Anda di halaman 1dari 302

KAPITA SELEKTA

BLOK 18
MATA DAN KULIT

EDITOR :
Ludovicus Edwinanto
Peter Nugraha Soekmadji
Julia Windi Gunadi
KAPITA SELEKTA

BLOK 18 MATA DAN KULIT

EDISI 4

EDITOR :
Ludovicus Edwinanto, dr., M.Kes.
Peter Nugraha Soekmadji, dr., Sp.KK.
Dr. Julia Windi Gunadi, dr., M.Kes.

i
ii
KATA SAMBUTAN
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Puji syukur kepada Tuhan, atas terselesaikannya buku Penuntun Praktikum Kulit
dan Mata. Saya mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi -
tingginya kepada semua pihak yang telah bekerja keras untuk menyusun buku ini,
baik semua para penulis, dan dan para editor buku ini, maupun pihak-pihak lain
yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini.
Sebagai institusi pendidikan, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
harus selalu memperbaharui materi pembelajaran sesuai standar yang berlaku.
Daftar penyakit sistem saraf dalam Standar Nasional Pendidikan profesi Dokter
Indonesia (SNPPDI) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia pada
tahun 2019 yang memiliki tingkat kemampuan 3 dan 4.
Setiap mahasiswa kedokteran harus mempelajarinya dengan sungguh - sungguh
sehingga dapat menguasai dengan baik kompetensi lulusan tersebut, dan dapat
menjadi bagian pelayanan seorang dokter kelak bagi setiap anggota masyarakat
yang dilayaninya.
Besar harapan saya, buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh segenap
penggunanya. Demikianlah kata sambutan saya, selamat belajar, sukses, dan
senantiasa diberkati Tuhan.

Bandung, Agustus 2020

Dr. Diana Krisanti Jasaputra, dr., M Kes.

iii
iv
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku penunjang
pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang merujuk
kepada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam penerapan KBK, Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha menggunakan metode pembelajaran
Problem Based Learning (PBL).

Melalui sistem pembelajaran Problem Based Learning (PBL) mahasiswa


dituntut aktif, mandiri dan belajar sepanjang hayat. Metode-metode pembelajaran
diarahkan untuk memancing keingintahuan, memotivasi mahasiswa untuk belajar
secara mandiri, melatih untuk berpikir kritis yang berguna baik pada saat berkuliah
maupun ketika mahasiswa sudah terjun di masyarakat sebagai dokter. Pembelajaran ini
akan berhasil apabila mahasiswa aktif dalam mencari materi pengetahuan dari
berbagai sumber yang dapat dipercaya dan dengan demikian melalui pembelajaran
mandiri mahasiswa akan lebih mengingat apa yang telah mereka pelajari dan
menguasai keahlian untuk belajar.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha menerbitkan panduan


belajar berupa buku dengan maksud menjembatani tujuan pembelajaran dengan materi
dunia kedokteran yang sangat banyak, dinamis, dan kompleks. Tidak ada buku yang
dapat menjelaskan kompleksitas dan pengembangannya hanya seorang pembelajar
yang dapat menjawab tantangan ini di masa depan. Isi buku ini hanya mencakup
panduan umum dari materi yang harus dipelajari oleh mahasiswa secara individual.
Mahasiswa wajib mencari sumber pustaka lain untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan mereka. Melalui buku ini diharapkan mahasiswa dapat lebih terarah dan
termotivasi untuk mempelajari lebih dalam lagi berbagai topik baik materi
pengetahuan, praktikum, dan ketrampilan klinik.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini.

Tuhan memberkati.

Bandung, Agustus 2020


Ketua Medical Education Unit Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

dr. July Ivone, M.K.K, M.Pd.Ked


NIK 110354
v
vi
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan YME karena atas rahmat-Nya buku Kapita
Selekta Blok 18 Mata dan Kulit Edisi Ke 4 ini dapat dibuat dan diterbitkan pada
tahun 2020. Buku ini berisi Materi Pengetahuan dari bagian preklinik maupun
klinik guna mendukung tercapainya Capaian Pembelajaran dari Kurikulum di
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha. Kiranya buku ini dapat
digunakan sebagaimana mestinya dan bermanfaat bagi seluruh peserta didik yang
menempuh Blok 18 Mata dan Kulit.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dekan FK UKM, Ketua MEU FK UKM,
dan kepada seluruh kontributor yang terlibat. Akhir kata, kami memohon maaf
apabila masih ada kekurangan dalam proses pembuatan dan penerbitannya.

Bandung, September 2020

Editor

vii
DAFTAR KONTRIBUTOR

Amaranita Sukanto, dr., SpM.


Dian Puspitasari, dr., SpKK.
Dra. Endang Evacuasiany, Apt, MS, AFK.
Edia A. Soelendro, dr., SpM(K).
Harijadi Pramono, dr., M.Kes.
Hessy Helena, dr., SpM
Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., SpM(K)
Jeanny Ervie Ladi, dr., M.Kes.
July Ivone, dr., MKK, MPd Ked.
Teresa Lucretia, dr., M.Kes.
Dr. Oeij Anindita Adhika,dr.,M.Kes
Peter Nugraha Soekmadji, dr., SpKK., MHKes
R. Amir Hamzah, dr., SpKK.
Roro Wahyuningsih, dr., SpPA.
Savitri Restu Wardhani, dr., SpKK.
Sugiarti Kadarhartono, dr., Sp.M(K)

viii
ix
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................ i
KATA SAMBUTAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR KONTRIBUTOR ................................................................. viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
HISTOLOGI KULIT/CUTIS/INTEGUMENTUM ...................................... 1
MORFOLOGI KELAINAN KULIT .......................................................... 16
DERMATITIS…………………………………….................................... 24
FARMAKOLOGI OBAT LOKAL............................................................. 44
KELAINAN KELENJAR SEBASEA DAN EKRIN............................... 65
DERMATOSIS AKIBAT KERJA ............................................................ 77
PENYAKIT ERITRO-PAPULO-SKUAMOSA…….............................. 89
DERMATOSIS VESIKOBULOSA KRONIK ….....................................104
PRURIGO ………………………..……………………………................ 113
TUMOR KULIT ……………………………….................................... 122
PATOLOGI KULIT………………………............................................. 135
ANATOMI OCULUS, ORBITA, REGIO ORBITALIS, DAN BULBUS
OCULI ………………............................................................................. 148
FISIOLOGI PENGLIHATAN…............................................................... 166
HISTOLOGI MATA ……………………………………………........................... 170
PEMERIKSAAN MATA DAN TAJAM PENGLIHATAN .................. 189
KELAINAN REFRAKSI ………………………………................................ 222
KATARAK ………….............................................................................. 235
INFLAMASI MATA ….......................................................................... 245
GLAUKOMA ………............................................................................. 254
STRABISMUS ……................................................................................. 265
NEUROOFTALMOLOGI.............................................................................. 275
TUMOR MATA ..................................................................................... 277

x
xi
KULIT / CUTIS / INTEGUMENTUM

Kulit merupakan organ tubuh yang terberat, yaitu 15%-20% berat tubuh total.
Kulit meliputi permukaan tubuh dan terdiri atas:
1. Epidermis, merupakan epitel berasal dari ektoderm. Folikel rambut, kuku, glandula
sebacea dan glandula sudorifera merupakan derivat epidermis.
2. Dermis (corium), terdiri dari jaringan pengikat, berasal dari mesoderm mengandung
pembuluh darah.
Di bawah kulit (dermis) terdapat subkutis (hipodermis), yang tidak termasuk bagian kulit
yang merupakan jaringan pengikat longgar yang biasanya mengandung jaringan lemak,
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya yaitu fascia superficialis.

Gbr. Lapisan dan apendiks kulit

Pada beberapa tempat terdapat peralihan kulit ke tunika mukosa disebut mucocutaneus
junction. Pada batas ini stratum corneum menipis, glandula sudorifera, glandula sebacea dan
folikel rambut tidak ada. Contoh: bibir, lubang hidung, vulva, preputium, anus dan palpebra.
Bagian ini biasanya dibasahi oleh kelenjar mukosa.
Fungsi Kulit
1. Proteksi: barier terhadap panas, mekanik seperti gesekan dan patogen atau materi
lain. Proteksi terhadap mikroorganisme oleh sel dendritik. Pigmen melanin
melindungi inti sel dari sinar UV. Permeabilitas kulit melindungi terhadap kehilangan
air, selektif terhadap obat-obat lipofilik seperti hormon steroid.

1
2. Organ sensoris: adanya berbagai jenis reseptor sensoris kulit untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya.
3. Termoregulator: menjaga kestabilan suhu tubuh dengan adanya lapisan lemak,
rambut kepala serta kelenjar keringat dan mikrovaskular
4. Metabolik: mensintesa vitamin D3 melalui sinar UV pada precursor vitamin.
Kelebihan elektrolit dikeluarkan melaui keringat dan lemak pada subkutan
menyimpan energi.
5. Sexual signaling: sex pheromone dihasilkan oleh kelenjar apokrin untuk menarik
lawan jenis.
Kulit berdasarkan tebal tipisnya epidermis dibagi menjadi:
 Kulit tebal terdapat pada vola manus (telapak tangan) dan planta pedis (telapak kaki)
dan tebal epidermis 400-1400µ.
 Kulit tipis terdapat pada seluruh tubuh kecuali vola manus dan planta pedis dan tebal
epidermis 75-150 µm.

EPIDERMIS
Permukaan kulit tidak licin, tetapi dapat ditemukan parit-parit / garis-garis yang
memberikan gambaran yang berbeda-beda. Pada bagian tubuh tanpa rambut parit-parit lebih
dalam. Pada telapak tangan tampak garis yang menonjol, disebut crista cutis yang masing-
masing dipisahkan oleh alur yang disebut sulcus cutis. Crista cutis mengikuti tonjolan dari
corium. Ganbaran tersebut pada sidik jari (dermatoglifi) penting untuk identifikasi individu.
Pada epidermis terjadi tonjolan kebawah yang disebut interpapillary peg, sehingga
terbentuklah papilla corii. Interpapillary peg ini biasanya dilalui oleh ductus excretorius
glandula sudorifera yang akan bermuara pada permukaan kulit. Pada crista cutis tampak pori-
pori yang merupakan muara saluran keluar glandula sudorifera, sehingga dinding dari pada
ductus excretorius ini adalah epidermis sendiri.

Gbr. Gambaran umum kulit

Pada epidermis ditemukan 2 sistem:


1. Sistem malpighi (keratinosit): adalah bagian epidermis yang sel-selnya akan
mengalami keratinisasi, terdiri dari stratum basalis dan stratum spinosum. Epidermis
manusia diperbaharui 15-30 hari, tergantung usia, dan faktor lain.
2. Sistim pigmentasi (melanosit): berasal dari crista neuralis / neural crest (ektoderm)
dan akan memasuki kulit pada 3-6 bulan kehidupan intra uterine. Untuk sintesa
melanin.

2
Selain dua sistem tersebut terdapat sel Langerhans dan sel Merkel.

Gbr. Sel-sel pada epidermis

Struktur histologis epidermis dibagi atas:


1. Stratum basal / silindricum / pigmentosum / germinativum
Lapisan tersusun oleh selapis sel kuboid / silindris yang mengandung pigmen melanin,
aktif bermitosis dan melekat pada membrana basalis melalui hemidesmosom. Sel-sel
tersebut memproduksi keratin. Pada lapisan ini didapatkan sel punca yang sebagian sel
punca migrasi ke stratum spinosum menjadi sel poligonal dan mensintesa keratin yang
berbeda dengan sel basal.
2. Stratum spinosum / Prickle cell layer
Lapisan tersusun oleh beberapa lapis sel berbentuk polihedral. Dengan mikroskop cahaya
tampak sel-sel tadi seperti berduri pada tepinya, yang dulu diduga tonjolan tadi adalah
jembatan interseluler dengan tonofibril di dalamnya yang menghubungkan sel yang satu
dengan yang lainnya. Pada mikroskop elektron tonjolan-tonjolan tersebut adalah
tonofibril dari 2 buah sel yang berdekatan dengan perantaraan bangunan yang disebut
desmosom. Tonofibril adalah berkas-berkas benda fibriler yang disebut tonofilamen.
Pada pembuatan sediaan histologis, sel mengkerut sehingga tampak pelebaran ruang
interselluler dengan tonjolan pada tepi-tepi sel.

3
Gbr. Stratum spinosum Gbr. Desmosom

3. Stratum granulosum / Granular layer


Lapisan terdiri dari 3-5 lapis sel, bentuk belah ketupat yang sejajar dengan permukaan.
Pada sitoplasma terdapat granula keratohialin basofilik, yaitu filagrin yang menginduksi
agregasi keratin. Selain itu, terdapat juga granul berlamel yang mengandung lipid dan
dilepaskan secara eksositosis di sekitar sel sebagai barier kulit bersama dengan keratin.
Pada stratum granulosum sel-sel mulai mati. Granula-granula ini dihubungkan dengan
proses keratinisasi, tetapi tidak selalu ada pada jaringan yang mengalami keratinisasi
misalnya pada kuku.

Gbr. Stratum granulosum dan stratum lucidum

4
4. Stratum lucidum / Clear layer
Lapisan ini hanya didapatkan pada kulit tebal, tampak sebagai lapisan tipis homogen dan
bening, inti dan organela tidak ada dan sitoplasma mengandung filamen keratin yang
padat.
5. Stratum corneum
15-20 lapisan gepeng, nukleus tidak ada, diisi oleh keratin dengan membran plasma
dikelilingi lapisan lemak, melindungi dari gesekan dan kehilangan air. Bagian terluar
mengalami desquamasi disebut Stratum disjunctum.

Gbr. Diferensiasi keratinosit: ekspresi keratin

MELANOSIT
Eumelanin adalah pigmen coklat atau hitam yang dihasilkan sel khusus pada epidermis
yaitu melanosit, yang terdapat diantara sel-sel stratum basalis, folikel rambut, retina, corpus
ciliaris dan iris. Pigmen pada rambut merah dan kuning disebut feomelanin.
Melanosit berasal dari melanoblas yang bermigrasi dari neural crest ke stratum basalis,
melekat ke basal dengan hemidesmosom dan tanpa perlekatan desmosom dengan keratinosit.
Pada pewarnaan tampak pucat, badan sel bulat dengan tonjolan sitoplasma berisi butir-butir
melanin diantara stratum basalis & stratum spinosum. Melanosit memiliki banyak
mitokondria kecil, RER, dan aparatus Golgi yang berkembang baik.
Melanin terdapat dalam granula yang disebut melanosom dalam sitoplasma melanosit.
Sintesa melanin dikatalisisa oleh tirosinase, yaitu enzim yang disintesa di RER dan diproses
melalui aparat Golgi, dan terakumulasi dalam vesikel yang disebut melanosom (tahap I).
Pada melanosom tahap II, terbentuk sintesis melanin dimulai melalui oksidasi tirosin yang

5
dikatalisa tirosinase Pada tahap III, melanin terpolimerisasi dan butiran melanin matur pada
tahap IV yang terlihat oleh mikroskop cahaya. Butiran melanin diangkut ke ujung tonjolan
melanosit dan disekresikan secara sitokrin ke dekat inti keratinosit untuk melindungi DNA
dari radiasi UV.

Gbr. Melanosit Gbr. Pembentukan melanosom

Albino adalah kelainan kongenital berupa hipopigmentasi kulit karena kekurangan


tirosinase atau komponen lain pada jalur produksi melanin sehingga sel tidak mampu
membentuk melanin. Vitiligo merupakan depigmentasi kulit akibat penurunan aktivitas
melanosit, mungkin berkaitan dengan lingkungan, genetik atau autoimun.

SEL LANGERHANS
Sel Langerhans merupakan Antigen Presenting Cell, derivat monosit, 2-8 % sel dari sel
epidermis, berbentuk stelat / dendritic cell, mempunyai tonjolan-tonjolan sitoplasma diantara
stratum spinosum, tanpa desmosom tetapi melalui E-cadherin.
Pada sitoplasma terdapat granula Birbeck yang mengandung protein langerin dan CD1a,
untuk pengambilan antigen epidermal dan dipresentasikan ke sel T.

6
Gbr. Sel Langerhans (APC epidermis)
SEL MERKEL
Sel Merkel berasal dari neural crest, terdapat pada stratum basalis kulit ujung jari dan bibir
sebagai mekanoreseptor sensoris, melekat pada keratinosit disekitarnya oleh desmosom. Inti
berbentuk tidak teratur dan pada sitoplasma basolateral banyak granula berasal dari Golgi,
mungkin suatu neurotransmiter. Sel bersinaptik dengan serabut saraf aferen bermyelin pada
nerve plate dan menjadi tidak bermyelin setelah melewati lamina basalis. Sentuhan ringan
pada kulit menimbulkan pelepasan neurotransmiter dan sensasi dari lokasi itu.

DERMIS
Lapisan dermis terdiri dari jaringan pengikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkan ke jaringan subkutan (hipodermis). Ketebalan dermis bervariasi sesuai
lokasi tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di bagian belakang. Permukaan dermis sangat
tidak teratur dan berbatasan dengan subkutan tanpa batas yang jelas.
Dermis kaya dengan persarafan, anyaman pembuluh darah & pembuluh limf. Pada daerah
kulit tertentu, darah dapat langsung mengalir dari arteri ke dalam vena melalui anastomosis
arteriovenosa yang penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Dermis dibentuk oleh 2 lapisan tanpa batas yang jelas yaitu stratum papillare dan
stratum reticulare:
Stratum papillare
Pada lapisan ini terdapat papilla corii yang dipisahkan oleh interpapillary peg, tersusun dari
jaringan ikat longgar yang mengandung serat-serat kolagen tipe I, III, serabut elastis, dan sel-
sel seperti fibroblas, mast cell dan makrofag. Kolagen tipe VII masuk ke dalam lamina
basalis untuk mengikat dermis ke epidermis.

7
Stratum reticulare
Stratum reticulare lebih tebal terdiri dari jaringan ikat padat tidak teratur dengan serabut
kolagen kasar (terutama kolagen tipe I), serabut elastis kasar yang memberikan elastisitas
pada kulit dan sel-sel lebih sedikit. Antara serabut kolagen dan elastik terdapat proteoglikan
yang kaya dermatan sulfat. Pada lapisan ini didapatkan folikel rambut, glandula sudorifera &
glandula sebacea, saraf dan pleksus pembuluh darah, kadang-kadang terdapat sel-sel otot
polos terutama pada areola mammae, penis, perineum, scrotum, dekat follikel rambut sebagai
m. arrector pilli.

SUBKUTIS (HIPODERMIS)
Subkutis terdiri dari jaringan ikat longgar yang merupakan lanjutan dari dermis. Serabut-
serabut kolagen dan elastis melanjutkan diri kedalam dermis. Ketebalan jaringan lemak
berbeda-beda, tergantung dari letak bagian tubuh. Jaringan adiposa tidak ditemukan di
bagian subkutan dari kelopak mata, klitoris, atau penis.

RESEPTOR SENSORIS
Kulit berfungsi sebagai penerima berbagai rangsangan dari lingkungan. Bermacam-
macam reseptor sensorik di kulit, termasuk kedua ujung saraf sederhana tanpa sel Schwann
atau penutup kolagen dan struktur yang lebih kompleks dengan serabut sensoris tertutup oleh
glia dan kapsul jaringan ikat halus.
Reseptor tidak berkapsul termasuk yang berikut ini:
- Sel Merkel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor untuk sentuhan halus dan
merasakan tekstur benda.
- Ujung saraf bebas di papilla dermis dan meluas ke lapisan epidermis bagian bawah,
yang berespons terhadap suhu tinggi dan rendah, sakit, gatal-gatal, dan sebagai
reseptor sentuhan.
- Plexus akar rambut, serabut sensorik yang mengelilingi pangkal folikel rambut di
retikuler dermis untuk mendeteksi pergerakan rambut.
Reseptor berkapsul merupakan reseptor mekanik
- Corpusculum tactilum Meissner, struktur berbentuk elips di papila dermis, tegak lurus
terhadap epidermis, terdiri dari akson sensoris yang berkelok di antara sel-sel
Schwann, distimulasi oleh sentuhan ringan, banyak teredapat pada ujung jari, telapak
tangan, telapak kaki, bibir dan lidah.
- Corpusculum lamellosum Pacini, berbentuk oval besar (0,5 mm x 1 mm) dengan 15-50
lapisan konsentris sel Schwann dan kolagen yang mengelilingi akson tidak bermyelin.
Reseptor ini terletak jauh di dalam dermis retikular dan hipodermis, juga dapt
ditemukan pada dinding rektum, pankreas, vesica urinarius, genital, mammae,
perisoteum dan capsula articularis. Berfungsi terhadap stimulus tekanan dan getaran.
- Bulbus Krause, berbentuk ovoid dengan kapsul kolagen yang sangat tipis ditembus
oleh serabut sensorik, ditemukan terutama di kulit penis dan klitoris untuk merasakan
getaran frekuensi rendah. Sebagai termoreseptor pada daerah khusus yaitu conjunctiva,
mukosa bibir dan lidah, epineurium.
- Corpusculun Ruffini memiliki kapsul kolagen berlokasi di dermis dalam dengan akson
sensorik distimuli oleh peregangan (ketegangan) atau torsi di kulit.

8
Gbr. Reseptor sensoris kulit

RAMBUT / PILLUS
Morfogenesis pertama siklus folikel rambut dewasa lengkap sekitar 18 hari setelah lahir.
Rambut pertama pada embrio manusia tipis, tidak berpigmen dan jarang, disebut lanugo.
Lanugo dilepaskan sebelum lahir dan digantikan oleh rambut pendek tanpa warna yang
disebut vellus, yang akan tersisa di bagian kulit yang tidak berbulu seperti dahi orang dewasa
dan ketiak bayi.
Rambut tumbuh hampir diseluruh badan, kearah bibir, telapak kaki & telapak tangan,
ujung jari-jari kaki &tangan, glans penis, clitoris, labium minus. Pertumbuhan rambut pada
daerah-daerah tubuh seperti kulit kepala, muka dan pubis sangat dipengaruhi oleh seks
hormon terutama androgen, selain itu juga oleh hormon adrenal & hormon tiroid.
Pada umur 3 bulan kehidupan fetal, follikel rambut tumbuh dengan pertumbuhan kedalam
daripada epidermis kedalam dermis yang disebut bulbus pilli (bulbus rambut). Keratinosit
bulbus pilli serupa dengan stratum basalis dan stratum spinosum epidermis, yang akan
mengalami keratinisasi dan akumulasi melanin. Melanosit pada bulbus pilli mentransfer
melanosom ke sel epitel yang akan berdiferensiasi membentuk rambut Bagian terdalam
daripada pertumbuhan ini menjadi kelompok dari sel-sel (paling ujung) disebut matrix
germinalis yang kemudian akan melingkupi papilla dari jaringan ikat yang mengandung
kapiler yang perlu untuk kelangsungan hidup follikel rambut. Hilangnya aliran darah
mengakibatkan matinya follikel.

9
Gbr. Pertumbukan folikel rambut

Tonjolan epidermis dan matrix akan mengalami kanalisasi, disebut selubung akar luar.
Dekat permukaan kulit selubung akar luar menunjukkan semua lapisan epidermis kulit tipis,
termasuk dilapisi oleh keratin lunak yang merupakan lanjutan dari epidermis kulit.
Sel-sel dalam matrix germinalis akan berproliferasi sehingga sel-sel permukaan dari
matrix germinalis membentuk selubung akar dalam. Karena sel-sel makin keatas, makin lama
makin jauh dari papilla yang merupakan sumber makanan, maka mereka akan berubah
menjadi keratin. Sel tersebut akan menjadi kutikula dan kortex rambut, yang merupakan
keratin keras. Tempat dimana terjadi perubahan sel-sel menjadi keratin keras disebut zona
keratogen.

Gbr. Struktur folikel rambut

10
Sel-sel matrix juga membentuk selubung sekeliling rambut, disebut selubung akar dalam
(internal root sheath) pada bagian bawah follikel rambut, dan berdegenerasi saat mencapai
ketinggian glandula sebacea. Selubung akar dalam terdiri dari 3 lapisan keratin lunak (dari
dalam keluar):
a. Cuticula selubung akar dalam
b. Lapisan Huxley
c. Lapisan Henle
Selubung akar luar terdapat di luar selubung akar dalam. Pada bagian atas follikel
selubung akar luar ini menonjol keluar membentuk glandula sebacea. Seberkas otot polos
melekat pada bagian bawah, follikel pada selubung jaringan pengikat dan menyerong keatas
untuk melekat pada stratum papillare corii disebut m. arrector pilli. Folikel rambut dipisahkan
dari dermis oleh suatu lapisan hyalin yaitu membrana basalis yang disebut glassy membrane
/ membrana vitrea. Dermis sekelilingnya membentuk selubung jaringan ikat.
Pertumbuhan rambut pada bagian tubuh berbeda dengan masing-masing siklus yang
tetap, terdiri dari 3 fase:
1. Fase pertumbuhan (anagen)
Selubung akar rambut luar tumbuh ke bawah lagi, membentuk matrix germinalis baru,
berproliferasi dan diferensiasi.
2. Fase regresi (catagen)
Periode yang singkat, terjadi involusi/berhenti.
3. Fase istirahat (telogen)
Periode istirahat, matrix germinalis inaktif dan atrofi. Rambut lepas dari bulbus,
selubung akar rambut luar tertarik ke permukaan, akhirnya rambut rontok.
Bagian-bagian rambut:
1. Scapus pilli (batang rambut) : rambut diatas permukaan kulit
2. Radix pilli (akar) :rambut dibawah permukaan kulit
3. Bulbus pilli :bagian disekitar papilla
Pada potongan melintang rambut dibedakan :
1. Medula: bagian tengah rambut, terdiri dari keratin lunak, banyak rambut tidak
mempunyai medula.
2. Cortex: di luar medula, terdiri dari keratin keras, tersusun konsentris padat, terdapat
pigmen yang memberi warna terhadap rambut.
3. Cuticula: berupa keratin keras, terdiri dari selapis keratin yang berkaitan dengan
cuticula selubung akar dalam sehingga pada pencabutan rambut selubung akar dalam
ikut terbawa.

GLANDULA SEBACEA
Glandula sebacea ditemukan di dermis pada hampir semua bagian tubuh, kecuali kulit
tebal. Kelenjar ini merupakan kelenjar aciner, mempunyai banyak muara acinus pada ductus
yang pendek yang berakhir pada bagian atas follikel rambut. Pada daerah-daerah tertentu
seperti penis, clitoris, labium minus, bibir, palpebra, papilla mammae saluran akan bermuara
langsung pada epidermis. Pada waktu pertumbuhan follikel rambut timbul tonjolan dari
follikel kedalam dermis yang berbentuk oval yang nantinya akan menjadi glandula sebacea,
maka muaranya pada follikel rambut.

11
Glandula sebacea bersifat holokrin, meminyaki rambut dan kulit, sebagai bakterisid dan
anti jamur yang lemah. Bentuk kelenjar seperti botol, bagian yang besar merupakan pars
secretoria sedangkan leher adalah ductus execretorius. Sekeliling pars secretorius terdapat
membrana basalis yang dikelilingi jaringan pengikat.
Sel yang paling luar (basal) bentuknya gepeng, merupakan stratum germinativum. Sebelah
dalamnya terdapat sel-sel yang bulat berisi tetes-tetes lemak, makin ketengah sel-sel makin
besar dan tetes-tetes lemak makin banyak dan nukleus menjadi piknotis. Sel-sel yang hancur,
asam lemak, keratin dan kadang-kadang butir-butir keratohialin membentuk sebum, yang
akan diekskresikan melalui ductus excretorius.

Gbr. Glandula sebacea

GLANDULA SUDORIFERA
Kelenjar keringat berkembang dari invaginasi epidermis ke dalam dermis. 2 jenis kelenjar
keringat yaitu ekrin (glandula sudorifera, merokrin) dan apokrin, yang berbeda fungsi,
distribusi, dan struktur. Glandula sudorifera tersebar luas dalam kulit terutama di telapak
kaki, berfungsi mengkontrol suhu tubuh, diinervasi oleh saraf. Glandula apokrin terdapat di
axilla, mons pubis, daerah circumanal.
2 jenis glandula apokrin khusus yaitu glandula ceruminosa dan glandula Moll. Ductus
excretorius glandula ceruminosa bersama dengan ductus glandula sebacea masuk ke folikel
rambut pada meatus acusticus externus. Ductus glandula Moll terbuka ke permukaan
epidermis palpebra atau bulu mata.
Glandula sudorifera merupakan kelenjar simpleks bergelung tubulosa. Pars sekretoris
terletak pada subkutis atau dermis bagian bawah, lebih pucat daripada saluran, terdiri dari
epitel kubus berlapis dengan 3 jenis sel:
1. Clear cells : sel bening pucat terletak di lamina basal, menghasilkan keringat,
memiliki banyak mitokondria dan mikrovili untuk memperluas permukaan. Cairan
interstitial dermis (air, elekrolit terutama Na+ dan Cl-) yang kaya kapiler di sekitar

12
kelenjar diangkut melalui sel-sel ini, baik langsung ke dalam lumen kelenjar atau ke
canaliculi antar sel yang terbuka ke lumen.
2. Dark cells : letak diatas clear cell, terdapat granula eosinofilik, dan tidak melekat pada
lamina basal, menkresikan glikoprotein secara merokrin.
3. Sel mioepithelial: terdapat di antara lamina basal dan clear cells, fusiform seperti otot
polos, berkontraksi untuk mengeluarkan sekret ke lumen.
Pars eksretorius (ductus excretorius), terdiri dari epitel kubus berlapis (2 lapis), lebih
asidofilik, berisi mitokondria dan memiliki membran sel kaya Na+, K+-ATPase. Sel-sel
saluran ini menyerap Na+ dari air yang dikeluarkan untuk mencegah kehilangan berlebihan
elektrolit ini. Saluran ini berjalan spiral dalam dermis, menembus epidermis sehingga
dindingnya adalah sel-sel epidermis sendiri. Keringat cepat dilepaskan untuk mendinginkan
kulit dan darah pada tempat tersebut, serta berfungsi juga sebagai organ ekskretori tambahan
membantu menghilangkan sejumlah kecil nitrogen dan kelebihan garam.

Gbr. Glandula ekrin merokrin dan apokrin

Kelenjar apokrin jauh lebih besar dari kelenjar merokrin, terdiri dari selapis kubus,
eosinofilik, banyak butiran sekretori yang eksositosis (sel-sel menunjukkan sekresi merokrin,
bukan apokrin). Saluran kelenjar apokrin mirip dengan kelenjar ekrin, tetapi terbuka ke
folikel rambut di epidermis. Sekret yang agak kental pada awalnya tidak berbau tetapi dapat
menjadi bau khas akibat dari aktivitas bakteri. Produksi feromon oleh kelenjar apokrin
banyak di mamalia dan kemungkinan pada manusia meskipun dalam kapasitas berkurang.
Kelenjar keringat apokrin dipersarafi oleh saraf adrenergik, sedangkan kelenjar keringat ekrin
oleh saraf kolinergik.

13
UNGUIS / KUKU
Pada bulan ke 3 kehidupan embrional, proses keratinisasi serupa (tanpa granul
keratohialin) terjadi pada epidermis yang meliputi permukaan dorsal falanks distal invaginasi
ke dermis. Invaginasi tersebut membelah dan terbentuk sulcus marginalis unguis. Pada dasar
sulcus ini terdapat sel-sel epidermis yang akan menjadi matrix unguis membentuk akar kuku /
radiks unguis. Sel-selnya mengadakan proliferasi dan bagian atasnya akan berubah menjadi
lempeng kuku yang merupakan keratin keras. Dengan proliferasi dan differensiasi terus
menerus dari sel-sel pada epidermis tersebut maka kuku yang terjadi akan terdorong
kedistal.
Lempeng kuku yang tampak adalah corpus unguis, sedangkan epitel di bawah lempeng
kuku disebut nail bed, yang terdiri dari stratum basalis dan spinosum. Kulit pada facies
dorsalis phalanx, pada sisi lateral kuku akan terbentuk alur. Tepi bebas kuku disebut margo
liber. Bagian proksimal kuku yaitu akar kuku ditutupi oleh lipatan kulit stratum corneun
epidermis meluas sebagai kutikula atau eponychium. Di bawah ujung bebas kuku terdapat
hyponychium yang merupakan lipatan epidermis.

Gbr. Struktur dan pembentukan kuku

PENYEMBUHAN LUKA
Kulit memiliki kapasitas yang baik untuk perbaikan. Proses penyembuhan luka
melibatkan beberapa tahanpan yang tumpang tindih yang waktunya bervariasi sesuai dengan
ukuran luka.
1. Pada lokasi luka terbentuk pembekuan darah dengan cepat, faktor pertumbuhan, kemokin
dan zat lain dilepaskan.
2. Makrofag dan neutrofil memasuki luka sebagai proses inflamasi yang biasanya
berlangsung 2-3 hari untuk membersihkan bakteri dan debris luka. Sebelum tahap ini
selesai, epitelialisasi mulai, sel-sel epitel stratum basalis di tepi luka mulai bermigrasi ke
bawah dan melalui bekuan darah.
3. Pertumbuhan sel epidermis dan fibroblas distimulasi faktor pertumbuhan yang berbeda
yang dilepaskan makrofag dan sel lain. Matriks metaloproteinase dan protease dari sel
yang bermigrasi dan makrofag memudahkan migrasi sel. Fibroblas berproliferasi

14
menghasilkan jaringan baru yang kaya kolagen dan penbuluh darah untuk membentuk
jaringan granulasi, yang secara bertahap menggantikan bekuan darah.
4. Epidermis secara bertahap memperbaiki kontinuitas pada lokasi luka tetapi tanpa
kemampuan membentuk rambut dan kelenjar baru. Kolagen yang berlebihan di dermis
biasanya tetap membentuk sebagai jaringan parut.

Gbr. Tahap penyembuhan luka

KEPUSTAKAAN
1. Mescher A L. Junquiera’s Basic Histology. 15th ed. United States: Mc Graw Hill;
2018. Hlm 371-392
2. Kierzenbaum A. Histology and Cell Biology. An Introduction to Pathology. 4 th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2016. hlm 353-381

15
MORFOLOGI KELAINAN KULIT
Dian Puspitasari

Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain. Kelainan pada penyakit kulit dapat
dilihat secara langsung oleh penderita, sehingga dengan melihat kelainan kulit tersebut
pemeriksa dapat mengarahkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosa penyakitnya.
Untuk dapat menggambarkan kelainan kulit dengan baik, diperlukan pengetahuan dan
keterampilan mendeskripsikannya secara jelas dengan melihat aspek-aspek morfologi
kelainan kulit.
Aspek-aspek morfologi kelainan kulit yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut
:
Status dermatologikus:
A. Distribusi
B. Lokasi
C. Lesi :
1. Jumlah
2. Penyebaran lesi
3. Batas
4. Bentuk dan susunan
5. Ukuran
6. Permukaan
7. Kering dan basah
D. Efloresensi

A. Distribusi:
Penilaian terhadap luas kelainan kulit
Lokalisata : terbatas pada satu regio/bagian tubuh atau lokasi tertentu
Regioner : mengenai regio tertentu atau beberapa regio tubuh
Generalisata : menyebar pada sebagian besar bagian tubuh atau mengenai
banyak regio tubuh
Universalis : mengenai seluruh tubuh atau hampir seluruh tubuh, >90%

Pola karakteristik khusus:


Simetris : mengenai kedua sisi tubuh pada regio yang sama
Asimteris : tidak mengenai sisi/lokasi yang sama
Unilateral : mengenai satu sisi tubuh saja
Dermatomal : mengenai satu area kulit tertentu yang dipersarafi oleh serabut
saraf eferen yang berasal dari ganglion posterior.

16
B. Lokasi
Pemeriksaan terhadap lokasi dari lesi kulit, misalnya pada kulit kepala, wajah ,
leher dll
C. Lesi
1. Jumlah lesi
- Soliter : hanya Satu
- Multipel : lebih dari satu
2. Penyebaran lesi
- Diskret : tersebar ke beberapa bagian yang terpisah atau lesi yang tidak
bersatu
- Konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu
3. Batas lesi
- Sirkumskrip: batas tegas
- Difus : batas tidak tegas
4. Bentuk dan susunan lesi
- Bentuk lesi
- Teratur : misalnya bulat, lonjong dsb
- Tidak taratur : tidak mempunyai bentuk teratur
- Susunan lesi
- Liniar : seperti garis lurus
- sirsinar/anular : seperti lingkaran
- arsinar : berbentuk bulan sabit
- Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster
- Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh
penyembuhan pada bagian yang dfitinggalkan
- Irisformis : eritema berbentuk bulat/lonjong dengan
vesikel/warna yang lebih gelap di tengahnya
5. Ukuran lesi:
- Miliar : sebesar ujung jarum pentul
- Lentikular : sebesar biji jagung/tetesan air
- Numular : sebesar uang logam 100 rupiah
- Plakat : sebesar telapak tangan
6. Permukaan
- Halus
- Kasar
7. Kering atau basah

D. Efloresensi
Menurut Prakken (1966), efloresensi kulit dibagi menjadi :

17
1. Efloresensi Primer :
Kelainan kulit yang pertama tampak yang biasanya khas untuk penyakit
tersebut.
Contohnya : - Makula -Papula -Urtika - Nodus - Nodulus
-Vesikel -Bula -Pustula -Kista
2. Efloresensi sekunder :
Kelainan kulit yang berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Dapat
merupakan perjalanan proses patologik atau dipengaruhi oleh keadaan dari luar
seperti garukan, trauma atau pengobatan yang diberikan.
Contohnya : -Krusta - Skuama - Ulkus
- Erosi -Sikatriks

Di bawah ini adalah definisi berbagai kelainan kulit :


Makula : kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata-mata.
Eritema : kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah
kapiler yang reversibel.
Urtika : edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan.
Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, ukuran garis tengah kurang dari
½ cm dan mempunyai dasar; vesikel berisi darah disebut vesikel
hemoragik.
Pustul : vesikel yang berisi nanah mengendap di bagian bawah vesikel disebut
vesikel hipopion.
Bula : vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal juga istilah bula hemoragik,
bula purulen, dan bula hipopion.
Kista : ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel.
Abses : merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit berarti
di dalam kutis atau subkutis. Abses biasanya terbentuk dari infiltrat
radang. Sel dan jaringan yang hancur membentuk nanah. Dinding abses
terdiri atas jaringan sakit, yang belum menjadi nanah.
Papul : penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran diameter
lebih kecil dari ½ cm, dan berisikan zat padat.
Nodus : massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat
menonjol, jika diameternya lebih kecil daripada 1 cm disebut nodulus.
Tumor : istilah umum untuk benjolan yang berdasarkan pertumbuhan sel
maupun jaringan.
Vegetasi : pertumbuhan berupa penonjolan bulat atau runcing yang menjadi satu.
Sikatriks : terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit
licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Bila pertumbuhan sikatriks
hipertrofik melampaui batas luka disebut keloid.

18
Erosi : kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak
melampaui basale.
Ekskoriasi : bila garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai ujung papil,
maka selain serum akan terlihat darah. Kelainan kulit yang disebabkan
oleh hilangnya jaringan sampai dengan stratum papilare disebut
ekskoriasi.
Ulkus : adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus
dengan demikian mempunyai tepi, dinding, dasar dan isi. Termasuk
erosi dan ekskoriasi dengan bentuk liniar ialah fisura dan rhagades,
yakni belahan kulit yang terjadi oleh tarikan jaringan di sekitarnya,
terutama terlihat pada sendi dan batas kulit dengan selaput lendir.
Skuama : adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Dapat
dibedakan, misalnya pitiriasiformis (halus), psoriasiformis (berlapis-
lapis), iktiosiformis (seperti ikan), membranosa atau eksfoliativa
(lembaran-lembaran), dan keratotik (terdiri atas zat tanduk).
Krusta : adalah cairan badan yang mengering. Dapat bercampur dengan jaringan
nekrotik, maupun benda asing (kotoran, obat dan sebagainya).
Infiltrat : adalah tumor yang terdiri atas kumpulan sel radang
Likenifikasi: penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas.
Guma : Infiltrat sirkumskrip, menahun, destruktif, biasanya melunak.
Eksantema: kelainan pada kulit yang timbul serentak dalam waktu singkat, dan
tidak berlangsung lama, umumnya didahului oleh demam.
Fagedenikum: proses yang menjurus ke dalam dan meluas (ulkus tropikum, ulkus
mole).
Monomorf : kelainan kulit yang pada satu ketika terdiri atas hanya satu macam ruam
kulit.
Polimorf : kelainan kulit yang sedang berkembang, terdiri atas bermacam-macam
efloresensi.
Telangiektasi: pelebaran pembuluh darah kapiler yang menetap pada kulit.

Gambar penampang berbagai ruam:

Makula :
A. hiperpigmentasi, pigmen melanin
B. biru, bayangan melanosit
C. eritema, vasodilatasi kapiler
D. purpura, ekstravasasi eritrosit

19
Nodus :
A. infiltrat sampai di subkutan
B. infiltrat di dermis

Papul :
A. deposit metabolik
B. sebukan sel radang
C. hiperplasia sel epidermis

Urtika :
Edema setempat karena pengumpulan serum di
dermis bagian atas

Plak :
Papul datar
Penampang lebih dari 1 cm

Vesikel :
A. subkorneal
B. intra epidermal
C. supra basal

Kista :
Ruangan berisi cairan dan dikelilingi kapsul

20
Sikatriks :
A. hipertrofi
B. hipotrfi

Kerusakan kulit :
A. erosi
B. ekskoriasi
C. ulkus

Krusta :
A. krusta tipis
B. krusta tebal dan lekat

SUSUNAN :

Linear Anular

21
Arsinar Polisiklik

Herpetiformis Irisformis

Berkelompok Konfluens

Korimbiformis

22
Selain pemeriksaan kulit tersebut diatas perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik umum yang
berkaitan dengan penyakit kulit. Pada kasus-kasus tertentu, perlu juga dilakukan pemeriksaan
pada rambut, kuku dan mukosa :

- Pemeriksaan fisik umum berkaitan dengan penyakit kulit


Pemeriksaan fisik umum sesuai dengan gambaran klinis dan diagnosis banding penyakit
dengan perhatian khusus pada tanda-tanda vital, limfadenopati, hepatomegali dan
persendian.
- Pemeriksaan Rambut
Dilakukan pemeriksaan pada distribusi rambut, tekstur dan kerontokan.
Alopesia : Tidak adanya rambut pada bagian tertentu dari daerah kulit berambut yang
normal.
- Pemeriksaan Kuku
Periksa warna, permukaan, tekstur dan tanda-tanda khusus dari kuku :
- Lekukan-lekukan kecil pada kuku
- Perdarahan
- Leukonikia
- Onikodistrofi
- Onikolosis
- Subungual hiperkeratosis
- Pemeriksaan membran mukosa yang berhubungan dengan keluhan utama
Pemeriksaan membran mukosa, konjungtiva, oral, genital dan anal :
Adanya eritema, erosi, ekskoriasi, ulkus dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arnold H.L. Odom R.B and James W.D,; Andrew’S Diseases of the skin. Clinical Dermatology;
8th ed., pp 14-21 (W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1990)
2. Budimulja U. Morfologi Dan Cara Membuat Diagnosis.; in Djuanda A, Hamzah M and Aisah S.;
Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin; 5th ed, pp 34-42 (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2007)
3. Fitzpatrick T.B. and Bernhard J.D.; Clinical-Pathologic Correlations of Skin Lesion: Approach
to Diagnosis.; in Fitzpatrick T.B., Eisen A.Z., Wolff K., Freedberg I.M., Austen K.F.; Dermatology
In General Medicine; 4th ed., pp 27-65 ( Mc Graw Hill Book company, New York, 1993)
4. Harahap M.; Ilmu Penyakit Kulit; pp 4-5 ( Hipokrates 1998)

23
DERMATITIS
R. Amir Hamzah

PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai adanya respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen) menimbulkan kelainan kulit
dengan efloresensi berbagai bentuk (polimorfik) dan disertai gejala subyektif gatal.
Dermatitis Kontak adalah suatu reaksi inflamasi dari kulit yang terpapar langsung
dengan suatu substansi eksogen. Reaksi ini bisa berupa reaksi Iritasi dan Alergi, dengan
etiologi yang belum banyak diketahui. Seseorang dapat terkena dermatitis apabila kulit
menyentuh zat sebagai berikut (American Academy of Dermatology, 2011) :
 Yang mengiritasi / zat iritan.
 Yang mengakibatkan reaksi alergi / zat alergen.

DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis, menimbulkan lesi berupa
efloresensi poliformik serta rasa gatal. Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis.

SINONIM
Eksim., Eczema

ETIOLOGI
Penyebab eksogen, misalnya bahan kimia, fisik, mikro organisme, penyebab endogen
misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui pasti.

PATOGENESIS
Banyak macam dermatitis yang belum diketahui patogenesisnya, terutama yang
penyebabnya factor endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah tentang dermatitis
kontak.

GEJALA KLINIS
Umumnya penderita mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit,
batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas, penyebaran dapat setempat, generalisata,
bahkan universalis.
Stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula erosi dan
eksudasi. Stadium subakut, eritema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta.
Stadium kronis tampak lesi kurang, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul,

24
mungkin erosi atau ekskoriasi. Efloresensinya tidak selalu harus polimorfi, mungkin
hanya oligomorfi.
TATANAMA ( NOMENKLATUR ) DAN KLASIFIKASI
Belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan klasifikasi dermatitis,
karena penyebab yang multi factor, juga seseorang dapat menderita lebih dari satu jenis
dermatitis.
Nama dapat berdasarkan : etiologi, morfologi, bentuk, lokalisasi, lama atau stadium
penyakit.

HISTOLOGI
Perubahan histopatologik terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung pada
stadiumnya.
Stadium akut kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis, edema
intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuclear. Dermis sembab, pembuluh darah
melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuclear; eosinofil kadang ditemukan.
Stadium subakut hampir seperti stadium akut, jumlah vesikel di epidermis berkurang,
spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis; edema di dermis
berkurang, vasodilatasi, sebukan sel radang masih jelas.
Stadium kronis : hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridges memanjang,
kadang spongiosis ringan; vesikel tidak ada lagi, papilomatosis, dinding pembuluh
darah menebal, dermis bagian atas bersebukan sel radang mononuclear, fibroblast dan
kolagen bertambah.

PENGOBATAN
Pengobatan tepat : menyingkirkan penyebabnya. Tetapi, penyebab dermatitis multi
factor atau belum diketahui pasti, maka pengobatan bersifat simtomatis.

Sistemik
Kasus ringan dapat diberikan antihistamin, atau antihistamin dikombinasi dengan
antiserotonin, antibradikinin, anti-SRA. Kasus akut dan berat dapat diberi
kortikosteroid.

Topikal
Prinsip umm terapi topikal diuraikan di bawah ini.
1. Dermatitis akut / basah harus diobati secara kompres terbuka. Kasus subakut,
diberi lotio, krim, pasta, atau linimentum (pasta pendingin). Krim diberikan
pada daerah yang berambut, sedang pasta pada daerah tidak berambut. Bila
kronik, diberi salap.
2. Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah presentase obat spesifik.

25
DERMATITIS KONTAK

DEFINISI
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan substansi yang menempel pada
kulit.

JENIS
Jenis dermatitis kontak 1: dermatitis kontak iritan (DKI) 2. dermatitis kontak alergik
(DKA).

DERMATITIS KONTAK IRITAN


EPIDEMOLOGI
DKI dapat diderita semua orang berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin.
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan banyak terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan, namun angkanya secara tepat sulit diketahui.

ETIOLOGI
Penyebab jenis ini ialah bahan bersifat iritan, misalnya pelarut, detergen, minyak
pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit ditentukan oleh ukuran molekul,
daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan, lama kontak, kekerapan,
oklusi, gesekan, trauma fisis. suhu dan kelembaban lingkungan.
Faktor individu berpengaruh pada DKI, perbedaan ketebalan kulit menyebabkan
perbedaan permeabilitas, usia, ras, jenis kelamin, penyakit kulit yang pernah atau
sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis
atopik.

PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan bahan iritan melalui kerja
kimiawi / fisik. Iritan menyebabkan denaturasi keratin, menghilangkan lemak lapisan
tanduk, mengubah daya ikat air kulit. merusak sel epidermis. Dua jenis bahan iritan
yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada semua orang , sedang iritan lemah hanya pada mereka yang
paling rawan / mengalami kontak berulang-ulang., kelembaban udara, tekanan,
gesekan dan oklusi.

GEJALA KLINIS
Dermatitis kontak iritan akut

26
Penyebabnya iritan kuat, luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk DKI akut,
biasanya karena kecelakaan, reaksi segera timbul. Terasa pedih atau panas, eritema,
vesikel atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat, misalnya podofilin,
antralin, asam fluorohidrogenat, terjadi dermatitis kontak iritan akut lambat.
Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contoh : dermatitis yang
disebabkan bulu serangga yang terbang malam hari (dermatitis venenata); penderita
baru merasa pedih keesokan harinya, awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah
menjadi vesikel nekrosis.

Gambar 1. Dermatitis venenata Gambar 2. Dermatitis kontak iritan kronis

Dermatitis kontak iritan kronis


Sinonim : dermatitis iritan kumulatif, disebabkan kontak dengan iritan lemah yang
berulang-ulang. Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerja sama
berbagai factor. Suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan DKI, tetapi
bila bergabung dengan factor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-
hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu
dan rentetan kontak merupakan factor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini
merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala : kulit kering, eritema, skuama, lambat laun hyperkeratosis, likenisasi, batas
kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti
luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus
menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama
tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Pekerjaan yang berisiko tinggi yang
memungkinkan terjadinya DKI kumulatif, misalnya: mencuci, memasak,
membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun dan piñata
rambut.

27
HISTOPATOLOGI
Histologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut , dalam dermis terjadi vasodilatasi,
sebukan sel mononuclear. Di epidermis disertai spongiosis dan edema intrasel dan
akhirnya terjadi nekrosis. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis ini dapat timbul
bula subepidermal dimana ditemukan limfosit neutrofil. Didalamnya.

DIAGNOSIS
Diagnosis DKI didasarkan atas anamnesa yang cermat dan pengamatan gambaran
klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat, penderita pada
pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, dermatitis
kontak iritan kronis, timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang
luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk ini
diperlukan uji temple dengan bahan yang dicurigai.

PENGOBATAN
Pengobatan DKI yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan iritan, yang
bersifat mekanik, fisik atau kimiawi. Bila dilaksanakan dengan sempurna dan tidak
terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan topical, cukup pelembab untuk memperbaiki kulit kering. Kortikosteroid
topical, hidrokortison atau untuk kelainan yang kronis biasa diawali dengan
kortikosteroid kuat. Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka
yang bekerja dengan bahan iritan,

PROGNOSIS
Bila iritan tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya
kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multi
factor.

DERMATITIS KONTAK ALERGIK ( DKA )


EPIDEMIOLOGI
Dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak
alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya hipersensitif

ETIOLOGI
Penyebab DKA adalah allergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat
molekul kurang dari 500 – 1000 Da, disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis timbul
dipengaruhi potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, luasnya penetrasi, lama

28
pajanan, oklusi, suhu, kelembabban lingkungan, vehikulum dan pH, faktor individu,
misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak, status imunologi.

PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKI adalah mengikuti respons imun yang
diperantarai oleh cell-mediated immune respons / reaksi sensitivitas tipe IV. umumnya
dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan allergen.
Sebelum seseorang pertama kali menderita DKA, terlebih dahulu mendapatkan
perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Terjadi karena adanya kontak dengan
bahan kimia sederhana (hapten) yang akan terikat dengan protein, membentuk antigen
lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel Langerhans,
selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Sel T ini menuju kelenjar getah bening regional
untuk berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi
secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke
seluruh tubuh, juga system limfoid, menyebabkan keadaan sensitivitas seluruh kulit
tubuh. Fase saat kontak pertama allergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase
induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Reaksi
sensitisasi ini dipengaruhi derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi allergen /
sensitizer, jumlah allergen dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase lebih
pendek, sensitizer lemah seperti bahan-bahan dijumpai pada kehidupan sehari-hari
umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut,
bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan
allergen yang sama sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi, umumnya
berlangsung antara 24 – 48 jam.

GEJALA KLINIS
Penderita mengeluh gatal. Kasus akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas,
kemudian diikuti edema, papulo vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi. Pada yang kronis kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan
dengan DKI kronis; mungkin penyebabnya juga campuran. DKA dapat meluas ke
tempat lain, dengan cara autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relative resisten
terhadap DKA.

Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak


Tangan. Kejadian DKI dan DKA paling sering di tangan, sep. pada ibu rumah tangga.
Demikian pula kebanyakan DK akibat kerja ditemukan di tangan. Kebanyakan karena
bahan iritan : deterjen, antiseptic, getah sayuran / tanaman, semen dan pestisida.

29
Lengan. Alergennya sama dengan pada tangan, misalnya jam tangan (nikel), sarung
tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.
Wajah. DK pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topical, alergen yang
di udara, nikel. Bibir / sekitarnya dapat disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-
buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan cat kuku, eyeshadows dan obat
mata.
Telinga. Anting, jepit telinga dari nikel, penyebab DK pada cuping telinga. Penyebab
lain, misalnya obat topical, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing-aids.
Leher. Kalung dari nikel, cat kuku, parfum, allergen di udara, zat warna pakaian.
Badan. DK di badan dapat disebabkan pakaian, zat warna, kancing logam, karet
(elastis, busa), plastic dan detergen.
Genitalia. Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen di
tangan.
Paha dan tungkai bawah. Disebabkan pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos
kaki nilon, obat topical (misalnya anestesi local, neomisin, etilendiamin), semen dan
sepatu.

DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas anamnesis cermat, pemeriksaan klinis yang teliti.
Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi nummular di sekitar umbulikus, maka perlu
ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang
terbuat dari logam. Ditanya riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi,
penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya.
Pemeriksaan fisis sangat penting, dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kuliti
dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di
pergelangan tangan oleh jam tangan, dan dikedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan
hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit.

DIAGNOSIS BANDING
DKA dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik
atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan DKI. Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah itu DKA.

UJI TEMPEL
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya tenang, bila mungkin setelah 3
minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, di bagian luar lengan
atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang
utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Reaksi

30
dibaca setelah 48 jam, 72 jam atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi
reaksi setelah satu minggu. Hasil positif berupa eritema dengan urtika sampai vesikel
atau bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi,
sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila karena iritasi, reaksi akan
menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), bila reaksi alergi kontak makin
meningkat (reaksi tipe cresendo).

PENGOBATAN
Pencegahan terulangnya kontak dengan alergen, dan menekan kelainan kulit yang
timbul.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada
DKA akut, misalnya prednison 30 mg/hari. Dikompres dengan larutan garam faal.
DKA yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda, diberikan kostikosteroid
topikal atau makrolaktam ( pimecrolimus / tacrolimus ) topikal.

PROGNOSIS
Prognosis DKA umumnya baik, bila kontaktan. Prognosis kurang baik, menjadi kronis,
bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen. (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin
dihindari.

DERMATITIS ATOPIK
( DA)
DEFINISI
DA yaitu radang kulit kronis dan residif, gatal, ada faktor atopi. ”Atopi” yaitu
penyakit dengan kepekaan dalam keluarga seperti asma, rinitis alergik, DA, dan
konjungtivitis alergik.

SINONIM
Ekzema konstitusional, ekzema fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo Besnier.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Gambaran klinis muncul akibat kerja sama faktor-faktor konstitusional dan pencetus.
70% penderita ditemukan riwayat stigmata atopi dalam keluarga. 80% penderita DA
ditemukan peningkatan IgE dalam serum. Kadar IgE ini tetap tinggi atau menurun
setelah mengalami remisi selama 1 tahun atau lebih. Kondisi atopi lebih mudah
bereaksi terhadap antigen lingkungan (makanan dan inhalan), menimbulkan sensitisasi
tipe alergi anafilaksis (reaksi alergi tipe 1). Imunitas selular menurun pada 80%

31
penderita DA, akibatnya suseptibilitas terhadap infeksi virus, bakteri dan jamur
meningkat; respons terhadap hipersensitivitas lambat menurun (contoh :DKA).
Menurut Rajka ada dua jenis pruritus : 1. Rangsangan imunologik dan nonimunologik,
kemudian dilepaskan mediator peradangan dan enzim proteolitik; 2. Karena faktor
intrinsik ambang gatal rendah. Eksaserbasi pruritus timbul karena berbagai alergen,
kelembaban rendah, keringat berlebihan, dan bahan iritan. DA berat, kadar histaminnya
di plasma dan jaringan meningkat. Triple respons Lewis pada kulit normal goresan
tumpul menimbulkan eritema lokal, edema, eritema sekitarnya, vasodilatasi. White
dermographism : goresan menimbulkan garis putih dan pucat karena pembuluh darah
jadi vasokonstriksi pada orang dengan DA. Bila kulit penderita DA disuntik intrakutan
dengan histamin, asetilkolin atau metakolin akan timbul warna pucat (pada orang
normal berwarna merah). Tetapi, reaksi2 tersebut dapat pula terjadi pada kulit yang
meradang penderita non atopik dengan dermatitis seboroik dan DKA. Kulit penderita
DA umumnya kering, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat
epidermis (transepidermal water loss) meningkat. Faktor psikologik, stres, dapat
menimbulkan respons gatal. Penderita DA sering tipe astenik, intelegensia di atas rata-
rata, egois, merasa tidak aman, frustasi, agresi / merasa tertekan.

GAMBARAN KLINIS
Gejala utama DA ialah pruritus. Akibat garukan terjadi kelainan kulit papul,
likenifikasi, lesi ekzematosa berupa eritema, papulo-vesikel, erosi, ekskoriasi, dan
krusta. DA dapat terjadi pada bayi, anak, remaja dan dewasa.

Bentuk Infantil (2 bulan – 2 tahun) . Masa awitan paling sering pada usia 2-6 bulan.
Lesi mulai di pipi, dahi dan skalp, tetapi dapat pula mengenai tempat lain. Bila anak
mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Lesi berupa eritema dan papulovesikel miliar
yang sangat gatal; karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi dan eksudasi atau krusta,
tidak jarang mengalami infeksi. Garukan dimulai setelah usia 2 bulan. Rasa gatal ini
mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan menangis. Lesi menjadi kronis
dan residif. Sekitar usia 18 bulan, mulai tampak likenifikasi di bagian fleksor. Pada
usia 2 tahun sebagian besar penderita sembuh, sebagian berlanjut menjadi bentuk anak.

Bentuk Anak (3-11 tahun). Merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri.
Lesi kering, likenifikasi, batas tidak tegas; karena garukan terlihat pula ekskoriasi
memanjang dan krusta. Tempat predileksi lipat siku, lipat lulut, leher, pergelangan
tangan dan kaki; jarang mengenai muka. Tangan mungkin kering, likenifikasi atau
eksudasi; bibir dan perioral dapat terkena; kadang pada paha belakang dan bokong.
Sering ditemukan lipatan Dennie Morgan,

32
Bentuk remaja dan dewasa (12-30 tahun). Predileksi dahi, kelopak mata, perioral,
leher, dada atas, lipat siku, lipat lulut, punggung tangan; biasanya simetris. Gejala
utama pruritus; kelainan kulit berupa likenifikasi, papul, ekskoriasi, dan krusta.
Umumnya DA bentuk remaja dan dewasa berlangsung lama, tetapi intensitasnya
cenderung menurun setelah usia 30 tahun. Sebagian kecil terus berlangsung sampai
tua. Dapat pula ditemukan kelainan setempat, di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva,
puting susu, skalp.
Kulit penderita kering, sukar berkeringat. Ambang rangsang gatal rendah, apalagi bila
berkeringat. Kelainan lain dapat menyertainya seperti xerosis kutis, iktiosis,
hiperlinearis palmaris et plantaris, pomfoliks, pitiaris alba, keratosis pilaris, lipatan
Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis, katarak
subkapsular anterior, lidah geografik, liken spinularis (papul-papul tersusun numular),
dan keratokonus (bentuk kornea

Gambar 3. Dermatitis atopik

yang abnormal). Selain itu, penderita DA cenderung mudah mengalami kontak


urtikaria, reaksi anafilaktik terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji tusuk (Skin Prick Test)
Merupakan pemeriksaan alergi yang bertujuan mengidentifikasi alergen yang
mencetuskan reaksi alergi pada tubuh seseorang terutama pada pasien urtikaria,alergi
33
bahan makanan, tungau debu rumah dengan menggunakan jarum dan alat untuk
mengukur diameter urtika. Pembacaan timbulnya urtika dilakukan 30 menit setelah uji
kulit dilakukan. Kontra indikasi adalah pada pasien usia< 2 tahun, mengalami reaksi
anafilaksis, mengkonsumsi obat-obatan antihistamin dan pasien usia >65 tahun. Syarat
tes tusuk adalah menghentikan obat antihistamin, obat maag seperti ranitidine, obat
asma omalizumab,obat antidepresan trisiklik seperti amitriptilin.

DIAGNOSIS
Membuat diagnosis DA secara praktis cukup dengan anmnesis dan gambaran klinis.
HANIFIN dan LOBITZ menentukan kriteria untuk membuat diagnosis DA secara rinci
sebagai berikut. Yang harus terdapat ialah :
1. Pruritus
2. Morfologi dan distribusi yang khas; likensifikasi fleksural pada orang dewasa,
gambaran dermatitis di pipi dan ekstensor pada bayi.
3. Kecenderungan menjadi kronis atau kambuh.

Ditambah 2 atau lebih tanda lain :


1. Adanya penyakit atopik pada penderita atau anggota keluarganya.
2. Tes kulit tipe cepat yang reaktif.
3. Dermografisme putih atau timbul kepucatan pada tes dengan zat kolinergik.
4. Katarak subkapsular anterior.

Atau ditambah 4 atau lebih butir berikut ini :


1. Xerosis / Iktiosis / hiperlinear palmaris.
2. Pitiriasis alba.
3. Keratosis pilaris.
4. Kepucatan fasial / warna gelap infra orbital.
5. Tanda Dennie Morgan.
6. Peningkatan kadar IgE.
7. Keratokonus.
8. Kecenderungan mendapatkan dermatitis non-spesifik di tangan.
9. Kecenderungan infeksi kulit yang berulang.

Cara lain menegakkan diagnosis DA : menurut kriteria yang disusun oleh Hanifin dan
Rajka.

DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis seboroika. DS pada muka mirip dengan DA. DS berlokasi di tempat-
tempat seboroik, kulit kepala yang berambut, alis mata, lipatan nasolabial, ketiak,

34
dada di atas sternum, interskapular, daerah genitalis eksterna, dan perianal. Kulit
pada DS berskuama kekuningan, berminyak.Tidak terdapat stigmata atopi,
eosinofilia, peninggian kadar IgE, tes asetikolin negatif maupun dermografisme
putih.
2. Liken simpleks kronis. Bentuk anak dan dewasa dibedakan dengan Kedua-duanya
gatal dan terdapat likenifikasi. Lokasi Lesi pada DA di lipat siku dan lipat lutut
(fleksor), sedangkan pada liken simpleks kronis di siku dan punggung kaki
(ekstensor); ada pula tempat predileksi yang sama yaitu di tengkuk. DA biasa
sembuh setelah usia 30 tahun, sedangkan LSK dapat berlanjut sampai tua.
Pemeriksaan pembantu yang menyokong DA memberikan hasil negatif pada
neurodermatitis sirkumskripta.
3. DKA kronis, DN, sindrom Wiskot-Aldrich, sindrom hiper-IgE, dan histiositosis-X.

PENATALAKSANAAN
Infeksi kulit, iritasi, berkeringat, kedinginan, stress, endokrin sebaiknya dihindarkan.
Sabun khusus untuk kulit kering boleh dipakai, tetapi jangan terlalu sering. Kulit diolesi
dengan emolien yang mengandung ceramide. Pakailah pakaian katun,tidak
ketat,ventilasi baik.
Hindarkan dari perubahan suhu dan kelembaban mendadak. Sebaiknya mandi dengan
air yang suhunya sama dengan suhu tubuh, karena air panas maupun air dingin
menambah rasa gatal. Upayakan tidak terjadi kontak dengan debu rumah (mengandung
Dermatophagoides pteronyssimus) dan bulu bianatang karena dapat menyebabkan rasa
gatal bertambah dan menyebabkan penyakit kambuh.
Makanan dapat mempengaruhi terjadinya kekambuhan atau menambah rasa gatal.
Sebagian kecil para penderita alergi terhadap makanan, yang sering ialah susu sapi,
terigu, telur dan kacang-kacangan. Meningkatnya usia kemungkinan mendapat alergi
tersebut makin berkurang. Stres emosional akan memudahkan penyakitnya kambuh,
karena itu hendaknya dihindari. Jauhi penularan virus, bakteri dan jamur. Bila
mendapat infeksi virus, misalnya herpes simpleks, akan menimbulkan gejala akut
berupa timbulnya banyak vesikel dan pustul yang akan menyebar, disertai demam yang
tinggi, dan dapat menyebabkan kematian; disebut erupsi variseloformis Kaposi. Kuku
dipotong pendek.

PENGOBATAN
Obat yang bersifat kuratif belum diketahui. Pengobatan bergantung pada kelainan kulit
yang ditemukan. Yang paling penting ialah mencegah agar penderita tidak menggaruk.

Sistemik. Untuk mengatasi rasa gatal, dapat diberikan antihistamin, chlorpheniramine,


promethazine, hydroxyzine. Jika sangat gatal dapat diberikan klorpromazin. Bila

35
mengalami infeksi sekunder dapat diberi antibiotik. Kortikosteroid sistemik tidak
dianjurkan, kecuali bila kelainannya luas, atau eksaserbasi akut, dapat diberikan dalam
jangka waktu pendek.

Pengobatan topikal.
Pada bentuk bayi kelainannya eksudatif, dikompres. Setelah kering, diganti dengan
krim hidrokortison 1% atau 2%. Salap kortikosteroid yang dipilih ialah golongan
sedang atau kuat karena bentuk anak dan dewasa telah terjadi likenifikasi. Jika efek
terapeutik telah tercapai, maka dapat diganti dengan golongan lemah. Untuk
meningkatkan daya penetrasi, dapat ditambahkan asam salisil 3-5%. Obat lain yang
dapat digunakan ialah ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5%. Efek ter mungkin
berkhasiat vasokonstriksi, astringen, desinfektan, antipruritus dan memperbaiki
keratinisasi abnormal. Pada penggunaan yang lama dapat terjadi folikulitis,
fotosensitisasi. Ter dapat dikombinasi dengan kostikosteroid.
Urea 10%, membuat kulit lemas, hidrofilik, antibacterial; dapat dikombinasi dengan
kostikosteroid topical.
Untuk membersihkan kulit jangan memakai sabun alkali, tetapi memakai detergen
dengan pH asam, atau sabun non alkali berlemak.

PROGNOSIS
DA yang bermula sejak bayi, sebagian (± 40%) sembuh spontan, sebagian berlanjut ke
bentuk anak dan dewasa. Ada pula yang menyatakan bahwa 40-50% sembuh pada usia
15 tahun. Sebagian besar menyembuh pada usia 30 tahun.
Secara umum, bila ada riwayat DA di keluarga, bersamaan dengan asma bronkial, masa
awitan lambat, atau dermatitisnya berat, maka penyakitnya lebih persisten.

LIKEN SIMPLEKS KRONIS


( LSK )
SINONIM
Neurodermatitis sirkumskripta, Liken Vidal.

DEFINISI
Peradangan kulit kronis, gatal sekali, sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis
kulit tampak lebih menonjol, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang.

PATOGENESIS
L.S.K belum diketahui. Pruritus memainkan peran dalam timbulnya likenifikasi dan
prurigo nodularis. Rowland Payne menemukan 50% penderita prurigo nodularis yang

36
mengalami gangguan metabolik dan kelainan hematologik. Penderita yang mempunyai
predisposisi, garukan / gosokan kronis menimbulkan penebalan kulit / likenifikasi.
Diduga pruritus berasal dari pelepasan mediator / aktivitas enzim proteolitik, walaupun
ada peneliti yang melaporkan bahwa garukan dan gosokan mungkin karena respons
terhadap stres emosional.

GEJALA KLINIS
Gatal sekali, biasa pada waktu tidak sibuk, digaruk sampai luka, baru hilang gatalnya.
untuk sementara.
Lesi biasa tunggal, dapat pula lebih dari satu. Letak lesi daerah yang mudah digaruk.
Di tengkuk, sisi leher, tungkai bawah, pergelangan kaki, skalp, paha bagian medial,
lengan bagian ekstensor, skrotum, dan vulva. Stadium awal kelainan kulit berupa
eritema dan edema atau kelompokan papul. Selanjutnya karena garukan yang berulang-
ulang, bagian tengah menebal, kering dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi.
Ukuran lesi lentikular sampai plakat, bentuk umum lonjong.
L.S.K. lebih sering pada wanita dari pada pria, puncak insidens 30-50 tahun.

Gambar 4. Nerodermatitis
HISTOPATOLOGI
Epidermis hiperkeratosis, akantosis. Reteridges memanjang dan melebar. Dermis
bagian papil dan subepidermal mengalami fibrosis. Terdapat pula sebukan
limfohistiosit di sekitar pembuluh darah.

DIAGNOSIS
Diagnosis L.S.K. didasarkan gambaran klinis, tidak sulit. Diagnosis bandingnya :DA,
dermatitis kontak, liken planus, dan dermatitis numularis.

PENGOBATAN
Pengobatan LSK : tidak boleh digaruk. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian
antipruritus, glukokortikoid topikal atau intralesi, produk tar, atau konsultasi psikiatri.
37
Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek sedatif Steroid topical
biasanya potensi kuat, bila perlu ditutup dengan penutup impermeabel. Kalau tidak
berhasil, dapat dicoba dengan suntikan steroid intralesi. Salep steroid dapat pula
dikombinasi dengan ter, yang mempunyai efek anti inflamasi.

DERMATITIS NUMULARIS
( DN )

SINONIM
Ekzem numular, ekzem diskoid.

DEFINISI
Lesi berbentuk coin, berbatas tegas, efloresensi : papulovesikel, mudah pecah  basah.

ETIOPATOGENESIS
Multi faktor. Diduga infeksi sangat berperan, dengan ditemukannya peningkatan
koloni Staphylococcus dan mikrokokus pada kesi, tetapi secara klinis tidak ditemukan
tanda infeksi. Timbulnya DN, apakah melalui mekanisme hipersensitivitas terhadap
bakteri atau karena infeksi bakteri tersebut, belum jelas. Eksaserbasi terjadi bila koloni
bakteri meningkat di atas 10 juta kuman/cm2.
Dermatitis kontak, trauma fisik / kimiawi, cidera / sikatriks, kulit kering, stres akan
menyebabkan eksaserbasi.

GEJALA KLINIS
DN sering dijumpai pada pria. Puncak awitan pada usia 55-65 dan 15-25, pada pria
maupun wanita. Keluhan penderita berupa gatal yang kadang sangat hebat, sehingga
mengganggu. Lesi awal kecil (0.3-1.0 cm) berupa vesikel / papulovesikel halus
kemudian bergabung membentuk satu bulatan seperti mata uang (coin), berbatas tegas,
sedikit edematosa dan eritematosa. Kemudian vesikel pecah, terjadi eksudasi, krusta
kekuningan, dapat melebar. Lesi lama berupa likenifikasi dan skuama. Proses
penyembuhan dimulai di tengah, terkesan menyerupai dermatofitosis. Ukuran lesi bisa
mencapai garis tengah 5 cm atau lebih.
Jumlah lesi dapat hanya satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau
simetris,ukuran bervariasi dari miliar sampai numular. Tempat predileksi tungkai
bawah, badan, punggung tangan dan lengan bawah. Dermatitis numularis cenderung
kambuh, bahkan ada yang terus menerus timbul, kecuali dalam periode pengobatan.
Lesi muncul pada tempat yang sama.

38
Gambar 5. Dermatitis numularis
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas gambaran klinis. Diagnosis banding antara lain dengan DK,
DA, LSK dan dermatomikosis.

PENGOBATAN
Cari penyebabnya dan faktor pencetusnya. Infeksi fokal perlu diobati. Kulit kering beri
emolien. Hindarkan dari bahan iritan dan alergen. Jika lesi eksudatif, dikompres.
Sistemik diberikan antibiotik dan bila perlu kostikosteroid jangka pendek. Setelah lesi
kering, diberi kostikosteroid topikal, dapat dicampur dengan ter. Beberapa penderita
mungkin perlu sedativa untuk mengatasi rasa gatal.

DERMATITIS STATIS

SINONIM
Dermatitis gravitasional, ekzem stasis, dermatitis hipostatik, ekzem varikosa.

DEFINISI
Dermatitis sekunder akibat hipertensi vena ekstremitas bawah.

ETIOPATOGENESIS
Ada beberapa teori :
1. Dengan meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sistem vena, terjadi kebocoran,
fibrinogen masuk ke dalam dermis, maka terbentuk lapisan fibrin sekeliling kapiler
dan interstisium, akibatnya menghalangi difusi oksigen dan bahan makanan.
2. Adanya hubungan arteriovena, mengakibatkan hipoksi dan kekurangan bahan
makanan di kulit yang terkena gangguan.

