Tahun Pertama
Edisi kedua
Editor:
Yenni Limyati, dr., S.Sn., Sp.KFR., M.Kes
Abram Pratama, dr., DPCP
Teresa Lucretia, dr., M.Kes
Buku-buku tersebut ditulis dan disusun oleh para Staf Pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, untuk itu kami Pimpinan sangat
menghargai dan mengucapkan banyak terima kasih kepada semua kontributor
dan editor.
Namun tentunya tidaklah cukup jika hanya mengandalkan buku-buku ajar ini
saja, untuk itu para peserta didik harus tetap melengkapi dari sumber lain dan
mengikuti pengetahuan kedokteran yang terus berkembangan dengan pesat.
iii
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku penunjang
pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang
merujuk kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dalam
penerapan KKNI, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Melalui sistem pembelajaran PBL mahasiswa dituntut aktif, mandiri dan belajar
sepanjang hayat. Metode-metode pembelajaran diarahkan untuk memancing
keingintahuan, memotivasi mahasiswa untuk belajar secara mandiri, melatih
untuk berpikir kritis yang berguna baik pada saat berkuliah maupun ketika
mahasiswa sudah terjun di masyarakat sebagai dokter. Pembelajaran ini akan
berhasil apabila mahasiswa aktif dalam mencari materi pengetahuan dari
berbagai sumber yang dapat dipercaya dan dengan demikian melalui
pembelajaran mandiri mahasiswa akan lebih mengingat apa yang telah mereka
pelajari dan menguasai keahlian untuk belajar.
v
PRAKATA
vii
DAFTAR ISI
ix
Pemeriksaan Darah Kapiler ..............................................................................86
Tes Rumpel Leede ..............................................................................................88
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening (KGB) ...................................................90
Teknik Injeksi Intramuskular ...........................................................................95
Teknik Injeksi Intrakutan ................................................................................100
Anamnesis dan Konseling Anemia Defisiensi Fe dan Thalasemia ...........102
Anemia Defisiensi Besi ................................................................................102
Thalassemia ...................................................................................................106
Sistem Endokrin..................................................................................................121
Penilaian Status Gizi Dewasa .........................................................................122
Teknik Injeksi Subkutan dan Pemberian Insulin Pada Diabetes Mellitus (DM)
Tanpa Komplikasi ...............................................................................................135
Pemeriksaan Glandula Tiroid dan Pemeriksaan Fisik Umum Penyakit Tiroid .141
Anamnesis .........................................................................................................146
Contoh Skenario Diabetes Melitus .............................................................146
x
DAFTAR KONTRIBUTOR
2
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
3
Blok 3
Palpasi: kuku pemeriksa harus pendek, tangan hangat, instruksi pasien rileks,
informasi saat akan melakukan palpasi (lokasi, kapan, bagaimana
penekanannya)
- Suhu pada lokasi: dahi, leher, ketiak dengan dorsum manus
- Vibrasi seperti taktil fremitus, cardiac thrill dengan sisi ulnar manus.
- Taktil halus, kelembaban, tekstur,massa, pulsasi, edema & krepitasi,
bentuk, ukuran, letak, mobilitas dan konsistensi organ dengan
bantalan ujung jari.
Abdomen
- Palpasi Dangkal keempat kuadran
- Palpasi Dalam daerah suspek nyeri tekan
Oedem (tekan pretibial / malleolus medialis / lateralis / dorsum pedis)
Karakteristik (Pitting / Non Pitting Oedem)
Lokasi (generalized / localized / postural oedem)
Tanda-tanda inflamasi (Tumor, rubor, calor, dolor, functio laesa)
Karakteristik (lokasi, bentuk, ukuran, permukaan, konsistensi,
mobilitas, nyeri tekan)
Pergerakan Pernafasan (blok 13-14)
- Kedua palmar manus (digiti II-IV) di arcus costalis
- Kedua palmar manus (digiti I) didekatkan menjepit kulit tapi tidak
menempel
- Instruksi pasien inspirasi dalam dan ekspirasi pasif – (A)Simetris?
Vibrasi / Tactile fremitus (blok 13-14)
- Letakkan kedua sisi ulnar manus pada masing- masing hemithoraks
- Instruksi pasien berbicara nada rendah (2-2-2 / tujuh-puluh-tujuh)
- Evaluasi – Laporkan (A)Simetris?
4
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
3. Perkusi
Teknik Perkusi
Pemeriksa menempatkan jari tengah tangan kirinya pada permukaan
tubuh pasien yang akan diperiksa dalam posisi hiperekstensi. Tekan
bagian distal sendi interfalang dengan kuat pada permukaan yang akan
diperkusi
Hindari kontak permukaan yang akan diperkusi dengan bagian lain
tangan karena akan meredan getaran. Pastikan ibu jari, jari 2, 4 dan 5
tidak menyentuh permukaan yang akan diperkusi
Posisikan lengan kanan cukup dekat dengan permukaan tangan
mengokang ke atas. Jari tengah harus sedikit fleksi, santai dan siap
mengetuk
Dengan cepat namun santai, ketukkan ujung jari tengah tangan kanan
(perkusor) ke arah jari tengah tangan kiri (pleksimeter) dengan titik
tumpu berada di pergelangan tangan. Bagian yang diketuk adalah
permukaan dorsal sendi distal interphalanx atau phalanx media bagian
distal jari 3 tangan kiri.
Ketuk menggunakan ujung jari tengah, bukan dengan bantalan jari. Kuku
pemeriksa dianjurkan pendek.
Pemeriksa segera menarik jarinya dengan cepat setelah mengetuk untuk
menghindari teredamnya getaran
Untuk pemeriksa yang kidal, secara umum diperbolehkan menukar
tangan pleksimeter menjadi tangan kanan dan perkusor menjadi tangan
kiri. Namun perlu diperhatikan ada posisi-posisi tertentu dimana
memang antara tangan kiri/kanan sebagai pleksimeter/perkusor perlu
ditukar. Sehingga ada baiknya untuk tetap bisa melakukan dengan
bertukar tangan kanan dan kiri.
Deskripsi suara perkusi :
1. Redup/ dull, dapat didengar di atas permukaan yang solid, misalnya
hepar
2. Resonan/ sonor, dapat didengar di atas jaringan paru-paru normal
3. Timpani, dapat didengar di atas sebagian besar permukaan rongga
abdomen
5
Blok 3
Teknik auskultasi
Pasangkan kedua ear plug ke dalam telinga sehingga betul-betul masuk
ke dalam lubang telinga tetapi tidak menekan, Bagian bel meneruskan sebagian
besar suara dengan frekuensi rendah sedangkan bagian membran meneruskan
suara berfrekuensi tinggi
Referensi
1. Estes MEZ. 2010, Health Assessment and Physical Examination, 4th ed, Delmar Cengage
Learning, USA.
2. Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
edn, Lippincott Williams & Wilkins, China.
3. Duijnhoven & Belle 2009, Skills in Medicine: The Pulmonary Examination.
4. About BMI for adults 2013, dilihat 12 maret 2014.
6
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
DEFORMITAS
(skoliosis / lordosis / kifosis / tumor)
Rambut (warna seperti rambut jagung / rapuh / mudah dicabut /
bercabang, dsb)
7. Mukosa (konjungtiva mata, bibir)
Kulit (pigmentasi / anemis / sianosis / ikterik)
Kuku (clubbing finger / spoon nail / sianosis perifer)
TOTAL SKOR
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
- Salam, Perkenalan & Konfirmasi Identitas Pasien
(Nama, Usia, No MR)
- Penjelasan singkat ttg pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
(bahasa awam )
- Instruksi pasien membuka baju dan berbaring (dokter di
sisi kanan pasien)
TURGOR / KARAKTERISTIK KULIT (normal, kencang,
2.
kendor/senile, turgor kembali lambat)
Yang penting:
PALPASI: kuku pendek, tangan hangat, instruksi pasien
rileks, informasi saat akan melakukan palpasi (lokasi, kapan,
bagaimana penekanannya)
- Suhu (dorsum manus)
3.
- Vibrasi Taktil Fremitus, cardiac thrill (palmar manus
metacarpophalangeal (MCP) joint, sisi ulnar)
- Taktil halus, kelembaban, tekstur,massa, pulsasi, edema
& krepitasi, bentuk, ukuran, letak, mobilitas dan
konsistensi organ –(bantalan jari)
Abdomen
4. - PALPASI DANGKAL keempat kuadran
- PALPASI DALAM daerah suspek nyeri tekan
OEDEM (tekan pretibial / malleolus medialis / lateralis /
dorsum pedis)
5.
KARAKTERISTIK (Pitting / Non Pitting Oedem)
LOKASI (generalized / localized / postural oedem)
Tanda-tanda inflamasi (Tumor, rubor, calor, dolor, functio
laesa)
6.
KARAKTERISTIK (lokasi, bentuk, ukuran, permukaan,
konsistensi, mobilitas, nyeri tekan)
Pergerakan Pernafasan
- Kedua palmar manus (digiti II-IV) di arcus costalis
7.
- Kedua palmar manus (digiti I) didekatkan menjepit kulit
tapi tidak menempel
7
Blok 3
8
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
Tanda Vital
Pemeriksaan Tekanan Darah
Tingkat Keterampilan: 4A
Decky Gunawan
Teknik Pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
3. Mempersilahkan pasien untuk istirahat paling tidak 5 menit dalam posisi
pemeriksaan (posisi duduk).
4. Pastikan ruang pemeriksaan tenang dan nyaman.
5. Lengan yang akan diperiksa harus bebas dari pakaian. Pastikan pada lengan
tersebut tidak terdapat Cimino shunt (AV shunt) untuk dialysis atau bekas
luka yang menyebabkan diskontinuitas arteri brachialis, maupun
limfaoedem.
6. Lakukan palpasi pada arteri brakhialis untuk memastikan terabanya denyut
(lihat halaman 21).
7. Posisikan lengan pasien sedemikian rupa sehingga arteri brakhialis sejajar
dengan jantung. Apabila pasien dengan posisi duduk maka letakkan lengan
pada meja sedikit diatas pinggul.
8. Tentukan ukuran manset. Bila manset terlalu besar untuk lengan pasien,
seperti pada anak- anak, maka pembacaannya akan lebih rendah dari tekanan
sebenarnya. Bila manset terlalu kecil, misalnya pada penggunaan manset
standar pada pasein obes, maka pembacaan tekanan akan lebih tinggi
dibanding tekanan sebenarnya.
9. Pasang manset pada lengan atas. Batas bawah manset harus berada 2.5 cm
atau 2 jari di atas fossa cubiti, dan perut balon manset (tanda lingkaran
bergaris tengah ɸ) harus sejajar dengan arteri brakialis. Setelah manset
terpasang, 2 jari pemeriksa harus dapat masuk di sela-sela manset dan kulit
pasien.
10. Posisikan lengan pasien sedemikan rupa sehingga siku sedikit fleksi.
11. Pompa manset hingga mengembang. Untuk menentukan seberapa tinggi
tekanan manset, pertama-tama perkirakan tekanan sistolik dengan palpasi.
Raba arteri radialis dengan satu tangan, kembangkan manset secara cepat
sampai dengan pulsasi arteri radialis menghilang. Baca tekanan yang terbaca
pada manometer, lalu tambahkan 30 mmHg. Gunakan jumlah ini sebagai
target untuk MENGEMBANGKAN manset sehingga mengurangi
ketidaknyamanan karena manset yang terlalu kencang.
12. Tempatkan membran stetoskop pada arteri brachialis.
13. Kempiskan manset dan tunggu 15-30 detik.
14. Kembangkan manset secara cepat sampai dengan tekanan yang telah
ditentukan sebelumnya.
15. Kempiskan secara perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik.
9
Blok 3
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan
yang akan dilakukan.
1.
Persilahkan pasien untuk istirahat paling tidak 5 menit dalam
posisi pemeriksaan.
Lengan yang akan diperiksa harus bebas dari AV shunt atau
cedera a. brachialis
Lakukan palpasi pada arteri brachialis untuk
memastikan terabanya denyut.
2. Posisikan lengan pasien sedemikian rupa sehingga arteri
brachialis sejajar dengan jantung.
Tentukan ukuran manset (tidak terlalu besar atau kecil)
Pasang manset pada lengan atas, perut balon sejajar dengan a.
brachialis.
3. Batas bawah manset berada pada 2.5 cm di atas fossa cubiti.
Posisikan lengan pasien sedemikan rupa sehingga
siku sedikit fleksi.
Untuk menentukan seberapa tinggi tekanan manset, pertama-tama
perkirakan tekanan sistolik dengan palpasi :
Raba arteri radialis dengan satu tangan, kembangkan manset
secara cepat sampai dengan pulsasi arteri radialis menghilang.
4.
Baca tekanan yang terbaca pada manometer, lalu lanjutkan
memompa manset sampai 30 mmHg lebihnya dari angka
tersebut
Tempatkan membran stetoskop pada arteri brachialis.
Kempiskan manset secara perlahan dengan kecepatan 2-3
mmHg per detik.
5.
Bunyi pertama yang terdengar adalah tekanan sistolik
pasien.
Titik dimana bunyi terdengar menghilang merupakan tekanan
diastolik pasien.
6. Kemudian kempiskan manset secara cepat hingga nol.
Tunggu selama 2 menit, kemudian ulangi pemerik- saan untuk
mendapatkan nilai rata-rata.
TOTAL SKOR 18
10
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
Pemeriksaan Suhu
Tingkat Keterampilan: 4A
Julia Windi G.
Tujuan:
1. Mampu melakukan pengukuran suhu
2. Mampu menentukan letak-letak untuk mengukur suhu pada bayi dan anak
11
Blok 3
Gambar Pengukuran Suhu Rektal Pada Dewasa (Kiri) dan Bayi (Kanan)
12
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
Penyebab demam antara lain infeksi, trauma (seperti operasi atau cedera
kompresi), keganasan, kelainan darah (seperti anemia hemolitik akut), reaksi obat
dan gangguan imunitas (seperti collagen vascular disease).
13
Blok 3
Referensi :
1. Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam. Kolegium
Ilmu Penyakit Dalam 2017.
2. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking,
10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 759.
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
Mempersilakan pasien berbaring di meja periksa
Posisi pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
Siapkan thermometer air raksa/digital. Bersihkan ujungnya
dengan kapas alkohol
Kibaskan thermometer air raksa sehingga suhunya di bawah
2. 35°C.Termometer digital cukup ditekan
tombol on dan tunggu hingga muncul angka di layar.
Keringkan ketiak pasien agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengukuran suhu
Selipkan di ketiak pasien dan tunggu selama 10 menit (pada
thermometer digital tunggu hingga bunyi).
3.
Interpretasikan hasil : normal/tidak normal. Suhu normal :
36,4°C sd 37,2°C
TOTAL SKOR
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
Mempersilakan anak berbaring di meja periksa
Posisikan bayi pada
Siapkan thermometer air raksa/digital. Bersihkan ujungnya
dengan kapas alkohol
Kibaskan thermometer air raksa sehingga suhunya
2.
di bawah 35°C.Termometer digital cukup ditekan tombol on
dan tunggu hingga muncul angka di layar.
Meminta anak membuka mulut dan mengangkat lidahnya
Taruh thermometer di bawah lidah dan minta anak menutup
mulutnya kembali
3. Tunggu selama 10 menit (pada thermometer digital tunggu
hingga bunyi).
Interpretasikan hasil : normal/tidak normal.
TOTAL SKOR
14
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
Meminta Ibu membuka celana/popok bayi
Posisikan bayi miring dengan fleksi pada panggul
Siapkan thermometer air raksa/digital. Bersihkan ujungnya
dengan kapas alkohol
Kibaskan thermometer air raksa sehingga suhunya
2.
di bawah 35°C.Termometer digital cukup ditekan tombol on
dan tunggu hingga muncul angka di layar.
Olesi thermometer dengan lubrikan
Masukkan thermometer pada anus bayi dengan kedalaman 3-
4 cm dengan arah menuju umbilicus, pastikan bahwa bayi
tidak sedang mengalami diare
3.
Tunggu selama 10 menit
(pada thermometer digital tunggu hingga bunyi).
Interpretasikan hasil : normal/tidak normal.
TOTAL SKOR
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
pemeriksaan yang akan dilakukan
1.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Pastikan kanalis auditori eksternus bebas dari serumen
Siapkan thermometer membran timpani digital. Bersihkan
ujungnya dengan kapas alkohol
2. Tekan tombol on
Posisikan probe pada kanalis sehingga sinar infrared
mengarah ke membran timpani
Tunggu selama 2-3 detik
3.
Interpretasikan hasil : normal/tidak normal.
TOTAL SKOR
15
Blok 3
16
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Jelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
Persilakan pasien dalam posisi terlentang
1. tekan arteri radialis terhadap dasar yang keras (yakni
os radius) sampai teraba denyut nadi. Yang perlu
dinilai adalah frekuensi, irama dan kuat angkat.
Lakukan penilaian frekuensi denyut nadi
Apabila didapatkan frekuensi denyut dan irama
normal, maka hitung frekuensi selama 30 detik lalu
kalikan 2.
2.
Apabila frekuensi denyut nadi sangat cepat atau sangat
lambat, hitung selama 60 detik.
Lakukan analisis frekuensi denyut nadi : normal/
bradikardia/takikardia
Lakukan penilaian irama denyut nadi
Untuk menilai irama, rasakan denyut radialis.
3. Lakukan analisis irama denyut nadi : reguler / ireguler
Apabila didapatkan irama ireguler, cek kembali irama
dengan menempelkan stetoskop pada apeks jantung.
Lakukan penilaian kekuatan pulsasi/amplitudo
4.
Apakah teraba kuat/ lemah/ tidak teraba
TOTAL SKOR 12
17
Blok 3
Teknik Pemeriksaan
1. Pasien dalam posisi terlentang.
2. Amati pola pembuluh darah vena.
3. Amati warna kulit dan nail beds serta tekstur kulit.
4. Palpasi kedua sisi ekstremitas pasien. Nilai suhu dan adanya edema.
(pemeriksaan edema lihat ke general survey).
5. Palpasi arteri-arteri ekstremitas pasien dengan menggunakan 2-3 jari yaitu jari
telunjuk, jari tengah, dengan atau tanpa jari manis.
18
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
Menilai capillary refill time. Gunakan jari tangan pemeriksa untuk menekan
ujung-ujung jari pasien sampai berubah warna menjadi putih selama 5 detik.
