Tahun Ketiga
Editor:
Fenny Tanuwijaya, dr., Sp.PK.
Teresa Lucretia, dr., M.Kes.
Widura, dr., M.S.
Yenni Limyati, dr., S.Sn., Sp.KFR., M.Kes.
Besar harapan saya, buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh segenap
penggunanya. Demikianlah kata sambutan saya, selamat belajar, sukses, dan
senantiasa diberkati Tuhan
iii
Kata Sambutan
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku penunjang
pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang
merujuk kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dalam
penerapan KKNI, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Melalui sistem pembelajaran PBL mahasiswa dituntut aktif, mandiri dan belajar
sepanjang hayat. Metode-metode pembelajaran diarahkan untuk memancing
keingintahuan, memotivasi mahasiswa untuk belajar secara mandiri, melatih
untuk berpikir kritis yang berguna baik pada saat berkuliah maupun ketika
mahasiswa sudah terjun di masyarakat sebagai dokter. Pembelajaran ini akan
berhasil apabila mahasiswa aktif dalam mencari materi pengetahuan dari berbagai
sumber yang dapat dipercaya dan dengan demikian melalui pembelajaran
mandiri mahasiswa akan lebih mengingat apa yang telah mereka pelajari dan
menguasai keahlian untuk belajar.
v
PRAKATA
Sebagaimana sebuah bangunan dapat berdiri kokoh bila ditopang oleh fondasi
yang kuat, demikian juga harapan kami sebagai pendidik, dapat meletakkan
fondasi yang benar sebagai landasan saat menempuh program pendidikan sarjana
kedokteran, program pendidikan dokter di rumah sakit dan saat menjadi seorang
dokter kelak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penerbitan buku ini. Kami berharap buku ini dapat
bermanfaat terutama bagi para mahasiswa yang mempelajarinya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam buku ini, sebab itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan
bimbinganNya maka Buku ini dapat disusun dan diterbitkan. Buku ini diterbitkan sebagai
salah satu pegangan bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha, dengan materi keterampilan klinis yang telah disesuaikan
dengan standar kompetensi sebagai dokter layanan primer. Semoga buku ini bermanfaat bagi
para mahasiswa/i Fakultas Kedokteran dalam mempersiapkan diri untuk melayani pasien
nyata di klinik kelak.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa masih ada
kekurangan dalam penyusunan buku ini, sehingga kami mengharapkan masukan-masukan
dari para pembaca guna perbaikan di kemudian hari.
Editor
ix
Daftar Isi
xi
Manuver Heimlich ........................................................................................... 122
Bantuan Hidup Dasar Anak dan Neonatus ................................................. 124
Mencuci Luka .................................................................................................... 132
Anastesi Lokal (Anastesi Infiltrasi) ................................................................ 137
Penjahitan Luka ................................................................................................ 143
Kompres Terbuka dan Tertutup .................................................................... 190
Bidai dan Balut .................................................................................................. 192
Persiapan Asistensi Kamar Operasi............................................................... 197
Prinsip Aseptik dan Antiseptik ...................................................................... 200
Alat Perlindungan Diri .................................................................................... 201
Insisi dan Drainase Abses ............................................................................... 204
Eksisi Tumor Jinak Kulit ................................................................................. 206
Sirkumsisi .......................................................................................................... 209
xii
Daftar Kontributor
xiii
xiv
Blok 17
Sistem Saraf
Referensi:
PB IDI. 2017. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer,
Edisi Pertama.
Bates, Barbara.: The General Survey, A guide to Physical Examination and History Taking,
Philadelphia, J.B. Lippincott Company, 6th Ed, 1995.
DeGowin, E.L; DeGowin, R.L, Motor Function, Diagnostic Examination, The Macmillan
Company, London, 2nd ed., p.772
Fuller, Geraint. Neurological Examination Made Easy. Churchill Livingstone. Edinburgh,
London.1993.
Markum, H.M.S. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta, Pusat Informasi dan
Penerbitan. Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Edisi ke 2, 2003.
Swartz, M.H. Pocket Companion to textbook of Physical Diagnostic. W.B Saunders Company.
Philadelphia, Pennsylvania. 1995
Blok 17
Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan gangguan koordinasi dan keseimbangan yang dijumpai pada
pasien dan mencatatnya dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan secara benar
2. Melakukan pemeriksaan dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat kelainan yang ditemukan
Koordinasi
Koordinasi adalah gerakan bertujuan, melibatkan banyak sendi, merupakan fungsi
cerebellum. Dasar koordinasi ialah kerja sama otot antagonis, menghasilkan
gerakan volunter yang cepat, tepat dan tangkas.
Gangguan koordinasi berupa kelainan : - ataxia
- dismetri
- disdiadokokinesia
- intention tremor
Tes koordinasi meliputi :
1. Tes telunjuk hidung
2. Tes hidung – jari – hidung
3. Tes pronasi – supinasi / disdiakokinesia
4. Tes tumit – lutut
2
Sistem Saraf
Tes Keseimbangan :
Tes Romberg
- Pasien dalam posisi berdiri.
- Pasien diminta menutup matanya
- Pasien diminta berdiri dengan kedua tumit berdekatan dan kedua ibu jari
kaki berjauhan
- Perlu diperhatikan bahwa pada tes ini pemeriksa harus memposisikan diri
di dekat pasien, untuk mengantisipasi kemungkinan pasien terjatuh saat
dilakukan tes.
Romberg (+) bila cenderung jatuh ke satu arah tertentu.
3
Blok 17
SKOR
No. KRITERIA : Pemeriksaan Koordinasi
0 1 2 3
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
Tes telunjuk – hidung
4
Sistem Saraf
5
Blok 17
Tujuan:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
menentukan derajat kesadaran pasien yang dihadapi baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
2. Secara kuantitatif
Pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif paling banyak dilakukan dengan
Skala Koma Glasgow (Glasgow Comma Scale, GCS).
Aspek yang dinilai pada GCS adalah :
A. Respon Motorik (M) : nilai 1 - 6
B. Respon Mata (E) : nilai 1 - 4
C. Respon Verbal (V) : nilai 1 - 5
Nilai GCS = M + E + V (Maks. 15, Min. 3)
Cara menilai respon pada Glasgow Comma Scale (GCS)
6
Sistem Saraf
B. Mata
Bila pasien membuka matanya spontan, dinilai 4
Bila mata pasien tertutup, tetapi dapat diperintah secara verbal untuk
membuka matanya, dinilai 3
Bila dengan perintah verbal pasien tidak membuka matanya, tapi dengan
rangsang nyeri, yaitu dengan memberikan tekanan pada supra orbita, pangkal
kuku atau sternum baru membuka matanya, dinilai 2
Bila dengan rangsang nyeri apapun pasien tidak membuka matanya, maka
dinilai 1
7
Blok 17
C. Respon Verbal
Bila pasien menjawab pertanyaan, baik waktu maupun tempat (orientasi
tempat dan waktu) dengan benar, misalnya:
o Dimana dia berada saat ini, dijawab poliklinik,
o Ditanya waktu saat pemeriksaan, dijawab pagi atau siang/sesuai
dengan kenyataan, dinilai 5
Apabila pasien menjawab pertanyaan, tapi tidak sesuai dengan apa yang
ditanyakan, misalnya:
o Ditanya tahun berapa sekarang, dijawab: ibu, bapak, makan dsb
o Ditanya siapa namanya, dijawab: hal-hal lain seperti waktu, tempat,
dinilai 3
Bila tidak ada jawaban sama sekali, baik dengan perintah verbal maupun
dengan rangsang nyeri, dinilai 1
8
Sistem Saraf
Bicara abnormal 3
Bunyi yang tidak dimengerti 2
Tidak ada respon verbal 1
No Instruksi Skor
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
3. Memberikan rangsangan kepada pasien:
Rangsang suara, jika respon (-) dilanjutkan dengan,
Memberi rangsang nyeri pada daerah: (pilih salah satu)
supra orbita
di pangkal kuku
sternum
4. Mengamati Respon Motorik (M), Respon Mata (E), dan Respon Verbal
(V) secara bersamaan.
Respon yang dinilai, lihat narasi sub-bab ini. (Tabel 1. GCS)
6. Mencatat respons pasien : E…......V……..M..............
7. Menghitung nilai total GCS
9
Blok 17
Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
melakukan pemeriksaan rangsang meningens pada pasien dan mencatat hasilnya
dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan rangsang meningens
2. Melakukan pemeriksaan rangsang meningens dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat hasil yang ditemukan
b. Tanda Kernig
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Pemeriksa
memfleksikan salah satu sendi panggul sejauh 90°, kemudian dilakukan
ekstensi pada sendi lutut tungkai tersebut. Tanda Kernig disebut positif bila
pada ekstensi sendi lutut kurang dari 135° terdapat spasme otot paha dan
pasien merasa nyeri.
10
Sistem Saraf
c. Tanda Laseque
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Pemeriksa
memfleksikan salah satu sendi panggul dalam keadaan sendi lutut ekstensi
(tungkai lurus). Tanda Laseque dikatakan positif bila fleksi pada sendi panggul
kurang dari 60°, gerakan fleksi terbatas, terasa tahanan dan pasien merasa nyeri.
d. Tanda Brudzinski I
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Dilakukan fleksi
kepala ke arah dada. Brundzinski I dikatakan positif bila terjadi fleksi sendi
lutut pada salah satu atau kedua tungkai.
e. Tanda Brudzinski II
Pasien terlentang tanpa bantal dengan kedua tungkai lurus. Dilakukan gerakan
seperti Kernig. Brundzinski II dikatakan positif bila timbul fleksi sendi panggul
dan lutut pada tungkai sisi kontralateral.
11
Blok 17
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
12
Sistem Saraf
Tanda Kernig
Tanda Brudzinski II
TOTAL SKOR
13
Blok 17
Pemeriksaan Motorik
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN SARAF FK UKM
Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan kelainan motorik yang dijumpai pada pasien dan mencatatnya
dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan motorik secara benar
Melakukan pemeriksaan motorik dengan benar
Mendeskripsikan dan mencatat kelainan motorik yang ditemukan
Prasyarat
Anatomi dan fisiologi sistem motorik – Materi pengetahuan blok 17
1. Inspeksi : pemeriksaan postur, cara berdiri dan berjalan, atropi dan gerakan
involunter
- Perhatikan apakah terdapat postur hemiplegik yaitu fleksi pada sendi siku
dan pergelangan tangan disertai ekstensi pada sendi lutut dan pergelangan
kaki.
- Perhatikan seluruh tubuh pasien, bandingkan sisi kiri dan kanan. Apakah
simestris atau terdapat perbedaan massa otot. Pengecilan massa otot atau
atropi diukur dengan pita pengukur pada tempat yang homolog pada sisi kiri
dan kanan. Perbedaan ukuran lebih dari 2 cm disebut sebagai atropi.
- Adakah gerakan involunter seperti misalnya ”resting tremor”, ballismus atau
khorea.
14
Sistem Saraf
- Tonus otot lengan diperiksa dengan menggerakkan lengan bawah pada sendi
siku. Peganglah lengan atas penderita dengan tangan kanan anda dan lengan
bawah penderita dengan tangan kiri anda, gerakkan lengan bawah dengan
gerakan fleksi dan ekstensi serta pronasi-supinasi.
- Tonus otot tungkai diperiksa dengan menggerakkan tungkai pada sendi
panggul, sendi lutut dan pergelangan kaki
- Periksalah tonus otot teman anda untuk mengenali tonus yang normal. Bila
tonus normal, maka hanya sedikit tahanan yang dirasakan pemeriksa pada
seluruh range of movement (= ROM, arah jangkauan gerak).
- Pada kelumpuhan tipe Lower Motor Neuron (LMN), tonus otot menurun
(flaccid). Sedangkan pada kelumpuhan tipe Upper Motor Neuron (UMN)
tonus otot meninggi :
Saat diperiksa, sekonyong-konyong timbul resistensi terhadap gerakan
pemeriksa (spastisitas).
Bila terdapat peningkatan tonus yang intermitten, sehingga terasa
seperti roda gigi, disebut sebagai cogwheel rigidity. Hal ini dijumpai pada
penyakit Parkinson.
Pada rekam medik, hasil pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas secara umum
dituliskan sebagai berikut :
15
Blok 17
Contoh : kekuatan otot lengan kanan 3, tungkai kanan 3, lengan kiri 5, lengan
kiri 5 (artinya hemiparesis kanan), ditulis
3 5
3 5
4. Pemeriksaan fasikulasi
Fasikulasi adalah gerakan halus sekelompok otot di bawah kulit yang tampak
pada inspeksi. Fasikulasi dapat timbul secara spontan atau diprovokasi dengan
melakukan perkusi otot beberapa kali pada bagian badan otot (venter).
16
Sistem Saraf
SKOR
No. KRITERIA : Pemeriksaan Motorik
0 1 2 3
Introduksi
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
Inspeksi : pemeriksaan postur, cara berdiri dan berjalan, atropi dan gerakan
involunter
1. Menjelaskan cara pemeriksaan
2. Memperhatikan postur tubuh penderita pada posisi berdiri
maupun berbaring, membandingkan sisi kiri dan kanan
3. Mengambil pita pengukur
4. Mengukur massa otot dengan pita pengukur pada tempat
yang homolog pada sisi kiri dan kanan.
5. Mendeskripsikan hasil pemeriksaan : misalnya : postur
normal / hemiplegik, tidak terdapat atropi
6. Memperhatikan apakah terdapat gerakan involunter
7. Mencatat pada rekam medik
Pemeriksaan tonus otot
1. Menjelaskan kepada penderita mengenai cara dan tujuan
pemeriksaan
2. Penderita diminta untuk tetap rileks dan dialihkan
perhatiannya dengan mengajak bicara
3. Tonus otot lengan bawah : peganglah lengan atas dengan
tangan kanan anda dan pegang lengan bawah dengan
tangan kiri anda.
