Anda di halaman 1dari 53

PANDUAN PRAKTIKUM

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI


KASUS UMUM

Semester GENAP TA 2019/2020

PENYUSUN

dr. Joko Murdiyanto, Sp.An.,MPH


dr. Hendi Prihatna, Sp.An
Raden Sugeng Riyadi, SST., M.Psi

NAMA : ……………..………………….……..

NIM : ……………..…………………..……..

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘ASIYIYAH YOGYAKARTA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

PANDUAN PRAKTIKUM
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI UMUM
SEMESTER GENAP 2019/2020

Buku Panduan Praktikum Asuhan Keperawatan Anestesi Umum ini digunakan sebagai
Panduan dalam Pelaksanaan praktikum pada Semester IV

TA 2019/2020
Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Yogyakarta, 14 Agustus 2019


DISETUJUI OLEH DISUSUN OLEH
TIM PENYUSUN

ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Alhamdulillahirobbil’alaamiin segala puji syukur bagi Allah atas segala nikmat yang selalu
dilimpahkan kepada hamba-hambaNya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikut beliau yang istiqomah sampai
akhir nanti, Aamiin
Buku panduan Praktikum Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus Umum ini disusun sebagai
acuan proses pembelajaran praktikum MK Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus Umum di Prodi
Keperawatan Anestesiologi. Dalam buku panduan ini dijelaskan mengenai berbagai prosedur
keterampilan yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan digunakan oleh
mahasiswa di semester IV.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini, untuk itu kritik dan saran
terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi maanfaat
bagi mahasiswa Prodi Keperawatan Anestesiologi khususnya dan bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
buku panduan ini. Semoga buku panduan ini dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran
Mata Kuliah Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus Umum serta dapat mendukung tercapainya
kompetensi dasar penata anestesi.

Yogyakarta, Februari 2019

Penulis

Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iv
BAB I. VISI, MISI, DAN TUJUAN.................................................................................... 1
BAB II. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................. 2
B. Deskripsi Mata Kuliah................................................................................................. 2
C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah ............................................................................ 3
D. Bahan Kajian ............................................................................................................... 3
E. Deskripsi Pembelajaran ............................................................................................... 4
F. Keperasatan/Pre Assessment ....................................................................................... 8
G. Penilaian ...................................................................................................................... 8
H. Sarana Penunjang ........................................................................................................ 8
I. Tata Tertib ................................................................................................................... 8
BAB II. MATERI PRAKTIKUM
A. Keterampilan 1 Kunjungan Pra Anestesi.......................................................................... 9
B. Keterampilan 2 Pengukuran Snellen Chart ...................................................................... 11
C. Keterampilan 3 Pemberian Obat Pereda Nyeri Intravena ................................................ 13
D. Keterampilan 4 Menghitung Kebutuhan Cairan Operasi ...................................................... 16
E. Keterampilan 5 Pemasangan Alat Nebulizer .................................................................... 23
F. Keterampilan 6 Pencegahan Hipotermi Pasca Anestesi ................................................... 28
G. Keterampilan 7 Perawatan ETT........................................................................................ 30
H. Keterampilan 8 Pemeriksaan Head To Toe Pre Anestesi ................................................. 35
I. Keterampilan 9 Penghisapan lendir (suction) ................................................................... 40
J. Keterampilan 10 Intubasi Anak (jackson rees) ................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 48

iv
BAB I

VISI, MISI, TUJUAN PROGRAM STUDI

A. VISI KEILMUAN
Menjadi Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan, pilihan dan
unggul dalam penerapan kesehatan bencana berdasarkan nilai–nilai Islam Berkemajuan
B. MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan, penelitan, pengadian kepada masyarakat dalam bidang
Keperawatan Anestesiologi dengan keunggulan kesehatan bencana berdasarkan nilai-nilai
Islam Berkemajuan.
2. Menyelenggarakan kajian dan pemberdayaan perempuan bidang Keperawatan anestesiologi
dalam kerangka Islam Berkemajuan
3. Menerapkan ilmu kesehatan bencana.
C. TUJUAN
1. Menghasilkan lulusan Diploma 4 Keperawatan Anestesiologi yang berakhlak mulia,
menguasai ilmu pengetahuan dan Keperawatan Anestesiologi, profesional, berjiwa
entrepreneur, dan menjadi kekuatan penggerak (driving force) dalam memajukan
kehidupan bangsa.
2. Menghasilkan karya-karya ilmiah dalam bidang Keperawatan Anestesiologi yang
menjadi rujukan dalam pemecahan masalah.
3. Menghasilkan karya inovatif dan aplikatif dalam bidang Keperawatan Anestesiologi
yang berkontribusi pada pemberdayaan dan pencerahan.
4. Menghasilkan pemikiran Islam Berkemajuan dalam bidang Keperawatan
Anestesiologi sebagai penguat moral spiritual dalam implementasi Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
5. Menghasilkan praksis pemberdayaan perempuan di bidang Keperawatan
Anestesiologi berlandaskan nilai-nilai Islam Berkemajuan.

1
BAB II
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus Umum merupakan salah satu mata kuliah di Program Studi
Keperawatan Anestesiologi yang ditempuh mahasiswa pada semester keempat. Mata Kuliah ini
membahas Mata Kuliah ini membahas Kunjungan Anestesi, Pengukuran snellen chart, Pemberian
obat pereda nyeri intravena, Penghitungan kebutuhan cairan operasi, Pemasangan alat nebulizer,
Pencegahan hipotermia pasca operasi, Perawatan ETT , Pemeriksaan head to toe pre anestesi,
Penghisapan lendir (suction), Intubasi anak dan jackson rees
Beberapa firman Allah sebagai rujukan dalam melakukan asuhan keperawatan anestesiologi:
1. QS Yunus ayat 57

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman." (QS. Yunus: 57)
2. Al-Isra ayat Ayat 82

"Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang
zalim selain kerugian." (QS. Al-Isra: 82)

B. DESKRIPSI MATA KULIAH


Asuhan Keperawatan Anestesi Umum merupakan salah satu mata kuliah di Program Studi
Keperawatan Anestesiologi yang ditempuh mahasiswa pada semester keempat. Mata Kuliah ini
membahas Mata Kuliah ini membahas Mata Kuliah ini membahas Kunjungan Anestesi, Pengukuran
snellen chart, Pemberian obat pereda nyeri intravena, Penghitungan kebutuhan cairan operasi,
Pemasangan alat nebulizer, Pencegahan hipotermia pasca operasi, Perawatan ETT , Pemeriksaan head
to toe pre anestesi, Penghisapan lendir (suction), Intubasi anak dan jackson rees. Modul ini
diperuntukkan bagi mahasiswa Prodi Anestesiologi Program Studi Sarjana Terapan Anestesiolgi
Semester IV. Modul ini memberikan pengalaman belajar sebanyak 5 sks dengan rincian: 1 SKS Teori
(7x2x50 menit), 1 SKS Tutorial (7x2x50 menit) dan 3 sks praktikum (3 X 14 X 170 menit) yang
ditempuh melalui 42 x pertemuan. Pengalaman belajar meliputi kuliah teori tatap muka, diskusi,
penugasan, praktikum skill lab UNISA.

