Anda di halaman 1dari 189

Buku Penuntun Keterampilan Klinis

Tahun Pertama
Edisi kedua

Editor:
Yenni Limyati, dr., S.Sn., Sp.KFR., M.Kes
Abram Pratama, dr., DPCP
Teresa Lucretia, dr., M.Kes

Bagian Keterampilan Klinik


Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha
Bandung

Untuk kalangan sendiri


Cetakan I, 2019
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan Pengasih, sumber segala ilmu dan
pengetahuan atas berkatNya Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
dapat terus menerbitkan buku-buku Materi Pengetahuan, Ketrampilan Klinik dan
Penuntun Praktikum yang khusus untuk dipergunakan bagi mahasiswa/i
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

Buku-buku tersebut ditulis dan disusun oleh para Staf Pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, untuk itu kami Pimpinan sangat
menghargai dan mengucapkan banyak terima kasih kepada semua kontributor
dan editor.

Semoga buku-buku ajar ini dapat dimanfaatkan dalam menunjang,


meningkatkan pengetahuan bagi para mahasiswa/i peserta didik dalam menuju
terciptanya dokter yang profesional dan kompeten (Five Star Doctor).

Namun tentunya tidaklah cukup jika hanya mengandalkan buku-buku ajar ini
saja, untuk itu para peserta didik harus tetap melengkapi dari sumber lain dan
mengikuti pengetahuan kedokteran yang terus berkembangan dengan pesat.

Akhir kata, Pimpinan dan seluruh Pendidik Fakultas Kedokteran mengucapkan


Selamat Belajar. Tuhan memberkati.

“Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan,


tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”
(Amsal 1:7)

Studio est Orare


Integrity, Care and Excellence (ICE)

Bandung, Agustus 2019


Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha

Lusiana Darsono, dr.,M.Kes

iii
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku penunjang
pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang
merujuk kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dalam
penerapan KKNI, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Melalui sistem pembelajaran PBL mahasiswa dituntut aktif, mandiri dan belajar
sepanjang hayat. Metode-metode pembelajaran diarahkan untuk memancing
keingintahuan, memotivasi mahasiswa untuk belajar secara mandiri, melatih
untuk berpikir kritis yang berguna baik pada saat berkuliah maupun ketika
mahasiswa sudah terjun di masyarakat sebagai dokter. Pembelajaran ini akan
berhasil apabila mahasiswa aktif dalam mencari materi pengetahuan dari
berbagai sumber yang dapat dipercaya dan dengan demikian melalui
pembelajaran mandiri mahasiswa akan lebih mengingat apa yang telah mereka
pelajari dan menguasai keahlian untuk belajar.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha menerbitkan panduan


belajar berupa buku dengan maksud menjembatani tujuan pembelajaran dengan
materi dunia kedokteran yang sangat banyak, dinamis, dan kompleks. Tidak ada
buku yang dapat menjelaskan kompleksitas dan pengembangannya hanya
seorang pembelajar yang dapat menjawab tantangan ini di masa depan. Isi buku
ini hanya mencakup panduan umum dari materi yang harus dipelajari oleh
mahasiswa secara individual. Mahasiswa wajib mencari sumber pustaka lain
untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mereka. Melalui buku ini
diharapkan mahasiswa dapat lebih terarah dan termotivasi untuk mempelajari
lebih dalam lagi berbagai topik baik materi pengetahuan, praktikum, dan
ketrampilan klinik.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini.

Bandung, Agustus 2019


Ketua MEU Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha

July Ivone, dr., M.K.K, M.Pd.Ked

v
PRAKATA

Buku Penuntun Keterampilan Klinik ini disusun untuk membantu mahasiswa


kedokteran dalam mempelajari keterampilan klinik dasar. Keterampilan adalah
sesuatu hal yang harus dilatih agar menjadi mahir. Ketrampilan klinik dasar
adalah melakukan keterampilan yang berhubungan dengan prosedur klinik baik
menggunakan manekin maupun terhadap pasien simulasi dengan didasari oleh
sikap empati dan profesionalisme.
Sebagaimana sebuah bangunan dapat berdiri kokoh bila ditopang oleh fondasi
yang kuat, demikian juga harapan kami sebagai pendidik, dapat meletakkan
fondasi yang benar sebagai landasan saat menempuh program pendidikan
sarjana kedokteran, program pendidikan dokter di rumah sakit dan saat
menjadi seorang dokter kelak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penerbitan buku ini. Kami berharap buku ini dapat
bermanfaat terutama bagi para mahasiswa yang mempelajarinya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam buku ini, sebab itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Bandung, Agustus 2019


Kepala Bagian Keterampilan Klinik Universitas Kristen Maranatha

Yenni Limyati, dr., S.Sn., Sp.KFR., M.Kes

vii
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ............................................................................................. iii


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
DAFTAR KONTRIBUTOR ................................................................................. xi

Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik .................................................................. 1


Pemeriksaan Fisik Dasar .................................................................................... 2
Tanda Vital ........................................................................................................... 9
Pemeriksaan Tekanan Darah ......................................................................... 9
Pemeriksaan Suhu ......................................................................................... 11
Pemeriksaan Denyut Nadi ........................................................................... 16
Palpasi Denyut Arteri Ekstremitas dan Capillary Refill Time ................ 18
Pemeriksaan Pernapasan .............................................................................. 21

Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi ....................................................... 25


Universal Precaution ......................................................................................... 26
Cuci Tangan 7 Langkah ................................................................................ 26
Antisepsis Tangan untuk Tindakan Operasi ............................................. 28
Prinsip Aseptik Dan Antiseptik ................................................................... 30
Alat Pelindung Diri ....................................................................................... 31
Keterampilan Komunikasi ............................................................................... 32
Contoh-Contoh Skenario .................................................................................. 36
Skenario 1. Demam Tifoid ............................................................................ 36
Skenario 2. Dengue Hemorrhagic Fever..................................................... 37
Skenario 3. ISPA ............................................................................................. 38
Skenario 4. Demam Malaria ......................................................................... 39

Sistem Muskuloskeletal ..................................................................................... 41


Anamnesis Sistem Muskuloskeletal ............................................................... 42
Contoh Skenario Osteoarthritis ....................................................................... 45
Pemeriksaan Extremitas ................................................................................... 47
Pemeriksaan Tulang Belakang dan Postur .................................................... 58
Penilaian Postur dan Habitus .......................................................................... 64
Pemeriksaan Integritas Ligamenta Sendi Lutut ............................................ 67
Pemeriksaan Sendi Sacroiliaca ........................................................................ 72

Hematologi dan Imunologi ................................................................................ 75


Phlebotomy Menggunakan Syringe dan Prinsip Penanganan Jarum ....... 76
Phlebotomy Menggunakan Vacutainer dan Prinsip Penanganan Jarum............ 81

ix
Pemeriksaan Darah Kapiler ..............................................................................86
Tes Rumpel Leede ..............................................................................................88
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening (KGB) ...................................................90
Teknik Injeksi Intramuskular ...........................................................................95
Teknik Injeksi Intrakutan ................................................................................100
Anamnesis dan Konseling Anemia Defisiensi Fe dan Thalasemia ...........102
Anemia Defisiensi Besi ................................................................................102
Thalassemia ...................................................................................................106

Sistem Endokrin..................................................................................................121
Penilaian Status Gizi Dewasa .........................................................................122
Teknik Injeksi Subkutan dan Pemberian Insulin Pada Diabetes Mellitus (DM)
Tanpa Komplikasi ...............................................................................................135
Pemeriksaan Glandula Tiroid dan Pemeriksaan Fisik Umum Penyakit Tiroid .141
Anamnesis .........................................................................................................146
Contoh Skenario Diabetes Melitus .............................................................146

Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh................................................................149


Pemeriksaan Ginjal dan Saluran Kemih ........................................................150
Pemasangan Kateter Uretra ............................................................................153
Pemasangan Infus ............................................................................................157
Pemasangan Infus Pada Anak ....................................................................157
Pemasangan Infus Pada Dewasa ................................................................158
Anamnesis Sistem Urinarius ..........................................................................170

x
DAFTAR KONTRIBUTOR

dr. Adrian Suhendra, Sp.PK., M.Kes


dr. Abram Pratama T., DPCP
dr. Budi Widyarto Lana, M.H.
dr. Cherry Azaria, M.Kes
dr. Decky Gunawan, M.Kes., AIFO
Dr. Diana Krisanti Jasaputra, dr., M.Kes
dr. Fanny Rahardja, M.Si
Dr. Fen Tih, dr., M.Kes
dr. Harijadi Pramono, M.Kes
dr. Hendra Subroto, Sp.PK
dr. Imelda, M.Kes
dr. Jeanny Ervie Ladi, M.Kes., PA
dr. Julia Windi G, M.Kes
dr. Kartika Dewi, M.Kes., Sp.Ak., PA(K)
dr. Larissa, Sp.PK., MMRS
dr. Limdawati, Sp.PD
dr. Lusiana Darsono, M.Kes
dr. Mariska Elisabeth, M.Kes
Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes
dr. Penny Setyawati Martioso, Sp.PK., M.Kes
dr. Winsa Husin, M.Sc., M.Kes., PA(K)
dr. Widura, M.Kes
dr. Yenni Limyati, S.Sn., Sp.KFR., M.Kes
Blok 3

Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik


Blok 3

Pemeriksaan Fisik Dasar


Tingkat Keterampilan: 4A
Imelda, Fanny Rahardja

Tujuan Instruksional umum :


1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fisik dasar dengan cara melihat
(inspeksi).
2. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fisik dasar dengan cara meraba
atau menekan (palpasi).
3. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fisik diagnostik dengan cara
mengetuk (perkusi).
4. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fisik diagnostik dengan cara
mendengarkan suara dengan menggunakan stetoskop (auskultasi).

Tujuan Instruksional Khusus :


1. Mahasiswa dapat melakukan pengamatan dan melihat langsung badan/
anggota badan dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa dapat memeriksa keadaan / kelainan yang terjadi di bawah
permukaan kulit dengan baik dan benar.
3. Mahasiswa dapat mengevaluasi ukuran, konsistensi/ densitas dan batas
struktur- struktur yang berada ± 4 – 5 cm di bawah kulit
4. Mahasiswa dapat menggunakan stetoskop dengan benar untuk
mendengarkan suara yang terdapat di dalam tubuh

Teknik pemeriksaan fisik dasar meliputi


1. Inspeksi, yaitu pengamatan yang menggunakan indera penglihatan dan
indera penghidu. Pada pengamatan dengan indera penglihatan, dapat
diketahui pola respirasi pasien. Misalkan takipnoe disertai dasar jari sianosis
(hipoksia). Pengamatan membutuhkan area pemeriksaan tubuh terbuka,
pencahayaan yang cukup dan tambahan, berupa cahaya tangensial (cahaya
yang disinarkan dengan sudut tertentu untuk menambahkan aksentuasi
berupa bayangan dan konfirmasi ulang pemeriksaan yang sifatnya minimal/
tidak kentara.
Penghidu memberikan informasi penting status pasien. Contoh bau khas
pasien diabetik ketoasidosis “fruity odor” berbeda dengan bau nanah pada
infeksi pseudomonas, berbeda lagi dengan bau uremia pada pasien gagal
ginjal kronis.

Yang dilaporkan meliputi:

Keadaan Umum / Kesan Umum sakit (ringan / sedang / berat)


Kesadaran (CM, Apatis, Somnolen, Sopor/ Stupor, Koma)
Ekspresi Wajah (anxious / depressed / menahan nyeri)
- Sistem Kardiorespirasi: pucat, diaforesis, dyspnoe d’effort, wheezing,
batuk
- Nyeri: meringis, berkeringat, posisi tertentu

2
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

- Cemas/ Depresi: gerakan spontan repetitif, palmar dingin lembab,


afek datar, kontak mata kurang, psikomotor melambat
Odors (alkohol, aseton, uremia, gagal hepar)
TB & BB (truncal fat, thin limb – Cushing / metabolic syndrome / resisten
insulin)
BMI kualitatif (overweight / obese / normal / underweight)
Postur & Habitus (leptosome / astenikus / atletikus / piknikus)
Gaya berjalan (Spastic Hemiparesis / Paresis Spastic Bilateral / Steppage
Gait / Sensory Ataxia / Cerebellar Ataxia / Parkinsonian Gait / Gait of
Older Age)

Minta pasien membuka baju dan ambil posisi duduk / berbaring


 Sikap (cara duduk / berbaring – miring kiri/ kanan, letak paksa?)
 Pergerakan (pernafasan, extremitas superior & inferior)
 Deformitas (skoliosis / lordosis / kifosis / tumor)
 Rambut (warna seperti rambut jagung / rapuh / mudah dicabut /
bercabang, dsb)
 Mukosa (konjungtiva mata, bibir)
 Kulit (pigmentasi / anemis / sianosis / ikterik)
 Kuku (clubbing finger / spoon nail / sianosis perifer)

Terminologi diatas akan dipelajari di blok-blok berikutnya, misalnya untuk


postur, habitus, gait, akan dibahas secara mendalam di blok 5, BMI di blok 7, dst.

2. Palpasi merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tangan berupa


perabaan. Yang perlu diperhatikan pada teknik palpasi, kuku pemeriksa
HARUS pendek, tangan dalam kondisi hangat. Tangan yang dingin
menyebabkan otot berkontraksi. Instruksikan pasien agar rileks, bernafas
normal selama pemeriksaan palpasi serta informasikan lokasi, kapan dan
bagaimana palpasi yang akan dilakukan pada pasien.
Tangan merupakan alat yang penting dalam teknik palpasi. Area tangan
yang berbeda akan memiliki sensitivitas yang berbeda, Misalkan, sensitivitas
terhadap suhu tubuh lebih akurat bila dilakukan dengan punggung tangan.
Permukaan telapak tangan, khususnya area sendi metacarpophalangeal dan
sisi ulnar tangan sensitif terhadap vibrasi, seperti cardiac thrill dan tactile
fremitus. Bantalan keempat jari tangan bermanfaat pada perabaan taktil
halus, kelembaban dan tekstur kulit; suspek massa, pulsasi, edema dan
krepitasi serta organ tubuh (meliputi bentuk, ukuran, lokasi, mobilitas dan
konsistensi).
Palpasi dengan sarung tangan dilakukan pada area luka terbuka, lesi kulit
atau area tubuh yang mensekresikan sekret tubuh, pemeriksaan organ dalam,
seperti rongga mulut dan rektum.
Dua teknik palpasi, yaitu palpasi dangkal dan palpasi dalam. Palpasi
dangkal umum dilakukan sebelum palpasi dalam. Penekanan pada palpasi
dangkal bersfiat di permukaan, lembut dan halus. Bantalan jari dengan

3
Blok 3

kedalaman 1 cm bawah permukaan kulit. Informasi berupa tekstur dan


kelembaban, massa ukuran besar dan bersifat superfisial, cairan, kontraksi
otot dan nyeri tekan superfisial. Jari-jari dirapatkan, bantalan jari menempel
halus di permukaan area palpasi. Tangan dan lengan sejajar area
pemeriksaan. Penekanan sedalam 1 cm dengan halus, lembut dan gerakan
sirkuler. Setelah penekanan, observasi area penekanan tersebut apakah
rebound ke posisi semula. Bila pasien geli, angkat tangan sebelum bergeser ke
area lain. Eksplorasi area sekitar pemeriksaan dan ulangi. Lanjutkan
menggerakkan bantalan jari sampai semua area diperiksa. Bila pasien
mengeluh nyeri, palpasi area tersebut di akhir pemeriksaan.
Palpasi dalam penting untuk mengetahui posisi / lokasi massa dan organ,
meliputi ukuran, bentuk, perlekatan dan konsistensi serta area yang nyeri.
Palpasi dalam untuk memeriksa struktur organ dalam sampai kedalaman 4-5
cm atau lebih. Teknik palpasi tersering dilakukan pada abdomen dan organ
reproduksi.

Turgor / karakteristik kulit (normal, kencang contohnya botox,


kendor/senile, turgor kembali lambat)

Palpasi: kuku pemeriksa harus pendek, tangan hangat, instruksi pasien rileks,
informasi saat akan melakukan palpasi (lokasi, kapan, bagaimana
penekanannya)
- Suhu pada lokasi: dahi, leher, ketiak dengan dorsum manus
- Vibrasi seperti taktil fremitus, cardiac thrill dengan sisi ulnar manus.
- Taktil halus, kelembaban, tekstur,massa, pulsasi, edema & krepitasi,
bentuk, ukuran, letak, mobilitas dan konsistensi organ dengan
bantalan ujung jari.
Abdomen
- Palpasi Dangkal keempat kuadran
- Palpasi Dalam daerah suspek nyeri tekan
Oedem (tekan pretibial / malleolus medialis / lateralis / dorsum pedis)
Karakteristik (Pitting / Non Pitting Oedem)
Lokasi (generalized / localized / postural oedem)
Tanda-tanda inflamasi (Tumor, rubor, calor, dolor, functio laesa)
Karakteristik (lokasi, bentuk, ukuran, permukaan, konsistensi,
mobilitas, nyeri tekan)
Pergerakan Pernafasan (blok 13-14)
- Kedua palmar manus (digiti II-IV) di arcus costalis
- Kedua palmar manus (digiti I) didekatkan menjepit kulit tapi tidak
menempel
- Instruksi pasien inspirasi dalam dan ekspirasi pasif – (A)Simetris?
Vibrasi / Tactile fremitus (blok 13-14)
- Letakkan kedua sisi ulnar manus pada masing- masing hemithoraks
- Instruksi pasien berbicara nada rendah (2-2-2 / tujuh-puluh-tujuh)
- Evaluasi – Laporkan (A)Simetris?

4
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

3. Perkusi
Teknik Perkusi
 Pemeriksa menempatkan jari tengah tangan kirinya pada permukaan
tubuh pasien yang akan diperiksa dalam posisi hiperekstensi. Tekan
bagian distal sendi interfalang dengan kuat pada permukaan yang akan
diperkusi
 Hindari kontak permukaan yang akan diperkusi dengan bagian lain
tangan karena akan meredan getaran. Pastikan ibu jari, jari 2, 4 dan 5
tidak menyentuh permukaan yang akan diperkusi
 Posisikan lengan kanan cukup dekat dengan permukaan tangan
mengokang ke atas. Jari tengah harus sedikit fleksi, santai dan siap
mengetuk
 Dengan cepat namun santai, ketukkan ujung jari tengah tangan kanan
(perkusor) ke arah jari tengah tangan kiri (pleksimeter) dengan titik
tumpu berada di pergelangan tangan. Bagian yang diketuk adalah
permukaan dorsal sendi distal interphalanx atau phalanx media bagian
distal jari 3 tangan kiri.
 Ketuk menggunakan ujung jari tengah, bukan dengan bantalan jari. Kuku
pemeriksa dianjurkan pendek.
 Pemeriksa segera menarik jarinya dengan cepat setelah mengetuk untuk
menghindari teredamnya getaran
 Untuk pemeriksa yang kidal, secara umum diperbolehkan menukar
tangan pleksimeter menjadi tangan kanan dan perkusor menjadi tangan
kiri. Namun perlu diperhatikan ada posisi-posisi tertentu dimana
memang antara tangan kiri/kanan sebagai pleksimeter/perkusor perlu
ditukar. Sehingga ada baiknya untuk tetap bisa melakukan dengan
bertukar tangan kanan dan kiri.
Deskripsi suara perkusi :
1. Redup/ dull, dapat didengar di atas permukaan yang solid, misalnya
hepar
2. Resonan/ sonor, dapat didengar di atas jaringan paru-paru normal
3. Timpani, dapat didengar di atas sebagian besar permukaan rongga
abdomen

4. Auskultasi adalah mendengarkan suara yang terdapat di dalam tubuh


dengan bantuan alat yang disebut stetoskop. Alat ini berfungsi sebagai
saluran pendengaran di luar tubuh dan meredam suara di sekitarnya. Dari
pemeriksaan auskultasi, pemeriksa dapat mendengarkan suara-suara secara
kualitatif dan kuantitatif yang ditimbulakn oleh organ-organ seperti jantung,
pembuluh darah, paru-paru dan usus.
Bagian yang akan menempel pada permukaan tubuh pasien terdiri atas
dua sisi permukaan yaitu
1. Sisi membran, dengan diameter 3,5 – 4 cm
2. Sisi bel atau cup yang berbentuk corong dan berdiameter 3,8 cm

5
Blok 3

Teknik auskultasi
Pasangkan kedua ear plug ke dalam telinga sehingga betul-betul masuk
ke dalam lubang telinga tetapi tidak menekan, Bagian bel meneruskan sebagian
besar suara dengan frekuensi rendah sedangkan bagian membran meneruskan
suara berfrekuensi tinggi

Referensi
1. Estes MEZ. 2010, Health Assessment and Physical Examination, 4th ed, Delmar Cengage
Learning, USA.
2. Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
edn, Lippincott Williams & Wilkins, China.
3. Duijnhoven & Belle 2009, Skills in Medicine: The Pulmonary Examination.
4. About BMI for adults 2013, dilihat 12 maret 2014.

Check List Inspeksi


Skor
No Kriteria
0 1 2 3
- Salam
- Perkenalan singkat
1.
- Konfirmasi Identitas Pasien
(Nama, Usia, No MedRek)
INSPEKSI menggunakan indera:
Penglihatan – pasien diminta membuka baju, cukup cahaya,
2.
± cahaya tangensial
Penciuman – “fruity odor”, bau nanah, bau lain-lain
KEADAAN UMUM / KESAN UMUM sakit (ringan / sedang /
berat) KESADARAN (CM, Apatis, Somnolen, Sopor/ Stupor,
Koma)
EKSPRESI WAJAH (anxious / depressed / menahan nyeri)
- Sistem Kardiorespirasi: pucat, diaforesis, dyspnoe d’effort,
3.
wheezing, batuk
- Nyeri: meringgis, berkeringat, posisi tertentu
- Cemas/ Depresi: gerakan spontan repetitif, palmar dingin
lembab, afek datar, kontak mata kurang, psikomotor
melambat
Odors (alkohol, aseton, uremia, gagal hepar) TB & BB (truncal fat,
4. thin limb – Cushing / metabolic syndrome / resisten insulin)
BMI kualitatif (overweight / obese / normal / underweight)
Postur & Habitus (leptosome / astenikus / atletikus / piknikus )
Gaya berjalan (Spastic Hemiparesis / Paresis Spastic Bilateral /
5.
Steppage Gait / Sensory Ataxia / Cerebellar Ataxia
/ Parkinsonian Gait / Gait of Older Age)
Minta pasien membuka baju dan ambil posisi duduk / berbaring
SIKAP (cara duduk / berbaring – miring kiri/ kanan, letak paksa?)
6.
PERGERAKAN
(pernafasan, extremitas superior & inferior)

6
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

DEFORMITAS
(skoliosis / lordosis / kifosis / tumor)
Rambut (warna seperti rambut jagung / rapuh / mudah dicabut /
bercabang, dsb)
7. Mukosa (konjungtiva mata, bibir)
Kulit (pigmentasi / anemis / sianosis / ikterik)
Kuku (clubbing finger / spoon nail / sianosis perifer)
TOTAL SKOR

Check List Palpasi

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
- Salam, Perkenalan & Konfirmasi Identitas Pasien
(Nama, Usia, No MR)
- Penjelasan singkat ttg pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
(bahasa awam )
- Instruksi pasien membuka baju dan berbaring (dokter di
sisi kanan pasien)
TURGOR / KARAKTERISTIK KULIT (normal, kencang,
2.
kendor/senile, turgor kembali lambat)
Yang penting:
PALPASI: kuku pendek, tangan hangat, instruksi pasien
rileks, informasi saat akan melakukan palpasi (lokasi, kapan,
bagaimana penekanannya)
- Suhu (dorsum manus)
3.
- Vibrasi Taktil Fremitus, cardiac thrill (palmar manus
metacarpophalangeal (MCP) joint, sisi ulnar)
- Taktil halus, kelembaban, tekstur,massa, pulsasi, edema
& krepitasi, bentuk, ukuran, letak, mobilitas dan
konsistensi organ –(bantalan jari)
Abdomen
4. - PALPASI DANGKAL keempat kuadran
- PALPASI DALAM daerah suspek nyeri tekan
OEDEM (tekan pretibial / malleolus medialis / lateralis /
dorsum pedis)
5.
KARAKTERISTIK (Pitting / Non Pitting Oedem)
LOKASI (generalized / localized / postural oedem)
Tanda-tanda inflamasi (Tumor, rubor, calor, dolor, functio
laesa)
6.
KARAKTERISTIK (lokasi, bentuk, ukuran, permukaan,
konsistensi, mobilitas, nyeri tekan)
Pergerakan Pernafasan
- Kedua palmar manus (digiti II-IV) di arcus costalis
7.
- Kedua palmar manus (digiti I) didekatkan menjepit kulit
tapi tidak menempel

7
Blok 3

- Instruksi pasien inspirasi dalam dan ekspirasi pasif –


(A)SIMETRIS?
Vibrasi / Tactile
- Letakkan kedua sisi ulnar manus pada masing- masing
hemithoraks
8.
- Instruksi pasien berbicara nada rendah (2-2-2 / tujuh-
puluh-tujuh)
- Evaluasi – LAPORKAN (A)SIMETRIS?
TOTAL SKOR

Check List Perkusi


SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3
Tangan kiri diletakkan pada permukaan yang akan diperkusi
1. dengan jari tengah saja yang menempel pada bagian yang akan
diperiksa
Tangan kanan mengetuk dengan jari tengah pada permukaan
2. dorsal phalanx media bagian distal atau sendi interphalanx
distal dari jari ketiga tangan kiri
Posisi jari tengah tangan kanan tegak lurus dengan permukaan
3.
yang akan di perkusi
Melakukan perkusi untuk mendengarkan suara resonan pada
4.
dinding thorax
Melakukan perkusi untuk mendengarkan suara timpani pada
5.
dinding abdomen
Melakukan perkusi untuk mendengarkan suara dull pada
6.
dinding abdomen daerah hepar

Check List Auskultasi


SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3
Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur
1.
penderita sambil berkomunikasi
Pemeriksa memberikan instruksi kepada penderita untuk
2.
memuka pakaian dan berbaring
3. Pemeriksa meletakkan ear plug dengan benar pada telinga
Pemeriksa meletakkan sisi membrane pada daerah yang akan
4.
diperiksa dengan benar
Pemeriksa meletakkan sisi bel pada daerah yang akan
5.
diperiksa dengan benar

8
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

Tanda Vital
Pemeriksaan Tekanan Darah
Tingkat Keterampilan: 4A
Decky Gunawan

Tujuan: Mengukur tekanan darah


Alat dan Bahan: Sphygmomanometer, Stetoskop, Kursi atau meja periksa

Teknik Pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
3. Mempersilahkan pasien untuk istirahat paling tidak 5 menit dalam posisi
pemeriksaan (posisi duduk).
4. Pastikan ruang pemeriksaan tenang dan nyaman.
5. Lengan yang akan diperiksa harus bebas dari pakaian. Pastikan pada lengan
tersebut tidak terdapat Cimino shunt (AV shunt) untuk dialysis atau bekas
luka yang menyebabkan diskontinuitas arteri brachialis, maupun
limfaoedem.
6. Lakukan palpasi pada arteri brakhialis untuk memastikan terabanya denyut
(lihat halaman 21).
7. Posisikan lengan pasien sedemikian rupa sehingga arteri brakhialis sejajar
dengan jantung. Apabila pasien dengan posisi duduk maka letakkan lengan
pada meja sedikit diatas pinggul.
8. Tentukan ukuran manset. Bila manset terlalu besar untuk lengan pasien,
seperti pada anak- anak, maka pembacaannya akan lebih rendah dari tekanan
sebenarnya. Bila manset terlalu kecil, misalnya pada penggunaan manset
standar pada pasein obes, maka pembacaan tekanan akan lebih tinggi
dibanding tekanan sebenarnya.
9. Pasang manset pada lengan atas. Batas bawah manset harus berada 2.5 cm
atau 2 jari di atas fossa cubiti, dan perut balon manset (tanda lingkaran
bergaris tengah ɸ) harus sejajar dengan arteri brakialis. Setelah manset
terpasang, 2 jari pemeriksa harus dapat masuk di sela-sela manset dan kulit
pasien.
10. Posisikan lengan pasien sedemikan rupa sehingga siku sedikit fleksi.
11. Pompa manset hingga mengembang. Untuk menentukan seberapa tinggi
tekanan manset, pertama-tama perkirakan tekanan sistolik dengan palpasi.
Raba arteri radialis dengan satu tangan, kembangkan manset secara cepat
sampai dengan pulsasi arteri radialis menghilang. Baca tekanan yang terbaca
pada manometer, lalu tambahkan 30 mmHg. Gunakan jumlah ini sebagai
target untuk MENGEMBANGKAN manset sehingga mengurangi
ketidaknyamanan karena manset yang terlalu kencang.
12. Tempatkan membran stetoskop pada arteri brachialis.
13. Kempiskan manset dan tunggu 15-30 detik.
14. Kembangkan manset secara cepat sampai dengan tekanan yang telah
ditentukan sebelumnya.
15. Kempiskan secara perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik.

9
Blok 3

16. Bunyi pertama yang terdengar adalah tekanan sistolik pasien.


17. Titik dimana bunyi terdengar menghilang merupakan tekanan diastolik
pasien
18. Kemudian kempiskan manset secara cepat hingga nol.
19. Tunggu selama 2 menit, kemudian ulangi pemeriksaan untuk mendapatkan
nilai rata- rata.

Check List Pemeriksaan Tekanan Darah Arteri

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
 Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan
yang akan dilakukan.
1.
 Persilahkan pasien untuk istirahat paling tidak 5 menit dalam
posisi pemeriksaan.
 Lengan yang akan diperiksa harus bebas dari AV shunt atau
cedera a. brachialis
Lakukan palpasi pada arteri brachialis untuk
memastikan terabanya denyut.
2.  Posisikan lengan pasien sedemikian rupa sehingga arteri
brachialis sejajar dengan jantung.
 Tentukan ukuran manset (tidak terlalu besar atau kecil)
 Pasang manset pada lengan atas, perut balon sejajar dengan a.
brachialis.
3.  Batas bawah manset berada pada 2.5 cm di atas fossa cubiti.
 Posisikan lengan pasien sedemikan rupa sehingga
siku sedikit fleksi.
Untuk menentukan seberapa tinggi tekanan manset, pertama-tama
perkirakan tekanan sistolik dengan palpasi :
 Raba arteri radialis dengan satu tangan, kembangkan manset
secara cepat sampai dengan pulsasi arteri radialis menghilang.
4.
 Baca tekanan yang terbaca pada manometer, lalu lanjutkan
memompa manset sampai 30 mmHg lebihnya dari angka
tersebut
 Tempatkan membran stetoskop pada arteri brachialis.
 Kempiskan manset secara perlahan dengan kecepatan 2-3
mmHg per detik.
5.
 Bunyi pertama yang terdengar adalah tekanan sistolik
pasien.
 Titik dimana bunyi terdengar menghilang merupakan tekanan
diastolik pasien.
6.  Kemudian kempiskan manset secara cepat hingga nol.
 Tunggu selama 2 menit, kemudian ulangi pemerik- saan untuk
mendapatkan nilai rata-rata.
TOTAL SKOR 18

10
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

Pemeriksaan Suhu
Tingkat Keterampilan: 4A
Julia Windi G.

Tujuan:
1. Mampu melakukan pengukuran suhu
2. Mampu menentukan letak-letak untuk mengukur suhu pada bayi dan anak

Alat dan Bahan:


1. Termometer raksa atau termometer digital
2. Kapas alkohol
3. Boneka/Manekin

Teknik Keterampilan Pemeriksaan suhu di aksilla


1. Pemeriksa menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya.
2. Siapkan termometer (air raksa, digital, dll).
3. Cuci tangan terlebih dahulu.
4. Bersihkan termometer dengan kapas alkohol.
5. Pastikan ketiak tidak basah agar tidak terjadi kesalahan dalam hasil
pemeriksaan suhu.
6. Selipkan di ketiak dan tunggu selama 10 menit (pada termometer digital sampai
bunyi).

Gambar Pengukuran Suhu Ketiak

Pemeriksaan suhu oral


1. Pastikan pasien tidak minum air dingin/air panas sebelum pemeriksaan
2. Bersihkan termometer dengan kapas alkohol.

11
Blok 3

3. Minta anak untuk membuka mulutnya dan angkat lidahnya.


4. Selipkan termometer di bawah lidah.
5. Minta pasien untuk menutup mulutnya kembali.
6. Tunggu selama 10 menit

Gambar Pengukuran Suhu Oral

Pemeriksaan suhu rektal


1. Bersihkan termometer dengan kapas alkohol.
2. Minta ibu untuk membukakan celana atau popok bayi.
3. Posisikan bayi miring dengan fleksi pada panggul.
4. Olesi termometer dengan lubrikan.
5. Masukkan termometer pada anus bayi dengan kedalaman 3-4 cm dengan
arah menuju umbilikus, pastikan bahwa bayi tidak sedang mengalami diare.
6. Tunggu selama 10 menit.

Gambar Pengukuran Suhu Rektal Pada Dewasa (Kiri) dan Bayi (Kanan)

12
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

Pemeriksaan suhu membran timpani


1. Pastikan kanalis auditori eksternus bebas dari serumen.
2. Posisikan probe pada kanalis sehingga sinar infrared mengarah ke membran
timpani (bila tidak, pengukuran tidak akan tepat).
3. Tunggu 2-3 detik sampai termometer digital terbaca.

Gambar Pemeriksaan Suhu dari Telinga

Analisis Hasil Pemeriksaan


1. Usia 0-3 bulan sebaiknya dilakukan pengukuran suhu di rectal.
2. Usia 3 bulan-4 tahun sudah mulai bisa dilakukan di aksila.
3. Usia 4 tahun keatas sudah mulai bisa dilakukan di oral.
4. Pada pemeriksaan suhu oral, suhu didapatkan dari aliran darah arteri karotis
eksterna.
5. Pemeriksaan suhu di rektal merupakan yang paling akurat karena mendekati
suhu inti tubuh.

Interpretasi hasil pemeriksaan suhu:


1. 36.1-37.2°C = normal.
2. 37.3-37.7°C = subfebris.
3. 37.8 - 38.9°C = febris “low-grade fever”.
4. >39.5°C = febris “high-grade fever”.

Demam atau pireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal.


Hiperpireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas 41,1 oC. Hipotermia adalah
penurunan suhu tubuh abnormal dibawah 35 oC per rektal.

Penyebab demam antara lain infeksi, trauma (seperti operasi atau cedera
kompresi), keganasan, kelainan darah (seperti anemia hemolitik akut), reaksi obat
dan gangguan imunitas (seperti collagen vascular disease).

Penyebab utama hipotermia adalah paparan terhadap dingin. Penyebab


predisposisi lain termasuk menurunnya pergerakan seperti pada paralisis,
vasokonstriksi seperti pada sepsis, konsumsi alkohol berlebih, kelaparan,
hipotiroidisme dan hipoglikemia. Orang tua merupakan golongan yang rentan
terhadap hipotermia dan lebih sedikit terjadi demam.

13
Blok 3

Referensi :
1. Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam. Kolegium
Ilmu Penyakit Dalam 2017.
2. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking,
10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 759.

Check List Pemeriksaan Suhu Ketiak

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
Mempersilakan pasien berbaring di meja periksa
Posisi pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
Siapkan thermometer air raksa/digital. Bersihkan ujungnya
dengan kapas alkohol
Kibaskan thermometer air raksa sehingga suhunya di bawah
2. 35°C.Termometer digital cukup ditekan
tombol on dan tunggu hingga muncul angka di layar.
Keringkan ketiak pasien agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengukuran suhu
Selipkan di ketiak pasien dan tunggu selama 10 menit (pada
thermometer digital tunggu hingga bunyi).
3.
Interpretasikan hasil : normal/tidak normal. Suhu normal :
36,4°C sd 37,2°C
TOTAL SKOR

Check List Pemeriksaan Suhu Oral

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
Mempersilakan anak berbaring di meja periksa
Posisikan bayi pada
Siapkan thermometer air raksa/digital. Bersihkan ujungnya
dengan kapas alkohol
Kibaskan thermometer air raksa sehingga suhunya
2.
di bawah 35°C.Termometer digital cukup ditekan tombol on
dan tunggu hingga muncul angka di layar.
Meminta anak membuka mulut dan mengangkat lidahnya
Taruh thermometer di bawah lidah dan minta anak menutup
mulutnya kembali
3. Tunggu selama 10 menit (pada thermometer digital tunggu
hingga bunyi).
Interpretasikan hasil : normal/tidak normal.
TOTAL SKOR

14
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

Check List Pemeriksaan Suhu Rektal

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
Meminta Ibu membuka celana/popok bayi
Posisikan bayi miring dengan fleksi pada panggul
Siapkan thermometer air raksa/digital. Bersihkan ujungnya
dengan kapas alkohol
Kibaskan thermometer air raksa sehingga suhunya
2.
di bawah 35°C.Termometer digital cukup ditekan tombol on
dan tunggu hingga muncul angka di layar.
Olesi thermometer dengan lubrikan
Masukkan thermometer pada anus bayi dengan kedalaman 3-
4 cm dengan arah menuju umbilicus, pastikan bahwa bayi
tidak sedang mengalami diare
3.
Tunggu selama 10 menit
(pada thermometer digital tunggu hingga bunyi).
Interpretasikan hasil : normal/tidak normal.
TOTAL SKOR

Check List Pemeriksaan Suhu Membran Timpani

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Pastikan kanalis auditori eksternus bebas dari serumen
Siapkan thermometer membran timpani digital. Bersihkan
ujungnya dengan kapas alkohol
2. Tekan tombol on
Posisikan probe pada kanalis sehingga sinar infrared
mengarah ke membran timpani
Tunggu selama 2-3 detik
3.
Interpretasikan hasil : normal/tidak normal.
TOTAL SKOR

15
Blok 3

Pemeriksaan Denyut Nadi


Tingkat Keterampilan: 4A
Decky Gunawan

Tujuan: Menilai sirkulasi perifer


Alat dan Bahan: Stetoskop dan Meja Periksa

Teknik Pemeriksaan Denyut Nadi Secara Umum


Disini akan dipakai a. radialis sebagai contoh untuk menjelaskan prinsip
pemeriksaan denyut nadi secara umum.
1. Pasien dalam posisi terlentang
2. Dengan menggunakan 2-3 jari (telunjuk dan jari tengah, dengan atau tanpa
jari manis), tekan arteri radialis terhadap dasar yang keras (yakni os radius)
sampai teraba denyut nadi. Yang perlu dinilai adalah frekuensi, irama dan
kuat angkat.
3. Apabila didapatkan frekuensi denyut dan irama normal, maka hitung
frekuensi selama 30 detik lalu kalikan 2. Jika frekuensi denyut nadi sangat
cepat atau sangat lambat, hitung selama 60 detik.
4. Bila irama irregular, cek irama dari denyut nadi (palpasi) bersamaan dengan
auskultasi apeks jantung.

