Anda di halaman 1dari 229

Buku Penuntun Keterampilan Klinis

Tahun Ketiga

Editor:
Fenny Tanuwijaya, dr., Sp.PK.
Teresa Lucretia, dr., M.Kes.
Widura, dr., M.S.
Yenni Limyati, dr., S.Sn., Sp.KFR., M.Kes.

Bagian Keterampilan Klinik.


Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha
Bandung

Untuk kalangan sendiri


Cetakan I, 2020
Kata Sambutan

Puji syukur kepada Tuhan, atas terselesaikannya buku Penuntun Keterampilan


Klinik Tahun Ketiga. Saya mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah bekerja keras untuk menyusun
buku ini, baik semua para penulis, dan dan para editor buku ini, maupun pihak-
pihak lain yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini.

Sebagai institusi pendidikan, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha


harus selalu memperbaharui materi pembelajaran sesuai standar yang berlaku.
Keterampilan klinik seorang dokter merupakan suatu keharusan dan merupakan
salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap dokter. Oleh karena itu,
setiap mahasiswa kedokteran harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh
sehingga dapat menguasai dengan baik keterampilan klinik tersebut, dan dapat
menjadi bagian pelayanan seorang dokter kelak bagi setiap anggota masyarakat
yang dilayaninya.

Besar harapan saya, buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh segenap
penggunanya. Demikianlah kata sambutan saya, selamat belajar, sukses, dan
senantiasa diberkati Tuhan

Bandung, Agustus 2020


Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha

Dr. Diana Krisanti Jasaputra, dr., M Kes.

iii
Kata Sambutan

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku penunjang
pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang
merujuk kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dalam
penerapan KKNI, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Melalui sistem pembelajaran PBL mahasiswa dituntut aktif, mandiri dan belajar
sepanjang hayat. Metode-metode pembelajaran diarahkan untuk memancing
keingintahuan, memotivasi mahasiswa untuk belajar secara mandiri, melatih
untuk berpikir kritis yang berguna baik pada saat berkuliah maupun ketika
mahasiswa sudah terjun di masyarakat sebagai dokter. Pembelajaran ini akan
berhasil apabila mahasiswa aktif dalam mencari materi pengetahuan dari berbagai
sumber yang dapat dipercaya dan dengan demikian melalui pembelajaran
mandiri mahasiswa akan lebih mengingat apa yang telah mereka pelajari dan
menguasai keahlian untuk belajar.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha menerbitkan panduan belajar


berupa buku dengan maksud menjembatani tujuan pembelajaran dengan materi
dunia kedokteran yang sangat banyak, dinamis, dan kompleks. Tidak ada buku
yang dapat menjelaskan kompleksitas dan pengembangannya hanya seorang
pembelajar yang dapat menjawab tantangan ini di masa depan. Isi buku ini hanya
mencakup panduan umum dari materi yang harus dipelajari oleh mahasiswa
secara individual. Mahasiswa wajib mencari sumber pustaka lain untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan mereka. Melalui buku ini diharapkan
mahasiswa dapat lebih terarah dan termotivasi untuk mempelajari lebih dalam
lagi berbagai topik baik materi pengetahuan, praktikum, dan ketrampilan klinik.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini.

Bandung, Agustus 2020


Ketua MEU Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha

July Ivone, dr., M.K.K, M.Pd.Ked

v
PRAKATA

Buku Penuntun Keterampilan Klinik ini disusun untuk membantu mahasiswa


kedokteran dalam mempelajari keterampilan klinik dasar. Keterampilan adalah
sesuatu hal yang harus dilatih agar menjadi mahir. Ketrampilan klinik dasar
adalah melakukan keterampilan yang berhubungan dengan prosedur klinik baik
menggunakan manekin maupun terhadap pasien simulasi dengan didasari oleh
sikap empati dan profesionalisme.

Sebagaimana sebuah bangunan dapat berdiri kokoh bila ditopang oleh fondasi
yang kuat, demikian juga harapan kami sebagai pendidik, dapat meletakkan
fondasi yang benar sebagai landasan saat menempuh program pendidikan sarjana
kedokteran, program pendidikan dokter di rumah sakit dan saat menjadi seorang
dokter kelak.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penerbitan buku ini. Kami berharap buku ini dapat
bermanfaat terutama bagi para mahasiswa yang mempelajarinya.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam buku ini, sebab itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Bandung, Agustus 2020


Kepala Bagian Keterampilan Klinik Universitas Kristen Maranatha

Yenni Limyati, dr., S.Sn., Sp.KFR., M.Kes

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan
bimbinganNya maka Buku ini dapat disusun dan diterbitkan. Buku ini diterbitkan sebagai
salah satu pegangan bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha, dengan materi keterampilan klinis yang telah disesuaikan
dengan standar kompetensi sebagai dokter layanan primer. Semoga buku ini bermanfaat bagi
para mahasiswa/i Fakultas Kedokteran dalam mempersiapkan diri untuk melayani pasien
nyata di klinik kelak.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa masih ada
kekurangan dalam penyusunan buku ini, sehingga kami mengharapkan masukan-masukan
dari para pembaca guna perbaikan di kemudian hari.

Editor

ix
Daftar Isi

Kata Sambutan ...................................................................................................... iii


Daftar Isi ................................................................................................................ xi
Daftar Kontributor .............................................................................................xiii

Sistem Saraf ............................................................................................................ 1


Koordinasi dan Keseimbangan .......................................................................... 2
Pemeriksaan Status Kesadaran (GCS) .............................................................. 6
Pemeriksaan Rangsang Meningens ................................................................. 10
Pemeriksaan Motorik ........................................................................................ 14
Pemeriksaan Sensorik/ Sistem Sensibilitas .................................................... 19
Pemeriksaan Syaraf Otak I – VI ....................................................................... 29
Pemeriksaan Syaraf Otak VII – XII .................................................................. 41
Pemeriksaan Refleks Fisiologis, Refleks Superfisial dan Refleks Patologis ......... 46
Anamnesis ........................................................................................................... 58

Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan ................................................... 69


Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang Dermatovenereologi,
dan Morfologi Lesi Kulit / Status Dermatologikus - Venereologikus ................. 70
Pemeriksaan Visus, Pengukuran Jarak Pupil, Koreksi Refraksi, Visus Anak ...... 81
Pemeriksaan Gerakan Bola Mata, Keseimbangan Otot, Refleks Pupil,
Pemeriksaan Lapang Pandang ............................................................................. 87
Pemeriksaan Eksternal, TIO, Pemeriksaan Fundus ...................................... 91
Anamnesis Mata ................................................................................................. 96

Sistem Telinga, Hidung, Tenggorok ............................................................... 99


Pemeriksaan Fisik Telinga, dan Test Pendengaran .................................... 100
Pemeriksaan Fisik Hidung, Sinus .................................................................. 107
Pemeriksaan Fisik Tenggorok, PF Kepala dan Leher ................................. 110
Anamnesis THT ................................................................................................ 114

Kegawatdaruratan ............................................................................................. 115


Bantuan Hidup Dasar Dewasa ....................................................................... 116

xi
Manuver Heimlich ........................................................................................... 122
Bantuan Hidup Dasar Anak dan Neonatus ................................................. 124
Mencuci Luka .................................................................................................... 132
Anastesi Lokal (Anastesi Infiltrasi) ................................................................ 137
Penjahitan Luka ................................................................................................ 143
Kompres Terbuka dan Tertutup .................................................................... 190
Bidai dan Balut .................................................................................................. 192
Persiapan Asistensi Kamar Operasi............................................................... 197
Prinsip Aseptik dan Antiseptik ...................................................................... 200
Alat Perlindungan Diri .................................................................................... 201
Insisi dan Drainase Abses ............................................................................... 204
Eksisi Tumor Jinak Kulit ................................................................................. 206
Sirkumsisi .......................................................................................................... 209

xii
Daftar Kontributor

Dani, dr., M.Kes.


DR. Rita T., dr., M.Kes.
Eduard Simamora, dr., Sp.B., Sp.BA.
DR. Iwan Budiman, dr., M.Kes.
July Ivone, dr., Mpd. Ked.
Mariska Elisabeth, dr., M.Kes.
DR. Oeij Anindita Adhika, dr., M.Kes.
DR. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes.
Teresa Lucretia, dr., M.Kes.
Winsa Husein, dr. M.Sc , PA(K)
Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UKM
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Penyakit Kelamin FK UKM
Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UKM
Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok FK UKM

xiii
xiv
Blok 17

Sistem Saraf
Referensi:
PB IDI. 2017. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer,
Edisi Pertama.
Bates, Barbara.: The General Survey, A guide to Physical Examination and History Taking,
Philadelphia, J.B. Lippincott Company, 6th Ed, 1995.
DeGowin, E.L; DeGowin, R.L, Motor Function, Diagnostic Examination, The Macmillan
Company, London, 2nd ed., p.772
Fuller, Geraint. Neurological Examination Made Easy. Churchill Livingstone. Edinburgh,
London.1993.
Markum, H.M.S. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta, Pusat Informasi dan
Penerbitan. Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Edisi ke 2, 2003.
Swartz, M.H. Pocket Companion to textbook of Physical Diagnostic. W.B Saunders Company.
Philadelphia, Pennsylvania. 1995
Blok 17

Koordinasi dan Keseimbangan


Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN SARAF FK UKM

Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan gangguan koordinasi dan keseimbangan yang dijumpai pada
pasien dan mencatatnya dalam rekam medis.

Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan secara benar
2. Melakukan pemeriksaan dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat kelainan yang ditemukan

Alat dan Bahan: -

Koordinasi
Koordinasi adalah gerakan bertujuan, melibatkan banyak sendi, merupakan fungsi
cerebellum. Dasar koordinasi ialah kerja sama otot antagonis, menghasilkan
gerakan volunter yang cepat, tepat dan tangkas.
Gangguan koordinasi berupa kelainan : - ataxia
- dismetri
- disdiadokokinesia
- intention tremor
Tes koordinasi meliputi :
1. Tes telunjuk hidung
2. Tes hidung – jari – hidung
3. Tes pronasi – supinasi / disdiakokinesia
4. Tes tumit – lutut

1. Tes telunjuk – hidung


- Pasien dapat berbaring atau duduk.
- Pasien dengan mata tertutup diminta menunjuk hidungnya sendiri,
kemudian menunjuk jari telunjuknya secara berganti –ganti dengan
gerakan cepat.
- Test dilakukan untuk tangan kanan dan kiri.

2. Tes hidung – jari – hidung


- Pasien dapat berbaring atau duduk.
- Jari pemeriksa diletakkan 20 – 30 cm didepan pasien.
- Pasien dengan mata terbuka diminta menunjuk hidungnya sendiri,
kemudian menunjuk jari telunjuk pemeriksa secara berganti –ganti dengan
gerakan cepat.

2
Sistem Saraf

- Jari telunjuk pemeriksa berpindah – pindah posisi selama test berlangsung.


- Test dilakukan untuk tangan kanan dan kiri.

3. Tes Pronasi – supinasi (Disdiadokokinesia)


- Pasien sebaiknya pada posisi duduk.
- Mata pasien terbuka.
- Pasien diminta meletakkan kedua tangan diatas bagian distal pahanya,
mula-mula telapak tangannya menghadap ke bawah (pronasi), kemudian
keatas (supinasi) gerakan itu dilakukan secara berganti –ganti , mula –
mula perlahan, makin lama makin cepat.
- Test dilakukan untuk tangan kanan, kemudian tangan kiri, lalu dilakukan
bersamaan tangan kanan dan kiri.
- Deskripsi : bila tidak dapat melakukan pronasi-supinasi dengan cepat,
disebut disdiadokokinesis

4. Tes tumit – lutut


- Pasien dalam posisi berbaring.
- Pasien diminta meletakkan tumit kaki kiri diatas lutut kanannya,
kemudian tumit digerakkan menyusuri tulang tibia kearah distal sampai
punggung kaki dan ibu jari kaki.
- Gerakan dilakukan berulang-ulang, mula-mula perlahan kemudian makin
cepat.
- Lakukan untuk tumit kanan dan kiri.

Tes Keseimbangan :
Tes Romberg
- Pasien dalam posisi berdiri.
- Pasien diminta menutup matanya
- Pasien diminta berdiri dengan kedua tumit berdekatan dan kedua ibu jari
kaki berjauhan
- Perlu diperhatikan bahwa pada tes ini pemeriksa harus memposisikan diri
di dekat pasien, untuk mengantisipasi kemungkinan pasien terjatuh saat
dilakukan tes.
Romberg (+) bila cenderung jatuh ke satu arah tertentu.

Penilaian : pada semua tes, koordinasi dinilai terutama berdasarkan ketangkasan


dan ketepatan gerak.

3
Blok 17

Check List Pemeriksaan Koordinasi

SKOR
No. KRITERIA : Pemeriksaan Koordinasi
0 1 2 3
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
Tes telunjuk – hidung

1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan


2. Pasien diminta berbaring atau duduk.
3. Pasien dengan mata tertutup diminta menunjuk
hidungnya sendiri, kemudian menunjuk jari
telunjuknya secara berganti –ganti dengan gerakan
cepat.
4. Test dilakukan untuk tangan kanan dan kiri.
5. Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan mencatatnya
dalam rekam medik

Tes hidung – jari – hidung (tes telunjuk – hidung)

1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan


2. Pasien diminta berbaring atau duduk.
3. Jari pemeriksa diletakkan 20 – 30 cm didepan pasien.
4. Pasien dengan mata terbuka diminta menunjuk
hidungnya sendiri, kemudian menunjuk jari telunjuk
pemeriksa secara berganti –ganti dengan gerakan cepat.
5. Jari telunjuk pemeriksa berpindah – pindah posisi
selama test berlangsung.
6. Test dilakukan untuk tangan kanan dan kiri.
7. Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan mencatatnya
dalam rekam medik
Tes Pronasi – Supinasi (Disdiadokokinesia)
1. Menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Meminta pasien untuk membuka mata
3. Memberikan instruksi agar pasien meletakkan kedua
tangan diatas bagian distal pahanya, telapak tangannya
menghadap ke bawah (pronasi), kemudian berganti
menjadi supinasi. gerakan itu dilakukan secara berganti –
ganti dengan cepat.
4. Memberi contoh gerakan yang diharapkan.
5. Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan menuliskan
dalam rekam medik
Tes tumit – lutut
1. Menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Mempersilakan pasien berbaring

4
Sistem Saraf

3. Pasien diminta meletakkan tumit kaki kiri diatas lutut


kanannya, kemudian tumit digerakkan menyusuri tulang
tibia kearah distal sampai punggung kaki dan ibu jari
kaki. Gerakan dilakukan berulang-ulang, mula-mula
perlahan kemudian makin cepat.
4. Meminta pasien melakukan dengan tungkai yang lain
5. Mendeskripsikan hasilnya dan menuliskan dalam rekam
medik
Tes Romberg
1. Menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Meminta pasien berdiri dengan kedua tumit berdekatan
dan kedua ibu jari kaki berjauhan
3. Saat dilakukan tes ini pemeriksa menempatkan diri di
dekat pasien
4. Meminta pasien menutup matanya
5. Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan menuliskan
dalam rekam medik
TOTAL

5
Blok 17

Pemeriksaan Status Kesadaran (GCS)


Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN SARAF FK UKM

Tujuan:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
menentukan derajat kesadaran pasien yang dihadapi baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.

Alat dan Bahan: -

Penentuan tingkat kesadaran dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.


1. Secara kualitatif
Tingkat kesadaran secara kualitatif dievaluasi dari hasil interaksi & komunikasi
dengan pasien: orientasi, observasi bahasa tubuh, ekspresi wajah, perhatian,
daya ingat, pengenalan terhadap obyek, suasana hati dan integrasi aktivitas
motorik.
Kompos mentis (Compos mentis) / Alert : Sadar penuh, orientasi baik, respon
baik, dan dapat berinteraksi dengan sekelilingnya
Acute Confusional State (Delirium) : Keadaan dimana seseorang mengalami
keadaan gangguan kesadaran, bingung akut, perubahan kognisi (tumpul),
disorientasi, percakapan inkoheren, sering mengalami agitasi dan iritabilitas,
salah persepsi, halusinasi visual. Pada keadaan ini pasien kehilangan kontak
dengan sekitarnya. Pasien terlihat berteriak, ofensif, curiga, agitasi.
Somnolen (Somnolent) : Pasien sangat mengantuk dan tampak seperti tidur,
masih dapat dibangunkan dengan rangsang ringan (dipanggil, rangsang nyeri
ringan).
Sopor (Soporous) : Hanya berespon terhadap rangsang yang kuat (teriakan,
nyeri kuat : dicubit, penekanan pada dasar kuku, penekanan suprasternal atau
penekanan daerah supraorbital). Terhadap rangsang tersebut, reaksi pasien
hanya sekedar membuka mata sesaat kemudian kembali tidak sadar.
Koma (Comatous) : Keadaan di mana tidak ada lagi respon terhadap rangsang
yang kuat (rangsang nyeri).

2. Secara kuantitatif
Pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif paling banyak dilakukan dengan
Skala Koma Glasgow (Glasgow Comma Scale, GCS).
Aspek yang dinilai pada GCS adalah :
A. Respon Motorik (M) : nilai 1 - 6
B. Respon Mata (E) : nilai 1 - 4
C. Respon Verbal (V) : nilai 1 - 5
Nilai GCS = M + E + V (Maks. 15, Min. 3)
Cara menilai respon pada Glasgow Comma Scale (GCS)

6
Sistem Saraf

A. Respon Motorik (M)


 Bila pasien dapat melaksanakan perintah sesuai dengan perintah yang
diberikan, misalnya: menunjukkan jari telunjuk kanan atau kiri, atau
meng-angkat tangan kanan atau kiri, dinilai 6
 Bila pasien tidak dapat menuruti perintah dan pada pemberian
rangsang nyeri di supra orbita, pasien berusaha menghindarkan
penyebab nyeri dengan tangannya sampai melewati dagu (mampu
menepis sumber nyeri), dinilai 5
 Bila pasien dirangsang nyeri di pangkal kuku, pasien hanya berusaha
menarik tangan yang dirangsang, tapi tangan yang lain tidak berusaha
menghindarkan penyebab nyerinya (tidak mampu menepis sumber
nyeri), dinilai 4
 Bila dengan rangsang nyeri di dada (sternum) maupun di tempat lain
pasien melakukan gerakan fleksi pada kedua tangannya (fleksi
abnormal), dinilai 3
 Bila dengan pemberian rangsang nyeri pasien melakukan gerakan
ekstensi (ekstensi abnormal), dinilai 2
 Bila dengan pemberian rangsang apapun pasien tidak bereaksi, maka
dinilai 1

Gambar 1. Posisi deserebrasi dengan nilai motorik 2 (atas)


dan dekortikasi dengan nilai motorik 3 (bawah)

B. Mata
 Bila pasien membuka matanya spontan, dinilai 4
 Bila mata pasien tertutup, tetapi dapat diperintah secara verbal untuk
membuka matanya, dinilai 3
 Bila dengan perintah verbal pasien tidak membuka matanya, tapi dengan
rangsang nyeri, yaitu dengan memberikan tekanan pada supra orbita, pangkal
kuku atau sternum baru membuka matanya, dinilai 2
 Bila dengan rangsang nyeri apapun pasien tidak membuka matanya, maka
dinilai 1

7
Blok 17

C. Respon Verbal
 Bila pasien menjawab pertanyaan, baik waktu maupun tempat (orientasi
tempat dan waktu) dengan benar, misalnya:
o Dimana dia berada saat ini, dijawab poliklinik,
o Ditanya waktu saat pemeriksaan, dijawab pagi atau siang/sesuai
dengan kenyataan, dinilai 5

 Bila pasien bingung sehingga menjawab tidak sesuai kenyataan / keadaan


yang sebenarnya, misalnya
o Ditanya tahun berapa sekarang, dijawab tahun 1972.
o Ditanya tempat, dijawab tapi tidak tepat, dinilai 4

 Apabila pasien menjawab pertanyaan, tapi tidak sesuai dengan apa yang
ditanyakan, misalnya:
o Ditanya tahun berapa sekarang, dijawab: ibu, bapak, makan dsb
o Ditanya siapa namanya, dijawab: hal-hal lain seperti waktu, tempat,
dinilai 3

 Bila pasien berteriak-teriak atau hanya mengerang bila dirangsang nyeri,


dinilai 2

 Bila tidak ada jawaban sama sekali, baik dengan perintah verbal maupun
dengan rangsang nyeri, dinilai 1

Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS)


Respon motorik (batasan nilai 1-6)
Motor response (M)
Mengikuti perintah 6
Melokalisasi rasa nyeri 5
Fleksi terhadap rasa nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1

Pembukaan mata (batasan nilai 1-4)


Eye opening (E)
Mata terbuka spontan 4
Mata terbuka oleh rangsang suara 3
Mata terbuka oleh rangsang nyeri 2
Mata tidak membuka 1
Respon verbal (batasan nilai 1-5)
Verbal response (V)
Bicara normal, terarah 5
Bicara normal, tidak terarah 4

8
Sistem Saraf

Bicara abnormal 3
Bunyi yang tidak dimengerti 2
Tidak ada respon verbal 1

Check List Pemeriksaan Kesadaran dengan GCS

No Instruksi Skor
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
3. Memberikan rangsangan kepada pasien:
 Rangsang suara, jika respon (-) dilanjutkan dengan,
 Memberi rangsang nyeri pada daerah: (pilih salah satu)
 supra orbita
 di pangkal kuku
 sternum
4. Mengamati Respon Motorik (M), Respon Mata (E), dan Respon Verbal
(V) secara bersamaan.
Respon yang dinilai, lihat narasi sub-bab ini. (Tabel 1. GCS)
6. Mencatat respons pasien : E…......V……..M..............
7. Menghitung nilai total GCS

9
Blok 17

Pemeriksaan Rangsang Meningens


Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN SARAF FK UKM

Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
melakukan pemeriksaan rangsang meningens pada pasien dan mencatat hasilnya
dalam rekam medis.

Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan rangsang meningens
2. Melakukan pemeriksaan rangsang meningens dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat hasil yang ditemukan

Alat dan Bahan: -

Pemeriksaan rangsang meningens :


a. Kaku kuduk
Pasien tidur terlentang tanpa bantal. Tangan kiri pemeriksa diletakkan di
bawah kepala pasien. Kepala pasien difleksikan sedemikian sehingga dagu
dapat menyentuh dada.
Kaku kuduk positif bila dagu tak dapat menyentuh dada, terasa tahanan dan
pasien merasa nyeri.

b. Tanda Kernig
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Pemeriksa
memfleksikan salah satu sendi panggul sejauh 90°, kemudian dilakukan
ekstensi pada sendi lutut tungkai tersebut. Tanda Kernig disebut positif bila
pada ekstensi sendi lutut kurang dari 135° terdapat spasme otot paha dan
pasien merasa nyeri.

Gambar 1. Pemeriksaan Kernig

10
Sistem Saraf

c. Tanda Laseque
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Pemeriksa
memfleksikan salah satu sendi panggul dalam keadaan sendi lutut ekstensi
(tungkai lurus). Tanda Laseque dikatakan positif bila fleksi pada sendi panggul
kurang dari 60°, gerakan fleksi terbatas, terasa tahanan dan pasien merasa nyeri.

Gambar 2. Pemeriksaan Laseque

d. Tanda Brudzinski I
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Dilakukan fleksi
kepala ke arah dada. Brundzinski I dikatakan positif bila terjadi fleksi sendi
lutut pada salah satu atau kedua tungkai.

Gambar 3. Pemeriksaan Brudzinski I

e. Tanda Brudzinski II
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Dilakukan gerakan
seperti Kernig. Brundzinski II dikatakan positif bila timbul fleksi sendi panggul
dan lutut pada tungkai sisi kontralateral.

Gambar 4. Pemeriksaan Brudzinski II

f. Tanda Brudzinski III


Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Dilakukan
penekanan di daerah suprapubis. Brundzinski III dikatakan positif bila terjadi
fleksi sendi lutut pada salah satu atau kedua tungkai.

11
Blok 17

Check List Pemeriksaan Tanda Perangsangan Meningens

Skor
No Kriteria
0 1 2 3

1. Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien

3. Meminta pasien berbaring dengan rileks

4. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan

Kaku kuduk dan Brudzinski I.

1. Pasien tidur terlentang tanpa bantal dengan tungkai lurus.

Memastikan bahwa tidak terdapat instabilitas vertebra


2. servikal dengan menanyakan kepada pasien apakah ada
riwayat trauma pada daerah leher.

3. Tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien.

Dengan gerakan halus, tangan pemeriksa menggerakkan


kepala pasien sehingga ia bergerak menoleh ke kiri dan ke
4.
kanan. Sambil melakukan gerakan ini pemeriksa menilai
apakah terdapat pergerakan yang terbatas.
Kepala pasien diangkat dengan tangan kiri pemeriksa, dan
5. difleksikan sedemikian sehingga dagu dapat menyentuh
dada.
Pemeriksa menilai apakah terasa tahanan saat memfleksikan
6.
kepala tadi.
Sambil melakukan fleksi kepala pasien, pemeriksa juga
7.
mengamati apakah terdapat fleksi pada tungkai.
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan : kaku kuduk positif atau
8.
negatif, Brudzinski I positif atau negatif.
9. Menuliskan pada status / rekam medis.
Tanda Laseque

1. Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus.

Pemeriksa memfleksikan salah satu sendi panggul dalam


2.
keadaan sendi lutut ekstensi (tungkai lurus).
Menilai fleksi sendi panggul dapat dilakukan sejauh berapa
3. derajat dari garis horizontal, sambil merasakan adanya
tahanan.

12
Sistem Saraf

4. Mengulangi prosedur pada tungkai yang lain.

5. Mendeskripsikan hasil pemeriksaan : Laseque (+) atau (-)

Tanda Kernig

Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus.


1.
Pemeriksa memfleksikan salah satu sendi panggul sejauh 90°.

Menilai fleksi sendi lutut dapat dilakukan sejauh berapa


2. derajat dari garis horizontal, sambil merasakan adanya
tahanan.
3. Mengulangi prosedur pada tungkai yang lain.

4. Mendeskripsikan hasil pemeriksaan : Kernig (+) atau (-)

Tanda Brudzinski II

1. Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus.

2. Pemeriksa melakukan seperti pada pemeriksaan Kernig.

3. Menilai apakah terjadi fleksi pada tungkai sisi kontralateral

Tanda Brudzinski III

Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus.


1.
Pemeriksa melakukan penekanan di daerah suprapubis.
Menilai apakah terjadi fleksi sendi lutut pada salah satu atau
2.
kedua tungkai.
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan : Brudzinski III (+) atau
3.
(-)

TOTAL SKOR

13
Blok 17

Pemeriksaan Motorik
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN SARAF FK UKM

Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan kelainan motorik yang dijumpai pada pasien dan mencatatnya
dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
 Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan motorik secara benar
 Melakukan pemeriksaan motorik dengan benar
 Mendeskripsikan dan mencatat kelainan motorik yang ditemukan

Prasyarat
Anatomi dan fisiologi sistem motorik – Materi pengetahuan blok 17

Alat dan Bahan: pita pengukur

Pemeriksaan motorik meliputi :


1. Inspeksi : pemeriksaan postur tubuh, cara berdiri dan berjalan; pemeriksaan
adanya atropi.
2. Palpasi untuk memeriksa tonus otot
3. Pemeriksaan kekuatan otot
4. Pemeriksaan fasikulasi

1. Inspeksi : pemeriksaan postur, cara berdiri dan berjalan, atropi dan gerakan
involunter
- Perhatikan apakah terdapat postur hemiplegik yaitu fleksi pada sendi siku
dan pergelangan tangan disertai ekstensi pada sendi lutut dan pergelangan
kaki.
- Perhatikan seluruh tubuh pasien, bandingkan sisi kiri dan kanan. Apakah
simestris atau terdapat perbedaan massa otot. Pengecilan massa otot atau
atropi diukur dengan pita pengukur pada tempat yang homolog pada sisi kiri
dan kanan. Perbedaan ukuran lebih dari 2 cm disebut sebagai atropi.
- Adakah gerakan involunter seperti misalnya ”resting tremor”, ballismus atau
khorea.

2. Pemeriksaan tonus otot


- Pemeriksaan tonus otot sangat penting untuk menentukan letak kelainan
pada sistem saraf. Pada pemeriksaan tonus, penderita harus berada dalam
keadaan rileks atau dialihkan perhatiannya dengan mengajak bicara.
- Tonus otot diperiksa dengan cara : pemeriksa menggerakkan ekstremitas
pasien secara pasif dalam gerakan fleksi dan ekstensi.

14
Sistem Saraf

- Tonus otot lengan diperiksa dengan menggerakkan lengan bawah pada sendi
siku. Peganglah lengan atas penderita dengan tangan kanan anda dan lengan
bawah penderita dengan tangan kiri anda, gerakkan lengan bawah dengan
gerakan fleksi dan ekstensi serta pronasi-supinasi.
- Tonus otot tungkai diperiksa dengan menggerakkan tungkai pada sendi
panggul, sendi lutut dan pergelangan kaki
- Periksalah tonus otot teman anda untuk mengenali tonus yang normal. Bila
tonus normal, maka hanya sedikit tahanan yang dirasakan pemeriksa pada
seluruh range of movement (= ROM, arah jangkauan gerak).
- Pada kelumpuhan tipe Lower Motor Neuron (LMN), tonus otot menurun
(flaccid). Sedangkan pada kelumpuhan tipe Upper Motor Neuron (UMN)
tonus otot meninggi :
 Saat diperiksa, sekonyong-konyong timbul resistensi terhadap gerakan
pemeriksa (spastisitas).
 Bila terdapat peningkatan tonus yang intermitten, sehingga terasa
seperti roda gigi, disebut sebagai cogwheel rigidity. Hal ini dijumpai pada
penyakit Parkinson.

3. Pemeriksaan kekuatan otot


Pemeriksaan dilakukan dengan cara : membandingkan kekuatan otot pasien
dengan tahanan yang melawannya. Penilaian dilakukan dengan skala Medical
Research Council (MRC) :
0 : tidak ada kontraksi
1 : sedikit kontraksi otot yang visible atau palpable
2 : dapat menggeser ekstremitas pada permukaan datar, tidak dapat
melawan gaya berat
3 : dapat melawan gaya berat sehingga ekstremitas dapat diangkat,
tetapi tidak dapat melawan tahanan pemeriksa
4 : dapat melawan tahanan sedang
5 : kekuatan otot normal.

Berkurangnya kekuatan sekelompok otot yang disebabkan gangguan fungsi


sistem motorik disebut sebagai kelumpuhan atau paresis. Kelumpuhan/
kelemahan total disebut sebagai paralisis atau plegi (kekuatan = 0).
Menurut distribusi ekstremitas yang lumpuh, dapat dijumpai :
- Kelemahan satu anggota gerak, disebut monoparesis.
- Kelemahan satu sisi tubuh (misalnya lumpuh sebelah kanan atau sebelah
kiri), disebut hemiparesis.
- Kelemahan kedua tungkai disebut sebagai paraparesis.
- Kelemahan seluruh ekstremitas disebut sebagai tetraparesis.

Pada rekam medik, hasil pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas secara umum
dituliskan sebagai berikut :

15
Blok 17

(kekuatan otot lengan kanan) (kekuatan otot lengan kiri)


(kekuatan otot tungkai kanan) (kekuatan otot tungkai kiri)

Contoh : kekuatan otot lengan kanan 3, tungkai kanan 3, lengan kiri 5, lengan
kiri 5 (artinya hemiparesis kanan), ditulis

3 5
3 5

4. Pemeriksaan fasikulasi
Fasikulasi adalah gerakan halus sekelompok otot di bawah kulit yang tampak
pada inspeksi. Fasikulasi dapat timbul secara spontan atau diprovokasi dengan
melakukan perkusi otot beberapa kali pada bagian badan otot (venter).

16
Sistem Saraf

Checklist pemeriksaan motorik

SKOR
No. KRITERIA : Pemeriksaan Motorik
0 1 2 3
Introduksi
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
Inspeksi : pemeriksaan postur, cara berdiri dan berjalan, atropi dan gerakan
involunter
1. Menjelaskan cara pemeriksaan
2. Memperhatikan postur tubuh penderita pada posisi berdiri
maupun berbaring, membandingkan sisi kiri dan kanan
3. Mengambil pita pengukur
4. Mengukur massa otot dengan pita pengukur pada tempat
yang homolog pada sisi kiri dan kanan.
5. Mendeskripsikan hasil pemeriksaan : misalnya : postur
normal / hemiplegik, tidak terdapat atropi
6. Memperhatikan apakah terdapat gerakan involunter
7. Mencatat pada rekam medik
Pemeriksaan tonus otot
1. Menjelaskan kepada penderita mengenai cara dan tujuan
pemeriksaan
2. Penderita diminta untuk tetap rileks dan dialihkan
perhatiannya dengan mengajak bicara
3. Tonus otot lengan bawah : peganglah lengan atas dengan
tangan kanan anda dan pegang lengan bawah dengan
tangan kiri anda.
4. Lengan bawah di-fleksi / ekstensikan. Sambil melakukan
hal tersebut, pemeriksa merasakan apakah normal,
hipotoni atau hipertoni
5. Pemeriksa menggerakkan tungkai penderita pada sendi
panggul. Sambil melakukan hal tersebut, pemeriksa
merasakan apakah normal, hipotoni atau hipertoni
6. Pemeriksa menggerakkan tungkai penderita pada sendi
lutut. Sambil melakukan hal tersebut, pemeriksa
merasakan apakah normal, hipotoni atau hipertoni
7. Pemeriksa menggerakkan tungkai penderita pada
pergelangan kaki. Sambil melakukan hal tersebut,
pemeriksa merasakan apakah normal, hipotoni atau
hipertoni
8. Mendeskrisikan hasil pemeriksaan dan menuliskan pada
rekam medik
Pemeriksaan kekuatan otot
1. Menjelaskan kepada penderita mengenai cara dan tujuan
pemeriksaan
2. Penderita diminta menggerakkan lengan atau tangan
kanannya sekuat tenaga. Bila ia dapat mengangkat lengan

17
Blok 17

tersebut, berilah tahanan terhadap lengan tersebut,


sedangkan penderita diminta untuk melawan tahanan dari
pemeriksa sekuat tenaga
3. Melakukan langkah 2 terhadap tungkai kanan
4. Melakukan langkah 2 terhadap lengan kiri
5. Melakukan langkah 2 terhadap tungkai kiri
6. Mendeskripsikan dan mencatatnya pada rekam medik.
Pemeriksaan fasikulasi
1. Memperhatikan adakah gerakan halus sekelompok otot di
bawah kulit yang tampak pada inspeksi.
2. Melakukan perkusi otot pada ekstremitas yang mengalami
paresis
3. Mendeskripsikan dan mencatat pada rekam medik

TOTAL

18
Sistem Saraf

Pemeriksaan Sensorik/ Sistem Sensibilitas


Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN SARAF FK UKM

Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan kelainan sensorik yang dijumpai pada pasien dan mencatatnya
dalam rekam medis.

Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan sensorik secara benar
2. Melakukan pemeriksaan sensorik dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat kelainan sensorik yang ditemukan

Prasyarat
Anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat, saraf tepi dan sensorik – Kuliah blok 17

Alat-alat yang diperlukan :


Kapas
Tusuk gigi (sisi tumpul dan tajam)
Tabung reaksi berisi air hangat dan air dingin
Garpu tala 128 dan 512 (atau 1024) Hz
Peta sensibilitas
Rader (pinwheel)

Sensibilitas terdiri atas :


1. Sensibilitas Permukaan : rasa raba, nyeri dan suhu
2. Sensibilitas Dalam : sensasi posisi / sikap dan arah gerak, getar /
vibrasi, tekan dan nyeri dalam

19
Blok 17

Gambar 1. Peta sensibilitas (dermatomal)

20
Sistem Saraf

Pemeriksaan sensibilitas
Syarat Pemeriksaan :
1. Pasien harus sadar (compos mentis) dan cukup kooperatif
2. Pasien tidak boleh dalam keadaan lelah
3. Pasien harus mendapat penjelasan mengenai tujuan dan cara pemeriksaan
serta respons yang diharapkan
4. Dilakukan secara rileks dan tidak melelahkan pasien
5. Azas simetris : pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan
bagian kanan
6. Hasil pemeriksaan fungsi sensorik pada suatu saat tidak dapat sepenuhnya
dipercaya karena memiliki segi subyektivitas yang tinggi, karena itu kita
harus hati-hati dalam penarikan kesimpulan.

Pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien berbaring, mata tertutup. Bagian


tubuh yang diperiksa harus bebas dari pakaian.

Pemeriksaan Sensasi Permukaan


A. Pemeriksaan Sensasi Raba
1. Alat pemeriksaan : kapas atau rambut Frey, peta sensibilitas
2. Cara pemeriksaan :
Dengan kapas yang digulung memanjang atau rambut Frey, pemeriksaan
dilakukan secara berganti-ganti tidak teratur (random) mulai dari kepala
turun ke bawah sampai meliputi seluruh tubuh. Bandingkan atas dengan
bawah, kiri dengan kanan. Pasien diminta menyebutkan “ya” bila ia
merasakan rabaan pada kulit, dan diminta untuk mengidentifikasi apabila
terdapat kelainan rasa raba pada suatu tempat. Batas kelainan sensibilitas
perlu ditentukan dengan memeriksa rasa raba mulai dari daerah yang
terganggu menuju ke daerah normal. Tandai daerah yang mengalami
gangguan tadi pada peta sensibilitas dan deskripsikan dengan benar.

B. Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial


1. Alat pemeriksaan : tusuk gigi yang memiliki ujung tumpul dan ujung
tajam, rader
2. Cara pemeriksaan :
Mula-mula pasien diberitahukan dan dicobakan untuk membedakan dua
tusukan yang bersifat tajam dan tumpul dengan sebuah tusuk gigi. Pada
pemeriksaan pasien harus menyebutkan apakah yang dirasakan “tajam”
atau “tumpul”. Reaksi ini harus cepat, beberapa detik saja. Pemeriksaan
dilakukan dari kepala terus turun ke bawah secara random.
Bila ditemukan kelainan rasa nyeri, pemeriksaan perlu diulang mulai dari
daerah yang terganggu ke arah daerah yang normal.

21
Blok 17

Pemeriksaan dengan tusukan yang kontinyu perlu pula dilakukan pada


daerah yang terganggu, digunakan sebuah rader (pinwheel) dapat
dipergunakan untuk maksud ini.

C. Pemeriksaan sensasi suhu


1. Alat pemeriksaan : dua buah botol / tabung reaksi masing-masing berisi
air dingin (kira-kira 100C) dan air panas (kira-kira 430C)
2. Cara pemeriksaan :
Dengan menggunakan dua botol berisi air dingin dan air panas, kulit pasien
dirangsang berganti-ganti, dan pasien diminta menyebutkan “panas” atau
“dingin”. Pemeriksaan dilakukan mulai dari daerah kepala turun ke bawah.
Bila ditemukan kelainan rasa suhu, batas kelainan ditentukan dengan
pemeriksaan dari daerah yang terganggu menuju daerah yang normal.