39
GAMBARAN KLINIS
Terjadi pelebaran vena atau varises, edema, purpura, hemosiderois, hiperpigmentasi
difus. Edema dan varises mudah terlihat, bila penderita lama berdiri. Kelainan dimulai
dari permukaan tungkai bawah bagian medial atau lateral, di atas maleolus. Dermatitis
statis dapat akut, sub-akut maupun kronis. Makin lama, akan terjadi deposit
hemosiderin berasal dari ekstravasasi eritrosit, di dermis maupun subkutis, selanjutnya
menyebabkan sklerosis dan nekrosis jaringan lemak, disebut liposclerosis. Kulit
menjadi keras.
Dermatitis stasis kronis dapat menimbulkan ulkus venosum / varikosum di atas
maleolus, bila terkena trauma atau luka infeksi. Penderita dermatitis statis cenderung
mudah mengalami infeksi sekunder, selulitis. Mudah terjadi DK dan autosensitisasi.

Gambar 6. Dermatitis stasis Gambar 7. Varices pada pasen yang


sama

DIAGNOSIS
Didasarkan atas gambaran klinis. Diagnosis banding antara lain ialah DK (dapat terjadi
bersamaan), dermatitis numularis dan penyakit Schamberg (kapilaritis).

PENGOBATAN
Untuk mengurangi edema, waktu tidur atau duduk tungkai diangkat. Bila sedang
menjalankan aktivitas, memakai pembalut elastis. Jika eksudatif, dikompres; setelah
kering diberi krim atau salap kortikosteroid potensi rendah sampai sedang. Antibiotik
sistemik bila mengalami infeksi.

40
DERMATITIS SEBOROIK
( DS )
DEFINISI
Dermatitis seboroik (DS) yaitu kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi dan
predileksi pada daerah yang banyak sebum

ETIOLOGI
Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik. Banyak
percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh
bakteri atau Pityrosporum ovale. Status seboroik sering berasosiasi dengan
meningginya suseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa
mikroorganisme inilah yang menyebabkan D.S.

PATOGENESIS
D.S. berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada
bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun. D.S. pada bayi
terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik
dan insidensnya mencapai puncaknya pada umur 18 – 40 tahun, kadang-kadang pada
umur tua. D.S. lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Pada orang yang
mempunyai factor predisposisi, timbulnya dapat disebabkan factor kelelahan, stress
emosional / infeksi.

GEJALA KLINIS
Kelainan kulit : eritema, skuama berminyak dan kekuningan, batasnya kurang tegas.
D.S. yang ringan mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai
sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-
skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe,
dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai
eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut cenderung rontok,
mulai di bagian verteks dan frontal.
Bentuk yang berat ditandai adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak
disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga posaurikular
dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung. Pada bentuk yang lebih
berat lagi seluruh kepala tertutup krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi,
skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada
kulit kepala disebut cradle cap.. Pada daerah supraorbital skuama-skuama halus dapat
terlihat di alis mata, kulit dibawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak
skuama kekuningan, dapat terjadi blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai
skuama-skuama halus.

41
Selain tempat-tempat tersebut D.S. juga dapat mengenai liang telingan luar, lipatan
nasolabial, daerah sternal, areola mame, lipatan di bawah mame pada wanita,
interskapular, umbilicus, lipat paha dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung,
dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul. D.S. dapat bersama-sama dengan akne
yang berat. Jika meluas dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.

Gambar 8. Dermatitis seboroik pada bayi


DIAGNOSIS BANDING
Psoriasis skuamanya berlapis-lapis dan lebar-lebar dan tebal seperti mika, disertai
tanda tetesan lilin dan Auspitz sign. Pada lipatan paha dan perianal dapat menyerupai
kandidosis. Pada kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas
dengan satelit-satelit disekitarnya. D.S. di saluran telinga luar mirip dengan otomikosis
dan otitis eksterna.

PENGOBATAN
Kasus yang mempunyai faktor konstitusi sukar disembuhkan, meskipun penyakitnya
dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan, misalnya stress
emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.

Pengobatan sistemik
Kortikosteroid digunakan pada yang berat, dosis prednisone 20 – 30 mg. sehari. Jika
telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau ada infeksi sekunder diberi
antibiotik.

42
Pengobatan topikal
Pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 – 3 kli scalp dekeramasi selama 5 – 15 menit,
dengan selenium sulfide. Obat lain DS ialah :
- ter, misalnya likuor karbonas detergens 2 – 5% atau krim pragmatar.
- Resorsin 1 – 3%
- Sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisil 3 – 6%
- Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus dengan inflamasi yang
berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason – valerat,
asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.
Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.

PROGNOSIS
Seperti telah dijelaskan pada sebagaian kasus yang mempunyai factor konstitusi
penyakit ini agak sukar disembuhkan.

KEPUSTAKAAN
1. Djuanda, S;Sularsito,S A : Dermatitis, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed 3, hal. 126-138 ;
183-185 (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1999)
2. Belsito, D.U.: Allergic contact dermatitis; in Fitzpatrick, T.B.; Eisen, A.Z.; Wolff, K.;
Freedberg, I.M. and Austen, K.F.,Goldsmith,L.A,Katz,S.I. : Dermatology in General Medicine.
2013
3. Hanifin, J.M. : Atopic dermatitis; in Moschella, S.L. and Hurley, H.J.’s: Dermatology; vol 1,
3rd ed., pp. 441-461 (W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1992).
4. James, W.A.; Berger,T.G.; Elston,D.M : Andrew’s Diseases of The Skin; 10 th ed., pp.191-192
(W.B. Saunders Company, Philadelphia ).
5. Bernard, A;Koleksi Foto-foto Penyakit Kulit dan Kelamin, belum dicetak.1-6-2008

43
FARMAKOLOGI OBAT LOKAL
Endang Evacuasiany

PENDAHULUAN
Obat secara umum bekerja secara spesifik untuk berbagai indikasi, baik yang
berefek sistemik maupun non sistemik (Lokal). Obat lokal merupakan zat yang
kerjanya berdasarkan aktivitas lokal secara fisik dan kimia, digunakan untuk terapi
saluran cerna, saluran nafas, anestesi lokal, kulit, mukosa mata, telinga, hidung, vagina,
rectum dan lain-lain. Sesuai dengan materi Blok 18 “ Health of Skin and Eye “ obat
lokal yang akan dibahas adalah obat lokal untuk kulit dan obat lokal untuk mata.
Secara khusus rute pemberian obat topikal tampaknya sesuai untuk penyakit kulit
meskipun beberapa penyakit kulit berespons baik atau lebih baik tehadap obat yang
diberikan secara sistemik.

I OBAT LOKAL UNTUK KULIT


Obat lokal untuk kulit dapat diberikan dengan topikal, yang merupakan aplikasi
obat dengan formulasi tertentu pada kulit, dengan tujuan untuk mengobati penyakit
kulit atau penyakit sistemik yang bermanisfetasi pada kulit. Terapi topikal dapat
menghindari risiko dan ketidaknyamanan pemberian obat dengan rute lain seperti
pemberian secara parenteral. Keuntungan lain dari terapi topikal yaitu penyerapan
sistemik dapat diabaikan , sehingga efek samping dan interaksi obat pada terapi topikal
jarang terjadi.
Kelemahan pengobatan topikal antara lain :
 Dapat menimbulkan iritasi dan alergi ( dermatitis kontak)
 Permeabilitas beberapa obat melalui kulit yang relatif rendah, sehingga tidak
semua obat dapat diberikan secara topikal
 Terjadinya denaturasi obat oleh enzim pada kulit

FARMAKOKINETIK OBAT TOPIKAL :


Prinsip farmakokinetik umum yang mengatur pemakaian obat pada kulit sama
seperti yang berlaku dalam pemberian rute lain. Farmakokinetik obat topikal
menggambarkan perjalanan bahan aktif dalam konsentrasi tertentu sesudah
aplikasinya pada permukaan kulit, kemudian diserap ke bagian kulit menembus sawar
kulit dan jaringan di bawahnya dan distribusinya ke dalam sirkulasi sistemik. Analisis
farmakokinetik dari obat topikal yang diaplikasikan pada kulit meliputi tiga hal yang
saling terkait, yaitu vehikulum sebagai pembawa obat aktif, stratum korneum / lapisan
tanduk, dan lapisan epidermis serta dermis.

44
Faktor yang memengaruhi penyerapan suatu obat melalui kulit, yaiu : faktor
fisikokimiawi obat, penetration enhancer, dan faktor lain yang dapat memengaruhi
penyerapan obat topikal, yaitu oklusi dan lokasi aplikasi obat topikal.
Obat topikal yang diaplikasikan pada kulit akan mengalami tiga interaksi, yaitu
Solute vehicle interaction, Vehicle skin interaction dan Solute skin interaction
Absorpsi obat topikal yang dioleskan ke kulit melalui 3 fase yaitu : lag phase, rising
phase , dan falling phase.
Penetrasi obat topikal dapat melalui rute Transepidermal (secara interseluler dan
intraseluler ) atau melalui rute Transfollicular

Faktor-faktor yang berperan dalam penyerapan obat topikal pada kulit adalah:
 Vehikulum yang digunakan
 Konsentrasi bahan aktif
 Kuantitas obat yang diaplikasi
 Frekuensi aplikasi
 Kondisi stratum korneum (ketebalan bervariasi)
 Oklusi
 Luas permukaan kulit
Peningkatan penyerapan dipengaruhi juga oleh beberapa faktor lain
menggosokkan /memijat, adanya folikel rambut, dengan mengecilkan ukuran partikel
obat, memperbaiki sifat kelarutan obat. Kondisi kulit juga akan memengaruhi
penyerapan obat topikal, pada kulit kering penyerapan obat akan berkurang.

VEHIKULUM (BAHAN DASAR ) OBAT TOPIKAL


Formulasi obat topikal kulit terdiri dari vehikulum, bahan/ zat aktif, dan agen
tambahan (emulgator, pengawet, antioksidan, chelating agent).
Vehikulum merupakan zat inaktif / zat inert yang digunakan dalam sediaan topikal
sebagai pembawa bahan / zat aktif, supaya dapat kontak dengan kulit.
Memilih vehikulum obat topikal merupakan langkah awal dan terpenting yang harus
ditentukan pada pengobatan penyakit kulit.
Kegunaan vehikulum non spesifik meliputi efek fisik untuk mendinginkan,
melindungi, emolien, dan astringen. Vehikulum juga dapat mengeringkan /
mengangkat eksudat dan lubrikasi.
Syarat-syarat sebagai vehikulum sediaan topikal :
 Stabil baik secara kimia maupun fisik
 Tidak menonaktifkan obat
 Nonalergik, noniritan
 Dapat diterima secara kosmetik
 Mudah digunakan
45
Pemilihan vehikulum dalam sediaan topikal :
Untuk pemilihan vehikulum dalam dermatoterapi topikal, perlu
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
 Stadium dan tipe penyakit kulit,
 Tipe / status kulit,
 Lokasi penyakit kulit
 Faktor lingkungan
 Pertimbangan kosmetik
Faktor –faktor yang mempengaruhi penyerapan obat melalui kulit
 Faktor fisikokimiawi obat
 Penyerapan obat perkutan
 Oklusi
 Lokasi Aplikasi

Klasifikasi vehikulum :
 Vehikulum berdasarkan komponen penyusunnya :
- Monofasik : bedak (Powder), salep (Grease), dan cairan (liquid)
- Bifasik : krim (Cream), cairan ( Liquid), Pasta (Paste)
- Trifasik : pasta pendingin ( Coaling Paste)
 Vehikulum berdasarkan kelarutannya dalam air :
- Vehikulum hidrofobik : hidrokarbon, alkohol, asam karboksilat dan lain-lain
- Vehikulum hidrofilik : golongan ester, poliester, eter dan polieter
 Vehikulum berdasarkan konsistensinya dibagi menjadi :
- Cairan
- Solid / padat
- Semisolid

Vehikulum yang akan dibahas secara umum adalah vehikulum berdasarkan


konsistensinya , yaitu :
A. VEHIKULUM CAIRAN / LIQUID :
Vehikulum berbentuk cair dapat berupa air (aquadest), alkohol / spiritus, minyak /
oleum, gliserol, larutan kalsium hidroksida dan lain-lain.
Penambahan suatu zat aktif dengan sifat kimia yang berlainan ke dalam berbagai
vehikulum cair, dapat membentuk suatu sediaan cair yang berbeda pula bergantung
kelarutan dan jenis zat yang terdispersi dalam medium pendispersi, yaitu dengan
bentuk sediaan obat (BSO) Solutio, Suspensi, Bedak kocok

46
SOLUTIO
Solutio atau larutan : adalah sediaan cair yang mengandung bahan aktif terlarut
(solvendum / solute) dan bahan pelarut ( sovens). Solute terbagi homogen atau
terdispersi secara molekuler dalam solvens.
Solute umumnya berupa bahan padat seperti Asam Borat, Asam Salisilat, Kamfor dan
lain-lain, sedangkan solvens apabila tidak disebutkan, umumnya digunakan air ( Aqua
destilata / air suling). Solven lain yang digunakan gliserol, alkohol / spiritus, minyak
/ oleum.

Contoh solven dan bahan aktif sediaan cair topikal


Nama sediaan obat topikal Solven Bahan Atif
1 Acidi Borici Solutio
= Larutan Asam Borat
Aquadest Asam Borat
= Boorwater

2 Boroglyceroli Solutio
= Larutan Borogliserol
Gliserol Natrii tetraboras
= Boraks gliserin

3 Acidi Salicylici Spiritus Gliserol dan


=Salisil spiritus Aethanol 70 % Asam Salisilat

4 Alumi Plumbi Acetatis Solutio Aluminii Kalii Sulfas


= Larutan Tawas Timbal Asetat Aquadest Plumbi Subasetat
= Liquor Burowi

Penggunaan BSO (Bentuk Sediaan Obat) Solutio :


Solutio banyak digunakan untuk kompres, rendam (bath), mandi (full bath) yang
berfungsi untuk :
 Membersihkan kulit, menghilangkan kotoran, krusta, skuama, bakteri dan sisa obat
lokal yang dipakai sebelumnya
 Melindungi kulit dari pengaruh buruk lingkungan baik disebabkan kimiawi atau
trauma
 Mempercepat proses epitelialisasi
 Mengurangi perasaan gatal dan nyeri

Contoh solutio yang digunakan untuk kompres :


 Sol. Acid. Boric 2 – 3 %
 Sol. Perm. Kalic. 1/10.000 – 1/20.000
47
 Liq.Burowi diencerkan 50 kali
 Sol. Natr. Chlorid 0.9 %
 Sol. Rivanol 1‰
 Sol. Perak Nitrat 0, 25 % / 0,5 %
Solutio digunakan untuk :
1. Kompres
 Kompres terbuka
 Kompres tertutup
2. Rendam (bath), misal rendam kaki, rendam tangan
3. Mandi ( full bath)

SUSPENSI
Suspensi adalah sediaan bentuk cair yang komponennya terdiri atas dua fase zat. Fase
pertama merupakan fase eksternal/ kontinu dari suspensi, yang umumnya berbentuk
cair Fase kedua merupakan fase internal ( bahan / zat aktif) yang merupakan partikel
yang tidak larut dalam fase kontinu, namun terdispersi di dalamnya.
Bahan aktif yang digunakan sebagai fase internal, bisa lebih dari satu jenis, dengan sifat
kelarutan yang sama atau berbeda. Dalam formulasi suspensi ditambahkan suatu zat
pendispersi (Suspensator) yang fungsinya untuk mendispersikan fase internal ke dalam
fase eksternal. Sediaan berbentuk suspensi dapat mengendap bila didiamkan, sehingga
sebelum digunakan harus dikocok terlebih dahulu agar dosis obat aktif yang
diaplikasikan merata.
Bentuk sediaan suspensi yang digunakan topikal dikenal dengan nama lain LOTION
Contoh LOTION :
Resep standar lotio yang tercantum dalam Formularium Nasional edisi kedua, adalah
Calamini Lotion atau Losio Kalamin, dengan komposisi sebagai berikut :
R/ Calamin 8
Zinc oxydum 8
Glycerol 2 ml
Bentonit magma 25 ml
Calcii Hydroxydi solutio ad 100 ml

Losio kalamin masing-masing mengandung Calamin dan Zink oksida 8 %. Calamin


merupakan campuran dari Zink oksida 98 % dan Ferri oksida 1 % yang memberikan
warna merah muda pada calamin.
Di pasaran beredar BSO lotion modifikasi dari resep Calamine lotion dikombinasi
dengan antipruritus ( Camphor) dan antihistamin ( Diphenhydramin HCl). BSO lotion
tersedia juga pada preparat antiacne (Presipitate sulfur lotion ®), antijamur ( Naftiline
Lotion®)

48
BEDAK KOCOK
Bedak kocok merupakan sediaan obat cair yang mengandung bahan padat bedak /
pulvis yang tidak larut dalam cairan. Dalam bidang farmasi bedak kocok disebut juga
dengan BSO Mixtura agitanda. Persamaan antara lotion dan bedak kocok yaitu sama-
sama sediaan cair untuk topikal yang mengandung bahan aktif tidak larut.
Perbedannya dalam bedak kocok dalam formulasinya tidak ditambahkan suspensator,
tetapi ditambah zat perekat gliserin. Persentase gliserin 10 – 15 % dan bahan padat
maksimal 40 % supaya bedak kocok tidak terlalu kental dan tidak terlalu cepat
mengering

Contoh formulasi bedak kocok :


R/ Zinc Oxyd R/ Zinc. Oxyd
Talc. aa 20 Talc. aa 20
Gliserin 15 Gliserin 15
Aqua ad 100 Aqua
 u.c. Spir. dil. aa ad 100
 u.c
Indikasi pemakaian bedak kocok :
- Dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas, yang diinginkan sedikit
penetrasi
- Dermatosis subakut

Kontraindikasi
- Dermatitis madidans
- Daerah badan yang berambut

TINGTUR
Tingtur adarlah sediaan cair dengan menggunakan pelarut organik seperti alkohol,
aseton atau eter.
Contoh :
R/ Acid Salicyl 3%
Acid Benzoic 6%
Spir. dil. ad 100

B. VEHIKULUM PADAT / SOLID


Bentuk sediaan obat (BSO) padat yang digunakan secara topikal berupa bedak /
Powder . Di bidang farmasi bedak dikenal dengan istilah Pulvis adspersorius.

49
Vehikulum bedak, umumnya digunakan Talk /Talcum, yang merupakan senyawa
magnesium silikat, yang berfungsi untuk lubrikasi dan mengeringkan. Bedak berfungsi
unuk menyerap kelembaban, mendinginkan, mengurangi gesekan di daerah lipatan.
Vehikulum bedak, selain digunakan talk, dapat dikombinasi dengan Zinc Oxyda (
ZnO) yang berefek antiseptik atau dengan Zinc Stearat yang mampu meningkatkan
daya lekat bedak pada kulit. Calamin ( campuran Zn O dan Fe 2O3 ) sering digunakan
dalam campuran bedak.
Pada penggunaan bedak, serbuk akan membentuk lapisan tipis di atas kulit yang
tidak melekat erat, sehinga penetrasinya minimal, dan akan diperoleh efek
mendinginkan, antiinflamasi ringan, antipruritus lemah, mengurangi pergeseran pada
lipatan-lipatan kulit dan bersifat proteksi mekanis. Baik digunakan terhadap keadaan
penyakit kulit yang kering dan superfisial. Jangan digunakan pada penyakit kulit yang
basah, terutama jika ada infeksi sekunder.
BSO bedak dapat ditambahkan bahan aktif dengan konsentrasi tertentu seperti :
Acidum salicylicum, acidum undecylenicum, sulfur praecipitatum dan lain-lain.
R/ Ac. Salicyl 2%
Talc ad 5
mfla pulv. ads. ad 100
S.u.e.
Sediaan bedak di pasaran dikenal dengan BSO serbuk / Powder antara lain sebagai
antifungi topikal ( Clotrimazole 1 % ® Powder, Miconazole 2 % ® Powder,
Tioconazole 1% ® Powder). Selain itu sediaan yang mengandung antibiotik topikal (
Neomycin sulfat dan Bacitracin sulfat ® Powder )

Indikasi pemberian bedak :


 Dermatosis yang kering dan superfisial
 Mempertahankan vesikel / bula agar tidak pecah, misal pada varisela dan herpes
zoster

Kontraindikasi pemberian bedak :


Dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder.

C. Vehikulum semisolid
Vehikulum semisolid sebagai pembawa untuk produk topikal yang ditujukan
untuk aplikasi pada kulit atau membran mukosa untuk mencapai efek lokal. Secara
umum sediaan semisolid merupakan formulasi dengan elemen struktur kompleks,
sering terdiri dari dua fasa (minyak dan air), salah satunya merupakan fasa kontinu
(fasa luar) dan yang lain merupakan fasa terdispersi ( fasa dalam). Bahan berkhasiat /
zat aktif larut dalam salah satu atau kedua fasa. Mayoritas sediaan semisolid

50
mengandung bahan berkhasiat untuk tujuan efek terapeutik, beberapa sediaan
semisolid non medicated ( tidak untuk tujuan terapi), tetapi digunakan berdasarkan
efek fisika sediaan, seperti pelindung (protectants), pelicin ( lubricant) dan pelembut
(emolient) dari sediaan kosmetik
Sediaan semisolid ditujukan untuk pelepasan obat secara perkutan ( Salep, Krim,
Gel, Pasta, Liniment), vaginal ( ovula), oftalmik ( Salep, Krim, Gel), Rektal ( Salep,
Krim, Suppositoria, Gel). Sesuai dengan materi dalam blok 18, yang akan dibahas
adalah sediaan semisolid perkutan dan sediaan semisolid oftalmik.

SALEP = UNGUENTUM = OINTMENTS


Salep merupakan sediaan semisolid menggunakan basis /vehikulum / pembawa
tertentu untuk menghantarkan obat, dapat digunakan pada kulit maupun mukosa.
Formulasi salep secara umum terdiri dari basis salep dan bahan/ zat berkhasiat ( tidak
selalu ada ). Sifat-sifat salep dapat bervariasi antara satu produk dengan produk lainnya,
tergantung basis salep yang digunakan, disesuaikan dengan tujuan penggunaan spesifik
dan keluasan aplikasi.
Basis salep menurut USP diklasifikasikan dalam 4 kelompok yaitu :
a. Basis hidrokarbon/ basis berminyak (oleagenous)
b. Basis absorpsi (absorption base)
c. Basis tercuci air (water removable base)
d. Basis larut air (water soluble base )

a. Basis hidrokarbon
Basis hidrokarbon dikenal juga sebagai basis berminyak, bebas air, inkorporasi air
hanya dalam jumlah kecil
Keuntungan basis hidrokarbon : berefek emolien, dapat bertahan pada kulit relatif
lama, dapat mencegah penguapan dari kulit, dan tidak mudah tercuci. Basis
hidrokarbon bekerja sebagai pembalut oklusif, sehingga meningkatkan hirdasi kulit
Kerugian basis hidrokarbon : berminyak, sehingga dapat mengotori pakaian dan sulit
dihilangkan.
Basis hidrokarbon yang sering digunakan : Petrolatum (vaselin); White petrolatum
(vaselin album); Cera flava; Cera alba; Mineral oil : Parafin cair / Parafin liquidum
Contoh formulasi basis hidrokarbon :
White ointment USP Yellow Ointment USP Basis bentuk Gel
R/ Vas. album 95 % R/ Vas. album 95 % R/ Vas. album 90 % / 75 %
Cera alba 5% Cera flava 5% Paraf. Liq 10 % / 25 %

Minyak mineral (Parafin cair) merupakan campuran hidrokarbon cair yang diperoleh
dari minyak bumi. Gunanya sebagai agen penggerus basah (livigating agent) untuk

51
membasahi dan inkorporasi bahan padat ke dalam sediaan salep dengan pembawa
berminyak (oleaginous). Perbandingan antara vaselin album dengan Parafin liquidum
dapat bervariasi, yang akan menghasilkan konsistensi salep yang berbeda. Makin tinggi
kadar kadar Parafin liquidum, akan dihasilkan salep yang kurang kental, sehingga ideal
diaplikasikan pada kasus luka bakar atau daerah kulit yang nyeri.

b. Basis absorpsi (absorption bases)


Basis absorpsi bersifat hidrofilik, yang mempunyai kemampuan mengabsorpsi air
tambahan. Dengan penambahan lanolin, lanolin isolat, kolesterol, lanosterol atau sterol
terasetilasi, membuat basis hidrokarbon menjadi hidrofil.
Kelompok ini memiliki efek lubrikasi, emolien, proteksi dan karena sifat hidofiliknya
dapat digunakan sebagai vehikulum bahan / zat aktif yang larut air. Salep dengan bahan
dasar penyerapan bersifat lengket, tetapi lebih mudah dicuci dibandingkan dengan
bahan dasar hirokarbon
Basis absorpsi menunjukkan sifat emoliensi yang sangat baik dan derajat oklusifitas
pada aplikasi.

c. Basis tercuci air (water removable bases, water washable creams )


Basis ini merupakan basis emulsi yang luas digunakan, karena dapat dicuci dari kulit
atau pakaian dengan air. Dari sudut terapeutik, basis tercuci air menunjukkan kempuan
mengabsorpsi buangan serum (serous) pada kondisi dermatologi

d. Basis larut air ( water soluble bases )


Basis ini hanya mengandung komponen larut air dan bebas lemak (minyak), karena
tidak mengandung minyak (oleagenious). Basis larut air, biasanya disebut greaseless,
karena tidak mengandung bahan berlemak. Mayoritas komponen basis terdiri dari
Polietilenglikol (PEG) yang merupakan basis larut air. Basis ini lebih baik dicampurkan
dengan bahan tidak berair atau bahan padat.
Salep digunakan terhadap penyakit kulit kering/menahun; penyakit kulit yang
dalam/menahun dan penyakit kulit bersisik/berkrusta. Salep jangan digunakan terhadap
dermatitis madidans dan bagian tubuh yang berambut dan seluruh badan.
Indikasi pemberian Salep :
 Dermatosis yang kering dan kronik
 Dermatosis yang dalam dan kronik
 Dermatosis yang bersisik dan berkrusta
Kontra indikasi pemberian salep
 Dermatitis madidans
 Digunakan pada daerah berambut

52
KREM = CREAM
Krem merupakan sediaan semisolid , berupa cairan kental atau emulsi setengah
padat, yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang terdispersi dalam suatu medium
pendispersi.
Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik, yang
memproduksi sediaan perawatan dan pembersih kulit, yang dibuat dalam bentuk
sediaan krem, seperti Vanishing cream, Cleansing cream, Emollient cream dan lain-
lain.
Untuk kestabilan emulsi, digunakan suatu agen pengemulsi (emulsifier). Bahan
pengemulsi dapat terlarut dalam kedua fase cairan penyusun emulsi dan mengelilingi
cairan yang terdispersi membentuk titik-titik air mikro yang terlarut dalam medium
pendispersi. Surfaktan yang sering digunakan dalam pembentukan emulsi adalah
sediaan Sodium lauril sulfat, Spans dan Tweens.
Krim berdasarkan fase internalnya dibagi menjadi krim O/W dan W/O. Krim W/O
mengandung air kurang dari 25 % dengan minyak sebagai medium pendispersi.
Sediaan ini kurang lengket, sehingga relatif lebih mudah diaplikasikan.Sediaan ini juga
memiliki efek sebagai emolien karena kandungan minyaknya, kandungan airnya
memberikan efek mendinginkan saat diaplikasikan.
Krem O/W mengandung air lebih dari 31 %. Formulasi ini merupakan bentuk yang
paling sering dipilih dalam dermatoterapi.Sediaan ini dapat dengan mudah
diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci, kurang berminyak dan relatif lebih mudah
dibersihkan bila mengenai pakaian. Pengawet yang digunakan paraben untuk
mencegah pertumbuhan jamur. Dalam emulsi O/W mengandung juga humektan seperti
gliserin, propilen glikol atau polietilen glikol. Fase minyak dalam sediaan ini
menyebabkan rasa lembut saat diaplikasikan,
Indikasi penggunaan Krem :
 Indikasi kosmetik
 Dermatosis subakut dan luas
 Digunakan pada daerah berambut

Kontraindikasi penggunaan Krem


Dermatitits madidans

JEL / GEL
Jel merupakan sediaan sediaan semisolid yang mengandung molekul kecil
maupun besar yang terdispersi dalam cairan dengan penambahan suatu gelling agent.
Formulasi dari BSO Jel adalah air, propilenglikol dan atau polietilenglikol dengan
penambahan gelling agent ( carbomer 934 serta CMC. Bahan dasar pembentuk Jel
merupakan bahan yang larut air (water soluble based) tidak mengandung minyak.
53
Bahan ini sangat mudah dicuci, tidak mewarnai pakaian , tidak memerlukan pengawet
dan kurang oklusif. Bahan dasar ini lebih sering digunakan pada sediaan topikal agar
konsentrasi pada permukaan kulit lebih tinggi dan membatasi penyerapan ke dalam
kulit. Formulasi ini banyak digunakan untuk zat aktif antifungal topikal dsan antibiotik
topikal,
Jel merupakan vehikulum yang cocok untuk banyak zat aktif, relatif mudah
diaplikasikan pada kulit, dapat digunakan pada daerah berambut, serta memiliki
penetrasi yang baik. Kekurangan dari sediaan jel yaitu efek protektifnya rendah,
sehingga tidak dapat digunakan sebagai emolien dan dapat menyebabkan kulit kering
dan panas, bila kandungan alkohol atau propilenglikolnya tinggi

PASTA
Pasta merupakan campuran homogen daripada zat padat dan vaselin dengan
konsistensi lebih padat, bersifat protektif dan mengeringkan. Pasta digunakan terhadap
penyakit kulit yang agak basah, jangan terhadap daerah yang berambut, juga jangan
terhadap daerah genitalia ekstern dan lipatan-lipatan badan. Sediaan semisolid pasta
merupakan campuran bedak yang mencapai 50% dengan salep dasar hidrokarbon atau
emulsi air dalam minyak. Bedak yang dapat digunakan adalah zinkoksida, kaolin,
kalsium karbonat dan talkum. Pasta berfungsi untuk membatasi obat melebar,
mengeringkan, dan menjadi barier impermiabel, proteksi, dan dapat berfunsi sebagai
tabir surya. Pasta bersifat kurang lengket, kurang menutup, lebih kering dibandingkan
salep.

Indikasi penggunaan pasta :


Dermatosis yang agak basah
Kontraindikasi penggunaan pasta :
 Dermatosis yang eksudatif dan daerah berambut
 Daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan

Bentuk sediaan lain untuk pemakaian topikal


LINIMENT
Linimen merupakan suatu larutan alkohol atau berlemak berupa emulsi dari macam-
macam bahan obat. Liniment dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit,
penggunaannya dengan cara menggosokkan sediaan tersebut pada permukaan kulit.
diibandingkan dengan pasta, konsistensinya lebih encer dan bersifat mendinginkan
Indikasi : dematosis subakut
Kontra indikasi : dermatosis madidans

54
TOPIKAL AEROSOL
Topikal aerosol, sediaannya dapat berupa solusio, suspensi, emulsi, bedak, dan foam
dalam propelan (campuran hidrokarbon nonpolar). Sediaan ini mendeposit obat dalam
bentuk lapisan tipis, dan tidak menimbulkan iritasi untuk kulit abrasi/eksema, serta rasa
nyeri.
FOAM
Foam dalam bentuk emulsi dan foaming agent (surfaktan). Pelarut yang digunakan
dapat berupa air, dan ethanol, yang ditambah propelan. Foam yang mengandung
alkohol meninggalkan sedikit residu.

BAHAN AKTIF OBAT TOPIKAL


Bahan aktif obat topikal dalam bentuk sediaan obat jadi, sudah tersedia dipasarkan
dengan nama generik atau brand name yang berlainan, dengan vehikulum dan kadar
tertentu.
a. ANTIBIOTIK TOPIKAL
Antibiotik topikal diindikasikan untuk infeksi bakteri, penggunaannya harus efektif
sesuai dengan kuman penyebab dan tujuan terapi.
No Bahan aktif Bentuk sediaan dan kadar
1 Gentamisin Sulfat Cream 0,1 % ; 0,3 %
2 Chloramphenicol Cream, Oint 2 %
3 Mupirocin Cream 2 %, Oint. 2 %
4 Fusidic acid Cream 2 %
5 Tetracyclin HCl Oint 3 %
6 Nadifloxacin Cream 1 %

b. KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Gol. Nama generik kortikosteroid , kadar dan bentuk sediaan
 Betamethasone dipropionate cream, ointment 0.05%
 Clobetasol propionate Cream, Ointment 0.05%
1
 Diflorasone diacetate ointment 0.05%
 Halobetasol proprionate ointment 0.05%
 Fluocinonide Cream, Ointment , Gel 0.05%
 Halcinonide Cream , Ointmnet 0.1%
2
 Desoximetasone Cream, Ointment 0.25% , Gel 0,05 %
 Diflorasone diacetate ointmnet 0,05 %
 Betamethasone dipropionate Cream 0.05%
 Betamethasone valerate Ointment 0,1 %
3
 Diflorasone diacetat Cream 0,05 %
 Triamcinolone acetonide Ointmnet 0,1 %, Cream 0,5 %

55
 Fluocinolone acetonide Cream 0.2 %, Ointment 0,025 %
 Hydrocortisone valerate Ointment 0.2%
4
 Triamcinolone acetonide Ointment 0.1%
 Mometasone furoate Cream, Ointment 0.1%
5  Triamcinolone acetonide Lotion 0.1% , Cream 0,1 %, 0,025 %
 Fluocinolone acetonide Cream 0.025%
 Hydrocortisone butyrate Cream 0,1 %
6  Desonide Cream 0,05 %
 Fluocinolone acetonide Cream 0.01%
7  Hydrocortisone Cream , Ointment , Lotion 0,5 %, 1 %, 2,5 %

Sumber : Wyatt, EL., Sutter, SH. Drake, L A, 2001, Dermatological Pharmacology

c. Contoh bahan aktif untuk acne dalam sediaan obat jadi


No Bahan aktif Bentuk sediaan obat & kadar
1 Precipitated sulfur Lotion 6,6 %
2 Benzoil peroxida Gel 2,5 % ; 5 %
3 Azelaic acid Cream 20 %
4 Clindamycin phosphat Soln 1%, Gel 1 %
5 Erytromycin Soln 2 %, Gel 2 %, Cream 2 %
6 Tretionin Cream 0,025 %, 0,05 % dan 0,1 %
7 Retinoic acid Soln 0,05 % ; Gel 0,025 %, Cream
8 Adapalene Gel 0,1 %

d. Contoh bahan aktif anti jamur topikal dalam sediaan obat jadi
No Bahan aktif Bentuk sediaan dan kadar
1 Ciclopiroxolamine Cream 1 %
2 Clotrimazole Cream 1 %
3 Miconazol nitrat Cream 2 %, Powder 2 %
4 Ketokonazole Cream 2 %
5 Terbinafine HCl Cream 1 %
6 Tioconazole Cream 1 %

e. Contoh bahan aktif antivirus t dalopikal dalam sediaan obat jadi


No Bahan aktif Bentuk sediaan dan kadar
1 Acyclovir Cream 5 %
2 Tromantadine HCl Gel 1 %

56
Bahan aktif spesifik yang banyak digunakan pada sediaan topikal
1. Alumunium asetat
Efeknya adalah astringent dan antisptik ringan, kadar yang digunakan 0,5 – 1% untuk
kompres, untuk krim dan lotio 10 %,
2. Asam asetat
Dipakai sebagai larutan 5 % untuk kompres
3. Asam benzoat
Bersifat antiseptik, fungisidal. Digunakan dalam salep/ unguentum Whitfield. Kadar
yang digunakan 5 – 10 %
4. Asam salisilat
Kadar asam salisilat yang digunakan dalam sediaan topikal bervariasi, tergantung
tujuan terapinya.
Antiseptik : 1 ‰ dalam kompres, keratoplastik : 1-2 % ; keratolitik : 3-20 %, untuk
destruktif digunakan As sal 30-60%,
5. Asam retionat = tretionin
Efeknya dapat memperbaiki keratinasi menjadi normal
6. Camphora
Bersifat anti-gatal (2 – 10 %), , antidecubitus, (10 %), anti-seborrea (1%). Dan anti-
pruritus (1 -2 %) Dapat dimasukkan dalam bedak, bedak kocok juga dapat dipakai
dalam sediaan semisolid
7. Mentol
Bersifat antipruritus pada konsentrasi 0,25 – 2 %
8. Liquor carbonis detergens (LCD)
Zat encer berwarna merah coklat, dibuat dari ter yang berasal dari batu bara dan
kemudian dimurnikan Kadar yang digunakan 2-5 %. Efeknya sebagai antipruritus,
antiradang., antieksem, keratoplastik, dapat digunakan untuk psoriasis dan dermatitis
kronik.
9. Resorcinolum
Merupakan serbuk berhablur berwarna coklat muda, larut dalam air dan alkohol. Efek
sebagai anti-bakteri, anti fungus, keratolitik, anti gatal , dan anti eksem. Kadar yang
digunakan 2 – 10 %
10. Sulfur praecipitatum ( belerang terendap)
Berupa serbuk kuning tanpa bentuk.. Efeknya sebagai anti-seborroea, anti- akne, anti-
scabies antibakter gram positif, anti jamur dan keratolitik. Sulfur digunakan dalam
konsentrasi 4 – 20 % , dalam sediaan pasta, krim, salep dan bedak kocok.
11. Urea
Pada konsentrasi 10 % mempunyai efek sebagai emolien, dapat dipakai untuk iktiosis
atau xerosis kutis. Pada konsentrasi 40 % dapat melarutkan protein.

57
BEBERAPA EFEK OBAT TOPIKAL PADA KULIT
Adstringentia:
Adstrigentia merupakan golongan obat yang bekerja secara lokal dengan cara
mengendapkan protein pada permukaan sel. Daya penetrasinya lemah, menyebabkan
permeabilitas sel turun. Contoh: ZnSO4 0,25% dalam obat tetes mata, Asam Tannat
(penyerapan melalui saluran gastrointestinal; dapat menyebabkan nekrosis pada
hepar!) dan garam-garam Al. seperti aluminium asetat (Liquor Burowi)
Emollientia:
Emollientia adalah golongan lemak atau minyak yang dipakai berdasarkan dayakerja
lokalnya terhadap kulit dan mukosa dan berfungsi sebagai pelindung, menghaluskan
kulit (menjadikannya lebih lentur dan mencegah kekeringan) dan sebagai vehiculum
obat. Minyak-minyak golongan ini dapat dipakai dalam bentuk aslinya maupun dalam
bentuk olahan seperti dalam emulsi/salep. Contoh: Ol. Olivarum, Ol. Maydis, Ol.
Cocos,Lanolin, Paraffinum
Demulgentia:
Demulgentia adalah zat-zat yang bersifat melunakkan dan biasanya terdiri atas kolloida
pelindung alamiah seperti putih telur, susu, larutan kanji. ataupun bahan perekat yang
pada umumnya digunakan untuk melindungi selaput lendir dan meringankan iritasi.
Kadangkala, demulgentia juga dipakai diatas kulit guna mengatasi rangsangan kaustik
yang disebabkan oleh jenis-jenis racun tertentu.
Protektiva:
Protektiva digunakan sebagai pelindung terhadap (1) air dan zat-zat kimiawi dan
mengandung silikon yang bersifat inert secara kimiawi dan akan membentuk suatu
lapisan tipis dan plastis yang tidak tampak secara visual dan tidak lengket dan (2)
terhadap sinat UV, mencegah kulit terbakar, mengandung garam/ester asam PABA
yang akan menyerap sinar UV dan garam-garam TiO2 (yang bersifat tidak tembus
cahaya dan memantulkan sinar cahaya).

Adsorbentia:
Adsorbentia merupakan bahan-bahan yang dapat menyerap bakteri, toksin dan gas, dan
bersifat tidak spesifik, karena akan menyerap juga obat-obatan, makanan dan enzim.
Contoh: Mg-trisilikat, Al-hidroksida, Karbon aktif (NORIT) Kaolin, Pektin dan
Simetikon (kombinasi antara dimetilpolisiloksan dan gel silika) yang bersifat
mencegah terjadinya/terbentuknya busa dan meteorisme. Adsorbentia biasanya
dikombinasi dengan antasida/digestan.
Hemostatik yang dapat diserap:
Hemostatik yang dapat diserap dalam bahasa Inggris dinamakan “Absorbable
Hemostatics”; dapat menghentikan proses pendarahan dengan cara membentuk lapisan
kulit buatan/matriks dan merangsang proses pembekuan darah. Digunakan untuk

58
mengatasi proses pendarahan yang merembes/kapiler dan tidak efektif terhadap
pendarahan arteri/vena. Contoh: “Absorbable Gelatin Sponge” terhadap penndarahan
hebat dan”Oxidized Cellulose”
Zat warna:
Zat warna yang dimaksud adalah zat warna sintetis yang dikenal dibawah nama “Coal
Tar Dyes” dan dipakai sebagai adstringen/antiseptik (disamping dipakai juga terhadap
Protozoa, sebagai perangsang penyembuhan luka dan untuk keperliuan diagnostik).
Kegunaaan zat warna diketahui sejak ditemukannya efektivitas Gentian Violet terhadap
organisme Gram + dan Akriflavin terhadap Trypanosoma. Setiap zat warna
mempunyai perbedaan dalam carakerja, aktivitas terhadap bakteri, daya germisida,
toksisitas terhadap jaringan, dsb.
Contoh: Akridin, Akriflavin, Rivanol, Fluorescein, Metilviolet.
Iritansia:
Iritansia adalah segolongan zat kimiawi yang, apabila diberikan secara lokal pada kulit
dan mukosa yang terluka/terkena inflamasi, dapat menstimulasi dan mempercepat
proses penyembuhan, mis pemberian Dionin terhadap conjunctivitis. Iritan
menyebabkan warna kulit memerah pada tempat obat itu digunakan, karena
menyebabkan pembuluh darah disekitarnya melebar (dilatasi), sehingga proses
sirkulasi darah membaik.

“Counter-irritantia”:
Counter-irritantia bekerja dengan jalan merangsang kulit yang utuh dengan maksud
mengatasi rasa nyeri pada viscera (neuralgi, RA, dan nyeri otot).
Misal penggunaaan botol yang diisi air panas, bantal panas listrik, Minyak Gandapura,
Kamfer-spiritus

Keratolitica:
Keratolitikan merupakan zat yang bekerja dengan jalan melarutkan semen (“cement”
dalam bahasa Inggris) intraselular yang mengikat stratum corneum pada penyakit
hiperkeratosis. Lapisan epitel akan menjadi lunak oleh karenanya, sehingga dapat
dilepas dengan mudah setelah dogosok. Contoh: Asam Benzoat dan Asam Salisilat
dalam Ung. Whitfield.

Anti-persirantia:
Anti-persirantia digunakan unuk mengurangi pengeluaran keringat yang berlebihan
dan tersedia dalam bentuk aerosol, stik, krem atau cairan yang mengandung a.l. Al
Khloralhidrat, Al Sulfat, Khloralhidrat dan Glutaraldehida. Dapat mengurangi keringat
sebanyak 20 – 40%, tergantung bahan aktif dan bahan pembawanya.

59
Deodorantia:
Deodorantia adalah segolongan obat yang dapat mengurangi bau keringat dengan cara
mengurangi populasi bakteri pada kulit dan menghambat proses
penguraian/dekomposisi keringat oleh bakteri. Contoh: Benzalkoniumkhlorida,
Neomisisn Sulfat, Setilpiridiniumkhlorida dan Benzetonium

“Melanizing & Demelanizing Agents”:


“Melanizing Agents” menyebabkan hiperpigmentasi dan carakerjanya adalah dengan
jalan menimbulkan proliferasi melanosit yang masih berfungsi, menaikkan sintesa
melanosom dan menaikkan aktivitas tirokinase (Trioksalen), sedangkan “Demelanizing
Agents” menyebabkan depigmentasi (Hidrokinon).

Tabir Surya (”Sunscreening Agents”)


Tabir surya melindungi kulit terhadap pengaruh sinar UV; tahan lama dan dapat dipakai
dengan aman setiap hari. Ada dua jenis, yakni (1) yang memantulkan sinar UV
(“Reflectant”, mis. TiO2, ZnO, Kaolin, MgO dan Talcum) dan (2) yang menyerap
gelombang sinar UV (“Absorbant”, mis. persenyawaan PABA, Asam Salisilat, Asam
Sinamat, golongan Benzofenon dan Antranilat)
Radiasi elektromagnetik adalah enersi yang mempunyai panjang gelombang yang
berbeda-beda ; UVC, UVB, UVA dan radiasi yang tidak tampak. UVC diserap oleh
lapisan ozon bumi dan tidak mencapai permukaan bumi, UVB paling berbahaya,
karena dapat menyebabkan kulit kita terbakar, warna kulit menjadi lebih gelap dan
dalam keadaan lebih parah, dapat menyebabkan Ca kulit, sedangkan dibandingkan
dengan UVB, maka UVA tidak begitu berbahaya, namun dapat menembus kulit lebih
dalam dan dapat menyebabkan penyakit kepekaan terhadap sinar matahari dan dapat
memperparah eritema yang disebabkan sinar UVB dan mempercepat terjadinya Ca
kulit.
Alat pengukur efektivitas untuk UVA absorbent adalah yang dikenal dibawah nama
SPF ( Sun Protecting Factor ) yang berbeda dengan alat pengukur efektivitas UVA
Absorbent (“Phototoxic Protection Factor”). Yang dimaksud dengan SPF adalah
pengukuran proteksi kulit menusia terhadap sinar UVA dan UVB dan dinyatakan
dalam perbandingan antara timbulnya tanda kemerahan pertama pada kulit yang tidak
dilindungi tabir surya, yang selanjutnya dioleskan pada kulit hingga imbul tanda
kemerahan, mis. jika waktu yang diperlukan kulit yang tidak dilindungi sampai
timbulnya kemerahan adalah 10 menit dan waktu mulai timbulnya warna kemerahan
setelah tabir surya dioleskan adalah 300 menit, maka nilai SPF tabir surya yang dipakai
adalah 300 : 10 = 30. Apabila dikatakan, bahwa tabir surya mempunyai nilai SPF 30+,
artinya nilai SPF yang sebenarnya adalah > 30. Setiap tabir surya harus diuji terhadap

60
SPF, PPF, daya tahan terhadap keringat (Sweat Resistance) dan daya tahan terhadap
air (Water Resistance)

ANTISEPTIK, DISINFEKTAN, FUNGISIDA, DLL:


Sudah dikenal secara luas sejak lama dan daya kerjanya adalah dengan salah satu cara
berikut: (1) mengkoagulasi protein, (2) menurunkan tegangan permukaan larutan
dimana bakteri itu tumbuh dan (3) bereaksi dengan sistem-sistem enzim bakteri dan
mengganggu metabolismenya.
Sifat-sifat ideal yang harus dimiliki bahan anti-infeksi adalah:
(1) mempunyai potensi tinggi, (2) berspektrum lebar, (3) ”onset”nya cepat dan
menetap, (4) memiliki tingkat resistensi rendah. Serta harus pula memiliki sifat-sifat
kimiawi dan fisika sebagai berikut: (1) kelarutannya dalam lemak, (2) “dispersibility”
terhadap benda/luka, (3) Non-destrukstif terhadap bahan lain dan (4) tidak
berwarna/mewarnai/berbau

Kecepatan kerjanya tergantung daripada (1) konsentrasinya, (2) suhu, (3) pH dan (4)
vehiculum obatnya.
Logam berat: Sublimat, Peraknitrat, Merbromin, Merkurokhrom, Merkresin,
Thimerosal, Sulfadiazin Ag, ZnSO4, ZnO, ZnCl2
Halogenida: Yodium, Khlor, Yodium tinktur, PVP-iodium, Na-hipokhlorit,Larutan
Dakin, Khlorheksidin, Heksakhlorofen, Khloramin T, ClO2, larutan hipokhlorat,
“Chlorinated Lime”
Oksidator: Kalium permanganat, Na-perborat, Benzoylperoksida, Hidrogen
peroksida, Kalium perkhlorat
Fenol: Fenol, Kresol, Resorsinol, Heksakhlorofen, Timol, Heksilresorsinol
Persenyawaan-persenyawaan yang menurunkan tegangan permukaan:
Ada yang bersifat kationik, anionik, nonionik dan amfoter. Bekerja dengan cara
menurunkan tegangan permukaan cairan; Dengan lemak yang terdapat pada kulit akan
membentuk emulsi: Benzalkoniumkhlorida
Fungisida: Tiosulfas Na, Urea, Asam Benzoat, Asam Salisilat, Siklopiroksolamin,
Asam Undesilinat, Zn-undesilinat, Imidazol, Klotrimazol, Tolnaftat, Ekonazol. Asam
Benzoat bersifat antiseptik disamping sebagai fungisida. Digunakan dalam Ung.
Whitfield.
Golongan Asam: Asam Asetat, Asam Benzoat, Asam Borat, Asam Laktat, Asam
Propionat, Asam Salisilat, Asam Undesilinat..Ada pula turunan Asam Vit. A, yakni
Trenitoin, Asam Retinoat dan digunakan antara lain . untuk Acne, proses menua kulit,
ikhtiosis, lichen planus.

61
ASAM-ASAM Α-HIDROKSI (AHA)

Asam-asam α-hidroksi (AHA) adalah bahan dasar yang paling efektif yang digunakan
dalam sediaan-sediaan kosmetik .
Kegunaan pemakaian AHA :
 Mengurangi tanda-tanda ketuaan visual, menyebabkan adhesi seluler pada
permukaan sel atau lapisan-lapisan terluar pada epidermis lepas/
 .Mengurangi kelembaban kulit transepidermal dengan jalan menarik dan
menahan lembab dalam bagian terluar dari kulit, sel-sel mati/rusak akan disingkirkan
dan keriput-keriput berkurang.

B. OBAT LOKAL UNTUK MATA


Pendahuluan :
Mata merupakan organ yang sangat sensitif, yang akan bereaksi secara cepat terhadap
semua gangguan / rangsangan dari sekitarnya. Preparasi sediaan mata / sediaan
oftalmik, berbeda dengan preparasi untuk sediaan topikal pada kulit, persyaratan
penting yang harus dipenuhi pada sediaan oftalmik adalah sterilitas. Sterilisasi sediaan
oftalmik merupakan faktor utama dalam mencegah infeksi mata serius, dan merupakan
faktor paling penting dalam preparasi sediaan yang digunakan pada mata.

BENTUK SEDIAAN OBAT MATA


LARUTAN UNTUK MATA / LARUTAN OFTALMIK
Larutan untuk mata adalah larutan steril yang dicampur dan dikemas untuk
dimasukkan ke dalam mata. Larutan untuk mata merupakan mayoritas sediaan yang
digunakan pada mata.
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam preparasi larutan untuk mata adalah :
Sterilitas dan pengawetan, pengaturan tonisitas, viskositas, pendaparan dan
pengemasan dan pemakaian larutan untuk mata
Katagori larutan obat mata meliputi
 Larutan untuk tujuan terapi
 Larutan untuk tujuan diagnostik
 Larutan untuk irigasi
 Larutan berupa satuan dosis (unit dose)
 Larutan yang khusus digunakan dengan lensa kontak

Kemasan Larutan Untuk Mata :


Larutan oftalmik dikemas dalam botol polietilen atau botol gelas berpenetes. Untuk
larutan oftalmik dosis tunggal / monodose dikemas dengan volume 0,3 ml atau kurang,
dikemas dalam tabung polietilen yang disegel.
62
SUSPENSI UNTUK MATA / SUSPENSI OFTALMIK
Suspensi untuk mata persyaratan sama dengan persyaratan untuk larutan
oftalmik, dengan perkecualian persyaratan kejernihan. Persyaratan lain adalah ukuran
partikel dan resuspensi dari suspensi obat mata. Ukuran partikel untuk suspensi untuk
mata harus berukuran halus biasanya dalam bentuk “mikronized” atau “microfine”
untuk meminimilkan irisan mata dan / atau goresan pada kornea mata
Suspensi untuk mata digunakan lebih sedikit daripada larutan untuk mata, dan dapat
meningkatkan waktu lebih lama untuk kontak bahan obat dengan kornea, sehingga
memberikan kera lepas lambat
Suspensi steril untuk mata dipreparasi untuk obat yang tidak larut dan dibuat dalam
bentuk micronized atau mikrokristalisasi, contoh : Deksametason, Predniosolone
Asetat, Sulfasetamid Natrium dan Tetrasiklin HCl.

SALEP MATA / SALEP OFTALMIK / OCCULENTA


Salap mata adalah salap steril yang digunakan pada mata.
Salap mata dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik dan
memenuhi uji sterilitas. Dasar salap mata dipilih tidak boleh mengiritasi mata,
memungkinkan difusi obat dalam cairan mata.
Keuntungan utama suatu salep mata adalah waktu kontak antara obat dengan mata lebih
lama. Kekurangannya penggunaan salep mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi
begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata.

Katagori bahan berkhasiat untuk obat mata :


Sediaan obat mata dapat diklasifikasikan menurut golongan :
o Diperoleh melalui resep dokter ( Golongan G – Ethical )
o Diperoleh bebas tanpa resep dokter ( Golongan B – OTC)
Contoh obat mata yang diperoleh melalui resep dokter dengan berbagai indikasi :

No Indikasi Nama Generik dan Kadar


 Atropin Sulfate 1 %
1 Midriatika dan Sikloplogik
 Tropicamide 0,5 %
 Betaxolol HCl 0,5 %
2 Miotika  Acethylcholine Cl
 Pilocarpine HCl
 Gentamicin Sulfat 0,3 %
 Chloramfenicol 0,5 %
3 Antibakteri
 Levofloxacin 0,5 %
 Ciprofloxacin HCl 0.3 %
63
 Sulfacetamida Na 10 %
 Tobramycin 0,3 %
 Ofloxacin 0,3 %
 Iodouksiridin (IDU) 0,1 %
4 Antivirus
 Acyclovir 3 %
 Betamethasone disodium phosph 0,1
5 Antiinflamasi %
 Fluoromethasone 0,1 %
6 Antiinflamasi nonsteroid  Diclofenac Natrium0,1 %
 Tetracain 0,5 %
7 Anestesi lokal
 Pantocaine 2 %

Obat mata bebas (OTC) meliputi katagori :


o Vasokontriktor dan astringen
o Nonterapeutik produk (Produk untuk lensa kontak)

Simpulan :
Preparasi obat lokal untuk mata dengan bentuk sediaan larutan oftikal, suspensi oftikal,
salep oftikal dan lain-lain dibuat secara steril. Kandungan bahan berkasiat disesuaikan
dengan indikasi, diberikan dengan kadar tertentu. Selama pemakaian sediaan untuk
mata, harus tetap dijaga sterilitasnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Goeswin Agoes, 2009. Sediaan Oftalmik. Dalam : Sediaan Farmasi Steril, Bandung : Institut
Teknoloi Bandung
2. Lukman D. Tedjomuljono. 2008. Obat lokal. Dalam: Materi Pengetahuan Kulit dan
Mata. Bandung : Fakultas Kedokteran. Universitas Kristen Maranatha.
3. Mochtar Hamzah, 2010, Dermato-Terapi Dalam : Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin , Edisi ke 5 , Jakarta :Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
4. Rudy Darwin, 2000. Dasar-Dasar Pengobatan Penyakit Kulit.Dalam : Marwali Harahap. Ilmu
Penyakit Kulit, Cetakan I, Jakarta : Hipockrates
5. Sidarta Ilyas, Sri Rahayu Yulianti, 2014, Obat-obat Dalam Ilmu Penyakit Mata, Dalam : Ilmu
Penyakit Mata, Edisi 5 , Jakarta : Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
6. Sidarta Ilyas, 2004. Ilmu Perawatan Mata, Jakarta : CV Sagung Seto
7. Wyatt, EL., Sutter, SH. Drake, L A, 2001, Dermatological Pharmacology, In : Goodman and
Gillman’s ,The Pharmacological Basis Of Therapeutics, 10 th Edition, New York : McGraw –Hill
8. Dirk B. Robertson, MD & Howard I. Maibach, MD, 2012, Dermatological Pharmacology, In :
Bertram G. Katzung, Susan B. Masters, Anthony J. Trevor, Basic & clinical Pharmacology 12 th
Edition. McGraw – Hill Companies, Inc

64
KELAINAN KELENJAR SEBASEA DAN EKRIN
Peter Nugraha Soekmadji

Penyakit Tingkat Kemampuan


Akne vulgaris ringan 4A
Akne vulgaris sedang – berat 3A
Hidradenitis supuratif 4A
Dermatitis perioral 4A
Miliaria 4A

AKNE VULGARIS
DEFINISI
Akne vulgaris (AV) adalah penyakit inflamasi kronis pada unit pilosebasea yang
ditandai lesi polimorfik berupa komedo, papul, pustul, dan nodul pada daerah
predileksi, yaitu wajah, dada dan punggung bagian atas. Sekuele AV berupa makula
dispigmentasi dan sikatriks.

EPIDEMIOLOGI
Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang sering terjadi (dapat ditemukan pada
80%-100% populasi), namun kasus AV paling sering ditemukan pada usia remaja.
Akne dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya genetik, pola makan, kosmetik, obat-
obatan, stres, tekanan fisik, dan kebiasaan merokok. Di Indonesia, AV merupakan
kasus ke-3 terbanyak yang datang untuk berobat di rumah sakit.

PATOGENESIS
Empat faktor penting yang berperan dan saling berinteraksi dalam patogenesis AV
(Gambar 1), adalah:
 Hiperproliferasi duktus pilosebasea
Pada AV, terjadi hiperproliferasi keratinosit dan peningkatan kohesi antar sel
keratinosit pada bagian infundibulum unit pilosebasea. Kondisi tersebut
menyebabkan obstruksi pada ostium folikel. Keratin, sebum, dan bakteri akan
terakumulasi pada folikel, menyebabkan terbentuknya mikrokomedo, disertai
dilatasi muara folikel. Proses ini diduga dipengaruhi oleh hormon androgen, asam
linoleat, dan interleukin (IL)-1α.
 Peningkatan produksi sebum
Terdapat korelasi antara sekresi sebum dan derajat keparahan AV. Kelenjar sebasea
merupakan lokasi utama pembentukan hormon androgen pada kulit. Hormon
tersebut akan meningkatkan proliferasi, diferensiasi, dan aktivitas sebosit, yang
menyebabkan terbentuknya mikrokomedo. Hormon lain yang mungkin berperan
65
adalah corticotropin-releasing hormone. Komposisi sebum dapat berperan pula
pada patogenesis AV, yaitu dengan meningkatkan kolonisasi Propionibacterium
acnes.
 Kolonisasi Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes adalah bakteri anaerob Gram-positif yang banyak
ditemukan pada kelenjar sebasea. Pada saat pubertas, terjadi peningkatan kolonisasi
P. acnes. Trigliserida, yang merupakan salah satu komponen utama sebum, dapat
dimetabolisme menjadi asam lemak bebas oleh P. acnes. Selanjutnya, asam lemak
bebas akan meningkatkan kolonisasi P. acnes dan dapat menginduksi inflamasi.
 Inflamasi
Propionibacterium acnes dapat menginduksi respons imun penderita AV, yaitu
dengan menstimulasi timbulnya respons imun T helper 1 (Th1) dan Th17,
hipersensitivitas tipe lambat, dan respons imun bawaan melalui aktivasi Toll-like
receptor-2.

Gambar 1. Patogenesis Akne.

MANIFESTASI KLINIS
Terdapat berbagai sistem klasifikasi berdasarkan tipe lesi, etiologi, dan inflamasi.
Namun, klasifikasi menurut Plewig dan Kligman adalah klasifikasi yang umum
digunakan di Indonesia (Tabel 1). Akne vulgaris adalah tipe akne yang terjadi terutama
pada masa remaja akibat berbagai faktor pencetus. Akne venenata timbul akibat
kontaktan eksternal kimiawi. Akne fisik terjadi akibat agen fisik, misalnya sinar
matahari dan sinar X.

66
Tipe Varian
Akne sejati Akne vulgaris Akne tropikalis
Akne mekanika
Akne venenata Akne kosmetika
Akne pomade
Akne deterjen
Akne fisik Komedo solaris
Erupsi akneiformis
Tabel 1. Klasifikasi akne menurut Plewig dan Kligman (1976).

Akne vulgaris timbul terutama pada masa remaja. Daerah predileksi adalah wajah,
leher, bahu, dada, punggung, dan lengan atas. Pada umumnya pasien akan mengalami
lesi polimorfik, yang terdiri dari komedo, papul, pustul, nodul, dan kista (Gambar 2).
Komedo merupakan lesi khas pada akne sejati, walaupun terdapat penyakit lain dengan
manifestasi yang mirip, tetapi ukuran dan komposisi sebumnya berbeda (misalnya:
steatosistoma). Kadang pasien merasa gatal dan nyeri, tetapi sebagian besar hanya
merasa terganggu secara estetik. Setelah lesi sembuh, dapat pula ditemukan makula
dispigmentasi dan sikatriks.

Gambar 2. Manifestasi klinis akne vulgaris.

Terdapat berbagai metode penilaian derajat keparahan (gradasi) yang belum disepakati
secara universal. Sistem gradasi akne menurut Lehmann banyak digunakan di
Indonesia (Tabel 2).

Komedo Pustul Kista Total Lesi


Ringan < 20 < 15 0 < 30
Sedang 20 – 100 15 – 50 <5 30 – 125
Berat > 100 > 50 >5 > 125
Tabel 2. Derajat keparahan akne menurut Lehmann (2002).
67
DIAGNOSIS
Diagnosis AV dapat ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang hanya
diperlukan untuk penelitian, menyelidiki faktor pencetus (misalnya pemeriksaan
hormonal), atau menyingkirkan diagnosis banding. Pada pemeriksaan mikroskopis,
dapat ditemukan P. acnes. Kadang ditemukan mikroba lain pada kasus yang sulit
sembuh, misalnya Pityrosporum sp., Micrococcus sp., atau Demodex folliculorum.

DIAGNOSIS BANDING
Akne vulgaris pada remaja dan dewasa harus dibedakan dari varian akne sejati lainnya,
erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. Selain itu, perlu dipikirkan
kemungkinan folikulitis yang disebabkan mikroba lain (folikulitis/furunkel pada
pioderma, folikulitis Gram-negatif, folikulitis Malassezia), pseudofolikulitis, dan
keratosis pilaris.
Akne venenata ditandai erupsi setempat pada lokasi kontak, dengan perjalanan
penyakit subakut hingga kronis. Lesi berupa komedo dan papul monomorfik yang
umumnya tidak gatal.
Erupsi akneiformis timbul secara akut atau subakut, lesi terutama papul eritema dan
pustula, terutama pada dada, punggung, dan lengan atas, serta umumnya tidak disertai
gatal. Etiologi dapat berupa obat sistemik atau topikal, misalnya kortikosteroid,
isoniazid, fenitoin, litium, yodium dan brom (umumnya terdapat pada obat flu/asma),
vitamin B, dan hidrokarbon (misalnya pada minyak pelumas dan pestisida). Rosasea
timbul pada usia yang lebih tua, disertai flushing dan teleangiektasi, tanpa
ditemukannya komedo. Pada dermatitis perioral dapat ditemukan riwayat penggunaan
kortikosteroid topikal jangka panjang, disertai papul eritema dan pustula di sekitar
orifisium wajah. Pada kondisi khusus dengan lesi monomorfik berupa komedo, harus
dipikirkan kemungkinan komedo solaris, milia, siringoma, atau steatosistoma.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan meliputi usaha preventif dan kuratif. Pencegahan yang dapat
dilakukan adalah dengan diet indeks glikemik rendah, serta menghindari faktor yang
diduga dapat mencetuskan AV, yaitu makanan pedas, minuman beralkohol, rokok, dan
stres.
Prinsip farmakoterapi AV adalah lesi noninflamasi (komedo, papul) dapat diterapi
dengan zat keratolitik atau retinoid, sedangkan lesi inflamasi (papul eritema, pustul,
nodul, dan kista) dapat diberikan antiseptik atau antibiotik (Tabel 3). Antibiotik yang
lazim digunakan adalah golongan tetrasiklin dan makrolid. Evaluasi dilakukan setiap 6
– 8 minggu. Terapi ajuvan dilakukan untuk mempercepat respons terapi, yaitu dengan
ekstraksi komedo, injeksi kortikosteroid intralesi, chemical peeling, terapi laser atau

68
cahaya, serta kortikosteroid oral jangka pendek. Setelah kondisi pasien terkendali,
maka dilakukan terapi rumatan dengan retinoid topikal konsentrasi rendah.

Terapi Ringan Sedang Berat


Lini ke-1 Topikal R, BPO, R+BPO R+BPO/Ab Ab
Oral - Dox 50-100 Ab dosis tinggi
mg/hari
Lini ke-2 Topikal AA AA, AS AA, AS
Oral - Ab lain Hormon oral (♀),
R (♂)
Lini ke-3 Topikal R+Ab - -
Oral - - R (♀)
Kombinasi - Hormon oral (♀), -
spironolakton (♀),
R
Kehamilan/ Topikal BPO BPO BPO
Laktasi Oral - Eri 500-1000 Eri 500-1000
mg/hari mg/hari
Keterangan: R (retinoid), BPO (benzoil peroksida), AA (asam azeleat), Ab (antibiotik), Dox
(doksisiklin), AS (asam salisilat), Eri (eritromisin)
Tabel 3. Farmakoterapi akne vulgaris.

PROGNOSIS
Prognosis umumnya adalah baik, tetapi dapat terjadi rekurensi karena pencetus AV
bersifat multifaktor.

DAFTAR PUSTAKA
1. Goh C, Cheng C, Agak G, dkk. Acne vulgaris. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, dkk.,
penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. United States: McGraw-Hill; 2019.
2. Zaenglein AL, Thiboutot DM. Acne vulgaris. Dalam: Bolognia JL, Schaffer JV, Cerroni L,
penyunting. Dermatology. Edisi ke-4. United Kingdom: Mosby Elsevier; 2018.
3. Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. Edisi ke-4. United States:
Elsevier; 2016.
4. Wasitaatmadja SM, Arimuko A, Norawati L, Bernadette I, Legiawati L. Pedoman tata laksana akne
di Indonesia. Jakarta: KSDKI IAEM; 2015.
5. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer. Edisi ke-1. Indonesia; 2017

69
HIDRADENITIS SUPURATIF
DEFINISI
Hidradenitis supuratif (HS) adalah penyakit inflamasi kronis dan rekuren pada unit
pilosebasea dan kelenjar apokrin yang ditandai lesi berupa nodul eritema yang terasa
nyeri, sinus, dan sikatriks hipertrofi pada daerah predileksi, yaitu daerah intertriginosa
dan anogenital. Penyakit ini dikenal pula sebagai akne inversa.

EPIDEMIOLOGI
Awitan penyakit adalah masa pubertas. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada
wanita, dengan perbandingan 3:1. Sekitar sepertiga populasi pasien memiliki kerabat
yang menderita HS, yang menunjukkan adanya peran faktor genetik pada penyakit ini.
Faktor risiko lainnya adalah merokok, obesitas, hiperhidrosis, dan kebiasaan bercukur.

PATOGENESIS
Patogenesis HS masih belum diketahui dengan pasti, dan diduga merupakan kombinasi
dari berbagai faktor. Dahulu, HS dianggap sebagai kelainan kelenjar apokrin, tetapi
berbagai penelitian menunjukkan bahwa kelainan awal dari penyakit in adalah atrofi
dan oklusi folikel rambut. Faktor lain yang berperan adalah respons imun abnormal
terhadap flora komensal kulit dan mikrotrauma pada folikel rambut. Kemudian,
akumulasi debris keratin menyebabkan dilatasi dan ruptur folikel. Hal ini merangsang
timbulnya reaksi inflamasi yang intensif. Pada HS, dapat ditemukan peningkatan
jumlah Th17, Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, IL1β, IL-12, dan IL-23.
Kasus familial HS telah dilaporkan , yang menegaskan peran faktor genetik
pada penyakit ini. Selain itu, obesitas dan kebiasaan merokok berhubungan dengan HS.
Terdapat asosiasi antara HS dengan beberapa penyakit autoinflamasi atau autoimun
lain, misalnya inflammatory bowel disease. Selain itu, penderita HS mengalami
peningkatan risiko untuk menderita sindrom metabolik.

MANIFESTASI KLINIS
Perjalanan penyakit HS bersifat kronik rekuren. Penyakit dapat timbul pada usia
pubertas hingga dewasa muda. Daerah predileksi berdasarkan frekuensi adalah ketiak,
lipat paha, perineum, perianal, payudara, bokong, dan pubis. Gejala diawali adanya
nyeri tekan atau pruritus, lalu muncul papul atau nodul yang semakin membesar dan
nyeri. Lesi tersebut dapat mengalami resolusi spontan, atau menjadi abses yang
mengalami ruptur dan mengeluarkan cairan purulen (Gambar 3). Umumnya, involusi
terjadi setelah 7 – 10 hari, namun pada sebagian pasien dapat menjadi luka kronis
dengan pembentukan jaringan granulasi. Pada penyakit yang telah berlangsung lama,
dapat terbentuk sinus, fistula, sikatriks, atau kontraktur. Karsinoma sel skuamosa dapat
timbul pada penderita penyakit ini, terutama pada lesi di daerah anogenital yang telah

70
berlangsung lama. Diagnosis HS dapat ditegakkan menggunakan kriteria diagnostik
(Tabel 4).

Gambar 3. Manifestasi klinis hidradenitis supuratif. A. Papula eritema dan pustula.


B. Nodul dan sinus. C. Sinus superfisial (double-ended pseudocomedones).

Kriteria Diagnostik
Lesi Nodul dan abses yang terasa nyeri, sinus, double-open
comedone, bridged scars
Distribusi Ketiak, lipat paha, bokong, perineum, dan inframamae
Perjalanan penyakit Kronik rekuren
Tabel 4. Kriteria diagnostik hidradenitis supuratif

Derajat keparahan HS ditentukan menggunakan sistem klasifikasi Hurley (Tabel 5).


Terdapat sistem klasifikasi lainnya, tetapi bersifat kurang praktis selain untuk
penelitian.

Tahap Karakteristik
I Abses rekuren, tanpa sinus atau sikatriks
II Abses rekuren, disertai sinus atau sikatriks yang dipisahkan kulit normal
III Abses rekuren, sikatriks difus, sinus yang saling berhubungan, kulit
normal antara lesi minimal/tidak ada
Tabel 5. Klasifikasi Hurley

DIAGNOSIS
Diagnosis HS dapat ditegakkan secara klinis. Pada kondisi akut, dapat ditemukan
leukositosis, peningkatan laju endap darah, atau anemia defisiensi zat besi. Kultur dan
uji resistensi bakteri dilakukan bila terdapat sekret purulen.

71
DIAGNOSIS BANDING
Pada fase awal, HS menyerupai furunkel atau karbunkel yang disebabkan stafilokokus,
tetapi furunkel atau karbunkel umumnya tidak menyebabkan pembentukan sinus.
Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah kista epidermoid, skrofuloderma, misetoma,
granuloma inguinale, limfogranuloma venereum, atau penyakit Crohn.

PENATALAKSANAAN
Kombinasi antibiotik sistemik, misalnya rifampisin 600 mg/hari disertai kindamisin 2
x 300 mg/hari. Monoterapi dengan doksisiklin 2 x 100 mg/hari, tetrasiklin 4 x 250 –
500 mg/hari, atau dapson 50 – 150 mg/hari. Selain itu, dapat diberikan kortikosteroid
intralesi atau sistemik. Insisi dapat dilakukan bila terdapat abses.

PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, tetapi tingkat keparahan penyakit ini bervariasi antar pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Okoye GA. Hidradenitis suppurativa. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, dkk., penyunting.
Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. United States: McGraw-Hill; 2019.
2. Hsiao JL, Leslie KS, McMichael AJ, dkk.. Folliculitis and other follicular disorders. Dalam:
Bolognia JL, Schaffer JV, Cerroni L, penyunting. Dermatology. Edisi ke-4. United Kingdom:
Mosby Elsevier; 2018.
3. Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. Edisi ke-4. United States:
Elsevier; 2016.
4. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer. Edisi ke-1. Indonesia; 2017

72
DERMATITIS PERIORAL
DEFINISI
Dermatitis perioral adalah erupsi papulopustular simetris pada daerah sekitar mulut.
Bila lokasi lesi terjadi pada sekitar mata atau hidung, maka disebut dermatitis
periorifisial.

EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda, terutama wanita.

PATOGENESIS
Patogenesis dermatitis perioral masih belum diketahui. Beberapa ahli menduga bahwa
penyakit ini merupakan suatu varian dari rosasea. Dermatitis perioral menunjukkan
respons terhadap terapi antiparasit, sehingga diduga berhubungan dengan infestasi
Demodex. Faktor pencetus penyakit ini adalah kortikosteroid topikal atau inhalan,
kosmetik, dan fluor pada pasta gigi.

MANIFESTASI KLINIS
Lesi utama berupa papula eritema atau pustula milier, monomorfik, berbatas tegas,
yang timbul di sekitar mulut, tetapi tidak mengenai batas bibir. Lesi dapat menyebar ke
sekitar mata atau hidung (Gambar 4). Kadang dapat ditemukan makula eritema atau
skuama halus. Penyakit ini umumnya asimtomatik, tetapi dapat disertai gatal atau
perasaan terbakar.
Dermatitis periorifisial granulomatosa merupakan varian yang lebih parah dari
penyakit ini. Lesi kulit bergabung membentuk plak berbatas tegas, dan lebih sering
meliputi orifisium selain mulut.

Gambar 4. Manifestasi klinis dermatitis perioral. A, B. Makula eritema, papula eritema, dan
pustula. C. Dermatitis periorifisial granulomatosa dengan lesi yang konfluens.

73
DIAGNOSIS
Diagnosis HS dapat ditegakkan secara klinis, walau kadang dibutuhkan pemeriksaan
histopatologis untuk kasus atipikal.

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak, dermatitis seboroik, akne
vulgaris, rosasea, lupus eritematosus, atau moluskum kontagiosum.