2
C. CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH
1. CAPAIAN PEMBELAJARAN SIKAP
Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki nasionalisme serta rasa
tanggungjawab pada negara dan bangsa (S3)
Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan, serta pendapat atau
temuan orisinal orang lain (S6)
Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik (S9)
Memiliki sikap mandiri, fleksibilitas dan persisten (SU15)
2. CAPAIAN PEMBELAJARAN PENGUASAAN PENGETAHUAN
Menguasai teknik asuhan keperawatan anestesi, preanestesi, intraanestesi, pascaanestesi,
manajemen nyeri, kegawatdaruratan dan kritis, serta managemen bencana. (PP14).
Menguasai teknik asuhan keperawatan anestesi pada berbagai gangguan sistem tubuh, asuhan
keperawatan anestesi di luar kamar operasi dan asuhan keperawatan anestesi di luar rumah sakit.
(PP15).
3. CAPAIAN PEMBELAJARAN KETRAMPILAN UMUM
Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, inovatif, bermutu, dan terukur dalam melakukan
pekerjaan yang spesifik di bidang keperawatan anestesi serta sesuai dengan standar kompetensi kerja
bidang keperawatan anestesi (KU10)
4. CAPAIAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KHUSUS
Mampu melakukan pelayanan Asuhan Keperawatan anestesi dengan menerapkan pengetahuan dan
teknologi dalam bidang kepeawatan anestesiologi pada preanestesi, intraanestesi, pascaanestesi,
kegawatdaruratan dan kritis dan menagemen nyeri sesuai dengan kewenangannya (KK5)
D. BAHAN KAJIAN
1. Praktikum Kunjungan Anestesi
2. Praktikum Pengukuran snellen chart
3. Praktikum Pemberian obat pereda nyeri intravena
4. Praktikum Penghitungan kebutuhan cairan operasi
5. Praktikum Pemasangan alat nebulizer
6. Praktikum Pencegahan hipotermia pasca operasi
7. Praktikum Perawatan ETT
8. Praktikum Pemeriksaan head to toe pre anestesi
9. Praktikum Penghisapan lendir (suction)
10. Praktikum Intubasi anak dan jackson rees

3
OPIC TREE (BAHAN KAJIAN) ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI UMUM

E. DESKRIPSI PROSES PEMBELAJARAN


A. Kuliah Teori.
Kuliah teori dasar untuk untuk memahami konsep Asuhan keperawatan anestesiologi
pada kasus obstetrik dan ginekolog, Asuhan Keperawatan anestesiologi pada kasus bedah
syaraf, Asuhan Keperawatan anestesiologi pada kasus sistem penginderaan: bedah mata dan
bedah THT, Asuhan Keperawatan anestesiologi pada kasus sistem penginderaan: bedah gigi
dan mulut, Asuhan Keperawatan anestesiologi pada kasus bedah onkologi, Asuhan
Keperawatan anestesiologi pada kasus bedah abdominal, Asuhan keperawatan anestesi pada
kasus bedah urologi (transplantasi ginjal), Asuhan keperawatan anestesi pada pediatric, Asuhan
keperawatan anestesi pada kasus bedah ortopedi, Asuhan keperawatan anestesi pada geriatric
B. Kuliah E-Learning
Aktivitas perkuliahan dalam bentuk e-learning ini pembelajaran yang dilakukan secara virtual.
Dosen dan mahasiswa tidak harus bertatap muka secara langsung dikelas Kunjungan Anestesi,
Pengukuran snellen chart, Pemberian obat pereda nyeri intravena, Penghitungan kebutuhan
cairan operasi, Pemasangan alat nebulizer, Pencegahan hipotermia pasca operasi, Perawatan
ETT , Pemeriksaan head to toe pre anestesi, Penghisapan lendir (suction), Intubasi anak dan

4
jackson rees.
C. Praktikum
Mahasiswa akan melakukan praktik berupa demonstrasi, redemonstrasi dan evaluasi pada
materi yang telah ditentukan. Pada pembelajaran praktikum ini mahasiswa akan menggunakan
pantoum, untuk membudahkan dalam proses pembelajaran. Praktikum dilakukan di ruang
praktikum UNISA.
D. Tutorial
Tutorial merupakan salah satu kegiatan pada strategi pembelajaran dengan metode PBL
(Problem Based Learning). proses pembelajaran pada metode ini berpusat pada mahasiswa
(Student Center Learning). Materi yang akan di tutorialkan mengenai pertumbuhan dan
perkembangan pada anak balita. Manfaat metode PBL antara lain memberikan bantuan
mahasiswa simulasi berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna sehingga dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk melakukan analisis dan keterampilan mengatasi masalah,
selain itu juga membelajarkan mahasiswa perilaku dan keterampilan sosial sesuai peran orang
dewasa, meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim dan meningkatkan
kemampuan mahasiswa belajar aktif mandiri.
Proses tutorial dilaksanakan dengan menggunakan kelompok kecil yang terdiri dari 10-15
mahasiswa. Setiap mahasiswa secara bergiliran bertugas menjadi ketua, sekretaris dan anggota
kelompok. Dalam pelaksanaan diskusi tutorial, didampingi satu orang tutor sebagai fasilitator
yang akan membantu proses diskusi untuk mencapai tujuan belajar yang sudah ditentukan.
Adapun tugas dan fungsi masing-masing peran adalah:
1. Tutor:
1) Memotivasi semua anggota kelompok untuk berpartisipasi dalam diskusi
2) Membantu ketua dalam mempertahankan kedinamisan kelompok dan memanfaatkan
waktu sebaik-bainya
3) Mencegah side tracking
4) Memastikan bahwa kelompok telah mencapai learning objective atau tujuan belajar
sesuai yang diharapkan
5) Mengecek pemahaman peserta diskusi
6) Menilai penampilan peserta didik saat proses diskusi.
2. Ketua /chair:
1) Memimpin proses kerja kelompok
2) Meningkatkan seluruh kegiatan anggota tim untuk berpartisipasi dalam kelompok.
3) Mempertahankan kelompok agar tetap dinamis
4) Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya
5) Meyakinkan semua tugas kelompok sudah dikerjakan dengan baik
6) Meyakinkan bahwa sekretaris dapat mencatat hasil aktivitas kelompok dengan akurat