Mencatat Hasil Pemeriksaan


Hasil pemeriksaan dicatat di atas peta sensibilitas (gambar 1). Kelainan
sensibilitas yang ditemukan, perlu diberi tanda pada tubuh pasien,
kemudian tanda itu dipindahkan ke peta sensibilitas.
- Tanda untuk kelainan sensibilitas raba ialah garis terputus ( --- )
- Tanda untuk kelainan rasa nyeri ialah huruf V ( VVV )
- Tanda untuk kelainan rasa suhu ialah huruf X ( XXX )
Kemudian deskripsikan distribusi kelainan tersebut dalam kalimat, agar mudah
dituliskan pada rekam medik tanpa mengurangi kejelasannya.

Berkurangnya sensibilitas pada separuh tubuh penderita (misalnya sisi kanan


saja) disebut hemihipestesi (misalnya terjadi pada Stroke)
Lesi pada medulla spinalis menyebabkan gangguan sensibilitas dengan
distribusi segmental. Artinya, gangguan semua modalitas sensorik mulai
segmen yang terkena sampai ke kaudal.
Misalnya : lesi mengenai medulla spinalis segmen Thorakal 10 akan
memberikan gangguan sensibilitas berupa : hipestesi setinggi segmen
medulla spinalis Th10 ke bawah.

22
Sistem Saraf

Gambar 2. Pada peta sensibilitas didapatkan gambar seperti di atas.


Daerah yang diarsir melukiskan daerah hipestesi.

23
Blok 17

Pada lesi saraf tepi, gangguan sensibilitas tergantung dari saraf yang terkena.
Misalnya:
(i) Lesi mengenai radiks L4-L5 kanan akan menimbulkan hipestesi di daerah
yang dipersarafinya, yaitu daerah kulit yang sesuai dengan dermatom L4-
L5 kanan. Pada peta sensibilitas digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3. Deskripsi hipestesi setinggi dermatom L4-L5 kanan.

24
Sistem Saraf

(ii) Lesi yang mengenai beberapa saraf tepi secara simetris bilateral disebut
sebagai polineuropati dan secara klinis memberikan gambaran gangguan
sensibilitas : hipestesi dengan distribusi ”glove-and-stocking” (seperti
sarung tangan dan kaus kaki), seperti pada gambar berikut ini :

Gambar 4. Glove-and-stocking hypesthesia

Sensasi proprioseptif / sensibilitas dalam


A. Sensasi posisi / sikap dan arah gerak :
Cara :
- pasien diminta menutup matanya dan merentangkan lengan lurus ke
depan
- pemeriksa memegang bagian samping / lateral ujung jari penderita
ekstensi atau fleksikan jarinya kurang lebih 2 0 atau 1 mm
- minta agar pasien menyebutkan posisi jarinya, keatas atau kebawah.
- lakukan hal yang sama pada jari kaki

B. Sensasi vibrasi / getar:


1. Alat yang dipakai : garpu tala dengan frekuensi 128 Hz atau 256 Hz
2. Cara :
- Garpu tala digetarkan terlebih dahulu dengan jalan ujung garpu tala
dipukulkan pada tulang siku.
- Mula-mula pasien dicoba untuk membedakan ada atau tidak getaran
dari garpu tala yang ditaruh diatas sternum.
- Kemudian dengan mata tertutup, pasien harus membedakan apakah
terasa getaran atau tidak
- Dengan mata pasien tertutup, letakkan pangkal garpu tala di bagian
tulang yang prominen seperti sternum, epicondylus siku, prosesus
styloideus radius, epicondylus femur, maleolus tumit.

25
Blok 17

- Bandingkan atas dan bawah, kiri dan kanan. Mintalah pasien merasakan
apakah terasa getaran dan apakah ada bagian tertentu yang kurang
terasa. Setelah pasien tidak merasakan lagi getaran garpu tala,
pindahkan segera ke pergelangan pemeriksa dan rasakan apakah
masih ada getaran.

Gambar 5. Pemeriksaan rasa getar

26
Sistem Saraf

Check List Pemeriksaan Sensibilitas

SKOR
No. KRITERIA : Pemeriksaan Sensibilitas
0 1 2 3
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
RASA RABA
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Memilih kapas atau rambut Frey
3. Mencoba kapas terhadap dirinya sendiri
4. Meminta penderita untuk menutup mata
5. Memberikan rangsangan secara ringan pada kulit
6. Pada setiap rangsangan, meminta penderita untuk
menyatakan terasa atau tidak
7. Membandingkan bagian tubuh atas dan bawah
8. Membandingkan kiri dan kanan
9. Meminta penderita untuk membedakan rasa raba di bagian
atas dan bawah, kiri dan kanan, apakah terasa sama kuat atau
ada yang kurang terasa
10. Mencatat hasilnya pada peta sensibilitas
11. Mendeskripsikan dalam kata-kata dan menuliskan dalam
rekam medik
NYERI SUPERFISIAL
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Memilih tusuk gigi
3. Mencoba tusuk gigi terhadap dirinya sendiri
4. Meminta penderita menutup mata
5. Melakukan rangsangan dengan ujung tajam dengan intensitas
minimal tanpa menimbulkan luka/ perdarahan
6. Melakukan rangsangan dengan ujung tumpul
7. Pada setiap rangsang, meminta penderita untuk
mengidentifikasi apakan yang terasa adalah ”tajam” atau
”tumpul”
8. Membandingkan bagian tubuh atas dan bawah
9. Membandingkan kiri dan kanan
10. Menanyakan apakah ada perbedaan intensitas ketajaman
rangsangan
11. Mencatat hasilnya pada peta sensibilitas
12. Mendeskripsikan dalam kata-kata dan menuliskan dalam
rekam medik
SUHU
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Menyiapkan tabung berisi air panas dan dingin
3. Mencoba botol berisi air panas dan air dingin terhadap dirinya
sendiri

27
Blok 17

4. Menutup mata penderita


5. Melakukan rangsangan dengan suhu panas dan dingin secara
bergantian
6. Meminta penderita untuk menyebutkan apakah
rangsangannya “panas” atau “dingin”
7. Menanyakan apakah ada perbedaan intensitas rangsangan
suhu “panas” atau “dingin”
8. Membuat peta sensibilitas suhu
9. Mencatat hasilnya pada peta sensibilitas
10. Mendeskripsikan dalam kata-kata dan menuliskan dalam
rekam medik
POSISI DAN ARAH GERAK
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Penderita diminta merentangkan lengannya ke depan
3. Pemeriksa memegang sisi lateral ujung jari penderita dan
memfleksikan / ekstensi sejauh 2 0
4. Lakukan hal yang sama pada jari kaki
5. Membandingkan kiri dan kanan
6. Mendeskripsikan dalam kata-kata dan menuliskan dalam
rekam medik
RASA GETAR
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Memilih garputala yang benar
3. Meminta penderita menutup mata
4. Memukulkan ujung garpu tala pada siku agar bergetar
5. Ujung garpu tala diletakkan pada sternum penderita dan minta
penderita menyebutkan ada atau tidak ada getaran
6. Kemudian letakkan ujung garpu tala pada epicondylus siku,
prosesus styloideus radius, epicondylus femur, maleolus tumit
7. Periksa pada sisi yang simetris dan bandingkan
8. Setelah penderita tidak merasakan getaran, pindahkan ke
pergelagan pemeriksa dan rasakan apakah masih ada getaran
9. Mendeskripsikan dalam kata-kata dan menuliskan dalam
rekam medik
TOTAL

28
Sistem Saraf

Pemeriksaan Syaraf Otak I – VI


Tingkat keterampilan: 4A
Winsa Husein

Tujuan: menilai fungsi N.I, N.II, N.III, IV, VI dan N.V

Alat dan Bahan


1. Bubuk kopi
2. Teh
3. Tembakau
4. Pen light
5. Kartu Snellen
6. Ophtalmoskop
7. Kapas dipilin ujungnya

Snellen chart
Garpu tala 128 dan 512 (atau 1024) Hz
Senter atau otoscope
Kapas
Kassa steril
Tusuk gigi (sisi tumpul dan tajam)
Tabung reaksi berisi air hangat dan air dingin
Cairan manis, asin dan pahit .
Cotton bud
Spatel kayu

Teknik Pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan
prosedurnya.
3. Pastikan pasien tidak mengalami gangguan sistem penghidu (contoh pilek)
4. Memeriksa N.I: olfaktorius.
a. Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup salah satu
lubang hidung. Pemeriksaan dilakukan dari lubang hidung sebelah kanan.
b. Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang terbuka, seperti
kopi, teh, dan sabun.
c. Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila ya, tanyakan
jenisnya. Pemeriksa juga dapat memberikan pilihan jawaban bila pasien
merasa menhidu sesuatu namun tidak dapat mengenalinya secara spontan,
seperti, “Apakah ini kopi, atau teh?”
d. Kemudian lakukan prosedur yang sama pada lubang hidung yang lain.

29
Blok 17

5. Melakukan pemeriksaan pupil (N. II):


a. Pasien diminta berbaring.
b. Inspeksi kedua pupil dan catat ukuran dan bentuknya.
c. Bandingkan kanan dan kiri.
d. Tempatkan tangan kedua mata.
e. Minta pasien untuk memfiksasi pandangan ke depan. Sinari salah satu mata
dari arah tepi (pasien tidak boleh melihat kearah sinar dan sumber cahaya
harus cukup terang)
f. Catat reaksi pupil baik langsung maupun tidak langsung.
g. Lakukan prosedur yang sama pada mata yang diantara
h. lain.

6. Prosedur pemeriksaan lapang pandang (N. II):


a. Untuk pemeriksaan ini, pemeriksa dan pasien duduk berhadapan dengan
lutut pemeriksa hampir bersentuhan dengan lutut pasien. Tinggi mata
pemeriksa sama dengan pasien.
b. Pemeriksaan dilakukan satu per satu (monokuler), dimulai dengan mata
kanan.
c. Pada saat memeriksa mata kanan, pasien diminta menutup mata kiri
dengan telapak tangan pasien, tidak ditekan. Sedangkan pemeriksa
menutup mata kanannya.
d. Tempatkan tangan pemeriksa yang bebas di bidang imajiner antara lutut
pasien dan pemeriksa. Jarak antara bidang imajiner ini dengan mata
pemeriksa sama dengan jaraj bidang imajiner dengan mata pasien.
e. Pemeriksa dan pasien saling bertatapan, pasien diminta untuk memfiksasi
pandangannya kedepan. Kemudian pemeriksa menggerakkan tangannya
pada bidang imajiner tersebut dari tepi ke tengah bidang. Saat melakukan
ini, pemeriksa dapat menggerakan jari- jarinya atau diam dan minta pasien
menyebutkannya. Tanyakan kepada pasien apakah ia dapat melihat tangan
pemeriksa atau tidak. Lakukan pemeriksaan pada empat kuadran kuadran
(temoral atas, nasal bawah, nasal atas, temporal bawah).
f. Lakukan prosedur yang sama terhadap mata yang lain.

7. Pemeriksaan fundus mata (N. II):


a. Untuk memeriksa fundus, pupil harus cukup berdilatasi, sehingga sebelum
melakukan pemeriksaan pasien dapat diberikan cairan midriatikum.
b. Cahaya pada ruang periksa diredupkan.
c. Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan.
d. Nyalakan oftalmoskop.
e. Atur lensa pada oftalmoskop (sesuaikan bila pemeriksa memiliki kelainan
refraksi). Atur dioptri funduskopi sesuai dengan visus pasien, mata
pemeriksa harus normal atau menggunakan kacamata sesuai visus.
f. Atur jenis cahaya pada jenis lingkaran penuh.
g. Pasien diminta memfiksasi pandangan jauh melewati bahu pemeriksa.
h. Saat memeriksa mata kanan pasien, pemeriksa meletakkan oftalmoskop di

30
Sistem Saraf

depan mata kanannya, dipegang dengan tangan kanan. Sedangkan tangan


kiri pemeriksa memfiksasi kepala pasien.
i. Amati ke dalam pupil dengan sudut aksis 0o untuk melihat diskus optikus
dan pembuluh darah retina. Nilai retina, diskus optikus, cup-disc ratio dan
pembuluh darah retina. Kemudian arahkan 15o ke temporal untuk menilai
daerah sekitarnya.
j. Lakukan prosedur yang sama terhadap mata lainnya.
k. Pemeriksaan refleks cahaya dilakukan bersama dengan pemeriksaan N III.

8. Pemeriksaan NIII (Occulomotorius):


 Inspeksi kelopak mata
a. Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan
b. Amati kedua kelopak mata pasien, bandingkan kanan dan kiri.
c. Amati bila pasien menengadahkan kepala atau mengangkat alisnya
untuk mempertahankan mata tetap terbuka.
d. Apabila pemeriksa mencurigai adanya ptosis pada mata kanan, kiri atau
kedua mata, minta pasien menutup matanya beberapa menit kemudian
buka mata pasien dan nilai kembali.

 Menilai posisi bola mata:


a. Inspeksi posisi kedua mata
b. Nilai bila mata pasien juling.
c. Tanyakan apakah pasien memiliki keluhan pandangan ganda.
d. Apabila pemeriksa tidak yakin bila pasien memiliki strabismus, sinari
mata dari jarak 30 cm dengan letak tepat di tengah antara kedua mata
dan minta pasien melihat ke sumber cahaya.
e. Lihat refleksi cahaya pada kedua mata pasien. Normalnya refleksi
cahaya berada tepat di tengah pupil.

 Pemeriksaan reaksi konvergensi:


a. Persiapkan pasien dalam posisi berbaring.
b. Minta pasien untuk memfiksasi penglihatan pada jari anda yang
berjarak 1 m di depan wajah pasien. Tangan pemeriksa yang lain dapat
digunakan untuk mengangkat kelopak mata atas pasien agar pupil lebih
terlihat.
c. Sambil memperhatikan ukuran pupil pasien, pemeriksa secara perlahan
mendekatkan jarinya mendekati pasien ke titik antara kedua alis pasien.
d. Minta pasien untuk mengikuti pergerakan tangan pemeriksa.
e. Amati reaksi pupil selama pemeriksaan kovergensi ini.

9. Pemeriksaan pergerakan bola mata (NIII, IV, VI):


a. Persiapkan pasien dalam posisi berbaring.
b. Pemeriksa mengangkat telunjuknya didepan mata pasien dan minta pasien
untuk memfiksasi penglihatannya pada ujung jari pemeriksa dan untuk

31
Blok 17

mengikuti pergerakan tangan pemeriksa.


c. Minta pasien untuk memfiksasi kepalanya sehingga hanya bola matanya
saja yang bergerak.
d. Pemeriksa menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri, kiri atas, kanan atas,
kiri bawah dan kanan bawah serta atas bawah melewati titik tengah (6 arah).
e. Pada saat melakukan pemeriksaan ini, sudut penglihatan tidak boleh lebih
dari 45o.
f. Tanyakan kepada pasien apakah ia merasakan adanya penglihatan ganda
pada saat mengikuti gerakan jari.
g. Bila ya, tanyakan di arah mana saja.
h. Kembali periksa arah dimana pasien merasakan adanya penglihatan ganda,
lalu tutup salah satu mata secara bergantian.
i. Tanyakan pada mata sebelah mana pasien tidak dapat melihat tangan
pemeriksa.

10. Pemeriksaan NV
 Pemeriksaan refleks kornea (N. V):
a. Persiapkan pasien dalam posisi berbaring. Pemeriksa berada di sisi
pasien.
b. Angkat kelopak mata atas pasien, kemudian minta pasien untuk melirik
ke sisi berlawanan dari tempat peeriksa.
c. Sentuh sklera dengan ujung kapas dari sisi ke arah kornea tanpa
menyentuh bulu mata maupun konjungtiva.
d. Perhatikan adanya refleks mengedip dari pasien.
e. Lakukan pemeriksaan pada mata lainnya dan bandingkan hasilnya.
f. Pemeriksaan N V juga digunakan untuk menilai lesi pada herpes di V.1,
V.2 dan V.3
 Penilaian otot temporal dan masseter.
a. Minta pasien untuk mengatupkan rahangnya sekuat mungkin.
b. Pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter pasien.
Kemudian nilai kekuatan tonusnya.
 Penilaian sensasi wajah (N. V):
a. Persiapkan pasien dalam posisi duduk atau berbaring.
b. Pemeriksaan awal pasien dengan mata terbuka sehingga ia dapat melihat
stimulus apa yang akan ia identifikasi.
c. Sentuh pasien di daerah wajah dengan kapas di beberapa tempat,
bandingkan kanan dan kiri.
d. Kemudian dengan mata tertutup, tanyakan apakah pasien merasakan
stimuli sentuhan yang diberikan dan minta ia mengidentifikasi letak stimuli.
Bandingkan kanan dan kiri.
e. Perhatikan adanya penurunan fungsi sensoris yang ditandai dengan adanya
perbedaan sensasi stimuli pada pasien. Walaupun pasien dapat
menyebutkan seluruh letak stimuli sehingga perlu ditanyakan apakah ia
merasakan adanya perbedaan sensasi dari setiap stimuli yang diberikan.

32
Sistem Saraf

Analisis Hasil Pemeriksaan

1. Pemeriksaan N I:
Kehilangan kemampuan menghidu dapat disebabkan oleh beberapa hal,
termasuk penyakit pada rongga hidung, trauma kepala, akibat merokok,
proses penuaan, dan pengguanaan kokain. Kelaianan ini dapat juga bersifat
kongenital.

2. Pemeriksaan N II :
a. Refleks pupil:
Normalnya ukuran pupil kanan dan kiri sama besar. Saat diberikan
rangsangan cahaya pupil mengalami konstriksi.
Pada pupil anisokor yang nyata pada pencahayaan terang, ukuran
pupil tidak sama kanan dan kiri. Pupil yang berukuran lebih besar tidak
dapat berkonstriksi dengan baik. Penyebab kelaianan ini antara lain
trauma tumpul pada mata, glaukoma sudut terbuka, dan gangguan saraf
parasimpatik pada iris, seperti pada tonic pupil dan paralisis
n.okulomotorius. Saat pupil anisokor pada cahaya yang redup, pupil
yang lebih kecil tidak dapat berdilatasi dengan baik, seperti pada
Horner’s syndrome. Hal ini disebabkan oleh gangguan saraf simpatik.

Gambar 1. Pupil anisokor

b. Pemeriksaan lapang pandang

33
Blok 17

Keterangan :

1. Defek horizontal
Disebabkan oleh oklusi pada cabang arteri retina sentral. Pada gambar
disamping terdapat oklusi cabang superior arteri retina sentral.
2. Kebutaan unilateral
Disebabkan oleh lesi pada saraf optik unilateral yang menyebabkan
kebutaan.
3. Hemianopsia Bitemporal
Disebabkan oleh lesi pada kiasma optikum sehingga menyebabkan
kehilangan penglihatan pada sisi temporal kedua lapang pandang.
4. Hemianopsia Homonim Kiri
Disebabkan oleh lesi pada traktus optikus di tempat yang sama
pada kedua mata. Hal ini menyebabkan kehilangan penglihatan sisi
yang sama pada kedua mata.
5. Homonymous Left Superior Quadrantic Defect
Disebabkan oleh lesi parsial pada radiasio optikus yang menyebabkan
kehilangan penglihatan pada seperempat bagian lapang pandang sisi yang
sama.
6. Hemianopsia himonim kiri juga dapat disebabkan oleh terputusnya
jaringan pada radiasio optikus.

c. Pemeriksaan fundus mata


 Gambaran funduskopi normal Warna
kuning-orange. Pembuluh darah sedikit
pada disc.
Batas disc tegas
 Atrofi optic Warna putih.
Tidak terdapat pembuluh darah pada disc
 Papiledema
Warna pink, hiperemis. Pembuluh darah
disc lebih terlihat dan banyak.
Disc sembab
 Coupping pada glaucoma Cup membesar,
warna pucat

Gambar 2. Hasil funduskopi

34
Sistem Saraf

3. Pemeriksaan N III :
 Inspeksi kelopak mata
Ptosis terjadi pada palsy N III, Horner’s syndrome (ptosis, meiosis,
anhidrosis) dan miastenia gravis.
 Posisi bola mata dan pergerakan bola mata (N. III,IV,VI)
Berikut ini adalah kelaianan posisi bola mata dan pergerakan mata:

Strabismus konvergen
(esotropia)

Strabismus divergen
(exotropia)

Paralisis N VI kiri

Paralisis NIV kiri

Paralisis N III kiri

Gambar 3. Kelainan posisi bola mata

 Reaksi konvergensi
Pada tes konvergensi normalnya pupil mengecil (miosis).

4. Pemeriksaan N V :
 Refleks kornea
Pada pemeriksaan ini reaksi normal yang ditimbulkan adalah refleks
berkedip. Refleks ini menghilang ada kerusakan atau lesi N V. Lesi pada
n VII juga dapat menyebabkan gangguan pada refleks ini.
 Penilaian otot temporal dan masseter
Kelemahan atau hilangnya kontraksi otot temporal dan masseter pada
salah satu sisi dapat menunjukkan adanya lesi N V. Adanya kelemahan
bilateral disebabkan oleh gangguan perifer atau sentral. Pada pasien
yang tidak memiliki gigi, hasil pemeriksaan ini mungkin sulit dinilai.
 Penilaian sensasi wajah
Penurunan atau kehilangan sensasi wajah unilateral menunjukkan
adanya lesi N V atau jalur interkoneksi sensoris yang lebih tinggi.

35
Blok 17

Check List Pemeriksaan Nervus Kranialis

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas
1 pasien, menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan yaitu menilai
fungsi saraf kranial.

Memeriksa N.I (N. Olfaktorius)

1 Siapkan alat dan bahan, yaitu bubuk kopi, teh dan tembakau, sabun

Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan


2
prosedurnya.

3 Pastikan pasien tidak mengalami sistem penghidu (contoh pilek)


Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup salah
4 satu lubang hidung. Pemeriksaan dilakukan dari lubang hidung
sebelah kanan.
Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang terbuka,
5
seperti kopi, teh, dan sabun.
Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila ya,
tanyakan jenisnya. Pemeriksa juga dapat memberikan pilihan
6 jawaban bila pasien merasa menhidu sesuatu namun tidak dapat
mengenalinya secara spontan, seperti, “Apakah ini kopi, atau
teh?”
7 Lakukan prosedur yang sama pada lubang hidung yang lain.

Memeriksa N.II (N. Opticus)

A. Melakukan pemeriksaan pupil

1 Pasien diminta berbaring.


2 Inspeksi kedua pupil dan catat ukuran dan bentuknya.
3 Bandingkan kanan dan kiri.
4 Tempatkan tangan di antara kedua mata.
Minta pasien untuk memfiksasi pandangan ke depan. Sinari salah
5 satu mata dari arah tepi (pasien tidak boleh melihat ke arah sinar
dan sumbercahaya harus cukup terang)
6 Catat reaksi pupil baik langsung maupun tidak langsung
7 Lakukan prosedur yang sama pada mata yang lain.

B. Prosedur pemeriksaan lapang pandang

36
Sistem Saraf

Untuk pemeriksaan ini, pemeriksa dan pasien duduk berhadapan


1 dengan lutut pemeriksa hampir bersentuhan dengan lutut pasien.
Tinggi mata pemeriksa sama dengan pasien.
Pemeriksaan dilakukan satu per satu (monokuler), dimulai dengan
2
mata kanan.
Pada saat memeriksa mata kanan, pasien diminta menutup
3 mata kiri dengan telapak tangan pasien, tidak ditekan.
Sedangkan pemeriksa menutup mata kanannya.
Tempatkan tangan pemeriksa yang bebas di bidang imajiner antara
lutut pasien dan pemeriksa. Jarak antara bidang imajiner ini
4
dengan mata pemeriksa sama dengan jaraj bidang imajiner dengan
mata pasien.
Pemeriksa dan pasien saling bertatapan, pasien diminta untuk
memfiksasi pandangannya ke depan. Kemudian pemeriksa
menggerakkan tangannya pada bidang imajiner tersebut dari tepi
ke tengah bidang. Saat melakukan ini, pemeriksa dapat
5 menggerakan jari-jarinya atau diam dan minta pasien
menyebutkannya. Tanyakan kepada pasien apakah ia dapat
melihat tangan pemeriksa atau tidak. Lakukan pemeriksaan pada
empat kuadran kuadran (temporal atas, nasal bawah, nasal atas,
temporal bawah).
6 Lakukan prosedur yang sama terhadap mata yang lain.

C. Pemeriksaan fundus mata

Untuk memeriksa fundus, pupil harus cukup berdilatasi,


1 sehingga sebelum melakukan pemeriksaan pasien dapat
diberikan cairan midriatikum.
2 Cahaya pada ruang periksa diredupkan.
3 Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan.
4 Nyalakan oftalmoskop.
Atur lensa pada oftalmoskop (sesuaikan bila pemeriksa memiliki
kelainan refraksi). Atur dioptri funduskopi sesuai dengan visus
5
pasien, mata pemeriksa harus normal atau menggunakan
kacamata sesuai visus.
6 Atur jenis cahaya pada jenis lingkaran penuh.
Pasien diminta memfiksasi pandangan jauh melewati bahu
7
pemeriksa.
Saat memeriksa mata kanan pasien, pemeriksa meletakkan
oftalmoskop di depan mata kanannya, dipegang dengan tangan
8
kanan. Sedangkan tangan kiri pemeriksa memfiksasi kepala
pasien.
Amati ke dalam pupil dengan sudut aksis 0o untuk melihat diskus
optikus dan pembuluh darah retina. Nilai retina, diskus optikus,
9
cup-disc ratio dan pembuluh darah retina. Kemudian arahkan 15o
ke temporal untuk menilai daerah sekitarnya.

37
Blok 17

10 Lakukan prosedur yang sama terhadap mata lainnya.


Pemeriksaan refleks cahaya dilakukan bersama dengan
11
pemeriksaan N. III.

Memeriksa N.III (N. Oculomotorius)

A. Inspeksi kelopak mata

1 Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan

2 Amati kedua kelopak mata pasien, bandingkan kanan dan kiri.

Amati bila pasien menengadahkan kepala atau mengangkat


3
alisnya untuk mempertahankan mata tetap terbuka.

Apabila pemeriksa mencurigai adanya ptosis pada mata kanan,


4 kiri atau kedua mata, minta pasien menutup matanya beberapa
menit kemudian buka mata pasien dan nilai kembali.

B. Menilai posisi bola mata:

1 Inspeksi posisi kedua mata


2 Nilai bila mata pasien juling.
3 Tanyakan apakah pasien memiliki keluhan pandangan ganda.

Apabila pemeriksa tidak yakin bila pasien memiliki strabismus,


4 sinari mata dari jarak 30 cm dengan letak tepat di tengah antara
kedua mata dan minta pasien melihat ke sumber cahaya.

Lihat refleksi cahaya pada kedua mata pasien. Normalnya


5
refleksi cahaya berada tepat di tengah pupil.

C. Pemeriksaan reaksi konvergensi


1 Persiapkan pasien dalam posisi berbaring.
Minta pasien untuk memfiksasi penglihatan pada jari anda yang
berjarak 1 m di depan wajah pasien. Tangan pemeriksa yang lain
2
dapat digunakan untuk mengangkat kelopak mata atas pasien
agar pupil lebih terlihat.
Sambil memperhatikan ukuran pupil pasien, pemeriksa secara
3 perlahan mendekatkan jarinya mendekati pasien ke titik antara
kedua alis pasien.
4 Minta pasien untuk mengikuti pergerakan tangan pemeriksa.
5 Amati reaksi pupil selama pemeriksaan kovergensi ini.
Pemeriksaan pergerakan bola mata (NIII, IV, VI):

1 Persiapkan pasien dalam posisi berbaring.

38
Sistem Saraf

Pemeriksa mengangkat telunjuknya di depan mata pasien dan


2 minta pasien untuk memfiksasi penglihatannya pada ujung jari
pemeriksa dan untuk mengikuti pergerakan tangan pemeriksa.
Minta pasien untuk memfiksasi kepalanya sehingga hanya bola
3
matanya saja yang bergerak.
Pemeriksa menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri, kiri atas,
4 kanan atas, kiri bawah dan kanan bawah serta atas bawah
melewati titik tengah (6 arah).

Pada saat melakukan pemeriksaan ini, sudut penglihatan tidak


5
boleh lebih dari 45o.

Tanyakan kepada pasien apakah ia merasakan adanya


6
penglihatan ganda pada saat mengikuti gerakan jari.
7 Bila ya, tanyakan di arah mana saja.
Kembali periksa arah di mana pasien merasakan adanya
8
penglihatan ganda, lalu tutup salah satu mata secara bergantian.

Tanyakan pada mata sebelah mana pasien tidak dapat melihat


9
tangan pemeriksa.

Pemeriksaan N.V (N. Trigeminus)

A. Pemeriksaan refleks kornea

Persiapkan pasien dalam posisi berbaring. Pemeriksa berada


1
di sisi pasien.
Angkat kelopak mata atas pasien, kemudian minta pasien untuk
2
melirik ke sisi berlawanan dari tempat pemeriksa.
Sentuh sklera dengan ujung kapas dari sisi ke arah kornea tanpa
3
menyentuh bulu mata maupun konjungtiva.
4 Perhatikan adanya refleks mengedip dari pasien.

5 Lakukan pemeriksaan pada mata lainnya dan bandingkan hasilnya.

B. Penilaian otot temporal dan masseter.


1 Minta pasien untuk mengatupkan rahangnya sekuat mungkin
Pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter
2
pasien. Kemudian nilai kekuatan tonusnya.
C. Penilaian sensasi wajah
1 Persiapkan pasien dalam posisi duduk atau berbaring.
Pemeriksaan awal pasien dengan mata terbuka sehingga ia dapat
2
melihat stimulus apa yang akan ia identifikasi.

39
Blok 17

Sentuh pasien di daerah wajah dengan kapas di beberapa tempat,


3
bandingkan kanan dan kiri.
Dengan mata tertutup, tanyakan apakah pasien merasakan stimuli
4 sentuhan yang diberikan dan minta ia mengidentifikasi letak
stimuli. Bandingkan kanan dan kiri.
Perhatikan adanya penurunan fungsi sensoris yang ditandai
dengan adanya perbedaan sensasi stimuli pada pasien. Walaupun
5 pasien dapat menyebutkan seluruh letak stimuli sehingga perlu
ditanyakan apakah ia merasakan adanya perbedaan sensasi dari
setiap stimuli yang diberikan.

TOTAL SKOR

Referensi :
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009.
Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 10th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2009.
The examination of the eyes and vision: examination of the peripheral visual field
(donders’ confrontation method). [cited 2014 March 18]. Available from
http://www.skillsinmedicine-demo.com/index.php?option=c
om_content&view=article&id=549:examination-of-the-peripheral-visual-
field&catid=53:the-visual-field&Itemid=625.

40
Sistem Saraf

Pemeriksaan Syaraf Otak VII – XII


Tingkat keterampilan: 4A
Oeij Anindita

Tujuan: menilai fungsi N.VII, N.IX, N.X, N.XI, dan N.XII

Alat dan Bahan


1. Cairan manis/gula pasir
2. Cairan asin/garam
3. Cairan pahit
4. Kassa steril
5. Lampu senter/ Pen light
6. Garpu tala
7. Spatel kayu

Teknik Pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan
prosedurnya.
3. Penilaian kesimetrisan wajah (N.VII):
a. Amati wajah pasien dan nilai kesimetrisan sisi kanan dan sisi kiri. Adanya
ketidaksimetrisan yang ringan pada saat istirahat bersifat fisiologis.
b. Minta pasien untuk:
- Mengangkat kedua alis
- Menutup kedua mata dengan kuat
- Menggembungkan pipi
- Mencucu
- Memperlihatkan gigi-giginya
c. Amati apakah pasien dapat melakukan seluruh gerakan yang diminta dan
nilai kesimetrisannya.
d. Amati seluruh mimik spontan pada pasien, seperti tersenyum atau tertawa
dan nilai kesimetrisannya. Pemeriksaan kesimetrisan wajah dibedakan atas
dan bawah untuk membedakan tipe sentral dan perifer.
e. Analisis hasil pemeriksaan: plica nasolabialis yang mendatar dan kelopak
mata yang jatuh ke bawah menandakan adanya kelemahan facialis. Lesi
perifer N.VII, seperti pada Bell’s palsy, mempengaruhi otot wajah atas dan
bawah sisi ipsilateral, sedangkan lesi sentral hanya mempengaruhi otot
wajah bagian bawah. Sebagai contoh, pada lesi N.VII kanan perifer, saat
pasien diminta menutup kedua mata dengan kuat sambil menyeringai,
tampak bahwa sisi kanan wajah tidak ikut bergerak: kelopak mata tidak
dapat ditutup, plica nasolabialis kanan tidak bergerak; ketika diminta
mengerutkan dahi/mengangkat alis, tampak dahi kanan tidak dapat
melakukan gerakan tersebut.

41
Blok 17

4. Pemeriksaan sensoris khusus (kecap) di lidah 2/3 anterior (N.VII):


a. Minta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
b. Teteskan cairan manis, asin, atau bubuhkan gula pasir, garam pada 2/3
bagian depan lidah.
c. Minta pasien menyebutkan jenis rasa sesuai dengan cairan/zat yang
diteteskan. Pasien tidak boleh menutup mulut atau memasukkan lidah ke
dalam mulut selama pemeriksaan. Jadi pemeriksa menyediakan tulisan:
asin/manis/asam/pahit, dan pasien menjawab dengan cara menunjuk
tulisan tersebut.

5. Pemeriksaan sensoris khusus (kecap) di lidah 1/3 posterior (N.IX):


a. Minta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
b. Teteskan cairan pahit pada 1/3 bagian belakang lidah.
c. Minta pasien menyebutkan jenis rasa sesuai dengan cairan yang diteteskan.

6. Pemeriksaan refleks muntah (N.IX):


a. Minta pasien untuk membuka mulut.
b. Sentuh dinding belakang pharynx atau 1/3 bagian belakang lidah dengan
spatel kayu, perhatikan refleks muntah akibat tindakan tersebut.

7. Inspeksi palatum (N.X):


a. Minta pasien untuk membuka mulut.
b. Sorotkan lampu senter ke dalam mulut pasien dan nilai posisi lengkung
palatum, apakah simetris dan uvula terletak di tengah.
c. Minta pasien mengatakan “aa”.
d. Nilai apakah lengkung palatum berkontraksi secara simetris.
e. Palatum tidak dapat naik pada lesi bilateral N.X. Pada kelumpuhan
unilateral, satu sisi palatum tidak dapat terangkat dan bersama-sama uvula
tertarik ke arah sisi yang normal.

8. Penilaian musculus sternocleidomastoideus dan musculus trapezius (N.XI):


Musculus sternocleidomastoideus:
a. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan letakkan tangan kanan pada
rahang bawah kanan pasien.
b. Minta pasien untuk mendorong tangan kanan pemeriksa dengan
menggerakkan kepala ke sisi kanan.
c. Dengan cara ini, nilai kekuatan musculus sternocleidomastoideus kiri.
d. Lakukan prosedur ini terhadap rahang bawah kiri untuk menilai kekuatan
musculus sternocleidomastoideus kanan.
e. Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi menunjukkan adanya
gangguan saraf perifer. Pada pasien dengan posisi berbaring yang
mengalami kelemahan musculus sternocleidomastoideus bilateral akan
mengalami kesulitan mengangkat kepalanya dari bantal.

42
Sistem Saraf

Musculus trapezius:
a. Pemeriksa berdiri di belakang pasien.
b. Minta pasien mengangkat kedua bahunya.
c. Tempatkan kedua tangan pemeriksa di atas bahu pasien dan coba untuk
menurunkannya.
d. Nilai kekuatan musculus trapezius dan bandingkan kanan dan kiri.
e. Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi menunjukkan adanya
gangguan saraf perifer. Ketika musculus trapezius mengalami paralisis, bahu
terkulai dan scapula terjatuh ke bawah dan lateral.

9. Pemeriksaan lidah (N.XII):


a. Minta pasien untuk membuka mulutnya.
b. Nilai bentuk dan kedudukan lidah di dalam rongga mulut.
c. Nilai apakah lidah merapat ke arah kanan atau kiri.
d. Minta pasien menekan pipi kanan dan kiri menggunakan lidah, sedangkan
pemeriksa mendorong lidah dari pipi luar.
e. Nilai kekuatan lidah dan bandingkan kanan dan kiri.
f. Nilai ada tidaknya atrofi (lidah terlihat licin) dan fasikulasi (gelombang pada
otot-otot lidah).
g. Minta pasien menjulurkan lidah.
h. Nilai bentuk dan posisi lidah saat dijulurkan. Apakah lurus di tengah,
deviasi ke arah kanan atau kiri.
i. Pada pasien dengan paralisis N.XII, pada inspeksi di dalam rongga mulut,
dapat terlihat lidah terdorong ke sisi yang sakit; dan saat dijulurkan, lidah
terdorong ke sisi yang sehat. Interpretasi hasil perlu disebutkan apakah
paralisis terjadi sentral atau perifer.

43
Blok 17

Check List Pemeriksaan Nervi Craniales (N.VII–N.XII)

Skor
No. Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, dan memastikan
identitas pasien.
1. Siapkan alat dan bahan.
Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan
dan prosedurnya.
Penilaian kesimetrisan wajah (N.VII):
Amati wajah pasien dan nilai kesimetrisan sisi kanan dan sisi
kiri. Adanya ketidaksimetrisan yang ringan pada saat istirahat
bersifat fisiologis.
Minta pasien untuk:
- Mengangkat kedua alis
2. - Menutup kedua mata dengan kuat
- Menggembungkan pipi
- Mencucu
- Memperlihatkan gigi-giginya
Amati apakah pasien dapat melakukan seluruh gerakan yang
diminta dan nilai kesimetrisannya.
Amati seluruh mimik spontan pada pasien, seperti tersenyum
atau tertawa dan nilai kesimetrisannya.
3.
Pemeriksaan kesimetrisan wajah dibedakan atas dan bawah
untuk membedakan tipe sentral dan perifer.
Pemeriksaan sensoris khusus (kecap) di lidah 2/3 anterior
(N.VII):
Minta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
Teteskan cairan manis, asin, atau bubuhkan gula pasir, garam
4. pada 2/3 bagian depan lidah.
Minta pasien menyebutkan jenis rasa sesuai dengan cairan/zat
yang diteteskan; karena pasien tidak boleh menutup mulut atau
memasukkan lidah ke dalam mulut selama pemeriksaan, jadi
pasien menunjuk tulisan: asin/manis/asam/pahit.
Pemeriksaan sensoris khusus (kecap) di lidah 1/3 posterior
(N.IX):
Minta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
5. Teteskan cairan pahit pada 1/3 bagian belakang lidah.
Minta pasien menyebutkan jenis rasa sesuai dengan cairan yang
diteteskan.
Pemeriksaan refleks muntah (N.IX):
6.
Minta pasien untuk membuka mulut.

