sendiri untuk dokter agar selalu menjaga kompetensinya, bukan hanya pengetahuan dan
keterampilan teknik yang harus dijaga, namun juga pengetahuan etik, keterampilan dan
tingkah laku, karena masalah etik baru muncul sejalan dengan perubahan dalm praktik
kedokteran dan juga lingkungan sosial dan politik.

132 Etika Pendidikan Kedokteran


ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Menurut Prof. dr. Sulaiman Sastrawinata, SpOG: unsur-unsur Profesionalisme adalah:


Altruisme ; Capability (meliputi knowledge, skills, attitude) ; Accountability (moral,
etik, disiplin) ; Dignity (pasien, keluarga, teman sejawat, tenaga kesehatan lain dan
masyarakat) ; Long life learning.

Etika Kedokteran dan Hak Asasi Manusia


Saat ini etika kedokteran telah banyak dipengaruhi oleh perkembangan dalam hak asasi
manusia. Di dalam dunia yang multikultural dan pluralis, dengan berbagai tradisi moral
yang berbeda, persetujuan hak asasi manusia internasional utama dapat memberikan dasar
bagi etika kedokteran yang dapat diterima melampaui batas negara dan kultural.

Etika Kedokteran dan Hukum


Etika kedokteran juga sangat berhubungan dengan hukum. Hampir di semua negara
ada hukum yang secara khusus mengatur bagaimana dokter harus bertindak berhubungan
dengan masalah etika dalam perawatan pasien dan penelitian. Badan yang mengatur dan
memberikan ijin praktik medis di setiap negara bisa dan memang menghukum dokter
yang melanggar etika. Namun etika dan hukum tidaklah sama. Sangat sering, bahkan
etika membuat standar perilaku yang lebih tinggi dibanding hukum, dan kadang etika
memungkinkan dokter perlu untuk melanggar hukum yang menyuruh melakukan tindakan
yang tidak etis. Hukum juga berbeda untuk tiap-tiap negara sedangkan etika dapat
diterapkan tanpa melihat batas negara.

ETIKA AKADEMIK ETIKA PROFESI HHUKUM


Kesadaran dan pedoman Kesadaran dan pedoman Mengatur etik secara
bagaimana menerapkan yang mengatur prinsip garis besar yang berlaku
prinsip moral dan etik moral dan etik dalam umum dalam kehidupan
dalam proses menemukan melaksanakan kegiatan masyarakat, bertujuan
dan belajar kebenaran profesi untuk menjaga ketertiban
yang mendasar dan Adalah etik khusus/terapan masyarakat, dan
penting di bidang iptekdok yang bersifat internal mempunyai sanksi
dalam kelompok profesi
bertujuan menjaga mutu
profesi dan memelihara
harkat dan martabat profesi
Rumusan perilaku para anggota profesi disusun oleh organisasi profesi bersama-
sama pemerintah menjadi suatu kode etik profesi yang bersangkutan. Tiap-tiap jenis
tenaga kesehatan telah memiliki kode etiknya, namun kode etik tenaga kesehatan tersebut
mengacu pada kode etik kedokteran indonesia.

Etika Pendidikan Kedokteran 133


ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) 2012

Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur
hubungan manusia umumnya yang dimiliki azas-azasnya dalam falsafah masyarakat yang
diterima dan dikembangkan. Di Indonesia azas-azas itu adalah Pancasila sebagai landasan
idiil dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan strukturil. Dengan maksud untuk
lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, para dokter, baik
yang bergabung secara fungsional terikat dalam organisasi dibidang pelayanan, pendidikan
dan penelitian kesehatan dan kedokteran, dengan Rahmah Tuhan Yang Maha Esa telah
merumuskan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang diuraikan dalam pasal-pasalnya.
Kewajiban Umum: pasal 1 - 13
Kewajiban Dokter Terhadap Pasien: pasal 14 - 17
Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat: pasal 18 - 19
Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri: pasal 20 - 21

Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 2012 pasal 1, setiap dokter wajib
menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah atau janji dokter. Kalimat-
kalimat dalam sumpah dokter telah mengalam perubahan dan penyempurnaan. Sumber
pertama sumpah dokter yang diterapkan di Indonesia adalah Deklarasi Geneva 1948 dan
terus disempurnakan hngga tahun 2012 di Muktamar IDI ke-28.

Deklarasi Geneva merupakan sumpah yang di yang diterapkan oleh World Medical
Association (WMA) yang mencakup seluruh tugas dan prnsp etik profesi dokter, antara
lain hubungan dokter-pasien, kerahasiaan medis, dan penghargaan guru dan kolega.

Baru-baru ini, WMA membuat revisi terhadap Deklarasi Geneva pada tanggal 14
Oktober 2017. Revisi dirasakan perlu karena perubahan kehidupan kedokteran terus terjadi
seiring perubahan kondisi demografk dan sosoekonomi masyarakat serta perkembangan
dunia medis dan teknologi.

Prinsip etik yang terdapat pada lafal sumpah tersebut adalah: kerahasiaan, menghargai
kolega dan profesi, menghargai kehdupan manusia, acuan standar untuk perlaku pribadi,
menolak diskriminasi, menghargai pasien, beneficence, kemanusiaan, mengharga otonomi,
kesetaraan, dan kesehatan, menghargai guru, non-maleficence, menghargai hak asasi
manusia, keadilan, dan menghargai murid.

134 Etika Pendidikan Kedokteran


ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI


KODEKI 2012 Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Dokter pada umumnya bekerja sangat keras, sehingga sering menyebabkan dokter kurang
memperhatikan keadaan kesehatan dirinya. Di samping itu, karena enggan mengganggu
teman sejawat yang diketahui juga sibuk, maka bila ia sakit, tidak memeriksakan diri ke
dokter lain, tetapi mencoba mengobati diri sendiri. Hindari mengobati diri sendiri, karena
biasanya kurang tuntas. Laksanakan tindakan perlindungan diri. Kalau ada wabah untuk
pencegahan penularan diperlukan immunisasi, maka dokter harus melakukan imunisasi
terhadap dirinya dahulu. Kalau bertugas di klinik yang memungkinkan penularan melalui
udara, pakailah masker. Cuci tangan setiap selesai memeriksa pasien, dan prosedur-
prosedur pencegahan lainnya. Dokter wajib menjadi teladan dalam pelaksanaan perilaku
sehat. Siapa yang akan melakukan pengobatan bila dokternya sakit.

KODEKI 2012 Pasal 17


Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.

Kaidah Dasar Etika/Bioetika (Kedokteran Barat)


Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran
etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan
dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip
menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain.
Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan
mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran
Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut kaidah dasar etika
kedokteran atau bioetika)
a. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati martabat
manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang
memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia
yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.
• Kaidah ikutannya ialah: Tell the truth, hormatilah hak privasi klien, lindungi
informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya,
bantulah membuat keputusan penting.
• Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk
kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan
(intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects).

Etika Pendidikan Kedokteran 135


ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

b. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient
welfare). Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih
dari sekedar memenuhi kewajiban.
• Mengutamakan kepentingan pasien
• Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan
dokter/rumah sakit/pihak lain
• Maksimalisasi akibat baik

c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah


memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.
Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.
• Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien
• Minimalisasi akibat buruk

d. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik,


agama dan paham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap
pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian
utama dokter.
• Treat similar cases in a similar way = justice within morality.
• Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness)
Tujuan: Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal
budi (bermartabat)

136 Etika Pendidikan Kedokteran


ETIKA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Daftar pustaka:

1. http://www.academia.edu/5069811/Profesionalisme_dan_Etika_Dokter
2. http://yusufalamromadhon.blogspot.co.id/2007/11/kaidah-dasar-etikabioetika-
kedokteran.html
3. Kode Etik Kedokteran Indonesia 2012
4. Djauzi, S., & Supartondo. (2004). Komunikasi dan Empati dalam Hubungan
Dokter Pasien. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
5. Williams, J.R., Medical Ethics Manual, alih bahasa: Sagiran, 2006, Panduan
Etika Medis, PSKI, Yogyakarta
https://www.wma.net/wp-content/uploads/2016/11/ethics_manual_indonesian.pdf
6. https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2658261
7. Gunawan, 1992, Memahami Etika Kedokteran, Penerbit Kanisus
8. Purwandianto A, Warsito B, Syamsulhidayat R, Penerapan Revisi Sumpah
Dokter Terbaru oleh World Medical Association (WMA) di Indonesia, JEKI,
2018;2(1):7-12, doi:10.26880/jeki.v2il.9.

Etika Pendidikan Kedokteran 137


GENETIKA MANUSIA
Teresa Liliana Wargasetia

1. Kelainan Genetik Menyebabkan Penyakit pada Manusia


1.1 Mutasi pada Gen-gen Pengkode Protein
Perubahan permanen pada DNA disebut mutasi. Mutasi yang memengaruhi sel-
sel gamet ditransmisikan kepada keturunan dan dapat menyebabkan penyakit yang
diwariskan. Mutasi pada sel-sel somatis tidak ditransmisikan kepada keturunan, namun
dapat menyebabkan kanker dan malformasi kongenital. Sejumlah mutasi gen dan efeknya:
• Mutasi titik berupa substitusi basa nukleotida tunggal oleh basa lainnya yang
menghasilkan penggantian asam amino oleh asam amino lainnya pada produk protein.
Mutasi seperti ini disebut juga missense mutation. Contoh: mutasi pada rantai β-globin
hemoglobin yang menyebabkan sickle cell anemia.
• Mutasi titik dapat juga mengubah kodon yang membawa kode suatu asam amino
menjadi kodon stop. Mutasi ini disebut sebagai nonsense mutation yang menyebabkan
hanya sedikit atau bahkan tidak ada protein yang terbentuk.
• Frameshift mutations terjadi karena insersi atau delesi satu atau dua pasangan basa
mengubah rangka baca dari rantai DNA.
• Mutasi pengulangan trinukleotida berupa amplifikasi tiga nukleotida. Contoh, pada
sindrom Fragile X terjadi 200 hingga 4.000 pengulangan tandem urutan CGG pada gen
FMR1, sedangkan pada populasi normal rerata pengulangan adalah 29. Kondisi tersebut
menyebabkan ekspresi gen FMR1 abnormal yang menyebabkan retardasi mental.

1.2 Perubahan Lainnya pada Gen-gen Pengkode Protein


Dapat terjadi variasi struktur pada gen-gen pengkode seperti perubahan jumlah kopi
(amplifikasi atau delesi) atau translokasi yang menyebabkan fungsi protein berlebih atau
hilang. Seperti halnya mutasi, perubahan struktural ini dapat terjadi pada sel-sel gamet
maupun somatis. Contoh akibat perubahan tersebut pada sel gamet adalah sindrom 22q
microdeletion, sedangkan pada sel somatis adalah kanker. Contoh klasik adalah translokasi
kromosom Philadelphia t(9,22) antara gen BCL dan ABL sebagai penyebab chronic
myelogenous leukemia.

1.2.1 Variasi Urutan DNA dan Jumlah Kopi (Polimorfisme)


Kesamaan urutan DNA pada dua individu adalah lebih dari 99,5%, berarti diversitas
manusia hanya dikode oleh kurang dari 0,5% DNA genomik (15 juta pasang basa). Variasi
DNA (polimorfisme) pada genom manusia adalah single nucleotide polymorphisms (SNPs)
dan copy number variations (CNVs).
• SNPs adalah variasi pada nukleotida tunggal dan hampir selalu bialel (satu dari dua
pilihan pada lokasi varian, misal A atau T). Telah teridentifikasi lebih dari 6 juta SNPs
di populasi manusia. SNPs dapat terjadi di ekson, intron, atau daerah antar gen, namun
hanya kurang dari 1% SNPs terjadi di daerah pengkode. Variasi urutan DNA dapat
mengubah produk gen dan memengaruhi perbedaan fenotip atau mengarah pada
penyakit. SNPs dapat menjadi marker (penanda) risiko penyakit kompleks multigen
138 Genetika Manusia
GENETIKA MANUSIA

seperti diabetes tipe 2 dan hipertensi. Identifikasi SNPs dapat menjadi strategi bagi
pencegahan penyakit.
• CNVs adalah variasi genetik, terdiri atas jumlah yang berbeda dari DNA mulai 1.000
hingga jutaan pasang basa.Variasi berupa bialel dengan duplikasi atau delesi sederhana,
dapat juga berupa pengaturan ulang materi genomik dengan banyak alel. CNVs
bertanggung jawab untuk perbedaan urutan DNA sejumlah 5 hingga 24 juta pasang
basa di antara dua individu. 50% CNVs melibatkan urutan pengkode protein sehingga
mendasari diversitas fenotip. CNVs terdapat pada gen-gen yang terlibat dalam sistem
imun, sistem syaraf, dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.

1.2.2 Perubahan Epigenetik


Perubahan epigenetik adalah perubahan yang melibatkan modulasi dari ekspresi gen
atau protein tanpa perubahan pada urutan DNA atau struktur dari gen pengkode protein.
Mekanisme utama dari regulasi epigenetik adalah perubahan dalam metilasi residu sitosin
pada promoter gen yang menyebabkan RNA polimerase tidak dapat mengakses promoter
dan transkripsi tidak dapat dilakukan. Metilasi promoter dan silencing gen-gen supresor
tumor yang menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel tak terkendali banyak ditemui
pada kanker. Modifikasi berupa metilasi atau asetilasi pada histon mengubah struktur
sekunder dan tersier DNA yang pada akhirnya mengubah transkripsi gen juga menjadi
penyebab kanker.

1.2.3 Perubahan pada Non-Coding RNAs


Non-Coding RNAs mempunyai fungsi penting sebagai regulator. Contoh untuk non-
coding RNA adalah microRNAs (miRNAs) yang berukuran 21-30 nukleotida dan long non-
coding RNAs (lncRNAs) yang berukuran > 200 nukleotida. miRNAs menghambat translasi
dari mRNA target. lncRNAs berikatan dengan kromatin, menghambat RNA polimerase
untuk menjalankan transkripsi. Sejumlah studi terbaru menunjukkan peran lncRNAs pada
berbagai penyakit, seperti aterosklerosis hingga kanker.

Terdapat tiga kategori utama kelainan genetik, yaitu: 1) kelainan yang berkaitan dengan
gen-gen mutan, 2) penyakit dengan pewarisan multigen kompleks, dan 3) kelainan akibat
aberasi kromosom. Kategori pertama sering disebut kelainan Mendelian, akibat mutasi
gen-gen tunggal yang menyebabkan berbagai penyakit yang kebanyakan diwariskan.
Kategori kedua melibatkan penyakit yang banyak dialami manusia seperti hipertensi
dan diabetes melitus. Penyakit pada kategori kedua ini bersifat multifaktorial/kompleks
karena pewarisan menunjukkan bahwa baik genetik maupun lingkungan memengaruhi
ekspresi karakteristik fenotip atau penyakit. Kategori ketiga melibatkan kelainan sebagai
konsekuensi dari kelainan jumlah atau struktur kromosom.

Genetika Manusia 139


GENETIKA MANUSIA

Terdapat satu kelompok tambahan untuk kelainan genetik. Kelainan pada kelompok ini
melibatkan gen-gen tunggal, tetapi tidak diwariskan mengikuti aturan Mendel, melainkan
disebabkan mutasi pengulangan triplet, mutasi mitokondria, atau dipengaruhi fenomena
epigenetik yang disebut genomic imprinting.

2. Kelainan Mendelian: Penyakit Akibat Kerusakan Gen Tunggal


Berbagai kelainan gen tunggal diwariskan mengikuti aturan Mendel (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Perkiraan Prevalensi Kelainan-kelainan Mendelian


pada Bayi yang Lahir Hidup

140 Genetika Manusia


GENETIKA MANUSIA

Tabel 2. Dasar Biokimia dan Pola Pewarisan Sifat dari Beberapa


Kelainan Mendelian

Hal-hal penting berkaitan dengan kelainan Mendelian:


• Mutasi gen tunggal mengikuti salah satu dari tiga pola pewarisan sifat: dominan
autosom, resesif autosom, atau terpaut X.
• Mutasi gen tunggal dapat menyebabkan berbagai efek fenotipik (pleiotropi), dan
sebaliknya mutasi pada beberapa loci dapat menghasilkan sifat yang sama (heterogenitas
genetik). Contoh: sindrom Marfan yang disebabkan mutasi pada gen yang mengkode
fibrillin (komponen pada jaringan ikat) mempunyai efek yang meluas meliputi rangka,
mata, dan sistem kardiovaskuler. Sebaliknya, retinitis pigmentosa, suatu kelainan
pigmentasi di retina yang menyebabkan gangguan penglihatan, dapat disebabkan oleh
jenis mutasi yang berbeda. Pemahaman tentang heterogenitas genetik tidak hanya
diperlukan bagi konseling genetik, namun juga memfasilitasi pemahaman tentang
patogenesis kelainan yang sering terjadi seperti diabetes melitus.
• Kelainan gen tunggal dapat dipengaruhi oleh pewarisan sifat loci genetik lainnya yang
disebut gen-gen modifier. Seperti pada cystic fibrosis, modifier loci memengaruhi
keparahan penyakit.
• Penapisan genetik prenatal yang proaktif pada populasi risiko tinggi dapat menurunkan
insidensi kelainan genetik secara signifikan. Contoh: penyakit Tay-Sachs pada orang-
orang keturunan Askenazi Jewish.

Genetika Manusia 141


GENETIKA MANUSIA

2.1 Pola Transmisi Kelainan Gen Tunggal


2.1.1 Kelainan dengan Pewarisan Dominan Autosom
Kelainan dengan pewarisan dominan autosom dimanifestasikan dalam keadaan
heterozigot, sehingga paling tidak salah satu orang tua menderita kelainan; laki-laki
maupun perempuan dapat terkena dan dapat menurunkan kondisi tersebut. Ketika penderita
menikah dengan sesama penderita, setiap anak mereka mempunyai 50% kemungkinan
menderita kelainan. Ciri-ciri lainnya:
• Pasien menderita kelainan dominan autosom, namun kedua orang tuanya tidak
menderita kelainan. Hal ini terjadi karena terjadi mutasi baru pada telur atau sperma
orang tua penderita. Saudara kandung penderita tidak menderita kelainan, juga tidak
mengalami peningkatan risiko untuk menderita kelainan.
• Gambaran klinis pada kelainan jenis ini dapat dimodifikasi melalui reduced penetrance
dan variable expressivity. Beberapa orang mewarisi gen mutan namun berfenotip normal.
Bentuk ekspresi itu disebut sebagai reduced penetrance. Kondisi sebaliknya, bila sifat
yang diturunkan berkaitan secara konsisten dengan gen mutan, tapi diekspresikan secara
berbeda di antara orang-orang yang membawa gen, fenomena ini disebut variable
expressivity. Contoh: manifestasi neurofibromatosis 1 mempunyai rentang, mulai dari
bercak kecoklatan di kulit hingga multiple tumor dan deformitas rangka.
• Pada sejumlah kondisi, usia munculnya penyakit (onset) tertunda, gejala dan tanda
penyakit tidak muncul hingga masa dewasa (contoh: penyakit Huntington).
• Pada kelainan dominan autosom, reduksi 50% dari produk gen normal berkaitan
dengan gejala dan tanda klinis. Pada kelainan ini, gen-gen yang terlibat menghasilkan
kelompok protein:
- yang mengatur jalur metabolik kompleks, sebagian besar berperan dalam kontrol
umpan balik (contoh: reseptor membran, protein transpor). Contoh pewarisan sifat
melalui mekanisme ini adalah familial hypercholesterolemia akibat dari mutasi gen
reseptor low-density lipoprotein (LDL).
- protein-protein struktural seperti kolagen dan komponen sitoskeletal pada membran
sel darah merah (contoh: spectrin pada spherocytosis).

2.1.2 Kelainan dengan Pewarisan Resesif Autosom


Kelainan dengan pewarisan resesif autosom adalah kelompok terbesar pada kelainan
Mendelian. Kelainan tersebut terjadi bila kedua alel pada lokus gen adalah mutan.
Karakteristik dari kelainan dengan pewarisan resesif autosom: 1) sifat itu tidak selalu
memengaruhi orang tua, namun saudara kandung dapat menunjukkan kelainan; 2) risiko
untuk menderita kelainan adalah 25% untuk setiap anak; dan 3) bila frekuensi gen mutan
di populasi rendah, kemungkinan besar penderita kelainan (proband) adalah produk dari
pernikahan antar kerabat.

142 Genetika Manusia


GENETIKA MANUSIA

Gambaran umum kelainan resesif autosom:


• Ekspresi kelainan cenderung lebih seragam dibandingkan kelainan dominan autosom.
• Complete penetrance (sifat muncul sesuai dengan profil genetik) umum terjadi.
• Onset umumnya pada usia muda.
• Mutasi baru jarang dapat dideteksi secara klinis karena orang yang terkena adalah
heterozigot yang tidak memperlihatkan gejala klinis, setelah beberapa generasi barulah
individu heterozigot menikah dengan individu heterozigot lainnya dan mempunyai
keturunan yang menderita kelainan.
• Mutasi yang memengaruhi protein berupa enzim terjadi dalam banyak kasus. Pada
heterozigot, jumlah enzim yang normal sama dengan jumlah enzim yang defektif dan
kondisi itu masih memungkinkan untuk enzim berfungsi normal.

2.1.3 Kelainan Terpaut X


Semua kelainan terpaut seks adalah terpaut X. Sebagian besar kelainan terpaut X adalah
resesif dengan karakteristik sbb:
• Kelainan ditransmisikan oleh ibu yang karier heterozigot hanya pada anak laki-laki.
• Perempuan heterozigot jarang mengekspresikan perubahan fenotipik karena mereka
mempunyai pasangan alel normal; meskipun satu kromosom X dinonaktifkan secara
acak, sel-sel dengan alel normal memegang peranan.
• Penderita laki-laki tidak mentransmisikan kelainan kepada anak laki-lakinya, namun
semua anak perempuannya adalah karier. Anak laki-laki dari ibu heterozigot mempunyai
50% kemungkinan menerima gen mutan.

2.2 Penyakit yang Disebabkan oleh Mutasi pada Gen Pengkode Protein Struktural
2.2.1 Sindrom Marfan
• Sindrom Marfan disebabkan mutasi gen FBN1 yang mengkode fibrillin. Fibrillin
dibutuhkan untuk integritas struktural jaringan ikat.
• Jaringan utama yang mengalami kelainan adalah rangka, mata, dan sistem kardiovaskuler.
• Gambaran klinis meliputi postur tinggi, jari-jari panjang, subluksasi bilateral lensa,
prolaps katup mitral, aneurism aorta, dan diseksi aorta.
• Uji klinik dengan obat-obatan yang menghambat pensinyalan TGF-β seperti angiotensin
receptor blockers sedang berlangsung. Obat tersebut memperbaiki fungsi aorta dan
jantung pada model tikus.

Genetika Manusia 143


GENETIKA MANUSIA

2.2.2 Sindrom Ehlers-Danlos-


• Terdapat enam varian sindrom Ehlers-Danlos dengan karakteristik gangguan pada
sintesis atau perakitan kolagen. Heterogenitas klinis dari sindrom ini disebabkan
kelainan dapat disebabkan oleh gen-gen kolagen yang berbeda. Ada yang diwariskan
dengan pola dominan autosom, ada pula yang dengan resesif autosom.A
• Gambaran klinis sindrom ini adalah kulit yang rapuh, dapat memanjang secara
berlebihan, rentan terhadap trauma, sendi tidak stabil, luka sulit sembuh, dan ruptur
pada kolon, kornea, atau arteri-arteri besar. nlos Syndromes
2.3 Penyakit yang Disebabkan oleh Mutasi pada Gen Pengkode Protein Reseptor
atau Channel
2.3.1 Familial Hypercholesterolemia
Familial hypercholesterolemia (FH) adalah kelainan Mendelian yang paling sering
ditemukan, frekuensi untuk kondisi heterozigot adalah 1 di antara 500 orang. Kelainan ini
disebabkan mutasi pada gen LDLR yang mengkode reseptor untuk low-density lipoprotein
(LDL).
Mutasi itu menyebabkan transpor antar sel dan katabolisme LDL terganggu yang
mengakibatkan akumulasi kolesterol LDL dalam plasma. Selain itu, tidak adanya reseptor-
reseptor LDL di sel-sel hati juga menyebabkan gangguan transpor intermediate-density
lipoprotein (IDL) ke dalam hati sehingga proporsi IDL plasma lebih banyak dikonversi
menjadi LDL. Pasien dengan FH mengalami level kolesterol di serum yang berlebih
sebagai gabungan dari penurunan katabolisme dan biosintesis yang berlebihan. Terdapat
tanda peningkatan transpor kolesterol ke monosit-makrofag dan dinding pembuluh darah
berupa xanthoma di kulit dan aterosklerosis dini.
FH adalah penyakit dominan autosom. Individu heterozigot mengalami 2-3 kali
peningkatan tingkat kolesterol, sedangkan homozigot hingga 5 kali. Meskipun tingkat
kolesterol pasien meningkat sejak lahir, individu heterozigot tidak merasakan gejala
hingga dewasa saat terjadi deposit kolesterol (xanthoma) di tendon dan aterosklerosis
dini menyebabkan penyakit jantung koroner. Individu homozigot mengalami penyakit
yang lebih parah, xanthoma di kulit berkembang selama masa kanak-kanak dan sering
mengalami kematian karena infark miokardial sebelum berumur 20 tahun.
Terdapat 900 mutasi yang berbeda pada gen reseptor LDL yang dapat dibagi menjadi
lima ketegori. Mutasi kelas I tidaklah umum terjadi yaitu sintesis reseptor sama sekali
tidak terjadi. Mutasi kelas II adalah yang umum terjadi, transpor reseptor dari retikulum
endoplasma ke aparatus Golgi terganggu karena kerusakan pada pelipatan protein reseptor.
Mutasi kelas III menghasilkan reseptor yang ditranspor ke permukaan sel, namun tidak
dapat berikatan dengan LDL. Pada mutasi kelas IV reseptor gagal untuk masuk ke clathrin
pits setelah berikatan dengan LDL, dan mutasi kelas V mengkode reseptor yang berikatan
dengan LDL dan masuk ke dalam sel, tetapi terperangkap di endosom karena disosiasi
antara reseptor dan LDL yang terikat tidak terjadi. Penemuan peran penting reseptor LDL
144 Genetika Manusia
GENETIKA MANUSIA

dalam homeostatis kolesterol (Gambar 1) telah memandu pada desain rasional obat-obatan
dari keluarga statin yang saat ini digunakan secara luas untuk menurunkan kolesterol
plasma. Obat-obatan tersebut menghambat aktivitas HMG-CoA reduktase dan mendorong
sintesis reseptor LDL.

Gambar 1. Jalur Reseptor LDL dan Regulasi Metabolisme Kolesterol. Tiga


fungsi pengaturan dari kolesterol intrasel bebas: 1) sintesis kolesterol ditekan
melalui penghambatan HMG-CoA reduktase, 2) merangsang penyimpanan
kolesterol berlebih sebagai ester, dan 3) penghambatan sintesis reseptor LDL.