5
3. Sekretaris /scribe:
1) Mencatat point-point yang dibuat kelompok
2) Membantu kelompok
3) Berpartisipasi dalam diskusi
4) Mencatat semua sumber bacaan yang digunakan kelompok dalam berdiskusi
4. Anggota/ member:
1) Mengikuti setiap tahapan proses secara berurutan
2) Berpartisipasi dalam diskusi
3) Mendengarkan dan berkontribusi pada orang lain (kelompok)
4) Bertanya dengan pertanyaan terbuka
5) Meneliti atau melihat kembali semua tujuan belajar (learning objective)
6) Sharing informasi dengan teman lain
Dalam diskusi kelompok, mahasiswa diminta memecahkan masalah yang terdapat pada
skenario yaitu dengan mengikuti metode “Seven Jumps”, terdiri dari 7 langkah pemecahan
masalah yaitu:
Step 1 : Clarifying unfamiliar terms
Mengklarifikasi istilah atau konsep; istilah-istilah dalam scenario yang
belum jelas atau yang menyebabkan banyak interpretasi ditulis dan
diklarifikasi terlebih dahulu.
Step 2 : Problem definition
Masalah yang ada dalam scenario diidentifikasi dan dirumuskan dengan
jelas (bisa dalam bentuk pertanyaan)
Step 3 : Brainstorming
Pada langkah ini setiap anggota kelompok melakukan brainstorming
mengemukakan penjelasan tentative terhadap permasalahan yang
sudah dirumuskan di step 2 dengan menggunakan pre-exiting knowledge
Step 4 : Analyzing the problem
Mahasiswa memberikan penjelasan secara sistematis terhadap jawaban
pada step 3, bisa juga dengan saling menghubungkan antar konsep,
klasifikasikan jawaban atas pertanyaan, menarik kesimpulan dari
masalah yang sudah dianalisis pada step 3.
Step 5 : Formulating learning issues
Menetapkan tujuan belajar (learning objective); informasi yang
dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dirumuskan den disusun
secara sistemastis sebagai tujuan belajar
Step 6 : Self Study
Mengumpulkan informasi tambahan dengan belajar mandiri; kegiatan
mengumpulkan informasi tambahan dilakukan dengan mengakses
informasi dari internet, jurnal, perpustakaan, kuliah dan konsultasi
pakar.
Step 7 : Reporting
Mensintesis atau menguji informasi baru; mensintesis, mengevaluasi
dan menguji informasi baru hasil belajar setiap anggota kelompok.

Sedangkan teknis pelaksanaan kegiatan pembelajaran tutorial sebagai berikut:


1. Setiap skenario diselesaikan dalam satu minggu dengan 2 kali pertemuan

6
2. Step 1-5 dilaksanakan pada pertemuan pertama dihadiri oleh tutor
3. Step 6 dilaksanakan antara pertemuan pertama dan kedua, dengan belajar mandiri tanpa
kehadiran tutor
4. Step 7 dilaksanakan pada pertemuan kedua bersama dengan tutor
5. Pentingnya learning atmosphere : keterbukaan dan kebersamaan dalam belajar kelompok,
mahasiswa berperan aktif dalam setiap diskusi, bebas mengemukakan pendapat, tanpa
khawatir dianggap salah, diremehkan atau pendapatnya dinilai tidak bermutu oleh teman-
temannya.
E. Pembelajaran Mandiri
Aktivitas pembelajaran mandiri merupakan inti dari kegiatan pembelajaran yang didasarkan
pada paradigma pembelajaran mahasiswa aktif (student centered learning- SCL). Dalam hal
ini secara bertahap, mahasiswa dilatih dan dibiasakan untuk belajar secara mandiri (tidak harus
menunggu pemberian materi oleh dosen).
F. Kuliah dan Konsultasi Pakar
Kuliah diberikan dalam rangka penataan pengetahuan/informasi yang telah diperoleh oleh
mahasiswa. Kuliah pakar akan berhasil tepat guna apabila dalam saat itu-pertemuan mahasiswa
dengan pakar- mahasiswa aktif mengungkapkan hal-hal yang ingin dipahami. Selain itu
konsultasi dengan pakar juga bisa dilakukan, pada kesempatan ini, mahasiswa diberikan
kesempatan secara perorangan atau kelompok untuk mendiskusikan secara khusus mengenai
suatu informasi dengan pakar yang bersangkutan. Diharapkan mahasiswa akan mendapat
pemahaman yang lebih mantap sesuai dengan informasi yang didiskusikan.
G. Penugasan
Penugasan dilaksanakan pada materi yang diperlukan pembahasan lebih mendalam dengan
harapan mahasiswa memiliki waktu lebih banyak dengan belajar mandiri melalui berbagai
referensi.

F. KEPRASARATAN/PRE ASSESMENT
Mahasiswa harus mengikuti kegiatan KBM minimal:
A. Kuliah Teori 75%
B. Kuliah Praktikum 100%

G. PENILAIAN HASIL BELAJAR MAHASISWA


1. UTS (10%)
2. UAS (10%)
3. Tugas Terstruktur (20%)
4. Tutorial (20%)

7
5. Praktikum (40%)

KONVERSI PENILAIAN HASIL BELAJAR MAHASISWA


NO HURUF SKOR BOBOT KUALITATIF

1 A 80-100 4.00 Pujian (sangat baik)


2 A- 77-79 3.75 Lebih dari baik
3 AB 75-76 3.50
4 B+ 73-74 3.25
5 B 70-72 3.00 Baik
6 B- 66-69 2.75 Lebih dari cukup
7 BC 63-65 2.5
8 C+ 59-62 2.25
9 C 55-58 2.00 Cukup
10 C- 51-54 1.75 Hampir cukup
11 CD 48-50 1.50
12 D 41-47 1.00 Kurang
13 E ≤40 0.00 Sangat kurang

H. SARANA PENUNJANG
Sarana dan prasarana di kampus:

1. Ruang kuliah membutuhkan 1 ruang untuk klasikal

2. Ruang Praktikum

3. Perpustakaan

4. Hot spot

8
BAB III
MATERI

A. MATERI
KETERAMPILAN 1
KUNJUNGAN PRA ANESTESI

A. Uraian Materi
1. Pengertian
Suatu prosedur yang bertujuan untuk menilai dan mempersiapkan kondisi medis
pasien sebelum setiap tindakan anestesi. Semua pasien yang akan mendapatkan
pelayanan anestesi atau pemantauan selama tindakan.
2. Tujuan
a. Mengusahakan pasien dalam kondisi optimal pada saat menjalani tindakan
anestesi pembedahan
b. Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian selama tindakan anestesi dan
pembedahan
B. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal
akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam
materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah
mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh
dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi tersebut.
C. Prosedur Penilaian

Pencapaian Kompetensi
No Aspek yang dinilai
Ya Tdk K BK
1 Menyiapkan alat stetoskop, tensimeter, status rekam
medik pasien, yang disiapkan dari ruangan, timbangan
berat badan
2 Melakukan anamnesis (alloanamnese dan
autoanamnese), mengkaji data pasien :riwayat penyakit,
riwayat pengobatan, riwayat operasi
3 Melakukan pemeriksaan fisik :terutama fungsi dan
keadaan paru, jantung, ginjal, hepar, sistem syaraf, dan
vital sign dan mencatat dalam status rekam medik
pasien
4 Memotivasi pasien untuk berdoa atas operasi dan
pembiusan yang akan dilaksanakan
5 Memotivasi pasien untuk cukup puasa

9
6 Menganalisis data dan menentukan diagnosis atau
status fisik (klasifikasi ASA)
7 Mendiskusikan dengan dokter, operator/dokter anestesi,
sebagai penanggungjawab dan kolaborasi untuk
pelimpahan wewenang secara tertulis dan atau lisan.