4. Lengan bawah di-fleksi / ekstensikan. Sambil melakukan
hal tersebut, pemeriksa merasakan apakah normal,
hipotoni atau hipertoni
5. Pemeriksa menggerakkan tungkai penderita pada sendi
panggul. Sambil melakukan hal tersebut, pemeriksa
merasakan apakah normal, hipotoni atau hipertoni
6. Pemeriksa menggerakkan tungkai penderita pada sendi
lutut. Sambil melakukan hal tersebut, pemeriksa
merasakan apakah normal, hipotoni atau hipertoni
7. Pemeriksa menggerakkan tungkai penderita pada
pergelangan kaki. Sambil melakukan hal tersebut,
pemeriksa merasakan apakah normal, hipotoni atau
hipertoni
8. Mendeskrisikan hasil pemeriksaan dan menuliskan pada
rekam medik
Pemeriksaan kekuatan otot
1. Menjelaskan kepada penderita mengenai cara dan tujuan
pemeriksaan
2. Penderita diminta menggerakkan lengan atau tangan
kanannya sekuat tenaga. Bila ia dapat mengangkat lengan
17
Blok 17
TOTAL
18
Sistem Saraf
Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan kelainan sensorik yang dijumpai pada pasien dan mencatatnya
dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan sensorik secara benar
2. Melakukan pemeriksaan sensorik dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat kelainan sensorik yang ditemukan
Prasyarat
Anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat, saraf tepi dan sensorik – Kuliah blok 17
19
Blok 17
20
Sistem Saraf
Pemeriksaan sensibilitas
Syarat Pemeriksaan :
1. Pasien harus sadar (compos mentis) dan cukup kooperatif
2. Pasien tidak boleh dalam keadaan lelah
3. Pasien harus mendapat penjelasan mengenai tujuan dan cara pemeriksaan
serta respons yang diharapkan
4. Dilakukan secara rileks dan tidak melelahkan pasien
5. Azas simetris : pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan
bagian kanan
6. Hasil pemeriksaan fungsi sensorik pada suatu saat tidak dapat sepenuhnya
dipercaya karena memiliki segi subyektivitas yang tinggi, karena itu kita
harus hati-hati dalam penarikan kesimpulan.
21
Blok 17
22
Sistem Saraf
23
Blok 17
Pada lesi saraf tepi, gangguan sensibilitas tergantung dari saraf yang terkena.
Misalnya:
(i) Lesi mengenai radiks L4-L5 kanan akan menimbulkan hipestesi di daerah
yang dipersarafinya, yaitu daerah kulit yang sesuai dengan dermatom L4-
L5 kanan. Pada peta sensibilitas digambarkan sebagai berikut :
24
Sistem Saraf
(ii) Lesi yang mengenai beberapa saraf tepi secara simetris bilateral disebut
sebagai polineuropati dan secara klinis memberikan gambaran gangguan
sensibilitas : hipestesi dengan distribusi ”glove-and-stocking” (seperti
sarung tangan dan kaus kaki), seperti pada gambar berikut ini :
25
Blok 17
- Bandingkan atas dan bawah, kiri dan kanan. Mintalah pasien merasakan
apakah terasa getaran dan apakah ada bagian tertentu yang kurang
terasa. Setelah pasien tidak merasakan lagi getaran garpu tala,
pindahkan segera ke pergelangan pemeriksa dan rasakan apakah
masih ada getaran.
26
Sistem Saraf
SKOR
No. KRITERIA : Pemeriksaan Sensibilitas
0 1 2 3
1 Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Memposisikan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
RASA RABA
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Memilih kapas atau rambut Frey
3. Mencoba kapas terhadap dirinya sendiri
4. Meminta penderita untuk menutup mata
5. Memberikan rangsangan secara ringan pada kulit
6. Pada setiap rangsangan, meminta penderita untuk
menyatakan terasa atau tidak
7. Membandingkan bagian tubuh atas dan bawah
8. Membandingkan kiri dan kanan
9. Meminta penderita untuk membedakan rasa raba di bagian
atas dan bawah, kiri dan kanan, apakah terasa sama kuat atau
ada yang kurang terasa
10. Mencatat hasilnya pada peta sensibilitas
11. Mendeskripsikan dalam kata-kata dan menuliskan dalam
rekam medik
NYERI SUPERFISIAL
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Memilih tusuk gigi
3. Mencoba tusuk gigi terhadap dirinya sendiri
4. Meminta penderita menutup mata
5. Melakukan rangsangan dengan ujung tajam dengan intensitas
minimal tanpa menimbulkan luka/ perdarahan
6. Melakukan rangsangan dengan ujung tumpul
7. Pada setiap rangsang, meminta penderita untuk
mengidentifikasi apakan yang terasa adalah ”tajam” atau
”tumpul”
8. Membandingkan bagian tubuh atas dan bawah
9. Membandingkan kiri dan kanan
10. Menanyakan apakah ada perbedaan intensitas ketajaman
rangsangan
11. Mencatat hasilnya pada peta sensibilitas
12. Mendeskripsikan dalam kata-kata dan menuliskan dalam
rekam medik
SUHU
1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Menyiapkan tabung berisi air panas dan dingin
3. Mencoba botol berisi air panas dan air dingin terhadap dirinya
sendiri
27
Blok 17
28
Sistem Saraf
Snellen chart
Garpu tala 128 dan 512 (atau 1024) Hz
Senter atau otoscope
Kapas
Kassa steril
Tusuk gigi (sisi tumpul dan tajam)
Tabung reaksi berisi air hangat dan air dingin
Cairan manis, asin dan pahit .
Cotton bud
Spatel kayu
Teknik Pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan
prosedurnya.
3. Pastikan pasien tidak mengalami gangguan sistem penghidu (contoh pilek)
4. Memeriksa N.I: olfaktorius.
a. Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup salah satu
lubang hidung. Pemeriksaan dilakukan dari lubang hidung sebelah kanan.
b. Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang terbuka, seperti
kopi, teh, dan sabun.
c. Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila ya, tanyakan
jenisnya. Pemeriksa juga dapat memberikan pilihan jawaban bila pasien
merasa menhidu sesuatu namun tidak dapat mengenalinya secara spontan,
seperti, “Apakah ini kopi, atau teh?”
d. Kemudian lakukan prosedur yang sama pada lubang hidung yang lain.
29
Blok 17
30
Sistem Saraf
31
Blok 17
10. Pemeriksaan NV
Pemeriksaan refleks kornea (N. V):
a. Persiapkan pasien dalam posisi berbaring. Pemeriksa berada di sisi
pasien.
b. Angkat kelopak mata atas pasien, kemudian minta pasien untuk melirik
ke sisi berlawanan dari tempat peeriksa.
c. Sentuh sklera dengan ujung kapas dari sisi ke arah kornea tanpa
menyentuh bulu mata maupun konjungtiva.
d. Perhatikan adanya refleks mengedip dari pasien.
e. Lakukan pemeriksaan pada mata lainnya dan bandingkan hasilnya.
f. Pemeriksaan N V juga digunakan untuk menilai lesi pada herpes di V.1,
V.2 dan V.3
Penilaian otot temporal dan masseter.
a. Minta pasien untuk mengatupkan rahangnya sekuat mungkin.
b. Pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter pasien.
Kemudian nilai kekuatan tonusnya.
Penilaian sensasi wajah (N. V):
a. Persiapkan pasien dalam posisi duduk atau berbaring.
b. Pemeriksaan awal pasien dengan mata terbuka sehingga ia dapat melihat
stimulus apa yang akan ia identifikasi.
c. Sentuh pasien di daerah wajah dengan kapas di beberapa tempat,
bandingkan kanan dan kiri.
d. Kemudian dengan mata tertutup, tanyakan apakah pasien merasakan
stimuli sentuhan yang diberikan dan minta ia mengidentifikasi letak stimuli.
Bandingkan kanan dan kiri.
e. Perhatikan adanya penurunan fungsi sensoris yang ditandai dengan adanya
perbedaan sensasi stimuli pada pasien. Walaupun pasien dapat
menyebutkan seluruh letak stimuli sehingga perlu ditanyakan apakah ia
merasakan adanya perbedaan sensasi dari setiap stimuli yang diberikan.
32
Sistem Saraf
1. Pemeriksaan N I:
Kehilangan kemampuan menghidu dapat disebabkan oleh beberapa hal,
termasuk penyakit pada rongga hidung, trauma kepala, akibat merokok,
proses penuaan, dan pengguanaan kokain. Kelaianan ini dapat juga bersifat
kongenital.
2. Pemeriksaan N II :
a. Refleks pupil:
Normalnya ukuran pupil kanan dan kiri sama besar. Saat diberikan
rangsangan cahaya pupil mengalami konstriksi.
Pada pupil anisokor yang nyata pada pencahayaan terang, ukuran
pupil tidak sama kanan dan kiri. Pupil yang berukuran lebih besar tidak
dapat berkonstriksi dengan baik. Penyebab kelaianan ini antara lain
trauma tumpul pada mata, glaukoma sudut terbuka, dan gangguan saraf
parasimpatik pada iris, seperti pada tonic pupil dan paralisis
n.okulomotorius. Saat pupil anisokor pada cahaya yang redup, pupil
yang lebih kecil tidak dapat berdilatasi dengan baik, seperti pada
Horner’s syndrome. Hal ini disebabkan oleh gangguan saraf simpatik.
33
Blok 17
Keterangan :
1. Defek horizontal
Disebabkan oleh oklusi pada cabang arteri retina sentral. Pada gambar
disamping terdapat oklusi cabang superior arteri retina sentral.
2. Kebutaan unilateral
Disebabkan oleh lesi pada saraf optik unilateral yang menyebabkan
kebutaan.
3. Hemianopsia Bitemporal
Disebabkan oleh lesi pada kiasma optikum sehingga menyebabkan
kehilangan penglihatan pada sisi temporal kedua lapang pandang.
4. Hemianopsia Homonim Kiri
Disebabkan oleh lesi pada traktus optikus di tempat yang sama
pada kedua mata. Hal ini menyebabkan kehilangan penglihatan sisi
yang sama pada kedua mata.
5. Homonymous Left Superior Quadrantic Defect
Disebabkan oleh lesi parsial pada radiasio optikus yang menyebabkan
kehilangan penglihatan pada seperempat bagian lapang pandang sisi yang
sama.
6. Hemianopsia himonim kiri juga dapat disebabkan oleh terputusnya
jaringan pada radiasio optikus.
34
Sistem Saraf
3. Pemeriksaan N III :
Inspeksi kelopak mata
Ptosis terjadi pada palsy N III, Horner’s syndrome (ptosis, meiosis,
anhidrosis) dan miastenia gravis.
Posisi bola mata dan pergerakan bola mata (N. III,IV,VI)
Berikut ini adalah kelaianan posisi bola mata dan pergerakan mata:
Strabismus konvergen
(esotropia)
Strabismus divergen
(exotropia)
Paralisis N VI kiri
Reaksi konvergensi
Pada tes konvergensi normalnya pupil mengecil (miosis).
4. Pemeriksaan N V :
Refleks kornea
Pada pemeriksaan ini reaksi normal yang ditimbulkan adalah refleks
berkedip. Refleks ini menghilang ada kerusakan atau lesi N V. Lesi pada
n VII juga dapat menyebabkan gangguan pada refleks ini.
Penilaian otot temporal dan masseter
Kelemahan atau hilangnya kontraksi otot temporal dan masseter pada
salah satu sisi dapat menunjukkan adanya lesi N V. Adanya kelemahan
bilateral disebabkan oleh gangguan perifer atau sentral. Pada pasien
yang tidak memiliki gigi, hasil pemeriksaan ini mungkin sulit dinilai.
Penilaian sensasi wajah
Penurunan atau kehilangan sensasi wajah unilateral menunjukkan
adanya lesi N V atau jalur interkoneksi sensoris yang lebih tinggi.
35
Blok 17
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas
1 pasien, menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan yaitu menilai
fungsi saraf kranial.
1 Siapkan alat dan bahan, yaitu bubuk kopi, teh dan tembakau, sabun
36
Sistem Saraf
37
Blok 17
38
Sistem Saraf
39
Blok 17
TOTAL SKOR
Referensi :
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009.
Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 10th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2009.
The examination of the eyes and vision: examination of the peripheral visual field
(donders’ confrontation method). [cited 2014 March 18]. Available from
http://www.skillsinmedicine-demo.com/index.php?option=c
om_content&view=article&id=549:examination-of-the-peripheral-visual-
field&catid=53:the-visual-field&Itemid=625.
40
Sistem Saraf
Teknik Pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan
prosedurnya.
3. Penilaian kesimetrisan wajah (N.VII):
a. Amati wajah pasien dan nilai kesimetrisan sisi kanan dan sisi kiri. Adanya
ketidaksimetrisan yang ringan pada saat istirahat bersifat fisiologis.
b. Minta pasien untuk:
- Mengangkat kedua alis
- Menutup kedua mata dengan kuat
- Menggembungkan pipi
- Mencucu
- Memperlihatkan gigi-giginya
c. Amati apakah pasien dapat melakukan seluruh gerakan yang diminta dan
nilai kesimetrisannya.
d. Amati seluruh mimik spontan pada pasien, seperti tersenyum atau tertawa
dan nilai kesimetrisannya. Pemeriksaan kesimetrisan wajah dibedakan atas
dan bawah untuk membedakan tipe sentral dan perifer.
e. Analisis hasil pemeriksaan: plica nasolabialis yang mendatar dan kelopak
mata yang jatuh ke bawah menandakan adanya kelemahan facialis. Lesi
perifer N.VII, seperti pada Bell’s palsy, mempengaruhi otot wajah atas dan
bawah sisi ipsilateral, sedangkan lesi sentral hanya mempengaruhi otot
wajah bagian bawah. Sebagai contoh, pada lesi N.VII kanan perifer, saat
pasien diminta menutup kedua mata dengan kuat sambil menyeringai,
tampak bahwa sisi kanan wajah tidak ikut bergerak: kelopak mata tidak
dapat ditutup, plica nasolabialis kanan tidak bergerak; ketika diminta
mengerutkan dahi/mengangkat alis, tampak dahi kanan tidak dapat
melakukan gerakan tersebut.
41
Blok 17
42
Sistem Saraf
Musculus trapezius:
a. Pemeriksa berdiri di belakang pasien.
b. Minta pasien mengangkat kedua bahunya.
c. Tempatkan kedua tangan pemeriksa di atas bahu pasien dan coba untuk
menurunkannya.
d. Nilai kekuatan musculus trapezius dan bandingkan kanan dan kiri.
e. Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi menunjukkan adanya
gangguan saraf perifer. Ketika musculus trapezius mengalami paralisis, bahu
terkulai dan scapula terjatuh ke bawah dan lateral.
43
Blok 17
Skor
No. Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, dan memastikan
identitas pasien.
1. Siapkan alat dan bahan.
Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan
dan prosedurnya.
Penilaian kesimetrisan wajah (N.VII):
Amati wajah pasien dan nilai kesimetrisan sisi kanan dan sisi
kiri. Adanya ketidaksimetrisan yang ringan pada saat istirahat
bersifat fisiologis.
Minta pasien untuk:
- Mengangkat kedua alis
2. - Menutup kedua mata dengan kuat
- Menggembungkan pipi
- Mencucu
- Memperlihatkan gigi-giginya
Amati apakah pasien dapat melakukan seluruh gerakan yang
diminta dan nilai kesimetrisannya.