Genetika Manusia 145


GENETIKA MANUSIA

2.3.2 Cystic Fibrosis


Insidensi penyakit cystic fibrosis (CF) di Amerika Serikat adalah 1 di antara 3.200 bayi
lahir hidup sehingga CF adalah penyakit genetik letal yang paling sering ditemukan pada
populasi orang kulit putih. Insidensi kelainan ini rendah di Asia yaitu 1 di antara 31.000
bayi lahir hidup. CF ditransmisikan melalui pola resesif autosom dan tidak memengaruhi
individu karier heterozigot.
CF disebabkan mutasi pada gen CF transmembrane conductance regulator (CFTR)
yang berada pada lokus kromosom 7q31.2. CFTR mengkode pembentukan protein
channel untuk transpor klorida. Kelainan pada transpor ion klorida di epitel memengaruhi
sekresi cairan di kelenjar-kelenjar eksokrin dan lapisan epitel di saluran respiratori,
gastrointestinal, dan reproduksi. Kondisi tersebut menghasilkan konsentrasi garam
tinggi di keringat dan sekresi yang kental di saluran pernafasan dan gastrointestinal.
Mutasi CFTR (ΔF508) dapat menyebabkan gejala penyakit yang parah dengan gangguan
multisistem, mutasi lainnya menyebabkan penyakit dengan tingkat keparahan penyakit
yang lebih ringan. Komplikasi kardiopulmonari adalah penyebab kematian tersering pada
pasien CF, terutama yang resisten Pseudomonas. Bronchiectasis dan gagal jantung kanan
adalah penyakit lanjutan dalam jangka panjang. Gangguan pankreas sangat sering terjadi.
Infertilitas karena ketiadaan vas deferens sejak lahir adalah karakteristik yang ditemukan
pada pasien CF dewasa. Frekuensi penyakit hati, termasuk cirrhosis, meningkat karena
keberlangsungan hidup pada pasien CF ditingkatkan.

2.4 Penyakit yang Disebabkan oleh Mutasi pada Gen Pengkode Protein Enzim
2.4.1 Phenylketonuria n
• Phenylketonuria (PKU) adalah kelainan resesif autosom karena kekurangan enzim
fenilalanin hidroksilase yang menyebabkan ketidakmampuan untuk memetabolisme
fenilalanin menjadi tirosin.
• Saat metabolisme fenilalanin tidak dapat dilakukan, fenilalanin yang berlebihan dan
metabolitnya disekresikan melalui urin dan keringat yang menyebabkan mousy odor
pada pasien.
• Sekitar 600 alel mutan pada gen fenilalanin hidroksilase telah diidentifikasi.
• Gambaran klinis PKU yang tidak ditangani adalah retardasi mental yang parah, kejang,
penurunan pigmentasi kulit. Kondisi tersebut dapat dihindari dengan membatasi asupan
fenialanin dalam makanan.
• Pasien perempuan dengan pengaturan diet yang tidak berlanjut dapat melahirkan anak
yang mengalami malformasi dan kerusakan neurologis akibat penerimaan metabolit
fenilalanin melalui plasenta.

146 Genetika Manusia


GENETIKA MANUSIA

2.4.2 Galactosemia
• Galactosemia adalah kelainan metabolisme galaktosa yang diwariskan secara resesif
autosom pada 1 dari 60.000 bayi lahir hidup.
• Galactosemia disebabkan kekurangan enzim galactose-1-phosphate uridyltransferase
(GALT) yang berperan dalam konversi galaktosa menjadi glukosa.
• Kondisi tersebut menyebabkan galactose-1-phosphate dan metabolit lainnya
berakumulasi di hati, limpa, lensa mata, ginjal, dan korteks serebral.
• Gambaran klinisnya adalah jaundice, kerusakan hati, katarak, kerusakan syaraf, muntah
dan diare, serta sepsis karena E. coli. Diet dengan restriksi galaktosa dapat mencegah
komplikasi yang lebih parah.

2.4.3 Penyakit-penyakit Lysosomal Storage


• Lisosom adalah sistem pencernaan di dalam sel, mengandung berbagai enzim
hidrolitik yang terlibat dalam pemecahan substrat kompleks seperti spingolipid dan
mukopolisakarida menjadi produk akhir yang dapat larut. Pada kelainan genetik berupa
kekurangan enzim lisosom, terjadi akumulasi metabolit yang terdegradasi sebagian dan
tidak dapat larut dalam lisosom.
• Sekitar 40 penyakit lysosomal storage telah diidentifikasi.
• Ciri-ciri sebagian besar penyakit pada kelompok penyakit ini:
- ditransmisikan secara resesif autosom
- populasi pasien adalah bayi dan anak-anak
- penyimpanan intermediet yang tidak larut dalam sistem fagosit mononuklear
menyebabkan hepatomegali
- melibatkan sistem saraf pusat yang berkaitan dengan kerusakan syaraf
- disfungsi seluler tidak hanya disebabkan materi yang tidak tercerna, namun juga oleh
peristiwa-peristiwa sekunder yang mengikutinya, misalnya aktivasi makrofag dan
pelepasan sitokin.
• Penyakit Tay-Sachs disebabkan ketidakmampuan memetabolisme GM2 gangliosides
karena kekurangan subunit β lisosomal heksosaminidase. GM2 gangliosides
berakumulasi di sistem saraf pusat dan menyebabkan retardasi mental yang parah,
kebutaan, kelemahan motorik, dan kematian di usia 2-3 tahun.
• Penyakit Niemann-Pick tipe A dan B disebabkan oleh defisiensi spingomielinase. Tipe A
adalah varian yang lebih parah, akumulasi spingomielin di sistem syaraf menyebabkan
kerusakan neuron. Lipid juga disimpan di fagosit dalam hati, limpa, sumsum tulang,
dan nodus limf yang menyebabkan organ-organ tersebut membesar. Pada tipe B, tidak
terjadi kerusakan neuron.
• Penyakit Niemann-Pick tipe C disebabkan oleh gangguan transpor kolesterol dan
akumulasi kolesterol dan gangliosida di sistem syaraf. Penderita anak-anak mengalami
ataxia, dysarthria, dan regresi psikomotorik.
• Penyakit Gaucher disebabkan kekurangan enzim lisosomal glukoserebrosidase dan
Genetika Manusia 147
GENETIKA MANUSIA

akumulasi glukoserebrosidase dalam sel-sel fagosit mononuklear. Pada tipe tersering


yaitu tipe I, fagosit membesar (sel Gaucher) dan berakumulasi di hati, limpa, dan
sumsum tulang menyebabkan hepatosplenomegali dan erosi tulang. Tipe II dan III
dikarakterisasi oleh gangguan neurologis.
• Mukopolisakaridosis (MPS) terjadi akibat akumulasi mukopolisakarida di hati,
limpa, jantung, pembuluh darah, otak, kornea, dan persendian. Manifestasi sindrom
Hurler (MPS tipe I) adalah gangguan kornea, deposit di arteri dan katup jantung, serta
kematian di masa kanak-kanak. Kondisi klinis penderita sindrom Hunter (MPS tipe II)
lebih ringan.
2.4.4 Penyakit-penyakit Glycogen Storage (Glycogenoses)
Defisiensi enzim yang terlibat dalam sintesis atau degradasi glikogen dapat
mengakibatkan akumulasi glikogen atau glikogen abnormal di berbagai jaringan. Jenis
glikogen yang disimpan, lokasi intrasel, dan distribusi jaringan tergantung enzim spesifik
yang mengalami defisiensi. Glikogen biasanya disimpan di sitoplasma dan kadang-kadang
dalam nukleus. Sebagian besar glycogenoses diwariskan sebagai penyakit resesif autosom,
sering disebut sebagai sindrom “missing enzyme”.
Pada jenis hepatik (penyakit von Gierke), sel-sel hati menyimpan glikogen karena
kekurangan glukosa-6-fosfatase. Terdapat beberapa jenis miopatik, termasuk penyakit
McArdle yang terjadi karena kekurangan fosforilase otot sehingga terjadi penyimpanan
glikogen di otot skelet dan kejang otot setelah olahraga. Salah satu varian yaitu
penyakit Pompe adalah suatu penyakit lysosomal storage karena enzim acid maltase
di lisosom tidak ada/kurang. Pada penyakit Pompe semua organ terpengaruh, namun
jantung yang terutama.
2.5 Penyakit yang Disebabkan oleh Mutasi pada Gen Pengkode Protein yang
Mengatur Pertumbuhan Sel
Terdapat dua kelas gen yang meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel normal yaitu
protoonkogen dan tumor supressor gene (gen penekan tumor). Mutasi yang terjadi pada
gen-gen tersebut biasanya pada sel-sel somatik dan terlibat dalam patogenesis tumor. Pada
sekitar 5% hingga 10% dari semua kanker, terjadi mutasi pada gen-gen penekan tumor yang
ada di semua sel di tubuh, termasuk sel-sel germa yang kemudian dapat ditransmisikan
kepada keturunannya.

3. Kelainan Multigen Kompleks


Kelainan multigen kompleks yang juga disebut kelainan multifaktorial atau poligenik
disebabkan interaksi antara gen-gen dan faktor-faktor lingkungan. Varian genetik yang
minimal mempunyai dua alel dan terjadi pada minimal 1% populasi disebut dengan
polimorfisme. Kelainan multigen kompleks terjadi ketika banyak polimorfisme, masing-
masing dengan efek yang rendah diwariskan bersamaan. Dua fakta penting dari studi
148 Genetika Manusia
GENETIKA MANUSIA

kelainan kompleks yang banyak terjadi seperti diabetes tipe 1 adalah:


• Kelainan kompleks adalah hasil dari pewarisan kolektif dari banyak polimorfisme
dan polimorfisme yang berbeda mempunyai signifikansi yang bervariasi. Contoh:
20 hingga 30 gen terlibat dalam diabetes tipe 1, sebanyak 6 atau 7 di antaranya adalah
gen yang paling penting, dan beberapa alel HLA yang berkontribusi terhadap lebih
dari 50% risiko.
• Beberapa polimorfisme biasa terjadi pada banyak penyakit dengan tipe yang sama,
namun sejumlah polimorfisme lainnya spesifik terhadap penyakit tertentu. Hal ini
terjadi pada penyakit imun yang dimediasi inflamasi.

Beberapa karakteristik fenotip normal terbentuk oleh pewarisan multigen, misalnya


warna rambut, warna mata, warna kulit, tinggi badan, dan intelegensia. Karakteristik itu
dikenal sebagai quantitative trait loci [QTLs]. Lingkungan ternyata mengubah ekspresi
fenotip dari sifat tersebut secara signifikan. Contoh: pada diabetes melitus tipe 2, sering
penderita pertama kali mengalami manifestasi klinis setelah berat badannya bertambah.
Obesitas seperti halnya pengaruh lingkungan lainnya memunculkan sifat genetik diabetes.

4. Kelainan Sitogenetik
Diperkirakan 1 dari 200 bayi lahir dengan abnormalitas kromosom. Angka yang lebih
tinggi terjadi pada fetus yang tidak bertahan hidup. Sekitar 50% fetus yang mengalami
aborsi spontan pada trimester awal mengalami abnormalitas kromosom. Kelainan
sitogenetik dapat terjadi akibat perubahan pada struktur kromosom dan memengaruhi
kromosom autosom atau kromosom seks.
Pembuatan kariotipe adalah metode yang sangat penting bagi ahli sitogenetik.
Kariotipe adalah foto dari kromosom metafase yang diwarnai dan disusun (Gambar 2).
Pewarnaan Giemsa untuk teknik G-banding adalah pewarnaan yang sering digunakan
untuk melihat adanya pola gelap dan terang dengan pola yang khas untuk setiap kromosom.
Oleh karena itu setiap kromosom dapat diidentifikasi dan abnormalitas pada struktur
kromosom dapat dideteksi.

Genetika Manusia 149


GENETIKA MANUSIA

Gambar 2. Kariotipe G-banding dari Laki-laki Normal (46, XY).


Juga ditunjukkan pola banding dari kromosom X dengan nomenklatur lengan,
regio, pita, dan subpita.

4.1 Abnormalitas Jumlah Kromosom


Jumlah kromosom pada manusia adalah 46 (2n=46). Kelipatan dari jumlah haploid
(n) disebut euploid, sedangkan jumlah yang bukan kelipatan n disebut aneuploid. Jumlah
kromosom poliploidi (misalnya 3n atau 4n) menyebabkan aborsi spontan. Penyebab
aneuploidi adalah nondisjunction pada pasangan kromosom homolog saat pembelahan
meiosis pertama atau kegagalan sister kromatid untuk berpisah selama pembelahan
meiosis kedua.
Kegagalan sister kromatid untuk berpisah juga dapat terjadi selama mitosis dari sel-sel
somatis sehingga dihasilkan dua sel aneuploid. Kegagalan kromosom-kromosom homolog
untuk berpasangan juga menjadi penyebab aneuploidi. Ketika nondisjunction terjadi saat
meiosis, gamet yang terbentuk mempunyai kromosom ekstra (n-1) atau kekurangan 1
kromosom (n-1). Fertilisasi dari gamet-gamet tersebut menghasilkan dua jenis zigot yaitu
trisomi dengan kromosom ekstra (2n+1) atau monosomi (2n-1). Zigot dengan monosomi
pada autosom tidak akan bertahan hidup, sedangkan zigot trisomi pada autosom dan
monosomi pada kromosom seks dapat bertahan hidup.

150 Genetika Manusia


GENETIKA MANUSIA

Kondisi-kondisi tersebut berkaitan dengan tingkat abnormalitas fenotip yang


bervariasi. Mosaicism adalah istilah untuk menggambarkan dua atau lebih populasi sel
dengan kromosom berbeda pada individu yang sama. Nondisjunction pada mitosis
postzigot akan menghasilkan sel anak yang trisomi dan monosomi, keturunan dari sel-sel
tersebut menghasilkan mosaik. Mosaicism sering terjadi pada kromosom seks, tapi tidak
pada autosom.

4.2 Abnormalitas Struktur Kromosom


Perubahan struktur pada kromosom biasanya merupakan hasil dari kerusakan kromosom
dikuti dengan kehilangan atau pengaturan ulang materi kromosom. Perubahan biasanya
ditunjukkan menggunakan simbol p (Perancis: petit) yang menandakan lengan pendek dari
kromosom, dan q menandakan lengan panjang. Setiap lengan dibagi menjadi regio yang
diberi nomor (1, 2, 3, dst) dari sentromer ke arah luar, dan dalam setiap regio terdapat pita-
pita yang diberi nomor secara berurutan (Gambar 2). 2q34 mengindikasikan kromosom 2,
lengan panjang, regio 3, pita 4.
Pola pengaturan kembali kromosom setelah kerusakan:
• Translokasi yaitu pemindahan suatu bagian kromosom ke kromosom lain. Proses ini
biasanya resiprokal. Translokasi ditunjukkan dengan lambang t diikuti oleh kromosom-
kromosom dalam urutan nomor. Contoh: 46,XX, t(2;5)(q31;p14). Notasi tersebut
mengindikasikan translokasi resiprokal yang melibatkan lengan panjang dari kromosom
3 pada regio 3, pita 1 dan lengan pendek dari kromosom 5, regio 1, pita 4. Pola spesial
dari translokasi melibatkan dua kromosom akrosentrik disebut centric fusion type atau
translokasi robertsonian. Patahan terjadi dekat sentromer, memengaruhi lengan pendek
kedua kromosom. Pemindahan segmen menghasilkan satu kromosom yang sangat
besar dan satu kromosom yang sangat kecil. Fragmen yang pendek kemudian hilang
dan sel hanya mempunyai 45 kromosom.
• Isokromosom dihasilkan ketika sentromer terbelah secara horisontal. Salah satu lengan
hilang dan lengan yang tersisa berduplikasi sehingga menghasilkan kromosom dengan
dua lengan pendek atau dua lengan panjang. Isokromosom yang umum ditemukan
pada kelahiran hidup adalah pada lengan panjang kromosom X, disingkat i(Xq).
Ketika fertilisasi terjadi antara gamet isokromosom dengan gamet yang mengandung
kromosom X normal, dihasilkan monosomi untuk gen-gen pada Xp dan trisomi untuk
gen-gen pada Xq.
• Delesi melibatkan hilangnya bagian kromosom. Patahan tunggal dapat menghilangkan
segmen terminal. Dua patahan dengan segmen proksimal dan distal yang tersambung
kembali menyebabkan segmen di antar kedua patahan hilang. Fragmen tanpa sentromer
hampir tidak pernah bertahan sehingga banyak gen hilang.
• Inversi terjadi ketika terjadi dua patahan pada sebuah kromosom dan segmen di
antaranya menempel kembali setelah berputar 180◦.

Genetika Manusia 151


GENETIKA MANUSIA

• Kromosom cincin adalah varian dari delesi. Setelah kehilangan segmen di setiap ujung
kromosom, kedua lengan bergabung membentuk cincin.

4.3 Kelainan Kromosom


• Kelainan kromosom berkaitan dengan ketiadaan (delesi, monosomi), kelebihan
(trisomi), atau pengaturan abnormal (translokasi) kromosom.
• Secara umum, hilangnya materi kromosom menyebabkan gangguan yang lebih parah
dibandingkan kelebihan materi kromosom.
• Materi kromosom yang berlebihan dapat diperoleh dari kromosom lengkap (seperti
pada trisomi) atau dari bagian kromosom (seperti pada translokasi robertsonian).
• Ketidakseimbangan (kelebihan atau kekurangan) pada kromosom seks dapat ditoleransi
dengan lebih baik dibandingkan pada autosom.
• Kelainan kromosom seks sering menyebabkan abnormalitas yang tidak nampak jelas,
kadang-kadang tidak terdeteksi saat lahir. Infertilitas sebagai manifestasi umum tidak
dapat didiagnosis sebelum masa dewasa.
• Pada banyak kasus, kelainan kromosom adalah hasil dari perubahan de novo (baru
dialami oleh penderita, orang tua normal, dan risiko kelainan yang sama terjadi pada
saudara kandung rendah).

4.4 Kelainan Sitogenetik pada Autosom


Tiga trisomi autosom (21, 18, dan 13) dan satu sindrom delesi (sindrom cri du chat) yang
disebabkan delesi parsial dari lengan pendek kromosom 5 adalah abnormalitas kromosom
yang pertama kali diidentifikasi. Sejumlah kelainan sitogenetik jarang ditemukan, namun
trisomi 21 dan delesi 22q11.2 termasuk penyakit dengan frekuensi yang cukup sering
ditemukan di populasi.

152 Genetika Manusia


GENETIKA MANUSIA

Gambar 3. Gambaran Klinis dan Kariotipe dari Tiga Trisomi Autosom

4.4.1 Trisomi 21 (Sindrom Down)


Sindrom Down adalah kelainan kromosom yang paling sering ditemukan. Sekitar
95% penderita mempunyai trisomi 21 dengan jumlah kromosom 47 buah. Penyebab
utama trisomi adalah nondisjunction saat meiosis. Orang tua penderita memiliki kariotipe
normal. Usia ibu berpengaruh kuat terhadap insidensi sindrom Down. Kelainan ini terjadi
pada 1 dari 1.550 bayi lahir hidup dari ibu berusia di bawah 20 tahun, kontras dengan
jumlah 1 dari 25 pada wanita lebih dari 45 tahun. Hal ini memunculkan pemikiran bahwa
nondisjunction kromosom 21 saat meiosis terjadi di ovum.

Genetika Manusia 153


GENETIKA MANUSIA

Pada 4% pasien trisomi 21, materi kromosom ekstra tidak muncul sebagai kromosom
ekstra tetapi sebagai translokasi dari lengan panjang kromosom 21 ke kromosom 22 atau
14. Kondisi ini sering diwariskan, kromosom yang ditranslokasikan diwariskan dari salah
seorang orang tua yang adalah karier translokasi robertsonian. Kurang lebih 1% pasien
dengan trisomi 21 adalah mosaik, biasanya campuran dari sel-sel dengan kromosom 46 dan
47. Kasus ini hasil dari nondisjunction kromosom 21 selama tahap awal embriogenesis.
Gambaran klinis yang digunakan untuk diagnosis kelainan ini adalah profil wajah yang
datar, fisura palpebra miring, dan terdapat lipatan epicanthus. Penderita sindrom Down
mengalami retardasi mental, sekitar 80% pasien mempunyai IQ 25 hingga 50. Penderita
juga mengalami malformasi jantung, risiko leukemia dan terkena infeksi meningkat, dan
perkembangan dini penyakit Alzheimer. Terlepas dari semua masalah di atas, perawatan
medis dapat meningkatkan usia harapan hidup penderita sindrom Down.
Dua gen kandidat pada kromosom 21 yang berkaitan dengan sindrom Down adalah
DYRK1 yang mengkode serintreonin kinase dan RCAN1 yang mengkode calcineurin
penghambat enzim fosfatase.

4.4.2 22q11.2 Deletion Syndrome


Delesi gen-gen pada lokus kromosom 22q11.2 menyebabkan malformasi yang
memengaruhi wajah, jantung, timus, dan paratiroid. Kelainan dikenal sebagai 1) sindrom
DiGeorge (hipoplasia timus dengan imunitas sel T yang hilang dan hipoplasia paratiroid
dengan hipokalsemia) dan 2) sindrom velocardiofacial (penyakit jantung bawaan,
dismorfisme wajah, dan perkembangan yang terlambat).
ytogenetic Disorders Involving Autosomes
4.5 Kelainan Sitogenetik pada Kromosom Seks
Sejumlah kariotipe abnormal melibatkan kromosom seks, mulai dari 45, X hingga 49,
XXXXY. Laki-laki normal dengan dua dan bahkan tiga kromosom Y telah diidentifikasi.
Kondisi tersebut berkaitan dengan dua faktor: 1) lyonization kromosom X dan 2) sejumlah
kecil informasi genetik yang dibawa oleh kromosom Y. Mary Lyon pada tahun 1962
mengemukakan bahwa hanya satu kromosom X yang aktif secara genetis pada perempuan.
Inaktivasi X terjadi pada awal kehidupan fetus, sekitar 16 hari setelah konsepsi, kromosom
X paternal atau maternal diinaktifkan secara acak di dalam sel-sel pada embrio. Sekali
diinaktifkan, kromosom X tersebut tetap netral secara genetis pada semua keturunan sel.
Hanya satu kromosom X yang diinaktifkan sehingga pada perempuan 48, XXXX hanya
satu kromosom X yang aktif. Fenomena ini menjelaskan mengapa perempuan normal
tidak memiliki ciri fenotip yang dikode kromosom X dengan dosis ganda (dibandingkan
dengan laki-laki).
Studi baru menunjukkan bahwa terdapat modifikasi terhadap hipotesis Lyon, 21% gen
pada Xp dan 3% pada Xq tidak mengalami inaktivasi. Hal ini berimplikasi pada kelainan
kromosom X atau sindrom Turner.

154 Genetika Manusia


GENETIKA MANUSIA

Kromosom Y berlebih ditoleransi karena hanya informasi yang dibawa oleh kromosom
Y berkaitan dengan diferensiasi laki-laki. Berapapun jumlah kromosom X, keberadaan
Y menentukan fenotip laki-laki. Gen untuk diferensiasi laki-laki (SRY, sex-determining
region of Y chromosome) berlokasi pada lengan pendek dari kromosom Y.

4.5.1 Sindrom Klinefelter


Sindrom Klinefelter adalah hipogonadisme yang terjadi saat terdapat minimal dua
kromosom X dan satu atau lebih kromosom Y. Sebagian besar penderita sindrom ini
memiliki kariotipe 47,XXY. Kondisi itu karena nondisjunction kromosom seks selama
meiosis. Kromosom X ekstra dapat berasal dari maternal atau paternal. Usia ibu yang
lanjut dan sejarah radiasi pada orang tua dapat berkontribusi terhadap kesalahan meiosis
yang menyebabkan kondisi ini. Sekitar 15% pasien memerlihatkan pola mosaik, termasuk
46,XY/47,XXYdan 47,XXY/48,XXXY.
Sindrom Klinefelter mempunyai manifestasi klinis dengan rentang yang lebar. Sejumlah
penderita hanya mengalami hipogonadisme, tetapi sebagian besar pasien memiliki lengan
dan kaki yang lebih panjang dibandingkan orang normal. Karakteristik lainnya adalah
atropi testis, sterilitas, pengurangan rambut tubuh, ginekomastia, dan eunuchoid body.
Sindrom Klinefelter adalah penyebab tersering sterilitas pada pria. Meskipun sindrom
Klinefelter berkaitan dengan retardasi mental, namun tingkat keparahannya rendah dan
kadang tidak terdeteksi. Reduksi intelegensi berkaitan dengan jumlah kromosom X.

4.5.2 Sindrom Turner


Insidensi sindrom Turner adalah 1 dari 3.000 kelahiran bayi perempuan. Sindrom ini
dikarakterisasi oleh hipogonadisme pada fenotip perempuan yang disebabkan monosomi
sebagian atau komplit pada lengan pendek kromosom X. 57% pasien memiliki kariotipe
45,X. Pasien-pasien tersebut mengalami kelainan yang paling parah dan diagnosis
dapat dilakukan saat bayi dilahirkan atau saat masih kecil. Gambaran klinisnya adalah
retardasi mental, pendek abnormal, pembengkakan di tengkuk karena penggembungan
saluran limfa pada anak dan lipatan di leher pada anak yang sudah lebih tua, garis rambut
posterior yang rendah, cubitus valgus (peningkatan sudut lengan ketika mengangkat suatu
objek), shieldlike chest dengan puting susu yang letaknya berjauhan, high-arched palate;
limfedema pada tangan dan kaki, serta malformasi kongenital seperti horseshoe kidney,
katup aorta bikuspid, dan coarctation of the aorta. Abnormalitas kardiovaskuler adalah
penyebab utama kematian pada masa kanak-kanak. Pada masa pubertas, karakteristik
seks sekunder pada pasien perempuan gagal berkembang, perkembangan payudara
minimal, dan hanya sedikit rambut pada organ genital. Sebagian pasien menderita
amenorrhea primer. Status mental pasien normal, namun dapat mengalami kelainan ringan
dalam nonverbal dan pemrosesan informasi visual-spatial. 50% dari pasien mengalami
hipertiroidisme klinis.

Genetika Manusia 155


GENETIKA MANUSIA

43% pasien sindrom Turner memiliki kariotipe mosaik (45,X/46,XX) atau mempunyai
abnormalitas struktur pada kromosom X. Paling umum adalah delesi pada lengan pendek
yang menghasilkan isokromosom di lengan panjang yaitu 46,X,i(X)(q10). Abnormalitas
pada struktur kromosom X lainnya adalah 46,XXq–, 46,XXp–, dan 46,X, r(X). Berbeda
dengan pasien dengan monosomi X, pasien mosaik atau varian delesi mempunyai
penampilan yang hampir normal dan gejala yang muncul hanya amenorrhea primer.
Kedua kromosom X aktif selama oogenesis dan berperan penting untuk perkembangan
ovarium normal. Selama perkembangan fetus normal, ovarium mengandung 7 juta oosit.
Oosit secara bertahap menghilang sehingga saat menarche jumlah telah menyusut menjadi
hanya 400.000, dan ketika menopause terjadi masih terdapat oosit kurang dari 10.000.
Pada sindrom Turner, ovarium fetus berkembang normal pada tahap awal embriogenesis,
namun ketiadaan salah satu kromosom X mempercepat hilangnya oosit hingga usia 2
tahun. Ovarium mengalami atropi menjadi jaringan berserabut tanpa ovum dan folikel.
Salah satu gen yang berkaitan dengan sindrom Turner adalah gen short stature homeobox
(SHOX) pada Xp22.23. Gen tersebut adalah salah satu gen yang tetap aktif di kedua
kromosom X dan mempunyai homolog yang aktif pada lengan pendek dari kromosom Y.
Laki-laki maupun perempuan normal mempunyai dua kopi dari gen ini. Satu kopi SHOX
menyebabkan perawakan pendek. Demikian pula, delesi gen SHOX terjadi pada 2-5%
anak normal dengan perawakan pendek. Gambaran klinis lainnya seperti malformasi
jantung dan kelainan endokrin tidak dapat dijelaskan oleh kelainan pada gen ini, namun
oleh sejumlah gen-gen lain yang terletak pada kromosom X.