Nilai akhir: Σ YA x 100 =


Σ item

10
KETERAMPILAN 2
Pengukuran Snellen Chart
A. Uraian Materi
1. Pengertian
Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan diukur menggunakan
menggunakan Snellen chart, kartu Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji
Sheridan/Gardiner. Snellen chart terdiri atas sederetan huruf dengan ukuran
yang berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar. Huruf yang
teratas adalah yang besar, makin ke bawah hurufnya akan semakin kecil.
Seseorang yang masih memiliki visus yang normal bisa melihat pada jarak 6
meter dari snellen chart tanpa alat bantu. Berarti kondisi visus pasien tersebut
adalah 6/6 (orang normal bisa melihat snellen pada jarak 6 meter, pasien juga
bisa melihat snellen chart pada jarak 6 meter) atau emetrop.
Penderita membaca Snellen chart dari jarak 6 m, karena pada jarak ini
mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi.
Jarak 6 m sama dengan 20 kaki,
Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan. Pembilang menunjukkan
jarak pasien dengan kartu, sedangkan penyebut adalah jarak pasien yang
penglihatannya masih normal bisa membaca baris yang sama pada kartu. Dengan
demikian dapat ditulis rumus:
V =d/D
Keterangan:

V = ketajaman penglihatan (visus)


d = jarak antara orang yang diperiksa dengan Snellen
Chart
D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal (ukuran
Snellen Chart)

2. Tahapan pemeriksaan visus pasien dengan Snellen


a. Menentukan jarak pasien dengan kartu snellen chart yang
b. ditempel di dinding dengan jarak 6 meter/20 kaki.
c. Posisikan juga pasien agar sejajar dengan Snellen Chart.
d. Pemeriksa melakukan tes visus pada mata kanan pasien terlebih dahulu.

11
e. Pemeriksa menyuruh pasien untuk menutup mata kiri pasien menggunakan
tangan pasien tanpa tekanan.
f. Lalu pemeriksa menunjuk huruf yang berada di baris paling atas pada
Snellen Chart.
g. Lalu seterusnya dilanjutkan ke baris yang lebih bawah sampai pada baris ketika
pasien sudah tidak mampu melihat huruf yang ada di Snellen Chart.
h. Pemeriksa mencatat urutan baris akhir yang bisa di baca oleh pasien.
i. Setelah pasien selesai dengan pemeriksaan mata kanan dan mencatat urutan
baris akhir yang dapat dilihat oleh pasien lalu dilanjutkan dengan mata kiri dan
mata sebelah kanan ditutupi oleh tangan tanpa tekanan.
j. Setelah itu lakukan pemeriksaan visus sesuai tahapan pemeriksaan yang
dilakukan pada mata kanan pasien.
k. Setelah itu pemeriksa juga melakukan pencatatan urutan baris akhir yang dapat
dilihat oleh pasien.
B. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal
akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam
materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah
mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh
dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi tersebut.

C. Prosedur Penilaian

12
KETERAMPILAN 3
Pemberian Obat Analgetik Melalui Threeway

A. Uraian Meteri
1. Pengertian
Penggunaan triway stopcock sangat penting pada tindakan operasi. Alat tersebut
dipasang pada tranfusi set, sehingga jika pasien memerlukan cairan infus dengan cepat,
maka cairan dapat dipompa melalui outlet triway stopcock ini.
2. Tujuan
Selain penggunaan untuk memompa cairan, triway stopcock juga berguna untuk
membuat percabangan infus set berikutnya. Infus set kedua ini dapat digunakan untuk
memberikan cairan yg berisi obat-obatan yang penggunaannya melalui drip infus, seperti
pemberian analgetika

B. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal akan
diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam materi
ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah mahasiswa per
kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang
kompeten terkait materi tersebut.

C. Prosedur Penilaian

NO ELEMEN ASPEK YANG DINILAI KOMPETEN KET

YA TDK

1 Melakukan 1.1. Salam terapeutik disampaikan pada


pengkajian pasien
kebutuhan 1.2. Adanya data pasien membutuhkan
pemberian obat tindakan pemberian obat analgeti
analgeti melalui triway
melalui triway

2 Melaksanakan 2.1. Handscoen


persiapan alat 2.2. Spuit steril 3 ml atau 5 ml atau sesuai
kebutuhan
2.3. Bak instrument
2.4. Kom berisi kapas alcohol

13
2.5.Perlak dan pengalas
2.6.Bengkok
2.7.Obat injeksi dalam vial atau ampul
2.8.Akuades
2.9. Daftar pemberian obat
2.10. Threway
2.11. Infus set
2.12. Cairan infus
2.13. IV cath
2.14. Plaster dan gunting
3 Melaksanakan 3.1.Melakukan verifikasi data sebelumnya
persiapan bila ada
pasien 3.1. Memastikan klien (nama, umur,
program)
3.2. Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik
3.3. Menjelaskan tujuan dan prosedur
tindakan pada klien dan keluarga
3.4. Menanyakan persetujuan dan kesiapan
klien sebelum pemeriksaan dilakukan
4 Melaksanakan 4.1..Petugas mempersiapkan peralatan ke
pemberian obat dekat pasien
analgetik 4.2. Petugas mengidentifikasi pasien dengan
melalui triway prinsip 6 B (Benar obat, dosis, pasien,
cara pemberian, waktu dan
dokumentasi)
4.3. Petugas memasang sampiran atau tutup
tirai untuk menjaga privasi pasien
4.4. Petugas mencuci tangan dengan baik
dan benar
4.5. Petugas memakai handscoon dengan
baik
4.6. Petugas memposisikan pasien
4.7.Petugas mematahkan ampul ( bila perlu
menggunakan kikir )
4.8. Petugas memasukkan obat kedalam
spuit sesuai dengan advice dokter
dengan teknik septik dan aseptic.
4.9. Petugas memasang pengalas dibawah
tangan pasien yang terpasang triway
4.10. Petugas melakukan desinfeksi
menggunakan kapas alkohol pada
daerah triway dan biarkan kering sendiri

14
4.11. Pastikan jalur triway tertutup yang
mengarah ke lubang pemmberian obat
4.12. Buka penutup triway
4.13. Petugas memasang spuit dengan
posisi tepat yaitu lubang jarum
menghadap keatas
4.14. Petugas melakukan aspirasi yaitu
tarik penghisap sedikit untuk memeriksa
apakah jarum sudah masuk kedalam
vena yang ditandai dengan darah masuk
kedalam tabung spuit ( saat aspirasi jika
ada darah berarti jarum telah masuk
kedalam vena
4.15. Tutup jalur triway yang mengarah ke
infus
4.16. Masukkan obat secara perlahan
4.17. Tutup kembali jalur triiway yang
mengarah ke lubang masuknya obat
4.18. Petugas meleas spuit dari triway
4.19. Triway ditutup kembali
4.20. Petugas merapikan pasien dan
bereskan alat
4.21. Petugas meepaskan sarung tangan
4.22. Merapikan alat
4.23. Petugas mencuci tangan dengan
sabun dan air mengalir,
5 Melakukan 5.1.Anamnesa respon pasien dilakukan
evaluasi dan 5.2.Upaya tindak lanjut dirumuskan
tindak lanjut 5.3.Salam terapeutik diucapkan dalam
mengakhiri tindakan
6 Melakukan 6.1. Tindkaan dan respon pasien saat dan
pencatatan setelah dicatat dengan jelas dan ringkas
dalam sesuai prinsip dokumentasi
dokumentasi 6.2. Waktu, paraf, dan nama jelas
keperawatan dicantumkan pada catatan pasien