PENATALAKSANAAN
Prinsip utama adalah menghindari faktor pencetus, misalnya kortikosteroid atau
kosmetik. Selain itu, pemberian terapi topikal dapat dipertimbangkan, misalnya krim
klindamisin 1%, krim eritromisin 2 – 3%, krim asam azeleat 20%, atau gel adapalen
0,1% selama 4 minggu.
Pada kasus resisten, dapat dipikirkan pemberian terapi sistemik, misalnya tetrasiklin 2
x 250 – 500 mg/hari selama 3 minggu, doksisiklin 100 mg/hari selama 3 minggu,
minosiklin 100 mg/hari selama 4 minggu, eritromisin 2 x 250 mg/hari selama 4 – 6
minggu, atau azitromisin 500 mg/hari, 3 hari berturut-turut selama 4 minggu.

PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik bila pasien dapat menghindari faktor pencetus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM. Acne variants and acneiform eruptions. Dalam: Kang S,
Amagai M, Bruckner AL, dkk., penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. United States:
McGraw-Hill; 2019.
2. Powell FC dan Raghallaigh SN. Rosacea and related disorders. Dalam: Bolognia JL, Schaffer JV,
Cerroni L, penyunting. Dermatology. Edisi ke-4. United Kingdom: Mosby Elsevier; 2018.
3. Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. Edisi ke-4. United States:
Elsevier; 2016.
4. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer. Edisi ke-1. Indonesia; 2017

74
MILIARIA
DEFINISI
Miliaria adalah erupsi kulit akibat retensi kelenjar keringat pada berbagai tingkat
kedalaman kelenjar ekrin. Penyakit ini dikenal pula sebagai biang keringat, keringat
buntet, atau prickly heat.

EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini sering terjadi pada neonatus atau dewasa yang tinggal pada daerah panas
atau lembap. Selain itu, hiperhidrosis dan pakaian yang terlalu ketat atau oklusif dapat
mencetuskan penyakit ini.

PATOGENESIS
Miliaria terjadi akibat obstruksi kelenjar ekrin. Obstruksi pada stratum korneum
menyebabkan miliaria kristalina, obstruksi pada stratum spinosum menyebabkan
miliaria rubra atau miliaria pustulosa, sedangkan obstruksi pada dermo-epidermal
junction menyebabkan miliaria profunda.

MANIFESTASI KLINIS
Miliaria terbagi menjadi beberapa tipe, dengan manifestasi klinis yang berbeda
tergantung tingkat kedalaman obstruksi kelenjar ekrin (Tabel 6 dan Gambar 5).

Tipe Obstruksi Manifestasi Lokasi Populasi


Klinis Predileksi
Kristalina Stratum Vesikel milier, Wajah dan Neonatus atau anak
korneum asimtomatik badan dan dewasa pada
lingkungan panas
Rubra Stratum Papula eritema, Leher dan Neonatus atau anak
spinosum pruritus. Dapat badan bagian dan dewasa pada
pula timbul atas lingkungan panas
pustula (miliaria
pustulosa)
Profunda Dermo- Papula putih, Badan dan Dewasa pada
epidermal milier hingga ekstremitas lingkungan panas,
junction lentikuler, bagian terutama bila pernah
asimtomatik proksimal mengalami miliaria
rubra rekuren
Tabel 6. Tipe miliaria

75
Gambar 5. Tipe miliaria. A. Miliaria kristalina. B. Miliaria rubra. C. Miliaria profunda.

DIAGNOSIS
Diagnosis miliaria dapat ditegakkan secara klinis. Tidak terdapat pemeriksaan khusus untuk
penyakit ini.

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini harus dibedakan dengan varisela, campak, erupsi obat morbiliformis, eritema
toksikum neonatorum, atau folikulitis.

PENATALAKSANAAN
Penyakit ini dapat mengalami resolusi spontan bila penderita melakukan relokasi ke lingkungan
yang dingin. Pasien disarankan untuk mandi setiap kali berkeringat serta menggunakan pakaian
yang tipis dan menyerap keringat.
Terapi topikal yaitu losio Faberi, losio yang mengandung kalamin atau mentol. Selain itu, dapat
diberikan kortikosteroid topikal pada miliaria rubra dengan inflamasi berat. Pada miliaria
profunda, diberikan lanolin atau isotretinoin bila lesi luas. Terapi sistemik bersifat suportif,
misalnya dengan pemberian antihistamin sebagai antipruritus.

PROGNOSIS
Prognosis baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kurta AO dan Glaser DA. Hyperhidrosis and anhidrosis. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, dkk.,
penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. United States: McGraw-Hill; 2019.
2. Miller JL. Diseases of the eccrine and apocrine sweat glands. Dalam: Bolognia JL, Schaffer JV, Cerroni L,
penyunting. Dermatology. Edisi ke-4. United Kingdom: Mosby Elsevier; 2018.
3. Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. Edisi ke-4. United States: Elsevier; 2016.
4. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
primer. Edisi ke-1. Indonesia; 2017

76
OCCUPATIONAL SKIN DISEASES
(DERMATOSIS AKIBAT KERJA)
July Ivone

PENDAHULUAN
Kulit yang terpajan bahan berbahaya di lingkungan kerja dapat menyebabkan
berbagai penyakit dan kelainan akibat kerja, salah satunya adalah Occupational skin
diseases (OSD) atau dermatosis akibat kerja. OSD adalah semua kelainan kulit yang
timbul pada waktu bekerja atau disebabkan oleh pekerjaan. Persentasi OSD dari
seluruh penyakit akibat kerja adalah sekitar 40 – 70% (kedua tersering).

OCCUPATIONAL SKIN DISEASES (OSD)


OSD bervariasi baik dalam morfologi dan tingkat keparahan. Efek dari pajanan
dapat menimbulkan eritema atau perubahan warna kulit, dapat juga menyebabkan
keganasan kulit. Meskipun berbagai zat yang diketahui menyebabkan efek kulit, dalam
praktek sulit untuk mengidentifikasi sebuah lesi spesifik dengan pajanan bahan
tertentu. Namun, kelompok kimia tertentu memiliki pola reaksi yang khas. Sifat dari
lesi dan lokasi dapat memberikan petunjuk untuk mengidentifikasi penyebab.
Sejumlah bahan kimia dengan atau tanpa efek toksik langsung pada kulit juga dapat
menyebabkan keracunan sistemik melalui penyerapan di kulit.
OSD biasanya terjadi pada bagian tubuh yang berhubungan atau kontak dengan
bahan di tempat kerja. OSD paling sering terjadi di tangan dan lengan. Tanda-tanda
awal OSD adalah kulit kering, kemerahan dan gatal. Jika parah, kulit bisa menjadi
bengkak dan ber-vesikel. Kulit akhirnya akan menjadi retak, bersisik, dan mengalami
penebalan. Kulit yang ‘sakit’ ini akan membaik ketika tenaga kerja jauh dari pajanan
di tempat kerja, seperti selama akhir pekan dan hari libur. Sesama pekerja yang
melakukan pekerjaan yang sama mungkin juga memiliki masalah kulit yang serupa.

Jenis-jenis OSD:
1. Dermatitis kontak iritan
2. Dermatitis kontak alergi
3. Infeksi kulit
4. Kanker kulit
5. Kulit cedera
6. Lain-lain
Dermatitis kontak adalah jenis OSD yang paling sering dijumpai (60%).

Penyebab OSD:
OSD dapat disebabkan oleh kimiawi, fisik atau mekanik, biologi, dan psikis.
77
1. Kimia merupakan bahan penyebab utama dari OSD. Bahan kimia dibagi
menjadi dua jenis: iritasi primer dan sensitizer.
a. Iritasi primer atau iritasi langsung adalah reaksi yang langsung terjadi pada
kulit yang terpajan reaksi kimia.
b. Sensitizer adalah reaksi yang tidak langsung dapat menyebabkan reaksi
kulit, tetapi pajanan berulang dapat mengakibatkan reaksi alergi.
Kulit seorang tenaga kerja mungkin terkena bahan kimia berbahaya melalui:
kontak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, deposisi aerosol,
perendaman, atau melalui cipratan.
2. Agen fisik seperti suhu ekstrim (panas atau dingin) dan radiasi (UV/radiasi
matahari).
3. Trauma mekanis termasuk gesekan, tekanan, lecet, luka dan memar
4. Agen biologi termasuk parasit, mikroorganisme, tanaman dan bahan hewani
lainnya.

Sektor pekerjaan atau industri yang berisiko:


1. Food service (Food handler / koki)
2. Penata rambut / beautician
3. Tenaga kesehatan (teknisi gigi / perawat / dokter hewan)
4. Pertanian (tukang bunga / tukang kebun)
5. Cleaning / laundry
6. Pelukis
7. Mekanik
8. Percetakan
9. Konstruksi

ANATOMI DAN FUNGSI KULIT


Kulit adalah organ tubuh terbesar, kira-kira lebih dari 10% dari massa tubuh. Fungsi
kulit adalah sebagai berikut:
1. Proteksi
2. Penyimpanan air
3. Shock absorption
4. Taktil sensasi
5. Sintesis vitamin D
6. Pengontrol suhu
7. Pelumasan dan waterproofing

FAKTOR RISIKO DAN EFEKNYA PADA KULIT


1. Faktor mekanik: trauma, gesekan, tekanan, debu

78
2. Faktor fisik: radiasi, kelembaban, panas, dingin
3. Faktor kimia: asam, basa, deterjen, pelarut, logam, resin, pewarnaan, tar, karet,
dll
4. Faktor biologis: bakteri, virus, dermatofit, parasit, tanaman, serangga
5. Risiko ko-faktor: dermatitis (atopik, seboroik, numular), psoriasis, xeroderma,
jerawat
6. Kelompok efek: pemotongan, tusukan, lecet, lichenifikasi, kapalan, dehidrasi,
peradangan, nekrosis, alergi, fotodermatitis
7. Efek khusus: photodermatitis, radiodermatitis, kanker, maserasi, iritasi, ruam
panas, luka bakar, eritema, frostbite, xeroderma, urtikaria, fenomena Raynaud,
dermatomycosis, urtikaria

DERMATITIS KONTAK
Dermatitis kontak atau eksim, didefinisikan sebagai peradangan kulit akibat
paparan bahan berbahaya. Ini adalah bentuk paling umum dari OSD. Data
epidemiologis menunjukkan bahwa dermatitis kontak sekitar 90-95% merupakan dari
semua kasus OSD di Amerika Serikat. Gejala umum dermatitis meliputi gatal, nyeri,
kemerahan, oedem, pembentukan vesikel kecil atau bercak, kulit kering, pengelupasan
kulit, bersisik yang dapat menyebabkan kulit retak
Jenis dermatitis kontak yang dapat terjadi adalah dermatitis kontak iritan atau
alergi atau keduanya. Kemungkinan juga adanya berhubungan dengan dermatitis
endogen, seperti dermatitis atopik.
Secara umum, morfologi dermatitis kontak tidak dapat dibedakan dengan
dermatitis endogen. Lichenifikasi merupakan fenomena atopik, sedangkan
pembengkakan (kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki) lebih mungkin terjadi
pada dermatitis kontak. Dermatitis interdigital dapat terjadi pada pekerjaan basah.
Diagnosis dermatitis kontak akibat kerja, biasanya dibuat berdasarkan anamesis
dan distribusi dermatitis, selain itu juga dapat dilakukan tes alergi yang sesuai.
Distribusi tergantung pada faktor-faktor berikut:
a. Lokasi tubuh yang terkena pajanan bahan kimia / bahan lainnya
b. Jenis mekanisme yang terjadi, iritasi atau alergi
c. Penyakit kulit yang sudah ada
d. Kerentanan kulit terhadap alergi / iritasi

79
Perbedaan dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi:
Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergi
Mekanisme Direct cytotoxic effect Delayed-type cellular
immunity (hipersensitif tipe IV)
Subjek Setiap orang Individu tertentu
terkena
Onset Progresif, setelah Cepat, dalam waktu 12-48 jam pada
pengulangan atau kontak individu yang sensitif
yang lama
Tanda Subacut –kronis (eritema, Acut – subacut (eritema, oedem, bulla
deskuamasi dan fisura) dan vesikel)
Gejala Nyeri dan perasaan terbakar Pruritus
Konsentrasi Tinggi Rendah
kontak
Penentuan Anamnesis dan pemeriksaan Anamnesis dan pemeriksaan (Patch
diagnosis tests)

Oleh karena gejala dan kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi dan
dermatitis kontak iritan sangat mirip, sangat sulit untuk membedakan keduanya tanpa
uji klinis (Patch test). Tingkat keparahan dermatitis kontak sangat bervariasi dan
tergantung dari banyak faktor, antara lain:
1. Karakteristik dari bahan berbahaya
2. Konsentrasi dari bahan berbahaya
3. Jangka waktu dan frekuensi pajanan terhadap bahan berbahaya
4. Faktor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban)
5. Kondisi kulit (kulit yang rusak vs sehat, kering vs basah)

DERMATITIS KONTAK IRITAN


Merupakan reaksi non-imunologis yang bermanifestasi berupa peradangan
pada kulit. Penyebabnya adalah kerusakan langsung akibat pajanan pada kulit oleh
bahan berbahaya. Reaksi biasanya terlokalisasi pada daerah yang terkena kontak.
Dermatitis kontak iritan akibat kerja mewakili sekitar 80% dari semua kasus dermatitis
kontak akibat kerja.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada siapa pun yang
terpajan bahan tersebut, dengan konsentrasi yang cukup tinggi, waktu yang cukup, atau

80
dengan frekuensi yang cukup. Dermatitis iritan tergantung dari konsentrasi bahan.
Faktor-faktor yang meningkatkan iritasi mencakup suhu panas dan adanya kerusakan
pada kulit sebelumnya yang disebabkan baik oleh penyakit atau trauma.
Pajanan dapat dikurangi dengan pemakaian sarung tangan, pakaian atau barrier
creams. Gangguan barrier fungsi kulit dapat terjadi oleh karena peningkatan hidrasi
pada stratum korneum (suhu tinggi dan kelembaban, lama atau sering-nya berendam
dalam air) dan penurunan hidrasi (suhu rendah dan kelembaban). Bahan iritan
tergantung pada kemampuannya untuk menghilangkan surface lipid layer (lipid
interseluler dari stratum korneum) dan atau kemampuan untuk menyebabkan
kerusakan sel.

Penyebab dermatitis kontak iritan antara lain: pencucian (35%), pelarut (10%), plastik
dan perekat (6%), bahan makanan (6%), pekerjaan yang kotor dan basah (5%), oli
(5%). Jenis bahan iritan yang sering dijumpai di lingkungan kerja:
a. Asam dan basa
b. Sabun dan deterjen
c. Pelarut (kerosen, gasolin, benzen, toluen, xylen, turpentine, keton, ester, alkohol,
glycol)
d. Plastik
e. Logam (arsen, krom)

DERMATITIS KONTAK ALERGI


Peradangan pada kulit yang disebabkan oleh reaksi kekebalan dipicu oleh
kontak kulit dengan alergen. Dermatitis kontak alergi melibatkan reaksi hipersensitif
tipe IV. Sekali terpajan, setiap pajanan berikutnya, meskipun dalam jumlah yang sangat
kecil, akan menyebakan dermatitis alergi dalam beberapa hari. Reaksi tidak terbatas ke
daerah yang terkena kontak, tetapi dapat mengakibatkan respon sistemik.
Reaksi alergi tidak tergantung konsentrasi bahan. Interval waktu antara kontak
pertama dengan bahan kimia dan kepekaan tergantung pada bahan kimia, kondisi
eksposur, dan konstitusi faktor.

Penyebab tersering dermatitis kontak alergi adalah:


a. Logam (nikel, krom, kobalt, air raksa)
b. Rubber additives (mercaptobenzothiazole, thiurams, carbamates, thioureas)
c. Pewarna (paraphenylene diamine, photographic colour developers, pewarna
tekstil)
d. Tanaman (urushiol – toxicodendron, tulipalin)
e. Plastik (epoxy monomer, acrylic monomer, phenolic resins, amine catalysts)
f. Formaldehida, thimerosal

81
Bahan-bahan yang dapat menyebabkan iritasi kulit dan merupakan sensitizer, serta
jenis pekerjaan di mana kontak dapat terjadi
Jenis Bahan iritan Bahan sensitizer
pekerjaan
Pekerja Terpentin,, Krom, resin epoxy dan fenolik, colophony,
konstruksi thinner, fibreglass, lem terpentin, kayu
Teknisi gigi Deterjen, desinfektan Karet, epoxy dan monomer akrilik, katalis
amina, anestesi lokal, air raksa, emas, nikel,
eugenol, formaldehida, glutaraldehida
Petani, Pupuk, desinfektan, sabun Tanaman, kayu, fungisida, insektisida
tukang bunga, dan deterjen
tukang kebun
Pengolahan Sabun dan deterjen, cuka, Sayuran, rempah-rempah, bawang putih,
makanan, buah-buahan, sayuran karet, benzoyl peroxide
koki, tukang
roti
Penata Sampo, pemutih, Paraphenylenediamine aseton dalam
rambut, peroksida, permanent pewarna rambut,
beauticians wave, aseton glycerylmonothioglycolate, amonium
persulfat dalam pemutih, surfaktan dalam
sampo, nikel, parfum, minyak, pengawet
dalam kosmetik
Petugas Desinfektan, alkohol, Karet, formaldehida, glutaraldehida,
kesehatan sabun dan deterjen disinfektan, antibiotik, anestesi lokal,
pheno-thiazines, benzodiazepin
Pekerjaan Sabun dan deterjen, Nikel, kobalt, krom, biosida dalam minyak
logam, teknisi cutting oils, sulingan pemotong, hidrazin dan, epoxy resin dan
dan mekanik minyak bumi, abrasive katalis amina, karet
Percetakan Perlarut, asam asetat, Nikel, kobalt, krom, karet, formaldehida,
dan fotografer tinta, monomer akrilik parafenilena diamina dan pewarna azo,
hydroquinone, epoxy dan monomer akrilik,
katalis amina, B & W dan pewarna
Pekerja tekstil Pelarut, pemutih, alami Resin formaldehida, azo dan pewarna
dan sintetik serat antrakuinon, karet, biocides

82
FOTOALERGI
Dermatitis alergi yang disebabkan oleh paparan beberapa bahan kimia dan dengan
adanya tambahan paparan sinar matahari setelah terpajan dapat menimbulkan efek.
Oleh karena itu, dermatitis kontak fotoalergi, memiliki distribusi di wajah, leher, leher
daerah V, lengan dan dorsum tangan).
Bahan-bahan yang pada umumnya dapat menyebabkan dermatitis kontak fotoalergi
adalah:
a. Tanaman (petani, pedagang bunga)
b. Lumut (kehutanan)
c. Tabir surya (pekerja outdoor)

URTIKARIA KONTAK
Bercak eritema dan terjadi di lokasi kontak dengan bahan kimia,yang timbul
dalam waktu satu jam paparan dan menghilang dalam waktu 24 jam. Reaksi imunologi
yang terjadi adalah hipersensitif tipe 1, yang dimediasi oleh IgE. Proteincontact
urtikaria adalah subtipe spesifik dari urtikaria kontak dengan gejala gatal yang timbul
segera dan pembengkakan. Dermatitis ini didasari oleh adanya kontak dengan zat
protein makanan.
Imunologi urtikaria kontak bisa disertai dengan urtikaria generalisata atau
anafilaksis.
Beberapa penyebab non-imunologi urtikaria kontak: balsam Peru, etil alcohol, ulat,
ubur-ubur. Sedangkan penyebab urtikaria kontak imunologi: seafood, berbagai buah-
buahan, berbagai sayuran, daging / darah, karet lateks.
Frekuensi urtikaria kontak terhadap lateks adalah sekitar 3% pada pekerja di
bagian bedah atau pekerjaan rumah tangga, dimana sarung tangan karet dipakai secara
rutin. Makanan dapat menimbulkan risiko urtikaria kontak sebesar 30%.

INFEKSI OCCUPATIONAL
Human papilloma virus tipe 7 atau kutil sering terjadi pada tukang daging,
penjual ikan dan peternakan unggas. Virus ini tidak didapat dari daging atau ikan. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa kofaktor yang ada di tempat kerja, yang
memungkinkan infeksi virus tersebut menjadi aktif.
Ada beberapa bukti bahwa memakai sarung tangan dapat mengurangi risiko
timbulnya HPV 7. Beberapa infeksi dapat ditularkan dari hewan ke manusia (pada
pekerjaan yang berhubungan dengan hewan), contohnya adalah infeksi virus: milkers'
nodules (domba dan kambing), dermatofit (kuda,sapi, babi, kucing, anjing), infeksi
bakteri seperti erysipeloid (ikan).

83
FOLIKULITIS DAN ACNEFORM DERMATOSIS, TERMASUK
CHLORACNE
Pekerja dengan pekerjaan kotor sering menimbulkan lesi yang menyebabkan
terbukanya folikel. Komedo mungkin merupakan satu-satunya efek yang jelas dari
paparan, tetapi sering terjadi infeksi sekunder dari folikel tersebut. Higiene yang buruk
dan kebiasaan membersihkan diri yang tidak efektif dapat menambah masalah. Lesi
folikular umumnya terjadi pada lengan dan jarang di paha dan bokong, tetapi kelainan
ini dapat terjadi di mana saja kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki.
Follicular dan acneform lesi disebabkan oleh pajanan berlebih dari insoluble
cutting fluids, berbagai produk tar, parafin, dan beberapa hidrokarbon aromatik
terklorinasi. Chloracne adalah bentuk paling serius, tidak hanya karena dapat
menyebabkan kecacatan pada kulit (hiperpigmentasi dan jaringan parut), tetapi bahan
kimia tersebut dapat menyebabkan kerusakan hati, termasuk porphyria cutanea tarda
dan efek sistemik lainnya.
Bahan kimia yang dapat menyebabkan chloracne antara lain adalah
chloronaphthalenes, chlorodi-phenyls, chlorotriphenyls, hexachlorodibenzo-p-dioksin,
tetrachloroazoxybenzene dan tetrachlorodibenzodioxin (TCDD). Komedo dan lesi
kistik chloracne sering muncul pertama pada sisi dahi dan kelopak mata. Jika paparan
terus, lesi dapat terjadi di daerah yang luas dari tubuh, kecuali telapak tangan dan
telapak kaki.

DERMATITIS KARENA AGEN FISIK


1. Gesekan lecet dan kapalan, dapat terjadi sebagai akibat dari trauma mekanis
2. Getaran dapat mengakibatkan fenomena Raynaud
3. Lingkungan lembab panas dapat memperburuk jerawat atau miliaria, sedangkan
kelembaban rendah dapat menyebabkan fisura. Kedua meningkatkan
risiko dermatitis iritan.
4. Lingkungan yang dingin meningkatkan risiko kaligata, Raynaud’s, urtikaria
dingin
dan dermatosis lainnya.
5. Ultraviolet meningkatkan risiko kanker kulit dan fotoaging
6. Karsinoma sel basal juga dapat mengikuti cedera (terutama luka bakar dari
sepotong cair logam) yang gagal untuk penyembuhan.

KEGANASAN KULIT
Keganasan kulit dapat berupa kanker kulit non-melanositik dan melanoma
malignum. Ada tiga jenis histologis kanker kulit non-melanositik (NMSC): karsinoma
sel basal, karsinoma sel skuamosa dan sarkoma jaringan lunak yang melibatkan kulit,
jaringan subkutan, kelenjar keringat, kelenjar sebaceous dan folikel rambut (jarang).

84
Karsinoma sel basal adalah NMSC paling umum pada populasi kulit putih
(80%). Biasanya timbul di daerah muka, tumbuh lambat dan memiliki sedikit
kecenderungan untuk bermetastasis. Kanker sel skuamosa (20-25%) dapat terjadi pada
setiap bagian tubuh, tetapi terutama pada tangan dan kaki dan dapat bermetastasis. Pada
orang kulit hitam, kanker sel skuamosa adalah NMSC paling umum.
Sebagian besar NMSC terjadi pada kepala dan leher, sedangkan melanoma
sering terjadi pada badan dan tungkai. Pada tahun 1992, Badan Internasional untuk
Riset Kanker (IARC 1992) mengevaluasi karsinogenisitas radiasi matahari dan
menyimpulkan bahwa radiasi matahari dapat menyebabkan melanoma ganas kulit dan
NMSC. Terapi radiasi, kemoterapi dengan nitrogen mustard, terapi imunosupresif,
pengobatan kombinasi radiasi UV-A dengan tar dan batubara pada lesi kulit dapat
meningkatkan risiko NMSC.
Pajanan senyawa arsen trivalen dan arsenik telah terbukti berhubungan dengan
kanker kulit pada manusia (IARC 1987). Kelebihan arsenik dapat menimbulkan
keratosis arsenik palmaris atau plantar, karsinoma epidermoid dan karsinoma sel basal
superfisial.
Pekerjaan yang berisiko menimbulkan NMSC meliputi: pekerjaan
menggunakan aluminium, pekerja batubara, pekerja oven kokas, pekerja pengolahan
kaca, teknisi kereta api, pekerja perbaikan jalan, pekerja minyak. Ter batubara, produk
lain turunan batubara, minyak antrasena, cutting oils, minyak pelumas adalah beberapa
bahan dan campuran yang mengandung PAH karsinogenik.
Melanoma maligna lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan NMSC.
Selain dari pajanan radiasi matahari, tidak ada faktor lingkungan lain yang
menunjukkan hubungan konsisten dengan melanoma ganas kulit..

Pencegahan NMSC akibat kerja adalah:


a. Penggunaan pakaian yang sesuai dan tabir surya yang memiliki faktor pelindung
UV-B 15 atau lebih besar akan membantu melindungi para pekerja di luar ruangan
yang terkena radiasi ultraviolet
b. Penggantian bahan karsinogenik oleh bahan non-karsinogenik
c. Pengurangan tingkat paparan bahan karsinogenik dengan menggunakan perisai
pelindung pada peralatan, pakaian pelindung dan tindakan higienis
d. Edukasi kerja mengenai bahaya dan alasan dari upaya perlindungan
e. Skrining secara teratur

KELAINAN KULIT LAIN AKIBAT KERJA


1. Teknisi dan mekanik sering terkena minyak dapat menyebabkan folikulitis atau
jerawat, terutama pada paha atau lengan

85
2. Paparan hidrokarbon diklorinasi (misalnya dioksin, polychlorinated biphenyls)
dapat mengakibatkan chloracne (jarang)
3. Vitiligo dapat terjadi akibar pajanan eter monobenzyl hydroquinone
pada industri karet (jarang)
4. Semen dapat menyebabkan luka bakar (berlutut dalam semen basah, atau adanya
semen ke dalam sepatu kerja.
Gejala mungkin timbul beberapa jam. Awalnya, kulit merah kehitaman dan sangat
sakit, diikuti dengan nekrotik ulcer. Meskipun jarang terjadi, perlu ditekankan
kepada pekerja untuk menghindari berlutut di semen, dan membersihkan segera
apabila pakaian atau sepatu bot terkontaminasi semen
5. Perubahan pada kuku mungkin terjadi sebagai respon terhadap trauma, bahan
kimia iritan, alergen, dan lain-lain, termasuk atropi kuku, leukonikia, koilonikia,
onycholysis, dan paronikia.

PRINSIP-PRINSIP UMUM DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS


1. Anamnesa:
- Perihal pekerjaan: pajanan fisik, kimia, biologi. Pajanan lainnya, termasuk
sabun, deterjen, bahan pembersih rumah tangga
- Perihal hobi/kegemaran: bahan yang digunakan dalam hobi (misalnya, resin, cat,
pelarut) dan obat topikal, terutama yang mengandung agen sensitisasi seperti
neomisin (misalnya, Neosporin)
- Perihal penyakit alergi dalam keluarga
- Pernah menderita kelainan kulit
- Adanya teman sekerja yang menderita kelainan kulit
- Kondisi tempat kerja (misalnya panas, kelembaban) dan cara kerja saat penderita
mengalami kontak kulit dengan bahaya potensial.
2. Pemeriksaan fisik: status generalis dan status dermatologis. Paling sering dermatitis
kontak akibat kerja mengenai tangan. Bila kontakan ada di udara (air borne) yang
terkena muka dan leher.
3. Pemeriksaan pembantu: uji temple, biopsi, KOH, gram, dan lain-lain.

FAKTOR PREDISPOSISI
1. Umur: pekerja muda usia lebih sering terkena karena kurang pengalaman
dibandingkan pekerja yang lebih tua atau memiliki sikap lebih ceroboh
2. Tipe kulit: kulit hitam umumnya lebih tahan terhadap iritasi dibandingkan
keturunan kulit putih
3. Pre-existing disease:

86
a. Riwayat atopi (eksim, asma atau rinitis alergi) lebih sering menimbulkan
dermatitis kontak iritan
b. Psoriasis dan lichen planus dapat diperburuk oleh gesekan atau trauma berulang
(fenomena Koebner)
4. Suhu dan kelembaban:
a. Kondisi panas yang ekstrim akan menyebabkan pekerja sering tidak
mengenakan sarung tangan atau pelindung lain
b. Kelembaban tinggi mengurangi efektivitas epidermal barrier
c. Kelembaban yang rendah dan suhu yang dingin menyebabkan pengeringan
epidermis (kulit retak)
5. Kondisi kerja:
a. Tempat kerja yang kotor lebih sering terkontaminasi bahan kimia beracun atau
menyebabkan alergi
b. Peralatan yang usang dan kurangnya langkah-langkah protektif meningkatkan
risiko dermatitis kerja
c. Gerakan berulang dan gesekan dapat menyebabkan iritasi dan kapalan

PRINSIP-PRINSIP UMUM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


Sebagian besar penyakit kulit akibat kerja dapat dicegah. Hal-hal yang dapat menjadi
pertimbangan adalah:
1. Faktor predisposisi yang berkontribusi terkait penyakit kulit pada pekerjaan
tertentu. Misalnya, kelainan kulit akan menjadi faktor predisposisi pada pekerja
bangunan yang terpajan sinar matahari.
2. Menghindari lingkungan kerja tertentu pada pekerja dengan penyakit kulit yang
sudah ada sebelumnya. Sebagai contoh, seorang penata rambut dengan dermatitis
kronis pada tangan mungkin disarankan untuk mengubah profesi.
3. Tindakan pencegahan pada pekerjaan. Misalnya pekerja dengan occupational acne,
perusahaan disarankan untuk menyediakan pekerja sarung tangan dan apron yang
tahan terhadap minyak.

Tindakan untuk pencegahan:


1. Substitusi
2. Kontrol lingkungan: penggunaan alat untuk penanganan material,ventilasi,
sistem tertutup, otomatisasi
3. Edukasi dan pelatihan pekerja
4. Kebiasaan kerja yang hati-hati
5. Perlindungan personal: kebersihan kulit,perlindungan terhadap bahan
berbahaya, sarung tangan atau alat pelindung diri

87
PRINSIP TERAPI
1. Menghentikan kontak dengan bahan penyebab
2. Terapi tidak boleh berlebihan (obat topical campuran )
3. Melindungi kulit sementara masih sakit ( trauma, bahan kimia, matahari, dll )
4. Mengobati infeksi sekunder
5. Menghindari / meminimalkan cacat

Referensi:
1. Birmingham,DJ. Overview: Occupational Skin Diseases. Chapter 12 - Skin Diseases.
2. Peate, WF. Occupational Skin Disease. University of Arizona College of Medicine. Tucson,
Arizona. Am Fam Physician. 2002 Sep 15;66(6):1025-1033.
3. Occupational Safety and Health Service. Department of Labour. A Guide to Occupational Skin
Disease. New Zealand. 1995.
4. Skin exposures & effects. Centers for Disease Control and Prevention.
http://www.cdc.gov.niosh/topics/skin/. Last up date Agust 26, 2010.

88
PENYAKIT PAPULO-ERITRO-SKUAMOSA
Savitri Restu Wardhani

Pendahuluan
Erupsi papuloskuamosa termasuk kelompok penyakit kulit yang ditandai papel,
eritem dan skuama, serta dapat disertai rasa gatal. Dari kelompok tersebut dermatitis
seboroik, pitiriasis rosea, dan psoriasis merupakan penyakit yang sering dijumpai,
namun beberapa kepustakaan tidak memasukkan dermatitis seboroik kedalam
kelompok ini. Penyakit-penyakit seperti eritroderma, pitiriasis rubra pilaris, liken
planus, liken nitidus, keratosis likenoides kronik termasuk dalam kelompk penyakit ini
namun mempunyai frekwensi lebih jarang.
Pada buku ini dibahas 3 penyakit yang sering ditemukan yaitu dermatitis
seboroik, psoriasis dan pitiriasis rosea, serta walaupun jarang namun karena penting
akan dibahas pula eritroderma.

PSORIASIS
Pendahuluan
Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi dan hiperproliferatif kronik dengan
dasar genetik yang mengenai kulit, kuku, dan sendi. Penyakit ini mempunyai gambaran
klinik yang sangat bervariasi, namun sebagian besar berupa lesi eritematosa berbatas
tegas dengan skuama putih yang khas. Psoriasis ditandai oleh perubahan kompleks
pada pertumbuhan dan diferensiasi epidermis serta kelainan biokimiawi, imunologik
dan vaskuler.

Epidemiologi
Prevalensi psoriasis sangat bervariasi pada berbagai populasi, antara 0,1-11,8%.
Usia awitan psoriasispun bervariasi, Psoriasis dapat mengenai semua umur, mulai bayi
sampai usia lanjut, namun paling sering antara 15-30 tahun. Psoriasis pada anak-anak
rata-rata usia awitan 8,3 tahun dan pada awitan dini (kurang dari 15 tahun) biasanya
penyakit psoriasis menjadi lebih parah.
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat psoriasis
dilaporkan kira-kira 2% dari populasi, Data lain melaporkan insidens psoriasis 0,97%
di Amerika Selatan, 1,3% di Jerman, 1,6% di Inggris, 1,7% di Denmark dan 2,3% di
Swedia. Psoriasis jarang ditemukan pada bangsa kulit hitam di Afrika Barat dan
Amerika Utara. Insidens penyakit ini juga rendah di Jepang dan Eskimo. Psoriasis
hampir tidak ada pada suku Indian di Amerika Utara dan pada penelitian 26000 Indian
Amerika Selatan, tidak satupun kasus psoriasis ditemukan. Alasan variasi tersebut
mulai dari ras sampai keadaan geografi dan lingkungan. Insidens pada pria sama
dengan wanita.
89
.
Etiopatogenesis
Penyebab psoriasis belum diketahui secara pasti. Terdapat multifaktoral yang
berperan dalam timbulnya penyakit ini, terutama faktor genetik dan imunologik, serta
interaksi dengan faktor lingkungan sebagai pencetus.
Gen multiple (heterogen) yang berperan penting adalah hapotipe HLA
(misalnya HLA-Cw6, HLA-B13, HLA-B37).
Timbulnya lesi kulit pada psoriasis dibuktikan berhubungan dengan influks dan
aktivitas sel T (CD4+ dan CD8+) dalam epidermis. Faktor sitokin yang berperan adalah
interferon (IFN)-gama yang menunjukkan polarisasi T helper (Th1) dari sel CD4+ serta
polarisasi T sitotoksik1 (Tc1) dari sel CD-8. Ditemukannya subset baru sel T CD4+
yang distimulasi oleh interleukin (IL)-23 dan ditandai oleh produksi IL-17,
kemungkinan berperan penting dalam mempertahankan keadaan inflamasi kronik pada
psoriasis.
Faktor pencetus terjadinya psoriasis antara lain disebabkan oleh infeksi
(terutama oleh streptokokus), udara dingin, stress dan obat.

Diagnosis klinis
Keadaan umum penderita baik, sebagian penderita mengeluh gatal ringan.
Perjalanan penyakit pada umumnya kronik namun dapat pula akut. Kekambuhan dapat
timbul secara mingguan maupun bulanan, sedangkan pada yang stabil kekambuhan
jarang terjadi. Lesi kulit dapat berukuran dari seujung jarum sampai plakat yang luas.
Biasanya erupsi simetris, walaupun kadang dapat pula unilateral. Kelainan kulit berupa
plak eritem (eritem sirkumskrip dan merata) dengan skuama diatasnya. Skuama
berlapis, kasar berwarna putih seperti mika. Pada stadium penyembuhan, bagian tengah
eritema dapat menghilang (central clearing). Pada Psoriasis terdapat tanda Auspitz,
fenomena tetesan lilin, dan Koebner (isomorfik). Tanda Auspitz adalah gambaran khas
dari psoriasis dengan lesi eritroskuamosa. Ini tampak jelas pada saat skuama yang
hiperkeratosis dilepaskan dari plak psoriasis dengan cara dikikis. Dalam beberapa detik
akan tampak bintik-bintik perdarahan diatas permukaan yang eritematosa. Tanda
Auspitz mempunyai nilai diagnostik karena tidak terdapat pada psoriasis pustulosa dan
inverse serta dapat membantu membedakan psoriasis dari penyakit lain yang
mempunyai morfologi sama. Selain tanda Auspitz, fenomena Koebner juga dapat
terjadi pada 25% pasien. Setelah trauma, pada kulit psoriasis akan timbul lesi khas pada
trauma tersebut.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak 50% yang
paling khas adalah pitting nail, selain itu terdapat hyperkeratosis subungual dan
onikolisis.

90
Bentuk klinis
1. Psoriasis Vulgaris (PV)
PV merupakan bentuk klinis yang paling sering terjadi (90% pasien). Plakat
eritematousa, berbatas tegas, berskuama dan tersebar simetris merupakan gambaran
khas. Predileksi terdapat didaerah ekstensor ekstremitas (terutama siku dan lutut),
skalp, lumbosakral bawah, bokong dan genital. Luas lesi sangat bervariasi, sedang
bentuk dan distribusi setiap plakat hanya sedikit berubah. Skuama dibentuk terus
menerus. Lesi dapat diawali terbatas di skalp selama bertahun tahun. Lesi kecil
soliter dapat menjadi konfluen membentuk plakat atau plakat yang lebih besar
sehingga membentuk gambaran khas, tepi lesi menyerupai peta daratan (psoriasis
geografika/ girata). Kadang-kadang tampak membentuk lesi seperti cincin
(psoriasis anular), keadaan ini sering dihubungkan dengan penyembuhan dan
mempunyai prognosis yang baik.
2. Poriasis gutata
Bentuk ini merupakan karakteristik psoriasis pada usia awitan dini dan sering
ditemukan pada dewasa muda. Infeksi tenggorokan oleh Streptokokus sering
mendahului serangan psoriasis gutata. Lesi popular, bulat, atau oval, berdiameter
0,5-1,5 cm, diatasnya terdapat skuama putih, tersebar simetris dibadan dan
ekstremitas proksimal, kadang dimuka, telinga, dan skalp, jarang ditelapak tangan
dan kaki. Lesi biasanya bertahan selama 3-4 bulan dan dapat hilang spontan, namun
kadang dapat sampai lebih dari setahun.
3. Psoriasis inversa ( fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor
(intertriginosa, leher). Lesi berupa eritema berkilat berbatas tegas dengan skuama
tidak ada atau sedikit sekali.
4. Psoriasis seboroik (sebopsoriasis)
Gambaran klinis merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik,
skuama yang biasanya kering menjadi berminyak dan agak lunak.
5. Psoriasis pustular
Terdapat beberapa varian klinis psoriasis pustular, yaitu generalisata, anular,
eksantematik, dan lokalisata. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
adalah bentuk akut yang biasanya didahului oleh bentuk psoriasis lainnya. Keadaan
ini ditandai dengan demam disertai erupsi generalisata pustul steril berdiameter 2-
3 mm pada badan dan ekstremitas, termasuk kuku serta telapak tangan dan kaki.
Timbulnya jenis psoriasis ini dihubungkan dengan beberapa faktor pencetus antara
lain infeksi, obat topikal yang bersifat iritan, dan penghentian kortikosteroid oral.
Komplikasi yang timbul berupa superinfeksi bakterial, sepsis, dan dehidrasi yang
berakibat fatal.

91
Psoriasis pustular anular sangat jarang ditemukan. Lesi berupa eritam berbentuk
anular atau sirsinar dengan pustul diatasnya. Psoriasis pustular eksantematik
biasanya timbul setelah infeksi virus, berupa pustul yang tersebar disertai plakat
generalisata, namun tidak terdapat gejala sistemik dan biasanya tidak kambuh.
6. Eritroderma psoriatik
Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu
kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Pada penyakit ini biasanya lesi
khas untuk psoriasis tidak tampak lagi.
7. Psoriasis eksudativa
Bentuk ini sangat jarang, pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis
akut.

Histopatologi
Psoriasis mempunyai gambaran hitopatologi yang khas yaitu parakeratosis dan
akantosis. Pada stratum spinosum terdapat abses Munro. Selain itu pada subepidermis
terdapat papilomatous dan vasodilatasi.

Diagnosis banding
Gambaran klinis psoriasis khas, dengan adanya tanda khas yaitu skuama kasar,
transparan serta berlapis-lapis, adanya fenomena tetesan lilin dan Auspitz.
Pada fase penyembuhan menyerupai dermatofitosis. Sifilis stadium II juga dapat
menyerupai psoriasis yang disebut sifilis psoriasiformis. Dermatitis seboroik juga
merupakan diagnosis banding psoriasis, namun mempunyai skuama beminyak dan
kekuningan.

Penatalaksanaan
Terapi topikal
1. Steroid topikal, dapat diberikan dengan dosis potensi tinggi 2 kali per hari selama
2-4 minggu, setelah itu diberikan secara intermiten
2. Analog vitamin D dosis 0,005%, 2 kali perhari
3. Tazaroten dosis 0,05 dan 0,1%, dioles malam hari
4. Inhibitor calcineurin, dioles 2 kali perhari
5. Narrowband UVB ( 310-331 NM), dosis 50% MED, 3 sampai 5 kali perminggu
6. UVB, terapi initial 75% MED, dan terapi advance 10% MED
7. Psoralen dan UVA light (PUVA), dosis initial 0,5-2,0 J/cm2, 2 kali perminggu
8. Eximer laser, dosis lebih dari 6 MED, 2 kali perminggu

92
Terapi sistemik
1. Cyclosporin A, dosis tinggi 5 mg/ kg perhari, dosis rendah 2,5 mg/ kg perhari
kemudian dilakukan tapering off
2. Methotrexate, mulai dengan dosis 2,5 mg perminggu dan dapat ditingkatkan sampai
25-30 mg/minggu
3. Acitretin 25-50 mg per hari
4. Fumaric Acid Esters, mulai dengan dosis rendah, dosis maksimal 1,2 gr perhari
5. Hydroxyurea 500 mg perhari, dapat ditingkatkan samapi 1,0- 1,5 gr per hari
6. 6-Thioguanin, mulai dengan dosis 80 mg, 2 kali per minggu, dosis maksimum 160
mg 3 kali perhari
7. Mycophenolate Mofetil, dosis 500-750 mg perhari, dan dapat ditinggikan menjadi
1,0-1,5 gr 2 kali perhari.
8. Sulfasalazine dosis 500 mg 3 kali perhari, dosis dapat ditingkatkan sampai 1 gr 4
kali perhari.
9. Alefacept dosis 15 mg 1 kali perminggu
10. Efalizumab dosis 0,7 mg/kg injeksi subkutan, dosis maintenance 1 mg/kg per
minggu.
11. Etanercept 25-50 mg, 2 kali perminggu secara subkutan
12. Infliximab, infuse intra vena selama 2 jam, dosis 5-10 mg/kg pada mingu ke 0, 2
dan 6.
13. Adalimumab dosis 40 mg/ subkutan per minggu

Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematin, namun bersifat kronik residif

Gambar.1 Psoriasis gutata pada anak Gambar.2 Psoriasis tipe plakat


(Dok Siti Aisah B) (Dok Siti Aisah B)

93
EXAMPLES OF PSORIASIS
Gambar A-J menampilkan bentuk-bentuk lesi psoriasis di kulit. Lesi bisa muncul di
seluruh bagian tubuh. Gambar D adalah contoh psoriasis yang minimal. K-M
merupakan contoh-contoh psoriasis yang ada di kuku. Pada penderita athlete's foot,
bentuk kuku jari-jarinya juga bisa sangat mirip dengan psoriasis pada kuku. Jadi tidak
salah jika diagnosis psoriasis sering dilihat dari penampilan kuku jarinya. Gambar K
dan L menampilkan lubang-lubang di kuku, dan gambar M menunjukkan karakteristik
warna kekuningan atau coklat yang dikenal sebagai "oil spot."
(Dok. www.majalah-farmasia.com)

DERMATITIS SEBOROIK

Pendahuluan
Dermatitis seboroik (DS) merupakan kelainan kulit eritematosa dan berskuama
terutama pada daerah seboroik (daerah yang memiliki banyak kelenjar sebasea),
predileksi pada kulit kepala, wajah, retroaurikuler, dan daerah intertriginosa.

Epidemiologi
Usia yang merupakan titik tertinggi pada dermatitis seboroik adalah 3 bulan
pertama kehidupan dan pada dekade empat sampai tujuh kehidupan.

94
Etiopatogenesis
Penyebab DS belum diketahui dengan pasti, banyak teori yang dikemukakan,
beberapa faktor yang berperan adalah pengaruh hormon ibu, gangguan metabolisme
asam lemak, genetik, nutrisi, faktor mekanik, kondisi atopi, proliferasi epidermal
aberans dan infeksi microbial seperti S. aureus, C. albican dan P. ovale.

Diagnosis klinis
Kelainan kulit terdiri dari eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, dengan batas tidak terlalu tegas. DS yang ringan disebut pitiriasis sika,
bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides. Bentuk yang berat ditandai dengan
adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal.
Rambut yang terkena dapat rontok. Pada bayi disebut cradle cap. Pada daerah supra
orbita dapat terjadi blefaritis. DS yang luas bisa menjadi eritroderma, pada bayi disebut
penyakit Leiner.

Gambaran histopatologis.
DS merupakan suatu diagnosis klinis, tidak ada pemeriksaan laboratorium yang
spesifik untuk membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan histopatologis tidak
didapatkan gambaran yang khas.

Diagnosis banding
Gambaran klinis yang khas pada DS adalah skuama yang berminyak dan
kekuningan dan berlokasi ditempat seboroik. Psoriasis merupakan diagnosis banding
DS, begitu pula dengan dermatitis atopik, kandidosis, otomikosis dan otitis eksterna.

Penatalaksanaan
1. Umum, menerangkan bahwa penyebab penyakit belum jelas, kasus yang
mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan. Faktor-faktor predisposisi
harus diperhatikan, misalnya stress emosional dan kurang tidur. Dianjurkan diet
miskin lemak’
2. Topikal.
Pada pitiriasis sika seminggu 2-3 kali keramas selama 5-15 menit dengan selenium
sulfide. Adanya dugaan P Ovale sebagai etiologi DS maka ketokonazole dalam
bentuk shampo direkomandasikan untuk digunakan 2 kali seminggu.
Obat lain yang dapat dipakai adalah tar (LCD 2-5%), resorsin 1-3%, sulfur
praesipitatum 4-20%, krim kortiko steroid ringan sampai sedang, dapat juga dioles
dengan krim ketokonazole 2%.
3. Sistemik
Pengobatan sistemik tidak diperlukan kecuali pada bentuk yang berat.

95
Kortikosteroid, prednison dengan dosis 20-30 mg perhari, jika ada infeksi sekunder
diberi antibiotik.

Prognosis
Prognosis DS baik, namun pada sebagian kasus yang memepunyai faktor
konstitusi panyakit ini agak sukar disembuhkan.

Gambar 3. Dermatitis seboroik pada bayi


(Dok. Siti Aisah B)

PITIRIASIS ROSEA

Pendahuluan
Pitiriasis rosea (PR) adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya.
Merupakan penyakit swasirna (self limiting disease), dan ringan.

Epidemiologi
Terjadi kurang lebih 75% pada umur 10-35 tahun, penyakit lebih sering pada
musim semi dan gugur. Tidak ada perbedaan kejadian pada pria maupun wanita.

Etiopatogenesis
Walaupun belum diketahui dengan pasti, namun ada beberapa peneliti yang
menghubungkan penyakit ini dengan infeksi virus, karena kadang terjadi adanya gejala
prodromal dan riwayat infeksi saluran nafas atas.
Diagnosis klinis
Penyakit dimulai dengan adanya herald patch berwarna merah muda seperti
salmon, umumnya dibadan, berbentuk oval, anular, soliter dengan diameter kurang
lebih 3 cm. dalam beberapa hari atau minggu tampak makula yang menyebar luas.
Erupsi papuloskuamosa timbul pada permukaan tubuh yang umumnya tertutup baju,
yang terdiri atas makula, papula, plakat, terkadang vesikel, multiple, oval dengan
ukuran 0,5-1,5 cm. lesi simetris bilateral, tersusun dengan sumbu panjang parallel

96
dengan garis lipatan kulit (garis Langer), sehingga memberikan gambar seperti pohon
cemara terbalik.
Penyakit PR akan berkembang dalam 2 minggu dan membaik secara bertahap
dalam 2-4 minggu kemudian.

Gambaran histopatologik.
Gambaran histopatologik berupa dermatitis perivaskuler supervisial.

Diagnosis banding
Diagnosis PR antara lain adalah sifilis sekunder, psoriasis gutata, eritema
diskromikum perstans, liken planus, dermatitis numularis, pitiriasis alba, dermatitis
seboroik, tinea korporis dan pitiriasis versikolor

Penatalaksanaan
Terapi PR hanya simtomatik, bertujuan untuk mengurangi gejala subyektif
gatal.
Topikal dapat diberi bedak asam salisilat yang diberi mentol ½-1%. Pada kasus berat
dapat diberi steroid topikal dan antihistamin oral. Pemberian eritromisin 4x250mg
dapat mempercepat penyembuhan. Pada kasus yang luas dan berat dapat diberi
prednisone 15-40 mg. Pengobatan dengan anti virus masih belum direkomendasikan.

Prognosis
Prognosis penyakit ini sangat baik karena penyakit ini swasirna.

Gambar.4 Pitiriasis Rosea Pada anak


(Dok. Siti Aisah B)

97
ERITRODERMA

Pendahuluan
Eritroderma atau disebut juga Dermatitis eksfoliativa adalah suatu keradangan kulit
yang ditandai dengan eritema dan eksfoliasi terus menerus yang timbul lebih dari 90%
pada permukaan tubuh. Prosesnya dapat idiopatik, yaitu tanpa didahului penyakit kulit
ataupun penyakit sistemik sebelumnya, dapat terjadi pada semua umur. Pada dewasa
mungkin karena drug induced atau akibat sekunder dari penyakit yang diderita. Akan
tetapi pada bayi dan anak bisa sebagai penyakit primer, misalnya penyakit penyakit
kongenital, namun eritroderma sangat jarang terjadi pada anak anak.

Epidemiologi
Penyakit ini banyak terdapat pada dewasa. Insidensi antara wanita dan pria
sama.

Patogenesis
Patogenesis eritroderma sangat kompleks. Diduga sekunder dari ikatan sitokin dan
molekul adhesi seluler, interleukin 1, 2 dan 8, intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1) dan tumor necrosis factor (TNF). Interaksi ini meningkatkan secara dramatis.
Epidermal turn over-rate (proses keratinisasi), percepatan rata rata mitosis dan
meningkatnya jumlah sel kulit muda (germinative) secara absolut.
Selain itu waktu yang diperlukan untuk sel sel tersebut menjadi matang berkurang, dan
waktu untuk menuju epidermis juga berkurang.
Patogenesis eritroderma berdasarkan:
1. Inflamasi dermal
2. Disfungsi epidermal
o Inflamasi dermal
Pada epidermis terjadi peningkatan permeabilitas dan proliferasi dermal
vaskuler karena adanya peningkatan faktor permeabilitas pada sirkulasi dan
vascular endothelial growth factor (VEGF)’
Hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan ekspresi dari molekul adhesi (
VCAM-1 =vascular cell adhesion molecule, ICAM 1, E- selectin dan P=
selectin) yang akhirnya menyebabkan peningkatan Chronic dermal
inflammation yang ditandai dengan meningkatnya:
1. Proinflammatory molecules IL 2,3,5, IFN dan ICAM-1
2. Th1
3. Th2
4. Mediator inflamasi yang dihasilkan epidermal
5. Epidermal proliferasi

98
o Disfungsi epidermal
Dasar proliferasi eritroderma mengakibatkan epidermal turn over yang
ditandai dengan:
- Peningkatan germinative skin cell (epidermal proliferation)
- Peningkatan absolute mitotic rate (epidermal proliferation)
- Penurunan transit time of keratinocytes melalui apidermis
- Peningkatan hilangnya material reticuler dari permukaan sel
Hal-hal diatas menyebabkan:
1. Tertahannya komponen yang seharusnya diresorbsi
2. Peningkatan nucleic acid dan degradasi produk
3. Peningkatan soluble protein

Beberapa unsur epidermis yang tidak terbuang, direabsorpsi oleh jaringan setelah
hidrolisis enzim. Kebanyakan dari material yang hilang adalah protein yang tidak dapat
larut, termasuk keratin, membran sel dan pembungkus sel. Kehilangan tersebut telah
diperkirakan oleh beberapa penulis kira-kira 500-1000 mg dari pengelupasan
menanggalkan permukaan kulit glabrous setiap hari. Terbanyak pada telapak tangan,
kulit kepala dan dahi (kira-kira 2,0-3,5 g/m2/hari) dan paling sedikit pada dada, lengan
bawah dan tungkai bawah (0,1 g/m2/hari). Sesuai katabolisme protein tubuh 50-60 g
setiap hari, kehilangan kutaneus ini secara normal kurang berarti dalam metabolisme
protein secara keseluruhan. Karena terjadi peningkatan laju turnover epidermis, banyak
material yang hilang dari permukaan kulit, hingga 100 g skuama yang hilang setiap
hari, kehilangan terbanyak yang telah dicatat dalam literatur antara 20 dan 30 g.

Etiologi
1. Toxicities/drug reaction
2. Cutaneus disease
3. Immunologic disorder
4. Metabolic/nutition disorder
5. Infection
6. Part component of various syndrome

Gejala Klinik
Manifestasi Kulit
Pada beberapa kasus individual, berbeda dengan protipe. Sejumlah kasus telah
dipublikasikan, laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2-4 : 1
dengan rata-rata usia dekade keenam. Proses terjadi kronis, dengan durasi kira-kira 5
tahun.

99
Tanda awal abnormal pada eritroderma idiopatik atau tipe primer adalah
eritema, sebagai akibat dari pelebaran pembuluh darah, biasanya berlokasi di area
genital, badan, atau kepala. Eritema kemudian meluas sehingga dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu meluas ke seluruh tubuh, hal ini penting untuk
mendeskripsikan proses sebagai “red men syndrome”. Mula-mula kulit terlihat
mengkilap, kemudian eritema dan diikuti oleh skuama. Pengelupasan lamela bervariasi
ukurannya, pada proses akut skuama tampak meluas, dan pada kasus kronis tampak
lebih sedikit. Warna skuama bervariasi dari putih hingga kuning. Bila mengenai kulit
kepala, dapat juga mengenai folikel rambut dan matriks kuku. Kira-kira 25% pasien
mengalami alopesia, dan beberapa kasus, kuku menjadi distrofik sebelum akhirnya
lepas seluruhnya. Telapak tangan dan telapak kaki juga dapat terkena, membran
mukosa biasanya sedikit, pada mata dapat terjadi ektropion. Epidermis relatif tipis pada
awal penyakit, selanjutnya tampak dan teraba lebih tebal. Kulit biasanya kering,
meskipun ada beberapa pasien eritroderma dengan lesi yang basah dan eksudatif,
dengan krusta kuning pada permukaannya, berasal dari protein serum yang kering dan
mungkin juga oleh infeksi sekunder.

Manifestasi Sistemik
Sistem organ lain, selain epidermis dan dermis juga terlibat dalam eritroderma.
Limfadenopati terjadi pada lebih dari setengah kasus. Hepatomegali dilaporkan pada
7-37% kasus, dan splenomegali pada 3-23%. Kemudian pada beberapa kasus
dilaporkan terdapat eosinofilia dan peningkatan kadar IgE pada beberapa pasien.
Pasien dengan eritroderma mempunyai manifestasi sebagai petunjuk untuk
mekanisme kontrol temperatur tubuh. Kira-kira 40% pasien (Abrahams, et al) dan 80%
(Armed Force Institute of Pathology) mangalami peningkatan temperatur diatas 38 0C.
Pada autopsi, tidak ada lesi anatomi yang ditemukan untuk menjelaskan keadaan
abnormal tersebut. Kulit pasien eritroderma kurang bereaksi terhadap stimulus
vasokonstriksi. Takikardi sering terjadi, juga edema. Meskipun sedikit pasien
mengalami peningkatan cardiac output kira-kira terdapat pada 4 dari 6 pasien, dapat
terjadi pula keadaan hipovolemik. Gagal jantung dapat terjadi pada pasien yang
mengalami stres vasodilatasi.
Anemia dapat terjadi (65%), eosinofilia (30%) dan kadar albumin serum yang
rendah. Perubahan yang terakhir, mengakibatkan kehilangan albumin pada
pengelupasan. Dengan kehilangan lebih banyak, edema, dan akibat lainnya dari
hipoalbuminemia dapat terjadi.
Laju metabolisme basal meningkat pada eritroderma, dan terjadi remisi spontan
pada penyembuhan. Dapat terjadi peningkatan kehilangan air transepidermal yang
menyebabkan dehidrasi sehingga terjadi abnormalitas elektrolit serum

100
Ginekomastia berkaitan dengan eritroderma, meskipun penyebab keduanya
tidak signifikan.
Kadar immunologi dapat meningkat, khususnya IgE, tapi tidak ada dignosis
elektrophoretik yang mendukung.

Respon Metabolisme terhadap Pengelupasan


Efek dari pengelupasan kulit bagi metabolisme sistemik tergantung pada
tingkat keparahan dan lamanya proses. Pasien dengan eritroderma yang luas dapat
berkembang beberapa stigmata dari keseimbangan nitrogen negatif, edema,
hipoalbuminemia, dan kehilangan massa otot. Pasien memperlihatkan keseimbangan
kalium dan nitrogen negatif dengan skuama mencapai 17,0 g/m 2/hari. Kehilangan
nitrogen adalah normal, mengindikasikan bahwa traktus gastrointestinal tidak terlibat
dalam proses, meskipun kehilangan protein enteropati telah dilaporkan pada beberapa
pasien.
Gambaran klinis yang penting pada pasien eritroderma adalah peningkatan
signifikan kehilangan air ekstrarenal. Secara normal, kira-kira 400 ml air yang hilang
berasal dari kulit setiap hari, 2/3 dari jumlah tersebut menyebar secara langsung sampai
ke stratum korneum dan sisanya hilang melalui evaporasi dalam bentuk keringat.
Barrier defektif memicu peningkatan kehilangan transepidermal. Pasien dari fase akut
hingga remisi, dapat menghasilkan skuama kira-kira 5-6 hari sebelum pengurangan
skuama dan penurunan kehilangan air ekstrarenal sehingga evaluasi intake dan output
metode yang baik untuk memantau pasien.

Gambaran Histopatologi
Histopatologi pada eritroderma dapat membantu mengidentifikasi penyebab
sampai sekitar 53 %, khususnya bila dilakukan biopsi kulit multipel dan berulang.
Gambaran histopatologi dapat bermacam macam tergantung pada tingkat keparahan
dan lamanya proses inflamasi berlangsung.
Histopatologi idiopatik eritroderma dan hubungannya dengan reaksi obat belum
diketahui jelas. Pada tahap akut didapatkan spongiosis, akantosis, elongasi rete ridge,
dan hiperkeratosis. Parakeratosis mungkin dapat terjadi, dan pada awal penyakit
epidermis tampak tipis. Papila dermis mengalami elongasi dan pelebaran, mengandung
infiltrat perivaskuler yang terdiri dari limfosit, histiosit, sel plasma, eosinofil dan
kadang-kadang sel mast. Pada tahap kronis akantosis dan elongasi dari rete ridges
tampak lebih jelas. Biopsi kulit yang mengelupas pada pasien dengan mikosis
fungoides atau leukemia dapat dilihat sebagai proses patologi primer, meskipun pola
penyakit ini tidak spesifik. Biopsi nodus limfatikus, imunofenotip, sitometri, dan gen
reseptor sel T digunakan sebagai diagnosis spesifik.

101
Penatalaksanaan
Terapi tergantung penyebab dari kelainan. Yang pertama harus
dipertimbangkan sebagai penyebab dari eritroderma adalah dermatitis seboroik,
dermatitis atopi, reaksi obat dan infeksi. Apabila agen penyebab adalah reaksi obat
maka penghentian obat- obatan merupakan hal yang mutlak dilakukan.
Penatalaksanaan eritroderma sebaiknya dilakukan dirumah sakit. Evaluasi
penderita eritroderma sangat penting.
Karena peningkatan kehilangan air ekstrarenal, dehidrasi menjadi suatu
masalah. Intake dan output cairan harus dimonitor secara hati-hati. Pengobatan topikal
dapat digunakan, pada beberapa keadaan subakut. Sering mandi dan lubrikasi dengan
salep dapat mengurangi sedikit gejala. Salep glukokortikoid efektif pada bagian yang
inflamasi. Salep ter batu bara digunakan dengan hati-hati,karena dapat menyebabkan
eksaserbasi dan iritasi.
Antihistamin dengan dosis adekuat dapat digunakan sebagai kontrol untuk
gatal. Steroid sistemik sebaiknya tidak digunakan untuk eritroderma, namun pada kasus
tertentu yang berat pemberian steroid sistemik diperlukan. Pada eritroderma idiopatik,
steroid digunakan dengan indikasi bila penyakit tidak dapat dikontrol dengan terapi
konservatif, namun harus dilakukan secara berhati hati dan dosis harus diturunkan
secepat mungkin. Kira-kira 10-300 mg kortison setiap hari biasanya dibutuhkan
sebagai terapi awal, meskipun dosis pemeliharaan setiap hari hanya 50 mg kortison.
Pencegahan terhadap efek samping steroid harus diwaspadai khususnya pada pasien
yang sudah tua dan pasien defisiensi imunitas.
Pada eritroderma yang disebabkan pitiriasis rubra pilaris dapat diberikan
pengobatan dengan isotretinoin.
Antibiotika diperlukan untuk mengatasi adanya infeksi sekunder pada kulit.

Prognosis
Eritroderma adalah penyakit yang serius dan terkadang fatal apabila tidak
dikelola dengan baik. Mengetahui penyakit yang mendasari merupakan kunci dari
perjalanan penyakit dan prognosisnya.
Bila penyebabnya adalah reaksi obat biasanya prognosisnya cukup baik.
Sedang bila penyebabnya adalah psoriasis, dermatitis atopik, atau dermatitis seboroik
responnya sangat lambat, walaupun dengan pengobatan yang tepat akan memberika
prognosis yang baik pula.
Pasien dengan leukemia, limfoma, atau karsinoma tergantung dari respon
proses yang mendasari terhadap terapi. Pasien idiopatik eritroderma sulit diprediksi.
Mereka ditandai berbagai eksaserbasi dan terapi glukokortikod berkelanjutan sangat
dibutuhkan.

102
Eritroderma dengan komplikasi seperti infeksi, gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, kegagalan jantung, angka kematian cukup tinggi sekitar 20-30 %.

Gambar 5. Eritroderma pada bayi Gambar 6. Eritroderma pada bayi 2


(Dok www.jle.com) (Dok www.nature.com)

Gambar 7. Eritroderma pada dewasa Gambar 8. Eritroderma pada dewasa 2


(dok www.merckmedicus.com) (dok www.accessmedicine.com)

103
DERMATOSIS VESIKOBULOSA KRONIK
Dian Puspitasari

Dermatosis vesiko bulosa kronik adalah kelainan kulit berlepuh yang bersifat kronis
yang terutama ditandai oleh adanya vesikel & bula. Vesikel atau bula terbentuk karena
adanya gangguan kohesi sel-sel intra epidermal dan adhesi dermo-epidermal junction
sehingga menyebabkan terjadinya influks cairan.
Penyakit-penyakit yang termasuk golongan ini adalah :
- Pemfigus
- Pemfigoid bulosa
- Dermatitis herpetiformis
- CBDC ( Chronic Bullous Diseases Of Childhood )
- Pemfigoid sikatrisial
- Pemfigoid gestationis.

PEMFIGUS
Pemfigus ialah penyakit kulit auto-imun berbula kronik, menyerang kulit dan
membrana mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intraepidermal akibat
proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi terhadap komponen
desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun beredar dalam
sirkulasi darah.

Terdapat 4 bentuk pemfigus ialah :


A. Pemfigus vulgaris
B. Pemfigus eritematosa
C. Pemfigus foliaseus
D. Pemfigus vegetans

Penyakit-penyakit tersebut memberi gejala yang khas, yaitu :


1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan
mudah pecah.
2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda Nikolsky positif)
3. Akantolisis selalu positif.
4. Adanya antibodi tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat
ditemukan dalam serum, maupun terikat di epidermis.

104
A. PEMFIGUS VULGARIS
Pemfigus vulgaris (PV) merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% dari
semua kasus). Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai
umur pertengahan (dekade ke-4 dan ke-5).

GEJALA KLINIS
Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai lesi di
kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus, berupa
erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosa sebagai
pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi sekunder.
Lesi di tempat tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul bula
generalisata.
Semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dapat diserang, yakni selaput
lendir konjungtiva, hidung, farings, larings, oesofagus, uretra, vulva, serviks.
Kebanyakan penderita menderita stomatitis aftosa sebelum didiagnosa pasti
ditegakkan. Lesi di mulut ini dapat meluas dan dapat mengganggu pada waktu
penderita makan oleh rasa nyeri.
Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan kulit
terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas kulit
yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit yang tampak normal atau
yang eritematosa dan generalisata. Tanda Nikolsky positif disebabkan oleh danya
akantolisis. Penderita sering mengeluh nyeri pada kulit yang terkelupas. Epitelisasi
terjadi setelah penyembuhan dengan meninggalkan hipopigmentasi dan biasanya
tanpa jaringan parut.

HISTOPATOLOGI
Pada gambaran histopatologik didapatkan bula intraepidermal suprabasal dan sel-
sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan
percobaan Tzanck positif.

DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis herpetiformis
Pemfigoid bulosa

PENGOBATAN :
Kortikosteroid yang sering digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis
prednison bervariasi, 60 – 150 mg sehari. Ada pula yang menggunakan 3 mg/kg
BB sehari bagi pemfigus yang berat.

105
Jika pemberian prednison melebihi 40 mg sehari harus disertai antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder.
Cara kombinasi deksametason dan siklofosfamid dosis tinggi secara intermiten
memberikan hasil yang baik. Deksametason 100 mg dilarutkan dalam 5% glukosa
diberikan selama 1 jam i.v., 3 hari berturut-turut. Siklofosfamid diberikan i.v., 500
mg hanya pada hari I, dilanjutkan per oral 50 mg sehari. Pemberian deksametason
dengan cara tersebut diulangi setiap 2-4 minggu. Setelah beberapa bulan penyakit
tidak relaps lagi, pemberian deksametason dijarangkan menjadi setiap bulan untuk
6 – 9 bulan. Kemudian dihentikan dan pemberian siklofosfamid 50 mg/hari
diteruskan.
Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid dapat dikombinasikan dengan
ajuvan yang terkuat ialah sitostatik.
Obat sitostatik untuk pemfigus ialah azatioprin, siklofosfamid, metrotreksat dan
mikofenolat mofetil.
Ajuvan lain yang tidak begitu poten ialah yang bersifat anti-inflamasi yakni
Diaminodifenilsulfon (D.D.S), antimalaria dan minosiklin. Pengobatan topikal
pada daerah yang erosif dapat diberikan silver sulfadiazine, lesi pemfigus yang
sedikit dapat diobati dengan kortikosteroid secara intralesi (intradermal) dengan
triamsinolon asetonid.

PROGNOSIS
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita
dalam tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kaheksia dan
ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid membuat
prognosisnya lebih baik.

B. PEMFIGUS ERITEMATOSUS
GEJALA KLINIS
Keadaan umum penderita baik. Kelainan kulit berupa bercak-bercak eritema
berbatas tegas dengan skuama dan krusta di muka menyerupai kupu-kupu sehingga
mirip lupus eritematosus dan dermatitis seboroika. Selain kelainan yang telah
disebutkan juga terdapat bula yang kendur. Lesi kadang-kadang terdapat di
mukosa. Penyakit ini dapat berubah menjadi pemfigus vulgaris atau foliaseus.

DIAGNOSA BANDING
Dermatitis herpetiformis
Pemfigoid bulosa
Lupus eritematosus
Dermatitis seboroika

106
PENGOBATAN
Pengobatannya dengan kortikosteroid seperti pada pemfigus vulgaris, hanya
dosisnya tidak setinggi seperti pada pengobatan pemfigus vulgaris. Dosis patokan
prednison 60 mg sehari.

PROGNOSIS
Bentuk jinak pemfigus.

C. PEMFIGUS FOLIASEUS
GEJALA KLINIS
Umumnya terdapat pada orang dewasa antara umur 40-50 tahun. Gejalanya tidak
seberat pemfigus vulgaris. dimulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama, krusta,
sedikit eksudatif dan meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai kepala yang
berambut, muka dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroika.
Kemudian menjalar simetrik seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Eritema yang
menyeluruh disertai banyak skuama yang kasar, sedangkan bula yang berdinding
kendur hanya sedikit dan berbau. Jarang terdapat lesi di mulut.

HISTOPATOLOGI
Terdapat akantolisis di epidermis bagian atas di stratum granulosum. Kemudian
terbentuk celah yang dapat menjadi bula, sering subkorneal dengan akantolisis
sebagai dasar dan atap bula tersebut.

DIAGNOSA BANDING
Eritroderma

PENGOBATAN
Pengobatannya sama dengan pemfigus eritematosus.

PROGNOSIS
Penyakit akan berlangsung kronik.

D. PEMFIGUS VEGETANS
Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigus vulgaris dan sangat jarang
ditemukan.
KLASIFIKASI
1. Tipe Neumann
2. Tipe Hallopeau (pyodermite vegetante)

107
GEJALA KLINIS
Tipe Neuman
Tempat predileksi di muka, aksila, genitalia eksterna dan daerah intertrigo yang
lain. Bula-bula yang kendur, menjadi erosi dan kemudian menjadi vegetatif dan
proliferatif papilomatosa terutama di daerah intertrigo.
Tipe Hallopeau
Penyakit kronik, tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal. Lesi primer ialah
pustul-pustul yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetatif dan menutupi
daerah yang luas di aksila dan perineum. Di dalam mulut, terlihat gambaran yang
khas ialah granulomatosis seperti beledu.

PENGOBATAN
Seperti pada pemfigus vulgaris

PROGNOSIS
Tipe hallopeau prognosisnya lebih baik karena berkecenderungan sembuh.

PEMFIGOID BULOSA
DEFINISI
Pemfigoid bulosa (PB) ialah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula
subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan
imunopatologik ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement
membrana zone.

GEJALA KLINIS
Keadaan umumnya baik. Terdapat pada semua umur terutama pada orangtua. Kelainan
kulit terutama terdiri atas bula dapat bercampur dengan vesikel, berdinding tegang,
sering disertai eritema. Tempat predileksi ialah ketiak, lengan bagian fleksor, dan lipat
paha. Jika bula-bula pecah terdapat daerah erosif yang luas, tetapi tidak bertambah
seperti pada pemfigus vulgaris. Mulut dapat terkena kira-kira pada 20% kasus.

HISTOPATOLOGI
Terbentuknya celah diperbatasan dermal-epidermal. Bula terletak di subepidermal, sel
infiltrat yang utama ialah eosinofil.

DIAGNOSIS BANDING
Pemfigus vulgaris
Dermatitis herpetiformis

108
PENGOBATAN
Kortikosteroid dengan prednison 40-60 mg.
Jika dengan kortikosteroid belum tampak perbaikan, dapat dipertimbangkan pemberian
sitostatik yang dikombinasikan dengan kortikosteroid. Obat lain DDS dengan dosis
200-300 mg sehari, kombinasi tetrasiklin (3 x 500 mg sehari) dikombinasikan dengan
niasinamid (3 x 500 mg sehari)
PROGNOSIS
Kematian jarang dibandingkan dengan pemfigus vulgaris, dapat terjadi remisi spontan.

DERMATITIS HERPETIFORMIS (MORBUS DUHRING)


DEFINISI
Dermatitis herpetiformis (D.H.) ialah penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat
polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan simetrik serta disertai
rasa sangat gatal.

GEJALA KLINIS
D.H. mengenai anak dan dewasa. Perbadingan pria dan wanita 3 : 2, terbanyak pada
umur dekade ketiga. Mulainya perlahan-lahan, perjalanannya kronik dan residif.
Biasanya berlangsung seumur hidup, terjadi pada 10-15% kasus.
Keadaan umum penderita baik. Keluhannya sangat gatal. Tempat predileksinya ialah
punggung, daerah sacrum, bokong, daerah ekstensor di lengan atas, sekitar siku dan
lutut. Ruam berupa eritema, papulo-vesikel, dan vesikel/bula yang berkelompok dan
sistemik. Kelainan yang utama ialah vesikel, oleh karena itu disebut herpetiformis yang
berarti seperti herpes zoster. Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun asinar atau
sirsinar. Dinding vesikel atau bula tegang.
Kelainan intestinal:
Pada lebih dari 90% kasus ini terdapat enteropati sensitif terhadap gluten. Sejumlah 1/3
kasus disertai steatorea. Dengan diet bebas gluten kelainan tersebut akan membaik.

HISTOPATOLOGI
Kumpulan neutrofil di papila dermal yang membentuk mikroabses neutrofilik.
Kemudian terbentuk edema papilar, celah subepidermal.