Kemudian lepaskan, dan hitung waktu yang diperlukan untuk kembali berwarna
pink. Jika kembalinya warna lebih lama dari 3 detik, mengindikasikan adanya
gangguan sirkulasi lokal atau sistemik.
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Pasien dalam posisi terlentang.
Palpasi dilakukan pada kedua sisi ekstremitas pasien.
1.
Yang dinilai, yaitu: kekuatan pulsasi, kondisi pembuluh
darah, diameter pembuluh darah.
Palpasi arteri radialis
Fleksikan pergelangan tangan pasien untuk membantu
perabaan arteri.
2.
Palpasi pada permukaan fleksor lateral pergelangan
tangan.
Bandingkan pulsasi di kedua lengan.
Palpasi arteri brachialis
Fleksikan sedikit siku pasien.
3.
Palpasi pada bagian medial tendon biseps.
Bandingkan pulsasi pada kedua lengan.
19
Blok 3
20
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
Pemeriksaan Pernapasan
Tingkat Keterampilan: 4A
Julia Windi G
Teknik Keterampilan
Pasien paling baik dalam posisi berdiri dengan pemeriksa berada berhadapan
dengan pasien. Bila tidak bisa, pasien dapat duduk di meja periksa atau dalam
posisi berbaring, dengan pemeriksa berada di ujung kaki pasien.
Nilai:
1. Tipe pernapasan
2. Frekuensi napas
3. Dalamnya pernapasan
4. Regularitas
5. Rasio antara inspirasi dan ekspirasi
6. Adanya batuk atau bunyi napas tambahan
7. Adanya dipsnoe
8. Nilai juga adanya postur tubuh tertentu dan penggunaan otot bantu napas.
9. Nilai adanya sianosis sentral dan/atau perifer.
21
Blok 3
22
Ilmu Kedokteran Dasar dan Bioetik
c. Bradipnea
Pernapasan lambat, mungkin secara tidak langsung terjadi pada koma
diabeteikum, drug induced, depresi pernapasan, dan peningkatan tekanan
intrakranial.
d. Cheyne–Stokes Breathing
Pernapasan yang dalam kemudian berubah menjadi periode apnea
(tidak bernapas). Anak-anak dan orang tua mungkin menunjukkan pola
ini saat tidur. Penyebab lainnya meliputi gagal jantung, uremia, drug-
induced, depresi pernapasan, dan kerusakan otak (biasanya pada kedua
hemisfer atau diencephalon).
e. Ataxic Breathing (Biot’s Breathing)
Pernapasan ini ditandai dengan ketidakteraturan napas yang tidak
terduga. Napas mungkin dangkal atau dalam dan berhenti untuk
periode yang singkat. Penyebabnya antara lain depresi pernapasan dan
kerusakan otak, biasanya pada tingkat medula.
f. Sighing Respiration
Pernapasan diselingi dengan periode mendesah, pemeriksa harus
waspada dengan kemungkinan sindroma hiperventilasi – penyebab
umum dispnea dan pusing. Desahan yang jarang, normal terjadi.
g. Obstructive Breathing
Pada penyakit paru obstruktif, ekspirasi memanjang disebabkan oleh
menyempitnya saluran napas meningkatkan hambatan aliran udara.
Penyebabnya antara lain asma, bronkhitis kronis dan COPD.
23
Blok 3
Referensi :
1. Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam. Kolegium Ilmu
Penyakit Dalam 2017.
2. Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking. 9th
edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri,
menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan
1. Mempersilakan pasien berbaring di meja periksa dan membuka
pakaian sehingga pergerakan dinding dada terlihat jelas
Posisi pemeriksa berada di ujung kaki pasien
Inspeksi : perhatikan secara menyeluruh pergerakan dinding dada
pasien.
2. Pemeriksa pindah ke sisi kanan pasien.
Pemeriksa menghitung frekuensi pernapasan pasien selama 60
detik
Menilai frekuensi napas, tipe pernapasan, dan dalamnya pernapasan :
Frekuensi : normal 14-20x/menit pada dewasa
3.
Tipe : pernapasan dada/perut
Kedalaman : dangkal/dalam
Menilai regularitas, rasio antara inspirasi dan ekspirasi, dan
penggunaan otot bantu napas :
Pernapasan teratur atau tidak
4.
Masa inspirasi lebih pendek/lebih panjang daripada ekspirasi
Menggunakan otot bantu napas tambahan (skalenus,
sternokleidomastoideus, PCH)
Menilai adanya batuk, dispnoe, dan sianosis :
Batuk kering/berdahak
5.
Dyspnoe saat olahraga/istirahat
Bibir atau lidah kebiruan/ungu
Palpasi: pemeriksa meletakkan kedua tangan setinggi arcus costa
untuk merasakan pergerakan dinding dada
6. Auskultasi: menggunakan stetoskop pada dinding dada di luar
lokasi bunyi jantung
Menilai apakah ada suara napas tambahan: ronki, wheezing, dll.
Kesimpulan:
pernapasan normal/tidak normal.
7. Bila tidak normal, sebutkan kelainan:
bradipnea/takipnea, hiperventilasi/hipoventilasi, Cheyne
Stokes/Ataxic Breathing, dll.
TOTAL SKOR
24
Blok 4
Universal Precaution
Cuci Tangan 7 Langkah
Tingkat Keterampilan : 4A
Diana Krisanti J.
Tujuan:
Dokter mampu melakukan cuci tangan 7 langkah yang baik dan benar untuk
perlindungan dokter dan pasien
Teknik:
26
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Basahilah kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan
dengan air mengalir
Kemudian ambil sabun
1.
Usap dan gosok kedua telapak tangan secara
lembut, kemudian gosok juga kedua punggung tangan
secara bergantian,
Gosok sela-sela jari hingga bersih
2. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan
Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
27
Blok 4
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
28
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi
Analisis Tindakan/Perhatian
1. Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang maupun cair
sangat disarankan untuk kebersihan tangan yang maksimal.
2. Tujuh (7) langkah mencuci tangan di atas umumnya membutuhkan waktu
15 – 20 menit. Mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun penting
untuk mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke tubuh anda.
3. Cuci tangan dilakukan untuk dekontaminasi tangan saat:
Sebelum kontak langsung dengan pasien.
Sebelum menggunakan sarung tangan steril.
Sebelum memasukkan alat invasif yang tidak membutuhkan prosedur
operasi.
Setelah kontak dengan kulit pasien yang intak.
Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit
yang tidak intak, dan pembalut luka.
Saat berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian yang bersih
saat merawat dan memeriksa pasien.
Setelah kontak dengan peralatan medis dan benda lainnya yang berada
disekitar pasien.
Setelah melepas sarung tangan.
Sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.
Referensi
1. World Health Organization. WHO guidelines on Hand hygiene in health care. First Global
Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care. 2009.
2. Boyce JM, Pittet D.Guideline forhandhygieneinhealth-care settings, recommendations of the
healthcare infection control practices advisory committee and the HICPAC/
SHEA/APIC/IDSA hand hygiene task force. MMWR 2002:51(16):19-31.
3. 3M Health Care. Recommendations from the CDC Guideline for Hand Hygiene in Healthcare
Settings [Internet]. Available at: http://www.cdc.gov/handhygiene/.
29
Blok 4
Definisi
Sterilisasi: tindakan untuk membuat suatu alat / bahan menjadi bebas hama.
Asepsis: keadaan bebas hama / bakteri
Antisepsis: tindakan untuk membebashamakan suatu bahan, alat ataupun
ruangan terhaddap bakteri / kuman pathogen untuk mencegah sepsis.
Cara sterilisasi
1. Pemanasan, dilakukan tanpa tekanan dan dengan tekanan
2. Kimiawi dengan menggunkan tablet formalin, gas etilen oksida, larutan
antiseptic
3. Radiasi: menggunkan sinar X dan sinar ultraviolet.
Referensi
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing transmission of
infectious agents in healthcare settings [Internet]. Available from: http:// www.cdc.
gov/ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf
30
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi
Tujuan:
Mengetahui indikasi pemakaian alat pelindung diri untuk dokter dan petugas
kesehatan lainnya.
Indikasi Penggunaan:
1. Masker:
Untuk melindungi petugas kesehatan dari kontak dengan baqhan infeksius
dari pasien
Ketika petugas kesehatan melakukan prosedur yang membutuhkan teknik
steril untuk melindungi pasien dari pajanan agen infeksius yang dibawa
mulut dan hidung petugas kesehatan
Pada pasein yang batuk untuk mencegah penyebaran secret infeksius ke
orang lain.
2. Goggle, pelindung wajah
Mencegah pajanan agen infeksius yang ditransmisikan melalui droplet
pernapasan
Digunakan bersama masker dan sarung tangan
3. Sarung tangan
Antisipasi kontak langsung terhadap darah atau cairan tubuh pada
membrane mukosa, kulit yang tidak intak, dan bahan infeksius lainnya
Pada orang yang kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi oleh
pathogen yang ditransmisikan melalui kontak langsung
Sarung tangan steril dipakai bila tangan akan memegang/menyentuh alat-
alat kedokteran yang steril
4. Gown Isolasi
a. Digunakan untuk melindungi lengan dan bagian tubuh yang dapat terpapar
dan mencegah kontaminasi darah, cairan tubuh,dan bahan infeksius lainnya
pada baju.
Referensi
Siegel JD,et al. 2007 guideline for isolation precautions: preventing transmission of
infectious agents in healthcare settings [Internet]. Available from: http:// www.cdc.gov/
ncidod/dhqp/pdf/isolation2007.pdf
31
Blok 4
Keterampilan Komunikasi
Yenni Limyati
Proses Konsultasi
Membuka Sesi Konsultasi
1. Bangun sambung rasa dengan cara menyapa, bersalaman, memperkenalkan
diri dan mengkonfirmasi identitas dan karakteristik pasien
2. Jelaskan tujuan sesi, meminta persetujuan pasien bila diperlukan
3. Identifikasi masalah utama pasien atau hal yang ingin dibicarakan pasien
menggunakan pertanyaan pembuka yang sesuai (misal:”ada masalah apa?”
atau ”apa yang bisa saya bantu?” atau “ada keluhan apa?”)
4. Dengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakan pasien tanpa
memotong atau mengarahkan jawaban pasien.
5. Konfirmasi masalah yang ada dan menanyakan adakah masalah lainnya
(mis: ”jadi ada sakit kepala dan capek-capek, ada lagi yang lain?” atau
“apakah ada perubahan dengan berat badan?”, dan lain-lain)
Mengumpulkan Informasi
1. Dorong pasien menceritakan perjalanan penyakitnya mulai awal sampai
saat ini menggunakan kata-katanya sendiri (menggali apa yang
32
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi
33
Blok 4
34
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi
Konseling
Konseling adalah upaya pemberian bantuan informasi yang dibutuhkan pasien
dalam rangka mengklarifikasi, memperjelas, memberikan motivasi serta
memberikan alternatif pilihan yang diakibatkan oleh ketidaktahuan/keraguan
pasien atau keluarga terhadap status kesehatannya.
Kisi-kisi proses
1. Membangun sambung rasa dengan cara menyapa, bersalaman,
memperkenalkan diri.
2. Mengkonfirmasi identitas pasien
3. Menjelaskan tujuan pertemuan serta memberitahukan perannya
4. Memberikan penjelasan tentang beberapa alternatif (misalnya jenis alat
kontrasepsi dan pengobatan) yang dapat dipilih pasien untuk menyelesaikan
masalahnya. Memberikan penjelasan yang terorganisir dengan baik.
5. Menjelaskan keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif
tersebut secara objektif
6. Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti, tidak
menggunakan jargon medik dan kalimat yang membingungkan
7. Menjawab pertanyaan pasien dengan tepat
8. Mengecek kembali pemahaman pasien/keluarga tentang hal yang
dibicarakan dan menanggapi komunikasi non-verbal pasien dengan tepat
9. Memberi kesempatan/waktu kepada pasien untuk bereaksi terhadap ucapan
petugas kesehatan (berdiam diri sejenak)
10. Mendorong pasien untuk menyampaikan reaksinya, keprihatinannya serta
perasaannya serta menyampaikan penerimaannya terhadap keprihatinan,
perasaan dan nilai-nilai pasien
11. Mendorong pasien untuk menentukan pilihannya dan menyatakan
dukungan terhadap keputusan pasien (menyampaikan keprihatinan,
pengertian, dan keinginan untuk membantu)
12. Membuat perencanaan tindak lanjut bersama pasien
35
Blok 4
Contoh-Contoh Skenario
Kartika Dewi
Data Umum
Nama : Agus
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 20 tahun
Alamat : Jl. Babakan Jeruk VII no.20 Bandung
Pekerjaan : Mhs FK Maranatha
Perkawinan : Belum menikah Agama/Suku Bangsa :
Riwayat pengobatan :
mula2 minum panadol, demam turun taoi kemudian naik lagi, hari ketiga ke
dokter tetangga diberi obat turun panas 3x1 tab dan antibiotik 500 mg 3x1 tab,
katanya sakit flu, tapi tidak membantu. Tidak tahu ada vaksinasi terhadap tifes.
Riwayat kebiasaan :
belakangan cuaca panas, sering makan es campur.
Riwayat lingkungan :
Teman sekamar baru sembuh tifes 2 minggu yang lalu. Sering jajan bersama.
Penderita berasal dari Solo, sebulan terakhir sibuk kuliah/tidak ada libur,
sehingga tetap di Bandung/ tidak keluar kota.
36
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi
Anamnesa umum/sistem :
tidak ada keluhan mata merah/berair, pendengaran tidak
terganggu/mendenging, tidak ada perdarahan dari hidung, tidak ada
sariawan/perdarahan gusi, mulut terasa pahit, kuduk tidak sakit/kaku, tidak ada
sakit dada/sesak napas/jantung berdebar, lengan/tungkai terasa pegal linu, tidak
kesemutan, kaki dingin, kulit tidak gatal, tidak ada bercak merah, banyak keringat
kalau sudah minum obat turun panas.
Data umum :
Nama : Nn. Marni
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 28 tahun
Alamat : Jl. Sukajadi 30, Bandung
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawati Status perkawinan : Belum menikah Agama/suku
bangsa :
Keluhan penyerta :
Pegal linu otot dan nyeri sendi, nyeri kepala di seluruh bagian, nyeri belakang bola
mata saat mata digerakkan, mual, tidak nafsu makan, nyeri abdomen RUQ
intermitten, bintik- bintik merah di kedua lengan atas yang muncul hari ini.
Riwayat pengobatan :
Parasetamol tablet 3x/hari namun demam hanya turun sementara.
Riwayat kebiasaan :
tidak merokok / minum alkohol / obat-obatan tanpa resep dokter.
37
Blok 4
Anamnesis sistem :
tidak ada cairan keluar dari telinga, tidak ada batuk, pilek maupun nyeri menelan,
tidak ada benjolan di daerah leher, tidak ada nyeri dada, tidak ada sesak napas,
tidak ada muntah, tidak ada penurunan berat badan yang signifikan, tidak ada
keluhan BAK dan BAB, tidak ada rasa baal dan lemas otot, tidak ada perdarahan
mukosa maupun pervaginam.
Skenario 3. ISPA
Data umum :
Nama : Ny. M
Umur : 35 tahun
Alamat :
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : menikah, 1 anak umur 4 tahun. Suami bekerja sebagai
pekerja kantor.
Agama/suku bangsa:
Keluhan penyerta :
batuk sejak 2 hari yang lalu, tidak disertai dahak. Pilek sejak 2 hari yang lalu,
mula-mula berupa cairan bening berwarna putih dan encer, sejak kemarin
bertambah kental. Tidak ada sakit tenggorokan, tidak ada perdarahan dari hidung.
Riwayat pengobatan :
sudah minum OBH 3x1 sendok makan dan parasetamol 500 mg 3x1, tapi
tidak ada perbaikan.
38
Ilmu Kedokteran Dasar dan Komunikasi
Anamnesis sistem :
tidak ada keluhan mata merah/berair, pendengaran tidak
terganggu/mendenging, tidak ada sakit kepala, tidak ada sariawan/perdarahan
gusi, mulut terasa pahit, tidak ada sakit dada/ sesak napas/jantung berdebar,
lengan/tungkai terasa pegal linu, tidak kesemutan, tidak ada bercak merah pada
kulit, BAB dab BAK tidak ada keluhan.
Data Umum
Nama : Tono
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 38 tahun
Alamat : Jl. Pelikan no.2 Bandung
Pekerjaan : Teknisi pesawat terbang
Perkawinan : Menikah Agama/Suku Bangsa :
Riwayat keluarga :
tidak ada anggota keluarga serumah yang sakit serupa
Riwayat sosial dan pekerjaan :
Pasien baru saja pulang bertugas dari Papua 1 minggu yang lalu. Pasien bertugas
di Papua selama 3 bulan
Riwayat pengobatan :
Pasien minum paracetamol tapi tidak merasa ada perbaikan
Anamnesis sistem :
tidak ada keluhan mata merah/berair, pendengaran tidak
terganggu/mendenging, tidak ada perdarahan dari hidung, tidak ada
sariawan/perdarahan gusi, mulut terasa pahit, kuduk tidak sakit/kaku, tidak ada
39
Blok 4
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Data Umum:
Nama
Jenis kelamin
Umur
1.
Alamat
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama / Suku Bangsa
2. Keluhan Utama:
Riwayat Penyakit Sekarang
3. Onset :
Sifat :
4. Keluhan penyerta:
5. Riwayat pengobatan
6. Riwayat kebiasaan
7. Riwayat lingkungan
TOTAL SKOR
40
Blok 5
Sistem Muskuloskeletal
Blok 5
a. Nyeri
Dapat pada sendi (arthralgia), pada tulang, atau pada otot (myalgia)
Tanyakan skala nyeri 0 s/d 10 (visual analog scale/VAS) dengan menunjuk
garis seperti dibawah ini :
Interpretasi :
skala 1 – 3 dianggap nyeri ringan
skala 4 – 6 dianggap nyeri sedang
skala 7 – 10 dianggap nyeri berat
b. Deformitas
c. Pembengkakan
Hampir selalu dapat dihubungkan dengan inflamasi
d. Gangguan mobilitas / Range Of Motion (ROM)
e. Gangguan fungsi secara keseluruhan
Yang dimaksud adalah seperti: tidak bisa berjalan/berlari, tidak bisa tidur
dalam posisi nyaman, tidak bisa memegang sesuatu, dsb.
f. Kelainan sistemik
Bisa sebagai keluhan penyerta, penyebab, atau petunjuk diagnostik akan
penyakit yang mendasari kelainan muskuloskeletal
42
Sistem Muskuloskeletal
Tanyakanlah menurut konsep wawancara “5W + 1H”. Untuk setiap keluhan dan
penyakit yang terkait, akan selalu ada pola yang khas, dari:
Karakteristik keluhan (“seperti apa”)
Onset (“sejak kapan”)
Progresivitas (“apakah bertambah parah/tidak, membaik/tidak”)
Pola munculnya keluhan (“keluhan dirasa
bertambah/berkurang/hilang/timbul saat apa/mengapa/sedang apa/diberi
apa/dilepas dari apa”)
Lokalisasi (“terasa dimana/di sebelah mana/menjalar kemana/dari mana”)
43
Blok 5
Riwayat Berobat
Riwayat berobat dalam hal ini penting untuk dicatat, mengingat akan
berhubungan erat, bisa dengan penyebab, maupun dengan penatalaksanaan
kelainan muskuloskeletal.