Nilai akhir: Σ YA x 100 =


Σ item

15
KETERAMPILAN 4
Menghitung Kebutuhan Cairan

A. Uraian Materi

1. Pengertian
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun
yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50
% berat badan.
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka
resiko penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.
2. Cairan Perioperatif
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.
a. Faktor-faktor pre operative:
1) Kondisi yang telah ada: Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi
renal dapat diperburuk oleh stres akibat operasi.
2) Prosedur diagnostic: Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan
marker intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang
tidak normal karena efek diuresis osmotik.
3) Pemberian obat: Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat
mempengaruhi eksresi air dan elektrolit
4) Preparasi bedah: Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan
kehilangan air dan elekrolit dari traktus gastrointestinal.
5) Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

16
6) Restriksi cairan preoperative: Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien
dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan
dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan
abnormal cairan.
7) Defisit cairan yang telah ada sebelumnya: Harus dikoreksi sebelum operasi
untuk meminimalkan efek dari anestesi.
b. Faktor Perioperatif:
1) Induksi anestesi: Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan
hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti
takikardia dan vasokonstriksi.
2) Kehilangan darah yang abnormal
3) Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4) Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjanga
c. Faktor postoperative:
1) Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2) Peningkatan katabolisme jaringan
3) Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4) Risiko atau adanya ileus postoperative

3. Dasar-Dasar Terapi Cairan Dan Elektrolit Perioperatif


Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian cairan perioperatif, yaitu :
a. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan
yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak
dibandingkan elektrolit)
b. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah

17
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita
bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,
translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya
insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak.
Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
c. Kehilangan cairan saat pembedahan
1) Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
a) botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah
(suction pump)
b) Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung ± 10 ml darah,
sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah ±
100-10 ml. Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan
hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman
banyak) dan keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu
dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang
(serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih
menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah
perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi
digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai
kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
d. Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi
cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih
banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang
ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan
intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan
ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi

18
tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara
fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan
fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4. Monitoring Kebutuhan Pre Operatif
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan
intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian
dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan
menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement)
harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah
sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam
pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya.
Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti
garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena
penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi
enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena
akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.
Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang
seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan
resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya
puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00
WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke
area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan.
Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien
kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).

19
5. Pengganti Cairan Selama Intra Operatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan
dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan,
translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan
tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
a. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah
mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama
pembedahan.
b. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan
cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4
ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang
diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer
Laktat atau Normosol-R.
Fluid Example of Rates *
Shift Operation (Crystallid)
Minor Tendon Repair 0 – 3
Tympanoplasty ml/kg/hr
Moderate Hysterectomy
Inguinal hernia 6 ml/kg/hr
Major Total hip
replacement 9 ml/kg/hr
Abdominal case
with
peritonitis
* Includes 2 ml/kg/hr maintenance but not usual 3 ml crystaloid/ml blood not replaced
with blood.

6. Pengganti cairan selama post operatif


Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air
untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam.
Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya
pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi
darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang

20
cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca
bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan
trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein
sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian
cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan gara m
isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan

7. Contoh Penganti Cairan Operasi


a. Dewasa
Seorang Laki-laki umur 45 Tahun akan dilakukan operasi Laparatomi dengan
indikasi Ileus. Berat badan pasien 60 Kg, Tinggi badan 170 cm, TD 125/80,
Nadi 87x/menit, Suhu 36,5oC, RR 16x/menit, pasien dipuasakan 9 jam yang
lalu. Hitung penganti cairan untuk pasien selama operasi
Balance cairan:
❖ Maintance (M) = 2 x 60kg = 120 cc
❖ Pengganti Puasa (PP) = 2cc x 8 jam x 60 kg = 960 cc
❖ Stress operasi (SO) = 8 x 60 = 480 cc (operasi berat/besar)
❖ Kebutuhan Cairan : Jam 1 : M + 1/2PP + SO = 1080 cc
Jam 2 : M + 1/4PP + SO = 840 cc
Jam 3 : M + 1/4PP + SO = 840 cc
Jam 4 : M + SO = 600 cc

b. Anak
Seorang Laki-laki umur 48 Tahun akan dilakukan operasi Tonsilectomy. Berat
badan pasien 25 Kg, Tinggi badan 90 cm, Nadi 100x/menit, Suhu 36,5 oC, RR
25x/menit, pasien dipuasakan 7 jam yang lalu. Hitung penganti cairan untuk
pasien selama operasi
❖ Maintenance (M)
4 x 10 Kg (1) = 4 x 10 = 40
2 x 10 Kg (2) = 2 x 10 = 20
1 x sisa Kg = 1 x 5 = 5

Total ➔ 40 + 20 + 5 = 65
❖ Penganti Puasa (PP) M x Jam puasa = 65 x 7 = 455
❖ Kebutuhan Cairan : Jam 1 : 1/2 PP = 227,5cc
Jam 2 : 1/4PP = 113,7 cc
Jam 3 : 1/4PP = 113,7cc

21
D. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal
akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam
materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah
mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh
dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi tersebut.
E. Prosedur Penilaian

LEMBAR OBSERVASI NAMA:


PRODI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI NIM :
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

Kompetensi utama : Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan


gangguan pemenuhan kebutuhan cairan
Kompetensi : Menilai kebutuhan cairan perioperasi
Pencapaian Kompeten
ASPEK YANG DINILAI
ya tidak ya tidak

Persiapan Alat
a. Lembar Observasi
b. Catatan Intake dan Output
Langkah-langkah
a. Tujuan disampaikan dengan bahasa yang jelas
b. Kaji intake termasuk terakhir makan minum
c. Kaji berat badan pasien
d. Kaji jenis operasi dan estimasi kehilangan darah
e. Hasil penghitungan dinilai dengan benar
f. Upaya tindak lanjut dirumuskan
g. Dokumentasi: tandatangan dan nama dicantumkan
Yogyakarta, ...............................
Nilai akhir: 𝚺 𝐘𝐚 × 𝟏𝟎𝟎 Penguji
𝚺 𝐈𝐭𝐞𝐦

22
KETERAMPILAN 5
Melakukan Pemasangan Alat Nebulizer

A. Uraian Materi

1. Pengertian
Terapi nebulasi merupakan teknik pemberian obat yang dilakukan dengan
inhalasi/hirupan dalam bentuk aerosol ke dalam saluran nafas. Terapi inhalasi
menjadi pilihan utama teknik pemberian obat yang bekerja langsung pada saluran
nafas terutama pada kasus asma dan PPOK. Prinsip alat nebulizer adalah mengubah
obat yang berbantuk larutan menjadi aerosol sehingga dapat dihirup penderita
dengan menggunakan mouthpiece atau masker. Nebulizer dapat dihasilkan partikel
aerosol berukuran antara 2-5 µ. Alat nebulizer terdiri dari beberapa bagian yang
terpisah yang terdiri dari generator aerosol, alat bantu inhalasi (kanul nasal, masker,
mouthpiece) dan cup (tempat obat cair). Model nebulizer terdiri dari 3 yaitu :
a. Nebulizer jet-aerosol dengan penekan udara (compressor nebulizer) =
memberikan tekanan udara dari pipa ke cup yang berisi obat cair untuk
memecah airan ke dalam bentuk partikel-partikel uap kecil yang dapat dihirup
ke dalam saluran napas

b. Nebulizer ultrasonik (ultrasonic nebulizer) = menggunakan gelombang


ultrasounik (vibrator dengan frekuensi tinggi) untuk secara perlahan merubah
obat dari bentuk cair ke bentuk aerosol basah

c. Nebulizer mini portable (portable nebulizer) = bentuknya kecil, dapat


dioperasikan dengan menggunakan baterai dan tidak berisik sehingga nyaman
digunakan.