PENGOBATAN
Obat pilihan ialah preparat sulfon, yakni DDS (diaminodifenilsulfon). Pilihan kedua
yakni sulfapiridin.
Dosis DDS 200-300 mg sehari, bila belum ada perbaikan dosis dapat dinaikkan.
Sulfapiridin, obat tersebut kemungkinan akan menyebabkan terjadinya nefrolitiasis
karena sukar larut dalam air. Dosisnya antara 1 – 4 gram sehari.

109
PROGNOSIS
Sebagian besar penderita akan mengalami D.H. yang kronis dan residif.

CHRONIC BULLOUS DISEASE OF CHILDHOOD (C.B.D.C.)


DEFINISI
CBDC ialah dermatosis autoimun yang biasanya mengenai anak usia kurang dari 5
tahun ditandai dengan adanya bula dan terdapatnya deposit IgA liniar yang homogen
pada epidermal basement membrane.

GEJALA KLINIS
Penyakit mulai pada usia sebelum sekolah, rata-rata berumur 4 tahun. Keadaan
umumnya baik, tidak begitu gatal. Mulai penyakitnya mendadak, dapat mengalami
remisi dan eksaserbasi.
Kelainan kulit berupa vesikel atau bula, terutama bula berdinding tegang di atas kulit
yang normal atau eritematosa, cenderung bergerombol dan generalisata. Lesi tersebut
sering tersusun anular disebut cluster of jewels configuration. Mukosa dapat dikenai.

HISTOPATOLOGI
Gambaran yang khas ialah terdapatnya bula subepidermal berisi neutrofil atau eosinofil
atau keduanya. Mikro abses di papila dermal berisi neutrofil.

DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis hepertiformis (D.H.)
Pemfigoid bulosa

PENGOBATAN
Sulfonamida, yakni dengan sulfapiridin, dosisnya 150 mg per kg berat badan sehari.
Dapat pula dengan DDS atau kortiksteroid atau kombinasi.

PROGNOSIS
Prognosisnya baik, umumnya sembuh sebelum usia akil balik.

PEMFIGOID SIKATRISIAL
DEFINISI
Dermatosis autoimun bulosa kronik yang terutama ditandai oleh adanya bula yang
terutama ditandai adanya bula yang menjadi sikatriks terutama di mukosa mulut dan
konjungtiva.

110
GEJALA KLINIS
Keadaan umum penderita baik. dan jarang mengalami remisi. Kelainan mukosa yang
tersering ialah mulut (90%), disusul oleh konjungtiva (66%), dapat juga di mukosa lain,
misalnya hidung, farings, larings, osefagus dan genitalia. Permulaan penyakit
mengenai mukosa bukal dan ginggiva. Palatum mole dan durum biasanya juga terkena,
kadang-kadang lidah, uvula, tonsil dan bibir ikut terserang. Bula umumnya tegang, lesi
biasanya terlihat sebagai erosi. Lesi di mulut jarang mengganggu penderita makan.
Gejala okular meliputi rasa terbakar, airmata yang berlebihan, fotofobia dan sekret
yang mukoid. Kelainan mata ini dapat diikuti simblefaron dan berakhir dengan
kebutaan disebabkan oleh kekeruhan kornea akibat kekeringan, pembentukan jaringan
parut atau trikiasis atau vaskularisasi epitel kornea.
Mukosa hidung dapat terkena dan dapat mengakibatkan obstruksi nasal. Jika farings
terkena, dapat terjadi pembentukan jaringan parut dan stenosis larings. Osefagus jarang
terkena, pernah dilaporkan terjadinya adhesi dan penyempitan yang memerlukan
dilatasi. Lesi di vulva dan penis biasanya berupa bula atau erosi, sehingga dapat
mengganggu aktivitas seksual.
Kelainan kulit dapat ditemukan pada 10 - 30% penderita, berupa bula tegang di daerah
inguinal dan ekstremitas, dapat pula generalisata.
HISTOPATOLOGI
Hispatologinya sama dengan pemfigoid bulosa.
DIAGNOSIS BANDING
Pemfigus vulgaris
Liken plana oral
Eritema multiforme
Penyakit Behcet
Ginggivitis deskuamativa

PENGOBATAN
Pengobatan kurang memuaskan. Prednison dosisnya 60 mg. Obat imunosupresif,
termasuk metotreksat, siklofosfamid dan azatioprin pernah dicoba.

PEMFIGOID GESTATIONIS
DEFINISI
Dermatosis autoimun dengan ruam polimorf yang berkelompok dan gatal, timbul pada
masa kehamilan dan masa pascapartus.
GEJALA KLINIS
Kadang-kadang terdapat gejala prodromal berupa demam, mual, nyeri kepala dan rasa
panas dingin silih berganti. Dapat didahului dengan perasaan sangat gatal seperti
terbakar.

111
Gejala klinis berupa papulo-vesikel yang sangat gatal dan berkelompok. Lesinya polimorf terdiri
atas eritema, edema, papul dan bula tegang. Bentuk intermediate juga dapat ditemukan, misalnya
vesikel yang kecil, plakat mirip urtika, vesikel berkelompok, erosi dan krusta. Kasus yang berat
menunjukkan semua unsur polimorf, tetapi terdapat pula kasus yang ringan yang hanya terdiri atas
beberapa papul eritematosa, plakat yang edematosa, disertai gatal ringan. Paling sering terjadi pada
trimester kedua (bulan ke-5 atau ke-6)
Tempat predileksi pada abdomen dan ekstremitas, termasuk telapak tangan dan kaki, dapat pula
mengenai seluruh tubuh dan tidak simetrik. Selaput lendir jarang sekali terkena. Eupsi sering
disertai edema di muka dan tungkai. Kalau lepuh pecah, maka lesi akan menjadi lebih merah dan
terdapat ekskoriasi dan krusta. Sering pula diikuti radang oleh kuman.
HISTOPATOLOGI
Bula yang banyak berisi eosinofil terdapat pada lapisan subepidermal.
DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis papular gravidarum (D.P.G.), prurigo gestationes (P.G.) dan impetigo herpetiformis
(I.H.). Kecuali itu H.G. juga dapat mirip dermatitis herpetiformis (D.H.) dan pemfigoid bulosa
(P.B.)
PENGOBATAN
Prednison 20 -40 mg per hari dalam dosis terbagi rata.
Dianjurkan untuk mengawasi dengan seksama bayi yang akan lahir dari ibu yang memakai
prednison dosis tinggi dalam jangka lama pada waktu hamil, karena obat tersebut dapat
menimbulkan kegagalan adrenal pada neonatus.
PROGNOSIS
Komplikasi yang timbul pada ibu hanyalah rasa gatal dan infeksi sekunder. Kelahiran mati dan
kurang umur akan meningkat.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Arnold, H.L.; Odom, R.B. and James, W.D.; Andrew’s Diseases of the skin. Clinical Dermatology; 8th ed., pp.
534-559 (W.B. saunders Company, Philaddelphia, 1990).
2. Rugo, H.S.: Cancer; In Tierney Jr, L.M.; McPhee, S.J. and Papadakis, M.A.: A Lange medical book, Current
Medical Diagnosis and Treatment, 35th ed., pp. 55-88 (Prentice-Hall Internationale Ind, USA, 1996).
3. Stanley, J.R.: Phempigus; in Wolff, K.; Goldsmith, L.A, Katz, S.I, Gilcherst B.A., Paller A.S. and Leffell D J.:
Dermatology in General Medicine, vol.1; 7th ed.; pp. 459-468 (McGraww-Hill, New York, 2008).
4. Wiryadi B.E.: Dermatosis Vesikobulosa Kronik; in Djuanda A, Hamzah M. and Aisah .: Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin, 5th ed; pp205-217 (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007)

112
PRURIGO
Savitri Restu Wardhani

Tersebutlah seorang gadis cantik dari kota Natchez tua


Dengan gaun yang selalu penuh bercak
Ketika orang mulai bertanya-tanya Mengenai keadaan gaunnya
Gadis itu menggerutu: 'Bila terasa gatal, kugaruk saja'
(Ogden Nash, Requiem)

PENDAHULUAN
Setiap orang pasti pernah mengalami rasa gatal yang berlangsung singkat dan
dirasakan setempat saja. Akan tetapi, ada beberapa orang yang menderita iritasi kronis
yang sangat mengganggu selama bertahun-tahun.
Rasa gatal ini bisa menyebar, semula mungkin dirasakan pada tangan dan
kemudian pada punggung, atau pada lebih dari satu tempat sekaligus. Pruritus yang
berarti gatal, bisa terasa ringan saja, atau sangat hebat, menetap, dan menyebabkan stres
mental. Pruritus kronis dapat benar-benar menurunkan kualitas hidup.
Rasa gatal dapat terbatas pada satu atau beberapa tempat saja, atau bisa juga
dirasakan pada seluruh permukaan tubuh. Dua bentuk pruritus setempat yang sangat
penting dan mengganggu adalah liken simpleks kronik dan prurigo.
Prurigo ialah erupsi papular kronik dan rekurens. Terdapat berbagai macam
prurigo, yang tersering ialah prurigo Hebra karena itu akan dibicarakan secara lebih
luas, disusul oleh prurigo nodularis. Sedangkan yang lain karena jarang dijumpai akan
dibicarakan secara singkat.
Pada tahun 1962 KOCSARD mendefinisikan prurigo sebagai papul yang
berbentuk kubah dengan vesikel pada puncaknya. Vesikel hanya terdapat dalam waktu
yang singkat saja, karena segera menghilang akibat garukan, sehingga yang tertinggal
hanya papul yang berkrusta. Likenifikasi hanya terjadi sekunder akibat proses kronik.
Dalam kepustakaan terdapat terdapat banyak macam klasifikasi prurigo. Salah
satu klasifikasi dikemukakan oleh KOCSARD.

Klasifikasi prurigo (menurut KOCSARD) :


I. Pruigo simpleks
II. Dermatosis pruriginosa.
Kecuali itu masih ada prurigo lain yang sebenarnya tergolong salah satu bentuk
neurodermatitis, yaitu prurigo nodularis.
I. PRURIGO SIMPLEKS
Prurigo simpleks paling sering ditemukan pada usia pertengahan. Tempat yang
sering terkena ialah badan dan bagian ekstensor ekstremitas. Muka dan bagian kepala
113
yang berambut juga dapat terkena sendiri atau bersama-sama dengan tempat lainnya.
Lesi biasanya muncul dalam kelompok-kelompok, sehingga papul-papul, vesikel-
vesikel dan jaringan-jaringan parut sebagai tingkat perkembangan penyakit terakhir
dapat terlihat pada saat yang bersamaan.
Beberapa variasi prurigo pernah dilaporkan. Prurigo melanotik Pierini dan Borda
terjadi pada wanita usia pertengahan berupa pruritus bersamaan dengan sirosis biliaris
primer. Lesi berupa hiperpigmentasi retikular, sangat gatal, terutama mengenai badan.
Prurigo kulit kepala yang berambut dapat terjadi secara sendiri atau bersama-sama
dengan lesi prurigo di tempat lain.
Pengobatannya simtomatik, diberikan obat untuk mengurangi gatal, baik sistemik
(sedativa) maupun topikal.

II. DERMATOSIS PRURIGINOSA


Pada kelompok penyakit ini prurigo papul terdapat bersama-sama dengan
urtika, infeksi piogenik, tanda-tanda bekas garukan, likenifikasi dan eksematisasi.
Termasuk dalam kelompok penyakit ini antara lain, ialah : strofulus, prurigo kronik
multiformis Lutz, dan prurigo Hebra.
a. Strofulus
Penyakit ini juga dikenal sebagai urtikaria papular, liken urtikatus dan strofulus
pruriginosis, sering dijumpai pada bayi dan anak-anak. Papul-papul kecil yang gatal
tersebar di lengan dan tungkai, terutama mengenai bagian ekstensor. Lesi mula-mula
berupa urticated papules yang kecil, akibat garukan menjadi ekskoriasi dan mengalami
infeksi sekunder atau likenifikasi.
Lesi-Iesi muncul dan lebih terasa gatal biasanya pada malam hari. Lesi dapat
bertahan sampai 12 hari. Semua tingkatan perkembangan dan regresi papul-papul dapat
dilihat pada saat yang bersamaan. Serangan dapat berlangsung bulanan sampai
tahunan. Biasanya tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening maupun gejala
konstitusi.
Urtikaria papular merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap gigitan fleas *),
gnats **), nyamuk, kutu dan yang tersering ialah kepinding.
Gambaran histopatologiknya menyerupsi reaksi gigitan artropoda. Terdapat
sebukan infiltrat perivaskular yang superfisial dan dalam, yang terdiri atas limfosit,
histiosit dan eosinofil.
Pengobatan mencakup pemberantasan serangga yang mungkin dapat mengenai
anak, terutama fleas (cat & dog fleas, dan kuman fleas), serta kutu busuk. Tempat-
tempat tidur binatang peliharaan harus disemprot dengan insektisida. Juga lemari-
Iemari, sela-sela rumah, permadani dan perkakas rumah tangga disemprot dengan
semprotan insektisida dua kali seminggu. Secara topikal penderita diberikan losio anti

114
pruritus. Krim kortikosteroid dapat dipakai. Antihistamin per oral dapat
menghilangkan rasa gatal.
*) fleas: kutu berkaki 6. Dapat melompat
**) gnats: agas (sejenis nyamuk yang kecil hitam).

b. Prurigo kronik multiformis Lutz


Kelainan kulitnya berupa papul prurigo, disertai likenifikasi dan eksematisasi.
Selain itu penderita juga mengalami pembesaran kelenjar getah bening (Iimfadenitis
dermatopatik) dan eosinofilia. Pengobatan bersifat simtomatik.

c. Prurigo Hebra
Di antara berbagai bentuk, prurigo Hebra merupakan bentuk yang tersering.

DEFINISI
Prurigo Hebra ialah penyakit kulit kronik residif dimulai sejak bayi atau anak.
Kelainan kulit dengan efloresensi beraneka ragam terdiri atas papul-papul miliar
berbentuk kubah sangat gatal, lebih mudah diraba daripada dilihat, terutama di daerah
ekstremitas bagian ekstensor.

EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini sering terdapat pada keadaan sosial-ekonomi dan higiene yang
rendah. Umumnya terdapat pada anak dan dewasa muda Dapat mengenai semua
bangsa. Di Jakarta penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki. Di Eropa dan
Amerika Serikat penyakit ini jarang.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Penyebabnya yang pasti belum diketahui, namun beberapa peneliti
mengemukakan bahwa penyakit ini dianggap penyakit herediter, karena umumnya ada
keluarga penderita yang juga menderita penyakit ini.
Sebagian para ahli berpendapat bahwa kulit penderita peka terhadap gigitan serangga,
misalnya nyamuk. Mungkin antigen atau toksin yang ada dalam ludah serangga
menyebabkan alergi. Di samping itu juga terdapat beberapa faktor yang berperan,
antara lain: suhu, sinar matahari, investasi parasit (misalnya Ascaris atau Oxyruris).
Juga infeksi fokal, misalnya tonsil atau saluran cerna, endokrin, alergi makanan.
Pendapat lain mengatakan penyakit ini didasari faktor atopi, bahkan keganasan dan
kekurangan makan protein dan kalori serta faktor hormonal juga dapat berpengaruh.

115
GEJALA KLINIS
Mulainya penyakit sering pada anak berumur di atas satu tahun. Wanita lebih
banyak daripada pria.
Dari anamnesis didapatkan adanya gigitan serangga (nyamuk, semut),
selanjutnya timbul urtikaria papular. Kemudian timbul rasa gatal, dan karena digaruk
timbul bintik-bintik. Gatal bersifat kronik, akibatnya kulit jadi hitam dan menebal.
Penderita mengeluh selalu gelisah, gatal dan mudah tersinggung.
Kelainan yang khas (status dermatilogikus) berupa papul-papul miliar tidak
berwarna, berbentuk kubah, lebih mudah diraba daripada dilihat. Garukan yang terus
menerus menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta, hiperpigmentasi dan likenifikasi.
Sering pula terjadi infeksi sekunder. Jika telah kronik tampak kulit yang sakit lebih
gelap kecoklatan dan berlikenifikasi.
Tempat predileksi di ekstremitas bagian ekstensor dan simetrik, dapat meluas ke
bokong dan perut, muka dapat pula terkena. Biasanya bagian distal lengan dan tungkai
lebih parah dibandingkan bagian proksimal. Demikian pula umumnya tungkai lebih
parah daripada lengan.
Kelenjar getah bening regional biasanya membesar, meskipun tidak disertai
infeksi, tidak nyeri, tidak bersupurasi, pada perabaan teraba lebih lunak. Pembesaran
tersebut disebut bubo prurigo. Keadaan umum penderita biasanya pemurung atau
pemarah akibat kurang tidur, kadang-kadang nafsu makan berkurang sehingga timbul
anemia dan malnutrisi.
Ada 2 jenis prurigo hebra:
1. Prurigo mitis (bersifat ringan) : biasa pada anak-anak sampai dewasa muda
biasanya sembuh sebelum akil balik. Lokalisasi pada bagian ekstensor
ekstremitas, dahi, dan abdomen. Efloresensi berupa papula-papula berwarna
merah (urtikaria papular), selanjutnya papula menjadi runcing-runcing dan timbul
vesikel, ekskoriasi dan likenifikasi. Efloresensi bersifat multiformis dan gatal,
akibat garukan timbul jaringan parut dan penebalan kulit.
2. Prurigo feroks (bersifat berat): Penyakit ini dapat berlanjut hingga dewasa.
Efloresensi lebih banyak berupa papula-papula lebih besar, keras menonjol di atas
kulit, hiperpigmentasi dan likenifikasi tampak lebih luas dan menonjol.
Lokalisasi lebih luas sampai belakang telinga, dan sekitar pusar. Selalu disertai
adenopatia (prurigo bubo).

HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologik tidak khas, sering ditemukan akantosis,
hiperkeratosis, edema pada epidermis bagian bawah, dan dermis bagian atas. Pada
papul yang masih baru terdapat pelebaran pembuluh darah, infiltrasi ringan sel radang
sekitar papul dan dermis bagian atas.

116
Bila telah kronik infiltrat kronis ditemukan di sekitar pembuluh darah serta deposit
pigmen di bagian basal.

Pemeriksaan pembantu/laboratorium
1. Pemeriksaan darah untuk mencari penyebab sel imunologik.
2. Pemeriksaan tinja untuk mencari infeksi cacing/parasit.
3. Pemeriksaan radiografi mencari infeksi tuberkulosis paru.
4. Imunofluoresen darah mencari proses-proses alergi.
5. Tes tusuk berbagai alergen, parasit usus dan serangga (kutu busuk, nyamuk).

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis prurigo Hebra terutama berdasarkan gambaran klinis ialah adanya
papul-papul miliar, berbentuk kubah terutama terdapat di ekstremitas bagian ekstensor.
Keluhannya lalah sangat gatal, biasanya pada anak.
1. Skabies: sering menemukan lesi papulo-vesikel pada sela-sela jari, pergelangan
tangan disertai gatal pada malam hari. Dapat dicari Sarcoptes scabiei.
2. Gigitan serangga, biasanya pada bagian tengah lesi tampak ekskoriasi dikelilingi
daerah yang edema dan eritema.
3. Dermatitis herpetiformis: selalu disertai gatal; efloresensi berupa papula atau
vesikel dan Sebagai diagnosis banding ialah skabies. Pada penyakit tersebut gatal
terutama pada malam hari, orang-orang yang berdekatan juga terkena. Kelainan
kulit berupa banyak vesikel dan papul pada lipatan-lipatan kulit.

PENGOBATAN
Karena penyebab prurigo belum diketahui, maka tidak ada pengobatan yang tepat.
Penatalaksanaannya ialah menghindari hal-hal yang ada kaitannya dengan prurigo,
yakni menghindari gigitan nyamuk atau serangga, mencari dan mengobati infeksi
fokal, memperbaiki higiene perseorangan maupun lingkungan. Pengobatan berupa
simtomatik, Contoh pengobatan topikal ialah sulfur 5 - 10% dapat diberikan dalam
bentuk bedak kocok atau salap. Untuk mengurangi gatalnya dapat diberikan mentol
0,25 - 1 % atau kamper 2 - 3%. Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik
topikal. Kadang-kadang dapat diberikan steroid topikal untuk menekan inflamasi bila
kelainan tidak begitu luas dan untuk mencegah/menghilangkan cacat jaringan parut.
Sistemik : Antihistamin untuk menghilangkan rasa gatal dan untuk penenang seperti
klorfeniramin, siproheptadin. Antibiotik jika ada infeksi sekunder.

PROGNOSIS
Sebagian besar akan sembuh spontan pada usia akil balik.

117
Gambar 1,2 dan 3. Gambar Prurigo Hebra pada anak-anak (3)

Gambar 4 dan 5. Prurigo Hebra pada orang dewasa (3)

PRURIGO NODULARIS
Prurigo nodularis didiskripsikan oleh Hyde pada tahun 1909. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur, namun paling sering pada orang dewasa sekitar usia 20 -60
tahun, juga dapat mengenai semua bangsa.

DEFINISI
Prurigo nodularis merupakan penyakit kronik yang ditandai oleh adanya nodus
kutan yang gatal, terutama terdapat di ekstermitas bagian ekstensor.

118
ETIOLOGI
Meskipun kausa penyakit ini belum diketahui, tetapi serangan-serangan gatal timbul
bila terdapat atau mengalami ketegangan emosional. Dari statistik didapatkan adanya
hubungan dengan dermatitis atopik. Kebersihan/higiene yang kurang akan
memperberat penyakit. Musim panas juga dapat memperberat penyakit bahkan
beberapa makanan seperti ikan asin, makanan laut, dan alkohol juga dapat
menyebabkan penyakit bertambah berat.
Penyakit ini dianggap sebagai neurodermatitis sirkumskripta bentuk nodular
atipik. Juga dikatakan ada persamaan dengan neurodermatitis bentuk nodular dan
dengan liken planus bentuk hipertrofik.

GEJALA KLINIS dan EPIDEMIOLOGI


Prurigo nodularis banyak terdapat pada wanita dewasa. Kelainan kulit dimulai
dengan papula-papula miliar pada bagian ekstensor ekstremitas, yang makin membesar
membentuk nodus-nodus lentikular dengan ukuran 0,5 sampai 3 cm (lesi sebesar
kacang polong atau lebih besar). Lesi dapat tunggal atau multipel, mengenai
ekstremitas, terutama pada permukaan anterior paha dan tungkai bawah, keras dan ber-
warna merah atau kecoklatan. Karena gatal maka terjadi ekskoriasi apabila digaruk.
Bila perkembangannya sudah lengkap, maka lesi tersebut akan berubah menjadi
verukosa atau mengalami fisurasi. Terasa sangat gatal dan kadang-kadang terjadi
infeksi sekunder. Jika ada infeksi timbul limfadenopati

HISTOPATOLOGI
Gambaran histologik akan memperlihatkan:
1. Penebalan epidermis, sehingga tampak hiperkeratosis, hipergranulosis, akantosis
yang tak teratur atau disebut juga sebagai hiperplasi psoriasiformis yang tak teratur.
2. Penebalan stratum papilaris dermis, yang terdiri atas kumpulan serat kolagen kasar,
yang arahnya tegak lurus terhadap permukaan kulit (disebut sebagai collagen in
vertical streaks).
3. Sebukan sel-sel radang kronik sekitar pembuluh darah yang melebar di dermis
bagian atas. Sel-sel tersebut terutama terdiri etas limfosit dan histiosit.

Pemeriksaan pembantu/laboratorium
Pemeriksaan darah, elektrolit, kimia darah dan laju endap darah.

Diagnosis banding
1. Dermatitis atopik tipe dewasa: perbedaan pada lokalisasi di punggung kaki, dan
efloresensi biasanya berupa likenifikasi.

119
2. Liken simpleks kronik: biasanya di punggung kaki/tangan, hiperpigmentasi,
likenifikasi nurnular sampai plakat.

PENGOBATAN
Sistemik dengan antihistamin HI golongan terbaru seperti loratadin, terfenadin
atau sitresin diberikan 1 kali sehari.
Lesi kulit memberikan respons cepat terhadap penyuntikan kortikosteroid
intralesi. Biasanya dipakai suspensi triamsinolon asetonid 2,5 sampai 12,5 mg per ml.
Dosisnya pada tiap tempat suntikan dosis 0,1-0,2 ml atau dosis 0,5, sampai 1 ml per
cm2 dengan maksimum 5 ml untuk sekali pengobatan. Jarak suntikan 1 kali seminggu.
Cara pengobatan lain dengan talidomid, dosisnya 2 x 100 mg per hari dan
pengobatan dilanjutkan sampai 3 bulan.

PROGNOSIS
Penyakit bersifat kronis dan setelah sembuh dengan pengobatan biasanya
residif

Gambar 6. Prurigo nodularis (3)

120
Gambar 7. Prurigo nodularis (3)

KEPUSTAKAAN

1. Wiryadi B.E. Prurigo dalam buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi 5, editor Djuanda A,
Jakarta 2007: Hal 272-275
2. Graham-Brown R, Burns T. Pruritus dalam Dermatologi, edisi 8, penerbit erlangga, Jakarta2005 :
hal 180-185
3. Siregar. Prurigo hebra. Dalam Saripati Penyakit Kulit, edisi 2. Penerbit ECGJakarta 2005:133-137
4. Burgin S. Numular Eczema and Lichen Simplex Chronicus/ Prurigo Nodularis In: Fitzpatrick’s.
Dermatology in general Medicine. 7th ed. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008:158-162

121
TUMOR KULIT
Dian Puspitasari

Tumor kulit merupakan salah satu dari beberapa jenis tumor pada manusia yang
dapat diikuti secara dini karena dapat dilihat secara langsung sejak permulaan.
Penemuan secara dini tumor-tumor pada kulit akan membantu penanganan secara cepat
dan tepat.

KLASIFIKASI
Tumor kulit dapat dibagi menjadi :
a. Tumor jinak
b. Tumor prakanker
c. Tumor ganas

I. TUMOR JINAK
Tumor jinak ialah tumor yang berdiferensiasi normal (matang). Pertumbuhannya
lambat dan kadang-kadang berkapsul.
Beberapa tumor jinak kulit yang sering ditemukan diantaranya yaitu :
1. Keratosis seboroik
Definisi
Keratosis seboroika adalah tumor jinak yang berasal dari proliferasi epidermal,
sering dijumpai pada orangtua dan biasanya bersifat asimtomatik .
Epidemiologi
Dapat terjadi pada pria dan wanita, dengan awitan biasanya pada dekade 4
– 5.
Etiologi
Tidak diketahui, diduga ada kecenderungan familial dan diturunkan dengan
pola autosomal dominan.
Manifestasi klinis
Keratosis seboroika biasanya dimulai dengan lesi datar, berwarna coklat
muda, berbatas tegas, dengan permukaan seperti beludru sampai verukosa
halus, diameter lesi bervariasi antara beberapa mm sampai 3 cm. Lama
kelamaan lesi akan menebal, dan memberi gambaran yang khas yaitu
menempel pada permukaan kulit.
Predileksi tumor terutama pada daerah seboroika yaitu dada, punggung, perut,
wajah dan leher.

122
Histopatologi
Tampak hiperkeratosis, akantosis dan papilomatosis, dengan batas bawah
tumor terletak segaris dengan epidermis normal.
Diagnosis banding
Melanoma maligna
Epitelioma sel basal berpigmen
Nevus pigmentosus

Pengobatan
Karena letaknya yang superfisial, lesi mudah dihilangkan dengan kuretase, dan
kemudian dasarnya dapat dikauterisasi superfisial, elektrokoagulasi, laser CO2
atau diobati dengan solusio hemostatik, seperti perak nitrat atau feri subsulfat
(solusio Mensel).

Prognosis
Baik, lesi tidak pernah berubah menjadi ganas.

2. Nevus pigmentosus
Definisi
Nevus pigmentosus merupakan tumor jinak yang tersusun dari sel-sel nevus.
Epidemiologi
Pada setiap orang kulit putih dewasa sedikitnya dijumpai 20 nevus.
Etiologi
Sel-sel nevus kulit berasal dari neural crest, sel-sel ini membentuk sarang-
sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona taut dermo-
epidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan membentuk sarang-
sarang pada dermis.

Manifestasi klinik
Nevus pigmentosus dapat terjadi di semua bagian kulit tubuh, termasuk
membrana mukosa dekat permukaan tubuh.
Lesi dapat datar, papuler atau papilomatosa, biasanya berukuran 2-4 mm,
pigmentasinya juga bervariasi dari warna kulit sampai coklat kehitaman.

Histopatologi
Secara histopatologi dapat dibedakan menjadi nevus junctional, nevus
compound dan nevus intradermal.

123
Diagnosis banding
Melanoma maligna
Nevus biru
Keratosis seboroik berpigmen.

Pengobatan
Bedah eksisi, bila ada kecurigaan ke arah keganasan dapat dilakukan eksisi
dengan pemeriksaan histopatologi.

Prognosis pada umumnya baik.

3. Siringoma
4. Trikoepitelioma soliter
5. Silindrom (tumor Turban)
6. Adenoma sebaseus (Pringle)
7. Xantelasma
8. Dermatofibroma
9. Keloid

II. TUMOR PRAKANKER


Tumor prakanker merupakan suatu kelainan pada kulit yang mempunyai potensi
untuk berkembang lebih lanjut menjadi suatu keganasan. Pada pemeriksaan tidak
tampak tanda-tanda keganasan, namun apabila diikuti lebih lanjut ternyata dapat
berkembang menjadi kanker kulit.
Gambaran klinis tumor prakanker, umumnya ditemukan tanda-tanda keratosis,
ulserasi, papul, nodus dan morfea, variasinya bermacam-macam.
Kanker kulit dapat tumbuh di atas kulit normal (de novo) akan tetapi kebanyakan
terjadi di atas kulit yang didahului oleh faktor predisposisi. Secara histopatologi
ditemukan perubahan yang menyimpang dari polarisasi sel normal.

Pengobatan : pembedahan, bedah listrik, bedah beku, bedah kimia, dermabrasi,


salep 5-fluorourasil dan lain-lain.

Beberapa contoh tumor prakanker diantaranya yaitu :


1. Keratosis aktinik
Definisi :

124
Keratosis aktinik adalah tumor kulit prakanker yang paling sering terjadi.
Merupakan suatu proses keratosis lokal dari keratin yang tertahan dengan dasar
inflamasi akibat dari paparan sinar matahari.
Epidemiologi :
Sering dijumpai pada individu berkulit terang berusia di atas 50 tahun. Pria
lebih sering terkena daripada wanita.
Etiologi :
Disebabkan oleh efek kumulatif sinar matahari, sinar-X, radium.
Manifestasi klinik :
Lesi awalnya berupa makula atau plak kecoklatan berbentuk bulat atau
ireguler, dapat soliter atau multipel, berbatas tegas, teleangiektasi dengan
permukaan yang kasar, kering dan skuama yang melekat. Ukuran lesi
bervariasi, biasanya 3 mm – 1 cm, tetapi dapat juga mencapai diameter 1-2 cm.
Lesi dapat berkembang menjadi papula keratotik atau verukosa, berwarna
kuning sampai coklat atau kehitam-hitaman dengan skuama dan penimbunan
keratin di permukaannya. Predileksinya terdapat pada wajah, leher, punggung
tangan dan lengan, tapi dapat pula mengenai tungkai bawah. Perubahan ke arah
keganasan ditandai adanya proses inflamasi dan indurasi sekitar lesi.

Histopatologi
Hiperkeratosis, parakeratosis, hipogranulasi, epidermis yang displastik dengan
sel atipik dan sitoplasma yang pucat, dengan ukuran yang bervariasi; rete ridge
mendatar. Dermis berdegenerasi elastotik dengan infiltrat peradangan
nonspesifik.

Diagnosa banding
Veruka vulgaris
Keratosis seboroika
Lupus eritematosus diskoid

Pengobatan
1. Metode pembedahan :
- Bedah beku
- Elektrodesikasi
- Dermabrasi
- Eksisi
2. Kemoterapi topikal :
- Krim 5-fluorourasil 1% dan 5%

125
- Krim 5-fluorourasil dan tretinoin 0.05% topikal
- Kombinasi tretinoin, 5-fluorourasil dan asam trikloroasetat.
- Asam alfa hidroksi.

2. Penyakit Bowen
Definisi
Suatu karsinoma sel skuamosa intraepidermal.
Epidemiologi
Dijumpai pada pria dan wanita. Frekuensi pada wanita 20%. Lebih sering
mengenai orangtua dan 60% berusia antara 30 -60 tahun.
Etiologi
Arsen dan virus tipe C paling banyak disebut sebagai penyebab. Namun sinar
matahari, trauma dan faktor herediter dipandang sebagai faktor yang turut
berperan.

Manifestasi klinik
Plak kemerahan berbentuk bulat atau oval, ukuran berkisar 2 – 5 mm sampai
5 – 10 cm, berbatas tegas, dengan krusta atau skuama di atasnya. Lesi pada
mukosa menyerupai eritroplasia Queyrat, dengan gambaran seperti beludru
berwarna merah. Predileksi pada jari-jari, badan dan tungkai, dapat juga
mengenai anogenital, konjungtiva dan lempeng kuku. Perubahan ke arah
keganasan ditandai dengan infiltrasi noduler dan ulserasi.

Histopatologi
Epidermis dijumpai hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis reguler,
pelebaran rete ridge dan disorganisasi total susunan sel dalam epidermis.
Tampak sel-sel atipik berinti hiperkromatik, bizar, mengalami vakuolisasi,
dengan peningkatan aktivitas mitotik. Namun membrana basalis tetap utuh dan
tidak dijumpai invasi pada dermal.
Pada dermis biasanya tampak peradangan limfosit yang hebat dan sedikit
histiosit dan sel plasma.

Diagnosis banding
Psoriasis
Mikosis superfisial
Karsinoma sel basal tipe superfisial

Pengobatan
Eksisi bedah

126
Sedangkan tehnik destruktif lokal secara elektrodesikasi yang diikuti kuretase
juga memberikan hasil yang efektif, namun sering diikuti dengan rekurensi
lokal. Topikal seperti 5-fluorourasil, namun hasilnya kurang konsisten.

Prognosis
Kira-kira 5% kasus penyakit Bowen berkembang menjadi karsinoma sel
skuamosa invasif.

3. Leukoplakia
Definisi
Suatu kelainan yang berupa bercak atau plak berwarna putih pada mukosa
mulut yang menetap dan tidak dapat dihilangkan dengan cara menggosok, serta
tidak dapat digolongkan baik secara klinis atau histopatologi sebagai kesatuan
penyakit spesifik lainnya.
Epidemiologi
Paling sering dijumpai pada usia 50-70 tahun. Pria sedikit lebih sering
terkena daripada wanita.
Etiologi
Iritan luar seperti merokok yang berlebihan; gesekan karena gigi palsu yang
tidak pas, gigi yang letaknya tidak baik, atau pipi tergigit.

Manifestasi klinik
Lesi asimtomatik dengan bercak atau plak berwarna putih pada mukosa.
Permukaan lesi mula-mula halus, tetapi selanjutnya dapat menebal dan menjadi
keratotik. Dapat terjadi fisura yang menimbulkan rasa gatal dan panas. Pada
stadium lanjut, dapat terjadi vegetasi atau ulserasi. Predileksinya pada bibir,
lidah, ginggiva, palatum dan mukosa bukal.

Histopatologi
Epidermis menunjukkan hiperkeratosis dan akantosis; pemanjangan rete ridge;
displasia; keratinisasi sel dengan inti yang besar, tidak teratur, hiperkromatik;
kadang-kadang hanya dijumpai atrofi epitel dengan displasia. Pada dermis
tampak infiltrat mononuklear yang padat pada papila dermis.

Diagnosis banding
Kandidosis mulut (thrush)
Sifilis stadium II (mucous patch)
Liken planus (mukosa mulut)
Penyakit Bowen (mukosa mulut)

127
Pengobatan
Eksisi, elektrodesikasi, atau laser karbon dioksida.
Vitamin A 300.000 iu/hari.
Etretinate 0,6-1,0 mg/kg/hari.
Prognosis
Angka perubahan leukoplakia menjadi karsinoma sebesar 6-17,5%
4. Eritroplasia
5. Keratosis arsenik
6. Giant condyloma
7. Fibroepitelioma
8. Nevus sebaseous
9. Giant congenital nevus pigmentosus
10. Liken sklerosus et atrofikus
11. Xeroderma pigmentosum
12. Radiodermatitis

III. TUMOR GANAS


Tumor ganas biasanya memperlihatkan suatu pola struktur yang tidak teratur.
Sel-selnya sering menunjukkan struktur yang tidak normal. Di samping
pertumbuhan yang ekspansif, tumor ganas juga memperlihatkan pertumbuhan
infiltratif dengan invasi dan destruksi jaringan disekitarnya. Metastasis yang terjadi
dapat melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe.
Berikut ini akan dibicarakan 3 jenis tumor ganas kulit yang sering terjadi yaitu
karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa dan melanoma maligna.

1. KARSINOMA SEL BASAL


Definisi
Karsinoma sel basal (KSB) merupakan suatu tumor ganas kulit yang
berasal dari pertumbuhan neoplastik sel basal epidermis dan apendiks kulit.
Petumbuhan tumor ini lambat, dengan beberapa macam pola pertumbuhan
sehingga memberi gambaran klinis yang bervariasi, bersifat invasif, serta
jarang mengadakan metastasis.
Epidemiologi
Banyak dijumpai pada orang kulit putih dan relatif jarang pada orang
berkulit gelap. Insidensinya meningkat pada mereka yang pekerjaannya di
luar rumah. Frekuensi pada pria lebih banyak daripada wanita, terutama pada
usia lebih dari 40 tahun.
Etiologi

128
Penyebab KSB yang pasti belum diketahui, diduga paparan sinar matahari
berperan penting, disamping faktor-faktor lain seperti radiasi sinar-x,
senyawa kimia arsen, trauma dan ulkus kronis.
Manifestasi klinik
Predileksinya terutama pada wajah (pipi, dahi, hidung, lipat nasolabial,
daerah periorbital) dan leher. Gambaran klinik KSB bervariasi. Lever,
membagi KSB menjadi 5 bentuk :
a. Nodulo-ulseratif, termasuk ulkus rodens
b. Berpigmen
c. Morfea atau fibrosing atau sklerosing
d. Superfisial
e. Fibroepitelioma

a. Tipe Nodulo-ulseratif
Awalnya tampak papul atau nodul kecil, transparan seperti mutiara,
berdiameter kurang dari 2cm, dengan tepi meninggi. Permukaannya
tampak mengkilat, sering dijumpai adanya teleangiektasia, dan kadang-
kadang dengan skuama yang halus atau krusta tipis.
Lesi membesar secara perlahan dan suatu saat bagian tengah lesi menjadi
cekung, meninggalkan tepi yang meninggi, keras. Jika terabaikan, lesi-
lesi ini akan mengalami ulserasi (disebut ulkus rodens), dengan destruksi
jaringan disekitarnya.
b. Tipe berpigmen
Berwarna coklat atau hitam berbintik-bintik atau homogen, yang secara
klinis dapat menyerupai melanoma.
c. Tipe Morfea/Fibrosing/Sklerosing
Plak sklerotik yang cekung, berwarna putih dengan batas tidak jelas.
d. Tipe superfisial
Lesi biasanya multipel, plak transparan, ertematosa sampai berpigmen
terang, berbentuk oval sampai ireguler dengan tepi berbatas tegas, sedikit
meninggi, seperti benang atau kawat.
e. Tipe fibroepitelial
Lesi berupa papul kecil yang tidak bertangkai atau bertangkai pendek dengan
pernukaan halus atau noduler, dengan warna bervariasi.
Histopatologi
Proliferasi sel-sel dengan inti basofilik yang relatif besar dan sitoplasma
yang tidak penuh.
Pengobatan
1. Kuretase dan elektrodesikasi

129
2. Bedah eksisi
3. Radioterapi
4. Bedah beku
5. Bedah mikrografik Mohs
6. 5-fluorourasil yang dikombinasi dengan kuretase ringan; retinoat;
interferon; terapi fotodinamik.
Prognosis
KSB primer biasanya memberikan angka kesembuhan sekitar 95%;
sedangkan pada KSB rekuren sekitar 92%.
Bedah mikrografik Mohs yang memberi angka kekambuhan 5 tahun sebesar
5,6%, sedang bila dilakukan dengan cara lain sebesar 19,9%.

2. KARSINOMA SEL SKUAMOSA


Definisi
Karsinoma sel skuamosa (KSS) merupakan tumor keratinosit yang dapat
mengenai kulit dan membrana mukosa, dengan tingkat keganasan yang
bervariasi. Perkembangan sel skuamosa lebih cepat dan lebih sering
mengadakan metastasis, dibandingkan karsinoma sel basal. Secara
histogenesis, berasal dari sel prickle epidermis atau keratinosit epidermal.
Epidemiologi
Pada orang kulit putih. Insiden tertinggi pada usia 50-70 tahun. Frekuensi
pada pria lebih banyak daripada dengan wanita dengan perbandingan 2:1.
Etiologi
Penyebab yang pasti tidak diketahui. Dapat timbul dari kulit yang normal
(de novo), tetapi biasanya timbul dari suatu kelainan yang sudah ada
sebelumnya. Diduga bahwa rangsangan sinar ultraviolet merupakan faktor
yang penting. Dapat pula terjadi karena rangsangan karsinogen kimia, seperti
coaltar, hidrokarbon polisiklik, arsen. Pada orang kulit berwarna di daerah
tropik, faktor predisposisi yang penting adalah trauma, ulkus kronis dan
jaringan parut.

Manifestasi klinik
Predileksi terjadi pada daerah kulit yang terpapar sinar matahari dan
membrana mukosa.
a. Nodul berwarna seperti kulit normal, permukaannya halus tanpa krusta
atau ulkus dengan tepi yang berbatas kurang jelas.
b. Nodul kemerahan dengan permukaan yang papilomatosa atau verukosa,
menyerupai bunga kol.

130
c. Ulkus dengan krusta pada permukaannya, tepi meninggi, berwarna
kuning kemerahan. Dalam perjalanan penyakitnya, lesi akan meluas dan
mengadakan metastasis ke kelenjar limfe regional atau ke organ-organ
dalam.
d. KSS yang timbul dari kulit normal (de novo) lebih sering mengadakan
invasi yang cepat dan terjadi metastatis, dibandingkan lesi yang timbul
dari keratosis aktinik.
Histopatologi
a. sel-sel ganas epitelial yang atipik dan mengadakan infiltrasi ke dalam
lapisan dermis.
b. Sel-sel mitotik
c. Hilangnya jembatan interseluler
d. Bagian yang tersusun konsentrik dikelilingi sel epitel gepeng, dikenal
sebagai mutiara tanduk (horn pearl).
Diagnosis banding
Keratoakantoma
Karsinoma sel basal
Keratosis aktinik
Pengobatan
Metode pengobatan yang telah dibahas pada karsinoma sel basal, dapat
digunakan pula untuk pengobatan karsinoma sel skuamosa. Dibandingkan
dengan karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa lebih radioresisten.
Prognosis
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada KSS yang berasal dari radiasi kronis
sebesar 50%, dan untuk KSS yang berasal dari jaringan parut sebesar 53%.

3. MELANOMA MALIGNA
Definisi
Tumor ganas kulit yang sangat ganas dan berasal dari sistem melanositik
kulit. Biasanya menyebabkan metastatis yang luas dalam waktu yang singkat,
tidak saja melalui aliran limfe ke kelenjar regional, tetapi juga menyebar
melalui aliran darah ke alat-alat dalam, serta dapat menyebabkan kematian.
Epidemiologi
Insidennya lebih tinggi pada daerah yang dekat ekuator. Insiden tertinggi
pada usia 35-55 tahun. Dapat mengenai pria dan wanita dengan frekuensi
yang sama, namun morbiditasnya lebih tinggi pada pria.
Etiologi
Penyebab yang pasti tidak diketahui. Factor yang diduga berperan dalam
timbulnya melanoma maligna diantaranya faktor genetik, sinar matahari,

131
adanya riwayat keluarga, faktor fenotip (mata biri, rambut pirang, kulit
terang), dan adanya prekusor potensial terhadap melanoma.
Manifestasi klinik
1. Perubahan dalam warna
2. Perubahan dalam ukuran (terutama pertumbuhan yang cepat)
3. Timbulnya gejala (gatal, rasa terbakar, atau sakit)
4. terjadinya peninggian pada lesi yang sebelumnya datar.
5. perubahan pada permukaan atau perubahan pada konsistensi lesi
berpigmen.
6. berkembangnya lesi satelit.

Akademi dermatologi Amerika menekankan pentingnya ABCD saat


mengevaluasi setiap lesi berpigmen, yaitu :
A = Asimetri
B = Border irregularity
C = Color variegation
D = Diamter yang lebih dari 0,6 cm

Melanoma maligna diklasifikasikan dalam 4 tipe mayor, yaitu :


1. Lentigo maligna melanoma (LMM)
2. Superficial spreading melanoma (SSM)
3. Nodular melanoma (NM)
4. Acral lentiginous melanoma (ALM) atau Palmar-plantar-subungual
melanoma (PPSM).
Histopatologi
Lentigo Maligna Melanoma (LMM)
Epidermis :
a. Melanositik atipik sepanjang membrana basalis, berbentuk pleomorfik
dengan inti yang atipik.
b. Sel-sel yang sering dijumpai berbentuk kumparan.
Dermis :
a. Infiltrasi limfosit dan makrofag yang mengandung melanin.
b. Kadang-kadang pada tempat tertentu, ditemukan sarang-sarang tumor.

Superficial Spreading Melanoma (SSM)


Epidermis :
a. Melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri-sendiri atau
berkelompok.
b. Pada umumnya sel-sel tersebut tidak tampak pleomorfik.

132
Dermis :
a. Sarang-sarang tumor yang padat dengan melanosit berbentuk epiteloid
yang besar serta berkromatin atipik.
b. Di dalam sel-sel tersebut terdapat butir-butir melanin.
c. Kadang-kadang dapat ditemukan melanosit berbentuk kumparan dan
sel-sel radang.
Nodular Melanoma (NM)
Epidermis :
- Melanosit berbentuk epiteloid dan kumparan atau campuran, dapat
ditemukan pada daerah dermo-epidermal.
Dermis :
- Sel-sel melanoma menginvasi ke lapisan retikuler dermis, pembuluh
darah dan subkutis.

Acral Lentiginous Melanoma (ALM)


Gambaran yang khas paling baik dilihat pada daerah makula berpigmen.
Tampak pemanjangan rate ridge dan proliferasi melanosit atipikal sepanjang
lapisan basal. Sel-sel dapat penetrasi ke epidermis di atas taut dermo-
epidermal, meskipun tidak tampak pola sarang-sarang.

Diagnosis banding
Nevus pigmentosus
Nevus biru
Keratosis seboroika

Pengobatan
Stadium Klinik I Melanoma Maligna
Sampai saat ini metode pembedahan dengan eksisi luas masih tetap
merupakan cara pengobatan melanoma maligna yang terbaik.
Pengangkatan kelenjar limfe regional (profilaksis) terutama dilakukan pada
semua lesa melanoma maligna dengan kedalaman (ketebalan) 0,9 mm atau
lebih.
Stadium Klinik II Melanoma Maligna
Eksisi luas disertai peningkatan kelenjar limfe regional.
Stadium Klinik III Melanoma Maligna
1. Kemoterapeutik sistemik
2. Imunoterapi

133
Prognosis
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada melanoma berdasarkan stadium klinik
yaitu :
 Stadium I (penyakit terbatas pada kulit): 80-85%
 Stadium II (mengenai limfonodi regional): 36%
 Stadium III (penyakit disseminate): kurang dari 5%

DAFTAR PUSTAKA
1. Arnold, H.L.; Odom, R.B. and James, W.A..: Andrew’s Diseases of the Skin; 8th ed., pp. 787-789
(W.B. Saunders Company, Philadhelphia etc. 1990)
2. Braun Falco, O.; Plewig, G.; Wolff, H.H. and Wikelmann, R.K.: Dermatology; 3rd ed., pp. 1005
(Springer – Verlag, Berlin 1991).
3. Buditjahjono S.: Tumor-Tumor Kulit; in Harahap M: Ilmu Penyakit kulit., pp 206-235 (Hipokrates,
1998).
4. Burgers, G.H. & Jager, B.V. : Basal Cell epithelioma; in Fredrick Helm’s: Cancer Dermatology,
pp. 91-102 (Lea & Febiger, Philadelphia 1979).
5. Carucci A. and Leffell D.J.: Basal cell carcinoma; in Wolff K., Goldsmith L A., Katz S.I., Gilcherst
B.A., Paller A.S. and Leffell D.J.: Dermatology in General Medicine; 7th ed., pp. 1036-1042 (Mc
Graw-Hill Book Company, New York, 2008).
6. Grossman D and Leffell D J ; Skuamous Cell Carcinoma; in Wolff K., Goldsmith L.A., Katz S.I.,
Gilcherst B.A., Paller A.S. and Leffel D.J.: Dermatology in General medicine 7 th ed., pp 1028-
1036 ( Mc Graw-Hill Book Company, New York, 2008).

134
PATOLOGI KULIT
Roro Wahyudianingsih

PENDAHULUAN
Kulit dan turunannya membentuk sistem integument. Pada manusia, turunan
kulit mencakup kuku, rambut, dan beberapa jenis kelenjar keringat (sudorifera), dan
sebacea. Kulit merupakan pembungkus tubuh dan berkontak langsung dengan
lingkungan luar, sehingga kulit memiliki banyak fungsi yang penting. Fungsi kulit
antara lain sebagai proteksi, regulasi suhu, persepsi sensoris, organ ekskretoris, dan
pembentukan vitamin D.

PATOLOGI KULIT
Sistem integumen dapat mengalami kelainan berupa kelainan pigmentasi,
inflamasi, infeksi dan investasi parasit, serta neoplasma. Neoplasma dibagi lagi
menjadi neoplasma epithelial jinak, premaligna dan maligna, neoplasma pada dermis,
dan neoplasma migran seluler pada kulit.

KELAINAN PIGMENTASI DAN MELANOSIT


Kehilangan fungsi normal pigmentasi baik fokal maupun luas, dapat
menyebabkan seseorang mengalami gangguan akibat efek buruk dari sinar matahari.
Perubahan dari pigmentasi kulit dapat merupakan tanda penting dari gangguan kulit
primer, misalnya transformasi keganasan dari suatu nevus, atau merupakan manifestasi
klinis dari suatu penyakit sistemik (misalnya penyakit Addison).
Kelainan pigmentasi secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. Hiperpigmentasi adalah suatu keadaan
peningkatan jumlah pigmen melanin pada kulit, sedangkan hipopigmentasi merupakan
keadaan sebaliknya, yaitu terjadi penurunan jumlah pigmen melanin pada kulit.
Kelainan pigmentasi pada kulit memiliki etiologi yang bervariasi.

Freckles/Ephelis
Freckles/ephelis merupakan lesi pigmentasi yang umum didapatkan pada anak-
anak kulit putih. Freckles dapat timbul sebagai akibat dari abnormalitas fokal dalam
produksi pigmen oleh melanosit, peningkatan transfer melanin ke basal keratinosit,
atau kombinasi keduanya. Freckles timbul pada wajah berupa makula kecoklatan
setelah terpapar sinar matahari, berukuran 1 milimeter sampai beberapa millimeter.
Freckles dapat memudar pada musim dingin dan menjadi lebih gelap pada musim
panas. Hal ini bukan disebabkan oleh perubahan jumlah melanositnya, tetapi perubahan
derajat pigmentasinya.

135
 Morfologi:
o Hiperpigmentasi dari freckles berasal dari peningkatan jumlah pigmen melanin
di keratinosit basal.
o Melanosit dapat sedikit membesar tetapi densitasnya normal.

Melasma
Melasma merupakan kelainan pigmentasi pada wanita hamil, sehingga sering
disebut “the mask of pregnancy”. Secara klinis, kelainan ini berupa makula yang
meluas meliputi pipi, pelipis, dan dahi, berwarna coklat tua/muda, dan biasanya
bilateral.
 Terdapat 2 morfologi, yaitu:
o Tipe epidermis  melanosit bertambah dalam lapisan sel basal.
o Tipe dermis  fagosit melanin oleh makrofag (inkontinensia pigmen).

Nevus Pigmentosus/Melanocytic Nevi


Nevus pigmentosus merupakan neoplasma jinak sel melanosit, yang dapat
timbul secara kongenital atau “didapat”.
 Gambaran klinis nevus pigmentosus:
Lesi berupa makula (flat) sampai papula (diameter <6 mm), berbatas tegas, tepi
regular, berwarna coklat muda sampai coklat tua. Kadang dapat tumbuh rambut di
atasnya.
 Klasifikasi:
 Nevus umum
 Junctional nevus
 Secara makroskopis, lesinya berukuran kecil, relatif flat, simetris, dan
uniform.
 Secara mikroskopis, tampak sel nevus bentuk bulat oval, berada di ujung
rete ridges sepanjang dermoepidermal junction. Tidak tampak atypia inti
sel.
 Intradermal nevus
 Secara mikroskopis, tampak kumpulan sel nevus di daerah dermis,
membentuk sarang-sarang sel nevus. Tidak tampak atypia inti sel.
 Compound nevus
 Secara makroskopis, lesinya agak menonjol, berbentuk seperti kubah
(dome shaped), distribusi pigmennya merata.
 Secara mikroskopis, tampak sel nevus berada di daerah lokasi campuran
antara nevus junctional dan dermal. Tidak tampak atypia inti sel.
 Nevus khusus
 Congenital nevus
136
 Blue nevus
 Spindle cell and epithelioid cell nevus
 Halo nevus
 Dysplastic nevus

Vitiligo
Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prealensi 0,1-2 persen. Vitiligo
biasanya muncul pada masa kanak-kanak, dengan puncaknya pada usia 10-30 tahun,
akan tetapi juga dapat mengenai semua umur. Vitiligo merupakan kelainan poligenik
multifactorial dengan pathogenesis yang kompleks. Etiologi pasti dari vitiligo tidak
diketahui, akan tetapi ada beberapa teori yang mengemukakan bahwa vitiligo dapat
berkaitan dengan proses autoimun, obat-obatan sitotoksik, agen biokimia, dan reaksi
“oksidan-antioksidan”, neural, dan mekanisme viral yang menyebabkan kerusakan
melanosit epidermal. Predileksi kelainan ini antara lain pada pergelangan tangan,
aksila, perioral, periorbital, anogenital.
 Gambaran klinis:
Berupa makula hipopigmentasi yang tidak teratur, berbatas tegas, tanpa pigmen.
Terutama didapatkan pada orang berkulit gelap.

INFLAMASI
DERMATOSIS INFLAMATORI AKUT
Dermatosis inflamatori akut merupakan lesi akut yang berlangsung mulai
beberapa hari sampai beberapa minggu. Ditandai dengan adanya infiltrat sel radang
(biasanya limfosit dan makrofag), dan dapat disertai edema, serta berbagai derajat
kerusakan epidermal, vaskular atau jaringan subkutaneous.

Urtikaria/Hives
Urtikaria/hives merupakan lesi yang umum terjadi, khususnya pada individu
berusia antara 20 – 40 tahun. Lesi dapat menghilang dalam beberapa jam (kurang dari
24 jam), atau dapat menetap selama beberapa hari sampai beberapa bulan.
Predileksinya meliputi area yang mengalami tekanan, misalnya batang tubuh,
ekstremitas distal, dan telinga.
Lesi ini timbul akibat degranulasi sel mast yang menghasilkan
hiperpermeabilitas mikrovaskularisasi pada daerah dermal, sehingga secara klinis
timbul plak edematous berukuran kecil sampai besar, disertai dengan pruritus.
Angioedema berkaitan erat dengan urtikaria dan ditandai dengan edema pada dermis
yang lebih dalam dan pada lemak subkutan.
Morfologi lesinya bervariasi, mulai dari papula kecil, pruritik, sampai plak
udematous berukuran besar. Lesi individual dapat bergabung membentuk konfigurasi
137
annular, linear, atau arciform. Didapatkan pula infiltrate perivenular superfisial yang
terdiri dari sel-sel mononuklear, dan jarang neutrofil. Eosinofil juga dapat dijumpai.
Bundel kolagen lebih renggang daripada kulit normal, sebagai akibat dari edema
dermal superfisial. Saluran limfatik superfisial juga melebar akibat peningkatan
absorpsi cairan edema. Epidermis tidak mengalami perubahan.

Dermatitis Ekzema Akut


Eczema dalam Bahasa Yunani berarti “meluap” (“to boil over”), menunjukkan
gambaran dari dermatitis eczema akut, yang merupakan salah satu kelainan kulit
tersering. Etiologi eczema secara umum dibagi menjadi tipe “inside” dan “outside”,
yaitu kelainan sebagai akibat dari aplikasi eksternal suatu antigen atau suatu reaksi
terhadap antigen internal yang bersirkulasi (yang dapat berasal dari makanan atau obat-
obatan). Pengobatannya melibatkan pencarian substansi penyebab yang harus
disingkirkan. Steroid topical secara nonspesifik akan menghambat respon inflamasi.
Beberapa pengobatan bersifat palliatif saja, dan tidak mengobati penyebabnya.
Dermatitis ekzema akut dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :
 Allergic contact dermatitis, penyebabnya adalah zat kimia yang dioles topikal
 Atopic dermatitis, penyebabnya tidak diketahui dengan pasti, biasanya
diturunkan dari orang tuanya
 Drug-related eczematous dermatitis, terjadi akibat pemberian obat tertentu
(misalnya Penicillin)
 Photoeczematous dermatitis, terjadi akibat paparan sinar matahari
 Primary irritant dermatitis, penyebabnya karena trauma atau gesekan berulang.
 Morfologi:
o Ditandai dengan adanya spongiosis, edema intraepidermal
o Tampak infiltrat limfosit superfisial dan perivaskuler
o Pada lesi terkait obat, biasanya mengandung infiltrat eosinophil.

Eritema Multiforme
Eritema multiforme merupakan kelainan yang jarang terjadi, dan dapat
menghilang dengan sendirinya. Eritema multiforme dapat merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap infeksi (herpes, lepra), obat-obatan tertentu (sulfonamide,
penisillin), keganasan (karsinoma, limfoma), atau penyakit kolagen vaskular (lupus
eritematosus, poliarteritis nodosa).
Secara klinis, kelainan ini bersifat multiforme. Efloresensi lesinya campuran
antara makula, papula, vesikel, bullae, dan lesi khas “targetoid” (“target-like”), yang
terdistribusi luas, dan simetris pada ekstremitas.
 Varian:
 Stevens-Johnson syndrome

138
Sering terjadi pada anak-anak, secara klinis berupa lesi erosif dan krusta
hemoragik pada bibir, dan mukosa oral, konjungtiva, uretra, genital, maupun
perianal. Dapat terjadi infeksi sekunder pada kulit yang kehilanan
integritasnya, mengakibatkan sepsis yang mengancam jiwa.
 Toxic epidermal necrolysis
Nekrosis difus dan terlepasnya lapisan epidermal kulit dan mukosa.
Kerusakan epidermis yang luas memberikan gambaran klinis yang
menyerupai luka bakar.

Secara mikroskopis, lesi “targetoid” menunjukkan infiltrat limfosit perivaskular


superfisial, yang berhubungan dengan edema dermal, dan akumulasi limfosit sepanjang
dermo-epidermal junction, yang berkaitan dengan nekrosis dan degenerasi keratinosit,
suatu pola yang disebut interface dermatitis. Seiring waktu, tampak migrasi limfosit ke
dalam epidermis. Zona epidermal nekrosis yang berbatas tegas dan konfluen timbul
bersamaan dengan pembentukan bulla. Terlepasnya epidermal menyebabkan erosi
dangkal.

INFLAMASI
DERMATOSIS INFLAMATORI KRONIS
Dermatosis inflamatori kronis merupakan inflamasi kulit yang menetap selama
beberapa bulan sampai tahunan. Secara klinis, ditandai dengan permukaan kulit yang
menjadi kasar, sebagai akibat pembentukan sisik yang eksesif atau abnormal. Secara
mikroskopis, kelainan ini ditandai dengan adanya perubahan epidermal (berupa atrofi
atau hiperplasia), dan adanya fibrosis dermal.

Psoriasis
Psoriasis merupakan kelainan yang sering terjadi pada semua usia, dan
berkaitan dengan autoimun. Kelainan ini dapat disertai dengan adanya arthritis (pada
15% penderitanya), myopathy, enteropathy, dan didapatkan juda pada penderita AIDS.
Psoriasis menggambarkan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Seperti
pada berbagai penyakit autoimun, psoriasis juga terkait gen di dalam lokus HLA.
Terdapat hubungan yang kuat dengan HLA-C, terutama allele HLA-Cw*0602.
Secara klinis, psoriasis ditandai dengan adanya lesi plak berwarna merah muda
dengan sisik berwarna keperakan, dengan lokasi pada daerah yang sering mengalami
tekanan, seperti siku, lutut, daerah lumbosakral, celah intragluteal, dan didapatkan pula
pada kulit kepala, serta glans penis. Sisik ini apabila diangkat, akan meninggalkan titik-
titik perdarahan multipel di kulit (Auspitz sign). Apabila sisik ini digores, akan
memberikan warna putih seperti lilin (fenomena tetesan lilin), sebagai akibat
perubahan indeks bias. Pada psoriasis juga dapat terjadi fenomena Koebner.

139
Pada psoriasis dapat terjadi pembentukan sisik dan eritema seluruh tubuh yang
disebut sebagai erythroderma. Kelainan ini juga dapat disertai dengan penebalan kuku
pada 30% penderitanya. Varian dari psoriasis antara lain psoriasis pustular, yang timbul
secara lokal pada tangan dan kaki, atau secara generalisata di seluruh tubuh yang dapat
menimbulkan kematian akibat sepsis.
 Secara mikroskopis didapatkan gambaran:
o Acanthosis.
o Stratum granulosum menipis/menghilang.
o Pembentuan agregat kecil neutrofil di dalam fokus spongiotik epidermis
superfisial (spongiform pustule), dan di dalam stratum korneum yang mengalami
parakeratosis (Mikroabses Munro).
o Pada psoriasis pustular, tampak akumulasi neutrofil menyerupai abses yang luas,
langsung di bawah stratum korneum.

Lichen Planus
Lichen planus merupakan kelainan pada kulit dan mukosa yang ditandai dengan
“Six P”, yaitu pruritic, purple, papula polygonal, planar dan plaque. Lichen planus
biasanya self-limited, sebagian besar menyembuh spontan dalam 1-2 tahun setelah
onset. Resolusi biasanya meninggalkan bekas hiperpigmentas post inflamasi. Lesi pada
mukosa oral, dapat bertahan selama beberapa tahun. Squamous cell carcinoma dapat
timbul pada lesi lichen planus mukosal dan paramukosal, sebagai contoh proses
karsinogenesis yang timbul sebagai akibat proses inflamasi kronis.
Lichen planus merupakan lesi kulit yang gatal, berupa papula yang dapat
bersatu membentuk plak dengan garis putih yang disebut Wickham striae (secara
mikroskopis berupa area hipergranulosis). Lesi multipel, tersebar simetris, sering pada
pergelangan tangan, siku, dan glans penis. Bila mengenai folikel rambut disebut lichen
planopilaris.
Mikroskopis:
 Tampak infiltrat limfosit pada rete ridges, memberikan gambaran “saw-
toothing”, yang merupakan tanda adanya jejas kronis pada lapisan basal.
 Hiperkeratosis, hipergranulosis.

INFEKSI DAN INVESTASI


Kulit dapat mengalami infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur.
Jenis virus yang sering menginfeksi kulit, antara lain HPV (Human Papilloma Virus),
virus pox, dan HSV (Herpes Simplex Virus), sedangkan bakteri yang sering
menginfeksi kulit antara lain Staphylococcus dan Streptococcus. Jamur juga sering
menginfeksi kulit, terutama pada daerah-daerah yang lembab, seperti pada daerah
lipatan. Jenis jamur yang tersering yaitu dermatofita, yang menyebabkan infeksi jamur

140
superfisialis. Kulit dan adnexanya juga dapat merupakan tempat hidup berbagai parasit,
antara lain scabies dan kutu rambut.

Veruka/Warts
Veruka/warts merupakan kelainan skuamoproliferatif akibat infeksi HPV
(Human Papilloma Virus), yang sering terjadi pada anak dan dewasa muda, dan dapat
mengenai semua umur. Transmisi kelainan ini melalui kontak langsung, atau
autoinokulasi. Kelainan ini bersifat self-limited, yang akan menyembuh sendiri dalam
6 bulan sampai 2 tahun.
 Klasifikasi kelainan ini, yaitu:
o Veruka vulgaris
o Veruka plana
o Veruka plantaris dan veruka palmaris
o Condyloma acuminata (venereal wart).

Molluscum Contagiosum
Penyakit ini merupakan penyakit kulit akibat virus pox, yang penularannya
terjadi melalui kontak langsung, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Secara
klinis didapatkan gambaran papula dengan umbilikasi, konsistensi keras, berwarna
merah muda, berukuran 0,2-0,4 cm, dan dapat mencapai diameter 2 cm. Predileksinya
pada seluruh area badan, dan anogenital.
Secara mikroskopis, lesinya menunjukkan hiperperplasia epidermal yang
berbentuk seperti mangkuk. Mikroskopis khas kelainan ini yaitu didapatkannya
molluscum bodies, suatu inklusi intrasitoplasmik berukuran besar (mencapai 35
mikron), berbentuk ellipsoid, homogen, terdapat pada stratum granulosum dan stratum
korneum. Pada pewarnaan HE, memberikan warna eosinofilik. Sejumlah besar virion
terdapat di dalam molluscum bodies.

Impetigo
Impetigo merupakan infeksi bakteri superfisial pada kulit. Kelainan ini sangat
menular dan sering didapatkan baik pada anak-anak sehat, maupun orang dewasa
dengan Kesehatan yang buruk. Predileksi kelainan ini pada kulit yang terbuka,
terutama wajah, tangan dan kaki. Etiologi tersering impetigo kontagiosa di masa lalu
yaitu Streptococcus beta hemolitikus, sedangkan etiologi impetigo bullosa yaitu
Staphylococcus aureus, namun saat ini keduanya seringkali disebabkan oleh
Staphylococcus aureus.
Gambaran klinisnya berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi
pustula kecil, kemudian mengalami erosi, dan terbentuk krusta berwarna kekuningan

141
seperti madu. Gambaran mikroskopisnya tampak akumulasi neutrofil di bawah stratum
korneum.

Infeksi Jamur Superfisialis


Infeksi jamur superfisialis disebabkan oleh dermatofita. Pembagian kelainan ini
berdasarkan lokasi lesinya, yaitu:
 Tinea capitis
 Tinea barbae
 Tinea corporis
 Tinea cruris
 Tinea pedis
 Onychomycosis
 Tinea versicolor  etiologi: Mallassezia furfur

Lesi Akibat Arthropoda


Lesi akibat arthropoda biasanya disebabkan oleh gigitan atau serangan
serangga, antara lain laba-laba, kalajengking, insekta, kutu busuk, tawon, nyamuk, atau
kelabang. Bekas gigitan dapat menimbulkan lesi urtikaria, papula, nodula, bahkan plak
eritematosa yang luas. Kelainan ini menunjukkan efek langsung, sebagai respon
hipersensitivitas. Lesi sekunder dapat terjadi akibat adanya infeksi oleh bakteri atau
parasit.

Scabies
Scabies ditularkan secara kontak langsung atau melalui benda-benda yang
dipakai bersama-sama. Etiologi kelainan ini adalah Sarcoptes scabei. Predileksi
kelainan ini pada sela jari, telapak tangan, pergelangan tangan/kaki, kulit dan genital
pada pria.

Pediculosis
Pediculosis merupakan dermatosis pruritik yang disebabkan oleh kutu kepala
pada batang rambut. Lesi akibat kutu ini berupa respon urtikaria dan infiltrat radang
kemerahan.

TUMOR EPITELIAL JINAK KULIT


Tumor epithelial kulit jinak merupakan tumor yang berasal dari epitel gepeng
berlapis berkeratin dari epidermis dan folikel rambut, serta epitel duktuli dari kelenjar
kulit. Kelainan ini biasanya menunjukkan gambaran serupa dengan struktur asalnya.
Gambaran klinisnya kadang-kadang memberikan kesan sebagai suatu keganasan,

142
terutama apabila lesinya mengandung pigmen atau mengalami inflamasi, dan
diperlukan biopsi untuk menegakkan diagnosis definitif.

Seborrhoeic Keratosis
Kelainan ini timbul spontan pada badan, wajah, ekstremitas, leher, terutama
pada usia pertengahan atau lebih tua. Apabila lesi ini ditemukan pada individu berkulit
gelap, berjumlah multipel dan berukuran kecil-kecil pada wajah, disebut sebagai
dermatosis papulosa nigra.
Aktivasi mutasi pada fibroblast growth factor receptor-3 (FGFR3), suatu
reseptor tirosin kinase, ditemukan pada banyak kasus sporadik seborrheic keratosis,
dan pada awal pertumbuhan tumor. Seborrhoeic keratosis juga dapat merupakan bagian
dari sindrom paraneoplastik (Leser-Trelat sign), akibat stimulasi keratinosit oleh kadar
TNF alfa yang diproduksi oleh sel-sel ganas, terutama karsinoma pada saluran
pencernaan.
Secara makroskopis, kelainan ini berupa plak bundar, datar, seperti koin, waxy,
dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Lesinya berwarna
coklat muda sampai coklat tua, dengan permukaan seperti beludru atau granuler.
Secara mikroskopis, lesinya eksofitik dan berbatas tegas dari epidermis di
sekitarnya, terdiri dari lembaran sel-sel yang menyerupai lapisan basal epidermis.
Pigmentasi melanin yang bervariasi didapatkan pada kelompokan sel tersebut,
sehingga memberikan warna kecoklatan. Tampak pula hyperkeratosis pada
permukaannya, dengan pembentukan keratin intraepithelial (disebut “pseudo-horn
cyst”).

Acanthosis Nigricans
Acanthosis nigricans merupakan suatu gejala klinis kulit yang penting dari
beberapa kelainan jinak atau ganas yang mendasarinya. Secara klinis tampak sebagai
penebalan dan hiperpigmentasi kulit, memberikan gambaran “velvet-like texture”.
Predileksi kelainan ini adalah pada daerah fleksura, yaitu pada axilla, lipatan kulit leher,
inguinal, dan anogenital.
Secara mikroskopis, epidermis dan dermal papilla membesar, menonjol tajam
dan membentuk tonjolan dan lekukan. Tampak pula hiperplasia, disertai hiperkeratosis
dan hiperpigmentasi ringan lapisan basal, tetapi tidak disertai hiperplasia melanositik.
 Dua tipe kelainan ini berdasarkan kelainan yang mendasarinya, yaitu:
o Jinak  didapatkan pada 80% kasus
 Tumbuh lambat, sering pada anak-anak/pubertas, disertai obesitas/kelainan
endokrin
o Ganas

143
 Usia pertengahan, berhubungan dengan adenokarsinoma saluran
pencernaan, sebagai bagian dari sindrom paraneoplastik akibat growth
factor yang dihasilkan oleh sel-sel tumor.

Fibroepithelial Polyp
Nama lain kelainan ini yaitu acrochordon, skin tag, atau papilloma squamosa.
Fibroepitelial polyp sering ditemukan pada orang tua, dengan predileksi pada daerah
leher, wajah, lipatan-lipatan kulit. Secara klinis, kelainan ini berbentuk seperti kantung,
lunak, berwarna coklat seperti kulit di sekitarnya, dan menempel di kulit dengan adanya
tangkai. Secara mikroskopis, tumor ini terdiri dari tangkai fibrovaskular yang dilapisi
oleh epitel gepeng berlapis jinak.
 Fibroepitelial polyp dapat multipel dan berhubungan dengan keadaan-keadaan:
o Kehamilan  akibat pengaruh hormonal
o Diabetes mellitus
o Obesitas
o Intestinal polyposis.

Epithelial Cyst
Epithelial cyst terbentuk karena adanya invaginasi atau ekspansi kistik dari
epidermis atau folikel rambut. Secara klinis berupa nodul subkutan, konsistensi keras,
berbatas tegas. Kista dapat berisi keratin, lipid, dan debris dari sekresi kelenjar sebacea.
 Terdapat 4 jenis kista ini, yaitu:
o Epidermal inclusion cyst
o Pilar or trichilemmal cyst
o Dermoid cyst
o Steatocystoma simplex/multiplex.

TUMOR ADNEXA KULIT


Berbagai jenis tumor dapat berasal atau menunjukkan diferensiasi adnexa kulit.
Sebagian besar merupakan tumor jinak, akan tetapi dapat menyerupai keganasan pada
kulit seperti basal cell carcinoma. Tumor adnexa kulit lainnya dapat diturunkan dengan
pola mendelian, dan timbul sebagai lesi multipel. Tumor adnexa kulit biasanya tidak
memiliki karakteristik tertentu, berwarna kecoklatan, berupa papula atau nodul soliter
atau multipel. Beberapa tumor memiliki predileksi pada permukaan tubuh spesifik.
Tumor adnexa kulit dapat berasal dari folikel rambut dan sebacea, kelenjar
eccrine, dan kelenjar apokrin. Contoh-contohnya antara lain: eccrine poroma,
silidroma, syringoma, trikoepitelioma, trichilemmoma, pilomatricoma, dan sebaceous
adenoma. Contoh tumor ganasnya yaitu: sebaceous carcinoma, eccrine dan apocrine
carcinoma.

144
TUMOR PREMALIGNA DAN MALIGNA
Actinic Keratosis
Kelainan ini disebut juga solar keratosis. Etiologi kelainan ini adalah akibat
paparan sinar ultraviolet. Insidensinya pada usia pertengahan atau lebih tua.
Secara makroskopis, lesi berukuran kurang dari 1 cm, eritematous dengan
“scale” (sisik), dan dapat berkembang menjadi squamous cell carcinoma.