44
Sistem Saraf

Sentuh dinding belakang pharynx atau 1/3 bagian belakang


lidah dengan spatel kayu.
Perhatikan refleks muntah akibat tindakan tersebut.
Inspeksi palatum (N.X):
Minta pasien untuk membuka mulut, sorotkan lampu senter ke
dalam mulut pasien dan nilai posisi lengkung palatum, apakah
7. simetris dan uvula terletak di tengah.
Minta pasien mengatakan “aa”.
Nilai apakah lengkung palatum berkontraksi secara simetris.
Penilaian musculus sternocleidomastoideus (N.XI):
Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan letakkan tangan
kanan pada rahang bawah kanan pasien.
Minta pasien untuk mendorong tangan kanan pemeriksa
8. dengan menggerakkan kepala ke sisi kanan, nilai kekuatan
musculus sternocleidomastoideus kiri.
Lakukan prosedur ini terhadap rahang bawah kiri untuk
menilai kekuatan musculus sternocleidomastoideus kanan.
Penilaian musculus trapezius (N.XI):
Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan minta pasien
mengangkat kedua bahunya.
9. Tempatkan kedua tangan pemeriksa di atas bahu pasien dan
coba untuk menurunkannya.
Nilai kekuatan musculus trapezius dan bandingkan kanan dan
kiri.
Pemeriksaan lidah (N.XII):
Minta pasien untuk membuka mulutnya.
10.
Nilai bentuk dan kedudukan lidah di dalam rongga mulut,
apakah lidah merapat ke arah kanan atau kiri.
Minta pasien menekan pipi kanan dan pipi kiri menggunakan
lidah, sedangkan pemeriksa mendorong lidah dari pipi luar.
11. Nilai kekuatan lidah dan bandingkan kanan dan kiri.
Nilai ada tidaknya atrofi (lidah terlihat licin) dan fasikulasi
(gelombang pada otot-otot lidah).
Minta pasien menjulurkan lidah.
12. Nilai bentuk dan posisi lidah saat dijulurkan, apakah lurus di
tengah, deviasi ke arah kanan atau kiri.
TOTAL SKOR

45
Blok 17

Pemeriksaan Refleks Fisiologis, Refleks Superfisial


dan Refleks Patologis
Tingkat keterampilan: 4A
Bagian Saraf FK UKM

Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan hasil pemeriksaan refleks dan mencatatnya dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan refleks
2. Melakukan pemeriksaan refleks dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat hasilnya dalam rekam medik

Alat dan Bahan: Palu refleks.

Refleks fisiologis
Refleks fisiologis sebenarnya merupakan muscle stretch reflexes, timbul akibat
perangsangan terhadap tendo, periosteum atau kadang-kadang terhadap tulang,
sendi, fascia / aponeurosis. Refleks fisiologis kadang-kadang disebut juga sebagai
refleks proprioseptif, karena rangsangan disalurkan melalui reseptor sensorik
proprioseptif seperti gelendong neuromuskular ( neuromuscular spindle ).

Persiapan pemeriksaan refleks


1. Alat yang biasa dipergunakan : palu refleks (reflex hammer)
2. Penderita harus dalam keadaan nyaman dan santai
3. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus dalam posisi sedemikian rupa, agar
gerakan otot yang akan timbul dapat muncul secara optimal
4. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung, dengan kerasnya
ketukan dalam batas ambang dan tidak menimbulkan rasa nyeri
5. Otot yang diperiksa harus dalam keadaan “sedikit kontraksi” , karena sifat
reaksi sangat bergantung pada tonus otot
6. Posisi ekstremitas harus simetris apabila kita akan membandingkan refleks sisi
kiri dan kanan

Penilaian hasil pemeriksaan refleks


Secara kuantitatif, refleks dapat dinilai sesuai tingkatan refleks sebagai berikut :
0 = negatif
1+ = hipoaktif ( dapat normal atau patologis )
2+ = fisiologis atau normal
3+ = meninggi ( dapat normal atau patologis )
4+ = hiperaktif, disertai klonus sementara
5+ = hiperaktif, disertai klonus menetap

46
Sistem Saraf

Pada pemeriksaan di klinik, hasil pemeriksaan refleks fisiologis biasanya dicatat


dengan lambangi : + / + bila normal
 /  bila meningkat
 /  bila menurun

Bila refleks fisiologis di sisi kanan normal tetapi terdapat penurunan refleks
fisiologis pada sisi kiri, maka dituliskan sebagai : + / 

Pemeriksaan Refleks Fisiologis :

1. Pemeriksaan Refleks Biceps


m. biceps brachii dipersarafi oleh n. musculocutaneus ( C5 – C6 )

Cara pemeriksaan : (Gambar 1)


1. Penderita duduk / berbaring dengan nyaman dan santai
2. Ekstremitas atas yang akan diperiksa dalam keadaan relaksasi sempurna
3. Lengan bawah dalam posisi sedikit fleksi serta sedikit pronasi
4. Letakkan jari pemeriksa di atas tendo biseps pada fossa antekubiti
5. Ketuklah jari pemeriksa dengan palu refleks
6. Lihat dan rasakan kontraksi otot biseps. Dalam keadaan normal
kontraksi ini akan menimbulkan gerakan fleksi dan supinasi dari lengan
bawah
7. Bila refleks biseps meninggi, maka juga dapat disertai gerakan fleksi
pergelangan tangan dan jari-jari serta aduksi ibu jari
8. Bila refleks sulit ditimbulkan, dilakukan reinforcement (penguatan
refleks). Untuk refleks pada ekstremitas atas, reinforcement dilakukan
dengan cara meminta penderita untuk mengatupkan gigi-geligi
sekuatnya.

Gambar 1. Pemeriksaan Refleks Biseps

47
Blok 17

2. Pemeriksaan Refleks Triceps


m. triceps brachii dipersarafi oleh n. radialis ( C6 – C8 ), proses refleks melalui
C7.

Cara pemeriksaan : ( Gambar 2a dan 2b )


1. Penderita duduk / berbaring dengan nyaman dan santai
2. Ekstremitas atas yang akan diperiksa harus dalam keadaan relaksasi
sempurna
3. Letakkan lengan penderita dalam posisi sedikit fleksi ( Gambar 2a ) atau
4. Lengan penderita diposisikan dalam fleksi pada sendi siku, dengan
lengan bawah menyilang garis tengah tubuh. Genggam pergelangan
tangannya (Gambar 2b).
5. Ketuklah tendo m.triceps tepat di atas siku pada daerah fossa olecranii
6. Lihat dan rasakan kontraksi otot triseps yang menimbulkan gerakan
ekstensi lengan bawah
7. Bila refleks sulit ditimbulkan, dilakukan reinforcement dengan cara
meminta penderita untuk mengatupkan gigi-geligi sekuatnya.

a b
Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Triseps

3. Pemeriksaan Refleks Brachioradialis (n.radialis, C5-6)


m. brachioradialis dipersarafi oleh n.radialis melalui C5-6.
Cara pemeriksaan refleks brachioradialis: ( Gambar 3 )
1. Penderita duduk / berbaring dengan santai dan nyaman.
2. Lengan dalam keadaan relaksasi, lengan bawah dalam posisi sedikit
fleksi
3. Dengan memakai palu refleks, ketuklah tendo m.brachioradialis pada
tuberositas radialis (5 cm di atas pergelangan tangan)
4. Amati timbulnya gerakan fleksi pada articulatio cubiti.
5. Bila refleks sulit ditimbulkan, dilakukan reinforcement dengan cara
meminta penderita untuk mengatupkan gigi-geligi sekuatnya.

48
Sistem Saraf

Gambar 3. Pemeriksaan refleks brachioradialis.

4. Pemeriksaan refleks patella / kuadriseps (KPR / Knie Pess Reflex)


Pusat refleks pada segmen medulla spinalis L3-4.

Cara pemeriksaan refleks patella : ( Gambar 4 )

1. Penderita dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai. Apabila


penderita tak mampu duduk, maka pemeriksaan refleks patella dapat
dilakukan dalam posisi berbaring dengan cara tangan kiri pemeriksa
menahan dan mengangkat lutut penderita sedikit.
2. Usahakan tungkai tidak menempel atau bertumpu pada bed periksa.
3. Ketuklah tendo m.quadriceps femoris dengan palu refleks secara cepat.
4. Refleks patella disebut positif apabila tampak kontraksi otot quadriceps.
Dalam keadaan normal kontraksi otot ini akan menggerakkan tungkai
bawah dengan gerakan seperti menendang (ekstensi pada sendi lutut).
5. Bila refleks sulit ditimbulkan, dilakukan reinforcement dengan Manuver
Jendrassik (gambar 5). Caranya: Jari tangan penderita diminta untuk saling
mengatup dan menarik (seperti posisi tangan para penyanyi seriosa)
6. Ketuklah tendo patella ketika penderita menarik jari-jari tangannya.

Gambar 4. Pemeriksaan refleks Patella

49
Blok 17

Gambar 5. Manuver Jendrassik

5. Pemeriksaan refleks achilles (APR / Achilles Pess Reflex)


Pusat refleks : segmen medulla spinalis L5 – S1

Cara pemeriksaan : ( Gambar 6 )


1. Penderita duduk dalam posisi tungkai menjuntai atau berbaring
atau dapat pula dalam posisi berlutut, sebagian tungkai bawah
dan telapak kaki terjulur keluar bed periksa.
2. Pemeriksa sedikit meregangkan tendo achilles, dengan cara
melakukan dorsofleksi pada telapak kaki pasien secara pasif.
3. Tendo achilles diketuk dengan cepat.
4. Refleks disebut positif apabila timbul gerakan plantar fleksi pada
kaki yang diperiksa.
5. Bila refleks sulit ditimbulkan, dilakukan reinforcement (Manuver
Jendrassik).

Gambar 6. Dua cara pemeriksaan refleks Achilles

50
Sistem Saraf

Check List. Pemeriksaan Refleks Fisiologis

No. Kriteria Pemeriksaan Skor


0 1 2 3
Umum
1. Pemeriksa memberi salam dan memperkenalkan diri
Memposisikan diri di sebelah kanan penderita pada saat
2.
melakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Refleks Biseps
1. Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan.
2. Meminta penderita duduk / berbaring nyaman dan santai
Meminta agar ekstremitas atas yang akan diperiksa dalam
3.
keadaan relaks
4. Lengan bawah dalam posisi sedikit fleksi serta sedikit pronasi
Letakkan jari pemeriksa di atas tendo m. biceps pada fossa
5.
antekubiti
6. Ketuklah jari pemeriksa dengan palu refleks
Menilai adanya kontraksi otot biseps dan timbulnya gerakan
7.
fleksi dan supinasi dari lengan bawah
Bila refleks sulit ditimbulkan, dilakukan reinforcement dengan
8. cara meminta penderita untuk mengatupkan gigi-geligi
sekuatnya.
9. Mengulangi pemeriksaan untuk ekstremitas sisi kontralateral
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan menuliskan dalam
10.
rekam medik
Pemeriksaan Refleks Triseps
1. Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan.
2. Meminta penderita duduk / berbaring nyaman dan santai
Meminta agar ekstremitas atas yang akan diperiksa dalam
3.
keadaan relaks
Letakkan lengan penderita dalam posisi sedikit fleksi (Gambar
2a ) atau
4. Lengan penderita difleksikan pada sendi siku, dengan lengan
bawah menyilang garis tengah tubuh. Genggam pergelangan
tangannya (Gambar 2b).
5. Ketuklah tendo m.triceps tepat di atas siku
Lihat dan rasakan kontraksi otot triseps yang menimbulkan
6.
gerakan ekstensi lengan bawah
7. Mengulangi pemeriksaan untuk ekstremitas sisi kontralateral
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan menuliskan dalam
8.
rekam medik
Pemeriksaan Refleks Brachioradialis
1. Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan.
2. Meminta penderita duduk dengan relaks.

51
Blok 17

Lengan dalam keadaan relaksasi, lengan bawah dalam posisi


3.
sedikit fleksi
Dengan memakai palu refleks, ketuklah tendo
4. m.brachioradialis pada tuberositas radialis (5 cm di atas
pergelangan tangan)
5. Mengulangi pemeriksaan untuk ekstremitas sisi kontralateral
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan menuliskan dalam
6.
rekam medik
Pemeriksaan refleks Patella
1. Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan.
Penderita dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai. Bila
2. penderita berbaring maka tangan kiri pemeriksa diletakkan di
bawah lutut penderita dan mengangkatnya
Usahakan tungkai tidak menempel atau bertumpu pada bed
4.
periksa.
Ketuklah tendo m.quadriceps femoris dengan palu refleks
5.
secara cepat.
Menilai adanya kontraksi otot kuadriseps, dan melihat ada /
7.
tidaknya ekstensi tungkai bawah
Bila refleks sulit ditimbulkan, lakukan reinforcement dengan
8. Manuver Jendrassik. Ketuklah tendo patella ketika penderita
menarik jari-jari tangannya.
9. Mengulangi pemeriksaan untuk ekstremitas sisi kontralateral
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan menuliskan dalam
10.
rekam medik
Pemeriksaan refleks achilles
1. Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan.
Penderita duduk dalam posisi tungkai menjuntai atau
2. berbaring atau berlutut dengan sebagian tungkai bawah dan
telapak kaki terjulur keluar bed periksa.
Pemeriksa sedikit meregangkan tendo achilles, dengan cara
3.
melakukan dorsofleksi pada telapak kaki pasien secara pasif.
4. Tendo achilles diketuk dengan cepat.
Perhatikan adanya gerakan plantar fleksi pada kaki yang
5.
diperiksa.
Bila refleks sulit ditimbulkan, dilakukan reinforcement
6.
(Manuver Jendrassik).
7. Mengulangi pemeriksaan untuk ekstremitas sisi kontralateral
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan menuliskan dalam
8.
rekam medik
TOTAL

52
Sistem Saraf

Refleks Superfisialis
Contoh refleks superfisialis adalah refleks dinding perut yang terdiri dari refleks
epigastrikum, mesogastrikum dan hipogastrikum. Aferen dibawa oleh saraf
sensorik segmental, eferen oleh saraf motorik segmental. Refleks dinding perut di
atas umbilikus (epigastrik) berpusat pada segmen T7-T9, setinggi umbilikus
(mesogastrik) berpusat pada segmen T10, di bawah umbilikus (hipogastrik)
berpusat pada segmen T11-T12.

Cara pemeriksaan :
1. Penderita berbaring dengan nyaman dan santai
2. Bagian yang tajan dari palu refleks digoreskan pada kulit perut secara radial ke
arah umbilikus seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 7. Arah pemeriksaan refleks superfisialis

3. Dalam keadaan normal akan timbul kontraksi otot dinding perut, umbilikus
bergerak ke arah stimulus. Disebut refleks abdominal positif.
4. Refleks abdomen negatif pada kegemukan, riwayat operasi daerah abdomen,
wanita yang sering melahirkan, usia lanjut dan lesi traktus piramidalis.

Refleks Patologis
Refleks patologis merupakan tanda lesi upper motor neuron (UMN).
1. Refleks Babinski.
- Jelaskan kepada penderita bahwa anda akan menggores telapak kakinya dan
mintalah agar ia tetap rileks.
- Dengan ujung palu refleks (bagian yang tajam), goreslah bagian lateral
telapak kaki mulai dari daerah tumit menuju pangkal ibujari kaki.
- Positif bila terdapat ekstensi ibujari kaki disertai gerakan mengembang
keempat jari lainnya.

53
Blok 17

Gambar 8. Pemeriksaan refleks Babinsky

2. Refleks Chaddock
- Dengan ujung palu refleks, goreslah sisi lateral kaki di bawah maleolus
lateral
- Positif seperti pada refleks Babinski.

Gambar 9. Refleks Chaddock

3. Refleks Oppenheim
- Dengan telunjuk dan jari tengah, pemeriksa melakukan gerakan seperti
mengurut di sepanjang tulang tibia ke arah kaudal
- Positif seperti pada refleks Babinski.

Gambar 10. Refleks Oppenheim

4. Refleks Gordon
- Pemeriksa memijat m.gastrocnemius
- Positif seperti pada refleks Babinski.

54
Sistem Saraf

Gambar 11. Refleks Gordon

5. Refleks Schaefer
- Pemeriksa memijat tendo achilles
- Positif seperti pada refleks Babinski.

Gambar 11. Refleks Scaeffer

6. Refleks Rossolimo
- Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal jari-jari kaki di
daerah plantar pedis
- Positif bila terdapat gerakan fleksi dari jari-jari kaki

7. Refleks Mendel Bechterew


- Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal jari-jari kaki di
daerah dorsum pedis
- Positif bila terdapat gerakan fleksi dari jari-jari kaki

8. Refleks Hoffmann-Trommer
- Pemeriksa memposisikan sendi pergelangan tangan penderita dalam posisi
ekstensi
- Dilakukan “petikan” pada kuku jari tengah (tekan terminal phalanx ke arah
bawah, lalu sekonyong-konyong lepaskan)
- Positif bila terjadi fleksi keempat jari lainnya.

Gambar 12. Pemeriksaan Refleks Hoffmann-Trommer

55
Blok 17

Check list Pemeriksaan Refleks Superfisialis dan Refleks Patologis

No. Kriteria Pemeriksaan Skor


0 1 2 3
Umum
1. Pemeriksa memberi salam dan memperkenalkan diri
Memposisikan diri di sebelah kanan penderita pada
2.
saat melakukan pemeriksaan
Refleks Abdominal
1. Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan
Penderita diminta tetap berbaring dengan nyaman
2.
dan santai
Bagian yang tajam dari palu refleks digoreskan pada
3. kulit perut secara radial ke arah umbilikus di daerah
epigastik
4. Melakukan hal yang sama di daerah mesogastrik
5. Melakukan hal yang sama di daerah hipogastrik
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
6.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Babinski.
Jelaskan kepada penderita bahwa anda akan
1. menggores telapak kakinya dan mintalah agar ia
tetap rileks.
Dengan ujung palu refleks (bagian yang tajam),
2. goreslah bagian lateral telapak kaki mulai dari
daerah tumit menuju pangkal ibujari kaki.
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
3.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Chaddock
Dengan ujung palu refleks, goreslah sisi lateral kaki
1.
di bawah maleolus lateral
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Oppenheim
Dengan telunjuk dan jari tengah, pemeriksa
1. melakukan gerakan seperti mengurut di sepanjang
tulang tibia ke arah kaudal
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)

56
Sistem Saraf

Refleks Gordon
1. Pemeriksa memijat m.gastrocnemius
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Schaefer
1. Pemeriksa memijat tendo achilles
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Rossolimo
Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal
1.
jari-jari kaki di daerah plantar pedis
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Mendel Bechterew
Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal
1.
jari-jari kaki di daerah dorsum pedis
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Hoffmann-Trommer
Pemeriksa memposisikan sendi pergelangan tangan
1.
penderita dalam posisi ekstensi
Dilakukan “petikan” pada kuku jari tengah (tekan
2. terminal phalanx ke arah bawah, lalu sekonyong-
konyong lepaskan)
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
3.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
TOTAL

57
Blok 17

Anamnesis
Tingkat keterampilan: 4A
Dedeh

Dalam tahun – tahun terakhir ini, dengan adanya teknik pemeriksaan


penunjang dan terapi – terapi baru, diagnosis dan tata laksana penyakit sistem
saraf telah banyak mengalami perubahan. Namun demikian, keterampilan klinis
dasar dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap merupakan dasar terpenting
untuk menegakkan diagnosis penyakit saraf.
Seperti kita ketahui, bagian terbesar susunan saraf tidak bisa diamati
dengan inspeksi ataupun palpasi, karena terletak di lokasi yang tidak dapat diakses
secara langsung oleh pemeriksa. Oleh karena itu, diagnosis neurologis tergantung
pada anamnesis yang baik disertai kemampuan melakukan pemeriksaan fisik
neurologis serta menginterpretasikannya.
Bagaimana cara terbaik mendapatkan riwayat penyakit untuk memberikan
informasi diagnostik yang maksimal? Pertama-tama, biarkan pasien
mengungkapkan keluhannya terlebih dulu tanpa dipotong. Kebanyakan pasien
dapat memberikan keterangan yang cukup mengenai gejala penyakit dalam dua
atau tiga menit. Selanjutnya, gunakan pengetahuan anda mengenai gambaran
klinik penyakit-penyakit saraf untuk menggali riwayat penyakit pasien untuk
mendukung diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
Sambil melakukan anamnesis, pemeriksa dapat melihat mimik wajah pasen
yang menunjukkan adanya nyeri, gangguan nervus kraniales, gangguan
extrapiramidal, dan lain-lain. Di sini kita juga bisa mendapat kesan sepintas
mengenai kemungkinan adanya gangguan fungsi luhur.
Perlu diingat Diagnosis Neurologis memiliki kekhasan, yaitu terdiri dari:
 Diagnosis klinik
 Diagnosis etiologi/ diagnosis patologis: apakah proses penyakit yang terjadi
pada lesi tersebut?
 Diagnosis lokasi / diagnosis anatomis: di manakah letak lesi dalam sistem
saraf?
Riwayat penyakit merupakan hal yang sangat penting dalam menegakkan
diagnosis etiologi dan diagnosis lokasi suatu penyakit saraf, sebab beberapa
penyakit saraf ditandai dengan gambaran klinik yang subyektif tanpa adanya
kelainan pada pemeriksaan fisik (umum maupun neurologis) dan pemeriksaan
penunjang. Beberapa contoh penyakit saraf yang memenuhi kategori ini adalah
nyeri kepala, epilepsi, vertigo, sinkop.

1. Data umum
Selain data umum seperti nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, status marital,
sosial ekonomi, dll, ada beberapa informasi esensial mengenai pasien:
• Usia
o Beberapa gangguan neurologis berhubungan dengan kelompok usia
tertentu.

58
Sistem Saraf

• Pekerjaan
o Pasien mungkin mengalami pajanan tertentu terhadap toksin atau
agen potensial penyebab penyakit lainnya sehubungan dengan
pekerjaannya.
o Beberapa gejala neurologis dapat membatasi kemampuan pasien
dalam melakukan pekerjaan tertentu.
• Kidal atau tidak
o Untuk mendapatkan informasi mengenai hemisfer serebri dominan.
o Untuk menetapkan sejauh mana ketidakmampuan pasien jika gejala
terjadi pada ekstremitas atas.

2. Keluhan utama
Keluhan utama dan lamanya keluhan biasanya kita dapatkan dalam tahap awal
anamnesis. Biarkan pasen mengemukakan keluhannya dalam bahasa pasen
sendiri. Setelah pasien mendeskripsikan gejalanya, pemeriksa harus melakukan
klarifikasi ulang atas apa yang telah dikemukakan pasen. Misalnya keluhan
“pusing” harus diklarifikasi kembali, apakah yang dimaksud pasen adalah “nyeri
kepala” (cephalgia) atau “rasa berputar” (vertigo)?

3. Riwayat penyakit sekarang


a. Pola waktu
Pada saat kita menggali riwayat penyakit pasen, harus jelas kapan mulanya
gejala dirasakan pasen (onset) dan bagaimana perjalanan kronologisnya.
Penentuan gambaran waktu timbulnya gejala sangat penting untuk diagnosis
patologis/ etiologis penyakit saraf:
• Onset: tanggal dan waktu yang jelas awal mula dirasakannya gejala,
termasuk saat kejadiannya: Apakah saat istirahat? Aktivitas? Ada faktor
presipitasi/ pencetus?
• Progresivitas: Apakah akut? Subakut? Kronis/ progresif?
• Sifat keluhan: Menetap? Berupa serangan intermitten? Terdapat remisi dan
eksaserbasi?
• Durasi: Berapa lama keluhan tersebut dialami? Beberapa menit atau
beberapa jam? Atau sejak saat onset sampai sekarang?
• Perbaikan atau menetap? Atau terjadi perburukan?
• Frekuensi (kekerapan) dan durasi-nya?
• Faktor yang memperberat atau meringankan gejala?
Pola waktu perjalanan penyakit ini sangat penting untuk menentukan jenis
kelainan patologi yang menjadi etiologi penyakit saraf. Kelainan vaskular (seperti
stroke) terjadi akut. Infeksi susunan saraf pusat (ensefalitis, meningitis) dapat
berlangsung subakut. Tumor dan penyakit degeneratif bersifat kronis progresif.
Beberapa penyakit berupa serangan intermitten misalnya: epilepsi, benign
paroxysmal positional vertigo. Multiple sklerosis memperlihatkan adanya remisi dan
eksaserbasi. Tanda dan gejala myasthenia gravis bertambah dengan aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Periodik paralisis dapat dicetuskan oleh konsumsi

59
Blok 17

karbohidart dalam jumlah banyak dan aktivitas fisik berat. Grafik di bawah ini
memperlihatkan pola waktu timbulnya gejala penyakit saraf.

Gambar 1. Hubungan antara waktu dengan penyebab neuropatologis spesifik.

Dengan menggunakan contoh lesi hemisfer serebri dengan gejala kelemahan tubuh
sisi kontralateral, onset yang cepat (detik, menit, atau beberapa jam) dan kejadian
ikutan yang statis, mungkin dengan beberapa perbaikan, memberi kesan suatu
kejadian vaskular (stroke), yaitu perdarahan atau infark. Suatu kejadian dengan
progresi lambat (beberapa hari, minggu, atau bulan) lebih mengarah ke lesi berupa
massa yaitu tumor. Kejadian yang berulang dengan pola remisi (dengan gejala khas
yang berkembang dan membaik dalam hitungan hari atau minggu, kemudian
mungkin kambuh dengan waktu kejadian yang serupa) umumnya mengarah pada
proses inflamasi atau demielinisasi kronik, di mana sklerosis multipel merupakan
contoh utama pada sistem saraf pusat.

b. Deskripsi keluhan
Seperti anamnesis lainnya, deskripsikan keluhan pasen lebih lanjut dengan
memperhatikan ketujuh hal di bawah ini:
- Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
- Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
- Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
- Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
- Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
- Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
- Analisis sistem yang menyertai keluhan utama

c. Distribusi kelainan dalam hubungannya dengan diagnosis lokasi


Tanda dan gejala penyakit dapat memberikan informasi mengenai lokasi
kelainan pada sistem saraf. Sebab itu, sebelum mulai dengan anamnesis dan
pemeriksaan neurologis, pemeriksa harus benar-benar memahami anatomi
susunan saraf. Contohnya, pasien dapat mengeluhkan kelemahan pada satu sisi
tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer serebri kontralateral ataupun hemilesi

60
Sistem Saraf

medulla spinalis setinggi segmen servikal. Mengapa demikian dan bagaimana


membedakannya? Bacalah anatomi susunan saraf pusat, dalam hal ini sistem
motorik terutama traktus piramidalis.
Tabel di bawah ini menjelaskan kemungkinan lokasi gangguan neurologis
(Tabel 1).

Tabel 1. lokasi potensial untuk penyakit neurologis.


Korteks serebri
Substansia alba serebri
Ganglia basalis
Serebelum
Batang otak
Saraf kranial
Medulla spinalis
Radiks saraf spinal
Saraf perifer
Sinaps neuromuscular
Otot

Lesi (kelainan) di lokasi korteks serebri, substansia alba, ganglia basalis dan
batang otak dapat menyebabkan gangguan motorik berupa lemah/ lumpuh
separuh tubuh (hemiparesis) disertai baal separuh tubuh (hemihipestesi).
Bagaimana membedakan lesi di korteks serebri dengan kelainan subkortikal? Lesi
di korteks serebri dapat disertai gangguan fungsi luhur misalnya gangguan bahasa
(afasia/ disfasia), agnosia, gangguan visuospatial seperti hemianopia. Lesi iritatif
dapat menjadi fokus epileptogenik sehingga menyebabkan bangkitan (seizure) atau
kejang kontralateral. Lesi di ganglia basalis dapat bermanifestasi sebagai
gangguan motorik ekstrapiramidal seperti adanya parkinsonism (resting tremor,
akinesia atau bradikinesia dan rigiditas), hiperkinetik seperti khorea, athetosis dan
ballismus. Semua lesi tersebut dapat disertai gangguan sensibilitas.

Lesi serebelum dapat menimbulkan vertigo, ataksia dan gangguan


koordinasi. Saraf kranial dapat terganggu fungsinya bila ada lesi patologis pada
jaras supranuklearnya (dari kortex serebri sampai batang otak), nukleus nervus
kraniales di batang otak, dan sepanjang perjalanannya sejak keluar dari batang otak
menuju ke efektor-nya. Berikut ini tanda dan gejala yang timbul akibat lesi yang
mengenai saraf kranial:

Saraf kranial Keluhan yang timbul akibat lesi pada saraf kranial ini
(anamnesis)
N. olfactorius Hiposmia (kurang membau), parosmia (gangguan persepsi
penciuman, misalnya pasen merasa mencium bau busuk
padahal saat itu tidak tercium bau busuk), hiperosmia
N. opticus Hemianopia (gangguan separuh lapang pandang, saat berjalan
mungkin saja pasen sering menabrak barang di satu sisi),

61
Blok 17

amourosis fugax (hilangnya pandangan satu mata sesaat), black


out (hilang pandangan kedua mata/ pandangan gelap), buta
N. oculomotorius Ptosis, diplopia (pandangan ganda) dan bola mata yang terkena
akan tampak deviasi ke luar-bawah (infraduksi – abduksi)
sehingga pasen atau keluarga mengatakan mata pasen tampak
juling
N. trochlearis Diplopia (pandangan ganda), mata yang terkena tampak juling
N. trigeminus Baal pada satu sisi wajah; trigeminal neuralgia (nyeri spontan di
daerah yang dipersarafi n.trigeminus yang dapat diprovokasi
dengan menyentuh suatu lokasi di wajah yang menjadi titik picu
atau trigger point). Kesulitan mengunyah akibat kelumpuhan
otot-otot pengunyah (dismasesi).
N. abducens Diplopia (pandangan ganda), mata yang terkena tampak juling
N. facialis Gangguan motorik berupa mulut tampak mencong, senyum
tidak simetris, tidak bisa bersiul, tidak bisa berkumur atau air liur
menetes melalui satu sudut mulut. Lesi N.VII perifer disertai
kelopak mata sisi tersebut tidak bisa menutup sempurna
(lagophthalmus), mengangkat alis tidak simetris.
Gangguan sensorik berupa rasa kecap lidah terganggu (makan
tidak berasa)
N. acusticus - Telinga berdenging (tinitus)
dan N.vestibularis - Gangguan keseimbangan sehingga berjalan seperti melayang,
berjalan “oleng”. Rasa berputar atau rasa malayang (vertigo,
dizziness)
N. Sulit menelan (disfagia) sehingga pasen sering tersedak.
glossopharyngeus Kesulitan terutama saat menelan cairan. Disfoni yaitu suara
dan N. vagus menjadi sengau (menghidu). Cegukan (singultus) biasanya
disebabkan gangguan n.phrenikus, namun dapat disebabkan
gangguan n. vagus juga.
N. Accessorius Paresis N.XI menyebabkan atropi m.trapezius dan bahu “turun”
pada sisi yang terkena, mungkin pasen memperhatikan bahwa
bahunya menjadi tidak simetris. Manifestasi hiperkinetik dengan
spasme tonik/klonik otot-otot yang dipersarafi N.XI
menyebabkan tortikolis di mana pasen mengeluh lehernya kaku
dan tertarik ke satu sisi.
N. hypoglossus Disatri (bicara menjadi pelo atau rero)

Lesi Medulla spinalis tergantung pada lokasi lesi di medulla spinalis:


apakah lesi transversa (mengenai seluruh penampang lintang medulla spinalis di
segmen yang bersangkutan), hemilesi (lesi “setengah” penampang lintang), atau
lesi sentral. Pada kesempatan ini kita akan membahas lesi transversa dan hemilesi
yang sering dijumpai pada pasen dengan trauma medulla spinalis akibat
kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Lesi transversa menyebabkan putusnya
seluruh jaras yang melalui segmen medulla spinalis terkait. Akibatnya seluruh
fungsi di bawah lesi akan terganggu: motorik, sensorik, vegetatif termasuk miksi
dan defekasi. Maka pasen akan mengalami:

62
Sistem Saraf

- Kelumpuhan: lesi di segmen servikal menyebabkan tetraparesis atau


tetraplegi. Lesi di segmen torakal, lumbal dan sakral menyebabkan
paraparesis.
- Hipestesi dan anestesi: seluruh modalitas sensibilitas di bawah lesi akan
terganggu. Pasen mengalami baal pada daerah segmen yang terkena sampai
ke kaudalnya. Artinya hipestesi atau anestesi tersebut dirasakan mulai
setinggi lesi sampai daerah sakral 5.
- Gangguan miksi dan defekasi berupa retensio atau inkontinensia urine et
alvi.

Lesi radiks saraf spinal menimbulkan nyeri radikuler, yaitu nyeri menjalar
sepanjang radiks yang bersangkutan, yang bertambah dengan manuver valsalva
seperti bersin, batuk atau mengedan. Gangguan sensorik dapat berupa baal
(hipestesi) pada dermatom yang dipersarafi, sehingga mungkin rasa baal tersebut
terlokalisir dan pasen dapat menyebutkan dengan tepat lokasi mana yang terasa
“baal” atau “kebas” tersebut. Bila kelainan yang ada menyebabkan kompresi radiks
(misalnya Hernia Nukleus Pulposus atau tumor) maka dapat disertai monoparesis.

Kelainan Saraf perifer dapat menyebabkan monoparesis maupun


tetraparesis, tergantung saraf perifer yang terkena. Suatu mono-neuropati
(misalnya neuropati n. medianus) menyebabkan monoparesis pada otot yang
dipersarafinya. Suatu polineuropati (misalnya sindroma Guillain Barre)
menyebabkan tetraparesis di mana kelumpuhan terutama lebih berat di daerah
distal ekstremitas, disertai hipestesi dengan distribusi seperti sarung tangan dan
kaos kaki (glove and stocking). Karena di sini kelumpuhan dimulai di bagian distal,
maka pasen akan mengalami kesulitan naik-turun tangga, tidak bisa berjalan jinjit,
sulit memasukkan kaki ke dalam sepatu/ sandal tanpa bantuan, atau kesulitan saat
berubah posisi dari sujud atau jongkok – berdiri. Kedua tangan mungkin sulit
memegang benda, namun pasen masih bisa mengangkat lengan.

Kelainan Sinaps neuromuscular yang paling sering dijumpai adalah


Myasthenia Gravis. Ciri khas kelainan ini adalah bertambah parah pada waktu
aktivitas, dan sedikit membaik bila pasen beristirahat. Distribusi kelainan bersifat
umum. Bisa melibatkan otot-otot okular sehingga menimbulkan ptosis dan
diplopia. Bisa berupa tipe bulbar sehingga menimbulkan disfoni dan disfagi. Bisa
pula tipe umum sehingga timbul kelemahan seluruh tubuh. Dapat mengenai otot
pernapasan sehingga menimbulkan sesak akibat depresi pernapasan.

Kelainan Otot bersifat umum atau difus mengenai otot-otot seluruh tubuh.
Biasanya bersifat herediter. Periodik paralisis mempunyai ciri khas kelumpuhan
otot seluruh ekstremitas yang terjadi akut, mengenai usia muda, bersifat periodik
(ada serangan ber-ulang). Periodik paralisis dicetuskan oleh istirahat setelah
latihan, stres, atau makan tinggi karbohidrat. Distrofi Muskular Progresif (DMP)
bersifat X-linked resesif sehingga manifes pada anak laki-laki. Gejala mulai terlihat
pada usia

63
Blok 17

3 - 5 tahun. Gejala awal tampak sebagai kesulitan berjalan atau berlari, anak sering
terjatuh. Ini bersifat progresif. Karena kelemahan terutama mengenai otot-otot
proksimal ekstremitas, maka mungkin orangtua pasen melihat bahwa anaknya jika
duduk tidak bisa langsung berdiri. Pasen harus terlebih dulu berjongkok dan
bertumpu paa kekuatan tangan untuk berdiri. Hal ini disebut sebagai tanda Gower.

Gambar 2. Tanda Gower

Kadang – kadang, terutama pada masalah yang kompleks, anamnesis hanya


dapat menyajikan suatu “daftar pendek” dari lokasi-lokasi potensial terjadinya lesi.
Penentuan lokasi akhirnya hanya dapat dilakukan setelah kita melakukan
pemeriksaan fisik neurologis dan menginterpretasikan hasilnya. Hal ini disebabkan
penyakit pada satu lokasi lesi di sistem saraf dapat menyebabkan gejala yang
menyerupai lesi di tempat lain. Maka untuk menyingkirkan daftar kemungkinan
lesi potensial dapat diajukan pertanyaan langsung (Tabel 2).

64
Sistem Saraf

Tabel 2. Pertanyaan sistematik neurologis.


Apakah pasien mengalami salah satu dari hal berikut?
Nyeri
Nyeri kepala
Nyeri wajah, leher, punggung, atau ekstremitas

Gangguan kesadaran
Pingsan, pandangan gelap, kejang*
Gangguan pola tidur

Disfungsi kognitif dan afektif


Memori, bahasa
Depresi, iritabilitas

Gejala saraf kranial


Hilangnya penglihatan, kabur, atau penglihatan ganda
Pendengaran, sensasi penghidu dan perasa
Vertigo, pening, pusing*
Masalah-masalah ‘bulbar’ (menelan, artikulasi atau berbicara)

Gejala ekstremitas
Kesulitan dalam mengangkat, menggenggam, gerakan halus jari, lamban
Gangguan pola berjalan, kelemahan atau kekakuan kaki, gangguan
keseimbangan
Hilangnya sensasi, perubahan sensasi, sensasi baal*
Gerakan involunter, inkoordinasi

Gangguan sfingter
Kandung kemih, usus, disfungsi seksual

4. Riwayat penyakit lainnya


Dalam neurologi, seperti juga cabang ilmu kedokteran lainnya, informasi yang
berharga, terutama mengenai diagnosis patologis, memerlukan informasi
mengenai:
 riwayat penyakit dahulu.
 riwayat keluarga.
 riwayat kebiasaan, termasuk kemungkinan drug abuse.
 riwayat sosial.
 riwayat pengobatan.

Hal-hal yang perlu digali di sini tentu saja tergantung keluhan pasen dan
pengetahuan kita mengenai diagnosis banding yang mungkin dari keluhan
tersebut.