Amati seluruh mimik spontan pada pasien, seperti tersenyum
atau tertawa dan nilai kesimetrisannya.
3.
Pemeriksaan kesimetrisan wajah dibedakan atas dan bawah
untuk membedakan tipe sentral dan perifer.
Pemeriksaan sensoris khusus (kecap) di lidah 2/3 anterior
(N.VII):
Minta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
Teteskan cairan manis, asin, atau bubuhkan gula pasir, garam
4. pada 2/3 bagian depan lidah.
Minta pasien menyebutkan jenis rasa sesuai dengan cairan/zat
yang diteteskan; karena pasien tidak boleh menutup mulut atau
memasukkan lidah ke dalam mulut selama pemeriksaan, jadi
pasien menunjuk tulisan: asin/manis/asam/pahit.
Pemeriksaan sensoris khusus (kecap) di lidah 1/3 posterior
(N.IX):
Minta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
5. Teteskan cairan pahit pada 1/3 bagian belakang lidah.
Minta pasien menyebutkan jenis rasa sesuai dengan cairan yang
diteteskan.
Pemeriksaan refleks muntah (N.IX):
6.
Minta pasien untuk membuka mulut.
44
Sistem Saraf
45
Blok 17
Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan latihan dalam modul ini, mahasiswa harus dapat
mendeskripsikan hasil pemeriksaan refleks dan mencatatnya dalam rekam medis.
Tujuan khusus
Mahasiswa harus mampu :
1. Mempersiapkan alat dan pasien untuk pemeriksaan refleks
2. Melakukan pemeriksaan refleks dengan benar
3. Mendeskripsikan dan mencatat hasilnya dalam rekam medik
Refleks fisiologis
Refleks fisiologis sebenarnya merupakan muscle stretch reflexes, timbul akibat
perangsangan terhadap tendo, periosteum atau kadang-kadang terhadap tulang,
sendi, fascia / aponeurosis. Refleks fisiologis kadang-kadang disebut juga sebagai
refleks proprioseptif, karena rangsangan disalurkan melalui reseptor sensorik
proprioseptif seperti gelendong neuromuskular ( neuromuscular spindle ).
46
Sistem Saraf
Bila refleks fisiologis di sisi kanan normal tetapi terdapat penurunan refleks
fisiologis pada sisi kiri, maka dituliskan sebagai : + /
47
Blok 17
a b
Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Triseps
48
Sistem Saraf
49
Blok 17
50
Sistem Saraf
51
Blok 17
52
Sistem Saraf
Refleks Superfisialis
Contoh refleks superfisialis adalah refleks dinding perut yang terdiri dari refleks
epigastrikum, mesogastrikum dan hipogastrikum. Aferen dibawa oleh saraf
sensorik segmental, eferen oleh saraf motorik segmental. Refleks dinding perut di
atas umbilikus (epigastrik) berpusat pada segmen T7-T9, setinggi umbilikus
(mesogastrik) berpusat pada segmen T10, di bawah umbilikus (hipogastrik)
berpusat pada segmen T11-T12.
Cara pemeriksaan :
1. Penderita berbaring dengan nyaman dan santai
2. Bagian yang tajan dari palu refleks digoreskan pada kulit perut secara radial ke
arah umbilikus seperti pada gambar di bawah ini.
3. Dalam keadaan normal akan timbul kontraksi otot dinding perut, umbilikus
bergerak ke arah stimulus. Disebut refleks abdominal positif.
4. Refleks abdomen negatif pada kegemukan, riwayat operasi daerah abdomen,
wanita yang sering melahirkan, usia lanjut dan lesi traktus piramidalis.
Refleks Patologis
Refleks patologis merupakan tanda lesi upper motor neuron (UMN).
1. Refleks Babinski.
- Jelaskan kepada penderita bahwa anda akan menggores telapak kakinya dan
mintalah agar ia tetap rileks.
- Dengan ujung palu refleks (bagian yang tajam), goreslah bagian lateral
telapak kaki mulai dari daerah tumit menuju pangkal ibujari kaki.
- Positif bila terdapat ekstensi ibujari kaki disertai gerakan mengembang
keempat jari lainnya.
53
Blok 17
2. Refleks Chaddock
- Dengan ujung palu refleks, goreslah sisi lateral kaki di bawah maleolus
lateral
- Positif seperti pada refleks Babinski.
3. Refleks Oppenheim
- Dengan telunjuk dan jari tengah, pemeriksa melakukan gerakan seperti
mengurut di sepanjang tulang tibia ke arah kaudal
- Positif seperti pada refleks Babinski.
4. Refleks Gordon
- Pemeriksa memijat m.gastrocnemius
- Positif seperti pada refleks Babinski.
54
Sistem Saraf
5. Refleks Schaefer
- Pemeriksa memijat tendo achilles
- Positif seperti pada refleks Babinski.
6. Refleks Rossolimo
- Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal jari-jari kaki di
daerah plantar pedis
- Positif bila terdapat gerakan fleksi dari jari-jari kaki
8. Refleks Hoffmann-Trommer
- Pemeriksa memposisikan sendi pergelangan tangan penderita dalam posisi
ekstensi
- Dilakukan “petikan” pada kuku jari tengah (tekan terminal phalanx ke arah
bawah, lalu sekonyong-konyong lepaskan)
- Positif bila terjadi fleksi keempat jari lainnya.
55
Blok 17
56
Sistem Saraf
Refleks Gordon
1. Pemeriksa memijat m.gastrocnemius
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Schaefer
1. Pemeriksa memijat tendo achilles
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Rossolimo
Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal
1.
jari-jari kaki di daerah plantar pedis
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Mendel Bechterew
Dengan palu refleks, pemeriksa mengetuk pangkal
1.
jari-jari kaki di daerah dorsum pedis
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
2.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
Refleks Hoffmann-Trommer
Pemeriksa memposisikan sendi pergelangan tangan
1.
penderita dalam posisi ekstensi
Dilakukan “petikan” pada kuku jari tengah (tekan
2. terminal phalanx ke arah bawah, lalu sekonyong-
konyong lepaskan)
Mendeskripsikan hasil pemeriksaan dan
menuliskan dalam rekam medik : positif atau
3.
negatif, unilateral kanan ( +/-) atau kiri (-/+) atau
bilateral (+/+)
TOTAL
57
Blok 17
Anamnesis
Tingkat keterampilan: 4A
Dedeh
1. Data umum
Selain data umum seperti nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, status marital,
sosial ekonomi, dll, ada beberapa informasi esensial mengenai pasien:
• Usia
o Beberapa gangguan neurologis berhubungan dengan kelompok usia
tertentu.
58
Sistem Saraf
• Pekerjaan
o Pasien mungkin mengalami pajanan tertentu terhadap toksin atau
agen potensial penyebab penyakit lainnya sehubungan dengan
pekerjaannya.
o Beberapa gejala neurologis dapat membatasi kemampuan pasien
dalam melakukan pekerjaan tertentu.
• Kidal atau tidak
o Untuk mendapatkan informasi mengenai hemisfer serebri dominan.
o Untuk menetapkan sejauh mana ketidakmampuan pasien jika gejala
terjadi pada ekstremitas atas.
2. Keluhan utama
Keluhan utama dan lamanya keluhan biasanya kita dapatkan dalam tahap awal
anamnesis. Biarkan pasen mengemukakan keluhannya dalam bahasa pasen
sendiri. Setelah pasien mendeskripsikan gejalanya, pemeriksa harus melakukan
klarifikasi ulang atas apa yang telah dikemukakan pasen. Misalnya keluhan
“pusing” harus diklarifikasi kembali, apakah yang dimaksud pasen adalah “nyeri
kepala” (cephalgia) atau “rasa berputar” (vertigo)?
59
Blok 17
karbohidart dalam jumlah banyak dan aktivitas fisik berat. Grafik di bawah ini
memperlihatkan pola waktu timbulnya gejala penyakit saraf.
Dengan menggunakan contoh lesi hemisfer serebri dengan gejala kelemahan tubuh
sisi kontralateral, onset yang cepat (detik, menit, atau beberapa jam) dan kejadian
ikutan yang statis, mungkin dengan beberapa perbaikan, memberi kesan suatu
kejadian vaskular (stroke), yaitu perdarahan atau infark. Suatu kejadian dengan
progresi lambat (beberapa hari, minggu, atau bulan) lebih mengarah ke lesi berupa
massa yaitu tumor. Kejadian yang berulang dengan pola remisi (dengan gejala khas
yang berkembang dan membaik dalam hitungan hari atau minggu, kemudian
mungkin kambuh dengan waktu kejadian yang serupa) umumnya mengarah pada
proses inflamasi atau demielinisasi kronik, di mana sklerosis multipel merupakan
contoh utama pada sistem saraf pusat.
b. Deskripsi keluhan
Seperti anamnesis lainnya, deskripsikan keluhan pasen lebih lanjut dengan
memperhatikan ketujuh hal di bawah ini:
- Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
- Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
- Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
- Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
- Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
- Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
- Analisis sistem yang menyertai keluhan utama
60
Sistem Saraf
Lesi (kelainan) di lokasi korteks serebri, substansia alba, ganglia basalis dan
batang otak dapat menyebabkan gangguan motorik berupa lemah/ lumpuh
separuh tubuh (hemiparesis) disertai baal separuh tubuh (hemihipestesi).
Bagaimana membedakan lesi di korteks serebri dengan kelainan subkortikal? Lesi
di korteks serebri dapat disertai gangguan fungsi luhur misalnya gangguan bahasa
(afasia/ disfasia), agnosia, gangguan visuospatial seperti hemianopia. Lesi iritatif
dapat menjadi fokus epileptogenik sehingga menyebabkan bangkitan (seizure) atau
kejang kontralateral. Lesi di ganglia basalis dapat bermanifestasi sebagai
gangguan motorik ekstrapiramidal seperti adanya parkinsonism (resting tremor,
akinesia atau bradikinesia dan rigiditas), hiperkinetik seperti khorea, athetosis dan
ballismus. Semua lesi tersebut dapat disertai gangguan sensibilitas.
Saraf kranial Keluhan yang timbul akibat lesi pada saraf kranial ini
(anamnesis)
N. olfactorius Hiposmia (kurang membau), parosmia (gangguan persepsi
penciuman, misalnya pasen merasa mencium bau busuk
padahal saat itu tidak tercium bau busuk), hiperosmia
N. opticus Hemianopia (gangguan separuh lapang pandang, saat berjalan
mungkin saja pasen sering menabrak barang di satu sisi),
61
Blok 17
62
Sistem Saraf
Lesi radiks saraf spinal menimbulkan nyeri radikuler, yaitu nyeri menjalar
sepanjang radiks yang bersangkutan, yang bertambah dengan manuver valsalva
seperti bersin, batuk atau mengedan. Gangguan sensorik dapat berupa baal
(hipestesi) pada dermatom yang dipersarafi, sehingga mungkin rasa baal tersebut
terlokalisir dan pasen dapat menyebutkan dengan tepat lokasi mana yang terasa
“baal” atau “kebas” tersebut. Bila kelainan yang ada menyebabkan kompresi radiks
(misalnya Hernia Nukleus Pulposus atau tumor) maka dapat disertai monoparesis.
Kelainan Otot bersifat umum atau difus mengenai otot-otot seluruh tubuh.
Biasanya bersifat herediter. Periodik paralisis mempunyai ciri khas kelumpuhan
otot seluruh ekstremitas yang terjadi akut, mengenai usia muda, bersifat periodik
(ada serangan ber-ulang). Periodik paralisis dicetuskan oleh istirahat setelah
latihan, stres, atau makan tinggi karbohidrat. Distrofi Muskular Progresif (DMP)
bersifat X-linked resesif sehingga manifes pada anak laki-laki. Gejala mulai terlihat
pada usia
63
Blok 17
3 - 5 tahun. Gejala awal tampak sebagai kesulitan berjalan atau berlari, anak sering
terjatuh. Ini bersifat progresif. Karena kelemahan terutama mengenai otot-otot
proksimal ekstremitas, maka mungkin orangtua pasen melihat bahwa anaknya jika
duduk tidak bisa langsung berdiri. Pasen harus terlebih dulu berjongkok dan
bertumpu paa kekuatan tangan untuk berdiri. Hal ini disebut sebagai tanda Gower.
64
Sistem Saraf
Gangguan kesadaran
Pingsan, pandangan gelap, kejang*
Gangguan pola tidur
Gejala ekstremitas
Kesulitan dalam mengangkat, menggenggam, gerakan halus jari, lamban
Gangguan pola berjalan, kelemahan atau kekakuan kaki, gangguan
keseimbangan
Hilangnya sensasi, perubahan sensasi, sensasi baal*
Gerakan involunter, inkoordinasi
Gangguan sfingter
Kandung kemih, usus, disfungsi seksual
Hal-hal yang perlu digali di sini tentu saja tergantung keluhan pasen dan
pengetahuan kita mengenai diagnosis banding yang mungkin dari keluhan
tersebut.
65
Blok 17
66
Sistem Saraf
67
Blok 17
68
Blok 18
Sistem Integumen
dan
Sistem Penglihatan
Referensi:
PB IDI. 2017. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer,
Edisi Pertama.
Blok 18
I. Tujuan Umum
Setelah memenuhi pelatihan pemeriksaan kulit, para mahasiswa
diharapkan dapat memahami dan mendemonstrasikan pemeriksaan kulit.
III. Metode
1. Presentasi
2. Demonstrasi
3. Pembelajaran dan simulasi
4. Latihan mandiri dengan model anatomi dan pasien yang sesungguhnya
IV. Peralatan
1. Presentasi : alat audiovisual
2. Demonstrasi dan Pembelajaran : slide lesi-lesi kulit
3. Pelatihan :
- pasien sesungguhnya
- pasien standar
V. Penuntun Belajar
SKALA
NO TAHAP PENAMPILAN
0 1 2 3
A. Menilai pasien
1 Memberi salam kepada pasien dengan penuh rasa hormat dan
ramah, memperkenalkan diri kepada pasien
2 Memberi penjelasan selengkap-lengkapnya kepada pasien
tentang pengambilan anamnesis
3 Menjelaskan tujuan atau hasil yang diharapkan dalam
pengambilan anamnesis
B. Identitas
70
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
9 Adakah riwayat:
- Seringnya terpapar sinar matahari?
- Kontak dengan bahan kimiawi?
- Sering timbul stress pada kehidupan sehari-hari?
71
Blok 18
A. Penilaian pasien :
1. Perhatikan penampilan pasien secara klinis.
2. Berikan penjelasan yang adekuat kepada pasien mengenai pemeriksaan
yang akan dilakukan.
3. Pasien diperiksa dalam ruangan yang terang (dengan cahaya yang cukup
dari sinar matahari atau lampu).