Squamous Cell Carcinoma (SCC)


SCC merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel skuamosa. Insidensi
kelainan ini pada usia tua lebih dari 60 tahun, dan lebih banyak didapatkan pada laki-
laki daripada perempuan. Predisposisi kelainan ini, antara lain paparan sinar matahari,
karsinogen dari industry, paparan radiasi, dan merokok tembakau. Predileksi kelainan
ini pada kulit, membran mukosa, laring, esofagus, cervix, atau bronkus.

Basal Cell Carcinoma (BCC)


BCC merupakan tumor yang berasal dari sel-sel pada lapisan basal. Tumor ini
bersifat invasif, destruktif, tumbuh lambat, dan jarang bermetastasis. Insidensinya
sering pada orang kulit putih, dan usia lebih dari 40 tahun.
 Pembagian secara histologis :
o Superficial BCC
o Morphea-like BCC
o Basal cell type.

Melanoma Maligna
Melanoma maligna merupakan tumor ganas dari sel melanosit. Insidensinya
banyak pada orang kulit putih atau berpigmen terang, dapat mengenai semua usia,
tersering usia 40-60 tahun. Predileksi kelainan ini yaitu pada kulit, konjungtiva, orbita,
rongga mulut, dan anus-rektum.
 Tipe pertumbuhan:
o Horisontal  lateral di epidermis
o Vertikal  invasif ke dalam dermis.

 Tipe melanoma:
o Lentigo melanoma
o Superficial spreading
o Nodular melanoma.

145
TUMOR DERMIS
Xanthoma
Xanthoma bukan true neoplasma, melainkan merupakan deposit histiosit
dengan sitoplasma “foamy” karena berisi butir-butir lemak.
 Pembagian kelainan ini, yaitu:
o Xanthoma eruptif  muncul tiba-tiba, di permukaan ekstensor ekstremitas dan
bokong.
o Xanthoma tuberosa  berupa nodul terlokalisir di ekstensor siku, lutut, paha
dan bokong.
o Xanthoma tendinosa  nodul subkutaneus pada fascia, ligamen, tendo Achilles,
atau tendon ekstensor tangan, lutut, siku.
o Xanthoma plana  berupa makula kuning, papula lunak, atau plak pada palpebra
superior (Xanthelasma palpebrarum), telapak tangan dan area intertriginosa.

Dermatofibrosarcoma Protuberans (DFSP)


DFSP merupakan tumor mesenkimal maligna, dengan origin fibroblastik.
Tumor ini bersifat destruksi lokal, tetapi jarang bermetastasis. Secara makroskopis
tampak sebagai plak sampai nodul berwarna merah kecoklatan, berdiameter beberapa
sentimeter.

TUMOR VASKULER
 Hemangioma kapilare
 Hemangioma kavernosum.

TUMOR MIGRAN SELULER PADA KULIT


Langerhans Cell Histiocytosis (LCH)
LCH berupa proliferasi neoplastik sel Langerhans di kulit dan organ lain.
Kelainan ini dibagi mejadi 4 tipe, yaitu:
 Letterer-Siwe disease: pada bayi, anak-anak, dengan kelainan difus di kulit dan
sistemik.
 Hand-Schüller-Christian disease: sering mengalami diabetes insipidus, sebagai
akibat sekunder dari keterlibatan pituitary.
 Eosinophilic granuloma: berupa tumor soliter.
 Congenital self-healing reticulohistiocytosis: berupa papula dan nodula pada
neonatal, biasanya sembuh dengan sendirinya.

Secara mikroskopis, tampak infiltrat sel Langerhans berukuran besar, inti sel berbentuk
spt ginjal, sitoplasma eosinofilik pucat, terdapat pada daerah dermis, dan mendesak

146
sampai ke epidermis. Dengan pewarnaan khusus imunohistokimia CD1a, sel-sel
Langerhans ini menunjukkan hasil yang positif.

Mycosis Fungoides/Cutaneus T-cell Lymphoma (CTCL)


Mycosis fungoides atau CTCL merupakan limfoma sel T yang terdapat pada
kulit. Secara klinis memberikan gejala berupa eksim, kemudian menjadi plak, dan
akhirnya nodul-nodul, bersisik, dan berwarna merah kecoklatan. Predileksi kelainan ini
yaitu pada badan, ekstremitas, wajah, dan kulit kepala.

Mastositosis
Mastositosis merupakan kelainan yang jarang ditemukan. Pada kelainan ini
terjadi proliferasi sel mast di kutaneus. Gejala klinis yang timbul, antara lain rasa
terbakar/flushing, rhinorrhea, edema dermal dan eritema, serta urtikaria pigmentosa.
 Insidensi kelainan ini yaitu:
o Anak-anak  prognosis lebih baik
o Orang dewasa  10% terjadi mastositosis sistemik, prognosis lebih buruk.

147
ANATOMI OCULUS, ORBITA, REGIO ORBITALIS,
DAN BULBUS OCULI
Oeij Anindita Adhika

Oculus adalah organ penglihatan, terdiri dari bulbus oculi dan nervus opticus. Orbita
berisi bulbus oculi dan structurae oculi accessoriae (adnexa oculi). Regio orbitalis
adalah area pada facies yang meliputi orbita dan bulbus oculi, termasuk palpebra
superior, palpebra inferior, dan apparatus lacrimalis.

ORBITA
Orbita adalah rongga tulang bilateral pada skeleton wajah yang menyerupai
piramid kuadrangular berongga dengan basis mengarah anterolateralis dan apex
mengarah posteromedialis. Paries medialis dari kedua orbita yang dipisahkan oleh
cellulae ethmoideae dan bagian atas cavitas nasi adalah hampir paralel; sedangkan
paries lateralis kedua orbita membentuk sudut ± 90.
Sebagai akibatnya, kedua orbital axis terpisah  45. Axis opticus (sumbu, arah,
atau garis pandang) untuk kedua bulbus oculi adalah paralel, dan pada posisi anatomis
berjalan lurus anterior (“melihat lurus ke depan”). Posisi bulbus oculi ini disebut posisi
primer. Orbita dan regio orbitalis yang berada anterior terhadapnya berisi dan
melindungi bulbus oculi dan structurae accessoriae oculi yang meliputi:
 Palpebrae yang menahan orbita di anterior, mengontrol eksposur bulbus oculi
anterior.
 Musculi externi bulbi oculi yang memposisikan bulbus oculi dan menaikkan
palpebra superior.
 Nervi dan vasa dalam perjalanannya menuju bulbus oculi dan musculi.
 Vagina bulbi dan fasciae musculares yang mengelilingi bulbus oculi dan musculi.
 Tunica conjunctiva yang melapisi palpebrae dan aspek anterior bulbus oculi, serta
hampir seluruh apparatus lacrimalis yang melubrikasinya.
Seluruh ruang dalam orbita yang tidak terisi oleh struktur-struktur tersebut, diisi oleh
corpus adiposum orbitae, yang membentuk matrix di dalam mana struktur-struktur
orbita berada.
Orbita mempunyai basis, empat paries, dan apex:
 Basis dibatasi oleh margo orbitalis, yang mengelilingi aditus orbitae. Tulang
yang membentuk margo orbitalis memberikan proteksi bagi isi orbita dan
menyediakan perlekatan bagi septum orbitale, membrana fibrosa yang berekstensi
ke dalam palpebrae.
 Paries superior orbitae (atap) hampir horizontalis dan dibentuk terutama oleh
pars orbitalis ossis frontalis, yang memisahkan cavitas orbitae dari fossa anterior

148
 cranii. Di dekat apex dari orbita, paries superior dibentuk oleh ala minor ossis
sphenoidalis. Di anterolateralis, depresi dangkal di pars orbitalis ossis frontalis,
yang disebut fossa glandulae lacrimalis, mewadahi glandula lacrimalis.
 Paries medialis orbitae dari orbita kontralateral terletak paralel dan dibentuk
terutama oleh lamina orbitalis labyrinthi ethmoidei, bersama dengan kontribusi
dari processus frontalis maxillae, os lacrimale, dan os sphenoideum. Di anterior,
paries medialis diindentasi oleh sulcus lacrimalis dan fossa sacci lacrimalis,
trochlea untuk tendo dari salah satu musculi externi bulbi oculi berada di superior.
Kebanyakan tulang yang membentuk paries medialis setipis kertas; os ethmoideum
sangat terpneumatisasi dengan cellulae ethmoideae, sering terlihat pada cranium
kering.
 Paries inferior orbitae (dasar) dibentuk terutama oleh maxilla dan sebagian kecil
oleh os zygomaticum dan os palatinum. Paries inferior yang tipis terbagi antara
orbita dan sinus maxillaris. Paries inferior menurun dari apex menuju margo
infraorbitalis. Paries inferior dipisahkan dari paries lateralis oleh fissura orbitalis
inferior, celah di antara facies orbitalis maxillae dan facies orbitalis alae majoris
ossis sphenoidei.
 Paries lateralis orbitae dibentuk oleh processus frontalis ossis zygomatici dan
ala major ossis sphenoidei. Paries lateralis adalah dinding terkuat dan tertebal, yang
penting karena paling terekspos dan rentan terhadap trauma langsung. Bagian
posteriornya memisahkan orbita dari fossa temporalis dan fossa media cranii. Paries
lateralis dari orbita kontralateral hampir tegak lurus satu terhadap yang lain.
 Apex orbitae berada di canalis opticus di ala minor ossis sphenoidei, medialis
segera terhadap fissura orbitalis superior.

Bagian paling lebar dari orbita bersesuaian dengan aequator bulbi oculi, garis
imajiner yang mengelilingi bulbus oculi di pertengahan (pada jarak yang sama) antara
polus anterior bulbi oculi dan polus posterior bulbi oculi. Tulang-tulang yang
membentuk orbita dilapisi oleh periorbita, yaitu periosteum orbita. Periorbita
berlanjut:
 Di canalis opticus dan fissura orbitalis superior dengan pars periostea durae matris.
 Hingga margo orbitalis dan melalui fissura orbitalis inferior dengan periosteum
externum cranii (pericranium).
 Dengan septum orbitale di margo orbitalis.
 Dengan fasciae musculares (fascial sheaths) dari musculi externi bulbi oculi.
 Dengan vagina bulbi yang membentuk fascial sheath dari bulbus oculi.

149
PALPEBRAE DAN APPARATUS LACRIMALIS
Palpebrae dan cairan lakrimal yang disekresikan oleh glandula lacrimalis,
melindungi cornea dan bulbus oculi dari injuri dan iritasi.

Palpebrae
Palpebrae adalah lipatan yang dapat bergerak yang menutupi bulbus oculi di
anterior ketika tertutup, sehingga melindunginya dari injuri dan cahaya berlebihan.
Palpebrae juga menjaga cornea tetap lembab dengan menyebarkan cairan lakrimal.
Palpebrae ditutupi di externus oleh kulit tipis dan di internus oleh membrana mucosa
transparan, tunica conjunctiva palpebrae. Tunica conjunctiva palpebrae berefleksi ke
bulbus oculi, di mana berlanjut dengan tunica conjunctiva bulbi oculi. Tunica
conjunctiva bulbi oculi tipis, transparan, dan melekat longgar pada permukaan anterior
(sclera) bulbus oculi. Tunica conjunctiva bulbi oculi mengandung pembuluh darah
yang kecil dan tampak, dan melekat di sekeliling cornea. Garis refleksi tunica
conjunctiva palpebrae ke bulbus oculi membentuk kantung, yaitu fornix superior
conjunctivae dan fornix inferior conjunctivae.
Saccus conjunctivalis adalah ruang yang dibatasi oleh tunica conjunctiva palpebrae
dan
tunica conjunctiva bulbi oculi. Saccus conjunctivalis merupakan ruang tertutup ketika
palpebrae tertutup, tapi terbuka melalui rima palpebrarum ketika mata terbuka. Saccus
conjunctivalis adalah bentuk khusus “bursa” mukosa yang memampukan palpebrae
bergerak bebas terhadap permukaan bulbus oculi ketika buka dan tutup.
Palpebra superior dan palpebra inferior diperkuat oleh jaringan ikat padat, tarsus
superior dan tarsus inferior, yang membentuk “skeleton” palpebrae. Serabut pars
palpebralis musculi orbicularis oculi berada dalam jaringan ikat superficialis terhadap
tarsi dan profundus terhadap kulit palpebrae. Terbenam dalam tarsi adalah glandulae
tarsales yang menghasilkan lipid yang melubrikasi tepi palpebrae dan mencegah
palpebrae saling menempel ketika tertutup. Sekresi lipid juga membentuk barrier yang
tidak dapat dilalui cairan lakrimal ketika diproduksi dalam jumlah normal. Jika
diproduksi berlebihan, mengalir melewati barrier ke pipi sebagai air mata.
Cilia berada di tepi palpebra. Glandula sebacea besar yang berhubungan dengan
cilia adalah glandulae ciliares. Junctio palpebra superior dengan palpebra inferior
membentuk commissura medialis palpebrarum dan commissura lateralis
palpebrarum, membatasi angulus medialis oculi dan angulus lateralis oculi (G.
kanthos, angulus oculi), atau canthus.
Di antara nasus dan angulus medialis oculi didapatkan ligamentum palpebrale
mediale, yang menghubungkan tarsus dengan margo medialis orbitae. Musculus
orbicularis oculi berorigo dan berinsertio pada ligamentum tersebut. Ligamentum

150
palpebrale laterale melekatkan tarsus ke margo lateralis orbitae, tapi tidak menjadi
perlekatan otot.
Septum orbitale adalah membrana fibrosa yang berekstensi dari tarsus ke margo
orbitalis, di mana menjadi berlanjut dengan periosteum. Septum orbitale menahan
corpus adiposum orbitae; dan terkait dengan kesinambungannya dengan periorbita,
dapat membatasi penyebaran infeksi ke dan dari orbita. Septum orbitale menyusun
sebagian besar fascia posterior dari musculus orbicularis oculi.

Apparatus Lacrimalis
Apparatus lacrimalis terdiri dari:
 Glandula lacrimalis: menyekresikan cairan lakrimal, saline fisiologis encer yang
mengandung enzim lisozim bakteriosidal. Cairan lakrimal melembabkan dan
melubrikasi permukaan tunica conjunctiva dan cornea serta menyediakan nutrien
dan oksigen bagi cornea; bila diproduksi berlebihan, cairan yang bercucuran
disebut air mata.
 Ductuli excretorii glandulae lacrimalis: menghantarkan cairan lakrimal dari
glandula lacrimalis ke saccus conjunctivalis.
 Canaliculus lacrimalis: mulai dari punctum lacrimale di papilla lacrimalis
dekat angulus medialis oculi dan mengalirkan cairan lakrimal dari lacus lacrimalis
(ruang triangular di angulus medialis oculi di mana air mata berkumpul) ke saccus
lacrimalis (bagian superior ductus nasolacrimalis yang berdilatasi).
 Ductus nasolacrimalis: menghantarkan cairan lakrimal ke meatus inferior nasi
(cavitas di bawah concha inferior nasi).

Glandula lacrimalis berbentuk almond dan panjang ± 2 cm, terletak di fossa


glandulae lacrimalis di bagian superolateralis orbita. Glandula dibagi menjadi pars
orbitalis glandulae lacrimalis di superior dan pars palpebralis glandulae lacrimalis
di inferior oleh ekspansi lateralis tendo levator palpebrae superioris. Glandulae
lacrimales accessoriae dapat ditemukan, kadang di bagian medius palpebra, atau
sepanjang fornix conjunctivae superior dan fornix conjunctivae inferior. Glandulae
lacrimales accessoriae lebih banyak di palpebra superior daripada di palpebra inferior.
Produksi cairan lakrimal distimulasi oleh impuls parasimpatis dari N. VII. Cairan
lakrimal disekresikan melalui 8–12 ductuli excretorii, yang bermuara ke bagian
lateralis fornix superior conjunctivae. Cairan lakrimal mengalir ke inferior ke dalam
saccus conjunctivalis di bawah pengaruh gravitasi. Ketika cornea menjadi kering, mata
berkedip. Palpebrae secara bersamaan dalam serial dari lateralis ke medialis
mendorong cairan ke medialis melewati cornea, seperti windshield wipers. Dengan cara
demikian, cairan lakrimal yang mengandung material asing seperti debu didorong ke
angulus medialis oculi, berakumulasi di lacus lacrimalis. Aksi kapiler mendrainase
151
cairan ke dalam canaliculus lacrimalis melalui punctum lacrimale. Aksi musculus
orbicularis oculi yang melekat sebagian ke saccus lacrimalis, membantu mengalirkan
cairan ke dalam saccus lacrimalis.
Dari saccus lacrimalis, cairan berjalan menuju meatus inferior nasi melalui ductus
nasolacrimalis. Cairan lakrimal mengalir ke posterior melintasi dasar cavitas nasi ke
pars nasalis pharyngis dan akhirnya ditelan. Selain membersihkan partikel dan iritan
dari saccus conjunctivalis, cairan lakrimal menyediakan nutrien dan oksigen bagi
cornea.
Suplai saraf glandula lacrimalis adalah simpatis dan parasimpatis. Serabut
sekretomotorik presinaptik parasimpatis berasal dari nervus facialis oleh nervus
petrosus major dan selanjutnya oleh nervus canalis pterygoidei menuju ganglion
pterygopalatinum, di mana bersinaps dengan perikaryon dari serabut postsinaptik.
Serabut vasokonstriktif postsinaptik simpatis dibawa dari ganglion cervicale superius
oleh plexus nervosus caroticus internus dan nervus petrosus profundus, bergabung
dengan serabut parasimpatis membentuk nervus canalis pterygoidei dan melintasi
ganglion pterygopalatinum. Ramus communicans terminalis dari nervus zygomaticus
(dari N. V2) membawa kedua jenis serabut ke nervus lacrimalis (cabang N. V 1), merger
ini terjadi terjadi sebelum atau setelah memasuki glandula.

BULBUS OCULI
Bulbus oculi mengandung apparatus opticus dari sistem visual. Bulbus oculi
menempati hampir seluruh bagian anterior orbita, digantung oleh enam musculi externi
bulbi oculi yang mengontrol gerakannya, dan fascial suspensory apparatus. Diameter
bulbus oculi ± 25 mm. Semua struktur anatomis dalam bulbus oculi mempunyai
pengaturan sirkular atau sferis. Bulbus oculi mempunyai 3 lapisan; walaupun demikian,
terdapat lapisan jaringan ikat tambahan yang mengelilingi bulbus oculi, menyokongnya
dalam orbita. Lapisan jaringan ikat ini di posterior menyusun vagina bulbi (bulbar
fascia atau Tenon's capsule), yang membentuk soket sebenarnya untuk bulbus oculi,
dan di anterior menyusun tunica conjunctiva bulbi oculi. Vagina bulbi merupakan
bagian paling substansial dari apparatus suspensorius. Lapisan jaringan ikat yang
sangat longgar, lamina episcleralis (spatium episclerale; ruang potensial) terletak di
antara vagina bulbi dan lapisan luar bulbus oculi, memudahkan gerakan bulbus oculi
dalam vagina bulbi.
Tiga lapisan bulbus oculi adalah:
1. Tunica fibrosa bulbi oculi, terdiri dari sclera dan cornea.
2. Tunica vasculosa bulbi oculi, terdiri dari choroidea, corpus ciliare, dan iris.
3. Tunica interna bulbi oculi, terdiri dari retina, yang mempunyai pars optica retinae
dan pars
caeca retinae.

152
Tunica Fibrosa Bulbi Oculi
Tunica fibrosa bulbi oculi merupakan skeleton fibrosum externus dari bulbus
oculi, mempertahankan bentuk dan resistensi. Sclera adalah bagian opak keras dari
tunica fibrosa bulbi oculi, menutupi ⅚ posterior bulbus oculi. Sclera menyediakan
perlekatan bagi musculi externi bulbi oculi dan musculi interni bulbi oculi. Bagian
anterior sclera dapat dilihat melalui tunica conjunctiva bulbi oculi sebagai bagian putih
mata. Cornea adalah bagian transparan dari tunica fibrosa bulbi oculi yang menutupi
⅙ anterior bulbus oculi. Kecembungan cornea lebih besar daripada kecembungan
sclera, sehingga tampak menonjol dari bulbus oculi jika dilihat lateralis.
Dua bagian tunica fibrosa bulbi oculi tersebut berbeda dalam regularitas
penyusunan serabut kolagen pembentuknya dan derajat hidrasinya. Sementara sclera
relatif avaskular; cornea sepenuhnya avaskular, menerima nutriennya dari jejaring
kapiler di sekelilingnya dan cairan di permukaan externus (cairan lakrimal) dan
permukaan internus (humor aquosus). Cairan lakrimal juga menyediakan oksigen yang
diabsorpsi dari udara.
Cornea sangat sensitif terhadap sentuhan, dipersarafi oleh nervus ophthalmicus (N.
V1). Benda asing yang sangat kecil (contoh, partikel debu) membangkitkan berkedip,
aliran air mata, dan kadang nyeri yang sangat. Permukaan cornea yang mengering dapat
menyebabkan ulserasi.
Limbus corneae adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan curvaturae dari
sclera dan cornea di junctio cornea dengan sclera. Junctio tersebut berupa lingkaran
translusen abu-abu, lebar 1 mm yang meliputi banyak gelung kapiler yang terlibat
dalam suplai nutrien bagi cornea avaskular.

Tunica Vasculosa Bulbi Oculi


Tunica vasculosa bulbi oculi (uvea atau uveal tract) terdiri dari choroidea, corpus
ciliare, dan iris. Choroidea, lapisan berwarna coklat kemerahan gelap di antara sclera
dan retina. Choroidea membentuk bagian terbesar tunica vasculosa bulbi oculi dan
membatasi hampir seluruh sclera. Dalam lapisan vaskular padat dan berpigmen ini,
vasa yang lebih besar berlokasi di externus (dekat sclera). Vasa yang paling halus,
lamina choroidocapillaris berlokasi paling dalam, berdekatan dengan lapisan sensitif
cahaya avaskular dari retina, yang mana lamina choroidocapillaris menyuplainya
dengan oksigen dan nutrien. Choroidea dipenuhi darah, choroidea memiliki laju perfusi
paling tinggi per gram jaringan dari semua jejaring kapiler dalam tubuh, lapisan ini
bertanggung jawab untuk refleksi "mata merah" yang terjadi pada fotografi flash.
Choroidea melekat erat pada stratum pigmentosum retinae opticae, tapi dapat
dilepaskan dari sclera dengan mudah. Choroidea berlanjut ke anterior dengan corpus
ciliare.

153
Corpus ciliare adalah penebalan seperti cincin dari tunica vasculosa bulbi oculi,
posterior terhadap limbus corneae, corpus ciliare muskular juga vaskular. Corpus
ciliare menghubungkan choroidea dengan iris. Corpus ciliare menyediakan perlekatan
bagi lens. Kontraksi dan relaksasi dari otot polos corpus ciliare yang tersusun sirkular
mengontrol ketebalan, dan dengan demikian, fokus dari lens. Lipatan pada permukaan
internus corpus ciliare, processus ciliares, menyekresikan humor aquosus (cairan
jernih seperti air). Humor aquosus mengisi segmentum anterius bulbi oculi, bagian
interior bulbus oculi anterior terhadap lens, ligamentum suspensorium lentis, dan
corpus ciliare.
Iris yang terletak pada permukaan anterior lens adalah diaphragma kontraktil tipis
dengan apertura centralis, pupil, untuk transmisi cahaya. Ukuran pupil berubah kontinu
untuk mengatur jumlah cahaya yang memasuki mata. Dua otot involunter mengontrol
ukuran pupil: musculus sphincter pupillae yang distimulasi parasimpatis dan tersusun
sirkular mengecilkan diameternya (konstriksi atau kontraksi pupil, miosis); musculus
dilatator pupillae yang tersusun radial dan distimulasi simpatis membesarkan
diameter pupil (mendilatasi pupil). Respon pupil paradoks: respon simpatis biasanya
terjadi segera, tapi dapat mencapai 20 menit bagi pupil untuk berdilatasi sebagai respon
terhadap cahaya yang lemah. Respon parasimpatis biasanya lebih lambat dari simpatis,
tapi konstriksi pupil yang distimulasi parasimpatis secara normal berlangsung instan.
Dilatasi pupil kontinu abnormal (midriasis) dapat terjadi pada penyakit tertentu atau
sebagai akibat trauma atau pemakaian obat tertentu.

Tunica Interna Bulbi Oculi


Tunica interna bulbi adalah retina. Retina adalah lapisan neural sensoris dari bulbus
oculi. Retina terdiri dari dua bagian fungsional dengan lokasi berbeda: pars optica
retinae dan pars caeca retinae. Pars optica retinae sensitif terhadap sinar cahaya
penglihatan dan mempunyai dua lapisan: stratum nervosum dan stratum pigmentosum.
Stratum nervosum adalah reseptif cahaya. Stratum pigmentosum terdiri dari lapisan
tunggal sel yang memperkuat properti absorpsi cahaya dari choroidea dalam
mengurangi pendaran cahaya dalam bulbus oculi. Pars caeca retinae adalah lanjutan
anterior dari stratum pigmentosum dan lapisan sel penyokong. Pars caeca retinae
berekstensi menutupi corpus ciliare (pars ciliare retinae) dan permukaan posterior iris
(pars iridica retinae) ke tepi pupil.
Klinis, aspek internus bagian posterior bulbus oculi, di mana cahaya yang memasuki
bulbus oculi difokuskan, dikenal sebagai ocular fundus. Retina dari fundus meliputi
area sirkular yang disebut discus nervi optici, di mana serabut sensoris dan vasa
dibawa oleh nervus opticus (N.II) memasuki bulbus oculi. Karena tidak mengandung
fotoreseptor, discus nervi optici tidak sensitif terhadap cahaya. Akibatnya, bagian
retina ini disebut blind spot.

154
Lateralis segera terhadap discus nervi optici adalah macula lutea. Warna kuning
macula hanya tampak ketika retina diperiksa dengan red-free light. Macula merupakan
area oval kecil dengan conus retinae, fotoreseptor khusus untuk ketajaman penglihatan.
Di pusat macula terdapat depresi, fovea centralis, area penglihatan paling tajam.
Diameter fovea ± 1,5 mm; pusatnya, foveola, tidak mempunyai jejaring kapiler seperti
yang terlihat di bagian lain profundus terhadap retina.
Pars optica retinae berakhir di anterior di sepanjang ora serrata, tepi posterior
iregular dari corpus ciliare. Kecuali untuk conus retinae dan bacillum retinae dari
stratum nervosum, retina disuplai oleh arteria centralis retinae, cabang arteria
ophthalmica. Conus retinae dan bacillum retinae dari stratum nervosum luar menerima
nutrien dari lamina choroidocapillaris. Sistem yang bersesuaian dari venae retinae
membentuk vena centralis retinae.

Media Refraktif dan Camerae Bulbi Oculi


Dalam perjalanannya menuju retina, gelombang cahaya melalui media refraktif
bulbus oculi: cornea, humor aquosus, lens, dan humor vitreus. Cornea adalah medium
refraksi pertama bulbus oculi, yang membelokkan cahaya ke derajat terbesar,
mengfokuskan bayangan terbalik pada pars optica retinae.
Humor aquosus menempati segmentum anterius bulbi oculi. Segmentum anterius
dibagi oleh iris dan pupil. Camera anterior bulbi oculi adalah ruang di antara cornea
di anterior dan iris/pupil di posterior. Camera posterior bulbi oculi terletak di antara
iris/pupil di anterior serta lens dan corpus ciliare di posterior. Humor aquosus
diproduksi di camera posterior oleh processus ciliares dari corpus ciliare. Cairan seperti
air jernih tersebut menyediakan nutrien bagi cornea avaskular dan lens. Setelah melalui
pupil, masuk ke dalam camera anterior, humor aquosus mengalir melalui trabecular
meshwork di angulus iridocornealis ke dalam sinus venosus sclerae (canal of
Schlemm). Humor aquosus dikeluarkan melalui limbal plexus, jejaring venae sclerales
di dekat limbus, yang mengalirkan ke tributari dari venae vorticosae dan venae ciliares
anteriores. Tekanan intraokular adalah keseimbangan antara produksi dan aliran keluar
humor aquosus.
Lens terletak posterior terhadap iris dan anterior terhadap humor vitreus dari corpus
vitreum. Lens adalah struktur bikonveks transparan yang terbungkus dalam capsula
lentis. Capsula lentis yang sangat elastis dilabuhkan oleh fibrae zonulares (secara
kolektif menyusun suspensory ligament of the lens) ke processus ciliares yang
mengelilinginya. Walaupun kebanyakan refraksi dihasilkan oleh cornea, kecembungan
lens, terutama facies anterior lentis, secara konstan berubah untuk mengatur fokus dari
objek jauh atau dekat di retina. Lens yang tidak melekat dan terisolasi dianggap
berbentuk hampir sferis. Dengan kata lain, bila tidak ada perlekatan externus dan
peregangan, lens hampir bulat. Musculus ciliaris dari corpus ciliare mengubah bentuk

155
lens. Jika tidak ada stimulasi saraf, diameter cincin otot yang relaxio lebih besar. Lens
yang tergantung dalam cincin berada di bawah tekanan karena perifernya teregang,
menyebabkan lens lebih tipis. Lens yang kurang cembung membawa objek yang lebih
jauh menjadi fokus (penglihatan jauh). Stimulasi parasimpatis melalui nervus
oculomotorius (N. III) menyebabkan musculus ciliaris berkontraksi seperti sphincter.
Cincin menjadi lebih kecil, dan tegangan terhadap lens dikurangi. Lensa yang relaks
lebih tebal (menjadi lebih cembung), membawa objek dekat menjadi fokus
(penglihatan dekat). Proses aktif yang mengubah bentuk lens untuk penglihatan dekat
disebut akomodasi. Ketebalan lens meningkat dengan usia, sehingga kemampuan
berakomodasi menjadi terbatas setelah usia 40 tahun.
Humor vitreus adalah cairan seperti air yang terbungkus dalam corpus vitreum,
substansi seperti jelly dan transparan di ⅘ posterior bulbus oculi posterior terhadap
lens (segmentum posterius bulbi oculi, disebut juga camera postrema bulbi oculi
atau camera vítrea bulbi oculi). Dalam mentransmisikan cahaya, humor vitreus
mempertahankan retina pada posisi dan menyokong lens.

MUSCULI EXTERNI BULBI OCULI


Musculi externi bulbi oculi adalah levator palpebrae superioris, 4 recti (superior,
inferior, medialis, dan lateralis), 2 obliqui (superior dan inferior). Ketujuh musculi
tersebut bekerja sama menggerakkan palpebra superior dan bulbus oculi.
Levator Palpebrae Superioris
Levator palpebrae superioris berekstensi menjadi aponeurosis bilaminar yang
lebar ketika mendekati perlekatan distalis-nya. Lamina superficialis melekat pada kulit
palpebra superior, dan lamina profunda pada tarsus superior. Otot ini berlawanan
hampir sepanjang waktu dengan gravitasi dan antagonis terhadap separuh superior
orbicularis oculi (sphincter rima palpebrarum). Lamina profunda bagian distalis
(palpebral) meliputi serabut otot polos, yakni musculus tarsalis superior, yang
menghasilkan pelebaran tambahan rima palpebrarum, terutama pada respon simpatis.
Namun tampaknya berfungsi kontinu (walaupun tidak ada respon simpatis) karena
interupsi suplai simpatis mengakibatkan ptosis konstan.

Gerakan Bulbus Oculi


Gerakan bulbus oculi terjadi sebagai rotatio di sekeliling tiga sumbu–verticalis,
transversus, dan anteroposterior–dan dideskripsikan menurut arah gerakan pupil dari
posisi primer, atau gerakan polus superior bulbus oculi dari posisi netral. Rotatio bulbus
oculi di sekeliling sumbu verticalis menggerakkan pupil ke medialis (menuju garis
tengah, adductio), atau ke lateralis (menjauhi garis tengah, abductio). Rotatio di
sekeliling sumbu transversus menggerakkan pupil ke superior (elevatio), atau ke
inferior (depressio). Gerakan di sekeliling sumbu anteroposterior (bersesuaian dengan

156
sumbu pandang pada posisi primer) menggerakkan polus superior bulbus oculi ke
medialis (rotatio medialis, atau intorsio), atau ke lateralis (rotatio lateralis, atau
extorsio). Gerakan rotatio tersebut mengakomodasi perubahan inklinasi kepala.
Ketiadaan gerakan tersebut yang disebabkan lesi nervus mengakibatkan penglihatan
ganda. Gerakan dapat terjadi di sekeliling tiga sumbu secara simultan, memerlukan tiga
istilah untuk mendeskripsikan arah gerakan dari posisi primer (contoh, pupil
dielevatiokan, diadductiokan, dan dirotatiomedialiskan).

Musculi Recti dan Musculi Obliqui


Empat musculi recti berjalan anterior menuju bulbus oculi, muncul dari anulus
tendineus communis yang mengelilingi canalis opticus dan dari sebagian fissura
orbitalis superior di apex orbitae. Struktur yang memasuki orbita melalui canalis
opticus dan bagian yang berdekatan dari fissura orbitalis superior awalnya terletak
dalam conus recti. Keempat musculi recti dinamai berdasarkan posisi individual
mereka relatif terhadap bulbus oculi. Karena mereka terutama berjalan anterior untuk
melekat ke aspek superior, inferior, medialis, dan lateralis bulbus oculi anterior
terhadap aequator bulbi oculi, aksi utama empat recti dalam menghasilkan elevatio,
depressio, adductio, dan abductio relatif spontan.
Beberapa faktor membuat aksi obliqui dan aksi sekunder rectus superior dan rectus
inferior lebih sulit dipahami. Apex orbitae bertempat medialis relatif terhadap orbita,
sehingga sumbu orbita tidak tumpang tindih dengan axis opticus. Dengan demikian,
ketika oculus pada posisi primer, musculus rectus superior (RS) dan musculus rectus
inferior (RI) juga mendekati bulbus oculi dari sisi medialis, garis tarikan mereka
berjalan medialis terhadap sumbu verticalis. Hal ini memberikan aksi sekunder
adductio. RS dan RI juga memanjang lateralis, melintas superior dan inferior terhadap
sumbu anteroposterior, memberikan RS aksi sekunder rotatio medialis, dan RI aksi
sekunder rotatio lateralis.
Jika pandangan diarahkan pertama ke lateralis (diabductiokan oleh rectus lateralis),
sehingga garis pandangan tumpang tindih dengan bidang RS dan RI, RS hanya
menghasilkan elevatio (dan terutama bertanggung jawab untuk gerakan ini), dan RI
hanya menghasilkan depressio (dan terutama bertanggung jawab untuk gerakan ini).
Pada pemeriksaan fisik, dokter mengarahkan pasien untuk mengikuti jarinya ke
lateralis (uji RL dan nervus abducens [N. VI]), kemudian ke superior dan ke inferior
untuk mengisolasi dan menguji fungsi RS dan RI dan integritas nervus oculomotorius
(N. III), yang menyuplai keduanya.
Obliquus inferior adalah satu-satunya otot yang berasal dari bagian anterior orbita.
Obliquus superior berasal dari daerah apex seperti musculi recti (tapi super medialis
terhadap anulus tendineus communis); meskipun demikian, tendonya melintasi
trochlea musculi obliqui superioris segera di sebelah dalam super medial orbital rim,

157
mengarahkan kembali garis tariknya. Dengan demikian, tendo insertio dari musculi
obliqui terletak pada bidang verticalis obliqua yang sama. Jika tendo insertio dilihat
dari anterior atau superior dengan bulbus oculi pada posisi primer, dapat dilihat bahwa
tendo obliqui berjalan terutama ke lateralis untuk ber-insertio pada paruh lateralis
bulbus oculi, posterior terhadap equator bulbi oculi. Karena mereka berjalan inferior
dan superior terhadap sumbu anteroposterior ketika berjalan lateralis, OI adalah rotator
lateralis primer, dan OS adalah rotator medialis primer. Pada posisi primer, obliqui juga
berjalan posterior melintasi sumbu transversus dan posterior terhadap sumbu verticalis,
memberikan OS fungsi sekunder sebagai depressor, OI fungsi sekunder sebagai
elevator, dan kedua otot fungsi sekunder sebagai abductor.
Jika pandangan diarahkan pertama ke medialis (diadductiokan oleh rectus medialis),
sehingga garis pandangan tumpang tindih dengan bidang tendo insertio OS dan OI, OS
hanya menghasilkan depressio (dan terutama bertanggung jawab untuk gerakan ini),
dan OI hanya menghasilkan elevatio (dan terutama bertanggung jawab untuk gerakan
ini). Pada pemeriksaan fisik, dokter mengarahkan pasien untuk mengikuti jarinya ke
medialis (uji RM dan nervus oculomotorius [N. III]), kemudian ke inferior dan ke
superior untuk mengisolasi dan menguji fungsi OS dan OI dan integritas nervus
trochlearis (N. IV), yang menyuplai OS, dan ramus inferior nervus oculomotorii yang
menyuplai OI. Pada praktik:
 Aksi utama obliquus superior adalah depressio pupil pada posisi diadductiokan
(contoh, mengarahkan pandangan ke bawah halaman ketika pandangan kedua mata
diarahkan medialis [konvergen] untuk membaca).
 Aksi utama obliquus inferior adalah elevatio pupil pada posisi diadductiokan
(contoh, mengarahkan pandangan ke atas halaman ketika konvergensi untuk
membaca).
Walaupun aksi yang dihasilkan musculi externi bulbi oculi dianggap individual,
semua gerakan memerlukan aksi beberapa otot pada mata yang sama, saling membantu
sebagai sinergis atau saling berlawanan sebagai antagonis. Musculi yang sinergis untuk
satu aksi dapat antagonis untuk yang lain. Sebagai contoh, tidak ada otot tunggal yang
dapat mengelevatiokan pupil langsung dari posisi primer. Kedua elevator (RS dan OI)
beraksi sinergis. Meskipun demikian, otot tersebut antagonis sebagai rotator, dan
menetralisir satu terhadap yang lain sehingga tidak terjadi rotatio ketika mereka bekerja
sama mengelevatiokan pupil. Hampir sama, tidak ada otot tunggal yang dapat
mengdepressiokan pupil langsung dari posisi primer. Kedua depressor, OS dan RI,
keduanya menghasilkan depressio ketika beraksi sendiri dan juga menghasilkan aksi
berlawanan: adductio–abductio dan rotatio medialis–rotatio lateralis. Meskipun
demikian, ketika OS dan RI beraksi simultan, aksi sinergis mereka mendepressiokan
pupil karena aksi antagonis mereka menetralisir satu terhadap yang lain, sehingga
dihasilkan depressio murni.

158
Untuk mengarahkan pandangan, koordinasi kedua mata harus dicapai dengan aksi
berpasangan dari otot tandem (yoke muscles) kontralateral. Sebagai contoh,
mengarahkan pandangan ke kanan, RL kanan dan RM kiri beraksi sebagai otot tandem.
Tabel 1. Musculi Externi Bulbi Oculi
Musculus Origo Insertio Persarafan Aksi Utama*
Levator Ala minor ossis Tarsus superior Nervus Elevatio
palpebrae sphenoidei, dan kulit oculomotorius palpebra
superiores superior dan palpebra superior (N. III); lamina superior
anterior profunda
terhadap canalis (musculus
opticus tarsalis superior)
disuplai oleh
serabut simpatis
Obliquus Corpus ossis Tendo berjalan Nervus Abductio,
superior (RS) sphenoidei melalui trochlea trochlearis (N. depressio, dan
musculi obliqui IV) rotatio medialis
superioris, bulbus oculi
mengubah
arahnya, dan
berinsertio ke
sclera profundus
terhadap RS
Obliquus Bagian anterior Sclera profundus Abductio,
inferior (OI) paries inferior terhadap RL elevatio, dan
orbitae rotatio lateralis
bulbus oculi
Rectus Elevatio,
superior (RS) adductio, dan
Nervus
rotatio medialis
oculomotorius
bulbus oculi
(N. III)
Rectus inferior Sclera posterior Depressio,
Anulus
(RI) segera terhadap adductio, dan
tendineus
corneoscleral rotatio lateralis
communis
junction bulbus oculi
Rectus Adductio
medialis (RM) bulbus oculi
Rectus lateralis Nervus abducens Abductio
(RL) (N. VI) bulbus oculi

159
*Aksi yang dideskripsikan adalah untuk otot beraksi sendiri, mulai dari posisi primer
(pandangan diarahkan ke anterior). Pada kenyataannya, otot jarang beraksi independen
dan hampir selalu bekerja sama dalam kelompok sinergis dan antagonis. Pemeriksaan
klinis memerlukan manuver untuk mengisolasi aksi otot. Hanya aksi rectus medialis
dan rectus lateralis diperiksa mulai dari posisi primer.

Apparatus Penyokong Bulbus Oculi


Vagina bulbi membungkus bulbus oculi, berekstensi ke posterior dari fornix
conjunctivae ke nervus opticus, membentuk soket sesungguhnya untuk bulbus oculi.
Vagina bulbi yang seperti cup ditembus oleh tendo musculi externi bulbi oculi dan
berlanjut membungkus masing-masing otot sebagai fasciae musculares yang tubular.
Fasciae musculares dari levator dan rectus superior berfusi; dengan demikian, ketika
pandangan diarahkan ke superior, palpebra superior dielevatiokan lebih lanjut keluar
dari garis penglihatan. Ekspansi triangular dari fasciae musculares rectus medialis dan
rectus lateralis, disebut lacertus musculi recti medialis dan lacertus musculi recti
lateralis, melekat pada os lacrimale dan os zygomaticum, berturutan. Lacertus musculi
recti medialis dan lacertus musculi recti lateralis membatasi abductio dan adductio.
Campuran lacertus dengan fascia dari rectus inferior dan obliquus inferior membentuk
ligamentum suspensorium bulbi. Lacertus musculi recti inferior dari fasciae
musculares rectus inferior meretractiokan palpebra inferior ketika pandangan
diarahkan ke bawah. Bersama-sama, lacertus beraksi dengan musculi obliqui dan
corpus adiposum orbitae mempertahankan tarikan posterior terhadap bulbus oculi
yang dihasilkan oleh musculi recti. Pada penyakit atau kelaparan yang mengurangi
corpus adiposum orbitae, bulbus oculi teretractio ke dalam orbita (inophthalmos).

NERVI ORBITAE
Nervus opticus yang besar merupakan nervus sensorius murni yang
mentransmisikan impuls yang diciptakan oleh stimulus optikal. Nervus opticus
merupakan nervus cranialis yang berkembang sebagai ekstensi anterior berpasangan
dari prosencephalon dan sejatinya merupakan tractus systema nervosum centrale yang
dibentuk oleh second-order neuron. Nervus opticus mulai di lamina cribosa sclerae,
di mana neurofibra non myelinata menembus sclera dan menjadi neurofibra myelinata,
posterior terhadap discus nervi optici. Nervus opticus ke luar dari orbita melalui canalis
opticus. Sepanjang lintasannya dalam orbita, nervus opticus dikelilingi oleh ekstensi
meninges cranialis dan spatium subarachnoideum yang diisi lapisan tipis liquor
cerebrospinalis. Ekstensi intraorbital dari dura mater cranialis dan arachnoidea mater
cranialis menyusun vagina nervi optici (optic nerve sheath), yang berlanjut ke anterior
dengan vagina bulbi dan sclera. Pia mater menutupi permukaan nervus opticus dalam
sheath.

160
Selain N. II, nervi orbitae meliputi nervi yang masuk melalui fissura orbitalis
superior dan menyuplai otot mata: nervus oculomotorius (N. III), nervus trochlearis
(N. IV), dan nervus abducens (N. VI). Pengingat persarafan musculi externi bulbi
oculi mirip dengan formula kimia: LR6SO4AO3 (lateral rectus, N. VI; superior
oblique, N. IV; all other, N. III). Nervus trochlearis dan nervus abducens berjalan
langsung ke otot tunggal yang disuplainya masing-masing. Nervus oculomotorius
terbagi menjadi ramus superior dan ramus inferior. Ramus superior nervi oculomotorii
menyuplai rectus superior dan levator palpebrae superioris. Ramus inferior nervi
oculomotorii menyuplai rectus medialis, rectus inferior, dan obliquus inferior serta
membawa serabut parasimpatis presinaptik ke ganglion ciliare.
Tiga cabang terminalis nervus ophthalmicus (N. V1): nervus frontalis, nervus
nasociliaris, dan nervus lacrimalis, berjalan melalui fissura orbitalis superior dan
menyuplai struktur yang berhubungan dengan orbita anterior (contoh, glandula
lacrimalis dan palpebra).
Ganglion ciliare adalah kelompok kecil perikaryon parasimpatis postsinaptik yang
berhubungan dengan N. V1. Ganglion ciliare berlokasi di antara nervus opticus dan
rectus lateralis di dekat batas posterior orbita. Ganglion ciliare menerima serabut saraf
dari 3 sumber:
 Serabut sensoris dari N. V1 melalui ramus ganglionicus ciliaris nervi nasociliaris.
 Serabut parasimpatik presinaptik dari N. III melalui ramus ganglionicus ciliaris
nervi oculomotorii.
 Serabut simpatis postsinaptik dari plexus nervosus caroticus internus melalui radix
sympathica ganglii ciliaris.
Nervi ciliares breves muncul dari ganglion ciliare dan dianggap sebagai cabang N.
V1. Nervi ciliares breves membawa serabut parasimpatis dan serabut simpatis ke corpus
ciliare dan íris. Nervi ciliares breves terdiri dari serabut parasimpatis postsinaptik yang
berasal dari ganglion ciliare, serabut aferen dari nervus nasociliaris yang berjalan
melalui ganglion, dan serabut simpatis postsinaptik juga berjalan melaluinya. Nervi
ciliares longi, cabang nervus nasociliaris (N. V1) yang berjalan menuju bulbus oculi,
mem-bypass ganglion ciliare, membawa serabut simpatis postsinaptik ke musculus
dilatator pupillae dan serabut aferen dari íris dan cornea.
Nervus ethmoideus posterior dan nervus ethmoideus anterior, dipercabangkan
nervus nasociliaris dalam orbita, keluar melalui lubang di paries medialis orbitae untuk
menyuplai membrana mucosa sinus sphenoidalis, cellulae ethmoideae, dan cavitas
nasi, juga dura mater dari fossa anterior cranii.

VASA SANGUINEA ORBITAE


Arteriae Orbitae

161
Suplai darah untuk orbita berasal terutama dari arteria ophthalmica, cabang arteria
carotis interna; arteria infraorbitalis yang berasal dari arteria carotis externa
menyuplai struktur-struktur yang berhubungan dengan paries inferior orbitae. Arteria
centralis retinae, cabang arteria ophthalmica yang muncul inferior terhadap nervus
opticus, menembus vagina nervi optici dan berjalan dalam nervus opticus menuju
bulbus oculi, hingga muncul di discus nervi optici. Cabang-cabangnya menyebar pada
permukaan internus retina. Cabang-cabang terminalisnya merupakan end arteries
(arterioles) yang hanya menyuplai permukaan internus retina.
Permukaan externus retina disuplai oleh lamina choroidocapillaris. Dari 8 atau lebih
arteriae ciliares posteriores (cabang arteria ophthalmica), enam arteriae ciliares
posteriores breves menyuplai langsung choroidea, yang menyediakan nutrien bagi
lapisan luar nonvaskular retina. Dua arteriae ciliares posteriores longae, satu di
masing-masing sisi bulbus oculi, berjalan di antara sclera dan choroidea untuk
beranastomosis dengan arteriae ciliares anteriores (lanjutan arteriae musculares
[cabang arteria ophthalmica untuk musculi recti]) untuk menyuplai plexus ciliaris.

Tabel 2. Arteriae Orbitae


Arteria Asal Perjalanan dan Distribusi
Ophthalmica Arteria carotis interna Berjalan melalui canalis opticus untuk
mencapai cavitas orbitae
Centralis retinae Menembus vagina externa nervi optici dan
berjalan menuju bulbus oculi; bercabang
dari pusat discus nervi optici; menyuplai
pars optica retinae (kecuali conus retinae
dan bacillum retinae)
Supraorbitalis Berjalan ke superior dan posterior dari
foramen supraorbitale untuk menyuplai
sinciput dan scalp
Supratrochlearis Berjalan dari margo supraorbitalis ke
Arteria ophthalmica sinciput dan scalp
Lacrimalis Berjalan sepanjang tepi superior RL untuk
menyuplai glandula lacrimalis, tunica
conjunctiva, dan palpebrae
Dorsalis nasi Berjalan sepanjang aspek dorsalis hidung
dan menyuplai permukaannya
Ciliares Menembus sclera di perifer nervus opticus
posteriores breves untuk menyuplai choroidea, yang pada
gilirannya menyuplai conus retinae dan
bacillum retinae
162
Ciliares Menembus sclera untuk menyuplai corpus
posteriores longae ciliare dan íris
Ethmoidea Berjalan melalui foramen ethmoideum
posterior posterius ke cellulae ethmoideae
posteriores
Ethmoidea Berjalan melalui foramen ethmoideum
anterior anterius ke fossa cranii anterior; menyuplai
cellulae ethmoidales anteriores, cellulae
ethmoidales mediae, sinus frontalis,
cavitas nasi, dan kulit dorsum nasi
Ciliaris anterior Arteriae musculares Menembus sclera di perlekatan musculi
(cabang arteria recti dan membentuk jejaring di corpus
ophthalmica) dan ciliare dan iris
arteria infraorbitalis
Infraorbitalis Bagian ketiga arteria Berjalan sepanjang sulcus infraorbitalis
maxillaris dan foramen infraorbitale ke facies

Venae Orbitae
Drainase venosa orbita adalah melalui vena ophthalmica superior dan vena
ophthalmica inferior, yang berjalan melalui fissura orbitalis superior dan memasuki
sinus cavernosus. Vena centralis retinae biasanya langsung memasuki sinus
cavernosus, kadang-kadang bergabung dengan salah satu venae ophthalmicae. Venae
vorticosae dari tunica vasculosa bulbi bermuara ke vena ophthalmica inferior. Sinus
venosus sclerae adalah struktur vaskular yang mengelilingi camera anterior bulbi oculi
melalui mana humor aquosus kembali ke sirkulasi darah.

Anatomi Permukaan Oculus dan Apparatus Lacrimalis


Bagian anterior sclera ditutupi oleh tunica conjunctiva bulbi oculiyang transparan,
yang mengandung vasa sanguinea yang kecil tapi tampak. Jika teriritasi, vasa
membesar, dan tunica conjunctiva bulbi dapat tampak merah jika terjadi inflamasi
(mata merah). Sclera sering tampak sedikit biru pada infans dan anak; dan umumnya
sedikit kuning pada orang tua.
Bagian anterior yang transparan dari bulbus oculi adalah cornea, yang berlanjut
dengan sclera di tepinya. Dilihat dari lateralis, hampir seluruh bagian visibel dari
bulbus oculi menonjol sedikit melalui rima palpebrarum. Cornea tampaknya
mempunyai curvatura (kecembungan) yang lebih besar daripada bagian lain bulbus
oculi (bagian yang ditutupi sclera); dengan demikian, sudut dangkal terjadi pada limbus
corneae. Tonjolan cornea juga membuat gerakan bola mata tampak ketika palpebrae
ditutup.
163
Bukaan sirkular gelap melalui mana cahaya masuk bulbus oculi, yakni pupil,
dikelilingi oleh iris, diaphragma berpigmen sirkular. Ukuran relatif pupil dan iris
berubah sesuai intensitas cahaya yang masuk; meskipun demikian, ukuran pupil dan
iris kontralateral seharusnya sama.
Pada keadaan normal, ketika mata terbuka dan pandangan diarahkan ke anterior,
bagian superior cornea dan iris ditutupi oleh tepi palpebra superior, bagian inferior
cornea dan iris terekspos sepenuhnya di atas palpebra inferior, biasanya dengan rim
dangkal dari sclera. Walaupun hanya sedikit, perubahan posisi bulbus oculi bermakna,
menyebabkan perubahan ekspresi wajah yang tampak terkejut ketika palpebra superior
dielevatiokan (seperti yang terjadi pada exophthalmos, atau protrusio bulbus oculi,
yang disebabkan hipertiroid), atau tampak mengantuk (seperti yang terjadi ketika
palpebra superior jatuh, ptosis, akibat hilangnya persarafan simpatis pada sindrom
Horner).
Tunica conjunctiva bulbi oculi direfleksikan dari sclera ke permukaan dalam
palpebra. Tunica conjunctiva palpebrae normal merah dan vaskular, dan diperiksa
untuk menilai level hemoglobin. Hal ini umum diperiksakan pada kasus tersangka
anemia, kondisi darah yang umum dimanifestasikan oleh pucatnya membrana mucosa.
Ketika palpebra superior dieversiokan, ukuran dan luas tarsus superior dapat
diapresiasi, dan umumnya glandulae tarsales dapat dibedakan melalui tunica
conjunctiva palpebrae sebagai strip verticalis kuning pucat. Pada pemeriksaan dekat,
muara glandulae (± 20 per palpebra) dapat dilihat pada tepi palpebra, posterior terhadap
dua atau tiga baris cilia. Ketika tunica conjunctiva bulbi oculi berlanjut dengan
epithelium anterius corneae dan tunica conjunctiva palpebrae, tunica conjunctiva bulbi
oculi membentuk saccus conjunctivalis. Rima palpebrarum adalah “mulut”, atau
apertura anterior dari saccus conjunctivalis.
Di angulus medialis oculi, reservoir dangkal kemerahan, lacus lacrimalis dapat
diobservasi. Di lacus lacrimalis didapatkan caruncula lacrimalis, tonjolan kecil dari
kulit yang mengalami modifikasi dan lembab. Lateralis terhadap caruncula terdapat
plica semilunaris conjunctivae, yang sedikit tumpang tindih dengan bulbus oculi.
Ketika tepi palpebrae dieversiokan, lubang kecil, punctum lacrimale, terlihat di ujung
medialis di puncak elevasi kecil yang disebut papilla lacrimalis.

Refleks Cahaya Pupil (Pupillary Light Reflex)


Refleks ini melibatkan N. II sebagai afferent limb dan N. III sebagai efferent limb;
central synapse di colliculus superior. Respon refleks ini adalah konstriksi cepat pupil
sebagai respon terhadap cahaya. Ketika cahaya memasuki satu mata, kedua pupil
berkonstriksi karena masing-masing retina mengirimkan serabut kepada kedua sisi
tractus opticus. Musculus sphincter pupillae dipersarafi oleh serabut parasimpatis;
sebagai akibatnya, gangguan terhadap serabut ini mengakibatkan dilatasi pupil karena

164
unopposed action dari musculus dilatator pupillae yang mendapatkan persarafan
simpatis.

Refleks Kornea (Corneal Reflex)


Pada pemeriksaan neurologis, cornea diusap dengan kapas. Respon normal (positif)
adalah kedipan. Refleks ini melibatkan N. V1 sebagai afferent limb dan N.VII sebagai
efferent limb; central synapse di nucleus nervi facialis (motor nucleus of facial nerve).
Respon negatif menunjukkan kemungkinan adanya lesi N. V 1; lesi N. VII (saraf
motorik untuk musculus orbicularis oculi) juga dapat mengganggu refleks ini.

Daftar Pustaka
1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy, 8th Edition. Philadelphia: Wolters
Kluwer. 2018.
2. FIPAT. Terminologia Anatomica. 2nd Edition. 2019.

165
FISIOLOGI PENGLIHATAN
Harijadi Pramono

Pendahuluan
Mata merupakan salah satu pancaindera yang berfungsi untuk melihat objek.
Penglihatan sangat penting bagi kelangsungan hidup, karena itu lebih dari separuh
reseptor sensorik dalam tubuh manusia terletak pada mata, dan sebagian besar korteks
serebri berfungsi untuk melakukan pengolahan informasi visual. Reseptor penglihatan
berada di dalam retina, berfungsi untuk menerima citra dalam berbagai bentuk,
intensitas, dan warna. Dalam reseptor penglihatan terjadi konversi cahaya menjadi
impuls listrik, selanjutnya disalurkan melalui saluran saraf aferen menuju pusat
penglihatan pada korteks serebri.
Dalam beberapa hal, mata seperti kamera. Unsur optis mata memfokuskan citra
beberapa objek pada film sensitif cahaya, yaitu retina. Jumlah cahaya yang masuk
diatur sedemikian rupa oleh diafragma, yaitu iris, yang membentuk celah pupil, untuk
mendapatkan intensitas pajanan yang sesuai.
Dalam upaya untuk mendapatkan citra yang jelas perlu melalui tiga proses,
yaitu refraksi (pembelokan cahaya oleh kornea dan lensa), akomodasi (perubahan
bentuk lensa), dan pengaturan diameter pupil (miosis dan midriasis).

Refraksi
Refraksi terjadi karena perbedaan indeks bias media transparan yang dilalui
oleh cahaya dan kelengkungan permukaan. Media transparan dengan indeks bias
berbeda akan membelokkan jalannya cahaya, pembelokan ini disebut refraksi. Saat
masuk ke dalam mata, cahaya akan melewati berbagai media refraksi sebelum
mencapai retina, yaitu lapisan air mata, kornea, humor akeus dalam camera oculi
anterior, lensa, humor vitreus, dan akhirnya menembus lapisan retina untuk mencapai
fotoreseptor.
Fotoreseptor, yaitu sel batang dan kerucut, tidak menyebar rata dalam retina,
paling padat berada pada aera fovea sentralis (dalam makula lutea), sedangkan pada
muara nervus optikus, yaitu papila nervi optici, sama sekali tidak terdapat fotoreseptor.
Berdasar hal tersebut, mata akan selalu berfokus pada fovea sentralis untuk
mendapatkan citra yang paling jelas, dan cahaya yang jatuh pada papila nervi optici
sama sekali tidak terlihat (bintik buta).
Objek berjarak 6 meter atau lebih dari pengamat, memantulkan berkas cahaya
yang berjalan sejajar atau hampir sejajar satu sama lain. Lensa membelokkan berkas
cahaya sejajar ini agar jatuh pada fovea sentralis. Bila objek berada lebih dekat dari 6
166
meter, berkas cahaya yang dipantulkan adalah divergen, tugas lensa adalah mengubah
ketebalannya (menjadi lebih cembung pada kedua permukaannya) untuk mengubah
refraksi dari cahaya divergen tersebut agar cahaya terfokuskan pada fovea sentralis.
Refraksi tambahan ini disebut akomodasi.

Akomodasi
Permukaan yang melengkung keluar, cembung, konveks, merefraksikan cahaya
menjadi semakin mendekat satu sama lain (konvergen). Permukaan yang melengkung
kedalam, cekung, konkaf, merefraksikan cahaya menjadi menjauh satu sama lain
(divergen). Lensa mata bersifat cembung pada permukaan anterior dan posteriornya,
kekuatan refraksinya meningkat seiring dengan bertambahnya kelengkungan. Bila
mata melihat benda dekat, maka lensa semakin melengkung untuk memfokuskan
cahaya tersebut pada fovea sentralis. Peningkatan kelengkungan lensa untuk melihat
dekat disebut akomodasi.
Secara anatomis, tepian lensa terhubung dengan muskulus siliaris melalui
serabut zonula zinii. Bentuk muskulus siliaris seperti sfingter (melingkar) bila
berkontraksi maka diameter semakin mengecil. Saat melihat jauh, muskulus siliaris
pada korpus siliaris berelaksasi, serabut zonula zinii teregang (tertarik kearah lateral
oleh muskulus siliaris), sehingga lensa semakin tipis (kedua kelengkungan semakin
berkurang, kecembungan berkurang). Sebaliknya bila muskulus siliaris berkontraksi,
maka serabut zonula zinii akan mengendur dan kelengkungan lensa semakin
bertambah. Proses akomodasi diperantarai oleh serat parasimpatis nervus
okulomotorius menuju muskulis siliaris.
Proses akomodasi disertai dengan konstriksi pupil dan konvergensi, sehingga
ketiganya disebut sebagai trias akomodasi. Saat akomodasi terjadi penyempitan
diameter pupil akibat kontraksi otot sirkuler iris. Refleks otonom ini terjadi secara
simultan dengan akomodasi untuk mencegah berkas cahaya masuk melalui bagian
perifer lensa (sinar dari bagian perifer lensa tidak ikut terfokus pada saat akomodasi,
agar sinar tersebut tidak jatuh pada retina dalam keadaan tidak terfokus).
Konvergensi, atau gerakan kedua bola mata ke arah medial, merupakan usaha
untuk mendapatkan penglihatan binokuler (untuk mendapatkan persepsi kedalaman
dan tiga dimensi objek). Syarat terjadinya penglihatan binokuler adalah berkas cahaya
dari suatu objek menyoroti titik-titik yang berhubungan pada dua retina. Bila kita
melihat lurus ke depan pada suatu objek yang jauh, berkas cahaya yang masuk langsung
tertuju pada kedua pupil dan direfraksikan pada titik yang sebanding pada retina kedua
mata. Ketika kita bergerak mendekati objek, kedua mata berputar ke arah medial untuk
mempertahankan titik sebanding tersebut.

167
Kelainan refraksi
Mata normal, atau Emetropi, mampu merefraksikan berkas cahaya dari suatu
objek berjarak 6 meter atau lebih agar terfokus pada retina, sehinga objek tersebut
tampak jelas. Ketidakmampuan merefraksikan hal seperti diatas menyebabkan
terjadinya kegagalan fokus, sehingga penglihatan menjadi tidak jelas. Terdapat
berberapa jenis kelainan refraksi, yaitu miopia, hipermetropia, dan astigmatisma.
Miopia, atau disebut rabun jauh, adalah ketidak mampuan untuk melihat objek
yang jauh karena cahaya direfraksikan di depan retina. Hal ini terjadi karena sumbu
penglihatan (visual axis) lebih panjang dibandingkan orang normal, atau disebabkan
oleh peningkatan daya refraksi kornea atau lensa.
Hipermetropia, atau Hiperopia, atau rabun dekat. Pada kelainan ini, penderita
masih mampu melihat jauh, walaupun cahaya direfraksikan di belakang retina. Pada
keadaan ini (bayangan jatuh di belakang retina) terjadi usaha dari lensa untuk
memindahkan bayangan agar maju ke arah retina dengan cara berakomodasi. Bila
objek berada di dekat mata maka sinar yang masuk bersifat divergen, sehingga
bayangan semakin jauh di belakang retina (menjadi semakin tidak jelas).
Astigmatisma, terjadi karena kornea dan lensa memiliki kelengkungan yang
ireguler (berbeda ukuran pada meridian tertentu) sehingga cahaya yang melewatinya
direfraksikan pada beberapa titik fokus yang berbeda, karena itu akan terdapat bagian
yang tampak jelas dan sebagian laiinnya menjadi kabur.
Perdefinisi, ketiga kelainan refraksi itu dapat disebutkan sebagai: sinar sejajar
(dari jarak 6 meter atau lebih) direfraksikan di depan retina (miopi), di belakang
retina (hipermetropia), tidak pada satu titik fokus (astigmatisma). Pemeriksaan
ketiga kelainan ini menggunakan Snellen’s Chart yang diamati pada jarak 6 meter (agar
didapatkan sinar sejajar, sesuai dengan definisi). Koreksi kelainan refraksi tersebut
dapat menggunakan berbagai jenis lensa (kacamata), lensa kontak, dan prosedur bedah.
Pada orang tua, biasanya diatas 40 tahun, terdapat gangguan akomodasi. Secara
involunter, lensa mampu memindahkan bayangan yang jatuh di belakang retina dengan
cara akomodasi. Seiring dengan berkurangnya kemampuan akomodasi, mata menjadi
kurang mampu melihat objek dekat (sinar divergen). Kelainan ini disebut Presbiopia.
Pemeriksaan presbiopia adalah menggunakan kartu Jaeger (atau American Standard)
yang dibaca pada jarak dekat (sekitar 33 cm).
Pemeriksaan menggunakan Snellen’s Chart dan jaeger’s Test adalah untuk
menilai ketajaman penglihatan (visus) dari retina bagian fovea sentralis. Karena itu
pemeriksaan Snellen’s Chart disebut pemeriksaan visus sentralis jauh, sedangkan
Jaeger’s test disebut pemeriksaan visus sentralis dekat.
Pada bagian retina diluar fovea sentralis (retina bagian perifer) juga terdapat
fotoreseptor, karena itu kerusakan pada fovea sentralis tidak menyebabkan buta total.
Pemeriksaan lapang pandangan adalah untuk menilai visus perifer.

168
Jaras Visual
Sinyal visual pada retina mengalami pengolahan sehingga terbentuk impuls
listrik, kemudian disalurkan melalui neuron sensorik, kemudian keluar dari bola mata
sebagai nervus optikus (nervus kranialis II). Perjalanan jaras visual dari mata sampai
otak adalah sebagai berikut:
1. Akson akson dari sel ganglion retina keluar dari bola mata melalui diskus
nervus optikus, membentuk nervus optikus mata kiri dan mata kanan.
2. Kedua nervus optikus bersilang sebagian pada kiasma optikus. Bagian nasal
kedua nervi optiki saling bersilang, sedangkan bagian temporal melanjutkan
diri pada sisi yang sama.
3. Setelah melewati kiasma optikus, jaras ini disebut traktus optikus kiri dan
kanan. Traktus optikus bagian kiri berasal dari nervus optikus kiri bagian
temporal dan nervus optikus kanan bagian nasal, hal sebaliknya pada traktus
optikus kanan. Kedua traktus optikus berjalan menuju talamus.
4. Sebelum mencapai talamus terdapat percabangan menuju mesensefalon,
yang berperan sebagai pengatur konstriksi pupil, gerakan mata dan kepala.
5. Setelah mencapai talamus akan meneruskan diri menjadi radiasio optika
menuju visual korteks primer pada sisi yang sama.

169
HISTOLOGI MATA
Teresa Lucretia

Pendahuluan
Organon visus adalah organ fotosensitif yang berfungsi untuk menganalisis
bentuk, intensitas, dan warna cahaya dari suatu objek, mengubahnya menjadi impuls
syaraf yang akan berjalan di sepanjang lintasan visual sampai mencapai otak, sehingga
akhirnya timbul sensasi melihat. Karenanya, organon visus termasuk organ perifer
sistim syaraf sensoris, yaitu sistim penglihatan (syaraf optik).
Organon visus terdiri dari:
 Bulbus oculi atau bola mata
 Adnexa mata (konjungtiva, palpebra, dan glandula lakrimalis)
 Otot-otot ekstraokular (ekstrinsik) yang berfungsi sebagai penggerak bola mata

Bulbus Oculi
Bulbus Oculi adalah bangunan berbentuk bola dengan diameter 24 mm dan
memiliki berat 7,5 gram. Terletak di dalam rongga orbita, yang berfungsi sebagai
protektor tulang yang keras; dan terbenam di dalam lemak orbita, yang berfungsi
sebagai bantalan untuk meredam getaran.

Bola Mata dengan bagian-bagiannya

Dinding dari bulbus oculi terbagi menjadi tiga bagian:

170
1. Tunika fibrosa bulbi (lapisan luar/ tunika eksterna)
2. Tunika vaskulosa bulbi (lapisan tengah/ tunika media)
3. Tunika nervosa bulbi (lapisan dalam/ tunika interna)

Gambar Tunika bola mata: Tunika Eksterna, Tunika Media, Tunika Interna

Di dalam bulbus oculi juga dapat ditemukan tiga ruangan yang berbeda tetapi
saling berhubungan, yaitu:
1. Camera oculi anterior (COA)
2. Camera oculi posterior (COP)
3. Corpus vitreus
Ketiga ruangan dalam bola mata tersebut, ditambah dengan kornea dan lensa,
adalah struktur tembus pandang yang akan dilewati oleh cahaya pada proses
penglihatan (visual axis).
Bulbus oculi dan seluruh isi dari rongga orbita diperdarahi oleh Arteri
Opthalmica (salah satu cabang langsung dari Arteri Carotis Interna), sedangkan Vena
Orbita Superior-Inferior, yang langsung berhubungan dengan Sinus Cavernosus
Intracranial, berperan sebagai sistim drainase utama.

DINDING BULBUS OCULI


1. Tunika Fibrosa Bulbi / Tunika Eksterna
A. Sklera
Merupakan bungkus bola mata bagian belakang ( 5/6 posterior) yang tidak
tembus cahaya dan berwarna putih. Terdiri dari jaringan fibrosa kuat, tidak elastis,
dan relatif avaskular (pembuluh darah hanya ditemukan di daerah episklera). Jarigan
fibrosa kuat ini terdiri dari serabut kolagen tipe I dengan anyaman serabut elastis di
antaranya, dan fibroblas yang berbentuk gepeng-memanjang. Struktur tersebut

171
beserta tekanan dari humor Aqueus dan Badan Vitreus berfungsi untuk
mempertahankan bentuk dari bola mata.
Sklera memiliki tebal yang tidak sama pada seluruh bagiannya. Bagian yang
paling tebal adalah bagian posterior (±1 mm), menipis pada bagian ekuator (0,3 –
0,4 mm), dan menebal lagi disekitar peralihan dengan cornea (0,6 mm).
Sklera juga merupakan perlekatan tendo otot-otot ekstrinsik bola mata
(M.rektus superior dan inferior, M.rektus lateral dan medial, M.oblikus superior dan
inferior). Antara sklera dengan jaringan lain pada periorbita dibatasi oleh Capsula
Tenoni, suatu lapisan jaringan pengikat padat, dengan Spatium Tenoni, suatu celah
berisi jaringan pengikat longgar. Adanya celah ini menyebabkan bola mata dapat
bergerak ke segala arah.
Pada bagian posterior sklera, terdapat lamina cribosa, suatu bagunan yang
berlubang-lubang, tempat Nervus Opticus menembus bola mata.

B. Kornea
Merupakan bagian depan bola mata (1/6 anterior) yang transparan, tidak
berwarna, avaskular, dan memiliki banyak akhiran syaraf. Karena tidak memiliki
pembuluh darah, kornea mendapat nutrisi secara difusi dari pembuluh darah di
limbus dan dari aqueous humor melalui endotel kornea.
Kornea sedikit lebih tebal daripada sklera: 0,8 – 0,9 mm pada bagian tengah
dan 1,1 mm pada bagian perifer.
Kornea terdiri dari lima lapisan:
1. Lapisan Epitel Kornea
2. Membrana Bowman
3. Stroma/ Substantia Propria
4. Membrana Descemet
5. Lapisan Endotel Kornea
1. Lapisan Epitel Kornea
Merupakan epitel berlapis gepeng tidak berkeratin yang terdiri dari 5-7
lapis sel. Seperti pada tipe-tipe epitel berlapis gepeng yang lain, sel-sel akan
berhubungan satu sama lain melalui zonula occludens. Pada permukaan epitel
kornea, terdapat banyak mikrovilli yang akan mempertahankan lapisan air mata
yang menjaga permukaan kornea tetap basah. Epitel kornea juga mengandung
banyak akhiran serabut syaraf, sehingga sangat sensitif terhadap rasa nyeri.
Kemampuan regenerasi epitel kornea sangat besar. Pada bagian perifer, mitosis
dari basal epithelial dapat ditemukan pada keadaan normal, dengan masa
pergantian sel kurang lebih 7 hari.

172
2. Membrana Bowman
Merupakan lapisan homogen yang terdiri dari serabut kolagen tipe 1
tanpa serabut elastis, dengan ketebalan 6-9 μm. Lapisan ini transparan dan tidak
memiliki kemampuan untuk beregenerasi. Diduga lapisan ini disintesis oleh
epitel kornea dan sel-sel substansia propria di bawahnya. Membrana Bowman
berfungsi sebagai proteksi terhadap terjadinya trauma dan infeksi bakteri.
Serabut syaraf akan melewati lapisan ini sebelum berakhir di epitel kornea.
3. Stroma / Substansia Propria
Merupakan bagian paling tebal dari kornea, meliputi 90% ketebalan
kornea, terdiri dari jaringan pengikat kolagen tipe I, sebanyak 200-250 lapisan,
yang tersusun dengan pola khusus, sehingga sangat resisten terhadap segala
bentuk deformitas dan trauma, tetapi tetap transparan. Di antara serabut kolagen
dapat ditemukan sedikit serabut elastis dan fibroblas. Substansia dasar pada
stroma sebagian besar terdiri dari kondroitin sulfat dan keratan sulfat. Bila
terjadi peradangan, netrofil dan limfosit dari pembuluh darah pada limbus
kornea, akan masuk ke dalam stroma.
4. Membrana Descement
Merupakan lapisan membran basal homogen dari endotel kornea, dengan
tebal 5 sampai 10 μm, terdiri dari jaringan ikat kolagen tipe VII yang tersusun
secara hexagonal.
5. Lapisan Endotel Kornea
Merupakan epitel selapis gepeng yang melapisi permukaan dalam cornea.
Bertanggung jawab dalam mensintesa protein yang diperlukan dalam
pembentukan membrana Descement. Lapisan ini juga memompa ion Natrium
secara aktif ke Camera Oculi Anterior (COA), yang akan diikuti secara pasif
oleh ion Klorida dan air. Hal ini menyebabkan stroma kornea relatif kering, dan
merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga kejernihan kornea.

173
Gambar lapisan-lapisan Kornea

Limbus / Sclerocorneal Junction


Merupakan daerah peralihan antara kornea dan sclera. Pada daerah ini terjadi
peralihan sebagai berikut:
 Epitel kornea akan berlanjut menjadi epitel konjungtiva bulbi.
 Membrana Bowman akan berlanjut menjadi stroma jaringan ikat konjungtiva bulbi.
 Stroma kornea yang transparan akan bergabung dengan sklera yang opak.
 Membrana descement dan endotel kornea akan digantikan dengan suatu anyaman
trabekuler.