65
Blok 17

Cheklist Anamnesis Penyakit Saraf, Kasus: Nyeri Kepala

No. Aspek keterampilan anamnesis, komunikasi dan profesionalisme Penilaian


1. Pemeriksa mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan membina
sambung rasa dengan memperlihatkan sikap menghargai pasen.
2. Menanyakan identitas lengkap
3. Menanyakan keluhan utama: “Bapak/ ibu berobat karena keluhan
apa?”, bila pasen menyatakan istilah awam “pusing” harus
diklarifikasi “apakah nyeri kepala atau rasa berputar?”
4. Membimbing pasen untuk mendeskripsikan keluhannya:
• Onset / awitan dan kronologis (sejak kapan terjadinya?
Sudah berapa lama hal ini dirasakan?)
• Lokasi (Di mana? Unilateral kiri atau kanan? Seluruh
kepala? Disertai penyebaran ke leher belakang?)
• Kuantitas keluhan (Ringan atau berat? Seberapa sering
terjadi? Apakah seharian atau hanya beberapa menit atau
jam? Nyeri ringan artinya tidak mengganggu pekerjaan.
Nyeri sedang akan membuat pasen tidak bisa bekerja,
namun masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti
makan, mandi, memelihara kebersihan diri. Nyeri berat
menyebabkan pasen kesakitan sampai menangis atau
mengeluh dan harus beristirahat total)
• Kualitas keluhan (rasa seperti apa ? Tension type headache
menyebabkan rasa berat di kepala, seperti ada beban, rasa
tertekan, seperti ditusuk atau panas. Pada migren terasa
seperti berdenyut)
• Faktor-faktor yang memperberat keluhan: pada migren
disertai fotofobi dan fonofobi, sehingga nyeri makin hebat
bila pasen terpapar cahaya atau suara.
• Faktor-faktor yang meringankan keluhan: istirahat? Makan
obat sendiri? Obat apa yang dikonsumsi untuk
meringankan keluhan?
• Ada faktor presipitasi/ pencetus? Apakah dicetuskan oleh
stress (tension type heagache), makan coklat atau keju
(migren)? Minuman beralkohol?
• Keluhan tipikal pada nyeri kepala primer tertentu:
a. Migren dengan aura: didahului atau disertai aura
berupa gejala visual atau sensorik. Aura visual bisa
berupa penglihatan berbintik dan garis atau kerlip
sedangkan aura visual negatif contohnya adalah
skotoma. Gejala sensorik mungkin negatif (kebas) atau
positif (kesemutan).
b. Kluster: rasa seperti terbakar sepanjang lateral hidung
atau atau rasa tertekan di belakang mata. Ditemukan
injeksi konjungtiva (mata merah)sesisi, lakrimasi
(keluar air mata), hidung tersumbat.
5. Menanyakan pola waktu:
• Progresivitas: Apakah akut? Subakut? Kronis/ progresif?

66
Sistem Saraf

• Sifat keluhan: Sekali-kali, tidak lebih dari 15 hari dalam


sebulan (Episodik)? Dalam sebulan, lebih dari 15 hari
mengalami serangan, dan sudah terjadi dalam kurun waktu
> 6 bulan (kronik)? Berupa serangan intermitten (migren dan
cluster)?
• Durasi: Berapa lama keluhan tersebut dialami? Beberapa
menit atau beberapa jam? Atau sejak saat onset sampai
sekarang?
• Perbaikan atau menetap? Atau terjadi perburukan?
6. Anamnesis tanda bahaya pada nyeri kepala, termasuk gejala
penyerta yang mungkin dijumpai:
a. Timbul mendadak, baru pertama kali dirasakan dan hebat?
b. Progresif, makin lama makin hebat
c. Bertambah hebat bila batuk atau mengedan
d. Keluhan penyerta berupa:
 Demam
 Muntah proyektil (muntah tanpa didahului mual)
 Kaku kuduk (ditanyakan keluhan subyektif rasa nyeri atau
kaku pada leher belakang)
 Diplopia
 Hemiparese, hemihipestesi
 Kelumpuhan saraf otak: mulut mencong? Bicara rero?
Disfoni? Disfagi?
 Kejang
 Penurunan kesadaran: bicara meracau atau ngaco
(delirium)? Tampak seperti tidur terus (somnolen atau
sopor)?
7. Riwayat penyakit dahulu:
a. Pernah mengalami keluhan seperti ini? Sejak kapan?
b. Riwayat trauma kepala sebelumnya? (Trauma kepala ringan
dapat diikuti sindroma post concussion berupa nyeri kepala
atau vertigo disertai malaise dan kecemasan. Pada orang
lanjut usia, trauma kepala ringan dapat menyebabkan
perdarahan subdural kronik yang baru menimbulkan
manifestasi klinik beberapa mingg/ bulan kemudian).
c. Riwayat penyakit kronis: DM? Hipertensi? Faktor risiko
vaskular lain? (DD/ nyeri kepala sekunder akibat stroke)
d. Riwayat keganasan? (DD/ nyeri kepala akibat tumor otak
ec metastase)
e. Riwayat psikiatri: Cemas? Neurosis? Psikosomatis?
8. Riwayat keluarga (faktor genetik berperan dalam migren)
9. Riwayat personal dan sosial:
a. Kebiasaan makan makanan tertentu yang dapat mencetuskan
nyeri kepala (coklat? Keju?)
b. Drug abuse? Alkoholisme?
c. Stressor di sekolah/ tempat kerja/ keluarga?
d. Olahraga dan rekreasi?

67
Blok 17

e. Masih dapat melakukan pekerjaan dan aktivitas sosial dengan


baik? (tidak ada demensia)
10. Review sistem:
a. Kulit kepala dan wajah: pernah atau sedang menderita herpes
zoster?
b. Mata: mata lelah karena terpapar layar monitor/ TV/ dll terus-
menerus selama jam kerja? Gangguan refraksi?
c. Leher: nyeri leher? (nyeri kepala servikogenik)
d. Telinga, hidung, tenggorokan, rongga mulut (adalah penyebab
nyeri di sana? gigi berlubang? Sinusitis? Otitis media?)
e. Fungsi luhur: adakah gangguan memori? Gangguan aktivitas
hidup sehari-hari? (evaluasi fungsi kognisi)
11. Merangkum hasil anamnesis dengan efektif dan menjelaskan
kemungkinan diagnosis banding
12. Komunikasi non verbal dan sambung rasa:
a. Tatapan mata, sikap tubuh, gaya bahasa
b. Mengkonfirmasi kebenaran data anamnesis yang
dirangkum

68
Blok 18

Sistem Integumen
dan
Sistem Penglihatan
Referensi:
PB IDI. 2017. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer,
Edisi Pertama.
Blok 18

Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang


Dermatovenereologi, dan Morfologi Lesi Kulit / Status
Dermatologikus - Venereologikus
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN FK UKM

I. Tujuan Umum
Setelah memenuhi pelatihan pemeriksaan kulit, para mahasiswa
diharapkan dapat memahami dan mendemonstrasikan pemeriksaan kulit.

II. Tujuan Khusus


Pada akhirnya pelatihan ini para mahasiswa diharapkan dapat:
1. Melakukan anamnesis yang berkaitan dengan topik dermatologi
2. Melakukan pemeriksaan status dermatologikus

III. Metode
1. Presentasi
2. Demonstrasi
3. Pembelajaran dan simulasi
4. Latihan mandiri dengan model anatomi dan pasien yang sesungguhnya

IV. Peralatan
1. Presentasi : alat audiovisual
2. Demonstrasi dan Pembelajaran : slide lesi-lesi kulit
3. Pelatihan :
- pasien sesungguhnya
- pasien standar

V. Penuntun Belajar

1. Anamnesis Dalam Dermatologi

SKALA
NO TAHAP PENAMPILAN
0 1 2 3
A. Menilai pasien
1 Memberi salam kepada pasien dengan penuh rasa hormat dan
ramah, memperkenalkan diri kepada pasien
2 Memberi penjelasan selengkap-lengkapnya kepada pasien
tentang pengambilan anamnesis
3 Menjelaskan tujuan atau hasil yang diharapkan dalam
pengambilan anamnesis
B. Identitas

70
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

4 Menanyakan identitas pasien


- Nama
- Umur
- Jenis kelamin
- Suku bangsa
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Status perkawinan
- Alamat
C. Riwayat penyakit sekarang, dengan memperhatikan onset, perjalanan penyakit dan
faktor pencetus
5 Keluhan utama:
Apa yang menjadi masalah utama pada kulit saat pasien
datang berobat
- Sejak kapan mulai sakit?
- Apakah terasa gatal, terbakar atau nyeri?
- Dimana lesi pertama kali timbul?
- Bagaimana penjalarannya?
- Bagaimana perubahan dari lesi tersebut?
- Apakah ada faktor pencetus?
- Adakah usaha berobat terhadap penyakit kulit yang
dideritanya dan bagaimana hasil dari pengobatan
tersebut?
D. Anamnesis yang berhubungan dengan keluhan utama dengan memperhatikan
adanya gejala konstitusional dan gejala prodromal
6 - Adakah gejala-gejala penyakit akut seperti demam,
berkeringat, sakit kepala, mual, muntah
- Adakah gejala-gejala penyakit kronik seperti cepat
lelah, nafsu makan menurun, berat badan menurun
E. Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan keluhan utama
7 Apakah ada riwayat:
- Operasi?
- Penyakit yang sama sebelumnya?
- Alergi, terutama alergi obat?
- Pengobatan dalam jangka waktu yang lama?
- Merokok, mengkonsumsi alkohol atau obat-obat
terlarang? ( kebiasaan )
- Asma, rhinitis alergika, eksem? ( Riwayat atopik )
F. Riwayat keluarga yang berhubungan dengan keluhan utama
8 - Apakah ada penyakit yang sama di keluarga?
- Apakah ada riwayat penyakit asma, rhinitis alergika
atau eksem di keluarga?

G. Status sosial dan pekerjaan yang berhubungan dengan keluhan utama

9 Adakah riwayat:
- Seringnya terpapar sinar matahari?
- Kontak dengan bahan kimiawi?
- Sering timbul stress pada kehidupan sehari-hari?

71
Blok 18

H. Riwayat seksual ( diasosiasikan dengan keluhan utama)

10 - Bagaimana dengan perilaku seksual pasien?


- Adakah riwayat penyakit menular seksual
sebelumnya?
I. Tinjauan sistem berhubungan dengan situasi klinik

11 Tinjauan sistem berhubungan dengan situasi klinik seperti


ulkus di mulut, gejala GIT, arthritis, kelainan kuku, dsb
dihubungkan dengan penyakit kulit seperti erupsi obat,
psoriasis, ruam virus, lupus eritematosus, dsb

2. PEMERIKSAAN FISIK DALAM DERMATOLOGI

A. Penilaian pasien :
1. Perhatikan penampilan pasien secara klinis.
2. Berikan penjelasan yang adekuat kepada pasien mengenai pemeriksaan
yang akan dilakukan.
3. Pasien diperiksa dalam ruangan yang terang (dengan cahaya yang cukup
dari sinar matahari atau lampu).
4. Pasien diminta membuka pakaiannya untuk dilakukan pemeriksaan.
 Selanjutnya saya akan memeriksa anda.
 Saya akan melakukan pemeriksaan pada kulit, juga rambut,
kuku, dan membran mukosa untuk dapat membuat diagnosis
yang tepat untuk masalah gangguan kulit anda. Dapatkah anda
membuka pakaian anda ?

B. Pemeriksaan Fisik Dalam Dermatologi

SKALA
NO TAHAP PENAMPILAN
0 1 2 3
A. Menilai pasien

1 Memperhatikan kesan pertama pasien secara klinis


- Apakah pasien tampak kesakitan?
2 Memberi penjelasan selengkap-lengkapnya kepada
pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan
3 Pasien ditempatkan pada ruangan dengan penerangan
yang cukup, lebih baik menggunakan cahaya alami atau
lampu ”overhead fluorescent”
4 Mintalah pasien untuk melepaskan bajunya

B. Pemeriksaan kulit, rambut, kuku dan membran mukosa


 Pemeriksaan kulit

72
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

5 Distribusi lesi:
Periksa seluruh permukaan kulit dan tentukan luas
lesinya. Apakah lesi:
- Lokalisata, regional, generalisata atau universal?
- Untuk penyakit tertentu, perlu diuraikan
karakteristik lesi seperti: simetris/asimetris,
bilateral/unilateral, dermatomal.
6 Lokasi lesi
- Menentukan lokasi lesi dari ujung kepala sampai
ke telapak kaki
- Untuk penyakit tertentu perlu diuraikan
karakteristik lokasi lesi seperti: fleksural,
ekstensor, intertriginosa, glabrous, telapak tangan
dan kaki, area yang terpapar, dsb
7 Karakteristik lesi
Menentukan karakteristik lesi dengan inspeksi dan
palpasi
- Jumlah lesi: soliter/ multipel
- Diskret atau konfluens
- Bentuk dan susunan lesi:
Irregular, annular, linear, bulat, oval,
umbilicated, herpetiformis, zosteriformis,
arciformis, korimbiformis, dsb
- Ukuran lesi: miliar, gutata, lentikular, numular,
plakat atau dengan satuan tertentu:
...cm x ...cm ( untuk lesi yang datar, papula,
urtikaria )
...cm x ...cm x ...cm ( untuk nodul atau tumor )
-Batas lesi: batas tegas atau batas tidak tegas
-Menimbul, rata atau melekuk terhadap permukaan
kulit sekitar
-Kering atau basah
8 Tipe lesi kulit
Menentukan tipe lesi kulit dengan palpasi, diharapkan
dapat membedakan konsistensi dan merasakan lesi (
kenyal, keras, kering, basah, lembab, dapat digerakan,
lunak, halus, kasar )
Tipe lesi kulit:
a. Efloresensi primer:
1. makula
2. papula
3. plak
4. nodul
5. tumor
6. urtika
7. vesikel
8. bula
9. pustula

73
Blok 18

10. kista
11. abses
12. sinus
b. Efloresensi sekunder:
1. skuama
2. krusta
3. erosi
4. ekskoriasi
5. ulkus
6. fissura
7. jaringan parut/ sikatrik
8. likenifikasi
9. sklerosis
10. atrofi
c. Efloresensi khusus:
1. komedo
2. telangiektasi
3. kanalikuli ( burrow )
4. milia
 Pemeriksaan rambut
9 Melihat distribusi rambut, teksturnya dan
kerontokan rambut
 Pemeriksaan kuku
10 Melihat warna, permukaan, tekstur dan tanda
spesifik pada kuku ( pitting nail, ”splinter
haemorrhages”, leukonikia, onikodistrofi,
onikolisis, hiperkeratosis subungual, dsb
 Pemeriksaan membran mukosa
11 Inspeksi membran mukosa konjungtiva,
mulut, genital, area anus untuk melihat adanya
eritema, erosi, ekskoriasi, ulkus, dsb
C. Pemeriksaan fisik umum dalam dermatologi
12 Pemeriksaan fisik penting untuk menentukan
diagnosis klinik dan differensial diagnosa
dengan memperhatikan tanda vital,
limfadenopati, hepatomegali, persendian
D. Mendeskripsikan pemeriksaan fisik dalam dermatologi
13 Menarik kesimpulan dari hasil pemeriksaan
fisik kulit dengan menggunakan:
Status dermatologikus:
 Distribusi :
 Lokasi :
 Karakteristik lesi :
 Tipe lesi :
14 Menarik kesimpulan dari hasil pemeriksaan
rambut, kuku, membran mukosa dan
pemeriksaan fisik umum menggunakan:
Status generalis:

74
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

VI. JADWAL

No Subjek Alokasi Pembimbing


waktu
1 - Memperkenalkan pemeriksaan kulit 4 orang
- Mempresentasikan dan
mendemonstrasikan pengambilan
anamnesis
- Pembelajaran tentang anamnesis
2 - Mempresentasikan dan 4 orang
mendemonstrasikan tentang
pemeriksaan fisik
- Pembelajaran tentang pemeriksaan fisik

VII. EVALUASI
1. Latihan mandiri dengan model anatomi dan pasien sesungguhnya
2. OSCE

VIII. KRITERIA DARI EVALUASI PENAMPILAN PERORANGAN

SKALA HASIL PERORANGAN


0 Jika mahasiswa tidak melakukan tahap ini
1 Jika mahasiswa melakukan tahap ini namun tidak sempurna
2 Jika mahasiswa melakukan tahap ini dengan sempurna

3. ANAMNESIS PADA PENYAKIT ALERGI DAN IMUNOLOGI

NO TAHAP
A. PENILAIAN PASIEN
1 Memberi salam kepada pasien dengan ramah, Jawaban :
memperkenalkan diri kepada pasien
- Memperkenalkan diri menggunakan
pendekatan non verbal seperti berjabatan
tangan, menatap mata pasien dan tersenyum
sambil memberi salam :
- Selamat pagi, saya Dokter..... Terima kasih
- Silakan masuk dan silakan duduk

2 Memberi penjelasan adekuat kepada pasien


tentang pengambilan anamnesis
- Apa yang bisa saya bantu ? Ya, Dokter. Saya
mengalami masalah
- Baik. Saya akan mengajukan beberapa gangguan kulit.
pertanyaan seputar masalah pada kulit anda

75
Blok 18

sebelum saya melakukan pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang
lainnya
3 Menjelaskan tujuan atau hasil yang diharapkan
setelah pengambilan anamnesis
- Saya harap anda dapat menjawab semua Baiklah, Dokter.
pertanyaan yang saya ajukan mengingat
riwayat penyakit anda sangat penting untuk
membantu saya menentukan diagnosis
penyakit kulit yang anda keluhkan

B. IDENTITAS
4 Menanyakan identitas pasien
Pertama-tama saya memerlukan data anda
Nama
Nama lengkap anda? Nama saya ......
Umur 12 April 1968
Tanggal lahir anda?
Suku bangsa Sunda
Anda berasal dari mana?
Pendidikan Lulus SMA
Pendidikan terakhir anda?
Pekerjaan Saya bekerja pada sebuah
Pekerjaan anda saat ini? pabrik makanan di Bandung
5 Status perkawinan Belum
Apakan anda sudah menikah?
Alamat Jl Kopo 161 Bandung
Di mana alamat anda sekarang? 5224214
Nomor telefon yang dapat dihubungi?

Klasifikasi pekerjaan pasien :


Pejabat dan manajer
Tenaga profesional
Mekanik
Tenaga administrasi
Pedagang
Petani dan peternak
Pengrajin
Operator mesin
Petugas kebersihan dan laboratorium
Karyawan dan lainnya : pelajar, ibu rumah
tangga, pensiunan, pegawai negeri, tidak bekerja

Pada perusahaan tempat anda bekerja saat Saya petugas kebersihan


ini anda bekerja di bagian apa?
C. Riwayat penyakit sekarang, dengan memperhatikan onset penyakit, faktor pencetus
dan riwayat pengobatan

76
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

6 Keluhan utama:
- Keluhan utama pada kulit
Apa keluhan kulit anda? - Kaligata pada hampir
seluruh tubuh
- Sejak kapan?
Sejak kapan timbulnya? - Kira-kira 2 hari yang
lalu
- Apakah keluhan tersebut muncul
kadang-kadang atau terus-menerus?
Apakah keluhan muncul kadang-
kadang atau terus menerus?
- Kadang-kadang
- Faktor pencetus?
Apakah keluhan tersebut muncul
setelah terpapar terhadap:
Obat-obatan, makanan, bahan kimia, - Ya, biasanya keluhan
stres, debu, kontak dengan benda tersebut muncul
dingin/panas, atau paparan terhadap setelah saya terkena
lingkungan dingin/panas, kontak debu atau cuaca
dengan radiasi lampu atau sinar UV, dingin
infeksi?

- Adakah usaha berobat dan bagaimana


hasil pengobatan tersebut?
Apakah anda pernah berobat untuk
keluhan ini?

Obat-obatan apa yang telah anda minum - Ya, saya sering


dan adakah perbaikan? minum obat sendiri

Saya minum CTM 3


-
kali sehari dan
tampak perbaikan
D. Anamnesis yang berhubungan dengan keluhan utama dengan memperhatikan
adanya gejala konstitusi dan gejala prodromal

7 a. Sindroma penyakit akut:

- demam, menggigil
- hidung tersumbat, napas melalui mulut,
bersin, pilek, batuk, tenggorokan gatal,
suara serak, tenggorokan nyeri, kedutan
pada wajah
- mata gatal/berair/merah, pandangan
kabur, fotofobia, sekret
- sesak napas, napas cepat, stridor, mengi
- lelah, pusing, pingsan, nyeri dada
- nyeri perut, mual, muntah, diare

77
Blok 18

- bentol, merah, gatal


- lecet pada mulut, lecet pada kelamin
- radang sendi

b. Sindroma penyakit kronik


- Cepat lelah, tidak nafsu makan, berat
badan menurun, lesu, dll
- Pertumbuhan dan perkembangan
(gangguan pertumbuhan dan
perkembangan fisik dapat terjadi pada
penyakit-penyakit alergi kronik tertentu
pada anak-anak)

Saya akan bertanya mengenai riwayat


penyakit anda sekarang yang berkaitan
dengan keluhan utama anda.

- Adakah keluhan lain seperti: (gejala- - Ya, saya sering


gejala pada sindroma penyakit akut atau mengalami hidung
kronis di atas) tersumbat, bersin-
bersin dan pilek di
pagi hari dan kaligata
di malam hari
maupun pagi hari

E. Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan keluhan utama, terutama


riwayat alergi/atopik
Banyak orang alergi terhadap berbagai bahan yang terhirup, makanan, atau bahan
kontaktan dari tempat tinggal atau tempat kerja (misalnya alergen, makanan, atau obat-
obatan). Pada umumnya bahan-bahan ini menimbulkan gangguan pada kulit, mata,
telinga, hidung, tenggorokan, atau saluran pernapasan.
8 Sejauh yang anda ingat, apakah anda memiliki
alergi terhadap sesuatu? - Ya, saya kira
Apabila ya, apa yang terjadi pada saat anda demikian
mengalami reaksi alergi?
- Kulit : eksim, kaligata, gatal
- Mata : merah, bengkak, gatal, berair - Saya merasa hidung
- Hidung : tersumbat, berair, gatal, bersin saya tersumbat,
- Telinga : tuli, gatal, berair, nyeri, merah bersin dan pilek pada
- Tenggorokan : suara serak, sering nyeri pagi hari, serta timbul
tenggorokan keluhan kaligata pada
- Dada : mengi, sesak, batuk malam hari dan juga
pagi harinya
Seberapa berat keluhan anda tersebut ?
- sangat ringan, ringan, sedang, berat atau
9 sangat berat

Berapa banyak waktu anda terganggu dengan


keluhan tersebut ?

78
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

10 - tidak terganggu, sangat jarang, kadang- - Saya rasa keluhan ini


kadang, sering atau hampir setiap waktu cukup mengganggu
saya. saya
Manakah yang berikut ini yang mencetuskan menyebutnya
keluhan anda atau membuat keluhan anda keluhan sedang
bertambah berat ?
11 - Tempat : dalam / luar ruangan
- Tempat : rumah / tempat kerja
- Waktu : pagi / siang / malam / setiap - Kaligata saya timbul
saat saat :
- Bulan : bulan tertentu / sepanjang tahun
- Perubahan cuaca : hujan / panas / - pagi hari
dingin / kering / lembab / berangin
- Polusi udara : debu / rokok / masakan - bulan-bulan ttt
/ asap
- Alergen inhalan : debu rumah / anjing / - hujan, dingin atau
kucing / tanaman / jamur kering
- Makanan : telur / susu / makanan laut /
kacang / buah-buahan / bir / anggur - debu
- Obat : obat topikal / sistemik - debu rumah,
- Bahan kimia : parfum / kosmetik / tanaman
deterjen
- makanan laut
Apakah anda pernah menjalani pemeriksaan - antibiotika
untuk alergi anda ? - kontak dgn deterjen
- Alergen inhalan
- Makanan
12
Apakah anda minum obat untuk mengatasi - Belum pernah
alergi ini ?
Apabila ya, sebutkan nama obatnya :
- antihistamin
13 - steroid (oral / topikal) - Ya, saya biasanya
- lainnya minum CTM saat
- tidak tahu alergi saya kambuh

F. Riwayat keluarga yang berhubungan dengan keluhan utama

14 Saya ingin mengetahui riwayat penyakit dalam


keluarga anda

- Apakah ada penyakit serupa di keluarga - Ya, ibu saya


anda ?
- Apakah ada riwayat penyakit asma, - Ya, ibu saya juga
rhinitis alergika atau eksim di keluarga beberapa kali
anda ? terserang asma ketika
(buatlah suatu pedigree karena cuaca dingin
kecenderungan adanya atopi dalam
keluarga)

79
Blok 18

G. Status sosial dan pekerjaan yang berhubungan dengan keluhan utama


(seperti paparan terhadap matahari, bahan kimia tertentu, atau menjalani hidup
yang stres)
15 Selanjutnya ceritakan mengenai kehidupan
sosial anda
- Apakah anda sering terpapar sinar - Ya, kadang-kadang
matahari di lingkungan tempat kerja ? saya melakukan
aktivitas di luar
- Apakah anda sering terpapar dengan ruangan
bahan kimia tertentu di lingkungan - Ya, saya sering kontak
tempat kerja? dengan bahan-bahan
- Apakah anda sering mengalami stres di pembersih
lingkungan tempat kerja ? - Saya rasa saya sering
bermasalah dengan
dan rekan kerja

80
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

Pemeriksaan Visus, Pengukuran Jarak Pupil, Koreksi


Refraksi, Visus Anak
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN MATA FK UKM

Tujuan Umum
Setelah selesai pelatihan ketrampilan klinis pemeriksaan oftalmologi,
mahasiswa diharapkan dapat memahami dan melakukan pemeriksaan oftalmologi

Tujuan Khusus
Pada akhir pelatihan, diharapkan mahasiswa dapat melakukan
pemeriksaan oftalmologi

Metode Pelatihan
1. Demonstrasi
2. Pembelajaran dan simulasi
3. Latihan mandiri

Alat yang digunakan :


Set pemeriksaan mata, jaegger chart, snellen chart, penggaris, penlight

Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
 Visual acuity refers to the ability to discern fine visual detail.
 Alat yang digunakan adalah Snellen chart (tajam penglihatan jauh) dan
Jaegger chart (tajam penglihatan dekat).
 Penderita yang pertama kali datang harus diperiksa tajam penglihatan
tanpa (sc = sinne correctie) dan dengan koreksi (cc = cum correctie) kaca mata
atau lensa kontak yang sudah dimiliki.
 Jangan lupa menulis visus tiap-tiap mata (OD dan OS) sesudah dilakukan
koreksi di klinik mata, dan lakukan penilaian visus secara binokular.
 Ruangan yang digunakan harus mempunyai pencahayaan yang baik.

81
Blok 18

Gambar 1. Snellen chart

I. Tajam Penglihatan Jauh (Distance Visual Acuity Test)


Pemeriksaan yang dilakukan 0 1 2
1. Posisikan pasien pada jarak 6 m dari Snellen chart.
2. Tutup mata kiri dengan occluder (bila menggunakan trial frame)
atau telapak tangan. Pastikan occluder atau telapak tangan tidak
menyentuh mata dan pastikan penderita tidak mengintip
selama pemeriksaan.
3. Minta pasien untuk membaca dari kiri ke kanan pada tiap-tiap
baris huruf dan dimulai dari huruf yang paling besar sampai
baris terkecil yang sanggup dibaca pasien dimana terdapat
kesalahan membaca tidak lebih dari separuh huruf dalam
barisnya.
4. Catat baris terkecil yang sanggup dibaca pasien dengan
kesalahan membaca kurang dari separuh huruf pada baris
tersebut. Catat pula berapa banyak huruf yang salah.
5. Ulangi langkah diatas untuk mata kiri.

82
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

Cara penulisan :
Visus dasar = visus tanpa koreksi ditulis sebagai  VOD sc
VOS sc
OD untuk oculus dextre dan OS untuk oculus sinister.
Bila penderita hanya bisa membaca sampai baris 6/12 F2, artinya :
6 = jarak penderita dari Snellen chart
12 = jarak dimana orang normal dapat membaca huruf tersebut
 Penderita hanya bisa membaca sampai huruf yang seharusnya pada orang
normal bisa terbaca dari jarak 12 m. Dengan kesalahan membaca 2 huruf.

Pemeriksaan diatas diulang dengan terlebih dahulu meminta penderita


memakai kaca mata atau lensa kontak yang dimilikinya.
Cara penulisan :
Visus dengan koreksi ditulis sebagai  VOD cc 6/12 F2
VOS cc 6/6

Pin Hole Test


 Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat tajam penglihatan dibawah
normal.
 Lanjutkan pemeriksaan diatas dengan menaruh pin hole didepan mata
kanan, sementara mata kiri ditutup.

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


1. Mintakan penderita untuk membaca huruf pada baris terkecil yang
dia bisa.
2. Lanjutkan ke baris dengan huruf yang lebih kecil.
3. Catat hasilnya.
4. Ulangi langkah 1-3 untuk mata kiri.

Cara penulisan :
VOD 6/12F2 PH 6/9
Artinya, dengan menggunakan pin hole tajam penglihatan membaik.
VOD 6/12F2 PH tetap
Artinya, dengan menggunakan pin hole tajam penglihatan tidak membaik

II. Tajam Penglihatan Rendah (Low Visual Acuity Testing)

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


1. Posisikan pasien duduk dengan nyaman.
2. Tutup mata kiri dengan occluder (bila menggunakan trial frame)
atau telapak tangan. Pastikan occluder atau telapak tangan tidak
menyentuh mata dan pastikan penderita tidak mengintip
selama pemeriksaan.

83
Blok 18

3. Berdirilah dihadapan penderita pada jarak ± 1 m. Tunjukan jari-


jari anda (1,2 … 5) dan tanyakan pada penderita berapakah
jumlah jari yang anda tunjukan.
4. Bila penderita benar, mundur ± 1m lagi, dan ulangi langkah
diatas. Sampai penderita tidak bisa/salah menyebutkan jari
anda.
5. Catat dari jarak berapakah penderita masih dapat
mengidentifikasi jumlah jari anda dengan benar.
6. Lakukan pemeriksaan yang sama pada mata kiri.

Cara penulisan :
VOD 3/60
 penderita dapat melihat jari tangan pemeriksa dimana pada orang normal
bisa dilihat dari jarak 60 m. Disebut hitung jari (finger counting)

Bila pada langkah ke-3 penderita salah/tidak mampu :

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


7. Gerakan tangan anda keatas-kebawah atau kekiri-kekanan.
8. Mintakan penderita untuk mengidentifikasi arah gerakan
tangan anda.
9. Bila benar, catat visusnya = 1/300

Visus 1/300
a. Artinya penderita bisa melihat gerakan tangan dimana pada orang normal
dapat dilihat dari jarak 300 m.
b. Disebut gerakan tangan ( hand movement)

Bila pada langkah ke-7 penderita salah/tidak mampu :

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


10. Peganglah penlight yang sudah menyala. Sinari cahaya penlight
pada mata penderita yang diperiksa dan sembunyikan sinar
penlight silih berganti..
11. Mintalah penderita untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya
sinar penlight.
12. Catatlah hasilnya. Bila benar visusnya 1/~ , ini disebut persepsi
sinar (light perception)
13. Lanjutkan dengan light projection, dimana kita mengarahkan
sinar penlight dari atas-bawah-kiri-kanan mata penderita dan
mintakan penderita untuk mengidentifikasi arah datangnya
sinar, disebut sebagai proyeksi cahaya (light projection).
14. Catat hasilnya.
15. Bila benar ditulis sebagai +, bila salah ditulis sebagai -.
16. Bila perception test tidak mampu, maka visus = 0.

84
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

Perception test (+)  dilanjutkan dengan projection test. Contoh cara penulisan :

+ +

+ + - -

+ -
Light projection Light projection pada arah
pada 4 arah baik superior baik.
Arah lain negatif

Keterangan :
Light projection sebenarnya bukan pemeriksaan tajam penglihatan, tetapi
merupakan pemeriksaan lapang pandang untuk menilai keadaan/ fungsi
retina perifer.

Pengukuran Jarak Kedua Pupil (Pupillary Distance)


Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2
1. Lakukan langkah 1-5 pada Test Hirschberg (pada bab
berikutnya)
2. Ukur jarak kedua refleksi cahaya pada kornea mata penderita.
3. Catat hasilnya sebagai Pupillary Distance (PD) dekat. Contoh :
PD dekat 65 (mm).
4. PD jauh  tambahkan 2-3 mm pada PD dekat.

Cara penulisan :
PD Jauh : 67
Dekat : 65

Koreksi Refraksi Untuk Miop Dan Hipermetrop


Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2
1. Posisikan penderita duduk dengan jarak 6 m dari Snellen
chart.
2. Ukur pupillary distance.
3. Letakan trial frame pada posisi yang baik dengan jarak yang
sudah disesuaikan dengan PD, dan tanyakan apakah
penderita cukup nyaman.

85
Blok 18

4. Tutup mata kiri dengan occluder.


5. Tentukan VOD sc. Kemudian mintakan penderita untuk
fiksasikan penglihatannya pada 1-2 baris diatas visus dasar.
6. Letakan lensa S + 0.50 pada trial frame didepan mata kanan.
7. Tanyakan apakah huruf yang dilihat menjadi lebih jelas.
8. Bila ‘ya’, tambahkan terus power lensa S + sampai penderita
dapat melihat baris normal pada Snellen chart. Tentukan lensa
sferis terbesar yang memberikan visus terbaik.
9. Bila ‘tidak, ganti lensa tersebut dengan lensa S – 0.25.
Tambahkan secara bertahap sampai penderita dapat melihat
dengan jelas baris normal pada Snellen chart. Tentukan lensa
sferis terkecil yang memberikan visus terbaik.
10. Ulangilangkah 4-9 untuk mata kiri.
11. Catat hasilnya.

Contoh :
VOD sc 6/30 S – 1.00 = 6/6
VODS = 6/6 nyaman.
VOS sc 6/24 S – 0.75 = 6/6

Gambar 2. Pemeriksaan Visus

Koreksi Refraksi Untuk Presbiop


Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2
1. Lakukan koreksi penglihatan jauh terlebih dahulu seperti
diatas.
2. Koreksi kaca mata jauh jangan dilepaskan.
3. Mintakan penderita untuk memegang Jaegger chart dg jarak
± 30 cm.
4. Tanyakan tulisan yang masih jelas terbaca.
5. Tanyakan usia penderita. Letakan S + sesuai dengan usia
penderita pada kedua mata secara bersamaan.
a. Usia 40 – 45 th = 1.00-1.50 D
b. Usia 45 – 50 th = 1.50-2.00 D
c. Usia 50 – 55 th = 2.00-2.50 D
d. Usia 55 – 60 th = 2.50-3.00 D
e. Usia> 60 th = 3.00 D

86
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

Pemeriksaan Gerakan Bola Mata, Keseimbangan Otot,


Refleks Pupil, Pemeriksaan Lapang Pandang
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN MATA FK UKM

Alat yang digunakan :


Penlight

Pemeriksaan Gerakan Bola Mata (Duksi dan Versi)

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


1. Duduklah berhadapan dengan pasien
2. Tutup mata kiri dengan occluder atau telapak tangan penderita.
3. Pegang sebuah benda kecil atau penlight sebagai target fiksasi
penglihatan penderita. Posisikan mata penderita pada posisi
primer.
4. Mintalah pada penderita untuk mengikuti gerakan
tangan/penlight.
5. Gerakan tangan/penlight ke-6 arah cardinal.

6. Perhatikan akan adanya hambatan pergerakan bola mata.


7. Ulangi langkah 1-6 pada mata kiri.

Pemeriksaan ini dinamakan Duksi  pemeriksaan pada satu mata.


Langkah yang sama (1-6) dilakukan tanpa menutup salah satu mata, pemeriksaan
pada ke-2 mata secara bersamaan disebut Versi.

Cara penulisan :

87
Blok 18

Tes Keseimbangan Otot (Muscle Balance Test - Hirschberg Methode)

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


1. Duduklah berhadapan dengan penderita.
2. Mintakan penderita agar menegakkan kepalanya dan
fiksasikan penglihatannya sehingga berada pada posisi
primer.
3. Pegang penlight ± berjarak 30 cm dari mata penderita dan
arahkan sinar penlight ke tengah-tengah diantara ke-2 mata
penderita.
4. Posisikan kita agar sesuai dengan arah datangnya sinar
penlight.
5. Mintalah penderita untuk melihat sinar dari penlight.
6. Bandingkan refleksi cahaya pada kornea kedua mata
penderita.
7. Catat hasilnya

Catat hasilnya sebagai :


a. ortoforia  bila kedua mata dalam keadaan seimbang
b. exodeviasi  bila refleksi cahaya pada kornea lebih ke nasal
c. esodeviasi  bila refleksi cahaya pada kornea lebih ke temporal

Reflex Pupil Langsung Dan Tidak Langsung


(Pupillary Reflex - Direct And Consensual)

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


1. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang agak redup. Penderita
duduk membelakangi sumber cahaya ruangan.
2. Catat ukuran pupil mata kanan dalam satuan mm.
3. Sinari mata kanan dengan penlight dan lihatlah reaksinya. Apakah
terjadi konstriksi pupil ? (Direct pupillary reflex)
4. Langsung perhatikan pada mata kiri, adanya konstriksi pupil
(Consensual pupillary reflex).
5. Ulangi langkah 1-4 untuk mata sebelahnya.
6. Catat hasilnya sebagai diameter pupil, Reflex Cahaya (RC)
langsung, dan RC tidak langsung.

Cara penulisan : OD : RC +/+


OS : RC +/+

88
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

Pemeriksaan Lapang Pandang

1. Confrontation Test

Gambar 3. Tes Konfrontasi

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


1. Duduklah berhadapan dan sama tinggi dengan penderita
dengan jarak ± 60 cm – 100 cm.
2. Pemeriksa menutup mata kiri, penderita menutup mata kanan.
3. Fiksasikan penglihatan mata pemeriksa dan penderita pada
mata yang terbuka dihadapannya.
4. Rentangkan tangan kanan pemeriksa setinggi bahu dan secara
perlahan geser jari kita dari perifer menuju ke depan hidung
kita. Mintakan penderita untuk memberitahu kita di saat jari
kita terlihat olehnya.
5. Lakukan dengan cara yang sama dari arah yang berbeda. Dari
arah jam 12, 3, 6, dan 9.
6. Catat hasilnya.
7. Lakukan langkah 1-6 pada mata sebelahnya.

Lapang pandang dikatakan menurun (↓)  bila kita sudah bisa melihat target
penglihatan sedangkan penderita belum.
Lapang pandang dikatakan menurun (N)  bila kita dan penderita sama-sama
sudah bisa melihat target penglihatan.