4. Pasien diminta membuka pakaiannya untuk dilakukan pemeriksaan.
Selanjutnya saya akan memeriksa anda.
Saya akan melakukan pemeriksaan pada kulit, juga rambut,
kuku, dan membran mukosa untuk dapat membuat diagnosis
yang tepat untuk masalah gangguan kulit anda. Dapatkah anda
membuka pakaian anda ?
SKALA
NO TAHAP PENAMPILAN
0 1 2 3
A. Menilai pasien
72
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
5 Distribusi lesi:
Periksa seluruh permukaan kulit dan tentukan luas
lesinya. Apakah lesi:
- Lokalisata, regional, generalisata atau universal?
- Untuk penyakit tertentu, perlu diuraikan
karakteristik lesi seperti: simetris/asimetris,
bilateral/unilateral, dermatomal.
6 Lokasi lesi
- Menentukan lokasi lesi dari ujung kepala sampai
ke telapak kaki
- Untuk penyakit tertentu perlu diuraikan
karakteristik lokasi lesi seperti: fleksural,
ekstensor, intertriginosa, glabrous, telapak tangan
dan kaki, area yang terpapar, dsb
7 Karakteristik lesi
Menentukan karakteristik lesi dengan inspeksi dan
palpasi
- Jumlah lesi: soliter/ multipel
- Diskret atau konfluens
- Bentuk dan susunan lesi:
Irregular, annular, linear, bulat, oval,
umbilicated, herpetiformis, zosteriformis,
arciformis, korimbiformis, dsb
- Ukuran lesi: miliar, gutata, lentikular, numular,
plakat atau dengan satuan tertentu:
...cm x ...cm ( untuk lesi yang datar, papula,
urtikaria )
...cm x ...cm x ...cm ( untuk nodul atau tumor )
-Batas lesi: batas tegas atau batas tidak tegas
-Menimbul, rata atau melekuk terhadap permukaan
kulit sekitar
-Kering atau basah
8 Tipe lesi kulit
Menentukan tipe lesi kulit dengan palpasi, diharapkan
dapat membedakan konsistensi dan merasakan lesi (
kenyal, keras, kering, basah, lembab, dapat digerakan,
lunak, halus, kasar )
Tipe lesi kulit:
a. Efloresensi primer:
1. makula
2. papula
3. plak
4. nodul
5. tumor
6. urtika
7. vesikel
8. bula
9. pustula
73
Blok 18
10. kista
11. abses
12. sinus
b. Efloresensi sekunder:
1. skuama
2. krusta
3. erosi
4. ekskoriasi
5. ulkus
6. fissura
7. jaringan parut/ sikatrik
8. likenifikasi
9. sklerosis
10. atrofi
c. Efloresensi khusus:
1. komedo
2. telangiektasi
3. kanalikuli ( burrow )
4. milia
Pemeriksaan rambut
9 Melihat distribusi rambut, teksturnya dan
kerontokan rambut
Pemeriksaan kuku
10 Melihat warna, permukaan, tekstur dan tanda
spesifik pada kuku ( pitting nail, ”splinter
haemorrhages”, leukonikia, onikodistrofi,
onikolisis, hiperkeratosis subungual, dsb
Pemeriksaan membran mukosa
11 Inspeksi membran mukosa konjungtiva,
mulut, genital, area anus untuk melihat adanya
eritema, erosi, ekskoriasi, ulkus, dsb
C. Pemeriksaan fisik umum dalam dermatologi
12 Pemeriksaan fisik penting untuk menentukan
diagnosis klinik dan differensial diagnosa
dengan memperhatikan tanda vital,
limfadenopati, hepatomegali, persendian
D. Mendeskripsikan pemeriksaan fisik dalam dermatologi
13 Menarik kesimpulan dari hasil pemeriksaan
fisik kulit dengan menggunakan:
Status dermatologikus:
Distribusi :
Lokasi :
Karakteristik lesi :
Tipe lesi :
14 Menarik kesimpulan dari hasil pemeriksaan
rambut, kuku, membran mukosa dan
pemeriksaan fisik umum menggunakan:
Status generalis:
74
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
VI. JADWAL
VII. EVALUASI
1. Latihan mandiri dengan model anatomi dan pasien sesungguhnya
2. OSCE
NO TAHAP
A. PENILAIAN PASIEN
1 Memberi salam kepada pasien dengan ramah, Jawaban :
memperkenalkan diri kepada pasien
- Memperkenalkan diri menggunakan
pendekatan non verbal seperti berjabatan
tangan, menatap mata pasien dan tersenyum
sambil memberi salam :
- Selamat pagi, saya Dokter..... Terima kasih
- Silakan masuk dan silakan duduk
75
Blok 18
B. IDENTITAS
4 Menanyakan identitas pasien
Pertama-tama saya memerlukan data anda
Nama
Nama lengkap anda? Nama saya ......
Umur 12 April 1968
Tanggal lahir anda?
Suku bangsa Sunda
Anda berasal dari mana?
Pendidikan Lulus SMA
Pendidikan terakhir anda?
Pekerjaan Saya bekerja pada sebuah
Pekerjaan anda saat ini? pabrik makanan di Bandung
5 Status perkawinan Belum
Apakan anda sudah menikah?
Alamat Jl Kopo 161 Bandung
Di mana alamat anda sekarang? 5224214
Nomor telefon yang dapat dihubungi?
76
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
6 Keluhan utama:
- Keluhan utama pada kulit
Apa keluhan kulit anda? - Kaligata pada hampir
seluruh tubuh
- Sejak kapan?
Sejak kapan timbulnya? - Kira-kira 2 hari yang
lalu
- Apakah keluhan tersebut muncul
kadang-kadang atau terus-menerus?
Apakah keluhan muncul kadang-
kadang atau terus menerus?
- Kadang-kadang
- Faktor pencetus?
Apakah keluhan tersebut muncul
setelah terpapar terhadap:
Obat-obatan, makanan, bahan kimia, - Ya, biasanya keluhan
stres, debu, kontak dengan benda tersebut muncul
dingin/panas, atau paparan terhadap setelah saya terkena
lingkungan dingin/panas, kontak debu atau cuaca
dengan radiasi lampu atau sinar UV, dingin
infeksi?
- demam, menggigil
- hidung tersumbat, napas melalui mulut,
bersin, pilek, batuk, tenggorokan gatal,
suara serak, tenggorokan nyeri, kedutan
pada wajah
- mata gatal/berair/merah, pandangan
kabur, fotofobia, sekret
- sesak napas, napas cepat, stridor, mengi
- lelah, pusing, pingsan, nyeri dada
- nyeri perut, mual, muntah, diare
77
Blok 18
78
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
79
Blok 18
80
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
Tujuan Umum
Setelah selesai pelatihan ketrampilan klinis pemeriksaan oftalmologi,
mahasiswa diharapkan dapat memahami dan melakukan pemeriksaan oftalmologi
Tujuan Khusus
Pada akhir pelatihan, diharapkan mahasiswa dapat melakukan
pemeriksaan oftalmologi
Metode Pelatihan
1. Demonstrasi
2. Pembelajaran dan simulasi
3. Latihan mandiri
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
Visual acuity refers to the ability to discern fine visual detail.
Alat yang digunakan adalah Snellen chart (tajam penglihatan jauh) dan
Jaegger chart (tajam penglihatan dekat).
Penderita yang pertama kali datang harus diperiksa tajam penglihatan
tanpa (sc = sinne correctie) dan dengan koreksi (cc = cum correctie) kaca mata
atau lensa kontak yang sudah dimiliki.
Jangan lupa menulis visus tiap-tiap mata (OD dan OS) sesudah dilakukan
koreksi di klinik mata, dan lakukan penilaian visus secara binokular.
Ruangan yang digunakan harus mempunyai pencahayaan yang baik.
81
Blok 18
82
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
Cara penulisan :
Visus dasar = visus tanpa koreksi ditulis sebagai VOD sc
VOS sc
OD untuk oculus dextre dan OS untuk oculus sinister.
Bila penderita hanya bisa membaca sampai baris 6/12 F2, artinya :
6 = jarak penderita dari Snellen chart
12 = jarak dimana orang normal dapat membaca huruf tersebut
Penderita hanya bisa membaca sampai huruf yang seharusnya pada orang
normal bisa terbaca dari jarak 12 m. Dengan kesalahan membaca 2 huruf.
Cara penulisan :
VOD 6/12F2 PH 6/9
Artinya, dengan menggunakan pin hole tajam penglihatan membaik.
VOD 6/12F2 PH tetap
Artinya, dengan menggunakan pin hole tajam penglihatan tidak membaik
83
Blok 18
Cara penulisan :
VOD 3/60
penderita dapat melihat jari tangan pemeriksa dimana pada orang normal
bisa dilihat dari jarak 60 m. Disebut hitung jari (finger counting)
Visus 1/300
a. Artinya penderita bisa melihat gerakan tangan dimana pada orang normal
dapat dilihat dari jarak 300 m.
b. Disebut gerakan tangan ( hand movement)
84
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
Perception test (+) dilanjutkan dengan projection test. Contoh cara penulisan :
+ +
+ + - -
+ -
Light projection Light projection pada arah
pada 4 arah baik superior baik.
Arah lain negatif
Keterangan :
Light projection sebenarnya bukan pemeriksaan tajam penglihatan, tetapi
merupakan pemeriksaan lapang pandang untuk menilai keadaan/ fungsi
retina perifer.
Cara penulisan :
PD Jauh : 67
Dekat : 65
85
Blok 18
Contoh :
VOD sc 6/30 S – 1.00 = 6/6
VODS = 6/6 nyaman.
VOS sc 6/24 S – 0.75 = 6/6
86
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
Cara penulisan :
87
Blok 18
88
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
1. Confrontation Test
Lapang pandang dikatakan menurun (↓) bila kita sudah bisa melihat target
penglihatan sedangkan penderita belum.
Lapang pandang dikatakan menurun (N) bila kita dan penderita sama-sama
sudah bisa melihat target penglihatan.
89
Blok 18
2. Pemeriksaan Kampimeter
90
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
PEMERIKSAAN EKSTERNAL
91
Blok 18
d. Bentuk kornea
e. Kejernihan kornea
E. Pemeriksaan kedalaman COA
1. Sinari COA dengan sinar dari arah temporal hampir
sejajar dengan iris.
2. Perhatikan iris yang terkena sinar. Apakah sama
terangnya?
a. Bila sama kedalaman COA sedang
b. Bila bagian yang sesuai dengan arah sinar lebih terang
COA dangkal
c. Bila bagian yang berlawanan dengan arah sinar lebih
terang COA dalam
1. Palpation Methode
92
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
2. Tonometer Schiotz
93
Blok 18
Contoh :
Jarum menunjukkan angka 5 dengan menggunakan beban 5,5 gram, ditulis :
5/5,5 = 17, 3 mmHg
94
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
95
Blok 18
Anamnesis Mata
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN MATA FK UKM
Tujuan:
Pada akhir pelatihan, diharapkan mahasiswa dapat melakukan anamnesis yang
berkaitan dengan kelainan oftalmologi.
Anamnesis
96
Sistem Integumen dan Sistem Penglihatan
97
Blok 18
98
Blok 19
Tujuan:
Mahasiswa mampu melakukan prosedur-prosedur berikut secara benar, yaitu :
1. Mempersiapkan pasien dan alat untuk pemeriksaan telinga
2. Melakukan inspeksi dan palpasi telinga
3. Melakukan tes bisik
4. Melakukan tes garpu tala
b. Cara duduk :
- pasien duduk di depan pemeriksa
- lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri pasien
- pegang kepala pasien dengan ujung jari
- ketika memeriksa telinga yang kontralateral, hanya posisi kepala
pasien yang diubah, sedangkan posisi kaki, lutut pasien dan
pemeriksa tetap pada keadaan semula
100
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok
3. Tes Bisik
Syarat pemeriksaan :
- Tempat : sunyi, tidak bergema, ada jarak sepanjang 6 m
- Pasien : mata ditutup / dihalangi, telinga yang diperiksa
dihadapkan ke arah pemeriksa, telinga yang tidak
diperiksa ditutup dengan kapas yang dibasahi gliserin /
di-masking dengan menekan-nekan tragus ke arah MAE
oleh asisten pemeriksa
- Pemeriksa : kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru,
sesudah ekspirasi biasa dan terdiri dari 2 suku kata yang
dikenal pasien
Teknik pemeriksaan :
- Pasien dan pemeriksa berdiri, pasien tetap di tempat, sedang
pemeriksa yang berpindah tempat
- Mulai pada jarak 6 m, bisikkan 5 atau 10 kata
- Minta pasien untuk mengulangi setiap kata yang dibisikkan dengan
keras dan jelas
- Bila pasien dapat mengulangi ≥ 80% kata-kata yang dibisikkan,
maka pemeriksaan test bisik selesai, dan pada jarak inilah ketajaman
pendengar telinga yang diperiksa
101
Blok 19
- Bila < 80%, pemeriksaan test bisik dilakukan pada jarak 5 meter,
yaitu pemeriksa maju 1 meter.
Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda dan saling melengkapi.
Alat : - garpu tala berbagai frekuensi
Syarat pemeriksaan : - ruangan yang sunyi
Teknik Pemeriksaan :
a. Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada
satu telinga pasien
Cara :
- Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz
- Letakkan tangkai penala tegak lurus pada planum mastoid dan
pasien diminta untuk mendengarkan bunyinya
- Bila pasien sudah tidak mendengar bunyi lagi, cepat pindahkan
garpu tala 2,5 cm di depan MAE
- Bila pasien masih dapat mendengar garpu tala yang berada di
depan MAE, maka disebut Rinne positif ; sedangkan bila tetap
tidak mendengar disebut Rinne negatif
Interpretasi :
Normal : Rinne positif
Tuli konduksi : Rinne negatif
Tuli sensori neural : Rinne positif
b. Tes Weber
Tujuan : membandingan hantaran tulang antara kedua telinga
pasien
102
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok
Cara :
- Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz
- Letakkan tangkai penala tegak lurus pada garis median, biasanya
di dahi (dapat pula pada vertex) dengan kedua kaki penala pada
garis horisontal
- Tanyakan pada pasien, telinga mana yang mendengar.
- Bila mendengar pada satu telinga, disebut lateralisasi ke sisi
telinga tersebut
- Bila kedua telinga tidak mendengar atau mendengar sama
kerasnya, disebut tidak ada lateralisasi
Interpretasi :
Normal : tidak ada lateralisasi
Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang
sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit).