Tanyakanlah kepada pasien:
Obat-obatan yang pernah dikonsumsi sebelumnya bila ada.
Golongan yang biasanya berhubungan dengan sistem muskuloskeletal
adalah analgetik, antiinflamasi (baik steroid mupun non-steroid, opioid
maupun non-opioid), kortikosteroid atau immunosupresan lain, DMARDS:
penisillamin, garam-garam emas (seperti auranofin), klorokuin, methotrexate,
adalimumab, azathioprine.
Tindakan pengobatan pada penyakit dahulu (baik muskuloskeletal maupun
bukan), termasuk fisioterapi, radioterapi, maupun kemoterapi.
44
Sistem Muskuloskeletal
Identitas pasien
Nama : Ny A
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cibogo 65
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Penderita merasakan nyeri
dan kaku pada lutut kirinya terutama saat berjalan dan naik turun tangga. Nyeri
juga dirasakan terutama pada pagi hari setelah bangun tidur.
RPD:
Penderita menyangkal pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya. Penderita
menderita kencing manis sejak 2 tahun yang lalu
RPK:
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini Ayah penderita menderita
kencing manis
Usaha berobat:
Mengoleskan krim penghilang nyeri, Nyeri hilang setelah mengoleskan krim,
kemudian timbul lagi
45
Blok 5
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Identitas pasien Nama : Ny A Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Cibogo 65
1.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
2. Datang dengan keluhan utama nyeri di kedua lututnya
Nyeri dirasakan sejak 3 hari yang lalu
Penderita merasakan nyeri dan kaku pada lututnya saat
3.
berjalan
Terutama pada pagi hari setelah bangun tidur
4. Keluhan nyeri VAS = 4
Keadaan yang meringankan gejala:
5. Mengistirahatkan sendi lutut
Dipijat atau digerak-gerakkan
Keadaan yang memperberat gejala:
6. Setelah berjalan atau naik turun tangga
Terkena suhu dingin, terutama pagi hari
Menyangkal riwayat trauma pada lutut
7. Menyangkal adanya deformitas
Menyangkal bengkak dan merah
RPD:
8. Belum pernah sakit seperti ini sebelumnya
Penderita menderita kencing manis sejak 2 tahun yang lalu
RPK:
9. Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Ayah penderita menderita kencing manis
Usaha berobat:
10. Mengoleskan krim penghilang nyeri, Nyeri hilang setelah
mengoleskan krim, kemudian timbul lagi
TOTAL SKOR 18
Referensi :
Anonim. Osteoarthritis. American College of Rheumatology. 2018. www.rheumatol- ogy.org/i-am-
a/patient-caregiver/disease-conditions/osteoarthritis.
Felson DT. Osteoarthritis. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo L, Jam- son JL, Loscalzo J,
editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York: The McGraw Hill; 2015. Hal.2226-
2233
46
Sistem Muskuloskeletal
Pemeriksaan Extremitas
Tingkat Keterampilan: 4A
Decky Gunawan
Tujuan
Melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada :
Bahu dan lengan atas
Siku dan lengan bawah
Pergelangan tangan dan tangan
Panggul dan tungkai atas
Sendi lutut dan tungkai bawah
Pergelangan kaki dan kaki.
Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan secara aktif dan pasif.
47
Blok 5
Gambar Ligamen
48
Sistem Muskuloskeletal
Palpasi
6. Pada pergelangan tangan, palpasi bagian distal dari radius dan ulna di
permukaan lateral dan medial. Palpasi setiap lekukan di sendi pergelangan
tangan dengan ibu jari di dorsum dari pergelangan tangan dan jari lainnya
di bawahnya. Dinilai apakah ada bengkak atau nyeri.
7. Palpasi tulang stiloid radial dan snuffbox anatomis, yaitu garis cekung di bagian
distal dari prosesus stiloid yang dibentuk dari otot abduktor dan ekstensor
dari ibu jari untuk menilai ada tidaknya kelainan di tulang skafoid.
8. Kompres sendi metacarpal dengan cara meremas telapak tangan dari kedua
sisi di antara jari dan ibu jari. Dinilai apakah ada nyeri atau bengkak.
9. Palpasi jari-jari dan ibu jari. Palpasi bagian lateral dan medial dari setiap sendi
di antara jari-jari tangan dan ibu jari (sendi proksimal interphalangeal dan
distal interphalangeal). Dinilai apakah ada nyeri, pembesaran tulang, dan
bengkak.
49
Blok 5
50
Sistem Muskuloskeletal
Palpasi
4. Minta pasien untuk duduk di ujung meja pemeriksaan dengan posisi lutut
fleksi. Pada posisi ini lekukan tulang lebih terlihat dan otot, ligamen dan
tendon lebih relaksasi. Beri perhatian pada tempat yang terdapat nyeri, karena
problem lutut sering mengalami nyeri.
5. Palpasi sendi tibiofemoral: taruh ibu jari di jaringan lunak di kedua sisi
tendon patela. Kenali lekukan sendi lutut.
6. Identifikasi batas-batas femur distal dan tibia proksimal
7. Nilai kompartemen sendi medial dan lateral dengan lutut fleksi 90°.
8. Menilai kompartemen patelofemoral. Temukan lokasi patela dan cari tendon
patela distal sampai menemukan tuberositas tibia. Minta pasien untuk
mengangkat kakinya. Pastikan bahwa tendon patela intak.
51
Blok 5
9. Minta pasien untuk terlentang dan lutut diregangkan. Tekan patela terhadap
femur. Minta pasien untuk mengencangkan otot quadrisep ketika patela
digerakkan ke distal di lekukan trochlear. Cek kehalusan gerak geser (the
patellofemoral grinding test).
10. Penilaian kantong suprapatela, bursa prepatela dan bursa anserine: palpasi
semua yang menebal atau pembengkakan di kantong suprapatela dan
sepanjang batas patella mulai 10 cm diatas batas superior dari patela dan
rasakan jaringan lunak diantara ibu jari dan jari-jari tangan. Gerakkan tangan
ke distal dengan langkah yang progresif, coba untuk mengenali kantong
suprapatela. Lanjutkan palpasi sepanjang pinggir dari patela. Rasakan apakah
ada bengkak atau rasa panas di antara jaringan.
11. Nilai ketiga bursa apakah ada bengkak. Palpasi bursa prepatela dan bursa
anserine di posteromedial dari lutut diantara ligamentum kolateral media dan
tendon yang menyisip di tibia medial dan di bagian tingginya. Pada
permukaan posterior, dengan lutut diekstensikan, nilai aspek medial dari fossa
poplitea, antara lain untuk mendeteksi adanya Kista Baker (ganglion poplitea).
12. Otot gastroknemius, soleus, dan tendon Achilles: palpasi otot gastroknemius
dan soleus di permukaan posterior di kaki bawah. Tendon achilles dapat di
palpasi di sepertiga betis bagian bawah dari penyisipannya sampai ke
kalkaneus.
13. Untuk tes integritas tendon Achilles, minta pasien untuk berlutut di atas kursi.
Tekan betis dengan kuat dan lihat plantar fleksi di pergelangan kaki.
The Ballon sign: letakkan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan di bagian kiri
dan kanan dari patella. Dengan tangan kiri, tekan kantong suprapatelar ke arah
femur. Rasakan cairan memasuki ruangan di sebelah patela di bagian ibu jari dan
52
Sistem Muskuloskeletal
jari telunjuk.
Ballotement sign patella: untuk menilai efusi yang besar, pemeriksa dapat menekan
kantong suprapatelar dan tekan patela ke arah femur. Lihat gerakan cairan yang
kembali ke kantong suprapatelar.
53
Blok 5
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China, 2009.
54
Sistem Muskuloskeletal
Skor
No Prosedur
0 1 2 3
Ucapkan salam dan perkenalan kepada pasien
Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan
1. dilakukan.
Daerah yang diperiksa harus terlihat jelas; selalu bandingkan kedua sisi
BAHU & LENGAN ATAS
Mintalah pasien berdiri membelakangi pemeriksa.
a.Inspeksi :
- Inspeksi skapula dan otot-otot di sekitarnya.
- Lihat adanya pembengkakan atau tonjolan di bursasubakromial di
bawah otot deltoid.
- Perhatikan adanya sikatriks, pembengkakan, deformitas, atrofi otot,
posisi yang abnormal, dan perubahan warna kulit
b.Palpasi :
- Dari belakang, ikuti tulang skapula yang menonjol (spina scapula)
sampai bertemu akromion (puncak dari bahu). Identifikasi ujung
anterior dari akromion.
2. - Dengan jari telunjuk di atas akromion, tepat di belakang ujungnya,
tekan ke arah medial dengan ibu jari untuk menemukan daerah yang
sedikit lebih tinggi yang merupakan bagian distal dari klavikula di
sendi akromioklavikula.
- Gerakkan ibu jari ke medial dan turun sedikit menuju tulang yang
menonjol yang disebut prosesus korakoid dari skapula.
- Dari depan dimulai dari medial di sendi sternoklavikula; temukan
klavikula lateral dengan jari.
- Palpasi tendon biseps di lekukan intertuberkulum, tahan ibu jari tetap
di prosesus korakoid dan jari lainnya di bagian lateral humerus. Angkat
jari telunjuk dan taruh di tengah-tengah antara prosesus korakoid dan
tuberkulum di permukaan anterior lengan.
SIKU & LENGAN BAWAH
a.Inspeksi :
- Tahan lengan bawah pasien dengan tangan yang berlawanan sehingga
sendi siku fleksi sekitar 70°.
- Identifikasi epikondilus lateral dan medial dan prosesus olekranon di
tulang ulna.
3. - Inspeksi bentuk siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna dan
prosesus olekranon.
b.Palpasi :
- Tekan prosesus olekranon dan tekan di epikondilus untuk melihat nyeri
- Rasakan apakah ada pergeseran di olekranon.
- Palpasi epikondilus lateralis, medialis dan prosesus olekranon di tulang
ulna normal membentuk segitiga sama kaki.
PERGELANGAN TANGAN & TANGAN
a.Inspeksi :
4. - Observasi posisi tangan saat bergerak dan lihat apakah pergerakannya
mulus dan alami. Saat istirahat jari-jari tangan harus fleksi ringan dan
selaras hampir paralel.
55
Blok 5
56
Sistem Muskuloskeletal
57
Blok 5
Tujuan:
1. Menilai bentuk tulang belakang
2. Melakukan pemeriksaan tulang belakang , otot dan sendi yang terkait
3. Menemukan kelainan yang tersering ditemukan pada pemeriksaan tulang
belakang
Teknik Pemeriksaan
1. Inspeksi postur (atletikus, piknikus, astenikus), termasuk posisi leher dan
batang tubuh saat pasien memasuki ruangan . Nilai pasien pada posisi tegak ,
cara berjalan
2. Jelaskan kepada pasien pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya
3. Cuci tangan 7 langkah
4. Minta pasien untuk berdiri dan membuka bajunya. Pasien berdiri pada posisi
sebagaimana biasanya berdiri dengan kaki dan tangan tergantung pada kedua
sisi. Kepala di garis tengah pada bidang yang sama dengan sakrum, bahu dan
panggul harus sejajar.
5. Inspeksi dari lateral. Evaluasi kelengkungan tulang punggung pasien.
Servikal bentuk lordosis, torakal bentuk kifosis, lumbal bentuk lordosis dan
sakrum kifosis. Pada orang tua, lengkung torakal lebih kifosis, perlu mencurigai
adanya fraktur kompresi vertebra. Pada anak-anak deformitas struktur yang
dapat dikoreksi harus dicari.
58
Sistem Muskuloskeletal
59
Blok 5
60
Sistem Muskuloskeletal
Gerakan rotasi
Minta pasien untuk melihat bahu kanan dan sebaliknya.
Normal rotasi leher ke kanan 80°, ke kiri 80°.
61
Blok 5
b. Kolumna spinalis
Gerakan fleksi
Minta pasien untuk membungkuk kedepan dan menyentuh jari-jari kaki.
Perhatikan kelenturan dan kesimetrisan gerakan , derajat pergerakan dan
kelengkungan pada area lumbal.
Persistensi lordosis lumbal mengindikasikan adanya spasme otot atau
ankylosing spondilytis.
Gerakan ekstensi
Tempatkan tangan kita pada spina iliaka posterior superior, dengan jari
kita mengarah ke garis tengah, dan minta pasien untuk melakukan
dorsoflkesi sejauh mungkin.
Gerakan rotasi
Minta pasien berputar ke arah kiri dan kanan (stabilkan pelvis pasien
dengan menaruh kedua tangan pemeriksa di panggul kanan kiri pasien
lalu putar batang tubuh ke kanan dan ke kiri); atau pasien dalam posisi
duduk langsung memutar tubuh ke kanan dan kiri
Gerakan fleksi ke lateral
Stabilisasi pelvis dengan menenpatkan tangan kita pada panggul pasien.
Minta pasien untuk fleksi ke lateral pada kedua sisi sejauh mungkin
Referensi
1. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking,
10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009.
2. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia; Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Primer, Edisi 1. Jakarta. 2007
62
Sistem Muskuloskeletal
Checklist:
Pemeriksaan Umum Tulang Belakang (Columna Vertebralis) dan Postur
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Perhatikan postur (atletikus, piknikus, astenikus) dan
cara berjalan ketika pasien memasuki ruangan
1.
Pemeriksa memperkenalkan diri dan memberi salam
Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
Cuci tangan 7 langkah
Meminta pasien membuka baju
2. Meminta pasien berdiri pada posisi sebagimana
biasanya (kaki & tangan tergantung pada kedua sisi,
kepala di garis tengah sebidang dengan sakrum, bahu &
panggul sejajar)
Inspeksi dari lateral
Vertebra tegak atau melengkung ?
Servikal lordosis?
3.
Torakal kifosis?
Lumbal lordosis?
Sakrum kifosis?
Inspeksi dari belakang
Tulang belakang tegak? (garis imajiner jatuh dari C7
4. memalui celah gluteal)
Kesejajaran bahu, krista iliaka, lipatan gluteal ?skoliosis?
Prosesus spinosus C7 & T1 paling terlihat?
Tanda lahir
(port wine stain/ hairy patches/ cafe-au-lait spots)
lipoma
5. spina bifida
skin tags
massa neurofibromatosis?
SIPS skin dimples?
Palpasi
Prosesus spinosus nàyeri , step off, lumbal gibus?
Sendi facet
6. Otot-otot paraverteba sàpame?
Sakroiliaka nàyeri?
Perkusi servikallumbal nyeri?
N. ischiadicus
Total Skor
63
Blok 5
Teknik Pemeriksaan
1. Perhatikan gaya berjalan pasien saat memasuki ruang periksa
2. Nilai postur/habitus pasien (atletikus, piknikus, astenikus)
b. Steppage Gait
Berhubungan dengan drop foot, biasanya merupakan penyakit lower motor
neuron sekunder. Pasien-pasien ini juga menyeret kaki mereka atau
mengangkat kaki tinggi- tinggi, dengan lutut tertekuk menjatuhkannya
64
Sistem Muskuloskeletal
c. Sensory Ataxia
Berhubungan dengan hilangnya sensasi posisi pada tungkai, seperti pada
polineuropati atau gangguan kolumna posterior. Gaya berjalan tidak stabil
(sempoyongan) dengan posisi kedua kaki melebar. Pasienmelempar
kakinya ke depan dan ke luar dan menjatuhkannya didahului oleh tumit
kemudian jari kaki sehingga terdengar double tapping sound. Pasien
memperhatikan lantai saat berjalan. Pasien tidak dapat berdiri seimbang
saat menutup mata (Romberg sign positif).
d. Cerebellar Ataxia
Berhubungan dengan penyakit cerebellum atau traktus jaras yang
berhubungan. Postur goyah dan melebar di bagian kaki. Saat berputar,
pasien mengalami kesulitan yang berlebihan. Pasien tidak dapat berdiri
seimbang baik dengan mata terbuka maupun tertutup.
e. Parkinsonian Gait
Berhubungan dengan defek ganglia basal pada penyakit parkinson. Postur
bungkuk, kepala dan leher ke depan, pinggul dan lutut sedikit fleksi.
Lengan fleksi pada siku dan pergelangan tangan. Pasien lambat dalam
memulai langkah. Langkah- langkah pendek dan menyeret. Ayunan
lengan berkurang dan kaku saat berbalik.
65
Blok 5
2. Postur/Habitus:
a. Astenikus
Bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata atau cekung, angulus costae,
dan otot – otot tak bertumbuh dengan baik.
b. Atletikus
Bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu yang terangkat ke atas, dada
penuh, perut rata, dan lengkung tulang belakang dalam batas normal.
c. Piknikus
Bentuk tubuh yang cenderung bulat, dan penuh dengan penimbunan
jaringan lemak subkutan.
Referensi
1. Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking,
10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China.
2. Duijnhoven & Belle 2009, Skills in Medicine: The Pulmonary Examination.
66
Sistem Muskuloskeletal
67
Blok 5
kiri pada sisi medial pergelangan kaki. Dorong sendi lutut ke arah
medial dengan tangan kanan dan tarik pergelangan kaki dengan
tangan kiri dengan arah lateral untuk membuka sendi lutut.
Untuk pemeriksaan pada bagian lutut kanan, lakukan pemeriksaan
di atas dengan menukarkan posisi tangan.
68
Sistem Muskuloskeletal
ibu jari di bagian anterior pada proximal tibia dan jari-jari lainnya di
bagian posterior (daerah fossa poplitea).