5. Kelainan Gen Tunggal dengan Pola Pewarisan yang Atypical


(tidak mengikuti aturan Mendel)
5.1 Mutasi Pengulangan Triplet: Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X adalah prototipe penyakit yang disebabkan mutasi karena pengulangan
berulang kali tiga buah nukleotida (triplet). Penyakit lainnya dengan penyebab yang
sama adalah penyakit Huntington dan distrofi miotonik. Saat ini diketahui sekitar 40
penyakit termasuk ke dalam tipe mutasi pengulangan triplet dan semua berkaitan dengan
neurodegeneratif.
Sindrom fragile X diakibatkan oleh mutasi pada gen FMR1 yang berada pada Xq27.3.
Dengan frekuensi 1 dari 1.550 untuk penderita laki-laki dan 1.8000 untuk penderita
perempuan, sindrom fragile X adalah penyebab kedua penyakit retardasi mental setelah
sindrom Down. Fenotip fisik berupa wajah panjang dengan mandibula besar, telinga besar,
dan testis besar (macroorchidism). Kelainan tersebut tidak selalu ada/terlihat, ciri fisik
yang jelas pada 90% laki-laki setelah pubertas adalah macroorchidism.

156 Genetika Manusia


GENETIKA MANUSIA

Terdapat sejumlah pola transmisi yang berbeda dengan kelainan resesif terkait
X lainnya:
• Laki-laki karier: 20% laki-laki membawa mutasi fragile X (analisis silsilah dan
uji molekuler), tetapi normal (secara klinis dan sitogenetik). Laki-laki karier ini
mentransmisikan sifat melalui semua anak perempuannya (normal) kepada cucunya.
• Perempuan penderita: 30-50% perempuan karier adalah penderita (retardasi mental).
• Antisipasi: gejala klinis memburuk pada generasi berikutnya. Pada populasi normal,
jumlah pengulangan urutan CGG pada gen FMR1 sekitar 29, sedangkan pada penderita
200-4.000 pengulangan yang disebut mutasi penuh. Mutasi penuh terjadi melalui tahap
intermediet yaitu premutasi yang dikarakterisasi oleh 52 hingga 200 pengulangan.
Laki-laki dan perempuan karier memiliki premutasi. Selama oogenesis (tetapi tidak
spermatogenesis), premutasi dapat dikonversi menjadi mutasi penuh melalui amplifikasi
pengulangan CGG. Hal ini menjelaskan mengapa laki-laki karier normal, tetapi sebagian
perempuan karier adalah penderita.

Sindrom fragile X berkaitan dengan silencing produk dari gen FMR1 yaitu familial
mental retardation protein (FMRP). Gen FMR1 normal mengandung pengulangan CGG
pada daerah 5’ yang tidak ditranslasikan. Ketika jumlah pengulangan trinukleotida dalam
gen FMR1 lebih dari 230, DNA dari keseluruhan daerah 5’ dari gen dimetilasi secara
abnormal. Metilasi menyebabkan transkripsi dari FMR1 tidak dapat berlangsung dan FMRP
tidak diproduksi. FMRP ada di berbagai jaringan normal, tetapi lebih banyak ditemukan di
otak dan testis. FMRP ditranspor dari sitoplasma ke nukleus, lalu berikatan dengan mRNA
spesifik dan ditranspor ke akson dan dendrit. Di dalam sinaps, kompleks FMRP-mRNA
meregulasi translasi mRNA spesifik. Tidak adanya FMRP menjadi penyebab sindrom
fragile X.
Selain sindrom fragile X, beberapa penyakit neurogeneratif berkaitan pula dengan
pengulangan triplet yang melibatkan beberapa kondisi:
• Fungsi gen berubah karena pertambahan pengulangan nukleotida, tetapi
ambang premutasi dikonversi menjadi mutasi penuh berbeda di antara kelainan-
kelainan tersebut.
• Berbeda dari sindrom fragile X, konversi premutasi menjadi mutasi penuh pada penyakit
Huntington terjadi selama spermatogenesis.
• Pertambahan pengulangan terjadi pada daerah yang tidak ditranslasikan pada sindrom
fragile X, namun terjadi di daerah pengkode pada penyakit Huntington. Saat mutasi
memengaruhi daerah non pengkode, ini adalah “kehilangan fungsi” karena sintesis
protein ditekan, misalnya FMRP. Sebaliknya, mutasi yang melibatkan bagian yang
ditranslasikan dari gen menghasilkan protein abnormal disebut toxic gain-of-function
mutations, misalnya pengulangan CAG yang mengkode poliglutamin di sistem
syaraf (Huntington).

Genetika Manusia 157


GENETIKA MANUSIA

5.2 Mutasi pada Gen Mitokondria


Mitokondria mengandung beberapa gen yang mengkode enzim-enzim yang terlibat
dalam fosforilasi oksidatif. DNA mitokondria diwariskan secara maternal. Ovum
mengandung mitokondria dalam sitoplasma yang berlimpah, sedangkan spermatozoa
hanya mengandung sangat sedikit atau tanpa mitokondria. DNA mitokondria zigot
seluruhnya berasal dari ovum.
Penyakit yang disebabkan mutasi pada gen-gen mitokondria jarang ditemukan. Penyakit-
penyakit ini memengaruhi organ-organ yang bergantung pada fosforilasi oksidatif (otot
skelet, jantung, dan otak). Leber hereditary optic neuropathy adalah prototipe kelainan
pada kelompok ini. Penyakit neurodegeneratif ini menyebabkan penglihatan sentral
bilateral progresif yang mengarah pada kebutaan.

5.3 Perubahan pada Daerah Imprinted: Sindrom Prader-Willi dan Angelman


Terdapat perbedaan fungsional antara kopi paternal dan maternal pada sejumlah gen.
Perbedaan ini akibat proses epigenetik yang disebut genomic imprinting, yang mana
gen-gen tertentu diinaktifkan selama gametogenesis di sperma atau ovum dan kemudian
ditransmisikan ke sel-sel somatis yang berasal dari zigot. Imprinting berkaitan dengan
metilasi pada promoter gen yang menonaktifkan gen. Genomic imprinting terjadi pada
kelainan genetik sindrom Prader-Willi dan sindrom Angelman.
Sindrom Prader-Willi disebabkan delesi daerah kromosom paternal 15q12. Sindrom ini
dikarakterisasi oleh retardasi mental, perawakan pendek, hipotonia, obesitas, tangan dan
kaki kecil, dan hipogonadisme.
Sindrom Angelman disebabkan delesi kromosom maternal 15q12 dan dikarakterisasi
oleh retardasi mental, ataksia, kejang, dan tertawa tidak semestinya.

Daftar Pustaka
Maitra A. Genetic and Pediatric Diseases. Kumar V, Abbas AK, Aster JC editors.
Robbins Basic Pathology 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2013. p. 215-268.

158 Genetika Manusia


FARMAKOKINETIKA
Lusiana Darsono

Pendahuluan
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan tentang obat dan seluruh
aspeknya.
Kata Pharmacology berasal dari 2 kata Yunani
Pharmakon : medicine: Obat ; Logos : study : Ilmu
Pharmacology : the study of medicine; mempelajari obat dan efeknya dalam tubuh.

Farmakologi adalah pengetahuan tentang sejarah obat, sumber, sifat kimia dan
fisik obat, komposisi obat, efek fisiologis dan biokimia obat termasuk absorbsi, distribusi
obat, biotransformasi, ekskresi obat, toksisitas serta mekanisme kerja obat, dan penggunaan
obat.

Obat adalah substansi yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari organisme hidup.

Lingkup : farmakognosi, biofarmasi, Farmakokinetik , Farmakodinamik, farmakoterapi


dan toksikologi.

Istilah
 Farmakokinetik adalah bag farmakologi yang mencakup nasib obat dalam
tubuh, è yaitu absobsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
 Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari cara kerja obat, efek obat
terhadap fungsi berbagai organ dan pengaruh obat terhadap reaksi biokimia dan
struktur organ.
 Farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk pencegahan
dan penyembuhan penyakit.
 Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari bentuk makroskopik dan
mikroskopik berbagai tumbuh-tumbuhan, dan organisme lain yang dapat digunakan
dalam pengobatan.
 Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan,
menyimpan, dan menyediakan obat.

Tahapan kinerja obat dalam tubuh


1. Tahap Farmasetika =tahap liberasi; terdiri proses disintegrasi dan disolusi
2. Tahap Farmakokinetik terdiri dari Absorbsi, Distribusi , Metabolisme dan Ekskresi
3. Tahap Farmakodinamik : aksi obat dan reseptor

Farmakokinetika
Saat ini didefinisikan sebagai studi tentang proses absorbsi, distribusi, metabolism
(biotransformasi), dan & eliminasi (ekskresi) obat.

Farmakokinetika 159
FARMAKOKINETIKA

Bagaimana tubuh mengubah molekul obat aktif menjadi metabolit


 apa yang dilakukan tubuh terhadap obat
 nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat/pengaruh organisme hidup
terhadap obat
Farmakokinetik mencakup 4 proses
• Absorbsi (A) : perpindahan obat dari tempat pemberian ke sirkulasi darah
• Distribusi (D) : perpindahan obat dari darah ke jaringan-jaringan
• Metabolisme (M) : perubahan obat menjadi metabolit
• Ekskresi (E) : pengeluaran obat dari tubuh
Sekitar 80% obat diberikan melalui mulut
• dalam saluran gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar lebih mudah
diabsorbsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus mengalami disintegrasi
menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut ke dalam cairan, kemudian
menjadi bentuk cairan/jus, proses ini dikenal sebagai disolusi.
• Disintegrasi adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partikel yang
lebih kecil.
• Disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan
gastrointestinal untuk diabsorbsi.
• Rate limiting adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah obat untuk berdisintegrasi
dan sampai menjadi siap untuk diabsorbsi oleh tubuh.

Faktor yg mempercepat disintegrasi :


• bentuk cair lebih cepat daripada obat dalam bentuk padat.
• lebih cepat dalam cairan asam yang mempunyai pH 1 atau 2 dibandingkan pada
cairan basa.
• Orang muda dan tua mempunyai keasaman lambung yang lebih rendah, sehingga
pada umumnya absorbsi obat lebih lambat untuk obat-obat yang diabsorbsi
terutama melalui lambung.
• obat harus menembus sawar (barrier) sel di berbagai jaringan
è transport lintas membran.
• Membran sel terdiri dari dua lapis lemak yang membentuk fase hidrofilik di kedua
sisi membran dan fase hidrofobik di antaranya.
• Molekul-molekul protein yang tertanam di kedua sisi membran atau menembus
membran berupa mozaik pada membran.
Molekul-molekul protein ini membentuk kanal hidrofilik untuk transport air dan molekul
kecil lainnya yang larut dalam air.

160 Farmakokinetika
FARMAKOKINETIKA

Berbagai cara transpor Obat yaitu


 transpor pasif
 difusi fasilitasi
 transpor aktif
 endositosis- pinositosis
Cara transport bergantung pada
 sifat fisiko-kimia obat
 bentuk & ukuran molekul
 kelarutan dalam air

A. Transpor pasif :
Difusi Pasif, pergerakan molekul obat akibat perbedaan konsentrasi, ukuran molekul
dan koefisien partisi lipid dan air è tidak memerlukan energi, proses difusi obat dapat
berpindah dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah. Mula-mula obat
harus berada dalam larutan air pada permukaan membran sel, kemudian molekul obat akan
melintasi membran dengan melarut dalam lemak membran.
Setelah taraf mantap (steady state) di capai, kadar obat bentuk non-ion di kedua sisi
membran akan sama.
Transpor pasif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membran
dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membran seimbang (steady state).

Difusi pasif ada 2 tipe :


1. Simple difusi :
perpindahan obat dari perbedaan konsentrasi yang lebih besar, permukaan absorbsi
yang lebih luas, dan koefisien partisi yang lebih besar tetapi berbalikan dengan besar
molekul, makin besar molekul akan makin sulit berdifusi.
2. Filtrasi :
air, ion dan beberapa molekul polar dan non polar melewati porus membran.
Transport obat melintasi endotel kapiler terutama melalui celah-celah antar sel, kecuali
di susunan saraf pusat (SSP). Celah antar sel endotel kapiler demikian besarnya sehingga
dapat meloloskan semua molekul yang berat molekul < 69000 (BM albumin), yaitu semua
obat bebas, termasuk yang tidak larut dalam lemak dan bentuk ion sekalipun. Proses
ini berperan dalam absorbsi obat setelah pemberian parenteral dan dalam filtrasi lewat
membran glomerulus di ginjal.

B. Difusi fasilitasi
Adalah pergerakan obat melewati membran difasilitasi oleh makromolekul, tidak
dibutuhkan energi, tidak dapat melawan perbedaan konsentrasi, jadi masih termasuk
proses difusi.

Farmakokinetika 161
FARMAKOKINETIKA

Difusi terfasilitasi (facilitated diffucion) adalah suatu proses transpor yang terjadi
dengan bantuan suatu faktor pembawa (carrier) yang merupakan komponen membran
sel tanpa menggunakan energi sehingga tidak dapat melawan perbedaan kadar maupun
potensial listrik.
Proses ini bersifat selektif, terjadi pada zat endogen yang transport nya secara difusi
biasa terlalu lambat, misalnya untuk masuknya glukosa ke dalam sel perifer.

C. Transport aktif :
Perpindahan obat melewati membran di fasilitasi oleh makromolekul, tapi membutuhkan
energi dan dapat melawan gradien konsentrasi menggerakkan obat dari daerah dengan
konsentrasi rendah ke daerah dengan konsentrasi tinggi.
Transport obat secara aktif biasanya terjadi pada sel saraf, hati, dan tubuli ginjal.
Proses ini membutuhkan energi yang di peroleh dari aktivitas membran sendiri, sehingga
zat dapat bergerak melawan perbedaan kadar atau potensial listrik.
Transpor aktif ini bersifat selektif dan kapasitas maksimal (dapat mengalami kejenuhan),
dihambat secara kompetitif.

D. Endositosis : merupakan metode minor, peran vakuoler, contoh sukrose dan insulin

E. Pinositosis
Adalah cara transport dengan membentuk vesikal, misalnya untuk makro molekul
seperti protein. Jumlah obat yang di angkut dengan cara ini sangat sedikit.
• Kebanyakan obat berupa elektrolit lemah : asam lemah atau basa lemah.
• Dalam larutan, elektrolit lemah ini akan terionisasi, derajat ionisasi ini tergantung
dari pka (acid disosiation constanta/ konstanta disosiasi asam) obat dan PH larutan.
• Bentuk non-ion umumnya larut baik dalam lemak sehingga mudah berdifusi
melintasi membran.
• Sedangkan bentuk ion, sukar melintasi membran karena sukar larut dalam lemak.
• Pada taraf mantap (steady state), kadar obat bentuk non-ion saja yang sama di kedua
sisi membran, sedangkan kadar obat bentuk ionnya tergantung dari perbedaan ph
di kedua sisi membran.

Proses Farmakokinetik
I. ABSORPSI
Absorbsi : proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi darah
sistemik.
Semua bentuk sediaan obat mengalami tahap absobsi kecuali obat yang digunakan
secara intravena karena obat langsung disuntikkan ke pembuluh darah sehingga obat tidak
melalui tahap liberasi dan absobsi. Proses Absorbsi bergantung pada cara pemberian,
tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rektum ), kulit, paru,
otot, dan lain-lain.
162 Farmakokinetika
FARMAKOKINETIKA

Tempat absobsi utama dan terpenting pada pemberian obat per oral adalah usus halus
karena memiliki permukaan absorbsi yang sangat luas, banyak villi dan mikrovilli .
Beberapa obat tidak langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik setelah absorbsi tetapi
melewati lumen usus masuk ke dalam hati, melalui vena porta.
Obat diserap oleh usus halus di transport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh.
 Hepar metabolisme obat sebelum masuk ke sirkulasi.
 Proses di mana obat melewati hati terlebih dahulu disebut sebagai efek first-pass,
atau first-pass hepatic/ first-pass metabolisme.
 Di dalam hati, kebanyakan obat dimetabolisme
 menjadi bentuk yang tidak aktif sehingga menurunkan jumlah obat yang sampai ke
sirkulasi sistemik.
 mengurangi jumlah obat yang aktif jadi dosis obat yang diberikan harus banyak.

Faktor yang mempengaruhi Absobsi :


1. Kelarutan obat, semakin mudah obat larut akan semakin mudah di absobsi.
2. Kemampuan difusi obat , semakin cepat difusi semakin cepat obat di absobsi.
3. Konsentrasi obat/dosis, semakin tinggi konsentrasi obat semakin cepat di absobsi
4. Sirkulasi tempat absobsi, banyak pembuluh darah maka absobsi obat akan semakin
cepat.
5. Luas permukaan kontak obat dan lamanya waktu kontak , lebih cepat di absobsi
oleh bagian tubuh yg memiliki luas permukaan besar :usus halus yang mempunyai
banyak villi.
6. Bentuk sediaan obat, tergantung dari kecepatan pelepasan obat dari bahan pembawa
dan kecepatan kelarutan obat, urutan kecepatan pelepasan obat bentuk oral: larutan
dalam air suspensi-serbuk-kapsul-tablet selaput gula-tablet selaput enterik.
7. Cara pemakaian obat, pemakaian obat ada bermacam-macam caranya misalnya
oral, sublingual, rectal, parental, endotel paru-paru, topikal, urogenital, vaginal.
8. Kondisi usus dan kecepatan pengosongan lambung.

Kecepatan Absorbsi dihambat oleh beberapa faktor yaitu :


1. Diperlambat oleh nyeri dan stress
Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan saluran cerna,
retensi gaster.
2. Makanan tinggi lemak
Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan lambung dan
memperlambat waktu absorbsi obat.
3. Faktor bentuk obat
Absorbsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained release, dll
4. Kombinasi dengan obat lain.
Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat
tergantung jenis obat.

Farmakokinetika 163
FARMAKOKINETIKA

Keuntungan Enteral :
1. umumnya aman, masuk ke sirkulasi darah lambat, terhindar kadar yg tinggi dalam
darah dengan cepat dan efek samping lebih ringan.
2. bentuk obat lebih nyaman dan mudah diberikan, tidak memerlukan teknik steril.

Kerugian Enteral :
1. kecepatan absorbsi bervariasi
2. bisa timbul iritasi permukaan mukosa
3. kepatuhan penderita tidak pasti
4. beberapa obat melewati first pass effect

Keuntungan Parenteral :
1. cepat mencapai target organ, Efek yang diberikan obat intravena pun lebih cepat
muncul , respon cepat sehingga berguna untuk keadaan darurat
2. dosis akan lebih tepat
3. dapat diberikan pada penderita tidak sadar atau tidak dapat diberikan secara oral
4. dapat diberikan dalam jumlah volume yang besar

Kerugian Parenteral :
1. absorbsi lebih cepat sehingga dapat meningkatkan efek samping.
2. memerlukan tindakan aseptis dan anti septik
3. bisa timbul iritasi pada tempat pemberian/ suntik
4. tidak boleh dilakukan untuk bahan2 yang tidak larut

Berbagai cara pemberian obat :


A. Enteral: Melalui saluran pencernaan :
1. Oral
2. Rektal
3. Sublingual
4. Bukal
B. Parenteral, par-enteral ; disamping saluran cerna
 Intradermal (ID) : disuntikan di kulit
 Subcutan (SC): disuntikan dibawah kulit
 Intramuscular (IM): disuntikan ke otot
 Intravena (IV ) : disuntikan ke dalam pembuluh darah vena
 Intra arterial ( IA) : disuntikan ke dalam pembuluh darah arteri
 Intratekal : disuntikan ke dalam cairan sumsum tulang belakang
 Intraarticular : disuntikan ke dalam sendi
 Transdermal pemberian melalui kulit, tempel yg diabsorbsi lambat ke dalam tubuh

164 Farmakokinetika
FARMAKOKINETIKA

C. Topikal: untuk lokal diberikan pada mukosa membran atau kulit, absorbsi sistemik
sedikit/kecil.
D. Inhalasi : pemberian umum untuk obat dalam bentuk gas atau volatile, cepat masuk ke
dalam sirkulasi darah.

1. Pemberian intravena (IV)


• Tidak mengalami tahap absorbsi, maka kadar obat dalam darah diperoleh secara
cepat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.
• Larutan tertentu yang iritatif hanya dapat di berikan dengan cara ini karena dinding
pembuluh darah relatif tidak sensitif dan bila di suntikan perlahan-lahan, obat segera
diencerkan oleh darah.
• Kerugiannya ialah efek toksik mudah terjadi karena kadar obat yang tinggi segera
mencapai darah dan jaringan. Di samping itu, obat yang di suntikan IV tidak dapat
di tarik kembali.
• Obat dalam larutan minyak yang mengendapkan konstituen darah, dan yang
menyebabkan hemolisis tidak boleh di berikan dengan cara ini.
• Penyuntikan IV harus dilakukan perlahan-lahan sambil terus mengawasi respon
penderita.

2. Suntikan subkutan (SK)/ SC


• hanya boleh di gunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan.
• Absorbsi biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan
lama. Obat dalam bentuk suspensi di serap lebih lambat daripada dalam bentuk
larutan.
• Pencampuran obat dengan vasokontriktor juga akan memperlambat absorbsi obat
tersebut.
• Obat dalam bentuk padat yang di tanamkan di bawah kulit dapat di absorbsi selama
beberapa minggu atau beberapa bulan.

3. Suntikan intramuskular (IM)


• kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorbsi.
• Obat yang sukar larut dalam air pada pH fisiologik akan mengendap di tempat
suntikan sehingga absorbsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
• Obat yang larut dalam air di serap cukup cepat, tergantung dari aliran darah di
tempat suntikan.
• Absorbsi lebih cepat di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus.
• Obat-obat dalam larutan minyak atau dalam bentuk suspensi akan di absorbsi
dengan sangat lambat dan konstan (suntikan depot), misalnya penisilin.
• Obat yang terlalu iritatif untuk di suntikan secara SK kadang-kadang dapat di
berikan secara IM.

Farmakokinetika 165
FARMAKOKINETIKA

4. Suntikan intratekal
• yakni suntikan langsung ke dalam ruang subaraknoid spinal atau pengobatan
infeksi SSP akut.
• Suntikan intratekal tidak dilakukan pada karena bahaya infeksi dan adhesi terlalu
besar.

Pemberian Topikal
• Obat diberikan pada kulit, tidak banyak obat yang dapat menembus kulit secara utuh.
• Demis permeabel terhadap banyak zat sehingga absorbsi terjadi jauh lebih mudah bila
kulit berkelupas atau terbakar. Inflamasi dan keadaan lain yang meningkatkan aliran
darah kulit juga akan memacu absorbsi melalui kulit.
• Absorbsi dapat di tingkatkan dengan membuat suspensi obat dalam minyak dan
menggosokkannya ke kulit, atau dengan menggunakan penutup di atas kulit yang
terpajan.
• Obat yang banyak digunakan untuk penyakit kulit sebagai salep kulit ialah antibiotik,
kortikosteroid, antihistamin, dan fungisid, tetapi beberapa obat sistemik di buat juga
sebagai sediaan topikal, misalnya nitrogliserin dan skopolamin.

Pemberian Melalui Paru-Paru


• Cara inhalasi ini hanya dilakukan untuk obat yang berbentuk gas atau cairan yang
mudah menguap misalnya anestetik umum, dan untuk obat lain yang dapat di berikan
dalam bentuk aerosal.
• Absorbsi terjadi melalui epitel paru dan mukosa saluran nafas.
• Keuntungannya, absorbsi terjadi secara cepat karena permukaan absorbsinya luas,
terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya
asma bronkial, obat dapat diberikan lansung pada bronkus.
• Cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit di kerjakan,
sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel paru.

Proses absorbsi dipengaruhi oleh solubilitas dalam air atau lemak


# Water-soluble : terionisasi, melewati pore dalam kapiler , tidak melewati membran sel
# Lipid (fat)-soluble : Tidak terionisasi, melewati porus, membrane sel, sawar otak
(blood-brain-barrier)

166 Farmakokinetika
FARMAKOKINETIKA

Bioavailabilitas :
adalah kecepatan relatif dan tingkat (persentase) obat yang mencapai sirkulasi sistemik.
Istilah ini menyatakan jumlah obat dalam % terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi
sistemik dalam bentuk utuh/ aktif.

Proses ini penting khususnya pemberian obat secara oral


 Ini terjadi karena, untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang di absorbsi dari tempat
pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik.
 Sebagian akan di metabolisme oleh enzim di dinding usus pada pemberian oral dan
atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut/ eliminasi lintas
pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik.

Bioavailabilitas ditentukan
A. Faktor individu
1. Usia
2. Gender
3. Kecepatan pengosongan lambung
4. Saluran cerna : ph, motilitas , waktu transit, perfusi , penyakit
B. Faktor obat
– Sifat fisiko kimia obat (hydrophobicity, pKa, solubility, bentuk,ukuran)
– Formulasi obat (immediate release, delayed release, etc.)
– Interaksi obat
– Pemberian bersama dengan makanan
– Perbedaan Circadian

AUC: merupakan indikator Bioavailabilitas


Dose = proportional dengan obat dalam jaringan.
Obat = proportional dg the Area Under the Curve (AUC).
• k = dose/AUC
• Pemberian scr oral banyak barriers, the fraction, F,
• shg obat yg masuk sirkulasi tidak berarti
• FD = k(AUC)
or k = FD/AUC

Bioavailability
• Fraksi (F) obat yang masuk ke sistem sirkulasi umum
• The fraction of the dose of a drug (F)
F= juml obat dlm sirkulasi sistemik
Dose administered
F = AUC/Dose

Farmakokinetika 167
FARMAKOKINETIKA

II . DISTRIBUSI
Setelah diabsorbsi, obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah.
Distribusi obat : proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh.
Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh.
 fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya
sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak.
 fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik
organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak.
Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama.
Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi cepat karena celah antar sel endotel kapiler
mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak.