Gambar posisi jari tangan ketika memegang nadi

Analisis Hasil Pemeriksaan


1. Frekuensi
Frekuensi nadi normal adalah antara 50 – 100 x/menit. Frekuensi nadi kurang
dari 50 x/menit disebut bradikardia. Frekuensi nadi lebih dari 100 x/menit
disebut takikardia.
2. Irama
Apabila irama ireguler, periksa kembali irama dengan auskultasi pada apeks
kordis. Apakah irama jantung betul-betul ireguler atau reguler? Apabila
ireguler, identifikasi polanya.
a. Apakah terdapat detak jantung tambahan pada irama yang reguler?
b. Apakah irama ireguler berubah secara konstan sesuai respirasi pasien?
c. Apakah irama ireguler total?
Irama ireguler dapat disebabkan oleh fibrilasi atrial dan kontraksi prematur
atrial atau ventrikel. Untuk seluruh pola denyut arteri ireguler diperlukan
pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi aritmia.

16
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

3. Kekuatan pulsasi/amplitudo/kuat angkat :


Teraba kuat, teraba lemah, tidak teraba.
Bounding pada arteri karotis, radialis, dan femoralis ditemukan pada
insufisiensi aorta (water-hammer pulse/Corrigan’s pulse).
Hilangnya pulsasi secara asimetris disebabkan oleh oklusi akibat emboli
atau aterosklerosis.
Hilang atau tidak adanya denyut mengindikasikan oklusi total atau
parsial pada daerah proksimal.

Sistem penilaian amplitudo pulsasi arteri (jarang dipakai)


4+ Bounding
3+ Meningkat
2+ Sesuai harapan
1+ Menghilang, lebih lemah dari yang diharapkan
3 Tidak dapat dipalpasi

Check List Pemeriksaan Denyut Nadi

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
 Jelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
 Persilakan pasien dalam posisi terlentang
1.  tekan arteri radialis terhadap dasar yang keras (yakni
os radius) sampai teraba denyut nadi. Yang perlu
dinilai adalah frekuensi, irama dan kuat angkat.
Lakukan penilaian frekuensi denyut nadi
 Apabila didapatkan frekuensi denyut dan irama
normal, maka hitung frekuensi selama 30 detik lalu
kalikan 2.
2.
 Apabila frekuensi denyut nadi sangat cepat atau sangat
lambat, hitung selama 60 detik.
 Lakukan analisis frekuensi denyut nadi : normal/
bradikardia/takikardia
Lakukan penilaian irama denyut nadi
 Untuk menilai irama, rasakan denyut radialis.
3.  Lakukan analisis irama denyut nadi : reguler / ireguler
 Apabila didapatkan irama ireguler, cek kembali irama
dengan menempelkan stetoskop pada apeks jantung.
Lakukan penilaian kekuatan pulsasi/amplitudo
4.
Apakah teraba kuat/ lemah/ tidak teraba
TOTAL SKOR 12

17
Blok 3

Palpasi Denyut Arteri Ekstremitas dan Capillary Refill Time


Tingkat Keterampilan: 4A
Decky Gunawan

Tujuan: Menilai sirkulasi perifer

Teknik Pemeriksaan
1. Pasien dalam posisi terlentang.
2. Amati pola pembuluh darah vena.
3. Amati warna kulit dan nail beds serta tekstur kulit.
4. Palpasi kedua sisi ekstremitas pasien. Nilai suhu dan adanya edema.
(pemeriksaan edema lihat ke general survey).
5. Palpasi arteri-arteri ekstremitas pasien dengan menggunakan 2-3 jari yaitu jari
telunjuk, jari tengah, dengan atau tanpa jari manis.

Palpasi arteri radialis


a. Fleksikan pergelangan tangan pasien untuk membantu perabaan arteri.
b. Palpasi pada permukaan fleksor lateral pergelangan tangan.
c. Bandingkan pulsasi di kedua lengan.

Palpasi arteri brachialis


a. Fleksikan sedikit siku pasien.
b. Palpasi pada bagian medial tendon biseps.
c. Bandingkan pulsasi pada kedua lengan.

Palpasi arteri femoralis


a. Lakukan penekanan dalam di bawah ligamentum inguinalis, antara SIAS dan
simfisis pubis.
b. Penggunaan dua tangan, satu diatas yang lainnya, membantu palpasi ini
terutama pada orang gemuk.

Palpasi arteri poplitea


a. Fleksikan lutut pasien dan minta pasien untuk melemaskan otot tungkainya.
b. Letakkan ujung-ujung jari kedua tangan sehingga mereka bertemu pada garis
tengah di belakang lutut dan tekan dalam ke fossa poplitea.
c. Jika pulsasi tidak dapat teraba, minta pasien tidur tengkurap.
d. Fleksikan tungkai pasien sekitar 900, senderkan tungkai bawah pasien pada
bahu atau lengan atas pemeriksa, minta pasien untuk melemaskan
tungkainya.
e. Tekan kedua ibu jari ke arah dalam fossa poplitea.

Palpasi arteri dorsalis pedis


a. Palpasi dorsum pedis pada bagian lateral tendon ekstensor jari jempol.
b. Jika pulsasi tidak teraba, raba bagian dorsum pedis lebih ke lateral.

18
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

Palpasi arteri tibialis posterior


Tekuk jari-jari anda ke belakang dan agak ke bawah malleolus lateralis
pergelangan kaki. Denyut arteri ini sulit teraba pada pasien dengan edema
tungkai.

Gambar Lokasi palpasi arteri ekstremitas

Menilai capillary refill time. Gunakan jari tangan pemeriksa untuk menekan
ujung-ujung jari pasien sampai berubah warna menjadi putih selama 5 detik.
Kemudian lepaskan, dan hitung waktu yang diperlukan untuk kembali berwarna
pink. Jika kembalinya warna lebih lama dari 3 detik, mengindikasikan adanya
gangguan sirkulasi lokal atau sistemik.

Check List Palpasi Denyut Nadi Ekstremitas

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
 Pasien dalam posisi terlentang.
 Palpasi dilakukan pada kedua sisi ekstremitas pasien.
1.
 Yang dinilai, yaitu: kekuatan pulsasi, kondisi pembuluh
darah, diameter pembuluh darah.
Palpasi arteri radialis
 Fleksikan pergelangan tangan pasien untuk membantu
perabaan arteri.
2.
 Palpasi pada permukaan fleksor lateral pergelangan
tangan.
 Bandingkan pulsasi di kedua lengan.
Palpasi arteri brachialis
 Fleksikan sedikit siku pasien.
3.
 Palpasi pada bagian medial tendon biseps.
 Bandingkan pulsasi pada kedua lengan.

19
Blok 3

Palpasi arteri femoralis


 Lakukan penekanan dalam di bawah ligamentum
4. inguinalis, antara SIAS dan simfisis pubis.
 Penggunaan dua tangan, satu diatas yang lainnya,
membantu palpasi ini terutama pada orang gemuk.
Palpasi arteri poplitea
 Fleksikan lutut pasien dan minta pasien untuk
melemaskan otot tungkainya.
 Letakkan ujung-ujung jari kedua tangan sehingga
mereka bertemu pada garis tengah di belakang lutut dan
tekan dalam ke fossa poplitea.

5. ATAU

 Minta pasien tidur tengkurup. Fleksikan tungkai pasien


sekitar 900, senderkan tungkai bawah pasien pada bahu
atau lengan atas pemeriksa, minta pasien untuk
melemaskan tungkainya.
 Tekan kedua ibu jari ke arah dalam fossa poplitea.
Palpasi arteri dorsalis pedis
Palpasi dorsum pedis pada bagian lateral tendon ekstensor
jari jempol.
6.
Palpasi arteri tibialis posterior
Tekuk jari-jari pasien ke belakang dan agak ke bawah
malleolus lateralis pergelangan kaki.
Menilai capillary refill time
 Gunakan jari tangan pemeriksa untuk menekan ujung-
ujung jari pasien sampai berubah warna menjadi putih
7.
selama 5 detik.
 Kemudian lepaskan, dan hitung waktu yang diperlukan
untuk kembali berwarna pink.
TOTAL SKOR 15

20
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

Pemeriksaan Pernapasan
Tingkat Keterampilan: 4A
Julia Windi G

Tujuan: Melakukan penilaian pernapasan dan kelainan yang dapat ditemukan

Alat dan Bahan: Stetoskop dan meja periksa

Teknik Keterampilan
Pasien paling baik dalam posisi berdiri dengan pemeriksa berada berhadapan
dengan pasien. Bila tidak bisa, pasien dapat duduk di meja periksa atau dalam
posisi berbaring, dengan pemeriksa berada di ujung kaki pasien.
Nilai:
1. Tipe pernapasan
2. Frekuensi napas
3. Dalamnya pernapasan
4. Regularitas
5. Rasio antara inspirasi dan ekspirasi
6. Adanya batuk atau bunyi napas tambahan
7. Adanya dipsnoe
8. Nilai juga adanya postur tubuh tertentu dan penggunaan otot bantu napas.
9. Nilai adanya sianosis sentral dan/atau perifer.

Gambar Pemeriksaan respirasi (PPK, 2007)

Analisis Hasil Pemeriksaan


1. Penilaian pernapasan:
a. Tipe pernapasan:
Pada keadaan normal, tipe pernapasan pada wanita biasanya adalah
pernapasan dada, sedangkan pada laki-laki biasanya tipe pernapasan
abdominal.
b. Frekuensi napas:
Frekuensi pernapasan normal dewasa saat istirahat antara 14-20
kali/menit dan sampai dengan 44 x/menit pada bayi. Bila terdapat
kesulitan bernapas, maka frekuensi napas juga akan meningkat

21
Blok 3

(takipnea). Frekuensi napas juga dapat berkurang (bradipnea), misalnya


akibat stimulasi saraf.
c. Dalam pernapasan:
Saat keadaan istirahat, pernapasan biasanya cukup dangkal, namun
kedalamannya akan meningkat saat latihan. Pernapasan yang sangat
cepat dan adanya nyeri dada, misalnya pada fraktur iga, pernapasan
biasanya dangkal.
d. Regularitas:
Pada keadaan normal, pernapasan biasanya teratur, bila terdapat
gangguan pada pusat napas, misalnya, pernapasan dapat memiliki
jeda yang cukup lama (apnoe).
e. Hubungan inspirasi dan ekspirasi:
Normalnya masa inspirasi lebih pendek dari ekspirasi dengan rasio
5:6. Pada serangan asma, fase ekspirasi memanjang (biasanya disertai
wheezing). Pada obstruksi jalan napas atas, misalnya saat tersedak, fase
inspirasi dapat memanjang (disertai stridor)
f. Batuk atau suara napas tambahan
Apabila pasien batuk, tentukan apakah merupakan batuk kering atau
batuk produktif. Normalnya, saat bernapas tidak terdengar adanya
suara, namun pada keadaan patologis dapat terdengar suara wheezing,
ronkhi atau rattling. Pada umumnya suara-suara nafas
tambahan/patologis diauskultasi menggunakan stetoskop, namun pada
kasus yang berat bisa saja terdengar tanpa stetoskop.
g. Dispnoe
Bila ditemukan adanya dispnoe, tentukan derajat kesulitan bernapas.
Napas yang pendek saat olahraga disebut exertional dyspnoea. Kesualitan
bernapas saat beristirahat disebut dyspnoea at rest.
h. Postur tertentu dan penggunaan otot bantu napas.
Pasien dengan pernapasan yang memendek biasanya akan cenderung
bersandar kedepan, misalnya ke meja ( “tripod position”). Biasanya
mereka menggunakan otot bantu napas tambahan seperti pektoralis
mayor, skalenus, sternokleidomastoideus dan otot nasalis.
i. Bibir atau lidah yang kebiruan atau ungu.
Gejala ini merupakan tanda sianosis sentral. Keadaan ini dapat terjadi
bila darah kekurangan oksigen.

2. Kelainan laju dan irama pernapasan.


a. Takipnea
Pernapasan dangkal dan cepat, dapat disebabkan oleh penyakit paru
restriktif, pleuritis dan elevated diaphragm.
b. Hiperventilasi
Pernapasan yang cepat, dapat disebabkan oleh latihan, kecemasan dan
asidosis metabolik. Pada pasien koma, pertimbangkan infark, hipoksia
atau hipoglikemia yang mempengaruhi otak tengah atau pons.
Kussmaul adalah pernapasan cepat dan dalam karena asidosis
metabolik.

22
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik

c. Bradipnea
Pernapasan lambat, mungkin secara tidak langsung terjadi pada koma
diabeteikum, drug induced, depresi pernapasan, dan peningkatan tekanan
intrakranial.
d. Cheyne–Stokes Breathing
Pernapasan yang dalam kemudian berubah menjadi periode apnea
(tidak bernapas). Anak-anak dan orang tua mungkin menunjukkan pola
ini saat tidur. Penyebab lainnya meliputi gagal jantung, uremia, drug-
induced, depresi pernapasan, dan kerusakan otak (biasanya pada kedua
hemisfer atau diencephalon).
e. Ataxic Breathing (Biot’s Breathing)
Pernapasan ini ditandai dengan ketidakteraturan napas yang tidak
terduga. Napas mungkin dangkal atau dalam dan berhenti untuk
periode yang singkat. Penyebabnya antara lain depresi pernapasan dan
kerusakan otak, biasanya pada tingkat medula.
f. Sighing Respiration
Pernapasan diselingi dengan periode mendesah, pemeriksa harus
waspada dengan kemungkinan sindroma hiperventilasi – penyebab
umum dispnea dan pusing. Desahan yang jarang, normal terjadi.
g. Obstructive Breathing
Pada penyakit paru obstruktif, ekspirasi memanjang disebabkan oleh
menyempitnya saluran napas meningkatkan hambatan aliran udara.
Penyebabnya antara lain asma, bronkhitis kronis dan COPD.

Gambar Pola Pernapasan (Bates, 2007)

23
Blok 3

Referensi :
1. Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam. Kolegium Ilmu
Penyakit Dalam 2017.
2. Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking. 9th
edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007

Check List Pemeriksaan Pernapasan

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri,
menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan
1. Mempersilakan pasien berbaring di meja periksa dan membuka
pakaian sehingga pergerakan dinding dada terlihat jelas
Posisi pemeriksa berada di ujung kaki pasien
 Inspeksi : perhatikan secara menyeluruh pergerakan dinding dada
pasien.
2.  Pemeriksa pindah ke sisi kanan pasien.
 Pemeriksa menghitung frekuensi pernapasan pasien selama 60
detik
Menilai frekuensi napas, tipe pernapasan, dan dalamnya pernapasan :
 Frekuensi : normal 14-20x/menit pada dewasa
3.
 Tipe : pernapasan dada/perut
 Kedalaman : dangkal/dalam
Menilai regularitas, rasio antara inspirasi dan ekspirasi, dan
penggunaan otot bantu napas :
 Pernapasan teratur atau tidak
4.
 Masa inspirasi lebih pendek/lebih panjang daripada ekspirasi
 Menggunakan otot bantu napas tambahan (skalenus,
sternokleidomastoideus, PCH)
Menilai adanya batuk, dispnoe, dan sianosis :
 Batuk kering/berdahak
5.
 Dyspnoe saat olahraga/istirahat
 Bibir atau lidah kebiruan/ungu
 Palpasi: pemeriksa meletakkan kedua tangan setinggi arcus costa
untuk merasakan pergerakan dinding dada
6.  Auskultasi: menggunakan stetoskop pada dinding dada di luar
lokasi bunyi jantung
 Menilai apakah ada suara napas tambahan: ronki, wheezing, dll.
Kesimpulan:
 pernapasan normal/tidak normal.
7. Bila tidak normal, sebutkan kelainan:
 bradipnea/takipnea, hiperventilasi/hipoventilasi, Cheyne
Stokes/Ataxic Breathing, dll.
TOTAL SKOR

24
Blok 4

Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi


Blok 4

Universal Precaution
Cuci Tangan 7 Langkah
Tingkat Keterampilan : 4A
Diana Krisanti J.

Tujuan:
Dokter mampu melakukan cuci tangan 7 langkah yang baik dan benar untuk
perlindungan dokter dan pasien

Teknik:

1. Basahilah kedua telapak tangan


setinggi pertengahan lengan dengan
air mengalir.

Kemudian ambil sabun

2. Usap dan gosok kedua telapak


tangan secara lembut, kemudian
gosok juga kedua punggung tangan
secara bergantian

3. Gosok sela-sela jari hingga bersih

4. Bersihkan ujing jari secara


bergantian dengan mengatupkan

26
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi

5. Gosok dan putar kedua ibu jari


secara bergantian

6. Letakan ujung jari ke telapak tangan


kemudian gosok perlahan

7. Bilas seluruh bagian tangan dengan


air bersih yang mengalir lalu
keringkan memakai handuk atau
tisu

8. Kemudian matikan kran dengan tisu


dan tangan bersih terjaga

Check List Cuci tangan 7 Langkah

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Basahilah kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan
dengan air mengalir
Kemudian ambil sabun
1.
Usap dan gosok kedua telapak tangan secara
lembut, kemudian gosok juga kedua punggung tangan
secara bergantian,
Gosok sela-sela jari hingga bersih
2. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan
Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

27
Blok 4

Letakan ujung jari ke telapak tangan kemudian


gosok perlahan
Bilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir
3.
lalu keringkan memakai handuk atau tisu.
Kemudian matikan kran dengan tisu dan tangan bersih
terjaga
TOTAL

Antisepsis Tangan untuk Tindakan Operasi


1. Lepaskan cincin, jam tangan, dan gelang sebelum memulai cuci tangan untuk
operasi.
2. Bersihkan debris dari bawah kuku dengan mengunakan pembersih kuku.
Lakukan dibawah air mengalir.
3. Lakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun antimikroba atau hand rub
berbahan dasar alkohol sebelum menggunakan sarung tangan steril ketika
melakukan tindakan bedah.
4. Cuci tangan (dengan langkah diatas) dan lengan bawah selama 26 menit
(sesuai yang direkomendasikan oleh manufaktur sabun antimikroba).
5. Jika menggunakan hand scrub berbahan dasar alkohol dengan aktivitas
persisten,
6. ikuti instruksi dari manufakturnya. Sebelum menggunakan larutan alkohol,
cuci tangan dan lengan terlebih dahulu dengan menggunakan sabun non-
antimikroba lalu keringkan tangan dan lengan bawah. Setelah menggunakan
produk, biarkan tangan dan lengan kering sempurna sebelum menggunakan
sarung tangan steril.

Check List Antisepsis Tangan Untuk Tindakan Operasi

Skor
No Kriteria
0 1 2 3

 Lepaskan cincin, jam tangan, dan gelang sebelum


memulai cuci tangan untuk operasi
 Bersihkan debris dari bawah kuku dengan
mengunakan pembersih kuku.
1.
 Di bawah air mengalir, lakukan cuci tangan dengan
menggunakan sabun antimikroba atau hand rub
berbahan dasar alkohol sebelum menggunakan sarung
tangan steril ketika melakukan tindakan bedah

28
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi

 Cuci tangan (7 tingkat) dan lengan bawah selama 26


menit (sesuai yang direkomendasikan oleh manufaktur
sabun antimikroba)
 Jika menggunakan hand scrub berbahan dasar alkohol
2. dengan aktivitas persisten, ikuti instruksi dari
manufakturnya.
 Sebelum manggunakan alkohol, cuci tangan dan
lengan terlebih dahulu dengan menggunakan sabun
non-antimikroba
 Lalu keringkan tangan dan lengan bawah
 Setelah menggunkan produk, biarkan tangan dan
3.
lengan kering sempurna sebelum sebelum
menggunakan sarung tangan steril
TOTAL

Analisis Tindakan/Perhatian
1. Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang maupun cair
sangat disarankan untuk kebersihan tangan yang maksimal.
2. Tujuh (7) langkah mencuci tangan di atas umumnya membutuhkan waktu
15 – 20 menit. Mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun penting
untuk mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke tubuh anda.
3. Cuci tangan dilakukan untuk dekontaminasi tangan saat:
 Sebelum kontak langsung dengan pasien.
 Sebelum menggunakan sarung tangan steril.
 Sebelum memasukkan alat invasif yang tidak membutuhkan prosedur
operasi.
 Setelah kontak dengan kulit pasien yang intak.
 Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit
yang tidak intak, dan pembalut luka.
 Saat berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian yang bersih
saat merawat dan memeriksa pasien.
 Setelah kontak dengan peralatan medis dan benda lainnya yang berada
disekitar pasien.
 Setelah melepas sarung tangan.
 Sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.

Referensi
1. World Health Organization. WHO guidelines on Hand hygiene in health care. First Global
Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care. 2009.
2. Boyce JM, Pittet D.Guideline forhandhygieneinhealth-care settings, recommendations of the
healthcare infection control practices advisory committee and the HICPAC/
SHEA/APIC/IDSA hand hygiene task force. MMWR 2002:51(16):19-31.
3. 3M Health Care. Recommendations from the CDC Guideline for Hand Hygiene in Healthcare
Settings [Internet]. Available at: http://www.cdc.gov/handhygiene/.

29
Blok 4

Prinsip Aseptik Dan Antiseptik


Tingkat Keterampilan : 4 A
Diana Krisanti J.

Definisi
 Sterilisasi: tindakan untuk membuat suatu alat / bahan menjadi bebas hama.
 Asepsis: keadaan bebas hama / bakteri
 Antisepsis: tindakan untuk membebashamakan suatu bahan, alat ataupun
ruangan terhaddap bakteri / kuman pathogen untuk mencegah sepsis.

Cara sterilisasi
1. Pemanasan, dilakukan tanpa tekanan dan dengan tekanan
2. Kimiawi dengan menggunkan tablet formalin, gas etilen oksida, larutan
antiseptic
3. Radiasi: menggunkan sinar X dan sinar ultraviolet.

Antiseptik: zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan


kuman.
1. Bersifat sporisial dan nonsporisidal
2. Fungsi:
a. Mensucihamakan kulit sebelum operasi untuk mencegah infeksi
b. Mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah infeksi silang
c. Mencuci luka, terutama pada luka kotor
d. Sterilisasi alat bedah
e. Mencegah infeksi pada perawatan luka
f. Irigasi daerah-daerah terinfeksi
g. Mengobati infeksi local
3. Antiseptik terbagi atas:
a. Alkohol
b. Halogen dan senyawanya: yodium, povidon yodium, yodoform,
klorheksidin
c. Oksidansia: kalium permanganate, perhidrol
d. Logam berat dan garamnya: merkuri klorida, merkurokrom
e. Asam : asam borat
f. Turunan fenol : trinitrofenol, heksaklorofen
g. Basa ammonium kuarterner: etakridin

Referensi
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing transmission of
infectious agents in healthcare settings [Internet]. Available from: http:// www.cdc.
gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf

30
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi

Alat Pelindung Diri


Tingkat Keterampilan: 4A
Diana Krisanti J.

Tujuan:
Mengetahui indikasi pemakaian alat pelindung diri untuk dokter dan petugas
kesehatan lainnya.

Alat dan Bahan


Sarung tangan (hand schoen)
Gownisolasi
Proteksi wajah: masker, goggle (kacamata), pelindung wajah.

Indikasi Penggunaan:
1. Masker:
 Untuk melindungi petugas kesehatan dari kontak dengan baqhan infeksius
dari pasien
 Ketika petugas kesehatan melakukan prosedur yang membutuhkan teknik
steril untuk melindungi pasien dari pajanan agen infeksius yang dibawa
mulut dan hidung petugas kesehatan
 Pada pasein yang batuk untuk mencegah penyebaran secret infeksius ke
orang lain.
2. Goggle, pelindung wajah
 Mencegah pajanan agen infeksius yang ditransmisikan melalui droplet
pernapasan
 Digunakan bersama masker dan sarung tangan
3. Sarung tangan
 Antisipasi kontak langsung terhadap darah atau cairan tubuh pada
membrane mukosa, kulit yang tidak intak, dan bahan infeksius lainnya
 Pada orang yang kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi oleh
pathogen yang ditransmisikan melalui kontak langsung
 Sarung tangan steril dipakai bila tangan akan memegang/menyentuh alat-
alat kedokteran yang steril
4. Gown Isolasi
a. Digunakan untuk melindungi lengan dan bagian tubuh yang dapat terpapar
dan mencegah kontaminasi darah, cairan tubuh,dan bahan infeksius lainnya
pada baju.

Referensi
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing transmission of
infectious agents in healthcare settings [Internet]. Available from: http:// www.cdc.gov/
ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf

31
Blok 4

Keterampilan Komunikasi
Yenni Limyati

Bentuk komunikasi dalam profesi dokter dapat dibedakan menjadi 3 bagian


berdasarkan sasaran dari komunikasi tersebut, yaitu komunikasi dokter-pasien,
dokter-rekan sejawat, dan dokter-komunitas. Dari setiap bagian dapat dibedakan
menjadi beberapa bentuk komunikasi lainnya, yaitu:

Komunikasi Dokter – Pasien


a. Proses konsultasi
b. Membuka sesi konsultasi
c. Mengumpulkan informasi
d. Memberikan penjelasan dan rencana tata laksana
e. Menutup sesi konsultasi
f. Edukasi individu dan kelompok
g. Konseling
h. Pertemuan keluarga (Family Conference)
i. Menyampaikan kabar buruk (breaking bad news)
j. Meminta persetujuan tindakan medis (informed consent)

Komunikasi Dokter - Rekan Sejawat Tenaga Kesehatan


a. Rujukan dan Konsultasi
b. Komunikasi interprofesional dalam pelayanan kesehatan
c. Presentasi di forum ilmiah

Komunikasi Dokter – Komunitas


a. Penyuluhan masyarakat
b. Menyusun tulisan ilmiah

Proses Konsultasi
Membuka Sesi Konsultasi
1. Bangun sambung rasa dengan cara menyapa, bersalaman, memperkenalkan
diri dan mengkonfirmasi identitas dan karakteristik pasien
2. Jelaskan tujuan sesi, meminta persetujuan pasien bila diperlukan
3. Identifikasi masalah utama pasien atau hal yang ingin dibicarakan pasien
menggunakan pertanyaan pembuka yang sesuai (misal:”ada masalah apa?”
atau ”apa yang bisa saya bantu?” atau “ada keluhan apa?”)
4. Dengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakan pasien tanpa
memotong atau mengarahkan jawaban pasien.
5. Konfirmasi masalah yang ada dan menanyakan adakah masalah lainnya
(mis: ”jadi ada sakit kepala dan capek-capek, ada lagi yang lain?” atau
“apakah ada perubahan dengan berat badan?”, dan lain-lain)

Mengumpulkan Informasi
1. Dorong pasien menceritakan perjalanan penyakitnya mulai awal sampai
saat ini menggunakan kata-katanya sendiri (menggali apa yang

32
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi

menyebabkan kedatangannya hari ini)


2. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup dengan tepat, dimulai dengan
pertanyaan terbuka dilanjutkan dengan pertanyaan tertutup.
3. Dengarkan pasien dengan penuh perhatian, membiarkan pasien
menyelesaikan perkataannya tanpa diinterupsi, memberikan waktu bagi
pasien untuk berpikir sebelum menjawab, atau meneruskan pembicaraan
setelah jeda sejenak.
4. Amati respon pasien secara verbal maupun non-verbal (mis: mendorong
pasien berbicara, memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengatur
apa yang akan diutarakan, melakukan refleksi isi, membuat interpretasi
bahasa tubuh, ucapan, ekspresi wajah)
5. Klarifikasi kembali pernyataan pasien bila kurang jelas atau meminta
penjelasan lebih lanjut (misalnya: ”bisa dijelaskan apa yang dimaksud
dengan kepala terasa melayang?”)
6. Rangkum pada akhir satu bagian konsultasi untuk memastikan bahwa
pengertian dokter sama dengan pasien sebelum pindah ke bagian berikutnya;
meminta pasien mengoreksi bila ada interpretasi yang kurang tepat, atau
meminta pasien memberikan penjelasan lebih lanjut.
Jika membaca, mencatat atau menggunakan komputer, tidak mengganggu
jalannya sesi konsultasi.

Saat melakukan pemeriksaan fisik


1. Menjelaskan prosesnya dan meminta izin.
2. Berikan perhatian khusus terhadap hal-hal sensitif yang dapat membuat
pasien merasa malu atau menyakitkan pasien, termasuk pemeriksaan fisik.
3. Jelaskan alasan pertanyaan atau pemeriksaan fisik yang mungkin dirasa tidak
masuk akal.

Memberikan Penjelasan & Rencana Tata Laksana


1. Berikan informasi yang terukur dan terstruktur dalam kalimat-kalimat
singkat yang dapat dimengerti dan buat urutan yang logis; pastikan
pengertian pasien; gunakan respon pasien sebagai panduan untuk
memberikan informasi selanjutnya
2. Nilai pengetahuan awal pasien: tanyakan apa yang sudah diketahui pasien
sebelumnya pada awal pemberian informasi, tentukan sampai seberapa jauh
pasien menginginkan informasi.
3. Berikan penjelasan pada waktu yang tepat: hindari memberikan saran,
informasi, dan harapan yang terlalu dini.
4. Berikan pernyataan dan kalimat yang mudah dimengerti dan ringkas;
hindari penggunaan istilah medis atau berikan penjelasan istilah tersebut
dapat dengan menggunakan metode visual untuk menyampaikan informasi:
diagram, model, informasi dan petunjuk tertulis.
5. Pastikan pemahaman pasien terhadap informasi (atau perencanaan) yang
diberikan: misalnya dengan meminta pasien mengulangi dengan kata-katanya
sendiri, melakukan klarifikasi bila perlu.
6. Berikan kesempatan dan dorong pasien untuk berpartisipasi dalam

33
Blok 4

perencanaan tata laksana: meminta pasien untuk mengajukan pertanyaan,


meminta klarifikasi serta menyatakan keraguannya, dan dokter merespon
dengan tepat.
7. Jelaskan secara detil pilihan penatalaksanaan.
8. Negosiasikan rencana yang dapat disepakati kedua belah pihak:
Informasikan apa yang menjadi pilihan terbaik dari beberapa pilihan yang
tersedia
9. Bantu pasien menentukan pilihan
10. Pastikan apakah
 Pasien dapat menerima rencana penatalaksanaan
 Kekhawatiran pasien telah teratasi

Menutup Sesi Konsultasi


1. Rangkum sesi secara singkat dan klarifikasi rencana penatalaksanaan.
2. Lakukan perjanjian dengan pasien tentang langkah selanjutnya yang akan
dilakukan baik oleh pasien maupun dokter.
3. Antisipasi: jelaskan hal-hal tak terduga yang mungkin terjadi, apa yang harus
dilakukan jika rencana tidak berjalan sebagaimana mestinya, kapan dan
bagaimana mencari bantuan dengan menghubungi .
4. Pastikan terakhir kali apakah pasien setuju dan merasa nyaman dengan
rencana yang telah disusun, tanyakan apakah masih ada pertanyaan atau hal-
hal lain yang masih perlu didiskusikan. (Mis: ”ada pertanyaan lagi atau masih
ada hal yang ingin didiskusikan?”).
5. Tutup sesi dengan ucapan terima kasih dengan bersalaman.

Edukasi Individu dan Kelompok


Edukasi adalah upaya untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada
pasien, keluarga dan masyarakat agar mempunyai pandangan, sikap, dan perilaku
yang lebih sehat.
1. Membuka sesi dengan menyapa peserta (membangun sambung rasa)
2. Memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan edukasi
3. Menyampaikan waktu edukasi dan kapan pertanyaan boleh diajukan
4. Menyampaikan materi edukasi secara ringkas, padat, dan menggunakan
bahasa yang sederhana
5. Apabila diperlukan dapat menggunakan alat bantu dan media yang sesuai
tujuan edukasi
6. Beberapa kali mengecek pemahaman peserta
7. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan
8. Menyampaikan kesimpulan & penutup

Sebagai edukator yang baik, diharapkan:


1. Mampu menjalin interaksi yang baik dengan peserta selama proses
berlangsung
2. Penguasaan materi dengan baik
3. Ekspresi wajah (senyum, kontak mata), bahasa tubuh dan gerak-gerik sesuai
4. Volume dan Intonasi suara cukup

34
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi

5. Penggunaan bahasa yang sesuai dengan peserta

Konseling
Konseling adalah upaya pemberian bantuan informasi yang dibutuhkan pasien
dalam rangka mengklarifikasi, memperjelas, memberikan motivasi serta
memberikan alternatif pilihan yang diakibatkan oleh ketidaktahuan/keraguan
pasien atau keluarga terhadap status kesehatannya.

Kisi-kisi proses
1. Membangun sambung rasa dengan cara menyapa, bersalaman,
memperkenalkan diri.
2. Mengkonfirmasi identitas pasien
3. Menjelaskan tujuan pertemuan serta memberitahukan perannya
4. Memberikan penjelasan tentang beberapa alternatif (misalnya jenis alat
kontrasepsi dan pengobatan) yang dapat dipilih pasien untuk menyelesaikan
masalahnya. Memberikan penjelasan yang terorganisir dengan baik.
5. Menjelaskan keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif
tersebut secara objektif
6. Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti, tidak
menggunakan jargon medik dan kalimat yang membingungkan
7. Menjawab pertanyaan pasien dengan tepat
8. Mengecek kembali pemahaman pasien/keluarga tentang hal yang
dibicarakan dan menanggapi komunikasi non-verbal pasien dengan tepat
9. Memberi kesempatan/waktu kepada pasien untuk bereaksi terhadap ucapan
petugas kesehatan (berdiam diri sejenak)
10. Mendorong pasien untuk menyampaikan reaksinya, keprihatinannya serta
perasaannya serta menyampaikan penerimaannya terhadap keprihatinan,
perasaan dan nilai-nilai pasien
11. Mendorong pasien untuk menentukan pilihannya dan menyatakan
dukungan terhadap keputusan pasien (menyampaikan keprihatinan,
pengertian, dan keinginan untuk membantu)
12. Membuat perencanaan tindak lanjut bersama pasien

35
Blok 4

Contoh-Contoh Skenario
Kartika Dewi

Skenario 1. Demam Tifoid

Data Umum
Nama : Agus
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 20 tahun
Alamat : Jl. Babakan Jeruk VII no.20 Bandung
Pekerjaan : Mhs FK Maranatha
Perkawinan : Belum menikah Agama/Suku Bangsa :

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


Demam sudah 10 hari, mula-mula tidak terlalu tinggi, 3 hari terakhir makin tinggi
suhunya sampai 39,50 C, terutama malam hari, tidak menggigil.
Keluhan penyerta :
sakit kepala, mual, muntah,minggu pertama demam ada mencret 1-2x/hari seperti
bubur, tidak ada darah/lendir, tapi 3 hari terakhir tidak bisa buang air besar.
Buang air kecil tidak sakit, jarang, warna air kemih kuning agak tua. Ada batuk
sedikit tanpa dahak, tidak ada pilek atau sakit tenggorok.

Riwayat pengobatan :
mula2 minum panadol, demam turun taoi kemudian naik lagi, hari ketiga ke
dokter tetangga diberi obat turun panas 3x1 tab dan antibiotik 500 mg 3x1 tab,
katanya sakit flu, tapi tidak membantu. Tidak tahu ada vaksinasi terhadap tifes.

Riwayat kebiasaan :
belakangan cuaca panas, sering makan es campur.

Riwayat lingkungan :
Teman sekamar baru sembuh tifes 2 minggu yang lalu. Sering jajan bersama.
Penderita berasal dari Solo, sebulan terakhir sibuk kuliah/tidak ada libur,
sehingga tetap di Bandung/ tidak keluar kota.

Riwayat penyakit dahulu :


tidak pernah demam berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, hilang timbul,
tidak pernah mengalami pembedahan atau dirawat di unit gawat darurat/rumah
sakit.

Riwayat penyakit keluarga :


tidak ada anggota keluarga yang menderita demam berulang-ulang.

36
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi

Riwayat alergi obat : tidak ada

Anamnesa umum/sistem :
tidak ada keluhan mata merah/berair, pendengaran tidak
terganggu/mendenging, tidak ada perdarahan dari hidung, tidak ada
sariawan/perdarahan gusi, mulut terasa pahit, kuduk tidak sakit/kaku, tidak ada
sakit dada/sesak napas/jantung berdebar, lengan/tungkai terasa pegal linu, tidak
kesemutan, kaki dingin, kulit tidak gatal, tidak ada bercak merah, banyak keringat
kalau sudah minum obat turun panas.

Skenario 2. Dengue Hemorrhagic Fever

Data umum :
Nama : Nn. Marni
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 28 tahun
Alamat : Jl. Sukajadi 30, Bandung
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawati Status perkawinan : Belum menikah Agama/suku
bangsa :

Keluhan utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


Demam sejak 4 hari yang lalu, mendadak tinggi (suhu maksimum 390C),
sepanjang hari, namun hari ini demam sudah lebih rendah (suhu 37.60C), tidak
ada episode menggigil maupun berkeringat banyak.

Keluhan penyerta :
Pegal linu otot dan nyeri sendi, nyeri kepala di seluruh bagian, nyeri belakang bola
mata saat mata digerakkan, mual, tidak nafsu makan, nyeri abdomen RUQ
intermitten, bintik- bintik merah di kedua lengan atas yang muncul hari ini.

Riwayat pengobatan :
Parasetamol tablet 3x/hari namun demam hanya turun sementara.