Anyaman trabekuler merupakan anyaman jaringan pengikat berupa berkas dan


saluran yang dibatasi oleh epitel lanjutan dari endotel kornea, yang memungkinkan
adanya drainase humor aqueus secara terus menerus. Cairan tersebut kemudian akan
didorong masuk ke dalam saluran yang lebih besar, yang disebut Canalis Schlemm.
Canalis Schlemm mempunyai dinding yang terdiri dari endotel, membrana basalis
yang berlubang-lubang, dan selapis tipis jaringan pengikat. Setelah melalui Canalis
Schlemm, cairan tersebut akan dialirkan ke sistem vena episkleral. Adanya sumbatan
pada sistim saluran ini dapat menghambat drainase humor aqueus, yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan intraokuler.

174
Gambar daerah Limbus Kornea-Sklera

2. Tunika Vaskulosa Bulbi / Tunika Media


Lapisan ini disebut juga Uvea. Tunika vaskulosa merupakan lapisan yang kaya
pembuluh darah, serabut syaraf, jaringan ikat, otot. Lapisan ini terbagi atas 3 bagian,
bila diurutkan dari belakang ke depan, yaitu: Koroid, Badan Silier, dan Iris.

a. Koroid
Merupakan lapisan yang sangat vaskuler, menutupi 2/3 bagian posterior mata.
Pada koroid didapatkan jaringan ikat longgar dengan banyak serabut kolagen dan
elastis, melanosit, fibroblas, makrofag, limfosit, sel mast, dan sel plasma.
Banyaknya melanosit pada lapisan ini, menyebabkan lapisan koroid khas berwarna
hitam, dan menyebabkan cahaya tidak dapat menembus lapisan ini selain melalui
pupil (celah yang dibentuk di bagian depan mata oleh iris).
Lapisan koroid terdiri dari 3 bagian, yang bila diurutkan dari luar ke dalam, yaitu:
 Stroma Koroid: tersusun dari arteri dan vena dengan ukuran relatif besar,
serabut kolagen dan elastis, fibroblas, otot polos, neuron dari sistim syaraf
otonom, dan melanosit
 Koriokapilaris: tersusun dari banyak pembuluh kapiler, sehingga tampak
berlubang-lubang. Lapisan ini berperan dalam penyediaan nutrisi dan oksigen
untuk lapisan luar retina.
 Membrana Bruch: adalah sebuah lapisan dengan ketebalan 1 – 4μm. Bagian
tengahnya tersusun dari serabut elastis yang kemudian diimpit oleh serabut
kolagen pada kedua sisinya. Pada bagian luar dari serabut kolagen, terdapat
lamina basalis yang merupakan bagian dari pembuluh kapiler lapisan
koriokapilaris di satu sisi, dan lamina basalis epitel pigmentosum retina pada
sisi yang lain.
175
Gambar potongan Koroid
b. Badan Silier / Corpus Ciliare
Merupakan penonjolan tunica vaskulosa yang melingkari bagian dalam mata
pada anterior sklera, di daerah antara ora serata dan iris. Pada potongan melintang,
badan silier berbentuk segitiga, dengan sisi terpanjangnya menempel pada sklera,
sisi yang satunya menempel pada badan vitreus, dan sisi ketiganya menonjol ke
arah lensa.
Badan silier tersusun dari jaringan ikat longgar, serabut elastis, pembuluh
darah, melanosit, dan terdiri dari lapisan yang sama seperti koroid, tetapi tanpa
koriokapilaris.
Permukaan dalam dari Badan Silier dibagi menjadi:
 Corona cilliaris (pars plicata) daerah yang sempit di sebelah anterior
Pada bagian ini terdapat tonjolan-tonjolan pendek yang berjalan radier,
berjumlah kurang lebih 70 buah disebut prosesus siliaris. Dari prosesus siliaris
ini keluar serabut fibriler yang akan menempel ke kapsula lensa, yang berfungsi
mempertahankan letak lensa, disebut ligamentum suspensorium lentis atau
zonula zinii. Prosesus siliaris tersusun dari jaringan ikat longgar, kapiler, dan
dilapisi oleh 2 lapis epitel kuboid (berpigmen dan tidak berpigmen). Epitel ini
secara aktif mentranspor unsur-unsur plasma tertentu ke Camera Oculi
Posterior sebagai Humor Aqueus.
 Orbicularis cilliaris (pars plana) merupakan daerah yang lebih lebar di sebelah
posterior.

Gambar Potongan Melintang Badan Silier


176
Diagram Fungsi Badan Silier pada Proses Akomodasi
(Gambar kiri = relaks/ melihat jauh; Gambar kanan = kontraksi/ melihat dekat)

Sebagian besar badan silier terdiri dari tiga kumpulan otot polos yang disebut
Musculus Cilliaris. Satu kumpulan otot, sesuai dengan arah orientasi ototnya,
berfungsi untuk meregangkan koroid, sehingga Canalis Schlemm terbuka. Dua
kumpulan otot yang lain berfungsi untuk mengendurkan zonula zinii, sehingga
lensa dapat mencembung pada proses akomodasi.

c. Iris
Merupakan perpanjangan uvea yang paling anterior, berupa bangunan
berbentuk gepeng yang menutupi sebagian lensa, dan berlubang di bagian
tengahnya yang disebut pupil. Bagian pinggir iris yang menempel pada corpus
cilliare disebut margo cilliare dan yang membatasi pupil disebut margo pupilaris.
Iris memisahkan ruangan di depan lensa menjadi 2 bagian, yaitu Camera Oculi
Anterior (COA), dan Camera Oculi Posterior (COP). Karenanya iris berfungsi
sebagai pintu aliran aqueus humor dan juga sebagai pengatur jumlah sinar yang
masuk ke retina (pupil).
Sebagian besar iris terdiri dari jaringan pengikat longgar yang banyak
mengandung pembuluh darah, otot polos, dan pigmen melanosit. Pembuluh darah
pada iris berjalan radier, dan panjangnya dapat berubah-ubah sesuai dengan
perubahan diameter pupil. Sedangkan banyaknya pigmen melanosit pada stroma
iris akan menentukan warna iris. Makin banyak pigmen, iris akan terwarna
semakin gelap (secara berurutan: biru kehijauan, kelabu dan coklat). Pada Albino,
iris akan tampak berwarna merah muda karena pantulan cahaya dari pembuluh
darah iris.
Bagian anterior iris memiliki permukaan yang ireguler, tersusun dari banyak
cekungan tidak teratur yang disebut kripta. Kira-kira 1,5 mm dari margo pupilaris
terdapat suatu garis konsentris yang membagi bagian anterior iris ini menjadi 2
daerah, yaitu: zona pupilaris yang sempit, dan zona cilliaris yang lebih lebar.
Bagian posterior iris memiliki permukaan yang lebih halus, dan dilapisi oleh
2 lapisan epitel sebagai lanjutan prosesus cilliaris. Permukaan epitel yang
177
menghadap ke arah lensa tersusun oleh sel yang mengandung banyak pigmen,
yang berfungsi menahan cahaya agar tidak dapat lewat, kecuali melalui pupil.
Permukaan epitel yang menghadap ke arah stroma iris, memiliki sel mioepitel yang
kemudian berubah menjadi Musculus Dilator Pupilae. Kumpulan otot polos lain,
Musculus Spincter Pupilae, terletak di dalam stroma iris di sekeliling pupil.

Gambar Irisan Iris

Angulus iridis / Sudut Iridokornea


Yaitu sudut yang berjalan melingkar di antara permukaan belakang cornea dan
permukaan depan iris pada COA. Sudut ini penting untuk sirkulasi cairan intraokuler.
Jika terjadi penyempitan pada sudut ini misalnya karena infeksi, akan terjadi gangguan
aliran humor aqueus sehingga tekanan intraokular meningkat.

3. Tunica Nervosa Bulbi / Tunika Interna / Retina / Selaput Jala


Merupakan lapisan terdalam dinding bola mata yang tipis, berlapis, dan
semitransparan. Retina terdiri dari dua lapisan, yaitu: Pars Optica Retinae (lapisan
dalam) yang mengandung banyak neuron dan sel fotoreseptor; dan Pars Coeca Retinae
(lapisan luar) yang memiliki banyak pigmen tanpa sel neuron. Pars Coeca akan
menutupi seluruh bagian dalam bola mata, sedangkan Pars Optica berhenti sampai Ora
Serrata.
Diskus Optikus (Papilla Nervi Optici) merupakan tempat keluarnya Nervus
Optikus, terletak di dinding bagian posterior. Bangunan ini tidak mengandung sel
fotoreseptor sehingga tidak sensitif terhadap cahaya, disebut juga bintik buta. Sekitar
2,5 mm lateral dari diskus optikus terdapat lekukan yang disebut Fovea Centralis,
tempat bayangan objek akan difokuskan, dan didapatkan visus tertajam. Di sekeliling
fovea centralis, akan ditemukan Makula Lutea, suatu area pada retina yang berpigmen
kuning, sehingga disebut juga bintik kuning.
Secara Histologis, retina (pars optica) terdiri dari 10 lapisan, bila diurutkan dari
luar ke dalam, yaitu:
1. Epitelium pigmentalis
2. Stratum Coni et Bacilli
3. Membrana limitans externa
178
4. Stratum Granularis externa/nuclearis
5. Stratum Plexiformis externa
6. Stratum Granularis interna
7. Stratum Plexiformis interna
8. Stratum Ganglionaris
9. Stratum N. Optici
10. Membrana Limitans interna

1. Epitelium Pigmentalis / Stratum Pigmenti Retinae


Terdiri dari selapis sel yang berbentuk kubus sampai silindris rendah dengan
inti oval, terletak di bagian basal. Sel-sel ini melekat pada membrana Bruch
(koroid). Pada permukaan apikal sel terdapat mikrovilli dan tonjolan sitoplasma,
yang mengelilingi dan mengisolir ujung tiap-tiap sel fotoreseptor. Pada bagian
apikal juga dapat ditemukan granula melanin yang disintesis oleh sel epitel tersebut.
Lapisan ini memiliki beberapa fungsi, yaitu: sebagai bagian dari sawar darah-
retina (blood-retina barrier); mengabsorbsi cahaya yang telah mengaktivasi sel
fotoreseptor; membantu pembentukan rodopsin; mentransport nutrisi dan zat sisa
metabolik lapisan yang lebih dalam; dan mensintesis lamina basalis membrana
Bruch.
2. Stratum Coni Et Bacilli
Adalah lapisan yang terdiri dari dua jenis sel fotoreseptor: Sel Kerucut (cone
cells) dan Sel Batang (rod cells). Sel Kerucut terutama berperan dalam menangkap
bayangan objek dan warna pada keadaan terang, sedangkan sel Batang lebih
berperan dalam menangkap cahaya pada keadaan redup. Kedua jenis sel ini tidak
tersebar merata pada seluruh permukaan retina. Sel Kerucut lebih banyak
ditemukan di sekitar fovea centralis, bahkan pada fovea centralis hanya ditemukan
sel kerucut saja. Sedangkan sel Batang lebih banyak ditemukan di bagian tepi
retina.
 Sel Batang/ Rod Cells/ Sel Basilus
Sel berbentuk panjang, berukuran 50μm, berdiameter 3μm. Pada retina, terdapat
sekitar 100 – 120 juta sel batang. Sel-sel ini tersusun tegak lurus pada retina
sehingga memberi gambaran bergaris-garis. Satu sel Batang terdiri dari dua bagian,
Segmen luar dan Segmen dalam, yang meluas dari lapisan coni et bacilli sampai ke
lapisan plexiformis externa.
 Segmen Luar
Terdapat di sepanjang stratum coni et bacilli sampai membrana limitans
externa. Terdiri dari lamella membranosa yang tersusun bertumpuk (seperti
tumpukan koin) secara tegak lurus sumbu panjang sel. Tiap-tiap lamella ini

179
terpisah dari dinding sel, dan mengandung rodopsin, pigmen yang sensitif
terhadap cahaya.
 Segmen Dalam
Terdapat di lapisan stratum granularis externa sampai stratum Plexiformis
externa. Dipisahkan dari segmen luar oleh semacam penghubung, berupa
modifikasi silia tanpa mikrotubuli, yang tampak seperti ‘jembatan sempit’. Pada
segmen dalam ini dapat ditemukan banyak mitokondria dan granula glikogen.
Keduanya diperlukan untuk pembentukan energi pada proses melihat. Protein
yang dihasilkan oleh segmen dalam akan bermigrasi dan bersatu dengan lamela
segmen luar, sehingga lamella yang lebih dulu ada akan bergeser ke arah
epitelium pigmentosum, sampai akhirnya difagositosis oleh sel berpigmen
tersebut. Regenerasi lamela ini terjadi dalam waktu 10 hari.

Gambar Sel Kerucut dan Sel Batang

 Sel Kerucut / Cone Cells


Berukuran 60 μm, berdiameter 1,5 μm, tampak lebih panjang dan sempit pada
fovea sentralis. Pada retina manusia dapat ditemukan sekitar 6-7 juta sel kerucut.
Struktur sel kerucut serupa dengan sel batang, tetapi segmen luar sel kerucut lebih
menyempit pada bagian ujung (seperti kerucut)

 Segmen luar
Ditemukan lamela membranosa seperti pada sel batang, tetapi dinding selnya
akan ikut melipat. Pada lamela ini ditemukan pigmen iodopsin yang sensitif
terhadap warna. Tiap pigmen iodopsin ini, memiliki sensitifitas terhadap warna
yang berbeda: merah, hijau, dan biru.

180
 Segmen dalam
Merupakan badan sel dengan inti yang tersusun dalam satu bidang. Pada sel
kerucut, protein yang dihasilkan oleh segmen dalam akan ditranspor ke seluruh
bagian segmen luar secara merata, dan regenerasi lamelanya terjadi lebih cepat
daripada sel batang.
3. Membrana Limitans Externa
Lapisan ini sesungguhnya bukanlah sebuah membran sejati, melainkan
dibentuk oleh zonula aderens antara sel Muller (modifikasi sel neuroglia) dengan
sel fotoreseptor, yang tampak membatasi segmen dalam dan segmen luar sel
fotoreseptor.
4. Stratum Granularis Externa
Lapisan ini dibentuk oleh nukleus dari sel fotoreseptor. Secara histologis,
nukleus sel batang akan tampak lebih bulat, lebih kecil, dan terwarna lebih gelap
dibandingkan dengan nukleus sel kerucut.
5. Stratum Plexiformis Externa
Pada lapisan ini terdapat sinaps antara ujung akson sel fotoreseptor dengan
dendrit sel bipolar dan sel horisontal, yang membentuk anyaman. Dapat ditemukan
juga anyaman cabang serabut dari sel Muller.
6. Stratum Granularis Interna
Terdiri dari badan sel dan nukleus dari Sel bipolar, Sel horizontal, Sel Amakrin,
dan Sel Muller.
 Sel Bipolar
Sel ini menghubungkan antara sel fotoreseptor dengan sel ganglion. Tiap sel
bipolar mempunyai satu atau lebih dendrit yang bersinaps dengan akson dari sel-
sel fotoreseptor, sehingga impuls yang datang dapat digabungkan untuk
menghasilkan intensitas impuls yang lebih besar. Akson dari sel bipolar akan
menuju ke stratum plexiformis interna untuk bersynapsis dengan dendrit sel
ganglion.
 Sel Horizontal
Sel ini ditemukan pada bagian luar dari stratum granularis interna. Memiliki
prosesus yang bercabang-cabang, bersinaps baik dengan sel kerucut maupun sel
batang. Berfungsi untuk mengintegrasikan impuls visual beberapa sel
fotoreseptor yang berdekatan.
 Sel Amakrin
Sel ini ditemukan pada bagian dalam dari stratum granularis interna. Memiliki
prosesus yang menghubungkan akson terminal sel bipolar dan dendrit sel
ganglion. Berfungsi sebagai pemberi umpan balik (feedback mechanism).
 Sel Muller (Sel Neuroglia)

181
Badan sel serta inti terdapat di tengah-tengah stratum granularis interna. Prosesus
sitoplasmanya memanjang mulai dari membrana limitans externa sampai
membrana limintans interna, dan menyelubungi sel neuron di dekatnya.
Berfungsi sebagai penyokong.

7. Stratum Plexiformis Interna


Merupakan lapisan yang terdiri atas anyaman prosesus dan sinaps dari sel
bipolar, sel ganglion, dan sel Amakrin.
8. Stratum Ganglionaris
Terdiri dari badan sel ganglion yang besar dan multipolar, dapat mencapai
diameter 30μm. Dendrit sel ganglion mencapai stratum plexiformis interna,
sedangkan axonnya membentuk Nervus Optici.
9. Stratum Nervi Optici
Terbentuk dari kumpulan akson tak bermielin dari sel ganglion yang berjalan
horizontal, menuju papilla nervi optici. Akson-akson ini akan menjadi akson
bermyelin setelah menembus sklera, untuk bersama-sama meninggalkan retina
sebagai Nervus opticus menuju otak.
10. Membrana Limitans Interna
Tersusun dari lamina basalis sel Muller. Membatasi bagian dalam retina dengan
badan vitreus.

Gambar Potongan Pars Optica Retina

182
RUANG–RUANG DAN ISI BULBUS OKULI
1. Camera Oculi Anterior (COA)
Merupakan ruangan yang terdapat di antara kornea dan lensa. Ruagan ini
dibatasi oleh endotel kornea di bagian anterior, sudut iridokornea di sisi lateral,
permukaan depan iris dan kapsul anterior lensa di posterior. Memiliki kedalaman
3,4mm.
2. Camera Oculi Posterior (COP)
Merupakan ruangan yang terdapat di antara iris dan lensa. Ruangan ini dibatasi
oleh permukaan belakang iris di bagian anterior, kapsul anterior lensa dan zonula
zinii di posterior.
3. Humor Aqueus (Aqueous Humor)
Merupakan larutan encer yang komposisinya hampir sama dengan serum darah,
dibentuk oleh processus ciliaris, dan akan mengisi COA dan COP. Aliran aqueus
humor yaitu dari COP menuju ke COA melalui celah iris (pupil), lalu ke sudut iris,
sebelum masuk melalui anyaman trabekular menuju canalis Schlemm. Tekanan
intra okuler sangat tergantung dari keseimbangan produksi dan absorbsi humor
aqueus ini.

Gambar Ruang-ruang pada Mata, dan aliran Humor Aqueus

4. Lensa Mata
Merupakan bangunan berbentuk bikonveks, transparan, dan fleksibel, terletak
tepat di belakang iris. Berdiameter 7 - 10mm, dengan tebal 3,7 – 4mm (saat
akomodasi 4,5 mm), dan memiliki kelengkungan permukaan belakang yang lebih

183
cembung dari pada permukaan depan (Rd = 10 mm dan Rb = 6,9 mm). Lensa
berfungsi memfokuskan berkas cahaya yang datang pada fovea sentralis.

Gambar Mikroskopis Lensa Mata


(LC = kapsul lensa; LE = epitel lensa; LF = serat lensa)
Lensa terdiri dari 3 komponen utama:
 Kapsul lensa / Capsula lentis
Merupakan membran basal yang sangat tebal (10-20 µm) dan terutama terdiri
dari kolagen tipe IV dan glikoprotein. Berfungsi untuk melindungi struktur
yang ada di bawahnya, dan sebagai tempat melekatnya zonula zinii.
 Epitel lensa / Subcapsular epithelial
Terdiri dari selapis sel epitel kuboid, dan hanya terdapat pada permukaan
anterior lensa. Pada ujung posterior epitel, dekat equator lensa, epitel lensa ini
aktif membelah diri untuk kemudian berdiferensiasi menjadi serat lensa.
 Serat lensa / Lens fibers
Berasal dari diferensiasi sel epitel lensa, yang inti dan organelanya menghilang,
lalu terus memanjang sampai berukuran 7 – 10 mm, dan kemudian terisi oleh
protein kristalin. Serat-serat lensa ini akan tersusun secara padat, membentuk
suatu jaringan transparan. Produksi serat lensa berlangsung seumur hidup,
tetapi semakin tua maka produksinya akan semakin berkurang.

5. Badan Vitreus / Corpus Vitreus / Vitreus Humor


Merupakan substansi seperti gel transparan dan terletak dibelakang lensa.
Terdiri dari 99% air yang mengandung elektrolit, serabut kolagen, dan asam
hyaluronat. Terkadang dapat ditemukan makrofag dan hyalosit di bagian perifer,
yang diduga berfungsi untuk mensintesa kolagen dan asam hyaluronat. Badan
vitreus berada di dalam membrana vitreus yang dibentuk oleh serabut kolagen tipe
IV. Bangunan ini berbatasan dengan membrana limitans interna dari Retina pada
184
sekelilingnya, dan dengan lensa di sebelah depan. Badan vitreus berfungsi untuk
menahan lensa dan retina pada tempatnya, dan membantu penyelenggaraan
metabolisme retina, selain sebagai media yang akan dilewati cahaya.

ADNEXA MATA
1. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membrana mukosa transparan yang menutupi
permukaan dalam palpebra (Conjunctiva palpebrae) dan permukaan depan mata pada
sklera (Conjunctiva bulbi). Konjungtiva palpebra akan melekat erat dengan tarsus pada
palpebra sehingga tidak dapat digerakkan. Konjungtiva bulbi yang melapisi bagian
depan sklera merupakan lapisan tipis, transparan, sehingga pembuluh darah pada
stroma konjungtiva dapat terlihat. Pada daerah peralihan antara kedua konjungtiva
tersebut terdapat lipatan yang membentuk kantung antara palpebra dengan bola mata
yang disebut Fornix Konjungtiva superior dan inferior.
Konjungtiva terdiri dari 3 lapisan, yang bila diurutkan dari luar ke dalam terdiri
dari epitel, stroma konjungtiva, dan endotel.
Permukaan luar konjugtiva dilapisi oleh epitel silindris pendek berlapis dengan
sel goblet. Sel goblet ini akan menghasilkan mukus yang akan menjadi lapisan terdalam
dari air mata. Di bawah epitel terdapat stroma konjungtiva yang terdiri dari jaringan
ikat longgar, serta dapat ditemukan pembuluh darah dan jaringan limfoid. Di daerah
limbus, epitel konjungtiva akan berubah menjadi epitel berlapis gepeng dan
melanjutkan diri menjadi epitel kornea.

Gambar potongan longitudinal bola mata yang menunjukkan hubungan dengan


konjungtiva

185
2. Palpebra
Palpebra terdapat 2 buah yaitu: Palpebra superior dan palpebra inferior. Celah
di antara kedua palpebra ini disebut Rima palpebra. Pertemuan kedua palpebra ini pada
sisi medial disebut Canthus Medialis, sedangkan pada sisi lateral disebut Canthus
Lateralis. Pada Canthus medial terdapat lipatan conjunctiva ke arah temporal disebut
Plica semilunaris, di sebelah medial terdapat penonjolan kecil yang disebut caruncula
lacrimalis.

Bagian-bagian Palpebra (Tampak Depan)

Palpebra terdiri dari dua permukaan:


 Permukaan luar (Fascies eksterna), merupakan kulit tipis yang terdiri dari epitel
gepeng berlapis bertanduk, jaringan ikat longgar tanpa lemak, dan otot lurik. Pada
bagian ini juga dapat ditemukan glandula sebacea dan sudorifera, tiga sampai empat
baris folikel rambut (bulu mata) pada limbus anterior palpebra. Pada daerah di
sekitar folikel bulu mata dapat ditemukan Glandula Moll (modifikasi glandula
sudorifera) dan Glandula Zeiss (modifikasi glandula sebacea).
Pada permukaan luar ini, dapat ditemukan otot lurik Muskulus Orbicularis Oculi
yang berjalan sirkuler mengelilingi mata, dan mempunyai fungsi menutup mata.
Kumpulan otot lurik ini, bila ditemukan di daerah limbus maka akan disebut M.
Ciliaris Riolani.
 Permukaan dalam (Fascies Interna), akan dilapisi oleh konjungtiva palpebralis.
Pada bagian ini dapat ditemukan rangka jaringan ikat padat fibroelastik yang
disebut Tarsus. Di dekat tarsus dapat ditemukan modifikasi glandula sebacea, yang
disebut Glandula Tarsalais Meibom, yang terdiri dari banyak glandula sebacea,
tetapi hanya memiliki 1 duktus ekskretorius, yang akan bermuara pada limbus
posterior palpebra. Minyak hasil sekresi kelenjar ini akan menjadi bagian dari air
mata.
186
Di sebelah superior dari tarsus dapat ditemukan otot lurik Musculus Levator
Palpebrae yang berfungsi mengangkat kelopak mata.

Gambar Potongan Palpebra Superior

3. Glandula Lacrimalis
Glandula Lacrimalis terletak di dalam fossa lacrimalis, di sebelah lateral atas
rongga orbita. Kelenjar ini memiliki 6–12 duktus ekskretorius yang bermuara di bagian
forniks konjungtiva superior.
Glandula lakrimalis adalah kelenjar tubuloalveolar kompleks yang bersifat
serosa murni, dan dapat ditemukan sel myoepitel pada tiap asinusnya. Ductus
ekskretorius intralobularis dibatasi oleh epitel selapis silindris atau kuboid, yang pada
ductus intralobularis akan menjadi dua lapis sel.

Gambar Glandula Lakrimalis dan Sistim Saluran Air Mata

187
Air mata merupakan cairan steril, yang mengandung lisozim dan antibakteri.
Setelah disekresikan oleh glandula lacrimaris, air mata akan masuk ke forniks superior
konjungtiva, yang seiring dengan kedipan mata, akan membasahi seluruh permukaan
bulbus oculi. Kemudian air mata akan didorong ke arah medial, menuju punctum
lakrimalis, pada medial rima palpebra. Setelah itu, air mata akan dialirkan menuju
canaliculi lacrimalis superior dan inferior (dilapisi epitel gepeng berlapis), yang
bermuara pada saccus lacrimalis (dilapisi epitel silindris bertingkat bersilia), untuk
kemudian dialirkan ke ductus nasolacrimalis yang bermuara pada meatus nasi inferor.

Daftar Pustaka

Mescher, A.L. 2018. Junqueira’s Basic Histology, 15th ed. The Eye and Ear: Special Sense
Organ. p.490-509. McGrawHill: New York

Gartner, L.P, Hiatt, J.L. 2007. Color Textbook of Histology, 3rd ed. Special Senses. p.514-26.
Saunders: Philadelphia

Kierszenbaum, A.L. 2007. Histology and Cell Biology: An Introduction to Pathology, 2nd ed.
Sensory Organs: Vision and Hearing. p. 251-74. Elsevier

Eva, P.R., Whitcher, J.P. 2004. Vaughan and Asbury’s General Opthalmology, 16th ed. Anatomy
and Embriology of the Eye. P. 1-28. McGrawHill: New York

Suhardjo, S.U., Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Anatomi Mata dan Fisiologi Penglihatan.
hal. 1-24. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

188
PEMERIKSAAN MATA & TAJAM PENGLIHATAN
Edia Asmara Soelendro

Anamnesis penyakit mata penting dilakukan terlebih dahulu sebelum


melakukan pemeriksaan mata. Kumpulkan data umum : nama, umur, tempat tinggal,
pekerjaan.
Keluhan-keluhan penyakit mata pada umumnya mengenai rasa gatal, nyeri,
merah, silau, pusing, berair, adanya secret, penglihatan buram (jauh/dekat), penglihatan
ganda, perubahan bentuk, rabun senja, gangguan dalam lapang pandang.
Keluhan tersebut harus juga diketahui berapa lama terasa, usaha pengobatan,
obat-obat yang telah digunakan, bagaimana reaksi terhadap obat tersebut, berapa kali
menderita penyakit yang sama dan adanya penyakit lain.
Penyakit mata pada umumnya dapat dibagi 5 jenis berdasarkan :
1. Penglihatan yang terganggu/buram
2. Adanya nyeri mata
3. Perubahan pada kelopak mata, orbita atau mata
4. Adanya diplopia
5. Adanya secret pada mata

1. Gangguan penglihatan :
a. Lamanya gangguan :
1. Apakah gangguan sudah lama/baru terjadi
2. Apakah gangguan mendadak atau berangsur-angsur
3. Apakah pada satu atau kedua mata
4. Apakah diketahui secara sengaja atau tidak
b. Perubahan penglihatan kedua mata
1. Apakah pasien mengetahui perubahan penglihatan pada tiap mata ?
c. Gangguan penglihatan
1. Metamorphopsia :
1. Perubahan bentuk benda-benda yang dilihat
2. disebabkan astigmatisme atau lesi di macula
2. Photophobia :
1. Rasa silau, sensitivitas terhadap cahaya meningkat
2. disebabkan radang kornea, uveitis, afakia, ocular albinism, obat-obatan
chloroquin, asetazolamide.
3. Chromatopsia :
1. Perubahan warna, mis benda-benda tampak kuning, putih atau
kemerahan
2. disebabkan gangguan koroid, retina, lensa dan ikterik
189
4. Halos
1. tampak lingkaran-lingkaran sekitar objek-objek yang terang/bercahaya
2. pada glaucoma, oedem kornea, katarak insipien
5. Spots
1. tampak titik-titik/filament didepan mata, ikut pergerakan, disebabkan
kekeruhan vitreus ringan
6. Gangguan lapang pandang
1. disebabkan gangguan kornea, media, n. optikus, glaucoma dan otak
7. Nyctalopia, gangguan penglihatan senja
1. congenital : retinitis pigmentosa
2. acquired : gangguan defisiensi vitamin A, glaucoma, atrofi n. optikus,
katarak, degenerasi retina.

2. Gangguan nyeri.
a. Berupa : sakit kepala atau sakit mata
b. Nyeri mendadak yang makin lama makin bertambah bila mata atau kelopak
mata digerakan disebabkan oleh benda asing, abrasion kornea
c. Nyeri kepala pagi hari jarang disebabkan gangguan mata
d. Nyeri kepala sore/malam hari biasanya karena gangguan mata
e. Nyeri kepala hebat yang disebabkan gangguan intracranial  periksa lapang
pandang, oftalmoskopi dan pemeriksaan neurology.
f. Nyeri mata karena gangguan keseimbangan otot, infeksi pada episklera, iris,
koroid juga pada glaucoma, demam, neuralgia, neuritis retrobulber, neuritis
temporal, influenza, dengue.
g. Mata gatal/terasa panas pada infeksi kelopak, konjungtiva  blefaritis,
konjungtivitis, reaksi alergi.

3. Perubahan pada mata.


a. Perubahan warna : palpebra, konjungtiva, sclera dapat berubah warna menjadi
merah akibat reaksi inflamasi terhadap infeksi, trauma, alergi, glaucoma akuta.
b. Pembengkakan.
1. Bengkak pada 1 mata disebabkan abses
2. Bengkak pada 2 mata biasanya akibat reaksi umum : blefaritis alergika,
myxedema.
c. Adanya masa
1. Bila terdapat tumor pada orbita maka akan terjadi desakan pada bola mata
sehingga posisi bola mata berubah.

4. Diplopia = penglihatan ganda

190
a. Diplopia binokuler disebabkan kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata
b. Diplopia monokuler disebabkan perubahan pada lensa, macula, malingering,
hysteria

5. Sekret pada mata.


a. Secret cair dengan fotofobia dan keluhan gatal, panas, disebabkan
konjungtivitis atau keratokonjungtivitis yang disebabkan virus
b. Secret purulent disebabkan infeksi bakteri

Pemeriksaan mata dibagi secara :


I. Pemeriksaan Objektif.
A. Kamar biasa : dengan cahaya lampu biasa, battery, sinar matahari.
B. Kamar gelap : dengan cahaya khusus/alat-alat khusus yaitu iluminasi oblik,
oftalmoskop, slit lamp dan biomikroskop, retinoskop.

II. Pemeiksaan Subjektif.


A. Nilainya berdasarkan pernyataan penderita, untuk menentukan fungsi
penglihatan. Pemeriksaan subjektif dilakukan pada tiap mata secara terpisah.

I. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
A. Pemeriksaan Objektif di dalam kamar biasa
Pemeriksaan dalam kamar biasa ditunjukan untuk inspeksi muka, palpebra dan
bagian anterior bola mata. Inspeksi umum meliputi muka, ada tidaknya asimetri muka
atau orbita, pergerakan kelopak dan bola mata, bengkak, secret, bendungan, lakrimasi,
blefarospasme.

1. Pemeriksaan palpebra
Pemeriksaan palpebra meliputi bentuk, warna, posisi, ketebalan, margo, adanya
pembengkakan, merah, krusta, ulkus. Pemeriksaan palpebra juga meliputi kekuatan
membuka dan menutupnya kelopak mata, posisi dan arah bulu mata.

2. Pemeriksaan bola mata.


Pemeriksaan bola mata meliputi bagaimana letaknya dalam orbita, apakah
normal atau lebih menonjol (disebut eksoftalmos/proptosis) atau lebih tenggelam
(retraksi, disebut enoftalmos). Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mistar pada
pinggir orbita. Penonjolan kornea tiap mata diukur. Pemeriksaan yang lebih teliti
dengan menggunakan alat exoftalmometer yang ditempatkan pada tepi orbita lateral.
Jarak kornea dapat dibaca melalui cermin refleksi. Contoh : hasil OD 17 mm dan OS
17 mm  pada jarak 98 mm. Penonjolan kornea pada keadaan normal 12 – 20 mm

191
anterior terhadap tepi orbita lateral, biasanya OD = OS. Perbedaan OD dan OS > 5 mm
dianggap abnormal.
Kedudukan dan pergerakan kedua mata. Periksa apakah ada penyimpangan
posisi bola mata dan pergerakannya. Gangguan keseimbangan otot luar bola mata
mengakibatkan keadaan juling yang terbagi atas :
1. Juling laten = heteroforia = juling tersembunyi
2. Juling manifest = heterotropia = juling menetap
Periksa apakan terdapat nystagmus, yaitu gerakan-gerakan pendek, cepat, involunter,
osilasi pada kedua mata. Arah gerakan biasanya ke lateral, vertical, rotatori atau
campuran.

3. Konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi harus diperiksa warnanya, apakah hiperemis, adakah
pelebaran pembuluh darah, bercak perdarahan subkonjungtiva, apakah tampak
kongestif, edema (disebut khemosis), dan adakah tampak suatu lipatan pada
konjungtiva bulbi bagian nasal atau temporal yaitu pterygium.

4. Kornea
Kornea yang normal tampak jernih. Refleksi cahaya kornea menyatakan
permukaan kornea yang rata, harus diperiksa dari berbagai arah. Pemeriksaan kornea
dapat dilakukan dengan menggunakan lempeng placido, yang akan memberi gambaran
lingkaran-lingkaran kosentris berwarna putih hitam. Kornea dalam keadaan normal
memberikan gambaran lingkaran yang tegas, bulat dan rata. Kelainan pada kurvatura
kornea akan memberikan gambaran lingkaran yang distorsi atau elips.
Pemeriksaan kornea akan lebih jelas bila menggunakan kaca pembesar (loupe,
binocular magnifier). Kekeruhan pada kornea harus dibedakan apakah masih berupa
suatu proses peradangan aktif (infiltrate atau ulkus) atau proses non-aktif (sikatriks).
Peradangan kornea (keratitis) memberikan gambaran kornea yang mengalami
kekeruhan dengan batas masih kabur disertai reaksi peradangan lain : lakrimasi,
fotofobia, blefarospasme dan injeksi silier. Injeksi silier adalah pelebaran pembuluh
darah sekeliling limbus kornea, warna gelap, berjalan radier. Untuk mengetahui apakah
terdapat kerusakan pada kornea, misalnya suatu defek epitel (abrasio kornea) atau suatu
ulkus kornea harus dilakukan pemeriksaan fluoresin.
Cara pemeriksaan fluoresin adalah dengan meneteskan larutan fluoresin 2%
pada mata kemudian bilas dengan akuadest steril. Hasil tes fluoresin yang positif
menunjukan pewarnaan hijau pada permukaan kornea nila dilihat dengan
menggunakan slit lamp dengan lampu cobalt blue.
Pemeriksaan fluoresin juga dapat dilakukan dengan kertas fluoresin steril. Cara
ini lebih aman karena kertas disimpan secara steril. Tetapi harganya lebih mahal. Untuk

192
setiap penderita diperlukan selembar kertas. Sedangkan cairan fluoresin 2% dalam
botol digunakan terus untuk banyak pemeriksaan. Tetapi botol harus capat-cepat
ditutup rapat dan penyimpanan harus dijaga baik-baik. Risiko bias terkontaminasi
dengan bakteri pseudomonas dapat terjadi.
Pada kekeruhan kornea yang sudah menjadi sikatriks kita tidak melihat tanda-
tanda peradangan, batas bercak sudah tegas. Menurut ketebalan sikatriks dikenal :
 Nebula : kekeruhan halus, tipis, kadang-kadang tidak terdiagnosa, pemeriksaan
khusus dengan slit lamp.
 Makula : kekeruhan lebih tebal, dapat dilihat dengan baterai
 Leukoma : dengan mata telanjang sudah terlihat
 Leukoma adherens : sikatriks kornea dimana juga terjadi perekatan iris
dibelakangnya. Dapat dilihat dengan mata telanjang.
Pemeriksaan sensibilitas kornea dilakukan dengan ujung kapas yang runcing,
pasien melihat kedepan, kapas dating dari samping dan jangan menyentuh
palpebra/bulu mata. Perhatikan refleks mengedipnya. Sensibilitas kornea menurun
khas pada keratitis karena virus herpes simpleks. Pada anak atau bayi ayng menangis
dan bila terdapat blefarospasme atau oedem palpebra harus diperiksa keluhan kornea
dengan bantuan alat yaitu retractor palpebra.

5. Pemeriksaan COA.
Pemeriksaan COA meliputi pemeriksakan kedalaman COA dan kejernihan
humor akuos. COA menjadi dangkal pada serangan akut glaukom dan lebih dalam
sesudah pengangkatan lensa atau pada dislokasi lensa ke posterior.
Pada iridosiklitis, humor akuos menjadi keruh karena mengandung protein,
plasmoid akuos. Bila penyakit makin berat akan terbentuk pus dalam COA yang
disebut sebagai hipopion.
Bila terjadi trauma tumpul pada bola mata, maka dapat mengakibatkan
robeknya pembuluh darah iris sehingga darah terkumpul dalam COA, disebut sebagai
hifema.

6. Iris.
Pada iris yang sehat kita dapat melihat gambaran kripta dengan lipatan-lipatan
yang terbatas tegas. Warna iris tampak jelas. Pada radang iris yang oedem, keruh dan
kehilangan warna normalnya, menimbulkan kesan sebagai Lumpur (muddy iris).
Karena eksudat yang terjadi menutupi seluruh permukaan iris, maka pupil menjadi
kecil dan ireguler, reaksi terhadap cahaya menjadi lambat.
Posisi iris juga harus diperhatikan, bila seseorang sudah tidak mempunyai lensa
lagi (afakia) maka tampak iris bergetar bila bola mata digerakan secara cepat, disebut
iridodenesis atau iris tremulans. Periksa juga untuk kemungkinan terjadi perlekatan iris

193
ke kornea yang disebut sinekhia anterior. Atau perlekatan iris ke kapsul lensa yang
disebut sinekhia posterior.

7. Pupil.
Bentuk pupil yang normal adalah bulat dengan reaksi miosis (ukuran pupil
mengecil) bila pupil mendapat sinar cahaya. Pada serangan akut glaucoma, iris menjadi
oval. Ukuran pupil normal adalah 4 mm, yang dipengaruhi keadaan refraksi seseorang,
pada miop ukuran pupil relatif lebih besar dan pada usia tua pupil relatif lebih kecil.
Ukuran juga dipengaruhi jumlah cahaya yang masuk. Pada akomodasi dan konvergensi
maka pupil akan mengecil (miosis). Periksa ukuran pupil kedua mata, apakah ada
perbedaan ukuran. Refleks pupil diperiksa terhadap reaksi cahaya langsung dan tak
langsung.
Letak pupil normal adalah sentral, pada kelainan congenital iris (koloboma iris)
terlihat pupil eksentrik. Kadang-kadang juga pada keadaan pasca ekstraksi lensa yang
mengalami iridektomi sektoral. Periksa juga apakah pinggir pupil regular atau irregular
karena sinekhia. Kalau perlu, boleh dengan pemberian midriatika bila kita ragu-ragu.
Jadi penting juga ditanyakan bila menemukan ukuran pupil yang lebih besar
atau lebih kecil dari normal. Apakah penderita tersebut sudah menggunakan midriatika
atau miotika sebelumnya.

8. Lensa
Pemeriksaan pada lensa ialah menentukan ada tidaknya kekeruhan (kekeruhan
pada lensa = katarak). Sebenarnya pemeriksaan ini belum dapat dipercaya tanpa
pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut slit lamp biomikroskop dengan terlebih
dahulu melebarkan pupil dan juga dengan pemeriksaan menggunakan alat
oftalmoskop.
Pada orang muda pemeriksaan dengan baterai biasanya akan memperlihatkan
refleks lensa yang jernih. Pada orang tua, bila dilakukan pemeriksaan dengan cara yang
sama, kita memperoleh kesan bahwa sudah terdapat kekeruhan pada lensa. Padahal
kalau diselidiki dengan oftalmoskop dan slit lamp sebenarnya lensa masih jernih. Ini
disebabkan karena pada orang berusia lanjut terjadi peninggian indeks refraksi
substansi lensa. Jadi akan terjadi penyebaran cahaya dari permukaan lensa yang masuk
ke dalam mata pemeriksa, sehingga memberi kesan refleks kelabu/keruh. Bila lensa
sudah keruh seluruhnya (katarak matur), maka tampak sebagai massa yang berwarna
putih merata dibelakang pupil. Juga harus ditentukan apakah lensa masih terdapat pada
tempatnya. Seorang yang sudah afakia tampak warna pupil yang lebih hitam dan COA
yang lebih dalam, iridodenesis. Pada trauma berat yang mengenai bola mata kadang-
kadang terjadi pelepasan lensa, bisa terjadi dislokasi ke anterior (ke COA) atau
dislokasi ke posterior (ke vitreus).

194
Dislokasi yang belum total (subluksasi lensa) dapat terjadi pada kelainan
congenital :sindroma Marfan. Katarak matur bila dibiarkan akan memasuki stadium
hipermatur, yang dapat diikuti dengan subluksasi maupun dislokasi total. Dengan
pesatnya ilmu kedokteran dan teknologi, kitapun harus mengetahui apakah seorang
telah mengalami pengangkatan lensa dan mendapatkan implantasi lensa intraocular
sebagai penggantinya. Tampak dibalik pupil refleks agak mengkilat.
Sesudah pemeriksaan inspeksi dilakukan pemeriksaan palpasi, yaitu untuk
mengetahui adanya rasa sakit pada daerah siliare, tekanan bola mata dan adanya tumor
atau pembengkakan sekitar bola mata.

9. Pemeriksaan tekanan bola mata.


a. Secara palpatoir.
Penderita harus melihat kebawah tanpa menutup mata. Dengan jari telunjuk kita
menekan bola mata, kemudian jari telunjuk tangan lainnya merasakan tahanan
yang didapatkan. Harus dibandingkan dengan mata sebelahnya dan tekanan
pada mata normal. Pemeriksaan ini agak kasar, pada perubahan tekanan yang
kecil tidak akan terdeteksi. Hasil yang diperoleh dituliskan sabagai :
- N  bila tekanan normal
- N +  bila tekanan tinggi (glaucoma)
- N -  bila tekanan rendah (hipotoni)
b. Dengan menggunakan alat Schiotz.
Pengukuran dengan cara ini lebih teliti. Digunakan suatu alat yang ditempelkan
tepat diatas kornea. Pada alat tersebut terdapat jarum yang dapat menunjukan
angka pada skala yang bergeser sesuai dengan besarnya tekanan bola mata
penderita.
Cara : penderita ditidurkan tanpa bantal. Teteskan anestesi topical pantokain
eye drop 0,5 % sebanyak 1 tetes. Jangan memberi lebih karena dapat terjadi
perlunakan kornea dan pada saat alat ditempelkan pada kornea akan berakibat
abrasio epitel kornea. Penderita disuruh berkedip-kedip, tunggu sekitar 3 menit.
Sambil menunggu kita harus memeriksa apakah tonometer masih dalam
keadaan baik, lakukan kalibrasi. Letakan tonometer pada logam yang terdapat
dalam kotak penyimpanan, maka syaratnya adalah jarum harus menunjukan
angka nol. Sesudah itu bersihkan tonometer dengan kapas alkohol dan harus
ditunggu sampai bekas alkohol tersebut kering. Tonometer mempunyai 4
macam beban 5,5 gr, 7,5 gr, 10 gr dan 15 gr. Mula-mula yang kita pakai adalah
beban 5,5 gr. Dengan meminta penderita melihat lurus keatas, letakan
tonometer pada kornea dengan hati-hati. Jangan memberi tekanan. Maka akan
terlihat jarum bergeser menunjukan angka tertentu. Bila angka yang dituju <3
maka beban harus diganti dengan yang lebih berat. Hasil nya dapat dilihat dari

195
tabel, contoh dengan beban 5,5 gr angka menunjukan 5. Maka pada tabel akan
didapatkan tekanan intra okuler sebesar 17,3 mmHg.
c. Tonometer aplanasi.
Cara pemeriksaan ini jauh lebih akurat lagi dan akan dijelaskan pada bab berikutnya.

B. Pemeriksaan objektif di dalam kamar gelap


1. Iluminasi oblik
Digunakan untuk pemeriksaan segmen depan. Membutuhkan sumber cahaya yang
terang dan lensa cembung kuat yang diletakan pada jarak 5-7 cm didepan mata.
Sehingga sinar cahaya tadi dapat dikonsentrasikan pada bagian yang akan diperiksa.
Kekeruhan pada kornea dan akuos atau lensa akan terlihat sebagai bercak putih
kelabu dengan latar belakang warna hitam putih. Pemeriksaan ini sudah tidak banyak
digunakan karena sudah digantikan dengan alat yang lebih teliti yaitu slit lamp
biomikroskop.

2. Oftalmoskop
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan dengan pupil lebar. Kita beri midriatika yang
dapat bereaksi cepat (onset of action yang short), tetapi daya kerjanya juga cepat
(duration of action yang cepat). Biasanya yang digunakan sehari-hari adalah mydriatil.
Tapi sebelum kita meneteskan midriatika, kita harus melakukan pemeriksaan tekanan
bola mata terlebih dahulu. Karena bila terdapat peninggian tekanan intraokuler
merupakan kontra indikasi pemberian midriatika. Pada keadaan TIO tinggi midriatika
akan menyebabkan terjadinya serangan akut glaucoma.
a. Pemeriksaan oftalmoskop jarak jauh
Dilakukan untuk menilai kejernihan media refraksi (kornea, humor akuos, lensa
dan vitreus). Oftalmoskop dipegang didepan pemeriksa dekat sekali dengan mata
pemeriksa, lihat melalui lubang oftalmoskop dan lensa plano. Jarak penderita
adalah sekitar 40 cm didepan pemeriksa. Lampu oftalmoskop akan menerangi mata
pasien, normal terlihat refleks fundus berwarna merah orange yang homogen.
Bila terdapat kekeruhan media, maka akan terlihat bercak kelabu/hitam dengan
dasar merah orange atau seluruhnya gelap.
Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk memperoleh kesan refraksi
seseorang. Mata pemeriksa harus dalam keadaan istirahat. Bila terdapat ametrop
harus dikoreksi terlebih dahulu. Bila fundus refleks tampak merah orange dan
homogen, maka dapat diperkirakan bahwa refraksi penderita sekitar emetrop. Bila
tampak gambaran pembuluh darah retina berarti penderita adalah ametropia.
Dengan menggerak2an kepala pemeriksa ke samping, pembuluh darah tampak
seolah-olah bergerak. Bila gerakanya mengikuti gerakan kepala, mata penderita
hipermetrop. Sedangkan bila gerakan pembuluh darah berlawanan, maka mata

196
penderita miop. Tetapi penentuan refraksi secara objektif ini hanya kasar.
Pemeriksaan yang lebih teliti ialah dengan retinoskop. Sesudah menetukan keadaan
media kita harus memeriksa fundus dengan teliti. Dapat dilakukan dengan
oftalmoskop direk dan indirek.
b. Pemeriksaan oftalmoskop direk
Letakan oftalmoskop sedekat mungkin di depan pasien, yaitu sekitar 2
cm. Dengan jarak ini berarti pemeriksa melihat sinar2 yang keluar dari fundus
penderita secara langsung.
Pemeriksaan fundus mata kanan harus dilakukan dengan mata kanan pemeriksa.
Pemeriksa harus berada di sisi kanan pendeirita. Oftalmoskop diletakan didepan
mata kanan pemeriksa. Begitu juga dengan pemeriksaan fundus mata kiri,
pemeriksa berada disebelah kiri penderita. Oftalmoskop diletakan didepan mata kiri
penderita.
Penderita harus melihat lurus dan jauh ke depan agar tidak berakomodasi.
Pemeriksaan juga harus dalam keadaan relaksasi akomodasi. Mula-mula
oftalmoskop dipasang dengan lensa plano, maka bila keduanya emetrop akan
terlihat gambaran fundus yang jelas.
Bila dengan lensa plano ternyata gambaran fundus tidak jelas, kita harus memutar
lensa yang terdapat dalam oftalmoskop sampai didapatkan gambaran fundus yang
tajam. Lensa-lensa yang terdapat dalam oftalmoskop berkisar antara S -20 D
sampai +20 D.
Jadi pemeriksaan oftalmoskop inipun juga dapat merupakan alat pemeriksaan
refraksi objektif secara kasar. Bayangan yang diperoleh dengan cara ini ialah
bayangan tegak, dan pemesaran 15 x.
Fundus normal berwarna merah orange karena susunan pembuluh darah
dibelakang retina (koroid). Sebagai awal pemeriksaan untuk dijadikan patokan
carilah dahulu kepala syaraf optic yang disebut diskus optikus, papilla n. optici.
Papila n. optici akan tampak seperti piringan, batas jelas, warna merah kekuningan
dengan bagian tengah yang lebih pucat karena lekukan yang disebut excavation
papillae atau cupping. Normalnya perbandignan diameter cupping dengan diameter
horizontal discus (C/D ratio adalah 0,3 – 0,5).
Bila penderita benar-benar melihat jauh – lurus, discus ini akan mudah ditemukan,
arena letaknya sedikit kearah nasal aksis visual.
Berikut harus diamati daerah sekitar discus, yaitu keadaan pembuluh darah dan
retina pada umumnya. Kemudian penderita harus melihat jarak dekat, yaitu pada
lampu oftalmoskop , dan kita harus mencari daerah macula. Jarak antara macula
dan discus optikus adalah kurang labih 2x diameter discus kearah temporal.
Daerah macula ini bebas pembuluh darah tapi warnanya lebih kemerahan dari
sekitarnya. Ditengah tampak titik bening yang memantulkan cahaya terang, disebut

197
refleks fovea. Refleks ini sulit ditemukan bila pemeriksaan fundus tidak diberi
midriatika terlebih dahulu.
c. Pemeriksaan oftalmoskop indirek
Terdapat sedikit perbedaan dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskop direk.
Dimana aakn diperoleh gambaran terbalik dengan pembesaran 4-5x. Pada cara ini
pemeriksa harus sekaligus menggunakan kedua matanya. Alat diletakan tepat
didepan kedua mata dengan bantuan pengikat sekeliling kepala. Pada celah
oftalmoskop dipasang lensa konveks +4 D yang menghasilkan suatu bayangan
jernih bila akomodasi diistirahatkan. Jarak dengan penderita kurang lebih 40 cm.
Pemeriksaan ini juga membutuhkan suatu lensa tambahan lagi, disebut lensa
objektif yang berkekuatan S +13 D, ditempatkan 7-10 cm didepan mata penderita
yang akan diperiksa. Bila belum diperoleh bayangan yang baik, lensa objektif ini
digeser-geserkan mendekat dan menjauh sehingga dapat diperoleh gambaran
fundus yang baik. Urutan pemeriksaan fundus adalah sama dengan seperti pada
pemeriksaan oftalmoskopi direk.

Direk Indirek
Sifat bayangan Tegak Terbalik
Pembesaran 15x 4-5 x
Lapang pandang Kecil Lebih besar
Hal-hal khusus Refleks macula dan detail General view
retina lebih jelas
Non stereoskopik Stereoskopis, penting
pada ablation retina
Tidak berfungsi pada Masih dapat memper-
keke-ruhan media lihatkan gambaran fundus
meskipun media keruh

Fundus normal :
Diskus optikus : Normal berwarna merah kekuningan, lebih muda dibandingkan
seluruh fundus. Bagian tengah tampak lebih pucat karena terdapat lekukan, disebut
ekskavasio papil (cup fisiologi). Penring menentukan perbandingan cup ini dengan
diameter horizontal discus. Normalnya 0,3-0,5. Pada glaukoma absolute terjadi
pelebaran cup ini karena tekanan tinggi yang berlangsung terus-menerus dalam
jangka waktu lama, sehingga C/D ratio bias menjadi 0,9 – 1,0.
Bentuk discus biasanya bulat, kadang-kadang lonjong. Bentuk lonjong ini bias
didapatkan pada orang normal, atau karena ada kelainan refraksi. Diameter kira-
kira 1,5 mm, tetapi harus diingat bahwa oleh oftalmoskop ukuran ini mengalami
pembesaran.

198
Batas discus tampak tegas, terdiri atas cincin sclera yang berwarna putih dan
terletak sebelah dalam. TErbentuk karena lubang pada koroid lebih besar dari pada
tempat masuknya n. optikus di sclera. Disebelah luar adalah cincin koroid, warna
gelap karena akumulasi pigmen pada tempat masuk n. optikus.
Pada papilitis batas papil menjadi kabur karena terdapat peradangan. Peninggian
discus dapat ditentukan dengan memutar lensa pada oftalmoskop. Pada keadaan ini
peningggian papil tidak melebihi 2-3 D (peninggian 1 mm ~ 3D). Sedangkan pada
papil edema (choked disc) batas discus menjadi sangat kabur, disertai perdarahan
dan bendungan pembuluh darah sekitarnya. Pada keadaan ini peninggian discus
bias sampai 6-7 D.
Pada papil atropi/optic atropi tampak warna discus menjadi pucat, batas tegas.
Keadaan ini harus dibedakan dari papil yang pucat karena terjadi pelebaran C/D
ratio.
Pembuluh darah retina : Pembuluh darah retina berasal dari a dan v retina sentralis
Yang berjalan sepanjang dinding ekskavatio. Pada permukaan discus atau
sebelumnya bercabang menjadi cabang superior dan inferior, yang masing-masing
bercabang lagi di daerah nasal dan temporal. Pada daerah nasal terbentuk lagi
cabang-cabang yang berjalan lebih radial, sedangkan pada daerah temporal cabang
pembuluh darah berjalan sedemikian rupa sehingga tidak masuk daerah macula.
Semua cabang pembuluh darah ini tidak mengadakan anastomose. Dinding
pembuluh darah retina adalah transparent, jadi yang tampak adalah aliran darahnya.
Arteri dapat dibedakan dari vena. Arteri mempunyai diameter lebih kecil, warna
merah lebih cerah dan lebih lurus. Pada bagian tengah memperlihatkan refleks
terang. Vena lebih lebar dari arteri, perbandingan arteri terhadap vena ialah 2:3.
Warna vena merah gelap, jalannya lebih berkelok-kelok. Perjalanan arteri biasanya
diikuti perjalanan vena. Kadang-kadang dapat kita lihat adanya pulsasi, yaitu pada
vena terutama pada bagian yang berkelok-kelok. Juga jelas pada permukaan discus.
Pulsasi yang tampak pada arteri merupakan keadaan patologis, terjadi pada
glaucoma, penyakit jantung dan anemia berat. Pada arterosklerosis dan hipertensi
terjadi penyempitan pembuluh darah arteri, sehingga perbandingan arteri terhadap
vena berubah menjadi 1:3. Juga terjadi perdarahan dan eksudasi sekitar pembuluh
darah. Gambaran patologis mengenai hipertensif retinopati ini akan diuraikan lebih
lengkap pada bab retina.
Retina : Keadaan retina sendiri adalah transparan, mendapat latar belakang warna
dari darah pembuluh darah koroid, dimodifikasi oleh lapisan-lapisan epitel pigmen
retina dan pigmen koroid. Pada orang dengan warna kulit sedang, daerah diantara
pembuluh darah retina tampak berwarna merah orange merata, kadang-kadang
terdapat titik-titik halus lembut kearah perifer. Pada albino pembuluh darah koroid
tampak jelas, daerah diantaranya tampak putih, sclera membayang dibaelakangnya.

199
Pada kulit hitam fundus lebih gelap, warna merah kecoklatan, pembuluh koroid
tampak lebih cerah. Kadang-kadang pigmen diantara pembuluh darah koroid sangat
padat atau justru kekurangan pigmen pada epitel pigmen retina. Sedangkan koroid
sendiri padat dengan pigmen maka pembuluh darah koroid akan tampak terpisah
oleh daerah-daerah yang padat pigmen (disebut fundus trigoid / tessellated fundus).
Perbedaan pembuluh darah koroid dan retina adalah pembuluh darah koroid lebih
lebar, menyerupai pita, beranastomose dan tampak refleks terang ditengahnya.
Sedangkan pembuluh darah retina tidak beranastomose dan terdapat refleks terang
ditengahnya.
Makula lutea : Merupakan daerah yang paling penting pada fundus, dapat
ditemukan dengan menyuruh penderita melihat pada cahaya oftalmoskop kemudian
lampu oftalmoskop diarahkan pada cahaya oftalmoskop kemudian lampu
oftalmoskop diarahkan kearah temporal dengan jarak sekitar 2 diameter discus.
Daerah macula lutea tampak sedikit lebih gelap dibandingkan dengan daerah
fundus lainnya, ditengahnya tampak refleks fovea yang terjadi karena refleksi
cahaya oleh dinding fovea. Nutrisi daerah macula dilakukan oleh cabang2 arteri
temporalis superior dan inferior. Tapi pada fovea sendiri tidak terlihat pembuluh
darah. Kadang-kadang dengan pemreiksaan oftalmoskopi indirek, daerah macula
terlihat sebagai titik terang yang dikeliling daerah oval merah gelap dengan ukuran
sebesar discus, yang masih dibatasi suatu halo. Gambaran ini tampak pada anak-
anak kulit hitam (negro), terutama bila hipermetrop.

3. Lampu slit biomikroskop


Merupakan gabungan alat yang sangat baik untuk melakukan pemeriksaan
segmen posterior bola mata. Lampu slit (slit lamp) mengeluarkan seberkas cahaya yang
sangat terang. Bila melintasi bagian-bagian yang akan diperiksa dapat memperlihatkan
gambaran pada belahan optic sedangkan bagian lain/sisanya terlihat gelap. Daerah yang
terkena cahaya tersebut kemudian diperiksa dengan mikroskop binokuler. Iluminasi
kuat dan pembesaran ini memungkinkan pemeriksaan yang teliti pada segmen anterior,
sehingga perubahan dengan ukuran mikroskopis pun sudah dapat diketahui. Alat ini
sangat penting untuk bagian penyakti mata, untuk memenfaatkannya semaksimal
mungkin perlu ketrampilan dan pengalaman. Sering dapat menemukan perubahan kecil
yang tidak tampak dengan pemeriksaan biasa.
Lampu slit memproyeksikan seberkas cahaya tajam yang dapat difokuskoan
sesuai keinginan kita. Proyeksi dapat diatur dari setiap sudut dan dapat dipindahkan
secara cepat ke mata sebelahnya.
Fokus ini dapat dijatuhkan secara :
a. Iluminasi focus langsung (direct focal illumination), misalkan focus pada benda
asing.

200
b. Retroilluminasi dimana focus dijatuhkan pada permukaan refleksi dibelakang
objek yang diperiksa, kemudian objek dilihat melalui cahaya yang disebarkan.
Misalnya cahaya difokuskan pada iris, ekmudian dari cahaya yang disebarkan
kita periksa keadaan kornea.
c. Membentuk daerah refleksi, sudut berkas cahaya dan garis pandang penderita
diatur sedemikian rupa sehinga pemeriksa akan melihat cahaya dari permukaan
refleksi. Misalnya pemeriksaan endotel pada permukaan posterior kornea dan
permukaan anterior - posterior kapsul lensa.
Pemeriksaan lampu slit dapat dilakukan dengan berkas cahaya lebar dan berkas cahaya
sempit. Berkas cahaya lebar untuk memeriksa permukaan refleksi mata yaitu
permukaan anterior kornea, membrane descemet, permukaan posterior kornea, kapsul
anterior lensa, lapisan permukaan nuclei lensa, kapsul posterior lensa dan masih juga
dapat memeriksa 1/3 bagian anterior vitreus.
Berkas sinar sempit digunakan untuk memeriksa dalam penampang optic dan
dapat memberi gambaran 3 dimensi, sehingga dapat menilai letak kedalaman atau
ketebalan.
Dalam preaktek sehari-hari penting untuk menentukan letak benda asing, letak
infiltrasi kornea, kedalaman ulkus. Dengan berkas sempit lensa tampak terbagi dalam
suatu rangkaian nucleus yang konsentris. Dengan berkas lebar tampak khas sifat nuclei
bagian anterior berbentuk huruf Y tegak, dan bagian posterior berbentuk huruf Y
terbalik. Kekeruhan lensa dapat ditentukan lokasinya, apakah masih sebagian atau
seluruh lensa.
Pada penyakit peradangan lampu slit mutlak diperlukan. Pada uveitis (radang traktus
uvealis) terbentuk aqueous plasmoid/albuminoid yang tidak mungkin dilihat dengan
lampu biasa walaupun dibantu loupe.
Aqueous plasmoid ini mengandung sel-sel dan fibrin yang ikut bergerak dengan aliran
akuos. Kornea lebih dingin dari pada iris sehingga partikel2 tersebut didepan
eprmukaan iris akan bergerak naik dan dibelakang kornea akan turun. Dengan
pemeriksaan lampu slit akan tampak pantulan cahaya berupa titik-titik keruh sesuai
berat ringannya penyakit, tanda ini disebut fenomena Tyndall (efek tyndall/flare).
Flare merupakan tanda awal pada uveitis dan simpatetik oftalmopati. Makin berat
penyakit makin jelas pantulan flare.
Pemeriksaan flare paling baik dalam kamar gelap dengan memasang sudut antara sinar
dating dengan biomikroskop sebesar 45-650. Gunakan cahaya kecil khusus berupa titik.
Tingkat flare menurut berat-ringannya penyakit :
0 = tidak ada kekeruhan
+1 = ada kekeruhan yang tipis
+2 = ada kekeruhan agak tebal, iris dan lensa masih dapat diamati secara rinci
+3 = ada kekeruhan tebal, iris dan lensa tampak kabur

201
+4 = adanya keekruhan yang sangat tebal, nampak seolah-olah diam/sulit digerakan.
H.A menggumpal karena adanya fibrin.
Pada uveitis ayng berlangsung cukup berat dan lama akan tampak adanya presipitat
kornea (keratic presipitat = KP) yang merupakan endapan sel dan fibrin pada
permukaan endotel kornea.
Dengan slit lamp juga dapat dilihat adanya eksudat dalam vitreus, biasanya berupa
gumpalan sel (floaters) atau fibrin. Dengan bantuan lensa kontak khusus atau lensa
concave kuat yang dipasang didepan mata penderita, pameriksaan vitreus dan retina
akan lebih jelas.
Lampu slit dan biomikroskop ini dapat dilengkapi alat-alat tambahan sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan tonometer aplanasi dan gonioskopi.
Gonioskopi ialah pemeriksaan keadaan sudut bilik depan mata dengan memasang lesa
kontak khusus (Goldmann) pada mata penderita melalui pemeriksaan lampu slit –
biomikroskop kita dapat mengetahui keadaan anatomi sudut bilik depan, apakah lebar
– sedang – sempit. Juga untuk melihat adanya benda asing atau tumor pada iris dan
korpus siliaris.

II. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF


Nilainya berdasarkan pernyataan penderita, dilakukan untuk mengetahui fungsi mata.
Pemeriksaan fungsi mata ini dilakukan untk masing-masing mata secara terpisah,
dibagi dalam :
1. sensasi bentuk, ialah kemampuan mengenal bentuk suatu objek, dinyatakan
sebagai ketajaman penglihatan (visual acuity = visus).
2. sensasi warna, ialah kemampuan mengenal warna yang dikeluarkan oleh
gelombang cahaya.
3. sensasi cahaya, ialah kemampuan mengenal cahaya dengan tingakat illuminasi
yang berbeda.
Dikenal 2 jenis penglihatan :
1. Penglihatan sentral atau direk
2. Penglihatan perifer atau indirek
Ketajaman penglihatan (visual acuity) merupakan penglihatan sentral. Bila diperlukan
bayangan yang tajam, mata harus diarahkan tepat pada objek tersebut sehingga
bayangan tepat dibentuk pada macula. Ini menghasilkan penglihatna sentral atau direk.
Ketajaman penglihatan dilakukan pada jarak jauh dan jarak dekat.

Jarak jauh
Pemeriksaan tajam penglihatan jarak jauh dilakukan pada jarak 6 m (20 feet), karena
pada jarak ini sinar yang masuk ke dalam mata dianggap sejajar sehingga mata tidak
berakomodasi. Pada pemeriksaan ini digunakan kartu dengan huruf-huruf Snellen yang

202
tersusun sedemikian rupa. Setiap hurf membentuk sudut penglihatan 5’ pada jarak
dimana mata normal harus dapat malihat huruf tersebut. Sudut penglihatan dibentuk
oleh batas atas dan bawah huruf tsb melalui titik nodal mata, yaitu titik yang terletak
15 mm didepan retina dan 7 mm dibelakang kornea. Untuk memperoleh sudut
penglihatan yang sama (5’) maka makin jauh jarak, makin besar huruf.
Kartu Snellen : terdeiri atas huruf balok yang disusun dalam beberapa baris. Pada baris
pertama terdapat huruf paling besar, makin kebawah makin kecil. Biasnaya ada baris
paling atas ada satu huruf, sedangkan makin kebawah makin banyak terdapat huruf
dalam satu baris. Contoh :

Baris ke : Harus dibaca pada jarak (m)


I 60 m
II 30 m
III 20 m
IV 15 m
V 12 m
VI 10 m
VIII 6

203
Gambar 1. Kartu Snellen
Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan, mis 6/30.
Pembilang, menunjukan jarak antara penderita dengan kartu Snellen (yaitu 6 m).
Penyebut menunjukan jarak huruf yang seharusnya dapat dibaca oleh orang normal.
204
Jadi seseorang dengan nilai tajam penglihatan 6/30 berarti pemeriksaan dilakukan
dengan kartu Snellen pada jarak 6 m dan ia hanya bisa membaca huruf yang seharusnya
dapat dibaca orang normal pada jarak 30 m.
Nilai visus yang normal adalah 6/6 atau 6/5, berarti pada jarak pemeriksaan 6 m ia
dapat membaca huruf yang seharusnya dapat dibaca pada jara 6 atau 5 m.
Bila seseorang tidak dapat membaca/mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan pemeriksaan hitung jari.
Cara : Pemeriksa menunjukan jari-jari tangan dan penerita harus menghitung berapa
jari yang dilihat (finger counting), dimulai pada jarak 1 m didepan penderita. Kemudian
dijauhkan 2m, 3m, 4m, dan 5 m.
Hasil visus yang diperoleh :
Co 5/60  penderita masih dapat menghitung jari pada jarak 5m, 1/50  penderita
masih dapat menghitung jari pada jarak 1 m.
Bila visus lebih buruk dari hitung jari, dilakukan pemeriksaan arah gerakan tann (hand
movement). Cara : tangan pemeriksa digerak-gerakan deadpan penderita kearah
horizontal dan veritkal. Bila ia masih dapat melihat arah gerakan tangan kita pada jari
1 m, nilai visus = 1/300.
Bila sudah tidak dapat emnentukan arah gerakan tangan dilakukan pemeriksaan
persepsi cahaya (light perception) Cara : mata penderita disinari cahaya lemah (senter),
ia harus dapat mengetahui apakah senter menyala atau padam. Nilai visusnya 1/~. Bila
visusnya lebih rendah dari 1/~, maka visunya = 0 (buta total).
Pemeriksaan tajam penglihatan harus dilakukan pada tiap mata secara terpisah. Mata
kanan diperiksa lebih dahulu, mata kiri diberi okluder (penutup). Kemudian sebaliknya.
Bagi penderita yang buta huruf dan anak-anak tersedia kartu dengan bentuk khusus :
deretan angka, huruf E dalam berbagai posisi, cincin Landolt pada berbagai posisi atau
deretan gambar dengan ukuran yang makin kecil.
Dulu, huruf2 Sbellen/angka/gambar tersebut dicetak diatas kertas tebal berupa kartu
khusus yagn digantung pada dinding. Jadi terdapat kartu khusus huruf / posisi / angka
/ gambar.
Pada masa kini, terdapat cara yang lebih canggih, yaitu dengan memprojeksikan
bentuk-bentuk tersebut diatas pada layer khusus.
Sekarang nilai visus juga dapat dinyatakan dalam decimal.
Pecahan Desimal
6/6 1.0
6/7 0,8
6/10 0,6
6/12 0,5
6/15 0,4
6/20 0,3

205
6/30 0,2
6/60 0,1

Jarak dekat
Untuk penglihatan jarak dekat diperlukan kekuatan akomodasi. Kemampuan
akomodasi pada usia diatas 40 tahun akan berkurang, sehingga perlu diadakan
pemeriksaan baca dekat. Dilakukan dengan tes jaeger, kartu yang dibaca pada jarak
baca 30 – 40 cm. Pada kartu tersebut tercetak rangkaian kalimat-kalimat yang
dikelompokan menurut ukuran huruf yang tidak sama besarnya, mulai dari huruf
ukuran sedang sampai ukuran sangat kecil. Kemudian penderita harus membaca
rangkaian kalimat tersebut, ditentukan sampai baris mana yang masih terbaca.

Penglihatan perifer / indirek


Merupakan penglihatan yang dihasilkan bagian retina perifer diluar fovea sentralis.
Penglihatan ini tidak tegas, tapi penting unutk menunjang pemeriksaan beberapa
penyakit.

Lapang pandang
Menunjukan batas-batas penglihatan perifer, daerah dimana objek masih dapat dilihat
sementara mata mengadakan fiksasi pada satu titik. Pemeriksaan dilakukan pada tiap
mata secara terpisah, mata yant lain ditututp.
Pemeriksaan dilakukan pada tiap mata secara terpisah, mata yang lain ditutup.
Pemeriksaan untuk menentukan lapang pandang :
1. Tes Konfrontasi.
2. Projection test
3. Perimeter
1. Tes konfrontasi merupakan pemeriksaan secara kasar. Penderita duduk pada jarak
50-60cm didepat penderita. Mata kiri ditutup, mata kanan pemeriksa ditutup.
Tangan pemeriksa digerakan dari perifer ke tengah, dilakuakn dalam berbagai arah.
Dibandingkan dengan saat penderita melihat tangan dengan saat pemeriksa melihat.
Bila didapatkan pandangan keduanya normal, penderita dan pemeriksa akan
melihat tangan pada saat yang sama. Sebagai pengganti tangan dapat digunakan
sebuah batang hitam dengan titi putih diujungnya.
2. Projection test dilakukan bila visus buruk, penderita tidak dapat melihat tangan
maka digunakan cahaya kecil. Pemeriksa dilakukan dalam kamar gelap, mata yang
diperiksa melihat lurus kedepan, mata lainnya ditutup. Cahaya degerakan dari
berbagai arah, penderita harus mengatakan dimana letak cahaya tersebut.
3. Perimeter yang terdiri dari setengah lengkungan bola, pemeriksaan dapat dilakukan
pada beberapa meridian. Kepala penderita disandarkan pada penyangga dagu. Mata

206
kiri ditutup, mata kanan difiksasi pada titik putih ditengah-tengah lengkungan pada
jarak sekitar 30 cm. Objek pemeriksaan ini adalah titik putih/berwarna yang
digerakan pada permukaan lengkungan. Bila visus baik, digunakan objek < 3mm.
Sebaliknya bila visus jelek, digunakan objek > 3mm. Objek digerakan pada
berbagai meridian. Titik dimana objek eprtama kali dilihat digambarkan diatas
kertas khusus. Kemudian titik-titik tersebut dihubugnkan, sehingga hasil akhir
berupa batas lapang pandang. Hasil lapang pandang normal dengan objek putih
3mm, pada jarak 30 cm adalah sebagai berikut :
Superior : 550
Temporal : 900
Inferior : 700
Nasal : 600
Kelainan lapang pandang terdiri atas : penyempitan lapang pandang dan skotoma
(defek lapang pandang).
1. Penyempitan lapang pandang dapat terjadi dalam segala arah, irregular atau khusus
hilangnya suatu bagian segmen lapang pandang. Pada retinitis pigmentosa stadium
lanjut, seluruh lapang pandang perifer akan hilan dan hanya tinggal penglihatan
sentral. Penglihatannya seolah-olah melalui terowongan (tunnel vision). Bila
setengah lapang pandang hilang disebut hemianopsia. Khas pada glaucoma terjadi
penyempitan sisi nasal. Pada atropi n. II terjadi penyempitan konsentris.
2. Defek disebut juga sebagai skotoma. Skotoma fisiologis disebabkan oleh bintik
buta (blind spot), terdapat sekitar 150 diluar titik fiksasi. Menurut letaknya dikenal
skotoma sentral, para sentral, cincin dan perifer.
a. Skotoma sentral berarti skotoma, pada titik fiksasi, bila padat akan
mempengaruhi penglihatan sentral, keadaan ini terjadi pada perdarahan macula.
b. Skotoma cincin/annular mengelilingi titik fiksasi
c. Skotoma parasentral terletak dekat titik fiksasi
d. Skotoma perifer terletak jauh dari titik fiksasi, tidak banyak mempengaruhi
penglihatan, kadang-kadang penderita tidak menyadarinya.
Skotoma dapat bersifat positif atau negative. Skotoma positif tampak sebagai
bercak-bercak hitam dalam lapang pandang. Co : kekeruhan vitreus
menyebabkan keluhan bercak-bercak hitam yang bergerak-gerak.
Skotoma negative merupakan defek dalam lapang pandang, bila kecil tidak
akan disadari dan hanya diketahui dengan pemeriksaan lapang pandang.
Skotoma negative absolute  persepsi cahaya hilang total.
Skotoma negative relative  hanya penurunan persepsi cahaya.
Pada toksik ambliopia terjadi skotoma sentral negative relative.
Untuik mendeteksi defek yang letaknya sentral dan para sentral pada radius 30 0
dan untuk menentukan pbintik buta, digunakan pemeriksaan khusus dengan

207
permukaan yang datar. Jadi berbeda dengan lengkung perimeter. Alatnya
disebut scotometer, dapat berupa Bjerrum tangent screen atau modifikasinya,
kampimeter.
Tangent screen terdiri dari sebuah layer hitam, penderita duduk 1 m didepan
layer hitam. Kepala disandarkan pada penyangaga sehingga mata terlletak
setinggi titik pusat layer, mata kiri ditutup. Objek sebesar titik putih ukuran 1-
3mm diletakan pada ujung tangkai hitam, digerakan dari perifer ke tengah.
Target digerakan secara sistematis dalam berbagai meridian sehingga aan dapat
ditentukan defek lapang pandang.