Tuli sensori neural : mendengar lebih keras di telinga yang
sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat).
c. Tes Schwabach
Tujuan : membandingan hantaran tulang antara pasien dengan
pemeriksa
Cara :
- Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz
- Letakkan tangkai penala tegak lurus pada planum mastoid
pemeriksa sampai tidak terdengar bunyinya
- Kemudian segera pindahkan garpu tala ke mastoid pasien
- Bila pasien masih mendengar bunyi, disebut Schwabach
memanjang ; namun bila pasien juga tidak mendengar, terdapat 2
kemungkinan yaitu Schwabach normal atau memendek
- Lakukan tes sebaliknya, yaitu pada pasien dahulu baru pemeriksa
- Bila pemeriksa tidak mendengar bunyi, berarti normal ; namun
bila pemeriksa masih mendengar, berarti Schwabach pasien
memendek
Interpretasi :
Normal : Schwabach normal
Tuli konduksi : Schwabach memanjang
Tuli sensori neural : Schwabach memendek
103
Blok 19
104
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
1. tindakan yang akan dilakukan
Memeriksa ketersediaan alat
Pasien dipersilahkan duduk di kursi periksa
Melakukan pemeriksaan tes bisik
Telinga yang akan diperiksa menghadap kearah
pemeriksa, sedangkan telinga sebelahnya ditutup
Pemeriksaan dimulai pada jarak 6 meter antara pemeriksa
dengan pasien, dan bisikkan 5-10 kata
2.
Meminta pasien untuk mengulangi setiap kata yang
dibisikkan dengan keras dan jelas
Selanjutnya pemeriksa maju tiap 1 meter mendekati
pasien untuk mengulangi pemeriksaanya
Intepretasikan hasil tes bisik
Melakukan pemeriksaan Rinne
Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan dasarnya di
prosesus mastoideus pasien.
Minta pasien memberi tanda bila sudah tidak lagi
mendengar suara garpu tala.
Kemudian segera pindahkan garpu tala sehingga
ujung garpu tala berada di depan CAE pasien
Tanyakan pada pasien apakah masih mendengar suara
garpu tala.
Lakukan pada telinga sebelahnya
Intepretasikan hasil tes Rinne
3
105
Blok 19
TOTAL SKOR
106
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok
Tujuan:
Mahasiswa mampu melakukan prosedur-prosedur berikut secara benar, yaitu :
1. Mempersiapkan pasien dan alat untuk pemeriksaan hidung dan sinus
paranasalis
2. Melakukan inspeksi dan palpasi hidung dan sinus paranasalis
3. Melakukan pemeriksaan rinoskopia anterior
4. Melakukan transiluminasi-diaphanoscopia
5. Melakukan tes indera penghidu
2. Rinoskopia anterior
Teknik pemeriksaan :
Posisi pemeriksa dan pasien sama seperti pada pemeriksaan telinga
107
Blok 19
4. Transiluminasi ( Diaphanoscopia )
Alat : lampu listrik 6 Volt bertangkai panjang (Heyman)
Syarat pemeriksaan : ruang periksa harus gelap
Teknik pemeriksaan :
a. Cara pemeriksaan sinus frontalis
- Tekankan lampu ke arah media-superior pada lantai sinus frontalis
- Cahaya yang memancar ke depan, ditutup dengan tangan kiri pemeriksa
- Pada keadaan normal akan tampak terang pada dinding depan di atas alis
homolateral
108
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok
109
Blok 19
Tujuan:
Mahasiswa mampu melakukan prosedur-prosedur berikut secara benar, yaitu :
1. Mempersiapkan pasien dan alat untuk pemeriksaan tenggorok
2. Melakukan pemeriksaan mulut
3. Melakukan pemeriksaan tonsil dan faring
4. Melakukan pemeriksaan laring dari luar
5. Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening leher
1. Pemeriksaan Mulut
- Pada inspeksi, perhatikan ptialismus, trismus, gerakan bibir dan sudut
mulut, mukosa dan gingiva, gigi, lidah, palatum durum, palatum molle,
uvula.
- Lakukan palpasi seluruh daerah dalam rongga mulut, bila perlu lakukan
palpasi bimanual
- Lakukan perkusi pada gigi
110
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok
- Periksa adanya paresis faring, dengan cara menyentuh faring. Normal akan
timbul refleks muntah
- Periksa adanya paresis palatum mole, dengan cara pasien disuruh
mengucapkan ‘aa, ee’. Normal akan terlihat uvula akan bergerak-gerak dan
konkavitas palatum mole tetap simetris.
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan
1. Memeriksa ketersediaan alat dan memastikan alat berfungsi
dengan baik
Mencuci tangan.
Pasien dipersilahkan duduk di kursi periksa
Pemeriksa duduk di samping pasien dengan posisi lutut kiri
2.
berdempetan dengan lutut kiri pasien atau sebaliknya, posisi
mata pemeriksa setinggi mulut pasien yang akan diperiksa.
Pemeriksa menggunakan lampu kepala
3 Atur fokus cahaya agar diameter cahaya kurang lebih 1 cm
Arahkan lampu kepala ke mulut pasien
Lakukan pemeriksaan inspeksi rongga mulut
Pasien diminta untuk membuka mulut dan tidak menjulurkan
4
lidahnya Lakukan inspeksi adanya kelainan di rongga mulut
Lakukan palpasi seluruh daerah rongga mulut dengan spatula
Lakukan pemeriksaan orofaring
Tekan lidah dengan menggunakan spatula
5 Lakukan inspeksi besar dan keadaan permukaan tonsila
palatina
Lakukan inspeksi permukaan dinding posterior orofaring
TOTAL SKOR
111
Blok 19
112
Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorok
113
Blok 19
Anamnesis THT
Tingkat keterampilan: 4A
BAGIAN THT FK UKM
Tujuan:
Pada akhir pelatihan, diharapkan mahasiswa dapat melakukan anamnesis yang
berkaitan dengan kelainan pada bidang THT.
114
Blok 23-24
Kegawatdaruratan
Referensi:
PB IDI. 2017. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer,
Edisi Pertama. 2017
Blok 23-24
Tujuan:
Mampu melakukan bantuan hidup dasar sesuai kompetensi dokter di pelayanan
primer.
AlatdanBahan
1. Alat pelindung diri(APD).
2. Sungkup
3. Kantung pernapasan (bagvalvemask)
4. Sumber oksigen
5. OPA (oro pharyngeal airway)
TeknikTindakan
1. Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah
aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan
menepuk-nepuk dan menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita.
a. Jika penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan,
usahakan tetap mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan atau
posisikan ke posisi mantap.
b. Jika penderita tidak merespons serta tidak bernapas atau bernapas tidak
normal, maka dianggap mengalami kejadian henti jantung.
2. Jika pasien tidak respons, aktivasi system layanan gawat darurat dengan
minta bantuan orang terdekat atau penolong sendiri yang menelepon jika
tidak ada orang lain.
3. Periksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik (lihat Bab
Kardiovaskular).
4. Lakukan kompresi dada:
a. Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras.
b. Tentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak tangan
yang telah saling berkaitan di bagian setengah bawah sternum.
116
Kegawatdaruratan
a. Frekuensi minimal 100 kali per menit dengan kedalaman minimal 5cm.
b. Penolong melakukan kompresi dengan perbandingan kompresi dan
ventilasi 30:2.
a. Jaw thrust
- Letakkan siku-siku pada bidang datar tempat korban dibaringkan.
Cari rahang bawah. Pegang rahang bawah dengan jari-jari kedua
tangan dari sisi kanan dan kiri korban
- Dorong rahang bawah dengan mendorong kedua sudutnya ke depan
dengan jari-jari kedua tangan
- Buka mulut korban dengan ibu jari dan jari telunjuk kedua tangan.
117
Blok 23-24
Mulut ke hidung
a. Katupkan mulut penderita disertai chinlift, kemudian hembuskan udara
seperti pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut penderita waktu
ekshalasi.
Mulut ke sungkup
a. Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang dengan kedua ibu
jari
b. Lakukan headtilt chinlift/jaw thrust. Tekan sungkup ke muka penderita
dengan rapat.
c. Hembuskan udara melalui lubang sungkup hingga dada terangkat.
d. Amati turunnya pergerakan dinding dada.
118
Kegawatdaruratan
119
Blok 23-24
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
120
Kegawatdaruratan
TOTAL SKOR
121
Blok 23-24
Manuver Heimlich
Tingkat keterampilan: 4A
July Ivone
Tujuan
Melakukan tatalaksana sumbatan jalan napas oleh benda asing sebagai salah satu
bantuan hidup dasar sesuai kompetensi dokter di pelayanan primer.
Teknik Tindakan
Abdominalthrust
a. Penolong berdiri di belakang penderita kemudian melingkarkan kedua
lengannya pada bagian atas abdomen penderita.
b. Condongkan penderita ke depan.
c. Letakkan kepalan tangan penolong di antara umbilikus dan iga.
d. Raih kepalan tangan tersebut dengan tangan yang lain, tarik ke arah dalam
dan atas secara mendadak sebanyak 5 kali.
e. Jika cara tersebut gagal, lakukan kembali 5 abdominalthrust sampai
sumbatan berhasil keluar atau penderita tidak sadarkan diri.
122
Kegawatdaruratan
Analisis
1. Gejala sumbatan jalan napas oleh benda asing:
a. Kejadiannya terlihat.
b. Batuk atau tersedak.
c. Onset mendadak.
d. Riwayat sebelumnya bermain atau makan suatu objek yang kecil.
e. Penderita dapat terlihat memegang leher atau dadanya
2. Korban mengalami sumbatan total atau parsial masih dapat bernapas dengan
kondisi korban yang makin memburuk, seperti menjadi sianosis, lemah atau
tidak lagi batuk.
3. Pada ibu hamil atau orang gemuk letakkan ditulang dada-xifoid dan lakukan
hentakan dada (chesttrust).
TOTAL SKOR
123
Blok 23-24
Tujuan:
Melakukan resusitasi bayi baru lahir
Teknik tindakan
1. Persiapkan alat & bahan. Perlengkapan resusitasi harus selalu tersedia dan
siap digunakan pada setiap persalinan. Penolong telah mencuci tangan dan
mengenakan sarung tangan DTT/ steril.
2. Penilaian bayi baru lahir & segera setelah lahir: Sebelum lahir berupa
a. Apakah bayi cukup bulan?
b. Apakah air ketuban jernih, tidak tercampur mekonium?
124
Kegawatdaruratan
Tindakan Resusitasi
4. Sambil memotong tali pusat, beritahu ibu dan keluarga bahwa bayi
mengalami masalah sehingga perlu dilakukan tindakan resusitasi, minta
ibu dan keluarga memahami upaya ini dan minta mereka ikut membantu
mengawasi ibu.
5. Langkah awal resusitasi : Jaga bayi tetap hangat, atur posisi bayi, isap
lendir, keringkan dan rangsang taktil, reposisi.
- Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit
ekstensi dengan mengganjal bahu (gunakan handuk/ kain yang telah
disiapkan dengan ketebalan sekitar 3 cm dan dapat disesuaikan).
- Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir di mulut sedalam <5
cm dan kemudian hidung (jangan melewati cuping hidung).
- Keringkan bayi (dengan sedikit tekanan) dan gosok muka/ dada/
perut/ punggung bayi sebagai rangsangan taktil untuk merangsang
pernapasan. Ganti kain yang basah dengan kain yang bersih dan
kering. Selimuti bayi dengan kain kering, Bagian wajah dan dada
terbuka.
- Reposisikan kepala bayi & mulai kembali usaha nafas.Evaluasi ulang langkah di
atas
6. Nilai hasil awal, buat keputusan dan lakukan tindakan:
a. Jika bayi bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau menangis,
lakukan asuhan pasca resusitasi
b. Jika bayi tidak bernapas spontan atau napas megap-
megap, lakukan ventilasi.
125
Blok 23-24
Ventilasi
9. Pasang sungkup, perhatikan lekatan
10. Ventilasi 2x dengan tekanan 30 cm air
11. Jika dada mengembang lakukan ventilasi 20x dengan tekanan 20 cm air
selama 30 detik. Nilai pernapasan, jika mulai bernapas normal,
lanjutkan dengan asuhan pasca resusitasi. Jika bayi tidak bernapas/
megap-megap:
12. Ulangi ventilasi sebanyak 20x selama 30 detik
13. Hentikan ventilasi dan nilai kembali napas tiap 30 detik
14. Jika bayi tidak bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan
rujukan, nilai denyut jantung.
15. Jika bayi akan dirujuk:
• Konseling
• Lanjutkan resusitasi
• Pemantauan tanda bahaya
• Perawatan tali pusat
• Pencegahan hipotermi
• Pemberian vitamin K1
• Pencegahan infeksi
• Pencatatan dan pelaporan.
126
Kegawatdaruratan
Referensi Tambahan
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
127
Blok 23-24
128
Kegawatdaruratan
TOTAL SKOR
129
Blok 23-24
Memberi salam
Mampu menjelaskan tujuan resusitasi
1.
Meminta informed consent kepada keluarga bayi terutama
ayah atau ibu bayi
Mahasiswa menyiapkan tempat resusitasi, datar,bersih,
kering
Menyiapkan alat-alat :
1. Tiga lembar handuk atau kain bersih dan kering
2. Alat pengisap lender
3. Bola karet bersih & kering
2.
4. Pengisap Dele DTT/steril
5. Oksigen
6. Lampu 60 watt, jarak lampu ke bayi 60 cm
7. Jam
8. Stetoskop
(menyebutkan 3 nilai 1, menyebutkan 6 nilai 2, 9 nilai 3)
1. Penolong mencuci tangan & menggunakan sarung
tangan DTT/ steril.
2. Lakukan resusitasi jika terdapat keadaan :
a. Bayi tidak cukup bulan/ bayi megap-megap
tak bernapas & atau tonus otot bayi tidak
baik. bayi lemas Potong tali pusat, kemudian
lakukan langkah awal resusitasi.
b. Jika air ketuban bercampur meconium nilai
bayi :
3.
Jika menangis/ bernapas/ tidak megap-
megap, klem dan potong tali pusat dengan
cepat, tidak diikat & tidak dibubuhi apapun,
Jika megap-megap/ tidak bernapas,
pengisapan terlebih dahulu dengan membuka
lebar, usap mulut & isap lendir di mulut, klem
dan potong tali pusat dengan cepat, tidak
diikat dan tidak dibubuhi apapun, kemudian
dilakukan langkah awal resusitasi.
Awal resusitasi : Jaga bayi tetap hangat,
Reposisi, bayi menghidu kepala ekstensi, bahu diganjal
handuk
4. Bersihkan jalan nafas dengan sap lendir pada mulut (< 5cm)
& hidung
Keringkan bayi sambil gosok muka, dada/ perut/punggung
sbg rangsang taktil.