Riwayat kebiasaan :
tidak merokok / minum alkohol / obat-obatan tanpa resep dokter.

Riwayat lingkungan sosial :


tidak bepergian ke daerah pantai selama 3 bulan terakhir, sekitar rumah ada yang
sakit.

Riwayat penyakit dahulu :


belum pernah menderita sakit seperti ini, belum pernah dirawat di RS.

37
Blok 4

Riwayat penyakit keluarga :


adik penderita mengalami gejala yang sama seminggu yang lalu.
Riwayat alergi obat :
tidak ada.

Anamnesis sistem :
tidak ada cairan keluar dari telinga, tidak ada batuk, pilek maupun nyeri menelan,
tidak ada benjolan di daerah leher, tidak ada nyeri dada, tidak ada sesak napas,
tidak ada muntah, tidak ada penurunan berat badan yang signifikan, tidak ada
keluhan BAK dan BAB, tidak ada rasa baal dan lemas otot, tidak ada perdarahan
mukosa maupun pervaginam.

Skenario 3. ISPA

Data umum :
Nama : Ny. M
Umur : 35 tahun
Alamat :
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : menikah, 1 anak umur 4 tahun. Suami bekerja sebagai
pekerja kantor.
Agama/suku bangsa:

Keluhan utama : demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


demam sudah 2 hari, tidak begitu tinggi, terasa terus menerus sepanjang hari,
tidak menggigil.

Keluhan penyerta :
batuk sejak 2 hari yang lalu, tidak disertai dahak. Pilek sejak 2 hari yang lalu,
mula-mula berupa cairan bening berwarna putih dan encer, sejak kemarin
bertambah kental. Tidak ada sakit tenggorokan, tidak ada perdarahan dari hidung.

Riwayat pengobatan :
sudah minum OBH 3x1 sendok makan dan parasetamol 500 mg 3x1, tapi
tidak ada perbaikan.

Riwayat kebiasaan dan lingkungan :


suka makan gorengan, tidak merokok.
Riwayat penyakit dahulu :
pernah sakit seperti ini terutama saat kondisi badan terlalu lelah, belum pernah
dirawat di RS, tidak ada riwayat alergi.

Riwayat penyakit keluarga :

38
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi

tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini

Anamnesis sistem :
tidak ada keluhan mata merah/berair, pendengaran tidak
terganggu/mendenging, tidak ada sakit kepala, tidak ada sariawan/perdarahan
gusi, mulut terasa pahit, tidak ada sakit dada/ sesak napas/jantung berdebar,
lengan/tungkai terasa pegal linu, tidak kesemutan, tidak ada bercak merah pada
kulit, BAB dab BAK tidak ada keluhan.

Skenario 4. Demam Malaria

Data Umum
Nama : Tono
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 38 tahun
Alamat : Jl. Pelikan no.2 Bandung
Pekerjaan : Teknisi pesawat terbang
Perkawinan : Menikah Agama/Suku Bangsa :

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


Keluhan demam tinggi yang didahului menggigil yang dirasakan sejak sore. 2 hari
sebelumnya pasien mengalami keluhan serupa dan hilang sendiri keesokan
harinya. Saat demam pasien merasa pegal-pegal dan lemas. Keluhan lain
disangkal. Tidak ada keluhan dalam BAB dan BAK

Riwayat penyakit dahulu :


pasien pernah demam tapi tidak pernah sampai tinggi dan menggigil seperti
sekarang

Riwayat keluarga :
tidak ada anggota keluarga serumah yang sakit serupa
Riwayat sosial dan pekerjaan :
Pasien baru saja pulang bertugas dari Papua 1 minggu yang lalu. Pasien bertugas
di Papua selama 3 bulan

Riwayat pengobatan :
Pasien minum paracetamol tapi tidak merasa ada perbaikan

Riwayat alergi obat : tidak ada

Anamnesis sistem :
tidak ada keluhan mata merah/berair, pendengaran tidak
terganggu/mendenging, tidak ada perdarahan dari hidung, tidak ada
sariawan/perdarahan gusi, mulut terasa pahit, kuduk tidak sakit/kaku, tidak ada

39
Blok 4

sakit dada/sesak napas/jantung berdebar, lengan/tungkai terasa pegal linu, tidak


kesemutan, kaki dingin, kulit tidak gatal, tidak ada bercak merah, banyak keringat
kalau sudah minum obat turun panas.

Check List Sistematika Anamnesis

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Data Umum:
Nama
Jenis kelamin
Umur
1.
Alamat
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama / Suku Bangsa
2. Keluhan Utama:
Riwayat Penyakit Sekarang
3. Onset :
Sifat :
4. Keluhan penyerta:

5. Riwayat pengobatan

6. Riwayat kebiasaan

7. Riwayat lingkungan

8. Riwayat penyakit dahulu

9. Riwayat penyakit keluarga

10. Riwayat alergi obat

11. Anamnesis sistem

TOTAL SKOR

40
Blok 5

Sistem Muskuloskeletal
Blok 5

Anamnesis Sistem Muskuloskeletal


Abram Pratama

Sistem muskuloskeletal, atau dapat juga disebut sistem lokomotor,


merupakan suatu sistem organ dalam tubuh manusia yang bertanggung jawab
terhadap bentuk, gerak, dan stabilitas tubuh manusia. Sistem muskuloskeletal
terdiri dari tulang, otot, dan sendi, dan oleh karena itu, dalam melakukan
anamnesis untuk sistem muskuloskeletal, haruslah diperhatikan keterlibatan
ketiga komponen tersebut. Selain itu, penting juga diperhatikan terminologi sistem
muskuloskeletal. Contoh: Arthritis, arthrosis, arthralgia, ketiganya memiliki
makna yang berbeda satu sama lain.

Keluhan Utama & Riwayat Penyakit Sekarang


Penyakit sistem musuloskeletal dapat bermanifestasi sebagai:

a. Nyeri
Dapat pada sendi (arthralgia), pada tulang, atau pada otot (myalgia)
Tanyakan skala nyeri 0 s/d 10 (visual analog scale/VAS) dengan menunjuk
garis seperti dibawah ini :

Interpretasi :
skala 1 – 3 dianggap nyeri ringan
skala 4 – 6 dianggap nyeri sedang
skala 7 – 10 dianggap nyeri berat

b. Deformitas
c. Pembengkakan
Hampir selalu dapat dihubungkan dengan inflamasi
d. Gangguan mobilitas / Range Of Motion (ROM)
e. Gangguan fungsi secara keseluruhan
Yang dimaksud adalah seperti: tidak bisa berjalan/berlari, tidak bisa tidur
dalam posisi nyaman, tidak bisa memegang sesuatu, dsb.
f. Kelainan sistemik
Bisa sebagai keluhan penyerta, penyebab, atau petunjuk diagnostik akan
penyakit yang mendasari kelainan muskuloskeletal

42
Sistem Muskuloskeletal

Tanyakanlah menurut konsep wawancara “5W + 1H”. Untuk setiap keluhan dan
penyakit yang terkait, akan selalu ada pola yang khas, dari:
 Karakteristik keluhan (“seperti apa”)
 Onset (“sejak kapan”)
 Progresivitas (“apakah bertambah parah/tidak, membaik/tidak”)
 Pola munculnya keluhan (“keluhan dirasa
bertambah/berkurang/hilang/timbul saat apa/mengapa/sedang apa/diberi
apa/dilepas dari apa”)
 Lokalisasi (“terasa dimana/di sebelah mana/menjalar kemana/dari mana”)

Riwayat Penyakit Dahulu & Riwayat Kebiasaan


Tanyakanlah:
a. Adakah riwayat kelainan otot, sendi, atau tulang sebelumnya (terutama riwayat
trauma)?
Umumnya keluhan muskuloskeletal bersumber dari proses kronis, atau
sekuelae dari suatu kejadian di masa lampau, seperti trauma atau intervensi
dari luar, baik medis maupun non medis. Oleh karena itu, ini adalah hal yang
paling penting untuk ditanyakan.
b. Adakah riwayat tindakan baik medis maupun non medis sebelumnya?
Tindakan yang dimaksud adalah (contoh): operasi, seperti penggantian sendi
atau reposisi & fiksasi fraktur; massage (“urut”); tradisi-tradisi leluhur pada
suku- suku tertentu.
c. Adakah riwayat aktivitas yang membebani sistem muskuloskelet sebelumnya
(baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang)?
Contohnya, bekerja sebagai kuli pelabuhan; supir angkutan umum dengan
posisi duduk tidak ergonomis; pengantar surat yang setiap hari melalui
jalanan berbatu untuk waktu yang lama; sekretaris yang setiap hari
menggunakan mouse dalam posisi letak paksa, pasien geriatri yang
“bedridden” dengan posisi yang tidak diperhatikan oleh caregiver, penari
balet, dan sebagainya.
d. Adakah keluhan-keluhan sistemik atau fungsional sebelumnya?
Keluhan sistemik dan fungsional seringkali dapat ditemukan pada kasus
keluhan muskuloskeletal yang tidak dapat dihubungkan dengan riwayat
trauma, tndakan, atau kebiasaan. Misalnya demam, penurunan berat badan
(TB), ruam kulit (Rheumatoid Diseases), atau keluhan sistem genitourinarius
dan saluran cerna (seperti pada Sindroma Reiter).
e. Adakah pemakaian alat bantu atau alat-alat lain sebelumnya, yang mungkin
mempengaruhi sistem muskuloskeletal (terutama postur)?
Seperti: kursi yang dimodifikasi, tongkat berjalan, dan sebagainya.
f. Adakah kebiasaan tertentu yang mungkin dapat membebani sistem
muskuloskeletal sebelumnya?
Seperti: kebiasaan membawa tas ransel berat di bahu sebelah, memodifikasi
sepeda motor dengan memposisikan pijakan kaki lebih tinggi, dan sebagainya.

43
Blok 5

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak sedikit keluhan muskuloskeletal yang dapat dihubungkan dengan
penyakit- penyakit yang dapat diturunkan. Oleh karena itu, tanyakanlah
riwayat tersebut kepada pasien. Perlu diingat bahwa kelainan-kelainan yang
bersifat alergi-immunologi belum tentu diturunkan dalam bentuk penyakit
yang sama.

Riwayat Berobat
Riwayat berobat dalam hal ini penting untuk dicatat, mengingat akan
berhubungan erat, bisa dengan penyebab, maupun dengan penatalaksanaan
kelainan muskuloskeletal.
Tanyakanlah kepada pasien:
 Obat-obatan yang pernah dikonsumsi sebelumnya bila ada.
 Golongan yang biasanya berhubungan dengan sistem muskuloskeletal
adalah analgetik, antiinflamasi (baik steroid mupun non-steroid, opioid
maupun non-opioid), kortikosteroid atau immunosupresan lain, DMARDS:
penisillamin, garam-garam emas (seperti auranofin), klorokuin, methotrexate,
adalimumab, azathioprine.
 Tindakan pengobatan pada penyakit dahulu (baik muskuloskeletal maupun
bukan), termasuk fisioterapi, radioterapi, maupun kemoterapi.

44
Sistem Muskuloskeletal

Contoh Skenario Osteoarthritis


Hendra Subroto

Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif yang mengenai persendian,


dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi yang timbul karena gesekan ujung-
ujung tulang penyusun sendi.

Identitas pasien
Nama : Ny A
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cibogo 65
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah

Ny A datang dengan keluhan utama nyeri di lutut kiri.

Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Penderita merasakan nyeri
dan kaku pada lutut kirinya terutama saat berjalan dan naik turun tangga. Nyeri
juga dirasakan terutama pada pagi hari setelah bangun tidur.

Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan nyeri berkurang setelah


mengistirahatkan dan memijit sendi lututnya.
Penderita menyangkal riwayat trauma pada sendi lututnya. Keadaan merah dan
bengkak pada sendi lututnya juga disangkal.

RPD:
Penderita menyangkal pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya. Penderita
menderita kencing manis sejak 2 tahun yang lalu

RPK:
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini Ayah penderita menderita
kencing manis

Usaha berobat:
Mengoleskan krim penghilang nyeri, Nyeri hilang setelah mengoleskan krim,
kemudian timbul lagi

45
Blok 5

Check List _Anamnesis Muskuloskeletal

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Identitas pasien Nama : Ny A Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Cibogo 65
1.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
2. Datang dengan keluhan utama nyeri di kedua lututnya
Nyeri dirasakan sejak 3 hari yang lalu
Penderita merasakan nyeri dan kaku pada lututnya saat
3.
berjalan
Terutama pada pagi hari setelah bangun tidur
4. Keluhan nyeri VAS = 4
Keadaan yang meringankan gejala:
5. Mengistirahatkan sendi lutut
Dipijat atau digerak-gerakkan
Keadaan yang memperberat gejala:
6. Setelah berjalan atau naik turun tangga
Terkena suhu dingin, terutama pagi hari
Menyangkal riwayat trauma pada lutut
7. Menyangkal adanya deformitas
Menyangkal bengkak dan merah
RPD:
8. Belum pernah sakit seperti ini sebelumnya
Penderita menderita kencing manis sejak 2 tahun yang lalu
RPK:
9. Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Ayah penderita menderita kencing manis
Usaha berobat:
10. Mengoleskan krim penghilang nyeri, Nyeri hilang setelah
mengoleskan krim, kemudian timbul lagi
TOTAL SKOR 18

Referensi :
Anonim. Osteoarthritis. American College of Rheumatology. 2018. www.rheumatol- ogy.org/i-am-
a/patient-caregiver/disease-conditions/osteoarthritis.
Felson DT. Osteoarthritis. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo L, Jam- son JL, Loscalzo J,
editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York: The McGraw Hill; 2015. Hal.2226-
2233

46
Sistem Muskuloskeletal

Pemeriksaan Extremitas
Tingkat Keterampilan: 4A
Decky Gunawan

Tujuan
Melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada :
 Bahu dan lengan atas
 Siku dan lengan bawah
 Pergelangan tangan dan tangan
 Panggul dan tungkai atas
 Sendi lutut dan tungkai bawah
 Pergelangan kaki dan kaki.

Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan secara aktif dan pasif.

Pemeriksaan Bahu dan Lengan Atas


1. Meminta pasien berdiri membelakangi pemeriksa.
2. Inspeksi skapula dan otot-otot di sekitarnya. Perhatikan adanya sikatris,
pembengkakan, deformitas, atrofi otot, atau posisi yang abnormal.
3. Lihat adanya pembengkakan di sendi kapsul anterior atau tonjolan di bursa
subakromial di bawah otot deltoid. Lihat juga perubahan warna, perubahan
kulit, atau bentuk tulang yang tidak biasa (deformitas).

Gambar Anatomi tulang di ekstremitas atas

4. Palpasi dimulai dari area permukaan tulang di bahu:


a. Dari belakang, ikuti tulang skapula yang menonjol sampai ketemu
akromion
b. (puncak dari bahu). Identifikasi ujung anterior dari akromion.
c. Dengan jari telunjuk di atas akromion, tepat di belakang ujungnya,
tekan ke arah medial dengan ibu jari untuk menemukan daerah yang
sedikit lebih tinggi yang merupakan bagian distal dari klavikula di sendi
akromioklavikula. Gerakkan ibu jari ke medial dan turun sedikit menuju
tulang yang menonjol yang disebut prosesus korakoid dari skapula.

47
Blok 5

d. Dari depan dimulai dari medial di sendi sternoklavikula; temukan


klavikula lateral dengan jari.
5. Palpasi tendon biseps di lekukan intertuberkulum, tahan ibu jari tetap di
prosesus korakoid dan jari lainnya di bagian lateral humerus. Angkat jari
telunjuk dan taruh di tengah-tengah antara prosesus korakoid dan
tuberkulum di permukaan anterior lengan. Untuk memudahkan pemeriksa,
putar lengan bawah ke eksternal, tentukan lokasi distal dari otot dekat siku
dan ikuti otot biseps dan tendon proksimalnya ke lekukan intertuberkulum.
-

Gambar Ligamen

Analisis Hasil Pemeriksaan


 Skoliosis menyebabkan elevasi dari salah satu sisi bahu.
 Pada dislokasi dari bahu, aspek lateral yang bulat akan terlihat datar.
 Nyeri yang terlokalisasi terjadi akibat bursitis subakromial atau subdeltoid,
dan adanyaperubahan degeneratif ataudeposit kalsifikasi di
ototscapulohumeral grup.
 Nyeri pada insersi otot SITS dan ketidakmampuan untuk mengangkat lengan
di atas bahu terdapat pada sprain, robekan dan ruptur tendon pada otot
scapulohumeral grup. Paling sering pada otot supraspinatus.
 Nyeri dan efusi menandakan sinovitis di sendi glenohumeral. Jika batas
kapsula dan membran sinovial dapat dipalpasi, kemungkinan adanya efusi
yang sedang sampai berat. Sinovitis minimal pada sendi glenohumeral tidak
dapat dipalpasi atau dideteksi.

Pemeriksaan Siku dan Lengan Bawah


Inspeksi
1. Tahan lengan bawah pasien dengan tangan yang berlawanan sehingga sendi
siku fleksi sekitar 70°. Identifikasi epikondilus lateral dan medial dan prosesus
olekranon di tulang ulna.
2. Inspeksi bentuk siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna dan prosesus
olekranon. Lihat apakah ada nodul atau bengkak.
3. Palpasi prosesus olekranon dan tekan di epikondilus untuk melihat nyeri.
Rasakan apakah ada pergeseran di olekranon. Palpasi epikondilus lateralis,
medialis dan prosesus olekranon di tulang ulna normal membentuk segitiga
sama kaki.

48
Sistem Muskuloskeletal

Gambar Palpasi Siku

Analisis Hasil Pemeriksaan


 Bengkak yang terjadi pada prosesus olekranon terjadi pada bursitis olekranon.
 Nyeri di epikondilus lateral bagian distal karena adanya epikondilitis lateral
(Tennis Elbow).
 Nyeri di epikondilus medial bagian distal karena adanya epikondilitis medial
(Golfer’s Elbow).
 Olekranon pindah ke posterior pada dislokasi posterior daerah siku dan
fraktur suprakondilar.

Pemeriksaan Pergelangan Tangan dan Tangan


Inspeksi
1. Observasi posisi tangan saat bergerak dan lihat apakah pergerakannya mulus
dan alami. Saat istirahat jari-jari tangan harus fleksi ringan dan selaras hampir
paralel.
2. Inspeksi permukaan telapak dan punggung dari pergelangan tangan dan
lihat apakah ada bengkak di daerah sendi.
3. Lihat apakah ada deformitas dari pergelangan tangan, tangan dan jari-jari
tangan, serta setiap angulasi dari deviasi ulnar atau radial.
4. Observasi bentuk telapak tangan, terutama daerah tenar dan hipotenar.
5. Dinilai apakah ada penebalan dari tendon fleksor atau fleksi kontraktur di
jari-jari.

Palpasi
6. Pada pergelangan tangan, palpasi bagian distal dari radius dan ulna di
permukaan lateral dan medial. Palpasi setiap lekukan di sendi pergelangan
tangan dengan ibu jari di dorsum dari pergelangan tangan dan jari lainnya
di bawahnya. Dinilai apakah ada bengkak atau nyeri.
7. Palpasi tulang stiloid radial dan snuffbox anatomis, yaitu garis cekung di bagian
distal dari prosesus stiloid yang dibentuk dari otot abduktor dan ekstensor
dari ibu jari untuk menilai ada tidaknya kelainan di tulang skafoid.
8. Kompres sendi metacarpal dengan cara meremas telapak tangan dari kedua
sisi di antara jari dan ibu jari. Dinilai apakah ada nyeri atau bengkak.
9. Palpasi jari-jari dan ibu jari. Palpasi bagian lateral dan medial dari setiap sendi
di antara jari-jari tangan dan ibu jari (sendi proksimal interphalangeal dan
distal interphalangeal). Dinilai apakah ada nyeri, pembesaran tulang, dan
bengkak.

49
Blok 5

Analisis Hasil Pemeriksaan


 Pergerakan yang terhambat kemungkinan akibat cedera. Jari yang tidak sejajar
saat fleksi kemungkinan terjadi kerusakan tendon fleksor.
 Bengkak banyak terjadi akibat artritis atau infeksi. Bengkak lokal akibat
ganglion kista.
 Pada osteoartritis terdapat Heberden’s node di sendi interfalangeal distal (DIP),
dan Bouchard’s node di sendi interfalangeal proksimal (PIP). Pada rheumatoid
arthritis dapat terjadi deformitas simetris di sendi PIP, DIP, metacarpofalangeal
(MCP), dan pergelangan tangan dengan devisi ulnar.
 Pada Reumatoid Artritis terdapat deformitas Swan neck yaitu hiperekstensi PIP
dan fleksi DIP, serta deformitas Boutonniere yaitu fleksi PIP dan hiperekstensi
DIP.
 Atrofi tenar terjadi pada kompresi nervus medianus akibat carpal tunnel
syndrome. Atrofi hipotenar terjadi pada kompresi nervus ulnaris.
 Nyeri pada radius distal dapat terjadi akibat fraktur colles.
 Bengkak dan nyeri pada kedua tangan dan terjadi selama beberapa minggu
dapat disebabkan oleh reumatoid arthritis.
 Nyeri sepanjang tendon ekstensor dan abduktor ibu jari di stiloid radial dapat
terjadi pada de Quervain’s tenosinovitis.
 Nyeri di snuffbox anatomis terjadi pada fraktur skafoid; paling sering terjadi
pada cedera tulang carpal. Aliran darah yang kurang akibat fraktur
menyebabkan tulang skafoid memiliki risiko terjadi nekrosis avaskular.

Pemeriksaan Area Panggul dan Tungkai Atas


Inspeksi
1. Dimulai dengan mengevaluasi gaya berjalan pasien saat memasuki ruangan.
2. Observasi lebar dasar panggul, pergeseran panggul dan fleksi lutut.
3. Observasi bagian lumbal untuk melihat adanya lordosis ringan.
4. Inspeksi permukaan anterior dan posterior dari panggul untuk melihat adanya
atrofi otot atau adanya memar.
Palpasi bagian anterior dari panggul.
5. Kenali dulu krista iliaka di batas atas pelvis sejajar dengan L4
6. Identifikasi SIAS (Spina Iliaka Anterior Superior), kemudian identifikasi
7. trochanter dari femur.
8. Identifikasi simfisis pubis yang berada sejajar dengan trochanter femur.
9. Palpasi posterior superior tulang iliaka langsung di bawah dimple yang terlihat
persis di atas bokong.
10. Identifikasi tuberositas ischial dengan pedoman lipatan gluteal.
11. Sendi sakroiliaka dapat dipalpasi untuk mendeteksi nyeri.

Analisis Hasil Pemeriksaan


 Dislokasi panggul, artritis atau kelemahan abduksi dapat menyebabkan
panggul jatuh ke sisi yang berlawanan, menghasilkan gaya berjalan yang
tidak stabil.
 Hilangnya lordosis lumbal mungkin merefleksikan spasme paravertebral.

50
Sistem Muskuloskeletal

 Lordosis yang berlebihan menandakan deformitas fleksi pada panggul.


 Perubahan pada panjang kaki dapat terlihat pada evaluasi gait yang
menandakan kemungkinan adanya skoliosis, dislokasi panggul, dan fraktur
femur.
 Nyeri di area lipatan paha mungkin diakibatkan oleh artritis sendi panggul,
atau kemungkinan abses psoas.
 Nyeri fokal di trochanter terjadi pada bursitis trochanter. Nyeri di bagian
posterolateral di trochanter yang besar kemungkinan disebabkan oleh
tendinitis lokal atau spasme otot dari nyeri alih di panggul.
 Nyeri akibat bursitis ischiogluteal atau ”weaver’s bottom” dapat menyerupai
gangguan pada nervus sciatica.

Pemeriksaan Lutut dan Tungkai Bawah


Inspeksi
1. gaya berjalan pasien saat berjalan memasuki ruangan, lihat saat fase swing dan
stance.
2. Cek keselarasan dan bentuk kedua lutut pasien dan observasi adanya atrofi
pada otot quadrisep.
3. Lihat di bagian yang cekung sekitar patella, bengkak di sendi lutut, dan
kantung suprapatela. Lihat apakah ada bengkak di sekitar lutut.

Gambar Anatomi lutut

Palpasi
4. Minta pasien untuk duduk di ujung meja pemeriksaan dengan posisi lutut
fleksi. Pada posisi ini lekukan tulang lebih terlihat dan otot, ligamen dan
tendon lebih relaksasi. Beri perhatian pada tempat yang terdapat nyeri, karena
problem lutut sering mengalami nyeri.
5. Palpasi sendi tibiofemoral: taruh ibu jari di jaringan lunak di kedua sisi
tendon patela. Kenali lekukan sendi lutut.
6. Identifikasi batas-batas femur distal dan tibia proksimal
7. Nilai kompartemen sendi medial dan lateral dengan lutut fleksi 90°.
8. Menilai kompartemen patelofemoral. Temukan lokasi patela dan cari tendon
patela distal sampai menemukan tuberositas tibia. Minta pasien untuk
mengangkat kakinya. Pastikan bahwa tendon patela intak.

51
Blok 5

9. Minta pasien untuk terlentang dan lutut diregangkan. Tekan patela terhadap
femur. Minta pasien untuk mengencangkan otot quadrisep ketika patela
digerakkan ke distal di lekukan trochlear. Cek kehalusan gerak geser (the
patellofemoral grinding test).
10. Penilaian kantong suprapatela, bursa prepatela dan bursa anserine: palpasi
semua yang menebal atau pembengkakan di kantong suprapatela dan
sepanjang batas patella mulai 10 cm diatas batas superior dari patela dan
rasakan jaringan lunak diantara ibu jari dan jari-jari tangan. Gerakkan tangan
ke distal dengan langkah yang progresif, coba untuk mengenali kantong
suprapatela. Lanjutkan palpasi sepanjang pinggir dari patela. Rasakan apakah
ada bengkak atau rasa panas di antara jaringan.
11. Nilai ketiga bursa apakah ada bengkak. Palpasi bursa prepatela dan bursa
anserine di posteromedial dari lutut diantara ligamentum kolateral media dan
tendon yang menyisip di tibia medial dan di bagian tingginya. Pada
permukaan posterior, dengan lutut diekstensikan, nilai aspek medial dari fossa
poplitea, antara lain untuk mendeteksi adanya Kista Baker (ganglion poplitea).
12. Otot gastroknemius, soleus, dan tendon Achilles: palpasi otot gastroknemius
dan soleus di permukaan posterior di kaki bawah. Tendon achilles dapat di
palpasi di sepertiga betis bagian bawah dari penyisipannya sampai ke
kalkaneus.
13. Untuk tes integritas tendon Achilles, minta pasien untuk berlutut di atas kursi.
Tekan betis dengan kuat dan lihat plantar fleksi di pergelangan kaki.

Tes palpasi untuk menilai efusi di sendi lutut


The Bulge sign: dengan lutut di luruskan, taruh tangan kiri di atas lutut dan
berikan tekanan di kantong suprapatelar, pindahkan cairan sendi ke arah bawah.
Gerakkan secara cepat ke bawah ke aspek medial dan berikan tekanan untuk
memaksa cairan pindah ke daerah lateral. Ketuk lutut tepat di belakang batas
lateral dari patela dengan tangan kanan.

Gambar Bulge sign

The Ballon sign: letakkan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan di bagian kiri
dan kanan dari patella. Dengan tangan kiri, tekan kantong suprapatelar ke arah
femur. Rasakan cairan memasuki ruangan di sebelah patela di bagian ibu jari dan

52
Sistem Muskuloskeletal

jari telunjuk.

Ballotement sign patella: untuk menilai efusi yang besar, pemeriksa dapat menekan
kantong suprapatelar dan tekan patela ke arah femur. Lihat gerakan cairan yang
kembali ke kantong suprapatelar.

Analisis Hasil Pemeriksaan


 Kelemahan quadrisep ditandai dengan tidak mampunya lutut diekstensikan
melawan tahanan.
 Bengkak di sekitar patela menandakan bursitis prepatelar. Bengkak di sekitar
tuberkulum tibial menandakan bursitis infrapatelar atau bila lebih medial
menandakan bursitis anserine.
 Osteoartritis pada tulang rawan serta batas sendi terjadi jika ada deformitas
genu varum dan kekakuan selama kurang dari 30 menit atau kurang. Krepitus
mungkin ada.
 Robekan meniskus dengan nyeri setelah trauma sering terjadi pada meniskus
medial.
 Nyeri pada ligamentum kolateral medial setelah trauma, kemungkinan adanya
robekan ligamentum kolateral medial dan sebaliknya.
 Nyeri pada ligamentum kolateral lateral setelah trauma, kemungkinan adanya
robekan ligamentum kolateral lateral.
 Nyeri pada tendon atau ketidakmampuan untuk meregangkan (ekstensi) lutut
kemungkinan adanya robekan parsial atau komplit dari tendon patela.
 Nyeri dan krepitus menandakan adanya kerusakan dari permukaan bawah
dari patela yang berartikulasi dengan femur.
 Nyeri dengan tekanan dan pergerakan saat kontraksi quadrisep (patellar
grinding test positif) menandakan chondromalasia atau degeneratif patela
(sindrom patelofemoral).
 Bengkak di atas dan sekitar patela menandakan penebalan sinovial atau efusi
di sendi lutut.
 Bengkak atau teraba panas di daerah lutut mengindikasikan sinovitis atau
efusi yang tidak nyeri dari osteoarthritis.
 Bursitis prepatelar (“housemaid knees”) akibat dari terlalu sering berlutut;
bursitis anserine akibat sering berlari.
 Deformitas valgus dan fibromialgia dapat berupa akibat gangguan struktur
sendi.
 Defek di tendon yang nyeri dan bengkak ditemukan pada ruptur tendon
Achilles.
 Nyeri dan penebalan dari tendon Achilles di atas kalkaneus menandakan
tendinitis Achilles.
 Pada osteoartritis terdapat krepitus pada fleksi dan ekstensi sendi lutut.
 Nyeri atau adanya gap di garis sendi medial menunjukkan kelemahan ligamen
dan adanya robekan parsial dari ligamentum kolateral medial. Kerusakan
paling sering pada bagian medial.
 Nyeri atau adanya gap di garis sendi lateral menunjukkan kelemahan ligamen

53
Blok 5

dan adanya robekan dari ligamentum kolateral lateral.

Pemeriksaan Pergelangan Kaki dan Kaki


Inspeksi
1. Semua permukaan pergelangan kaki dan kaki.
2. Lihat adakah deformitas, nodul, bengkak, kalus atau kedangkalan.
Palpasi
3. Dengan menggunakan ibu jari, palpasi bagian anterior dari setiap sendi
pergelangan kaki, rasakan adakah nyeri atau bengkak.
4. Palpasi sepanjang tendon achilles untuk nodul atau nyeri.
5. Palpasi tumit, terutama bagian inferior dan posterior kalkaneus dan plantar
fascia untuk melihat nyeri.
6. Palpasi untuk melihat nyeri di maleolus lateral dan medial, terutama jika ada
trauma.
7. Palpasi sendi metatarsofalangeal untuk melihat nyeri. Tekan bagian terdepan
di antara ibu jari dan jari-jari. Berikan tekanan tepat di proksimal dari
metatarsal pertama sampai metatarsal kelima.
8. Palpasi bagian kepala dari lima metatarsal dan lekukannya diantara mereka
dengan ibu jari dan jari telunjuk. Taruh ibu jari di bagian dorsum dari kaki
dan jari telunjuk di permukaan plantar.

Analisis Hasil Pemeriksaan


 Lokalisasikan nyeri pada artritis, cedera pada ligamen atau infeksi pada
pergelangan kaki.
 Temukan nodul pada reumatoid, nyeri pada tendinitis achilles, bursitis atau
robekan parsial dari trauma.
 Nyeri tumit fokal pada palpasi di plantar fasia menandakan plantas fasciitis.
 Ketidakmampuan untuk menahan berat badan dan nyeri di bagian posterior
atau di maleolus, terutama di maleolus medial harus dicurigai adanya fraktur
di sekitar pergelangan kaki.
 Nyeri pada kompresi menandakan tanda awal dari reumatoid artritis.
 Inflamasi akut pada sendi metatarsofalangeal pertama menandakan gout.
 Pada Morton’s neuroma nyeri di ujung metatarsal pada permukaan plantar ke
3 dan ke 4.
 Nyeri saat pergelangan kaki dan kaki bergerak membantu dalam melokalisasi
kemungkinan artritis.
 Sendi yang mengalami artritis sering mengalami nyeri bila digerakkan ke
segala arah, sedangkan ligamentum yang mengalami sprain menghasilkan
nyeri yang maksimal saat ligamentum diregangkan.

Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China, 2009.

54
Sistem Muskuloskeletal

Checklist: Pemeriksaan Extremitas

Skor
No Prosedur
0 1 2 3
 Ucapkan salam dan perkenalan kepada pasien
 Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan
1. dilakukan.
 Daerah yang diperiksa harus terlihat jelas; selalu bandingkan kedua sisi
BAHU & LENGAN ATAS
Mintalah pasien berdiri membelakangi pemeriksa.
a.Inspeksi :
- Inspeksi skapula dan otot-otot di sekitarnya.
- Lihat adanya pembengkakan atau tonjolan di bursasubakromial di
bawah otot deltoid.
- Perhatikan adanya sikatriks, pembengkakan, deformitas, atrofi otot,
posisi yang abnormal, dan perubahan warna kulit
b.Palpasi :
- Dari belakang, ikuti tulang skapula yang menonjol (spina scapula)
sampai bertemu akromion (puncak dari bahu). Identifikasi ujung
anterior dari akromion.
2. - Dengan jari telunjuk di atas akromion, tepat di belakang ujungnya,
tekan ke arah medial dengan ibu jari untuk menemukan daerah yang
sedikit lebih tinggi yang merupakan bagian distal dari klavikula di
sendi akromioklavikula.
- Gerakkan ibu jari ke medial dan turun sedikit menuju tulang yang
menonjol yang disebut prosesus korakoid dari skapula.
- Dari depan dimulai dari medial di sendi sternoklavikula; temukan
klavikula lateral dengan jari.
- Palpasi tendon biseps di lekukan intertuberkulum, tahan ibu jari tetap
di prosesus korakoid dan jari lainnya di bagian lateral humerus. Angkat
jari telunjuk dan taruh di tengah-tengah antara prosesus korakoid dan
tuberkulum di permukaan anterior lengan.
SIKU & LENGAN BAWAH
a.Inspeksi :
- Tahan lengan bawah pasien dengan tangan yang berlawanan sehingga
sendi siku fleksi sekitar 70°.
- Identifikasi epikondilus lateral dan medial dan prosesus olekranon di
tulang ulna.
3. - Inspeksi bentuk siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna dan
prosesus olekranon.
b.Palpasi :
- Tekan prosesus olekranon dan tekan di epikondilus untuk melihat nyeri
- Rasakan apakah ada pergeseran di olekranon.
- Palpasi epikondilus lateralis, medialis dan prosesus olekranon di tulang
ulna normal membentuk segitiga sama kaki.
PERGELANGAN TANGAN & TANGAN
a.Inspeksi :
4. - Observasi posisi tangan saat bergerak dan lihat apakah pergerakannya
mulus dan alami. Saat istirahat jari-jari tangan harus fleksi ringan dan
selaras hampir paralel.

55
Blok 5

- Inspeksi permukaan telapak dan punggung dari pergelangan tangan


dan lihat apakah ada bengkak di daerah sendi.
- Lihat apakah ada deformitas dari pergelangan tangan, tangan dan jari-
jari tangan, serta setiap angulasi dari deviasi ulnar atau radial.
- Observasi bentuk telapak tangan, terutama daerah tenar dan hipotenar.
- Dinilai apakah ada penebalan dari tendon fleksor atau fleksi kontraktur
di jari-jari.
b.Palpasi
- Pada pergelangan tangan, palpasi bagian distal dari radius dan ulna di
permukaan lateral dan medial. Dinilai apakah ada bengkak atau nyeri.
- Palpasi tulang stiloid radial dan snuffbox anatomis, yaitu garis cekung di
bagian distal dari prosesus stiloid yang dibentuk dari otot abduktor dan
ekstensor dari ibu jari
- Palpasi jari-jari dan ibu jari. Palpasi bagian lateral dan medial dari
setiap sendi di antara jari-jari tangan dan ibu jari Dinilai apakah ada
nyeri, pembesaran tulang,dan bengkak.
PANGGUL & TUNGKAI ATAS
a. Inspeksi :
- Evaluasi gaya berjalan pasien saat memasuki ruangan.
- Observasi bagian lumbal untuk melihat adanya lordosis ringan.
- Inspeksi permukaan anterior dan posterior dari panggul untuk melihat
adanya atrofi otot atau adanya memar.
b. Palpasi bagian anterior dari panggul.
- Kenali dulu krista iliaka di batas atas pelvis sejajar dengan L4
5. - Identifikasi SIAS (spina iliaka anterior superior), kemudian
identifikasi
trochanter dari femur.
c. Palpasi posterior superior tulang iliaka langsung di bawah dimple yang
terlihat persis di atas bokong.
- Identifikasi tuberositas ischial dengan pedoman lipatan gluteal.
- Sendi sakroiliaka dapat dipalpasi untuk mendeteksi nyeri.

LUTUT & TUNGKAI BAWAH


a. Inspeksi :
- Inspeksi gaya berjalan pasien saat berjalan memasuki ruangan, lihat saat
fase swing dan stance.
- Cek keselarasan dan bentuk kedua lutut pasien dan observasi adanya
atrofi pada otot quadrisep.
- Lihat di bagian yang cekung sekitar patella, bengkak di sendi lutut, dan
kantung suprapatela. Lihat apakah ada bengkak di sekitar lutut.
b. Palpasi :
6. - Minta pasien untuk duduk di ujung meja pemeriksaan dengan posisi
lutut fleksi. Pada posisi ini lekukan tulang lebih terlihat dan otot, ligamen
dan tendon lebih relaksasi. Beri perhatian pada tempat yang terdapat
nyeri.
- Palpasi sendi tibiofemoral: taruh ibu jari di jaringan lunak di kedua sisi
tendon patela. Kenali lekukan sendi lutut. Identifikasi batas-batas
femurdistal dan tibia proksimal
- Nilai kompartemen patelofemoral. Temukan lokasi patela dan cari
tendon patela distal sampai menemukan tuberositas tibia. Minta pasien

56
Sistem Muskuloskeletal

untuk mengangkat kakinya. Pastikan bahwa tendon patela intak.