Untuk pemeriksaan dengan metoda konfrontasi, maka cukup ditulis :


Superior ↓
Inferior N
Nasal ↓
Temporal N

89
Blok 18

2. Pemeriksaan Kampimeter

Gambar 4. Gambaran Lapang pandang normal berdasarkan pemeriksaan kampimeter

90
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

Pemeriksaan Eksternal, TIO, Pemeriksaan Fundus


Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN MATA FK UKM

PEMERIKSAAN EKSTERNAL

Alat yang digunakan :

Ophthalmoscope, binocular loup dan penlight

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


A. Pemeriksaan Palpebra superior dan inferior
Perhatikan palpebra superior – inferior :
a. bentuk
b. posisi
c. kekuatan menutup mata
d. kemampuan membuka mata
e. tumor
f. eritema
g. edema
B. Pemeriksaan Konjungtiva inferior
1. Meminta penderita untuk melihat ke bawah.
2. Tekan kulit pada palpebra inferior terhadap tl. maksila
oleh jari telunjuk dan mintakan penderita untuk melihat
ke atas.
3. Periksalah keadaan konjungtiva inferior.
C. Pemeriksaan Konjungtiva Superior
1. Meminta penderita untuk menutup matanya.
2. Gunakan jari telunjuk dan jempol untuk memegang bulu
mata dan tarik menjauhi bola mata secara gentle.
3. Letakkan cottenbud pada palpebra superior di batas atas
tarsus.
4. Tarik margo palpebra keluar dan ke atas dan lipat
konjungtiva tarsalis superior sehingga terpapar.

D. Pemeriksaan Konjungtiva Bulbi dan Kornea


1. Sinari secara oblik mata penderita.
2. Dengan / tanpa menggunakan binocular loup perhatikan :
a. Warna
b. Injeksi
c. Tumor

91
Blok 18

d. Bentuk kornea
e. Kejernihan kornea
E. Pemeriksaan kedalaman COA
1. Sinari COA dengan sinar dari arah temporal hampir
sejajar dengan iris.
2. Perhatikan iris yang terkena sinar. Apakah sama
terangnya?
a. Bila sama kedalaman COA sedang
b. Bila bagian yang sesuai dengan arah sinar lebih terang
 COA dangkal
c. Bila bagian yang berlawanan dengan arah sinar lebih
terang  COA dalam

F. Pemeriksaan Iris dan Lensa


1. Sinari mata penderita yang diperiksa dengan sinar oblik
dari arah temporal.
2. Dengan/tanpa binocular loupe perhatikan iris :
a. Kontur
b. Ukuran
c. Tumor
d. Sinekia
3. Perhatikan lensa :
a. Kejernihannya
b. Bentuk

Pemeriksan Tekanan Intraocular (Intraocular Pressure Examination)

1. Palpation Methode

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


1. Duduklah saling berhadapan dengan penderita.
2. Mintakan penderita untuk melihat kebawah, tetapi jangan
menutup mata.
3. Dengan telunjuk kedua tangan kita, tekan palpebra superior
secara bergantian. Rasakan tekanan bola mata penderita.
4. TIO normal bila fluktuasi +.
5. Catat hasilnya sebagai : TIO Hipotoni, N,N+1, N+2, N+3
6. Ulangi langkah 2-5 pada mata sebelahnya.

92
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

2. Tonometer Schiotz

Gambar 5. Tonometer Schiotz

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


1. Penderita diminta untuk berbaring tanpa bantal
2. Tetesi mata penderita dengan Pantokain 0,5% dikedua mata,
biarkan selama beberapa saat
3. Pasang beban 5,5 gram pada alat tonometer
4. Lakukan kalibrasi alat tonometer, dengan cara meletakkan
tonometer pada tempat yang telah disediakan, dan pastikan
jarum menunjukkan angka 0
5. Bersihkan footplate (bagian dasar alat tomoneter) dengan
alkohol 70%
6. Penderita diminta untuk melihat ke langit-langit ruangan
pemeriksaan
7. Jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri pemeriksa membuka
kelopak mata penderita
8. Letakkan footplate pada permukaan kornea
9. Baca angka yang ditunjuk oleh jarum
10. Konversikan nilainya pada tabel yang tersedia
11. Bila jarum menunjukkan angka ≤ 3 tambahkan beban
menjadi 7,5 gram.Ulangi pemeriksaan di atas
12. Bila dengan beban 7,5 gram, jarum masih menunjukkan
angka ≤ 3, ganti beban dengan 10 gram. Ulangi pemeriksaan
di atas
13. Ulangi pemeriksaan ini pada mata sebelahnya.

93
Blok 18

Contoh :
Jarum menunjukkan angka 5 dengan menggunakan beban 5,5 gram, ditulis :
5/5,5 = 17, 3 mmHg

Jarum menunjukkan angka 4 dengan menggunakan beban 7,5 gram, ditulis :


4/7,5 = 30,4 mmHg

Pemeriksaan Fundus (Direct Funduscopy)

Alat yang digunakanadalah Direct Ophthalmoscope .

Gambar 6. Direct ophthalmoscope

Pemeriksaan Yang Dilakukan 0 1 2


1. Periksakan FC pada kekuatan lensa 0. Penderita dan pemeriksa
saling berhadapan dari jarak ± 60 cm
2. Pemeriksa menggunakan mata kanan dan tangan kanan
memeriksakan mata kanan penderita.
3. Sinari pupil mata kanan penderita dan perhatikan fundus
refleks :
a. Normal : merah-orange
b. Keruh : hitam

94
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

4. Pemeriksa mendekati mata penderita. Telunjuk tangan kiri


pemeriksa mengelevasi palpebra superior mata kanan
penderita.
5. Putarlah lensa focus pada FC sampai fundus terlihat jelas
(arteri/vena/papil).
6. Temukan papil dengan menelusuri pembuluh darah kearah
yang makin lebar.
7. Periksa keadaan papil :
a. Bentuk : bulat/lonjong
b. Batas : tegas/kabur
c. Warna : kuning/pucat
d. C/D ratio : Normal : 0,2-0,4
8. Ikuti terus pembuluh darah yang keluar dari papil ke arah
superotemporal-superonasal inferonasal dan inferotemporal.

9. Perhatikan perbandingan ukuran pembuluh darah (Normal


arteri : vena = 2 : 3)
10. Periksa keseluruhan retina
11. Periksa macula dengan mengarahkan FC kearah temporal dari
papil, lihat refleks fovea.
12. Ulangi seluruh pemeriksaan pada mata kiri. Pergunakan mata
kiri dan tangan kiri.

95
Blok 18

Anamnesis Mata
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN MATA FK UKM

Tujuan:
Pada akhir pelatihan, diharapkan mahasiswa dapat melakukan anamnesis yang
berkaitan dengan kelainan oftalmologi.

Anamnesis

Pemeriksaan yang dilakukan 0 1 2


1. Keluhan Utama :
a. Apa keluhan utama yang dirasakan ?
b. Kapan mulai dirasakan ?
c. Apakah semakin bertambah berat ?
d. Pertama kali merasakan keluhan ini atau berulang?
2. Riwayat Penyakit Mata
a. Apakah anda pemakai atau pernah memakai lensa
kontak atau kaca mata ?
b. Bila pernah memakai kacamata, berapa
ukuran/kekuatan lensa kacamatanya?
c. Apakah pernah dilakukan tindakan operatif pada mata
anda ?
d. Apakah pernah mengalami trauma?
e. Apakah pernah diberikan terapi pada mata karena
penyakit yang serius ?
f. Apakah pernah/sedang mendapatkan pengobatan –
termasuk tetes mata, dll–untuk penyakit pada mata ?
3. Riwayat Pengobatan :
a. Apakah pernah/sedang dalam pengobatan penyakit
sistemik lainnya ? Misalnya DM, hipertensi
b. Apakah pernah diperlukan/dilakukan terapi atau
tindakan intensif untuk penyakit sistemik yang serius ?
4. Riwayat kelainan mata pada keluarga
Adakah kelainan mata atau kelainan sistemik (yang
signifikan) pada keluarga?
5. Riwayat alergi
Adakah riwayat alergi pada obat, makanan atau lainnya ?

Contoh Anamnesis Khusus Mata Merah

- Keluhan Utama : Mata merah


- Mata merah dirasakan pada satu mata kanan/kiri atau kedua mata?
- Sejak kapan mulai dirasakan mata merah ?
- Apakah mata merah disertai dengan penurunan tajam penglihatan/mata
menjadi buram?
- Apakah mata merah disertai rasa gatal?

96
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan

- Apakah mata merah disertai rasa sakit?


Bila ya, apakah disertai rasa sakit kepala? Mual dan muntah?
- Apakah mata merah disertai keluar kotoran mata?
Bila ya, apakah kotoran matanya sedikit atau banyak? Apa warna kotoran
matanya? Apakah kotorannya lengket?
- Apakah telah diobati sebelumnya? Dengan obat apa? Apakah membaik
atau tidak?
- Apakah pernah memakai lensa kontak/ kacamata?
- Apakah pernah mengalami trauma mata? (misalnya: terkena pukul, terkena
benda tumpul, terkena benda tajam (kuku, duri), terkena zat kimia
asam/basa, atau merasa ada benda asing yang masuk seperti
debu/kelilipan)
- Apakah di keluarga ada yang menderita kelainan seperti ini?
- Apakah ada penyakit lain yang diderita?
- Adakah riwayat alergi pada obat/ makanan/ hal lain?

97
Blok 18

98
Blok 19

Sistem Telinga, Hidung,


dan Tenggorok
Referensi:
PB IDI. 2017. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Primer, Edisi Pertama.
Adams GL, Boies LR, Hilger PA. 1996. Boeis : Buku ajar penyakit THT, edisi 6,
Jakarta : EGC ( Alih Bahasa : Caroline Wijaya ).
Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. 1986. Penyakit telinga, hidung dan
tenggorokan, Jakarta : EGC ( Alih Bahasa : Sonny Samsudin ).
Gillon VM, Stafford N. 1991. Segi praktis ilmu penyakit telinga-hidung-tenggorok,
Jakarta : Binarupa Aksara ( Alih Bahasa : Nurbaiti Iskandar ).
Nurbaiti Iskandar, Efiaty Arsyad Soepardi. 1993. Buku ajar ilmu penyakit telinga-
hidung-tenggorok, edisi 2, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI.
Sri Rukmini, Sri Herawati. 2000. Teknik pemeriksaan telinga, hidung & tenggorok,
edisi 1, Jakarta : EGC.
Blok 19

Pemeriksaan Fisik Telinga, dan Test Pendengaran


Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN THT FK UKM

Tujuan:
Mahasiswa mampu melakukan prosedur-prosedur berikut secara benar, yaitu :
1. Mempersiapkan pasien dan alat untuk pemeriksaan telinga
2. Melakukan inspeksi dan palpasi telinga
3. Melakukan tes bisik
4. Melakukan tes garpu tala

Alat yang diperlukan:


- Lampu kepala Van Hasselt / otoskop
- Spekulum telinga dan otoskop
- Garputala 512 Hz

1. Inspeksi dan palpasi telinga


- Lakukan inspeksi dan palpasi aurikulum (heliks, anti heliks, tragus, anti
tragus, krus heliks, konka, lobulus), orifisium meatus akustikus eksternus,
prosesus mastoideus
- Tekan tragus ke dalam, tarik aurikulum, dan tekan prosesus mastoideus
serta tanyakan adanya rasa nyeri

2. Inspeksi canalis akustikus eksternus (CAE) dan membrana timpani (MT)


Teknik Pemeriksaan :
a. Cara memakai lampu kepala :
- pasang lampu kepala, sehingga tabung lampu berada di antara
kedua mata
- letakkan telapak tangan kanan pada jarak 30 cm di depan mata
kanan
- tutup mata kiri
- proyeksi tabung harus tampak terletak medial dari proyeksi cahaya
dan saling bersinggungan
- atur focus cahaya agar diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm

b. Cara duduk :
- pasien duduk di depan pemeriksa
- lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri pasien
- pegang kepala pasien dengan ujung jari
- ketika memeriksa telinga yang kontralateral, hanya posisi kepala
pasien yang diubah, sedangkan posisi kaki, lutut pasien dan
pemeriksa tetap pada keadaan semula

100
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok

c. Cara memegang telinga :


- Kanan: pegang aurikulum dengan jari I dan III tangan kiri,
sedangkan jari II,di depan tragus; tarik aurikulum ke arah
posterosuperior untuk meluruskan MAE (dengan jari I dan
III), sambil mendorong tragus ke depan dengan jari II
- Kiri: pegang aurikulum dengan jari I dan II tangan kiri,
sedangkan jari III di depan tragus; tarik aurikulum ke arah
posterosuperior (dengan jari I dan II) sambil mendorong
tragus ke depan dengan jari III

d. Cara memegang otoskop :


- pegang otoskop dengan tangan kanan
- pilih spekulum telinga yang sesuai dengan besar lumen MAE
- nyalakan lampu otoskop
- masukkan spekulum telinga pada MAE

e. Inspeksi CAE dan MT :


- Perhatikan dinding CAE bagian lateral (pars kartilagenus) dan bagian
medial (pars osseus)
- Perhatikan warna, posisi, struktur MT dan bagian-bagiannya (pars
flaksida, prosesus brevis, plika anterior, plika posterior, pars tensa, umbo,
manubrium mallei dan pantulan cahaya)

3. Tes Bisik
Syarat pemeriksaan :
- Tempat : sunyi, tidak bergema, ada jarak sepanjang 6 m
- Pasien : mata ditutup / dihalangi, telinga yang diperiksa
dihadapkan ke arah pemeriksa, telinga yang tidak
diperiksa ditutup dengan kapas yang dibasahi gliserin /
di-masking dengan menekan-nekan tragus ke arah MAE
oleh asisten pemeriksa
- Pemeriksa : kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru,
sesudah ekspirasi biasa dan terdiri dari 2 suku kata yang
dikenal pasien

Teknik pemeriksaan :
- Pasien dan pemeriksa berdiri, pasien tetap di tempat, sedang
pemeriksa yang berpindah tempat
- Mulai pada jarak 6 m, bisikkan 5 atau 10 kata
- Minta pasien untuk mengulangi setiap kata yang dibisikkan dengan
keras dan jelas
- Bila pasien dapat mengulangi ≥ 80% kata-kata yang dibisikkan,
maka pemeriksaan test bisik selesai, dan pada jarak inilah ketajaman
pendengar telinga yang diperiksa

101
Blok 19

- Bila < 80%, pemeriksaan test bisik dilakukan pada jarak 5 meter,
yaitu pemeriksa maju 1 meter.

Hasil tes bisik :


 Normal :6m
 Tuli ringan :4–6m
 Tuli sedang : 1 – 4 m
 Tuli berat : < 10 cm
 Tuli total : pasien tidak mendengar teriakan di depan telinga

4. Tes Garpu Tala


Ada 3 jenis tes garpu tala yang sering dilakukan, yaitu :
a. Tes Rinne
b. Tes Weber
c. Tes Schwabach

Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda dan saling melengkapi.
Alat : - garpu tala berbagai frekuensi
Syarat pemeriksaan : - ruangan yang sunyi

Teknik Pemeriksaan :
a. Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada
satu telinga pasien

Cara :
- Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz
- Letakkan tangkai penala tegak lurus pada planum mastoid dan
pasien diminta untuk mendengarkan bunyinya
- Bila pasien sudah tidak mendengar bunyi lagi, cepat pindahkan
garpu tala 2,5 cm di depan MAE
- Bila pasien masih dapat mendengar garpu tala yang berada di
depan MAE, maka disebut Rinne positif ; sedangkan bila tetap
tidak mendengar disebut Rinne negatif

Interpretasi :
 Normal : Rinne positif
 Tuli konduksi : Rinne negatif
 Tuli sensori neural : Rinne positif

b. Tes Weber
Tujuan : membandingan hantaran tulang antara kedua telinga
pasien

102
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok

Cara :
- Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz
- Letakkan tangkai penala tegak lurus pada garis median, biasanya
di dahi (dapat pula pada vertex) dengan kedua kaki penala pada
garis horisontal
- Tanyakan pada pasien, telinga mana yang mendengar.
- Bila mendengar pada satu telinga, disebut lateralisasi ke sisi
telinga tersebut
- Bila kedua telinga tidak mendengar atau mendengar sama
kerasnya, disebut tidak ada lateralisasi
Interpretasi :
 Normal : tidak ada lateralisasi
 Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang
sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit).
 Tuli sensori neural : mendengar lebih keras di telinga yang
sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat).

c. Tes Schwabach
Tujuan : membandingan hantaran tulang antara pasien dengan
pemeriksa
Cara :
- Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz
- Letakkan tangkai penala tegak lurus pada planum mastoid
pemeriksa sampai tidak terdengar bunyinya
- Kemudian segera pindahkan garpu tala ke mastoid pasien
- Bila pasien masih mendengar bunyi, disebut Schwabach
memanjang ; namun bila pasien juga tidak mendengar, terdapat 2
kemungkinan yaitu Schwabach normal atau memendek
- Lakukan tes sebaliknya, yaitu pada pasien dahulu baru pemeriksa
- Bila pemeriksa tidak mendengar bunyi, berarti normal ; namun
bila pemeriksa masih mendengar, berarti Schwabach pasien
memendek

Interpretasi :
 Normal : Schwabach normal
 Tuli konduksi : Schwabach memanjang
 Tuli sensori neural : Schwabach memendek

103
Blok 19

Check List Pemeriksaan Telinga


Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan
1.
Memeriksa ketersediaan alat dan memastikan alat berfungsi
dengan baik
Mencuci tangan.
Pasien dipersilahkan duduk di kursi periksa
Pemeriksa duduk di samping pasien dengan posisi lutut kiri
2.
berdempetan dengan lutut kiri pasien atau sebaliknya, posisi
mata pemeriksa setinggi telinga pasien yang akan diperiksa.
Pemeriksa menggunakan lampu kepala
3 Atur fokus cahaya agar diameter cahaya kurang lebih 1 cm
Arahkan lampu kepala ke arah telinga yang akan diperiksa
Lakukan pemeriksaan preaurikula
Lakukan inspeksi adanya kelainan kongenital, tanda-tanda
inflamasi atau kelainan patologis lain.
4
Lakukan palpasi untuk menilai adakah nyeri tekan tragus atau
benjolan di depan tragus yang berhubungan dengan kelainan
kongenital.
Lakukan pemeriksaan aurikula
Auriukula kanan dengan cara memegang aurikula dengan jari I dan
III tangan kiri, sedangkan jari II di depan tragus
5 Aurikula kiri dengan cara memegang aurikula dengan jari I dan II
tangan kiri, sedangkan jari III didepan tragus
Lakukan inspeksi dan palpasi aurikula dan meatus akustikus
eksternus
Lakukan Inspeksi dan palpasi retroaurikula
Saat inspeksi, nilai warna kulit yang diatas retroaurikula.
Perhatikan adanya tanda-tanda inflamasi pada area tersebut
6
Saat palpasi nilai adanya tanda-tanda inflamasi. Bila ada,
periksa apakah benjolan tersebut mobile atau melekat pada
dasarnya serta adanya fluktuasi atau tidak.
Lakukan pemeriksaan otoskop
Saat memeriksa telinga kanan, pemeriksa memegang aurikula
pasien dengan tangan kiri dan menariknya ke arah
posterosuperior, sedangkan tangan kanan pemeriksa
memegang otoskop. Pegang otoskop seperti memegang
7
pinsil. Telinga kiri sebaliknya.
Lakukan inspeksi meatus akustikus eksternus dan canalis
akustikus eksternus
Lakukan inspeksi membran timpani, warnanya,
permukaannya dan reflex cahaya.
TOTAL SKOR

104
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok

Check List Tajam Pendengaran

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
1. tindakan yang akan dilakukan
Memeriksa ketersediaan alat
Pasien dipersilahkan duduk di kursi periksa
Melakukan pemeriksaan tes bisik
 Telinga yang akan diperiksa menghadap kearah
pemeriksa, sedangkan telinga sebelahnya ditutup
 Pemeriksaan dimulai pada jarak 6 meter antara pemeriksa
dengan pasien, dan bisikkan 5-10 kata
2.
 Meminta pasien untuk mengulangi setiap kata yang
dibisikkan dengan keras dan jelas
 Selanjutnya pemeriksa maju tiap 1 meter mendekati
pasien untuk mengulangi pemeriksaanya
 Intepretasikan hasil tes bisik
Melakukan pemeriksaan Rinne
 Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan dasarnya di
prosesus mastoideus pasien.
 Minta pasien memberi tanda bila sudah tidak lagi
mendengar suara garpu tala.
 Kemudian segera pindahkan garpu tala sehingga
ujung garpu tala berada di depan CAE pasien
 Tanyakan pada pasien apakah masih mendengar suara
garpu tala.
 Lakukan pada telinga sebelahnya
 Intepretasikan hasil tes Rinne
3

Melakukan pemeriksaan Weber


 Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan di tengah
kening atau puncak kepala pasien dengan perlahan.
4
 Meminta pasien menyebutkan dimana ia lebih baik
mendengar suara (telinga kanan atau kiri).
 Intepretasikan hasil tes Weber

105
Blok 19

Melakukan pemeriksaan Schwabach


 Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan dasarnya pada
prosesus mastoideus pemeriksa hingga tidak terdengar
bunyinya.
 Kemudian segera pindahkan garpu tala ke prosesus
5 mastoideus pasien dan tanyakan pada pasien apakah
masih mendengar atau tidak
 Kemudian lakukan tes sebaliknya yaitu dimulai dari
pasien terlebih dahulu kemudian pindahkan pada
pemeriksa
 Intepretasikan hasil tes Schwach

TOTAL SKOR

106
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok

Pemeriksaan Fisik Hidung, Sinus


Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN THT FK UKM

Tujuan:
Mahasiswa mampu melakukan prosedur-prosedur berikut secara benar, yaitu :
1. Mempersiapkan pasien dan alat untuk pemeriksaan hidung dan sinus
paranasalis
2. Melakukan inspeksi dan palpasi hidung dan sinus paranasalis
3. Melakukan pemeriksaan rinoskopia anterior
4. Melakukan transiluminasi-diaphanoscopia
5. Melakukan tes indera penghidu

Alat yang diperlukan:


- spekulum hidung Hartmann
- lampu kepala Van Hasselt
- tabung gelas

1. Inspeksi dan Palpasi Hidung dan Sinus Paranasalis


- Perhatikan kerangka dorsum nasi (lebar; kemiringan; fraktur ; bentuk:
(saddle nose pada lues, lorgnet nose pada abses septum nasi), warna, adanya
oedem / luka / ulkus nasolabial
- Lakukan palpasi dorsum nasi (krepitasi, deformitas : fraktur os nasalis)
dan ala nasi (nyeri pada furunkel vestibulum nasi)
- Lakukan palpasi regio frontalis dan fossa kanina, kemudian lakukan
penekanan optimal dan simetris dengan ibu jari ( jangan pada foramen
supra/infra-orbitalis)

2. Rinoskopia anterior
Teknik pemeriksaan :
Posisi pemeriksa dan pasien sama seperti pada pemeriksaan telinga

a. Cara memakai spekulum :


- Pegang spekulum dengan tangan kiri
- Posisi spekulum horisontal, tangkai lateral, mulut medial
- Masukkan mulut spekulum dalam keadaan tertutup ke dalam
kavum nasi, kemudian buka secara perlahan dan amati kavum
nasi
- Bila sudah selesai, keluarkan spekulum dengan cara mulut
spekulum ditutup 90 %, baru ditarik keluar (supaya tidak
mengapit rambut/bulu hidung).

107
Blok 19

b. Pemeriksaan vestibulum nasi


- Sebelum menggunakan spekulum, perhatikan bibir atas
(maserasi), pingir lubang hidung (warna, krusta) dan posisi
septum nasi dengan mendorong ujung hidung ke atas dengan ibu
jari pemeriksa
- Ambil spekulum hidung dan pegang dengan tangan kiri
pemeriksa
- Tempatkan tangan kanan pemeriksa pada puncak kepala pasien,
sehingga kepala dapat didongakkan dan digerakkan
- Stabilkan telunjuk kiri pada sisi hidung pasien dan masukkan
spekulum
- Gerakkan spekulum ke lateral, medial, atas dan bawah
- Amati apakah ada sekret, krusta, folikulitis, raghaden

c. Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah


- Arahkan cahaya lampu ke kavum nasi sehingga sejajar dengan
konka inferior
- Perhatikan warna mukosa dan konka inferior, besar lumen kavum
nasi, lantai kavum nasi, septum nasi, meatus inferior

d. Pemeriksaan kavum nasi bagian atas


- Arahkan cahaya lampu ke kavum nasi bagian atas ( kepala pasien
ditengadahkan )
- Perhatikan kaput konka media, meatus medius, septum bagian
atas, fissura olfaktoria

3. Rinoskopia posterior (diajarkan saat kepaniteraan klinik).

4. Transiluminasi ( Diaphanoscopia )
Alat : lampu listrik 6 Volt bertangkai panjang (Heyman)
Syarat pemeriksaan : ruang periksa harus gelap
Teknik pemeriksaan :
a. Cara pemeriksaan sinus frontalis
- Tekankan lampu ke arah media-superior pada lantai sinus frontalis
- Cahaya yang memancar ke depan, ditutup dengan tangan kiri pemeriksa
- Pada keadaan normal akan tampak terang pada dinding depan di atas alis
homolateral

b. Cara pemeriksaan sinus maksilaris (A)


- Buka mulut pasien lebar-lebar
- Tekankan lampu pada margo inferior orbita ke arah inferior
- Cahaya yang memancar ke depan, ditutup dengan tangan kiri pemeriksa
- Pada keadaan normal akan tampak terang pada palatum durum
homolateral

108
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok

c. Cara pemeriksaan sinus maksilaris (B)


- Buka mulut pasien
- Masukkan lampu yang telah diselubungi tabung gelas
- Tutup mulut rapat-rapat
- Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas, ditutup dengan tangan
kiri pemeriksa
- Pada keadaan normal akan tampak bayangan terang berbentuk bulan
sabit pada dinding depan di bawah orbita

2. Tes indera penghidu


- Uji penciuman dilakukan dengan memberikan bau yang non iritatif dan
familiar kepada pasien.
- Pastikan kedua lubang hidung pasien terbuka, pijit lubang hidung
pasien bergantian lalu pasien diminta menghirup nafas melalui hidung
yang terbuka
- Pasien diminta untuk menutup mata.
- Berikan bau yang familar seperti : cengkeh, kopi, sabun, atau vanilla
(hindari bau yang menyengat seperti amonia) pada lubang hidung yang
terbuka.
- Pasien diminta untuk menyebutkan bau yg diberikan.
- Lakukan pada lubang hidung sebelahnya
- Normal : pasien dapat mengenali bau yg diberikan

109
Blok 19

Pemeriksaan Fisik Tenggorok, PF Kepala dan Leher


Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN THT FK UKM

Tujuan:
Mahasiswa mampu melakukan prosedur-prosedur berikut secara benar, yaitu :
1. Mempersiapkan pasien dan alat untuk pemeriksaan tenggorok
2. Melakukan pemeriksaan mulut
3. Melakukan pemeriksaan tonsil dan faring
4. Melakukan pemeriksaan laring dari luar
5. Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening leher

Alat yang diperlukan:


- lampu kepala Van Hasselt
- spatel lidah 2 buah
- sarung tangan

Posisi pemeriksaan sama seperti pemeriksaan telinga dan hidung.

Cara menggunakan spatel lidah :


- Pegang spatel dekat bagian tengahnya
- Pasien diminta untuk tidak menjulurkan lidahnya
- Spatel mula-mula digunakan untuk menarik pipi dan bibir untuk pemeriksaan
lengkap mukosa bukal, trigonum retromolar, gingiva dan dasar mulut
- Pada pemeriksaan nasofaring, spatel digunakan untuk menekan lidah

1. Pemeriksaan Mulut
- Pada inspeksi, perhatikan ptialismus, trismus, gerakan bibir dan sudut
mulut, mukosa dan gingiva, gigi, lidah, palatum durum, palatum molle,
uvula.
- Lakukan palpasi seluruh daerah dalam rongga mulut, bila perlu lakukan
palpasi bimanual
- Lakukan perkusi pada gigi

2. Pemeriksaan Tonsil dan Faring


- Buka mulut lebar-lebar, lidah tetap di rongga mulut dalam keadaan
dilunakkan
- Pasien disuruh bernafas biasa lewat hidung dan tidak boleh mengucapkan
‘ch‘
- Tekan lidah dengan spatel I di anterior dari tonsil, sehingga kelihatan kutub
bawah tonsil
- Perhatikan besar dan keadaan permukaan tonsil, serta keadaan faring
- Spatel II (posisi ujungnya vertikal) menekan jaringan peritonsiler, sedikit
lateral dari arkus anterior, dan nilai mobilitas tonsil serta adanya rasa nyeri

110
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok

- Periksa adanya paresis faring, dengan cara menyentuh faring. Normal akan
timbul refleks muntah
- Periksa adanya paresis palatum mole, dengan cara pasien disuruh
mengucapkan ‘aa, ee’. Normal akan terlihat uvula akan bergerak-gerak dan
konkavitas palatum mole tetap simetris.

3. Tes Pengecapan Lidah


- Diteteskan rasa pahit (kopi), manis (gula), asin (garam), asam (jeruk
nipis)
- Pasien di minta untuk mengidentifikasi rasa tersebut

Check List Pemeriksaan Mulut dan Faring

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan
1. Memeriksa ketersediaan alat dan memastikan alat berfungsi
dengan baik
Mencuci tangan.
Pasien dipersilahkan duduk di kursi periksa
Pemeriksa duduk di samping pasien dengan posisi lutut kiri
2.
berdempetan dengan lutut kiri pasien atau sebaliknya, posisi
mata pemeriksa setinggi mulut pasien yang akan diperiksa.
Pemeriksa menggunakan lampu kepala
3 Atur fokus cahaya agar diameter cahaya kurang lebih 1 cm
Arahkan lampu kepala ke mulut pasien
Lakukan pemeriksaan inspeksi rongga mulut
Pasien diminta untuk membuka mulut dan tidak menjulurkan
4
lidahnya Lakukan inspeksi adanya kelainan di rongga mulut
Lakukan palpasi seluruh daerah rongga mulut dengan spatula
Lakukan pemeriksaan orofaring
Tekan lidah dengan menggunakan spatula
5 Lakukan inspeksi besar dan keadaan permukaan tonsila
palatina
Lakukan inspeksi permukaan dinding posterior orofaring

TOTAL SKOR

111
Blok 19

Pemeriksaan Kepala, Leher, Dan Wajah

1. Penilaian Kesimetrisan Wajah


- Dilakukan inspeksi apakah ada kelainan pada wajah, simetris atau
tidak.
- Dilihat ada atau tidaknya deformitas.

2. Penilaian Kekuatan otot Temporal dan Maseter


- Sambil melakukan palpasi pada kedua otot bergantian.
- Pasien diminta untuk menggertakan giginya, kemudian pasien di
minta untuk menggerakan rahangnya ke kiri dan ke kanan.
- Nilai kekuatan kontraksi otot pasien.

3. Penilaian Sensasi Wajah


- Pasien diminta untuk menutup mata.
- Dengan menggunakan objek yang runcing dan tumpul pasien diminta
untuk membedakan sensasi dari kedua objek tersebut.
- Apabila ditemukan abnormalitas dilakukan konfirmasi dengan sensasi
temperatur, ditempelkan gelas atau tabung berisi air dingin dan air
panas, pasien diminta untuk mengenali sensasi tersebut.
- Lalu dilakukan ‘Light Touch’ tes dengan menggunakan kapas,
tanyakan kepada pasien apakah merasakannya.
- Semua hal diatas dilakukan didaerah dahi, pipi, dan rahang atau sudut
bibir.

4. Penilaian Pergerakan wajah


- Pasien diminta untuk : mengangkat alis
- Mengerutkan dahi
- Menutup kedua mata sekuatnya sambil pemeriksa berusaha membuka
kedua mata pasien tersebut
- Memperlihatkan gigi atas dan bawah sekaligus
- Tersenyum
- Menggembungkan pipinya

5. Pemeriksaan laring dari luar


- Pada inspeksi perhatikan warna dan keutuhan kulit, serta adanya
benjolan pada daerah leher di sekitar laring dan apakah benjolan
tersebut bergerak mengikuti gerakan laring
- Lakukan palpasi leher untuk mengenal bagian dari kerangka laring
(os hioid, kartilago tiroid, krikoid) dan gelang trakea dan nilai adanya
oedem, struma, kista, benjolan
- Gerakkan laring ke kanan-kiri. Normal laring mudah digerakkan

112
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok

6. Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening leher


- Kelenjar getah bening di leher dapat di palpasi dengan menggunakan
ujung bantalan jari telunjuk dan jari tengah.
- Pasien diminta untuk rilek dengan leher sedikit fleksi kearah
pemeriksa.
- Bisa dilakukan pemeriksaan untuk kedua sisi leher sekaligus dengan
menggunakan kedua tangan.

I. Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula


II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar limfe
jugular superior, kelenjar digastrik dan kelenjarr servikal
posterosuperior
III. Kelenjar limfe jugularis diantara bifurkasio karortis dan
persilangan m. Omohioid dengan m. Sternokleidomastoid dan
batas posterior m. Sternokleidomastoid
IV. Grup kelenjar di daerah jugular inferior dan supraklavikula
V. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal

113
Blok 19

Anamnesis THT
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN THT FK UKM

Tujuan:
Pada akhir pelatihan, diharapkan mahasiswa dapat melakukan anamnesis yang
berkaitan dengan kelainan pada bidang THT.

Anamnesis gangguan telinga meliputi:


- gangguan pendengaran
- kebisingan dalam telinga (tinitus)
- Pusing berputar (vertigo) atau gangguan keseimbangan
- sekret telinga
- nyeri telinga
- nyeri belakang telinga
- riwayat kebiasaan (suka mengorek telinga)

Anamnesis gangguan hidung dan sinus paranasalis meliputi:


- keluhan hidung tersumbat
- sekret hidung
- epistaksis
- bersin
- gangguan penghidu
- nyeri dan bengkak pada hidung
- gatal pada hidung

Anamnesis gangguan tenggorok meliputi sakit tenggorok (odynofagia), sekret


tenggorok, sulit menelan (disfagia), suara serak.

114
Blok 23-24

Kegawatdaruratan
Referensi:
PB IDI. 2017. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer,
Edisi Pertama. 2017
Blok 23-24

Bantuan Hidup Dasar Dewasa


Tingkat keterampilan: 4A
July Ivone

Tujuan:
Mampu melakukan bantuan hidup dasar sesuai kompetensi dokter di pelayanan
primer.

AlatdanBahan
1. Alat pelindung diri(APD).
2. Sungkup
3. Kantung pernapasan (bagvalvemask)
4. Sumber oksigen
5. OPA (oro pharyngeal airway)

TeknikTindakan
1. Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah
aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan
menepuk-nepuk dan menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita.
a. Jika penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan,
usahakan tetap mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan atau
posisikan ke posisi mantap.
b. Jika penderita tidak merespons serta tidak bernapas atau bernapas tidak
normal, maka dianggap mengalami kejadian henti jantung.
2. Jika pasien tidak respons, aktivasi system layanan gawat darurat dengan
minta bantuan orang terdekat atau penolong sendiri yang menelepon jika
tidak ada orang lain.
3. Periksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik (lihat Bab
Kardiovaskular).
4. Lakukan kompresi dada:
a. Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras.
b. Tentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak tangan
yang telah saling berkaitan di bagian setengah bawah sternum.

Gambar 1. Palpasi A. Carotis

116
Kegawatdaruratan

Gambar 2. Tehnik Kompresi Dada

a. Frekuensi minimal 100 kali per menit dengan kedalaman minimal 5cm.
b. Penolong melakukan kompresi dengan perbandingan kompresi dan
ventilasi 30:2.

5. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi dengan membuka jalan


napas dengan teknik:
a. Headtilt chinlift maneuver.
- Dorong kepala korban dengan mendorong dahi ke belakang (headtilt)
dan pada saat yang bersamaan dagu korban (chinlift)

Gambar 3. Headtilt chinlift maneuver

a. Jaw thrust
- Letakkan siku-siku pada bidang datar tempat korban dibaringkan.
Cari rahang bawah. Pegang rahang bawah dengan jari-jari kedua
tangan dari sisi kanan dan kiri korban
- Dorong rahang bawah dengan mendorong kedua sudutnya ke depan
dengan jari-jari kedua tangan
- Buka mulut korban dengan ibu jari dan jari telunjuk kedua tangan.

b. Pasang OPA jika tersedia.

Gambar 4. Jaw thrust

117
Blok 23-24

6. Berikan napas bantuan dengan metode: Mulut ke mulut:


a. Pertahankan posisi headtilt chinlift. Jepit hidung dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk tangan.
b. Buka sedikit mulut penderita, tarik napas panjang, dan tempelkan rapat
bibir penolong melingkari mulut penderita. Hembuskan napas lambat
setiap tiupan selama 1 detik. Pastikan dada terangkat.
c. Lepaskan mulut penolong dari mulut penderita, lihat apakah dada
penderita turun waktu ekshalasi.

Gambar 5. Resusitasi mulut ke mulut

Mulut ke hidung
a. Katupkan mulut penderita disertai chinlift, kemudian hembuskan udara
seperti pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut penderita waktu
ekshalasi.

Gambar 6. Resusitasi Mulut ke Hidung

Mulut ke sungkup
a. Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang dengan kedua ibu
jari
b. Lakukan headtilt chinlift/jaw thrust. Tekan sungkup ke muka penderita
dengan rapat.
c. Hembuskan udara melalui lubang sungkup hingga dada terangkat.
d. Amati turunnya pergerakan dinding dada.

118
Kegawatdaruratan

Dengan kantung pernapasan


a. Tempatkan tangan untuk membuka jalan napas.
b. Letakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-Cclamp (bila seorang
diri) yaitu dengan meletakkan jari ketiga, keempat, kelima membentuk
huruf E dan diletakkan di bawah rahang bawah dan mengekstensi dagu
serta rahang bawah; ibu jari dan telunjuk membentuk huruf C untuk
mempertahankan sungkup.
c. Bila 2 penolong, 1 penolong berada pada posisi di atas kepala penderita
dan dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan
mencegah agar tidak terjadi kebocoran di sekitar sungkup. Jari-jari yang
lain mengektensikan kepala sambil melihat pergerakan dada. Penolong
kedua memompa kantung sampai dada terangkat.
7. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.

Check List BLS Dewasa


Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Melakukan penilaian respons dengan menepuk- nepuk dan
1. menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita.
(Penguji: Tidak ada respon)

Meminta bantuan orang terdekat atau menelepon jika tidak ada


2.
orang lain.

Memeriksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10


3. detik
(Penguji: Tidak teraba)
Melakukan kompresi dada:
a. Membaringkan penderita di tempat yang datar dan
keras.
b. Menentukan lokasi kompresi dada dengan cara
4. meletakkan telapak tangan yang telah saling berkaitan
di bagian setengah bawah sternum.
(Frekuensi minimal 100 kali per menit dengan kedalaman
minimal 5 cm)
c. Melakukan kompresi 30 kali
Melakukan ventilasi dengan metode mouth to mouth:
- membuka jalan napas dengan teknik: Head tilt chin lift
maneuver
a. mendorong kepala penderita dengan mendorong dahi ke
5.
belakang (head tilt) (1) dan
b. pada saat yang bersamaan dagu korban (chin lift) (1)
- Menjepit hidung dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk
tangan (1)

119
Blok 23-24

a. Menarik napas panjang, dan tempelkan rapat bibir


penolong melingkari mulut penderita.
b. Menghembuskan napas secara ambat, setiap tiupan
6. selama 1 detik. (Memastikan dada terangkat)
c. Melepaskan mulut penolong dari mulut penderita,
dengan melihat apakah dada penderita turun waktu
ekshalasi.
a. Melakukan ventilasi sebanyak 2 kali
b. Melakukan kompresi sebanyak 30 kali
7.
c. Lanjutkan resusitasi dengan perbandingan kompresi
dan ventilasi 30:2. Selama 2 menit.

Memeriksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10


8. detik
(Penguji: 5 kali/ 10 detik, nafas belum teratur)

Mengulangi siklus setiap 2 menit, sambil menunggu bantuan


9.
datang
TOTAL SKOR

Check List BLS Dewasa

Skor
No Kriteria
0 1 2 3

Melakukan penilaian respons dengan menepuk- nepuk dan


1. menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita.
(Penguji: Tidak ada respon)
Meminta bantuan orang terdekat atau menelepon jika tidak ada
2.
orang lain.
Memeriksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10
3. detik
(Penguji: Tidak teraba)
Melakukan kompresi dada:
a. Membaringkan penderita di tempat yang datar dan
keras.
b. Menentukan lokasi kompresi dada dengan cara
4. meletakkan telapak tangan yang telah saling berkaitan
di bagian setengah bawah sternum.
c. Frekuensi minimal 100 kali per menit dengan
kedalaman minimal 5 cm.
d. Melakukan kompresi 30 kali

120
Kegawatdaruratan

Melakukan ventilasi dengan membuka jalan napas dengan


teknik: Head tilt chin lift maneuver : mendorong kepala
5.
penderita dengan mendorong dahi ke belakang (head tilt) dan
pada saat yang bersamaan dagu korban (chin lift)

Memberikan napas bantuan dengan metode: Mulut ke mulut:


a. Mempertahankan posisi head tilt chin lift.
b. Menjepit hidung dengan menggunakan ibu jari dan
telunjuk tangan.
c. Membuka sedikit mulut penderita
d. Menarik napas panjang, dan tempelkan rapat bibir
penolong melingkari mulut penderita.
6.
e. Menghembuskan napas lambat setiaptiupan selama 1
detik.
f. Memastikan dada terangkat.
g. Melepaskan mulut penolong dari mulut penderita,
dengan melihat apakah dada penderita turun waktu
ekshalasi.
h. Melakukan sebanyak 2 kali
Melakukan kompresi dengan perbandingan kompresi dan
7.
ventilasi 30:2. Selama 2 menit.
Memeriksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10
8. detik
(Penguji: 8 kali/ 10 detik, nafas sudah teratur)
9. Tindakan dihentikan

TOTAL SKOR

121
Blok 23-24

Manuver Heimlich
Tingkat keterampilan: 4A
July Ivone

Tujuan
Melakukan tatalaksana sumbatan jalan napas oleh benda asing sebagai salah satu
bantuan hidup dasar sesuai kompetensi dokter di pelayanan primer.

Teknik Tindakan

Penatalaksanaan penderita tidak sadarkan diri


1. Segera aktifkan sistem layanan gawat darurat, panggil bantuan.
2. Segera baringkan penderita.
3. Lakukan kompresi 30 kali.
4. Jika belum bisa dikeluarkan, terus lakukan kompresi jantung.
5. Jika benda asing padat sudah bisa terlihat, benda asing boleh dikeluarkan
secara manual.

Penatalaksanaan penderita sadar


1. Sumbatan ringan:
Penolong merangsang penderita batuk tanpa melakukan tindakan dan terus
mengobservasi.
2. Sumbatan berat: Tanya pada penderita apa yang terjadi. Setelah yakin lakukan
abdominalthrust.

Abdominalthrust
a. Penolong berdiri di belakang penderita kemudian melingkarkan kedua
lengannya pada bagian atas abdomen penderita.
b. Condongkan penderita ke depan.
c. Letakkan kepalan tangan penolong di antara umbilikus dan iga.
d. Raih kepalan tangan tersebut dengan tangan yang lain, tarik ke arah dalam
dan atas secara mendadak sebanyak 5 kali.
e. Jika cara tersebut gagal, lakukan kembali 5 abdominalthrust sampai
sumbatan berhasil keluar atau penderita tidak sadarkan diri.

Gambar 1. Abdominal Trust

122
Kegawatdaruratan

Analisis
1. Gejala sumbatan jalan napas oleh benda asing:
a. Kejadiannya terlihat.
b. Batuk atau tersedak.
c. Onset mendadak.
d. Riwayat sebelumnya bermain atau makan suatu objek yang kecil.
e. Penderita dapat terlihat memegang leher atau dadanya
2. Korban mengalami sumbatan total atau parsial masih dapat bernapas dengan
kondisi korban yang makin memburuk, seperti menjadi sianosis, lemah atau
tidak lagi batuk.
3. Pada ibu hamil atau orang gemuk letakkan ditulang dada-xifoid dan lakukan
hentakan dada (chesttrust).

Check List Manuver HEIMLICH


Skor
No Kriteria
0 1 2 3

1. Menanyakan pada penderita apa yang terjadi.

Melakukan abdominal thrust


- Berdiri di belakang penderita
2.
- Melingkarkan kedua lengannya pada bagian atas
abdomen penderita.

3. Mencondongkan penderita ke depan.

Meletakkan kepalan tangan penolong diantara umbilikus dan


4.
iga.

Meraih kepalan tangan tersebut dengan tangan yang lain,


5. tarik ke arah dalam dan atas secara mendadak sebanyak 5 kali.
(Penguji: Sumbatan belum keluar)

Melakukan kembali 5 abdominal thrust sampai sumbatan


6.
berhasil keluar atau penderita tidak sadarkan diri.

TOTAL SKOR

123
Blok 23-24

Bantuan Hidup Dasar Anak dan Neonatus


Tingkat keterampilan: 4A
Rita T

Tujuan:
Melakukan resusitasi bayi baru lahir

Alat dan Bahan


1. Tempat resusitasi datar, rata, bersih, kering dan hangat
2. Tiga lembar handuk atau kain bersih dan kering yang berfungsi :
a. Untuk mengeringkan bayi
b. Untuk menyelimuti tubuh dan kepala bayi
c. Untuk mengganjal bahu bayi
3. Alat pengisap lender berupa :
a. Bola karet bersih dan kering.
b. Pengisap Dele DTT ( Disinfektan Tingkat Tinggi) /steril
4. Oksigen
5. Lampu 60 watt, dengan jarak lampu ke bayi sekitar 60 cm
6. Jam
7. Stetoskop

Teknik tindakan

1. Persiapkan alat & bahan. Perlengkapan resusitasi harus selalu tersedia dan
siap digunakan pada setiap persalinan. Penolong telah mencuci tangan dan
mengenakan sarung tangan DTT/ steril.
2. Penilaian bayi baru lahir & segera setelah lahir: Sebelum lahir berupa
a. Apakah bayi cukup bulan?
b. Apakah air ketuban jernih, tidak tercampur mekonium?

Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan), sambil


menempatkan bayi diatas perut atau dekat perineum ibu, lakukan
penilaian (selintas) yaitu:
a. Apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap ?
b. Apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak dengan aktif?

Keputusan melakukan resusitasi


3. Lakukan resusitasi jika pada penilaian terdapat keadaan sebagai berikut:
a. Jika bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap tak bernapas
dan atau tonus otot bayi tidak baik. bayi lemas maka dilakukan
pemotongan tali pusat, kemudian d i lakukan langkah awal resusitasi.
b. Jika air ketuban bercampur mekonium: Sebelum melakukan langkah
awal resusitasi, lakukan penilaian, apakah bayi menangis atau

124
Kegawatdaruratan

bernapas/ tidak megap-megap.


 Jika menangis atau bernapas/ tidak megap-megap, klem dan
potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak
dibubuhi apapun, kemudian lakukan langkah awal resusitasi.
 Jika megap-megap atau tidak bernapas, m a k a d i lakukan
pengisapan terlebih dahulu dengan membuka lebar mulut,
usap mulut dan isap lendir di mulut, klem dan potong tali
pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun,
kemudian dilakukan langkah awal resusitasi.

Tindakan Resusitasi
4. Sambil memotong tali pusat, beritahu ibu dan keluarga bahwa bayi
mengalami masalah sehingga perlu dilakukan tindakan resusitasi, minta
ibu dan keluarga memahami upaya ini dan minta mereka ikut membantu
mengawasi ibu.
5. Langkah awal resusitasi : Jaga bayi tetap hangat, atur posisi bayi, isap
lendir, keringkan dan rangsang taktil, reposisi.
- Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit
ekstensi dengan mengganjal bahu (gunakan handuk/ kain yang telah
disiapkan dengan ketebalan sekitar 3 cm dan dapat disesuaikan).
- Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir di mulut sedalam <5
cm dan kemudian hidung (jangan melewati cuping hidung).
- Keringkan bayi (dengan sedikit tekanan) dan gosok muka/ dada/
perut/ punggung bayi sebagai rangsangan taktil untuk merangsang
pernapasan. Ganti kain yang basah dengan kain yang bersih dan
kering. Selimuti bayi dengan kain kering, Bagian wajah dan dada
terbuka.
- Reposisikan kepala bayi & mulai kembali usaha nafas.Evaluasi ulang langkah di
atas
6. Nilai hasil awal, buat keputusan dan lakukan tindakan:
a. Jika bayi bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau menangis,
lakukan asuhan pasca resusitasi
b. Jika bayi tidak bernapas spontan atau napas megap-
megap, lakukan ventilasi.

Asuhan pasca resusitasi


1. Pemantauan tanda bahaya
2. Perawatan tali pusat
3. Inisiasi menyusui dini.
4. Pencegahan hipotermi
5. Pemberian vitamin K1
6. Pencegahan infeksi
7. Pemeriksaan fisik
8. Pencatatan dan pelaporan.

125
Blok 23-24

Ventilasi
9. Pasang sungkup, perhatikan lekatan
10. Ventilasi 2x dengan tekanan 30 cm air
11. Jika dada mengembang lakukan ventilasi 20x dengan tekanan 20 cm air
selama 30 detik. Nilai pernapasan, jika mulai bernapas normal,
lanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi. Jika bayi tidak bernapas/
megap-megap:
12. Ulangi ventilasi sebanyak 20x selama 30 detik
13. Hentikan ventilasi dan nilai kembali napas tiap 30 detik
14. Jika bayi tidak bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan
rujukan, nilai denyut jantung.
15. Jika bayi akan dirujuk:
• Konseling
• Lanjutkan resusitasi
• Pemantauan tanda bahaya
• Perawatan tali pusat
• Pencegahan hipotermi
• Pemberian vitamin K1
• Pencegahan infeksi
• Pencatatan dan pelaporan.

16, Jika bayi tidak dirujuk dan atau tidak berhasil.


• Jika sesudah 10 menit bayi tidak bernapas spontan dan tidak
terdengar denyut jantung, pertimbangkan mengehentikan resusitasi.
• Konseling
Pencatatan dan pelaporan

126
Kegawatdaruratan

Gambar. Algoritma resusitasi bayi baru lahir

Referensi Tambahan
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.

127
Blok 23-24

Check List Bantuan Hidup Dasar Pada Anak


Skor
No Kriteria
0 1 2 3

Salam dan menjelaskan Tujuan: melakukan resusitasi jantung,


1.
paru.

Mempersiapkan alat dan bahan :


1. Alat pelindung diri.
2. Monitor EKG
2. 3. Alat defibrilasi.
4. Epinephrine ampul. & Amiodaron ampul.
5. Spuit.
6. Kanula intravena
1. Penilaian respons dilakukan dengan menepuk-
nepuk & menggoyangkan penderita sambil
memanggil penderita. Jika penderita tidak merespons
serta tidak bernapas/ bernapas tidak normal, maka
dianggap mengalami henti jantung.
2. Aktivasi sistem layanan gawat darurat.
3. Periksa denyut nadi arteri karotis. (anak diatas satu
tahun,)
Jika pulsasi teraba, berikan 1 bantuan napas tiap 3
detik. Berikan kompresi jika denyut jantung
<60/menit dengan perfusi yang buruk walaupun
setelah oksigenasi & ventilasi adekuat.
4. Lakukan kompresi dada dengan menekan sternum
3. sekitar 5 cm, kecepatan minimal 100 kali per
menit.
5. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi
dengan membuka jalan napas dan berikan 2 kali
napas bantuan sampai dada terangkat (1 penolong).
6. Kompresi dan napas buatan dengan rasio 15:2 (2
penolong).
7. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.
8. Ketika alat monitor EKG dan defibrillator datang,
pasang sadapan segera tanpa menghentikan RJP.
9. Hentikan RJP sejenak untuk melihat irama dimonitor.

( 3 benar berii nilai=1, 6 benar nilai=2, 9 benar nilai=3)

128
Kegawatdaruratan

Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap


VF/VT tanpa nadi
a. Lakukan kejut listrik unsynchronized dengan energi
360 Juntuk kejut listrik monofasik dan 200 J untuk
kejut listri bifasik.
b. Lakukan RJP selama 5 siklus (2 menit).
c. Kembali monitor EKG.
d. Jika masih VT/VF, kembali lakukan kejut listrik 360
J untuk kejut monofasik, 200 J utk kejut bifasik.
4.
e. Lakukan RJP lagi 5 siklus.
Bila IV line telah terpasang, berikan epinephrine 1
mg IV/IO dapat diulang setiap 3-5 menit.
f. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG.
Jika tetap VT/VF, lakukan kejut listrik 360 J.
g. Lanjutkan kembali RJP 2 menit dan berikan
amiodaron 150 mg IV/IO.
h. Pemberian epinephrine 1 mg dapat diulang setiap 3-
5 menit.
Jika anak sudah kembali ke dalam sirkulasi spontan, maka
5.
baringkan anak ke posisi mantap.

TOTAL SKOR

129
Blok 23-24

Check List Bantuan Hidup Dasar Bayi Baru Lahir


Skor
No Kriteria
0 1 2 3

Memberi salam
Mampu menjelaskan tujuan resusitasi
1.
Meminta informed consent kepada keluarga bayi terutama
ayah atau ibu bayi
Mahasiswa menyiapkan tempat resusitasi, datar,bersih,
kering
Menyiapkan alat-alat :
1. Tiga lembar handuk atau kain bersih dan kering
2. Alat pengisap lender
3. Bola karet bersih & kering
2.
4. Pengisap Dele DTT/steril
5. Oksigen
6. Lampu 60 watt, jarak lampu ke bayi 60 cm
7. Jam
8. Stetoskop
(menyebutkan 3 nilai 1, menyebutkan 6 nilai 2, 9 nilai 3)
1. Penolong mencuci tangan & menggunakan sarung
tangan DTT/ steril.
2. Lakukan resusitasi jika terdapat keadaan :
a. Bayi tidak cukup bulan/ bayi megap-megap
tak bernapas & atau tonus otot bayi tidak
baik. bayi lemas Potong tali pusat, kemudian
lakukan langkah awal resusitasi.
b. Jika air ketuban bercampur meconium nilai
bayi :
3.
Jika menangis/ bernapas/ tidak megap-
megap, klem dan potong tali pusat dengan
cepat, tidak diikat & tidak dibubuhi apapun,
Jika megap-megap/ tidak bernapas,
pengisapan terlebih dahulu dengan membuka
lebar, usap mulut & isap lendir di mulut, klem
dan potong tali pusat dengan cepat, tidak
diikat dan tidak dibubuhi apapun, kemudian
dilakukan langkah awal resusitasi.
Awal resusitasi : Jaga bayi tetap hangat,
Reposisi, bayi menghidu kepala ekstensi, bahu diganjal
handuk
4. Bersihkan jalan nafas dengan sap lendir pada mulut (< 5cm)
& hidung
Keringkan bayi sambil gosok muka, dada/ perut/punggung
sbg rangsang taktil.

130
Kegawatdaruratan

Evaluasi ulang :
Jika bayi bernafas normal/ tidak megap-megap Lakukan
Asuhan Pasca Resusitasi
5.
Jika bayi tidak bernafas spontan/megap-megap lakukan
Ventilasi

Ventilasi :
Pasang Sungkup
Ventilasi 2x tekanan 30 cm air(Jika dada mengembang
ventilasi 20x tekanan 20 cmH20 selama 30 detik).
Nilai Pernafasan jika bernafas normal lakukan Asuhan Pasca
6. Resusitasi.
Jika bayi tidak bernafas ulangi ventilasi 20x selama 30 detik
Hentikan ventilasi nilai nafas setiap 30 detik
Jika bayi tidak bernafas sesudah 2 menit resusitasi, nilai
denyut jantung →Rujuk

Jika bayi tidak dirujuk : Jika sesudah 10 menit resusitasi


bayi tidak bernafas spontan & tidak terdengar denyut
7.
jantung Hentikan Resusitasi, Konseling, Pencatatan &
lapor.

TOTAL SKOR

131
Blok 23-24

Mencuci Luka
Tingkat keterampilan: 4A
Iwan Budiman

Perawatan Luka
Merupakan penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka, menutup, dan
membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.

Tujuan:
• Menjaga luka dari trauma
• Imobilisasi luka
• Mencegah perdarahan
• Mencegah kontaminasi oleh kuman
• Mengabsorbsi drainase
• Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologi

Pembersihan Luka
Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk
membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk
memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka.

Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat infeksi, karena
dapat merusak fibroblast yg sangat penting dalam proses penyembuhan luka,
menimbulkan reaksi alergi, bahkan menimbulkan luka di kulit sekitarnya.

Membersihkan luka dengan lembut tetapi mantap akan membuang kontaminan


yang mungkin menjadi sumber infeksi. Namun, jika dilakukan dengan
menggunakan kekuatan yang berlebihan, dapat menimbulkan perdarahan atau
cedera yang lebih lanjut.

Tujuan pembersihan luka adalah untuk mengeluarkan debris organik maupun


anorganik sebelum menggunakan balutan untuk mempertahankan lingkungan
yang optimum pada tempat luka untuk proses penyembuhan

Gunakan friksi lembut saat menuangkan larutan ke kulit saat melakukan irigasi,
biarkan larutan mengalir dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang paling
terkontaminasi, tidak boleh menggunakan kasa yang sama, saat membersihkan
insisi atau luka untuk yang kedua kalinya.

132
Kegawatdaruratan

Pembalutan Luka
Pembalutan luka merupakan sarana vital untuk mengatur kelembaban kulit,
menyerap cairan yg berlebih, mencegah infeksi dan membuang jaringan mati

Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang


penyembuhan luka. Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik luka, maka
balutan tersebut dapat mengganggu penyembuhan luka.

Karakteristik balutan luka yang ideal:


• Dapat menyerap drainase utk mencegah terkumpulnya eksudat
• Tidak melekat
• Impermeable terhadap bakteri
• Mampu mempertahankan kelembaban yg tinggi pada luka
• Penyekat suhu
• Non toksik dan non alergenik
• Nyaman dan mudah disesuaikan
• Mampu melindungi luka dari trauma lebih lanjut

Tujuan pembalutan:
• Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme
• Membantu hemostasis
• Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk
melakukan debridement luka
• Menyangga atau mengencangkan tepi luka
• Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka
• Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka
• Mempertahankan kelembaban yg tinggi diantara luka dg balutan

Mencuci Luka
Tujuan: Mampu membersihkan luka bersih maupun kotor dan menjaganya
dari infeksi

Alat dan Bahan


(gambar lihat di instrumen bedah penjahitan luka)
 Material Steril
 Scalpel Handle #3 atau #7
 Scalpel #15
 Pinset anatomis
 Pinset chirurgis
 Operating scissors
 Metzenbaum scissors
 Mayo scissors
 Bandage scissors
 Drape steril = Kain steril untuk menutupi bagian tubuh yg bukan lapangan

133
Blok 23-24

pembedahan dan membatasi lapangan pembedahan (doek bolong)


 2 Klem Mosquito Hemostatic Forceps
 Klem Kocher Hemostatic Forceps
 2 Retraktor
 Spuit 10 cc untuk irigasi
 Spuit 2.5 ml dan 5 ml untuk infiltrasi
 Jarum aspirasi untuk obat anestesi di botol 18G (1.2 mm), 19G (1.1 mm)
 Jarum halus untuk infiltrasi 25G (0.53 mm), 27G (0.42 mm)
 Lidocaine 2% ampul 2 ml atau Lidocaine 2% botol 10 ml
 NaCl 0.9%

Material tidak steril


 Antiseptik povidone iodine 10%
 Anestesi local Lidocaine 2% ampul 2 ml
 Dexamethasone 5 mg = 1 ml IV
 Epinephrine 1 mg = 1 ml  0,3 ml IM
 Larutan untuk irigasi NaCl 0.9%
 Material untuk balut dan plester  Gauze = Gaas = Kasa
 Bandage scissors  Bandage = Verband = Balutan

Prosedur Kerja
1. Memberikan salam, memanggil pasien dengan namanya
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya, tujuan, dan
lamanya tindakan pada pasien atau keluarga pasien
3. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
4. Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi lokal
5. Nyalakan lampu dan pusatkan di tempat luka
6. Bersihkan daerah di sekitar luka dengan sabun dan air (bukan di tempat luka)
dan cukur rambut bila diperlukan
7. Cuci tangan 7 langkah WHO dan memakai sarung tangan steril
8. Disinfeksi area sekitar luka dg povidone iodine 10%
9. Tutup luka dengan drape steril
10. Lakukan anestesi infiltrasi di sekitar luka
11. Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan nyeri, bila luka bersih
cuci luka dengan larutan NaCl 0.9% atau dg air matang hangat, bila luka kotor
cuci dg povidone iodine 10%, lalu bilas dg NaCl 0.9% sampai bersih
12. Inspeksi dasar luka dan bersihkan semua benda asing dengan pinset
13. Debridement: eksisi jaringan yang mati dan batas luka yang iregular. Untuk
luka di bagian wajah lakukan dengan sangat hati-hati. Eksisi batas luka
dengan vaskularisasi yang tinggi tidak terlalu diperlukan
14. Tutup luka, kecuali jika ada alasan untuk tidak menutupnya. Paling tidak
tutup dg balutan yg basah
15. Pasang balutan yang dibasahi NaCl 0.9% menutupi luka dan balutan tekan
yang menekan luka jika diperlukan

134
Kegawatdaruratan

16. Berikan profilaksis anti tetanus


17. Jelaskan kepada pasien komplikasi yang mungkin akan terjadi dan minta
pasien agar luka tetap bersih dengan mengganti balutan bila kotor atau
minimal 2x/hari

Analisis Hasil Pemeriksaan


 Saat pemeriksaan awal tentukan:
oKondisi pasien secara umum
oLuasnya luka
oDerajat kontaminasinya
oDerajat kerusakan jaringannya
oKerusakan struktur dalam, di bawah kulit
 Luka dengan jenis yang sama dengan kontaminasi atau lebih lama dari 6 jam
bisa ditangani dengan debridement, luka dibiarkan terbuka. Penanganan luka
primer yang tertunda dapat dilakukan setelah 4-6 hari
 Luka dengan kerusakan jaringan yang sedikit dan kontaminasi yang kecil
dapat ditatalaksana dengan penanganan luka primer dan debridement
 Luka dengan kerusakan jaringan yang banyak, adanya struktur lebih dalam
yang terkontaminasi atau area kosmetik yang penting harus ditangani oleh
spesialis
 Balutan dapat diangkat setelah 4 hari, sedangkan balutan dengan tekanan
harus diangkat dalam 24 jam.

135
Blok 23-24

Check List Perawatan Luka


Skor
No Kriteria
0 1 2 3
1. Memberikan salam dan memanggil pasien dg namanya
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, prosedur,
2. tujuan, dan lamanya tindakan pada pasien atau keluarga
pasien
3. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
4. Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi lokal
5. Nyalakan lampu dan pusatkan di tempat luka
Bersihkan daerah di sekitar luka dengan sabun dan air
6.
(bukan di tempat luka) dan cukur rambut bila diperlukan
Cuci tangan 7 langkah WHO dan memakai sarung tangan
7.
steril
8. Disinfeksi area sekitar luka dg povidone iodine 10%
9. Tutup luka dengan drape steril
10 Lakukan anestesi infiltrasi di sekitar luka
Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan
nyeri, b i l a l u k a b e r s i h cuci luka dengan larutan
11 NaCl 0.9% atau dg air matang hangat, bila luka kotor
cuci dg povidone iodine 10%, lalu bilas dg NaCl 0.9%
sampai bersih
Inspeksi dasar luka dan bersihkan semua benda asing
12
dengan pinset
Debridement (eksisi jaringan yang mati dan batas luka
yang iregular. Untuk luka di bagian wajah lakukan
13
dengan sangat hati-hati. Eksisi batas luka dengan
vaskularisasi yang tinggi tidak terlalu diperlukan)
Tutup luka, kecuali jika ada alasan untuk tidak
14
menutupnya. Paling tidak tutup dg balutan yg basah
Pasang balutan yang dibasahi NaCl 0.9% menutupi
15 luka dan balutan tekan yang menekan luka jika
diperlukan
16 Berikan profilaksis anti tetanus
Jelaskan kepada pasien komplikasi yang mungkin akan
17 terjadi dan minta pasien agar luka tetap bersih dengan
mengganti balutan bila kotor atau minimal 2x/hari
TOTAL SKOR

0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tetapi tidak lengkap
2 = Dilakukan dengan baik

136
Kegawatdaruratan

Anastesi Lokal (Anastesi Infiltrasi)


Tingkat keterampilan: 4A
Iwan Budiman

Jarum suntik yg digunakan untuk anestesi lokal adalah nomor 19G – 30G, yg sering
dipakai nomor 25G (0.53 mm), 27G (0.42 mm) dengan panjang jarum 19 mm, 25
mm, 38 mm, serta syringe = spuit = alat semprit = alat suntik 2.5 ml, 5 ml

Anestesi lokal yg digunakan adalah Lidocaine = Lignocaine = Xylocaine 2% dalam


ampoule = ampule = ampul dg volume 2 ml atau dalam botol = vial = phial = flacon
10 ml

Klasifikasi kimia Lidocaine adalah suatu Amino Amides.


Lidocaine merupakan amino ethylamide sintetik dg sifat anestesi lokal dan
antiarrhythmia

Lidocaine adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas, anestetik ini
lebih efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan
toksisitasnya bertambah serta masa kerjanya lebih pendek.

Onset of Action - OOA = 2 - 5 menit


Duration of Action – DOA = 1 – 3 jam

137
Blok 23-24

Yang biasa dipakai adalah yg Lidocaine 2% ampul @ 2 ml


2% = 2g / 100 ml = 2000 mg / 100 ml = 20 mg / ml
1 ampul 2 ml = 40 mg

Maximum Recommended Dosages (MRD) = Maximum Safe Doses (MSD)


Lidocaine = 4 mg/kg

A Maximum Safe Doses = 4 mg/kg, dapat diulang setiap 90-200 menit dengan dosis
total ≤ 300 mg dalam waktu 24 jam.

Dose Factor = (Maximum Dose mg/kg) : (Concentration mg/ml) = ml/kg


Maximum Safe Dose Lidocaine = 4 mg/kg
Concentration Lidocaine = 2% = 20 mg/ml
Dose Factor Lidocaine = (4 mg/kg) : (20 mg/ml) = (4 : 20) ml/kg = 0.02 ml/kg

Contoh: Seorang pasien dg BB 50 kg, maka dosis maksimalnya adalah =


50 kg x 0,2 ml/kg = 10 ml = 5 ampul Lidocaine 2%

Efek samping tergantung dosis dan rute pemberian anestesi.


Efek samping dan reaksi alergi Lidocaine jarang terjadi pada pemakaian Lidocaine
sebagai anestesi lokal.

Lansia cenderung mengalami efek samping CNS dan CVS.


Timbulnya reaksi alergi merupakan keadaan emergensi seperti urticaria, dyspnea,
edem muka, bibir, lidah dan tenggorokan

Perhatian bila timbul efek samping yg berat seperti:


- Merasa pusing, cemas, gelisah, gemetar, depresi
- Mengantuk, mual, muntah, tinnitus, penglihatan kabur
- Bingung, kejang otot fokal, kejang seluruh tubuh
- Tachycardia, bradycardia, tachypnea, napas jadi lemah atau jadi dangkal
- Merasa kepanasan atau kedinginan

Kontraindikasi Absolut:
- Heart Block II atau III
- Sinoatrial Block
- Adams-Stokes syndrome
- Wolff-Parkinson-White syndrome

Hati-hati pada pasien dg:


- Lansia
- Hipotensi
- Gangguan fungsi hepar
- Bradycardia

138
Kegawatdaruratan

- Hipersensitif terhadap Lidocaine


- Accelerated idioventricular rhythm
- Pseudocholinesterase deficiency

Efek samping yg paling umum adalah:


 Euphoria
 Mengantuk
 Pusing
 Sedasi
 Bingung
 Disorientasi
 Kepala terasa ringan
 Sakit kepala
 Gangguan penglihatan
 Penglihatan jadi kabur
 Circumoral paraesthesia
 Hyperesthesia
 Hypoesthesia
 Tinnitus
 Sakit punggung
 Menggigil
 Tremor
 Kulit terasa baal
 Paraesthesia
 Kesemutan
 Cemas gelisah
 Alergi

Efek samping yg jarang tetapi berbahaya:


 Cardiac arrest
 Ventricular fibrillation
 Bradycardia
 Arrhythmias
 Hypotension
 Respiratory depression
 Loss of consciousness
 Coma
 Muscle twitching
 Seizure
 Methemoglobinemia

Tujuan:
Mampu melakukan anestesi lokal sesuai kompetensi dokter di pelayanan primer.

139
Blok 23-24

Alat dan Bahan:


1. Antiseptik alkohol 70%, povidone iodine 10%
2. Spuit 2.5 ml dan 5 ml
3. Jarum aspirasi untuk obat anestesi di botol 18G (1.2 mm), 19G (1.1 mm)
4. Jarum halus untuk infiltrasi 25G (0.53 mm), 27G (0.42 mm)
5. Lidocaine 2% ampul 2 ml atau Lidocaine 2% botol 10 ml
6. Dexamethasone 5 mg = 1 ml IV
7. Epinephrine 1 mg = 1ml  0,3 ml IM

Teknik Tindakan Anestesi infiltrasi Subkutan


1. Memberikan salam, memanggil pasien dengan namanya
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya, tujuan, dan
lamanya tindakan pada pasien atau keluarga pasien
3. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
4. Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi
5. Pilihlah obat untuk anestesi Lidocaine 2% ampul 2 ml
6. Aspirasi obat anestesi
7. Disinfeksi area yang akan di injeksi dengan tekhnik sirkuler keluar (sentripetal),
memutar dari pusat ke tepi atau dari atas ke bawah sekali hapus dengan kapas
alkohol 70%
Kulit harus dibersihkan dengan kapas alkohol selama 30 detik, dan kemudian
dibiarkan kering selama minimal 30 detik.
8. Gunakan jarum 25G (0.53 mm) atau 27G (0.42 mm) dengan panjang jarum 19
mm, 25 mm, 38 mm untuk melakukan infiltrasi (tergantung panjang luka)

140
Kegawatdaruratan

9. Buat depot subkutan dari anestesi lokal dengan injeksi secara perlahan
Untuk batas jahitan luka, depot subkutan harus dibuat di jaringan subkutis di
batas luka
10. Posisikan jarum di tempat yang akan dimasuki, di ujung luka dan segaris
dengan axis longitudinal panjang luka.
11. Masukkan jarum ke salah satu sisi dg sudut 20⁰ dg lubang jarum menghadap
ke atas sampai di tengah luka
12. Konfirmasi dengan aspirasi bahwa jarum tidak masuk ke vena
13. Sambil mengeluarkan obat anestesi, tarik jarum secara perlahan sampai dekat
ujung luka.
14. Lakukan pada sisi lainnya dan pada ujung luka yg lain, sehingga terbentuk
daerah anestesi berbentuk diamond
15. Observasi pasien untuk alergi atau reaksi keracunan saat memasukkan obat
anestesi.
16. Cek anestesi dg menjepitkan pinset pada daerah infiltrasi
17. Tunggu sampai semua stimulus nyeri yang diberikan teranestesi sebelum
memulai tindakan menjahit luka.

Analisis Tindakan/Perhatian
- Pada anestesi infiltrasi jangan gunakan dosis melebihi dosis maksimum.
- Hindari injeksi intravena dan bersiap untuk rekasi alergi atau keracunan.
- Injeksikan secara perlahan untuk mengurangi nyeri yang tidak perlu.
- Jika diperlukan injeksi lebih dari satu, usahakan untuk melakukan injeksi
berikutnya di tempat yang sudah teranestesi.

Referensi Tambahan
D. J. Williams; J. D. Walker. 2014. Anaesthesia. A Nomogram for Calculating The
Maximum Dose of Local Anaesthetic. p.69, 847–853

Check List Anestesi Infiltrasi


Skor
No Kriteria
0 1 2 3

1. Memberikan salam, memanggil pasien dengan namanya

Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya,


2.
tujuan, dan lamanya tindakan pada pasien atau keluarga pasien

141
Blok 23-24

3. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

4. Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi

5. Pilihlah obat untuk anestesi Lidocaine 2% ampul 2 ml

6. Aspirasi obat anestesi


Disinfeksi area yang akan di injeksi dengan tekhnik sirkuler
7. keluar (sentripetal), memutar dari pusat ke tepi atau dari atas ke
bawah sekali hapus dengan kapas alkohol 70%

Kulit harus dibersihkan dengan kapas alkohol selama 30 detik,


8.
dan kemudian dibiarkan kering selama minimal 30 detik

Gunakan jarum 25G (0.53 mm) atau 27G (0.42 mm) dengan panjang
9. jarum 19 mm, 25 mm, 38 mm untuk melakukan infiltrasi
(tergantung panjang luka)
Buat depot subkutan dari anestesi lokal dengan injeksi secara
10 perlahan. Untuk batas jahitan luka, depot subkutan harus
dibuat di jaringan subkutis di batas luka

Posisikan jarum di tempat yang akan dimasuki, di ujung luka


11
dan segaris dengan axis longitudinal panjang luka.

Masukkan jarum ke salah satu sisi dg sudut 20⁰ dg lubang


12
jarum menghadap ke atas sampai di tengah luka

13 Konfirmasi dengan aspirasi bahwa jarum tidak masuk ke vena

Sambil mengeluarkan obat anestesi, tarik jarum secara perlahan


14
sampai dekat ujung luka.

Lakukan pada sisi lainnya dan pada ujung luka yg lain, sehingga
15
terbentuk daerah anestesi berbentuk diamond

Observasi pasien untuk alergi atau reaksi keracunan saat


16
memasukkan obat anestesi

17 Cek anestesi dg menjepitkan pinset pada daerah infiltrasi

Tunggu sampai semua stimulus nyeri yang diberikan


18
teranestesi sebelum memulai tindakan menjahit luka.

TOTAL SKOR

142
Kegawatdaruratan

Penjahitan Luka
Tingkat keterampilan: 4A
Iwan Budiman

Tujuan: mampu melakukan tindakan menjahit luka sesuai kompetensi dokter


di pelayanan primer.

Dalam menjahit luka akan dibahas


1.Alat alat bedah minor yg dipakai
2.Benang bedah
3.Jarum bedah
4.Jahitan

Instrument Bedah:

Pinset = Pincers = Pinzette

Pinset Anatomy = Non-Toothed Dissecting Forceps = Dressing Forceps


Fungsinya: memegang jaringan yg lunak, rapuh, tipis, mudah robek, mucosa, kasa,
kapas, alkes (jarum bedah)

Pinset Chirurgis - Surgical = Toothed Dissecting Forceps = Tissue Forceps


Fungsinya: Memegang jaringan yg kuat seperti cutis, subcutis, facsia, otot.

143
Blok 23-24

Mayo Scissors =Menggunting jaringan yg lebih keras, fascia, tendon, otot, kulit

Metzenbaum Scissors = Menggunting jaringan yg halus, tipis, mudah robek,


mucosa, lemak

Bandage Scissors = Menggunting kasa (gaas), plester, balutan (verband)

144
Kegawatdaruratan

Operating Scissors = Menggunting benang jahitan, kasa, plester, kain

Mosquito - Hemostatic Forceps = Menjepit pembuluh darah yg kecil

145
Blok 23-24

Kocher - Ochsner – Hemostatic Forceps = Menjepit pembuluh darah yg besar dan


memegang jaringan yg kuat seperti kulit, fascia, tendon, otot

146
Kegawatdaruratan

147
Blok 23-24

Retractor = Wound Hook = Menarik kulit atau jaringan untuk menampakkan


lapangan untuk pembedahan (expose surgical field)

148
Kegawatdaruratan

Gagang Scalpel = Scalpel Handle = Knife Handles = pegangan untuk pisau bedah
Scalpel = Knife blades = Knifes = Blades = Lancets = Bistoury = Bisturi = Pisau
Operasi = Pisau Bedah = pisau untuk melakukan tindakan pembedahan

Scalpel Handle #3 dan #7


Untuk scalpel nomor 10, 11, 12, 15

Scalpel Handle #4
Untuk scalpel nomor 20, 21, 22, 23, 25

Scalpel#15 untuk insisi dangkal dan pendek serta untuk debridement

Minor Set:

149
Blok 23-24

 Needle Holder – Driver


 Pinset Chirurgis
 Pinset Anatomi
 Operating Scissors
 Jarum Bedah

Benang Bedah = Surgical Suture = Thread = Strand

Sifat-sifat benang bedah


 Absorbable vs Non-absorbable
 Natural vs Synthetic
 Monofilament vs Multifilament

150
Kegawatdaruratan

Benang bedah Absorbable


 Di dalam tubuh (Internal)
 Intradermal/ subcuticular
 Jarang untuk jahit kulit

Benang bedah Non-absorbable


 Terutama untuk jahit kulit
 Harus diangkat setelah beberapa waktu

Benang bedah Natural:


 Gut = Plain Catgut
 Chromic Gut = Chromic Catgut
 Silk = Seide = Sutera
 Collagen
 Linen
 Cotton
 Surgical steel – wire = Stainless steel

Absorbable vs Non-Absorbable

Absorbable
Benang bedah absorbable akan dimetabolisme oleh tubuh dg reaksi enzimatik atau
hidrolisis. Lama waktu absorpsi tergantung dari bahan benang bedah, lokasi
jahitan, dan faktor pasien. Benang bedah absorbable biasanya digunakan pada
jaringan di dalam tubuh dan jaringan yg penyembuhannya cepat seperti
intestinum, gaster, vesica urinaria.