Sensasi warna.
Dikenal sensasi warna sentral dan perifer. Sentral sangat penting untuk petugas
lalu lintas darat, laut dan udara, bidang kimia, tekstil, arsitek, seni rupa. Pemeriksaan
dilakukan dengan :
1. Test Holmgreen  menggunakan benang wool warna-warni
2. Tes Ishihara  menggunakan buku yang mengandung angka-angka berwarna
dengan latar belakang warna lain.
Pemeriksaan lapang warna lebih sulit dari pada putih, biasanya lebih kecil daripada
putih. Paling luas adlah biru, kmdn merah dan yang paling sempit adalah hijaudengan
penyempitan msg2 sebesar 100. Pemeriksaan lapang pandang warna cukup penting
karena sering mendahului gangguan lapang pandang putih.

Sensasi cahaya
Pemeriksaan persepsi cahaya dilakukan dengan pemeriksaan cahaya illuminasi
(light minimum) atau perbedaan cahaya (light difference). Kemampuan retina untuk
mengenal sinar disebut adaptasi. Bila kita pindah dari ruang dengan cahaya terang ke
kamar gelap, mula-mula penglihatan akan menurun sekali. Lama-lama kemampuan
penglihatan akan meningkat. Sesudah 30 menit penglihatan akan mencapai maksimal.
Hal tersebut disebut sebagai adaptasi gelap. Sebaliknya dari adaptasi gelap ke terang
disebut sebagai adaptasi terang.
Pemeriksaan adaptasi gelap dilakukan dengan alat yang disebut adaptometer,
bukan merupakan suatu pemeriksaan rutin bagian mata. Pemeriksaan ini hanya boleh
dilakukan sesudah penderita berada dalam gelap paling sedikit 20 menit.
Gangguan adaptasi gelap :
- defisiensi vitamin A
- penyakit retina, n. II, penyakit koroid (khoreoretinitis dan neuroretinitis)
- glaucoma
- degenerasi retina.

208
PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN
Edia Asmara Soelendro

Pemeriksaan tajam penglihatan atau visus merupakan salah satu cara pemeriksaan
subyektif penglihatan central. Dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila
penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan
melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar.
Pemeriksaan tajam penglihatan untuk dewasa berbeda dengan untuk anak-
anak. Pada dewasa tes standar yang digunakan adalah kartu Snellen, sedangkan untuk
anak-anak memerlukan cara khusus.
Prinsip pada pemeriksaan refraksi adalah sinar harus datang dari jarak lebih
dari 5-6 m karena akan berupa sinar paralel, bila kurang dari 5 m akan berupa sinar
divergen. Prinsip lensa positif adalah akan mendekatkan sinar paralel pada fokus,
sedangkan prinsip lensa negatif adalah menjauhkan sinar paralel seolah-oleh sinar
berasal dari titik fokus. Terdapat 3 jenis lensa yaitu (1) lensa sferis adalah lensa dengan
diameter kurvatura yang sama pada setiap meridian, terdapat dua macam lensa sferis
yaitu (a)lensa konvek merupakan gabungan 2 buah prisma yang bersatu pada dasarnya
yang mempunyai karakteristik membuat bayangan mejadi lebih besar dan lebih dekat,
(b) lensa konkaf merupakan gabungan 2 buah prisma yang bersatu pada apeksnya yang
mempunyai karakteristik membuat bayangan menjadi lebih kecil dan lebih jauh,
terdapat 3 macam lensa konkat yaitu bikonkaf, planokonkaf dan convekskonkaf,
(2)lensa silindris adalah jenis lensa yang mempunyai dua meridian yang tegak lurus
satu dengan lainnya, meridian yang tidak mempunyai kekuatan disebut aksis, (3) lensa
sferosilindris merupakan gabungan lensa sferis dan silindris. Terdapat berbagai bentuk
kaca mata : monofokal, bifokal dan multifokal (progresif)
Pemeriksaan refraksi yang ideal adalah pemeriksaan secara subjektif kemudian
dilakukan pemeriksaan secara objektif dan pemeriksaan secara subjektif kembali.
Hal lain yang harus diketahui pada pemeriksaan refraksi adalah kartu snellen, istilah
seperti hitung jari, lambaian tangan, persepsi cahaya.

Kartu Snellen.
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan
mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Hasilnya
dinyatakan dengan angka pecahan seperti 6/6 atau 20/20 untuk penglihatan normal.
Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 6 m atau 20 kaki yang seharusnya
dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara
6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki).
Tes dengan kartu dari Snellen, terdiri dari suatu deretan huruf hitam dengan dasar
putih. Dari atas kebawah hurufnya makin kecil. Untuk yang tak dapat membaca huruf

209
latin disediakan pula gambar tertentu atau untuk anak-anak gambar macam-macam
benda.

Kartu Snellen-huruf Kartu Snellen -E Kartu Snellen-anak

Tinggi huruf atau gambar tersebut membentuk sudut 5 derajat dengan nodal point
yang dianggap titik sentral dari seluruh mata ( N ). Makin dekat ke mata, maka
gambarnya makin lebih kecil. Disamping tiap barisan huruf ditulis angka 50, 30, dst.
yang menunjukkan pada jarak mana huruf itu seharusnya dapat dilihat. Yang paling
atas 50, berarti huruf tersebut harus dapat dilihat pada jarak 50 meter, kemudian disusul
30, 20, 15, 10, 7,5 dan 5 meter.

Pemeriksaan dilakukan pada jarak 5 - 6 m, karena pada jarak ini cahaya yang
datang dari jarak tak terhingga, jalannya sejajar. Visus dinyatakan dengan pecahan.
Bila penderita hanya dapat melihat huruf yang terbesar, maka visusnya 6/60, berarti
pada jarak 6 m (jarak pemeriksaan) orang itu hanya dapat melihat huruf yang
seharusnya dapat dilihat pada jarak 60 m.
Pembilang = _______________jarak penderita dengan kartu Snellen______________
Penyebut jarak yang tertera pada kartu Snellen, yang menyatakan jarak
yang seharusnya untuk melihat gambar tersebut.

210
Bila visus tak dapat mencapai 6/6, harus dikoreksi dengan lensa sferis +/- atau
lensa silinder +/-. Bi1a huruf yang terbesar pada kartu Snellen tak dapat terlihat, maka
penderita disuruh menghitung jari pemeriksa yang diletakkan pada dasar yang putih.

Finger counting ( hitung jari ).


Normal finger counting ( hitung jari ) dapat dilihat pada jarak 60 m. Bila
penderita hanya dapat menghitung jari dengan baik pada jarak 3 m, maka asies visusnya
3/60. Bila pada jarak yang dekatpun tak dapat menghitung jari, maka penderita harus
dapat mengatakan arah dari gerakan tangan pemeriksa dengan benar, yang digerak-
gerakan didepannya.

Tes Finger counting

Hand movement (lambaian tangan).


Dalam keadaan normal gerakan tangan dapat dilihat pada jarak 300 m. Bila dapat
ditentukan arahnya dengan baik pada jarak 1 m, maka visusnya = 1/300.

Light perseption (persepsi sinar).


Bila gerak tanganpun tak dapat dilihatnya, maka dilakukan penyinaran pada satu
mata, mata yang lain ditutup dan penderita harus dapat menentukan arah datangnya
sinar yang berasa1 dari suatu lampu batere yang disinarkan pada matanya dari
bermacam-macam arah. Bila ia dapat menentukan arah datangnya sinar dengan baik
pada segala arah, maka dinyatakan visusnya = 1/≈ dengan proyeksi baik. (1/≈ = satu
per tak terhingga). Bila penderita tak dapat menentukan arah sinar dengan baik, maka
asies visusnya = 1/≈ dengan proyeksi buruk.

211
Tes light perception

Menentukan baik tidaknya proyeksi, sangat penting untuk menentukan tindakan


selanjutnya. Bila proyeksi tak baik, maka tindakan operatif intraokuler tak dilakukan
lagi, berhubung fungsi retina sudah tak baik 1agi, sehingga tindakan operatif itu tak ada
gunanya lagi. Bagi orang yang berumur 40 tahun keatas, selain penglihatan jauh juga
harus diperiksa pu1a penglihatan dekatnya, karena daya akomodasinya sudah
berkurang, sehingga timbul kesukaran pada penglihatan dekatnya. Pemberian kacamata
baca disesuaikan dengan umurnya.

PEMERIKSAAN REFRAKSI
Komponen yang harus diperhatikan pada resep kaca mata adalah mata yang
diperiksa (OD/OS/ODS), kekuatan lensa (+/-/aksis), adde , jarak pupil (jarak jauh dan
dekat), nama penderita. Terdapat berbagai macam jenis kaca mata yaitu monofokal,
bifokal dan progresif.
Yang harus diperhatikan pula adalah adanya kemungkinan anisometrop. Anisometrop
merupakan keadaan dimana kekuatan refraksi ke dua mata tidak sama, bila perbedaan
antara 2 mata kurang dari 2.50 dioptri, penglihatan binokular masih dapat tercapai
karena masih dapat melakukan fusi, tetapi bila perbedaan lebih atau sama dengan 2.50
dioptri akan terjadi kesulitan fusi sehingga tidak akan terjadi penglihatan binokular,
mata yang lemah akan disupresi dan terjadi ambliopia. Selain aniometrop juga harus
diperhatikan keadaan aniseikonia yaitu adanya perbedaan ukuran bayangan antara mata
kanan dan kiri.

Pemeriksaan refraksi secara subjektif


Dengan metoda ini akan diperoleh estimasi visus melalui berbagai tes dan lensa
uji. Untuk dapat melakukan tes ini pasien harus kooperatif. Alat yang digunakan pada
pemeriksaan ini adalah kartu Snellen atau proyektor khusus, lensa uji dan kaca mata

212
uji. Pasien diminta untuk membaca abjad yang tertera, atau bilangan dan khusus pada
anak-anak dapat dilakukan pemeriksaan secara subjektif dengan menggunakan tes
kartu E, gambar-gambar yang menarik atau ring Landolt.
Metoda subjektif dibagi menjadi
(a) refraksi dinamik/manifest
Pemeriksaan cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari tiga
metoda atau bahkan lebih tergantung kebutuhan. Metoda yang digunakan adalah :
a. Metoda trial and error
Dimana mata diperiksa satu persatu biasanya mata kanan terlebih dahulu. Jarak
yang digunakan adalah 5-6 m dan pasien diminta untuk menyebutkan huruf
/angka/gambar yang ditunjuk, baris yang terakhir yang dapat terlihat
merupakan visus dasar pasien. Bila pasien membaca sampai 6/6 kita dapat
mengasumsikan bahwa pasien tersebut tidak menderita myopia dan pasien
tersebut adalah emetropia atau hipermetropia, tambahkan lensa (+) lemah
misalnya S+0.50, bila pasien tetap dapat membaca 6/6 maka pasien tersebut
adalah hipermetrop dan berikan lensa (+) terkuat dimana pasien masih dapat
membaca 6/6, bila dengan penembahan lensa S+0.50 visus menurun, ganti
lensa uji menjadi lensa (-) dan berikan lensa (-) terbesar sampai mencapai visus
pasien 6/6. Bila dengan pemberian lensa (+) atau (-) visus tetap menurun, maka
dipikirkan bahwa kemungkinan pasien membutuhkan lensa silindris.
b. Metoda fogging
Berikan lensa (+) sampai pasien merasa penglihatannya kabur, kemudian
turunkan lensa (+) sedikit demi sedikit sampai pasien melihat jelas.
c. Kipas astigmat
Dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan fogging dengan lensa (+) untuk
mengistirahatkan akomodasi, kemudian pasien disuruh melihat juring astigmat,
bila garis vertical yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada
retina sehingga diperlukan koreksi bidang vertical dengan menggukanan lensa
silinder (-) dengan sumbu 180 derajat. Penambahan kekuatan silinder diberikan
sampai garis pada kipas astigmat terlihat sama jelasnya.
d. Pemeriksaan visus untuk jarak dekat
Menggunakan kartu Jaeger dan catat huruf terkecil yang dapat dibaca pasien,
jarak baca pasien.
(b) Pemeriksaan static (sikloplegik)
Dilakukan setelah pemeriksaan manifest selesai, dengan cara diberikan tetes
sikloplegik.

213
1. PEMERIKSAAN MlOPIA
Tujuan : Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang
diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi
normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik.
Alat : - Kartu Snellen.
- Bingkai percobaan. Sebuah set lensa coba.
Teknik : Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter. Pada mata
dipasang bingkai percobaan. Satu mata ditutup. Penderita disuruh membaca kartu
Snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan diteruskan sampai pada huruf terkecil yang
masih dibaca. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat
dibaca huruf pada baris terbawah . Sampai terbaca baris 6/6. Mata yang lain dikerjakan
dengan cara yang sama.
Nilai : Bila dengan S - 1.50 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S - 1. 75
penglihatan 6/6, sedang dengan S-2.00 penglihatan 6/7.5 maka pada keadaan ini
derajat miopia mata yang diperiksa adalah S - 1.50 dan kaca mata dengan ukuran ini
diberikan pada penderita. Pada penderita miopia selamanya diberikan lensa sferis
minus terkecil yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

Gambar lensa trial Gambar frame

2. PEMERIKSAAN HIPERMETROPIA
Tujuan : Pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa positif yang diperlukan
untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi normal
atau tercapai tajam penglihatan yang terbaik.
Alat : - Kartu Snellen.
- Bingkai percobaan.
214
- Sebuah set lensa coba.
Teknik : - Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
- Pada mata dipasang bingkai percobaan.
- Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk
memeriksa mata kanan.
- Penderita disuruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar (teratas)
dan diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang
masih dapat dibaca
- Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan bila
tampak lebih jelas oleh penderita lensa positif tersebut ditambah
kekuatanya perlahan-lahan dan disuruh membaca huruf-huruf pada
baris lebih bawah.
- Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-hunif pacta baris 6/6.
- Ditambah lensa positif S+ 0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat
melihat huruf-huruf di atas.
- Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
Nilai : Bila dengan S + 2.00 tajam penglihatan 6/6 kemudian dengan S + 2.25 tajam
penglihatan 6/6 sedang dengan S + 2.50 tajam penglihatan 6/7.5 maka pada keadaan
ini derajat hipermetropia yang diperiksa S + 2.25 dan kaca mata dengan ukuran ini
diberikan pada penderita. Pada penderita hipermetropia selamanya diberikan lensa
sferis positif terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

3. PEMERIKSAAN ASTIGMATISMUS
Tujuan : Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui derajat lensa silinder yang
diperlukan dan sumbu silinder yang dipasang untuk memperbaiki tajam penglihatan
menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik.
Dasar : Pada mata dengan kelainan refraksi astigmatismus didapatkan 2 bidang utama
dengan kekuatan pembiasan pada satu bidang lebih besar dibanding dengan bidang
lain. Biasanya kedua bidang utama ini tegak lurus satu dengan lainnya. Pada mata
astigmat lensa silinder yang sesuai akan membeirikan tajam penglihatan yang
maksimal.
Alat : - Kartu Snellen.
- Bingkai percobaan.
- Sebuah set lensa coba.
- Kipas astigmat.
Teknik : - Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
- Pada mata dipasang bingkai percobaan, satu mata ditutup.
- Dengan mata yang terbuka pada penderita dilakukan terlebih dahulu
pemeriksaan dengan jenis (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman

215
penglihatan terbaik, dengan lensa positif atau negatif tersebut.
- Pada mata tersebut dipasang lensa + (positif) yang cukup besar (misal S +
3.(0) untuk membuat penderita mempunyai kelainan refraksi
astigmatismus miopikus
- Penderita ditiminta melihat kartu kipas astigmat. Penderita ditanya
tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat.
- Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa S +
3.00 diperlemah sedikit demi sedikit sehingga penderita dapat
menentukan garis mana yang terjelas dan mana yang terkabur.
- Lensa silinder negatif (-) dipasang dengan sumbu sesuai dengan garis
terkabur pada kipas astigmat.
- Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit pada sumbu tersebut
hingga pada satu saat tampak jelas
- Bila sudah tampak jelas garis pada kipas astigamat, dilakukan melihat
kartu snellen. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu snellen , maka
mungkin lensa positif yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu
perlahan –lahan dikurangi kekuatan lensa positif atau ditambah lensa
negatif.
- Penderita disuruh membaca kartu snellen pada lensa negatif ditambah
perlahan lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6.
Nilai : Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder negatif yang dipakai
sehingga gambar kipas astigmat tampak jelas.

1. TRANSPOSISI
Tujuan : untuk mengubah lensa silinder negatif menjadi silinder positif atau
sebaliknya, tanpa merubah kekuatan lensa tersebut.
Metoda :
- Sferis : Merupakan penjumlahan secara aljabar nilai sferis dan silindris
- Silindris : Ubah tanda kekuatan lensa, ubah aksis dengan menambahkan
0
90
- Contoh : S + 2.00 C +1.00 x 900  S+3.00 C -1.00 x 1800

2. PEMERIKSAAN PRESBIOPIA
Tujuan : Pemeriksaan bertujuan mengukur derajat berkurangnya kemampuan
seseorang berakomodasi akibat bertambahnya usia.
Dasar : Gangguan akomodasi pada usia lanjut terjadi akibat kurang lenturnya lensa
disertai melemahnya kontraksi badan siliar. Pada presbiopia pungtum proksimum (titik
terdekat yang masih dapat dilihat) terletak makin jauh di depan mata dibanding dengan
keadaan sebelumnya. Gejala presbiopia atau sukar melihat pada jarak dekat yang

216
biasanya terdapat pada usia 40 tahun, dapat diatasi dengan bantuan kaca mata untuk
melihat dekat.
Alat : - Kartu Snellen.
- Kartu baca dekat
- Sebuah set lensa coba.
- Bingkai percobaan.
Teknik :
- Penderita diperiksa akan penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kaca mata
jauh sesuai yang diperlukan (dapat lensa positif, negatif ataupun astigmat).
- Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca).
- Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat.
- Diberikan lensa positif mulai S + 1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai
terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekatdan kekuatan lensa ini ditentukan.
- Biasanya dilakukan sekaligus pada 2 mata, kecuali pada keadaan khusus : misalnya
sesudah operasi katarak (pada pseudofakia, afakia)

Nilai : Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan


dekat sempurna merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kaca mata baca.
Hubungan lensa adisi dan umur biasanya:
40 - 45 tahun S+ 1.00 dioptri
45 - 50 tahun S+ 1.50 dioptri
50 - 55 tahun S+ 2.00 dioptri
55 - 60 tahun S+2.50 dioptri
60 tahun S+3.00 dioptri

3. TES KESEIMBANGAN TAJAM PENGLIHATAN (VISUAL BALANCE


TEST)
Harus diingat adalah adanya keterbatasan penggunaan kaca mata. Kaca mata tidak
dapat digunakan pada anisometrop lebih dari 2.50 dioptri, pada penderita anisometrop
lebih dari 2.50 dioptri disarankan untuk menggunakan lensa kontak baik yang keras
maupun yang lunak.
Tujuan: Tes dilakukan untuk mengetahui apakah ketajaman penglihatan mata kanan
dan kiri sama.
Dasar: Pada ketajaman penglihatan mata kanan dan kiri sama maka apabila melihat
benda pada jarak yang sama kedua mata akan melihat sama jelas.
Alat : - Kartu Snellen.
- Kartu baca dekat.
Teknik :
- Penderita duduk 6 meter dari kartu Snellen dan disuruh melihat huruf terkecil

217
yang masih terlihat
- Dengan menutup mata bergantian (alternate cover) penderita diminta
menyatakan apakah huruf yang terlihat dengan mata kanan dan kiri sama
jelasnya.
Nilai : Apabila kedua mata terpisah melihat sama jelas berarti kedua mata ini sudah
mempunyai ketajaman penglihatan yang sama. Apabila satu mata melihat lebih jelas
berarti mata yang lainnya mungkin mempunyai kelainan refraksi atau kelainan
patologik.

7. PEMERIKSAAN LOBANG KECIL (Pinhole Test)


Tujuan : Pemeriksaan ini bermaksud untuk mengetahui apakah tajam penglihatan
turun akibat kelainan refraksi atau kelainan media penglihatan atau saraf optik.
Dasar : Makin kecil diameter pupil makin bertambah dalam pandangan (depth of
field). Kelainan refraksi apapun akan membaik tajam penglihatannya bila diberi
pinhole di depan mata tersebut.
Alat : - Lempeng pinhole (1empeng dengan celah berdiameter 0.75 mm).
- Kartu Snellen.
Teknik :
- Penderita duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.
- Penderita disuruh membaca huruf terakhir (terkecil) yang masih dapat terbaca
pada kartu Snellen.
- Pada mata tersebut dipasang lempeng pinhole.
- Penderita disuruh membaca kembali kartu Snellen.
Nilai : Bila dapat dibaca huruf yang lebih kecil daripada huruf sebelumnya pada kartu
Snellen berarti terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi penuh. Bila huruf yang
terbaca lebih besar daripada huruf yang sebelumnya terbaea pada kartu Snellen berarti
terdapat kelainan pada media penglihatan.

7. Pemeriksaan dengan kartu E/cincin Landolt/Gambar-gambar


Dilakukan untuk anak-anak prasekolah, dewasa yang buta huruf.

8. Pemeriksaan Jarak Pupil


Jatuhkan sinar senter pada kedua mata, sinar harus berasal dari depan pasien,
pasien diperintahkan untuk melihat dahi pemeriksa atau melihat pada sinar senter, ukur
jarak bayangan sinar pada kornea antara mata kanan dan kiri dan dinyatakan sebagai
jarak pupil untuk penglihatan dekat, sedangkan untuk jarak jauh tambahkan 2 mm
(untuk jarak pupil kurang dari 60 mm) dan 3 mm (untuk jarak pupil lebih dari 60 mm).

218
Pemeriksaan Refraksi secara Objektif
Pemeriksaan secara objektif tidak selalu dilakukan. Beberapa keadaan yang
mengharuskan dilakukannya pemeriksaan refraksi secara objektif adalah :
- Bila refraksi subjektif belum maksimal (6/6)
- pasien anak-anak
- pasien yang tidak kooperatif
- ambliop
- strabismus
Dan pemeriksaan refraksi secara objektif sebaiknya dilakukan dalam keadaan pupil
lebar.
Dalam melakukan pemeriksaan objektif, diperlukan bantuan alat-alat seperti :
- retinoskop
- refraktometer
- keratometer
- oftalmoskop

1. Retinoskop
Retinoskop adalah alat untuk pemeriksaan refraksi objektif. Yaitu untuk
memperkirakan tipe dan kekuatan lensa yang dibutuhkan oleh penderita. Dalam
melakukan pemeriksaan retinoskopi pemeriksa menggunakan alat retinoskop.

Pasien terlebih dahulu diberikan tetes sikloplegik. Pemeriksaan satu per satu pada mata
pasien. Pasien diminta untuk memfiksasi penglihatannya pada objek yang jauh.
Pemeriksaan berada 50 cm dari mata pasien. Hasil yang didapatkan seperti pada
gambar berikut.

219
Setelah kita mendapatkan status kelainan refraksi (miop atau hipermetrop), maka kita
pasangkan lensa koreksi yang sesuai sampai didapatkan keadaan neutralisasi.

2. Refraktometer
Dalam melakukan pemeriksaan objektif dengan menggunakan alat refraktometer,
maka penentuan keadaan status refraksi pasien akan dengan sangat mudah dilakukan.
Tetapi memerlukan biaya yang sangan besar untuk sebuah alat refraktometer
automatic. Dengan menggunakan alat tersebut, dapat secara lengkap dapat kita
dapatkan kekuatan sferis, silindris dan aksis kelainan refraksi pasien. Pengoperasian
dengan alat ini sangatlah mudah karena sudah memakai system komputerisasi.

220
3. Keratometer
Keratomerti adalah pengukuran kurvatura kornea dengan menggunakan suatu alat yang
bernama keratometer atau ophthalmometer. Keratometri adalah pengukuran kuantitatif
astigmatisma kornea dan pengukuran meridian dari aksis silindernya. Pemeriksaan ini
sangat pengting untuk fitting lensa kontak. Alatnya seperti terlihat pada gambar
dibawah ini.

Lensa Kontak
Terdapat 2 macam jenis lensa kontak yaitu lensa kontak lunak dan lensa kontak keras
(soft lens dan hard lens) tergantung jenis bahan dasarnya.
Indikasi pemakaian lensa kontak :
- Anisometrop besar (> 2.50 dioptri)
- Miop gravior
- Asimetri wajah
- Artis/olahragawan
- Aniridia
- Kosmetis
Indikasi terapeutis : descemetocele
Pemakai lensa kontak harus memenuhi beberapa syarat antara lain disiplin, dapat
menjaga kebersihan diri, lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan harus bersih, bebas
dari penyakit infeksi mata.

221
KELAINAN REFRAKSI
Edia Asmara Soelendro

Mata merupakan instrumen optik. Kekuatan media refraksi dari mata berbeda-
beda, kornea (n=1.33), cairan akuos (n=1.33), lensa (n=1.41), badan kaca (n=1.33),
bila terjadi kekeruhan pada media refraksi akan menyebabkan gangguan penglihatan.

Akomodasi
Merupakan kemampuan untuk menambah kekuatan refraksi mata dengan cara
menambah kecembungan lensa. Contoh proses akomodasi : terdapat objek yang berada
pada jarak kurang dari 5 m, maka sinar yang datang tidak akan paralel tetapi divergen,
jika mata tetap pada posisi istirahat maka bayangan akan jatuh dibelakang retina dan
akan terlihat buram, oleh karena itu bayangan harus dimajukan agar jatuh pada retina
dengan cara menambah kecembungan lensa. Proses akomodasi ini terjadi akibat
adanya kontraksi dari M. siliaris pada badan siliar. Selama proses akomodasi juga akan
terjadi reflek melihat dekat yaitu akomodasi, miosis dan konvergensi.

Emetropia
Mata emetropia adalah mata tanpa kelainan refraksi/pembiasan sinar dan
berfungsi normal. Pada mata emetropia, daya bias mata adalah normal, dimana sinar
jauh difokuskan sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Mata
emetropia mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan
seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan ke
makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan
100% atau 6/6. Kekuatan refraksi mata secara total adalah 60 dioptri, sedangkan
kekuatan refraksi kornea 40 dioptri, kekuatan refraksi lensa 20 dioptri.

Ametropia
Ametropia adalah keadaan dimana tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat
sinar-sinar sejajar akan difokuskan diluar retina. Pada keadaan ini bayangan pada retina
tidak terbentuk sempurna.

222
Dikenal dua ametropia, yakni:
a. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang, atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada
miopia aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang
dan pada hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang retina.
b. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias
kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias
kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia
refraktif). Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak
normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di dalam mata (ametropia
ndeks).
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan myopia, hipermetropia,
astigmatisme.

MIOPIA

DEFINISI
Miopia = rabun jauh: terjadi gangguan pembiasan mata, dimana sinar-sinar yang
datang sejajar pada mata yang tidak berakomodasi, akan difokuskan di depan retina.

ETIOLOGI
Sampai saat ini, tidak ada satu teori pun yang dapat menjelaskan etiologi
miopia. Dikatakan bahwa miopia dapat terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang
saat bayi. Dikatakan pula bahwa semakin dini mata seseorang terkena sinar terang
secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami miopi, karena organ
mata berkembang dengan pesat pada tahun-tahun awal kehidupan.

KLASIFIKASI
Menurut kelainan yang mendasarinya (klasifikasi Borish & Duke-Elder):
a. Miopia refraktif, bertambahnya kemampuan refraksi media penglihatan.

223
1. Miopia kurvatura, terjadi peningkatan kurvatura pada kornea atau lensa,
misalnya pada katarak intumesen.
2. Miopia bias/miopia indeks, terjadi peningkatan indeks bias dari salah satu atau
lebih media refraksi.
b. Miopia aksial, miopia akibat sumbu bola mata antero posterior lebih panjang dari
normal, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
Menurut derajat beratnya dibagi menjadi miopia ringan, dimana miopia sampai 3
dioptri, miopia sedang, dimana miopia > 3-6 dioptri, miopia berat atau tinggi (myopia
gravior), dimana miopia > 6 dioptri.
Menurut penampilan/perjalanan klinisnya:
- Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata.
- Miopia maligna/miopia pernisiosa/miopia degeneratif, miopia yang berjalan lebih
progresif dan dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Ditandai dengan
adanya kelainan degeneratif pada fundus.
- Nocturnal/night myopia, disebabkan karena peningkatan aberasi sferis saat pupil
berdilatasi pada keadaan cahaya kurang, pada orang-orang tertentu. Mekanisme
persisnya belum diketahui.
- Pseudomyopia, sebagai akibat dari spasme M. ciliaris.
Menurut usia :
- Congenital/infantile myopia, onset sejak lahir sampai balita
- Youth onset myopia, onset < usia 20 tahun
- School myopia, onset usia sekolah
- Adult onset myopia
- Early, onset pada usia 20-40 tahun
- Late, onset pada usia >40 tahun

PATOLOGI
Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk
stafiloma posterior disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian
setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang
dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada
miopia dapat terjadi bercak Fuch yakni hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi
lapis sensoris retina luar, dan pada orang dewasa akan terjadi degenerasi papila saraf
optik.

224
MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat bahkan dapat
melihat terlalu dekat. Sedangkan melihat jauh kabur; disebut rabun jauh. Pasien dengan
miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai juling dan celah kelopak
yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk
mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole.
Gejala subjektif yang terjadi adalah penglihatan buram, serta pasien miopia
mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam posisi
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.
Sedangkan gejala objektif yang terjadi pada pasien miopi yaitu pada pemeriksaan
funduskopi terdapat myopic crescent yaitu gambaran bulan sabit pada polus posterior
fundus mata, pada daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti
fundus tigroid, degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis
negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh
bila pasien dikoreksi dengan S -3,00 dan S -3,25 memberikan visus 6/6, maka lensa
koreksi yang dipakai adalah S-3.00. Tujuannya adalah untuk memberikan istirahat
mata dengan baik sesudah dikoreksi, atau dengan kata lain, agar mata penderita tidak
menjadi mudah lelah karena “hipermetrop” setelah dikoreksi. Koreksi dapat dilakukan
dengan kacamata, lensa kontak, dan bedah refraktif.

Bedah Refraktif
Bedah refraktif adalah suatu bedah mata yang bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kelainan refraksi. Bedah refraksi meliputi bedah katarak dengan lensa
intraocular, bedah lensa intraokular saja, bedah refraktif kornea.
Pada saat ini, Bedah Refraktif Kornea yang umum dikerjakan adalah
Photorefractive Keratectomy (PRK) dengan Excimer Laser (di negara-negara maju
sudah ditinggalkan), dan LASIK.
LASIK (Laser-Assisted in situ Keratomileusis) merupakan puncak teknologi
bedah refraktif. Teknik yang dikerjakan sebenarnya adalah sama dengan teknik
Barraquer, hanya disini seluruhnya dikerjakan in situ. Dibuat flap kornea dengan pisau
atau femtosecond laser (variasi prosedur IntraLASIK) kemudian stroma kornea di
remodeling dengan Excimer Laser. Flap kemudian ditutup secara manual.

KOMPLIKASI

225
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi
retina selain itu dapat pula terjadi ambliopia, kadang disertai juling keluar (exotropia),
perdarahan macula, pencairan vitreus.

PENCEGAHAN
1. Mencegah kebiasaan buruk. Kebiasaan yang harus dilatih adalah: duduk tegak,
memegang alat tulis dengan benar, jarak baca 30 cm, penerangan cukup, dan
istirahat 20-20-20 (setiap 20 menit memakai mata untuk melihat dekat,
memejamkan mata 20 detik dan melihat jauh 20 detik lagi.)
2. Koreksi kelainan mata sedini mungkin, jangan dibiarkan.
3. Memperhatikan status gizi.
4. Di sekolah-sekolah, sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak.
5. Jangan membaca/melihat gadget dalam posisi tidur, jangan memegang gadget di
atas kepala kita, sehingga mata harus mendelik ke atas.
6. Layar TV harus sedikit rendah daripada arah pandang mata. Tidak dianjurkan TV
yang dipasang di bagian atas kepala. Layar TV dan monitor komputer harus lurus
berhadapan, jangan melihat dari samping.
7. Anak balita jangan bermain HP/gadget
Prevalensi miopia semakin meningkat pada anak, sesudah era pemakaian gadget.
Pada tahun 2010 terdapat 27% miopia dari populasi seluruh dunia, dengan 2,8%
berupa miopia tinggi. Tahun 2050 diproyeksikan menjadi 52% miopia dengan 10%
miopia tinggi. Pada penelitian di Universitas Nanjing tahun 2019, didapatkan
86,8% mahasiswa mengalami miopia.

HIPERMETROPIA

DEFINISI
Hipermetropia atau hiperopia atau rabun dekat adalah gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar yang masuk ke dalam mata dalam keadaan tidak
berakomodasi akan difokuskan di belakang retina. Oleh karena dibiaskan di belakang
retina, bayangan yang dihasilkan kabur. Mata hiperopia sering juga memberikan gejala
bayangan kabur saat melihat jauh. Kebanyakan anak-anak dilahirkan dengan hiperopia
+3 D, tetapi biasanya sembuh pada usia 12 tahun.
226
ETIOLOGI
Struktur hiperopia berdasarkan konfigurasi anatomi bola mata :
1. Axial hiperopia ( hiperopia sumbu)
Pada keadaan ini didapatkan diameter antero posterior bola mata lebih pendek dari
normal meskipun media refraksi (misalnya lensa atau kornea) normal.
2. Curvature hiperopia ( hipermetropia kurvatur)
Hipermetropia kurvatur adalah keadaan dimana kelengkungan lensa atau kornea
lebih datar dari normal sehingga kekuatan refraksinya turun.

Macam-macam hipermetropia
1. Hipermetropia manifes
2. Hipermetropia Laten
3. Hipermetropia total

GEJALA KLINIS
Anamnesis
- Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hiperopia dan
makin memburuk sepanjang penggunaan mata dekat.
- Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus fokus pada suatu jarak
tertentu untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan baseball.
- Mata akan lebih cepat lelah karena selalu berakomodasi.
- Penglihatan dekat dan jauh kabur dengan kelainan refraksi tinggi dari 3-4 D atau
pada pasien yang lebih tua karena adanya penurunan akomodasi.
- Penglihatan dekat kabur dan makin memburuk apabila pasien lelah, cetakan kurang
jelas saat membaca atau kondisi penerangan kurang optimal.
- Sensitifitas terhadap cahaya, merupakan hal yang umum pada hiperopia yang
etiologinya tidak diketahui dan sembuh dengan mengoreksi hiperopianya.
- Penglihatan kabur tiba-tiba dalam waktu singkat disebabkan spasme akomodasi
dan dapat menyebabkan pseudomiopia.

Pemeriksaan Fisik
Ukuran bola mata tampak lebih kecil secara keseluruhan, esotropia karena mata
seringmelakukan konvergensi, kornea lebih tipis dari normal, COA dangkal, pupil
miosis karena mata terus berakomodasi pemeriksaan funduskopi menunjukkan fundus
okuli yang mengecil dan hiperemis serta pseudo papilitis atau pseudo neuritis yaitu
hiperemia papil N II, A scan ultrasonography (biometry) menunjukkan pemendekan
diameter anteroposterior bola mat

227
PENATALAKSANAAN
Jika ada akomodatif esotropia (konvergensi), koreksi penuh harus diberikan. Jika
keseluruhan refraksi manifest kecil, misalnya 1 D atau kurang, koreksi diberikan
apabila pasien memiliki gejala-gejala. Prinsip optical pada pengobatan hiperopia
adalah memberikan lensa konvex (plus) terbesar yang menghasilkan visus maksimal,
maka sinar akan difokuskan pada retina.

Peraturan-peraturan pokok dalam pemberian kaca mata pada penderita hipermetropia :


- Koreksi hipermetropia harus diberikan sesuai hasil pemeriksaan dengan pemberian
sikloplegia
- Koreksi spherical yang diberikan harus diterima senyaman mungkin oleh pasien.
Walupun demikian astigmatisme harus dikoreksi juga.
- Secara berangsur-angsur dinaikkan koreksi spherical dalam selang waktu 6 bulan
sampai pasien bisa menerima hipermetropia manifest.
- Kalau terjadi penglihatan strabismus konvergen, koreksi harus diberikan pada saat
kunjungan pertama.
- Kalau terjadi amblyopia, koreksi harus segera dimulai.
Hiperopia masa anak-anak sering dikaitkan dengan strabismus dan abnormalitas dari
akomodasi konvergen/ratio akomodasi.
Pada anak-anak dengan hipermetrop ringan tidak perlu mengoreksi hiperopia
kecuali telah terjadi esodeviasi atau terbukti telah terjadi penurunan penglihatan tetapi
astigmatisme harus dikoreksi. Apabila hiperopia dan esotropia terjadi bersamaan,
penatalaksanaan awal adalah koreksi dengan sikloplegia secara penuh kelainan
refraksi. Kemudian penurunan dari jumlah koreksi adalah yang utama, berdasarkan
tingkat deviasi pada penglihatan dekat dan jauh dengan menempatkan secara penuh
koreksi sikloplegia.
Anak-anak usia sekolah, korelasi refraksi secara penuh dapat menyebabkan
penglihatan jauh kabur akibat ketidakmampuan mengistirahatkan akomodasi.

228
ASTIGMATISME

DEFINISI
Astigmatisme bukan merupakan suatu penyakit. Astigmatisme adalah kelainan
refraksi mata, dimana didapatkan bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-
macam meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada mata itu akan difokuskan
pada macam-macam fokus pula. Pada astigmat berkas sinar tidak difokuskan pada satu
titik pada retina akan tetapi pada 2 garis yang saling tegak lurus yang terjadi akibat
kelainan kelengkungan permukaan kornea. Bila melihat satu titik di depan mata, maka
titik tersebut tidak dapat difokuskan lagi menjadi satu titik tetapi berubah menjadi satu
garis, suatu lingkaran atau oval.

ETIOLOGI
Para ilmuwan dan peneliti tidak sepenuhnya memahami mengapa ada sebagian
orang yang mengalami gangguan refraksi astigmatisme, dan sebagian tidak. Tidak ada
faktor risiko tertentu yang menyebabkan mengapa ada yang mengalaminya, dan ada
yang tidak.
Penyebab astigmatisme:
1. Herediter/ kongenital
Astigmatisme dapat merupakan suatu kelainan yang diturunkan/ herediter dan telah
ada sejak lahir.
2. Akuisita
a. Kelainan kornea
b. Kelainan di lensa

JENIS ASTIGMATISME
Berdasarkan Aksis
Aksis selalu dicatat dalam bentuk sudut dalam satuan derajat, antara 0 dan 180
derajat searah jarum jam. 0 dan 180 terletak pada garis horizontal setinggi bagian
tengah pupil, dan sesuai yang dilihat pemeriksa, 0 terletak pada sisi kanan dari masing-
masing mata.
- Astigmatisme Reguler
229
- Astigmatisme with the rule
- Astigmatisme against the rule
- Astigmatisme oblik
- Astigmatisme Irreguler
Astigmat irregular: Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak
lurus.
Berdasarkan Fokus
Setiap meridian mata mempunyai titik fokus tersendiri, yang letaknya mungkin
teratur (pada astigmatisme regularis), dan mungkin pula tak teratur ( pada astigmatisme
iregularis).
Berdasarkan titik fokus tersebut, astigmat regularis dibagi menjadi :
1. Astigmatisme simpleks
a. Astigmatisme miopi simpleks: titik fokus pertama ada di depan retina
dan titik fokus kedua pada retina
b. Astigmatisme hipermetropi simpleks: titik fokus pertama terletak di
retina dan titik fokus kedua di belakang retina
2. Astigmatisme kompositus
a. Astigmatisme miopi kompositus: kedua titik fokus terletak di depan retina
b. Astigmatisme hipermetropi kompositus: kedua titik fokus terletak di
belakang retina
3. Astigmatisme mikstus: titik fokus ada di kedua sisi retina, titik fokus pertama
di depan retina dan titik fokus yang kedua di belakang retina

Contoh koreksi pada tiap-tiap astigmat


a. Astigmat Miop Simpleks C -3.00 x 150
b. Astigmat Miop kompositus S -2.00 C – 3.00 x 150
c. Astigmat Hipermetrop Simpleks C +2.00 x 90
d. Astigmat Hipermetrop Kompositus S +3.00 C + 2.00 x 90
e. Astigmat Mikstus S – 2.00 C + 5.00 x 120

DIAGNOSIS
Keluhan subjektif Astigmatisme ringan sering asimptomatis dan tidak terdeteksi.
Keluhan yang mungkin sering muncul adalah: sakit kepala, penglihatan buram pada
jarak jauh ataupun dekat, ketegangan pada mata/ eye strain, mata lelah.

KOREKSI
Koreksi Kelainan Refraksi:
I. Koreksi Non-bedah dengan Lensa Kacamata danLensa Kontak
II. Koreksi Bedah

230
A. Transplantasi Kornea
Dilakukan pada kelainan keratokonus yang progresif. Transplantasi kornea
pada keadaan keratokonus memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi dan
penolakan terhadap transplan jarang terjadi.
B. Astigmatic Keratotomy/ Limbal Relaxing Incision ( LRI)
C. Bedah laser
a. Excimer laser PhotoAstigmatic Refractive Keratotomy ( PRK)
b. LASIK
LASIK= Laser-Assisted In-situ Keratomileusis.

PRESBIOPIA
DEFINISI

Presbiopia merupakan gangguan penglihatan yang berhubungan dengan usia


dimana terjadi gangguan melihat dekat. Penyebab terjadinya presbiopia adalah
berkurangnya kemampuan akomodasi dari lensa mata manusia sehingga tidak dapat
memfokuskan bayangan dari objek yang letaknya dekat jatuh tepat di retina. Presbopia
juga disebabkan oleh karena perubahan curvatura akibat usia yang sudah lanjut dan
kelemahan m. ciliaris.

KLASIFIKASI PRESBIOPIA
1. Presbiopia Insipien
Presbiopia Insipien merupakan presbiopia tahap awal dimana penderita hanya
mengeluh perlu usaha lebih dari mata untuk melihat tulisan yang kecil dari jarak
dekat. Pada pemeriksaan visus didapatkan hasil yang normal.
2. Presbiopia Fungsional
Pada presbiopia fungsional penderita mulai menunjukkan keluhan dalam melihat
dekat yang seiring dengan penurunan kemampuan akomodasi.
3. Presbiopia Absolut
Presbiopia absolut merupakan suatu kondisi dimana kemampuan akomodasi
penglihatan sudah tidak ada lagi.
4. Presbiopia Prematur
Presbiopia prematur merupakan suatu keaadaan dimana presbiopia muncul pada
usia yang lebih muda dari yang diperkirakan. Hal ini dapat terjadi oleh pengaruh
lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan tertentu.
5. Presbiopia Nocturnal
Presbiopia nocturnal adalah presbiopia yang muncul pada saat melihat dalam
cahaya yang kurang atau gelap. Hal ini disebabkan midriasis pupil dan penyempitan
lapang pandang.

231
ETIOLOGI
Etiologi dari presbiopia adalah berkurangnya elastisitas lensa mata sehingga
menyebabkan berkurangnya daya akomodasi lensa. Hal ini menyebabkan lensa tidak
dapat memfokuskan bayangan dari objek yang letaknya dekat agar jatuh tepat di retina.
Elastisitas lensa berkurang seiring dengan bertambahnya usia dan bersifat progresif.
Proses berkurangnya elastisitas dimulai pada usia 10 tahun, tetapi perubahan dalam
penglihatan baru dapat dirasakan pada usia kurang lebih 40 tahun. Presbipia juga
disebabkan oleh karena perubahan curvatura akibat pertumbuhan yang sudah lanjut dan
kelemahan m. ciliaris.

GEJALA KLINIS
Gejala yang pertama kali dirasakan penderita presbiopia adalah kesulitan untuk
membaca dalam jarak normal atau dekat terutama pada keadaan dimana cahaya kurang.
Penderita biasanya memegang buku atau benda yang dilihatnya dengan jarak yang jauh
agar dapat dilihat.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Penderita biasanya mengeluh kesulitan untuk membaca dalam jarak dekat,
penderita mengeluh tidak dapat membaca dekat dalam jangka waktu yang lama.
Penderita juga mengeluh tulisan atau gambar yang dilihatnya menjadi buram dan
menjadi double. Keluhan ini sering disertai rasa cepat lelah pada mata, sakit kepala dan
pusing. Penderita juga sering berkata kalau tangannya kurang panjang atau terlalu
pendek.
Pemeriksaan Mata
Yaitu pemeriksaan visus, refraksi, penglihatan binocular dan akomodasi,
kelainan mata dan sistemik.

PENATALAKSANAAN
Kacamata
Pada penderita presbiopia dapat digunakan kacamata bifocal atau Progressive
Addition Lens (PALs).
Kacamata bifokal yaitu kacamata dengan 2 fokus, bagian atas untuk
penglihatan jauh, bagian bawah untuk penglihatan dekat. Terlihat batas tegas antara
segmen atas dan segmen bawah. Pilihan lain yaitu Progressive Addtion Lens (PALs)
yaitu suatu lensa multifokal. Fokus dibuat multipel, sehingga tidak terlihat batas tegas
antara segmen atas dan bawah. PALs dianjurkan untuk pemakai komputer, karena
dapat melihat layar monitor melalui bagian tengah lensa, terasa sangat nyaman.

232
Lensa yang digunakan untuk mengkoreksi prebiopianya adalah lensa Konveks
yang memiliki kekuatan tertentu, biasanya:
S + 1.00 D untuk usia 40 tahun
S + 1.50 D untuk usia 45 tahun
S + 2.00 D untuk usia 50 tahun
S + 2.50 D untuk usia 55 tahun
S + 3.00 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 30 cm, maka adisi + 3.00 Dioptri adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada
titik api lensa + 3.00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.
Perlu diingat bahwa pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan
kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif
sehingga angka-angka diatas tidak merupakan angka yang tetap

GANGGUAN PENGLIHATAN BINOKULAR

Penglihatan Binokular Tunggal yang Sempurna (Binocular Single Vision)


Terdapat 3 tingkatan penglihatan binokular:
1. Persepsi pada makula kedua mata simultan (harus korespondensi retina normal)
2. Fusi (visi binokuler tunggal)
3. Stereoskopis (3 dimensi)
Fusi adalah penggabungan kedua bayangan pada retina mata kanan dan kiri menjadi
satu bayangan tunggal.

Syarat untuk mendapatkan penglihatan binokular tunggal yang sempurna :


 Visus kedua mata harus baik (sesudah dikoreksi)
 Kesanggupan mengadakan fusi di otak terhadap 2 gambar yang agak berbeda
 Koordinasi kedua mata yang baik untuk semua arah pandangan

Keuntungan penglihatan binokular :


Penglihatan binokular lebih baik daripada penglihatan masing-masing mata, lapang
pandang lebih luas, memiliki kemampuan penglihatan stereoskopis.

Anisometropia
Adalah suatu kondisi dimana kekuatan refraksi kedua mata yang tidak sama.
Variasinya yaitu:
1. Miopia dengan Miopia dengan kekuatan refraksi masing-masing mata tidak sama
2. Miopia dengan Emetropia

233
3. Hipermetropia dengan Emetropia
4. Hipermetropia dengan Hipermetropia dengan kekuatan refraksi masing-masing mata
tidak sama
5. Miopia dengan Hipermetropia (= Antimetropia)

Penglihatan pada penderita anisometropia :


- Bila perbedaan refraksi kedua mata < 2.50 D : masih terjadi fusi dan penglihatan
binokular tunggal.
- Bila perbedaan refraksi kedua mata ≥ 2.50 D : sukar terjadi fusi  mata yang lemah
disupresi dapat terjadi ambliopia
- Dapat juga terjadi penglihatan altenans: bergantian mata kiri dan kanan.

Aniseikonia
Adalah keadaan di mana terdapat perbedaan bentuk dan ukuran bayangan pada kedua
mata.
Pada anisometrop akan terjadi anisokonia yang berbeda ukurannya.
Pada strabismus/juling, akan terjadi anisokonia yang berbeda bentuknya karena mata
kanan dan kiri tidak dapat melihat satu objek yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Allen J H. May’s Manual of The Disease of the eye. The William Wilkins Company Baltimore.
24th ed.1968. Hal 290-321.
2. Ilyas,Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Cetakan ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.hal 81-83.
3. Ilyas Sidarta. 2003. Dasar-Dasar Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua.Cetakan
pertama.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hal 34-39.

234
KATARAK
Hessy Helena

Katarak merupakan kekeruhan yang timbul pada lensa, dimana pada keadaan
normal transparan. Secara normal, lensa merupakan alat refraksi yang akan membantu
memfokuskan cahaya secara konvergen sehingga dapat jatuh tepat di macula. Adanya
kekeruhan pada lensa, maka cahaya yang masuk akan terpendar atau bahkan terhambat
sehingga tidak dapat diteruskan menuju ke retina. Visus menjadi buram.
Katarak yang sering kita jumpai adalah katarak pada orang lanjut usia, yang biasa
disebut sebagai katarak senilis. Biasanya penderita akan mengalami gradual painless
visual loss. Katarak merupakan penyebab kebutaan no 1 di Indonesia, 41% kebutaan
disebabkan oleh katarak. Tetapi kebutaan karena katarak dapat dihilangkan dengan cara
operasi.

Embriologi lensa
Lensa berasal dari permukaan ectoderm, yang kemudian akan membentuk optic
cup. Ektoderm kemudian berinvaginasi dan menjadi dua lapisan. Membrana basalis
dari epitel membentuk kapsul. Epitel posterior membentuk nukleus embrionik dan
epitel anterior beregenerasi selamanya dan membentuk serabut lensa.

Gambar 1. Lapisan ectoderm yang berinvaginasi membentuk optic


cup

Anatomi
Lensa terletak dibelakang iris, berbentuk bikonkaf dimana bagian posterior lebih
konkaf dibandingkan dengan bagian anterior. Lengkung posterior berhubungan
dengan vitreus anterior yang biasa dikenal sebagai fosa patella. Sedangkan bagian
anterior langsung berhubungan dengan humor akuos.
Pada usia muda kapsula posterior melekat pada vitreus oleh ligamentum Weigert.
Lensa dihubungkan dengan badan siliar oleh ligamentum suspensorium Zonules
Zinnii.
235
Lapisan – lapisan pada lensa terdiri dari kapsul anterior, kapsul posterior (paling tipis
di polus posterior) tidak ada epitel, korteks, epinukleus dan nucleus.

Fisiologi
Fungsi lensa adalah sebagai :
1. Alat refraksi yang berguna untuk mengfokuskan bayangan sehingga jatuh di retina
(tepat pada macula lutea). Kekuatan refraksinya adalah + 20 D. Kekuatannya dapat
bertambah pada saat lensa bertambah cembung (= proses akomodasi).
2. Akomodasi yaitu kemampuan untuk menambah kecembungan lensa supaya bisa
menambah kekuatan refraksi. Biasanya, pada saat bayangan jatuh dibelakang retina
(misalnya pada saat membaca atau penglihatan dekat) maka kekuatan refraksi perlu
ditambahkan agar bayangan dapat jatuh tepat di retina. Penambahan daya kekuatan
lensa dengan proses yang bernama akomodasi. Komodasi terjadi dengan cara :
kontraksi dari m siliaris  relaksasi zonule  mendorong kapsula lentis dan lensa
menjadi bertambah cembung.
Proses akomodasi biasanya disertai dengan 2 proses lainnya, yaitu miosis dan
konvergensai (mendekatnya kedua mata). Sehingga ketiganya (akomodasi, miosis dan
konvergensi) dikenal sebagai trias penglihatan dekat.

Gambar 2. Trias penglihatan dekat

Klasifikasi
Klasifikasi katarak berdasarkan : etiologi, morfologi, stadium kekeruhan dan usia.
1. Klasifikasi berdasarkan etiologi :
a. Senile
b. Trauma
i. Penetrasi
ii. Konkusio (Rosette Cataract)
iii. Radiasi sinar infra merah
iv. Sengatan listrik
v. Radiasi ion
c. Metabolik
i. Diabetes (Snow Storm Cataract)
236
Gambar 3. Katarak juvenile pada penderita DM
ii. Hypoglycaemia
iii. Galactosemia (Oil drop cataract)
iv. Defisiensi Galactokinase
v. Mannosidosis
vi. Fabry’s Disease
vii. Lowe’s Syndrome
viii. Wilson’s Disease (Sunflower Cataract)
ix. Hypocalcaemia
d. Toksik
i. Corticosteroids
ii. Chlorpromazine
iii. Miotika
iv. Bisulphan
v. Amiodarone
e. Katarak komplikata
i. Anterior uveitis

Gambar 4. Katarak matur pada penderita dengan riwayat iridosiklitis rekuren


ii. Kelainan vitreus & retina heriditer
iii. Miopia tinggi
iv. Glaukoma fleken kekeruhan subkapsula anterior
v. Neoplasma Intraokular
f. Infeksi Maternal
i. Rubella
ii. Toxoplasmosis
iii. Cytomegalovirus
g. Toksisitas obat Maternal

237
i. Thalidomide
ii. Corticosteroid
h. Katarak presenil
i. Myotonic Dystrophy
ii. Atopic Dermatitis (Syndermatotic Cataract)
iii. Enzyme Deficiencies
i. Syndroma & katarak
i. Down’s Syndrome
ii. Werner’s Syndrome
iii. Rothmund’s Syndrome
iv. Lowe’s Syndrome
j. Herediter
k. Katarak sekunder adalah katarak subkapsula posterior (Posterior Capsular
Opacity = PCO) yang musncul setelah dilakukannya operasi katarak.

2. Klasifikasi menurut anatomis


a. Kapsular
i. Kongenital (Anterior Polar & Posterior Polar)
ii. Didapat (Acquired)
b. Subkapsular
i. Sukapsula Posterior (Cupuliform)
ii. Subkapsula Anterior
c. Nuclear
i. Kongenital (Discoid, etc)
ii. Senile
d. Kortikal
i. Congenital (Coronary, Coralliform, etc)
ii. Senile (Cuneiform)
e. Lamelar atau Zonular
f. Sutural
g. Lain-lain
i. Blue –Dot (Cataracta caerulea)
ii. Membranous
iii. Cataract Pulveranta Centralis
iv. Reduplicated Cataract
3. Stadium kekeruhan

238
a. Insipient

b. Immature

c. Mature
d. Hypermature

e. Morgagnian
4. Menurut umur
a. Kongenital : sejak lahir
b. Infantile : 1-5 tahun
c. Juvenile : 1 - 13 tahun
d. Presenile : 13 - 35 tahun
e. Senile

Patogenesa
Dua proses utama patogenik yang dapat menimbulkan katarak senilis :
1. Proses hydrasi
Dimana terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada di
sub kapsular anterior. Sehingga protein yang mengikat air masuk ke dalam lensa,
tetapi air tidak dapat dikeluarkan melalui sistim pompa dikarenakan kegagalan
mekanisme pompa aktif tersebut. Sehingga terjadi kebocoran lewat kapsul
posterior atau kapsuI anterior. Air banyak terkumpul di dalam lensa 
bertambahnya tekanan osmotic. Akhirnya terjadilah kekeruhan pada lensa.
2. Sklerosis
Pada lensa manula, serabut-serabut kolagen terus bertambah, dan terjadi
pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin lama, serabut-serabut tersebut terus
bertambah banyak sehingga terjadiah sclerosis nucleus lensa.

239
Gambar 5 Katarak Brunescen terjadi akibat sclerosis lensa

Keluhan dan Gejala klinis


Keluhan
1. Silau, buram
2. Variasi diurnal dari visus
3. Distorsi (Metamorphopsia)
4. Diplopia / Polyopia monokuler
5. Visus warna agak terganggu
6. Ada bercak hitam pada pandangan (floater/muscae volitantes)
7. Perubahan kebiasaan
Gejala
1. Visus : visus menurun tergantung dari kekeruhannya dan letak kekeruhan)
2. Leukokoria : pupil tampak tidak hitam
3. Bayangan iris pada lensa (+) pada stadium imatur (shadow test)
4. Refleks fundus akan makin kabur bila lensa makin keruh Fundus refleks (+)
 (-)

Imatur Mature Hypermatur


Visus 6/9 - Hit Jari hit jari-1/300 1/300 - 1/~
COA Normal / Normal / dangkal Normal - dalam
dangkal
Warna lensa Abu-abu Putih Putih / nukleus coklat/

Bayangan Iris (+) ( -) (-)


Fundus refleks (+) (-) (-)

Pemeriksaan
1. Visus dasar dan visus koreksi terbaik
2. Refleks pupil
240
3. TIO
4. Pemeriksaan fundus  fundus refleks
5. Tensi darah
6. Keadaan umum
7. Pemeriksaan fungsi makula
8. Ultrasonography (USG B-Scan) diindikasikan bila media keruh

 Biometry Pengukuran power IOL

Komplikasi katarak
1. Lens Induced Glaucoma
a. Phacomorphic Galucoma
b. Phacolytic Glaucoma
c. Phacotoksis Glaucoma
2. Lens Induced Uveitis
3. Subluksasi / Dislokasi lensa

Penatalaksanaan
Lensa merupakan alat refraksi sehingga kekeruhan pada lensa akan mengakibatkan
terjadinya perubahan status refraksi. Penatalaksanaan yang utama adalah koreksi
perubahan status refraksi yang terjadi. Bila terdapat gangguan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari, maka operasi pengangkatan katarak sudah menjadi indikasi.
Indikasi Ekstraksi Katarak :
1. Optis
2. Medis
 Katarak Hipermatur
 Glaukoma sekunder ok lensa
 Uveitis ok katarak
 Dislokasi / subluksasi lensa
 Benda asing di lensa
 Perlu penanganan segmen posterior :
 Laser pada DM retinopati
 Retinal Detachment
3. Kosmetik

Pilihan Operasi Katarak


1. Intrakapsular ekstraksi katarak ( IKEK) dimana seluruh lensa dikeluarkan, yang
tersisa hanyalah membrana Hyaloidea dan vitreus. Insisi kornea dibuat sangat
besar, sekitar 1800.

241
2. Lensektomi Pars plana
3. Ekstra kapsular ekstraksi katarak (EKEK) adalah pengangkatan lensa katarak
dengan dikeluarkannya nukleus dan korteks, tetapi meninggalkan sedikit kapsul
anterior, zonule dan kapsul posterior. Ada 3 jenis operasi EKEK :
a. EKEK konvensional
Insisi pada kornea dibuat cukup lebar sekitar 120 0. sehingga perubahan
kurvatura kornea pasca bedah sangatlah hebat. Hal ini menimbulkan astigmat
yang cukup besar.
b. EKEK irisan kecil
Irisan lebih kebelakang (pada sclera) dan dibuat tiga tahap seperti terowongan
( tunnel incision). Insisi yang dibuat sekitar 6 mm saja. Nulkeus diangkat ke
bilik depan baru dikeluarkan dengan alat khusus. Keuntungannya adalah
konstruksi irisan pada sclera kedap air sehingga membuat sistim katup. Isi bola
mata tidak mudah prolaps keluar. Karena insisi kecil dan lebih ke posterior,
maka kurvatura kornea hanya sedikit berubah dan astigmat yang ditimbulkan
pasca operasi lebih kecil dibandingkan astigmat pasca EKEK.
c. Fakoemulsifikasi
Cara EKEK yang lebih canggih dengan menggunakan alat fakoemulsi lensa.
Nukleus lensa dipecah pecah (intraokuler) dan dilunakkan dengan frekwensi
tinggi kemudian dihisap. Irisan yang dibuat sangat kecil (3mm) dan berupa
tunnel incision sehingga memungkinkan bekerjanya sistim katup.

Persiapan operasi
1. Pemeriksaan keadaan umum, hasil laboratorium baik/tidak, tensi darah baik/tidak,
tekanan bola mata baik/tidak
2. Istirahat, santai, mandi keramas, usahakan tidur nyenyak
3. Persetujuan operasi dan inform consent
4. Bulu mata dipotong, betadin dioleskan seputar palpebra
5. Tetes Antibiotik tiap 6 jam preop  mata ditutup
6. Pupil dilebarkan  untuk op EKEK
7. Tensi darah < 160/90 mmHg, tonometri < 30 mmHg

Jenis anestesi yang dapat dilakukan :


1. Narkosa umum
2. Retrobulbar
3. Peribulbar
4. Subtenon
5. Topikal

242
Observasi pasca bedah
1. Mata dibersihkan tiap pagi
2. Diperiksa :
o Visus dasar
o Apposisi luka kornea
o Kekeruhan kornea
o Kedalaman COA
o Pupil
o Letak LIO
o Kapsula Posterior, sisa korteks
o TIO
3. AB topikal + steroid tiap 4-6 jam (4-6 mg)
4. Obat-obat lain sesuai dengan indikasi
Komplikasi pasca bedah
Dibedakan atas 3 fase :
1. Intraoperasi
o Kerusakan endotel kornea
o Ruptur kapsula posterior
o Vitreus prolaps
o Hyphaema
o Perdarahan Expulsive
o Dislokasi nukleus ke vitreus
2. Postoperasi :
Dini :
a. Edema kornea
b. Luka bocor
c. Iris prolaps
d. COA dangkal
e. Hyphaema
f. Hypotony
g. Glaukoma
h. Desentrasi / dislokasi LIO
i. Endophthalmitis
Lambat :
a. kekeruhan kapsul Posterior (PCO)
b. Cystoid Macular Edema (CME)
c. VCA
d. Uveitis Glaucoma Hyphaema Syndrome
e. Bullous Keratopathy

243
f. Glaukoma

Rehabilitasi visual pasca bedah katarak / ekstraksi lensa (mata afakia)  3 cara
mengatasi afakia :
1. Lensa intraokular ( LIO) AC/PC  merupakan rehabilitasi visual yang paling
fisiologis.

Gambar 6. IOL Anterior Chamber


2. Kacamata (+) tebal. Kekurangan rehabilitasi visual dengan menggunakan kaca
mata adalah :

Gambar 7. Kaca mata tebal digunakan pada anak postop katarak


a. Kaca mata tebal, berat dan jelek
b. Bayangan lebih besar diplopia
c. Skotoma cincin
d. Jack in the box Phenomenon
e. Pin Cushion Effect
f. Aberasi sferis
g. Aberasi Chromats
3. Lensa kontak

Rehabilitasi visual sangatlah penting pada pasien pasca bedah ekstraksi katarka,
karena timbulnya :
 Hypermetropia tinggi
 Astigmatism
 Daya akomodasi hilang
 Persepsi warna berkurang
 Silau ok >>> sinar UV mencapai retina
244
INFLAMASI MATA
Hessy Helena

Di dalam bab ini, akan dibahas berbagai penyakit infeksi dan inflamasi yang
mengenai mata. Biasanya penderita akan datang dengan keluhan mata merah. Keluhan
mata merah merupakan keluhan yang akan banyak kita jumpai di poliklinik mata selain
keluhan penglihatan buram. Penyakit infeksi – inflamasi pada :
 Konjungtiva  Konjungtivitis
 Kornea  Keratitis / ulkus kornea
 Tr Uvea  Uveitis (terbagi 2 yaitu uveitis anterior dan posterior),
endoftalmitis dan panoftalmitis
 Orbita  Selulitis orbita

Penderita yang datang dengan keluhan mata merah, dapat diartikan sebagai :
– Perdarahan sub konjungtiva

– Pelebaran pembuluh darah: Gambar 1. Perdarahan sub konjungtiva


– Injeksi konjungtiva
– Injeksi silier

Inj konjungtiva Inj silier


1 Sebab: Konjungtivitis Keratitis, iritis, iridosiklitis, glaukoma
2 Lokasi: Perifer Sentral
3 Pemb darah: jelas, pindah bila Tidak jelas, lurus, halus, tidak
digerakan berpindah bila digerakkan
4 Tetes Adrenalin: hilang Tidak hilang
5 Sekret: Serous, mukopurulen, Lakrimasi
purulen
6 Foto phobia: (-) (+)
7 Pupil: Normal Miosis: keratitis,iritis
Midriasis: Glaukoma
8 Asal: A. Konj Post A. Siliaris Ant

245
Gambar 2. Inj konjungtiva Gambar 3. inj silier

Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan salah satu kelainan yang paling banyak ditemukan di
muka bumi ini. Derajat penyakitnya bervariasi dari ringan (hiperemis dan mata berair)
hingga berat (secret purulent yang banyak).Dikarenakan lokasi dari konjungtiva
superficial, maka mudah terexpose oleh berbagai microorganism dan faktor lingkungan
seperti angin, debu, dll.
Mekanisme pertahanan seperti aksi pompa pada kelopak mata yang memaksa
mikroorganisme ikut terbawa air mata menuju pungtum dan antimikroba – lisozim dan
antibody yang terdapat pada tear film menjadi mekanisme pertama yang ada pada
permukaan mata.
Pembagian Konjungtivitis menurut gejala Klinik:
1. Konjungtivitis Kataralis: Akut, kronik, Angularis.
2. Konjungtivitis Folikularis:
a. Akut : - Kerato-konjungtivitis Epidemika
- Demam Faringo Konj’tis
- Konjungtivitis hemoragik akut
- Konjungtivitis New castle
- Inclusion Conjungtivitis
b. Kronis : Trakhoma
3. Konjungtivitis Purulenta
a. GO: Oftalmia Gonore Dewasa
Oftalmia Gonore Anak-anak
Oftalmia Gonore Neonatorum
b. Non GO
4. Konjungtivitis Membranosa
5. Konjungtivitis Alergi
a. Konjungtivitis Vernal
b. Konjungtivitis Flikten
c. Konjungtivitis Atopi

Konjungtivitis secara umum :


 Sekret mukoid atau mukopurulen atau watery secret tgt penyebab
246
 Gambaran klinis : konjungtiva tarsal, forniks & bulbi merah, udem, kongesti ringan
sampai kemosis (terdapat injeksi konjungtiva).
 Subjektif : gatal, panas, pedih, seperti ada pasir atau benda asing pada mata.
Awalnya pada satu mata kemudian mata lainnya dapat terinfeksi dalam 2-3 hari
 Dapat menyertai blefaritis atau obstruksi duktus lakrimalis.
 Etiologi : dapat eksogen atau endogen
- Bakteri : Staf aureus, Pneumokokus, Diplobasil Morax axenfeld, Basil Koch
Weeks (ditularkan melalui droplet/kontak langsung), N. gonorrhoe, C.
diphtheria, dll.
- Virus : adenovirus, Herpes simplex, Herpes zoster, Klamidia, Enterovirus, dll.
- Jamur
- Alergi
- Dry eye
Diagnosa etiologi dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium dari apus konjungtiva.
Selain Inj Konjungtiva pada konjungtivitis bisa ditemukan pula :
 Folikel : Tonjolan pada konjungtiva, +/- 1 mm landai, warna abu-abu kemerahan
tdd serbukan sel limfoid.
 Papil raksasa (cobble stone): Berbentuk poligonal, tersusun berdekatan, biasanya
pada tarsus superior.
 Flikten: Tonjolan serbukan sel radang kronik dibawah epitel konjungtiva, berupa
suatu mikroabses dgn permukaan epitel mengalami nekrosis. Paling sering di
Limbus.
 Membran: Merupakan koagulasi & nekrotik jaringan konjungtiva yang sulit
diangkat. Pseudomembran: terdiri dari endapan sekret yang mudah diangkat
 Sikatrik: Misal pada trakhoma berupa garis-garis putih, halus. Biasanya pada
konjungtiva Tarsalis superior.

Perjalanan penyakitnya :
Kalau tidak di obati akan mencapai puncak dalam 3 – 6 hari dan sembuh 10 – 14
hari. Kadang dapat disertai kelainan kornea berupa : keratokonjungtivitis atau ulkus
marginalis.
Pengobatan : Tergantung Etiologi:
Bakteri salep AB misal: tetra, kloromisetin, dll
Virus IDU, asiklovir , dll
Tidak boleh diverban

247
Keratitis
Kornea merupakan lapisan yang memproteksi mata dan disebut sebagai jendela
masuknya cahaya yang menuju ke retina. Inflamasi pada lapisan ini biasanya
menimbulkan keluhan penglihatan buram. Sehingga diagnosa yang tepat dan
penanganan yang baik sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penurunan visus
akibat infeksi pada kornea.
Peradangan kornea dibedakan atas :
– Jenis lesi: difus, fokal dan multi fokal
– Lokasi lesi sentral dan perifer
– Peradangan: non supuratif, supuratif, nekrotik
– Etiologi: infeksi, non infeksi
• Exogen : bacteria ,fungus , virus, parasite
• Endogen : reaksi alergi, imunologis
– Status struktur:
• Superficial atau deep (profunda)
• ulseratif atau non ulseratif
Keluhan dan gejala :
Subjektif  mata merah, sakit, silau (photophobia), buram, berair (lakrimasi)
Objektif  Lakrimasi, blepharospasme, injeksi siliar, +/- injeksi konjungtiva.
• Kornea :infiltrat(superficial/deep),ulseratif/non-ulseratif, single/multiple,
sentral/marginal.
• Pemeriksaan khusus
– Tes Flourescein untuk mengetahui adanya ulserasi
– Tes Seidel untuk mengetahui adanya perforasi kornea
– Sensibilitas tes untuk menguji tingkat kepekaan kornea
• Pemeriksaan Laboratorium untuk mencari etiologi dilakukan dengan melakukan
kerokan kornea dari infiltrate, pinggir / dasar ulkus dengan alat spatula Kimura.
Kemudian dari preparat apus dilakukan pewarnaan : Gram ( bakteri), Giemsa ,
KOH (jamur)
– Tes Flourescein untuk mengetahui adanya ulserasi
– Tes Seidel untuk mengetahui adanya perforasi kornea
– Sensibilitas tes untuk menguji tingkat kepekaan kornea

Gambar 4. Keratitis di daerah inferior


248
Ulkus Kornea
Terminasi ulkus kornea biasanya ditujukan pada keratitis ulseratif yang dalam
(deep). Di daerah kornea yang terkena, terjadi infiltrasi disertai hilangnya sebagian
jaringan kornea.
Faktor pencetus :
Luka kornea, dakriosistitis, infeksi konjungtiva, gangguan nutrisi, paralise n. V,
keratomalacia, lagophthalmos.
Etiologinya dapat berupa bakteri (a.l. : Pnemokokus, Diplobasilus, Streptokokus, dll),
jamur, virus, alergi , dll. (Bakteri yang paling ditakuti : Pseudomonas karena dalam 2
x 24 jam dapat menimbulkan perforasi)
Keluhan dan gejala klinik :
- Gejala Subjektif : Sama seperti Keratitis
- Gejala Objektif :
 Infiltrat kornea disertai hilangnya sebagian jaringan (Fluoresin Test +)
 Ada injeksi siliar.
 Penyebab virus  Sensibilitas kornea menurun
 Khas : Pada ulkus karena jamur terdapat fenomena satelit = infiltrat- infiltrat
bentuk cincin mengelilingi ulkus dan kalau terjadi hipopion permukaannya tak
horizontal dikarenakan hipopion yang kental.
- Perjalanan penyakit  Ulkus dapat melebar dan mendalam tetapi dapat juga sembuh.
- Ulkus yang merusak membrana Bowman dan stroma pada saat penyembuhan akan
membentuk sikatriks kornea berupa nebula, macula, leukoma. Sedangkan ulkus yang
progresif dapat menyebabkan 2 hal :
1. Ulkus yang terus bertambah dalam sehingga menyebabkan penipisan kornea
(membentuk descemetocele) atau bahkan terjadi perforasi.
2. Mikroorganisme atau toksin yang dihasilkannya terus menembus lapisan-lapisan
kornea sehingga menembus ke COA dan menimbulkan iridosiklitis. Pada pemeriksaan
biasanya ditemukan hipopion.
Macam-macam ulkus kornea :
1 Ulkus Simpleks 8 Ulkus Mooren
2 Ulkus Marginalis 9 Ulkus Cincin
3 Ulkus Serpens 10 Abses kornea
4 Ulkus Pseudomonas 11 Ulkus Lagoftalmos
5 Ulkus Diplobasilaris 12 Ulkus Neuroparalitik
6 Ulkus Sentralis 13 Ulkus karena Jamur
7 Ulkus Atheromatosa 14 Keramomalacia
Penatalaksanaan Ulkus (= penatalaksanaan keratitis) :
1. Perbaiki keadaan umum penderita
2. Menghilangkan faktor pencetus
249
3. Mengobati ulkusnya :
- Tetes Sulfas Atropin 0,5 - 1% untuk mengistirahatkan iris dan badan siliar.
- Tetes mata antibiotika yang sesuai dengan etiologi. Penetesannya dilakukan
setiap 1- 2 jam.
- Pemberian salep mata untuk pengganti tetes mata saat tidur. Efek yang kurang
disukai dari pemberian salep mata adalah menghambat epitelisasi
(penyembuhan).
4. Mata dibalut/diverband
5. Bila tidak ada perbaikan atau penyakit berjalan progresif, maka dapat diberikan AB
subkonjungtival injection.
6. Evaluasi laboratorium biasanya dilakukan 3 hari kemudian atau bila ada indikasi.