- Palpasi otot gastroknemius dan soleus di permukaan posterior di kaki
bawah. Tendon achilles dapat dipalpasi di sepertiga betis bagian bawah
dari penyisipannya sampai ke kalkaneus.
c. Palpasi untuk menilai efusi di sendi lutut
 The Bulge sign: dengan lutut di luruskan, taruh tangan kiri di atas lutut
dan berikan tekanan di kantong suprapatelar, pindahkan cairan sendi
ke arah bawah. Gerakkan secara cepat ke bawah ke aspek medial dan
berikan tekanan untuk memaksa cairan pindah ke daerah lateral.
Ketuk lutut tepat di belakang batas lateral dari patela dengan tangan
kanan.
 The Ballon sign: letakkan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan di
bagian kiri dan kanan dari patella. Dengan tangan kiri, tekan kantong
suprapatelar ke arah femur. Rasakan cairan memasuki ruangan di
sebelah patela di bagian ibu jari dan jari telunjuk.
 Ballotement sign patella: untuk menilai efusi yang besar, pemeriksa
dapat menekan kantong suprapatelar dan tekan patela ke arah femur.
Lihat gerakan cairan yang kembali ke kantong suprapatelar.
PERGELANGAN KAKI & KAKI
a. Inspeksi semua permukaan pergelangan kaki dan kaki. Lihat adakah
deformitas, nodul, bengkak, kalus atau kedangkalan.
b. Palpasi :
- Dengan menggunakan ibu jari, palpasi bagian anterior dari setiap sendi
pergelangan kaki, rasakan adakah nyeri atau bengkak.
7. - Palpasi sepanjang tendon achilles untuk nodul atau nyeri.
- Palpasi tumit, terutama bagian inferior dan posterior kalkaneus dan
plantar fascia untuk melihat nyeri.
- Palpasi sendi metatarsofalangeal untuk melihat nyeri. Tekan bagian
terdepan di antara ibu jari dan jari-jari. Berikan tekanan tepat di
proksimal dari metatarsal pertama sampai metatarsal kelima.

57
Blok 5

Pemeriksaan Tulang Belakang dan Postur


Tingkat keterampilan: 4A
Jeanny E.L

Tujuan:
1. Menilai bentuk tulang belakang
2. Melakukan pemeriksaan tulang belakang , otot dan sendi yang terkait
3. Menemukan kelainan yang tersering ditemukan pada pemeriksaan tulang
belakang

Teknik Pemeriksaan
1. Inspeksi postur (atletikus, piknikus, astenikus), termasuk posisi leher dan
batang tubuh saat pasien memasuki ruangan . Nilai pasien pada posisi tegak ,
cara berjalan
2. Jelaskan kepada pasien pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya
3. Cuci tangan 7 langkah
4. Minta pasien untuk berdiri dan membuka bajunya. Pasien berdiri pada posisi
sebagaimana biasanya berdiri dengan kaki dan tangan tergantung pada kedua
sisi. Kepala di garis tengah pada bidang yang sama dengan sakrum, bahu dan
panggul harus sejajar.
5. Inspeksi dari lateral. Evaluasi kelengkungan tulang punggung pasien.
Servikal bentuk lordosis, torakal bentuk kifosis, lumbal bentuk lordosis dan
sakrum kifosis. Pada orang tua, lengkung torakal lebih kifosis, perlu mencurigai
adanya fraktur kompresi vertebra. Pada anak-anak deformitas struktur yang
dapat dikoreksi harus dicari.

Gambar Anatomi Columna Vertebralis

Gambar Inspeksi punggung dari samping dan belakang

58
Sistem Muskuloskeletal

6. Inspeksi dari belakang:


a. Tulang belakang tegak, tampak dengan garis imajiner harus jatuh dari C7
melalui celah gluteal
b. Kesejajaran bahu, krista iliaka, dan lipatan kulit di bawah bokong (lipatan
gluteal) Pada skoliosis, ketinggian bahu dan pelvis tidak sama
c. Lihat prosesus spinosus (biasanya paling terlihat di C7 dan T1)
d. Tanda lahir, port wine stain, hairy patches cafe-au-lait spots dan lipoma sering
ditemukan pada defek tulang belakang seperti spina bifida, skin tags, massa
seperti neurofibromatosis
e. Spina iliaka postero superior, biasanya ditandai dengan adanya skin
dimples.
7. Palpasi
a. Palpasi prosesus spinosus pada setiap vertebra dengan ibu jari bisa
dengan posisi duduk atau posisi berdiri. Bila ada nyeri pada palpasi dapat
menandakan adanya fraktur atau dislokasi karena trauma, infeksi atau
artritis. Pada spondylosthesis terdapat Step-offs, prosesus spinosus bergeser
ke depan sehingga dapat menekan medulla spinalis
b. Pada leher, palpasi sendi facet yang terletak antara vertebra servikal kira-
kira 1 inci lateral terhadap prosesus spinosus C2-C7. Sendi ini terletak di
bagian dalam terhadap m. trapezius dan tidak dapat dipalpasi kecuali
otot-otot dalam keadaan rilkes. Nyeri dapat terjadi pada artritis, khusunya
pada sendi facet.
c. Palpasi otot-otot paravertebra untuk melihat apakah ada nyeri atau spasme
otot. Otot-otot pada keadaan spasme dapat terasa lebih keras. Spasme
dapat terjadi pada proses degenerasi dan inflamasi otot, kontraksi otot
yang terlalu lama karena postur yang abnormal, kecemasan, atau herniasi
diskus intervertebralis sering di L5-S1 atau L4-L5 yang sering menjalar ke
ekstremitas bawah.

Gambar anatomi lumbal, sakral dan n. ischiadicus

d. Periksa secara hati-hati di daerah lumbal apakah ada prosesus spinosus


yang menonjol (gibus) atau tidak terlihat menonjol (normal) sehubungan
dengan tulang diatasnya.

59
Blok 5

e. Palpasi daerah sakroiliaka, biasanya ada skin dimples di sepanjang spina


iliaka posterosuperior. Nyeri sendi sakroiliaka dapat menadakan adanya
peradangan sendi / sakroilitis, kemungkinan juga oleh ankylosing
spondilytis
f. Perkusi tulang belakang dari daerah servikal hingga lumbal untuk melihat
adanya nyeri; dilakukan dengan menggunakan sisi medial kepalan
tangan. Nyeri dapat karena fraktur pada osteoporosis, infeksi atau
keganasan. Nyeri pada sendi intervertebra dapat disebabkan artritis.
Nyeri pada sudut costovertebral perlu mencurigai adanya gangguan pada
ginjal.
g. Palpasi n. ischiadicus (saraf terbesar di tubuh yang berasal dari radiks
saraf L4-S3), pasien diminta untuk tidur miring dengan flkesi panggul dan
lutut. Lakukan palpasi n. ischiadicus pada garis antara trochanter major dan
tuber ischiadicum seiring saraf tersebut meningglkan foramen
infrapiriformis. Nyeri pada n.ischiadicus dapat karena diskus
intervertebralis mengalami herniasi atau lesi massa yang menjepit radiks
saraf yang bersangkutan.

Gambar palpasi n.ischiadicus

8. Range of Motion (ROM)


Vertebra servikalis merupakan bagian tulang belakang yang paling mobile,
terdiri dari 7 vertebra yang menyokong 5-8 kg berat kepala. Fleksi dan
ekstensi leher terjadi khusunya antara tengkorak dan C1 (atlas), rotasi terjadi
pada C1-C2 (axis), dan lateral flkesi pada C2-C7.
ROM yang terbatas dapat timbul dari kekakuan akibat trauma, spasme otot
seperti tortikolis, artritis, atau keadaan patologis lain yang harus dicari.
Minta pasien untuk meggerakkan lehernya, nilai gerakan halus dan
terkoordinasi. Hal ini penting untuk menilai setiap keluhan atau temuan pada
leher, bahu, atau nyeri pada lengan, atau rasa baal yang mungkin akibat
kompresi pada medulla spinalis atau saraf-saraf perifer dari segmen servikal.
Nyeri pada C1-C2 pada penderita artritis reumatoid meningkatkan risiko
untuk terjadinya subluksasi dan kompresi medula spinalis.

60
Sistem Muskuloskeletal

Pemeriksaan dilakukan secara aktif dan pasif.


 Pemeriksaan aktif:
pasien diminta melakukan gerakan secara mandiri, menirukan gerakan
pemeriksa.
 Pemeriksaan pasif:
pemeriksa yang menggerakkan ekstremitas pasien

a. Leher: dinilai apakah ada nyeri atau gangguan pergerakan


 Gerakan fleksi
Minta pasien untuk mendekatkan dagunya ke arah dada.
Normal fleksi leher 50°
 Gerakan ekstensi
Minta pasien untuk melihat ke atas. Normal ekstensi leher 60°

 Gerakan rotasi
Minta pasien untuk melihat bahu kanan dan sebaliknya.
Normal rotasi leher ke kanan 80°, ke kiri 80°.

 Gerakan lateral bending


Minta pasien untuk mendekatkan telinga ke bahu kanan dan sebaliknya.
Normal lateral bending 45°

61
Blok 5

b. Kolumna spinalis
 Gerakan fleksi
Minta pasien untuk membungkuk kedepan dan menyentuh jari-jari kaki.
Perhatikan kelenturan dan kesimetrisan gerakan , derajat pergerakan dan
kelengkungan pada area lumbal.
Persistensi lordosis lumbal mengindikasikan adanya spasme otot atau
ankylosing spondilytis.
 Gerakan ekstensi
Tempatkan tangan kita pada spina iliaka posterior superior, dengan jari
kita mengarah ke garis tengah, dan minta pasien untuk melakukan
dorsoflkesi sejauh mungkin.
 Gerakan rotasi
Minta pasien berputar ke arah kiri dan kanan (stabilkan pelvis pasien
dengan menaruh kedua tangan pemeriksa di panggul kanan kiri pasien
lalu putar batang tubuh ke kanan dan ke kiri); atau pasien dalam posisi
duduk langsung memutar tubuh ke kanan dan kiri
 Gerakan fleksi ke lateral
Stabilisasi pelvis dengan menenpatkan tangan kita pada panggul pasien.
Minta pasien untuk fleksi ke lateral pada kedua sisi sejauh mungkin

Gambar pemeriksaan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi trunk

Referensi
1. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking,
10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009.
2. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia; Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Primer, Edisi 1. Jakarta. 2007

62
Sistem Muskuloskeletal

Checklist:
Pemeriksaan Umum Tulang Belakang (Columna Vertebralis) dan Postur

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
 Perhatikan postur (atletikus, piknikus, astenikus) dan
cara berjalan ketika pasien memasuki ruangan
1.
 Pemeriksa memperkenalkan diri dan memberi salam
 Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
 Cuci tangan 7 langkah
 Meminta pasien membuka baju
2.  Meminta pasien berdiri pada posisi sebagimana
biasanya (kaki & tangan tergantung pada kedua sisi,
kepala di garis tengah sebidang dengan sakrum, bahu &
panggul sejajar)
Inspeksi dari lateral
Vertebra tegak atau melengkung ?
 Servikal lordosis?
3.
 Torakal kifosis?
 Lumbal lordosis?
 Sakrum kifosis?
Inspeksi dari belakang
 Tulang belakang tegak? (garis imajiner jatuh dari C7
4. memalui celah gluteal)
 Kesejajaran bahu, krista iliaka, lipatan gluteal ?skoliosis?
 Prosesus spinosus C7 & T1 paling terlihat?
 Tanda lahir
(port wine stain/ hairy patches/ cafe-au-lait spots)
 lipoma
5.  spina bifida
 skin tags
 massa neurofibromatosis?
 SIPS skin dimples?
Palpasi
 Prosesus spinosus nàyeri , step off, lumbal gibus?
 Sendi facet
6.  Otot-otot paraverteba sàpame?
 Sakroiliaka nàyeri?
 Perkusi servikallumbal nyeri?
 N. ischiadicus
Total Skor

63
Blok 5

Penilaian Postur dan Habitus


Tingkat Keterampilan: 4A
Yenni Limyati

Tujuan pemeriksaan: Melakukan postur dan habitus

Teknik Pemeriksaan
1. Perhatikan gaya berjalan pasien saat memasuki ruang periksa
2. Nilai postur/habitus pasien (atletikus, piknikus, astenikus)

Analisis Hasil Pemeriksaan


1. Penilaian gaya berjalan:
a. Spastic Hemiparesis
Postur ini berhubungan dengan lesi pada traktus kortikospinal, seperti
pada stroke. Satu lengan tergantung kaku di sisi tubuh dengan fleksi sendi
siku, pergelangan tangan dan interphalangs. Tungkai lurus dengan
plantar fleksi. Saat berjalan pasien menyeret salah satu kaki atau membuat
gerakan kaku melingkar saat berjalan maju (circumduction).

Berhubungan dengan parese spastis bilateral dari tungkai, terlihat


kaku. Saat berjalan, paha cenderung menyilang satu sama lain.
Langkah-langkah singkat, pasien tampak berjalan seperti
menyeberang air.

b. Steppage Gait
Berhubungan dengan drop foot, biasanya merupakan penyakit lower motor
neuron sekunder. Pasien-pasien ini juga menyeret kaki mereka atau
mengangkat kaki tinggi- tinggi, dengan lutut tertekuk menjatuhkannya

64
Sistem Muskuloskeletal

dengan keras ke lantai, sehingga biasanya muncul saat berjalan menaiki


tangga. Pasien tidak dapat berjalan di atas tumit. Kelainan ini mungkin
melibatkan kedua sisi.

c. Sensory Ataxia
Berhubungan dengan hilangnya sensasi posisi pada tungkai, seperti pada
polineuropati atau gangguan kolumna posterior. Gaya berjalan tidak stabil
(sempoyongan) dengan posisi kedua kaki melebar. Pasienmelempar
kakinya ke depan dan ke luar dan menjatuhkannya didahului oleh tumit
kemudian jari kaki sehingga terdengar double tapping sound. Pasien
memperhatikan lantai saat berjalan. Pasien tidak dapat berdiri seimbang
saat menutup mata (Romberg sign positif).

d. Cerebellar Ataxia
Berhubungan dengan penyakit cerebellum atau traktus jaras yang
berhubungan. Postur goyah dan melebar di bagian kaki. Saat berputar,
pasien mengalami kesulitan yang berlebihan. Pasien tidak dapat berdiri
seimbang baik dengan mata terbuka maupun tertutup.

e. Parkinsonian Gait
Berhubungan dengan defek ganglia basal pada penyakit parkinson. Postur
bungkuk, kepala dan leher ke depan, pinggul dan lutut sedikit fleksi.
Lengan fleksi pada siku dan pergelangan tangan. Pasien lambat dalam
memulai langkah. Langkah- langkah pendek dan menyeret. Ayunan
lengan berkurang dan kaku saat berbalik.

65
Blok 5

f. Gait of Older Age


Merupakan proses penuaan. Kecepatan, keseimbangan dan kelincahan
menurun. langkah pendek-pendek, tidak pasti, bahkan menyeret. Tungkai
mungkin fleksi pada panggul dan lutut.

2. Postur/Habitus:
a. Astenikus
Bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata atau cekung, angulus costae,
dan otot – otot tak bertumbuh dengan baik.
b. Atletikus
Bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu yang terangkat ke atas, dada
penuh, perut rata, dan lengkung tulang belakang dalam batas normal.
c. Piknikus
Bentuk tubuh yang cenderung bulat, dan penuh dengan penimbunan
jaringan lemak subkutan.

Gambar . Postur tubuh


Piknikus Atletikus Astenikus

Referensi
1. Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking,
10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China.
2. Duijnhoven & Belle 2009, Skills in Medicine: The Pulmonary Examination.

66
Sistem Muskuloskeletal

Pemeriksaan Integritas Ligamenta Sendi Lutut


Yenni Limyati

Pemeriksaan integritas ligamenta ini diperlukan untuk mencari kemungkinan


robekan ligamenta, khususnya pada pasien-pasien yang mengalami trauma
akibat cedera. Dalam kesempatan ini ligamenta yang akan diperiksa adalah
ligamenta penguat sendi lutut, yakni lig.collaterale mediale dan laterale, dan
lig.cruciatum anterior dan posterior. Dilihat dari anatomi ligamenta tersebut,
lig.collaterale mediale berperan dalam mencegah posisi valgus pada sendi lutut
yang berlebihan, sedangkan lig.collaterale laterale berperan dalam mencegah
posisi varus pada sendi lutut yang berlebihan. Sedangkan fungsi dari lig.
cruciatum anterior adalah untuk mencegah pergeseran tibia ke arah anterior
terhadap femur (atau femur ke arah posterior terhadap tibia) yang berlebihan,
sedangkan lig.cruciatum posterior adalah untuk mencegah pergeseran tibia ke
arah posterior terhadap femur (atau femur ke arah anterior terhadap tibia) yang
berlebihan. Pada pemeriksaan ini pemeriksa memposisikan diri di hadapan kaki
pasien.

Gambar. Anatomi ligamenta pada sendi lutut

1. Tes integritas ligamentum (sendi lutut):


a. Pemeriksaan integritas Lig.collaterale mediale/tibiale
(Abduction [Valgus] Stress Test)
 Pasien pada posisi supine dan sendi lutut sedikit difleksikan (± 10°),
lakukan abduksi pada sendi panggul sekitar 30°.
 Untuk pemeriksaan pada bagian lutut kiri, tempatkan tangan kanan
pada sisi lateral sendi lutut (untuk menstabilisasi femur) dan tangan

67
Blok 5

kiri pada sisi medial pergelangan kaki. Dorong sendi lutut ke arah
medial dengan tangan kanan dan tarik pergelangan kaki dengan
tangan kiri dengan arah lateral untuk membuka sendi lutut.
 Untuk pemeriksaan pada bagian lutut kanan, lakukan pemeriksaan
di atas dengan menukarkan posisi tangan.

Gambar . Abduction Stress Test

b. Pemeriksaan integritas Lig.collaterale laterale/fibulare


(Adduction [Varus] Stress Test)
 Pasien pada posisi supine dan sendi lutut sedikit difleksikan (± 10°),
lakukan abduksi pada sendi panggul sekitar 30°.
 Untuk pemeriksaan pada bagian lutut kiri, tempatkan tangan kiri
pada sisi medial sendi lutut (untuk menstabilisasi femur) dan tangan
kanan pada sisi lateral pergelangan kaki. Dorong sendi lutut ke arah
lateral dengan tangan kiri dan tarik pergelangan kaki dengan tangan
kanan dengan arah medial untuk membuka sendi lutut.
 Untuk pemeriksaan pada bagian lutut kanan, lakukan pemeriksaan
di atas dengan menukarkan posisi tangan.

Gambar. Adduction Stress Test

c. Pemeriksaan integritas Lig.cruciatum anterior (Anterior Drawer Sign)


 Pasien dalam posisi berbaring, dengan fleksi lutut 90° dan telapak
kaki menempel pada tempat tidur. Posisi pemeriksa di ujung meja
menduduki kaki pasien agar terfiksasi.
 Genggam sendi lutut oleh jari-jari pemeriksa, dengan menempatkan

68
Sistem Muskuloskeletal

ibu jari di bagian anterior pada proximal tibia dan jari-jari lainnya di
bagian posterior (daerah fossa poplitea).
 Kemudian tarik tibia ke arah anterior dan perhatikan apakah ada
pergeseran tibia yang bermakna terhadap femur.
 Bandingkan dengan sisi kontralateral.

Gambar. Anterior Drawer Sign

d. Pemeriksaan integritas Lig.cruciatum posterior (Posterior Drawer Sign)


 Pasien dalam posisi berbaring, dengan fleksi lutut 90° dan telapak
kaki menempel pada tempat tidur. Posisi pemeriksa di ujung meja
menduduki kaki pasien agar terfiksasi.
 Genggam sendi lutut oleh jari-jari pemeriksa, dengan menempatkan
ibu jari di bagian anterior pada proximal tibia dan jari-jari lainnya di
bagian posterior (daerah fossa poplitea).
 Kemudian dorong tibia ke arah posterior dan perhatikan apakah ada
pergeseran tibia yang bermakna terhadap femur.
 Bandingkan dengan sisi kontralateral.

Gambar. Posterior Drawer Sign

69
Blok 5

Check List Pemeriksaan Ligamentum Collaterale


Harijadi

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Pemeriksa menjelaskan prosedur pemeriksaan dan
mempersilakan berbaring rileks
1. Posisi pasien: supinasi, fleksi lutut (+ 10o), abduksi sendi
panggul (+ 30o)
Posisi pemeriksa: di depan kedua kaki pasien
Abduction Test untuk Pemeriksaan Lig. Colateralle Mediale:
Pemeriksaan sendi lutut kiri:
- Tangan kanan pada lateral sendi lutut kiri untuk
2.
stabilisasi femur
- Tangan kiri pada sisi medial pergelangan kaki
- Tangan kanan mendorong lutut ke arah medial
3. - Tangan kiri menarik pergelangan kaki ke arah lateral
- Tujuan: menutup sendi lutut
Pemeriksaan sendi lutut kanan:
melakukan hal yang sama, tetapi posisi tangan dan arah
4.
gerakan adalah berlawanan dengan pemeriksaan lutut
kiri)
Adduction Test untuk Pemeriksaan Lig. Collaterale Laterale:
Pemeriksaan sendi lutut kiri:
Tangan kiri pada medial sendi lutut kiri untuk stabilisasi
5.
femur,
Tangan kanan pada sisi lateral pergelangan kaki
Tangan kiri mendorong lutut ke arah lateral,
6. Tangan kanan menarik pergelangan kaki ke arah medial
Tujuan: membuka sendi lutut
Pemeriksaan sendi lutut kanan:
melakukan hal yang sama, posisi tangan dan arah
7.
gerakan adalah berlawanan dengan pemeriksaan lutut
kiri)
TOTAL SKOR

70
Sistem Muskuloskeletal

Check List Pemeriksaan Lig. Cruciatum

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Pemeriksa menjelaskan prosedur pemeriksaan dan
mempersilakan pasien berbaring rileks
1. Posisi pasien: berbaring supinasi, fleksi lutut 90o, telapak
kaki menempel bed pemeriksaan.
Posisi pemeriksa: menduduki kaki pasien (fiksasi kaki)
Pemeriksa menggengam sendi lutut dengan menempatkan
2. ibu jari pada bagian anterior (proximal tibia), sedangkan
jari-jari lain pada bagian posterior (fossa poplitea)
Pemeriksaan Lig. Cruciatum Anterior (Anterior Drawer Sign)
Pemeriksa menarik tibia kearah anterior, sambil
3.
memperhatikan adanya pergeseran tibia terhadap femur.
Pemeriksa melakukan pemeriksaan yang sama pada lutut
4. kontralateral, kemudian membandingkan hasil kedua
pemeriksaan tsb.
Pemeriksaan Lig. Cruciatum Posterior (Posterior Drawer sign)
Pemeriksa mendorong tibia kearah anterior, sambil
5.
memperhatikan adanya pergeseran tibia terhadap femur.
Pemeriksa melakukan pemeriksaan yang sama pada lutut
6. kontralateral, kemudian membandingkan hasil kedua
pemeriksaan tsb.
TOTAL SKOR

71
Blok 5

Pemeriksaan Sendi Sacroiliaca


Yenni Limyati

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan adakah disfungsi pada sendi


sacroiliaca pada pasien dengan keluhan nyeri pinggang (low back pain).
Pemeriksaan ini penting untuk mengevaluasi sumber dari nyeri pinggang. Sendi
sacroiliaca adalah suatu sendi sinovial yang dibentuk oleh facies articularis ossis
sacri dan facies articularis ossis ilii. Stabilitas sendi dipelihara oleh serangkaian
ligamenta, antara lain lig.sacroiliaca anterior dan posterior. Sendi ini berfungsi
sebagai shock absorber untuk pelvis dan lumbal.
Trauma merupakan penyebab tersering terjadinya disfungsi sendi
sacroiliaca, pasien seringkali memiliki riwayat jatuh pada bokongnya atau
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.
Sendi sacroiliaca sulit untuk di palpasi karena letaknya yang terhalang oleh os
ilium dan tertutup oleh ligamenta, untuk mengidentifikasinya pusat sendi
sacroiliaca pasien diminta berbaring miring kemudian buat dua garis imajiner;
garis 1 antara S2 dengan spina iliaca superior posterior; 2 garis antara crista iliaca
dengan di pertengahan processus spinosus L4-5.

Gambar . Sendi Sacroiliaca

Pemeriksaan khusus sendi sacroiliaca adalah Patrick test. Dari gambar 1


dilakukan Patrick test untuk tungkai kiri (Gb. 2), pasien diminta supine, letakkan
kaki yang akan diperiksa di atas lutut kontralateral. Posisi sendi panggul kiri
menjadi fleksi, abduksi dan rotasi eksterna. Bila dengan posisi tersebut terdapat
nyeri di inguinal kiri mengindikasikan adanya kelainan sendi panggul kiri atau
otot-otot sekitar panggul. Tangan kanan pemeriksa diletakkan pada lutut kiri
pemeriksa dan tangan kiri pemeriksa diletakan pada SIAS kanan pasien,
kemudian dorong lutut kiri ke arah meja pemeriksaan, dan tangan kiri
memfiksasi SIAS kanan agar tetap stabil. Bila pasien mengeluh nyeri
menandakan adanya kelainan pada sendi sacroiliaca (tuberkulosa, trauma pelvis)
Pemeriksaan Patrick test untuk tungkai kanan, tangan kiri pemeriksa
diletakan pada lutut kanan pasien dan tangan kanan pemeriksa diletakan pada
SIAS kiri pasien, dan pergelangan kaki kanan pasien ditumpukan di atas lutut
kiri pasien, dan dilakukan pemeriksaan seperti di atas.

72
Sistem Muskuloskeletal

Gambar Patrick Test

Check List Pemeriksaan Patrick Test

Skor
No KRITERIA
0 1 2 3
Pasien dalam posisi berbaring, lakukan fleksi pada sendi
1 panggul dan sendi lutut sebesar 90° pada sisi kanan/kiri,
dan pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
Pemeriksaan sisi kiri:
Posisikan tangan kanan pemeriksa di atas lutut kiri dan
2 tangan kiri pemeriksa di atas SIAS kanan pasien, dan
pergelangan kaki kirinya diletakkan di atas lutut kanan
pasien
Lakukan dorongan pada lutut kiri pasien sehingga lutut
3 menyentuh ke meja pemeriksa dan tangan kiri pemeriksa
menstabilisasikan pelvis
Pemeriksaan sisi kanan:
Posisikan tangan kiri pemeriksa di atas lutut kanan dan
4 tangan kanan pemeriksa di atas SIAS kiri pasien,
dan pergelangan kaki kanannya diletakkan di atas lutut
kiri pasien
Lakukan dorongan pada lutut kanan pasien sehingga lutut
5 menyentuh ke meja pemeriksa dan tangan kanan
pemeriksa menstabilisasikan pelvis
Tanyakan apakah didapatkan nyeri pada panggul
6
ipsilateral terhadap lutut yang didorong
JUMLAH NILAI

Referensi
1. Bickley L.S., Bates. 2009. Guide to Physical Examination and History Taking. ed. 10th . Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia.
2. Hoppenfeld S, Physical Examination of The Spine and Extremities. Appleton Century Croft/ New
York.
3. LeBlond R.F. et al. 2009. DeGowin’s Diagnostic Examination, ed. 9th . McGraw Hill. New York.
4. Swartz M.H., 2006. Textbook of Physical Diagnosis: History and Examination, ed. 5th . Saunders,
Philadelphia.

73
Blok 5

74
Blok 6

Hematologi dan Imunologi


Blok 6

Phlebotomy Menggunakan Syringe dan Prinsip Penanganan Jarum


Tingkat Keterampilan: 4A
Penny Setyawati Martioso., SpPK., M.Kes.

Tujuan:
Tujuan jangka pendek
Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran mengetahui dan memahami prosedur
pengambilan darah vena (phlebotomy) sesuai SOP, serta mengetahui cara
pencegahan serta mengatasi komplikasi phlebotomy yang mungkin terjadi saat
phlebotomy.

Tujuan jangka panjang


Mahasiswa/i mampu melakukan prosedur pengambilan darah vena (phlebotomy)
sesuai SOP dan mampu mengatasi kemungkinan komplikasi phlebotomy yang
mungkin terjadi saat phlebotomy.

Tujuan akhir
Mahasiswa/i mampu dan terampil melakukan pengambilan darah vena
(phlebotomy) sesuai SOP serta terampil dalam mengatasi kemungkinan komplikasi
phlebotomy yang mungkin terjadi.

Alat dan Bahan


1. Tourniquette
2. Sarung tangan DTT
3. Label untuk identitas sampel
4. Syringe 3 cc atau 5 cc atau 10 cc
5. Band aid atau Plesster
6. Tabung sampel dengan/tanpa antikoagulan
7. Kapas dan alkohol 70% atau alchohol swab
8. Tempat sampah limbah medis non- tajam
9. Tempat sampah limbah medis tajam (jarum)

Teknik Keterampilan
Identifikasi Pasien, Labelling dan Persiapan Alat
1. Phlebotomist mempersilakan pasien duduk tenang 5-15’.
2. Mejelaskan maksud dan tujuan phlebotomy kepada pasien.
3. Cocokkan identitas pasien dengan formulir rujukan pasien.
4. Penempelan label identitas pasien (labelling) pada tabung sampel disaksikan
oleh pasien, bila data sudah cocok.
5. Menjelaskan kepada pasien bahwa akan diambil sampel darah sesuai
pemeriksaan yang diinginkan oleh dokter.
6. Menanyakan persiapan pasien antara lain puasa atau tidak, kapan makan
terakhir, dan obat yang dikonsumsi.
7. Phlebotomist cuci tangan memakai hand rub atau sabun dengan air bersih yang
mengalir.
8. Tangan setelah dikeringkan lalu memakai sarung tangan.

76
Hematologi dan Imunologi

9. Phlebotomist mempersiapkan alat-alat dan bahan yang diperlukan saat


tindakan phlebotomy.

Persiapan Pra-Phebotomy, yaitu :


 Lengan Pasien diletakkan dalam posisi lurus dan nyaman.
 Menentukan lokasi v. Mediana cubiti atau vena lain di area fossa cubiti dan
memilih vena superfisial yang tampak jelas, bila tidak terlihat maka lakukan
perabaan cari area yang teraba fluktuasi cairan pembuluh vena.

Anatomi Pembuluh Vena pada Fosso cubiti

 Tourniquette dipasang longgar pada lengan atas, 3-4 jari atau (8-10 cm)
proksimal rencana lokasi penusukan jarum.
 Melakukan tindakan asepsis lokasi penusukan menggunakan kapas alkohol
ataualchohol swab 70% secara lege artis (benar).
 Jarum syringe dikencangkan dan udara dalam tabung syringe dikeluarkan lalu
dengan cara mendorong piton syringe tanpa membuka tutup jarum supaya
sterilitas jarum terjaga.
 Tourniqurtte dikencangkan pada tekanan ± 40-60 mmHg untuk membendung
vena.

Aspirasi darah vena menggunakan syringe (spuit)

Prosedur Phebotomy, yaitu :


 Bila phlebotomist kurang yakin letak vena, perlu meraba vena ulang,
maka harus melakukan asepsis ulang lokasi tusukan.

77
Blok 6

 Pasien diminta untuk mengepalkan tangan


 Vena yang akan ditusuk difiksasi dengan jari telunjuk dan ibu jari
tangan kiri tetapi
jangan menyentuh lokasi penusukan.
 Melakukan penusukan vena dengan posisi posisi lubang jarum
menghadap ke atas agar darah data tertampung masuk ke dalam
lubang jarum dan teraspirasi kedalam tabung syringe dan posisi antara
jarum dan kulit membentuk sudut 15-200, bila lokasi vena dalam
maka sudut bisa lebih lebar hingga 300.
 Setelah tampak darah masuk syringe, maka sejajarkan jarum dengan
vena lalu dorong jarum sedikit lebih masuk agar jarum tidak mudah
terlepas, lalu aspirasi ulang darah untuk memastikan posisi jarum
sudah benar. Bila aliran darah tidak keluar kemungkinan lubang
jarum tertutup dinding vena, maka perbaiki posisi jarum suntik.
 Pasien diminta agar membuka kepalan tangan dan tourniquette yang
terpasang pada lengan dilepaskan.
 Aspirasi darah vena dengan cara menarik piston syringe mundur secara
bertahap 1 cc demi 1 cc hingga diperoleh volume darah sesuai sesuai
dengan yang dikebutuhkan.
 Posisikan kapas alkohol atau alchohol swab tepat di atas lokasi tusukan,
jarum dicabut, luka tusukan segera ditekan, minta agar pasien
menekan 3-5 menit hingga sumbat trombosit stabil.
 Bekas luka tusukan jarum ditutup dengan band-aid atau plesster.
 Jarum syringe dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam sampah medis
limbah tajam (isi tempat limbah tajam maksimal 1/2 tinggi wadah.)
 Darah dimasukkan ke tabung dengan cara mengalirkan darah melalui
dinding tabung lalu tutup tabung dan homogenisasi sampel darah.
 Sampah medis sarung tangan dan kapas alkohol dibuang ke dalam
tempat sampah medis.
 Informasikan bahwa prosedur pengambilan darah vena sudah selesai.
 Ucapkan terimakasih kepada pasien untuk kerjasama yang baik.

Referensi
Strasinger SK & Di Lorenzo MS. The Phlebotomy Textbook, 3rd Edition. USA : FA Da- vis
Company. 2011. ISBN-13: 978-0-8036-2057

78
Hematologi dan Imunologi

Check-List Phlebotomy Sampel Darah Vena dengan Syringe

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Phlebotomist bersikap tenang, ramah, sopan,
 memberi salam dan memperkenalkan diri
 menjelaskan maksud & tujuan phlebotomy
serta meminta pasien duduk tenang 5-15’.
 Cek kesesuaian data pasien dan labeling.
1
 Cuci tangan memakai hand rub/sabun & air
 Menggunakan sarung tangan DTT
 Mempersiapkan alat-alat dan bahan : syringe,
tourniquette, tabung sampel darah, alchohol
swab/kapas alkohol 70%, band aid.
Persiapan Pra-Phebotomy, yaitu :
 Menentukan lokasi
v. Mediana cubiti atau vena lain di area Fossa cubiti
pilih vena superfisial, bila
tidak terlihat maka lakukan perabaan cari area yang
teraba fluktuasi cairan pembuluh vena.

 Tourniquette dipasang longgar pada lengan atas, 3-4 jari


2
(8-10 cm) proksimal rencana lokasi penusukan jarum.
 Asepsis lokasi penusukan menggunakan kapas alkohol
atau alchohol swab 70% secara lege artis (benar) critical
point !
 Jarum syringe dikencangkan dan udara dalam tabung
syringe dikeluarkan.
 Tourniqurtte dikencangkan pada tekanan ± 40-60 mmHg
untuk membendung vena.
Prosedur Phebotomy, yaitu :
 Bila phlebotomist kurang yakin letak vena, dan perlu
meraba vena ulang, maka harus asepsis ulang lokasi
tusukan critical point
 Pasien diminta untuk mengepalkan tangan
 Vena yang akan ditusuk difiksasi dengan jari telunjuk
3
dan ibu jari tangan kiri tetapi jangan menyentuh lokasi
penusukan.
 Melakukan penusukan vena dengan posisi:
 Lubang jarum menghadap ke atas.
 Sudut jarum dan kulit 15-200, bila lokasi vena dalam
maka sudut bisa sampai 300.
 Setelah tampak darah masuk syringe, maka sejajarkan
jarum dengan vena lalu dorong jarum sedikit lebih
masuk agar tidak mudah terlepas, lalu aspirasi ulang
4
darah untuk memastikan posisi jarum sudah benar.
 Pasien agar membuka kepalan tangan dan tourniquette
pada lengan dilepaskan.

79
Blok 6

 Aspirasi darah vena dengan cara menarik piston syringe


mundur secara bertahap 1 cc demi 1 cc hingga volume
sesuai kebutuhan.
 Posisikan alchohol swab tepat di atas lokasi tusukan,
jarum dicabut, luka tusukan segera ditekan, minta agar
pasien menekan bekas tusukan 3-5 menit hingga sumbat
trombosit stabil. Tutup bekas luka dengan band-aid.
 Darah dimasukkan ke tabung, homogenisasi
5 Alat, limbah medis dibereskan sesuai tempat.

80
Hematologi dan Imunologi

Phlebotomy Menggunakan Vacutainer dan Prinsip Penanganan Jarum


Tingkat Keterampilan: 4A
Penny Setyawati Martioso.

Tujuan
Tujuan jangka pendek
Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran mengetahui dan memahami prosedur
pengambilan darah vena (phlebotomy) sesuai SOP, serta mengetahui cara
pencegahan serta mengatasi komplikasi phlebotomy yang mungkin terjadi saat
phlebotomy.

Tujuan jangka panjang


Mahasiswa/i mampu melakukan prosedur pengambilan darah vena (phlebotomy)
sesuai SOP dan mampu mengatasi kemungkinan komplikasi phlebotomy yang
mungkin terjadi saat phlebotomy.

Tujuan akhir
Mahasiswa/i mampu dan terampil melakukan pengambilan darah vena
(phlebotomy) sesuai SOP serta terampil dalam mengatasi kemungkinan komplikasi
phlebotomy yang mungkin terjadi.