Kemudian tarik tibia ke arah anterior dan perhatikan apakah ada
pergeseran tibia yang bermakna terhadap femur.
Bandingkan dengan sisi kontralateral.
69
Blok 5
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Pemeriksa menjelaskan prosedur pemeriksaan dan
mempersilakan berbaring rileks
1. Posisi pasien: supinasi, fleksi lutut (+ 10o), abduksi sendi
panggul (+ 30o)
Posisi pemeriksa: di depan kedua kaki pasien
Abduction Test untuk Pemeriksaan Lig. Colateralle Mediale:
Pemeriksaan sendi lutut kiri:
- Tangan kanan pada lateral sendi lutut kiri untuk
2.
stabilisasi femur
- Tangan kiri pada sisi medial pergelangan kaki
- Tangan kanan mendorong lutut ke arah medial
3. - Tangan kiri menarik pergelangan kaki ke arah lateral
- Tujuan: menutup sendi lutut
Pemeriksaan sendi lutut kanan:
melakukan hal yang sama, tetapi posisi tangan dan arah
4.
gerakan adalah berlawanan dengan pemeriksaan lutut
kiri)
Adduction Test untuk Pemeriksaan Lig. Collaterale Laterale:
Pemeriksaan sendi lutut kiri:
Tangan kiri pada medial sendi lutut kiri untuk stabilisasi
5.
femur,
Tangan kanan pada sisi lateral pergelangan kaki
Tangan kiri mendorong lutut ke arah lateral,
6. Tangan kanan menarik pergelangan kaki ke arah medial
Tujuan: membuka sendi lutut
Pemeriksaan sendi lutut kanan:
melakukan hal yang sama, posisi tangan dan arah
7.
gerakan adalah berlawanan dengan pemeriksaan lutut
kiri)
TOTAL SKOR
70
Sistem Muskuloskeletal
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Pemeriksa menjelaskan prosedur pemeriksaan dan
mempersilakan pasien berbaring rileks
1. Posisi pasien: berbaring supinasi, fleksi lutut 90o, telapak
kaki menempel bed pemeriksaan.
Posisi pemeriksa: menduduki kaki pasien (fiksasi kaki)
Pemeriksa menggengam sendi lutut dengan menempatkan
2. ibu jari pada bagian anterior (proximal tibia), sedangkan
jari-jari lain pada bagian posterior (fossa poplitea)
Pemeriksaan Lig. Cruciatum Anterior (Anterior Drawer Sign)
Pemeriksa menarik tibia kearah anterior, sambil
3.
memperhatikan adanya pergeseran tibia terhadap femur.
Pemeriksa melakukan pemeriksaan yang sama pada lutut
4. kontralateral, kemudian membandingkan hasil kedua
pemeriksaan tsb.
Pemeriksaan Lig. Cruciatum Posterior (Posterior Drawer sign)
Pemeriksa mendorong tibia kearah anterior, sambil
5.
memperhatikan adanya pergeseran tibia terhadap femur.
Pemeriksa melakukan pemeriksaan yang sama pada lutut
6. kontralateral, kemudian membandingkan hasil kedua
pemeriksaan tsb.
TOTAL SKOR
71
Blok 5
72
Sistem Muskuloskeletal
Skor
No KRITERIA
0 1 2 3
Pasien dalam posisi berbaring, lakukan fleksi pada sendi
1 panggul dan sendi lutut sebesar 90° pada sisi kanan/kiri,
dan pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
Pemeriksaan sisi kiri:
Posisikan tangan kanan pemeriksa di atas lutut kiri dan
2 tangan kiri pemeriksa di atas SIAS kanan pasien, dan
pergelangan kaki kirinya diletakkan di atas lutut kanan
pasien
Lakukan dorongan pada lutut kiri pasien sehingga lutut
3 menyentuh ke meja pemeriksa dan tangan kiri pemeriksa
menstabilisasikan pelvis
Pemeriksaan sisi kanan:
Posisikan tangan kiri pemeriksa di atas lutut kanan dan
4 tangan kanan pemeriksa di atas SIAS kiri pasien,
dan pergelangan kaki kanannya diletakkan di atas lutut
kiri pasien
Lakukan dorongan pada lutut kanan pasien sehingga lutut
5 menyentuh ke meja pemeriksa dan tangan kanan
pemeriksa menstabilisasikan pelvis
Tanyakan apakah didapatkan nyeri pada panggul
6
ipsilateral terhadap lutut yang didorong
JUMLAH NILAI
Referensi
1. Bickley L.S., Bates. 2009. Guide to Physical Examination and History Taking. ed. 10th . Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia.
2. Hoppenfeld S, Physical Examination of The Spine and Extremities. Appleton Century Croft/ New
York.
3. LeBlond R.F. et al. 2009. DeGowin’s Diagnostic Examination, ed. 9th . McGraw Hill. New York.
4. Swartz M.H., 2006. Textbook of Physical Diagnosis: History and Examination, ed. 5th . Saunders,
Philadelphia.
73
Blok 5
74
Blok 6
Tujuan:
Tujuan jangka pendek
Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran mengetahui dan memahami prosedur
pengambilan darah vena (phlebotomy) sesuai SOP, serta mengetahui cara
pencegahan serta mengatasi komplikasi phlebotomy yang mungkin terjadi saat
phlebotomy.
Tujuan akhir
Mahasiswa/i mampu dan terampil melakukan pengambilan darah vena
(phlebotomy) sesuai SOP serta terampil dalam mengatasi kemungkinan komplikasi
phlebotomy yang mungkin terjadi.
Teknik Keterampilan
Identifikasi Pasien, Labelling dan Persiapan Alat
1. Phlebotomist mempersilakan pasien duduk tenang 5-15’.
2. Mejelaskan maksud dan tujuan phlebotomy kepada pasien.
3. Cocokkan identitas pasien dengan formulir rujukan pasien.
4. Penempelan label identitas pasien (labelling) pada tabung sampel disaksikan
oleh pasien, bila data sudah cocok.
5. Menjelaskan kepada pasien bahwa akan diambil sampel darah sesuai
pemeriksaan yang diinginkan oleh dokter.
6. Menanyakan persiapan pasien antara lain puasa atau tidak, kapan makan
terakhir, dan obat yang dikonsumsi.
7. Phlebotomist cuci tangan memakai hand rub atau sabun dengan air bersih yang
mengalir.
8. Tangan setelah dikeringkan lalu memakai sarung tangan.
76
Hematologi dan Imunologi
Tourniquette dipasang longgar pada lengan atas, 3-4 jari atau (8-10 cm)
proksimal rencana lokasi penusukan jarum.
Melakukan tindakan asepsis lokasi penusukan menggunakan kapas alkohol
ataualchohol swab 70% secara lege artis (benar).
Jarum syringe dikencangkan dan udara dalam tabung syringe dikeluarkan lalu
dengan cara mendorong piton syringe tanpa membuka tutup jarum supaya
sterilitas jarum terjaga.
Tourniqurtte dikencangkan pada tekanan ± 40-60 mmHg untuk membendung
vena.
77
Blok 6
Referensi
Strasinger SK & Di Lorenzo MS. The Phlebotomy Textbook, 3rd Edition. USA : FA Da- vis
Company. 2011. ISBN-13: 978-0-8036-2057
78
Hematologi dan Imunologi
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Phlebotomist bersikap tenang, ramah, sopan,
memberi salam dan memperkenalkan diri
menjelaskan maksud & tujuan phlebotomy
serta meminta pasien duduk tenang 5-15’.
Cek kesesuaian data pasien dan labeling.
1
Cuci tangan memakai hand rub/sabun & air
Menggunakan sarung tangan DTT
Mempersiapkan alat-alat dan bahan : syringe,
tourniquette, tabung sampel darah, alchohol
swab/kapas alkohol 70%, band aid.
Persiapan Pra-Phebotomy, yaitu :
Menentukan lokasi
v. Mediana cubiti atau vena lain di area Fossa cubiti
pilih vena superfisial, bila
tidak terlihat maka lakukan perabaan cari area yang
teraba fluktuasi cairan pembuluh vena.
79
Blok 6
80
Hematologi dan Imunologi
Tujuan
Tujuan jangka pendek
Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran mengetahui dan memahami prosedur
pengambilan darah vena (phlebotomy) sesuai SOP, serta mengetahui cara
pencegahan serta mengatasi komplikasi phlebotomy yang mungkin terjadi saat
phlebotomy.
Tujuan akhir
Mahasiswa/i mampu dan terampil melakukan pengambilan darah vena
(phlebotomy) sesuai SOP serta terampil dalam mengatasi kemungkinan komplikasi
phlebotomy yang mungkin terjadi.
81
Blok 6
Teknik Keterampilan
Identifikasi Pasien, Labelling dan Persiapan Alat
1. Phlebotomist mempersilakan pasien duduk tenang 5-15’.
2. Mejelaskan maksud dan tujuan phlebotomy kepada pasien.
3. Cocokkan identitas pasien dengan formulir rujukan pasien.
4. Penempelan label identitas pasien (labelling) pada tabung sampel disaksikan
oleh pasien, bila data sudah cocok.
5. Menjelaskan kepada pasien bahwa akan diambil sampel darah sesuai
pemeriksaan yang diinginkan oleh dokter.
6. Menanyakan persiapan pasien antara lain puasa atau tidak, kapan makan
terakhir, dan obat yang dikonsumsi.
7. Phlebotomist cuci tangan memakai hand rub atau sabun dengan air bersih
yang mengalir.
8. Tangan setelah dikeringkan lalu memakai sarung tangan.
9. Phlebotomist mempersiapkan alat dan bahan phlebotomy.
82
Hematologi dan Imunologi
Tourniquette dipasang longgar pada lengan atas, 3-4 jari atau (8-10 cm)
proksimal rencana lokasi penusukan jarum.
Melakukan tindakan asepsis lokasi penusukan menggunakan kapas alkohol
atau alchohol swab 70% secara lege artis (benar).
Jarum syringe dikencangkan dan udara dalam tabung syringe dikeluarkan lalu
dengan cara mendorong piton syringe tanpa membuka tutup jarum supaya
sterilitas jarum terjaga.
Tourniqurtte dikencangkan pada tekanan ± 40-60 mmHg untuk membendung
vena.
83
Blok 6
Daftar Pustaka :
Strasinger SK & Di Lorenzo MS. The Phlebotomy Textbook, 3rd Edition. USA : FA Davis
Company. 2011. ISBN-13: 978-0-8036-2057
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Phlebotomist bersikap tenang, ramah, sopan,
memberi salam dan memperkenalkan diri
menjelaskan maksud & tujuan phlebotomy serta meminta
pasien duduk tenang 5-15’.
Cek kesesuaian data pasien dan labeling.
1.
Cuci tangan memakai hand rub/sabun & air
Menggunakan sarung tangan DTT
Mempersiapkan alat-alat dan bahan :
syringe, tourniquette, tabung sampel darah, alchohol
swab/kapas alkohol 70%, band aid.
Persiapan Pra-Phebotomy, yaitu :
Menentukan lokasi v. Mediana cubiti
atau vena lain di area
Fossa cubiti pilih vena superfisial, bila tidak terlihat
maka lakukan perabaan cari area yang teraba fluktuasi
cairan pembuluh vena.
Tourniquette dipasang longgar pada lengan atas, 3-4 jari
2. (8-10 cm) proksimal rencana lokasi penusukan jarum.
Asepsis lokasi penusukan menggunakan
kapas alkohol atau alchohol swab 70% secara lege artis
(benar) critical point !
Jarum syringe dikencangkan dan udara dalam tabung
syringe dikeluarkan.
Tourniqurtte dikencangkan pada tekanan ± 40-60 mmHg
untuk membendung vena.
Prosedur Phebotomy, yaitu :
3. Bila phlebotomist kurang yakin letak vena, dan perlu
meraba vena ulang, maka harus asepsis ulang lokasi
84
Hematologi dan Imunologi
85
Blok 6
Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur dan tujuan pemeriksaan yang
akan dilakukan setelah itu meminta informed consent pasien.
2. Siapkan peralatan yang dibutuhkan.
3. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan dan kenakan sarung tangan.
4. Pilih tempat pengambilan sampel yang sesuai: ujung-ujung jari pada sisi
telapak tangan (pada orang dewasa) atau permukaan plantar lateral atau
medial tumit (pada bayi).
5. Bersihkan tempat pemeriksaan dengan kapas alkohol dan biarkan hingga
kering.
6. Lakukan penusukan pada tengah ujung jari orang dewasa atau tumit bayi.
7. Tetesan darah pertama tidak boleh digunakan sehingga di lap dengan
menggunakan kasa.
8. Biarkan setetes kecil darah tebentuk dengan memberikan penekanan
intermiten.
9. Sentuhkan ujung strip pemeriksaan pada tetes darah hingga darah mengisi
seluruh bagian strip pemeriksaan.
10. Buang seluruh bahan pemeriksaan yang terkontaminasi pada kontainer yang
sesuai dan buang lancet pada kontainer untuk benda tajam.
11. Lepas sarung tangan dan cuci tangan setelah selesai melakukan pemeriksaan.
86
Hematologi dan Imunologi
Referensi
Munden J. Perfecting clinical procedures. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2008.
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan
1. dilakukan dan tujuannya setelah itu minta informed consent
pasien.
2. Siapkan peralatan yang dibutuhkan.
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dan
3.
kenakan sarung tangan.
Memilih tempat pengambilan sampel yang sesuai yaitu
ujung-ujung jari ketiga dan keempat pada sisi telapak tangan
4.
(pada orang dewasa) atau permukaan plantar lateral atau
medial tumit (pada bayi).
Bersihkan tempat pemeriksaan dengan kapas alkohol dan
5.
biarkan hingga kering.
Lakukan penusukan pada tengah ujung jari orang dewasa
6.
atau tumit bayi.
Tetesan darah pertama tidak boleh digunakan sehingga
7.
di lap menggunakan kasa.
Biarkan setetes kecil darah terbentuk dengan memberikan
8.
penekanan intermiten.
Sentuhkan ujung strip pemeriksaan pada tetes darah
9. tersebut sehingga darah mengisi seluruh bagian strip
pemeriksaan.
Buang seluruh bahan pemeriksaan yang terkontaminasi
10. pada kontainer yang sesuai dan buang lancet pada kontainer
untuk benda tajam.
TOTAL SKOR
87
Blok 6
Tujuan
Pemeriksaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita
DHF
Teknik Pemeriksaan
1. Pasang ikatan spigmomanometer pada lengan atas dan pompa hingga
tekanan 100 mmHg atau jika tekanan sistolik <100 mmHg, pompa sampai
tekanan di pertengahan antara nilai sistolik dan diastolik. (misalkan tekanan
darah 90/60 mmHg berarti pompa sampai tekanan 90+60/2 = 75 mmHg)
2. Biarkan tekanan pada posisi tersebut selama 5 menit.
3. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali.
Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi
tekanan tadi kembali lagi seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai
warna kulit pada lengan lainnya yang tidak diikat.
4. Cari dan hitung jumlah ptekie yang timbul dalam lingkaran bergaris tengah 5
cm kira-kira pada 4 cm distal fossa cubiti.
5. Analisis Hasil Pemeriksaan
Jika terdapat > 10 ptekie dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira
4 cm distal dari fossa cubiti test Rumpel Leede dikatakan positif.
Apabila dalam lingkaran tersebut tidak ada ptekie, tetapi terdapat ptekie
pada bagian distal yang lebih jauh, tes Rumpel Leede juga dikatakan
positif.
Referensi
Parums DV. Tropical and Imported Infectious Disease; Dengue Fever in Essential Clinical
Pathology. 1St ed . Blackwell science, Berlin 1996: 111-14.
88
Hematologi dan Imunologi
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Pasang ikatan spigmomanometer pada lengan atas dan
pompa hingga tekanan 100 mmHg atau jika tekanan sistolik
1.
< 100 mmHg, pompa sampai tekanan di pertengahan nilai
sistolik dan diastolik)
2. Biarkan tekanan pada posisi tersebut selama 5 menit.
Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah
3.
hilang kembali.
Cari dan hitung jumlah ptekie yang timbul dalam lingkaran
4.
bergaris tengah 5 cm kira-kira pada 4 cm distal fossa cubiti.
Analisis Hasil Pemeriksaan:
Jika terdapat > 10 ptekie dalam lingkaran bergaris tengah
5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti test Rumpel
5. Leede dikatakan positif.
Apabila dalam lingkaran tersebut tidak ada ptekie, tetapi
terdapat ptekie pada bagian distal yang lebih jauh, tes
Rumpel Leede juga dikatakan positif.
TOTAL SKOR
89
Blok 6
90
Hematologi dan Imunologi
91
Blok 6
92
Hematologi dan Imunologi
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
edition. Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009, p 481-483
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Area kepala dan leher
- Menjelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang
akan dilakukan, prosedur, maksud dan tujuan
1. pemeriksaan
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan
- Meminta pasien untuk duduk berhadapan dengan
pemeriksa
Inspeksi daerah leher
2. • Perhatikan permukaan kulit, apakah tampak massa,
scars, eritema, atau tanda-tanda inflamasi lainnya.
Palpasi daerah leher
- Palpasi menggunakan bantalan dari jari telunjuk dan jari
tengah dengan gerakan memutar yang lemah lembut,
minta pasien untuk relax, dengan leher fleksi.
- Palpasi secara berurutan:
a. Preauricular
b. Posterior auricular
c. Occipital
d. Tonsillar
3. e. Submandibular
f. Submental
g. Superficial cervical
h. Posterior cervical
i. Deep cervical chain kadang sulit untuk diperiksa.
Untuk memudahkan kaitkan kedua ibu jari dengan
jari-jari di sekitar otot sternomastoid
j. Supraclavicular
laporkan: Lokasi, bentuk, ukuran, konsistensi, mobilitas,
nyeri tekan, simetris/tidak
Area lengan dan tungkai:
Inspeksi kedua lengan pasien, nilai dari ujung jari hingga
bahu
- Minta pasien untuk mengangkat kedua lengannya ke
arah depan.
Palpasi epitrochlear node
4.
- Minta pasien untuk memfleksikan siku 90° dan angkat
serta tahan lengan pasien dengan tangan pemeriksa
(bagian kanan dengan bagian kanan dan sebaliknya).