130
Kegawatdaruratan
Evaluasi ulang :
Jika bayi bernafas normal/ tidak megap-megap Lakukan
Asuhan Pasca Resusitasi
5.
Jika bayi tidak bernafas spontan/megap-megap lakukan
Ventilasi
Ventilasi :
Pasang Sungkup
Ventilasi 2x tekanan 30 cm air(Jika dada mengembang
ventilasi 20x tekanan 20 cmH20 selama 30 detik).
Nilai Pernafasan jika bernafas normal lakukan Asuhan Pasca
6. Resusitasi.
Jika bayi tidak bernafas ulangi ventilasi 20x selama 30 detik
Hentikan ventilasi nilai nafas setiap 30 detik
Jika bayi tidak bernafas sesudah 2 menit resusitasi, nilai
denyut jantung →Rujuk
TOTAL SKOR
131
Blok 23-24
Mencuci Luka
Tingkat keterampilan: 4A
Iwan Budiman
Perawatan Luka
Merupakan penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka, menutup, dan
membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.
Tujuan:
• Menjaga luka dari trauma
• Imobilisasi luka
• Mencegah perdarahan
• Mencegah kontaminasi oleh kuman
• Mengabsorbsi drainase
• Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologi
Pembersihan Luka
Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk
membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk
memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka.
Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat infeksi, karena
dapat merusak fibroblast yg sangat penting dalam proses penyembuhan luka,
menimbulkan reaksi alergi, bahkan menimbulkan luka di kulit sekitarnya.
Gunakan friksi lembut saat menuangkan larutan ke kulit saat melakukan irigasi,
biarkan larutan mengalir dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang paling
terkontaminasi, tidak boleh menggunakan kasa yang sama, saat membersihkan
insisi atau luka untuk yang kedua kalinya.
132
Kegawatdaruratan
Pembalutan Luka
Pembalutan luka merupakan sarana vital untuk mengatur kelembaban kulit,
menyerap cairan yg berlebih, mencegah infeksi dan membuang jaringan mati
Tujuan pembalutan:
• Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme
• Membantu hemostasis
• Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk
melakukan debridement luka
• Menyangga atau mengencangkan tepi luka
• Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka
• Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka
• Mempertahankan kelembaban yg tinggi diantara luka dg balutan
Mencuci Luka
Tujuan: Mampu membersihkan luka bersih maupun kotor dan menjaganya
dari infeksi
133
Blok 23-24
Prosedur Kerja
1. Memberikan salam, memanggil pasien dengan namanya
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya, tujuan, dan
lamanya tindakan pada pasien atau keluarga pasien
3. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
4. Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi lokal
5. Nyalakan lampu dan pusatkan di tempat luka
6. Bersihkan daerah di sekitar luka dengan sabun dan air (bukan di tempat luka)
dan cukur rambut bila diperlukan
7. Cuci tangan 7 langkah WHO dan memakai sarung tangan steril
8. Disinfeksi area sekitar luka dg povidone iodine 10%
9. Tutup luka dengan drape steril
10. Lakukan anestesi infiltrasi di sekitar luka
11. Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan nyeri, bila luka bersih
cuci luka dengan larutan NaCl 0.9% atau dg air matang hangat, bila luka kotor
cuci dg povidone iodine 10%, lalu bilas dg NaCl 0.9% sampai bersih
12. Inspeksi dasar luka dan bersihkan semua benda asing dengan pinset
13. Debridement: eksisi jaringan yang mati dan batas luka yang iregular. Untuk
luka di bagian wajah lakukan dengan sangat hati-hati. Eksisi batas luka
dengan vaskularisasi yang tinggi tidak terlalu diperlukan
14. Tutup luka, kecuali jika ada alasan untuk tidak menutupnya. Paling tidak
tutup dg balutan yg basah
15. Pasang balutan yang dibasahi NaCl 0.9% menutupi luka dan balutan tekan
yang menekan luka jika diperlukan
134
Kegawatdaruratan
135
Blok 23-24
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tetapi tidak lengkap
2 = Dilakukan dengan baik
136
Kegawatdaruratan
Jarum suntik yg digunakan untuk anestesi lokal adalah nomor 19G – 30G, yg sering
dipakai nomor 25G (0.53 mm), 27G (0.42 mm) dengan panjang jarum 19 mm, 25
mm, 38 mm, serta syringe = spuit = alat semprit = alat suntik 2.5 ml, 5 ml
Lidocaine adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas, anestetik ini
lebih efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan
toksisitasnya bertambah serta masa kerjanya lebih pendek.
137
Blok 23-24
A Maximum Safe Doses = 4 mg/kg, dapat diulang setiap 90-200 menit dengan dosis
total ≤ 300 mg dalam waktu 24 jam.
Kontraindikasi Absolut:
- Heart Block II atau III
- Sinoatrial Block
- Adams-Stokes syndrome
- Wolff-Parkinson-White syndrome
138
Kegawatdaruratan
Tujuan:
Mampu melakukan anestesi lokal sesuai kompetensi dokter di pelayanan primer.
139
Blok 23-24
140
Kegawatdaruratan
9. Buat depot subkutan dari anestesi lokal dengan injeksi secara perlahan
Untuk batas jahitan luka, depot subkutan harus dibuat di jaringan subkutis di
batas luka
10. Posisikan jarum di tempat yang akan dimasuki, di ujung luka dan segaris
dengan axis longitudinal panjang luka.
11. Masukkan jarum ke salah satu sisi dg sudut 20⁰ dg lubang jarum menghadap
ke atas sampai di tengah luka
12. Konfirmasi dengan aspirasi bahwa jarum tidak masuk ke vena
13. Sambil mengeluarkan obat anestesi, tarik jarum secara perlahan sampai dekat
ujung luka.
14. Lakukan pada sisi lainnya dan pada ujung luka yg lain, sehingga terbentuk
daerah anestesi berbentuk diamond
15. Observasi pasien untuk alergi atau reaksi keracunan saat memasukkan obat
anestesi.
16. Cek anestesi dg menjepitkan pinset pada daerah infiltrasi
17. Tunggu sampai semua stimulus nyeri yang diberikan teranestesi sebelum
memulai tindakan menjahit luka.
Analisis Tindakan/Perhatian
- Pada anestesi infiltrasi jangan gunakan dosis melebihi dosis maksimum.
- Hindari injeksi intravena dan bersiap untuk rekasi alergi atau keracunan.
- Injeksikan secara perlahan untuk mengurangi nyeri yang tidak perlu.
- Jika diperlukan injeksi lebih dari satu, usahakan untuk melakukan injeksi
berikutnya di tempat yang sudah teranestesi.
Referensi Tambahan
D. J. Williams; J. D. Walker. 2014. Anaesthesia. A Nomogram for Calculating The
Maximum Dose of Local Anaesthetic. p.69, 847–853
141
Blok 23-24
Gunakan jarum 25G (0.53 mm) atau 27G (0.42 mm) dengan panjang
9. jarum 19 mm, 25 mm, 38 mm untuk melakukan infiltrasi
(tergantung panjang luka)
Buat depot subkutan dari anestesi lokal dengan injeksi secara
10 perlahan. Untuk batas jahitan luka, depot subkutan harus
dibuat di jaringan subkutis di batas luka
Lakukan pada sisi lainnya dan pada ujung luka yg lain, sehingga
15
terbentuk daerah anestesi berbentuk diamond
TOTAL SKOR
142
Kegawatdaruratan
Penjahitan Luka
Tingkat keterampilan: 4A
Iwan Budiman
Instrument Bedah:
143
Blok 23-24
Mayo Scissors =Menggunting jaringan yg lebih keras, fascia, tendon, otot, kulit
144
Kegawatdaruratan
145
Blok 23-24
146
Kegawatdaruratan
147
Blok 23-24
148
Kegawatdaruratan
Gagang Scalpel = Scalpel Handle = Knife Handles = pegangan untuk pisau bedah
Scalpel = Knife blades = Knifes = Blades = Lancets = Bistoury = Bisturi = Pisau
Operasi = Pisau Bedah = pisau untuk melakukan tindakan pembedahan
Scalpel Handle #4
Untuk scalpel nomor 20, 21, 22, 23, 25
Minor Set:
149
Blok 23-24
150
Kegawatdaruratan
Absorbable vs Non-Absorbable
Absorbable
Benang bedah absorbable akan dimetabolisme oleh tubuh dg reaksi enzimatik atau
hidrolisis. Lama waktu absorpsi tergantung dari bahan benang bedah, lokasi
jahitan, dan faktor pasien. Benang bedah absorbable biasanya digunakan pada
jaringan di dalam tubuh dan jaringan yg penyembuhannya cepat seperti
intestinum, gaster, vesica urinaria.
Non-Absorbable
Benang bedah non-absorbable digunakan untuk mendukung jaringan dalam waktu
lama, tetap dibungkus oleh dinding proses inflamasi tubuh yg berupa jaringan
fibrosis, sampai jahitan itu diangkat. Benang bedah non-absorbable biasanya
digunakan di permukaan tubuh (kulit, mucosa) dan jaringan yg penyembuhannya
lambat seperti fascia, tendon.
Natural vs Synthetic
Natural – dibuat dari bahan alami seperti sutera, catgut, collagen, cotton, linen,
steel. Benang bedah ini menimbulkan reaksi jaringan yg hebat. Sutera masih sering
digunakan untuk menjahit surgical drains.
Synthetic – lebih mudah diprediksi efeknya daripada yg natural, terutama dalam
sifat loss of tensile strength dan absorpsinya.
Monofilament vs Multifilament
Monofilament – risiko kena infeksi rendah, tapi buruk dalam hal knot security dan
ease of handling.
151
Blok 23-24
Multifilament – risiko kena infeksi tinggi, tapi baik dalam hal knot security dan ease
of handling.
Semua materi benang bedah akan menyebabkan reaksi jaringan benda asing, reaksi
jaringan ini akan tetap ada sampai benang bedahnya diabsorpsi atau dibungkus oleh
fibroblast.
Bahan sintetis tidak menimbulkan reaksi jaringan yang hebat, sedangkan bahan
organik dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat
Benang bedah absorbable akan didegradasi oleh tubuh dg reaksi enzimatik (hari)
atau hidrolisis (minggu - bulan).
Benang bedah natural yg absorbable seperti catgut dan collagen akan didegradasi
oleh reaksi enzimatik
Benang bedah synthetic absorbable seperti PGA, PGLA, PGCL, PDS, PDO, akan
didegradasi oleh reaksi hidrolisis.
Benang bedah non-absorbable akan tetap dibungkus oleh proses inflamasi tubuh
oleh sel sel fibroblast.
152
Kegawatdaruratan
153
Blok 23-24
154
Kegawatdaruratan
Materi polimer benang bedah merupakan satu atau lebih dari 5 cyclic monomers:
1. Glycolide
2. L-Lactide
3. p-Dioxanone
4. Trimethylene Carbonate
5. ε-Caprolactone
Synthetic Absorbable
155
Blok 23-24
Synthetic Non-Absorbable
156
Kegawatdaruratan
157
Blok 23-24
158
Kegawatdaruratan
Pada sistem EP, 1 Skala = 1 Metric atau 1 Unit Nomor benang bedah sama dg 0.1
mm dg rentang 0.1 (0.010 mm - 0.019 mm) – 10 (1.00 mm – 1.09 mm)
Pada sistem USP diameter benang bedah ditulis dg angka diikuti dg angka 0, dg
rentang 11-0 = 11/0 (0.010 mm - 0.019 mm) – 8 (1.00 mm – 1.09 mm).
Sistem USP kurang rasional tetapi lebih luas dipakainya.
Nomor 12-0 = 12/0 (0.001 mm – 0.009 mm) = mikro
Untuk menjahit luka di wajah, hidung, telinga, alis, dan kelopak mata, digunakan
benang ukuran 5-0 atau 6-0
Area lain di mana tidak terlalu mempertimbangkan hasil kosmetik dipergunakan
benang ukuran 3-0 atau 4-0
Jahitan di bagian torso biasanya ukuran 3–0 atau 4–0, subkutan 3-0
159
Blok 23-24
Benang bedah Nylon, Ethilon® paling banyak digunakan untuk menjahit kulit
Supramid®, Vitalene® untuk kulit dan subcutis
Polypropylene biasa digunakan untuk menjahit syaraf, tendon atau pembuluh
darah
PGLA Novosyn® untuk menjahit jaringan secara umum
Chromic catgut, Vicryl biasa digunakan untuk menjahit fascia, otot, tendon atau
ligasi pembuluh darah
Plain catgut biasa digunakan untuk menjahit mengikat sumber perdarahan kecil,
subcutis, mucosa bibir, lidah atau laserasi superficial area genital
160
Kegawatdaruratan
3/8 Circle: Jarum jenis ini merupakan jarum yg paling banyak digunakan untuk
semua jaringan. Lengkungannya menyebabkan jarum ini mudah dimanipulasi
pada luka superfisial yg luas.
1/2 Circle: Jarum jenis ini merupakan jarum yg biasa digunakan lokasi yg dalam
dan terbatas yg lebih banyak memerlukan gerakan pronasi dan supinasi seperti
menjahit di dalam rongga pelvis atau rongga peritoneum di abdomen.
161
Blok 23-24
162
Kegawatdaruratan
163
Blok 23-24
164
Kegawatdaruratan
1.Vulnus Amputatum
2.Vulnus Combustionum - Combustum
Golden Period luka = 8 jam
165
Blok 23-24
Stadium II
Luka Partial Thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan
bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III
Luka Full Thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau
nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan
fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang
yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV
Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan
adanya destruksi/kerusakan yang luas (David, 2007).
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses
peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama.
Lima tanda fase inflamasi:
Kalor - Heat : Terasa hangat
Rubor – Redness - Erythema: Berwarna kemerahan
Dolor - Pain : Nyeri
Tumor - Swelling: Pembengkakan, edem
Functiolaesa – Impaired Function: Penurunan fungsi
166
Kegawatdaruratan
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel
mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada
awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet
yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka
(clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan
pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel
yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan
setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local
sensory nerve ending), local reflex action dan adanya substansi vasodilator
(histamin, bradykinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan
peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema
jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase
inflamasi ini ditandai dengan: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit
yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki
dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas
sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel
fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan
penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan
sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi)
serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid,
fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi)
jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal
jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat
oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru
dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru
tersebut disebut sebagai jaringan granulasi.
167
Blok 23-24
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah
terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth
faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan
yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan
granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh
mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai
puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan
antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang
berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar,
sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut
dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan
kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan
aktivitas normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap
penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada
kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Pada akhir
fase ini, Jaringan kulit baru mampu menahan regangan kira-kira 80%
kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3 - 6 bulan setelah
penyembuhan. Penyembuhan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu
satu tahun atau lebih untuk membentuk jaringan yang normal secara histologi
atau secara bentuk.