23
2. Indikasi :
a. Asma Bronkialis
b. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
c. Sindroma Obstruksi Post TB
d. Mengeluarkan dahak

3. Kontraindikasi:
a. Hipertensi
b. Takikardia
c. Riwayat alergi
d. Trakeostomi
e. Fraktur di daerah hidung, maxilla, palatum oris
Kontraindikasi dari obat yang digunakan untuk nebulisasi Obat yang akan
digunakan untuk terapi inhalasi akan selalu disesuaikan dengan diagnosis atau
kelainan yang diderita oleh pasien. Obat yang digunakan berbentuk solutio
(cairan), suspensi atau obat khusus yang memang dibuat untuk terapi inhalasi.
Golongan obat yang sering digunakan melalui nebulizer yaitu beta-2 agonis,
antikolinergik, kortikosteroid, dan antiobiotik.

4. Komplikasi dari pemberian nebulizer yaitu:


a. Henti napas
b. Spasme bronkus atau iritasi saluran napas
c. Akibat efek obat yang digunakan seperti salbutamol (short acting beta-2
agonist) dosis tinggi akan menyebabkan gangguan pada sistim sekunder
penyerapan obat. Hipokalemi dan disritmia dapat ditemukan pada paslien
dengan kelebihan dosis.

d. Prosedur Pembelajaran

24
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk
klasikal akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang
berpengalaman dalam materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil
dengan jumlah mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan
dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi tersebut.

e. Prosedur Penilaian
Lembar Observasi Melakukan Pemasangan Nebulizer

Nama Mahasiswa :
NIM :
Nilai
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1. Tahap Prainteraksi
a. Mengumpulkan data tentang klien
b. Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri
c. Menganalisa kekuatan dan kelemahan profesional diri
d. Membuat rencana pertemuan dengan klien
e. Mempersiapkan alat-alat:
1) Nebulizer
2) Obat sesuai program (mukosolvan dan bronchodilator)
3) Kapas alkohol
4) Korentang steril dalam tempatnya
5) Tissue
6) Bengkok
7) Perlak dan alasnya
8) Sepasang sarung tangan bersih
9) Sampiran
10) Oksigen
2. Tahap Orientasi/Membina Sambung Rasa
a. Mengucapkan salam dengan tersenyum kepada klien dan
keluarga
b. Memperkenalkan diri dan membangun kepercayaan
pasien

25
c. Menyampaikan tujuan dan prosedur dengan bahasa yang
jelas
d. Privasi klien dijaga
e. Posisi klien diatur nyaman dan aman dengan hati-hati
3. Tahap Kerja
a. Kondisi pasien dikaji dengan tepat
b. Alat-alat disiapkan dengan benar
c. Jam tangan dilepas dengan hati-hati
d. Baju lengan panjang digulung dengan hati-hati
e. Cuci tangan dilakukan dengan benar
f. Sarung tangan dipasang dengan tepat
g. Verifikasi program dengan prinsip 6 benar*
h. Posisi diatur supinasi semi fowler
i. Perlak dan alas dipasang di atas dada pasien
j. Periksa filter bila sudah kotor diganti dengan yang baru
k. Steker nebulizer dihubungkan dengan listrik
l. Air (H2O) dimasukkan ke dalam tabung sebanyak 200 cc.

m. Obat dimasukkan ke dalam penampung obat kemudian


ditutup dengan hati-hati*
n. Pasang selang ke konektor nebulizer
o. Kenakan sungkup hidung (face mask) ke hidung*
p. Tekan tombol power pada posisi ON
q. Atur kapasitas uap yang akan diberikan kepada pasien
sesuai dengan kebutuhan*
r. Atur timer yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan
uap (5-15 menit)*
s. Tekan tombol power pada posisi OFF setelah selesai
tindakan
t. Sungkup hidung dilepas dengan hati-hati
u. Mulut dan hidung dibersihkan dengan tissue
v. Pengalas dan perlak diangkat dengan hati-hati
w. Posisikan pasien pada posisi semula

26
x. Alat-alat dirapikan
y. Sarung tangan dilepas
z. Cuci tangan dilakukan dengan benar
4. Tahap Terminasi
a. Mengevaluasi kegiatan kerja yang telah dilakukan dan
memberikan reinforcement positif
b. Memberikan reinforcement positif
c. Merencanakan tindak lanjut kegiatan dengan klien dan
kontrak waktu
d. Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik
∑ 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊
Nilai Akhir = 𝒙 𝟏𝟎𝟎 = .......
𝟖 Yogyakarta, ..........................
Penguji
Keterangan:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan, tetapi kurang tepat
2 = dilakukan dengan baik

27
KETERAMPILAN 6
Pencegahan Hipotermi Pasca Anestesi

A. Uraian Materi
Hipotermia adalah keadaan suhu inti tubuh dibawah 36ºC (normotermi: 36,6º
C37,5ºC) (Guyton & Hall, 2008). Hipotermia merupakan suatu kondisi kedaruratan
medis yang dapat timbul ketika tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada produksi
panas. Ketika suhu tubuh turun, sistem saraf dan organ lain tidak dapat bekerja normal.
Jika tidak ditindaklanjuti, hipotermia akhirnya dapat menyebabkan kegagalan jantung
dan sistem pernapasan, dan bahkan kematian.
Hipotermi merupakan salah satu dari komplikasi dari tindakan pembedahan.
Hipotermi sangat sulit dihindari pada pasien post operasi. Hipotermian post operasi
sangat mengganggu kenyamanan pasien dalam proses pemulihan.
B. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal
akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam
materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah
mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh
dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi tersebut.
C. Prosedur Penilaian
LEMBAR OBSERVASI
PENCEGAHAN HIPOTERMI PASCA ANESTESI

PENCAPAIAN KOMPETENSI
No ASPEK YANG DINILAI
Ya Tidak Ya Tidak
1 Identifikasi kebutuhan (pengkajiankebutuhan
pasien untuk dilakukan tindakan)
Pasien pasca operasi dengan suhu tubuh kurang
dari 350 C
2 Persiapan alat :
a. Selimut hangat
b. Termometer
c. Cairan intravena hangat
d. Selimut gulung/blanket roll (bila ada)
e. Selimut penghangat/warm touch( bila
ada)
f. Infrared Radiant warmer (Hnautherm)

28
g. Blood Warmer Animec
3 Persiapan pasien :
a. Ucapkan salam kepada pasien
b. Jelaskan prosedur
c. Berikan kesempatan kepada pasien
untuk bertanya
4 Pelaksanaan :
a. Lakukan pengukuran tanda vital lengkap
b. Pelihara lingkungan pada
suhu/temperatur ruang
c. Berikan cairan intravena/transfusi yang
hangat
d. Bila suhu tubuh pasien lebih dari 320 C
tetapi kurang dari350 C lakukan teknik
pemanasan eksternal pasif, dengan
pasang selimut hangat
e. Bila suhu tubuh pasien kurang dari 320 C
lakukan teknik pemanasan eksternal
aktif, pasang blanket roll/warm touch
f. Lanjutkan melkukan teknik
penghangatan sampai suhu tubuh pasien
lebih tinggi 350 C
5 Evaluasi
Lanjutkan monitor tanda-tanda vital
6 Dokumentasi
a. Pengkajian pasien
b. Suhu tubuh
c. Tanda-tanda vital
d. Teknik penghangatan eksternal
e. Respon pasien
f. Data Laboratorium