- palpasi di lekukan di antara otot biceps dan triceps,
sekitar 3 cm di atas epikondilus medial. Jika teraba, nilai
ukuran, konsistensi dan nyeri
93
Blok 6
94
Hematologi dan Imunologi
Teknik Keterampilan
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas pasien,
menjelaskan dan meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
2. Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam syringe
3. Tentukan tempat yang akan dilakukan injeksi
- Daerah lengan atas (deltoid)
- Daerah dorsogluteal (gluteus maximus)
- Daerah ventrogluteal (gluteus medius)
- Daerah paha bagian luar (vastus lateralis)
- Daerah paha bagian depan (rectus femoris)
4. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
5. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga mudah serta ideal bagi
Anda untuk melakukan injeksi yang diinginkan.
6. Tentukan lokasi penyuntikan yang benar
7. Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan lain.
8. Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu jari dan jari
telunjuk)
9. Gunakan tangan non dominan untuk mengencangkan kulit di sekitar lokasi
suntikan.
10. Masukkan jarum dengan sudut 90° sehingga menembus otot yang dicari
(Gunakan pengetahuan anatomi Anda untuk memperkirakan kedalaman
jarum)
95
Blok 6
11. Sebelum menyuntikkan obat, lakukan aspirasi terlebih dahulu sebanyak kira-
kira 1-2 cc untuk memastikan bahwa jarum tidak masuk ke dalam pembuluh
darah. Jika didapatkan darah saat aspirasi, tarik jarum sedikit (tidak perlu
sampai keluar dari kulit), geser sedikit ujungnya, kemudian dorong lagi di
lokasi yang baru dengan kedalaman yang sama seperti sebelumnya, dan
lakukan aspirasi lagi (sampai tidak didapatkan darah; bila perlu, pindah lokasi
suntikan).
12. Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai dosis yang
diinginkan tercapai
13. Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat yang dimasukkan, ada
beberapa obat yang memerlukan pemijatan ringan untuk membantu
penyerapan, namun ada pula yang tidak. Pahami secara menyeluruh obat
yang Anda suntikkan, atau silahkan baca rekomendasi dari pabrik pembuat
obat.
14. Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus
sampah medis.
15. Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada
perdarahan, pembengkakan, atau reaksi-reaksi lain yang terjadi.
16. Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang dimasukkan, jumlahnya, dan
waktu pemberian
Tindakan
1. Lokasi deltoid
- Jumlah obat paling kecil antara 0,5-1 ml.
- Jarum disuntikkan kurang lebih 2,5 cm di bawah tonjolan acromion.
- Organ penting yang mungkin terkena adalah A. Brachialis atau N.
Radialis. Hal ini terjadi apabila menyuntik jauh lebih ke bawah daripada
seharusnya.
- Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya
seorang peragawati), dengan demikian tonus ototnya akan berada
kondisi yang mudah untuk disuntik dan dapat mengurangi nyeri.
96
Hematologi dan Imunologi
97
Blok 6
98
Hematologi dan Imunologi
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas
pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan tindakan yang
akan dilakukan
Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam
syringe.
Menentukan tempat yang akan dilakukan injeksi
1.
- Daerah lengan atas (deltoid)
- Daerah dorsogluteal (gluteusmaximus)
- Daerah ventrogluteal (gluteus medius)
- Daerah paha bagian luar (vastus lateralis)
- Daerah paha bagian depan (rectus femoris)
Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga mudah
2. serta ideal bagi Anda untuk melakukan injeksi yang diinginkan.
Tentukan lokasi penyuntikan yang benar dan bersihkan
3. kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan lain.
Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan
4. ibu jari dan jari telunjuk) dan gunakan tangan non dominan untuk
mengencangkan kulit di sekitar lokasi suntikan.
Masukkan jarum dengan sudut 90° sehingga menembus otot yang
dicari, kemudian aspirasi. Bila aspirasi didapatkan darah, geser
jarum atau pindah lokasi injeksi.
5.
99
Blok 6
Teknik Keterampilan
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan identitas pasien,
menjelaskan dan meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
2. Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam spuit 1 cc
3. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
4. Tentukan tempat yang akan dilakukan injeksi (lengan kanan atau lengan kiri)
terutama di lokasi yang dengan dapat dengan mudah dilihat
5. Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol
6. Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu jari dan jari
telunjuk)
7. Gunakan tangan non dominan untuk mengencangkan kulit di sekitar lokasi
suntikan.
8. Arahkan spuit 10-15° lalu tusuk ke intrakutan secara perlahan dan masukkan
obat, sampai kulit terlihat menonjol
100
Hematologi dan Imunologi
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan
1
Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke
dalam Spuit 1 cc
Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Menentukan tempat yang akan dilakukan injeksi injeksi
2 (lengan kanan atau lengan kiri) terutama di lokasi yang
dengan dapat dengan mudah dilihat
3 Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol
Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu
4 jari dan jari telunjuk) dan gunakan tangan non dominan untuk
mengencangkan kulit di sekitar lokasi suntikan.
Arahkan spuit 10-15° lalu tusuk ke intrakutan secara perlahan
dan masukkan obat, sampai kulit terlihat menonjol
101
Blok 6
Tujuan umum
Menurunkan mortalitas dan morbiditas anemia defisiensi besi dan thalassemia
Tujuan khusus
1. Meningkatkan mutu pelayanan dalam tata laksana pasien anemia defisiensi
besi dan thalassemia
2. Tata laksana pasien diharapkan menjadi lebih optimal, kualitas hidup pasien
menjadi lebih baik, dan skrining serta pencegahan anemia defisiensi besi dan
thalassemia dapat diupayakan.
Teknik Keterampilan
1. Persilakan pasien duduk.
2. Jelaskan tujuan konseling anemia defisiensi besi dan thalassemia kepada pasien
atau keluarga pasien.
Prinsip konseling pada anemia defisiensi besi dan thalassemia adalah
memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang penyebab,
perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran dan
kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien untuk
mencegah terjadinya anemia defisiensi besi dan thalassemia.
102
Hematologi dan Imunologi
Pengetahuan mengenai klasifikasi peny ebab menurut umur ini penting untuk
diketahui, untuk mencari penyebab berdasarkan skala prioritas dengan tujuan
menghemat biaya dan waktu.
Seorang anak yang mula-mula berada di dalam keseimbangan besi kemudian
menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan melalui 3 stadium yaitu:
1. Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam depot.
Keadaan ini dinamakan stadium deplesi besi. Pada stadium ini baik kadar besi
di dalam serum maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di
dalam depot dapat ditentukan dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati
atau sumsum tulang. Disamping itu kadar feritin/saturasi transferin di dalam
serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot.
2. Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di
dalam serum mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih
normal. Keadaan ini disebut stadium defisiensi besi.
3. Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai
oleh penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH, MCHC
disampingpenurunan kadar feritin dan kadar besi di dalam serum
Gejala Klinis
Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak spesifik.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
yaitu penurunan kadar feritin/saturasi transferin serum dan kadar besi serum.
Pada ADB gejala klinis terjadi secara bertahap. Kekurangan zat besi di dalam otot
jantung menyebabkan terjadinya gangguan kontraktilitas otot organ tersebut.
Pasien ADB akan menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin; biasanya
disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi triodotiroksin. Penemuan ini
dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan perhatian yang
berkurang, sehingga menurunkan prestasi belajar kasus ADB.
Anak yang menderita ADB lebih mudah terserang infeksi karena defisiensi
besi dapat menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan berkurangnya sel
103
Blok 6
limfosit T yang penting untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Perilaku yang
aneh berupa pika, yaitu gemar makan atau mengunyah benda tertentu antara lain
kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi, es dan lain lain, timbul sebagai akibat adanya
rasa kurang nyaman di mulut. Rasa kurang nyaman ini disebabkan karena enzim
sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut yang mengandung besi
berkurang. Dampak kekurangan besi tampak pula pada kuku berupa
permukaan yang kasar, mudah terkelupas dan mudah patah. Bentuk kuku seperti
sendok (spoon-shaped nails) yang juga disebut sebagai kolonikia terdapat pada 5,5%
kasus ADB. Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat menyebabkan
gangguan dalam proses epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada keadaan
ADB berat, lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya
papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui gastritis
pada 75% kasus ADB.
Diagnosis
Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya anemia dan
penurunan kadar besi di dalam serum. Cara lain dengan pemeriksaan sitokimia
jaringan hati atau sum-sum tulang, tetapi cara ini sangat invasif. Pada daerah dengan
fasilitas laboratorium yang terbatas, Markum (1982) mengajukan beberapa pedoman
untuk menduga adanya anemia defisiensi yaitu (1) adanya riwayat faktor predisposisi
dan faktor etiologi, (2) pada pemeriksaan fisis hanya terdapat gejala pucat tanpa
perdarahan atau organomegali, (3) adanya anemia hipokromik mikrositer, dan (4)
adanya respons terhadap pemberian senyawa besi.
Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO adalah: (1) kadar
hemoglobin kurang dari normal sesuai usia, (2) konsentrasi hemoglobin eritrosit
rata-rata <31% (nilai normal: 32%-35%), (3) kadar Fe serum <50 μg/dL (nilai
normal: 80-180 μg/dL), dan (4) saturasi transferin <15% (nilai normal: 20%-25%).
Cara lain untuk menentukan anemia defisiensi besi dapat juga dilakukan uji
percobaan pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 3-
6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar hemoglobin 1-2
g/dL maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita anemia
defisiensi besi. Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya
anemia dan penurunan kadar besi di dalam serum. Cara lain yang dapat
dilakukan ialah dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sum-sum
tulang, tetapi cara ini sangat invasif.
Penatalaksanaan
Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus segera
dimulai untuk mencegah berlanjutnya keadaan ini. Pengobatan terdiri atas
pemberian preparat besi secara oral berupa garam fero (sulfat, glukonat, fumarat
dan lain-lain), pengobatan ini tergolong murah dan mudah dibandingkan dengan
cara lain. Pada bayi dan anak, terapi besi elemental diberikan dengan dosis 3-6
mg/kg bb/hari dibagi dalam dua dosis, 30 menit sebelum sarapan pagidan makan
malam; penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong.
Penyerapan akan lebih sempurna lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau
asam suksinat. Bila diberikan setelah makan atau sewaktu makan, penyerapan
104
Hematologi dan Imunologi
akan berkurang hingga 40-50%. Namun mengingat efek samping pengobatan besi
secara oral berupa mual, rasa tidak nyaman di ulu hati, dan konstipasi, maka untuk
mengurangi efek samping tersebut preparat besi diberikan segera setelah makan.
Penggunaan secara intramuskular atau intravena berupa besi dextran dapat
dipertimbangkan jika respon pengobatan oral tidak berjalan baik misalnya
karena keadaan pasien tidak dapat menerima secara oral, kehilangan besi terlalu
cepat yang tidak dapat dikompensasi dengan pemberian oral, atau gangguan
saluran cerna misalnya malabsorpsi.
Cara pemberian parenteral jarang digunakan karena dapat memberikan efek
samping berupa demam, mual, ultikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas,
artralgia, bronkospasme sampai reaksi anafilatik. Respons pengobatan mula-
mula tampak pada perbaikan besi intraselular dalam waktu 12-24 jam. Hiperplasi
seri eritropoitik dalam sumsum tulang terjadi dalam waktu 36-48 jam yang
ditandai oleh retikulositosis di darah tepi dalam waktu 48-72 jam, yang mencapai
puncak dalam 5-7 hari. Dalam 4-30 hari setelah pengobatan didapatkan
peningkatan kadar hemoglobin dan cadangan besi terpenuhi 1-3 bulan setelah
pengobatan. Untuk menghindari adanya kelebihan besi maka jangka waktu
terapi tidak boleh lebih dari 5 bulan.
Transfusi darah hanya diberikan sebagai pengobatan tambahan bagi pasien
ADB dengan Hb 6 g/dl atau kurang karena pada kadar Hb tersebut risiko untuk
terjadinya gagal jantung besar dan dapat terjadi gangguan fisiologis. Transfusi
darah diindikasikan pula pada kasus ADB yang disertai infeksi berat, dehidrasi
berat atau akan menjalani operasi besar/ narkose. Pada keadaan ADB yang
disertai dengan gangguan/kelainan organ yang ber fungsi dalam mekanisme
kompensasi terhadap anemia yaitu jantung (penyakit arteria koronaria atau
penyakit jantung hipertensif ) dan atau paru (gangguan ventilasi dan difusi gas
antara alveoli dan kapiler paru), maka perlu diberikan transfusi darah. Komponen
darah berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara bertahap dengan tetesan
lambat.
Telah dikemukakan di atas salah satu penyebab defisiensi besi ialah kurang
gizi. Besi di dalam makanan dapat berbentuk Fe-heme dan non-heme. Besi non-heme
yang antara lain terdapat di dalam beras, bayam, jagung, gandum, kacang kedelai
berada dalam bentuk senyawa ferri yang harus diubah dulu di dalam lambung
oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap untuk diserap di dalam usus.
Penyerapan Fe-non heme dapat dipengaruhi oleh komponen lain di dalam
makanan. Fruktosa, asam askorbat (vitamin C), asam klorida dan asam amino
memudahkan absorbsi besi sedangkan tanin (bahan di dalam teh), kalsium dan
serat menghambat penyerapan besi. Berbeda dengan bentuk non-heme, absorpsi
besi dalam bentuk heme yang antara lain terdapat di dalam ikan, hati, daging sapi,
lebih mudah diserap. Disini tampak bahwa bukan hanya jumlah yang penting tetapi
dalam bentuk apa besi itu diberikan. Anak yang sudah menunjukkan gejala ADB
telah masuk ke dalam lingkaran penyakit, yaitu ADB mempermudah terjadinya
infeksi sedangkan infeksi mempermudah terjadinya ADB. Oleh karena itu
antisipasi sudah harus dilakukan pada waktu anak masih berada di dalam
stadium I & II. Bahkan di Inggris, pada bayi dan anak yang berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi yang rendahdianjurkan untuk diberikan
105
Blok 6
Thalassemia
Latar Belakang
Thalassemia merupakan gangguan sintesis hemoglobin (Hb), khususnya rantai
globin, yang diturunkan. Penyakit genetik ini memiliki jenis dan frekuensi
terbanyak di dunia. Manifestasi klinis yang ditimbulkan bervariasi mulai dari
asimtomatik hingga gejala yang berat. Thalassemia dikenal juga dengan anemia
mediterania, namun istilah tersebut dinilai kurang tepat karena penyakit ini
dapat ditemukan dimana saja di dunia khususnya di beberapa wilayah yang
dikenal sebagai sabuk thalassemia.
Data dari World Bank menunjukan bahwa 7% dari populasi dunia merupakan
pembawa sifat thalassemia. Setiap tahun sekitar 300.000-500.000 bayi baru lahir
disertai dengan kelainan hemoglobin berat, dan 50.000 hingga 100.000 anak
meninggal akibat thalassemia β; 80% dari jumlah tersebut berasal dari negara
berkembang. Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalassemia
dunia, yaitu negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia
yang tinggi. Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang
mendapatkan bahwa frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10%.
Gambar Peta frekuensi gen pembawa sifat thalassemia beta dan HbE di Indonesia
106
Hematologi dan Imunologi
Thalassemia
Hemoglobin normal manusia dewasa terdiri dari 2 rantai beta dan 2 rantai alfa
yang membentuk tetramer α2β2 (HbA). Komposisi HbA dalam sirkulasi darah
mencapai > 97%, sedangkan HbA2 2-3% dan HbF <1%. Dengan komposisi seperti
ini hemoglobin dapat mengangkut oksigen ke jaringan dengan baik.
Thalassemia α
Sebagian besar thalassemia α disebabkan oleh delesi lokus gen α-globin.
Terdapat empat derajat kemungkinan thalassemia α karena terdapat empat gen α-
globin, tergantung dari banyaknya jumlah gen α-globin yang hilang dari
kromosom. Kemungkinan ini menimbulkan spektrum klinis yang luas, dan
derajat keparahannya bergantung pada jumlah gen α-globin yang mengalami
107
Blok 6
Thalassemia β
Terdapat dua tipe thalassemia β yang serius: thalassemia mayor dan thalassemia
intermedia. Manifestasi klinis dari thalassemia mayor muncul setelah pasien
menginjak usia dua tahun, meliputi anemia berat yang memerlukan transfusi sel
darah merah (RBC) berulang. Penderita thalassemia mayor yang tidak menerima
transfusi berulang akan menderita eritropoiesis inefektif yang akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan, pucat, jaundice, postur otot yang buruk,
hepatosplenomegali, ulkus tungkai, dan perubahan postur tulang sebagai
manifestasi dari hipertrofi (pemanjangan) sumsum tulang. Hal-hal tersebut dapat
menyebabkan kematian dini pada pasien.
Pasien thalassemia intermedia tidak memerlukan transfusi darah karena anemia
yang diderita tidak terlalu parah dan dapat bertahan hidup lebih lama. Sindrom
thalassemia β dapat dikelompokkan dalam dua kategori: thalassemia β0 yang
berkaitan dengan ketiadaan total rantai β-globin pada keadaan homozigot, dan
thalassemia β+ yang ditandai dengan penurunan sintesis β-globin pada keadaan
homozigot. Sebagian besar mutasi penyebab thalassemia β terjadi akibat
perubahan basa, sedangkan pada thalassemia α mutasi banyak disebabkan oleh
delesi gen.
Thalassemia minor atau trait merupakan bentuk thalassemia yang paling ringan
dan bersifat subklinis. Karakteristik dari patologi thalassemia minor adalah
anemia mikrositik hipokromik dengan jumlah eritrosit yang sedikit meningkat
dan konsentrasi hemoglobin yang normal.
Terdapat dua faktor yang berperan dalam patogenesis anemia pada thalassemia
β. Berkurangnya sintesis β-globin menyebabkan pembentukan HbA kurang
memadai sehingga MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration) per sel
berkurang, dan sel tampak hipokromik. Kelebihan relatif rantai α-globin yang
sintesisnya normal juga harus diperhatikan karena dapat membentuk komponen
hemolitik. Rantai α yang tidak berpasangan dapat membentuk agregat tak larut
yang mengendap di eritrosit. Badan sel ini menyebabkan eritrosit menjadi rentan
terhadap fagositosis. Akibatnya terjadi kerentanan eritrosit matur terhadap
destruksi prematur dan kerusakan eritroblas di dalam sumsum tulang karena
badan inklusi yang merusak membran. Destruksi eritrosit intramedula
(eritropoiesis inefektif) juga menimbulkan efek negatif lainnya, yaitu peningkatan
penyerapan zat besi dalam makanan sehingga para pasien kelebihan beban zat
besi.