Alat dan Bahan


1. Needle Vacutainer
2. Needle HolderVacutainer
3. Vocuum Tubes(Vacutainer)
4. Tourniquette
5. Sarung tangan DTT
6. Label untuk identitas sampel
7. Band aid atau Plesster atau
8. Kapas dan alkohol 70% atau alchohol swab
9. Tempat sampah limbah medis non- tajam
10. Tempat sampah limbah medis tajam (jarum)

Warna Tutup Antikoagulan


Merah/Kuning Tanpa Antikoagulan  Serum
Ungu EDTA : CBC, Elektroforesis Hb, HbA1C
Hijau Lithium Heparin Analisis Gas Darah
Biru Buffered Citrate 1 : 9  Hemostasis
Hitam Na-Citrate (Led) 1 : 4  Led
Abu-Abu Naf (Na-Fluorida)  Bp Glukosa

81
Blok 6

Berbagai vacuum tube (vacutainer) dibedakan berdasarkan warna tutup

Teknik Keterampilan
Identifikasi Pasien, Labelling dan Persiapan Alat
1. Phlebotomist mempersilakan pasien duduk tenang 5-15’.
2. Mejelaskan maksud dan tujuan phlebotomy kepada pasien.
3. Cocokkan identitas pasien dengan formulir rujukan pasien.
4. Penempelan label identitas pasien (labelling) pada tabung sampel disaksikan
oleh pasien, bila data sudah cocok.
5. Menjelaskan kepada pasien bahwa akan diambil sampel darah sesuai
pemeriksaan yang diinginkan oleh dokter.
6. Menanyakan persiapan pasien antara lain puasa atau tidak, kapan makan
terakhir, dan obat yang dikonsumsi.
7. Phlebotomist cuci tangan memakai hand rub atau sabun dengan air bersih
yang mengalir.
8. Tangan setelah dikeringkan lalu memakai sarung tangan.
9. Phlebotomist mempersiapkan alat dan bahan phlebotomy.

Persiapan Pra-Phebotomy, yaitu :


 Lengan Pasien diletakkan dalam posisi lurus dan nyaman.
 Menentukan lokasi v. Mediana cubiti atau vena lain di area fossa cubiti dan
memilih vena superfisial yang tampak jelas, bila tidak terlihat maka lakukan
perabaan cari area yang teraba fluktuasi cairan pembuluh vena.

Anatomi Pembuluh Vena pada Fossa cubiti

82
Hematologi dan Imunologi

 Tourniquette dipasang longgar pada lengan atas, 3-4 jari atau (8-10 cm)
proksimal rencana lokasi penusukan jarum.
 Melakukan tindakan asepsis lokasi penusukan menggunakan kapas alkohol
atau alchohol swab 70% secara lege artis (benar).
 Jarum syringe dikencangkan dan udara dalam tabung syringe dikeluarkan lalu
dengan cara mendorong piton syringe tanpa membuka tutup jarum supaya
sterilitas jarum terjaga.
 Tourniqurtte dikencangkan pada tekanan ± 40-60 mmHg untuk membendung
vena.

Aspirasi darah vena menggunakan vacutainer dan cara homogenisasi sampel

Prosedur Phebotomy, yaitu :


 Bila phlebotomist kurang yakin letak vena, perlu meraba vena ulang, maka
harus melakukan asepsis ulang lokasi tusukan.
 Pasien diminta untuk mengepalkan tangan
 Vena yang akan ditusuk difiksasi dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri
tetapi jangan menyentuh lokasi penusukan.
 Melakukan penusukan vena dengan posisi posisi lubang jarum menghadap
ke atas agar darah data tertampung masuk ke dalam lubang jarum dan
teraspirasi kedalam tabung syringe dan posisi antara jarum dan kulit
membentuk sudut 15-200, bila lokasi vena dalam maka sudut bisa lebih lebar
hingga 300.
 Setelah jarum pada needle holder masuk ke dalam vena, tutup karet vaccutainer
di- tekankan ke needle berlapis karet yang terletak dalam needle holder (needle
inserter), maka akan tampak darah mengalir ke dalam tabung berdasarkan
daya isap tabung vacuum.
 Pasien agar membuka kepalan tangan dan tourniquette dilepaskan.
 Darah dapat ditampung ke dalam beberapa vaccutainer dengan mengganti
vaccutainer sesuai jenis sampel yang dibutuhkan.
 Vaccutainer dengan antikoagulan dibolak-balik sebanyak 5-8 kali, agar sampel
darah dan antikoagulan dalam tabung homogen.
 Posisikan kapas alkohol atau alchohol swab tepat di atas lokasi tusukan, jarum
dicabut, luka tusukan segera ditekan, minta agar pasien menekan 3-5 menit

83
Blok 6

hingga sumbat trombosit stabil.


 Bekas luka tusukan jarum ditutup dengan band-aid atau plesster.
 Jarum syringe dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam sampah medis limbah
tajam (isi tempat limbah tajam maksimal 2/ tinggi wadah. Darah dimasukkan
ke tabung dengan cara mengalirkan darah melalui dinding tabung lalu tutup
tabung dan homogenisa- si sampel darah.
 Sampah medis sarung tangan dan kapas alkohol dibuang ke dalam tempat
sampah medis.
 Informasikan bahwa prosedur pengambilan darah vena sudah selesai.
 Ucapkan terimakasih kepada pasien untuk kerjasama yang baik.

Daftar Pustaka :
Strasinger SK & Di Lorenzo MS. The Phlebotomy Textbook, 3rd Edition. USA : FA Davis
Company. 2011. ISBN-13: 978-0-8036-2057

Check-List Phlebotomy Sampel Darah Vena dengan Vacutainer

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Phlebotomist bersikap tenang, ramah, sopan,
 memberi salam dan memperkenalkan diri
 menjelaskan maksud & tujuan phlebotomy serta meminta
pasien duduk tenang 5-15’.
 Cek kesesuaian data pasien dan labeling.
1.
 Cuci tangan memakai hand rub/sabun & air
 Menggunakan sarung tangan DTT
 Mempersiapkan alat-alat dan bahan :
syringe, tourniquette, tabung sampel darah, alchohol
swab/kapas alkohol 70%, band aid.
Persiapan Pra-Phebotomy, yaitu :
 Menentukan lokasi v. Mediana cubiti
atau vena lain di area
Fossa cubiti pilih vena superfisial, bila tidak terlihat
maka lakukan perabaan cari area yang teraba fluktuasi
cairan pembuluh vena.
 Tourniquette dipasang longgar pada lengan atas, 3-4 jari
2. (8-10 cm) proksimal rencana lokasi penusukan jarum.
 Asepsis lokasi penusukan menggunakan
 kapas alkohol atau alchohol swab 70% secara lege artis
(benar) critical point !
 Jarum syringe dikencangkan dan udara dalam tabung
syringe dikeluarkan.
 Tourniqurtte dikencangkan pada tekanan ± 40-60 mmHg
untuk membendung vena.
Prosedur Phebotomy, yaitu :
3.  Bila phlebotomist kurang yakin letak vena, dan perlu
meraba vena ulang, maka harus asepsis ulang lokasi

84
Hematologi dan Imunologi

tusukan critical point


 Pasien diminta untuk mengepalkan tangan
 Vena yang akan ditusuk difiksasi dengan jari telunjuk
dan ibu jari tangan kiri tetapi jangan menyentuh lokasi
penusukan.
 Melakukan penusukan vena dengan posisi:
 Lubang jarum menghadap ke atas.
 Sudut jarum dan kulit 15-200, bila lokasi vena dalam
maka sudut bisa sampai 300.
 Setelah jarum pada needle holder masuk ke dalam vena,
tutup karet vaccutainer ditekankan pada needle berlapis
karet, maka akan tampak darah mengalir ke dalam
tabung.
 Pasien agar membuka kepalan tangan dan tourniquette
 pada lengan dilepaskan.
 Darah dapat ditampung ke dalam beberapa vaccutainer
4. dengan mengganti vaccutainer sesuai jenis sampel yang
dibutuhkan.
 Vaccutainer dengan antikoagulan dibolak-balik 5-8 kali,
agar sampel darah homogen.
 Posisikan kapas alchohol swab tepat di atas lokasi
tusukan, jarum dicabut, luka tusukan segera ditekan,
minta agar pasien menekan 3-5 menit hingga sumbat
trombosit stabil. Tutup bekas luka dengan band-aid.
5. Alat, limbah medis dibereskan sesuai tempat.

85
Blok 6

Pemeriksaan Darah Kapiler


Tingkat Keterampilan: 4A
Adrian Suhendra

Tujuan: Pemeriksaan darah vena perifer.

Alat dan Bahan


- Sarung tangan
- Alat pemeriksaan laboratorium sesuai jenis pemeriksaan yang diminta
- Kapas alkohol
- Lancet

Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur dan tujuan pemeriksaan yang
akan dilakukan setelah itu meminta informed consent pasien.
2. Siapkan peralatan yang dibutuhkan.
3. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan dan kenakan sarung tangan.
4. Pilih tempat pengambilan sampel yang sesuai: ujung-ujung jari pada sisi
telapak tangan (pada orang dewasa) atau permukaan plantar lateral atau
medial tumit (pada bayi).
5. Bersihkan tempat pemeriksaan dengan kapas alkohol dan biarkan hingga
kering.
6. Lakukan penusukan pada tengah ujung jari orang dewasa atau tumit bayi.
7. Tetesan darah pertama tidak boleh digunakan sehingga di lap dengan
menggunakan kasa.
8. Biarkan setetes kecil darah tebentuk dengan memberikan penekanan
intermiten.
9. Sentuhkan ujung strip pemeriksaan pada tetes darah hingga darah mengisi
seluruh bagian strip pemeriksaan.
10. Buang seluruh bahan pemeriksaan yang terkontaminasi pada kontainer yang
sesuai dan buang lancet pada kontainer untuk benda tajam.
11. Lepas sarung tangan dan cuci tangan setelah selesai melakukan pemeriksaan.

Gambar lokasi pengambilan darah kapiler

86
Hematologi dan Imunologi

Referensi
Munden J. Perfecting clinical procedures. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2008.

Check List Pemeriksaan Darah Kapiler

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan
1. dilakukan dan tujuannya setelah itu minta informed consent
pasien.
2. Siapkan peralatan yang dibutuhkan.
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dan
3.
kenakan sarung tangan.
Memilih tempat pengambilan sampel yang sesuai yaitu
ujung-ujung jari ketiga dan keempat pada sisi telapak tangan
4.
(pada orang dewasa) atau permukaan plantar lateral atau
medial tumit (pada bayi).
Bersihkan tempat pemeriksaan dengan kapas alkohol dan
5.
biarkan hingga kering.
Lakukan penusukan pada tengah ujung jari orang dewasa
6.
atau tumit bayi.
Tetesan darah pertama tidak boleh digunakan sehingga
7.
di lap menggunakan kasa.
Biarkan setetes kecil darah terbentuk dengan memberikan
8.
penekanan intermiten.
Sentuhkan ujung strip pemeriksaan pada tetes darah
9. tersebut sehingga darah mengisi seluruh bagian strip
pemeriksaan.
Buang seluruh bahan pemeriksaan yang terkontaminasi
10. pada kontainer yang sesuai dan buang lancet pada kontainer
untuk benda tajam.
TOTAL SKOR

87
Blok 6

Tes Rumpel Leede


Tingkat Keterampilan: 4A
Adrian Suhendra

Tujuan
Pemeriksaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita
DHF

Alat dan Bahan


- Spigmomanometer
- Stetoskop
- Pensil alis
- Penggaris

Teknik Pemeriksaan
1. Pasang ikatan spigmomanometer pada lengan atas dan pompa hingga
tekanan 100 mmHg atau jika tekanan sistolik <100 mmHg, pompa sampai
tekanan di pertengahan antara nilai sistolik dan diastolik. (misalkan tekanan
darah 90/60 mmHg berarti pompa sampai tekanan 90+60/2 = 75 mmHg)
2. Biarkan tekanan pada posisi tersebut selama 5 menit.
3. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali.
Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi
tekanan tadi kembali lagi seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai
warna kulit pada lengan lainnya yang tidak diikat.
4. Cari dan hitung jumlah ptekie yang timbul dalam lingkaran bergaris tengah 5
cm kira-kira pada 4 cm distal fossa cubiti.
5. Analisis Hasil Pemeriksaan
 Jika terdapat > 10 ptekie dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira
4 cm distal dari fossa cubiti test Rumpel Leede dikatakan positif.
 Apabila dalam lingkaran tersebut tidak ada ptekie, tetapi terdapat ptekie
pada bagian distal yang lebih jauh, tes Rumpel Leede juga dikatakan
positif.

Referensi
Parums DV. Tropical and Imported Infectious Disease; Dengue Fever in Essential Clinical
Pathology. 1St ed . Blackwell science, Berlin 1996: 111-14.

88
Hematologi dan Imunologi

Check List Tes Rumpel Leede

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Pasang ikatan spigmomanometer pada lengan atas dan
pompa hingga tekanan 100 mmHg atau jika tekanan sistolik
1.
< 100 mmHg, pompa sampai tekanan di pertengahan nilai
sistolik dan diastolik)
2. Biarkan tekanan pada posisi tersebut selama 5 menit.
Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah
3.
hilang kembali.
Cari dan hitung jumlah ptekie yang timbul dalam lingkaran
4.
bergaris tengah 5 cm kira-kira pada 4 cm distal fossa cubiti.
Analisis Hasil Pemeriksaan:
 Jika terdapat > 10 ptekie dalam lingkaran bergaris tengah
5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti test Rumpel
5. Leede dikatakan positif.
 Apabila dalam lingkaran tersebut tidak ada ptekie, tetapi
terdapat ptekie pada bagian distal yang lebih jauh, tes
Rumpel Leede juga dikatakan positif.
TOTAL SKOR

89
Blok 6

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening (KGB)


Tingkat Keterampilan: 4A
Adrian Suhendra; Abram Pratama

Tujuan: Menilai kelenjar limfe

Teknik Pemeriksaan KGB secara umum


1. Menjelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan,
prosedur, maksud dan tujuannya.
2. Cuci tangan 7 langkah sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan.
3. Meminta pasien untuk duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa
4. Melakukan inspeksi kemudian palpasi
• Perhatikan permukaan kulit, apakah tampak massa, scars, eritema, atau
tanda-tanda inflamasi lainnya.
• Lakukan palpasi dengan 2-3 jari (jari telunjuk dan tengah, bisa ditambah
jempol bila perlu) dengan gerakan memutar yang lembut, kemudian
laporkan:
• Lokasi (sebutkan KGB apa atau di regio mana)
• Bentuk (bulat, lonjong, tidak beraturan, berbenjol2, dsb)

90
Hematologi dan Imunologi

• Ukuran (diameter sekian cm, sekian x sekian cm, sebesar


biji/buah apa, dsb)
• Konsistensi (lunak, kenyal, keras, seperti buah apa, dsb)
• Mobilitas (mobil/tidak)
• Nyeri tekan (ada/tidak)
• Simetris/tidak
• Ke enam poin tersebut berlaku secara umum untuk massa yang
ditemukan pada tubuh manusia, bukan hanya KGB.

Area kepala dan leher


Inspeksi daerah kepala dan leher.
Palpasi secara berurutan:
a. Preauricular  di depan telinga
b. Posterior auricular superfisial di mastoid
c. Occipital  dasar tulang kepala posterior
d. Tonsillar  di bawah angulus mandibula
e. Submandibular  di tengah di antara sudut dan ujung mandibula
f. Submental  di garis tengah beberapa sentimeter di belakang ujung
mandibula
g. Superficial cervical  superfisial di sternomastoid
h. Posterior cervical  sepanjang tepi anterior dari trapezius
i. Deep cervical chain  bagian dalam di sternomastoid dan terkadang sulit
untuk diperiksa. Kaitkan kedua ibu jari dengan jari-jari di sekitar otot
sternomastoid
j. Supraclavicular  di dalam sudut yang dibentuk oleh klavikula dan
sternomastoid

Area lengan dan tungkai


a. Inspeksi kedua lengan pasien, nilai dari ujung jari hingga bahu
b. Meminta pasien untuk mengangkat kedua lengannya ke arah depan.
c. Palpasi epitrochlear node
 Meminta pasien untuk memfleksikan siku 90° dan angkat serta tahan
lengan pasien dengan tangan pemeriksa (bagian kanan dengan bagian
kanan dan sebaliknya).
 Melakukan palpasi di lekukan di antara otot biceps dan triceps, sekitar
3 cm di atas epikondilus medial. Jika teraba, nilai ukuran, konsistensi
dan nyeri.
d. Inspeksi kedua ekstremitas bawah pasien dari pangkal paha dan pantat
hingga kaki
e. Meminta pasien untuk berdiri dengan santai
 Palpasi kelenjar limfe inguinal superfisial, termasuk grup vertikal dan
horizontal:
 Palpasi inguinal kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya

91
Blok 6

Analisis Hasil Pemeriksaan


1. Palpasi kelenjar limfe daerah kepala dan leher:
a. Kelenjar limfe tonsillar yang ada pulsasi kemungkinan itu adalah arteri
karotis
b. Pembesaran kelenjar limfe supraklavikula, terutama sebelah kiri harus
dicurigai sebagai keganasan yang metastasis dari torakal atau
abdominal.
c. Kelenjar limfe yang teraba lunak kemungkinan merupakan inflamasi,
kelenjar limfe yang teraba keras atau yang tidak bergerak kemungkinan
merupakan keganasan
d. Limfadenopati yang difus harus dicurigai sebagai HIV atau AIDS

2. Palpasi kelenjar limfe daerah lengan dan tungkai:


a. Edema kelenjar limfe di lengan dan tangan mungkin akibat dari diseksi
kelenjar limfe aksila dan terapi radiasi
b. Limfe epitrochlear yang membesar kemungkinan merupakan infeksi lokal
atau distal atau berhubungan dengan limfadenopati generalisata
c. Limfadenopati berarti pembesaran kelenjar limfe dengan atau tanpa
nyeri. Coba untuk membedakan antara limfadenopati lokal dan
generalisata dengan menemukan (1) lesi penyebab di drainage area atau
(2) pembesaran limfe setidaknya di area yang tidak berdekatan

92
Hematologi dan Imunologi

Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
edition. Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009, p 481-483

Check List Pemeriksaan KGB

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Area kepala dan leher
- Menjelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang
akan dilakukan, prosedur, maksud dan tujuan
1. pemeriksaan
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan
- Meminta pasien untuk duduk berhadapan dengan
pemeriksa
Inspeksi daerah leher
2. • Perhatikan permukaan kulit, apakah tampak massa,
scars, eritema, atau tanda-tanda inflamasi lainnya.
Palpasi daerah leher
- Palpasi menggunakan bantalan dari jari telunjuk dan jari
tengah dengan gerakan memutar yang lemah lembut,
minta pasien untuk relax, dengan leher fleksi.
- Palpasi secara berurutan:
a. Preauricular
b. Posterior auricular
c. Occipital
d. Tonsillar
3. e. Submandibular
f. Submental
g. Superficial cervical
h. Posterior cervical
i. Deep cervical chain kadang sulit untuk diperiksa.
Untuk memudahkan kaitkan kedua ibu jari dengan
jari-jari di sekitar otot sternomastoid
j. Supraclavicular
laporkan: Lokasi, bentuk, ukuran, konsistensi, mobilitas,
nyeri tekan, simetris/tidak
Area lengan dan tungkai:
Inspeksi kedua lengan pasien, nilai dari ujung jari hingga
bahu
- Minta pasien untuk mengangkat kedua lengannya ke
arah depan.
Palpasi epitrochlear node
4.
- Minta pasien untuk memfleksikan siku 90° dan angkat
serta tahan lengan pasien dengan tangan pemeriksa
(bagian kanan dengan bagian kanan dan sebaliknya).
- palpasi di lekukan di antara otot biceps dan triceps,
sekitar 3 cm di atas epikondilus medial. Jika teraba, nilai
ukuran, konsistensi dan nyeri

93
Blok 6

. Inspeksi kedua ekstremitas bawah pasien dari pangkal


paha dan pantat hingga kaki:
- Minta pasien untuk berdiri dengan santai
5.
- Palpasi kelenjar limfe inguinal superfisial, termasuk
grup vertikal dan horizontal:
- Palpasi inguinal kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
TOTAL SKOR

94
Hematologi dan Imunologi

Teknik Injeksi Intramuskular


Tingkat Keterampilan: 4A
Larissa

Tujuan: Mampu melakukan injeksi intramuskular dengan baik

Alat dan Bahan


1. Spuit 3 cc
2. Spuit 5 cc
3. Kapas alkohol
4. Obat injeksi yang akan disuntikkan
5. Aquades
6. Sarung tangan

Teknik Keterampilan
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas pasien,
menjelaskan dan meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
2. Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam syringe
3. Tentukan tempat yang akan dilakukan injeksi
- Daerah lengan atas (deltoid)
- Daerah dorsogluteal (gluteus maximus)
- Daerah ventrogluteal (gluteus medius)
- Daerah paha bagian luar (vastus lateralis)
- Daerah paha bagian depan (rectus femoris)
4. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
5. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga mudah serta ideal bagi
Anda untuk melakukan injeksi yang diinginkan.
6. Tentukan lokasi penyuntikan yang benar
7. Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan lain.
8. Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu jari dan jari
telunjuk)
9. Gunakan tangan non dominan untuk mengencangkan kulit di sekitar lokasi
suntikan.
10. Masukkan jarum dengan sudut 90° sehingga menembus otot yang dicari
(Gunakan pengetahuan anatomi Anda untuk memperkirakan kedalaman
jarum)

95
Blok 6

11. Sebelum menyuntikkan obat, lakukan aspirasi terlebih dahulu sebanyak kira-
kira 1-2 cc untuk memastikan bahwa jarum tidak masuk ke dalam pembuluh
darah. Jika didapatkan darah saat aspirasi, tarik jarum sedikit (tidak perlu
sampai keluar dari kulit), geser sedikit ujungnya, kemudian dorong lagi di
lokasi yang baru dengan kedalaman yang sama seperti sebelumnya, dan
lakukan aspirasi lagi (sampai tidak didapatkan darah; bila perlu, pindah lokasi
suntikan).
12. Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai dosis yang
diinginkan tercapai
13. Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat yang dimasukkan, ada
beberapa obat yang memerlukan pemijatan ringan untuk membantu
penyerapan, namun ada pula yang tidak. Pahami secara menyeluruh obat
yang Anda suntikkan, atau silahkan baca rekomendasi dari pabrik pembuat
obat.
14. Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus
sampah medis.
15. Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada
perdarahan, pembengkakan, atau reaksi-reaksi lain yang terjadi.
16. Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang dimasukkan, jumlahnya, dan
waktu pemberian

Tindakan
1. Lokasi deltoid
- Jumlah obat paling kecil antara 0,5-1 ml.
- Jarum disuntikkan kurang lebih 2,5 cm di bawah tonjolan acromion.
- Organ penting yang mungkin terkena adalah A. Brachialis atau N.
Radialis. Hal ini terjadi apabila menyuntik jauh lebih ke bawah daripada
seharusnya.
- Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya
seorang peragawati), dengan demikian tonus ototnya akan berada
kondisi yang mudah untuk disuntik dan dapat mengurangi nyeri.

96
Hematologi dan Imunologi

2. Lokasi gluteus maximus


- Gambarlah garis imajiner horizontal setinggi pertengahan glutea
kemudian buat dua garis imajiner vertikal yang memotong garis
horizontal tadi pada pertengahan pantat pada masing-masing sisi.
Suntiklah di regio glutea pada kuadran lateral atas
- Hati-hati terhadap n.sciatus dan a.gluteus superior
- Volume suntikan ideal 2-4 ml. Minta pasien berbaring ke samping
dengan lutut sedikit fleksi

3. Lokasi gluteus medius


- Letakkan tangan kanan Anda di pinggul kiri pasien pada trochanter
major (atau sebaliknya). Posisikan jari telunjuk sehingga menyentuh
SIAS. Kemudian gerakkan jari tengah Anda sejauh mungkin menjauhi
jari telunjuk sepanjang crista iliaca. Maka jari telunjuk dan jari tengah
Anda akan membentuk huruf V
- Suntikan jarum di tengah-tengah huruf V, maka jarum akan menembus
gluteus medius
- Volume ideal antara lain 1-4 ml

97
Blok 6

4. Lokasi vastus lateralis


- Pada orang dewasa, m. vastus lateralis terletak pada sepertiga tengah
paha bagian luar
- Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang otot tersebut perlu ditarik atau
sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
- Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml)

5. Lokasi rectus femoris


- Pada orang dewasa, m. rectus femoris terletak pada sepertiga tengah
paha bagian depan.
- Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik
atau sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang
tepat.
- Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml).
- Lokasi ini jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk
melakukan auto-injection, misalnya pasien dengan riwayat alergi berat
biasanya menggunakan tempat ini untuk menyuntikkan steroid injeksi
yang mereka bawa kemana-mana

98
Hematologi dan Imunologi

Check List Teknik Injeksi Intramuskular

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas
pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan tindakan yang
akan dilakukan
Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam
syringe.
Menentukan tempat yang akan dilakukan injeksi
1.
- Daerah lengan atas (deltoid)
- Daerah dorsogluteal (gluteusmaximus)
- Daerah ventrogluteal (gluteus medius)
- Daerah paha bagian luar (vastus lateralis)
- Daerah paha bagian depan (rectus femoris)
Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga mudah
2. serta ideal bagi Anda untuk melakukan injeksi yang diinginkan.
Tentukan lokasi penyuntikan yang benar dan bersihkan
3. kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan lain.
Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan
4. ibu jari dan jari telunjuk) dan gunakan tangan non dominan untuk
mengencangkan kulit di sekitar lokasi suntikan.
Masukkan jarum dengan sudut 90° sehingga menembus otot yang
dicari, kemudian aspirasi. Bila aspirasi didapatkan darah, geser
jarum atau pindah lokasi injeksi.

5.

Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) hingga dosis


6.
yang diinginkan tercapai
Setelah usai, tarik jarum syringe. Pisahkan jarum
7. dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus sampah
medis.
Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak
8. ada perdarahan, pembengkakan, atau reaksi-reaksi lain yang
terjadi.
9. Membuka sarung tangan, lalu mencuci tangan.
Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang dimasukkan,
10. jumlahnya, dan waktu pemberian
TOTAL SKOR

99
Blok 6

Teknik Injeksi Intrakutan


Tingkat Keterampilan: 4A
Larissa

Tujuan: Melihat reaksi anafilaktik yang ditimbulkan oleh kulit

Alat dan Bahan


1. Spuit 1cc
2. Obat injeksi (antibiotik, anti nyeri, dll)
3. Kapas alkohol
4. Aquades
5. Sarung tangan

Teknik Keterampilan
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas pasien,
menjelaskan dan meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
2. Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam spuit 1 cc
3. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
4. Tentukan tempat yang akan dilakukan injeksi (lengan kanan atau lengan kiri)
terutama di lokasi yang dengan dapat dengan mudah dilihat
5. Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol
6. Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu jari dan jari
telunjuk)
7. Gunakan tangan non dominan untuk mengencangkan kulit di sekitar lokasi
suntikan.
8. Arahkan spuit 10-15° lalu tusuk ke intrakutan secara perlahan dan masukkan
obat, sampai kulit terlihat menonjol

9. Setelah usai, tarik jarum syringe.


10. Bekas suntikan tersebut diberi tanda dan tunggu selama 15-20 menit
11. Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus
sampah medis.
12. Lakukan analisis/interpretasi:
 Bila di bekas tempat suntikan terasa panas, gatal, merah dan bengkak
artinya hasil pemeriksaan tersebut positif
 Pasien dengan hasil skin test positif tidak diperbolehkan diinjeksi dengan
obat yang menyebabkan reaksi tersebut

100
Hematologi dan Imunologi

Check List Teknik Injeksi Intrakutan

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan
1
Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke
dalam Spuit 1 cc
Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Menentukan tempat yang akan dilakukan injeksi injeksi
2 (lengan kanan atau lengan kiri) terutama di lokasi yang
dengan dapat dengan mudah dilihat
3 Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol
Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu
4 jari dan jari telunjuk) dan gunakan tangan non dominan untuk
mengencangkan kulit di sekitar lokasi suntikan.
Arahkan spuit 10-15° lalu tusuk ke intrakutan secara perlahan
dan masukkan obat, sampai kulit terlihat menonjol

Setelah usai, tarik jarum syringe. Pisahkan jarum dari


6 syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus sampah
medis.
Bekas suntikan tersebut diberi tanda dan tunggu selama 15-
7
20 menit
Lakukan analisis/interpretasi:
o Bila di bekas tempat suntikan terasa panas, gatal, merah
8 dan bengkak artinya hasil pemeriksaan tersebut positif
o Pasien dengan hasil skin test positif tidak diperbolehkan
diinjeksi dengan obat yang menyebabkan reaksi tersebut
TOTAL SKOR

101
Blok 6

Anamnesis dan Konseling Anemia Defisiensi Fe dan Thalasemia


Tingkat Keterampilan: 4A
dr. Hendra Subroto., SpPK

Tujuan umum
Menurunkan mortalitas dan morbiditas anemia defisiensi besi dan thalassemia
Tujuan khusus
1. Meningkatkan mutu pelayanan dalam tata laksana pasien anemia defisiensi
besi dan thalassemia
2. Tata laksana pasien diharapkan menjadi lebih optimal, kualitas hidup pasien
menjadi lebih baik, dan skrining serta pencegahan anemia defisiensi besi dan
thalassemia dapat diupayakan.

Teknik Keterampilan
1. Persilakan pasien duduk.
2. Jelaskan tujuan konseling anemia defisiensi besi dan thalassemia kepada pasien
atau keluarga pasien.
Prinsip konseling pada anemia defisiensi besi dan thalassemia adalah
memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang penyebab,
perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran dan
kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien untuk
mencegah terjadinya anemia defisiensi besi dan thalassemia.

Anemia Defisiensi Besi


Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) untuk
menyebarkan oksigen ke seluruh tubuh dalam sel darah merah kurang dari normal,
berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan.
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan
zat besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin. Anemia defisiensi besi
masih merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia. Hasil survai rumah
tangga tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan 47,2% anak usia sekolah
menderita ADB. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi antara lain berupa gangguan fungsi kognitif, penurunan daya tahan
tubuh, tumbuh kembang yang terlambat, penurunan aktivitas, dan perubahan
tingkah laku.
Salah satu penyebab ADB ialah kekurangan gizi; beberapa penyebab lain yang
diklasifikasikan menurut umur seperti di bawah ini:

Penyebab Anemia Defisiensi Menurut Umur


1. Bayi di bawah umur 1 tahun
• Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir
kembar.
2. Anak berumur 1-2 tahun
• Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan
tambahan (hanya minum susu)

102
Hematologi dan Imunologi

• Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun


• Malabsorbsi
• Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi
parasit dan di- vertikulum Meckeli.
3. Anak berumur 2-5 tahun
• Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme
• Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun.
• Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi
parasit dan divertikulum Meckeli.
4. Anak berumur 5 tahun – masa remaja
• Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi
parasit dan poliposis.
5. Usia remaja – dewasa
• Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.

Pengetahuan mengenai klasifikasi peny ebab menurut umur ini penting untuk
diketahui, untuk mencari penyebab berdasarkan skala prioritas dengan tujuan
menghemat biaya dan waktu.
Seorang anak yang mula-mula berada di dalam keseimbangan besi kemudian
menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan melalui 3 stadium yaitu:
1. Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam depot.
Keadaan ini dinamakan stadium deplesi besi. Pada stadium ini baik kadar besi
di dalam serum maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di
dalam depot dapat ditentukan dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati
atau sumsum tulang. Disamping itu kadar feritin/saturasi transferin di dalam
serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot.
2. Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di
dalam serum mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih
normal. Keadaan ini disebut stadium defisiensi besi.
3. Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai
oleh penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH, MCHC
disampingpenurunan kadar feritin dan kadar besi di dalam serum

Gejala Klinis
Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak spesifik.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
yaitu penurunan kadar feritin/saturasi transferin serum dan kadar besi serum.
Pada ADB gejala klinis terjadi secara bertahap. Kekurangan zat besi di dalam otot
jantung menyebabkan terjadinya gangguan kontraktilitas otot organ tersebut.
Pasien ADB akan menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin; biasanya
disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi triodotiroksin. Penemuan ini
dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan perhatian yang
berkurang, sehingga menurunkan prestasi belajar kasus ADB.
Anak yang menderita ADB lebih mudah terserang infeksi karena defisiensi
besi dapat menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan berkurangnya sel

103
Blok 6

limfosit T yang penting untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Perilaku yang
aneh berupa pika, yaitu gemar makan atau mengunyah benda tertentu antara lain
kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi, es dan lain lain, timbul sebagai akibat adanya
rasa kurang nyaman di mulut. Rasa kurang nyaman ini disebabkan karena enzim
sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut yang mengandung besi
berkurang. Dampak kekurangan besi tampak pula pada kuku berupa
permukaan yang kasar, mudah terkelupas dan mudah patah. Bentuk kuku seperti
sendok (spoon-shaped nails) yang juga disebut sebagai kolonikia terdapat pada 5,5%
kasus ADB. Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat menyebabkan
gangguan dalam proses epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada keadaan
ADB berat, lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya
papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui gastritis
pada 75% kasus ADB.

Diagnosis
Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya anemia dan
penurunan kadar besi di dalam serum. Cara lain dengan pemeriksaan sitokimia
jaringan hati atau sum-sum tulang, tetapi cara ini sangat invasif. Pada daerah dengan
fasilitas laboratorium yang terbatas, Markum (1982) mengajukan beberapa pedoman
untuk menduga adanya anemia defisiensi yaitu (1) adanya riwayat faktor predisposisi
dan faktor etiologi, (2) pada pemeriksaan fisis hanya terdapat gejala pucat tanpa
perdarahan atau organomegali, (3) adanya anemia hipokromik mikrositer, dan (4)
adanya respons terhadap pemberian senyawa besi.
Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO adalah: (1) kadar
hemoglobin kurang dari normal sesuai usia, (2) konsentrasi hemoglobin eritrosit
rata-rata <31% (nilai normal: 32%-35%), (3) kadar Fe serum <50 μg/dL (nilai
normal: 80-180 μg/dL), dan (4) saturasi transferin <15% (nilai normal: 20%-25%).
Cara lain untuk menentukan anemia defisiensi besi dapat juga dilakukan uji
percobaan pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 3-
6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar hemoglobin 1-2
g/dL maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita anemia
defisiensi besi. Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya
anemia dan penurunan kadar besi di dalam serum. Cara lain yang dapat
dilakukan ialah dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sum-sum
tulang, tetapi cara ini sangat invasif.

Penatalaksanaan
Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus segera
dimulai untuk mencegah berlanjutnya keadaan ini. Pengobatan terdiri atas
pemberian preparat besi secara oral berupa garam fero (sulfat, glukonat, fumarat
dan lain-lain), pengobatan ini tergolong murah dan mudah dibandingkan dengan
cara lain. Pada bayi dan anak, terapi besi elemental diberikan dengan dosis 3-6
mg/kg bb/hari dibagi dalam dua dosis, 30 menit sebelum sarapan pagidan makan
malam; penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong.
Penyerapan akan lebih sempurna lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau
asam suksinat. Bila diberikan setelah makan atau sewaktu makan, penyerapan

104
Hematologi dan Imunologi

akan berkurang hingga 40-50%. Namun mengingat efek samping pengobatan besi
secara oral berupa mual, rasa tidak nyaman di ulu hati, dan konstipasi, maka untuk
mengurangi efek samping tersebut preparat besi diberikan segera setelah makan.
Penggunaan secara intramuskular atau intravena berupa besi dextran dapat
dipertimbangkan jika respon pengobatan oral tidak berjalan baik misalnya
karena keadaan pasien tidak dapat menerima secara oral, kehilangan besi terlalu
cepat yang tidak dapat dikompensasi dengan pemberian oral, atau gangguan
saluran cerna misalnya malabsorpsi.
Cara pemberian parenteral jarang digunakan karena dapat memberikan efek
samping berupa demam, mual, ultikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas,
artralgia, bronkospasme sampai reaksi anafilatik. Respons pengobatan mula-
mula tampak pada perbaikan besi intraselular dalam waktu 12-24 jam. Hiperplasi
seri eritropoitik dalam sumsum tulang terjadi dalam waktu 36-48 jam yang
ditandai oleh retikulositosis di darah tepi dalam waktu 48-72 jam, yang mencapai
puncak dalam 5-7 hari. Dalam 4-30 hari setelah pengobatan didapatkan
peningkatan kadar hemoglobin dan cadangan besi terpenuhi 1-3 bulan setelah
pengobatan. Untuk menghindari adanya kelebihan besi maka jangka waktu
terapi tidak boleh lebih dari 5 bulan.
Transfusi darah hanya diberikan sebagai pengobatan tambahan bagi pasien
ADB dengan Hb 6 g/dl atau kurang karena pada kadar Hb tersebut risiko untuk
terjadinya gagal jantung besar dan dapat terjadi gangguan fisiologis. Transfusi
darah diindikasikan pula pada kasus ADB yang disertai infeksi berat, dehidrasi
berat atau akan menjalani operasi besar/ narkose. Pada keadaan ADB yang
disertai dengan gangguan/kelainan organ yang ber fungsi dalam mekanisme
kompensasi terhadap anemia yaitu jantung (penyakit arteria koronaria atau
penyakit jantung hipertensif ) dan atau paru (gangguan ventilasi dan difusi gas
antara alveoli dan kapiler paru), maka perlu diberikan transfusi darah. Komponen
darah berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara bertahap dengan tetesan
lambat.
Telah dikemukakan di atas salah satu penyebab defisiensi besi ialah kurang
gizi. Besi di dalam makanan dapat berbentuk Fe-heme dan non-heme. Besi non-heme
yang antara lain terdapat di dalam beras, bayam, jagung, gandum, kacang kedelai
berada dalam bentuk senyawa ferri yang harus diubah dulu di dalam lambung
oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap untuk diserap di dalam usus.
Penyerapan Fe-non heme dapat dipengaruhi oleh komponen lain di dalam
makanan. Fruktosa, asam askorbat (vitamin C), asam klorida dan asam amino
memudahkan absorbsi besi sedangkan tanin (bahan di dalam teh), kalsium dan
serat menghambat penyerapan besi. Berbeda dengan bentuk non-heme, absorpsi
besi dalam bentuk heme yang antara lain terdapat di dalam ikan, hati, daging sapi,
lebih mudah diserap. Disini tampak bahwa bukan hanya jumlah yang penting tetapi
dalam bentuk apa besi itu diberikan. Anak yang sudah menunjukkan gejala ADB
telah masuk ke dalam lingkaran penyakit, yaitu ADB mempermudah terjadinya
infeksi sedangkan infeksi mempermudah terjadinya ADB. Oleh karena itu
antisipasi sudah harus dilakukan pada waktu anak masih berada di dalam
stadium I & II. Bahkan di Inggris, pada bayi dan anak yang berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi yang rendahdianjurkan untuk diberikan

105
Blok 6

suplementasi besi di dalam susu formula.