Distribusi obat ditentukan oleh


 aliran darah
 sifat fisikokimia
 afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan
 efek pengikatan dengan protein (terutama albumin) dalam derajat (persentase)
berbeda-beda
 obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel, terdistribusi ke
dalam sel
 sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel
sehingga distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel
 distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas
yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan
 derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap
protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri

Efek penting dari pH :


• Asidifikasi urin akan mempercepat ekskresi basa lemah dan menghambat
asam lemah
• Alkalinisasi sebaliknya
• Peningkatan pH plasma (dengan penambahan NaHCO3) aan menyebabkan
pelemahan obat asam untuk di ekstraksi dari SSP ke dalam plasma
• reduksi pH plasma (oleh pemberian karbonik anhidrase inhibitor ) akan
menyebabkan pelemahan obat asam untuk berkonsentrasi dalam CNS,
meningkatkan toksisitasnya
• Untuk mencapai sel target, suatu obat harus dapat menembus sawar biologis, dapat
berupa membran yang terdiri atas satu atau beberapa sel
• Pada sawar darah otak, obat-obatan yang larut dalam air sulit melewatinya dan
pada sawar plasenta hanya obat-obatan dengan BM besar (seperti heparin, plasma
sekunder) sukar masuk fetus
168 Farmakokinetika
FARMAKOKINETIKA

• Oleh karena molekul protein plasma cukup besar, maka hanya fraksi obat bebas
saja yang mempunyai arti klinis, karena bagian tersebut yang dapat mencapai
reseptor pada organ sasaran
Protein plasma yang berikatan dengan molekul obat terutama adalah albumin (A),
disamping itu protein lain juga berperan, misalnya alfa amino globulin (AAG) dan
lipoprotein (LP) pada keadaan tertentu.
Obat > 80% berikatan dengan protein :
• berikatan tinggi protein : diazepam (Valium) (98%)
• berikatan sedang protein : Aspirin (49%)
• bagian obat yang berikatan bersifat inaktif
• obat yang tidak berikatan : bebas. yang bersifat aktif è respons farmakologik

Dengan menurunnya kadar obat bebas dalam jaringan, maka lebih banyak obat
yang berada dalam ikatan dibebaskan dari ikatannya dengan protein untuk menjaga
keseimbangan obat yang dalam bentuk bebas.
Kadar protein yang rendah menurunkan jumlah tempat pengikatan dengan protein,
sehingga meningkatkan jumlah obat bebas dalam plasma.
Jadi penting sekali untuk memeriksa persentase pengikatan dengan protein dari semua
obat-obat yang diberikan untuk menghindari kemungkinan toksisitas obat.
Harus memeriksa kadar protein plasma dan albumin plasma karena penurunan
protein (albumin) plasma akan menurunkan tempat pengikatan dengan protein, sehingga
memungkinkan lebih banyak obat bebas dalam sirkulasi.

Distribusi obat tergantung :


A. Aliran darah : Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, Ginjal.
Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot
lebih Lambat.
B. Permeabilitas kapiler : Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat.
C. Ikatan protein : Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein
dapat terikat atau bebas.
Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang
dapat memberikan efek.

Volume Distribusi
• C = D/ Vd
Vd = volume distribusi
C= Consentrasi obat dalam plasma [drug] saat teertentu
D= total [drug] dalam system
Vd è estimasi jumlah distribusi obat
Vd < 0.071 L/kg è menunjukkan obat terutama dalam sistem sirkulasi
Vd > 0.071 L/kg è menunjukkan obat terutama dalam jaringan spesifik

Farmakokinetika 169
FARMAKOKINETIKA

III. METABOLISME
Metabolisme/ biotransformasi obat adalah
• proses perubahan struktur kimia dalam tubuh
• dikatalisis oleh enzim , merubah komposisi obat
• è menjadi lebih polar (lebih mudah larut dalam air) ; kurang larut dalam lemak
sehingga mudah dieksresi melalui ginjal

Obat dapat dimetabolisme


a. Menjadi metabolit inaktif è ekskresi
b. Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dan dapat
dimetabolisme lanjutan
• Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah
dimetabolisme baru menjadi aktif (prodrugs)

Tempat metabolisme
• Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmik retikulum
(mikrosom) dan di sitosol.
• Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru,
darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).

Tujuan metabolisme obat


• adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar
dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu.
• obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif
• dapat dikatakan mengakhiri efek obat
• tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik

Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat:


 Fungsi hati
penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al penyakit hepar :sirosis
 Usia : dapat mempengaruhi metabolisme, bayi, dewasa, orang tua; bayi dan orang
tua metabolism obatnya lebih lambat
 Faktor genetik
Perbedaan gen individual menyebabkan seseorang dapat memetabolisme obat
dengan cepat, sementara yang lain lambat
 Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan
 Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok, Keadaan
stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera

170 Farmakokinetika
FARMAKOKINETIKA

Reaksi biokimia pada metabolisme yaitu : reaksi fase I dan fase II


• Reaksi fase I : oksidasi, hidrolisis dan reduksi
Reaksi fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat
bersifat inaktif daripada bentuk aslinya
• Reaksi fase II, di sebut fase sintetik, merupakan konyugasi obat atau metabolik
hasil reaksi fase I dengan substrat endogen misalnya asam glukoronat, sulfat, asetat
atau asam amino
Hasil konyugasi ini bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi sehingga
lebih mudah diekskresi
Metabolik hasil konyugasi biasanya tidak aktif kecuali prodrug tertentu
Tidak semua obat di metabolisme melalui kedua fase reaksi tersebut; ada obat yang
mengalami reaksi fase I saja (satu atau beberapa macam reaksi) atau reaksi fase II saja (satu
atau beberapa macam reaksi). Tetapi kebanyakan obat di metabolisme melalui beberapa
reaksi sekaligus atau secara berurutan menjadi beberapa macam metabolit.

Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat


 enzim mikrosom: dalam retikulum endoplasma halus
 enzim non mikrosom.

Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, ginjal, paru, epitel
saluran cerna, dan plasma di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang
di hasilkan oleh flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi konyugasi glukoronoid,
sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reaksi reduksi dan hidrolisis.
Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi konyugasi lainnya, beberapa
reaksi oksidasi, serta reaksi hidrolisis dan reduksi.

Liver Sistem P450


• Enzim Liver menginaktif beberapa molekul obat
– First pass effect (induces enzyme activity)
• Aktifitas P450 ditentukan secara genetik :
– Sebagian aktifitasnya kurang à sehingga kadar obat dalam plasma lebih
tinggi è efek samping
– Beberapa individu high levels à kadar obat dalam plasma rendah è kerja
obat rendah
• beberapa obat berinteraksi dengan P450 systems

Farmakokinetika 171
FARMAKOKINETIKA

Waktu paruh : T½
Waktu paruh (T½) adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah obat dalam tubuh atau
konsentrasi obat dalam plasma untuk menjadi separuhnya (50%) dari kadar awal atau yang
dikehendaki untuk dieliminasi.
T½ = 0.693.Vss/CL ; Vss : volume distribution at steady state; CL: clearance of drug
from systemic sirculation.
Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum lebih dari 90% obat itu
dieliminasi.
Jika seorang klien mendapat 650 mg aspirin (miligram) dan waktu paruhnya adalah 3
jam, maka dibutuhkan 3 jam untuk waktu paruh pertama untuk mengeliminasi 325 mg, dan
waktu paruh kedua (atau 6 jam) untuk mengeliminasi 162 mg berikutnya, dan seterusnya,
sampai pada waktu paruh keenam (atau 18 jam) di mana tinggal 10 mg aspirin terdapat
dalam tubuh.
Faktor2 yang mempengaruhi half-life
 Usia/age
 renal excretion
 liver metabolisme
 protein binding
Waktu paruh 4-8 jam dianggap singkat, dan 24 jam atau lebih dianggap panjang.
Jika suatu obat memiliki waktu paruh yang panjang (seperti digoksin: 36 jam), maka
diperlukan beberapa hari agar tubuh dapat mengeliminasi obat tersebut seluruhnya.

Therapeutic Window/Jendela terapi


• Rentang konsentrasi obat yang berefek terapeutik
• Therapeutic window bervariasi tiap individu
• Obat dengan narrow therapeutic windows : perlu frekuensi lebih sering
• Slow elimination rates è rapidly accumulate to toxic levels è one large initial
dose, following only with small doses

172 Farmakokinetika
FARMAKOKINETIKA

IV. ELEMINASI / pembuangan obat dari tubuh


Proses eliminasi dipengaruhi oleh durasi /lamanya obat berefek dengan cara
mengusahakan agar obat dapat segera dikeluarkan dari tubuh. Agar obat mudah diekskresi,
kadang-kadang obat harus diubah lebih dahulu. Obat atau metabolit yang polar diekskresi
lebih cepat daripada obat yang larut baik dalam lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru-
paru. Proses metabolisme dan ekskresi merupakan proses eliminasi.

Alat Ekskresi
Obat dapat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk
 metabolit hasil biotransformasi
 bentuk asalnya
1. Ekskresi utamanya dilakukan oleh ginjal melalui air seni
2. Ekskresi obat via eksokrin (keringat, ludah, Air susu ibu (ASI)
3. Ekskresi obat via paru-paru bersama pernapasan misal obat anestesi gas
4. Ekskresi obat di Hati melalui saluran empedu

• Metabolit yang larut dalam air sukar direabsorbsi oleh tubuli ginjal, sehingga akan
dikeluarkan bersama-sama urin
• Sebaliknya, obat yang mudah laut dalam lemak jika sudah berada dalam tubuli ginjal
sebagian besar direabsorbsi oleh tubuli ginjal
• Obat yang tidak dapat difiltasi oleh glomerulus bisa disekresi oleh ginjal melalui sekresi
tubulus

Proses eliminasi oleh ginjal (ekskresi) merupakan hasil dari 3 proses, yakni
• filtrasi dari glomerulus
• sekresi aktif di tubuli proksimal dan
• reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan distal

Bila fungsi ginjal rusak sedangkan obat harus dikeluarkan melalui ginjal maka ekskresinya
tidak sempurna dan memudahkan terjadinya keracunan.
Di tubuli proksimal &distal terjadi reabsorbsi pasif untuk bentuk ion-ion.
Obat berupa elektrolit lemah, proses reabsorbsi bergantung pada pH lumen tubuli yang
menentukan derajat ionisasinya.
Urin lebih basa, asam lemah terionisasi lebih banyak sehingga reabsorbsinya berkurang
akibatnya ekskresinya meningkat. Urin lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang.
Keadaan yang berlawanan terjadi dalam ekskresi basa lemah.
Prinsip ini di gunakan untuk mengobati keracunan obat yang ekskresinya dapat di percepat
dengan pembasaan atau pengasaman urin misalnya salisilat, fenobarbital.
Ekskresi obat menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis yang diberikan perlu
di turunkan/interval pemberian di perpanjang.

Farmakokinetika 173
FARMAKOKINETIKA

Bersihan kreatinin dapat di jadikan patokan dalam menyesuaikan dosis /interval


pemberian obat.
Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar
bersama feses.
Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut tetapi dalam
jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat.
Liur dapat di gunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu.
Rambut pun dapat di gunakan untuk menemukan logam toksik misalnya arsen
pada kedokteran forensik.

First order kinetics


Suatu fraksi obat dikeluarkan per unit sesuai waktu
Jika konsentrasi obat tinggi, maka kecepatan hilangnya cepat

Zero order kinetics


Kecepatan eliminasi bersifat konstan
Kecepatan eliminasi tidak bergantung pada konsentrasi obat

Perbedaan :
• First Order Elimination
– Obat menurun secara eksponential dengan waktu
– Kecepatan eliminasi proporsional dengan kadar obat
– Gambaran log [drug] or ln[drug] vs. time : linear
– t 1/2 adalah konstant tidak bergantung kadar obat
• Zero Order Elimination
– Obat menurun secara linier dengan waktu
– Kecepatan eliminasi konstan
– Kecepatan eliminasi tidak bergantung kadar obat
– No true t 1/2

Daftar Pustaka
• Grant R Wilkinson. 2001. The Pharmacological Basis of Therapeutics. Goodman &
Gillman’s
• Mary J Mycek et al.1992.Pharmacology. Edited by Richard Harvey.Lippincott’s
Ilustrated Reviews
• Mark Kester et al.2007. Pharmacokinetics. Pharmacology.Elsevier’s Integrated
• Norman Holland et al.2003. Core consept in Pharmacology

Selamat Belajar
Studia est orare
174 Farmakokinetika
PENGANTAR BIOETIKA DAN HUMANIORA
R. Muchtan Sujatno

Pendahuluan
Di dalam istilah Bioetik dan Humaniora, terdapat dua kata yang mengenengahkan
berbagai masalah bioetika dan masalah humaniora. Istilah Bioetika akan menyangkut
berbagai pandangan atau definisi dan begitu juga tentang Humaniora.
Di dalam pembelajaran Bioetika dan Humaniora saudara akan mempelajari :
• Bidang Bioetika : Pengantar Bioetika dan Humaniora, Bioetik, Etika pendidikan
Kedokteran, Etika Profesi Kedokteran, Etika Perawatan dalam Gawat Darurat, Etika
Rumah Sakit, dll.
• Bidang Humaniora: Agama, Civic, Pancasila, Filsafat ilmu, dll
Pengajar : Sementara ini pengajarnya adalah multidisiplin.

Pembelajaran: Pendidikan bioetika kedokteran akan mempelajari masalah-masalah etik


yang relevan, antara lain mengenai :

1. Sejarah Kedokteran
2. Aspek Legal di bidang Kedokteran
3. Etika Pelayanan Profesi Kedokteran
4. Etika Penelitian Biomedik
5. Health Behavior
6. Bioetik

1. SEJARAH KEDOKTERAN
- Sejarah kedokteran zaman dahulu
- Alasan mengapa belajar sejarah kedokteran, untuk mempelajari dan mengerti mengenai
kedokteran itu sendiri, untuk menguasai teknik, organisasi, dan ide yang mendasarinya.
- Sistem medis pada zaman dahulu yang berbeda dengan saat sekarang, dan harus diingat
dengan fungsi dan tugasnya.
- Belajar sejarah kedokteran untuk menerangi dan efek yang nyata pada sejarah medis di
Indonesia :
- Sistem medis sejak abad ke XVIII
- elayan kesehatan untuk memlihara (maintain) pada persalinan.
- Sekolah Kedokteran pertama pada 1870

Pengantar Bioetika dan Humaniora 175


PENGANTAR BIOETIKA DAN HUMANIORA

Pada akhir pembelajaran, mahasiswa mengetahui sejarah Kedokteran, terutama


gambaran sejarah kedokteran di Indonesia.

2. Aspek Legal dalam Kedokteran


- Norma-norma praktek kedokteran
- Sistem Undang-Undang Sipil dan Sistem Udang-Undang Biasa
- Malpraktek
- Informed Consent
- Undang-Undang Kesehatan (UU No 23/1922)
- Undang-undang Perlindungan Konsumen
- Dokter dan Undang-Undang Kriminal
- Kode Etik Nasional dan Internasional
- Dokter dalam Pengadilan dan IDI
- dll

Pada akhir pembelajaran mahasiswa akan sanggup mengetahui aspek legal pada kedokteran.

3. Panduan Etika Pelayanan Profesi Kedokteran


- Panduan Etika dalam pelayanan profesi kedokteran
- Definisi etik yang berhubungan dengan profesi.
- Sekarang banyak kritik dalam profesi kedokteran
- Kode Etik Kedokteran
- Memberikan contoh panduan etik dan aplikasinya

Pada akhir pembelajaran, mahasiswa akan lebih baik pengetahuannya dan mengerti
dalam panduan yang berkaitan dengan asfek etik dalam pelayanan profesi kedokteran.

4. ETIKA PENELITIAN BIOMEDIK


- Mengerti evolusi dan etika medis dan perkembangan panduan untuk penelitian
biomedik
- Deklarasi Helsinki
- Panduan etik penelitian biomedis
176 Pengantar Bioetika dan Humaniora
PENGANTAR BIOETIKA DAN HUMANIORA

Pada akhir pembelajaran mahasiswa mengetahui pengetahuan yang lebih baik dan
mengerti semua regulasi dan panduan yang berhubungan dengan aspek penelitian etik
biomedis dan mempunyai sikap yang layak.

5. PERILAKU SEHAT
- Mengenal perilaku sehat yang dihasilkan dari primary prevention
- Siap dengan aktivitas yang intensif dengan menjelaskan kerangka sehat atau kesakitan
yang berhubungan dengan pembelajaran.

Pada akhir pembelajaran mahasiswa akan sanggup untuk mengerti apa itu
perilaku sehat.

6. BIOETIK
Ilmu kedokteran merupakan dari ilmu ilmu empiris, diluar ilmu normatif. Di dalam
pengantar Encyclopedia of Bioethics didefinisikan sebagai : “the systematic study of human
conduct in the area of life sciences and health care, insofar as this conduct is examined in
the light of moral values and priciples”

Bioetik mencakup etika kedokteran serta luas lingkup cakupannya. Etika kedokteran
secara tradisional berkaitan dengan masalah hubungan tata nilai (value-related problems)
yang timbul antara dokter dan pasien. Bioetik mempunyai empat liputan:
1. Meliputi value-related-problems yang timbul pada semua profesi kesehatan, termasuk
gabungan (allied) profesi-profesi kesehatan mental, dan sebagainya.
2. meliputi penelitian Biomedis dan perilaku, soalnya adalah ya atau tidak penelitiannya
bersangkut dengan terapi.
3. Termasuk kisaran yang luas dalam masalah sosial, seperti yang berkait dengan
kesehatan masyarakat, kesehatan kependudukan, kesehatan internasional, dan etika
kontrol kependudukan.
4. Meliputi kehidupan (human life) dan kesehatan termasuk masalah binatang dan
kehidupan alam (plant life) seperti masalah hubungan dengan percobaan binatang dan
bersaing klaim lingkungan.

Beberapa definisi bioetik dinyatakan dalam bioetik ensiklopedia: dua kata bioetik tidak
hanya pada kajian bidang manusia tertentu saja, tapi bagian dari etik dan ilmu kehidupan
(life science), juga mengenai disiplin akademik, kekuatan politik kedokteran, biologi, dan
studi lingkungan, dan perspektif budaya (kultur) sebagai konsekuensinya.
Pengantar Bioetika dan Humaniora 177
PENGANTAR BIOETIKA DAN HUMANIORA

Definisi lebih sempit: bioetik adalah bidang baru yang sederhana, muncul sebagai muka
perubahan iptek yang besar.
Pengertian yang lebih luas adalah suatu bidang yang telah menyebar ke dalam bidang
tempat perubahan bidang yang lebih lama, mencapai hukum dan kebijakan publik,
kesusasteraan (literary), kultur, sejarah, media popular, filsafat, agama, dan bidang ilmiah
kedokteran, biologi, ekologi dan lingkungan, demografi dan ilmu-ilmu sosial.

Empat macam Variasi Bioetik :


1. Bioetik teoritis (Theoritical Bioethics)
- Sumbangan intelektual (pikiran) dalam bidang ini.
- Apakah dasar moralnya dan apakah tuntunan/perintah etik dapat ditemukan untuk
pertimbangan moral.
- Bagaian dalam diskusi (debat): sumbangan untuk dapat memelihara praktek dan
kebiasaan ilmu-ilmu kehidupan.

2. Etika Klinik (Clinical Ethics)


Etika klinik akan menunjukkan dari hari ke hari keputusan moral pada perawatan pasien.
Berhubungan dengan masalah ini, terfokus pada tipe kasus individu untuk memutuskan
tindakan seperti, apakah pembantu pernapasan dihentikan; apakah kepercayaan penuh
untuk menutupi ketakutan pasien; apakah pasien kompeten untuk membuat keputusan, dsb.
Jawaban: keputusan ada peraturannya/prosedurnya. Aristoteles menyebutnya practical
reason.
3. Peraturan dan Kebijakan Bioetik (Regulatory and Policy Bioethics)
Tujuan peraturan dan kebijakan Bioetik adalah pandangan hukum atau peraturan klinik
dan disain prosedur mengapiklasikan/menerapkan tipe kasus atau praktek umum, tapi area
ini tidak terfokus pada kasus individu saja. Pada tahun 1970-an ada definisi baru mengenai
hukum yaitu pandangan pada definisi mati klinis (dari heart-lung ke brain death);
perkembangan tuntunan untuk menggunakan subjek manusia pada penelitian kedokteran;
dan peraturan rumah sakit untuk do-not-resuscitate (DNR), ini contoh peraturan etiks.
4. Bioetik kultur (Cultural Bioethics)
Bioetik kultur menunjukkan usaha secara sistematik untuk hubungan bioetik terhadap
sejarah, ideologi, kultur, dan kontaktual sosial, inilah yang ditekankan. Bagaimana
kecenderungan di dalam bioetik merefleksikan kultur yang lebih luas di mana meraka
adalah bagiannya.

178 Pengantar Bioetika dan Humaniora


PENGANTAR BIOETIKA DAN HUMANIORA

Titik berat pembelajaran bioetik secara singkat, tentu bukan kedokteran tradisional,
tapi the study of the ethical problems arising from scientific advances, esp, biology
and medicine.
Di dalam bidang biologi, penyelidikan bioetik mirip dengan penyelidikan moral
setelah PD II dan menciptakan senjata nuklir yang dapat menghancurkan umat manusia,
merupakan batas bahwa masyarakat dapat menentukan iptek. Interes di bidang ini, maka
terjadi hal yang sukses dalam pengembangan kode genetika manusia, suatu kesempatan
yang baru dalam memanipulasi alam. Dengan bermacam-macam hal seperti peran ilmu
biomedis pada saat perang, telah diedarkan tentang teknologi rekombinan DNA, kebijakan-
kebijakan mengenai kewajiban kontrol kependudukan (compulsory population control
policies), the dehumanization and institutionalization of medical care, dan penelitian pada
anak, etika seksual, dan suicide adalah lingkup bioetik.
Pengantar bioetik akan membatasi masalahnya dengan etika kedokteran (tradisional),
gabungan profesi kedokteran dan etika penelitian termasuk subyek manusia (kedua
masalah etik mikro = microethics) dan dasar filosofi untuk alokasi sumber sistem perawatan
kesehatan/a health care system (a macroethics = etik makro). Pertanyaan etik mikro
termasuk individual human rights privacy, dignity, and integrity, yang mana pertanyaan
makroetik menekankan hukum alam dan masyarakat luas terhadap kesehatan.
Perkembangan bioetik, misalnya di Amerika Utara, berkembang dan kedewasaan
dipelajari di fakultas kedokteran, filosofi, teologi, dan hukum. Lebih dari 220 jurnal
berbahasa Inggris memuat masalah bioetik.
Pada pembelajaran bioetik, akan dibatasi dengan masalah yang lanjut, bukan dalam
kedokteran tradisional. Singkatnya bioetik adalah studi mengenai masalah etika yang
timbul dari ilmu yang lanjut (scientific advances), seperti biologi dan kedokteran.

Revolusi Biomedik (Biomedic Revolution)


- Revolusi medis
- Revolusi biologi
- Revolusi sosial
- Otonomi
- Hak Azasi Manusia (Human Rights)

Semua ini balans/seimbang dengan ketaatan terhadap agama. Efek samping dari revolusi
medis adalah keperkasaan ilmuwan (Empowerment Scientist).

Pengantar Bioetika dan Humaniora 179


PENGANTAR BIOETIKA DAN HUMANIORA

Pengertian bioetika sangat luas, dan sebenarnya etika adalah bagian dari bioetika itu
sendiri. Untuk membedakan pengertian dengan Etika, maka di sini sedikit dikemukakan
tentang apa itu etika.

ETIKA
Istilah yang paling dekat adalah moral. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos”
dalam bentuk tunggal, banyak mempunyai arti seperti: tempat tinggal, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Bentuk jamaknya “ta etha”, yang mempunyai arti adat kebiasaan, dari sinilah latar
belakang dari istilah etika, yang oleh Aristoteles (348 – 322 SM) digunakan untuk
menunjukan filsafat moral.
Definisi Etika: Ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Secara etimologis istilah ini belum cukup lengkap artinya. Ada kata seperti etos kerja,
etos profesi. Kamus umum bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1953): Ilmu pengetahuan
tentang azas akhlak (moral).
Kamus Umum Bahasa Indonesia (P dan K, 1988):
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).
2. Kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Dengan demikian etika dapat diartikan :


1. nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
masyarakat dalam mengatur tingkah laku, atau secara singkat sistem nilai.
2. kumpulan azas atau nilai moral, yang dimaksud adalah kode etik.
3. Ilmu tentang baik dan buruk.

Pada akhir pembelajaran dari pendidikan bioetik adalah untuk mendisain mahasiswa
peka terhadap range (lingkup) issues (masalah) terhadap ilmu-ilmu kehidupan (life
sciences), kesehatan (health), dan perawatan kesehatan sekarang (health care present).

180 Pengantar Bioetika dan Humaniora


PENGANTAR BIOETIKA DAN HUMANIORA

HUMANIORA
Yang dipelajari adalah :
- Agama
- Pancasila
- Civic

Pada akhir pembelajaran mahasiswa dapat lebih baik dan mengerti tentang agama,
Pancasila, dan Civic yang berkaitan dengan profesi dokter.

Kesimpulan:
- Merupakan seri pembelajaran yang terus-menerus selama anda belajar di kedokteran
- Pada akhir pembelajaran mahasiswa akan lebih baik pengetahuaannya dan mengerti
tentang bioetik dan humanitis sebagai landasan perilaku yang baik dan berbudi luhur
sebagai dokter sesuai dengan visi dan misi fakultas kedokteran yang saudara ikuti.
- Perilaku yang baik dalam praktek sehari-hari sebagai pemelihara kesehatan,
ilmuwan, dan peneliti yang harus sensitif terhadap isu etik yang berkaitan dengan
perkembangan bioteknologi.

Daftar Pustaka
1. Conor SS, Fuenzalida-Puelma HL (1990) : Bioethics. Issues and Perspectives. Pan
American Health Organization (Conor and Fuenzalida, Eds). World Health Organiztion.
Scientific Publication No. 527. p. ix-xii.
2. Warren Thomas Reich (1995) : Encyclopedia of Bioethics. Revised Edition. Vol 1. Mc
Millan Library Rference USA. P. 247-252.
3. Bertens K (2001) : Etika. Seri Filsafat Atmajaya : 15. cetakan VI. Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. p. 3-44.