Klasifikasi Penyembuhan
1.Penyembuhan Primer (sanatio per primam intentionem) Didapat bila luka baru
dan bersih, tidak terinfeksi, tepi luka mudah dirapatkan dan dijahit dg baik dan
sembuh tanpa infeksi dengan jaringan parut minimal. Penyembuhan primer tidak
membutuhkan jaringan granulasi.
168
Kegawatdaruratan
Slough adalah jaringan mati yg mencair, berwarna kuning, biasanya basah lembab,
lunak dg tekstur mucus yg terdiri terutama dari fibrin, jaringan dan sel yg mati dan
rusak, leukosit yg mati, sel kulit yg mati (debris) yg terkumpul di dasar luka.
Debris adalah fragmentasi jaringan dan sel yg rusak atau mati.
1.Jahitan Primer adalah jahitan yang dilakukan segera setelah luka terbentuk dan
dapat merapatkan seluruh pinggir luka.
2.Jahitan Sekunder dilakukan setelah jahitan primer terlepas atau longgar atau
dilakukan mengoreksi dead space atau dilakukan setelah jahitan primer dilakukan
dalam waktu yang relatif lama, misalnya setelah luka tidak bernanah lagi
169
Blok 23-24
Jahitan Terputus Sederhana adalah jenis jahitan yang sering dipakai untuk jahitan
situasi.
Penjahitan Luka
Jahitan merupakan salah satu cara untuk menutup luka pada jaringan atau organ
tubuh dengan tujuan merapatkan tepi luka, menciptakan hemostasis, menutup
ruang mati (dead space), mendukung dan memperkuat luka dan mempercepat
proses penyembuhan serta meningkatkan kekuatan kerenggangan luka sampai
mendapatkan hasil estetika dan fungsional yang memuaskan, serta
meminimalkan resiko perdarahan dan infeksi.
Tujuan semua teknik jahit adalah merapatkan atau mendekatkan tepi tepi
epidermis luka tanpa celah (gaps) dan dg tegangan – tarikan (tension) di tepi luka
seminimal mungkin
Untuk luka yang dalam, maka hindarkan bagian yang dalam tersebut tidak terjahit,
sehingga menimbulkan rongga mati atau dead space yang bukan saja akan
memperlambat penyembuhan, tetapi juga akan menimbulkan hematoma yang
memudahkan perkembangbiakan bakteri.
Tepi luka dijahit agak melipat keluar atau everted dan rapat. Jahitan dengan kulit
inverted tidak akan membuat luka merapat. Eversi ini meminimalkan resiko
pembentukan scar sekunder dan kontraksi jaringan selama penyembuhan
Jarak antar jahitan tidak boleh terlalu dekat karena akan mengganggu vaskularisasi
atau terlalu jauh karena tepi kulit tidak dapat merapat dengan sempurna.
170
Kegawatdaruratan
Simpul harus diletakkan di tepi luka, di sisi yang mempunyai vaskularisasi yg lebih
baik. Simpul tidak boleh diletakkan di garis insisi (incision lines) untuk mencegah
perkembangbiakan bakteri.
Jarak dan ukuran tusukan jarum dan interval antar tusukan jarum harus sama
panjang dan proporsional dg tebal kulit yg akan dirapatkan.
Rekomendasi standard adalah menempatkan jahitan di luar area inflamasi
minimum 5 mm.
Jarak tusukan jarum di lateral luka sebesar 5 mm dan jarak antar jahitan 5 – 10 mm
171
Blok 23-24
172
Kegawatdaruratan
173
Blok 23-24
Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai untuk menjahit luka di kulit karena
apabila ada pus (cairan), dapat dilepas satu atau dua jahitan dan membiarkan yang
lain, paling sering juga digunakan juga untuk jahitan situasi.
Teknik ini merupakan pilihan pada jaringan atau anggota tubuh yang banyak
bergerak dan berkonsistensi cukup keras, shg diperlukan jahitan yang kuat, tidak
mudah putus dan dapat memberikan tegangan yang merata ke seluruh luka.
Kelemahan dari teknik jahitan terputus adalah kurang baik secara kosmetik, karena
dapat menimbulkan bekas jahitan yang nyata (Suture Marks) seperti gambaran
Lipan. Timbulnya bekas jahitan ini dapat dicegah dengan mengangkat jahitan
sesegera mungkin bila telah terlihat tanda-tanda penyembuhan luka.
Jahitan diangkat dalam waktu 1-2 minggu setelah penjahitan dilakukan, tergantung
pada lokasi anatomi. Pengangkatan jahitan yang cepat, dilakukan untuk
mengurangi resiko bekas jahitan dan reaksi jaringan
174
Kegawatdaruratan
Tepi-tepi luka harus sedikit eversi dan rapat. Jarak antar jahitan tidak boleh terlalu
dekat karena akan mengganggu vaskularisasi atau terlalu jauh karena tepi kulit
tidak dapat merapat dengan sempurna.
Kulit ditutup menggunakan benang nylon nonabsorbable , karena reaktivitas nylon
terhadap jaringan kulit kecil, sehingga mengurangi risiko terlihatnya bekas benang
atau Suture Tracking. Waktu pengangkatan jahitan yang optimal secara signifikan
mengurangi risiko terbentuknya Suture Tracking.
Secara umum, jahitan ini harus memiliki konfigurasi bentuk seperti Botol, yaitu
konfigurasi jahitan harus lebih lebar pada bagian dasarnya (bagian dermal)
dibandingkan bagian superfisialnya (bagian epidermal). Jika jahitan ini mencakup
volume jaringan yang lebih besar pada dasarnya dibandingkan pada apexnya, akan
menghasilkan kompresi pada dasarnya yang menekan jaringan menaik dan
menyebabkan eversi pada batas luka.
Jarum jahit dijepit pada needle holder kira-kira 1/3 dari pangkalnya dan needle
holder ditekan dengan rapat sampai pada ratchet pertama. Needle holder jangan
dirapatkan terlalu kuat, oleh karena dapat merusak needle dan needle holdernya
Pinset dibutuhkan untuk menggenggam needle setelah penetrasi jaringan terjadi.
Simpul harus sekecil mungkin untuk mencegah reaksi jaringan yg berlebih pada
benang absorbable dan meminimalkan reaksi benda asing pada benang
nonabsorbable.
175
Blok 23-24
Asepsis dilakukan dari dalam kearah luar atau secara searah (tidak bolak-balik)
Melakukan anestesi lokal pada tepi luka dan dasar luka dengan menggunakan
spuit dan Lidocaine 2%
Melakukan debridement dan pencucian luka dengan menggunakan kasa steril dan
NaCl 0,9%
Memastikan tidak ada kotoran, pasir, benda asing pada luka
Drapping: menutup area sekitar luka dengan doek steril atau kasa steril
Bila Ears dan Loop keluar dari sisi Loop yg sama atau parallel (=) maka disebut
Square Knot 1=1
Bila Ears dan Loop keluar dari sisi Loop yg berbeda atau bersilangan – Cross (X),
maka disebut Granny Knot 1x1
Granny Knot tidak stabil dan lebih licin, sehingga mudah lepas bila tegangan
meningkat dibandingkan dg Square Knot
Surgeon’s Knot 2=1 atau 2=1=1
Patient Side:
Square knot or Reef knot 1=1
Surgeon’s knot or Friction knot 2=1
Granny knot or Sliding knot 1x1
Slip knot = Non-Flat Square knot S=S
176
Kegawatdaruratan
177
Blok 23-24
178
Kegawatdaruratan
179
Blok 23-24
180
Kegawatdaruratan
181
Blok 23-24
182
Kegawatdaruratan
16. Setelah jarum menembus kulit, jepitan needle holder dibuka, jepit jarum
dengan pinset kemudian jepitan needle holder dipindahkan mendekati
pangkal jarum sambil mendorong jarum.
17. Sambil pinset menahan kulit, needle holder menjepit ujung jarum dan menarik
jarum keluar .
18. Setelah jarum dicabut keluar dari kulit, benang ditarik dan ujungnya disisakan
sedikit kira-kira 3-4 cm.
19. Buat simpul Surgical’s – Surgeon’s knot di sisi luka
20. Jahitan subcutis memakai teknik jahitan terputus
21. Ujung simpul dipotong untuk benang nonabsorbable 5 - 10 mm dan untuk
absorbable 3 - 5 mm
183
Blok 23-24
184
Kegawatdaruratan
Teknik Tindakan
Jahitan Dasar
Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
Minta pasien untuk berbaring
Tanyakan riwayat alergi tentang obat anestesi atau iodine
Tempatkan cahaya ke area luka yang akan dijahit
Desinfeksi luka dan area-area disekitarnya
Cuci tangan 7 langkah WHO dan pakai sarung tangan steril
Tutup luka dengan drape steril bolong = doek bolong
Berikan anestesi lokal, tunggu sampai anestesi bekerja
185
Blok 23-24
186
Kegawatdaruratan
Jahitan dimulai dari ujung luka atas yaitu, sisi luka yang
6. letaknya paling jauh dari tubuh operator menuju ke arah
operator.
187
Blok 23-24
TOTAL SKOR
188
Kegawatdaruratan
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
1 Memberikan salam dan memanggil pasien dg namanya
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, prosedur, tujuan,
2
dan lamanya tindakan pada pasien atau keluarga pasien
3 Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
Needle holder harus selalu berada di atas luka dan sejajar dg
4.
sumbu panjang luka
Needle holder berada di antara ujung benang yg panjang (ada
5.
needle) dan ujung benang yg pendek
Ujung benang yg panjang (ada needle) dipegang oleh tangan
6. kiri, kemudian needle holder yg dipegang oleh tangan kanan
membuat 2 loop (lingkaran) pada benang yg panjang
Bila ujung benang yg panjang (ada needle) ada di kiri, maka
needle holder membuat loop dengan cara menggerakkan
7
tangan Supinasi (menengadahkan tangan - telapak tangan ke
atas)
Bila ujung benang yg panjang (ada needle) ada di kanan, maka
needle holder membuat loop dengan cara menggerakkan
8.
tangan Pronasi (menelungkupkan tangan - telapak tangan ke
bawah – punggung tangan di atas)
Needle holder menjepit ujung benang yg pendek dan
9
menariknya melewati loop yg baru dibuat
Tangan kanan yg memegang needle holder dan ujung benang
yg pendek dan tangan kiri yg memegang ujung benang yg
10. panjang membuat simpul dengan menarik kedua tangan ke
arah yg berlawanan atau bersilangan. Tangan kanan ditarik ke
kiri dan tangan kiri ditarik ke kanan
Ulangi proses dari awal, tapi membuat loopnya hanya satu
11.
kali
12. Dari 2 simpul terbentuk Surgeon’s knot 2=1
13 Dapat pula dibuat simpul ke 3 dengan satu loop
14 Dari 3 simpul terbentuk Surgical’s knot 2=1=1
Ujung simpul dipotong untuk benang nonabsorbable 5 - 10
15
mm dan untuk absorbable 3 - 5 mm
TOTAL SKOR
189
Blok 23-24
Tujuan:
1. Tujuan jangka pendek
- Membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan sebagainya)
dan dari sisa obat yang pernah digunakan yang akan menurunkan risiko
infeksi
- Pada dermatosis berguna untuk menghilangkan gejala: rasa gatal, rasa
terbakar dan parestesi
2. Hasil pengobatan yang diinginkan adalah keadaan yang basah menjadi
kering, permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat
tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi
Teknik Keterampilan
10. Persilakan pasien duduk atau berbaring tergantung letak dan luas luka.
11. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya.
12. Siapkan kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal
(maksimal 3-4 lapis)
13. Lakukan cuci tangan 7 langkah dan gunakan sarung tangan.
14. Balutan jangan terlalu ketat dan tidak perlu steril. Jangan menggunakan
kapas karena lekat dan menghambat penguapan
15. Kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, diperas lalu dibalutkan
dan didiamkan.
16. Pengompresan biasanya dilakukan sehari dua kali selama maksimal 30 menit
17. Diperhatikan agar tidak terjadi maserasi
18. Bila kasa kering sebelum 30 menit dapat dibasahkan lagi
19. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar tidak terjadi
pendinginan
190
Kegawatdaruratan
SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3
Nilai maksimal 23
Referensi Tambahan
Andriessen AE, Eberlein T, Assessment of a Wound Cleansing Solution in the Treatment of
Problem Wounds, 2008. https://www.woundsresearch.com/article/8882
191
Blok 23-24
Tujuan:
Mampu meminimalisasi pergerakkan otot dan tulang saat terjadi fraktur tanpa gips
Teknik Tindakan
Seorang penolong harus memperkenalkan diri kepada pasien atau yang
menemani pasien baik keluarga maupun teman terutama bila kejadiannya di
jalan agar tindakan penolong dapat difasilitasi oleh orang-orang sekitar dan
tidak disalahpahami.
Tindakan stabilisasi akan menyebabkan gerakan-gerakan yang menyebabkan
nyeri/ ketidaknyamanan bagi pasien, sehingga perlu penjelasan sebelumnya
agar pasien kooperatif.
Prinsip utama penolong dalam traumatologi adalah lindungi/tolong diri
sendiri terlebih dahulu
Lakukan cuci tangan 7 langkah, gunakan sarung tangan sebelum pemeriksaan
luka.
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi
Posisi abnormal : perhatikan alignment/ kesejajaran , deformitas
Tonjolan tulang yang menonjol atau keluar dari kulit
Pergerakan abnormal dari komponen tulang dan sendi
2. Proteksi bagian tubuh yang mengalami trauma dengan hati-hati untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
3. Minta pasien untuk jangan banyak bergerak dan bantu pasien untuk
menyangga bagian yang mengalami trauma.
4. Beri kompres dingin jika diperlukan.
5. Boleh diberikan perban bila proporsi anatomi bagian tubuh yang farktur
tersebut intak.
192
Kegawatdaruratan
6. Pasang bidai bila terlihat ada deformitas (gawat darurat) atau bila waktu tidak
memungkinkan (saat malam hari) atau lokasi untuk ke rumah sakit jauh. Bidai
harus terpasang melewati 2 sendi.
7. Saat bidai telah terpasang pastikan kembali tidak terlalu kencang untuk
mencegah terjadinya kompartemen sindrom
8. Elevasi bagian distal yang mengalami cedera.
Referensi Tambahan
Robroek, WCL, Beek, Van de G. Skills in Medicinie: Bandages and Bandaging
Techniques. Mediview: Maastricht University, Netherlands, 2009, p 38.