108
Hematologi dan Imunologi
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit thalassemia sampai saat ini belum sampai pada
tingkat penyembuhan. Transplantasi sumsum tulang hanya dapat membuat
seorang thalassemia mayor menjadi tidak lagi memerlukan transfusi darah,
namun masih dapat memberikan gen thalassemia pada keturunannya. Di seluruh
dunia tata laksana thalassemia bersifat simptomatik berupa transfusi darah
seumur hidup. Kebutuhan 1 orang anak thalassemia mayor dengan berat badan
20 kg untuk transfusi darah dan kelasi besi adekuat akan membutuhkan biaya
sekitar Rp.300 juta per tahun. Jumlah ini belum termasuk biaya pemeriksaan
laboratorium dan pemantauan, serta tata laksana komplikasi yang muncul.
109
Blok 6
Diagnosis
Thalassemia yang bergantung pada transfusi adalah pasien yang
membutuhkan transfusi secara teratur seumur hidup. Diagnosis thalassemia
ditegakkan dengan berdasarkan kriteria anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
laboratorium. Manifestasi klinis thalassemia mayor umumnya sudah dapat
dijumpai sejak usia 6 bulan.
Anamnesis :
a. Pucat kronik; usia awitan terjadinya pucat perlu ditanyakan.
b. Riwayat transfusi berulang; anemia pada thalassemia mayor memerlukan
transfusi berkala.
c. Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi berulang.
d. Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya hepatosplenomegali.
e. Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia lebih tinggi pada ras
Mediterania, Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara. Thalassemia paling
banyak di Indonesia ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-8%, dan Makasar 8%.
f. Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.
Pemeriksaan Fisis
Beberapa karakteristik yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisis pada
anak dengan thalassemia yang bergantung transfusi adalah pucat, sklera ikterik,
facies Cooley (dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata melebar, maksila
hipertrofi, maloklusi gigi), hepatosplenomegali, gagal tumbuh, gizi kurang,
perawakan pendek, pubertas terlambat, dan hiperpigmentasi kulit.
Laboratorium
A. Hematologi rutin dan hitung jenis leukosit
a. Anemia yang dijumpai pada thalassemia mayor cukup berat dengan
kadar hemoglobin mencapai <7 g/dL.
b. Hemoglobinopati seperti Hb Constant Spring dapat memiliki MCV dan
MCH yang normal, sehingga nilai normal belum dapat menyingkirkan
kemungkinan thalassemia trait dan hemoglobinopati.
c. Indeks eritrosit merupakan langkah pertama yang penting untuk skrining
pembawa sifat thalassemia (trait).
Nilai MCV dan MCH yang rendah ditemukan pada thalassemia,
dan juga pada anemia defisiensi besi. Mean corpuscular volume
(MCV) < 80 fL (mikrositik) dan mean corpuscular haemoglobin
(MCH) < 27 pg (hipokromik).
Thalassemia mayor biasanya memiliki MCV 50 – 60 fL dan MCH
12 – 18 pg.
110
Hematologi dan Imunologi
Tabel. Gambar darah tepi dan analisis Hb thalassema-β minor dan ADB
111
Blok 6
Analisis DNA
Analisis DNA merupakan upaya diagnosis molekular thalassemia, yang
dilakukan pada kasus atau kondisi tertentu:
1. Ketidakmampuan untuk mengonfirmasi hemoglobinopati dengan
pemeriksaan hematologi:
a. Diagnosis thalassemia β mayor yang telah banyak menerima transfusi.
b. Diagnosis dapat diperkuat dengan temuan thalassemia β heterozigot
(pembawa sifat thalassemia beta) pada kedua orangtua.
c. Identifikasi karier dari thalassemia β silent, thalassemia β dengan HbA2
normal, thalassemia α0, dan beberapa thalassemia α+.
d. Identifikasi varian hemoglobin yang jarang.
2. Keperluan konseling genetik dan diagnosis prenatal.Alur diagnosis
thalassemia
112
Hematologi dan Imunologi
113
Blok 6
Penatalaksanaan
Transfusi darah Indikasi transfusi darah
Tujuan transfusi darah pada pasien thalassemia adalah untuk menekan
hematopoiesis ekstramedular dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Keputusan untuk memulai transfusi darah sangat individual pada setiap pasien.
Transfusi dilakukan apabila dari pemeriksaan laboratorium terbukti pasien
menderita thalassemia mayor, atau apabila Hb <7g/dL setelah 2x pemeriksaan
dengan selang waktu >2 minggu, tanpa adanya tanda infeksi atau didapatkan
nilai Hb >7gr/dL dan dijumpai, gagal tumbuh, dan/atau deformitas tulang akibat
thalassemia. (Level of evidence IV).
114
Hematologi dan Imunologi
Kelasi besi
Kelebihan besi dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang di berbagai
sistem organ. Pemberian terapi kelasi besi dapat mencegah komplikasi kelebihan
besi dan menurunkan angka kematian pada pasien thalassemia.
115
Blok 6
LIC minimal 3000 ug/g berat kering hati merupakan batasan untuk memulai
kelasi besi namun biopsi adalah tindakan yang invasif sehingga beberapa
parameter lain menjadi pilihan. Pemberian kelasi besi dimulai bila kadar feritin
serum darah sudah mencapai 1000 ng/mL, atau saturasi transferin >70%, atau
apabila transfusi sudah diberikan sebanyak 10-20 kali atau sekitar 3-5 liter. (Level
of evidence IIIa)
Kelasi besi kombinasi diberikan jika kadar feritin serum >2500 ng/mL yang
menetap minimal 3 bulan, apabila sudah terjadi kardiomiopati, atau telah terjadi
hemosiderosis jantung pada pemeriksaan MRI T2* (<20 ms). (Level of evidence
IIa)
116
Hematologi dan Imunologi
Referensi
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Thalassemia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2018
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Definisi anemia defisiensi besi (ADB)
1. adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi
yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin.)
Penyebab ADB
117
Blok 6
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
3. Anak berumur 2-5 tahun
• Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang
mengandung Fe-heme
• Kebutuhan meningkat karena infeksi
berulang/menahun.
• Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain
karena infestasi parasit dan diverticulum Meckel.
4. Anak berumur 5 tahun – masa remaja
• Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain
karena infestasi infestasi parasit dan polyposis.
5. Usia remaja – dewasa
• Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.
Gejala klinik
- Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi
3 tidak spesifik
- ADB : prestasi menurun, lebih mudah terserang infeksi,
pika, spoon nails, papil lidah atrofi
Perjalanan Penyakit
1. Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan
besi di hati, sumsum tulang, dinamakan stadium deplesi
besi. Pada stadium ini baik kadar besi di dalam serum
maupun kadar hemoglobin masih normal.
2. Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir
4 habis. Kadar besi di dalam serum mulai menurun tetapi
kadar hemoglobin di dalam darah masih normal. Keadaan
ini disebut stadium defisiensi besi.
3. Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi.
Stadium ini ditandai oleh penurunan kadar hemoglobin
MC V, MCH, MCHC disamping penurunan kadar feritin
dan kadar besi di dalam serum
Diagnosis
Menurut WHO adalah:
5 (1) kadar hemoglobin kurang dari normal sesuai usia,
(2) kadar Fe serum <50 μg/dL (nilai normal: 80-180 μg/dL),
dan (3) saturasi transferin <15% (nilai normal: 20%-25%).
Komplikasi
- gangguan fungsi kognitif,
- penurunan daya tahan tubuh,
6
- tumbuh kembang yang terlambat,
- penurunan aktivitas, dan
- perubahan tingkah laku.
Penatalaksanaan
- Pemberian preparat besi secara oral berupa garam fero
(sulfat, glukonat, fumarat dan lain-lain). Pada bayi dan
7 anak dosis 3-6 mg/kg bb/hari dibagi dalam dua dosis, 30
menit sebelum sarapan pagi dan makan malam;
penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu
perut kosong.
118
Hematologi dan Imunologi
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
-
Pemberian parenteral jarang digunakan karena dapat
memberikan efek samping berupa demam, mual,
ultikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas, artralgia,
bronkospasme sampai reaksi anafilatik.
- Transfusi darah hanya diberikan sebagai pengobatan
tambahan bagi pasien ADB dengan Hb 6 g/dl atau
kurang
TOTAL SKOR 18
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Definisi thalassemia
1. Thalassemia merupakan gangguan sintesis hemoglobin (Hb),
khususnya rantai globin, yang diturunkan.
Epidemiologi
Data Pusat Thalassemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak,
2.
FKUI-RSCM, sampai dengan bulan mei 2014 terdapat 1.723
pasien dengan rentang usia terbanyak antara 11-14 tahun.
Penyebab Thalassemia
1. Thalassemia α
3. delesi lokus gen α-globin
2. Thalassemia β
Mutasi gen β globin
Gejala klinik
Anamnesis :
a. Pucat
b. Riwayat transfusi berulang; anemia pada thalassemia
mayor memerlukan transfusi berkala.
c. Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi
berulang.
d. Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya
hepatosplenomegali.
4 e. Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia
lebih tinggi pada ras Mediterania, Timur Tengah, India,
dan Asia Tenggara. Thalassemia paling banyak di
Indonesia ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-8%, dan
Makasar 8%.
f. Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.
Pemeriksaan Fisis
Kulit pucat, konjungtiva anemis, sklera ikterik, facies Cooley
(dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata melebar,
maksila hipertrofi, maloklusi gigi), hepatosplenomegali, gagal
119
Blok 6
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
tumbuh, gizi kurang, perawakan pendek, pubertas terlambat,
dan hiperpigmentasi kulit.
Pemeriksaan laboratorium
1. Hematologi rutin
2. Sediaan apus darah tepi
5
3. Jumlah retikulosit
4. Elektroforesis Hb
5. Analisis DNA untuk thalassemia
Penatalaksanaan
- transfusi darah (washed erythrocyte) pada pasien
thalassemia adalah untuk menekan hematopoiesis
ekstramedular dan mengoptimalkan tumbuh kembang
anak.
6
- Terapi kelasi besi (Desferoksamin) bertujuan untuk
detoksifikasi kelebihan besi yaitu dengan mengikat besi
yang tidak terikat transferin di plasma dan mengeluarkan
besi dari tubuh
- Multivitamin
TOTAL SKOR 14
120
Blok 7
Sistem Endokrin
Blok 7
Alat-alat pengukuran:
- Alat pengukur tinggi badan (stature meter) dengan kapasitas ukur 2,00
meter dan ketelitian 0,1 cm.
- Alat pengukur berat badan (timbangan)dengan kapasitas ukur 100 kg dan
ketelitian 0,1 kg
- Pita ukur LILA dengan kapasitas ukur 1,00 meter dan ketelitian 0,1 cm.
- Meteran
- Kalkulator
122
Sistem Endokrin
meter pangkat dua (m2) (Adam, 2006). Cara penghitungan BMI dengan
menggunakan rumus di atas.
Keterbatasan BMI
- Tidak dapat digunakan bagi anak-anak, wanita hamil dan orang yang sangat
berotot (Atlit).
- Tidak dapat diterapkan pada kondisi khusus seperti: edema, asites dan
hepatomegali
- Tidak menggambarkan proporsi/perbandingan otot dan lemak.
Check List
Skor
No Kriteria Pengukuran Tinggi Badan (TB)
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
1.
Pemeriksa meminta pasien berdiri di bawah stature meter
tanpa alas kaki, tanpa topi/penutup kepala.
Pemeriksa meminta pasien untuk memandang lurus ke
2.
depan
Pengukur stature meter ditarik hingga tepat di atas puncak
3
kepala pasien.
Lihat dan catat angka yang tertera pada stature meter
4
tersebut
TOTAL SKOR
Skor
No Kriteria Pengukuran Berat Badan (TB)
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
1. Pemeriksa meminta pasien mengenakan pakaian yang
seringan-ringannya, tanpa alas kaki lalu berdiri di atas alat
pengukur berat badan (timbangan) yang sudah tervalidasi.
123
Blok 7
Skor
No Kriteria Interpretasi Perhitungan BMI
0 1 2 3
Pemeriksa memperoleh hasil pengukuran TB dan BB
1. Menghitung BMI dengan menggunakan rumus
Pemeriksa menyebutkan hasil perhitungan BMI
TOTAL SKOR
124
Sistem Endokrin
4. Beri tanda titik pada batas atas ujung lengkung tulang pangkal panggul (Titik
X2)
5. Tetapkan dan beri tanda titik tengah antara batas tepi tulang rusuk paling
bawah dengan titik batas atas ujung lengkung tulang pangkal panggul (antara
titik X1 dan X2)
6. Pengukuran pada saat akhir ekspirasi (mengeluarkan nafas) normal
7. Lakukan pengukuran lingkar pinggang mulai dari titik tengah (antara titik X1
dan X2) secara sejajar horizontal melingkar pinggang melewati bagian perut
dan kembali menuju ke titik tengah tersebut.
Usahakan pita pengukur tidak menekan dan tidak terlipat.
8. Baca hasil yang tertera pada pita ukur dalam ukuran cm (sentimeter)
125
Blok 7
Check List
Skor
No Kriteria Pengukuran Lingkar Pinggang (WC)
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
1.
Pemeriksa meminta Pasien untuk membuka pakaian agar
daerah yang diukur sebaiknya tidak tertutup pakaian
Meminta pasien berdiri tegak berdiri tegak dengan kedua
2.
tungkai dilebarkan 20-30 cm
Meminta pasien agar otot perutnya relaks dan
3
kedua tangan berada di sisi tubuh
Tandai garis di bawah arcus costalis yang terpotong oleh
4 linea axillaris media (tepi tulang rusuk) saat pasien
menghembuskan nafas (akhir ekspirasi) (Titik X1)
Tandai garis di crista iliaca yang terpotong oleh linea
axillaris media (batas atas ujung lengkung tulang pangkal
5
panggul) saat pasien menghembuskan nafas (akhir
ekspirasi) (Titik X2)
Lakukan pengukuran pada posisi di titik tengah antara
titik X1 dan X2 saat pasien menghembuskan nafas (akhir
ekspirasi), menggunakan pita ukur melekat pada kulit, tapi
tidak menekan dan tidak terlipat
7 Lihat dan catat hasil yang tertera pada pita ukur (dalam cm)
TOTAL SKOR
126
Sistem Endokrin
Check List
Skor
No Kriteria Pengukuran Lingkar Panggul (HC)
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan dan
1. berdiri di sisi samping pasien
Meminta pasien berdiri tegak dengan kedua tungkai
dilebarkan 20-30 cm
Meminta Pasien agar otot perutnya relaks dan kedua
2.
tangan berada di sisi tubuh
Lakukan pengukuran pada posisi lingkaran pinggul
maksimal/garis gluteus paling menonjol di bidang
3 horizontal saat pasien menghembuskan nafas (akhir
ekspirasi), menggunakan pita ukur melekat
pada kulit, tapi tidak menekan, pita tidak boleh terlipat.
Lihat dan catat hasil yang tertera pada pita ukur
4
(dalam cm)
TOTAL SKOR
Nilai normal WHR pada pria adalah < 0,9 dan pada wanita adalah < 0,8.
Rasio lingkar perut dengan panggul >1risiko untuk penyakit kardiovaskular
Chek List
Skor
No Kriteria Interpretasi Perhitungan WHR
0 1 2 3
Pemeriksa memperoleh hasil pengukuran WC dan HC
1. Menghitung WHR dengan menggunakan rumus
Pemeriksa menyebutkan hasil perhitungan WHR
TOTAL SKOR
127
Blok 7
Alat-alat pengukuran:
Lipatan lemak subkutan diukur menggunakan Skinfold calipers dengan
ketelitian 0,1 mm, tekanan konstan 10 gram/mm2 dan standar jepitan 20- 40
mm2. Pada Skillslab ini pemeriksaan menggunakan Skinfold calipers merk Corona.
Skinfold calipers
128
Sistem Endokrin
129
Blok 7
130
Sistem Endokrin
- Pasien dalam posisi berdiri, bahu dan lengan rileks menjulur ke bawah dan
palmar menghadap ke bagian paha
- Cari batas medial scapula pasien dengan jari kiri kemudian cari angulus
inferior scapulae dengan menuruni margo medialis scapulae dan tentukan
titik sudut bawah scapula dan beri tanda (X).
- Pemeriksa dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri,
mencubit 1 cm di atas titik (X) membentuk sudut 450 dari horizontal sampai
jaringan otot di atas angulus inferior scapula tersebut (lihat gambar).
- Tangan kanan pemeriksa menjepitkan tepat pada titik (X) tersebut, arah
jepitan caliper membentuk sudut 450 (tegak lurus dari cubitan, Lihat gambar).
- Jepitan caliper ditahan selama 2 atau 3 detik lalu, didapat hasil pengukuran
(dalam mm)
- Pengukuran harus diulang 2 kali dengan selisih hasil tidak lebih dari 5%
Standar Penilaian Gemuk dan Kurus pada orang dewasa (Triceps + infra scapular)
Skinfold Caliper Corona
Laki-laki Wanita
Sangat kurus 10 14
Kurus 12 21
Normal 23 37
Gemuk (Overweight) 34 47
Sangat Gemuk (Obese 1) 45 59
Amat Gemuk (Obese 2) 60 73
131
Blok 7
Skor
No Kriteria Pengukuran Tebal Lipatan Kulit
0 1 2 3
Pemeriksa memperkenalkan diri dengan sopan
Pemeriksa menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
1. Pemeriksa meminta pasien untuk membuka pakaian
(terutama pengukuran skinfold infrascapular) agar daerah
yang diukur sebaiknya tidak tertutup pakaian
Pengukuran Triceps skinfold:
Meminta pasien berdiri tegak pada kedua kaki dengan
2
kedua kaki rapat saling menyentuh
Pemeriksa meminta pasien untuk menekuk lengan kanan
di depan tubuh mengarah 900 pada siku
132
Sistem Endokrin
15
133
Blok 7
Pustaka
- Dorland’s Illustrated Medical Dictionary 2006
- Gibson RS. 1990. Principles of Nutritional Assesment. Oxford University Press.
New York Oxford. p 187-97.
- http://www.emunix.emich.edu/~bogle/body_comp_topic.htm
- http://www.westonhealth.co.uk/acatalog/info_AO5028.html
- About BMI for adults 2013. [Cited 2014, March 12] Available from: http://www.cdc.
gov/healthyweight/assessing/bmi/adult bmi/index.html
- IDI. Ikatan Dokter Indonesia. PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS Bagi Dokter
di Fasilitas Kesehatan Primer. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Edisi I.