Referensi
Abdulsalam A, Daniel A. Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi
Besi.Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 74 - 77

Thalassemia

Latar Belakang
Thalassemia merupakan gangguan sintesis hemoglobin (Hb), khususnya rantai
globin, yang diturunkan. Penyakit genetik ini memiliki jenis dan frekuensi
terbanyak di dunia. Manifestasi klinis yang ditimbulkan bervariasi mulai dari
asimtomatik hingga gejala yang berat. Thalassemia dikenal juga dengan anemia
mediterania, namun istilah tersebut dinilai kurang tepat karena penyakit ini
dapat ditemukan dimana saja di dunia khususnya di beberapa wilayah yang
dikenal sebagai sabuk thalassemia.
Data dari World Bank menunjukan bahwa 7% dari populasi dunia merupakan
pembawa sifat thalassemia. Setiap tahun sekitar 300.000-500.000 bayi baru lahir
disertai dengan kelainan hemoglobin berat, dan 50.000 hingga 100.000 anak
meninggal akibat thalassemia β; 80% dari jumlah tersebut berasal dari negara
berkembang. Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalassemia
dunia, yaitu negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia
yang tinggi. Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang
mendapatkan bahwa frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10%.

Gambar Peta frekuensi gen pembawa sifat thalassemia beta dan HbE di Indonesia

Data Pusat Thalassemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM,


sampai dengan bulan mei 2014 terdapat 1.723 pasien dengan rentang usia
terbanyak antara 11-14 tahun. Jumlah pasien baru terus meningkat hingga 75-100
orang/tahun, sedangkan usia tertua pasien hingga saat ini adalah 43 tahun.
Beberapa pasien sudah berkeluarga dan dapat memiliki keturunan, bahkan
diantaranya sudah lulus menjadi sarjana. Penelitian oleh Wahidiyat pada tahun
1979 melaporkan usia angka harapan hidup pasien thalassemia mayor rerata
hanya dapat mencapai 8-10 tahun.

106
Hematologi dan Imunologi

Gambar. Distribusi Thalasemia mayor di Indonesia


(Sumber: Data Unit Kerja Koordinasi Hematologi Onkologi Anak Indonesia 2014)

Thalassemia
Hemoglobin normal manusia dewasa terdiri dari 2 rantai beta dan 2 rantai alfa
yang membentuk tetramer α2β2 (HbA). Komposisi HbA dalam sirkulasi darah
mencapai > 97%, sedangkan HbA2 2-3% dan HbF <1%. Dengan komposisi seperti
ini hemoglobin dapat mengangkut oksigen ke jaringan dengan baik.

Gambar a. Hemoglobin normal Gambar; b. Pembentukan hemoglobin sesuai usia

Thalassemia klasik terdiri dari dua kelompok: mayor dan minor.


Pengelompokan ini menggambarkan tingkat keparahan kelainan hemoglobin
secara klinis. Thalassemia mayor (disebut juga anemia Mediterania atau Cooley’s)
ekuivalen dengan thalassemia β homozigot. Thalassemia mayor dapat
menyebabkan anemia hemolitik yang berat, sehingga transfusi sangat diperlukan.
Sedangkan pada thalassemia minor (bentuk heterozigot) didapati asimtomatik
atau bergejala ringan.

Thalassemia α
Sebagian besar thalassemia α disebabkan oleh delesi lokus gen α-globin.
Terdapat empat derajat kemungkinan thalassemia α karena terdapat empat gen α-
globin, tergantung dari banyaknya jumlah gen α-globin yang hilang dari
kromosom. Kemungkinan ini menimbulkan spektrum klinis yang luas, dan
derajat keparahannya bergantung pada jumlah gen α-globin yang mengalami

107
Blok 6

delesi. Hilangnya satu gen α-globin menyebabkan keadaan silent carrier.


Kehilangan keempat gen α-globin disebut hydrops fetalis dan merupakan
bentuk thalassemia yang terparah. Hydrops fetalis menyebabkan bayi lahir
meninggal (stillborn) atau meninggal segera setelah dilahirkan karena darah sama
sekali tidak mampu menyalurkan oksigen.
Hilangnya tiga gen α-globin akan menyebabkan kelebihan rantai β-globin
yang akan membentuk tetramer β4 dan γ4 yang relatif stabil. Tetramer ini tidak
terlalu merusak membran dibanding rantai α-globin yang bebas. Hal ini
menyebabkan anemia hemolitik dan eritropoiesis inefektif cenderung lebih
ringan pada thalassemia α daripada thalassemia β.

Thalassemia β
Terdapat dua tipe thalassemia β yang serius: thalassemia mayor dan thalassemia
intermedia. Manifestasi klinis dari thalassemia mayor muncul setelah pasien
menginjak usia dua tahun, meliputi anemia berat yang memerlukan transfusi sel
darah merah (RBC) berulang. Penderita thalassemia mayor yang tidak menerima
transfusi berulang akan menderita eritropoiesis inefektif yang akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan, pucat, jaundice, postur otot yang buruk,
hepatosplenomegali, ulkus tungkai, dan perubahan postur tulang sebagai
manifestasi dari hipertrofi (pemanjangan) sumsum tulang. Hal-hal tersebut dapat
menyebabkan kematian dini pada pasien.
Pasien thalassemia intermedia tidak memerlukan transfusi darah karena anemia
yang diderita tidak terlalu parah dan dapat bertahan hidup lebih lama. Sindrom
thalassemia β dapat dikelompokkan dalam dua kategori: thalassemia β0 yang
berkaitan dengan ketiadaan total rantai β-globin pada keadaan homozigot, dan
thalassemia β+ yang ditandai dengan penurunan sintesis β-globin pada keadaan
homozigot. Sebagian besar mutasi penyebab thalassemia β terjadi akibat
perubahan basa, sedangkan pada thalassemia α mutasi banyak disebabkan oleh
delesi gen.
Thalassemia minor atau trait merupakan bentuk thalassemia yang paling ringan
dan bersifat subklinis. Karakteristik dari patologi thalassemia minor adalah
anemia mikrositik hipokromik dengan jumlah eritrosit yang sedikit meningkat
dan konsentrasi hemoglobin yang normal.
Terdapat dua faktor yang berperan dalam patogenesis anemia pada thalassemia
β. Berkurangnya sintesis β-globin menyebabkan pembentukan HbA kurang
memadai sehingga MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration) per sel
berkurang, dan sel tampak hipokromik. Kelebihan relatif rantai α-globin yang
sintesisnya normal juga harus diperhatikan karena dapat membentuk komponen
hemolitik. Rantai α yang tidak berpasangan dapat membentuk agregat tak larut
yang mengendap di eritrosit. Badan sel ini menyebabkan eritrosit menjadi rentan
terhadap fagositosis. Akibatnya terjadi kerentanan eritrosit matur terhadap
destruksi prematur dan kerusakan eritroblas di dalam sumsum tulang karena
badan inklusi yang merusak membran. Destruksi eritrosit intramedula
(eritropoiesis inefektif) juga menimbulkan efek negatif lainnya, yaitu peningkatan
penyerapan zat besi dalam makanan sehingga para pasien kelebihan beban zat
besi.

108
Hematologi dan Imunologi

Hb Normal Gangguan sintesis rantai beta

Gambar. Keseimbangan rantai globin pada mutasi gen globin beta.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit thalassemia sampai saat ini belum sampai pada
tingkat penyembuhan. Transplantasi sumsum tulang hanya dapat membuat
seorang thalassemia mayor menjadi tidak lagi memerlukan transfusi darah,
namun masih dapat memberikan gen thalassemia pada keturunannya. Di seluruh
dunia tata laksana thalassemia bersifat simptomatik berupa transfusi darah
seumur hidup. Kebutuhan 1 orang anak thalassemia mayor dengan berat badan
20 kg untuk transfusi darah dan kelasi besi adekuat akan membutuhkan biaya
sekitar Rp.300 juta per tahun. Jumlah ini belum termasuk biaya pemeriksaan
laboratorium dan pemantauan, serta tata laksana komplikasi yang muncul.

Gambar. Patofisiologi thalassemia beta

109
Blok 6

Pada akhirnya gangguan oksigenasi karena kelainan hemoglobin ini


menimbulkan hipoksia jaringan dan tubuh akan mengkompensasi dengan
membentuk eritrosit baru namun kondisi yang terjadi adalah eritropoesis inefektif.
Patofisiologi tersebut menjelaskan manifestasi klinis yang muncul pada
thalassemia.

Diagnosis
Thalassemia yang bergantung pada transfusi adalah pasien yang
membutuhkan transfusi secara teratur seumur hidup. Diagnosis thalassemia
ditegakkan dengan berdasarkan kriteria anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
laboratorium. Manifestasi klinis thalassemia mayor umumnya sudah dapat
dijumpai sejak usia 6 bulan.

Anamnesis :
a. Pucat kronik; usia awitan terjadinya pucat perlu ditanyakan.
b. Riwayat transfusi berulang; anemia pada thalassemia mayor memerlukan
transfusi berkala.
c. Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi berulang.
d. Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya hepatosplenomegali.
e. Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia lebih tinggi pada ras
Mediterania, Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara. Thalassemia paling
banyak di Indonesia ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-8%, dan Makasar 8%.
f. Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.

Pemeriksaan Fisis
Beberapa karakteristik yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisis pada
anak dengan thalassemia yang bergantung transfusi adalah pucat, sklera ikterik,
facies Cooley (dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata melebar, maksila
hipertrofi, maloklusi gigi), hepatosplenomegali, gagal tumbuh, gizi kurang,
perawakan pendek, pubertas terlambat, dan hiperpigmentasi kulit.

Laboratorium
A. Hematologi rutin dan hitung jenis leukosit
a. Anemia yang dijumpai pada thalassemia mayor cukup berat dengan
kadar hemoglobin mencapai <7 g/dL.
b. Hemoglobinopati seperti Hb Constant Spring dapat memiliki MCV dan
MCH yang normal, sehingga nilai normal belum dapat menyingkirkan
kemungkinan thalassemia trait dan hemoglobinopati.
c. Indeks eritrosit merupakan langkah pertama yang penting untuk skrining
pembawa sifat thalassemia (trait).
 Nilai MCV dan MCH yang rendah ditemukan pada thalassemia,
dan juga pada anemia defisiensi besi. Mean corpuscular volume
(MCV) < 80 fL (mikrositik) dan mean corpuscular haemoglobin
(MCH) < 27 pg (hipokromik).
 Thalassemia mayor biasanya memiliki MCV 50 – 60 fL dan MCH
12 – 18 pg.

110
Hematologi dan Imunologi

 MCH lebih dipercaya karena lebih sedikit dipengaruhi oleh


perubahan cadangan besi (less suscpetible to storage changes).

Gambaran darah tepi


a. Anisositosis dan poikilositosis yang nyata (termasuk fragmentosit dan
tear-drop), mikrositik hipokrom, basophilic stippling, badan
Pappenheimer, sel target, dan eritrosit berinti (menunjukan defek
hemoglobinisasi dan diseritropoiesis)
b. Total hitung dan neutrofil meningkat
c. Bila telah terjadi hipersplenisme dapat ditemukan leukopenia,
neutropenia, dan trombositopenia.

Gambar. Gambaran darah tepi pada thalassemia mayor

Red Cell Distribution Width (RDW)


RDW menyatakan variasi ukuran eritrosit. Anemia defisiesi besi memiliki
RDW yang meningkat >14,5%, tetapi tidak setinggi seperti pada thalassemia
mayor. Thalassemia trait memiliki eritrosit mikrositik yang uniform sehingga
tidak / hanya sedikit ditandai dengan peningkatan RDW. Thalassemia mayor dan
intermedia menunjukkan peningkatan RDW yang tinggi nilainya.

Tabel. Gambar darah tepi dan analisis Hb thalassema-β minor dan ADB

Data Divisi Hematologi-Onkologi Dep IKA 2009.


B. Retikulosit
Jumlah retikulosit menunjukkan aktivitas sumsum tulang. Pasien
thalassemia memiliki aktivitas sumsum tulang yang meningkat,
sedangkan pada anemia defisiensi besi akan diperoleh hasil yang rendah.

111
Blok 6

Elektroforesis Hb Metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


a. Sebagai alatukurkuantitatif HbA2 dan HbF, dan dapat dipakai untuk
mengidentifikasi dan menghitung varian hemoglobin secara presumtif.
Pemeriksaan alternatif dapat dilakukan jika varian hemoglobin yang
terdeteksi pada HPLC relevan dengan klinis pasien.
b. HbF dominan (>90%) pada hampir semua kasus thalassemia β berat, kecuali
pasien telah menerima transfusi darah dalam jumlah besar sesaat sebelum
pemeriksaan. HbA tidak terdeteksi sama sekali pada thalassemia β0
homozigot, sedangkan HbA masih terdeteksi sedikit pada thalassemia β+.
peningkatan HbA2 dapat memandu diagnosis thalassemia β trait.
1. Kadar HbA2 mencerminkan derajat kelainan yang terjadi.
2. HbA2 3,6-4,2% pada thalassemia β+ ringan.
3. HbA2 4-9% pada thalassemia heterozigot β0 dan β+ berat.
4. HbA2 lebih dari 20% menandakan adanya HbE. Jika hemoglobin yang
dominan adalah HbF dan HbE, maka sesuai dengan diagnosis
thalassemia β/HbE.
c. HbA2 normal tidak langsung menyingkirkan diagnosis thalassemia.
1. HbA2 dapat menjadi lebih rendah dari kadar sebenarnya akibat
kondisi defisiensi besi, sehingga diperlukan terapi defisiensi besi
sebelum melakukan HPLC ulang untuk menilai kuantitas subtipe Hb.
2. Feritin serum rendah merupakan petunjuk adanya defisiensi besi,
namun tidak menyingkirkan kemungkinan thalassemia trait. Bila
defisiensi besi telah disingkirkan, nilai HbA2 normal, namun indeks
eritrosit masih sesuai dengan thalassemia, maka dapat dicurigai
kemungkinan thalassemia α, atau koeksistensi thalassemia β dan δ.

Analisis DNA
Analisis DNA merupakan upaya diagnosis molekular thalassemia, yang
dilakukan pada kasus atau kondisi tertentu:
1. Ketidakmampuan untuk mengonfirmasi hemoglobinopati dengan
pemeriksaan hematologi:
a. Diagnosis thalassemia β mayor yang telah banyak menerima transfusi.
b. Diagnosis dapat diperkuat dengan temuan thalassemia β heterozigot
(pembawa sifat thalassemia beta) pada kedua orangtua.
c. Identifikasi karier dari thalassemia β silent, thalassemia β dengan HbA2
normal, thalassemia α0, dan beberapa thalassemia α+.
d. Identifikasi varian hemoglobin yang jarang.
2. Keperluan konseling genetik dan diagnosis prenatal.Alur diagnosis
thalassemia

112
Hematologi dan Imunologi

* Bila sudah transfusi, dapat dilakukan pemeriksaan DPL dan dilanjutkan


pemeriksaan analisis Hb kedua orangtua.
** Pemeriksaan DNA dilakukan apabila telah transfusi darah berulang, hasil
skrining orangtua sesuai dengan pembawa sifat thalassemia, hasil
pemeriksaan esensial tidak khas (curiga ke arah thalassemia α delesi 1
gen atau mutasi titik).
Sumber : Perhimpunan Hematologi dan Transfusi darah Indonesia (PHTDI)

113
Blok 6

Penatalaksanaan
Transfusi darah Indikasi transfusi darah
Tujuan transfusi darah pada pasien thalassemia adalah untuk menekan
hematopoiesis ekstramedular dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Keputusan untuk memulai transfusi darah sangat individual pada setiap pasien.
Transfusi dilakukan apabila dari pemeriksaan laboratorium terbukti pasien
menderita thalassemia mayor, atau apabila Hb <7g/dL setelah 2x pemeriksaan
dengan selang waktu >2 minggu, tanpa adanya tanda infeksi atau didapatkan
nilai Hb >7gr/dL dan dijumpai, gagal tumbuh, dan/atau deformitas tulang akibat
thalassemia. (Level of evidence IV).

Evaluasi sebelum transfusi


Pasien perlu menjalani pemeriksaan laboratorium berikut sebelum memulai
transfusi pertama:
a. Profil besi: feritin serum, serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC)
b. Kimia darah berupa uji fungsi hati; SGOT, SGPT, PT, APTT, albumin,
bilirubin indirek, dan bilirubin direk.
c. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin
d. Golongan darah: ABO, Rhesus
e. Marker virus yang dapat ditransmisikan melalui transfusi darah: e. antigen
permukaan Hepatitis B (HbsAg), antibodi Hepatitis C (anti-HCV), dan
antibodi HIV (anti-HIV).

Jenis produk darah yang digunakan


Idealnya darah yang ditransfusikan tidak menyebabkan risiko atau efek
samping bagi pasien. Beberapa usaha mulai dari seleksi donor, pemeriksaan
golongan darah, skrining darah terhadap infeksi menular lewat transfusi darah
(IMLTD), uji silang serasi (crossmatch), dan pengolahan komponen telah
dilakukan untuk menyiapkan darah yang aman. Beberapa teknik pengolahan
komponen darah sudah dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan darah.
Tersedianya komponen darah yang aman akan menunjang pemberian transfusi
darah secara rasional dan berdasarkan indikasi yang tepat.
Beberapa produk darah dapat dijumpai di bank darah, salah satunya adalah
eritrosit cuci/ washed erythrocyte (WE). Produk ini memberikan beberapa
keuntungan antara lain dapat menghilangkan leukosit 50-95% dan eritrosit 15%.
Komponen darah WE dapat mengurangi risiko terjadinya reaksi alergi, dan
mencegah reaksi anafilaksis pada defisiensi IgA. Kerugian WE ini memiliki waktu
simpan yang pendek 4-6 jam dan memiliki risiko bahaya kontaminasi. Produk ini
tidak direkomendasikan pada thalassemia.
Sekitar tahun 1860-1970 mulai dikembangkan tehnik leukodepleted, yaitu berupa
proses pemisahan buffy coat (BC) yang mengandung leukosit dan trombosit dari
PRC dengan sedimentasi atau sentrifugasi sehingga leukosit menurun 60-80%
dan eritrosit menurun 20-30%. Teknik ini terbukti dapat mencegah dan
mengurangi dampak kontaminasi leukosit. Beberapa terminologi dapat dijumpai
di literatur adalah leukodepleted di Eropa dan leucoreduced di US. Perbedaannya
terletak pada jumlah leukosit yang dapat disaring, yaitu leukodepleted dapat

114
Hematologi dan Imunologi

mengurangi leukosit hingga 107-108, sedangkan leucoreduced < 105. Sedangkan


jumlah leukosit pada 1 unit whole bood (WB) adalah 2x109.
Proses pemisahan leukosit pada komponen darah menggunakan filter yang
terbuat dari bahan tertentu yang dapat memisahkan leukosit. Proses ini dapat
dilakukan pada saat pembuatan darah/ pra-storage atau beberapa saat sebelum
transfusi/post-storage. Jenis darah PRC biasa dan WE tetap membutuhkan bed side
filter.
Thalassemia mayor membutuhkan transfusi secara teratur sehingga perlu
diperhatikan hal-hal di bawah ini.
a. Produk darah yang digunakan hendaknya PRC rendah leukosit (leukodepleted)
yang telah menjalani uji skrining NAT dan menggunakan produk darah yang
telah dicocokkan dengan darah pasien (Level of Evidence IIa)
b. Penggunaan pre-storage filtration terbukti lebih baik dibandingkan dengan bed
side filtration. (Level of Evidence IIIa) Pada pre-storage filtration, leukosit akan
difilter sebelum sempat mengeluarkan sitokin, sehingga reaksi transfusi
berupa febrile non hemolytic transfusion reaction (FNHTR) dapat lebih dihindari,
yang penyebabnya selain alloimunisasi oleh human leukocyte antigen (HLA)
juga karena keberadaan sitokin dalam komponen darah.
c. Penggunaan whole bood pada pasien dengan transfusi rutin dapat menyebabkan
reaksi transfusi non-hemolitik.
d. Apabila darah leukodepleted dengan skrining NATtidak tersedia dapat
dipertimbangkan darah yang berasal dari donor tetap untuk mengurangi
risiko penyakit yang ditransmisikan melalui darah, alloimunisasi, dan reaksi
transfusi lainnya.
e. Komplikasi dari transfusi dapat dikurangi dengan pemilihan produk darah
tertentu seperti PRC cuci, sel darah merah beku/ frozen (cryopreserved red cells),
dan donor tetap, walaupun pada thalassemia yang membutuhkan transfusi
darah berulang idealnya mendapatkan PRC leukodepleted.

Keluarga atau pasien diinformasikan mengenai kegunaan dan risiko transfusi,


kemudian menandatangani persetujuan (informed consent) sebelum transfusi
dimulai. Identifikasi pasien dan kantong darah perlu dilakukan pada setiap
prosedur pemberian transfusi darah sebagai bagian dari upaya patient safety.

Kelasi besi
Kelebihan besi dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang di berbagai
sistem organ. Pemberian terapi kelasi besi dapat mencegah komplikasi kelebihan
besi dan menurunkan angka kematian pada pasien thalassemia.

Indikasi kelasi besi


Terapi kelasi besi bertujuan untuk detoksifikasi kelebihan besi yaitu mengikat
besi yang tidak terikat transferin di plasma dan mengeluarkan besi dari tubuh.
Kelasi dimulai setelah timbunan besi dalam tubuh pasien signifikan, yang dapat
dinilai dari beberapa parameter seperti jumlah darah yang telah ditransfusikan,
kadar feritin serum, saturasi transferin, dan kadar besi hati/ liver iron concentration
– LIC (biopsi, MRI, atau feritometer).

115
Blok 6

LIC minimal 3000 ug/g berat kering hati merupakan batasan untuk memulai
kelasi besi namun biopsi adalah tindakan yang invasif sehingga beberapa
parameter lain menjadi pilihan. Pemberian kelasi besi dimulai bila kadar feritin
serum darah sudah mencapai 1000 ng/mL, atau saturasi transferin >70%, atau
apabila transfusi sudah diberikan sebanyak 10-20 kali atau sekitar 3-5 liter. (Level
of evidence IIIa)
Kelasi besi kombinasi diberikan jika kadar feritin serum >2500 ng/mL yang
menetap minimal 3 bulan, apabila sudah terjadi kardiomiopati, atau telah terjadi
hemosiderosis jantung pada pemeriksaan MRI T2* (<20 ms). (Level of evidence
IIa)

Jenis dan cara pemberian kelasi besi


Terapi kelasi besi memerlukan komitmen yang tinggi dan kepatuhan dari
pasien dan keluarga. Jenis kelasi besi yang terbaik adalah yang dapat digunakan
pasien secara kontinu, dengan mempertimbangkan efektifitas, efek samping,
ketersediaan obat, harga, dan kualitas hidup pasien. Tiga jenis kelasi besi yang
saat ini digunakan adalah desferoksamin, deferipron, dan deferasiroks.
Desferoksamin merupakan terapi lini pertama pada anak. Bila tingkat
kepatuhan buruk atau pasien menolak, deferipron atau deferaksiroks dapat
menjadi alternatif. Terapi kombinasi kelasi besi saat ini terbatas pada kondisi
kelebihan besi yang tidak dapat diatasi dengan monoterapi atau telah terdapat
komplikasi ke jantung. Klinisi perlu memperhatikan cost and benefit dalam
memutuskan kelasi mana yang akan digunakan dan berbagai kelebihan serta
kekurangan kelasi besi harus diinformasikan secara jelas kepada pasien dan
orangtua. Keputusan yang diambil pada akhirnya dibuat berdasarkan
kesepakatan dan kenyamanan pasien.

Nutrisi dan Suplementasi


Pasien thalassemia umumnya mengalami defisiensi nutrisi akibat proses
hemolitik, peningkatan kebutuhan nutrisi, dan morbiditas yang menyertainya
seperti kelebihan besi, diabetes, dan penggunaan kelasi besi.
Idealnya pasien thalassemia menjalani analisis diet untuk mengevaluasi asupan
kalsium, vitamin D, folat, trace mineral (kuprum/ tembaga, zink, dan selenium),
dan antioksidan (vitamin C dan E). Pemeriksaan laboratorium berkala mencakup
glukosa darah puasa, albumin, 25-hidroksi vitamin D, kadar zink plasma,
tembaga, selenium, alfa- dan gamma- tokoferol, askorbat, dan folat.
Suplementasi vitamin D yang direkomendasikan adalah 50.000 IU sekali
seminggu pada pasien dengan kadar 25-hidroksi vitamin D di bawah 20 ng/dL,
diberikan hingga mencapai kadar normal. Suplemen kalsium diberikan pada
pasien dengan asupan kalsium yang rendah.
Rekomendasi diet berbeda pada tiap pasien bergantung pada riwayat nutrisi,
komplikasi penyakit, dan status tumbuh kembang. Hindari suplementasi yang
mengandung zat besi. Diet khusus diberikan pada pasien dengan diabetes,
intoleransi laktosa, wanita hamil, dan pasien dalam kelasi besi. Konsumsi rokok
dan alkohol harus dihindari. Rokok dapat menyebabkan remodeling tulang
terganggu, dan dapat mengakibatkan osteoporosis. Konsumsi alkohol

116
Hematologi dan Imunologi

menyebabkan proses oksidasi besi terganggu dan memperberat gangguan fungsi


hati.
Nutrien yang perlu diperhatikan pada pasien thalassemia adalah zat besi.
Makanan yang banyak mengandung zat besi atau dapat membantu penyerapan
zat besi harus dihindari, misalnya daging merah, jeroan, dan alkohol. Makanan
yang rendah zat besi, dapat mengganggu penyerapan zat besi, atau banyak
mengandung kalsium dapat dikonsumsi lebih sering yaitu sereal dan gandum.
Pendapat lain menyebutkan pasien dalam terapi kelasi besi tidak perlu
membatasi diet dari makanan tertentu, karena dikhawatirkan dapat semakin
mengurangi kualitas hidup pasien.
Vitamin C berperan untuk memindahkan besi dari penyimpanan di
intraselular dan secara efektif meningkatkan kerja DFO. Vitamin C dengan dosis
tidak lebih dari 2-3 mg/ kg/hari diberikan bersama desferoksamin untuk
meningkatkan ekskresi besi.
Pemberian asam folat direkomendasikan pula, karena defisiensi zat ini umum
terjadi. Pemberiannya terutama pada pasien yang merencanakan kehamilan.
Asam folat diberikan dengan dosis 1-5 mg/kg/hari atau 2x1 mg/hari. Folat dapat
diberikan pada pasien thalassemia sejak awal walau pasien belum mendapat
transfusi rutin.
Penelitian lain menyebutkan asam folat hanya diberikan pada pasien bila
kadar Hb pratransfusinya <9 g/dL, karena belum terjadi eritropoiesis hiperaktif
sehingga tidak memerlukan asam folat untuk pembentukan eritrosit.

Referensi
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Thalassemia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2018

Check List Anemia Defisiensi Besi

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Definisi anemia defisiensi besi (ADB)
1. adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi
yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin.)
Penyebab ADB

1. Bayi di bawah umur 1 tahun


• berat badan lahir rendah atau lahir kembar.
2. Anak berumur 1-2 tahun
• Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak
2.
mendapat makanan tambahan (hanya minum susu)
• Kebutuhan meningkat karena infeksi
berulang/menahun
• Malabsorbsi
• Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain
karena infestasi parasit dan diverticulum Meckel.

117
Blok 6

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
3. Anak berumur 2-5 tahun
• Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang
mengandung Fe-heme
• Kebutuhan meningkat karena infeksi
berulang/menahun.
• Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain
karena infestasi parasit dan diverticulum Meckel.
4. Anak berumur 5 tahun – masa remaja
• Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain
karena infestasi infestasi parasit dan polyposis.
5. Usia remaja – dewasa
• Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.
Gejala klinik
- Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi
3 tidak spesifik
- ADB : prestasi menurun, lebih mudah terserang infeksi,
pika, spoon nails, papil lidah atrofi
Perjalanan Penyakit
1. Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan
besi di hati, sumsum tulang, dinamakan stadium deplesi
besi. Pada stadium ini baik kadar besi di dalam serum
maupun kadar hemoglobin masih normal.
2. Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir
4 habis. Kadar besi di dalam serum mulai menurun tetapi
kadar hemoglobin di dalam darah masih normal. Keadaan
ini disebut stadium defisiensi besi.
3. Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi.
Stadium ini ditandai oleh penurunan kadar hemoglobin
MC V, MCH, MCHC disamping penurunan kadar feritin
dan kadar besi di dalam serum
Diagnosis
Menurut WHO adalah:
5 (1) kadar hemoglobin kurang dari normal sesuai usia,
(2) kadar Fe serum <50 μg/dL (nilai normal: 80-180 μg/dL),
dan (3) saturasi transferin <15% (nilai normal: 20%-25%).
Komplikasi
- gangguan fungsi kognitif,
- penurunan daya tahan tubuh,
6
- tumbuh kembang yang terlambat,
- penurunan aktivitas, dan
- perubahan tingkah laku.
Penatalaksanaan
- Pemberian preparat besi secara oral berupa garam fero
(sulfat, glukonat, fumarat dan lain-lain). Pada bayi dan
7 anak dosis 3-6 mg/kg bb/hari dibagi dalam dua dosis, 30
menit sebelum sarapan pagi dan makan malam;
penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu
perut kosong.

118
Hematologi dan Imunologi

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
-
Pemberian parenteral jarang digunakan karena dapat
memberikan efek samping berupa demam, mual,
ultikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas, artralgia,
bronkospasme sampai reaksi anafilatik.
- Transfusi darah hanya diberikan sebagai pengobatan
tambahan bagi pasien ADB dengan Hb 6 g/dl atau
kurang
TOTAL SKOR 18

Check List Thalassemia

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Definisi thalassemia
1. Thalassemia merupakan gangguan sintesis hemoglobin (Hb),
khususnya rantai globin, yang diturunkan.
Epidemiologi
Data Pusat Thalassemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak,
2.
FKUI-RSCM, sampai dengan bulan mei 2014 terdapat 1.723
pasien dengan rentang usia terbanyak antara 11-14 tahun.
Penyebab Thalassemia
1. Thalassemia α
3. delesi lokus gen α-globin
2. Thalassemia β
Mutasi gen β globin
Gejala klinik

Anamnesis :
a. Pucat
b. Riwayat transfusi berulang; anemia pada thalassemia
mayor memerlukan transfusi berkala.
c. Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi
berulang.
d. Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya
hepatosplenomegali.
4 e. Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia
lebih tinggi pada ras Mediterania, Timur Tengah, India,
dan Asia Tenggara. Thalassemia paling banyak di
Indonesia ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-8%, dan
Makasar 8%.
f. Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.

Pemeriksaan Fisis
Kulit pucat, konjungtiva anemis, sklera ikterik, facies Cooley
(dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata melebar,
maksila hipertrofi, maloklusi gigi), hepatosplenomegali, gagal

119
Blok 6

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
tumbuh, gizi kurang, perawakan pendek, pubertas terlambat,
dan hiperpigmentasi kulit.
Pemeriksaan laboratorium
1. Hematologi rutin
2. Sediaan apus darah tepi
5
3. Jumlah retikulosit
4. Elektroforesis Hb
5. Analisis DNA untuk thalassemia
Penatalaksanaan
- transfusi darah (washed erythrocyte) pada pasien
thalassemia adalah untuk menekan hematopoiesis
ekstramedular dan mengoptimalkan tumbuh kembang
anak.
6
- Terapi kelasi besi (Desferoksamin) bertujuan untuk
detoksifikasi kelebihan besi yaitu dengan mengikat besi
yang tidak terikat transferin di plasma dan mengeluarkan
besi dari tubuh
- Multivitamin
TOTAL SKOR 14

120
Blok 7

Sistem Endokrin
Blok 7

Penilaian Status Gizi Dewasa


Tingkat Keterampilan: 4A
Meilinah Hidayat

Tujuan pemeriksaan: melakukan penilaian status gizi pada dewasa

Alat-alat pengukuran:
- Alat pengukur tinggi badan (stature meter) dengan kapasitas ukur 2,00
meter dan ketelitian 0,1 cm.
- Alat pengukur berat badan (timbangan)dengan kapasitas ukur 100 kg dan
ketelitian 0,1 kg
- Pita ukur LILA dengan kapasitas ukur 1,00 meter dan ketelitian 0,1 cm.
- Meteran
- Kalkulator

Prosedur Pemeriksaan Tinggi Badan (TB) dan Berat badan (BB)


1. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Tempatkan meteran (stature meter) pada dinding pada posisi dan ukuran yang
benar dan tervalidasi.
3. Pemeriksa meminta pasien berdiri di bawah stature meter tanpa alas kaki,
tanpa topi/ penutup kepala.
4. Minta pasien berdiri tegak dengan tumit menempel pada lantai dan
pandangan lurus ke depan.
5. Pengukur stature meter ditarik ke bawah hingga tepat di atas puncak kepala
pasien.
6. Ukur tinggi badan pasien pada stature meter dan catat hasilnya
7. Kemudian minta pasien berdiri di atas timbangan yang sudah divalidasi.
8. Sebelum menimbang, posisi jarum timbangan dipastikan tepat di garis nol.
9. Posisi pasien berdiri tegak dengan pandangan lurus ke depan. Saat melakukan
pemeriksaan berat badan, pasien harus melepas alas kaki, jaket, tas serta
benda-benda lain yang dapat memengaruhi hasil timbangan.
10. Saat menimbang, pastikan posisi kedua telapak kaki seluruhnya berada di atas
alas timbangan tersebut, dan bobot badan tidak bertumpu pada satu sisi kaki.
11. Ukur berat badan pasien dan catat hasilnya.
12. Tentukan indeks massa tubuh (IMT=BMI) pasien dengan rumus:

Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT)

BMI atau IMT merupakan standar internasional yang digunakan untuk


menentukan komposisi tubuh seseorang. Metode ini sederhana dan paling
banyak digunakan. BMI dapat menggambarkan kelebihan proporsi tubuh.
Menghitungnya dengan cara membagi BB dalam kilogram (kg) dengan TB dalam

122
Sistem Endokrin

meter pangkat dua (m2) (Adam, 2006). Cara penghitungan BMI dengan
menggunakan rumus di atas.

Analisis Hasil Pemeriksaan


Interpretasi Hasil Pemeriksaan Indeks Massa Tubuh untuk orang Asia-Pacific Dewasa
(IOTF,WHO 2000)
Klasifikasi BMI (kg/m2) Risiko Komorbiditas/Penyakit
Underweight ≤18,5 Rendah
Normal 18,5 – 22,9 Rata-rata
Overweight: > 23 Berisiko
Pre-obese 23,0 – 24,9 Risiko Sedang
Obese I 25,0 – 29,9 Risiko Berat/ berbahaya
Obese II ≥ 30

Keterbatasan BMI
- Tidak dapat digunakan bagi anak-anak, wanita hamil dan orang yang sangat
berotot (Atlit).
- Tidak dapat diterapkan pada kondisi khusus seperti: edema, asites dan
hepatomegali
- Tidak menggambarkan proporsi/perbandingan otot dan lemak.

Check List

Skor
No Kriteria Pengukuran Tinggi Badan (TB)
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
1.
Pemeriksa meminta pasien berdiri di bawah stature meter
tanpa alas kaki, tanpa topi/penutup kepala.
Pemeriksa meminta pasien untuk memandang lurus ke
2.
depan
Pengukur stature meter ditarik hingga tepat di atas puncak
3
kepala pasien.
Lihat dan catat angka yang tertera pada stature meter
4
tersebut
TOTAL SKOR

Skor
No Kriteria Pengukuran Berat Badan (TB)
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
1. Pemeriksa meminta pasien mengenakan pakaian yang
seringan-ringannya, tanpa alas kaki lalu berdiri di atas alat
pengukur berat badan (timbangan) yang sudah tervalidasi.

123
Blok 7

Sebelum menimbang, pemeriksa memastikan posisi jarum


2.
timbangan tepat di garis nol.
Saat menimbang, posisi kedua telapak kaki seluruhnya
3 berada di atas alas timbangan tersebut dan bobot badan
bertumpu pada kedua sisi kaki.
4 Lihat dan catat angka yang tertera pada timbangan tersebut
TOTAL SKOR

Skor
No Kriteria Interpretasi Perhitungan BMI
0 1 2 3
Pemeriksa memperoleh hasil pengukuran TB dan BB
1. Menghitung BMI dengan menggunakan rumus
Pemeriksa menyebutkan hasil perhitungan BMI
TOTAL SKOR

Waist Hip Ratio (WHR)

WHR adalah indeks antropometri yang sering digunakan untuk melihat


gambaran penyakit yang berhubungan dengan distribusi lemak tubuh. Terutama
penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kelainan metabolisme, karena
perubahan metabolisme tersebut dapat ditunjukkan dengan banyaknya lemak di
perut atau dikenal dengan istilah obesitas sentral.
WHR merupakan perbandingan nilai Lingkar Pinggang (Waist Circumference,
WC) dengan Lingkar Panggul (Hip Circumference, HC), yang secara umum
digunakan untuk menggambarkan distribusi lemak subkutan dan intra
abdominal (Gibson, 1990).
Hip Circumference (HC) adalah lingkaran pinggul maksimal yang diukur
menggunakan pita ukur pada garis gluteus paling menonjol pada bidang
horizontal. Pengukuran dilakukan pada daerah supra symphisis dan bagian
terposterior bokong. HC lebih berkorelasi dengan jaringan lemak subkutan
daripada jaringan lemak intraabdominal. Hasilnya dapat dipengaruhi massa
gluteal dan ukuran pelvis yang bervariasi antar Pasien (Adam, 2006). Kategori
HC normal untuk Pria dan wanita Asia < 100 cm.