Nilai akhir: Σ YA x 100 =


Σ item

29
KETERAMPILAN 7
Perawatan ETT

A. Uraian Materi

1. Definisi
Perawatan Endotracheal tube adalah perawatan rutin yang membutuhkan
perawatan posisi dari selang yang benar dan memelihara hygiene dengan baik pada
pasien yang terpasang endotracheal tube. Organ-organ yang terlibat dalam tindakan
perawatan pasien tersebut antara lain mulut, orofaring dan trachea. Indikasi : Pasien
yang terpasang endotracheal tube. Kontraindikasi : Tidak terdapat kontra indikasi
yang absolute pada perawatan pasien yang terpasang endotracheal tube.
2. Konsep Fisiologi Tindakan terhadap Tubuh
Hampir semua ETT memiliki cuff berupa balon yang bisa dikembangkan dari
luar menggunakan spuit kecuali ETT bayi, tekanan balon pada dinding trakea dapat
menyebabkan hipoksi epitel mukosa trakea. Epitel ini mudah terinfeksi hingga
terjadi erosi mukosa trakea.
Di samping efek pada pangkal lidah, laring dan trachea, pemasangan ETT
juga meniadakan proses pemanasan dan pelembaban udara inspirasi kecuali
pasien dipasang ventilasi mekanik dengan humidifikasi yang baik.
Perubahan ini menyebabkan gagalnya silia mukosa bronkus mengeluarkan
partikel-partikel tertentu dari paru. Discharge trakea berkurang dan menjadi kental,
akhirnya terjadi metaplasia skuamosa pada epitel trakea.
Penumpukan sekresi mucus dapat terjadi pada jalan nafas setelah
terpasangnya ETT. jika tidak mendapat perhatian, maka akan dapat menyumbat
bersihan jalan nafas kemudian berpengaruh pada pola nafas pasien. Nafas pasien
terdengar stridor dan dispneu. Oleh karena itu persiapan alat penghisap atau suction
sangat dibutuhkan pada permasalahan tersebut.
Pengisapan sekresi endotrakeal dilakukan melalui selang. Oksigen yang
dihangatkan, dilembabkan harus selalu dimasukkan melalui selang, apakah
pasien bernafas secara spontan maupun dalam ventilator. Intubasi
endotrakeal dapat digunakan sampai 3 minggu, yang pada waktu tersebut
trakeostomi harus dianggap dapat menurunkan iritasi dan trauma pada lapisan

30
trakea, untuk mengurangi angka kejadian paralisis pita suara (sekunder terhadap
kerusakan saraf laring), dan untuk mengurangi ruang rugi mekanis.
Kerugian yang terdapat pada selang endotrakeal atau trakeostomi sama
halnya seperti kerugian yang terdapat pada modalitas pengobatan lainnya. Satu
yang paling nyata adalah, bahwa selang menyebabkan rasa tidak nyaman. Selain
itu, refleks batuk ditekan karena penutupan glotis dihambat. Sekresi cenderung
untuk lebih mengental karena efek penghangatan dan pelembaban saluran
pernafasan atas telah dipintas.
Refleks-refleks menelan, yang terdiri atas refleks glotis, faring, dan laring
tertekan karena tidak digunakan dalam waktu lama dan trauma mekanis akibat
selang endotrakeal atau trakeostomi, yang membuat klien semakin berisiko aspirasi.
Ulserasi dan striktur laring atau trakea dapat terjadi. Kekhawatiran pasien yang
paling besar adalah ketidakmampuan untuk berbicara dan mengkomunikasikan
kebutuhan.
3. Tujuan perawatan ETT
a. Mencegah masuknya bakter i dalam saluran nafas (ETT merupakan benda asing
dalam tubuh pasien sehingga sering menjadi tempat ditemukan berbagai koloni
bakteri, yang sering ialah Pseudomonas aeruginosa dan kokus gram positif.)
b. Mencegah penekanan pada salah satu sisi bibir pasien sehingga bisa
menyebabkar luka/nekrotik sebagai penyebab masuknya kuman ke dalam tubuh
pasien.
4. Prinsip tindakan perawatan ETT
a. Fiksasi harus baik
b. Gunakan oropharing air way (guedel) pada pasien yang tidak kooperatif
c. Hati-hati pada waktu mengganti posisi pasien.
d. Jaga kebersihan mulut dan hidung
e. Jaga patensi jalan napas
f. Pantau tekanan balon
g. Observasi tanda-tanda vital dan suara paru-paru
h. Lakukan suction setiap fisioterapi napas dan sewaktu-waktu bila ada suara
lender
i. Yakinkan bahwa posisi konektor dalam kondisi baik
j. Air dalam water trap harus sering terbuang
k. Pipa endotracheal tube ditandai diujung mulut / hidung.

31
5. Persiapan alat
a. Suction
b. Kateter penghisap dengan ukuran yang sesuai
c. Mangkok steril
d. Handuk
e. Perlak karet
f. Sarung tangan
g. Ambu bag dengan penghubung ke sumber oksigen
h. Plester adhesive / tahan air
i. Gunting
j. NaCl
6. Persiapan Lingkungan
a. Ciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman serta kooperatif
b. Siapkan sampiran atau sketsel
7. Persiapan pasien
a. Informasikan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Posisikan klien terlentang, atau miring pada pasien tidak sadar.
c. Pastikan pasien dalam keadaan aman untuk dilakukan tindakan
d. Hal yang perlu dikaji sebelum tindakan
1) Kaji tanda-tanda vital
2) Kaji adanya suara stridor pada pasien dan adanya secret yang menyumbat
jalan nafas
3) Kaji sumber oksigen atau ventilator
4) Kaji tekanan pada balon
5) Kaji adanya lecet ataupun nekrosis pada mulut atau mukosa membrane
6) Kaji letak ET tube dari rontgen dada

F. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal
akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam
materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah
mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh
dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi tersebut.