Non-Absorbable
Benang bedah non-absorbable digunakan untuk mendukung jaringan dalam waktu
lama, tetap dibungkus oleh dinding proses inflamasi tubuh yg berupa jaringan
fibrosis, sampai jahitan itu diangkat. Benang bedah non-absorbable biasanya
digunakan di permukaan tubuh (kulit, mucosa) dan jaringan yg penyembuhannya
lambat seperti fascia, tendon.

Natural vs Synthetic
Natural – dibuat dari bahan alami seperti sutera, catgut, collagen, cotton, linen,
steel. Benang bedah ini menimbulkan reaksi jaringan yg hebat. Sutera masih sering
digunakan untuk menjahit surgical drains.
Synthetic – lebih mudah diprediksi efeknya daripada yg natural, terutama dalam
sifat loss of tensile strength dan absorpsinya.

Monofilament vs Multifilament
Monofilament – risiko kena infeksi rendah, tapi buruk dalam hal knot security dan
ease of handling.

151
Blok 23-24

Multifilament – risiko kena infeksi tinggi, tapi baik dalam hal knot security dan ease
of handling.
Semua materi benang bedah akan menyebabkan reaksi jaringan benda asing, reaksi
jaringan ini akan tetap ada sampai benang bedahnya diabsorpsi atau dibungkus oleh
fibroblast.
Bahan sintetis tidak menimbulkan reaksi jaringan yang hebat, sedangkan bahan
organik dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat

Absorpsi Benang Bedah:


Degradasi dan eliminasi benang bedah melalui 2 cara:
1.Reaksi inflamasi dg menggunakan enzim proteolitik jaringan
2.Reaksi hidrolisis, suatu proses air penetrasi ke dalam filament benang bedah dan
menyebabkan degradasi rantai polimer benang bedah. Reaksi hidrolisis akan
meningkat dg meningkatnya temperatur.

Benang bedah absorbable akan didegradasi oleh tubuh dg reaksi enzimatik (hari)
atau hidrolisis (minggu - bulan).

Benang bedah natural yg absorbable seperti catgut dan collagen akan didegradasi
oleh reaksi enzimatik
Benang bedah synthetic absorbable seperti PGA, PGLA, PGCL, PDS, PDO, akan
didegradasi oleh reaksi hidrolisis.

Benang bedah non-absorbable akan tetap dibungkus oleh proses inflamasi tubuh
oleh sel sel fibroblast.

152
Kegawatdaruratan

153
Blok 23-24

154
Kegawatdaruratan

Materi polimer benang bedah merupakan satu atau lebih dari 5 cyclic monomers:
1. Glycolide
2. L-Lactide
3. p-Dioxanone
4. Trimethylene Carbonate
5. ε-Caprolactone

Synthetic Absorbable

1.PGA =Polyglycolic acid = Dexon®, Safil®, Syneture®,


Synthabs® = absorbsi 12 minggu
PGA Rapide = PGA = absorbsi < 2 minggu
PGA Resoquick = PGA = absorbsi < 2 minggu
PGA Resorba = PGA = absorbsi < 2 minggu

4.PGLA = Polyglactin 910 = Polyglycan 910 = copolymers 90%


Glycolide 10% L-Lactide = Vicryl®, Syncryl®, Ethicon®,
Vicryl Rapide®

2.PGCL = PGA-PCL = Polyglycoprone = Poliglecaprone =


Polyglycolide co–caprolactone = MoCryl®, Monocryl®,
Glycolon®, Ethicon = monofilament

3.PLCL = PLA-PCL = Polylactide co-Caprolactone = Caprolon®

5.PDS = Polydioxanone = MonoPlus®, Ethicon®, PDS II

6.PDO = Polydioxinone = monofilament

155
Blok 23-24

7.Polyglytone = Caprosyn®, Syneture®

8.Polyglyconate = Polytrimethylene carbonate = Maxon®,


Syneture®

Synthetic Non-Absorbable

1.PA = PolyAmide = PolyAmine = Polypropamide = Nylon,


Ethilon®, Dermalon®, Surgilon®, Nurolon®, Resolon®,
Dafilon®

2.PP = PolyPropylene = Mopylen®, Prolene®, Surgilene®,


Promilene®, Surgipro®, Vitalene® = monofilament

3.PET = Polyester = Poly Ethylene Terephthalate = Polyester,


Supolene®, Ethibond®, Dacron®, Mersilene®, Dagrofil®,
Synthofil®, Ti Cron® = multifilament

4.PVDF = PolyVinylidene Di Fluoride = Resopren®

5.Polyamide dg coating Polyamide-polymerized caprolactam =


Supramid, Vetafil, Braunamid = pseudo monofilament

6.Polybutester = Novafil®, Vascufil®, Biosyn® , Syneture®

156
Kegawatdaruratan

157
Blok 23-24

158
Kegawatdaruratan

Lokasi penjahitan Jenis benang Ukuran


Fascia Semua 2,0-1
Otot Semua 3,0-0
Kulit Tak diserap 2,0-6,0
Lemak Terserap 2,0-3,0
Hepar Chromic catgut 2,0-0
Ginjal Semua catgut 4,0
Pancreas Sutera atau kapas 3,0
Usus halus Catgut, sutera, kapas 2,0-3,0
Usus besar Chromic catgut 4,0-0
Tendon Tak terserap 5,0-3,0
Kapsul sendi Tak terserap 3,0-2,0
Peritoneum Chromic catgut 3,0-2,0
Bedah mikro Tak terserap 7,0-11,0

Benang Bedah = Surgical Suture = Suture = Threads = Strands


Terdapat 2 sistem ukuran untuk diameter benang bedah, yaitu

1.Metric System = Metric Gauge = EP (European Pharmacopoeia)

2. Traditional System = Imperial Gauge = USP & BP (United State Pharmacopoeia


& British Pharmacopoeia)

Pada sistem EP, 1 Skala = 1 Metric atau 1 Unit Nomor benang bedah sama dg 0.1
mm dg rentang 0.1 (0.010 mm - 0.019 mm) – 10 (1.00 mm – 1.09 mm)

Pada sistem USP diameter benang bedah ditulis dg angka diikuti dg angka 0, dg
rentang 11-0 = 11/0 (0.010 mm - 0.019 mm) – 8 (1.00 mm – 1.09 mm).
Sistem USP kurang rasional tetapi lebih luas dipakainya.
Nomor 12-0 = 12/0 (0.001 mm – 0.009 mm) = mikro

Untuk menjahit luka di wajah, hidung, telinga, alis, dan kelopak mata, digunakan
benang ukuran 5-0 atau 6-0
Area lain di mana tidak terlalu mempertimbangkan hasil kosmetik dipergunakan
benang ukuran 3-0 atau 4-0
Jahitan di bagian torso biasanya ukuran 3–0 atau 4–0, subkutan 3-0

Abdominal wall 0/0


Plantar surface of a foot 2/0
Trunk 3/0
Scalp 3/0 or 4/0
Limbs 4/0 or 3/0 over joints
Hands 4/0 or 5/0
Face 5/0, 6/0

159
Blok 23-24

In children the gauge is usually reduced by one size

6/0 = rambut manusia = 0.07 – 0.09 mm


0/0 = tali pancing = 0.35 – 0.40 mm
8 = senar raket tenis = 1.00 – 1.09 mm

Benang bedah Nylon, Ethilon® paling banyak digunakan untuk menjahit kulit
Supramid®, Vitalene® untuk kulit dan subcutis
Polypropylene biasa digunakan untuk menjahit syaraf, tendon atau pembuluh
darah
PGLA Novosyn® untuk menjahit jaringan secara umum
Chromic catgut, Vicryl biasa digunakan untuk menjahit fascia, otot, tendon atau
ligasi pembuluh darah
Plain catgut biasa digunakan untuk menjahit mengikat sumber perdarahan kecil,
subcutis, mucosa bibir, lidah atau laserasi superficial area genital

Jarum Bedah = Surgical Needle = Suture Needle

Surgical needle terdiri atas:


 Needle Body - Shaft
 Needle Point - Tip
 Needle End - Eye

Needle End ada 2 tipe:


 Eyed
 Eyeless = Swaged = Atraumatic

Swaged Eye Needle = Atraumatic Needle = Swaged Needle = Simple Thread:


 Drilled end = Drill swage = yg paling atraumatic, paling baik
 Rolled end = Channel swage

Needle Eye terdiri atas:


 Closed Eye
 Open Eye = French Eye = Split = Spring

Closed Eye ada 2 tipe:


 Regular Eye = Ordinary Eye = lonjong memanjang
 Round Eye = bulat

French Eye ada 2 tipe:


 Single Eye
 Double Eyes = bisa 2 macam benang bedah

160
Kegawatdaruratan

Control Release Needle Suture (Ethicon) adalah atraumatic needle yg benangnya


dapat dilepas dg tarikan yg agak kuat.
Benang yg terikat kuat di jarumnya dapat terlepas dg mudah, dg cara
memposisikan dan menegangkan benang lurus dg jarum yg dipegang oleh needle
holder, kemudian tarik benangnya agak kuat, maka benang akan terlepas dari
jarumnya.

3/8 Circle: Jarum jenis ini merupakan jarum yg paling banyak digunakan untuk
semua jaringan. Lengkungannya menyebabkan jarum ini mudah dimanipulasi
pada luka superfisial yg luas.
1/2 Circle: Jarum jenis ini merupakan jarum yg biasa digunakan lokasi yg dalam
dan terbatas yg lebih banyak memerlukan gerakan pronasi dan supinasi seperti
menjahit di dalam rongga pelvis atau rongga peritoneum di abdomen.

161
Blok 23-24

162
Kegawatdaruratan

Taper point digunakan untuk jaringan yg lunak mudah ditembus seperti


intestinum atau pembuluh darah.
Tapercut digunakan untuk jaringan yg keras sukar ditembus seperti jaringan
fibrosa.
Bila ragu ragu untuk memilih diantara taper point atau tapercut point, pilih taper
point untuk semua jaringan kecuali kulit.
Reverse cutting untuk jaringan yg keras sukar ditembus seperti kulit, tendon,
jaringan fibrosa dan subcutis.

163
Blok 23-24

Needle Length yg biasa digunakan:-


Kulit = 9, 12, 19, 24, 30, 49, 50, 60 mm = 30 mm, 35 mm
Subcutan = 13, 16, 19, 24, 26 mm = 24 mm, 26 mm

Jahitan = Suture = Stitch

Luka adalah diskontinuitas jaringan akibat trauma mekanis


Luka adalah hilangnya atau rusaknya sebagian jaringan tubuh (Carville,1998)

Trauma benda tajam menyebabkan


1.Vulnus Traumaticum = Luka akibat benda tajam
2.Vulnus Scissum – Incisivum – Incivum = Luka Iris, Sayat
3.Vulnus Caesum – Sectum = Luka Potong
4.Vulnus Punctum - Ictum = Luka Tusuk
5.Vulnus Penetratum = Luka Tembus (masuk saja)
6.Vulnus Perforatum = Luka Tembus (masuk keluar)
7.Vulnus Serrativum = Luka Goresan kawat
8.Vulnus Morsum = Luka Gigit gigi tidak runcing
9.Vulnus Venetatum = Luka Gigit gigi runcing

164
Kegawatdaruratan

Trauma benda tumpul menyebabkan


1.Vulnus Laceratum- Lacerum = Luka robek
2.Vulnus Contusum – Contusionum = Luka memar
3.Vulnus Excoriativum-Excoriatum - Abrasivum = Luka lecet, serut
4.Vulnus Avulsum = Luka avulsi
5.Vulnus Apertum = Luka terbuka
6.Vulnus Occlusum = Luka tertutup (excoriasi, hematoma)
7.Vulnus Sclopetorum - Sclopetarium = Luka tembak

1.Vulnus Amputatum
2.Vulnus Combustionum - Combustum
Golden Period luka = 8 jam

Menurut Tingkat Kontaminasi Terhadap Luka :

1.Clean Vulnus (Luka bersih)


Clean Vulnus (Luka bersih) yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (Jackson–Pratt).
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

2.Clean-contamined Vulnus (Luka bersih terkontaminasi)


Clean-contamined Vulnus (Luka bersih terkontaminasi) merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% – 11%.

3.Contamined Vulnus (Luka terkontaminasi)


Contamined Vulnus (Luka terkontaminasi) termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

4.Dirty or Infected Vulnus (Luka kotor atau infeksi)


Dirty or Infected Vulnus (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka (Carville, 1998).

Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka dibagi menjadi :


Stadium I
Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.

165
Blok 23-24

Stadium II
Luka Partial Thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan
bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

Stadium III
Luka Full Thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau
nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan
fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang
yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

Stadium IV
Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan
adanya destruksi/kerusakan yang luas (David, 2007).

Proses Penyembuhan Luka

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses
peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama.
Lima tanda fase inflamasi:
Kalor - Heat : Terasa hangat
Rubor – Redness - Erythema: Berwarna kemerahan
Dolor - Pain : Nyeri
Tumor - Swelling: Pembengkakan, edem
Functiolaesa – Impaired Function: Penurunan fungsi

166
Kegawatdaruratan

Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase:

1.Fase Inflamasi – Hari 1 – 5

Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel
mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada
awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet
yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka
(clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan
pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel
yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan
setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local
sensory nerve ending), local reflex action dan adanya substansi vasodilator
(histamin, bradykinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan
peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema
jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase
inflamasi ini ditandai dengan: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit
yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2.Fase Proliferatif = Regenerasi – Hari 3 - 24

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki
dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas
sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel
fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan
penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan
sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi)
serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid,
fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi)
jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal
jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat
oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru
dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru
tersebut disebut sebagai jaringan granulasi.

167
Blok 23-24

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah
terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth
faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3.Fase Maturasi = Remodelling = Penyembuhan = Minggu 3 – 12 bulan

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan
yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan
granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh
mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai
puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan
antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang
berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar,
sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut
dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan
kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan
aktivitas normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap
penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada
kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Pada akhir
fase ini, Jaringan kulit baru mampu menahan regangan kira-kira 80%
kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3 - 6 bulan setelah
penyembuhan. Penyembuhan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu
satu tahun atau lebih untuk membentuk jaringan yang normal secara histologi
atau secara bentuk.

Klasifikasi Penyembuhan

1.Penyembuhan Primer (sanatio per primam intentionem) Didapat bila luka baru
dan bersih, tidak terinfeksi, tepi luka mudah dirapatkan dan dijahit dg baik dan
sembuh tanpa infeksi dengan jaringan parut minimal. Penyembuhan primer tidak
membutuhkan jaringan granulasi.

2.Penyembuhan Sekunder (sanatio per secundam intentionem)


Didapat pada luka yang dibiarkan terbuka
a.Luka diisi jaringan granulasi dimulai dari dasar terus naik sampai penuh setinggi
permukaan kulit.
b.Epitel menutup jaringan granulasi mulai dari tepi.
c.Penyembuhan.

168
Kegawatdaruratan

3.Penyembuhan Luka Tersier (sanatio per tertiaram intentionem)


Penyembuhan Primer Tertunda (Delayed Primary Closure) atau Secondary Suture
atau Penyembuhan dg Jaringan Tertunda yaitu :
a.Luka dibersihkan dan di debridement, lalu dibiarkan terbuka.
b.Setelah 4 - 5 hari ada granulasi dan epithelisasi
c.Tidak ada infeksi, dilakukan debridement
d.Luka dijahit.
e.Penyembuhan.
Jahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka terkontaminasi berat dan/
atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping seperti luka tembak, sering
meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama
sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka
langsung dijahit. Luka yang demikian sebaiknya dibersihkan dan dieksisi
(debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-5 hari. Baru selanjutnya
dijahit dan akan sembuh secara primer cara ini biasanya disebut dengan
penyembuhan primer tertunda. Jika setelah dilakukan debridement luka langsung
dijahit, dapat diharapkan terjadi penyembuhan primer.

Slough adalah jaringan mati yg mencair, berwarna kuning, biasanya basah lembab,
lunak dg tekstur mucus yg terdiri terutama dari fibrin, jaringan dan sel yg mati dan
rusak, leukosit yg mati, sel kulit yg mati (debris) yg terkumpul di dasar luka.
Debris adalah fragmentasi jaringan dan sel yg rusak atau mati.

Debridement adalah membuang jaringan yg sakit dari luka untuk mempercepat


penyembuhan. Debridement dapat dilakukan dengan cara surgical, chemical,
mechanical, atau autolytic.

Menurut waktu penjahitannya, jahitan dibagi menjadi:

1.Jahitan Primer adalah jahitan yang dilakukan segera setelah luka terbentuk dan
dapat merapatkan seluruh pinggir luka.

2.Jahitan Sekunder dilakukan setelah jahitan primer terlepas atau longgar atau
dilakukan mengoreksi dead space atau dilakukan setelah jahitan primer dilakukan
dalam waktu yang relatif lama, misalnya setelah luka tidak bernanah lagi

Tujuan Jahitan Sekunder adalah untuk:


 Memperkuat jahitan primer
 Menghilangkan dead space
 Mencegah akumulasi cairan pada luka abdominal selama proses penyembuhan.
 Untuk penutupan luka sekunder karena kerusakan jahitan pada masa
penyembuhan.
 Umumnya digunakan benang tidak diserap.

169
Blok 23-24

3.Jahitan Situasi = Jahitan Sementara


 Jahitan yg sekedar mempersempit permukaan luka
 Menghentikan perdarahan
 Mencegah cairan menumpuk di bawah jahitan.

Jahitan Situasi dilakukan pada:


 Luka infeksi
 Luka bekas gigitan
 Luka robek yang besar untuk menghentikan perdarahan.

Jahitan Terputus Sederhana adalah jenis jahitan yang sering dipakai untuk jahitan
situasi.

Penjahitan Luka

Jahitan merupakan salah satu cara untuk menutup luka pada jaringan atau organ
tubuh dengan tujuan merapatkan tepi luka, menciptakan hemostasis, menutup
ruang mati (dead space), mendukung dan memperkuat luka dan mempercepat
proses penyembuhan serta meningkatkan kekuatan kerenggangan luka sampai
mendapatkan hasil estetika dan fungsional yang memuaskan, serta
meminimalkan resiko perdarahan dan infeksi.

Tujuan semua teknik jahit adalah merapatkan atau mendekatkan tepi tepi
epidermis luka tanpa celah (gaps) dan dg tegangan – tarikan (tension) di tepi luka
seminimal mungkin
Untuk luka yang dalam, maka hindarkan bagian yang dalam tersebut tidak terjahit,
sehingga menimbulkan rongga mati atau dead space yang bukan saja akan
memperlambat penyembuhan, tetapi juga akan menimbulkan hematoma yang
memudahkan perkembangbiakan bakteri.

Tepi luka dijahit agak melipat keluar atau everted dan rapat. Jahitan dengan kulit
inverted tidak akan membuat luka merapat. Eversi ini meminimalkan resiko
pembentukan scar sekunder dan kontraksi jaringan selama penyembuhan

Jarak antar jahitan tidak boleh terlalu dekat karena akan mengganggu vaskularisasi
atau terlalu jauh karena tepi kulit tidak dapat merapat dengan sempurna.

Menentukan kerapatan dan ketegangan jahitan yg tepat merupakan suatu seni.


Cukup rapat untuk mendekatkan tepi tepi kulit, tapi cukup longgar untuk
mengakomodasi edem kulit setelah penjahitan, sehingga dapat dengan mudah
memasukkan mosquito hemostat di bawah jahitan.
Jika simpul terlalu ketat, luka akan terasa nyeri dan jahitan dapat meninggalkan
bekas.

170
Kegawatdaruratan

Simpul harus diletakkan di tepi luka, di sisi yang mempunyai vaskularisasi yg lebih
baik. Simpul tidak boleh diletakkan di garis insisi (incision lines) untuk mencegah
perkembangbiakan bakteri.

Jarak dan ukuran tusukan jarum dan interval antar tusukan jarum harus sama
panjang dan proporsional dg tebal kulit yg akan dirapatkan.
Rekomendasi standard adalah menempatkan jahitan di luar area inflamasi
minimum 5 mm.
Jarak tusukan jarum di lateral luka sebesar 5 mm dan jarak antar jahitan 5 – 10 mm

Simpul harus kecil dan digunting 3 – 5 mm utk benang absorbable, 1 cm utk


nonabsorbable

Agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai, sebelum melakukan tindakan


penjahitan, operator bedah harus memperhatikan tiga hal yang dapat
mempengaruhi jahitan yang akan dibuat, yaitu:
1.Jarum jahit yang dipakai
2.Pemilihan jenis benang
3.Teknik penjahitan yang dipilih

Komplikasi Jahitan Luka


1.Overlapping: Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka
menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan
apabila sembuh maka hasilnya akan buruk.
2.Nekrosis: Jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi
sehingga menyebabkan kematian jaringan.
3.Infeksi: Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang
telah terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.
4.Perdarahan: Terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.
5.Hematoma: Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan
tidak dilakukan ligasi sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan
bengkak.
6.Dead space (ruang mati): Rongga dalam luka.
7.Sinus: Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada
jahitan multifilament, yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda
asing.
8.Dehisensi: Luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan
yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.
9.Abses: Infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah.
10.Dog Ear: Lipatan berbentuk telinga di salah satu sisi tepi luka yg lebih panjang.
Bila ke 2 sisi luka berbeda panjangnya, maka penutupan dengan jahitan sederhana
akan menghasilkan penbentukan “Dog Ear”
11.Tunnelling: Saluran yg terbentuk ke arah luar luka

171
Blok 23-24

12.Undermining: Destruksi jaringan di bawah kulit yg lebih luas daripada luka yg


terlihat
13.Suture Marks = Suture Tracking = Railway Tracking = Centipede Marks =
Gambaran Lipan

172
Kegawatdaruratan

Simple Interrupted Suture = Jahitan Simpul Tunggal =

173
Blok 23-24

Jahitan Terputus Sederhana

Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai untuk menjahit luka di kulit karena
apabila ada pus (cairan), dapat dilepas satu atau dua jahitan dan membiarkan yang
lain, paling sering juga digunakan juga untuk jahitan situasi.

Jahitan interuptus mudah dilakukan, prosedur pembuatannya mudah dan


sederhana, memiliki tegangan di kulit yang lebih baik, dan memiliki potensial
yang rendah dalam menyebabkan edema dan kerusakan sirkulasi kulit.

Teknik ini merupakan pilihan pada jaringan atau anggota tubuh yang banyak
bergerak dan berkonsistensi cukup keras, shg diperlukan jahitan yang kuat, tidak
mudah putus dan dapat memberikan tegangan yang merata ke seluruh luka.
Kelemahan dari teknik jahitan terputus adalah kurang baik secara kosmetik, karena
dapat menimbulkan bekas jahitan yang nyata (Suture Marks) seperti gambaran
Lipan. Timbulnya bekas jahitan ini dapat dicegah dengan mengangkat jahitan
sesegera mungkin bila telah terlihat tanda-tanda penyembuhan luka.

Jahitan diangkat dalam waktu 1-2 minggu setelah penjahitan dilakukan, tergantung
pada lokasi anatomi. Pengangkatan jahitan yang cepat, dilakukan untuk
mengurangi resiko bekas jahitan dan reaksi jaringan

Simple interrupted suture


– Digunakan pada semua jenis luka
– Tidak ada kontraindikasi
– Paling banyak digunakan untuk menjahit luka robek
– Menghasilkan eversi tepi luka yg baik
– Digunakan bila tegangan kulit minimal
– Pastikan setiap tusukan jahitan volumenya sama
– Bila tepi luka tidak sama tebalnya, bawa tepi luka yg tebal ke yg tipis untuk
mengurangi tegangan
– Gunakan benang non-absorbable
– Untuk mencegah dehisensi dan penyebaran scar, jahitan tidak boleh diangkat
terlalu cepat
– Kerugian dari tehnik ini adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan dan resiko
yang cukup tinggi untuk meninggalkan bekas luka.
– Bila jahitan diangkat akan tersisa jalur sel epitel, biasanya jalur ini akan hilang
tetapi beberapa akan tetap ada dan membentuk keratin. Jaringan parut keratin
ini akan menimbulkan bekas jahitan (Suture Marks = Suture Tracking = Railway
Tracking) seperti gambaran Lipan (Centipede Marks).
– Jaringan parut ini jarang terjadi bila jahitan tidak terlalu tegang dan diangkat
dalam waktu 7 hari setelah penjahitan

174
Kegawatdaruratan

 Luka diposisikan tegak lurus ke arah operator, posisi luka memanjang di


hadapan operator, jadi ada ujung luka atas dan ujung luka bawah.
 Jahitan dimulai dari ujung luka atas yaitu, sisi luka yang letaknya paling jauh
dari tubuh operator menuju ke arah operator.
 Tusukan awal 3-4 mm dari ujung luka tergantung lebar luka
 Jarum ditusukkan di kulit secara tegak lurus 5 mm dari tepi luka, di dekat
tempat yang dijepit pinset.
 Jarak antar tusukan kurang lebih 1 cm.
 Untuk jahitan di wajah, tusukan jarum dilakukan 2 – 3 mm dari tepi luka
dengan jarak antar tusukan 3 – 5 mm

Tepi-tepi luka harus sedikit eversi dan rapat. Jarak antar jahitan tidak boleh terlalu
dekat karena akan mengganggu vaskularisasi atau terlalu jauh karena tepi kulit
tidak dapat merapat dengan sempurna.
Kulit ditutup menggunakan benang nylon nonabsorbable , karena reaktivitas nylon
terhadap jaringan kulit kecil, sehingga mengurangi risiko terlihatnya bekas benang
atau Suture Tracking. Waktu pengangkatan jahitan yang optimal secara signifikan
mengurangi risiko terbentuknya Suture Tracking.
Secara umum, jahitan ini harus memiliki konfigurasi bentuk seperti Botol, yaitu
konfigurasi jahitan harus lebih lebar pada bagian dasarnya (bagian dermal)
dibandingkan bagian superfisialnya (bagian epidermal). Jika jahitan ini mencakup
volume jaringan yang lebih besar pada dasarnya dibandingkan pada apexnya, akan
menghasilkan kompresi pada dasarnya yang menekan jaringan menaik dan
menyebabkan eversi pada batas luka.

Jarum jahit dijepit pada needle holder kira-kira 1/3 dari pangkalnya dan needle
holder ditekan dengan rapat sampai pada ratchet pertama. Needle holder jangan
dirapatkan terlalu kuat, oleh karena dapat merusak needle dan needle holdernya
Pinset dibutuhkan untuk menggenggam needle setelah penetrasi jaringan terjadi.
Simpul harus sekecil mungkin untuk mencegah reaksi jaringan yg berlebih pada
benang absorbable dan meminimalkan reaksi benda asing pada benang
nonabsorbable.

175
Blok 23-24

Ujung simpul harus dipotong sependek mungkin


Absorbable 3 - 5 mm
Nonabsorbable 5 - 10 mm
Tinggalkan benang di ujung bebas sepanjang 3 – 4 cm untuk membuat simpul

Asepsis dilakukan dari dalam kearah luar atau secara searah (tidak bolak-balik)
Melakukan anestesi lokal pada tepi luka dan dasar luka dengan menggunakan
spuit dan Lidocaine 2%
Melakukan debridement dan pencucian luka dengan menggunakan kasa steril dan
NaCl 0,9%
Memastikan tidak ada kotoran, pasir, benda asing pada luka
Drapping: menutup area sekitar luka dengan doek steril atau kasa steril

Simpul jahitan mempunyai 3 komponen:


1.Ikal (Loop) yg dibentuk oleh simpul (Knot)
2.Simpul (Knot) yg terdiri dari beberapa ikatan 2 benang bedah
3.Ears = Ujung bebas benang bedah

Bila Ears dan Loop keluar dari sisi Loop yg sama atau parallel (=) maka disebut
Square Knot  1=1
Bila Ears dan Loop keluar dari sisi Loop yg berbeda atau bersilangan – Cross (X),
maka disebut Granny Knot  1x1
Granny Knot tidak stabil dan lebih licin, sehingga mudah lepas bila tegangan
meningkat dibandingkan dg Square Knot
Surgeon’s Knot  2=1 atau 2=1=1

Patient Side:
Square knot or Reef knot  1=1
Surgeon’s knot or Friction knot  2=1
Granny knot or Sliding knot  1x1
Slip knot = Non-Flat Square knot  S=S

176
Kegawatdaruratan

177
Blok 23-24

178
Kegawatdaruratan

Pembuatan Simpul dg Instrument:


1. Needle holder harus selalu berada di atas luka dan sejajar dg sumbu panjang
luka
2. Needle holder berada di antara ujung benang yg panjang (ada needle) dan
ujung benang yg pendek
3. Ujung benang yg panjang (ada needle) dipegang oleh tangan kiri, kemudian
needle holder yg dipegang oleh tangan kanan membuat 2 loop (lingkaran) pada
benang yg panjang.
4. Needle holder menjepit ujung benang yg pendek dan menariknya melewati
loop yg baru dibuat
5. Tangan kanan yg memegang needle holder dan ujung benang yg pendek dan
tangan kiri yg memegang ujung benang yg panjang membuat simpul dengan
menarik kedua tangan ke arah yg berlawanan atau bersilangan. Tangan kanan
ditarik ke kiri dan tangan kiri ditarik ke kanan.
6. Ulangi proses dari nomor 2, tapi membuat loop nya hanya satu
7. Dari 2 simpul terbentuk Surgeon’s knot  2=1
8. Dapat pula dibuat simpul ke 3 dengan satu loop
9. Dari 3 simpul terbentuk Surgical’s knot  2=1=1

Kekuatan jahitan ditentukan oleh:


1.Jenis, Jumlah dan Jarak jahitan
2.Jenis dan ukuran benang

Cara NH Membuat Loop pada benang yg panjang (ada needle)


1.Benang diam dan NH menggulung benang
2.NH diam dan benang yg menggulung NH

Resume Jahit Luka:

179
Blok 23-24

– Luka diposisikan tegak lurus ke arah operator, posisi luka memanjang di


hadapan operator, jadi ada ujung luka atas dan ujung luka bawah.
– Jahitan dimulai dari ujung luka atas yang letaknya paling jauh dari tubuh
operator menuju ke arah operator.
– Dalam luka = 2 cm = ada subcutis
– Tusukan awal 3-4 mm dari ujung luka tergantung lebar luka
– Tusukan jarum 5 mm dari sisi luka
– Ujung benang bebas 4 cm utk buat simpul
– Ujung benang di jarum 4 cm agar benang tidak lepas dari jarum
– Simpul dipotong 5 - 10 mm
– Panjang benang utk 1 jahitan = 9 cm
– Panjang benang setelah 1 jahitan berkurang 9 cm
– Panjang benang minimal dg jarum tidak dilepas utk penjahitan dan simpul = 25
cm
– Panjang benang minimal dg jarum dilepas utk penjahitan dan simpul = 21 cm
– Benang awal 30 – 40 cm tergantung jumlah jahitan
– Benang awal 30 cm = untuk buat 2 jahitan
– Benang awal 40 cm = untuk buat 3 jahitan
– Jarum kulit Reverse Cutting, 3/8 circle, Spring Eye (Open – Split – French Eye),
30 mm atau 35 mm, untuk jahit kulit
– Jarum subcutis Taper Point, 3/8 circle, Spring Eye (Open – Split – French Eye),
24 mm atau 26 mm, utk jahit subcutis
– Benang nonabsorbable nomor 3/0 (0.200 – 0.249 mm) atau nomor 4-0 (0.150 –
0.199 mm) untuk jahit kulit
– Benang absorbable nomor 3/0 (0.200 – 0.249 mm) atau nomor 4-0 (0.150 – 0.199
mm) untuk jahit subcutis
– Kulit dan subcutis dijahit dengan cara Simple Interrupted Suture
– Ujung simpul dipotong untuk benang bedah absorbable 3 - 5 mm,
nonabsorbable 5 - 10 mm

180
Kegawatdaruratan

181
Blok 23-24

Prosedur Teknik Jahitan Terputus (Interrupted Suture)


1. Memberikan salam, memanggil pasien dengan namanya
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya, tujuan, dan
lamanya tindakan pada pasien atau keluarga pasien
3. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
4. Operator mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan steril.
5. Luka diposisikan tegak lurus ke arah operator, posisi luka memanjang di
hadapan operator, jadi ada ujung luka atas dan ujung luka bawah.
6. Jahitan dimulai dari ujung luka atas yaitu, sisi luka yang letaknya paling jauh
dari tubuh operator menuju ke arah operator.
7. Tusukan awal 3-4 mm dari ujung luka tergantung lebar luka
8. Jarum ditusukkan di kulit secara tegak lurus 5 mm dari tepi luka, di dekat
tempat yang dijepit pinset.
9. Jarak antar tusukan kurang lebih 1 cm.
10. Pegang pinset chirurgis seperti memegang pensil dengan satu tangan.
11. Dengan menggunakan pinset chirurgis , pegang ujung luka di tempat yang
terjauh untuk meminimalisasi kerusakan jaringan, bagian pinset yang
memiliki satu gigi harus berada di tepi luka dan bagian dengan dua gigi harus
berada di kulit
12. Tepi luka ditarik dengan pinset, ditentukan pertautannya untuk mendapatkan
jahitan yang tepat dan rapi.
13. Jarum jahit yang telah dipasang benang dijepit dengan needle holder kira-kira
1/3 dari pangkalnya.
14. Tusukkan jarum kira-kira 5 mm dari tepi luka.
15. Sewaktu jarum ditusukkan ke kulit, pinset menahan kulit dengan sedikit
dorongan ke arah satu titik temu.

182
Kegawatdaruratan

16. Setelah jarum menembus kulit, jepitan needle holder dibuka, jepit jarum
dengan pinset kemudian jepitan needle holder dipindahkan mendekati
pangkal jarum sambil mendorong jarum.
17. Sambil pinset menahan kulit, needle holder menjepit ujung jarum dan menarik
jarum keluar .
18. Setelah jarum dicabut keluar dari kulit, benang ditarik dan ujungnya disisakan
sedikit kira-kira 3-4 cm.
19. Buat simpul Surgical’s – Surgeon’s knot di sisi luka
20. Jahitan subcutis memakai teknik jahitan terputus
21. Ujung simpul dipotong untuk benang nonabsorbable 5 - 10 mm dan untuk
absorbable 3 - 5 mm

Teknik Membuat Simpul Surgical’s – Surgeon’s Knot


1. Memberikan salam, memanggil pasien dengan namanya
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya, tujuan, dan
lamanya tindakan pada pasien atau keluarga pasien
3. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
4. Needle holder harus selalu berada di atas luka dan sejajar dg sumbu panjang
luka
5. Needle holder berada di antara ujung benang yg panjang (ada needle) dan
ujung benang yg pendek
6. Ujung benang yg panjang (ada needle) dipegang oleh tangan kiri, kemudian
needle holder yg dipegang oleh tangan kanan membuat 2 loop (lingkaran) pada
benang yg panjang.
7. Bila ujung benang yg panjang (ada needle) ada di kiri, maka needle holder
membuat loop dengan cara menggerakkan tangan Supinasi (menengadahkan
tangan - telapak tangan ke atas)
8. Bila ujung benang yg panjang (ada needle) ada di kanan, maka needle holder
membuat loop dengan cara menggerakkan tangan Pronasi (menelungkupkan
tangan - telapak tangan ke bawah – punggung tangan di atas)
9. Needle holder menjepit ujung benang yg pendek dan menariknya melewati
loop yg baru dibuat
10. Tangan kanan yg memegang needle holder dan ujung benang yg pendek dan
tangan kiri yg memegang ujung benang yg panjang membuat simpul dengan
menarik kedua tangan ke arah yg berlawanan atau bersilangan. Tangan kanan
ditarik ke kiri dan tangan kiri ditarik ke kanan.
11. Ulangi proses dari awal, tapi membuat loopnya hanya satu kali.
12. Dari 2 simpul terbentuk Surgeon’s knot  2=1
13. Dapat pula dibuat simpul ke 3 dengan satu loop
14. Dari 3 simpul terbentuk Surgical’s knot  2=1=1
15. Ujung simpul dipotong untuk benang nonabsorbable 5 - 10 mm dan untuk
absorbable 3 - 5 mm

183
Blok 23-24

184
Kegawatdaruratan

Waktu Untuk Absorpsi Atau Mengangkat Jahitan


 Non absorbable 7-10 hari
 Kepala dan leher 3-5 hari
 Dinding dada dan ekstremitas atas 5-7 hari
 Abdomen 7-10 hari
 Ekstremitas bawah 10-14 hari
 Facial wounds 3–5 hari
 Scalp wound 7–10 hari
 Limbs 10–14 hari
 Joints 14 hari
 Trunk of the body 7–10 hari
 Hari: Muscle, subcutaneous tissue or skin
 Minggu sampai Bulan: Fascia or tendon
 Bulan: Vascular prosthesis

Alat dan Bahan


 Jarum kulit Reverse Cutting, 3/8 circle, Spring Eye (Open – Split – French
Eye), 30 mm atau 35 mm
 Benang nonabsorbable nomor 3/0 (0.200 – 0.249 mm) atau nomor 4-0 (0.150 –
0.199 mm)
 Drape steril = kain penutup steril, doek bolong atau tidak
 Needle holder (driver)
 Pinset anatomis
 Pinset chirurgis
 Gunting operasi
 Kain kasa steril 10 cm
 Antiseptik povidone iodine 3%, alkohol 70%
 Anestesi lokal Lidocaine 2% ampul- 2 ml
 Material balutan dan kasa
 Gunting balutan dan kasa

Teknik Tindakan
Jahitan Dasar
 Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
 Minta pasien untuk berbaring
 Tanyakan riwayat alergi tentang obat anestesi atau iodine
 Tempatkan cahaya ke area luka yang akan dijahit
 Desinfeksi luka dan area-area disekitarnya
 Cuci tangan 7 langkah WHO dan pakai sarung tangan steril
 Tutup luka dengan drape steril bolong = doek bolong
 Berikan anestesi lokal, tunggu sampai anestesi bekerja

185
Blok 23-24

Analisis Hasil Tindakan


Dalam memilih benang jahitan harus memikirkan beberapa aspek sebagai
berikut:
 Kekuatan regangan
 Keamanan simpul
 Reaksi jaringan
 Aksi kapiler
 Reaksi alergi
Jahitan Intrakutan harus memenuhi kriteria
 Tidak ada tarikan di batas luka
 Kondisi luka harus aman dari kontaminasi
 Ujung-ujung luka harus lurus

186
Kegawatdaruratan

Check List Jahit Luka


Skor
No Kriteria
0 1 2 3
1 Memberikan salam dan memanggil pasien dg namanya

Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, prosedur, tujuan,


2
dan lamanya tindakan pada pasien atau keluarga pasien

3 Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

Operator mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan


4
steril

Luka diposisikan tegak lurus ke arah operator, posisi luka


5 memanjang di hadapan operator, jadi ada ujung luka atas dan
ujung luka bawah.