Pengukuran Lingkar Pinggang


Sebelum melakukan pengukuran (menggunakan pita pengukur), pasien diminta
untuk berdiri tegak dengan kedua tungkai dilebarkan 20-30 cm dan bernafas
normal, tidak menahan perutnya/ nafasnya.
1. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk (arcus costalis) paling bawah
2. Beri tanda titik batas tepi tulang rusuk bagian bawah menggunakan spidol/
pulpen (titik X1)
3. Tetapkan batas atas ujung lengkung tulang pangkal panggul (crista iliaca yang
terpotong oleh linea axillaris media)

124
Sistem Endokrin

4. Beri tanda titik pada batas atas ujung lengkung tulang pangkal panggul (Titik
X2)
5. Tetapkan dan beri tanda titik tengah antara batas tepi tulang rusuk paling
bawah dengan titik batas atas ujung lengkung tulang pangkal panggul (antara
titik X1 dan X2)
6. Pengukuran pada saat akhir ekspirasi (mengeluarkan nafas) normal
7. Lakukan pengukuran lingkar pinggang mulai dari titik tengah (antara titik X1
dan X2) secara sejajar horizontal melingkar pinggang melewati bagian perut
dan kembali menuju ke titik tengah tersebut.
Usahakan pita pengukur tidak menekan dan tidak terlipat.
8. Baca hasil yang tertera pada pita ukur dalam ukuran cm (sentimeter)

Tabel Interpretasi Hasil Pemeriksaan Lingkar Pinggang (Indonesia)


No Lingkar Pinggang Jenis Kelamin Resiko Penyakit
1 > 90 cm Laki-laki Meningkat
2 >80 cm Perempuan Meningkat

125
Blok 7

Check List

Skor
No Kriteria Pengukuran Lingkar Pinggang (WC)
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
1.
Pemeriksa meminta Pasien untuk membuka pakaian agar
daerah yang diukur sebaiknya tidak tertutup pakaian
Meminta pasien berdiri tegak berdiri tegak dengan kedua
2.
tungkai dilebarkan 20-30 cm
Meminta pasien agar otot perutnya relaks dan
3
kedua tangan berada di sisi tubuh
Tandai garis di bawah arcus costalis yang terpotong oleh
4 linea axillaris media (tepi tulang rusuk) saat pasien
menghembuskan nafas (akhir ekspirasi) (Titik X1)
Tandai garis di crista iliaca yang terpotong oleh linea
axillaris media (batas atas ujung lengkung tulang pangkal
5
panggul) saat pasien menghembuskan nafas (akhir
ekspirasi) (Titik X2)
Lakukan pengukuran pada posisi di titik tengah antara
titik X1 dan X2 saat pasien menghembuskan nafas (akhir
ekspirasi), menggunakan pita ukur melekat pada kulit, tapi
tidak menekan dan tidak terlipat

7 Lihat dan catat hasil yang tertera pada pita ukur (dalam cm)
TOTAL SKOR

Pengukuran Lingkar Panggul (HC)


- Pemeriksa berada di sisi samping pasien
- Pasien berdiri dengan kedua tungkai dilebarkan 20-30 cm
- Meminta Pasien agar otot perutnya relaks dan kedua tangan berada di sisi
tubuh
- Pengukuran dilakukan pada lingkaran pinggul maksimal/garis gluteus

126
Sistem Endokrin

paling menonjol di bidang horizontal menggunakan pita ukur melekat pada


kulit, tapi tidak menekan, pita tidak boleh terlipat.
- Baca hasil yang tertera pada pita ukur dalam cm (sentimeter).

Check List

Skor
No Kriteria Pengukuran Lingkar Panggul (HC)
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan dan
1. berdiri di sisi samping pasien
Meminta pasien berdiri tegak dengan kedua tungkai
dilebarkan 20-30 cm
Meminta Pasien agar otot perutnya relaks dan kedua
2.
tangan berada di sisi tubuh
Lakukan pengukuran pada posisi lingkaran pinggul
maksimal/garis gluteus paling menonjol di bidang
3 horizontal saat pasien menghembuskan nafas (akhir
ekspirasi), menggunakan pita ukur melekat
pada kulit, tapi tidak menekan, pita tidak boleh terlipat.
Lihat dan catat hasil yang tertera pada pita ukur
4
(dalam cm)
TOTAL SKOR

Cara perhitungan WHR adalah dengan menggunakan rumus

Nilai normal WHR pada pria adalah < 0,9 dan pada wanita adalah < 0,8.
Rasio lingkar perut dengan panggul >1risiko untuk penyakit kardiovaskular

Chek List

Skor
No Kriteria Interpretasi Perhitungan WHR
0 1 2 3
Pemeriksa memperoleh hasil pengukuran WC dan HC
1. Menghitung WHR dengan menggunakan rumus
Pemeriksa menyebutkan hasil perhitungan WHR
TOTAL SKOR

127
Blok 7

Pengukuran Tebal Lipatan Kulit (TLK)

Merupakan pengukuran jaringan lemak di bawah kulit yang spesifik. Sekitar


50% lemak tubuh berada di jaringan bawah kulit (subkutis) sehingga dengan
mengukur lapisan lemak Tebal Lipatan Kulit (TLK) dapat diperkirakan jumlah
lemak total dalam tubuh. Hasilnya dibandingkan dengan tabel standar; dapat
menunjukkan status gizi dan komposisi tubuh serta cadangan energi
Komposisi tubuh terutama banyaknya lemak tubuh didapat dari hasil
pengukuran skinfold TLK (dalam mm) yang diperiksa dengan cara
menarik/mencubit kulit dan jaringan subcutan di antara ibu jari dan jari telunjuk
pemeriksa (jarak 6 – 8 cm), serta mengacu pada Tabel standar penilaian gemuk
dan kurus (khusus untuk skin caliper yang digunakan ini, merk CORONA) atau
Tabel lain jika menggunakan skin caliper merk yang berbeda (Tabel estimasi
Persentase Lemak Tubuh, Tabel interpretasi).

Alat-alat pengukuran:
Lipatan lemak subkutan diukur menggunakan Skinfold calipers dengan
ketelitian 0,1 mm, tekanan konstan 10 gram/mm2 dan standar jepitan 20- 40
mm2. Pada Skillslab ini pemeriksaan menggunakan Skinfold calipers merk Corona.

Skinfold calipers

128
Sistem Endokrin

Cara Validasi/Tera Alat Caliper:


Jarum penunjuk harus menunjuk ke angka ”0”, dan tekanan harus diatur
dalam rentang 10 gr/mm2 (ukuran standard internasional). Caranya adalah
gagang pemegang caliper dipegang dengan tangan kiri dengan posisi horizontal
(seperti gambar di atas). Pada lubang bagian bawah titik pengukur digantungkan
anak timbangan seberat 200 gr. Pada posisi horizontal tersebut perhatikan jarum
petunjuk pada display. Jarum harus berada dalam rentang posisi 15-25 mm (area
garis warna merah). Jika sudah berada dalam area garis warna merah berarti
tekanan pada titik pengukur sudah sesuai ketentuan, yaitu 10 gr/ mm2, maka
regulator tidak perlu diatur lagi. Apabila jarum menunjukkan angka lebih atau
kurang dari 25 mm, berarti tekanannya belum sesuai maka regulator harus diatur
dengan cara diputar ke kiri atau ke kanan menggunakan tangan kanan.

Beberapa tempat yang dapat diukur:


- Triceps skinfold: pada garis tengah belakang lengan kanan atas
- Biceps skinfold: vertikal di bagian tengah depan lengan kanan atas
- Subscapular skinfold: sudut bawah angulus scapula (angulus inferior)/ belikat
kanan.

Yang paling sering dilakukan adalah pengukuran pada triceps.


Pada semua pengukuran, subjek yang diukur harus berdiri tegak.

Pengukuran Triceps skinfold:


- Pengukuran dapat dilakukan pada posisi lengan lurus di samping badan atau
ditekuk. Yang akan kita lakukan adalah pengukuran pada posisi lengan
ditekuk dengan maksud agar otot triceps lebih mudah teraba.
- Pasien berdiri dengan lengan kanan menyilang di depan tubuh mengarah 90 0
pada siku.
- Palpasi ujung dari penonjolan lateral acromion (ujung gelang bahu) dan batas
inferior olecranon (ujung siku), dan tandai titik tepat di tengah antara kedua
ujung tersebut (X), seperti pada gambar.
- Pemeriksa mencubit 1 cm di atas titik (X) pada arah vertikal sejajar dengan axis
panjang menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri (seperti pada
gambar kiri) sampai di atas jaringan otot triceps
- Tangan kanan pemeriksa menjepitkan caliper tepat pada titik yang sudah
ditandai (X), dengan tekanan 10g/mm2 dengan arah jepitan caliper vertikal.
- Jepitan caliper ditahan selama 2 atau 3 detik dan dibaca, didapat hasil
pengukuran (dalam mm)
- Pengukuran harus diulang 2 kali dengan selisih hasil tidak lebih dari 5%

129
Blok 7

Pengukuran Biceps skinfold:


- Pasien dalam posisi berdiri, lengan menjulur lurus ke bawah dengan palmar
menghadap ke medial.
- Tandai (X) daerah tepat di tengah antara plica axillaris anterior (lipatan ketiak
anterior) dan fossa cubiti.
- Pemeriksa mencubit 1 cm di atas (X) yang sudah ditandai tadi menggunakan
jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri sampai di atas jaringan otot biceps
- Tangan kanan pemeriksa menjepitkan caliper tepat pada titik (X) dengan
tekanan 10g/mm2 dengan arah jepitan caliper vertikal.
- Jepitan caliper ditahan selama 2 atau 3 detik lalu dibaca, didapat hasil
pengukuran (dalam mm)
- Pengukuran harus diulang 2 kali dengan selisih hasil tidak lebih dari 5%

Pengukuran Infrascapular/Subscapular skinfold

130
Sistem Endokrin

- Pasien dalam posisi berdiri, bahu dan lengan rileks menjulur ke bawah dan
palmar menghadap ke bagian paha
- Cari batas medial scapula pasien dengan jari kiri kemudian cari angulus
inferior scapulae dengan menuruni margo medialis scapulae dan tentukan
titik sudut bawah scapula dan beri tanda (X).
- Pemeriksa dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri,
mencubit 1 cm di atas titik (X) membentuk sudut 450 dari horizontal sampai
jaringan otot di atas angulus inferior scapula tersebut (lihat gambar).
- Tangan kanan pemeriksa menjepitkan tepat pada titik (X) tersebut, arah
jepitan caliper membentuk sudut 450 (tegak lurus dari cubitan, Lihat gambar).
- Jepitan caliper ditahan selama 2 atau 3 detik lalu, didapat hasil pengukuran
(dalam mm)
- Pengukuran harus diulang 2 kali dengan selisih hasil tidak lebih dari 5%

Dorland’s Illustrated Medical Dictionary 2006

Standar Penilaian Gemuk dan Kurus pada orang dewasa (Triceps + infra scapular)
Skinfold Caliper Corona

Laki-laki Wanita
Sangat kurus 10 14
Kurus 12 21
Normal 23 37
Gemuk (Overweight) 34 47
Sangat Gemuk (Obese 1) 45 59
Amat Gemuk (Obese 2) 60 73

131
Blok 7

Check List Penilaian

Skor
No Kriteria Pengukuran Tebal Lipatan Kulit
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
1. Pemeriksa meminta pasien untuk membuka pakaian
(terutama pengukuran skinfold infrascapular) agar daerah
yang diukur sebaiknya tidak tertutup pakaian
Pengukuran Triceps skinfold:
Meminta pasien berdiri tegak pada kedua kaki dengan
2
kedua kaki rapat saling menyentuh
Pemeriksa meminta pasien untuk menekuk lengan kanan
di depan tubuh mengarah 900 pada siku

Pemeriksa menandai titik tengah (X) pada samping lengan


pada bagian tengah belakang lengan kanan atas, antara
acromion dan olecranon
Tangan kiri pemeriksa mencubit kulit pada daerah 1 cm di
4 atas titik (X) sampai jaringan otot triceps menggunakan
jari telunjuk dan ibu jari
Tangan kanan pemeriksa menjepitkan caliper tepat pada
5
titik (X) arah jepitan caliper vertikal.
Membaca hasil pengukuran caliper setelah ditahan selama
6
2 atau 3 detik (dalam mm)
Menyebutkan perlunya pengukuran diulang 2 kali
7
dengan selisih hasil tidak lebih dari 5%
Pengukuran Biceps skinfold:
Pemeriksa meminta pasien untuk berdiri, lengan menjulur
8
lurus ke bawah dengan palmar menghadap ke medial.
Pemeriksa menandai daerah tepat di tengah antara plica
9
axillaris anterior dan fossa cubiti di titik (X).

132
Sistem Endokrin

Tangan kiri pemeriksa mencubit 1 cm di atas titik (X)


10 menggunakan jari telunjuk dan ibu jari sampai di atas
jaringan otot biceps
Tangan kanan pemeriksa menjepitkan caliper tepat pada
11
titik (X) dengan arah jepitan caliper vertikal
Membaca hasil pengukuran caliper setelah 2 atau 3 detik
12
(dalam mm)
Menyebutkan perlunya pengukuran diulang 2 kali dengan
13
selisih hasil tidak lebih dari 5%
Pengukuran Subscapular skinfold:
Pemeriksa meminta pasien dalam posisi berdiri, bahu rileks
14 dan lengan menjulur ke bawah dan palmar menghadap ke
bagian lateral paha
Pemeriksa menentukan titik angulus inferior scapulae
yang akan diperiksa di titik (X).

15

133
Blok 7

Pemeriksa dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari


16 tangan kiri, mencubit 1 cm di atas titik x membentuk
sudut 450 dari horizontal.
Tangan kanan pemeriksa menjepitkan tepat di titik x,
17
diukur dengan arah jepitan caliper membentuk sudut 450
Membaca hasil pengukuran caliper setelah 2 atau 3 detik
18
(dalam mm)
Menyebutkan perlunya pengukuran diulang 2 kali dengan
19
selisih hasil tidak lebih dari 5%
TOTAL SKOR

Pustaka
- Dorland’s Illustrated Medical Dictionary 2006
- Gibson RS. 1990. Principles of Nutritional Assesment. Oxford University Press.
New York Oxford. p 187-97.
- http://www.emunix.emich.edu/~bogle/body_comp_topic.htm
- http://www.westonhealth.co.uk/acatalog/info_AO5028.html
- About BMI for adults 2013. [Cited 2014, March 12] Available from: http://www.cdc.
gov/healthyweight/assessing/bmi/adult bmi/index.html
- IDI. Ikatan Dokter Indonesia. PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS Bagi Dokter
di Fasilitas Kesehatan Primer. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Edisi I.
Jakarta. 2017

134
Sistem Endokrin

Teknik Injeksi Subkutan dan Pemberian Insulin Pada Diabetes Mellitus (DM)
Tanpa Komplikasi
Tingkat Keterampilan: 4A
Limdawati; Larissa; Abram Pratama T.

Tujuan: Mampu melakukan injeksi subkutan dengan baik

Alat dan Bahan


1. Spuit 1ml dengan jarum 25, 27, atau 29 G
2. Kapas alkohol
3. Obat injeksi yang akan disuntikkan/Sediaan insulin sesuai kebutuhan dan
indikasi
4. Aquades
5. Sarung tangan

Teknik Keterampilan Injeksi Subkutan Dengan Spuit (Syringe) Konvensional


1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas pasien,
menjelaskan dan meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
2. Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam syringe,
dengan cara sbb:
- Buka ampul (dipatahkan tutupnya) atau vial (dibuka segel metalnya)
- Apabila obat ada dalam vial, lakukan asepsis tutup vial bagian karet
yang akan ditusuk.
- Kencangkan jarum dengan body syringe.
- Ambil obat sejumlah yang diperlukan, kemudian apabila diperlukan,
ganti jarum syringe dengan ukuran jarum yang dikehendaki.
- Buang gelembung udara dalam syringe (sampai tidak ada gelembung
dalam syringe dan cairan obat keluar menetes dari ujung jarum).
Pastikan bahwa jumlah obat sesuai dengan yang akan disuntikkan. Bila
masih kurang, boleh diambil kembali ke dalam ampul/vial obat. Bila
berlebih, lebihan sebaiknya dibuang.
3. Tentukan tempat yang akan dilakukan injeksi
- Daerah lengan atas kiri dan kanan
- Daerah panggul kanan dan panggul kiri
- Daerah paha depan kiri dan kanan
- Daerah perut di sekitar umbilikus
4. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
5. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga mudah serta ideal bagi
Anda untuk melakukan injeksi yang diinginkan.
6. Fiksasi daerah suntikan dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk atau
mencubit 1 sampai 2 inci bagian kulit dan lemak dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk.
7. Tentukan lokasi penyuntikan yang benar
8. Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan lain.
9. Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu jari dan jari
telunjuk)

135
Blok 7

10. Gunakan tangan non dominan untuk mencubit kulit di sekitar lokasi
suntikan.
11. Masukkan jarum dengan sudut 90° (Gunakan pengetahuan anatomi Anda
untuk memperkirakan kedalaman jarum). Tidak perlu dilakukan aspirasi.

12. Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai dosis yang
diinginkan tercapai
13. Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat yang dimasukkan, ada
beberapa obat yang memerlukan pemijatan ringan untuk membantu
penyerapan, namun ada pula yang tidak. Pahami secara menyeluruh obat
yang Anda suntikkan, atau silahkan baca rekomendasi dari pabrik pembuat
obat.
14. Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus
sampah medis.
15. Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada
perdarahan, pembengkakan, atau reaksi-reaksi lain yang terjadi.
16. Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang dimasukkan, jumlahnya, dan
waktu pemberian

Teknik Keterampilan Injeksi Insulin Subkutan Dengan Insulin Pen


1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas pasien,
menjelaskan dan meminta persetujuan
2. tindakan yang akan dilakukan
3. Memeriksa ketersediaan alat dan memastikan insulin tidak kadaluarsa.
4. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
5. Bila menggunakan insulin intermediate atau premixed, posisikan pen secara
horizontal, lalu memilin pen dengan kedua telapak tangan atau
mengayunkan pen insulin sampai cairan insulin tampak homogen.
6. Memasang jarum pada pen insulin setelah membersihkan karet pada ujung
pen dengan alkohol swab.
7. Dengan posisi pen insulin terbalik, membuka tutup jarum, lalu memutar 1-2
unit dan menekan plunger pen untuk membuang gelembung udara dalam
cartridge pen insulin.
8. Memutar sejumlah dosis sesuai dengan yang diperlukan.

136
Sistem Endokrin

9. Menggenggam pen insulin dengan ke-4 jari dan meletakkan ibu jari pada
ujung pen sebagai penekan plunger.
10. Menentukan lokasi penyuntikan.
11. Membersihkan lokasi suntikan dengan alkohol swab dan menunggu sampai
kering.
12. Fiksasi daerah suntikan dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk atau
mencubit 1 sampai 2 inci bagian kulit dan lemak dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk apabila pasien kurus.
13. Menusukkan jarum secara tegak lurus ke permukaan kulit dengan gerakan
cepat. Memastikan jarum sudah masuk sepenuhnya dan pertahankan posisi
tangan.
14. Tidak perlu dilakukan aspirasi
15. Menekan plunger pen dengan ibu jari sampai dengan skala unit kembali ke 0
(nol).
16. Membiarkan jarum tetap di kulit selama 10 detik.
17. Menarik jarum dari kulit.

Check List Teknik Injeksi Subkutan Konvensional

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan
Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke
dalam syringe, dengan cara sbb:
- Buka ampul (dipatahkan tutupnya) atau vial
(dibuka segel metalnya)
- Apabila obat ada dalam vial, lakukan asepsis tutup
vial bagian karet yang akan ditusuk.
- Kencangkan jarum dengan body syringe.
- Ambil obat sejumlah yang diperlukan, kemudian
apabila diperlukan, ganti jarum syringe dengan ukuran
jarum yang dikehendaki.
1.
- Buang gelembung udara dalam syringe (sampai
tidak ada gelembung dalam syringe dan cairan obat keluar
menetes dari ujung jarum). Pastikan bahwa jumlah obat
sesuai dengan yang akan disuntikkan. Bila masih kurang,
boleh diambil kembali ke dalam ampul/vial obat. Bila
berlebih, lebihan sebaiknya dibuang.

Menentukan tempat yang akan dilakukan injeksi


- Daerah lengan atas kiri dan kanan
- Daerah panggul kanan dan panggul kiri
- Daerah paha depan kiri dan kanan
- Daerah perut di sekitar umbilikus
Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.

137
Blok 7

Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga


2. mudah serta ideal bagi Anda untuk melakukan injeksi
yang diinginkan.
Fiksasi daerah suntikan dengan menggunakan ibu jari dan
3. jari telunjuk atau mencubit 1 sampai 2 inci bagian kulit
dan lemak dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Tentukan lokasi penyuntikan yang benar dan bersihkan
4. kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan
lain.
Menusukkan jarum secara tegak lurus ke permukaan kulit
dengan gerakan cepat dengan sudut 90° atau 45o
(perhatikan kedalaman jarum sesuai sudut penyuntikkan).
Tidak perlu dilakukan aspirasi

5.

Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik)


6.
hingga dosis yang diinginkan tercapai
Setelah usai, tarik jarum syringe. Pisahkan jarum dari
7. syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus
sampah medis.
Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan
8. bahwa tidak ada perdarahan, pembengkakan, atau reaksi-
reaksi lain yang terjadi.
9. Membuka sarung tangan, lalu mencuci tangan.
Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang
10.
dimasukkan, jumlahnya, dan waktu pemberian
TOTAL SKOR

138
Sistem Endokrin

Check List Teknik Injeksi Insulin dengan Insulin Pen


Limdawati

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan
1.
Memeriksa ketersediaan alat dan memastikan insulin tidak
kadaluarsa.
Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Bila menggunakan insulin intermediate atau premixed,
posisikan pen secara horizontal, lalu memilin
2. pen dengan kedua telapak tangan atau mengayunkan pen
insulin sampai cairan insulin
tampak homogen.
Memasang jarum pada pen insulin setelah membersihkan
3.
karet pada ujung pen dengan alkohol swab.
Dengan posisi pen insulin terbalik, membuka tutup jarum,
4. lalu memutar 1-2 unit dan menekan plunger pen untuk
membuang gelembung udara dalam cartridge pen insulin.
5. Memutar sejumlah dosis sesuai dengan yang diperlukan.
Menggenggam pen insulin dengan ke-4 jari dan meletakkan
6. ibu jari pada ujung pen sebagai
penekan plunger.
Menentukan lokasi penyuntikan.

7.

Membersihkan lokasi suntikan dengan alkohol swab dan


8.
menunggu sampai kering.
Fiksasi daerah suntikan dengan menggunakan ibu jari dan
jari telunjuk atau mencubit 1 sampai 2 inci bagian kulit dan
9.
lemak dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk apabila
pasien kurus.

139
Blok 7

Menusukkan jarum secara tegak lurus ke permukaan kulit


dengan gerakan cepat. Memastikan jarum sudah masuk
10. sepenuhnya dan pertahankan posisi tangan.
Tidak perlu dilakukan aspirasi

Menekan plunger pen dengan ibu jari sampai dengan skala


11.
unit kembali ke 0 (nol).
12. Membiarkan jarum tetap di kulit selama 10 detik.
13. Menarik jarum dari kulit.
14. Melepaskan cubitan kulit.
Melepaskan jarum dari pen dengan klem, lalu membuang ke
15.
sharp container.
Merapikan alat dan membuang bahan medis habis pakai ke
16.
tempat sampah medis.
17. Membuka sarung tangan, lalu mencuci tangan.
TOTAL SKOR

Referensi :
 PB IDI. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer. Hal 250-1. 2017
 Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam. Kolegium Ilmu
Penyakit Dalam 2017.

140
Sistem Endokrin

Pemeriksaan Glandula Tiroid dan Pemeriksaan Fisik Umum


Penyakit Tiroid
Tingkat keterampilan: 4A
Fen Tih

Tujuan:
1. Melakukan pemeriksaan fisik gejala hipertiroid dan hipotiroid
2. Melakukan pemeriksaan kelenjar tiroid
3. Menilai pembesaran kelenjar tiroid

Alat dan Bahan


1. Termometer raksa atau termometer digital
2. Kapas alkohol
3. Penlight/head lamp
4. Stetoskop

Teknik Keterampilan
1. Ucapkan salam, perkenalkan diri, pastikan identitas pasien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien.
3. Persilakan pasien untuk duduk di kursi pemeriksaan
4. Lakukan cuci tangan.
5. Pengukuran suhu tubuh:
a. Siapkan termometer (air raksa atau digital, dll).
b. Bersihkan termometer dengan kapas alkohol.
c. Pastikan ketiak tidak basah agar tidak terjadi kesalahan dalam hasil
pemeriksaan suhu.
d. Selipkan di ketiak dan tunggu selama 10 menit (pada termometer digital
sampai berbunyi).
e. Lakukan pembacaan hasil pengukuran suhu pada termometer.
Demam atau pireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal.
Hiperpireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas 41,1 oC. Hipotermia
adalah penurunan suhu tubuh abnormal dibawah 35°C per rektal.
Penyebab utama hipotermia adalah paparan terhadap dingin. Penyebab
predisposisi lain termasuk menurunnya pergerakan seperti pada
paralisis, vasokonstriksi seperti pada sepsis, konsumsi alkohol berlebih,
kelaparan, hipotiroidisme dan hipoglikemia.
f. Bersihkan kembali termometer dengan kapas alkohol.
6. Pemeriksaan fisik inspeksi dan palpasi kulit
a. Lihat dan rasakan apakah kulit pasien kering atau banyak keringat.
b. Periksa suhu dengan menggunakan punggung jari tangan.
c. Rasakan dan nilai kelembutan atau kekerasan kulit pasien.
Kulit kering, keras dan dingin pada hipotiroid, kulit seperti beludru pada
hipertiroid.

141
Blok 7

7. Pemeriksaan inspeksi kelopak mata


a. Nilai kelopak mata pasien, apakah ada terdapat edema palpebra, difus
yang dapat ditemukan pada pasien hipertiroid.

8. Pemeriksaan gerakan involunter


a. Perhatikan apakah terdapat tremor pada telapak tangan pasien. Tremor
merupakan gerakan involunter yang relatif berirama. Tremor pada
hipertiroid merupakan postural tremor, yang terlihat saat bagian yang
terkena aktif menjaga postur.

9. Pemeriksaan inspeksi leher


a. Perhatikan apakah leher simetris atau terdapat benjolan.
Pada keadaan normal, leher terlihat simetris dan tidak terdapat benjolan.
Benjolan yang terdapat pada leher dapat berupa pembesaran kelenjar
limfe, pembesaran kelenjar tiroid, maupun tumor jaringan ikat.

10. Pemeriksaan kelenjar tiroid


a. Pemeriksa berdiri tepat di belakang pasien.
b. Minta pasien untuk sedikit menunduk supaya otot-otot
sternokleidomastoideus rileks.

c. Lakukan palpasi menggunakan dua tangan pada leher pasien dari arah
belakang, dengan posisi jari telunjuk berada tepat di bawah tulang
krikoid.
d. Minta pasien untuk menelan untuk merasakan pergerakan isthmus tiroid.
e. Menggunakan tangan kiri, dorong trakea ke arah kanan, kemudian
menggunakan tangan kanan, lakukan palpasi lateral tiroid lobus kanan,
tentukan batasnya.

142
Sistem Endokrin

f. Nilai hal-hal berikut:


- Lokasi (lobus yang mana atau difus)
- Bentuk (bulat, tidak beraturan, berbenjol2, dsb)
- Ukuran (diameter sekian cm, sekian x sekian cm, sebesar biji/buah
apa, dsb)
-Konsistensi (lunak, kenyal, keras, seperti apa, dsb)
-Mobilitas (mobil/tidak)
-Nyeri tekan (ada/tidak)
-[Simetris/tidaknya kelenjar tiroid sebenarnya jarang dilaporkan, bila
tampak membesar lobus kiri dan kanan  difus]
g. Jika tiroid teraba membesar, maka lanjutkan dengan auskultasi
menggunakan stetoskop pada kelenjar tiroid, perhatikan apakah terdapat
bruit.
h. Pada keadaan normal kelenjar tiroid tidak teraba. Apabila dijumpai
pembesaran, maka rekomendasikan pemeriksaan penunjang
laboratorium yang sesuai untuk memastikan diagnosis.
- Pembesaran difuse kelenjar tiroid tanpa adanya nodul kemungkinan
disebabkan oleh grave’s disease, tiroiditis hashimoto, dan goiter
endemik.
- Pembesaran difuse kelenjar tiroid dimana ditemukan dua atau lebih
nodul lebih sering diakibatkan proses metabolik dibandingkan
keganasan. Namun paparan radiasi sejak kecil, adanya riwayat
keganasan pada keluarga, adanya pembesaran kelenjar getah bening,
dan nodul yang membesar dengan cepat dapat dicurigai ke arah
keganasan.
- Terabanya satu nodul biasanya kemungkinan kista atau tumor jinak.
Namun jika terdapat riwayat radiasi, nodul teraba keras, terfiksir
dengan jaringan disekitarnya, cepat membesar, disertai pembesaran
kelenjar getah bening dan terjadi pada laki-laki, maka curiga kearah
keganasan lebih tinggi.

Referensi :
PB IDI. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer. Hal 250-1. 2017

143
Blok 7

Check List
Pemeriksaan Glandula Tiroid dan Pemeriksaan Fisik Umum Penyakit Tiroid

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
 Mengucapkan salam, perkenalkan diri,
pastikan identitas pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada
1. pasien.
 Mempersilakan pasien untuk duduk di kursi
pemeriksaan
 Mencuci tangan.
Pengukuran suhu tubuh:
a. Menyiapkan termometer (air raksa atau digital, dll).
b. Membersihkan termometer dengan kapas alkohol.
c. Memastikan ketiak tidak basah agar tidak terjadi
kesalahan dalam hasil pemeriksaan suhu.
2. d. Menyelipkan termometer di ketiak dan tunggu selama
10 menit atau sampai berbunyi pada termometer
digital.
e. Melakukan pembacaan hasil pengukuran suhu pada
termometer.
f. Membersihkan kembali termometer dengan kapas
alkohol.
Pemeriksaan fisik inspeksi dan palpasi kulit
a. Melihat dan rasakan apakah kulit pasien kering atau
banyak keringat.
3 b. Memeriksa suhu dengan menggunakan punggung jari
tangan.
c. Merasakan dan nilai kelembutan atau kekerasan kulit
pasien.
Pemeriksaan inspeksi kelopak mata
4 Nilai kelopak mata pasien, apakah ada terdapat edema
palpebra, difus
Pemeriksaan gerakan involunter Memperhatikan apakah
5
terdapat tremor pada telapak tangan pasien.
Pemeriksaan inspeksi leher Memperhatikan apakah leher
6
simetris atau terdapat benjolan.
Pemeriksaan kelenjar tiroid
a. Pemeriksa berdiri tepat di belakang pasien.
b. Meminta pasien untuk sedikit menunduk supaya otot-
7 otot sternokleidomastoideus rileks.
c. Melakukan palpasi menggunakan dua tangan pada
leher pasien dari arah belakang, dengan posisi jari
telunjuk berada tepat di bawah tulang krikoid.

144
Sistem Endokrin

d. Meminta pasien untuk menelan untuk merasakan


pergerakan isthmus tiroid.
e. Menggunakan tangan kiri, dorong trakea ke arah
kanan, kemudian menggunakan tangan kanan, lakukan
palpasi lateral tiroid lobus kanan untuk menentukan
batasnya.
f. Menilai hal-hal berikut:
- Lokasi (lobus yang mana atau difus)
- Bentuk (bulat, tidak beraturan, berbenjol2, dsb)
- Ukuran (diameter sekian cm, sekian x sekian cm,
sebesar biji/buah apa, dsb)
- Konsistensi (lunak, kenyal, keras, seperti apa, dsb)
- Mobilitas (mobil/tidak)
- Nyeri tekan (ada/tidak)
g. Melakukan auskultasi menggunakan stetoskop pada
kelenjar tiroid, apakah terdapat bruit.
TOTAL SKOR

145
Blok 7

Anamnesis
Daniel W/ Yenni Limyati

Anamnesis yang lengkap dan tertuju sangatlah diperlukan. Seperti biasa


anamnesis diawali dengan pencatatan identitas pasien. Setelah kita melakukan
pencatatan identitas pasien, dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama dan
menggali keluhan utama pasien. Identitas pasien dengan diabetes mellitus pun
sangatlah penting, khususnya usia. Pasien dengan diabetes mellitus dapat datang
dengan keluhan klasik 3P: polifagi (banyak makan), polidipsi (banyak minum),
dan poliuri (banyak kencing), dan selain itu dapat juga datang dengan keluhan
polineuropati (gangguan saraf perifer), penurunan berat badan, dan pruritus
(gatal-gatal). Selain gejala di atas, penyakit diabetes mellitus juga seringkali
mengganggu sistem lain, seperti sistem reproduksi (turunnya libido, gangguan
menstruasi), sistem muskuloskeletal (kelelahan otot dan nyeri-nyeri pada
tulang/sendi), dan keluhan pada sistem lainnya.
Setelah itu dapat dilakukan anamnesis lebih lanjut mengenai riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pengobatan/perawatan,
riwayat lingkungan, riwayat alergi, dan riwayat kebiasaan dan anamnesis
sistem.

Contoh Skenario Diabetes Melitus


Lusiana Darsono

Identitas :
Nama: Ny Betty ;
Usia : 62 tahun ;
Pekerjaan: pensiunan kepala cabang Bank ;
Status: Menikah ;
Alamat: Sukakarya 5 Bandung

Anamnesis
Keluhan Utama : lemas badan Riwayat Penyakit Sekarang
Lemas badan dirasakan sejak 3 bulan terakhir ini. Tetapi merasa nafsu makan
meningkat sehingga banyak makan dan tidur juga banyak karena merasa lemes.
BAK sering sekali kadang sampai 8x tiap malam, Pasien merasa tiap hari
banyak minum.
Penderita menyangkal adanya gelisah ,keringatan dingin, debar2 , nyeri dada
maupun demam .
Saat sakit ini berat badan turun sampai 5kg dalam 2 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu; belum pernah sakit seperti ini; Riwayat tekanan darah
tinggi disangkal.
Riwayat berobat saat ini: pasien belum pernah berobat
Riwayat penyakit keluarga : ibunya sakit seperti ini
Riwayat Kebiasaan : suka sekali makan ice cream dan coklat

146
Sistem Endokrin

Anamnesis Sistem
 Cerebrospinal: Demam (-), nyeri kepala (-), pusing (-), pingsan (-)
 Respirasi: Sesak nafas (-), Batuk (-), pilek (-)
 Digesti: Mual (-), Muntah (-), Nafsu makan menurun (-), Nyeri perut (-), BAB
tidak jelas kelainan , penurunan BB (+) 5 kg sejak 2 bulan ini.
 UGT: BAK (-)
 Musculoskeletal: Lemas (+), nyeri sendi (-)
 Integumentum: kulit suka gatal

Pemeriksaan Fisik
KU : CM, sakit sedang
TTV : T 130/90 mmHg ; Nadi 84x/menit ; resp : 20x/menit ; S :37o C
BB : 70 Kg ; TB : 155 cm à IMT : 29.1 kg/m2 ; Lingkar pinggang : 88 cm
 Kepala : - Mata : Conjunctiva palpebrae tidak anemis & sclera tidak
icterik .
- Mulut : Bibir, lidah, dan mukosa mulut dalam batas
normal.
 Leher : Kelenjar tiroid dalam batas normal, tidak ditemukan
pembesaran KGB. JVP dalam batas normal
 Thorax : - Inspeksi : Bentuk dan Pergerakan : simetris.
- Perkusi : Cor & Pulmo dalam batas normal.
- Auskultasi : * Cor bunyi jantung murni, murmur (-).
* Pulmo : VBS kanan = kiri, ronchi -/-
wheezing-/- .
 Abdomen : - Inspeksi cembung, soepel, dan tak ada nyeri tekan.
- Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba, pada perkusi
ruang traube timpani.
 Extremitas : Reflek KPR +/+ N , APR+/+ N,
tes sensorik dalam batas normal, oedem (-)
 Integumen : tampak banyak scratch-mark.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium :


 Hematologi :
 Hb :14 g/dl.
 Hematokrit : 42 %.
 Leukosit : 9200mm3
 Hitung jenis leukosit: 0/5/2/33/50/10 (%).
 Trombosit : 295.000 /mm3.
 LED : 25 mm / 1 jam.

 Hasil Urinalisis :
o Makroskopik :
* Warna : kuning
* Bau : urine

147
Blok 7

* Kejernihan : keruh
* BJ : 1,025
* pH 6
* Protein : negatif
* Glukosa : ++
* Nitrit : negatif
* Bilirubin : negatif
* Urobilinogen : positif / < 1
* Keton : negatif

o Mikroskopik :
** Eritrosit : 1 -2 / lpb.
** Leukosit : 2 - 5 / lpb.
** Epitel : 20 - 25 / lpb.
** Silinder : negatif
** Kristal : negatif
** Bakteri : negatif

Diagnosis Banding :
o Suspek DM tipe 2.
o Suspek DM tipe 2 dengan hipoglikemi

Usulan Pemeriksaan penunjang :


 GD puasa GD 2 jam pp HBA1C
 Profil lipid : Cholesterol total, LDL,HDL Fungsi ginjal untuk melihat adanya
kompikasi Fungsi hati untuk melihat adanya kompikasi
 HsCRP untuk melihat adanya kompikasi kardiovaskuler

Prognosis ;
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad malam

148
Blok 8

Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh


Blok 8

Pemeriksaan Ginjal dan Saluran Kemih


Tingkat Keterampilan: 4A
Winsa Husin

Tujuan
1. Menilai ukuran dan kontur ginjal
2. Menilai adanya proses inflamasi pada ginjal
3. Menilai kemungkinan terdapat batu dan pielonefritis
4. Menilai tinggi kandung kemih di atas simfisis pubis

Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan.
2. Posisikan pasien berbaring dengan rileks.
3. Ekspos bagian abdomen dari daerah prosesus xipoideus sampai dengan
simpisis pubis.
4. Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien. Untuk melakukan palpasi ginjal
kiri, pemeriksa sebaiknya berdiri di sisi kiri pasien.
5. Pemeriksaan palpasi bimanual ginjal kiri: Letakkan tangan kanan di bawah
pinggang pasien tepat di bawah kosta ke-12 dan jari-jari tangan
menyentuh sisi bawah sudut kostovertebra. Kemudian dorong ginjal ke
arah anterior.
6. Tangan kiri diletakkan di kuadran kiri atas abdomen, lateral terhadap m.rectus
abdominis
7. Minta pasien untuk bernapas dalam, saat pasien inspirasi maksimal, tekan
abdomen tepat di bawah kosta untuk menilai ginjal, saat ginjal ada di
antara kedua tangan pemeriksa. Nilai ukuran dan kontur ginjal.
8. Kemudian minta pasien untuk menghembuskan napas perlahan sambil
tangan pemeriksa dilepaskan secara perlahan.
9. Lakukan cara yang sama untuk menilai ginjal kanan, dengan pemeriksa
berdiri di sisi sebelah kanan pasien.