Jakarta. 2017
134
Sistem Endokrin
Teknik Injeksi Subkutan dan Pemberian Insulin Pada Diabetes Mellitus (DM)
Tanpa Komplikasi
Tingkat Keterampilan: 4A
Limdawati; Larissa; Abram Pratama T.
135
Blok 7
10. Gunakan tangan non dominan untuk mencubit kulit di sekitar lokasi
suntikan.
11. Masukkan jarum dengan sudut 90° (Gunakan pengetahuan anatomi Anda
untuk memperkirakan kedalaman jarum). Tidak perlu dilakukan aspirasi.
12. Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai dosis yang
diinginkan tercapai
13. Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat yang dimasukkan, ada
beberapa obat yang memerlukan pemijatan ringan untuk membantu
penyerapan, namun ada pula yang tidak. Pahami secara menyeluruh obat
yang Anda suntikkan, atau silahkan baca rekomendasi dari pabrik pembuat
obat.
14. Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus
sampah medis.
15. Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada
perdarahan, pembengkakan, atau reaksi-reaksi lain yang terjadi.
16. Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang dimasukkan, jumlahnya, dan
waktu pemberian
136
Sistem Endokrin
9. Menggenggam pen insulin dengan ke-4 jari dan meletakkan ibu jari pada
ujung pen sebagai penekan plunger.
10. Menentukan lokasi penyuntikan.
11. Membersihkan lokasi suntikan dengan alkohol swab dan menunggu sampai
kering.
12. Fiksasi daerah suntikan dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk atau
mencubit 1 sampai 2 inci bagian kulit dan lemak dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk apabila pasien kurus.
13. Menusukkan jarum secara tegak lurus ke permukaan kulit dengan gerakan
cepat. Memastikan jarum sudah masuk sepenuhnya dan pertahankan posisi
tangan.
14. Tidak perlu dilakukan aspirasi
15. Menekan plunger pen dengan ibu jari sampai dengan skala unit kembali ke 0
(nol).
16. Membiarkan jarum tetap di kulit selama 10 detik.
17. Menarik jarum dari kulit.
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan
Mempersiapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke
dalam syringe, dengan cara sbb:
- Buka ampul (dipatahkan tutupnya) atau vial
(dibuka segel metalnya)
- Apabila obat ada dalam vial, lakukan asepsis tutup
vial bagian karet yang akan ditusuk.
- Kencangkan jarum dengan body syringe.
- Ambil obat sejumlah yang diperlukan, kemudian
apabila diperlukan, ganti jarum syringe dengan ukuran
jarum yang dikehendaki.
1.
- Buang gelembung udara dalam syringe (sampai
tidak ada gelembung dalam syringe dan cairan obat keluar
menetes dari ujung jarum). Pastikan bahwa jumlah obat
sesuai dengan yang akan disuntikkan. Bila masih kurang,
boleh diambil kembali ke dalam ampul/vial obat. Bila
berlebih, lebihan sebaiknya dibuang.
137
Blok 7
5.
138
Sistem Endokrin
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
identitas pasien, menjelaskan dan meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan
1.
Memeriksa ketersediaan alat dan memastikan insulin tidak
kadaluarsa.
Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Bila menggunakan insulin intermediate atau premixed,
posisikan pen secara horizontal, lalu memilin
2. pen dengan kedua telapak tangan atau mengayunkan pen
insulin sampai cairan insulin
tampak homogen.
Memasang jarum pada pen insulin setelah membersihkan
3.
karet pada ujung pen dengan alkohol swab.
Dengan posisi pen insulin terbalik, membuka tutup jarum,
4. lalu memutar 1-2 unit dan menekan plunger pen untuk
membuang gelembung udara dalam cartridge pen insulin.
5. Memutar sejumlah dosis sesuai dengan yang diperlukan.
Menggenggam pen insulin dengan ke-4 jari dan meletakkan
6. ibu jari pada ujung pen sebagai
penekan plunger.
Menentukan lokasi penyuntikan.
7.
139
Blok 7
Referensi :
PB IDI. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer. Hal 250-1. 2017
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam. Kolegium Ilmu
Penyakit Dalam 2017.
140
Sistem Endokrin
Tujuan:
1. Melakukan pemeriksaan fisik gejala hipertiroid dan hipotiroid
2. Melakukan pemeriksaan kelenjar tiroid
3. Menilai pembesaran kelenjar tiroid
Teknik Keterampilan
1. Ucapkan salam, perkenalkan diri, pastikan identitas pasien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien.
3. Persilakan pasien untuk duduk di kursi pemeriksaan
4. Lakukan cuci tangan.
5. Pengukuran suhu tubuh:
a. Siapkan termometer (air raksa atau digital, dll).
b. Bersihkan termometer dengan kapas alkohol.
c. Pastikan ketiak tidak basah agar tidak terjadi kesalahan dalam hasil
pemeriksaan suhu.
d. Selipkan di ketiak dan tunggu selama 10 menit (pada termometer digital
sampai berbunyi).
e. Lakukan pembacaan hasil pengukuran suhu pada termometer.
Demam atau pireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal.
Hiperpireksia adalah peningkatan suhu tubuh diatas 41,1 oC. Hipotermia
adalah penurunan suhu tubuh abnormal dibawah 35°C per rektal.
Penyebab utama hipotermia adalah paparan terhadap dingin. Penyebab
predisposisi lain termasuk menurunnya pergerakan seperti pada
paralisis, vasokonstriksi seperti pada sepsis, konsumsi alkohol berlebih,
kelaparan, hipotiroidisme dan hipoglikemia.
f. Bersihkan kembali termometer dengan kapas alkohol.
6. Pemeriksaan fisik inspeksi dan palpasi kulit
a. Lihat dan rasakan apakah kulit pasien kering atau banyak keringat.
b. Periksa suhu dengan menggunakan punggung jari tangan.
c. Rasakan dan nilai kelembutan atau kekerasan kulit pasien.
Kulit kering, keras dan dingin pada hipotiroid, kulit seperti beludru pada
hipertiroid.
141
Blok 7
c. Lakukan palpasi menggunakan dua tangan pada leher pasien dari arah
belakang, dengan posisi jari telunjuk berada tepat di bawah tulang
krikoid.
d. Minta pasien untuk menelan untuk merasakan pergerakan isthmus tiroid.
e. Menggunakan tangan kiri, dorong trakea ke arah kanan, kemudian
menggunakan tangan kanan, lakukan palpasi lateral tiroid lobus kanan,
tentukan batasnya.
142
Sistem Endokrin
Referensi :
PB IDI. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer. Hal 250-1. 2017
143
Blok 7
Check List
Pemeriksaan Glandula Tiroid dan Pemeriksaan Fisik Umum Penyakit Tiroid
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, perkenalkan diri,
pastikan identitas pasien
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada
1. pasien.
Mempersilakan pasien untuk duduk di kursi
pemeriksaan
Mencuci tangan.
Pengukuran suhu tubuh:
a. Menyiapkan termometer (air raksa atau digital, dll).
b. Membersihkan termometer dengan kapas alkohol.
c. Memastikan ketiak tidak basah agar tidak terjadi
kesalahan dalam hasil pemeriksaan suhu.
2. d. Menyelipkan termometer di ketiak dan tunggu selama
10 menit atau sampai berbunyi pada termometer
digital.
e. Melakukan pembacaan hasil pengukuran suhu pada
termometer.
f. Membersihkan kembali termometer dengan kapas
alkohol.
Pemeriksaan fisik inspeksi dan palpasi kulit
a. Melihat dan rasakan apakah kulit pasien kering atau
banyak keringat.
3 b. Memeriksa suhu dengan menggunakan punggung jari
tangan.
c. Merasakan dan nilai kelembutan atau kekerasan kulit
pasien.
Pemeriksaan inspeksi kelopak mata
4 Nilai kelopak mata pasien, apakah ada terdapat edema
palpebra, difus
Pemeriksaan gerakan involunter Memperhatikan apakah
5
terdapat tremor pada telapak tangan pasien.
Pemeriksaan inspeksi leher Memperhatikan apakah leher
6
simetris atau terdapat benjolan.
Pemeriksaan kelenjar tiroid
a. Pemeriksa berdiri tepat di belakang pasien.
b. Meminta pasien untuk sedikit menunduk supaya otot-
7 otot sternokleidomastoideus rileks.
c. Melakukan palpasi menggunakan dua tangan pada
leher pasien dari arah belakang, dengan posisi jari
telunjuk berada tepat di bawah tulang krikoid.
144
Sistem Endokrin
145
Blok 7
Anamnesis
Daniel W/ Yenni Limyati
Identitas :
Nama: Ny Betty ;
Usia : 62 tahun ;
Pekerjaan: pensiunan kepala cabang Bank ;
Status: Menikah ;
Alamat: Sukakarya 5 Bandung
Anamnesis
Keluhan Utama : lemas badan Riwayat Penyakit Sekarang
Lemas badan dirasakan sejak 3 bulan terakhir ini. Tetapi merasa nafsu makan
meningkat sehingga banyak makan dan tidur juga banyak karena merasa lemes.
BAK sering sekali kadang sampai 8x tiap malam, Pasien merasa tiap hari
banyak minum.
Penderita menyangkal adanya gelisah ,keringatan dingin, debar2 , nyeri dada
maupun demam .
Saat sakit ini berat badan turun sampai 5kg dalam 2 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu; belum pernah sakit seperti ini; Riwayat tekanan darah
tinggi disangkal.
Riwayat berobat saat ini: pasien belum pernah berobat
Riwayat penyakit keluarga : ibunya sakit seperti ini
Riwayat Kebiasaan : suka sekali makan ice cream dan coklat
146
Sistem Endokrin
Anamnesis Sistem
Cerebrospinal: Demam (-), nyeri kepala (-), pusing (-), pingsan (-)
Respirasi: Sesak nafas (-), Batuk (-), pilek (-)
Digesti: Mual (-), Muntah (-), Nafsu makan menurun (-), Nyeri perut (-), BAB
tidak jelas kelainan , penurunan BB (+) 5 kg sejak 2 bulan ini.
UGT: BAK (-)
Musculoskeletal: Lemas (+), nyeri sendi (-)
Integumentum: kulit suka gatal
Pemeriksaan Fisik
KU : CM, sakit sedang
TTV : T 130/90 mmHg ; Nadi 84x/menit ; resp : 20x/menit ; S :37o C
BB : 70 Kg ; TB : 155 cm à IMT : 29.1 kg/m2 ; Lingkar pinggang : 88 cm
Kepala : - Mata : Conjunctiva palpebrae tidak anemis & sclera tidak
icterik .
- Mulut : Bibir, lidah, dan mukosa mulut dalam batas
normal.
Leher : Kelenjar tiroid dalam batas normal, tidak ditemukan
pembesaran KGB. JVP dalam batas normal
Thorax : - Inspeksi : Bentuk dan Pergerakan : simetris.
- Perkusi : Cor & Pulmo dalam batas normal.
- Auskultasi : * Cor bunyi jantung murni, murmur (-).
* Pulmo : VBS kanan = kiri, ronchi -/-
wheezing-/- .
Abdomen : - Inspeksi cembung, soepel, dan tak ada nyeri tekan.
- Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba, pada perkusi
ruang traube timpani.
Extremitas : Reflek KPR +/+ N , APR+/+ N,
tes sensorik dalam batas normal, oedem (-)
Integumen : tampak banyak scratch-mark.
Hasil Urinalisis :
o Makroskopik :
* Warna : kuning
* Bau : urine
147
Blok 7
* Kejernihan : keruh
* BJ : 1,025
* pH 6
* Protein : negatif
* Glukosa : ++
* Nitrit : negatif
* Bilirubin : negatif
* Urobilinogen : positif / < 1
* Keton : negatif
o Mikroskopik :
** Eritrosit : 1 -2 / lpb.
** Leukosit : 2 - 5 / lpb.
** Epitel : 20 - 25 / lpb.
** Silinder : negatif
** Kristal : negatif
** Bakteri : negatif
Diagnosis Banding :
o Suspek DM tipe 2.
o Suspek DM tipe 2 dengan hipoglikemi
Prognosis ;
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
148
Blok 8
Tujuan
1. Menilai ukuran dan kontur ginjal
2. Menilai adanya proses inflamasi pada ginjal
3. Menilai kemungkinan terdapat batu dan pielonefritis
4. Menilai tinggi kandung kemih di atas simfisis pubis
Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan.
2. Posisikan pasien berbaring dengan rileks.
3. Ekspos bagian abdomen dari daerah prosesus xipoideus sampai dengan
simpisis pubis.
4. Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien. Untuk melakukan palpasi ginjal
kiri, pemeriksa sebaiknya berdiri di sisi kiri pasien.
5. Pemeriksaan palpasi bimanual ginjal kiri: Letakkan tangan kanan di bawah
pinggang pasien tepat di bawah kosta ke-12 dan jari-jari tangan
menyentuh sisi bawah sudut kostovertebra. Kemudian dorong ginjal ke
arah anterior.
6. Tangan kiri diletakkan di kuadran kiri atas abdomen, lateral terhadap m.rectus
abdominis
7. Minta pasien untuk bernapas dalam, saat pasien inspirasi maksimal, tekan
abdomen tepat di bawah kosta untuk menilai ginjal, saat ginjal ada di
antara kedua tangan pemeriksa. Nilai ukuran dan kontur ginjal.
8. Kemudian minta pasien untuk menghembuskan napas perlahan sambil
tangan pemeriksa dilepaskan secara perlahan.
9. Lakukan cara yang sama untuk menilai ginjal kanan, dengan pemeriksa
berdiri di sisi sebelah kanan pasien.
150
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
Referensi
Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physical Examination and History
Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China, h. 343.
Douglas, G et al 2013, Macleod’s Clinical Examination, 13th edition, Churchill Livingstone
Elsevier, China, p.205
Epstein O et al 2003, Clinical Examination, 3th edition, Mosby, Edinburgh, p.200-201
151
Blok 8
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, memastikan
1. identitas pasien, menjelaskan prosedur dan tujuan
pemeriksaan:
Menilai ukuran dan kontur ginjal
2. Posisikan pasien berbaring dengan rileks.
Ekspos bagian abdomen dari daerah prosesus xipoideus sampai
3.
dengan simpisis pubis.
Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien. Untuk melakukan
4.
palpasi ginjal kiri, pemeriksa berdiri di sisi kiri pasien.
Palpasi bimanual ginjal kiri: Letakkan tangan kanan di bawah
pinggang pasien tepat di bawah kosta ke-12 dan jari-jari
5.
tangan menyentuh sisi bawah sudut kostovertebra. Kemudian
dorong ginjal ke arah anterior.
Tangan kiri diletakkan di kuadran kiri atas abdomen. lateral
6.
terhadap m.rectus abdominis.
Minta pasien untuk bernapas dalam, saat pasien inspirasi
maksimal, tekan abdomen tepat di bawah kosta untuk
7.
menilai ginjal, saat ginjal ada di antara kedua tangan
pemeriksa. Nilai ukuran dan kontur ginjal.
Minta pasien untuk menghembuskan napas perlahan sambil
8.
tangan pemeriksa dilepaskan secara perlahan
Lakukan cara yang sama untuk menilai ginjal kanan, pemeriksa
9.
berdiri di sisi sebelah kanan pasien.
Penilaian Tinggi Kandung Kemih
10. Pasien dalam posisi berbaring.
Lakukan palpasi di atas simfisis pubis, kemudian perkusi
11. mulai dari umbilicus sejajar dengan pubis untuk menentukan
seberapa tinggi kandung kemih di atas simfisis pubis.
12.
Pemeriksaan Nyeri Ketok Ginjal
Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berdiri di sisi ginjal yang
13.
akan di periksa.
14. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan.
Letakkan tangan kiri di sudut kostovertebra, Lakukan perkusi
dengan mengepalkan tangan kanan untuk memberi pukulan
15.
dengan kekuatan sedang di atas tangan kiri di pinggang
pasien.
TOTAL SKOR
152
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
Teknik Tindakan
1. Lakukan informed consent kepada pasien (mengenai cara atau tindakan yang
akan dilakukan, risiko dari tindakan ini, dan penanganan pasca tindakan)
2. Apabila pasien sudah setuju, maka pasien diminta untuk berbaring dan
melepaskan pakaian bagian bawah
3. Cucilah tangan menggunakan sabun dan air mengalir.
4. Persiapkan alat dan bahan steril dalam bak steril menggunakan kohren tang
(termasuk mengeluarkan kateter & urine bag , serta mengisi spuit 10 cc
dengan akua steril/ NaCl, spuit jelly dari bungkusnya).
5. Menggunakan sarung tangan steril
6. Lakukanlah tindakan aseptik – antiseptik menggunakan povidon iodine 10% :
Untuk laki-laki : ostium uretrae externa, seluruh penis, daerah skrotum,
dan perineum
Untuk wanita : labia mayora, ostium uretrae externa, sampai perineum
7. Melakukan pemasangan doek bolong
8. Masukkan jelly ke uretra (apabila menggunakan spuit jelly) dan tutup ostium
agar jelly tidak keluar atau oleskan jelly di bagian ujung kateter (bila
153
Blok 8
menggunakan tube).
9. Ambil kateter dengan memegang ujung kateter dengan pinset. Lubang
pangkal kateter dialasi oleh nierbekken.
10. Masukkan kateter secara perlahan.
Pada laki-laki : posisikan penis tegak lurus saat memasukkan kateter. Saat
terasa tahanan, pasien diminta untuk menarik napas dalam dan posisikan
penis mendatar. Kemudian masukkan kembali kateter hingga melewati
bagian tersebut.
Pada wanita : masukkan kateter ke dalam o.uretra externa perlahan-lahan
11. Dari pangkal kateter akan keluar urin yang menunjukkan bahwa kateter
sudah masuk ke kandung kemih.
12. Pasangkan klem pada daerah pangkal kateter, kemudian masukkan kateter
kembali hingga batas percabangan pangkal kateter.
13. Masukkan 10 cc NaCl atau aqua steril menggunakan spuit tanpa jarum, melalui
cabang untuk mengembangkan balon kateter.
14. Lakukan penarikan kateter agar kateter tertahan.
15. Lepaskan doek steril
16. Pastikan urine bag dalam keadaan tertutup rapat.
17. Hubungkan jalur output kateterdengan urine bag.
18. Lakukan fiksasi pada paha atau inguinal.
19. Lepaskan klem dari pangkal kateter, dan gantungkan urine bag pada sisi bed.
Referensi
PPK Ketrampilan Klinis IDI
S. Vahr, H. Cobussen-Boekhorst et al. Catheterisation – Urethral intermittent in adults
– Dilatation, urethral intermittent in adults. EAUN Good Practice in Health Care.