Jahitan dimulai dari ujung luka atas yaitu, sisi luka yang
6. letaknya paling jauh dari tubuh operator menuju ke arah
operator.

7. Tusukan awal 3-4 mm dari ujung luka tergantung lebar luka

Jarum ditusukkan di kulit secara tegak lurus 5 mm dari tepi


8
luka, di dekat tempat yang dijepit pinset

9 Jarak antar tusukan kurang lebih 1 cm

Pegang pinset chirurgis seperti memegang pensil dengan satu


10
tangan

Dengan menggunakan pinset chirurgis , pegang ujung luka


di tempat yang terjauh untuk meminimalisasi kerusakan
11
jaringan, bagian pinset yang memiliki satu gigi harus berada
di tepi luka dan bagian dengan dua gigi harus berada di kulit

Tepi luka ditarik dengan pinset, ditentukan pertautannya


12
untuk mendapatkan jahitan yang tepat dan rapi

Jarum jahit yang telah dipasang benang dijepit dengan needle


13
holder kira-kira 1/3 dari pangkalnya

14 Tusukkan jarum kira-kira 5 mm dari tepi luka

187
Blok 23-24

Sewaktu jarum ditusukkan ke kulit, pinset menahan kulit


15
dengan sedikit dorongan ke arah satu titik temu

Setelah jarum menembus kulit, jepitan needle holder dibuka,


jepit jarum dengan pinset kemudian jepitan needle holder
16
dipindahkan mendekati pangkal jarum sambil mendorong
jarum

Sambil pinset menahan kulit, needle holder menjepit ujung


17
jarum dan menarik jarum keluar
Setelah jarum dicabut keluar dari kulit, benang ditarik dan
18
ujungnya disisakan sedikit kira-kira 3-4 cm

19 Buat simpul Surgical’s – Surgeon’s knot di sisi luka

20 Jahitan subcutis memakai teknik jahitan terputus

Ujung simpul dipotong untuk benang nonabsorbable 5 - 10


21
mm dan untuk absorbable 3 - 5 mm

TOTAL SKOR

188
Kegawatdaruratan

Check List Membuat Simpul

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
1 Memberikan salam dan memanggil pasien dg namanya
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, prosedur, tujuan,
2
dan lamanya tindakan pada pasien atau keluarga pasien
3 Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
Needle holder harus selalu berada di atas luka dan sejajar dg
4.
sumbu panjang luka
Needle holder berada di antara ujung benang yg panjang (ada
5.
needle) dan ujung benang yg pendek
Ujung benang yg panjang (ada needle) dipegang oleh tangan
6. kiri, kemudian needle holder yg dipegang oleh tangan kanan
membuat 2 loop (lingkaran) pada benang yg panjang
Bila ujung benang yg panjang (ada needle) ada di kiri, maka
needle holder membuat loop dengan cara menggerakkan
7
tangan Supinasi (menengadahkan tangan - telapak tangan ke
atas)
Bila ujung benang yg panjang (ada needle) ada di kanan, maka
needle holder membuat loop dengan cara menggerakkan
8.
tangan Pronasi (menelungkupkan tangan - telapak tangan ke
bawah – punggung tangan di atas)
Needle holder menjepit ujung benang yg pendek dan
9
menariknya melewati loop yg baru dibuat
Tangan kanan yg memegang needle holder dan ujung benang
yg pendek dan tangan kiri yg memegang ujung benang yg
10. panjang membuat simpul dengan menarik kedua tangan ke
arah yg berlawanan atau bersilangan. Tangan kanan ditarik ke
kiri dan tangan kiri ditarik ke kanan
Ulangi proses dari awal, tapi membuat loopnya hanya satu
11.
kali
12. Dari 2 simpul terbentuk Surgeon’s knot  2=1
13 Dapat pula dibuat simpul ke 3 dengan satu loop
14 Dari 3 simpul terbentuk Surgical’s knot  2=1=1
Ujung simpul dipotong untuk benang nonabsorbable 5 - 10
15
mm dan untuk absorbable 3 - 5 mm
TOTAL SKOR

189
Blok 23-24

Kompres Terbuka dan Tertutup


Tingkat keterampilan: 4A
Sugiarto Puradisastra

Tujuan:
1. Tujuan jangka pendek
- Membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan sebagainya)
dan dari sisa obat yang pernah digunakan yang akan menurunkan risiko
infeksi
- Pada dermatosis berguna untuk menghilangkan gejala: rasa gatal, rasa
terbakar dan parestesi
2. Hasil pengobatan yang diinginkan adalah keadaan yang basah menjadi
kering, permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat
tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi

Alat dan Bahan


8. Kasa absorben
9. Kom
10. Cairan kompres: dapat Na CL 0,9%, antiseptik atau air bersih. Syarat cairan
kompres adalah: secara klinis efektif, nontoksik, noniritan dan hipoalergenik.
11. Sarung tangan

Teknik Keterampilan
10. Persilakan pasien duduk atau berbaring tergantung letak dan luas luka.
11. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya.
12. Siapkan kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal
(maksimal 3-4 lapis)
13. Lakukan cuci tangan 7 langkah dan gunakan sarung tangan.
14. Balutan jangan terlalu ketat dan tidak perlu steril. Jangan menggunakan
kapas karena lekat dan menghambat penguapan
15. Kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, diperas lalu dibalutkan
dan didiamkan.
16. Pengompresan biasanya dilakukan sehari dua kali selama maksimal 30 menit
17. Diperhatikan agar tidak terjadi maserasi
18. Bila kasa kering sebelum 30 menit dapat dibasahkan lagi
19. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar tidak terjadi
pendinginan

190
Kegawatdaruratan

Check List Kompres Terbuka dan Tertutup

SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3

Memperkenalkan diri, menerangkan tujuan


1. pengompresan: membersihkan /mengurangi risiko
infeksi
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan
2. prosedurnya, mempersilahkan pasien duduk atau
berbaring
Mempersiapkan alat-alat: kasa absorben, kom,
3.
cairan kompres dan sarung tangan
Melakukan cuci tangan 7 langkah dan menggunakan
4.
sarung tangan
Kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres,
12.
diperas lalu dibalutkan dan didiamkan
Pengompresan biasanya dilakukan sehari dua kali
13. selama
maksimal 30 menit, jangan sampai maserasi
Balutan jangan terlalu ketat dan tidak perlu steril,
jangan menggunakan kapas, tidak boleh melebihi
7.
1/3
bagian tubuh
Analisis hasil pemeriksaan: luka menjadi kering tidak
8.
basah, bersih dan mulai ada epitelisasi

Nilai maksimal 23

Referensi Tambahan
Andriessen AE, Eberlein T, Assessment of a Wound Cleansing Solution in the Treatment of
Problem Wounds, 2008. https://www.woundsresearch.com/article/8882

191
Blok 23-24

Bidai dan Balut


Tingkat keterampilan: 4A
Mariska Elisabeth

Penilaian dan Stabilisasi Fraktur (tanpa Gips)


Fraktur adalah patahnya tulang atau terputusnya kontinuitas tulang
akibat trauma, patah tulang biasanya selalu disertai dengan kerusakan
jaringan lunak disekitarnya. Terkadang tidak mudah untuk membedakan antara
kontusio, keseleo atau fraktur berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika
masih ragu apakah trauma tersebut adalah fraktur, tata laksana harus
dilakukan dengan menganggapnya sebagai sebuah fraktur

Tujuan:
Mampu meminimalisasi pergerakkan otot dan tulang saat terjadi fraktur tanpa gips

Alat dan Bahan:


Sarung tangan, bidai (dapat menggunakan bahan keras panjang dilapisi bahan
lunak), dan pembalut gulung ataupun kain mitella.

Teknik Tindakan
 Seorang penolong harus memperkenalkan diri kepada pasien atau yang
menemani pasien baik keluarga maupun teman terutama bila kejadiannya di
jalan agar tindakan penolong dapat difasilitasi oleh orang-orang sekitar dan
tidak disalahpahami.
 Tindakan stabilisasi akan menyebabkan gerakan-gerakan yang menyebabkan
nyeri/ ketidaknyamanan bagi pasien, sehingga perlu penjelasan sebelumnya
agar pasien kooperatif.
 Prinsip utama penolong dalam traumatologi adalah lindungi/tolong diri
sendiri terlebih dahulu
 Lakukan cuci tangan 7 langkah, gunakan sarung tangan sebelum pemeriksaan
luka.

Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi
Posisi abnormal : perhatikan alignment/ kesejajaran , deformitas
Tonjolan tulang yang menonjol atau keluar dari kulit
Pergerakan abnormal dari komponen tulang dan sendi
2. Proteksi bagian tubuh yang mengalami trauma dengan hati-hati untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
3. Minta pasien untuk jangan banyak bergerak dan bantu pasien untuk
menyangga bagian yang mengalami trauma.
4. Beri kompres dingin jika diperlukan.
5. Boleh diberikan perban bila proporsi anatomi bagian tubuh yang farktur
tersebut intak.

192
Kegawatdaruratan

6. Pasang bidai bila terlihat ada deformitas (gawat darurat) atau bila waktu tidak
memungkinkan (saat malam hari) atau lokasi untuk ke rumah sakit jauh. Bidai
harus terpasang melewati 2 sendi.
7. Saat bidai telah terpasang pastikan kembali tidak terlalu kencang untuk
mencegah terjadinya kompartemen sindrom
8. Elevasi bagian distal yang mengalami cedera.

Referensi Tambahan
Robroek, WCL, Beek, Van de G. Skills in Medicinie: Bandages and Bandaging
Techniques. Mediview: Maastricht University, Netherlands, 2009, p 38.

Melakukan Dressing (sling, bandage)


Prinsip:
 Spiral bandaging dan circular bandaging sering digunakan pada bagian tubuh
yang berbentuk silindris atau bulat
 Figure-of-eight bandage sering digunakan untuk mengikat bagian sendi untuk
fleksi atau bagian bawah dan atas dari sendi tersebut
 Reccurent bandaging digunakan hanya untuk bagian tubuh yang tumpul

Ketika memasang perban ada hal yang harus diperhatikan, yaitu kongesti
vaskular:
 Jangan terlalu keras dalam menggulung perban untuk menghindari kongesti
vaskular, terutama bagian vena karena terletak superfisial.
 Tutupi bagian kulit setiap putaran, agar tidak terlihat kulit yang terjepit di
antara perban
 Ketika memutar perban pastikan memiliki tekanan yang sama agar tidak
mengganggu aliran darah
 Letakkan sendi pada posisi yang fisiologis
 Pilih arah yang pasti untuk memfiksasi putaran perban, jangan putarkan
perban di tempat yang sudah diperban

Tujuan:
Mampu menutup luka dan support daerah tubuh yang mengalami fraktur tertutup
terutama ekstremitas.

Alat dan Bahan


 Elastic verban
 Perban gulung
 Kain segitiga/mittela

193
Blok 23-24

Teknik Tindakan

Circular bandaging
 Putaran pertama, perban harus ditempel secara diagonal di bagian tubuh yang
akan diperban
 Putaran kedua harus direkatkan pada sudut yang tepat dan bagian panjang
ekstremitas
 Bagian diagonal dari perban yang tidak menempel harus dilipat diantara
lapisan pertama dan kedua dari perban

Spiral bandaging
 Memulai putaran dari bawah menuju keatas
 Setiap satu putaran harus menutupi 1/3 bagian perban dibawahnya
 Putaran terakhir melipat bagian perban yang tidak menempel ke perban di
bawahnya
 Teknik ini lebih baik memakai perban elastik

Figure-of-eight bandage
 Ikuti putaran seperti lingkaran di dekat sendi, perban harus menyebar ke atas
dan ke bawah. Putaran tersebut harus menyilang di tempat di mana sendi
tersebut fleksi
 Bentuk perban seperti ini dapat juga dibuat dengan memulai dari atas atau
bawah lipatan sendi. Titik di mana perban menyilang akan terletak di bagian
sendi yang akan fleksi atau ekstensi, di mana bagian tersebut tidak tertutup
perban

Recurrent bandaging
 Perban digulung secara berulang dari satu sisi ke sisi lainnya di bagian tubuh
yang tumpul, misal: jari tangan dan kaki
 Selanjutnya difiksasi dengan teknik circular bandaging atau spiral
bandaging

Reverse spiral bandage


 Perban dilipat kembali ke belakang dengan sendirinya 180° setiap putaran.
 Bentuk seperti V yang terbentuk akibat lipatan kembali ke belakang adalah
untuk menutupi bagian tubuh yang menonjol dengan pas
 Teknik ini dipakai bila menggunakkan perban non elastik
 Saat ini, teknik ini jarang digunakan

194
Kegawatdaruratan

Sling
 Pemeriksa berdiri di belakang pasien
 Minta pasien menekuk siku dan taruh lengan bawah di bagian dada. Pastikan
bahwa tangan 10 cm lebih tinggi dari siku
 Pasang kain segitiga diantara lengan yang cedera dan dada. Selipkan kain
melalui lekukan siku di antara lengan dan dada jika lengan yang digunakan
untuk bergerak nyeri
 Lipat kain segitiga mengelilingi lengan bawah dan taruh bagian ujung kain
pada bahu di lengan yang sakit
 Ikat kedua ujung kain secara bersama di bagian bahu yang sehat dengan simpul
mati. Sebelum diikat mati pastikan lengan bergantung di tempat yang benar
dan kedua bahu relaksasi ke arah bawah
 Pastikan lengan tengah beristirahat sepenuhnya di dalam kain segitiga
 Lipat kain segitiga di siku dan fiksasi dengan plester

Sling elevasi
 Lihat langkah-langkah sling (langkah 1-3)
 Tekuk siku dan taruh jari-jari tangan pada lengan yang cedera di tulang collar
 Lipat kain segitiga melewati lengan bawah dan fiksasi ujung kain
dengan menggunakan safety pin

Referensi Tambahan
Robroek, WCL, Beek, Van de G. Skills in Medicinie: Bandages and Bandaging
Techniques. Mediview: Maastricht University, Netherlands, 2009, p 39-43, 76-77.

195
Blok 23-24

Check List Bidai


SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3
Inspeksi
 Posisi abnormal : perhatikan alignment/ kesejajaran ,
1. deformitas
 Tonjolan tulang yang menonjol atau keluar dari kulit
 Pergerakan abnormal dari komponen tulang dan sendi
 Minta pasien untuk jangan banyak bergerak dan bantu
pasien untuk menyangga bagian yang mengalami trauma.
2.  Beri kompres dingin jika diperlukan.
 Boleh diberikan perban bila proporsi anatomi bagian tubuh
yang farktur tersebut intak.
Pasang bidai bila terlihat ada deformitas (gawat darurat) atau bila
3. waktu tidak memungkinkan (saat malam hari) atau lokasi untuk ke
rumah sakit jauh. Bidai harus terpasang melewati 2 sendi.
 Saat bidai telah terpasang pastikan kembali tidak terlalu
4. kencang untuk mencegah terjadinya kompartemen sindrom
 Elevasi bagian distal yang mengalami cedera.
Nilai maksimal

Check List Balut Circular-Spiral


SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3
 Putaran pertama, perban harus ditempel secara diagonal di bagian
tubuh yang akan diperban
 Putaran kedua harus direkatkan pada sudut yang tepat dan bagian
1.
panjang ekstremitas
 Bagian diagonal dari perban yang tidak menempel harus dilipat
diantara lapisan pertama dan kedua dari perban
 Memulai putaran dari bawah menuju keatas
 Setiap satu putaran harus menutupi 1/3 bagian perban dibawahnya
2.
 Putaran terakhir melipat bagian perban yang tidak menempel ke
perban di bawahnya
 Jangan terlalu keras dalam menggulung perban untuk
menghindari kongesti vaskular, terutama bagian vena karena
terletak superfisial.
3.  Tutupi bagian kulit setiap putaran, agar tidak terlihat kulit yang
terjepit di antara perban
 Ketika memutar perban pastikan memiliki tekanan yang sama
agar tidak mengganggu aliran darah
Nilai maksimal

196
Kegawatdaruratan

Persiapan Asistensi Kamar Operasi


Tingkat keterampilan: 4A
Dani

Tujuan
Dokter mampu melakukan cuci tangan 7 langkah yang baik dan benar untuk
perlindungan dokter dan pasien

Alat dan Bahan:


- Sabun
- Air mengalir
- Handuk/lap/tissue bersih

Langkah-langkah mencuci tangan


1. Basahkan kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan dengan air
mengalir, kemudian ambil sabun.
2. Usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut, kemudian gosok juga
kedua punggung tangan secara bergantian.
3. Gosok sela-sela jari hingga bersih.
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan.
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian.
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan.
7. Bilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan
memakai handuk atau tisu. Kemudian, matikan kran dengan tisu dan tangan
bersih terjaga.

Gambar Teknik mencuci tangan

197
Blok 23-24

Antisepsis Tangan untuk Tindakan Operasi


1. Lepaskan cincin, jam tangan, dan gelang sebelum memulai cuci tangan untuk
operasi.
2. Bersihkan debris dari bawah kuku dengan mengunakan pembersih kuku
(jangan disikat). Lakukan dibawah air mengalir.
3. Lakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun antimikroba atau hand rub
berbahan dasar alkohol sebelum menggunakan sarung tangan steril ketika
melakukan tindakan bedah.
4. Cuci tangan (dengan langkah diatas) dan lengan bawah selama 26 menit
(sesuai yang direkomendasikan oleh manufaktur sabun antimikroba).
5. Jika menggunakan hand scrub berbahan dasar alkohol dengan aktivitas
persisten, ikuti instruksi dari manufakturnya. Sebelum menggunakan larutan
alkohol, cuci tangan dan lengan terlebih dahulu dengan menggunakan sabun
non-antimikroba lalu keringkan tangan dan lengan bawah. Setelah
menggunakan produk, biarkan tangan dan lengan kering sempurna sebelum
menggunakan sarung tangan steril.

Analisis Tindakan/Perhatian
1. Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang maupun cair
sangat disarankan untuk kebersihan tangan yang maksimal.
2. Tujuh (7) langkah mencuci tangan di atas umumnya membutuhkan waktu 15
– 20 menit. Mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun penting
untuk mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke tubuh anda.
3. Cuci tangan dilakukan untuk dekontaminasi tangan saat:
a. Sebelum kontak langsung dengan pasien.
b. Sebelum menggunakan sarung tangan steril.
c. Sebelum melakukan tindakan dengan memasukkan alat invasif yang
tidak membutuhkan prosedur operasi.
d. Setelah kontak dengan kulit pasien yang intak.
e. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit
yang tidak intak, dan pembalut luka.
f. Saat berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian yang
bersih saat merawat dan memeriksa pasien.
g. Setelah kontak dengan peralatan medis dan benda lainnya yang berada
disekitar pasien.
h. Setelah melepas sarung tangan.
i. Sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.

Referensi Tambahan
World Health Organization. WHO guidelines on Hand hygiene in health care. First Global Patient
Safety Challenge Clean Care is Safer Care. 2009.
Boyce JM, Pittet D. Guideline for hand hygiene in health-care settings, recommendations of the
healthcare infection control practices advisory committee and the
HICPAC/SHEA/APIC/IDSA hand hygiene task force. MMWR 2002:51(16):19-31.
3M Health Care. Recommendations from the CDC Guideline for Hand Hygiene in Healthcare Settings
[Internet]. Available at: http://www.cdc.gov/handhygiene/.

198
Kegawatdaruratan

Check List Cuci Tangan 7 Langkah

Skor
No Kriteria
0 1 2 3

Buka kran air


Basahkan kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan
1.
dengan air mengalir
Ambil sabun

Gosok kedua telapak tangan


2. gosok kedua punggung tangan
Gosok sela-sela jari

Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan


tangan.
3. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok
perlahan

4. Bilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir

5. Keringkan memakai handuk atau tisu

6. Matikan kran dengan tisu

TOTAL SKOR

199
Blok 23-24

Prinsip Aseptik dan Antiseptik


Tingkat keterampilan: 4A
Dani

Definisi
Sterilisasi: tindakan untuk membuat suatu alat/bahan menjadi bebas hama.
Asepsis: keadaan bebas hama/bakteri
Antisepsis: tindakan untuk membebas-hamakan suatu bahan, alat ataupun
ruangan terhadap bakteri/kuman pathogen untuk mencegah sepsis.
Cara sterilisasi
a. Pemanasan, dilakukan tanpa tekanan dan dengan tekanan.
b. Kimiawi dengan menggunakan tablet formalin, gas etilen oksida,
larutan antiseptik.
c. Radiasi: menggunakan sinar X dan sinar ultraviolet.

Antiseptik:
zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman, dapat
bersifat sporisial dan nonsporisidal.
a. Fungsi:
- Mensucihamakan kulit sebelum operasi untuk mencegah infeksi
- Mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah infeksi silang
- Mencuci luka, terutama pada luka kotor
- Sterilisasi alat bedah
- Mencegah infeksi pada perawatan luka
- Irigasi daerah-daerah terinfeksi
- Mengobati infeksi local
b. Antiseptik terbagi atas:
- Alkohol
- Halogen dan senyawanya: yodium, povidon yodium, yodoform,
klorheksidin
- Oksidansia: kalium permanganat, perhidrol
- Logam berat dan garamnya: merkuri klorida, merkurokrom
- Asam: asam borat
- Turunan fenol: trinitrofenol, heksaklorofen
- Basa ammonium kuarterner: etakridin

Referensi Tambahan
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing transmission of
infectious agents in healthcare settings [Internet]. Available from: http://
www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf

200
Kegawatdaruratan

Alat Perlindungan Diri


Tingkat keterampilan: 4A
Teresa Lucretia

Tujuan
Mengetahui indikasi pemakaian alat pelindung diri untuk dokter dan petugas
kesehatan lainnya.

Alat dan Bahan


1. Sarung tangan (hand schoen)
2. Gown isolasi
3. Proteksi wajah: masker, goggle (kacamata), pelindung wajah.

Indikasi Penggunaan
1. Masker:
a. Untuk melindungi petugas kesehatan dari kontak dengan bahan
infeksius dari pasien.
b. Ketika petugas kesehatan melakukan prosedur yang membutuhkan
teknik steril untuk melindungi pasien dari pajanan agen infeksius yang
dibawa mulut dan hidung petugas kesehatan.
c. Pada pasien yang batuk untuk mencegah penyebaran sekret infeksius
ke orang lain.
2. Goggle, pelindung wajah:
a. Mencegah pajanan agen infeksius yang ditransmisikan melalui droplet
pernapasan.
b. Digunakan bersama masker dan sarung tangan.
3. Sarung tangan:
a. Antisipasi kontak langsung terhadap darah atau cairan tubuh pada
membrane mukosa, kulit yang tidak intak, dan bahan infeksius
lainnya.
b. Pada orang yang kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi oleh
pathogen yang ditransmisikan melalui kontak langsung.
4. Gown Isolasi:
Digunakan untuk melindungi lengan dan bagian tubuh yang dapat
terpapar dan mencegah kontaminasi darah, cairan tubuh, dan bahan
infeksius lainnya pada baju.

Referensi Tambahan
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing transmission of infectious agents
in healthcare settings [Internet]. Available from: http://
www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf

201
Blok 23-24

Check List Pemakaian Sarung Tangan Steril

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
 Pilihlah ukuran sarung tangan steril sesuai ukuran
tangan. (Sarung tangan harus menempel ketat pada kulit,
tetapi tidak boleh sobek)
1.  Buka bungkus luar sarung tangan
 Letakkan/ jatuhkan bungkus dalam pada tempat steril
(bila tidakk ada tempat steril, biarkan bungkus dalam
terletak di sisi dalam bungkus luar sarung tangan)
 Cucilah tangan sesuai prosedur
 Bila mencuci tangan dengan air (basah), keringkan bagian
telapak tangan dan punggung tangan dengan handuk
2.
steril
 Pastikan posisi tangan setinggi area antara dagu dan
dada

 Bukalah bungkus dalam sarung tangan


3.  Posisikan sarung tangan sesuai posisi tangan pemeriksa
(kanan (R) untuk tangan kanan)

 Ambil sarung tangan untuk tangan aktif terlebih dahulu


 Pastikan hanya memegang bagian lipatan (tangan tidak
4. steril memegang bagian tidak steril)
 Masukkan tangan aktif dengan hati-hati, sampai ke
bagian jari-jari (tidak perlu rapi)
 Dengan menggunakan tangan aktif, ambil sarung tangan
untuk tangan yang kurang aktif
 Pastikan mengambil dari balik lipatan (tangan steril
5.
memegang bagian steril)
 Masukkan tangan yang kurang aktif dengan hati-hati,
sampai ke bagian jari-jari
 Rapikan posisi jari-jari untuk setiap tangan
 Rapikan juga daerah pergelangan tangan dengan hati-
6.
hati (bagian steril memegang bagian steril)
 Posisikan tangan setinggi area antara dagu dan dada

TOTAL SKOR

202
Kegawatdaruratan

Check List Pemakaian Surgical Gowning

Skor
No Kriteria
0 1 2 3

Pastikan telah melakukan persiapan dengan baik sebelum


memasuki ruangan operasi:
1.
 memakai tutup kepala, memakai apron plastik, memakai
masker, dan mencuci tangan sesuai prosedur
 Ambillah gaun operasi dengan memegang keuda bagian
bahu
2.  Mundur satu langkah secara hati-hati
 Sambil mengangkat, dan membiarkan bagian lipatan
terbuka/tertarik gravitasi
 Secara hati-hati, masukkan kedua lengan ke dalam gaun
operasi
 Lalu mintalah bantuan rekan yang tidak steril, untuk
3.
merapikan dan mengikat tali pada bagian leher belakang
 Pastikan rekan yang tidak steril hanya memegang bagian
dalam gaun
 Sambil memegang ujung lengan gaun, pakailah sarung
tangan steril. (cukup disebutkan)
4.  Pastikan sarung tangan steril menutupi sampai bagian
lengan gaun, sehingga tidak ada bagian kulit yang
terbuka
 Bukalah ikatan tali pada pinggang
 Berikan satu tali (yang sisi kiri) agar dipegang oleh rekan
5. yang telah menggunakan sarung tangan steril
 Berputarlah ke arah kanan sampai gaun menutupi
bagian punggung
 Ikatlah kedua tali tersebut di depan perut, setinggi
pinggang
6.
 Pastikan posisi tangan tetap berada di area antara dagu
dan dada

 Berhati-hatilah ketika hendak bergerak/berpindah


7. tempat, pastikan bagian punggung bertemu dengan
bagian punggung rekan di kamar operasi

TOTAL SKOR

203
Blok 23-24

Insisi dan Drainase Abses


Tingkat keterampilan: 4A
Eduard Simamora

Tujuan
Mampu membersihkan dan mengangkat abses di jaringan kulit

Alat dan Bahan


 Gagang scalpel
 Scalpel no 11
 Disinfektan
 Spray ethyl chloride
 Drain
 Gelas obyek untuk menampung pus yang akan di kultur
 NaCl 0.9 %

Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi lokal
3. Cuci tangan 7 langkah dan memakai sarung tangan
4. Disinfeksi tempat abses berada dan jaringan kulit di sekitarnya dengan
povidone iodine dengan putaran dari dalam ke luar
5. Tutupi area tempat abses dengan duk steril
6. Berikan anestesi lokal menggunakan spray ethyl chloride
7. Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan nyeri buat insisi di atas
abses. Jangan buat insisi di tempat selain abses tersebut (operasi minor
membuat luka yang kecil). Buka abses lebar-lebar agar lubang tidak mudah
tertutup
8. Ambil bagian dari abses untuk membuat kultur
9. Bersihkan abses dengan kasa steril atau cuci dengan NaCl. Pasang drain atau
ujung dari sarung tangan steril agar lubang tidak tertutup selama abses masih
memproduksi cairan.
10. Pasang perban yang dapat menyerap sisa pus.
11. Minta pasien untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang telah di operasi atau
pakaikan sling bila luka bekas operasi berada di ekstremitas atas
12. Minta pasien ganti perban setiap kotor atau minimal 2x sehari.
13. Cek luka bekas operasi dan angkat drain setelah tidak keluar pus atau kira-kira

204
Kegawatdaruratan

Check List Insisi dan Drainase Abses


Skor
No Kriteria
0 1 2 3

 Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan


dan prosedurnya
1.  Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi
lokal
 Cuci tangan dan memakai sarung tangan

 Disinfeksi tempat abses berada dengan povidone iodine


2.
 Tutupi area tempat abses dengan duk steril

 Berikan anestesi lokal menggunakan spray ethyl


3.
chloride

4.  Buat insisi di atas abses

 Bersihkan abses dengan kasa steril atau cuci dengan


5.
NaCl. Pasang drain atau ujung dari sarung tangan steril
 Cek luka bekas operasi dan angkat drain setelah tidak
6.
keluar pus atau kira-kira setelah 2 hari

TOTAL SKOR

205
Blok 23-24

Eksisi Tumor Jinak Kulit


Tingkat keterampilan: 4A
Eduard Simamora

Tujuan
Mampu mengangkat tumor jinak di jaringan kulit

Alat dan Bahan


 Pegangan scalpel
 Scalpel no 15
 Pinset anatomis
 Pinset chirurgis
 Needle holder
 Gunting lancip-lancip bengkok
 Gunting lancip-tumpul
 Benang jahit
 Duk steril
 Klem mosquito
 Klem kocher
 Retraktor

Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap obat anestesi lokal
3. Tandai kulit yang akan dilakukan eksisi berbentuk elips dengan panjang :
lebar = 3 : 1, disesuaikan dengan garis kulit
4. Cuci tangan 7 langkah dan memakai sarung tangan steril
5. Disinfeksi tempat yang akan dilakukan eksisi dan jaringan kulit di sekitarnya
dengan povidone iodine dengan putaran dari dalam ke luar
6. Tutupi area yang akan di eksisi dengan duk steril
7. Berikan anestesi lokal menggunakan teknik blok area atau infiltrasi lokal
disekitar batas eksisi
8. Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan nyeri, mulai lakukan
tindakan
9. Taruh ibu jari dan jari telunjuk di sekitar kulit yang akan dieksisi untuk
meregangkan kulit
10. Pegang scalpel tegak lurus dari kulit, buat sayatan elips sejalan dengan garis
kulit tempat yang akan disayat.
11. Mulai lakukan pemotongan dengan scalpel dan tahan agar tetap tegak lurus
terhadap kulit, potong dengan gerakan memutar sesuai garis yang sudah
ditandai
12. Hindari jalur sayatan menyilang di ujung
13. Buatlah sayatan yang menembus hingga subkutan

206
Kegawatdaruratan

14. Dengan pinset chirurgis, pegang kulit pada tepi tumor tanpa menjepit keras
jaringan dan lakukan eksisi, ambil bersama jaringan subkutan
15. Tandai spesimen dengan benang jahit untuk keperluan ahli patologis.
Atasi perdarahan dengan tekanan, jahit, atau elektrokoagulasi
16. Jahit batas luka dengan benang jahit non-reabsorbable

Perhatikan bahwa Dokter di layanan primer sebaiknya tidak melakukan operasi


untuk Eksisi ganglion, eksisi lipoma yang besar, eksisi kista servikal medial dan
lateral, eksisi tumor payudara dan operasi yang berhubungan dengan kaki dengan
insufisien aliran darah. Operasi tersebut harus dilakukan oleh spesialis untuk
mengurangi risiko komplikasi

Referensi Tambahan
Stapert J, Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview: Maastricht University, Netherlands,
2009, p 28-29, 55-56.

207
Blok 23-24

Check List Eksisi Tumor Jinak Kulit


Skor
No Kriteria
0 1 2 3
 Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan
dan prosedurnya
1.  Tandai kulit yang akan dilakukan eksisi berbentuk
elips
 Cuci tangan 7 langkah dan memakai sarung tangan steril
 Disinfeksi tempat yang akan dilakukan eksisi dengan
povidone iodine
2.
 Tutupi area yang akan di eksisi dengan duk steril
 Berikan anestesi lokal menggunakan teknik blok
 Taruh ibu jari dan jari telunjuk di sekitar kulit
yang akan dieksisi untuk meregangkan kulit
 Pegang scalpel tegak lurus dari kulit, buat sayatan
elips sejalan dengan garis kulit tempat yang akan
3.
disayat.
 Mulai lakukan pemotongan dengan scalpel dan tahan
agar tetap tegak lurus terhadap kulit, sampai
menembus subkutan

Dengan pinset chirurgis, pegang kulit pada tepi tumor


4. tanpa menjepit keras jaringan dan lakukan eksisi, ambil
bersama jaringan subkutan

 Atasi perdarahan dengan tekanan, jahit, atau


5. elektrokoagulasi
 Jahit batas luka dengan benang jahit non-reabsorbable

TOTAL SKOR

208
Kegawatdaruratan

Sirkumsisi
Tingkat keterampilan: 4A
Eduard Simamora

Tujuan
Melakukan prosedur sirkumsisi untuk pria

Alat dan Bahan


 Spuit 3 cc
 Lidokain ampul
 Klem hemostat (3 buah): 1 buah hemostat lurus, 2 buah hemostat bengkok
 Gunting jaringan
 Needle holder
 Scalpel no.15
 Benang chromic 3-0
 Duk steril
 Sarung tangan steril
 Larutan iodium
 Alkohol 70%
 Kassa steril
 Cawan ginjal
 Kom

Persiapan Tindakan
1. Persiapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
3. Minta pasien berbaring di meja periksa.
4. Bersihkan penis dengan air sabun. Pada pasien dewasa, cukur rambut di
sekitar penis.
5. Operator mencuci tangan.
6. Menggunakan APD, posisi operator di sebelah kiri pasien.
7. Melakukan aseptik dan antiseptik pada penis dan sekitarnya secara
sentrifugal dengan penis sebagai pusat.
8. Pasang doek berlubang steril.
9. Lakukan tindakan anestesi blok pada pangkal penis di bagian dorsal yang
memblok nervus dorsalis penis. Tusukkan jarum pada pangkal penis di
sebelah dorsal tegak lurus terhadap batang penis, hingga terasa sensasi
seperti menembus kertas. Pada saat itu jarum telah menembus fascia Buck
tempat nervus dorsalis penis berada dibawahnya. Tanda lain jarum sudah
menembus fascia Buck adalah jika jarum ditarik ke atas, penis terangkat dan
bila obat disuntikkan tidak terjadi edema. Kemudian miringkan jarum ke sisi
batang penis.

209
Blok 23-24

10. Lakukan aspirasi, bila jarum tidak masuk ke pembuluh darah, suntikkan zat
anestesi sebanyak 1-2 cc, lalu pindahkan ke sisi lainnya suntikkan kembali zat
anestesi seperti sebelumnya.
11. Tambahkan anestesi infiltrasi pada daerah frenulum. Lakukan pijatan
pada daerah bekas suntikan agar obat tersebar.
12. Tunggu kurang lebih 5 menit, lepaskan perlekatan prepusium (bila ada) secara
perlahan.
13. Yakinkan anestesi sudah bekerja dengan penjepit prepusium tanpa memberi
tahu pasien.
14. Bila anestesi telah bekerja, tindakan sirkumsisi dapat dilakukan.

Keterampilan Sirkumsisi: Teknik Dorsumsisi (Dorsal Slit Operation)


1. Pasang klem Kocher pada jam 6, 11 dan jam 1.
2. Lakukan diseksi lurus dengan gunting. Lakukan pemotongan preputium
sejajar dengan sumbu panjang penis ke arah sulkus koronarius glandis
hingga ¼ sampai ½ cm dari bagian distal sulkus koronarius glandis.
3. Jahit mukosa-kulit pada jam 12, simpul jangan dipotong namun dijepit
dengan klem arteri pean lurus sebagai teugel (kendali) untuk memudahkan
tindakan selanjutnya.
4. Lanjutkan pemotongan prepusium ke samping sejajar sulkus
koronariusglandis dengan jarak ¼ sampai ½ cm sari distal sulkus koronarius
glandis.
5. Perdarahan yang terjadi dirawat dengan klem mosquito dan diligasi dengan
plain catgut.
6. Lakukan teugel pada jam 3, 9, dan jam 6 (frenulum). Khusus pada frenulum,
jahitan teugel berbentuk angka 8 atau 0.
7. Setelah yakin tidak ada perdarahan yang belum dihentikan, lakukan
penjahitan mukosa-kulit secara terputus-putus dengan benang chromic 3-0.
8. Bersihkan luka dengan akuades atau NaCl 0,9%. Setelah bersih dari noda
darah, cuci dengan alkohol 70%.
9. Bubuhi luka dengan levertraan (salep minyak ikan), betadine®, atau
bioplacenton® atau tutup dengan sofratulle®, kemudian tutup dengan kassa
steril.
10. Pembalutan luka dilakukan dengan cara melingkarkan kasa steril pada
batang penis dan diikat pada bagian dorsum penis, kemudian difiksasi
dengan plester.
11. Pasien diberi antibiotika, analgesik dan roboransia.

Referensi Tambahan
Karakata S, Bachsinar B. Bedah Minor. Hipokrates: Jakarta. 1996. P151-154.

210
Kegawatdaruratan

Check List Sirkumsisi


Skor
No Kriteria
0 1 2 3
 Perkenalkan diri, jelaskan jenis dan prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
1.  Persiapkan alat dan bahan.
 Minta pasien berbaring di meja periksa, Bersihkan penis
dengan air sabun.

 Operator mencuci tangan, dan menggunakan APD


 Melakukan aseptik dan antiseptik pada penis dan sekitarnya
2. secara sentrifugal dengan penis sebagai pusat.
 Pasang doek berlubang steril.

Lakukan tindakan anestesi blok pada pangkal penis bagian dorsal


3. dan pada daerah frenulum

4. Lakukan aspirasi sebelum memasukkan obat anastesi

Jepit prepusium tanpa memberi tahu pasien, untuk memastikan


5. anastesi telah bekerja

Pasang klem Kocher pada jam:


 6
6.  11
 1
Lakukan pemotongan preputium sejajar dengan sumbu panjang
penis ke arah sulkus koronarius glandis hingga ¼ sampai ½ cm dari
7. bagian distal sulkus koronarius glandis
Jahit mukosa-kulit pada jam 12
Lanjutkan pemotongan prepusium ke samping sejajar sulkus
8. koronariusglandis dengan jarak ¼ sampai ½ cm sari distal sulkus
koronarius glandis.
 Lakukan teugel pada jam 3, 9, dan jam 6 (frenulum). Khusus
pada frenulum, jahitan teugel berbentuk angka 8 atau 0.
9.  Setelah yakin tidak ada perdarahan yang belum dihentikan,
lakukan penjahitan mukosa-kulit secara terputus-putus.
 Bersihkan luka dengan akuades atau NaCl 0,9%.

 Bubuhi luka dengan salep antibiotik, kemudian tutup dengan


kassa steril.
10.  Kassa penutup dirapihkan dan di plester.
 Pasien diberi antibiotika, analgesik dan roboransia

TOTAL SKOR

211
Blok 23-24

212

Anda mungkin juga menyukai