Posisi tangan saat pemeriksaan bimanual ginjal

Penilaian Tinggi Kandung Kemih


1. Pasien dalam posisi berbaring.
2. Lakukan palpasi di atas simfisis pubis, kemudian lakukan perkusi mulai

150
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

dari umbilicus sejajar dengan pubis untuk menentukan seberapa tinggi


kandung kemih di atas simfisis pubis.

Pemeriksaan Nyeri Ketok Ginjal


1. Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berdiri di sisi ginjal yang akan di
periksa.
2. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan.
3. Letakkan tangan kiri di sudut kostovertebra, terkadang penekanan oleh jari-
jari tangan sudah dapat menimbulkan nyeri.
4. Lakukan perkusi dengan mengepalkan tangan kanan untuk memberi
pukulan di atas tangan kiri di pinggang pasien. Berikan pukulan sedang,
yang tidak akan menimbulkan nyeri pada orang normal.

Posisi tangan saat melakukan ketok CVA

Analisis Hasil Pemeriksaan


1. Pada kondisi normal, ginjal kanan mungkin dapat teraba, khususnya
pada orang yang kurus. Sedangkan ginjal kiri jarang dapat teraba.
2. Secara normal, kandung kemih tidak teraba. Dalam keadaan distensi,
kandung kemih dapat teraba di atas simfisis pubis.

Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination and History
Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China, h. 343.
Douglas, G et al 2013, Macleod’s Clinical Examination, 13th edition, Churchill Livingstone
Elsevier, China, p.205
Epstein O et al 2003, Clinical Examination, 3th edition, Mosby, Edinburgh, p.200-201

151
Blok 8

Check List Pemeriksaan Ginjal dan Saluran Kemih

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
1. identitas pasien, menjelaskan prosedur dan tujuan
pemeriksaan:
Menilai ukuran dan kontur ginjal
2. Posisikan pasien berbaring dengan rileks.
Ekspos bagian abdomen dari daerah prosesus xipoideus sampai
3.
dengan simpisis pubis.
Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien. Untuk melakukan
4.
palpasi ginjal kiri, pemeriksa berdiri di sisi kiri pasien.
Palpasi bimanual ginjal kiri: Letakkan tangan kanan di bawah
pinggang pasien tepat di bawah kosta ke-12 dan jari-jari
5.
tangan menyentuh sisi bawah sudut kostovertebra. Kemudian
dorong ginjal ke arah anterior.
Tangan kiri diletakkan di kuadran kiri atas abdomen. lateral
6.
terhadap m.rectus abdominis.
Minta pasien untuk bernapas dalam, saat pasien inspirasi
maksimal, tekan abdomen tepat di bawah kosta untuk
7.
menilai ginjal, saat ginjal ada di antara kedua tangan
pemeriksa. Nilai ukuran dan kontur ginjal.
Minta pasien untuk menghembuskan napas perlahan sambil
8.
tangan pemeriksa dilepaskan secara perlahan
Lakukan cara yang sama untuk menilai ginjal kanan, pemeriksa
9.
berdiri di sisi sebelah kanan pasien.
Penilaian Tinggi Kandung Kemih
10. Pasien dalam posisi berbaring.
Lakukan palpasi di atas simfisis pubis, kemudian perkusi
11. mulai dari umbilicus sejajar dengan pubis untuk menentukan
seberapa tinggi kandung kemih di atas simfisis pubis.
12.
Pemeriksaan Nyeri Ketok Ginjal
Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berdiri di sisi ginjal yang
13.
akan di periksa.
14. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan.
Letakkan tangan kiri di sudut kostovertebra, Lakukan perkusi
dengan mengepalkan tangan kanan untuk memberi pukulan
15.
dengan kekuatan sedang di atas tangan kiri di pinggang
pasien.
TOTAL SKOR

152
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

Pemasangan Kateter Uretra


Tingkat Keterampilan : 4A
Cherry Azaria

Diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemasangan kateter sesuai dengan


indikasi dan kompetensi dokter di pelayanan primer.

Tujuan pemasangan kateter antara lain :


Mengambil contoh urin wanita untuk kultur. Untuk membantu proses diagnosis
Mengeluarkan urin pada retensi urin

Alat dan Bahan


 Baki steril & doek steril
 Kohren tang
 Handschoon steril
 Antiseptik (povidone iodine 10%)
 Doek bolong
 Kateter foley steril : untuk dewasa ukuran no. 16 atau 18
 Jelly (dalam spuit atau tube)
 Pinset steril
 Klem
 Nierbekken/ cawan ginjal
 NaCl atau aqua steril Spuit 10 CC
 Urine bag
 Plester
 Kapas lidi steril (Untuk laki-laki)
 Kasa steril (Untuk wanita)

Teknik Tindakan
1. Lakukan informed consent kepada pasien (mengenai cara atau tindakan yang
akan dilakukan, risiko dari tindakan ini, dan penanganan pasca tindakan)
2. Apabila pasien sudah setuju, maka pasien diminta untuk berbaring dan
melepaskan pakaian bagian bawah
3. Cucilah tangan menggunakan sabun dan air mengalir.
4. Persiapkan alat dan bahan steril dalam bak steril menggunakan kohren tang
(termasuk mengeluarkan kateter & urine bag , serta mengisi spuit 10 cc
dengan akua steril/ NaCl, spuit jelly dari bungkusnya).
5. Menggunakan sarung tangan steril
6. Lakukanlah tindakan aseptik – antiseptik menggunakan povidon iodine 10% :
 Untuk laki-laki : ostium uretrae externa, seluruh penis, daerah skrotum,
dan perineum
 Untuk wanita : labia mayora, ostium uretrae externa, sampai perineum
7. Melakukan pemasangan doek bolong
8. Masukkan jelly ke uretra (apabila menggunakan spuit jelly) dan tutup ostium
agar jelly tidak keluar atau oleskan jelly di bagian ujung kateter (bila

153
Blok 8

menggunakan tube).
9. Ambil kateter dengan memegang ujung kateter dengan pinset. Lubang
pangkal kateter dialasi oleh nierbekken.
10. Masukkan kateter secara perlahan.
 Pada laki-laki : posisikan penis tegak lurus saat memasukkan kateter. Saat
terasa tahanan, pasien diminta untuk menarik napas dalam dan posisikan
penis mendatar. Kemudian masukkan kembali kateter hingga melewati
bagian tersebut.
 Pada wanita : masukkan kateter ke dalam o.uretra externa perlahan-lahan
11. Dari pangkal kateter akan keluar urin yang menunjukkan bahwa kateter
sudah masuk ke kandung kemih.
12. Pasangkan klem pada daerah pangkal kateter, kemudian masukkan kateter
kembali hingga batas percabangan pangkal kateter.
13. Masukkan 10 cc NaCl atau aqua steril menggunakan spuit tanpa jarum, melalui
cabang untuk mengembangkan balon kateter.
14. Lakukan penarikan kateter agar kateter tertahan.
15. Lepaskan doek steril
16. Pastikan urine bag dalam keadaan tertutup rapat.
17. Hubungkan jalur output kateterdengan urine bag.
18. Lakukan fiksasi pada paha atau inguinal.
19. Lepaskan klem dari pangkal kateter, dan gantungkan urine bag pada sisi bed.

Sesudah pemasangan, apabila pasien tidak dirawat, maka informasikan pada


pasien untuk :
 Banyak minum air putih.
 Mengosongkan urine bag secara teratur.
 Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh pasien.
 Membersihkan darah atau nanah dan mengolesi kateter dengan antiseptik
secara berkala.
 Kontrol setiap 2 minggu.

Referensi
 PPK Ketrampilan Klinis IDI
 S. Vahr, H. Cobussen-Boekhorst et al. Catheterisation – Urethral intermittent in adults
– Dilatation, urethral intermittent in adults. EAUN Good Practice in Health Care.
2013.
 http://www.osceskills.com/e-learning/subjects/urethral-catheterisation-male/

154
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

Check List Pemasangan Kateter

SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3
 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
 Menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang
1. akan dilakukan dan meminta persetujuan
 Meminta pasien berbaring dan melepaskan pakaian
bawah, kemudian mencuci tangan
Mempersiapkan peralatan (dipisah antara alat steril dan
non steril)
2.
 Untuk laki-laki (menggunakan kapas lidi)
 Untuk wanita (menggunakan kasa steril)
 Lakukanlah tindakan aseptik – antiseptik
menggunakan povidon iodine 10% :
o Untuk laki-laki : ostium uretrae externa, seluruh
penis, daerah skrotum, dan perineum
o Untuk wanita : labia mayora, ostium uretrae externa,
3. sampai perineum
 Lakukan pemasangan doek bolong
 Masukkan jelly ke uretra (apabila menggunakan spuit
jelly) dan tutup ostium agar jelly tidak keluar atau
oleskan jelly di bagian ujung kateter (bila
menggunakan tube).
 Ambil kateter dengan memegang ujung kateter dengan
pinset. Lubang pangkal kateter dialasi oleh nierbekken.
 Masukkan kateter secara perlahan.
o Pada laki-laki : posisikan penis tegak lurus saat
memasukkan kateter. Saat terasa tahanan, pasien
diminta untuk menarik napas dalam dan posisikan
4. penis mendatar. Kemudian masukkan kembali
kateter hingga melewati bagian tersebut.
o Pada wanita : masukkan kateter ke dalam o.uretra
externa perlahan-lahan
 Dari pangkal kateter akan keluar urin yang
menunjukkan bahwa kateter sudah masuk ke kandung
kemih
 Pasangkan klem pada daerah pangkal kateter,
kemudian masukkan kateter kembali hingga batas
percabangan pangkal kateter.
5.  Masukkan 10cc NaCl atau aqua steril menggunakan
spuit tanpa jarum, melalui cabang untuk
mengembangkan balon kateter.
 Lakukan penarikan kateter agar kateter tertahan.

155
Blok 8

 Lepaskan doek steril


 Pastikan urine bag dalam keadaan tertutup rapat,
kemudian hubungkan jalur output kateterdengan
6. urine bag. dan Lakukan fiksasi pada paha
atau inguinal.
 Lepaskan klem dari pangkal kateter, dan gantungkan
urine bag pada sisi bed
 Beritahu pasien bahwa pemasangan kateter telah
selesai.

7.
 Bereskan peralatan yang telah digunakan dan buang
sisa bahan ke tempat sampah yang sesuai
 Cuci tangan kembali menggunakan sabun dan air
mengalir
20

156
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

Pemasangan Infus
Tingkat Keterampilan: 4A
Julia Windi G.

Pemasangan Infus Pada Anak

Tujuan: Mampu melakukan pemasangan infus pada anak

Alat dan Bahan:


1. Infus set
2. Kateter 21/23G
3. Kapas alkohol/ antiseptik
4. Plester
5. Bidai untuk anak
6. Tiang infus

Teknik Tindakan
1. Jelaskan prosedur sebelum melakukan dan berikan penyuluhan jika
diperlukan kepada ibu/keluarga pasien
2. Berikan instruksi tentang perawatan dan keamanan IV.
3. Persiapkan alat dan bahan seperti tiga buah potongan plester sepanjang 2,5
cm. Belah dua salah satu plester sampai ke bagian tengah, jarum bersayap
atau kateter 21/ 23G, kapas alkohol atau antiseptik dan bidai kecil untuk
anak
4. Sambungkan cairan infus dengan infus set terlebih dahulu dan periksa
tidak ada udara pada infus set
5. Minta asisten untuk membendung aliran vena di proksimal tempat insersi
dengan genggamannya
6. Cuci tangan 7 langkah dan gunakan sarung tangan
7. Pilih vena yang akan dilakukan pemasangan, untuk anak-anak
lakukan teknik transiluminasi untuk mendapatkan vena
8. Dengan kapas alkohol atau antiseptik yang tepat, bersihkan tempat insersi
dan biarkan hingga mengering
9. Masukkan kateter ke vena sejajar dengan bagian terlurus vena, tusuk kulit
dengan sudut 30-45 derajat, setelah keluar darah pada ujung kateter, tarik
sedikit jarum pada kateter, dorong kateter sampai ujung, dan ditekan ujung
kateter dengan 1 jari
10. Sambungkan kateter dengan cairan infus
11. Lakukan fiksasi dengan plester atau ikat pita
12. Pasang bidai pada lengan dengan posisi yang nyaman
13. Lakukan monitoring kelancaran infus
(tetesan, bengkak atau tidaknya tempat insersi)
14. Mencatat waktu, tanggal dan pemasangan ukuran kateter

157
Blok 8

Analisis/ Interpretasi
Infeksi superfisial pada kulit tempat pemasangan kanul merupakan
komplikasi yang paling umum. Infeksi bisa menyebabkan tromboflebitis yang
menyumbat vena dan menimbulkan demam. Kulit sekelilingnya akan memerah
dan nyeri. Lepas kanul untuk menghindari risiko penyebaran lebih lanjut.
Kompres daerah infeksi dengan kain lembap hangat selama 30 menit setiap 6 jam.
Jika demam menetap lebih dari 24 jam, berikan antibiotik (yang efektif terhadap
bakteri stafilokokus)

Pemasangan Infus Pada Dewasa

Tujuan:
1. Mengetahui indikasi pemasangan infus intravena.
2. Melakukan pemasangan infus intravena dengan benar.
3. Melakukan penghitungan kebutuhan cairan terhadap seorang pasien dengan
benar.

Alat Dan Bahan:


1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set)
3. Kateter intravena (IV catheter)
4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Bengkok
8. Tiang infus
9. Sarung tangan
10. Tempat sampah medis

Pemasangan Infus (Intravenous Fluid Drip)


Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering
dilakukan sebagai tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk
memasukkan bahan-bahan larutan ke dalam tubuh secara kontinu atau sesaat
untuk mendapatkan efek pengobatan secara cepat. Bahan yang dimasukkan
dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Istilah khusus untuk infus darah
adalah transfusi darah. Indikasi infus adalah menggantikan cairan yang hilang
akibat perdarahan, dehidrasi karena panas atau akibat suatu penyakit,
kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas. Hal-hal yang perlu diperhatikan
pada tindakan pemasangan infus adalah:
a. Sterilitas : Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak
menyebabkan infeksi lokal pada daerah tusukan dan supaya mikroba tidak
masuk ke dalam pembuluh darah mengakibatkan bakteremia dan sepsis.
Beberapa hal perlu diperhatikan untuk mempertahankan standard sterilitas
tindakan, yaitu :
1) Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan

158
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

(golongan iodium, alkohol 70%).


2) Cairan, jarum dan infus set harus steril.
3) Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan antiseptik
yang benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di tangan.
4) Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat juga
mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya vena
yang dipilih adalah vena superficial di lengan dan tungkai, sedangkan
anak-anak dapat juga dilakukan di daerah frontal kepala.

Gambar. Memilih lokasi pemasangan infus

b. Fiksasi : Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau
tercabut. Apabila kanula mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk
dinding vena bagian dalam sehingga terjadi hematom atau trombosis.
c. Pemilihan cairan infus : Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan
tujuan pemberian cairan.
d. Kecepatan tetesan cairan : Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka
tekanan dari luar ditinggikan atau menempatkan posisi cairan lebih tinggi
dari tubuh. Kantung infus dipasang ± 90 cm di atas permukaan tubuh, agar
gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan cairan cukup kuat sehingga cairan
masuk ke dalam pembuluh darah. Kecepatan tetesan cairan dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa volume
tetesan tiap set infus satu dengan yang lain tidak selalu sama dan perlu dibaca
petunjuknya.
e. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat
atau terlepas sambungannya.
f. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada
penggunaan kateter intravena berukuran kecil karena lebih mudah
tersumbat.
g. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau

159
Blok 8

mengalami spasme.
h. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah
terpasang.

Prosedur Pemasangan Infus Intravena

Persiapan alat :
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit
selang infus untuk mengatur kecepatan tetesan

Gambar. Infus set

3. Kateter intravena (IV catheter) :

Gambar. Kateter intravena (IV catheter)

160
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%


5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Bengkok
8. Tiang infus
9. Sarung tangan
10. Tempat sampah medis

Persiapan penderita :
1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau orang tua penderita) mengenai tujuan dan
prosedur tindakan, minta informed consent dari pasien atau keluarganya.
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan infuse :
- Pilih lengan yang jarang digunakan oleh pasien (tangan kiri bila pasien
tidak kidal, tangan kanan bila pasien kidal).
- Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi.
- Lakukan identifikasi vena yang akan ditusuk.
Prosedur tindakan :
1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang
mudah dijangkau oleh dokter/ petugas.
- Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan sudah sesuai
dengan identitas atau kebutuhan pasien.
- Dilihat kembali keutuhan kemasan dan tanggal kadaluwarsa dari setiap
alat, obat dan cairan yang akan diberikan kepada pasien.

Gambar 4. Alat-alat pemasangan infus disiapkan di tray


alat

161
Blok 8

2. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus.


3. Memasang infuse set pada kantung infuse :
- Buka tutup botol cairan infus, didesinfeksi dengan dengan kapas alkohol.
- Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran infus.
- Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan membuka kran selang
sehingga tidak ada udara pada saluran infus, lalu dijepit dan jarum
ditutup kembali. Tabung tetesan diisi sampai ½ penuh.
- Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang infus.

Gambar. Menusukkan pipa saluran udara ke dalam botol cairan infus

Gambar. Membuang udara dalam saluran infus

4. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir,


keringkan dengan handuk bersih dan kering.
5. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.

162
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

Gambar. Memasang torniket

6. Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat


suntikan.

Gambar. Desinfeksi area tusukan

7. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas,


membentuk sudut 30-40o terhadap permukaan kulit.

Gambar. Bevel jarum menghadap ke atas

8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir
keluar.

163
Blok 8

Gambar. Jarum masuk lumen vena, darah terlihat mengalir keluar ( )

9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet)
kira-kira 1 cm ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum
agar jarum tidak melukai dinding vena bagian dalam. Dorong kateter vena
sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.

Gambar. Tangan kanan menarik stylet ke arah luar,


sambil tangan kiri memfiksasi vena

10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang
memfiksasi bagian proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang
berwarna putih ke dalam vena.

Gambar. Tarik stylet keluar, kemudian dorong seluruh bagian kateter ke dalam vena

11. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena.
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung
infus atau kantung darah.

164
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

Gambar. Hubungkan infus set dengan kateter vena

13. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan.

Gambar. Penjepit selang infus : (kiri) posisi dikencangkan,


(kanan) posisi dilonggarkan

14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan
plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan
plester.

Gambar. Tutup dengan kassa steril, fiksasi dengan plester dan bidai

165
Blok 8

17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk) supaya
jarum tidak mudah bergeser.
18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam
sharp disposal (jarum tidak perlu ditutup kembali).
19. Bereskan alat-alat yang digunakan.
20. Cara melepas infus : bila infus sudah selesai diberikan, plester dilepas, jarum
dicabut dengan menekan lokasi masuknya jarum dengan kapas alkohol,
kemudian diplester.

Jarum infus ada 2 macam, yaitu :


1. Jarum dan kateter menjadi satu :
- Jarum infus biasa
- Wing needle

Gambar. Wing needle

2. Jarum bisa dilepas, tinggal kateter dalam vena (misal : abbocath)

Untuk tipe jarum yang bisa dilepas, sebaiknya hanya digunakan paling lama 72
jam, sedangkan bila jarum dan kateter menjadi satu hanya dianjurkan dipakai 48
jam, untuk selanjutnya diganti.

Cara mengatur kecepatan tetesan :

Supaya masuknya cairan sesuai dengan kebutuhan yang dijadwalkan, pemberian


cairan infus harus dihitung jumlah tetesan per menitnya. Untuk menghitung
jumlah milliliter cairan yang masuk tiap jam dapat dihitung dengan rumus :

mL per jam = tetesan per menit x faktor tetesan faktor tetesan = 60/w
w = jumlah tetesan yang dikeluarkan oleh
infus set untuk mengeluarkan 1 mL cairan

Misalnya :
Infus set dapat mengeluarkan 1 mL cairan dalam 15 tetesan,
berarti faktor tetesan = 60/15 = 4.
Jadi bila infus set tersebut memberikan cairan dengan kecepatan 25 tetes per menit
berarti cairan yang masuk sebanyak 25 x 4 = 100 mL per jam.

166
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

Untuk berbagai infus set sudah ditentukan besarnya tetesan per mL seperti
tersebut di bawah ini :

Pabrik Dewasa Anak-anak


Abbott Venopak : 13-15 tetes/mL Mikro drip : 60 tetes/mL
Transfusion set : 10 tetes/mL

Baxter Plexitron : 10 tetes/mL Minimeter : 50 tetes/mL


Lutter Saftiset : 20 tetes/mL Saftiset : 60 tetes/mL
Transfusion set : 12 tetes/mL

Bila dalam infus set tidak disebutkan jumlah tetesan per mL berarti faktor
tetesannya = 4. Penghitungan jumlah tetesan per menit secara sederhana adalah :

Tetesan/menit (normal) = jumlah cairan yang akan diberikan (mL)


Lamanya infus akan diberikan (jam) x 3

Tetesan/menit (mikro) = jumlah cairan yang akan diberikan (mL)


Lamanya infus akan diberikan (jam)

Cairan infus yang berada di pasaran :

1. Elektrolit :
- Larutan NaCl 0.9%
- Larutan Ringer
- Larutan Ringer Laktat
- Larutan Hartmann
- Larutan Darrow
- Larutan Na Laktat 1/6 molar
- Larutan NaHCO3 7.5% dan 8.4%
- Larutan Dialisis

2. Karbohidrat (dengan elektrolit) :


- Larutan Glukosa 5%, 10%, 20%, 40%
- Larutan Dextrose 5%, 10%, 20%, 50%
- Larutan Fruktose 5%
- Larutan Maltose 10%
- Larutan Ringer-Dextrose
- Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0.9%, NaCl 0.45% atau NaCl 0.225%
- Larutan Dextrose 10% dengan NaCl 0.9%

167
Blok 8

3. Larutan Protein :
- Larutan L-Asam Amino 350 kcal
- Larutan L-Asam Amino 600 kcal, 500 kcal dengan Sorbitol
- Larutan L-Asam Amino 1000 kcal
4. Plasma Expander :
- Dextran 70
- Dextran 40
- Human Albumin 5%, 25%
- Human Plasma

Perhitungan kalori beberapa larutan infus :

 Kebutuhan kalori rata-rata 30 kcal/kgBB,


anak-anak 1500 kcal/m2 luas permukaan tubuh
 500 mL larutan Dextrose 5% = 102.5 kcal
 500 mL larutan Dextrose 10% = 205 kcal
 500 mL larutan NaCl 0.9% = tidak mengandung kalori
 500 mL darah = 74 kcal
 500 mL Albumin 5% = 110 kcal
 500 mL plasma = 120 kcal

Kegagalan pemberian infus :

1. Jarum infus tidak masuk vena (ekstravasasi cairan infus).


2. Pipa infus tersumbat (misalnya karena jendalan darah) atau terlipat.
3. Pipa penyalur udara tidak berfungsi.
4. Jarum infus atau vena terjepit karena posisi lengan tempat masuknya
jarum dalam keadaan fleksi.
5. Jarum infus bergeser atau menusuk keluar ke jaringan di luar vena
(ekstravasasi cairan infus dan darah).

Komplikasi yang dapat terjadi :

1. Phlebitis
2. Hematoma
3. Ekstravasasi cairan, ditandai dengan :
- Aliran cairan melambat atau terhenti
- Pembengkakan, area yang mengalami pembengkakan berwarna lebih
pucat daripada area sekitarnya.
- Nyeri, nyeri tekan atau rasa terbakar di sekitar pembengkakan.
- Bila terjadi ekstravasasi cairan, pindahkan infus ke lokasi lain.
4. Infeksi lokal atau sistemik
5. Melukai serabut syaraf
6. Emboli udara : gejalanya adalah nyeri dada dan sakit kepala.

168
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

Check List Pemasangan Infus

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
tindakan yang akan dilakukan
1.
Mempersilakan pasien berbaring di meja periksa
Posisi pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
Memeriksa dan mengidentifikasi vena lokasi
pemasangan infus
2. Mengecek dan mempersiapkan alat-alat yang diperlukan
Mempersiapkan cairan infus yang akan dimasukkan, pastikan
cairan tersebut belum kadaluarsa
Memasang infus set pada kantung infus dan memastikan tidak
ada udara dalam selang infus
Mencuci tangan dengan seksama/ 7 langkah
3.
Membendung lengan penderita bagian proksimal dengan
torniket sambil kembali mengidentifikasi vena lokasi
pemasangan infus dengan cara merabanya.
Mengenakan sarung tangan, kemudian melakukan
4.
desinfeksi daerah tempat suntikan.
Masukkan kateter ke vena sejajar dengan bagian terlurus vena,
tusuk kulit dengan sudut 30-45 derajat, setelah keluar darah
5.
pada ujung kateter, tarik sedikit jarum pada kateter, dorong
kateter sampai ujung, dan ditekan ujung kateter dengan 1 jari
Melepaskan torniket sambil menekan vena
di bagian proksimal
Memasang infus set atau blood set yang telah terhubung
6.
ujungnya dengan kantung infus.
Melonggarkan penjepit selang infus untuk melihat kelancaran
tetesan
Memfiksasi pangkal jarum pada kulit dengan plester
Memfiksasi jarum dan sebagian selang infus pada kulit dengan
plester (jika perlu dipasang spalk)
7. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan kebutuhan
Mahasiswa perlu mengetahui set infuse yang dipakai, 1 ml
setara dengan 20 tetes/menit untuk makro dan setara dengan
40 atau 60 tetes/menit tergantung pabrik (lihat petunjuk)
Membuang sampah pada tempatnya (bengkok) dan
8.
mengucapkan terima kasih pada pasien
TOTAL SKOR
Referensi :
1. Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam. Kolegium Ilmu Penyakit
Dalam 2017.
2. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Edisi ke 2. http://www.ichrc.org/a121-
memasang-kanul-vena-perifer. Diunduh pada tanggal 5 Agustus 2013
3. Dougherty L, Bravery K, Gabriel J, Kayley J, Malster M, Scales K, et al. Standards for infusion therapy
(third edition). Royal College of Nursing; 2010.

169
Blok 8

Anamnesis Sistem Urinarius


Identitas

Anamnesis pada sistem urinarius atau saluran kemih dimulai dengan identitas
pasien (sesuai anamnesis pada blok 1-2 dan 3-4). Identitas pasien dapat dijadikan
bahan pertimbangan untuk menegakkan diagnosis.
Anamnesis jenis kelamin menjadi penting karena secara anatomis saluran
kemih pada pria dan wanita memiliki karakteristik yang berbeda. Pada pria
saluran kemih bersatu dengan sistem genitalia sehingga gangguan pada saluran
kemih dapat merupakan gejala dari gangguan pada sistem genitalia seperti prostat
yang mengelilingi uretra pars prostatika pada pria dan sering membesar pada
pria usia lanjut. Pekerjaan mungkin berhubungan dengan keluhan-keluhan di
daerah pinggang yang dapat merupakan gejala dari sistem urinarius ataupun
jaringan lain di atas maupun di sekitar ginjal. Status pernikahan juga penting,
terutama bagi wanita yang sedang baru menikah sering memiliki penyakit cystitis
atau wanita hamil sering memiliki keluhan sering berkemih dan rentan dengan
infeksi saluran kemih lainnya. Setelah menanyakan identitas pasien dilanjutkan
dengan menanyakan keluhan utama.

Gejala Yang Dikeluhkan Pasien


Keluhan pasien dapat berupa gejala pada saluran kemih maupun sistemik.
Anamnesis keluhan pasien ditujukan kepada kemungkinan diagnosis, diagnosis
banding, kemungkinan komplikasi, penyakit penyerta yang menjadi predisposisi
penyakit, maupun. Keluhan utama pada saluran kemih berkisar pada buang air
kecil (BAK), gejala uremia, anemia, penumpukan cairan, nyeri, dll.
1. Gejala Lokal
a. Buang air kecil / miksi /berkemih
- Gejala buang air kecil meliputi frekuensi dan volume urin, frekuensi
yang normal sekitar 3-5 kali sehari. Apakah ada poliuria (DM, DI),
polakisuria, oliguria, nocturia (obstruksi vesica urinaria), anuria?
- Disuria : rasa tidak nyaman saat buang air kemih seperti terbakar atau
nyeri. Nyeri sejak kapan? Nyeri terasa selama berkemih, di awal,
tengah atau akhir miksi. Faktor-faktor yang memperberat dan
memperingan keluhan. Apakah disertai sekret pada penis atau vagina?
- Urgensi, inkontinensia, hesistansi, intermitensi, dribbling, straining,
retensi urin, pancaran urin jadi lemah seperti pada hiperplasia prostat,
prostatitits, atau uretritis
- Pancaran urine menjadi bercabang atau berbelok pada striktur uretra
- Warna air kemih :
o bening, kuning pucat, kuning pekat : tanda dehidrasi
o Merah , orange, pink, orange: darah (hematuria), myoglobin, obat :
Rifampisin, makanan : seperti bit atau beri, dll. Tanyakan
hematuria terjadi kapan, berapa kali, darah segar atau bergumpal,
terjadi selama pancaran atau menetes setelahnya dapat

170
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

menunjukan suatu keganasan, batu, GNA, dll.


o Putih : berawan / keruh, berpasir, berbatu seperti pada urolitiasis
o kecoklatan (seperti air teh) pada kerusakan hati, hitam (infeksi
bakteri,
black water fever pada malaria, atau alkaptonuria),
o biru atau hijau (hiperkalsemia, pewarna, obat : amytriptyline,
indometasin) à jarang
- Bau urine dapat merupakan petunjuk penyakit di saluran kemih maupun
sistemik Bau menyengat (bau amonia), busuk (infeksi atau cancer),
anyir, keton (DM),
“mousey” smell/odor (bau seperti tikus pada penderita
fenilketonuria/FKU),
Maple syrup urine disease (MSUD), bau obat (contoh : Amoxicillin), dll

b. Gejala Uremia dan asidosis


Mual, muntah, gatal pada daerah kulit, kulit kering sampai uremic frost,
pigmentasi kulit sesak nafas (nafas cepat dan dalam), dan dapat berakhir
pada penurunan kesadaran yaitu koma uremikum.

c. Anemia
Pucat (heteroanamnesis), malaise, fatique, lemah, letih, lesu, kurang
bersemangat.

d. Nyeri
Nyeri tumpul (viseral) pada pinggang atau punggung (ginjal dan
ureter), abdomen, suprapubic (vesica urinaria/kandung kemih) nyerinya
bersifat tumpul, tidak terlokalisasi, sensasinya seperti terbakar, seperti
diiris-iris/perih, melilit/ mulas, kram, dll .
Nyeri kolik di pinggang yang dapat menjalar hingga ke daerah lipat
paha dan scrotum pada pria atau labia mayora pada wanita sesuai
persarafan dermatomal.
Nyeri hebat dapat disertai mual, muntah, berkeringat, kegelisahan, dan
terlihat pucat (heteroenamnesis).

e. Penumpukan cairan
Penumpukan cairan dapat terjadi di di interstitial (edema) dan di
rongga anatomis efusi pleura, efusi perikardium dan asites dapat
menyebabkan keluhan sesak dan batuk, rasa tertekan di dada, perut
membesar dan terasa penuh, cepat kenyang, dll.
Edema dapat terjadi di periorbital seperti pada glomerulonefritis akut,
pada tungkai dan lengan, dan bahkan seluruh tubuh (oedem anasarka) pada
sindrom nefrotik.

f. Bau mulut
Bau keton, bau buah, bau amonia, dll

171
Blok 8

Setiap keluhan utama dapat ditanyakan lebih lanjut , seperti tanyakan :


- sejak kapan, apa yang memperberat dan memperingan keluhan
- apakah keluhan muncul secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, bertambah
berat (progresif), terus menerus atau hilang timbul
- bagaimana kejadian awalnya

2. Gejala Sistemik
g. Penyakit pada traktus urinarius dapat menyebabkan gejala sistemik seperti
demam, menggigil, sampai pada penurunan kesadaran (koma uremikum).
Berat badan dapat meningkat pada keadaan edema khususnya pada
oedem anasarka, atau turun berat badan pada keganasan saluran kemih

Gejala pada traktus urinarius dapat berhubungan organ jantung, paru-paru,


hati, bahkan kulit (SLE) sehingga anamnesis sistemik pada beberapa kasus
merupakan poin penting penunjang diagnosis.
Gejala penyakit diabetes melitus sebagai komorbid perlu ditanyakan :
polidipsi, polifagi, poliuri, polineuropati, dan pruritus perlu ditanyakan
Kondisi yang cenderung fisiologis seperti aktivitas fisik berlebihan, malnutrisi,
keadaan menstruasi, dan kehamilan dapat menyebabkan perubahan frekuensi,
volume, dan warna urin.

3. Riwayat
a. Riwayat penyakit dahulu
- riwayat infeksi berulang pada saluran kemih atau urolitiasis berulang
(disuria)
- riwayat yang memiliki komorbiditas dengan penyakit ginjal
seperti darah tinggi (hipertensi) dan kencing manis (diabetes
melitus), hiperuricemia, obesitas, diare kronis atau diare akut dengan
dehidrasi berat, dll.
- trauma daerah abdomen, punggung, pinggang, atau penis
- riwayat perawatan, seperti hemodialisis, transplantasi ginjal,
pemasangan kateter dll.
b. Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat urolitiasis atau penyakit komorbiditas di keluarga (DM,
hipertensi, hiperurisemia, dll)
c. Riwayat kebiasaan
- Kebiasaan minum sedikit atau banyak (sering haus) berhubungan
dengan frekuensi, volume dan warna urine
- Kebiasaan sering menahan berkemih merupakan predisposisi
urolithiasis dan infeksi saluran kemih (ISK)
- Minum kopi, teh dalam jumlah banyak, coklat mengandung kafein
yang memiliki efek diuretik
- Makan makanan atau minuman yang mempengaruhi warna urine,
teh, dll
- Makan makanan yang merupakan predisposisi urolitiasis : jengkol,

172
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh

jeroan, vitamin C dosis tinggi,dll


- Olahraga berat/ aktivitas fisik berlebihan : warna urine merah atau
pink akibat
pemecahan myoglobin
d. Riwayat minum obat dan alergi obat
Obat-obatan yang mempengaruhi warna air seni : seperti rifampisin,
amitriptilin, indometasin
Oabt diuretik : menyebabkan volume dan frekuensi urine bertambah
Obat-obatan yang toksis ke ginjal : digoksin
Antibiotik : dapat menimbulkan bau khas, dan sebagai faktor predisposisi
gagal ginjal
Obat antikoagulan : dapat menyebabkan hematuria
e. Riwayat berganti-ganti pasangan dapat menjadi predisposisi
mengalami infeksi
dari bakteri spesifik N. gonorrhoeae
f. Riwayat menstruasi/status menstruasi
Pasien yang sedang menstruasi mungkin mengalami BAK yang berwarna
kemerahan
g. Riwayat Lingkungan : air minum berasa, berbau, dan berwarna (mungkin
mengandung logam berat, atau agen biologis)

Referensi
Jonathan Gleadle. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. 2007. Jakarta : Erlangga
Buku saku Bates
Mayo clinic urine odor Mayo clinic urine colour

173
Blok 8

Check List Anamnesis ginjal

Skor
No Kriteria
0 1 2 3
- Salam dan perkenalan
1.
- Menjelaskan maksud dan tujuan anamnesis
Menanyakan identitas pasien jenis kelamin, pekerjaan,
2.
status pernikahan
Menanyakan gejala BAK :
3
- berapa lama (durasi). frekuensi, volume,
Disuria
- di awal, di tengah atau akhir berkemih
4
- faktor yang memperberat
- faktor yang memperingan
Menanyakan
5 - Warna urine dan
- Bau urine
Gejala tambahanberkemih : Urgensi, inkontinensia,
hesistansi, intermitensi, dribbling, straining, retensi urin,
6
pancaran urin jadi lemah, pancaran urine lemah
(menyebutkan 1 skor = 1, 2 = 2, 3 = 3)
- Menanyakan gejala uremia dan asidosis :
(mual, muntah, gatal dan pigmentasi kulit, penurunan
kesadaran, sesak nafas)
7 - Menanyakan gejala anemia : Lemah, letih, lesu, lunglai,
kurang besemangat, pucat
- gejala penunpukan cairan ( sesak, terasa penuh, batuk,
edema )
Nyeri
- lokasi
8
- penjalaran
- sifat nyeri (tumpul, tajam, berdenyut, dll)
Gejala sistemik :
- demam dan menggigil
9
- berat badan meningkat atau menurun
- edema anasarka
RPD: riwayat urolitiasis, hipertensi, DM, hiperuricemia,
obesitas, diare
10
RPK : urolitiasis, DM, hipertensi, hiperurisemia Riwayat
pengobatan : diuretik, antikoagulan, antibiotik
Riwayat kebiasaan : Minum
11 Makanan
Kebiasaan berkemih
TOTAL SKOR 33

174
196

Anda mungkin juga menyukai