Pengantar Bioetika dan Humaniora 181


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR
Cherry Azaria

Tubuh terdiri atas ratusan jenis sel yang tersusun dan tergabung menjadi suatu jaringan.
Secara keseluruhan, ada 4 (empat) jenis jaringan dasar yang membentuk tubuh (manusia)
dan akan dibahas secara bertahap. Jaringan-jaringan tersebut adalah :
1. Jaringan epitel
Jaringan ini terbentuk dari kumpulan sel-sel yang memiliki sifat, stuktur, dan fungsi
yang serupa. Dalam tubuh manusia, jaringan ini akan dapat ditemukan dalam 2 bentuk,
yaitu bentuk lembaran atau membran, yang akan melapisi permukaan dalam atau
permukaan luar dari tubuh manusia, dan bentuk kelenjar serta bangunan lain yang
memiliki fungsi khusus. Jenis jaringan ini yang akan dibahas selanjutnya.
2. Jaringan ikat
Jaringan ini akan membentuk satu kesatuan dengan ketiga jaringan lain sebagai
suatu bagian terinterasi. Kebanyakan berasal dari sel mesenkhim yang berkembang
dari mesoderm secara embriologi. Jaringan ini terdiri atas sel-sel dan matriks
ekstraseluler yang mengandung substansi dasar dan serabut. Fungsi jaringan ini
mencakup menyokong struktur, sebagai media pertukaran zat, membantu proses
pertahanan dan proteksi tubuh, dan membentuk daerah yang dapat menjadi tempat
penyimpanan lemak. Termasuk di dalam jaringan ini adalah darah, tulang dan tulang
rawan/ cartilago, juga ligamen – sehingga disebut sebagai jaringan ikat khusus.
3. Jaringan otot
Jaringan ini memiliki kemampuan untuk berkontraksi sehingga memungkinkan
pergerakan tubuh. Terdapat 3 jenis otot di dalam tubuh manusia, yaitu otot lurik, otot
polos, dan otot jantung.
4. Jaringan syaraf
Jaringan ini tersusun oleh jutaan neuron membentuk sistem yang kompleks,
berhubungan dengan penghantaran impuls

Jaringan epitel, yang akan dibahas selanjutnya, dapat ditemukan di seluruh permukaan
tubuh. Seluruh saluran yang terdapat dalam tubuh (saluran pencernaan, saluran pernafasan,
sistem urogenital ) dan berhubungan dengan lingkungan di luar tubuh dan semua rongga
yang terdapat di dalam tubuh/ coelemic (pleura, pericardial, peritoneal) dilapisi oleh
jaringan ini. Jaringan epitel yang melapisi coelemic disebut sebagai mesotel. Sementara
jaringan epitel yang melapisi seluruh sistem kardiovaskuler (mencakup pembuluh darah
dan jantung) disebut sebagai endotel. Baik mesotel maupun endotel adalah satu jenis
jaringan epitel yang sama.
182 Jaringan Epitel dan Kelenjar
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Jaringan epitel seperti telah disebutkan sebelumnya, dibentuk oleh sekumpulan sel-
sel. Seluruh sel-sel yang menjadi bagian dasar (disebut sel basal) dari epitel akan terletak
pada suatu lapisan yang disebut sebagai membrana basalis. Tepat di bawah membrana
basalis tersebut barulah akan ditemukan jaringan ikat diikuti jaringan lainnya.
Beberapa kekhasan dari jaringan epitel ini adalah bahwa :
• Tidak terdapat pembuluh darah di dalamnya, jadi bersifat avaskuler. Pembuluh darah
seperti kita ketahui berfungsi menyalurkan nutrisi dan oksigen, sehingga dengan
tidak ditemukannya pembuluh darah, maka nutrisi untuk jaringan ini didapatkan dari
proses difusi antar sel (interseluler) dari jaringan ikat di bawah jaringan ini.
• Jaringan ini memiliki kemampuan untuk beregenerasi, sehingga seluruh sel-
selnya akan terus diperbaharui. Kemampuan ini terjadi karena di sel-sel basal bisa
didapatkan sel induk (stem cell) yang memungkinkan sel-sel basal bisa membelah dan
menggantikan sel-sel yang ada di atasnya. Siklus sel bervariasi, mulai dari hitungan
hari (contoh pada epidermis kulit butuh 27 hari) sampai bertahun-tahun.
• Memiliki kemampuan untuk berubah morfologi maupun fungsinya (kemampuan
metaplasia), yang terjadi apabila keadaan lingkungan tempat jaringan tersebut
berada berubah secara kronis (dalam waktu yang lama). Walau sebenarnya ketiga
jaringan lain pun memiliki kemampuan serupa, namun jaringan epitel lebih mudah
mengalami metaplasia.
• Berasal dari ektoderm, mesoderm, dan endoderm pada embriologi. Hal inilah yang
memungkinkan perkembangannya menjadi berbagai struktur. Jaringan epitel yang
berasal dari ektoderm akan ditemukan pada jaringan epitel yang melapisi permukaan
luar tubuh (contohnya pada kulit, kornea, anus, dan lain sebagainya). Sementara epitel
yang berasal dari mesoderm (contohnya pada saluran urinari, sistem reproduksi) dan
endoderm (contohnya pada saluran pernafasan, pencernaan) akan ditemukan pada
permukaan dalam tubuh.

Secara keseluruhan, jaringan epitel di seluruh tubuh memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Proteksi seluruh jaringan yang berada di bawahnya dari abrasi maupun berbagai
trauma. Kekhususan dari fungsi proteksi ini akan sesuai dengan lokasi jaringan epitel
berada, contohnya pada saluran kemih berfungsi untuk melindungi dari keasaman
urine, pada saluran nafas berfungsi melindungi dari benda asing yang masuk.
2. Tranpor antar sel pada semua lapisan epitel untuk berbagai jenis molekul.

Jaringan Epitel dan Kelenjar 183


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

3. Sekresi dengan cara menghasilkan zat yang akan digunakan oleh tubuh, fungsi ini
secara khusus akan dimilliki oleh sel-sel epitel dalam bentuk kelenjar.
4. Absorpsi berbagai zat dari lumen organ (contohnya hasil mencernaan dari
lumen usus)
5. Mendeteksi adanya rangsangan (bersifat sensoris) melalu berbagai struktur yang
terdapat pada sel epitel (contohnya taste bud pada lidah, sel rambut pada organon
corti, dan lain sebagainya).
6. Sebagai membran permeabilitas selektif untuk berbagai material antara sel-sel.
7. Ekskresi/mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh (contohnya keringat
atau urin).
8. Kontraktil, yang khusus dimiliki oleh sel mioepitel pada pars sekretoris (bagian
penghasil) kelenjar.

Sel-sel yang menyusun jaringan epitel memiliki strukturnya masing-masing. Dalam


setiap sel, akan ada penyokong yang sangat berperan penting pada motilitas sel. Penyokong
ini disebut sitoskeleton, yang umumnya terdiri atas mikrotubul, mikrofilamen, dan filamen
intermediat.
a. Mikrotubul à berperan dalam menjaga bentuk sel, membentuk ruangan intraseluler,
dan berperan dalam proses pergerakan kromosom selama proses mitosis sel.
Komponen ini juga menjadi bagian dari silia dan flagela yang ditemukan
pada bagian apikal sel, sehingga memampukan silia dan flagela untuk
bergerak.
b. Filamen intermediat à dimiliki oleh sel-sel epitel. Berfungsi untuk menjaga
bentuk sel, menjaga struktur 3 dimensi sel, mempertahankan nukleus tetap
di tempatnya, dan menghubungkan membran sel dengan sitoskeleton.
Jenisnya ada 7 macam, yaitu keratin dan tonofilamen (khususnya ditemukan
pada epidermis kulit dalam bentuk berkas yang disebut tonofibril) yang
akan ditemukan dalam sel-sel epitel, desmin, vimentin, glial fibrillary
acidic protein (GFAP), neurofilamen, dan nuclear lamins (A, B, C).
c. Mikrofilamen à berperan dalam fungsi kontraktil dalam motilitas sel, dapat
ditemukan dalam sel otot.

184 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Selain penyokong sel, pada permukaan sel-sel epitel dapat ditemukan struktur yang
berbeda-beda tiap selnya. Struktur tersebut dapat ditemukan pada bagian atas (apikal) sel,
bagian lateral sel, dan bagian bawah (basal) sel.

A. Stuktur yang ditemukan di bagian atas (apikal) sel


Bagian apikal sel merupakan daerah pada sel epitel yang menghadap ke lumen,
sekaligus menjadi tempat pengumpulan sekret yang dihasilkan oleh bagian kelenjar untuk
dilepaskan. Perlu diperhatikan bahwa struktur ini tidak selalu dapat ditemukan dalam
satu sel. Struktur tersebut antara lain selubung sel (glycocalyx/ cell coat), mikrovili, silia,
stereosilia, flagela, krusta, dan kutikula.

• Selubung sel/ glycocalyx, cell coat


Merupakan lapisan yang menyelubungi seluruh permukaan sel, terutama di bagian
apikalnya. Terbentuk atas glikoprotein dan kompleks karbohidrat. Fungsinya adalah
untuk melindungi sel dari interaksi dengan berbagai macam protein yang tidak sesuai
atau dari trauma kimiawi atau dari trauma fisik, mengikat bermacam-macam molekul,
dan mengkonsentrasikan beberapa ion yang akan diabsorpsi oleh sel.

• Mikrovili/ striated border/ brush border


Berupa tonjolan-tonjolan sitoplasma (gambar 1) berbentuk silinder berdiameter 80
nm dan setinggi 1-2 μm, terdiri atas mikrofilamen aktin dan miosin yang memampukan
untuk bergerak. Terdapat terutama pada sel epitel intestinal dan diselubungi juga oleh
selubung sel. Selain pada intestinal (usus halus), juga ditemukan pada sel epitel tubulus
contortus ren, dan sel sekretoris beberapa kelenjar. Fungsinya yaitu untuk menambah
luas permukaan sel supaya kemampuan absorpsinya bertambah dan menghidrolisis
ester gula fosfat disakarida menjadi monosakarida.

Jaringan Epitel dan Kelenjar 185


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Gambar. 1 mikrovili pada epitel intestinal dilihat dengan mikroskop elektron.

• Stereosilia
Merupakan mikrovili yang panjang dan berupa struktur nonmotil dan kadang
bercabang. Salah satu fungsinya untuk memperluas permukaan (pada epididimis)
atau untuk menghantarkan impuls (pada sel rambut telinga).

• Silia
Berupa tonjolan seperti mikrovili, namun ukurannya lebih besar, yaitu
berdiameter 0,2 μm dan tinggi 5-10 μm. Struktur ini dilapisi oleh membran
plasma sel. Karena merupakan tonjolan dari sitoplasma, maka dapat
dibedakan 2 bagian dari silia, yaitu bagian yang berada di dalam sitoplasma
dan bagian yang berada di atas permukaan sel disebut shaft/ batang (gambar 2).
Struktur silia terdiri atas struktur yang disebut axoneme complex. Pada bagian
atas permukaan sel, strukturnya dibentuk oleh 2 buah mikrotubul sentral dan 9
pasang mikrotubul perifer. Sementara di bagian dalam sitoplasma, strukturnya
terdiri atas 9 triplet mikrotubul.

186 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Struktur ini akan tertanam di sitoplasma sel epitel pada daerah corpusculum basale
melalui bangunan yang disebut basal foot/ basal body.

Gambar 2. Silia dilihat dengan mikroskop elektron. Inset: potongan horizontal


silia, tampak gambaran axoneme complex pada bagian shaft/ batang.

Fungsi khususnya adalah untuk menggerakkan cairan atau lapisan mucus pada
permukaan epitel. Sehubungan dengan fungsi tersebut, maka silia dapat bergerak
ke depan (gerakan efektif/ effective stroke) dan gerakan kembali ke posisi awal
(recovery stroke). Dalam prosesnya, pergerakan silia-silia yang terdapat pada
apikal epitel tidak selalu bergerak secara bersamaan (isokhronal) namun ada juga
yang berurutan setiap baris silia (metakhoral).

• Flagela
Struktur ini hanya dapat ditemukan pada tubuh manusia pada sel spermatozoa.
Strukturnya menyerupai silia, namun ukurannya lebih panjang hingga mencapai
50 μm.

Jaringan Epitel dan Kelenjar 187


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

• Krusta
Ditemukan di bagian dalam sel, terbentuk akibat kondensasi sitoplasma. Hasil
kondensasi tersebut terlihat sebagai bangunan yang tidak berbatas tegas di antara
sitoplasma sel bagian atas.

• Kutikula
Merupakan substansi yang dihasilkan oleh sel dan terletak di bagian luar sel,
jadi berbeda dengan krusta, bangunan ini terpisah dari sitoplasma sel.

B. Struktur yang ditemukan di bagian lateral sel


Struktur ini memiliki fungsi khusus, yaitu untuk memperkuat perlekatan antara
sel-sel epitel di sekitarnya. Sel-sel epitel ini akan berhubungan satu sama lain melalui
berbagai cara, melalui struktur cell juctions dan substansi cement. Bangunan yang terdapat
disekeliling sel inilah yang disebut sebagai terminal bars yang merupakan suatu junctional
complexes. Bangunan ini terdiri atas 3 tipe, yaitu :
1. Occludens junctions à berfungsi mengikat sel-sel epitel menjadi suatu batasan
impermeabel
Jenisnya adalah zonula occludens/ tight junction, zonula adherens/ belt
desmosome, dan macula adherens/ desmosome.
Pada beberapa epitel tidak selalu didapatkan junctional complex yang lengkap,
misalnya pada endotel kapiler, zonula occludensnya kurang baik atau tidak ada
sama sekali.
a) Zonula occludens/ tight junction
Terdiri atas protein transmembran yang tersusun seperti jaring, yang
membentuk fusi (akibat transmembran protein claudins dan ocludins
berikatan) antara membran plasma sel yang berdekatan, melingkar seperti
sabuk di bagian apikal sekeliling sel (gambar 3). Struktur ini dapat ditemukan
pada jaringan epitel di lambung, usus, dan kandung kemih. Fungsi struktur ini
untuk mencegah merembesnya zat-zat (contoh: isi dari organ-organ tersebut)
ke ruangan interseluler (darah atau jaringan sekitar) denga cara memperkuat
hubungan antar sel-sel tersebut.

188 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

b) Zonula adherens/ belt desmosome/ adhering junction


Terletak tepat di bawah zonula occludens, juga terdapat di sekeliling sel
(gambar 3). Pada daerah ini, terdapat celah di antara kedua membran sel yang
berdekatan, diisi oleh materi interseluler yang disebut cadherins (transmembran
linker protein).
Struktur lain yang serupa dengan zonula adherens disebut dengan fascia
adherens akan ditemukan pada sel otot jantung, sturktur ini tidak melingkari
sekeliling sel, dan hanya menghubungkan satu sel dengan sel lainnya.

Gambar 3. Struktur secara skematis antara tight junction/zonula occludens


dan zonula adherens/ adhering junction.

c) Macula adherens/ desmosome


Berbentuk seperti cakram, terletak saling berlawanan pada masing-masing
membran plasma sel yang berdekatan, terlihat seperti bintik-bintik pada
membran sel (gambar 4). Bangunan ini akan menempel pada filamen intermediat
(berbeda dengan zonula adherens yang menempel pada mikrofilamen) dengan
adanya plaque berupa protein yang disebut desmoplakins dan pakoglobins.
Fungsinya adalah menjaga stabilitas sel dan jaringan (agar tidak tercerai berai)
terutama bila ada tekanan maupun kontraksi sel.
Jaringan Epitel dan Kelenjar 189
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Gambar 4. Struktur desmosom

Membran sel merupakan unit membran yang terdiri dari 3 lapisan yaitu 2 lapisan
gelap yang terdiri dari molekul protein dan di bagian tengah dipisahkan oleh 1
lapisan terang yang terdiri dari molekul lipid.
Oleh karena itu, pada potongan tegak lurus membran sel di daerah desmosom,
menggunakan mikroskop elektron akan tampak 5 garis gelap berjalan sejajar yang
dipisahkan oleh daerah-daerah yang lebih terang.
Kelima garis gelap tersebut adalah :
 Garis yang di tengah disebut intermediate line / interceluler contact layer
(ICL)
Merupakan tempat pertemuan antara kedua membrane sel yang berdekatan,
timbul akibat adanya lapisan bahan-bahan granuler yang sangat halus
menyelimuti membran sel sebelah luar Selaputnya sendiri tidak padat elektron,
sehingga di kanan kiri ICL tampak garis terang.
 Garis outer cellular membrane ( OCM )
Merupakan 2 buah garis gelap yang terletak di sebelah kiri dan kanan garis ICL.
Jadi, garis OCM ini merupakan lapisan terluar unit membran sel, terdiri dari
protein.
 Garis inner cellular membrane ( ICM )
Merupakan 2 buah garis gelap yang terletak sebelah menyebelah garis OCM.
Garis ICM ini merupakan lapisan terdalam unit membran yang terdiri dari
190 Jaringan Epitel dan Kelenjar
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

molekul protein.
Di sebelah dalam ICM masih terlihat bayangan gelap, karena adanya berkas
tonofilamen (suatu filamen intermediate) memancar dari desmosome untuk
kemudian masuk kembali sehingga memberikan gambaran seperti huruf U.
Tonofilamen pada daerah desmosome ini disebut sebagai tonofibril.

Jadi junctional complex ini terdiri dari 3 segmen berturut-turut dari apikal sel ke arah
basal, yaitu zonula occludens (a), zonula adherens (b), kemudian desmosom (c) seperti
terlihat pada gambar 5.

Gambar 5. Skematis keseluruhan occludens junctions

2. Communicating junctions à berfungsi menyalurkan ion-ion, produk metabolit,


maupun impuls antar sel epitel.
Contohnya adalah gap junctions/ nexus (gambar 6). Pada gap junction, protein
membran yang disebut connexin (sebanyak 6 buah subunit) membentuk semacam
saluran-saluran berisi cairan sehingga terbentuk bangunan connexons. Pada jenis
hubungan ini, tidak ditemukan fusi dari membran sel yang berdekatan, sehingga
memungkinkan ion-ion dan molekul-molekul kecil berdifusi antar sel yang
bersebelahan. Proses membuka atau menutupnya tergantung pada pH sitosol
(tertutup apabila terjadi penurunan) dan konsentrasi Ca2+ (tertutup bila meningkat).
Bangunan ini tersebar pada semua jaringan epitel pada tubuh manusia, sel otot
Jaringan Epitel dan Kelenjar 191
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

jantung, otot polos, bahkan sel syaraf.

Gambar 6. Skematis gap junction – posisi pada membran sel


dan struktur yang membentuknya

3. Anchoring junctions à berfungsi memperkuat hubungan antar sel, baik dengan


sel yang berada di bawahnya, maupun dengan lamina basalis (lihat keterangan di
bawah) pada membrana basalis.
Contohnya adalah hemidesmosome/ half desmosome. Bangunan ini akan
ditemukan di daerah basal satu sel. Sesuai dengan fungsinya, maka biasanya
akan terdapat pada jaringan epitel berlapis (seperti pada epidermis kulit atau
kandung kemih). Sesuai namanya struktur bangunan ini seperti setengah
struktur desmosom. Perbedaan lainnya adalah struktur glikoprotein yang
membentuknya adalah integrin, dan bukan cadherin seperti pada desmosom.
Jadi secara singkatnya, struktur ini lebih merekatkan bagian basal sel dengan
membrana basalis (Gambar 7).

192 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Gambar 7. Struktur dan skema hemidesmosom

C. Struktur yang ditemukan di bagian basal sel


à merupakan struktur yang terdapat di antara lapisan paling dasar sel epitel dengan
struktur jaringan ikat di bawah jaringan epitel, yaitu membrana basalis.
Struktur tersebut adalah Membrana Basalis.
Jadi lapisan ini merupakan dasar tempat berdirinya sel-sel (kecuali sel-sel yang membatasi
kapiler limfe). Namun lapisan ini strukturnya tidak selalu sama pada semua permukaan
organ. Contohnya, pada epidermis membrana basalisnya tebal dan tidak rata. Namun
pada kapiler darah yang kecil justru berlubang-lubang dan tipis. Fungsinya selain
untuk penyokong, juga sebagai filter permeabel/ barier selektif.
Lapisan ini akan terlihat jelas menggunakan pewarnaan impregnasi perak atau PAS
(periodic acid Schiff – untuk molekul kaya karbohidrat dan glikogen), namun tidak
jelas dengan menggunakan pewarnaan HE. Dengan menggunakan mikroskop elektron,
ternyata lapisan ini terbentuk dari gabungan 2 lapisan (gambar 8), yaitu :
1. Lamina basalis (basement lamina) à lapisan yang menempel langsung pada bagian
basal sel (dalam hal ini sel-sel epitel paling dasar), dengan ketebalan 500-1000 A.
Komponen dari lapisan ini adalah serabut kolagen tipe IV, laminin, dan entactin
serta perlecan (suatu proteoglikan heparan sulfat).

Jaringan Epitel dan Kelenjar 193


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

2. Lamina retikularis à lapisan yang menempel pada jaringan pengikat di bawah


jaringan epitel. Terdiri atas serabut-serabut retikuler dan kolagen yang dihasilkan
oleh sel fibroblas pada jaringan ikat.

Gambar 8. Membrana basalis secara skematis

194 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Setelah membahas struktur-struktur yang bisa ditemukan pada sel, maka selanjutnya kita
akan membahas mengenai klasifikasi dari jaringan epitel, yaitu (A) Epitel yang membatasi
permukaan (luar maupun dalam) tubuh, (B) Epitel kelenjar, dan (C) Epitel khusus.

A. Epitel yang membatasi permukaan (luar maupun dalam) tubuh


Jenis jaringan ini fungsi utamanya adalah untuk proteksi. Selain itu juga untuk absorbsi
dan sekresi. Sesuai fungsinya, maka bentuk dan susunan sel-selnya pun berbeda (bila
untuk proteksi, maka biasanya akan berlapis sel/ stratified). Lokasi pun akan menentukan
gambaran epitel yang ditemukan (bila kering bisa didapatkan keratin/ zat tanduk).
Sel-sel penyusun jaringan epitel ini dibedakan berdasarkan jumlah lapisannya dan
bentuk sel (gambar 9).
Berdasarkan jumlah lapisannya, terbagi menjadi :
- Epitel selapis/ simple epithelium à seluruh sel pembentuk akan menempel pada
membrana basalis.
- Epitel berlapis/ stratified epithelium à terdiri atas dua atau lebih lapisan sel epitel.
Jadi hanya sel-sel yang terletak di dasar jaringan epitel yang menempel langsung di
membrana basalis, sementara sel-sel di atasnya menempel pada daerah apikal pada
sel-sel dasar.
- Epitel bertingkat/ berlapis semu/ pseudostratified epithelium à sel-selnya seolah-oleh
tersusun berlapis. Jadi seluruh sel penyusun akan menempel pada membrana basalis,
namun ketinggian selnya ternyata tidak sama, sehingga hanya sebagian sel saja yang
akan mencapai permukaan.

Berdasarkan bentuk sel, akan ditemukan 3 jenis bentuk sel utama, yaitu :
- Sel gepeng/ squamous cell à bentuk selnya gepeng, inti sel oval dan gepeng, sitoplasma
sedikit.
- Sel kuboid/ cuboidal cell à bentuk selnya kuboid/ bujur sangkar, inti sel bulat dan di
tengah.
- Sel silindris/ columnar cell à bentuk selnya silindris (tinggi sel > lebar sel), inti sel
oval dan dekat basal sel.

Jaringan Epitel dan Kelenjar 195


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Selain ketiga bentuk di atas, dapat ditemukan bentuk sel polihedral (banyak sisi) atau
transisional (mampu berubah dari gepeng hingga kuboid atau sebaliknya).

Gambar 9. Skema pembagian epitel berdasarkan jumlah lapisan dan bentuk sel
Dengan mengetahui bentuk dan lapisan sel-sel epitel, maka seluruh jaringan epitel di
tubuh manusia, seperti terlihat pada gambar 10, akan terbagi menjadi :
1. Epitel selapis gepeng/ simple squamous epithelium
Epitel ini disusun oleh selapis sel-sel berbentuk gepeng yang membentuk suatu
membran membatasi suatu ruangan atau lumen. Jenis epitel ini sering disebut
squamous (= bersisik) kerena selnya seperti sisik bila dilihat dari atas. Dengan
pewarnaan perak nitrat (AgNO3) maka batas-batas sel akan jelas terlihat.
Fungsi epitel ini kebanyakan untuk filtrasi atau dialisis dan untuk pertukaran
gas/ udara yang pertukarannya bisa melalui atau di antara sel.
Contoh jenis epitel ini ditemukan di:
− permukaan dalam membrana tympani
− duktus ekskretorius yang kecil dari beberapa kelenjar
− duktus alveolaris dan alveoli paru-paru
− dinding dalam pembuluh darah, jantung, pembuluh lymph, sinusoid à
tipe epitel jenis ini memiliki penamaan khusus, yaitu endotel, fungsinya
sebagai reticulo endothelial system (RES).
− cavum serosa (rongga tubuh yang besar) à tipe epitel jenis ini
penamaankhususnya adalah mesotel, berfungsi mempermudah gerakan
organ-organ tersebut, misalnya pada pleura, pericardium, peritoneum,
mesenterium dan berfungsi lubrikasi.
196 Jaringan Epitel dan Kelenjar
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Endotel dan mesotel berasal dari mesoderm dan pada keadaan patologis
keduanya menyerupai sel-sel yang berasal dari jaringan pengikat daripada berasal
dari sel-sel epitel.
Oleh karena itu, tumor ganas yang berasal dari endotel dan mesotel sarkoma,
sedangkan tumor ganas yang berasal dari jaringan epitel disebut karsinoma.

2. Epitel selapis kuboid/ simple cuboidal epithelium


Epitel ini disusun oleh selapis sel-sel berbentuk kuboid yang membentuk
membran melapisi suatu ruangan atau lumen. Dalam tubuh, jenis ini agak jarang.
Fungsi epitel ini kebanyakan sebagai sel-sel sekresi atau absorpsi.
Contoh jenis epitel ini ditemukan di:
− plexus choroideus di otak
− permukaan dalam kapsul lensa
− Folikel glandula thyroid
− duktus ekskretorius beberapa kelenjar

3. Epitel selapis silindris/ simple columnar epithelium


Epitel ini disusun oleh selapis sel-sel berbentuk silindris yang membentuk
membran melapisi suatu ruangan atau lumen.
Selain berfungsi sebagai pelindung, kebanyakan epitel jenis ini mempunyai
modifikasi sel silindris yang berfungsi sekresi atau absorbsi, disebut sel piala (sel
goblet), seperti yang terdapat pada gaster dan canalis cervicalis uterus.
Contoh jenis epitel ini ditemukan di:
− tractus digestivus, dari gaster sampai anus à pada daerah usus halus
berfungsi untuk absorpsi
− duktus ekskretorius beberapa kelenjar

Jaringan Epitel dan Kelenjar 197


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Pada beberapa daerah lain seperti di bawah ini, pada selnya dapat ditemukan adanya silia:
- tuba uterina
- uterus
- bronchiolus
- sinus paranasalis
- canalis centralis medulla spinalis

Kadang-kadang terdapat variasi dari sel silindris yang terdapat pada epitel jenis ini, yaitu :
a. Sel piala
Sel piala berfungsi menghasilkan mucus yang dapat melicinkan permukaan
epitel, terletak di dalam sitoplasma yang letaknya supranuklear, sehingga bagian
atas sel melebar seperti piala. Itulah sebabnya disebut sel piala atau sel goblet.
Bagian apex yang membesar ini berisi tetes-tetes mucinogen atau premusin
(awal mula mucus). Mula-mula mucinogen pada bagian apex ini hanya sedikit,
lama-lama bertambah banyak sehingga ruangan menjadi penuh, inti sel makin
terdesak ke bawah dan bentuknya menjadi gepeng. Bagian atas sel piala ini akan
pecah sehingga sekretnya dapat keluar. Sesudah sekretnya dikeluarkan semua,
bentuk sel kembali menjadi silindris. Dengan pewarnaan HE, sel piala tampak
bening karena mucin sukar diwarnai, namun akan jelas terlihat menggunakan
pewarnaan PAS.
Epitel selapis silindris dengan sel piala dapat dijumpai di traktus digestivus
mulai duodenum sampai rektum, kadang-kadang pada saluran keluar dari
kelenjar ludah yang besar.
b. Neuroepitelium
Sel neuroepitelium biasanya tinggi dan dapat menerima rangsangan dari luar
sebagai suatu reseptor.Biasanya pada permukaan sel tampak adanya processus
halus seperti benang-benang yang non motil. Sel jenis ini bisa dijumpai pada
sel-sel syaraf dan alat-alat pernafasan.