Peradangan Uvea = Uveitis


Klinis dibagi atas:
1. Uveitis anterior (iritis/iridocyclitis)
2. Uveitis posterior (Choroiditis)

Penyebab: sebagian besar idiopatik


Lues, TBC,Rheuma, Gout, Gonore, infeksi fokal: Gigi, THT dsb, infeksi virus, cacing,
jamur, DM, Trauma okuli perforatum, oftalmia simpatetik.

Uveitis Anterior (iritis/iridocyclitis)


Merupakan peradangan ada iris dengan atau tanpa corpus siliaris. Secara klinis
sulit dibedakan antara iritis dan iridosiklitis.
Keluhan dan gejala klinis :
Gejala subjektif : sakit dari bola mata yang menyebar ke dahi, photophobia,
blefarospasme, lakrimasi, gangguan visus.
Gejala objektif : injeksi silier, kornea bisa transparan atau keruh dikarena adanya
keratik precipitate (KP).
Evaluasi tanda tanda iridosiklitis dapat dilakukan dengan menggunakan slit lamp untuk
mencari :
a. Aqueous cell : merupakan tanda dari inflamasi akut. Sel-sel yang melayang pada
humor akuos dihitung dan digradasikan sbb
i. 5 – 10 sel  +1
ii. 11 – 20 sel  +2
iii. 21 – 50 sel  +3
iv. > 50 sel  +4

250
b. Aqueous flare : merupakan hasil kebocoran protein melalui pembuluh darah iris
yang rusak. Bukan merupakan tanda aktif inflamasi, sehingga bila terdapat flare
bukan sebagai indikasi diperlukannya terapi. Yang dinilai adalah derajat gambaran
detail iris.
i. Detail iris masih terlihat jelas  +1
ii. Detail iris masih terlihat tetapi buram  +2
iii. Detail iris samara-samar  +3
iv. Terdapat jaringan fibrin dan eksudat  +4

Gambar 5. Iridosiklitis
Pemeriksaan iris didapatkan gambaran dari kripta-kripta kadang-kadang menghilang
karena tertutup oleh eksudat dan warna kadang kotor seperti lumpur (muddy iris).
Pupil miosis, bisa bulat, lonjong atau irregular, dan refleks cahaya menurun. Kadang-
kadang pada kapsul ant lensa ada pigmen bekas sinechia post yang lepas. Dan lensa
bisa jernih, tapi lama-lama bisa katarak (katarak komplikata)
Sering-sering iridosiklitis keliru dengan konjungtivitis akut dan glaukoma akut,
perlu di DD/.

Tanda Konjungtivitis Iridosiklitis akut Glaukoma akut


akut
Nyeri (-)/ sedikit Sedang Hebat
Injeksi Inj Konjungtival Inj Silier(+konj) Inj Silier(+konj)
Pupil Normal Miosis, Irregular Midriasis + Oval
Reaksi cahaya Normal Berkurang Berkurang  (-)
Media Jernih Keruh (KP, edema Keruh (edema
kornea, dan flare) kornea, oklusi
pupil dan katarak
Visus Baik Menurun Menurun sekali
Pemeriksaan Kuman (+) Negatif Negatif
sekret
TIO Normal Turun Tinggi sekali

Pengobatan:
1. Cari dan atasi kausanya (konsul ke bgn penyakit dalam untuk mencari kausa)
251
2. Perbaiki KU.nya : istirahat di tempat tidur, terlindung dari cahaya
3. Teteskan sikloplegik, untuk melepaskan sinekia dan menghambat progresifitas
penyakit. Bila belum terjadi sinekia, teteskan midriatika.
4. Pemberian kortikosteroid lokal dan sistemik. sistemik dosis tinggi (prednisone 1
mg / kg BB) dan tapering off bila sudah ada tanda-tanda perbaikan secara klinis
(ingat kontra indikasinya).
5. Analgetika bila diperlukan.
6. Mata di verband (untuk mengistirahatkan mata)

Koroiditis Purulenta (supurativa)


Keluhan dan gejala :
Gejala : nyeri pada mata dan kepala, penglihatan sangat jelek ( dari finger counting
sampai 0), palpebra bengkak dan hiperemis, konjungtiva kemosis, kornea agak keruh,
COA kadang terlihat ada hipopion atau hanya flare, badan kaca terdapat massa kuning
karena abses (dapat diketahui dengan pemeriksaan USG).
Gejala-gejala umum : rasa nyeri, demam, badan lemah, mual dan muntah, menggigil.
Etiologi :
Eksogen
Endogen: merupakan penjalaran peradangan dari suatu tempat dalam tubuh
seperti pada sepsis emboli, meningitis, dll

Pada koroiditis supurativa ada 2 macam :


 Endoftalmitis:
Peradangan supuratif terbatas pada isi bola mata saja
 Panoftalmitis:
Seluruh jar.mata (bola mata dan adneksa) meradang, shg menimbulkan gejala
yang lebih hebat, yaitu: proptosis bulbi dimana bola mata lebih menonjol . Mata sukar
digerakkan karena otot-otot yang berinsersi pada kapsula tenon juga meradang.
Pengobatan :
 Antibiotika : Lokal dan Sistemik. Pada Endoftalmitis pemberian antibiotika sistemik
dianggap kurang efektif. Karena obat-obat yang dipilih adalah obat yang dapat
menembus blood aqueous barrier. Sehingga pemberian antibiotika intravitreal menjadi
pilihan. Sedangkan infeksi pada adneksa pada panoftalmitis sangat efektif bila
diberikan antibiotika sistemik sebagai terapi.
 Eviserasi Bulbi (isi bola mata dikeluarkan) untuk mempercepat penyembuhan dan
mencegah penyebaran yang lebih jauh seperti meningitis. Tindakan ini dilakukan bila
keadaan infeksi sudah lebih tenang.

252
Gambar 6. Endoftalmitis
Selulitis orbita
Merupakan infeksi bakteri pada orbita & jar lunak periorbita .
Terdapat 3 cara timbulnya selulitis orbita, yaitu : penyebaran langsung dari sinusitis,
dari infeksi kulit & trauma, bakteriaemia dari otitis media dan pneumonia
Terdapat 2 tipeselulitis, yaitu preseptal didepan septum orbita & orbital di posterior
septum.
Keluhan dan gejala :
Gejala selulitis preseptal: kelopak bengkak ,merah,inflamasi bisa berat tetapi
biasanya bola mata tidak terganggu, pergerakan bola mata & visus normal.
Gejala selulitis orbital : demam, proptosis, visus terganggu, pergerakan bolamata
terbatas & sakit
Penatalaksanaan :
1. Terapi simptomatik seperti antipiretik, analgetik.
2. Anti biotika sesuai dengan penyebab.
3. Steroid atau NSAID untuk dekompresi dan mengurangi proptosis.

Prognosa  buruk.

253
GLAUKOMA
Sugiarti Kadarhartono

Glaukoma adalah neuropati optik yang kronis, progresif lambat, ireversibel,


ditandai dengan kelainan pada diskus optikus, kematian sel ganglion retina, yang
kemudian diikuti oleh kelainan lapang pandang yang khas glaukoma.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua di dunia setelah katarak, yang dapat
dicegah dengan deteksi dini dan pengobatan yang teratur seumur hidup.
Faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap progresifitas glaukoma adalah
tekanan intra okular (TIO) yang tinggi, disebabkan adanya hambatan aliran humor
akuos keluar dari bola mata, terjadi secara primer maupun sekunder. Ada tiga faktor
yang menentukan TIO yaitu produksi humor akuos yang berlebihan, hambatan aliran
keluar pada jalur keluar di sudut bilik mata depan atau peninggian tekanan di vena
episklera.
Walaupun begitu bisa juga terjadi kerusakan diskus optikus dan lapang pandang
tanpa adanya peninggian TIO; yang disebut sebagai glaukoma tekanan normal. Dalam
hal ini diduga bahwa TIO pada level tsb sudah cukup tinggi untuk merusak fungsi sel
ganglion retina dan axon syaraf optik, atau lamina kribrosa yang lemah. Dan TIO tinggi
belum tentu menyebabkan glaukomatous optik neuropati, keadaan ini disebut
hipertensi okular. Dengan dasar bahwa TIO tinggi yang lama dapat merusak axon
nervus optikus, maka penanganan pertama pada glaukoma adalah dengan menurunkan
TIO dalam batas normal; walaupun pada beberapa kasus glaukoma tetap terjadi
progresifitas pada TIO normal.

Secara global glaukoma secara klinis dibedakan atas


1. Glaukoma sudut terbuka yang terdiri dari Glaukoma sudut terbuka primer,
Glaukoma tensi normal, Glaukoma sudut terbuka pada orang muda (juvenil),
Suspek glaukoma, Glaukoma sudut terbuka sekunder (sindroma berpigmen,
sindroma pseudoeksfoliasi, akibat memakai steroid jangka panjang, tensi vena
episklera tinggi, uveitis dll)
2. Glaukoma sudut tertutup
a. Glaukoma sudut tertutup primer
- dengan blok pupil : lensa imatur, seklusi pupil
- tanpa blok pupil : plateau iris, terbentuknya sinekhia anterior perifer
b. Serangan sudut tertutup akut dimana TIO tinggi mendadak
c. Sudut tertutup intermiten adalah, episode TIO tinggi yang dapat sembuh
setelah istirahat, kadang menyisakan sinekhia anterior perifer
d. Glaukoma sudut tertutup sekunder

254
-dengan blok pupil : katarak intumescent, sklusio/ oklusi pupil
-tanpa blok pupil : mekanisme tarikan dari depan dorongan dari
belakang sehingga terjadi sudut tertutup
3. Glaukoma anak yang terdiri dari glaukoma kongenital pada umur 0-3 tahun,
glaukoma infantil pada umur > 3 tahun, glaukoma juvenil pada umur 15- 45 tahun,
glaukoma sekunder (disgenesis segmen anterior, tumor disegmen posterior,
trauma).

Anatomi segmen depan mata


Segmen anterior terdiri dari bilik mata depan dan bilik mata belakang.
A. Bilik mata depan.
Dibatasi bagian depan oleh kornea, sudut bilik mata depan, sebagian badan
siliar, iris dan pupil. Bilik mata depan diisi oleh humor akuos ( HA) Sudut bilik mata
depan terdiri dari garis Schwalbe (akhir dari membrana Descemet), taji sklera (ujung
sklera), anyaman trabekel. Anyaman trabekel terdiri dari tiga lapis dengan pori
anyaman yang makin kecil kearah kanal Schlemm yang ada dibelakangnya. Kemudian
ada sisa sebagian badan siliar disudut bilik mata depan sebagai (angle recces), akar iris
dan prosesus iris.
B. Bilik mata belakang
Batasnya adalah permukaan iris belakang, sulkus siliaris dan badan siliar pars
plikata, dan ligamentum suspensorium lensa dan lensa. Faktor risiko yang sangat
bermakna untuk terjadinya progresifitas glaukoma adalah TIO. Peninggian TIO
terutama disebabkan oleh adanya hambatan aliran keluar HA, dan merupakan faktor
risiko yang mudah dipengaruhi dan dapat diukur. Maka kita sangat perlu mengetahui
dinamika humor akuos. HA dibentuk oleh prosesus siliaris badan siliar nonpigmen di
pars plikata badan siliar. Produksi HA dilakukan dengan tiga cara: sekresi aktif pada
sel epitel, ultrfiltrasi dan difusi. Sekresi aktif pembentukan humor akuos dibantu oleh
beberapa enzim diantaranya adalah enzim carbonik anhidrase. Kecepatan produksi
HA 2 ul/ menit. HA dialirkan ke bilik mata belakang, celah iris lensa, pupil dan
kemudian mengisi bilik mata depan. Pembentukan HA dipengaruhi oleh adanya
peradangan, aliran darah siliar, regulasi humoral, trauma, obat2an
Sebagian HA (80%) dikeluarkan melalui anyaman trabekel yang berada disudut
bilik mata depan yang terdiri dari 3 lapis dimana pori2 nya makin kecil waktu masuk
ke kanalis Schlemm, masuk ke vena episklera dan bergabung dengan aliran darah.
Sebagian kecil aliran HA lewat uveoskleral (20%) melalui celah2 antara serabut otot
siliaris, keruang suprasiliar dan supra khoroid. Aliran keluar HA dipengaruhi oleh
besarnya pori anyaman trabekel, lebarnya sudut bilik mata depan, viskositas HA,
tekanan vena episklera.
Dinamika humor akuos

255
Humor akuos mengalir dari bilik mata belakang menuju bilik mata depan melalui
pupil dan keluar melalui beberapa jalur yaitu :
a. Jalur trabekular (konvensional)
Kurang lebih 90% aliran humor akuos melalui jalan ini. Humor akuos mengalir
melalui anyaman trabekula menuju kanalis Schlemm dan kemudian menuju
vena episklera.
b. Jalur Uveoskleral (Nonkonvensional)
Kurang lebih 10% aliran humor akuos melaui jalur ini. Humor akuos sirkulasi
vena pada badan siliar, koroid dan sclera.
Tekanan intra okular (TIO)
TIO normal 16 ± 3 mmHg, TIO makin tinggi pada orang tua dan batas TIO normal
22 mmHg. TIO tidak tetap selama 24 jam; lebih tinggi pada pagi hari dan rendah pada
sore hari. Variasi diurnal ini berkisar 2-6 mmHg dalam 24 jam, dan pada glaukoma
fluktuasi TIO diurnal ini lebih tinggi, bisa sampai lebih dari 10mmHg. Jadi jam
pemeriksaan TIO mempengaruhi hasil TIO sebenarnya pada 24 jam. Hasil TIO juga
dipengaruhi oleh detak jantung, pernafasan, olahraga, posisi tubuh, intake air, obat
obatan topikal atau sistemik.

Pengukuran TIO
Ada dua prinsip pengukuran TIO:
a. Tonometer Schiotz dengan cara indentasi adalah tekanan yang diperlukan untuk
mengindentasi kornea sentral, diameter kaki tonometer 9 mm
b. Tonometer applanasi Goldmann berdasarkan prinsip Imbert Fick adalah tekanan
yang diperlukan untuk mendatarkan kornea sentral dengan diameter 3,06 mm. Cara
ini yang sampai sekarang dianggap hasilnya paling akurat. Tetapi pengukuran ini
kurang akurat pada permukaan kornea yang tidak rata, tidak sferis, kornea yang
lebih tebal.
c. Jenis tonometer yang lain: Pneumotonometer tekanan dilakukan dengan hembusan
udara, tanpa ada benda yang ditempelkan pada kornea, tonopen,

Patofisiologi kerusakan syaraf optik


Ada dua teori kerusakan diskus optikus pada glaukoma
1. Teori mekanik
Dengan adanya TIO yang tinggi pada seluruh dinding bola mata. Sklera didaerah
lamina kribrosa berlubang lubang dan menjadi daerah yang paling lemah,
mengakibatkan perubahan pada diskus optikus, diskus optikus melengkung
kebelakang, lubang-lubang lamina kribrosa berubah dan merusak serabut syaraf
yang melewati.

256
2. Teori vaskular
TIO yang tinggi dapat mengganggu aliran axoplasma diskus optikus, nutrisi serabut
syaraf terganggu dan terjadi kerusakan serabut syaraf pada diskus optikus.

Pemeriksaan pada glaukoma


1. Anamnesa
Sangat perlu melakukan anamnesa yang teliti pada glaukoma meliputi lamanya
sakit, riwayat penyakit, awitan dan beratnya penyaki. riwayat kelainan mata,
penyakit lain dan keadaan umum. Mencari faktor resiko umur, kelainan refraksi,
DM, hipertensi, pernah stroke dll.
2. Pemeriksaan visus dasar, kelainan refraksi, sampai koreksi terbaik padakedua mata
3. Pemeriksaan eksternal adalah letak bola mata, pergerakan mata, kelainan palpebra,
dan lakrimal.
4. Pemeriksaan slit lamp meliputi konjungtiva tenang atau ada injeksi, kornea jernih,
edema, kekeruhan kornea, vesikel, bula atau aberasi, bilik mata depan dangkal,
sedang, dalam, adanya reaksi radang sel dan flare, pupil normal 2-3 mm, miosis
kalau disinari, apakah pupil miosis, dilatasi, adakah sinekhia posterior, reflex
cahaya direk indirek, atau ada reflex Marcus Gun, iris (adakah iris atrofi,
iridektomi, iridodialisa, hiperpigmentasi, corectopia).
5. Funduskopi: apakah media cukup jernih, keruh. Pada pemeriksaan funduskopi pada
glaukoma tang dilihat dengan teliti adalah keadaan diskus optikus dilihat warnanya,
batasnya tegas atau kabur, lebar neuro retinal rim, luas sulkus sklera ( CUP), luas
diskus, perbandingan antara luas diskus dan cup (C/D ratio) vertikal dan horisomtal.
Dilihat juga keadaan retina , untuk mencari penyebab TIO tinggi; apakah ada
CRVO, ARVO, perdarahan retina, retinopati, retina lepas dll
6. Pemeriksaan Gonioskopi untuk melihat lebarnya sudut bilik mata depan untuk
membedakan glaukoma sudut terbuka atau sudut tertutup, melihat adanya jaringan
yang robek atau melihat adanya benda asing
7. Pemeriksaan lapang pandang. Glaukoma mengakibatkan defek lapang pandang
yang khas. Dimulai dengan perluasan bintik buta dan skotoma pada 30 derajat dari
penglihatan sentral (skotoma arcuata Byerum, nasal step Ronne); disertai skotoma
diperifer yang meluas kesentral dan bertemu dengan skotoma dibagian parasentral.
Pada stadium akhir tersisa lapang pandang sentral dan temporal (temporal island),
kemudian buta total.
Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan tes konfrontasi, perimeter manual,
perimeter atomatis dari Goldmann, Octopus dan Humphrey, banyak perimeter otomatis
yeng lebih sensitif dan akurat pada kelainan sel ganglion retina.

257
Glaukoma sudut terbuka primer (GSTaP)
Definisi
Glaukoma sudut terbuka primer (GSTaP) adalah neuropati optika yang khronis
progresif lambat dengan kerusakan syaraf optik yang tampak pada diskus optikus dan
defek lapang, pada pemeriksaan gonioskopi sudut bilik mata depan terbuka.
Sering tanpa gejala, sampai stadium lanjut visus sentral bisa masih baik, sehingga
penderita sering tidak menyadari adanya ancaman kebutaan. Pemeriksaan yang pasti
juga baru terarah pada glaukoma bila keusakan diskus optikus sudah lanjut dan jelas.
Padahal kelainan lapang pandang baru terdeteksi pada kerusakan syaraf optik lebih dari
30%. Sehingga penemuan pasen GSTaP sukar, baik pasien maupun dokter tak
menyadari adanya glaukoma terutama pada stadium dini. Karena kesukaran diagnosa
dini maka pada pemeriksaan massal prevalensi glaukoma sangat kecil.
Faktor risiko glaukoma yang utama adalah TIO dan faktor risiko lain adalah tebal
kornea, miopia, DM, perfusi darah ke diskus optikus.
Gambaran klinis
- Awitan tak diketahui
- Tidak menimbulkan keluhan sampai stadium akhir
- Sering bilateral walaupun, tidak simetris
- Visus sentral biasanya masih baik
- Lapang pandang secara lambat terjadi skotoma didaerah para sentral, pelebaran
bintik buta, skotoma arcuata superior, skotoma parasentral inferior (skotoma
Byerum), nasal step dari Ronne
- Lapang pandang perifer yang juga terjadi meluas dan menyatu dengan skotoma
parasentral. Skotoma makin luas, lapang pandang makin sempit sampai penglihatan
tinggal seperti melihat dari lubang kunci (tunnel vision) dan penglihata didaerah
temporal (temporal island), sebelum buta sama sekali.
- Keadaan diskus optikus yang khas
- C/D ratio lebih dari 0.5, dan tidak simetris, C/D ratio mata kanan dan kiri berbeda
lebih dari 0,2 pada kedua diskus optikus
Terapi
- Penerangan dan pengertian penyakit, sifat penyakit yang progresif lambat
- menurunkan TIO paling sedikit 30% dari TIO dasar
- dilakukan terapi bila jelas diagnosanya, dan pada observasi terjadi progresivitas

Glaukoma sudut terbuka sekunder


1. Sindroma Pseudo exfoliasi ( PEX )
Adanya deposit materi fibrilar disegmen anterior yang terlihat di endotel kornea,
bilik mata depan, iris, margo pupil, anyaman trabekel, lensa, badan siliar, dan pada
ligamentum penggantung lensa Zonulla Zinnii.

258
2. Pigmentary Glaucoma
Pigmen dispersion syndrome adalah keadaan dimana terdapat adanya deposit
pigmen di endotel kornea dengan gambaran seperti kumparan (Kruckenberg spindle),
anyaman trabekel, kapsula anterior lensa dekat ekuator (Zent Mayer line).
3. Lens inducced glaukoma
Kelainan lensa dapat menimbulkan TIO tinggi pada sudut terbuka maupun tertutup,
tergantung dari keadaan lensanya.
a. Phacolytic glaucoma
Terjadi pada katarak hipermatur dimana kortex lensa mencair dan bisa keluar
dari kapsul lensa ke bilik mata depan. Didalam bilik mata depan partikel lensa
menjadi benda asing dan menimbulkan reaksi radang yang dapat menyumbat
aliran HA. Biasa terjadi pada orang tua dengan katarak matur yang datang
dengan, visus makin kabur, sakit, mata merah, bilik mata depan sedang dan
TIO tinggi
b. Lens particle glaucoma
Terjadi pelepasan sel cortex lensa ke bilik mata depan kerena ruptur kapsul
karena trauma, ada sisa kortex pasca bedah katarak. Tingginya TIO tergantung
dari banyaknya partikel lensa di bilik mata depan. Biasanya terjadi mendadak
sakit dan mata lebih merah beberapa hari setelah trauma/ operasi katarak. Pada
pemeriksaan didapat mata merah dan adanya sel dibiik mata depan, TIO tinggi
mmata merah sakit dan kornea edema.
c. Phaco anaphylactic glaucoma
Sel lensa dibilik mata depan menimbulkan reaksi radang yang hebat
granulomatous
Gambaran klinis mata merah sakit kornea edema bilik mata depan flare ++,
sel++ KP+.vitritis sel lensa di bilik mata depan TIO tinggi.
i. GSTa sekunder karena tumor intra okular
Unilateral, tingginya TIO tergantung dari keadaan tumor dan banyaknya sel
tumor
ii. GSTa sekunder karena peradangan
Iritis, iridosiklitis, edema anyaman, edema trabekel
iii. Glaucomatous ciclitis crisis (Posner Schlossman syndrome)
Adalah TIO tinggi karena adanya peradangan di trabekel atau di pars plana.
Peradangannya ringan, unilateral, rekurent ditandai dengan buram, sakit kepala
dan pada pemeriksaan didapat pupil agak lebih lebar dari mata sebelahnya, reflex
pupil lambat, adanya KP dikornea.
iv. Fuchs heterochromatis iridisiklitis
Jarang,iris tak sama warnanya, sel hampir tak tampak, adanya KSKP, sudut
terbuka, unilateral

259
v. Tekanan vena episklera tinggi
vi. Hyfema
adanya darah dibilik mata depan yang sering menimbulkan hambatan aliran HA
dan TIO tinggi. Tingginya TIO tergantung dari viskositas darah dubilik mata
depan, banyaknya darah dan jenis sel darah
vii. Ghost cell glaucoma
Biasanya terjadi beberapa minggu setelah perdarahan vitreus dengan robekan
mambrana hyaloid. Sel darah merah menglami degenerasi dan berjalan ke bilik
mata depan . Sel berwarna kecoklatan dibilik mata depan atau di anyaman trabekel
viii. Tumor intra okular
Kejadian TIO tinggi tergantung dari letak, jenis dan besarnya tumor, biasanya
unilateral. TIO tinggi kemungkinan karena invasi tumor kebilik mata depan, atau
pembuluh darah di sudut bilik mata depan, deposit sel tumor di anyaman trabekel.
Contoh intraokular : melanoma maligna, retinoblastoma.
ix. Peradangan traktus uvea
Pada uveitis akut mula2 produksi HA turun, sehingga TIO tidak tinggi , baru
kemudian setelah. Keadaan TIO tergantung dari kesetimbangan fungsi badan
siliar karena peradangan sehingga memproduksi HA dan fungsi anyaman
anyaman trabekel
Mekanisme TIO tinggi pada peradangan adalah:
a. Edema anyaman trabekel
b. Disfungsi dari endotel trabekel
c. Obstruksi di anyaman trabekel oleh sel radang, fibrin,
d. Gangguanblood aqueous barrier oleh prostaglandine
e. Akumulasi glikoaminoglikans dari pemakaian steroid jangka panjang sebagai
terapi uveitis khronis
f. Terjadinya sinekhia anterior perifer dan sinekhia posterior

Glaukoma sudut tertutup primer ( GSTuP)


Pendahuluan
Mata dengan sudut tertutup, mata secara anatomis sudut bilik mata depan
sempit dan cenderung untuk tertutup, sering bilateral. Aposisi iridokorneal menutup
anyaman trabekel dan menghambat aliran keluar HA dan TIO tinggi
GSTuP mengenai hampir 1dari 1000 orang pada umur lebih dari 40 tahun, dan
makin banyak pada umur lebih tua. Perempuan lebih banyak terkena dari laki-laki
dengan perbandingan 4:1 Diperkirakan 67 juta orang menderita glaukoma didunia dan
1/3 nya mereka menderita glaukoma sudut tertutup. GSTuP adalah penyebab utama
glaukoma dan mengakibatkan kebutaan bilateral. GSTuP jarang pada orang Caucasian
dan banyak terdapat di Asia China Eskimo dan Asean

260
Predesposisi anatomi yang heriditer ada beberapa faktor yaitu letak diafragma iris-lensa
yang relatif lebih kedepan, bilik mata depan yang dangkal, sudut bilik mata depan
sempit, lensa yang mencembung keanterior, kornea yang kecil misalnya pada
nanophthalmos, aksis yang pendek.
Predesposisi fisiologis
1.Dilatasi pupil, terjadi aposisi antara iris dan lensa yang bergerak kedepan menambah
derajat blok pupil fisiologis Relatif blok pupil menyebabkan tekanan di bilik mata
belakang tinggi dan mendorong iris kedepan,dan sudut bilok mata, anyaman trabekel
tertutup oleh iris bombe dan TIO tinggi, 2. Akomodasi yang lama, 3. Katarak immature,
trauma, 4 Emosi, stress.
Gejala dapat dibedakan atas 4 tipe
1. Sudut tertutup laten, keadaan dimana secara anatomis ada aposisi iridokorneal, tapi
TIO normal dan tidak ada tanda2 kelainan diskus
2. Sudut tertutup intermiten keadaan seperti diatas, disertai adanya episode serangan
TIO tinggi ringan yang dapat sembuh spontan tanpa obat setelah istirahat.Kadang
memerlukan obat, karena bila dibiarkan lama dapat menimbulkan sinekhia anterior
pereifer.
3. Serangan sudut tertutup akut
a. Penglihatan tiba-tiba buram sekali sampai 1/300 karena adanya edema
kornea,sel dan flare di COA dan papil edema.
b. Tampak ada gambaran pelangi sekitar lampu
c. Penderita mengeluh sakit kepala hebat, mual muntah, mata merah.
d. Sudut tiba-tiba tertutup 360 detajat, TIO tiba-tiba tinggi sekali, bisa sampai
lebih dari 50 mmHg.
e. Keadaan ini menimbulkan kongesti, radang, dan iskhemia, yang berupa
hiperemi konjungtiva, edema kornea, COA dangkal, pupil dilatasi dengan
hilangnya reflex cahaya direk indirek.
f. Peradangan menyebabkan adanya sel dan flare di COA, pelepasan pigmen iris
dengan akibat atropi iris dan deposit pigmen di kapsula anterior dan endotel
kornea (Kruckenberg spindle).
g. Ishemia dapat mengakibatkan kelumpuhan otot konstriktor pupil sementara
atau permanen dan kekeruhan di subkapsula lensa anterior (glaucomatous
flecken).
Keadaan ini memerlukan penanganan secepatnya sudut COA dibuka, TIO turun; Bila
TIO dapat turun cepat dan sudut terbuka maka gejala sisa dapat dihindarkan. Keadaan
diantara serangan dan sesudah serangan bisa normal TIO normal.
Sebaliknya bila dibiarkan lama akan terjadi komplikasi-komplikasi:
1. Mata tetap merah, TIO tetap tinggi
2. Visus tetap kabur ok kornea tetap edema, pupil tetap lebar

261
3. COA tetap dangkal, yang mengakibatkan terjadi sinekhia anterior perifer tang
menetap
4. lensa bisa katarak
5. Kesakitan dan keburaman yang menetap
6. Prognosa jadi sangat jelek.
Diagnosa banding adalah semua mata merah dengan visus turun: keratitis, iritis.
Dibedakan atas kornea edema, COA dangkal, pupil lebar, reflex negatif
Tanda bahwa telah mengalami serangan: iris atropi. pupil lebar. glaucomarous flecken

Glaukoma sudut tertutup khronis


Sudut COA tertutup karena pembentukan sinekhia anterior perifer yang lambat
dan progresif, mulai darikuadran superior yang menjalar secara lambat sampai lebih
dari 270 derajat, keadaan ini menyebabkan TIO tinggi lambat. Sering pada jenis
glaukoma ini gejalanya seperti GSTaP, tanpa gejala, tapi disertai glaukoma cupping
dan defek lapang pandang. Kadang-kadang terjadi seperti serangan StuP, bila sudut
COA tiba2 tertutup total; pada keadaan ini mata sudah mengalami perubahan diskus
optikus dan lapang pandang.
Plateau iris
Keadaan sudut tertutup disebabkan karena akar iris insersinya lebih ke depan sehingga
menutupi anyaman trabekel, menghambat aliran keluar HA dan TIO tinggi.
Gejala kadang menyerupai GSTuP khronis.
GSTu sekunder karena lensa intumescent, blok pupil karena subluksasi lensa,
glaukoma
maligna, TIO tinggi akibat trauma: hyfema, neovascular glaucoma akibat iritis yang
lama, iskhemia retina dll

TATALAKSANA
Bila TIO tinggi berikan obat penurun TIO secepatnya, dan sudut COA supaya
terbuka menghindari sinekhia anterior perifer. Setelah tenang dilakukan iridektomi
dengan laser atau operasi. Mata sebelahnya juga dilakukan iridektomi karena biasanya
bilateral. Operasi trabekulektomi dikerjakan bila sydah terjadi sinekhia anterior perifer
luas, TIO tetap tinggi, sudah ada kerusakan trabekel.
Terapi glaukoma
Tujuan umum adalah menjaga keadaan diskus supaya tidak terjadi kerusakan progresif
dengan menurunkan TIO supaya suplay darahpada diskus optikus baik.
A. Terapi dengan obat-obat antiglaukoma
Obat bias diberikan sebagai obat tunggal atau kombinasi, ada beberapa obat
kombinasi yang sudah tercampur dari pabrik, tergantuing dari indikasi dan kontra
indikasi. Obat-obatan

262
Kecuali pada keadaan ekstrim (misalnya TIO > 40 mmHg atau risiko hilangnya fiksasi
sentral) maka penatalaksanaan dimulai dengan tetes mata pada satu mata (one-eyed
theurapeutic trial).
Terapi diberikan hanya pada satu mata kemudian dievaluasi setelah 3-6 minggu
untuk melihat efektivitasnya. Efektivitas dilihat dengan membandingkan TIO dua mata
sebelum dan sesudah terapi. Misalnya sebelum terapi: TIO OD 30 mmHg dan OS 33
mmHg, sesudah terapi TIO OD 20 mmHg dan OS 23 mm Hg. Berarti obat tidak
berefek. Bila sesudah terapi TIO OD 25 mmHg dan OS 34 mmHg maka obat efektif.
1.  Bloker (misalnya: levobunolol atau timolol 0.25% - 0.5% 2-4 kali sehari;
metipranolol 0.3% atau karteolol 1% 2 kali sehari). Obat tipe ini seringkali efektif
namun hati-hati pada pasien asma/PPOM, heart block, gagal jantung, depresi,
miastenia gravis. Betaksolol 0.25% - 0.5% 2 kali sehari, lebih jarang menimbulkan
komplikasi pada paru-paru. Periksa nadi sebelum dan sesudah terapi. Pasien
diabetes harus diperingatkan akan menurunnya sensitifitas terhadap gejala
hipoglikemia.
2. Agonis 2- reseptor selektif (brimonidin 0.2% 3 kali sehari atau 2 kali sehari bila
dikombinasi). Jangan diberikan pada pasien yang sedang mendapat pengobatan
dengan MAO inhibitor karena dapat menyebabkan krisis hipertensi. Efek samping
: alergi, mulut kering, dry eye, letargi, midriasis dan hipotensi. Apraklonidin 0.5%
t.i.d dapat digunakan untuk terapi jangka pendek (3 bulan), kemudian akan hilang
efektifitasnya dan sering menimbulkan alergi.
3. Inhibitor Karbonik Anhidrase (CAIs) (misalnya dorzolamid 2%, brinzolamid
1% t.i.d atau b.i.d bila dikombinasi dengan -bloker. Efek sampingnya sama
dengan CAIs sistemik hanya efek samping asidosis, hipokalemia, gangguan GIT,
penurunan BB dan parestesia jarang ditemukan. Efek samping meliputi rasa
terbakar, pahit dan alergi topikal.
4. Antagonis Prostaglandin (misalnya latanopros 0.005% qhs) dapat ditambahkan
untuk menurunkan TIO. Kontra indikasi bagi pasien uveitis, CME atau wanita
hamil. Efek samping: meningkatnya pigmentasi melanin di iris, injeksi
konjungtiva, rasa perih (stinging), bulu mata memanjang, URTI virus dan CME.
5. Parasympatomimetika, Miotika (misalnya pilokarpin q.i.d) konsentrasi rendah
0.5-1.0% sampai 4%. Biasanya tak dapat ditoleransi oleh pasien di atas 40 tahun
karena spasme akomodatif. Kontra indikasi pada pasien dengan hole pada retina
karena akan meningkatkan risiko terjadinta ablasio retina (pasien afakia, miopia
tinggi). Tersedia dalam bentuk gel 4% digunakan pada malam hari terjadinya
spasme akomodasi. Obat ini umumnya kontraindikasi pada pasien dengan resiko
retinal detachment (seperti high yopes dan aphakes). Pilocarpine juga dapat dipakai
seperti 4% dalam bentuk gel pada malam hari dimasukkan pada fornix inferior
diganti setiap minggu; akhir-akhir ini banyak dipakai oleh pasienusia muda.obat
263
yang kerjanya jangka panjang, seperti echothiophate iodide, sering dianjurkan pada
pasien aphakia atau glukoma psseudofakia atau sebagai ocular insert di fornix
inferior yang diganti tiap minggu..
6. Simpatomimetik (dipivefrin 0,1% 2 kali sehari atau epinefrin 0,5% sampai 2.0%
2 kali sehari) jarang mengurangi IOP sampai seperti derajat pengurangan oleh obat
yang lain., tetapi memiliki sedikit efek sistemik dibandingkan obat lain. Obat ini
dapat menyebabkan CME pada pasien afakia dan aritmia
7. Carbonic anhydrase inhibitors sistemik (seperti methazolamide 25 sampai 50
mg per oral, 2-3 kali sehari atau acetazolamide 125 sampaai 250 mg per oral 2
sampai 4 kali sehari atau acetazolamide 500 mg per oral 2 kali sehari) biasanya
tidak diberikan pada pasien yang alergi dengan sulfa dan harus dijauhkan untuk
pasien dengan riwayat batu ginjal. Kadar kalium harus dimonitor jika pasien
memperoleh obat diuretik lainnya atau digitalis. Efek samping seperti kelemahan,
muntah, pusing dan parestesia sering terjadi. Jarang tetapi berat efek samping
hematologi (seperti anemia aplastik) dapat terjadi
B. Terapi laser
Untuk GSTaP : Argon laser trabeculoplasty
Pada beberapa pasien, seperti dijelaskan sebelumnya, ALT dapat digunakan
sebagai terapi pilihan pertama. Sebgai tambahan ALT dapat ditujukan sebagai
terapi pilihan pertama pada pasien dengan adanya atau dugaan noncompliance.
Sekitar 10% pasien memperlihatkan peninggian tekanan setiap tahunnya, jadi
efektifitas kenaikan rtarta-rata sekitar 5 tahun
Untuk GSTuP: iridotomi, gonioplastik, pupiloplastik
Laser cyclophotocoagulation korpus ciliar (dengan YAG laser, diode laser, atau
endolaser), cyclocryotherapy, dan cyclodialysis merupakan terapi cadangan untuk
tekanan bola mata (IOP) yang tidak dapat dikontrol dengan Obat-obatan, laser dan
prosedur tradisional.
C. Terapi operasi
1. Iridektomi, goniosynehciolysis pada sudut tertutup dengan TIO terkontrol
2. Goniotomi,trabekulotomi untuk glaukoma kongenital
3. Trabekulektomi untuk semua jenis glaukoma dengan fungsi trabekel yang
sudah jelek.
4. Operasi kombinasi trabekulektomi dan extraksi lensa dengan / tanpa
pemasangan lensa intra okular.
5. Trabekulektomi dengan penggunaan antimetabolik selama operasi dapat
menolong efektivitas pembedahan
6. Operasi dengan pemasangan implant suatu reservoir pembuangan HA
isubkonjungtiva

264
STRABISMUS
Edia Asmara Soelendro

DEFINISI
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak
seimbang/simetris. Strabismus merupakan suatu kelainan posisi bola mata dan bisa
terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, atau terjadi pada semua arah dan
jarak penglihatan.

ETIOLOGI
Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat sensorik
disebabkan oleh penglihatan yang buruk, ptosis, palpebra, parut kornea, katarak
kongenital, Cacat sentral akibat kerusakan otak. Cacat sensorik dan sentral
menimbulkan Strabismus Konkomitan atau non paralitik. Cacat motorik seperti paresis
otot mata akan menyebabkan gerakan abnormal mata yang menimbulkan strabismus
paralitik. ( 4, 5 )
Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau pandangan yang
lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus. Ambliopia (berkurangnya
ketajaman penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya terjadi pada penekanan
kortikal dari bayangan mata yang menyimpang. ( 5 )
Otot penggerak bola mata
Yang berperan pada pergerakan bola mata adalah Nervus. III, IV, VI
 N. III (Okulomotorius)mempersarafi mm. rekti sup, inf, med & m. obliqus
inf & m. levator palp
 N. IV (Trochlearis) m. obliqus superior
 N. VI (Abducens)  m. rectus lateralis

DIAGNOSA STRABISMUS
Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam:
a. Kelompok I
- strabismus paralitik (noncomitant = incomitant)
- strabismus nonparalitik (comitant = concomitant)
b. Kelompok II
- manifes = strabismus = heterotropia
- laten = heteroforia
c. Kelompok III
- akomodatif
- non akomodatif

265
Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan deviasi ini
tidak dapat lagi diatasi, dan menjadi strabismus manifes = heterotropia.

Menurut arah atau kedudukan bola mata dikenal :


- Esoforia / Esotropia  ke dalam / nasal
- Exoforia / Exotropia  ke luar / temporal
- Hiperforia / Hipertropia  ke atas
- Hipoforia /hipotropia  ke bawah

Pemeriksaan Strabismus
- Posisi : ortoforia, Hirschberg
- cover test
- cover uncover
- alternate
- pergerakan bola mata
Duksi 1 mata
Versi 2 mata bersamaan

I. STRABISMUS PARALITIKA (NONCOMITANT, INCOMITANT)

Gejala Klinis
Gerak mata terbatas
Pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja, gerakan mata akan jadi terbatas. Hal
ini menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat
dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang
digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test).
Keterbatasan gerak kadang-kadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa
berdasarkan pada adanya diplopia saja.
1. Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata
yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit
tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah
dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot
yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
Deviasi dari mata yang strabismus disebut deviasi primer, selalu kearah berlawanan
dengan arah bekerjanya otot yang lumpuh. Kalau mata yang sakit melihat sesuatu
obyek dan mata yang sehat ditutup maka mata yang sehat ini akan berdeviasi pada
arah yang sesuai dengan mata yang sakit, tetapi dengan kekuatan yang lebih besar.
Deviasi dari mata yang sehat disebut deviasi sekunder. Deviasi sekunder ini lebih

266
besar, karena rangsangan yang kuat dibutuhkan mata yang sakit untuk melihat
kearah tempat otot yang sakit bekerja. Kekuatan rangsangan yang sama didapatkan
pula oleh otot yang normal sebagai pasangannya, karena itu timbul deviasi
sekunder yang kuat, pada mata yang sehat (hukum Hering). Ini merupakan cara
untuk membedakan strabismus paralitik dari yang nonparalitika, dimana diviasi
primer sama dengan diviasi sekunder. Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata
kanan nyata. Mata melihat kekiri tak tampak esotropia. Mata melihat kekanan
esotropia nyata sekali.
2. Diplopia
Diplopia terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila
mata digerakkan kearah ini.
3. Ocular torticollis (head tilting)
Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala
yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan
kepalanya, diplopianya terasa berkurang.
4. Proyeksi yang salah
Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang
sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya
dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang
sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan,
rangsangan yang nyata
lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk mengerjakan pekerjaan itu
dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada penderita.
5. Vertigo, pusing, dan mual-mual
Hal ini disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah.
Keadaan ini dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.

Diagnosa
Diagnosa Strabismus Paralitika dilakukan berdasarkan :
1. Keterbatasan gerak
2. Deviasi
3. Diplopia.
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja dari otot
yang sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak begitu nyata
adanya diplopia merupakan tanda yang penting. Cara pemeriksaannya ialah dengan tes
diplopia.
Dengan cara ini dapat diketahui :1. Pada arah mana didapat diplopia, 2. Apakah
diplopianya bertambah kesatu arah, 3. Mata mana yang menderita. Dengan demikian
dapat diketahui mata mana dan otot mana pada mata itu yang salah. Caranya : Penderita

267
disuruh mengikuti gerak korek api, dengan matanya, tanpa menggerakkan kepalanya,
yang digerakkan keatas, kebawah, kekanan dan kekiri, secara maksimal. Diperhatikan
apakah timbul diplopia pada salah satu arah.
Pengukuran derajat deviasinya dengan tes Hirschberg, tes Krimski, tes Maddox
cross. Penderita strabismus paralitika sebaiknya dirujuk dahulu dengan seorang ahli
saraf, sebelum diberikan pengobatan pada matanya, untuk menentukan dan mengobati
penyebabnya, yang seringkali merupakan keadaan yang gawat seperti tumor diotak.

A.ESOTROPIA PARALITIKUS = ABDUSEN PALCY = NONCOMITANT


ESOTROPIA
Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau
peradangan dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang
biasanya disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus
lateralis atau persarafannya.
Gejala Klinisnya dapat berupa gangguan pergerakan mata kearah luar, diplopia
homonim yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar, kepala
dimiringkan kearah otot yang lumpuh, deviasinya menghilang bila mata digerakkan
kearah yang berlawanan dengan otot yang lumpuh, pada anak dibawah 6 tahun dimana
pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi sehingga tidak timbul diplopia, pada orang
dewasa dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong penderita mengeluh ada
diplopia karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari obyek yang dilihatnya
jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian
(corresponderend).

B.KELUMPUHAN DARI N.III (N. OKULOMOTORIUS)


Pada kelumpuhan total dari saraf ini didapatkan ptosis, bola mata hampir tak dapat
bergerak, keterbatasan bergerak kearah atas, kenasal dan sedikit kearah bawah, mata
berdeviasi ketemporal dan sedikit kebawah, kepala berputar kearah bahu pada sisi otot
yang lumpuh, sedikit eksoftalmus, akibat paralise dari 3 mm rekti yang dalam keadaan
normal mendorong mata kebelakang, pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi
lumpuh, ada crossed diplopia.
Pengobatan untuk menghindari diplopia, mata yang sakit ditutup. Ada pula yang
menutup mata yang sehat. Kalau setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh,
dilakukan operasi reseksi dari otot yang lumpuh disertai resesi dari otot lawannya.
Supaya tidak terjadi atrofi dari otot yang lumpuh. Hasil dari operasi ini sering
mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis mungkin dapat memuaskan.

268
II. STRABISMUS NONPARALITIK
Kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti
gerak mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan
yang sama. Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi
sekunder (deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut
fixing eye, sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye.
Dibedakan strabismus nonparalitika - nonakomodatif.
- akomodatif – berhubungan dengan kelainan refraksi.

A.STRABISMUS NONPARALITIK NONAKOMODATIF


Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu
penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot-
otot. Mungkin disebabkan oleh insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja
horizontal. ( 1, 4 )

Gangguan keseimbangan gerak bola mata, dapat terjadi karena gangguan yang bersifat
sentral, berupa kelainan kwantitas rangsangan pada otot. Kelainan ini dapat
menimbulkan proporsi yang tidak baik antara kekuatan konvergensi dan divergensi.
Untuk melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang sama dan
serentak dari kedua m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan
dari mata ke nasal. Divergensi dan konvergensi adalah bertentangan, overaction dari
yang satu menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya. Rangsangan sentral
yang berlebihan untuk konvergensi, menyebabkan kedudukan bola mata yang normal
untuk penglihatan jauh (divergensi) sedang menjadi strabismus konvergens untuk
penglihatan dekat (konvergensi).
Dibedakan :
1. Kelebihan konvergensi : (convergence excess) pada penglihatan jauh normal, pada
penglihatan dekat timbul strabismus konvergens.
2. Kelebihan divergensi (divergence excess) : pada penglihatan dekat normal. pada
penglihatan jauh timbul strabismus divergens.
3. Kelemahan konvergensi : (convergence insufficiency) : pada penglihatan jauh
normal, pada penglihatan dekat timbul strabismus divergens.
4. Kelemahan divergensi (divergence insufficiency) : pada penglihatan dekat normal,
pada penglihatan jauh timbul strabismus konvergens.
Kekurangan daya fusi :
Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini berkembang sejak
kecil dan sempurna pada umur 6 tahun. Hal ini penting untuk penglihatan binokuler
tunggal yang menyebabkan mata melihat lurus. Tetapi bila daya fusi ini terganggu

269
secara kongenital atau terjadi gangguan koordinasi motorisnya, maka akan
menyebabkan strabismus.
Pada kasus yang idiopatis kesalahan mungkin terletak pada dasar genetik.
Eksotropik dan esotropia sering merupakan keturunan autosomal dominan. Kadang-
kadang pada anak dengan esotropia, didapatkan orang tuanya dengan esoforia yang
hebat.
Tidak jarang strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga bila
kelainan refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki sebagian saja.
Tanda-tanda :
1. Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar merupakan beban
mental.
2. Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
3. Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.
4. Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata yang berdeviasi.

Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi ambliopia ex


anopsia. Bila deviasinya mulai pada umur muda dan sudut deviasinya besar, maka
bayangan dimakula yang terdapat pada mata yang fiksasi (fixing eye) terdapat didaerah
diluar makula pada mata yang berdeviasi (squinting eye). Jadi terdapat abnormal retinal
correspondence (binocular fals projection). Pengukuran derajat deviasinya dilakukan
dengan : tes Hisrchberg, tes Krimsky, tes Maddox cross. Pemeriksaan kekuatan duksi
untuk mengukur kekuatan otot.
Pengobatan :
1. Preoperatif
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai hasil
fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan stereopsis,
disamping perbaikan kosmetik. Hal ini sukar dicapai karena tergantung dari pada
lamanya strabismus, umur anak pada waktu diperiksa, sikap orang tuany, kelainan
refraksi.
Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau lebih
pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja.

Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan :
1. Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching).
Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi.
Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10
minggu. Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina,
tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi penutupan sudah dimulai
sejak usia 6 bulan, untuk hindarkan timbulnya ambliopia. Pada anak berumur

270
dibawah 5 tahun dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu bulan 1 kali,
sehingga mata ini tak dipakai kira-kira 2 minggu. Ada pula yang menetesinya
setiap hari dengan homatropin sehingga mata ini beberapa jam sehari tak
dipakai. Sedang pada anak-anak yang lebih besar, dilakukan penutupan
matanya 2-4 jam sehari. Penetesan atau penutupan jangan dilakukan terlalu
lama, karena takut menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat ini.
2. Pengobatan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3 tahun),
harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan
binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama
dilakukan, kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.

Operatif
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila masih
ada strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.
Prinsip operasinya :
 reseksi dari otot yang terlalu kuat
 reseksi dari otot yang terlalu lemah.
ESOTROPIA NONAKOMODATIVA
Meliputi lebih dari setengahnya strabismus nonparalitika. Deviasinya sudah timbul
pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah dan
tak terpengaruhi oleh akomodasi, tak ada hubungan dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot. Penyebabnya mungkin insersi yang salah dari otot bekerja horizontal,
kelainan persarafan supranuklear atau kelainan genetis. ( 4, 5 )

Pengobatan :
Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum dilakukan
tindakan operatif ;
a. reseksi dari m.rektus medialis
b. reseksi dari m.rektus lateralis.

B. STRABISMUS NONPARALITIKA AKOMODATIVA


Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga berdasarkan
akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan refraksi.
Dapat berupa strabismus konvergens (esotropia), strabismus divergens (eksotropia)
Pemeriksaan refraksi harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan
pengaruh dari akomodasi. Caranya :
- Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari, tiga hari berturut-
turut, diperiksa pada hari keempat.

271
- Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15 menit, tiga kali berturut-
turut, diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir.
Pengukuran derajat deviasi dengan tes Hirschberg, tes Krismky, tes Maddox cross.
Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah
horizontal (adduksi = m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).
Pengobatan :
1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang
sehat.
3. meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.

STRABISMUS KONVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF


(KONKOMITAN AKOMODATIF)
Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan ini
berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat. Tampak
pada umur muda, antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya
untuk melihat benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula
timbul periodik, pada waktu penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu,
kemudian menjadi tetap, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat.
Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang hipermetrop,
mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada penglihatan dekat
akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat
hubungannya, dengan penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula.
Pada anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan
dekat, disebabkan rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan
deviasi ini bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat
dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian
terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.

Pengobatan :
1. Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan koreksi dari
hipermetropia totalis, dan kacamata dipakai terus-menerus. Karena terdapat
akomodasi yang berlebihan, juga dapat diberikan kacamata untuk dekat
meskipun belum usia presbiopia, untuk mengurangi akomodasinya. Jadi
diberikan kacamata bifokal.
2. Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki visus pada
mata yang sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga dengan homatropin setiap hari

272
atau penutupan mata yang sehat. Kacamata harus diperiksa berulang kali,
karena mungkin terdapat perubahan, sampai kelainan refraksinya tetap.
3. Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan koreksi untuk
memperbaiki pola sensorik dari retina, sehingga memperbesar kemungkinan
untuk dapat melihat binokuler.
4. Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan kelainan deviasinya
tidak begitu besar, dapat diberikan koreksi dengan prisma, basis temporal.
5. Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan deviasinya, maka dilakukan
operasi, untuk meluruskan matanya.
6. Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk memperbaiki penglihatan
binokuler. Pada esotropia untuk jarak jauh, dilakukan reseksi m.rektus
eksternus, (otot yang lemah). Pada esotropi jarak dekat, perlu resesi m.rektus
internus (otot yang kuat). Untuk esotropi yang hebat, lebih dari 30 derajat,
terjadi jauh dekat, dilakukan operasi kombinasi. ( 4 )

STRABISMUS DIVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF


(EKSOTROPI KONKOMITAN AKOMODATIF)
Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering juga
didapat, bila satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain
penglihatannya tetap baik, sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata
yang sakit berdeviasi keluar. Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu
masa remaja atau dewasa muda. Lebih jarang terjadi.
Dapat dimulai dengan :
1. Kelebihan divergensi
2. Kelemahan konvergensi.

Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miop hanya
sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan
konvergensi dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk
penglihatan jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga
eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang
biasanya merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk jarak
jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah, sehingga menjadi
kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun dekat.

Pengobatan :
1. Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75 dioptri untuk
memaksa mata itu berakomodasi, kacamata ini harus dipakai terus-menerus.

273
2. Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler, disamping terapi
oklusi.
3. Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang
memuaskan.
Pada eksotropia hanya untuk jarak jauh, dilakukan dari m.rektus lateralis, sedang pada
kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan eksotropia pada jarak dekat
dilakukan reseksi dari m.rektus medialis. Untuk eksotropia yang menetap untuk jauh
dan dekat, dilakukan operasi kombinasi. Bila kelainan deviasinya tak begitu besar,
dapat dicoba dulu dengan kacamata prisma basis nasal.
Pada bayi dan anak kecil ada kecenderungan konvergensi yang berlebihan, yang
dipengaruhi oleh persarafan supranuklear. Kecenderungan untuk berdivergensi
menjadi lebih besar dengan bertambahnya umur. Karena itu, bila tidak ada daya untuk
berfusi, seperti pada mata yang buta atau mata dengan visus yang sangat menurun,
maka mata ini akan berdeviasi kenasal pada anak-anak sampai umur 6 tahun dan pada
orang-orang yang lebih dari 6 tahun usianya akan berdeviasi kearah temporal.

Jenis Strabismus yang Sering Ditemui


 Esotropia Kongenital
Esotropia congenital, dimana mata juling kedalam yang dimulai saaat bayi usia
kurang dari 6 bulan. Bayi seperti ini tidak dapat menggunakan kedua matanya
secara bersama-sama. Pada kebanyakan kasus seperti ini, diperlukan
pembedahan dini untuk dapat meluruskan matanya.
 Esotropia Akomodatif
Esotropia akomodatif merupakan bentuk esotropia (juling ke dalam) yang biasa
ditemukan pada anak usia 2 tahun atau lebih besar. Pada jenis juling seperti ini,
bila anak memfokuskan matanya untuk dapat melihat jelas, mata akan tampak
juling ke dalam. Juling ini dapat terjadi saat melihat jauh saja, melihat dekat
saja atau keduanya.
 Eksotropia
Eksotropia atau juling keluar, merupakan bentuk lain juling yang juga sering
ditemukan. Bentuk juling ini paling sering terjadi saat anak berfokus pada
obyek yang jauh.
Eksotropia dapat hanya muncul sewaktu-waktu terutama bila anak dalam
keadaan lelah, sakit atau melamun. Orang tua sering memperhatikan anaknya
juling keluar saat berada pada matahari terik.
Walaupun kacamata, latihan atau prisma dapat mengurangi atau membantu
mengontrol juling pada beberapa anak, namun pada sebagian besar kasus,
pembedahan mungkin diperlukan.

274
RETINA DAN NEUROOFTALMOLOGI
Amaranita

PARESE N. II, III, IV, V, VI, VII

Bila terjadi parese pada n. II maka akan terjadi gangguan lapang pandang pada
satu mata, Skotoma sentral unilateral, Skotoma sentral bilateral, Skotoma sekosentral,
Skotoma arkuata, Skotoma altitudinal, Hemianopsia bitemporal, Hemianopsia
homonim (Kelainan pada traktus optikus bentuknya hemianopsia homonim
inkongruen, Lesi di korpus genikulatum lateral bentuknya hemianopsia yang sangat
inkongruen, Lesi di thalamus bentuknya hemianopsia homonim, Lesi radiasio optika
daerah temporal bentuknya kuadaranopia superior homonim, Lesi radiasio optika
daerah parietal bentuknya hemianopsia homonim komplit, Lesi radiasio optika daerah
oksipital bentuknya hemianopsia homonim yang sangat kongruen).
Jika semua serat dari saraf okulomotorius (n.III) terganggu, terjadi paralisis semua
otot ekstraokular kecuali otot rektus lateral yang dipersarafi oleh saraf abduscen (n.VI)
dan otot oblikus superior yang dipersarafi oleh saraf troklearis (n.IV). Sebagai
tambahan, terdapat paralisis persarafan parasimpatik dari otot-otot mata interna, dan
hilangnya refleks pupil, midriasis, dan gangguan konvergensi serta akomodasi.
Paralisis saraf trokhlearus (n.IV) melumpuhkan gerakan bola mata ke bawah
lateral dan sikap bola mata yang terkena ialah menyimpang ke arah nasal dan sedikit
ke atas.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada saraf trigeminus (n.V) antara
lain : Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea,
dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Kelainan pada paralisis nervus abdusens (n.VI) menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan
tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang
paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior.
‘Bell’s palsy’ merupakan kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non supuratif,
non neo plastik, non degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak
pada bagia nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari
foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak
mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di
bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi
motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi,
ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi

275
yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan
keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang
sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea
pada sisi sakit tidak ada.

276
PENYAKIT DEGENERATIF DAN TUMOR MATA
H. M. Rinaldi Dahlan

Tumor jinak dan fanas dapat kita temukan pada mata kita. Tumor dapat ditemukan di
kelopak mata, konjungtiva, ontraokuler dan retrobulber. Diagnosa paling banyak
ditemukan dengan terlihatnya massa tumor, gangguan fungsi penglihatan atau
bergesernya posisi bola mata. Penanganannya harus dilakukan tanpa
mengenyampingkan suatu keganasan. Pemeriksaan ultrasonografi mungkin sangat
berguna dalam mendeteksi massa orbita dan intraorbita, terutama sekali jika
penggunaan oftalmoskop tidak memungkinkan, seperti terdapatnya katarak. Diagnosa
yang terlambat dapat menyulitkan pembedahan dan hilangnya penglihatan. Biopsi
sebaiknya dilakukan pada semua lesi yang dicurigai, diagnosa positif keganasan hanya
dapat dibuat dengan pemeriksaan histologik.
Tulisan ini akan membahas berbagai tumor yang sering ditemukan di klinik.
Gejala
Tumor-tumor yang kecil pada kelopak mata biasanya asimptomatik, kecuali verucae
dan molluskum kontangiosum, ada kalanya menyebabkan konjungtivitis. Tumor-tumor
konjungtiva biasanya tanpa rasa sakit, kecuali jika permukaannya kasar, berkeratin.
Lesi yang terdapat di sentral kornea akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan.
Lesi intraokuler tidak memberikan gejala, sampai tumor tersebut cukup besar untuk
menutupi penglihatan atau menghasilkan perubahan sekunder dalam mata seperti
terlepasnya retina (retinal detachment), meningkatnya tekanan intraokuler, atau uveitis
anterior. Tumor retrobulber relative asimptomatik, hingga ia berkembang terus, suatu
saat didapatkan diplopia, pergeseran bola mata atau eksoftalmos.
Riwayat dari perubahan ukuran atau gambaran dari pertumbuhan ocular eksterna harus
diobservasi hati-hati. Jika ada sesuatu yang dicurigai keganasan, biopsy atau
pengangkatan total dapat diindikasikan untuk pemriksaan mikroskopis.

Tumor kelopak mata


Tumor jinak kelopak mata
Nevus
Nevus melanositik kelopak mata pada umumnya jinak dengan struktur patologi yang
sama denga nevus di tempat lain. Biasanya nevus ini congenital tetapi relative
unpigmented waktu lahir, membesar dan menghitam selama dewasa. Nevus jarang
sekali menjadi ganas. Pengangkatan dapat diinginkan bila diinginkan.

277
Gambar 1. Nevus
Veruka
Pada umumnya terlihat sepanjang tepi kelopak mata seperti daging, multilobuler, lesi
berbentuk datar hingga pedunkulated. Pengobatan biasanya atas indikasi kosmetik,
veruka dapat diangkat dengan eksisi dan kauterisasi pada dasar lesi. Hati-hati jangan
sampai terjadi lekukan pada tepi kelopak mata.

Gambar 2. Verruca
Xanthelasma
Merupakan kelainan yang umu terjadi pada permukaan anterior kelopak mata, biasanya
bilateral dekat sudut bagian dalam mata. Gambaran lesi yang kuning, keriput pada kulit
dan terjadi lebih sering pada usia tua. Xanthelasma menggambarkan deposit lipid
dalam histiosit dalam dermis kelopak mata. Pengobatan ditujukan untuk alasan
kosmetik.

Gambar 3. Xanthelasma
278
Haemangioma
Dua tipe utama dari tumor vaskuler congenital yang terjadi pada kelopak mata:
Haemangioma kavernosa dan Haemangioma kapilare. Haemangioma kavernosa
tersusun dari pembuluh – pembuluh vena yang besar terletak di jaringan subkutan;
berwaran kebiru – biruan dan perubahan ukuran meliputi distention darahnya.
Haemangioma kapilare terletak superficial, merah terang (Strawberry) spot. Tipe ini
tersusun atas kapiler kapiler yang berproliferasi dan sel – sel endotel. Pada beberapa
bulan pertama kehidupan haemangioma ini dapat tumbuh cepat. Kedua tipe ini sering
sekali involusional spontan, biasanya berumur 5 – 6 tahun. Pengobatan dilakukan bila
tumor menutupi aksis visual sehingga dapat menyebabkan ambliopia.

Gambar 4. Haemangioma cavernosa


Tumor ganas kelopak mata
Karsinoma
Karsinoma sel basal dan sel skuamosa kelopak mata adalah tumor – tumor
ganas okuler yang paling sering dijumpai. Tumor – tumor ini paling sering terjadi pada
individu yang sering mendapat pajanan sinar matahari. Sembilan puluh lima persen
dari karsinoma kelopak mata adalah tipe sel basal. Sisa 5 % terdiri dari karsinoma sel
skuamosa dan karsinoma kelenjar meibom.
Diagnosis didasari dari gambaran klinis dan biopsy.
Karsinoma sel skuamosa dapat menyebar melalui system limfatik ke nodus
limfa periaurikuler dan submaksilaris. Karsinoma sel basal tumbuhnya lambat
invasive, dan tidak menyebar ke nodus limfa regional. Karsinoma sel skuamosa tumbuh
lambat dan tidak begitu terasa sakit. Biasanya pertumbuhannya dimulai sebagai lesi
kecil seperti kutil yang tumbuh dengan ditutupi keratin, perlahan- lahan erosi dan
merekah sampai terbentuk ulkus. Dasar dari ulkus adalah indurasi dan hiperemis dan
279
tepinya keras. Makin lama tumor dapat merusak hingga ke tulang. Bila mengenai saraf
sensoris pasien akan terasa sakit sekali. Pasien dapat mati karena perdarahan,
meningitis.
Karsinoma sel basal dimulai dengan cara yang sama dengan karsinoma sel
skuamosa, akhirnya membentuk ulkus roden dengan tonjolan ditepi disertai indurasi
dasarnya. Pada akhirnya mengikis jaringan sekelilingnya seperti yang terjadi dengan
karsinoma sel skuamosa namun lebih lambat. Biopsi tumor merupakan diagnosis pasti
untuk menentukan tumor ini.
Karsinoma sel basal kelopak mata bawah dekat kantus medialis cenderung
untuk menginvasi struktur di dalam orbit. Eradikasi yang komplit tumor ini merupakan
hal yang penting. Karsinoma sel basal tipe sklerosing atau morphea, merupakan variasi
lain dari karsinoma sel basal yang agresif, terletak dibawah permukaan kulit dan
gambarannya dapat berupa alopecia, lid notching, ekteropion atau enteropion.
Karsinoma kelenjar sebaseous paling banyak disebabkan oleh kelenjar meibom
dan kelenjar zeiss, berpotensi menjadi neoplasma yang mematikan. Gambaran tumor
ini hampir menyerupai peradangan yang jinak seperti kalazion dan blepharitis kronis.
Tujuan dari pengobatan adalah destruksi yang komplit dari tumor. Pmebedahan
adalah metode yang efektif, terutama sekali bila digunakan potong beku. Untuk
mejamin tepi yang bebas tumor. Radioterapi dapat juga efektif untuk karsinoma sel
basal dan sel skuamosa.

Gambar 5. Basal cell carcinoma

Gambar 6. Basal cell carcinoma


280
Gambar 7. Squamous cell carcinoma
Sarkoma
Sarkoma kelopak mata jarang dan biasanya gambaran perluasan ke anterior dari
sarkoma orbital. Rhabdomiosarkoma yang mengenai orbita hingga ke kelopak mata
paling banyak ditemukan pada 10 tahun pertama kehidupan. Tumor ini radiosensitive,
tetapi kombinasi pembedahan dan radioterapi sering sekali dilakukan.

Gambar 8. Rhabdomyosarcoma
Melanoma maligna
Melanoma maligna kelopak mata sama seperti ditempat lain di kulit dan
dibedakan dengan tiga variasi: Melanoma spreading superficial, Melanoma maligna
lentigo dan Melanoma nodulare. Tidak semua melanoma berpigmen. Paling banyak
lesi berpigmen pada kulit kelopak mata bukan melanoma. Oleh karenanya biopsy
sebaiknya dilakukan untuk memastikan diagnosis prognosis melanoma kulit tergantung
dari kedalaman invasi atau tebalnya lesi.

TUMOR KONJUNGTIVA
Tumor jinak primer konjungtiva
Nevus
Sepertiga dari nevus melanostik konjungtiva kurang berpigmen. Secara
histologis, nevus konjungtiva terdiri dari sarang – sarang atau lembaran – lembaran dari
sel – sel nevus. Nevus konjungtiva sama seperti ditempat lain, jarang menjadi ganas.

281
Gambar 9. Konjungtiva nevus
Papilloma
Papilloma konjungtiva sering dijumpai di dekat limbus, diatas karankula, atau
juga pada tepi kelopak. Pada karankula dan tepi kelopak biasanya lunak dan bertangkai,
dengan permukaannya irregular. Sering sekali tumbuh kembali setelah diangkat.

Gambar 10. Papilloma konjungtiva

Granuloma
Granuloma piogenik adalah variasi dari Haemangioma kapilare. Sering sekali
terjadi pada konjungtiva palpebra diatas kalazion atau didaerah baru dilakukan insisi.
Inflamasi granulomatous terjadi pada sekitar benda asing dan bersamaan
dengan penyakit seperti Coccidiodomycosis dan Sarkoidosis. Folikel inflamasi ini
dapat berbentuk plak yang meninggi atau nodul di kulit atau konjungtiva dari kelopak
mata.

282
Gambar 11. Granuloma konjungtiva
Tumor dermoid
Merupakan tumor congenital yang jarang ditemukan, berbentuk massa bulat
dengan permukaan yang halus, warna kuning, sering sekali terdapat rambut. Tumor ini
melekat erat pada dasarnya, sering sekali membesar selama pubertas. Pengangkatan
tumor atas indikasi kosmetik menggangu atau mengancam penglihatan.

Gambar 12. Kista dermoid

Dermolipoma
Merupakan tumor kongenital yang umum, biasanya terlihat massa tumor yang
rata, tumbuh di kuadran temporal atas dari konjungtiva bulbi dekat kantus lateral.
Pengobatan biasanya tidak diindikasikan, pengangkatan sebagian tumor dapat
dilakukan jika pada tumor yang besar atau gangguan kosmetik.

Gambar 13. Dermolipoma


283
Tumor ganas primer Konjungtiva Bulbi
Karsinoma
Karsinoma konjungtiva sering sekali tumbuh di limbus pada area fissure
palpebra dan jarang didaerah yang tidak terpajan. Beberapa tumor ini mirip pterigium.
Paling banyak permukaannya mengandung gelatin; kadang terdapat abnormal
keratisasi dari epitel berupa leukoplakia. Pertumbuhannya lambat dan invasi kedalam
dan jarang sekali metastase; oleh karenanya, eksisi yang komplit merupakan terapi
yang efektif.

Gambar 14. Squamous cell conjunctiva


Melanoma maligna
Melanoma maligna konjungtiva jarang didapat. Tumor ini dapat dilakukan local
eksisi. Bedah radikal tidak meningkatkan prognosis. Penggunaan terapi krayo sesudah
eksisi dapat mencegah rekuren.

Gambar 15. Melanoma konjungtiva


284
Limfosarkoma
Limfoma maligna konjungtiva sangat jarang didapat dibandingkan limfoid
hyperplasia. Tumor dapat meliputi orbita, dan beberapa kasus disertai limfoma
sistemik. Namun, lesi konjungtiva mungkin merupakan tanda awal dari problem
sistemik.

TUMOR INTRAOKULER
Tumor intraokuler jinak primer
Nevus
Nevus dapat terjadi di iris, badan silier, atau koroid. Biasanya lesi berpigmen
yang terletak di dalam stroma jaringan. Nevus koroid yang besar sulit dibedakan
dengan Melanoma maligna. Karena sulit dibedakan dengan Melanoma maligna
sebaiknya dibuat foto fundus. Observasi sebaiknya dilakukan secara periodic untuk
memantau perubahannya.

Gambar 16. Nevus iris, Nevus koroid


Haemangioma koroid
Haemangioma koroid paling banyak terjadi pada kasus – kasus sindroma Struge
weber bersama dengan glaucoma a infantile unilateral. Tumor meliputi pole
posterior, biasanya dekat optic disc dan kadang – kadang meluas hingga ke ekuator,
sering sekali bagian temporal. Tumor ini dapat menghasilkan elevasi atau retina
detachment serous. Tepinya irregular, dan tumor tidak pernah berpigmen.
Haemangioma dapat menghasilkan defek lapang pandang arkuata atau skotoma.
Glaukoma sekunder, biasanya sukar disembuhkan disertai Haemangioma
koroidal yang besar. Tumor ini sulit dibedakan dengan Melanoma maligna. Ada
kalanya, Haemangioma koroid dapat diterapi dengan fotokoagulasi untuk membatasi
perluasan dan derajat dari retinal detachment serous yang menyertainya. Enukleasi
mungkin diperlukan untuk tumor yang bandel ini dan nyeri glaucoma.

285
Gambar 17. Hemangioma koroid

Tumor intraokuler primer ganas


Melanoma maligna
Paling banyak didapatkan pada kantus uvealis dan paling umum ditemukan
pada populasi kulit putih di USA. Usia rata – rata pasien dengan tumor ini adalah 50
tahun. Hampir selalu unilateral. 85% terlihat di koroid, 9% badan silier, dan 6% iris.
Paling banyak tumor koroid pada bagian posterior mata, terutama pada bagian
temporal. Melanoma maligna intraokuler ini dapat menyebar langsung melalui sclera,
invasi local dari struktur intraokuler atau dengan metastase.
Manifestasi klinis biasanya tidak ada kecuali bila makula terkena. Pada stadium
lanjut, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan retinal detachment dengan hilangnya
sejumlah besar lapang pandang. Bila terjadi glaucoma baru terasa sakit
Banyak Melanoma maligna intrakuler dapat dilihat dengan ophtalmoskop.
Enukleasi merupakan tindakan yang sering dilakukan. Radioterapi memberikan hasil
yang memuaskan pada tumor yang masih kecil.

286
Gambar 18. Melanoma Fundus

Retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor ganas intraokuler pada anak – anak. Dua
pertiga dari kasus terlihat sebelum usia 3 tahun. Lebih kurang 30% dari tumor ini
bilateral. Retinoblastoma ini terbentuk dari hasil mutasi gen dominan autosomal (94%),
hanya 6% familial.
Retinoblastoma biasanya muncul dari retina posterior. Pertumbuhannya
menjadi noduler, dengan beberapa satelit atau bibit nodul yang dapat menghasilkan
multiple tumor sekunder. Secara perlahan mengisi bola mata dan menyebar melalui
saraf mata ke otak. Secara mikroskopis terlihat sel Flexner – Wintersteiner rosettes.
Sering juga didapat perubahan degeneratif, nekrosis, dan kalsifikasi.
Retinoblastoma biasanya baru terlihat bila pupil mata terlihat putih (mata
kucing). Pada umumnya makin awal ditemukan dan diterapi maka makin baik
prognosisnya. Enukleasi merupakan pilihan terapi untuk retinoblastoma yang besar,
tumor yang masih kecil dapat diterapi dengan fotokoagulasi, radioterapi, kadang
ditambah dengan kemoterapi, krioterapi atau fotokoagulasi.

287
Gambar 19. Retinoblastoma
Tumor orbita
Bergesernya posisi bola mata dapat menentukan lokasi dari tumor yang terdapat
di belakang bola mata. Misalnya tumor posterior akan mendorong bola mata lebih ke
anterior. Dengan adanya pergeseran posisi bola mata, diplopia merupakan gejala yang
sering dikeluhkan pasien. Tekanan yang dihasilkan dari tumor terhadap bola mata
288
menyebabkan proptosis. Tekanan ini mempengaruhi suplai darah ke saraf optic dan
retina, menyebabkan penglihatan buram. Terpajannya bola mata ini terjadi karena
ketidakmampuan menutup kelopak mata yang akan menyebabkan kerusakkan epitel
kornea dan menghasilkan rasa sakit dan iritasi.
Pemeriksaan CT scan, MRI (Magnetic Resonance Imaging)dan USG dapat
menolong diagnosis tumor orbita. Selain itu pemeriksaan ini dapat membantu ahli
bedah dalam menentuka kapan dan dimana eksplorasi tumor itu dilakukan.

Gambar 20. Proptosis OD dengan Tumor retrobulbar

289
290

Anda mungkin juga menyukai