2013.
http://www.osceskills.com/e-learning/subjects/urethral-catheterisation-male/
154
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3
Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
Menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang
1. akan dilakukan dan meminta persetujuan
Meminta pasien berbaring dan melepaskan pakaian
bawah, kemudian mencuci tangan
Mempersiapkan peralatan (dipisah antara alat steril dan
non steril)
2.
Untuk laki-laki (menggunakan kapas lidi)
Untuk wanita (menggunakan kasa steril)
Lakukanlah tindakan aseptik – antiseptik
menggunakan povidon iodine 10% :
o Untuk laki-laki : ostium uretrae externa, seluruh
penis, daerah skrotum, dan perineum
o Untuk wanita : labia mayora, ostium uretrae externa,
3. sampai perineum
Lakukan pemasangan doek bolong
Masukkan jelly ke uretra (apabila menggunakan spuit
jelly) dan tutup ostium agar jelly tidak keluar atau
oleskan jelly di bagian ujung kateter (bila
menggunakan tube).
Ambil kateter dengan memegang ujung kateter dengan
pinset. Lubang pangkal kateter dialasi oleh nierbekken.
Masukkan kateter secara perlahan.
o Pada laki-laki : posisikan penis tegak lurus saat
memasukkan kateter. Saat terasa tahanan, pasien
diminta untuk menarik napas dalam dan posisikan
4. penis mendatar. Kemudian masukkan kembali
kateter hingga melewati bagian tersebut.
o Pada wanita : masukkan kateter ke dalam o.uretra
externa perlahan-lahan
Dari pangkal kateter akan keluar urin yang
menunjukkan bahwa kateter sudah masuk ke kandung
kemih
Pasangkan klem pada daerah pangkal kateter,
kemudian masukkan kateter kembali hingga batas
percabangan pangkal kateter.
5. Masukkan 10cc NaCl atau aqua steril menggunakan
spuit tanpa jarum, melalui cabang untuk
mengembangkan balon kateter.
Lakukan penarikan kateter agar kateter tertahan.
155
Blok 8
7.
Bereskan peralatan yang telah digunakan dan buang
sisa bahan ke tempat sampah yang sesuai
Cuci tangan kembali menggunakan sabun dan air
mengalir
20
156
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
Pemasangan Infus
Tingkat Keterampilan: 4A
Julia Windi G.
Teknik Tindakan
1. Jelaskan prosedur sebelum melakukan dan berikan penyuluhan jika
diperlukan kepada ibu/keluarga pasien
2. Berikan instruksi tentang perawatan dan keamanan IV.
3. Persiapkan alat dan bahan seperti tiga buah potongan plester sepanjang 2,5
cm. Belah dua salah satu plester sampai ke bagian tengah, jarum bersayap
atau kateter 21/ 23G, kapas alkohol atau antiseptik dan bidai kecil untuk
anak
4. Sambungkan cairan infus dengan infus set terlebih dahulu dan periksa
tidak ada udara pada infus set
5. Minta asisten untuk membendung aliran vena di proksimal tempat insersi
dengan genggamannya
6. Cuci tangan 7 langkah dan gunakan sarung tangan
7. Pilih vena yang akan dilakukan pemasangan, untuk anak-anak
lakukan teknik transiluminasi untuk mendapatkan vena
8. Dengan kapas alkohol atau antiseptik yang tepat, bersihkan tempat insersi
dan biarkan hingga mengering
9. Masukkan kateter ke vena sejajar dengan bagian terlurus vena, tusuk kulit
dengan sudut 30-45 derajat, setelah keluar darah pada ujung kateter, tarik
sedikit jarum pada kateter, dorong kateter sampai ujung, dan ditekan ujung
kateter dengan 1 jari
10. Sambungkan kateter dengan cairan infus
11. Lakukan fiksasi dengan plester atau ikat pita
12. Pasang bidai pada lengan dengan posisi yang nyaman
13. Lakukan monitoring kelancaran infus
(tetesan, bengkak atau tidaknya tempat insersi)
14. Mencatat waktu, tanggal dan pemasangan ukuran kateter
157
Blok 8
Analisis/ Interpretasi
Infeksi superfisial pada kulit tempat pemasangan kanul merupakan
komplikasi yang paling umum. Infeksi bisa menyebabkan tromboflebitis yang
menyumbat vena dan menimbulkan demam. Kulit sekelilingnya akan memerah
dan nyeri. Lepas kanul untuk menghindari risiko penyebaran lebih lanjut.
Kompres daerah infeksi dengan kain lembap hangat selama 30 menit setiap 6 jam.
Jika demam menetap lebih dari 24 jam, berikan antibiotik (yang efektif terhadap
bakteri stafilokokus)
Tujuan:
1. Mengetahui indikasi pemasangan infus intravena.
2. Melakukan pemasangan infus intravena dengan benar.
3. Melakukan penghitungan kebutuhan cairan terhadap seorang pasien dengan
benar.
158
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
b. Fiksasi : Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau
tercabut. Apabila kanula mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk
dinding vena bagian dalam sehingga terjadi hematom atau trombosis.
c. Pemilihan cairan infus : Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan
tujuan pemberian cairan.
d. Kecepatan tetesan cairan : Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka
tekanan dari luar ditinggikan atau menempatkan posisi cairan lebih tinggi
dari tubuh. Kantung infus dipasang ± 90 cm di atas permukaan tubuh, agar
gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan cairan cukup kuat sehingga cairan
masuk ke dalam pembuluh darah. Kecepatan tetesan cairan dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa volume
tetesan tiap set infus satu dengan yang lain tidak selalu sama dan perlu dibaca
petunjuknya.
e. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat
atau terlepas sambungannya.
f. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada
penggunaan kateter intravena berukuran kecil karena lebih mudah
tersumbat.
g. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau
159
Blok 8
mengalami spasme.
h. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah
terpasang.
Persiapan alat :
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit
selang infus untuk mengatur kecepatan tetesan
160
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
Persiapan penderita :
1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau orang tua penderita) mengenai tujuan dan
prosedur tindakan, minta informed consent dari pasien atau keluarganya.
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan infuse :
- Pilih lengan yang jarang digunakan oleh pasien (tangan kiri bila pasien
tidak kidal, tangan kanan bila pasien kidal).
- Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi.
- Lakukan identifikasi vena yang akan ditusuk.
Prosedur tindakan :
1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang
mudah dijangkau oleh dokter/ petugas.
- Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan sudah sesuai
dengan identitas atau kebutuhan pasien.
- Dilihat kembali keutuhan kemasan dan tanggal kadaluwarsa dari setiap
alat, obat dan cairan yang akan diberikan kepada pasien.
161
Blok 8
162
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir
keluar.
163
Blok 8
9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet)
kira-kira 1 cm ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum
agar jarum tidak melukai dinding vena bagian dalam. Dorong kateter vena
sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.
10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang
memfiksasi bagian proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang
berwarna putih ke dalam vena.
Gambar. Tarik stylet keluar, kemudian dorong seluruh bagian kateter ke dalam vena
11. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena.
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung
infus atau kantung darah.
164
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan
plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan
plester.
Gambar. Tutup dengan kassa steril, fiksasi dengan plester dan bidai
165
Blok 8
17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk) supaya
jarum tidak mudah bergeser.
18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam
sharp disposal (jarum tidak perlu ditutup kembali).
19. Bereskan alat-alat yang digunakan.
20. Cara melepas infus : bila infus sudah selesai diberikan, plester dilepas, jarum
dicabut dengan menekan lokasi masuknya jarum dengan kapas alkohol,
kemudian diplester.
Untuk tipe jarum yang bisa dilepas, sebaiknya hanya digunakan paling lama 72
jam, sedangkan bila jarum dan kateter menjadi satu hanya dianjurkan dipakai 48
jam, untuk selanjutnya diganti.
mL per jam = tetesan per menit x faktor tetesan faktor tetesan = 60/w
w = jumlah tetesan yang dikeluarkan oleh
infus set untuk mengeluarkan 1 mL cairan
Misalnya :
Infus set dapat mengeluarkan 1 mL cairan dalam 15 tetesan,
berarti faktor tetesan = 60/15 = 4.
Jadi bila infus set tersebut memberikan cairan dengan kecepatan 25 tetes per menit
berarti cairan yang masuk sebanyak 25 x 4 = 100 mL per jam.
166
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
Untuk berbagai infus set sudah ditentukan besarnya tetesan per mL seperti
tersebut di bawah ini :
Bila dalam infus set tidak disebutkan jumlah tetesan per mL berarti faktor
tetesannya = 4. Penghitungan jumlah tetesan per menit secara sederhana adalah :
1. Elektrolit :
- Larutan NaCl 0.9%
- Larutan Ringer
- Larutan Ringer Laktat
- Larutan Hartmann
- Larutan Darrow
- Larutan Na Laktat 1/6 molar
- Larutan NaHCO3 7.5% dan 8.4%
- Larutan Dialisis
167
Blok 8
3. Larutan Protein :
- Larutan L-Asam Amino 350 kcal
- Larutan L-Asam Amino 600 kcal, 500 kcal dengan Sorbitol
- Larutan L-Asam Amino 1000 kcal
4. Plasma Expander :
- Dextran 70
- Dextran 40
- Human Albumin 5%, 25%
- Human Plasma
1. Phlebitis
2. Hematoma
3. Ekstravasasi cairan, ditandai dengan :
- Aliran cairan melambat atau terhenti
- Pembengkakan, area yang mengalami pembengkakan berwarna lebih
pucat daripada area sekitarnya.
- Nyeri, nyeri tekan atau rasa terbakar di sekitar pembengkakan.
- Bila terjadi ekstravasasi cairan, pindahkan infus ke lokasi lain.
4. Infeksi lokal atau sistemik
5. Melukai serabut syaraf
6. Emboli udara : gejalanya adalah nyeri dada dan sakit kepala.
168
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
tindakan yang akan dilakukan
1.
Mempersilakan pasien berbaring di meja periksa
Posisi pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
Memeriksa dan mengidentifikasi vena lokasi
pemasangan infus
2. Mengecek dan mempersiapkan alat-alat yang diperlukan
Mempersiapkan cairan infus yang akan dimasukkan, pastikan
cairan tersebut belum kadaluarsa
Memasang infus set pada kantung infus dan memastikan tidak
ada udara dalam selang infus
Mencuci tangan dengan seksama/ 7 langkah
3.
Membendung lengan penderita bagian proksimal dengan
torniket sambil kembali mengidentifikasi vena lokasi
pemasangan infus dengan cara merabanya.
Mengenakan sarung tangan, kemudian melakukan
4.
desinfeksi daerah tempat suntikan.
Masukkan kateter ke vena sejajar dengan bagian terlurus vena,
tusuk kulit dengan sudut 30-45 derajat, setelah keluar darah
5.
pada ujung kateter, tarik sedikit jarum pada kateter, dorong
kateter sampai ujung, dan ditekan ujung kateter dengan 1 jari
Melepaskan torniket sambil menekan vena
di bagian proksimal
Memasang infus set atau blood set yang telah terhubung
6.
ujungnya dengan kantung infus.
Melonggarkan penjepit selang infus untuk melihat kelancaran
tetesan
Memfiksasi pangkal jarum pada kulit dengan plester
Memfiksasi jarum dan sebagian selang infus pada kulit dengan
plester (jika perlu dipasang spalk)
7. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan kebutuhan
Mahasiswa perlu mengetahui set infuse yang dipakai, 1 ml
setara dengan 20 tetes/menit untuk makro dan setara dengan
40 atau 60 tetes/menit tergantung pabrik (lihat petunjuk)
Membuang sampah pada tempatnya (bengkok) dan
8.
mengucapkan terima kasih pada pasien
TOTAL SKOR
Referensi :
1. Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam. Kolegium Ilmu Penyakit
Dalam 2017.
2. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Edisi ke 2. http://www.ichrc.org/a121-
memasang-kanul-vena-perifer. Diunduh pada tanggal 5 Agustus 2013
3. Dougherty L, Bravery K, Gabriel J, Kayley J, Malster M, Scales K, et al. Standards for infusion therapy
(third edition). Royal College of Nursing; 2010.
169
Blok 8
Anamnesis pada sistem urinarius atau saluran kemih dimulai dengan identitas
pasien (sesuai anamnesis pada blok 1-2 dan 3-4). Identitas pasien dapat dijadikan
bahan pertimbangan untuk menegakkan diagnosis.
Anamnesis jenis kelamin menjadi penting karena secara anatomis saluran
kemih pada pria dan wanita memiliki karakteristik yang berbeda. Pada pria
saluran kemih bersatu dengan sistem genitalia sehingga gangguan pada saluran
kemih dapat merupakan gejala dari gangguan pada sistem genitalia seperti prostat
yang mengelilingi uretra pars prostatika pada pria dan sering membesar pada
pria usia lanjut. Pekerjaan mungkin berhubungan dengan keluhan-keluhan di
daerah pinggang yang dapat merupakan gejala dari sistem urinarius ataupun
jaringan lain di atas maupun di sekitar ginjal. Status pernikahan juga penting,
terutama bagi wanita yang sedang baru menikah sering memiliki penyakit cystitis
atau wanita hamil sering memiliki keluhan sering berkemih dan rentan dengan
infeksi saluran kemih lainnya. Setelah menanyakan identitas pasien dilanjutkan
dengan menanyakan keluhan utama.
170
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
c. Anemia
Pucat (heteroanamnesis), malaise, fatique, lemah, letih, lesu, kurang
bersemangat.
d. Nyeri
Nyeri tumpul (viseral) pada pinggang atau punggung (ginjal dan
ureter), abdomen, suprapubic (vesica urinaria/kandung kemih) nyerinya
bersifat tumpul, tidak terlokalisasi, sensasinya seperti terbakar, seperti
diiris-iris/perih, melilit/ mulas, kram, dll .
Nyeri kolik di pinggang yang dapat menjalar hingga ke daerah lipat
paha dan scrotum pada pria atau labia mayora pada wanita sesuai
persarafan dermatomal.
Nyeri hebat dapat disertai mual, muntah, berkeringat, kegelisahan, dan
terlihat pucat (heteroenamnesis).
e. Penumpukan cairan
Penumpukan cairan dapat terjadi di di interstitial (edema) dan di
rongga anatomis efusi pleura, efusi perikardium dan asites dapat
menyebabkan keluhan sesak dan batuk, rasa tertekan di dada, perut
membesar dan terasa penuh, cepat kenyang, dll.
Edema dapat terjadi di periorbital seperti pada glomerulonefritis akut,
pada tungkai dan lengan, dan bahkan seluruh tubuh (oedem anasarka) pada
sindrom nefrotik.
f. Bau mulut
Bau keton, bau buah, bau amonia, dll
171
Blok 8
2. Gejala Sistemik
g. Penyakit pada traktus urinarius dapat menyebabkan gejala sistemik seperti
demam, menggigil, sampai pada penurunan kesadaran (koma uremikum).
Berat badan dapat meningkat pada keadaan edema khususnya pada
oedem anasarka, atau turun berat badan pada keganasan saluran kemih
3. Riwayat
a. Riwayat penyakit dahulu
- riwayat infeksi berulang pada saluran kemih atau urolitiasis berulang
(disuria)
- riwayat yang memiliki komorbiditas dengan penyakit ginjal
seperti darah tinggi (hipertensi) dan kencing manis (diabetes
melitus), hiperuricemia, obesitas, diare kronis atau diare akut dengan
dehidrasi berat, dll.
- trauma daerah abdomen, punggung, pinggang, atau penis
- riwayat perawatan, seperti hemodialisis, transplantasi ginjal,
pemasangan kateter dll.
b. Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat urolitiasis atau penyakit komorbiditas di keluarga (DM,
hipertensi, hiperurisemia, dll)
c. Riwayat kebiasaan
- Kebiasaan minum sedikit atau banyak (sering haus) berhubungan
dengan frekuensi, volume dan warna urine
- Kebiasaan sering menahan berkemih merupakan predisposisi
urolithiasis dan infeksi saluran kemih (ISK)
- Minum kopi, teh dalam jumlah banyak, coklat mengandung kafein
yang memiliki efek diuretik
- Makan makanan atau minuman yang mempengaruhi warna urine,
teh, dll
- Makan makanan yang merupakan predisposisi urolitiasis : jengkol,
172
Sistem Urinarius dan Cairan Tubuh
Referensi
Jonathan Gleadle. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. 2007. Jakarta : Erlangga
Buku saku Bates
Mayo clinic urine odor Mayo clinic urine colour
173
Blok 8
Skor
No Kriteria
0 1 2 3
- Salam dan perkenalan
1.
- Menjelaskan maksud dan tujuan anamnesis
Menanyakan identitas pasien jenis kelamin, pekerjaan,
2.
status pernikahan
Menanyakan gejala BAK :
3
- berapa lama (durasi). frekuensi, volume,
Disuria
- di awal, di tengah atau akhir berkemih
4
- faktor yang memperberat
- faktor yang memperingan
Menanyakan
5 - Warna urine dan
- Bau urine
Gejala tambahanberkemih : Urgensi, inkontinensia,
hesistansi, intermitensi, dribbling, straining, retensi urin,
6
pancaran urin jadi lemah, pancaran urine lemah
(menyebutkan 1 skor = 1, 2 = 2, 3 = 3)
- Menanyakan gejala uremia dan asidosis :
(mual, muntah, gatal dan pigmentasi kulit, penurunan
kesadaran, sesak nafas)
7 - Menanyakan gejala anemia : Lemah, letih, lesu, lunglai,
kurang besemangat, pucat
- gejala penunpukan cairan ( sesak, terasa penuh, batuk,
edema )
Nyeri
- lokasi
8
- penjalaran
- sifat nyeri (tumpul, tajam, berdenyut, dll)
Gejala sistemik :
- demam dan menggigil
9
- berat badan meningkat atau menurun
- edema anasarka
RPD: riwayat urolitiasis, hipertensi, DM, hiperuricemia,
obesitas, diare
10
RPK : urolitiasis, DM, hipertensi, hiperurisemia Riwayat
pengobatan : diuretik, antikoagulan, antibiotik
Riwayat kebiasaan : Minum
11 Makanan
Kebiasaan berkemih
TOTAL SKOR 33
174
196