4. Epitel berlapis gepeng berkeratin dan epitel berlapis gepeng tidak berkeratin/
stratified squamous epithelium (keratinizing dan non-keratinizing)
Epitel ini tebal karena terdiri dari beberapa lapis sel dimana sel-sel berbentuk
gepeng hanya akan ditemukan pada lapisan dekat permukaan. Oleh karena itu, pada
potongan vertikal tampak bermacam-macam bentuk sel dari basal ke permukaan.

198 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Struktur epitel jenis ini yaitu pada membrana basalis terdapat sel-sel berbentuk
kuboid atau silindris pendek, semakin ke permukaan dibentuk oleh beberapa lapis
sel berbentuk polihedral yang makin mendekati permukaan makin pipih. Lapisan
teratas terdiri dari sel-sel yang berbentuk skuamous tipis.
Fungsinya adalah untuk proteksi karena lebih tahan terhadap kerusakan
dibandingkan dengan epitel selapis, tetapi tidak efisien untuk absorbsi.
Kadang pada permukaan epitel jenis ini bisa ditemukan sekret, berasal dari
kelenjar yang terdapat di jaringan pengikat di bawah epitel.
Epitel jenis ini dibagi 2 jenis berdasarkan ada tidaknya zat tanduk pada
permukaan epitel, yaitu :
a. Epitel berlapis gepeng berkeratin / stratified squamous keratinizing
epithelium.
Keratin (zat keratin/ zat tanduk) yang ditemukan pada epitel jenis ini akan
ditemukan pada permukaan, sebagai akibat perubahan sel-sel permukaan
menjadi lapisan yang mati karena proses dehidrasi sehingga struktur selnya
tidak jelas, tidak berinti dan mengalami keratinisasi / kornifikasi / menanduk.
Contoh jenis epitel ini ditemukan di:
- Lidah à terdapat kornifikasi karena fungsi mekanisnya untuk membantu
proses pengunyahan makanan sehingga banyak bersentuhan dengan
benda-benda yang kasar/ keras.
- Epidermis kulit à kulit kaki dan tangan (keratinisasinya sangat tebal
karena selalu bersentuhan dengan benda-benda keras yang diinjaknya atau
dipegangnya)
Pada epidermis kulit dibedakan 5 lapisan berturut-turut dari basal ke
permukaan :
 Stratum basalis/ stratum cylindricum/ stratum germinativum
Lapisan paling dasar tepat di atas membrana basalis, terdiri atas
satu lapisan sel berbentuk silindris pendek dengan sitoplasma yang
banyak mengadung RNA (sehingga tampak basofil). Di dalam sel-
selnya dapat ditemukan butir-butir pigmen melanin.
Sel-sel bagian basal ini dapat mengalami mitosis dan anak-anak sel
tadi akan bermigrasi ke atas untuk menggantikan sel-sel diatasnya,
dan bentuknya menjadi lebih pipih daripada sel-sel di bawahnya.
Hal inilah yang disebut proses regenerasi, yang selalu dimulai dari
bagian bawah.
Perubahan struktur sel-sel tersebut dalam perjalanannya dari
bawah ke permukaan disebut cytomorphosis. Sedangkan sel-sel di
permukaan akan mengalami degenerasi.
Jaringan Epitel dan Kelenjar 199
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

 Stratum spinosum
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapisan sel berbentuk polihedral.
Dengan mikroskop cahaya sel-sel tersebut seperti berduri (spina)
karena adanya tonofibril.

 Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri atas 2- 4 lapisan sel berbentuk belah ketupat
dengan sumbu panjang sejajar permukaan.
Di dalam sitoplasmanya terdapat butir-butir keratohialin yang
berwarna biru pada pewarnaan dengan HE. Butir-butir ini yang akan
menjadi keratin.

 Stratum lucidum
Lapisan ini berupa garis homogen jernih sehingga seringkali tidak
jelas terlihat. Terdiri dari sel-sel yang sudah mati, tidak berinti, dan
dalam sitoplasmanya mengandung zat eleidin yang diduga berasal
dari keratohialin.

 Stratum corneum
Merupakan lapisan paling atas. Struktur sel-selnya tidak tampak
lagi. Pada lapisan ini zat eleidin sudah menjadi keratin.
Pada bagian permukaan terdapat lapisan yang disebut stratum
disjunctum / disjunctivum.

b. Epitel berlapis gepeng tidak berkeratin / stratified squamous non


keratinizing epithelium.
Strukturnya sama persis, yaitu dibentuk oleh sel berbentuk kuboid, polihedral,
dan gepeng- tetapi pada bagian permukaan tidak ditemukan adanya keratin.
Contoh jenis epitel ini ditemukan di permukaan basah, misalnya :
− cavum oris, selalu basah karena kelenjar ludah
− oesophagus
− sebagian dari epiglottis
− conjunctiva
− cornea
− vagina
− uretra wanita

5. Epitel berlapis kuboid/ stratified cuboideum epithelium


Epitel ini disusun oleh beberapa lapisan sel berbentuk kuboid. Epitel jenis ini
sangat jarang ditemukan dalam tubuh.
200 Jaringan Epitel dan Kelenjar
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Contoh jenis epitel ini ditemukan di:


Duktus ekskretorius kelenjar (contoh : glandula sudorifera dan glandula sebacea)

6. Epitel berlapis silindris/ stratified columnar epithelium


Epitel ini disusun oleh sel-sel berbentuk silindris di bagian permukaan. Namun
sel-sel yang terdapat di bawahnya/ yang terletak dekat membran basal bentuknya
bervariasi, bisa berbentuk silindris, kuboid, atau polihedral.
Contoh jenis epitel ini ditemukan di:
− peralihan oropharynx ke larynx
− duktus ekskretorius yang besar beberapa kelenjar.

7. Epitel bertingkat silindris/ pseudostratified columnar epithelium


Epitel ini tampak seperti berlapis, apalagi dengan susunan inti-inti sel yang tidak
beraturan. Namun ternyata epitel ini disusun oleh 2 macam sel yang melekat pada
membran basalis, yaitu (1) sel penyokong – pendek, tidak sampai ke permukaan,
intinya bulat; (2) sel tinggi – silindris tinggi, mencapai permukaan, inti oval.
Di dalam tubuh manusia, epitel jenis ini bisa ditemukan 2 jenis, yaitu :
a. Epitel bertingkat silindris bersilia à di permukaannya dapat ditemukan silia
Contoh jenis epitel ini ditemukan di:
− tractus respiratorius (contoh trachea, bronchus, bronchiolus)
Pada trachea juga dapat ditemukan sel piala (untuk menangkap debu
dan membasahi udara kering yang masuk), sementara sel yang bersilia
berfungsi untuk mengeluarkan kompleks mucus dan debu tersebut.
− bagian epiglotis yang menghadap ke pharynx
− tuba eustachii
− cavum tympani
− saccus larimalis

b. Epitel bertingkat silindris (tanpa silia) à pada permukaannya tidak


ditemukan silia, terdapat pada uretra pria.

Jaringan Epitel dan Kelenjar 201


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Gambar 10. Skematis seluruh jenis epitel di tubuh manusia

8. Epitel transisional/ transtitional epithelium


Epitel ini merupakan peralihan antara epitel gepeng berlapis tanpa keratin
dengan epitel kuboid/ silindris berlapis.
Bentuk sel-sel penyusunnya tidak tetap, berubah sesuai dengan volume.
Jenis epitel ini akan tampak pada saat keadaan tidak teregang (lumen kosong),
yaitu terdapat bermacam-macam bentuk sel dan terdiri dari 4-6 lapisan sel.
Dari bawah ke atas disusun oleh :
 Sel berbentuk kuboid atau silindris pendek
 Sel berbentuk seperti buah labu atau bola lampu à bentuknya akan
menyesuaikan dengan bentuk sel yang paling atas.
202 Jaringan Epitel dan Kelenjar
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

 Sel besar dengan permukaan cembung seperti payung, sehingga disebut sel
payung à berinti besar atau berinti dua. Bagian bawah sel ini cekung
sesuai dengan batas sel yang berbentuk bola lampu tadi. Pada permukaan
sel payung terdapat crusta yang berfungsi sebagai proteksi.
Sebaliknya, pada keadaan teregang (lumen terisi penuh) tampak sebagai epitel
berlapis gepeng tidak berkeratin. Perubahan bentuk ini diduga karena sel-selnya
bergeser satu sama lain. dan hanya terdiri dari 2-3 lapisan sel
Contoh jenis epitel ini ditemukan di: vesica urinaria (kandung kemih),
pelvis renalis, ureter.

B. Epitel kelenjar (epitel glandula)


Yang termasuk epitel jenis ini adalah satu atau sekelompok sel yang memiliki
kemampuan khusus untuk sekresi. Sekresi adalah proses pengeluaran suatu subtansi
hasil biosintesis di dalam sel untuk digunakan di luar sel, tetapi masih di dalam tubuh.
Berbeda dengan ekskresi yang berarti pengeluaran zat-zat yang sudah tidak diperlukan
lagi oleh tubuh.

Gambar 11. Skematis pertumbuhan/ pembentukan kelenjar


Jaringan Epitel dan Kelenjar 203
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Pertumbuhan / Pembentukan kelenjar berasal dari epitel yang menutupi permukaan,


seperti terlihat pada gambar 11. Sel-sel epitel itu mengalami proliferasi dan menembus
ke jaringan pengikat di bawahnya. Kumpulan hasil proliferasi yang terdapat pada
jaringan pengikat ini yang akan menjadi pars sekretorius (pembentuk sekret) dari
kelenjar.
Apabila hasil proliferasi yang menghubungkan daerah permukaan dan jaringan ikat
tersebut tetap dipertahankan maka akan menjadi epitel yang melapisi saluran keluar
(duktus ekskretorius). Gambaran ini akan ditemukan pada kelenjar eksokrin.
Namun apabila sel-sel penghubung tersebut hilang, dan meninggalkan sel-sel
kelenjar sebagai pulau epitel yang dikelilingi jaringan pengikat, maka akan terbentuk
suatu kelenjar endokrin.

1. Kelenjar eksokrin
Jenis kelenjar ini dibedakan berdasarkan jumlah sel penyusunnya, berdasarkan
pars sekretoris –duktus ekskretoriusnya, berdasarkan sifat sekret yang
dihasilkannya, dan berdasarkan cara pelepasan sekretnya.
a. Berdasarkan jumlah sel penyusun, dibagi menjadi :
 Kelenjar uniseluler (sel tunggal)
Karena jenis kelenjar ini hanya terdiri atas 1 sel saja dan selalu
terletak di antara jaringan epitel (intraepitelial), maka sekretnya akan
langsung dikeluarkan ke permukaan dan tidak memerlukan saluran
keluar
Contoh jenis kelenjar ini adalah sel piala/ sel goblet (gambar 12).

204 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Gambar 12. Sel piala/ sel goblet pada trachea (kiri) – diagram skematis (kanan)

 Kelenjar multiseluler
Kelenjar jenis ini akan dibentuk dari banyak sel, dibagi menjadi
kelenjar intra epitelial (terletak di antara jaringan epitel dan tidak punya
saluran keluar – contoh pada cavum nasi) dan kelenjar ekstra epitelial
(bisa ditemukan saluran keluar – duktus ekstretorius)

b. Berdasarkan pars sekretorius –duktus ekskretorius


Klasifikasi ini dibuat berdasarkan gambaran histologis dari pars sekretorius
dan duktus ekskretoriusnya.
1. Gambaran pars sekretoriusnya, dibagi lagi:
 Berdasarkan bentuknya
o Kelenjar tubuler à seperti tabung, ada jenis lurus, tubuler
bergelung, dan tubuler bercabang
o Kelenjar alveoler à seperti tabung erlenmeyer
o Kelenjar asiner à bentuknya lebih bulat dari kelenjar alveoler

Jaringan Epitel dan Kelenjar 205


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

 Berdasarkan jumlah lapisan sel penyusunnya


o Monoptyche à hanya terdiri dari 1 lapis sel (cth. Gld. Sudorifera)
o Poliptyche à terdiri dari beberapa lapis sel (cth. Gld. Sebacea)

2. Gambaran pars ekskretoriusnya dibagi menjadi :


 Kelenjar simpleks/ simple gland à Memiliki saluran keluar/ duktus
ekskretorius yang tidak bercabang
 Kelenjar kompleks/ compound gland à memiliki saluran keluar yang
bercabang-cabang

Oleh karena itu, berdasarkan keduanya, maka berdasarkan pars sekretorius


dan duktus ekskretoriusnya, seluruh kelenjar di tubuh manusia dibagi menjadi
(gambar 13) :
 Kelenjar tubuler simpleks / simple tubular gland
Kelenjar jenis ini dibagi menjadi :
 Kelenjar tubuler lurus simpleks / simple (straight) tubular gland à
Cth. glandula Lieberkuhn.
 Kelenjar tubuler bergelung simpleks / simple coiled tubular gland
à Cth. glandula sudorifera
 Kelenjar tubuler bercabang simpleks / simple branched tubular
gland à Pars sekretoris bercabang-cabang, kemudian bermuara
pada satu duktus excretorius (Cth: glandula-glandula di gaster dan
duodenum)

 Kelenjar tubuloalveoler simpleks / simple tubulo-alveoler gland. à Pars


sekretorisnya selalu bercabang-cabang (Cth. glandula submandibularis
dan sublingualis; gld. Trachealis)

206 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

 Kelenjar alveoler simpleks / simple alveoler gland à Secara periodik


sel-sel sekretoris mengalami degenerasi lemak kemudian didorong
ke tengah oleh sel-sel yang baru terbentuk. Sel-sel yang telah mati ini
akan dikeluarkan sebagai sekret sehingga epitel alveolus terdiri dari
beberapa lapis sel (Cth: glandula sebacea pada kulit)

 Kelenjar alveoler bercabang simpleks / simple branched alveoler gland


à Cth: glandula sebacea yang besar dan glandula Meibom

 Kelenjar tubuler kompleks / compound tubular gland à Pars sekretorius


berbentuk tubuler dan beberapa saluran keluar bermuara dalam satu
saluran keluar utama. (Cth: ginjal dan testis)

 Kelenjar tubulo-alveoler kompleks / compound tubulo-alveoler gland


à Pars sekretorius berbentuk tubuler dan alveoler, dan ada beberapa
saluran keluar bermuara pada satu saluran keluar utama (Cth: glandula
parotis, glandula submandubularis, dan sublingualis, glandula
oesophagealis, glandula pancreas, glandula Brunneri).

Gambar 13. Skematis pembagian jenis kelenjar berdasarkan pars


sekretoriusnya dan duktus ekskretoriusnya

Jaringan Epitel dan Kelenjar 207


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

c. Berdasarkan sifat sekret yang dihasilkan


Dibagi menjadi sitogen (hasil dalam bentuk sel –cth. Testis & ovarium) dan
non sitogen (tidak mengandung sel).
Sebagian besar kelenjar eksokrin termasuk non sitogen dan tersusun
dalam bentuk acini yang masing-masing acinus dibentuk oleh kumpulan sel
berbentuk piramidal. Kelenjar nonsitogen ini dibagi atas :
 Kelenjar mukosa (gambar 14a)
Sekret yang dihasilkan disebut mucin, suatu protein polisakarida
sehingga terwarna oleh PAS. Apabila bercampur dengan air maka akan
terbentuk mucus atau lendir yang bersifat kental.
Sel-sel pembentuk kelenjar mukosa yang multiseluler berbentuk
piramidal, inti oval terletak di basal.
Contoh yang termasuk jenis ini adalah sel goblet (uniseluler).

 Kelenjar serosa (gambar 14b)


Sekret yang dihasilkan bersifat encer, jernih, dan berbentuk sebagai
albumin. Beberapa kelenjar serosa sekretnya mengandung enzim
pencernaan seperti pankreas dan kelenjar parotis.
Sel-sel pembentuk kelenjar serosa berbentuk piramid dengan inti bulat
terletak agak di tengah, sitoplasma di sekitar inti sel basofil. Di dalam sel
ini terdapat butir-butir sekretoris yang berupa bakal enzim yang disebut
granula zymogen, yang bersifat asidofil. Selama fase istirahat, sel-sel
penuh dengan butir-butir sekretoris tetapi intinya tidak menjadi gepeng.
Di bagian basal dari sel terdapat substansi kromofil yang mengandung
RNA, sehingga bagian tersebut bersifat basofil dan tampak bergaris-garis.
Contoh : kelenjar parotis.

208 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

 Kelenjar campuran (gambar 14c)


Di dalam kelenjar ini terdapat kedua jenis acini, baik itu mukosa
maupun serosa. Dengan adanya kedua jenis acini tersebut, maka sel-sel
pada acini mukosa mendesak sel-sel pada acini serosa sehingga tampak
gambaran seperti bulan sabit yang disebut demiluna Gianuzzi.
Salah satu macam sel kelenjar dapat melebihi jumlahnya dari
macam sel kelenjar yang lain (seromukosa/ mukoserosa). Bagian serosa
menghasilkan sekretnya memasuki lumen melalui kanal interseluler yang
kecil sekali di antara sel-sel mukosa yang berdekatan atau di antara sel
serosa dan sel mukosa yang berdekatan.
Contoh : glandula submandibularis (seromukosa) dan sublingualis
(mukoserosa)

a. b. c.

Gambar 14 a.Kelenjar mukosa; b.Kelenjar serosa; c.Kelenjar campuran

Jaringan Epitel dan Kelenjar 209


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

d. Berdasarkan cara pelepasan sekret


Dibagi menjadi :
 Kelenjar merokrin (gambar 15a)
Pelepasan sekret melalui membran sel dan tidak merusak seluruh
bagian sel, sehingga selnya tetap utuh. Sekret dialirkan atau dilepaskan
ke lumen setelah dikumpulkan pada sitoplasma di puncak sel. Sering
didapatkan pada kelenjar yang menghasilkan mucin. Contoh jenis ini:
glandula sudorifera.
 Kelenjar holokrin (gambar 15b)
Pelepasan sekret mengakibatkan seluruh selnya mengalami kerusakan
sehingga sekretnya keluar beserta sel-sel rusak ini. Contoh jenis ini:
glandula sebacea.
Testis dan ovarium dapat dikatakan sebagai kelenjar holokrin
khusus dimana spermatozoa dan ovum disekresikan, suatu proses yang
menunjukkan cytogenous secretion.
 Kelenjar apokrin (gambar 15c)
Pelepasan sekret dilakukan bersama dengan bagian apikal sitoplasma.
Karena itu, bagian atas sel akan tampak rusak sementara inti dan sebagian
terbesar sitoplasma tetap utuh. Lumen pars sekretorisnya akan terlihat
tidak rata. Contoh jenis ini: glandula axillaris, glandula circumanale,
glandula ceruminous.

210 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Gambar 15 a-kelenjar merokrin, b-kelenjar holokrin, c-kelenjar apokrin

Dalam proses pengeluaran sekret pada kelenjar berbentuk acini, terkadang bisa
ditemukan sel mioepitel yang terletak di antara membrana basalis dan sel-sel epitel
kelenjar, berfungs untuk membantu mengeluarkan sekret dari pars sekretoris ke
duktus ekskretorius. Sel ini hanya dapat dilihat menggunakan teknik khusus, yaitu
alkaline fosfatase.
Sel ini memiliki tonjolan-tonjolan sitoplasma yang bersifat kontraktil
(mengandung miofibril) dan intinya terletak di tengah.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, salah satu struktur pembentuk kelenjar
adalah sel-sel epitel yang disebut sebagai parenkim. Di antara parenkim tersebut
dapat ditemukan jaringan pengikat, disebut stroma, sebgai penyokong. Stroma ini
akan membungkus seluruh bagian kelenjar hingga menyerupai kapsul.
Jaringan Epitel dan Kelenjar 211
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Parenkim kelenjar-kelenjar tersebut kemudian terbagi menjadi segmen-segmen


yang disebut lobus (singular) oleh stroma (di sini disebut septum interlobaris) yang
masuk ke dalam parenkim, yang sekaligus juga akan membatasi lobi (plural).
Selanjutnya lobus tadi akan dibagi dan dipisahkan lagi oleh bagian dari stroma
(di sini disebut septum interlobularis) menjadi lobuli. Kemudian lobulus ini terbagi-
bagi lagi menjadi mikro lobulus oleh serabut-serabut retikuler.
Saluran keluar/ duktus ekskretorius (gambar 17) utama akan bercabang-
cabang dalam jaringan pengikat menjadi duktus lobaris. Percabangannya dalam
septum interlobaris disebut ductus interlobaris. Percabangannya dalam septum
interlobularis disebut duktus interlobularis. Saluran ini bercabang dalam lobulus
dan mikro-lobulus menjadi ductus intralobularis. Saluran ini menerima cabang-
cabang yang disebut ductus intercalaris yang cabang-cabangnya berhubungan
dengan pars secretoris secara langsung atau dengan perantaraan celah-celah di
antara sel kelenjar yang disebut canaliculi intercellulare.
Pembuluh darah, pembuluh limf dan syaraf kelenjar menembus kapsul dan
mengikuti septa di antara lobi dan lobuli kemudian memberikan percabangan-
percabangan ke dalam.

Gambar 16. Skematis pars sekretorius dan duktus ekskretorius


212 Jaringan Epitel dan Kelenjar
JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Gambar 17. Skematis duktus ekskretorius

2. Kelenjar endokrin
Kelenjar endokrin tidak mempunyai saluran keluar atau duktus ekskretorius
sehingga strukturnya lebih sederhana daripada kelenjar eksokrin. Kelenjar
endokrin dibungkus oleh kapsul jaringan pengikat. Sebagian jaringan pengikat ini
masuk ke dalam kelompok sel-sel kelenjar sebagai trabecula dimana di dalamnya
berjalan pembuluh darah, limf, dan syaraf. Sekretnya dikeluarkan langsung ke
dalam kapiler sehingga sel-sel tersebut tersusun berupa deret yang lurus atau
dalam bentuk kelompok-kelompok sel memanjang tidak teratur, berbatasan
dengan kapiler.
Sebelum disekresikan sesuai kebutuhan, semua sekret kelenjar endokrin
ditimbun intraseluler.
Apabila penimbunan di intraseluler jumlahnya sudah berlebihan, maka sekret
tersebut akan dikeluarkan ke celah-celah di antara sel kelenjar dan tertampung
dalam suatu ruangan yang dibatasi oleh sel-sel kelenjar yang disebut folikel.
Cara ini disebut penimbunan ekstraseluler. Contohnya pada glandula thyroid
(gambar 18).

Jaringan Epitel dan Kelenjar 213


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Gambar 18. Folikel-folikel glandula thyroid

Dalam tubuh kita, dapat ditemukan suatu organ yang memiliki kedua kelenjar
ini. Organ tersebut adalah pankreas. Bagian acini dari pankreas meruoakan
kelenjar eksokrin yang akan menghasilkan enzim pencernaan yang bersifat
serosa. Sementara kelompokan sel yang berbentuk seperti pulau dan terdapat di
antara asini, disebut sebagai insula Langerhans merupakan kelenjar endokrin yang
menghasilkan hormon insulin dan glukagon dan dikeluarkan melalui pembuluh
darah yang banyak ditemukan diantaranya. Sel yang menghasilkan hormon insulin
adalah sel beta insula Langerhans, berfungsi mengatur kadar gula darah.

C. Epitel khusus
Epitel khusus adalah epitel yang mempunyai sifat struktur dan fungsi khusus yang tidak
termasuk ke dalam jenis kelenjar maupun epitel yang melapisi permukaan. Contoh epitel
jenis ini adalah epitel yang ada hubungannya dengan persepsi sensoris dan epitel yang
ada hubungannya dengan reproduksi (yaitu germinal epithelial yang membatasi tubulus
seminiferus testis). Jenis epitel ini akan dibahas terperinci pada bab khusus.

214 Jaringan Epitel dan Kelenjar


JARINGAN EPITEL DAN KELENJAR

Daftar Pustaka
1. Gartner L.P., Hiatt J.L. 2007. Color Textbook of Histology, 3rd ed. Saunders,
Philadelphia.
2. Junquiera L.C., Carneiro J. 2010. Basic Histology, 12th ed. Lange, New York
3. Tortora G.J, Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. John
Wiley & Sons, Inc. Hoboken NJ
4. Eroschenko V.P. 2005. di’Fiores Atlas of Histology, 10th ed. Lippincott Williams &
Wilkins, Baltimore.
5. Gartner L.P., Hiatt J.L. 2006. Color Atlas of Histology, 4th ed. Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia.
6. Young B., Health J.W. 2002. Wheather’s Functional Histology, 4 th ed. Churchill
Livingstone, Edinburg

Jaringan Epitel dan Kelenjar 215


JARINGAN PENGIKAT
Teresa Lucretia

Jaringan dasar pada histologi terdiri dari :


• Jaringan epitel
• Jaringan pengikat dan penyokong
• Jaringan otot
• Jaringan syaraf

Setiap jaringan dasar dibentuk oleh 3 komponen, yaitu :


• Sel
• Serabut/ Fibers
• Substansia dasar/ Ground substance

Setiap jaringan dasar pada histologi, akan mempunyai komponen utama yang berrbeda-beda.
Jaringan epitel, jaringan otot, dan jaringan syaraf terdiri dari sel-sel yang tersusun secara padat,
sehingga komponen serabut dan substansia dasarnya tidak tampak. Berbeda dengan jaringan-
jaringan tersebut, komponen utama pembentuk jaringan ikat adalah serabut dan substansia
dasar, yang akan membentuk matriks ekstraseluler. Banyaknya matriks ekstraseluler pada
jaringan ikat menyebabkan jaringan ini memiliki fungsi untuk menghubungkan dan mengikat
ketiga jaringan dasar yang lain, sehingga dapat memertahankan bentuk dan lokasi organ.

Asal Jaringan Ikat

Jaringan ikat berasal dari jaringan mesenkim yang tersusun dari sel-sel mesenkim. Jaringan
ini terutama ditemukan pada embrio yang sedang berada dalam tahap proses pembentukkan organ,
dan dapat ditemukan terutama pada lapisan tengah: mesoderm.

Gambar Sel Mesenkim

216 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

Sel ini memiliki sifat multipotensial, yaitu sifat dapat berkembang menjadi sel, jaringan, atau
organ apapun; seperti tendo, ligamen, tulang, kartilago (tulang rawan), sel otot polos, sel endotelial,
sel-sel limfoid, sel darah dan sel-sel hematopoietik lainnya.