Ketika memasang perban ada hal yang harus diperhatikan, yaitu kongesti
vaskular:
Jangan terlalu keras dalam menggulung perban untuk menghindari kongesti
vaskular, terutama bagian vena karena terletak superfisial.
Tutupi bagian kulit setiap putaran, agar tidak terlihat kulit yang terjepit di
antara perban
Ketika memutar perban pastikan memiliki tekanan yang sama agar tidak
mengganggu aliran darah
Letakkan sendi pada posisi yang fisiologis
Pilih arah yang pasti untuk memfiksasi putaran perban, jangan putarkan
perban di tempat yang sudah diperban
Tujuan:
Mampu menutup luka dan support daerah tubuh yang mengalami fraktur tertutup
terutama ekstremitas.
193
Blok 23-24
Teknik Tindakan
Circular bandaging
Putaran pertama, perban harus ditempel secara diagonal di bagian tubuh yang
akan diperban
Putaran kedua harus direkatkan pada sudut yang tepat dan bagian panjang
ekstremitas
Bagian diagonal dari perban yang tidak menempel harus dilipat diantara
lapisan pertama dan kedua dari perban
Spiral bandaging
Memulai putaran dari bawah menuju keatas
Setiap satu putaran harus menutupi 1/3 bagian perban dibawahnya
Putaran terakhir melipat bagian perban yang tidak menempel ke perban di
bawahnya
Teknik ini lebih baik memakai perban elastik
Figure-of-eight bandage
Ikuti putaran seperti lingkaran di dekat sendi, perban harus menyebar ke atas
dan ke bawah. Putaran tersebut harus menyilang di tempat di mana sendi
tersebut fleksi
Bentuk perban seperti ini dapat juga dibuat dengan memulai dari atas atau
bawah lipatan sendi. Titik di mana perban menyilang akan terletak di bagian
sendi yang akan fleksi atau ekstensi, di mana bagian tersebut tidak tertutup
perban
Recurrent bandaging
Perban digulung secara berulang dari satu sisi ke sisi lainnya di bagian tubuh
yang tumpul, misal: jari tangan dan kaki
Selanjutnya difiksasi dengan teknik circular bandaging atau spiral
bandaging
194
Kegawatdaruratan
Sling
Pemeriksa berdiri di belakang pasien
Minta pasien menekuk siku dan taruh lengan bawah di bagian dada. Pastikan
bahwa tangan 10 cm lebih tinggi dari siku
Pasang kain segitiga diantara lengan yang cedera dan dada. Selipkan kain
melalui lekukan siku di antara lengan dan dada jika lengan yang digunakan
untuk bergerak nyeri
Lipat kain segitiga mengelilingi lengan bawah dan taruh bagian ujung kain
pada bahu di lengan yang sakit
Ikat kedua ujung kain secara bersama di bagian bahu yang sehat dengan simpul
mati. Sebelum diikat mati pastikan lengan bergantung di tempat yang benar
dan kedua bahu relaksasi ke arah bawah
Pastikan lengan tengah beristirahat sepenuhnya di dalam kain segitiga
Lipat kain segitiga di siku dan fiksasi dengan plester
Sling elevasi
Lihat langkah-langkah sling (langkah 1-3)
Tekuk siku dan taruh jari-jari tangan pada lengan yang cedera di tulang collar
Lipat kain segitiga melewati lengan bawah dan fiksasi ujung kain
dengan menggunakan safety pin
Referensi Tambahan
Robroek, WCL, Beek, Van de G. Skills in Medicinie: Bandages and Bandaging
Techniques. Mediview: Maastricht University, Netherlands, 2009, p 39-43, 76-77.
195
Blok 23-24
196
Kegawatdaruratan
Tujuan
Dokter mampu melakukan cuci tangan 7 langkah yang baik dan benar untuk
perlindungan dokter dan pasien
197
Blok 23-24
Analisis Tindakan/Perhatian
1. Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang maupun cair
sangat disarankan untuk kebersihan tangan yang maksimal.
2. Tujuh (7) langkah mencuci tangan di atas umumnya membutuhkan waktu 15
– 20 menit. Mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun penting
untuk mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke tubuh anda.
3. Cuci tangan dilakukan untuk dekontaminasi tangan saat:
a. Sebelum kontak langsung dengan pasien.
b. Sebelum menggunakan sarung tangan steril.
c. Sebelum melakukan tindakan dengan memasukkan alat invasif yang
tidak membutuhkan prosedur operasi.
d. Setelah kontak dengan kulit pasien yang intak.
e. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit
yang tidak intak, dan pembalut luka.
f. Saat berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian yang
bersih saat merawat dan memeriksa pasien.
g. Setelah kontak dengan peralatan medis dan benda lainnya yang berada
disekitar pasien.
h. Setelah melepas sarung tangan.
i. Sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.
Referensi Tambahan
World Health Organization. WHO guidelines on Hand hygiene in health care. First Global Patient
Safety Challenge Clean Care is Safer Care. 2009.
Boyce JM, Pittet D. Guideline for hand hygiene in health-care settings, recommendations of the
healthcare infection control practices advisory committee and the
HICPAC/SHEA/APIC/IDSA hand hygiene task force. MMWR 2002:51(16):19-31.
3M Health Care. Recommendations from the CDC Guideline for Hand Hygiene in Healthcare Settings
[Internet]. Available at: http://www.cdc.gov/handhygiene/.
198
Kegawatdaruratan
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
TOTAL SKOR
199
Blok 23-24
Definisi
Sterilisasi: tindakan untuk membuat suatu alat/bahan menjadi bebas hama.
Asepsis: keadaan bebas hama/bakteri
Antisepsis: tindakan untuk membebas-hamakan suatu bahan, alat ataupun
ruangan terhadap bakteri/kuman pathogen untuk mencegah sepsis.
Cara sterilisasi
a. Pemanasan, dilakukan tanpa tekanan dan dengan tekanan.
b. Kimiawi dengan menggunakan tablet formalin, gas etilen oksida,
larutan antiseptik.
c. Radiasi: menggunakan sinar X dan sinar ultraviolet.
Antiseptik:
zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman, dapat
bersifat sporisial dan nonsporisidal.
a. Fungsi:
- Mensucihamakan kulit sebelum operasi untuk mencegah infeksi
- Mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah infeksi silang
- Mencuci luka, terutama pada luka kotor
- Sterilisasi alat bedah
- Mencegah infeksi pada perawatan luka
- Irigasi daerah-daerah terinfeksi
- Mengobati infeksi local
b. Antiseptik terbagi atas:
- Alkohol
- Halogen dan senyawanya: yodium, povidon yodium, yodoform,
klorheksidin
- Oksidansia: kalium permanganat, perhidrol
- Logam berat dan garamnya: merkuri klorida, merkurokrom
- Asam: asam borat
- Turunan fenol: trinitrofenol, heksaklorofen
- Basa ammonium kuarterner: etakridin
Referensi Tambahan
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing transmission of
infectious agents in healthcare settings [Internet]. Available from: http://
www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf
200
Kegawatdaruratan
Tujuan
Mengetahui indikasi pemakaian alat pelindung diri untuk dokter dan petugas
kesehatan lainnya.
Indikasi Penggunaan
1. Masker:
a. Untuk melindungi petugas kesehatan dari kontak dengan bahan
infeksius dari pasien.
b. Ketika petugas kesehatan melakukan prosedur yang membutuhkan
teknik steril untuk melindungi pasien dari pajanan agen infeksius yang
dibawa mulut dan hidung petugas kesehatan.
c. Pada pasien yang batuk untuk mencegah penyebaran sekret infeksius
ke orang lain.
2. Goggle, pelindung wajah:
a. Mencegah pajanan agen infeksius yang ditransmisikan melalui droplet
pernapasan.
b. Digunakan bersama masker dan sarung tangan.
3. Sarung tangan:
a. Antisipasi kontak langsung terhadap darah atau cairan tubuh pada
membrane mukosa, kulit yang tidak intak, dan bahan infeksius
lainnya.
b. Pada orang yang kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi oleh
pathogen yang ditransmisikan melalui kontak langsung.
4. Gown Isolasi:
Digunakan untuk melindungi lengan dan bagian tubuh yang dapat
terpapar dan mencegah kontaminasi darah, cairan tubuh, dan bahan
infeksius lainnya pada baju.
Referensi Tambahan
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing transmission of infectious agents
in healthcare settings [Internet]. Available from: http://
www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf
201
Blok 23-24
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Pilihlah ukuran sarung tangan steril sesuai ukuran
tangan. (Sarung tangan harus menempel ketat pada kulit,
tetapi tidak boleh sobek)
1. Buka bungkus luar sarung tangan
Letakkan/ jatuhkan bungkus dalam pada tempat steril
(bila tidakk ada tempat steril, biarkan bungkus dalam
terletak di sisi dalam bungkus luar sarung tangan)
Cucilah tangan sesuai prosedur
Bila mencuci tangan dengan air (basah), keringkan bagian
telapak tangan dan punggung tangan dengan handuk
2.
steril
Pastikan posisi tangan setinggi area antara dagu dan
dada
TOTAL SKOR
202
Kegawatdaruratan
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
TOTAL SKOR
203
Blok 23-24
Tujuan
Mampu membersihkan dan mengangkat abses di jaringan kulit
Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi lokal
3. Cuci tangan 7 langkah dan memakai sarung tangan
4. Disinfeksi tempat abses berada dan jaringan kulit di sekitarnya dengan
povidone iodine dengan putaran dari dalam ke luar
5. Tutupi area tempat abses dengan duk steril
6. Berikan anestesi lokal menggunakan spray ethyl chloride
7. Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan nyeri buat insisi di atas
abses. Jangan buat insisi di tempat selain abses tersebut (operasi minor
membuat luka yang kecil). Buka abses lebar-lebar agar lubang tidak mudah
tertutup
8. Ambil bagian dari abses untuk membuat kultur
9. Bersihkan abses dengan kasa steril atau cuci dengan NaCl. Pasang drain atau
ujung dari sarung tangan steril agar lubang tidak tertutup selama abses masih
memproduksi cairan.
10. Pasang perban yang dapat menyerap sisa pus.
11. Minta pasien untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang telah di operasi atau
pakaikan sling bila luka bekas operasi berada di ekstremitas atas
12. Minta pasien ganti perban setiap kotor atau minimal 2x sehari.
13. Cek luka bekas operasi dan angkat drain setelah tidak keluar pus atau kira-kira
204
Kegawatdaruratan
TOTAL SKOR
205
Blok 23-24
Tujuan
Mampu mengangkat tumor jinak di jaringan kulit
Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap obat anestesi lokal
3. Tandai kulit yang akan dilakukan eksisi berbentuk elips dengan panjang :
lebar = 3 : 1, disesuaikan dengan garis kulit
4. Cuci tangan 7 langkah dan memakai sarung tangan steril
5. Disinfeksi tempat yang akan dilakukan eksisi dan jaringan kulit di sekitarnya
dengan povidone iodine dengan putaran dari dalam ke luar
6. Tutupi area yang akan di eksisi dengan duk steril
7. Berikan anestesi lokal menggunakan teknik blok area atau infiltrasi lokal
disekitar batas eksisi
8. Setelah anestesi bekerja dan pasien tidak merasakan nyeri, mulai lakukan
tindakan
9. Taruh ibu jari dan jari telunjuk di sekitar kulit yang akan dieksisi untuk
meregangkan kulit
10. Pegang scalpel tegak lurus dari kulit, buat sayatan elips sejalan dengan garis
kulit tempat yang akan disayat.
11. Mulai lakukan pemotongan dengan scalpel dan tahan agar tetap tegak lurus
terhadap kulit, potong dengan gerakan memutar sesuai garis yang sudah
ditandai
12. Hindari jalur sayatan menyilang di ujung
13. Buatlah sayatan yang menembus hingga subkutan
206
Kegawatdaruratan
14. Dengan pinset chirurgis, pegang kulit pada tepi tumor tanpa menjepit keras
jaringan dan lakukan eksisi, ambil bersama jaringan subkutan
15. Tandai spesimen dengan benang jahit untuk keperluan ahli patologis.
Atasi perdarahan dengan tekanan, jahit, atau elektrokoagulasi
16. Jahit batas luka dengan benang jahit non-reabsorbable
Referensi Tambahan
Stapert J, Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview: Maastricht University, Netherlands,
2009, p 28-29, 55-56.
207
Blok 23-24
TOTAL SKOR
208
Kegawatdaruratan
Sirkumsisi
Tingkat keterampilan: 4A
Eduard Simamora
Tujuan
Melakukan prosedur sirkumsisi untuk pria
Persiapan Tindakan
1. Persiapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan jenis dan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
3. Minta pasien berbaring di meja periksa.
4. Bersihkan penis dengan air sabun. Pada pasien dewasa, cukur rambut di
sekitar penis.
5. Operator mencuci tangan.
6. Menggunakan APD, posisi operator di sebelah kiri pasien.
7. Melakukan aseptik dan antiseptik pada penis dan sekitarnya secara
sentrifugal dengan penis sebagai pusat.
8. Pasang doek berlubang steril.
9. Lakukan tindakan anestesi blok pada pangkal penis di bagian dorsal yang
memblok nervus dorsalis penis. Tusukkan jarum pada pangkal penis di
sebelah dorsal tegak lurus terhadap batang penis, hingga terasa sensasi
seperti menembus kertas. Pada saat itu jarum telah menembus fascia Buck
tempat nervus dorsalis penis berada dibawahnya. Tanda lain jarum sudah
menembus fascia Buck adalah jika jarum ditarik ke atas, penis terangkat dan
bila obat disuntikkan tidak terjadi edema. Kemudian miringkan jarum ke sisi
batang penis.
209
Blok 23-24
10. Lakukan aspirasi, bila jarum tidak masuk ke pembuluh darah, suntikkan zat
anestesi sebanyak 1-2 cc, lalu pindahkan ke sisi lainnya suntikkan kembali zat
anestesi seperti sebelumnya.
11. Tambahkan anestesi infiltrasi pada daerah frenulum. Lakukan pijatan
pada daerah bekas suntikan agar obat tersebar.
12. Tunggu kurang lebih 5 menit, lepaskan perlekatan prepusium (bila ada) secara
perlahan.
13. Yakinkan anestesi sudah bekerja dengan penjepit prepusium tanpa memberi
tahu pasien.
14. Bila anestesi telah bekerja, tindakan sirkumsisi dapat dilakukan.
Referensi Tambahan
Karakata S, Bachsinar B. Bedah Minor. Hipokrates: Jakarta. 1996. P151-154.
210
Kegawatdaruratan
TOTAL SKOR
211
Blok 23-24
212