Sel mesenkim memiliki gambaran histologis sebagai berikut:

- Inti sel: bulat/oval dengan anak inti yang tampak jelas dan benang kromatin halus
- Badan sel: membran sel tidak jelas terlihat, tetapi memiliki banyak prosesus tonjolan

Fungsi Jaringan ikat

Terdapat berbagai jenis jaringan ikat, yang memiliki fungsi utama sebagai berikut:

• Sebagai penyokong tubuh, contoh: tulang, kartilago, tendon dan ligamen.


• Sebagai media pertukaran gas, zat/nutrien, dan sisa metabolisme, contoh: darah.
• Sebagai pertahanan tubuh, untuk melindungi tubuh terhadap invasi mikroorganisme,
benda asing, dan sel debris, contoh: jaringan pengikat longgar, dan jaringan retikularis.
Fungsi ini terutama dikerjakan oleh sel-sel fagosit yang banyak ditemukan pada kedua
jaringan tersebut, seperti makrofag, limfosit T, sel retikuler, sel mast, eosinofil, sel plasma,
dan limfosit B.
• Sebagai tempat penyimpanan dan metabolisme lemak, contoh: jaringan lemak.

KOMPONEN JARINGAN IKAT

SEL

Sel-sel pada jaringan pengikat dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:

 Fixed cells

adalah sel yang menetap, berkembang dan menjalankan fungsinya dalam jaringan ikat. Sel
tersebut bersifat stabil dan masa hidupnya lama.

 Transient cells/ wandering cells/free cells

adalah sel yang berasal dari sumsum tulang dan biasanya bersirkulasi dalam darah. Apabila
terdapat rangsangan (stimulus), sel-sel ini akan bermigrasi menuju jaringan ikat untuk
menjalankan fungsinya. Masa hidupnya lebih pendek dari fixed cells, sehingga akan terus
diproduksi oleh stem sel pada sumsum tulang.

Jaringan Pengikat 217


JARINGAN PENGIKAT

Sel-sel pada jaringan ikat dengan pewarnaan Hematoxylin – Eosin (H.E.)

FIXED CELLS

Yang termasuk ke dalam fixed cells, yaitu :

1. Fibroblas/ fibrosit
2. Sel lemak
3. Sel mast
4. Makrofag

Fibroblas

Fibroblas adalah sel utama dan terbanyak pada jaringan ikat, yang merupakan pembentuk
utama matriks ekstraseluler, seperti serabut (kolagen dan elastin), dan substansia dasar
(glikosaminoglikan, proteoglikan, dan glikoprotein). Karenanya, fibroblas menjadi sel target dari
berbagai hormon dan faktor pertumbuhan yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
sel. Fibroblas berasal dari sel mesenkim. Pada orang dewasa, fibroblas dalam jaringan ikat jarang
mengalami perubahan, tetapi masih mengalami mitosis terutama bila jaringan membutuhkan
adanya fibroblas tambahan, seperti pada proses penyembuhan luka.

218 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

Berdasarkan kegiatannya dalam mensintesis matriks ekstraseluler, maka dapat diamati 2 macam
keadaan fibroblas yang berbeda secara histologis, yaitu :

A. Fibroblas (aktif)
B. Fibrosit (inaktif)

A. Fibroblas

Fibroblas akan bermitosis dan bergerak aktif menuju jaringan yang mengalami kerusakan,
untuk mensintesis matriks ekstraseluler yang baru. Sel aktif ini sering ditemukan di antara serabut
kolagen, dan tersusun paralel sesuai sumbu panjang serabut.

Gambaran histologis
Mikroskop cahaya:
- Inti sel: Bentuk oval, besar. Terdapat kromatin halus, dan satu atau dua nukleolus/ nukleoli
(anak inti).

- Bentuk sel: fusiform (bentuk sel memanjang, besar/gemuk di tengah dengan ujung-ujung
yang lancip).

- Sitoplasma: sedikit tampak asidofil atau pucat. Dapat ditemukan banyak tonjolan
sitoplasma, namun pada jaringan yang aktif, kurang jelas terlihat karena tertutup oleh
serabut-serabut.

Mikroskop elektron:

Pada sitoplasmanya dapat ditemukan banyak Rough Endoplasmic Reticulum (RER)/ Retikulum
Endoplasma Kasar (RE kasar), yang berperan dalam sintesis protein. Selain itu, dapat ditemukan
juga apparatus golgi/badan golgi yang sangat berkembang.

B. Fibrosit

Merupakan fibroblas yang inaktif. Sel ini tidak bergerak dan tidak aktif dalam mensintesis
matriks ekstraseluler.

Gambaran histologis:
Mikroskop cahaya:
- Inti sel: Bentuk inti gepeng memanjang, lebih kecil dari inti fibroblas, terwarna lebih gelap.
- Bentuk sel: ukuran sel lebih kecil dari fibroblas, berbentuk oval atau fusiformis
- Sitoplasma: terwana asidofilik, dengan sedikit tonjolan sitoplasma.

Mikroskop elektron:
Pada sitoplasmanya hanya ditemukan sedikit RE kasar, tetapi banyak ditemukan ribosom bebas.

Jaringan Pengikat 219


JARINGAN PENGIKAT

Skema Fibroblas aktif dan inaktif

Fibroblas (kiri) dan Fibrosit (kanan) dengan pewarnaan HE

220 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

Myofibroblas

Myofibroblas adalah modifikasi dari fibroblas, karakteristiknya merupakan gabungan antara sel
otot polos dan fibroblas.
Dengan menggunakan mikroskop cahaya, sel ini sulit dibedakan dengan fibroblas.
Dengan mikroskop elektron, myofibroblas akan tampak memiliki berkas filamen actin dan
dense bodies seperti sel otot polos, tetapi tidak memiliki basal lamina.
Myofibroblas banyak ditemukan pada perbaikan jaringan rusak dengan fungsi utama untuk
kontraksi dan penyusutan jaringan parut; dan ligamentum periodontal yang diduga berfungsi
membantu proses erupsi gigi.

Sel Lemak / Adiposit

Sama seperti sel-sel pada jaringan ikat lainnya, sel lemak berasal dari sel mesenkim.
Sel ini memiliki fungsi sebagai tempat sintesa/pembentukkan dan tempat penyimpanan
trigliserida, suatu komponen lemak yang dapat digunakan sebagai sumber energi, atau prekursor
berbagai hormon dan enzim untuk menjalankan fungsi tubuh.
Sel lemak adalah sel yang telah terdiferensiasi secara sempurna, dan setelah dewasa, tidak akan
mengalami proses pembelahan sel/mitosis.

Terdapat 2 jenis sel lemak:


A. Sel lemak unilokular/univakuolar
B. Sel lemak multilokular/multivakuolar

A. Sel Lemak Unilokular/ Univakuolar

Sel lemak ini akan membentuk jaringan lemak putih. Selain itu, sel lemak putih juga
dapat ditemukan tersebar di banyak tempat, seperti pada jaringan ikat longgar, dan di sekitar
pembuluh darah.

Pada membran plasma sel lemak unilokular terdapat reseptor untuk hormon insulin, growth
hormon, norepinephrine, dan glukokortikoid yang memfasilitasi pengambilan dan pelepasan asam
lemak bebas dan gliserol.

Sel lemak unilokular juga mensekresi hormon leptin, yang mengatur pusat nafsu makan di
hipotalamus. Orang yang tidak mampu menghasilkan leptin akan memiliki nafsu makan yang
berlebihan, sehingga tidak dapat mengontrol berat badannya. Sehingga secara klinis, sel lemak
dapat mempengaruhi terjadinya obesitas. Pada masa dewasa, dikenal 2 jenis obesitas, yaitu:

- Hypertrophic obesity: adalah akibat akumulasi lemak yang tersimpan dalam sel lemak
unilokular, sehingga ukuran sel membesar, sampai 4 kali normal.

- Hypercellular obesity: adalah hasil dari bertambahnya jumlah sel lemak secara berlebihan.
Tipe ini merupakan tipe obesitas yang lebih berat.
Jaringan Pengikat 221
JARINGAN PENGIKAT

Jumlah sel lemak pada masa dewasa tidak akan mengalami perubahan, tetapi prekursor sel
lemak akan berproliferasi pada awal masa kehidupan bayi. Terbukti bila dalam beberapa minggu
awal kehidupan, bayi tersebut mengalami overfeeding, maka prekursor sel lemak akan meningkat.
Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah sel lemak, yang merupakan stadium awal
terjadinya hiperselular obesitas pada masa dewasa. Karenanya bayi-bayi yang mengalami kelebihan
berat badan/overweight akan 3 kali lipat lebih mungkin mengalami obesitas pada masa dewasanya,
dibandingkan dengan bayi berberat badan ideal.

Gambaran histologis
Mikroskop cahaya:
- Inti sel: gepeng, terdesak ke tepi (eksentrik).
- Bentuk sel: spheris / bulat, dengan diameter 50 - 150 mm. Ukuran sel lemak tergantung
pada diet lemak dan pengeluaran energi. Bentuk sel dapat berubah menjadi polihedral bila
berdesakan dalam pembentukan jaringan.
- Sitoplasma: hanya berupa lingkaran tipis, karena terdesak ke tepi oleh satu buah vakuola
yang besar, sehingga tampak gambaran menyerupai cincin (signet ring appearance).
Vakuola besar ini berisi tetes lemak, akan tetapi dalam pembuatan preparat akan larut.

Mikroskop elektron:

Pada sitoplasmanya dapat ditemukan: kompleks golgi kecil di dekat inti, sedikit mitokondria,
sedikit RE kasar, banyak ribosom bebas.
Setiap sel lemak akan dikelilingi oleh lamina basalis.
Pada keadaan puasa, permukaan sel akan menjadi irregular, dan tampak banyak pseudopodia.

B. Sel Lemak Multilokular/Multivakuolar

Sel lemak ini akan membentuk jaringan lemak coklat.


Gambaran histologis
Mikroskop cahaya:
- Inti sel: spheris/ bulat, terletak central, atau eksentrik.
- Bentuk sel: bulat atau poligonal, ukurannya lebih kecil dari sel lemak putih.
- Sitoplasma: dapat ditemukan banyak vakuola-vakuola kecil dalam berbagai ukuran,
tempat disimpannya tetes lemak.

Mikroskop elektron:

Pada sitoplasmanya dapat ditemukan banyak mitokondria, sedikit ribosom bebas, dan tidak
memiliki RE kasar, melainkan RE halus.
222 Jaringan Pengikat
JARINGAN PENGIKAT

Sel Mast (Mast Cell)

Berbeda dengan dua sel sebelumnya, sel mast diduga berasal dari prekursor yang ada di
sumsum tulang, yang kemudian beredar dalam pembuluh darah sebelum masuk dan menetap pada
jaringan ikat. Sel mast banyak ditemukan pada jaringan ikat di sepanjang pembuluh darah kecil,
baik secara tunggal maupun berkelompok. Sel ini merupakan sel yang terbesar dalam kelompok
fixed cell, dan merupakan sel yang bertanggung jawab dalam terjadinya proses alergi, yaitu jenis
hipersensifitas tipe I, suatu jenis alergi berat yang terjadi dengan amat cepat. Masa hidup sel ini
hanya beberapa bulan dan kadang-kadang mengalami proses mitosis.

Gambaran histologis
Mikroskop cahaya:
- Inti sel: berbentuk bulat/spheris, kecil, pucat, letak sentral. Terkadang tidak jelas terlihat
karena tertutup oleh granula- granula yang padat pada sitoplasma.
- Bentuk sel: oval atau bulat, dengan diameter 20 - 30mm.
- Sitoplasma: dapat ditemukan banyak granula sekretoris ukuran 3 – 8mm, bersifat
metakhromatis (biru keungunan) dengan pewarnaan toluidine blue, karena granula
ini mengandung heparin atau kondroitin sulfat. Pada pewarnaan HE, granula ini akan
berwarna asidofil/merah.

Mikroskop elektron:

Sitoplasma tampak mengandung granula-granula yang berbeda ukuran dan bentuk, beberapa
mitokondria, sedikit RE kasar, kompleks Golgi yang kecil.

Granula pada sel mast mengandung mediator primer, seperti: heparin, histamin (kondroitin
sulfat), neutral protease (tryptase, chymase, hdan carboxypeptidase), aryl sulfatase (seperti
b-glucuronidase, kininogenase, peroxidase, dan superoxide dismutase), eosinophil chemotactic
factor (ECF), neutrophil chemotactic factor (NCF).

Selain mediator primer, sel mast juga mensintesis sejumlah mediator sekuder, seperti mediator
yang berasal dari prekursor membran asam arakhidonat: leukotrienes (LTD4, LTE4, dan LTC4),
thromboxanes (TXA2 dan TXB2) dan prostaglandin (PGD2). Selain itu, sel mast juga melepas
sejumlah sitokin (bukan dari prekursor asam arakhidonat), seperti platelet-activating factor (PAF),
bradikinin, interleukin (IL-4, IL-5, dan IL-6) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-a). Semua
mediator sekunder di atas, akan dibentuk dan segera dilepaskan, tidak disimpan dalam granula.

Jaringan Pengikat 223


JARINGAN PENGIKAT

Sel Mast – jar. Ikat tikus (H.E)

Makrofag

Sama seperti sel mast, makrofag berasal dari prekursor sel pada sumsum tulang, yang
memproduksi monosit. Monosit akan berkembang di sumsum tulang, masuk ke dalam sirkulasi
darah, kemudian bermigrasi ke jaringan ikat melalui endotel kapiler dan venula, mengalami proses
pematangan dan berubah menjadi makrofag. Makrofag dapat hidup dalam jaringan ikat selama
sekitar 2 bulan, dan dapat berproliferasi secara lokal.

Makrofag adalah sel pada jaringan ikat yang dapat digolongkan ke dalam fixed cell, maupun
transient cell. Bila sel tersebut menetap di jaringan ikat disebut fixed macrophages/ resident
macrophages, sedangkan sel yang bermigrasi karena ada stimulus eksogen disebut free
macrophages/ elicited macrophages.

Makrofag yang menetap pada jaringan ikat di organ tertentu, telah diberi nama sesuai dengan
lokasinya sebelum diketahui bahwa mereka adalah sel yang sama. Oleh karenanya, sel Kupffer
pada hati, sel debu pada paru-paru, sel langerhans pada kulit, osteoklast pada tulang, mikroglia
pada otak, dan makrofag pada jaringan ikat, sesungguhnya adalah satu jenis sel yang sama,
meskipun memiliki gambaran histologis yang berbeda.

224 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

Gambaran histologis
Mikroskop cahaya:
- Inti sel: berbentuk oval atau sedikit berlekuk pada satu sisi sehingga tampak menyerupai
ginjal, terletak eksentrik, dan terdapat sebuah nukleoli (sering tidak terlihat)
- Bentuk sel: bila inaktif umumnya berbentuk bulat dengan diameter: 10 – 30mm, sedangkan
sel yang aktif akan berbentuk irregular, terkadang tampak beberapa pseudopodia.
- Sitoplasma: terwarna basofilik, dan dapat ditemukan banyak vakuola-vakuola kecil dan
granula-granula kecil padat.

Mikroskop elektron:
Pada sitoplasmanya terdapat kompleks Golgi yang sangat berkembang, beberapa mitokondria,
RE kasar yang tampak jelas, dan banyak sekali lisosom yang pada mikroskop cahaya tampak
sebagai granula padat.

Fungsi dari Makrofag di antaranya adalah sebagai berikut:

• Fagositosis (imunitas selular)


Fagositosis benda asing, mikroorganisme, sel rusak, sel tua (mis. eritrosit), sel mati, elemen
matriks ekstraselular yang abnormal, sel kanker. Setelah difagosit, zat-zat ini kemudian dicerna
oleh enzim hidrolitik dalam lisosom sitoplasma makrofag. Pada keadaan peradangan kronis,
makrofag berkerumun, membesar, berbentuk poligonal, disebut epithelioid cells. Bila partikel
yang akan difagositosis besar, beberapa makrofag bersatu membentuk foreign body giant cell/
multinuclear giant cells. Kedua tipe sel ini hanya terdapat pada keadaan patologis.

• Antigen presenting cells (APC)


Antigen yang telah difagosit akan dicerna dan dihancurkan, kemudian dipresentasikan ke
permukaan sel APC, untuk mengaktifkan sel imun lainnya, seperti limfosit; dan rangkaian
sistim imun yang lain, seperti pengeluaran interleukin.
Sel – sel yang termasuk antigen presenting cells adalah: makrofag (sel utama), sel fibroblas,
sel endothelial pembuluh darah, astrosit, dan sel epithelial thyroid.

• Membantu proses involusi fisiologis, pembersihan debris dan sel rusak


Seperti penyusutan uterus setelah partus, melalui proses penghancuran kelebihan komponen
ekstraselular yang dibentuk saat masa kehamilan; atau memakan sel-sel rusak pada proses
penyembuhan luka.

• Merupakan sel sekretoris


Dengan cara memproduksi: enzim (misalnya kolagenase) dan sitokin yang dapat
meningkatkan kemampuan sel-sel imun lainnya.
Jaringan Pengikat 225
JARINGAN PENGIKAT

TRANSIENT CELLS/ FREE CELLS/ WANDERING CELLS

Berbeda dengan fixed cell, semua transient cell berasal dari sel prekursor yang ada di sumsum
tulang. Rata-rata transient cell adalah sel-sel darah putih yang mampu bermigrasi, dan berubah
bentuk di dalam jaringan ikat.

Sel-sel yang termasuk transient cells, yaitu:

1. Sel Plasma
2. Sel Leukosit : monosit, neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit
3. Makrofag

Sel Plasma

Sel plasma berasal dari sel limfosit B yang telah berinteraksi dengan antigen, dan menghasilkan
imunoglobulin/antibodi yang merupakan bagian dari sistim imunitas humoral. Antibodi ini penting
untuk menetralisir antigen yang masuk ke dalam tubuh, bekerjasama dengan sistim imunitas
seluler. Karenanya, sel plasma terutama ditemukan pada daerah yang mengalami peradangan
kronis; sedangkan dalam jumlah kecil dapat ditemukan pada jaringan ikat manapun. Sel plasma
memiliki masa hidup yang pendek, yaitu 10 – 20 hari saja.

Sel plasma pada jaringan ikat. Perhatikan gambaran ‘jeruji roda’ pada intinya.

226 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

Gambaran histologis
Mikroskop cahaya:
- Inti sel: bentuk spheris/ bulat, letak eksentrik, mengandung heterokromatin kasar seperti
jeruji roda atau ”clock face”
- Bentuk sel: oval, besar, dengan diameter: 20 mm
- Sitoplasma: terwarna basofilik

Mikroskop elektron:

Pada sitoplasmanya dapat ditemukan kompleks golgi yang besar dengan sepasang centriole,
RE kasar yang sangat berkembang, dan sedikit mitokondria.

Leukosit
Leukosit/sel darah putih, adalah sel-sel darah yang dapat bermigrasi ke jaringan ikat melalui
proses diapedesis. Proses ini terutama meningkat selama peradangan (inflamasi), sebagai reaksi
pertahanan tubuh terhadap benda asing, mikroorganisme, iritasi zat kimia.
Leukosit terutama berperan dalam imunitas seluler, dan berperan dalam terjadinya inflamasi/
peradangan. Pada proses inflamasi akan terjadi pelepasan mediator kimia secara lokal oleh sel-
sel ini yang akan merangsang terjadinya peningkatan aliran darah di tempat infeksi, peningkatan
permeabilitas vaskular, kemotaksis sel-sel imun, dan proses fagositosis. Akibatnya, dapat dikenal
5 tanda klasik inflamasi (cardinal sign), yaitu : rubor, tumor, color, dolor, functiolesa.

Leukosit dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu Granulosit (sel dengan granula pada
sitoplasmanya), terdiri dari: Basofil, Eosinofil, Neutrofil segmen, dan Neutrofil batang; dan
Agranulosit (tidak ditemukan granula pada sitoplasmanya), terdiri dari: Limfosit, dan Monosit.
Gambaran histologis masing-masing sel ini akan dibahas lebih mendalam pada blok 6 (Hematologi-
Imunologi).

SERABUT/ KOMPONEN FIBRILER/ FIBERS

Komponen serabut pada jaringan ikat menyebabkan jaringan ikat mampu bertahan terhadap
tekanan dan tarikan. Serabut pada matriks ekstraselular jaringan ikat terbentuk dari struktur
protein, yang terutama disintesis oleh fibroblas.

Terdapat 3 tipe utama serabut, yaitu:


1. Kolagen
2. Retikuler
3. Elastis

Serabut kolagen dan retikuler dibentuk oleh protein kolagen, sedangkan serabut elastis terutama
tersusun oleh protein elastin.
Jaringan Pengikat 227
JARINGAN PENGIKAT

Serabut Kolagen

Serabut kolagen adalah serabut utama dan terbanyak pada jaringan ikat. Secara keseluruhan,
kolagen merupakan protein terbanyak dalam tubuh manusia, jumlahnya dapat mencapai sekitar
30 % dari berat kering. Kolagen dapat ditemukan pada hampir semua jaringan ikat organ tubuh.

Serabut kolagen terutama disintesis oleh fibroblas, tetapi dalam jumlah kecil, juga disintesis oleh
kondroblas, osteoblas, dan odontoblas. Tiap-tiap serabutnya memiliki diameter yang bervariasi,
antara 1 – 20 mm. Oleh karena susunan serabut yang khas, maka serabut kolagen memiliki daya
regang (tensile strength) yang kuat namun tidak elastis, tebal, dan tidak bercabang.

Kumpulan serabut kolagen segar akan tampak putih mengilap pada jaringan hidup, dan dapat
ditemukan dalam jumlah besar pada tendon otot atau aponeurosis. Dalam pembuatan preparat,
serabut kolagen bersifat asidophilic/ eosinophilic dengan pewarnaan haematoxyline eosin (HE)
sehingga tampak berwarna merah muda.

Dengan mikroskop cahaya, serabut kolagen pada jaringan ikat akan tampak sebagai garis-
garis merah muda, panjang, dan bergelombang. Sedangkan dengan mikroskop elektron,
hampir semua serabut kolagen memperlihatkan karakteristik periodisitas 64 nm, yaitu: adanya
garis melintang setiap 64 nm. Hal ini diakibatkan adanya polimerisasi molekul tropokolagen, yang
menyebabkan terjadinya overlapping molekul tropokolagen setiap panjang serabut 64 nm. Hanya
serabut kolagen tipe IV yang tidak memperlihatkan gambaran periodisitas.

Susunan serabut kolagen dimulai dari pembentukan asam amino. Asam amino (AA) utama
pembentuk kolagen, yaitu: glisin (terbanyak ±33,5%), prolin, lisin, hidroksiprolin, dan
hidroksilisin. AA ini akan tersusun membentuk rantai polipeptida, yang disebut dengan rantai
a. Setiap 3 rantai a kemudian akan terpilin membentuk suatu konfigurasi helix (triple helix),
dan membentuk 1 tropokolagen. AA proline yang berbentuk cincin akan menstabilisasi tiap-tiap
rantai a, sedangkan AA glisin yang memiliki molekul terkecil memungkinkan rantai a terpilin
membentuk triple helix.

Tropokolagen akan beragregasi/bersatu membentuk mikrofibril, kemudian bersatu membentuk


struktur yang lebih besar: fibril. Kumpulan fibril akan membentuk serabut (fibers) yang sering
berjalan paralel. Kumpulan serabut akan membentuk berkas (bundles), yang akan tampak sebagai
serabut kolagen.

228 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

Skema Susunan kolagen dari triple helix sampai menjadi berkas kolagen

Berdasarkan perbedaan struktur kimia atau komposisi AA pada rantai a, terdapat setidaknya 19
tipe serabut kolagen. Enam tipe utamanya, yaitu:

- Tipe I: terdiri dari fibril-fibril kolagen yang berjalan paralel dan membentuk berkas (bundles),
terdapat pada jaringan ikat dewasa, dermis kulit, tendon, ligamen, tulang, dentin dan sementum,
dan fibrocartilago. Merupakan jenis kolagen terutama dan terbanyak.
- Tipe II : terdiri dari fibril-fibril halus, terdapat pada kartilago hyalin dan elastis.
- Tipe III : serabut retikuler, membentuk anyaman halus, banyak ditemukan pada organ hati,
sumsum tulang, dan limfoid. Tersusun membentuk anyaman
- Tipe IV : unsur penting pada membran basalis, ditemukan pada lamina densa. Tidak membentuk
fibril.
- Tipe V : bergabung dengan tipe I, terdapat pada placenta.
- Tipe VII: melekatkan lamina basalis pada lamina retikularis, tidak membentuk fibril.

Jaringan Pengikat 229


JARINGAN PENGIKAT

Serabut Retikuler

Merupakan bentuk serabut kolagen yang paling awal diproduksi selama proses perkembangan
semua jaringan ikat penyokong. Pada jaringan penyokong dewasa jumlahnya akan bervariasi antar
organ, dan antar individu.

Serabut retikuler sebenarnya adalah serabut kolagen tipe III yang memiliki diameter 0,5 – 2 mm,
dan membentuk anyaman. Diameter yang kecil dan susunan serabut yang longgar memberikan
sifat fleksibilitas, sehingga dapat organ yang tersusun dari banyak serabut retikuler dapat berubah
volume sampai batas tertentu. Serabut ini banyak ditemukan pada arteri, parenkim hati, dan
uterus. Serabut retikuler juga menyokong kapiler, syaraf dan sel-sel otot; dan juga organ-organ
hematopoietik seperti sumsum tulang, limpa, dan nodus limfatikus/kelenjar getah bening. Dalam
organ hematopoietik, serabut retikuler akan dihasilkan oleh suatu sel menyerupai fibroblas yang
disebut sel retikuler.

Komposisi utama serabut retikuler adalah kolagen tipe III, glikoprotein dan proteoglikan.

Pada pembuatan preparat, serabut retikuler tidak akan terlihat pada pewarnaan H.E, namun
akan berwarna hitam dengan pewarnaan impregnasi garam perak (AgNO3), karena bersifat
argyrophilic (memiliki afinitas terhadap garam perak). Selain dengan garam perak, serabut
retikuler juga dapat terwarna dengan pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS). Hal ini diakibatkan
karena serabut retikuler memiliki kandungan tinggi karbohidrat.

Serabut Elastis

Adanya elastisitas pada jaringan ikat secara umum diakibatkan adanya serabut elastis. Serabut
elastis umumnya akan tampak halus, panjang, dan bercabang-cabang, akan tetapi dapat
membentuk berkas yang lebih padat pada ligamen. Serabut ini terutama ditemukan pada kulit,
paru-paru, pembuluh darah, dan vesica urinaria.

Serabut elastis memiliki daya regang yang tidak sekuat serabut kolagen, tetapi memiliki
elastisitas tinggi, yaitu kemampuan untuk diregang dan kembali ke ukuran semula (recoil) tanpa
terjadi deformitas. Serabut ini dapat ditarik sampai 150% panjang semula, tanpa mengalami
robekan. Sifat elastisitas ini penting bagi pembuluh darah besar seperti aorta dan arteri pulmonalis,
sehingga pada saat pengisian darah dalam jumlah banyak tidak akan mengalami robekan atau
distorsi.

Pada pembuatan preparat serabut elastis bersifat eosinophilic, sehingga dengan pewarnaan HE
akan berwarna merah tua.

230 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

Struktur serabut Elastis: desmosine cross-link menyebabkan sifat elastis

Serabut elastis pada jaringan ikat disintesis oleh sel fibroblas, sedangkan pada pembuluh
darah besar, serabut ini disintesis juga oleh sel-sel otot polos. Prekursor serabut elastis adalah
tropoelastin, yang akan mengalami polimerisasi pada matriks ekstraselular.

Bagian inti dari serabut elastis terdiri dari elastin yang kemudian akan diselubungi oleh
selubung mikrofibril (tersusun dari glikoprotein fibrilin). Elastin akan memberikan sifat elastisitas,
sedangkan mikrofibil memberi sifat stabilitas. Elastin adalah zat amorf yang memiliki AA utama
yaitu glisin dan prolin. AA lainnya adalah desmosin dan isodesmosin. AA ini akan terikat satu
sama lain membentuk desmosine crosslinks, yang menyebabkan serabut ini dapat bersifat elastis.

SUBSTANSI DASAR/ GROUND SUBSTANCE

Substansi dasar adalah suatu zat amorf, yang terutama terdiri dari air (90%), tidak berwarna,
transparan, dan kental (viscous) seperti jelly. Substansi dasar akan mengisi ruangan antara sel
dan serabut pada jaringan ikat, mengikat serabut dengan sel membentuk suatu jaringan
ikat, dan mengikat jaringan ikat dengan jaringan-jaringan lainnya. Adanya substansia dasar
ini, menyebabkan jaringan ikat tahan terhadap kompresi. Akan tetapi, karena sebagian besar terdiri
dari air, maka pada proses pembuatan preparat, substansia dasar akan larut dan tidak dapat diamati
di bawah mikroskop cahaya.

Selain sebagai pengikat, substansia dasar juga memiliki fungsi untuk membantu proses difusi
cairan, sebagai medium pertukaran nutrien dengan sisa metabolisme antara sel-sel pada
jaringan ikat dengan darah, dan sebagai barrier terhadap penetrasi benda asing.

Substansi dasar terutama dibentuk oleh makromolekul Glikosaminoglikan, Proteoglikan, dan


Glikoprotein.
Jaringan Pengikat 231
JARINGAN PENGIKAT

Glikosaminoglikan (GAGs)

GAGs adalah suatu polisakarida panjang, tidak bercabang, tersusun dari rantai yang memiliki
unit disakarida yang berulang. Salah satu komponen disakarida ini akan selalu berupa suatu gula-
amino, sedangkan komponen lainnya akan mengandung uronic acid dan hexosamine. Hexosamine
menjadi glucosamine dan galactosamine, uronic acid menjadi glucuronic atau iduronic acid.

Adanya gula-amino dengan rantai sulfa pada GAGs ini, menyebabkan GAGs bermuatan negatif,
yang kemudian akan menarik ion Na+ dan air. Hal ini menyebabkan GAGs bersifat hidrofilik dan
polianion, karena banyak mengandung hidroksil, karboksil, dan sulfat. Kandungan air pada GAGs
inilah yang menyebabkan matriks ekstraseluler jaringan ikat memiliki ‘turgor’.

Terdapat 2 macam GAGs, yaitu :

- GAGs yang mengandung sulfat: keratin sulfat, heparan sulfat, heparin sulfat,
kondroitin-4-sulfat, kondroitin -6-sulfat dan dermatan sulfat.
- GAGs yang tidak mengandung sulfat: asam hyaluronat. Dapat ditemukan terutama pada
cairan sendi, berfungsi menahan tekanan dan getaran pada sendi.

Struktur Molekuler GAGs: terdapat molekul disakarida yang berulang

Proteoglikan

Proteoglikan adalah GAGs sulfat yang berikatan kovalen dengan inti protein, membentuk suatu
makromolekul yang berbentuk menyerupai sikat botol. Inti protein dari proteoglikan disintesis
oleh RE kasar yang mensintesis protein, kemudian ditambahkan molekul karbohidrat/GAGs pada
badan golgi.

Bila proteoglikan berikatan dengan GAGs yang tidak mengandung sulfat, seperti asam
hyaluronoat, maka ikatan yang terjadi adalah ikatan ion nonkovalen. Makromolekul amat besar
dengan volume luas yang dihasilkannya disebut aggrecan aggregates, yang menyebabkan adanya
sifat seperti jelly dari matriks ekstraselular.

232 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

Struktur Agrecan Aggregates: Inti Hyaluronan dengan Proteoglikan disekitarnya

Glikoprotein

Glikoprotein adalah polipeptida besar yang berikatan kovalen dengan rantai cabang
monosakarida, tidak mengandung polisakarida panjang. Glikoprotein berfungsi untuk mengikat
(adhesi) antara sel-sel dengan serabut, mengikat antar serabut, dan melekatkan sel ke matriks
ekstraselular.

Beberapa tipe utama glikoprotein adalah:

- Fibronektin adalah glikoprotein yang disintesis oleh sel fibroblas dan beberapa sel epitel.
Berperan dalam mengikat sel, kolagen dan glikosaminoglikan, sehingga membantu adhesi
dan migrasi sel. Fibronektin memiliki dua lengan, dan berbentuk seperti huruf ’V’. Satu dari
lengan ini akan mengikat komponen matriks ekstraseluer (seperti kolagen, heparan sulfat, asam
hyaluronat), dan lengan lainnya akan berikatan dengan integrin pada permukaan membran
sel. Fibronektin juga dapat ditemukan di dalam darah sebagai fibronektin plasma, yang akan
membantu migrasi sel dalam proses penyembuhan luka.
- Laminin adalah glikoprotein besar yang terdiri dari tiga rantai besar polipeptida, yaitu rantai
A, B1, dan B2. Laminin berperan dalam adhesi sel epitel ke lamina basalis. Karenanya laminin
memiliki kemampuan untuk berikatan dengan heparan sulfat, kolagen tipe IV, entaktin, dan
membran sel.
- Tenasin adalah glikoprotein besar yang terdiri dari enam rantai polipeptida yang diikat
dengan ikatan disulfida. Berbentuk seperti kumbang dengan 6 kaki, tenasin akan mengikat
proteoglikan transmembran sel dengan fibronektin. Tenasin biasanya hanya ditemukan
pada jaringan embrional, berfungsi untuk membantu migrasi sel-sel embrional ke tempat-
tempat spesifik.

Jaringan Pengikat 233


JARINGAN PENGIKAT

- Kondronektin dan osteonektin adalah glikoprotein yang menyerupai fibronektin. Kedua


jenis glikoprotein ini terutama ditemukan pada jaringan tulang rawan dan jaringan tulang,
berfungsi untuk mengikat kristal hidroksiapatit dan kolagen tipe I.

Cairan Jaringan

Cairan jaringan dapat ditemukan di dalam substansi dasar. Komposisi cairan jaringan pada
prinsipnya mirip dengan plasma darah, yaitu terdiri dari sedikit protein plasma dengan berat
molekul rendah, sehingga dapat keluar melalui dinding kapiler. Perpindahan cairan ini diatur oleh
tekanan hidrostatik darah. Walaupun dikatakan hanya mengandung sedikit protein plasma, namun
akibat distribusi jaringan ikat yang luas, maka 1/3 protein plasma tubuh akan tersimpan dalam
jaringan ikat.

KLASIFIKASI JARINGAN PENGIKAT

A. JARINGAN PENGIKAT EMBRIONAL

1) Jaringan Pengikat Mesenkhim


2) Jaringan Pengikat Mukosa

B. JARINGAN PENGIKAT DEWASA

1) Jaringan Pengikat Longgar (Loose Connective Tissue)


2) Jaringan Pengikat Padat (Dense Connective Tissue)
3) Jaringan Pengikat Padat Tak Teratur (Dense Irregular Connective Tissue)
4) Jaringan Pengikat Padat Teratur (Dense Regular Connective Tissue)
i. Jaringan Pengikat Padat Kolagen
ii. Jaringan Pengikat Padat Elastis
5) Jaringan Retikuler
6) Jaringan Lemak
7) Jaringan Pengikat Khusus (Specialized Connective Tissue)
i. Kartilago
ii. Tulang
iii. Darah

234 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

JARINGAN PENGIKAT EMBRIONAL

Jaringan Pengikat Mesenkhim

Jaringan pengikat mesenkhim hanya terdapat pada embrio, terutama pada lapisan tengah embrio
(mesodermal). Jaringan ini adalah asal dari semua jaringan pengikat.

Pada jaringan ini, sel utamanya adalah sel mesenkhim yang bersifat multipotential. Sel mesenkim
dapat berdiferensiasi menjadi berbagai sel lain seperti sel darah, sel endotel, sel otot polos, dan
lain-lain. Pada jaringan dewasa, jaringan pengikat mesenkim sudah tidak dapat ditemukan lagi,
kecuali dalam jumlah sedikit pada pulpa gigi.

Jaringan ikat mesenkhim (M = sel mesenkhim)

Jaringan Pengikat 235


JARINGAN PENGIKAT

Gambaran histologis

 Sel :
Sel Mesenkim:
- Inti sel: oval, besar, di dalamnya terdapat anyaman kromatin halus dan nukleoli tampak
jelas.
- Bentuk sel: irregular, stellate, atau spindle/fusiform/ kumparan; memiliki tonjolan dan
cabang-cabang halus yang saling berhubungan seperti anyaman; membran sel tidak jelas
terlihat.
- Sitoplasma: terwarna pucat.

 Matrix Extracellular
- Substansi dasar : banyak, amorf, bersifat semifluid / viscous / seperti jelly. Pada preparat
akan tampak jernih, dengan pembuluh darah kecil di beberapa tempat.
- Serabut: serabut retikuler yang halus dan hanya berjumlah sedikit.

Jaringan Pengikat Mukosa

Jaringan pengikat mukosa hanya ditemukan pada masa embrio, terutama pada umbilical cord/
tali pusat, jaringan ikat subdermal embrio, dan pulpa gigi muda. Pada jaringan ini, mulai ditemukan
sel fibroblas.

Gambaran histologis

 Sel:
Sel Fibroblas
- Inti sel: oval, besar, berkromatin halus. Pada pewarnaan HE akan tampak ungu pucat, dan
terdapat satu atau dua nukleoli.
- Bentuk sel: irregular atau spindle/ kumparan
- Sitoplasma: sedikit terwarna asidofil, tampak banyak tonjolan.

 Matrix Extracellular

- Substansi dasar: asam hyaluronat dengan konsistensi viscous/ kental seperti jelly/gelatin
disebut Wharton’s jelly. Substansi dasar tersebut khas ditemukan pada tali pusat. Akan
tetapi, pada preparat di bawah mikroskop cahaya, akan tampak jernih, longgar, amorf,
karena substansia dasar larut.
- Serabut: kolagen tipe I dan tipe III berjalan tidak beraturan.

236 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

Jaringan ikat mukosa

Jaringan Pengikat Longgar

Jaringan pengikat longgar adalah jaringan ikat yang paling banyak ditemukan pada tubuh
manusia dewasa. Jaringan ini memiliki semua komponen utama pada jaringan ikat. Dikatakan
’longgar’, karena komponen terbanyak jaringan ini adalah substansi dasar dan cairan jaringan.
Akibatnya, jaringan ikat longgar lebih bersifat fleksibel, tetapi tidak terlalu tahan terhadap tekanan.

Semua jenis sel dan serabut pada jaringan ikat dapat ditemukan di sini, meski dalam jumlah
yang relatif sedikit dibandingkan dengan substansia dasar. Sel terbanyak adalah fibroblas diikuti
sel makrofag. Serabut-serabut kolagen, retikuler dan elastis tersusun jarang dan longgar. Banyak
terdapat pembuluh darah untuk suplai oksigen dan nutrien.

Jaringan ikat longgar dapat ditemukan pada hampir seluruh organ, seperti:

- Tunika mukosa traktus digestivus (disebut lamina propria)


- Di bawah epitel traktus repiratorius
- Lapisan papillaris pada dermis (kulit)
- Hipodermis (kulit)
- Tunika serosa peritoneum (selaput perut) dan rongga pleura (selaput paru-paru)
- Tunika adventitia pembuluh darah.
- Sekitar parenkhim kelenjar
- Di bawah mesothelial (pelapis rongga-rongga di dalam tubuh)

Jaringan ikat longgar yang ditemukan pada organ-organ yang selalu bersinggungan dengan
benda-benda di luar tubuh, seperti di bawah kulit, di bawah epitel traktus digestivus, dan di bawah
traktus respiratorius, berperan sebagai pertahanan tubuh pertama terhadap serangan antigen.
Karenanya dapat ditemukan juga transient cell yang bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi
peradangan, reaksi alergi, dan respon imun lainnya.
Jaringan Pengikat 237
JARINGAN PENGIKAT

Gambaran histologis di bawah mikroskip cahaya dari komponen sel, serabut, dan substansia
dasar dalam jaringan ikat longgar, telah dibahas sebelumnya (lihat halaman-halaman sebelumnya).

Jaringan ikat longgar


(E = serabut elastin Cap = kapiler C = Serabut Kolagen P = Plasma sel)

Jaringan Pengikat Padat

Berbeda dengan jaringan ikat longgar, penyusun utama jaringan ikat padat adalah komponen
serabut yang didominasi oleh serabut kolagen. Karenanya jaringan ikat padat bersifat kurang
fleksibel, tetapi lebih tahan terhadap tekanan dan tarikan.

Berdasarkan arah susunan serabutnya, dikenal 2 macam jaringan ikat padat:

1. Jaringan Pengikat Padat Tak Teratur / Irregular


2. Jaringan Pengikat Padat Teratur / Regular
a. Jaringan Pengikat Padat Kolagen
b. Jaringan Pengikat Padat Elastis

Jaringan ikat padat kolagen irregular

238 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

1. Jaringan Pengikat Padat Tidak Teratur / Irregular

Jaringan ini dapat ditemukan pada: dermis kulit, selubung syaraf, kapsula limpa, testis, ovarium,
ginjal, dan nodus limfatikus

Gambaran histologis:

 Sel:

Sel Fibrosit: terlihat gepeng dan berwarna ungu, berjumlah banyak, dan terletak pada celah
antara berkas kolagen.

 Matrix Extracellular

- Substansi dasar: amat sedikit, sehingga hampir tidak tampak.


- Serabut: tampak serabut kolagen dan serabut elastis berjalan tidak teratur. Adanya serabut
kolagen kasar yang tersusun berupa anyaman, menyebabkan jaringan ini tahan terhadap
tekanan dari segala arah. Serabut elastis akan tampak membentuk anyaman halus, dan
menyebar di sekitar berkas kolagen.

2.a. Jaringan Pengikat Padat Teratur / Regular Kolagen

Jaringan ini terutama ditemukan pada tendo otot, ligamen, dan aponeurosis

Gambaran histologis:

 Sel:

Sel Fibrosit: terlihat panjang dan gepeng, sumbu panjang sel paralel dengan berkas kolagen,
berwarna ungu (sitoplasma tidak tampak jelas karena warnanya sama dengan warna serabut),
terjepit di antara berkas serabut kolagen.

 Matrix Extracellular
- Substansi dasar: amat sedikit, sehingga hampir tidak tampak.
- Serabut: Berkas serabut kolagen kasar berwarna merah muda, berbentuk silindris, tersusun
padat, berjalan paralel sehingga bersifat tahan terhadap tarikan.

Jaringan Pengikat 239


JARINGAN PENGIKAT

Jaringan ikat padat kolagen regular potongan melintang- tendon

Serabut kolagen pada tendo akan berkelompok membentuk berkas primer, kemudian
berkelompok lagi membentuk berkas sekunder yang diselubungi oleh jaringan ikat longgar yang
mengandung pembuluh darah dan syaraf. Selubung terluar tendo tersusun atas jaringan ikat padat.
Gambaran berkas primer dan sekunder ini akan tampak pada preparat potongan melintang.

Ada selubung tendo yang memiliki 2 lapisan, terdiri dari sel epitel gepeng. Masing-masing
lapisan ini melekat ke tendo atau struktur sekitarnya. Di antara lapisan terdapat ruangan yang terisi
oleh cairan kental (mirip cairan sendi), mengandung air, protein, glikosaminoglikan, glikoprotein
dan ion, berfungsi sebagai pelumas/ lubrikasi pada pergerakan tendo.

Jaringan ikat padat kolagen regular potongan memanjang – tendon

240 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

2.b. Jaringan Pengikat Padat Teratur/ Regular Elastis

Jaringan ini dapat ditemukan pada paru-paru, kulit, kandung kemih, dinding pembuluh darah,
Ligamentum Flava pada columna vertebralis, Ligamentum suspensorium dari penis.

Gambaran histologis:
 Sel:
Sel Fibrosit: terlihat panjang dan gepeng, sumbu panjang sel paralel dengan serabut elastis,
berwarna ungu, berada di antara serabut elastis.

 Matrix Extracellular
- Substansi dasar: amat sedikit, sehingga hampir tidak tampak.
- Serabut: Serabut elastis kasar berwarna merah tua, berjalan paralel dan bercabang-cabang,
di antaranya terdapat sedikit serabut kolagen halus yang membentuk anyaman. Pada
dinding pembuluh darah, serabut elastis tampak sangat tebal dan berjalan bergelombang
(pembuluh darah saat relaksasi)

Jaringan Pengikat Retikuler

Jaringan retikuler terdiri dari anyaman serabut retikuler yang sangat halus () dan sel-sel yaitu
sel retikuler (fibroblas khusus), limfosit, makrofag. Jaringan pengikat retikuler umumnya dapat
ditemukan pada pembuluh darah kecil, di antara otot polos, endoneurium jaringan syaraf, organ
hemopoetik & organ limfoid (sumsum tulang, limpa, nodus limfatikus), parenkhim organ (hati,
kelenjar endokrin), dan di antara jaringan lemak.

Gambaran histologis:
 Sel:
Sel retikuler
Merupakan sel fibroblas khusus. Termasuk salah satu sel mononuclear phagocytes system.
Berfungsi untuk memfagositosis benda asing dan memproduksi serabut retikuler
- Inti sel: besar, oval/vesikular, terwarna pucat, mengandung kromatin halus, dan dapat
ditemukan lebih dari satu nukleolus.
- Bentuk sel: memiliki tonjolan sitoplasma sehingga tampak seperti bintang. Pada mikroskop
cahaya, bentuknya amat mirip dengan sel mesenkim.
- Sitoplasma: berwarna merah muda, banyak tonjolan yang akan menutupi sebagian serabut
retikuler dan substansi dasar.

Jaringan Pengikat 241


JARINGAN PENGIKAT

Sel Limfosit

Merupakan bagian dari leukosit. Pada organ-organ limfoid, sel limfosit adalah sel yang
dominan ditemukan.

- Inti sel: bulat, besar hampir memenuhi sel, terwarna ungu.


- Bentuk sel: bulat.
- Sitoplasma: amat sedikit, basofilik, sehingga seolah-olah tidak tampak.

Sel Makrofag

- Inti sel: sedikit berlekuk pada satu sisi sehingga tampak menyerupai ginjal, terletak
eksentrik.
- Bentuk sel: berbentuk bulat
- Sitoplasma: terwarna basofilik, dan dapat ditemukan banyak vakuola-vakuola kecil.

Macam-macam sel pada jaringan ikat retikuler ini, hanya dapat dibedakan dengan
menggunakan pewarnaan rutin histologi: HE.

Jaringan pengikat retikuler pewarnaan impregnasi perak

(sitoplasma sel tidak terwarna, tampak inti sel hitam, tidak bisa membedakan sel)

242 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

 Matrix Extracellular

- Substansi dasar: tersebar di antara serabut.


- Serabut: Serabut Retikuler (serabut kolagen tipe III), halus, diameter 0,5 – 2 mm, tersusun
membentuk anyaman, tampak berwarna hitam dengan pewarnaan AgNO3 (tidak terlihat
dengan pewarnaan HE).

Jaringan Lemak

Jaringan lemak merupakan salah satu organ terbesar tubuh manusia. Pada pria jumlahnya sekitar
15 – 20 % berat badan, wanita sekitar 20 -25 % berat badan. Jaringan ini merupakan penyimpan
energi terbesar, dalam bentuk trigliserida; selain hati dan otot lurik yang menyimpan energi dalam
bentuk glikogen. Selain sebagai penyimpan energi, lemak juga merupakan konduktor panas yang
buruk sehingga dapat menjaga suhu tubuh.

Jaringan lemak terdiri dari sel utama yaitu adiposit/sel lemak, berasal dari sel mesenkhim,
yang kemudian berkembang menjadi lipoblas. Jaringan ini dapat ditemukan terpisah sendiri atau
berkumpul menjadi kelompok kecil, tetapi paling sering ditemukan dalam kelompokan besar
dengan pembuluh darah di sekitarnya untuk membawa hasil sekresi ke organ-organ lain.

Sumber utama lemak adalah lemak yang dimakan (yang akan diubah dalam sirkulasi darah
menjadi kilomikron), sintesis trigliserida di hati, sintesis trigliserida dari glukosa dalam sel lemak
itu sendiri. Pengaturan penggunaan dan penyimpanan lemak terutama dipengaruhi oleh asupan
lemak dan pengeluaran energi, selain oleh hormon dan sistem syaraf simpatis.

Menurut perbedaan lokasi, struktur, warna, dan karakteristiknya, terdapat 2 macam jaringan
lemak, yaitu:

a. Jaringan Lemak Putih/Unilocular Adipose Tissue/Univakuolar Adipose Tissue


b. Jaringan Lemak Coklat/Multilocular Adipose Tissue/Multivakuolar Adipose Tissue

a. Jaringan Lemak Putih

Tergantung dari asupan makanan, maka warna jaringan lemak ini dapat bervariasi dari putih
sampai kuning tua (terutama apabila terjadi asupan tinggi karotenoid).

Jaringan lemak putih terutama ditemukan pada lapisan subkutan/bawah kulit, dan pada omentum
dan mesenterium dari rongga perut. Akan tetapi, distribusi dan kepadatan penyimpanan lemak
secara keseluruhan akan dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Faktor yang paling berperan
adalah sex hormon dan adrenokortikal hormon, yang bertanggung jawab terhadap perbedaan
lokasi akumulasi lemak dan kontur tubuh wanita dan pria. Penyimpanan lemak pada pria terutama
di leher, bahu, perut, dan bokong; sedangkan pada wanita di payudara, pinggul dan bokong.

Jaringan Pengikat 243


JARINGAN PENGIKAT

Gambaran histologis:

Jaringan lemak putih akan tampak homogen, dan terbagi-bagi dalam inkomplit lobulus oleh
jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah dan syaraf. Di antaranya dapat ditemukan
anyaman serabut retikuler halus.

 Sel:

Sel Lemak Unilokuler:

- Inti sel: gepeng, terdesak ke tepi (eksentrik).


- Bentuk sel: spheris / bulat.
- Sitoplasma: sedikit, hanya berupa lingkaran tipis, karena terdesak ke tepi oleh satu
buah vakuola yang besar, sehingga tampak gambaran menyerupai cincin (signet ring
appearance).

 Matrix Extracellular

- Substansi dasar: amat sedikit, sehingga hampir tidak tampak.


- Serabut: serabut retikuler halus di antara sel lemak

Jaringan lemak unilokular Jaringan lemak multilokular (H.E.)


(Masson’s Trichrome)

244 Jaringan Pengikat


JARINGAN PENGIKAT

b. Jaringan Lemak Coklat


Disebut jaringan lemak coklat karena ditemukan banyak vaskularisasi, dan banyaknya
mitokondria yang mengandung sitokrom berwarna coklat pada sitoplasma selnya. Jaringan ini
disebut juga jaringan lemak multilokular, karena dalam sitoplasma sel lemak terdapat banyak tetes
lipid (multiple droplets).

Distribusi jaringan lemak coklat sangat terbatas, hanya ditemukan pada bayi baru lahir di leher
dan interskapula. Pada masa dewasa, tetes-tetes lemak ini bergabung menjadi satu tetes tunggal,
mirip sel lemak unilokular. Pada orang tua dengan kondisi tertentu, seperti kelaparan, jaringan
lemak coklat dapat dibentuk kembali pada lokasi yang sama. Selain pada lokasi di atas, jaringan
ini dapat juga ditemukan pada tempat yang tidak umum, seperti di sekitar kelenjar adrenal dan
pembuluh darah besar. Jaringan ini sering juga ditemukan pada mamalia yang melakukan hibernasi.

Pada masa awal kehidupan bayi, peranan jaringan lemak coklat sangat penting untuk melindungi
bayi dari kedinginan, karena sel ini dapat menghasilkan panas (peranan mitokondria). Sel lemak
coklat dapat mengoksidasi asam lemak 20 kali lebih banyak dari sel lemak putih.

Gambaran histologis:

Jaringan lemak coklat akan tampak heterogen, dipisahkan oleh jaringan ikat yang kaya akan
vaskularisasi menjadi lobulus-lobulus. Serabut syaraf tak bermyelin akan masuk ke dalam jaringan,
berakhir pada pembuluh darah dan sel lemak coklat itu sendiri.

 Sel:
Sel Lemak Multilokuler
- Inti sel: spheris/ bulat, terletak central, atau eksentrik.
- Bentuk sel: bulat atau poligonal, ukurannya lebih kecil dari sel lemak putih.
- Sitoplasma: dapat ditemukan banyak vakuola-vakuola kecil dalam berbagai ukuran,
tempat disimpannya tetes lemak.

Sel Lemak Unilokuler:


- Inti sel: gepeng, terdesak ke tepi (eksentrik).
- Bentuk sel: spheris / bulat, ukurannya lebih kecil dari sel lemak unilokuler pada jaringan
lemak putih.
- Sitoplasma: sedikit, terdesak ke tepi.

 Matrix Extracellular

- Substansi dasar: amat sedikit, sehingga hampir tidak tampak.


- Serabut: serabut retikuler halus di antara sel lemak.
Jaringan Pengikat 245
JARINGAN PENGIKAT

Daftar Pustaka

1. Alberts, B., et all. 2008. The Extracellular Matrix of Animal. Molecular Biology of The Cell,
5th ed. Garland Science, Taylor & Francis group, p. 1178-94.

2. Eroschenko V.P.2005. diFiore’s Atlas of Histology,10th ed.Lippincott Williams & Wilkins,


Baltimore, page 51-63.

3. Gartner L.P., Hiatt J.L. 2007. Extracellular Matrix. Color Textbook of Histology, 3rd ed.
Elsevier, p. 69 – 83.

4. Gartner L.P., Hiatt J.L. 2007. Connective Tissue. Color Textbook of Histology, 3rd ed. Elsevier,
p. 111 - 30.

5. Junquiera L.C., Carneiro J. 2010. Connective Tissue. Basic Histology, 12th ed. McGraww-Hill,
p. 95 – 133.

6. Junquiera L.C., Carneiro J. 2010. Adipose Tissue. Basic Histology, 12th ed. McGraww-Hill, p.
95 – 133.

7. Young B., Health J.W. 2002. Wheather’s Functional Histology, 4th ed. Churchill Livingstone,
Edinburgh, page 65 - 79.

246 Jaringan Pengikat


Jaringan Pengikat 247
248

Anda mungkin juga menyukai