32
G. Prosedur Penilaian

Nilai
No Aspek yang dinilai Ket
0 1 2
Tahap pra interaksi
1 Kaji pernapasan pasien, termasuk kebutuhan pasien akan
pengisapan dan perawatan endotrakeal
1.1 Adanya pasien yang terpasang ETT
2 Persiapkan alat
2.1 bak instrumen steril :
2.1.1 pinset 2 buah
2.1.2 NaCl 0,9%
2.1.3 kom kecil 2 buah
2.1.4 sarung tangan steril
2.1.5 kassa steril
2.1.6 selang suction
2.2 gunting dan plester
2.3 sarung tangan bersih
2.4 spuit 20 ml
2.5 bengkok
2.6 masker
2.7 handuk
2.8 perlak dan pengalas
2.9 tempat sampah
3 Cuci tangan
Tahap orientasi
1 Salam terapeutik
2 Jelaskan tujuan dan prosedur dengan benar
3 Privacy
4 Berdoa
Tahap kerja
1 Peralatan didekatkan ke sisi tempat tidur pasien
2 Atur posisi pasien supinasi atau semifowler
3 Perlak dan pengalas dipasang dengan benar
4 Letakkan handuk melintang dada pasien
5 Bengkok didekatkan dengan benar
6 Hubungkan selang suction
7 Bak instrumen steril dibuka

33
8 Tuangkan larutan NaCl kedalam kom steril
9 Ambil kasa steril dengan menggunakan korentang,
masukkan kedalam bak instrumen steril
10 Sarung tangan bersih dipakai dengan benar
11 Lakukan suction
12 OPA lama dilepaskan
13 Plester lama dilepaskan, posisi ETT dipertahankan dengan
tangan kiri
14 Lepas sarung tangan bersih, ganti dengan menggunakan
sarung tangan steril
15 Mulut dan ETT dibersihkan dengan NaCl 0,9%
16 Cuff dikempiskan dengan spuit
17 Posisi ETT digeser pada sisi yang berlawanan
18 Daerah bekas ETT dibersihkan dengan NaCl 0,9%
19 Cuff diisi kembali dengan udara 10-20 ml atau sampai tak
terdengar tanda kebocoran
20 Suara paru kanan dan kiri didengarkan
21 ETT difiksasi kembali dengan plester
22 Pasang jalan udara oral (OPA/Mayo)
23 Observasi vital sign pasien
24 Merapikan alat
25 Mengatur kembali posisi pasien dan handrail pasien
26 Melepas handscoon
27 Cuci tangan
Tahap terminasi
28 Evaluasi kepatenan jalan nafas pasien
29 Evaluasi respon pasien
30 Rencana tindak lanjut
31 Salam terapeutik
Tahap dokumentasi
32 Dokumentasi dengan menggunakan SOAP

34
KETERAMPILAN 8
Pemeriksaan Head To Toe Pre Anestesi
A. Uraian Meteri

1. Pengertian

Melakukan pemeriksaan pada klien dengan teknik cephalocaudal melalui inspeksi,


palpasi, perkusi, auskultasi
2. Tujuan

Untuk menilai status kesehatan kesehatan klien , mengidentifikasi faktor resiko


kesehatan dan tindakan pencegahan, mengidentifikasi pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan, mengevaluasi terhadap perawatan dan pengobatan pada klien.
B. Prosedur Pembelajaran

Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal akan
diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam materi
ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah mahasiswa per
kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang
kompeten terkait materi tersebut.
C. Prosedur Penilaian

NO ELEMEN ASPEK YANG DINILAI KOMPETEN KET

YA TDK

1 Melakukan 1.3. Salam terapeutik disampaikan pada


kebutuhan pasien
pemeriksaan 1.4. Adanya data pasien membutuhkan
head to toe tindakan pemeriksaan head to toe

2 Melaksanakan 2.1. Status klien


persiapan alat 2.2. Tensimeter, termometer, stetoskop,
jam tangan, Botol 3 buah berisi cairan
(air bersih, desinfektant, air sabun ),
kertas tissue, lampu senter, otoskop,
opthalmoskop (kalau perlu), meteran,
refleks hammer, garputala (kalau
perlu), spekulum hidung, spatel lidah,
kaca laring, sarung tangan, bengkok,
kassa steril, timbangan berat badan,
bahan aromatik, alat tulis

35
3 Melaksanakan 3.2.Melakukan verifikasi data sebelumnya
persiapan bila ada
pasien 3.5. Memastikan klien (nama, umur,
program)
3.6. Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik
3.7. Menjelaskan tujuan dan prosedur
tindakan pada klien dan keluarga
3.8. Menanyakan persetujuan dan kesiapan
klien sebelum pemeriksaan dilakukan
4 Melaksanakan 1. Cuci tangan
pemeriksaan 2. Lakukan pemeriksaan keadaan umum /
head to toe penampilan umum klien
3. Lakukan pemeriksaan tanda vital
- suhu tubuh
- denyut nadi
- pernafasan
- tekanan darah
4. Lakukan pengukuran berat badan dan
tinggi badan jika memungkinkan
5. Lakukan pemeriksaan kepala dan leher :
a. Kepala :
- Amati bentuk kepala, keadaan kulit
kepala, keadaan rambut dan wajah
b. Mata :
- Amati kelengkapan dan kesimetrisan
mata, pupil (ukuran, bentuk, respon
terhadap cahaya), kornea,
konjungtiva, warna sklera
- Lakukan test ketajaman penglihatan
dengan kartu snellen (kp)
c. Hidung :
- Amati posisi septum nasi
- Amati lubang hidung spt kelembaban,
mukosa, sekret dan adanya polip,
kalau perlu gunakan spekulum
- Amati adanya pernafasan cuping
hidung
d. Telinga
- Amati dan raba bentuk telinga,
ukuran daun telinga
- Amati lubang telinga : adanya
serumen, benda asing, membran
timpani
- Raba pembesaran kelenjar limfe di
depan telinga, belakang telinga

36
- Kalau perlu lakukan test
pendengaran dengan memakai garpu
tala
e. Mulut dan faring :
- Amati warna bibir
- Amati keadaan gusi dan gigi
- Amati keadaan lidah
- Lakukan pemeriksaan rongga mulut
(kalau perlu menggunakan spatel
lidah)
f. Leher :
- Amati dan raba posisi trakea
- Amati dan raba pembesaran kelenjar
tiroid
- Amati dan raba bendungan vena
jugularis
- Raba nadi karotis
- Raba pembesaran kelenjar limfe di
leher, supra klavikula
6. Lakukan pemeriksaan kulit/integumen
dan kuku
a. Amati kebersihan kulit dan adanya
kelainan
b. Amati warna kulit
c. Raba kehangatan kulit, kelembaban,
tekstur dan turgor
d. Amati bentuk dan warna kuku
e. Amati warna telapak tangan
f. Cek CRT ( apillary refill time )
7. Lakukan pemeriksaan ketiak dan
payudara (kalau perlu)
a. Amati ukuran, bentuk dan posisi,
adanya perubahan warna,
pembengkakan dan luka
b. Raba adanya benjolan, nyeri tekan
dan sekret
c. Raba pembesaran kelenjar limfe di
ketiak
8. Lakukan pemeriksaan thorak bagian
depan :
a. Inspeksi bentuk dada , kesimetrisan
pergerakan dada, adanya retraksi
interkosta
b. Palpasi kesimetrisan pergerakan dada
c. Palpasi taktil fremitus

37
d. Palpasi ictus cordis pada area
intercosta ke-5 mid klavikula kiri
e. Lakukan perkusi dada
f. Auskultasi suara nafas : trakeal,
brinkhial, bronkovesikuler dan
vesikuler
g. Auskultasi suara nafas tambahan :
ronkhi, wheezing, rales, pleural
friction rub
h. Auskultasi bunyi jantung I dan II
serta bunyi jantung tambahan (kalau
ada)
i. Auskultasi bising jantung/murmur
9. Lakukan pemeriksaan thorak bagian
belakang
a. Inspeksi bentuk dada , kesimetrisan
pergerakan dada, adanya retraksi
interkosta
b. Palpasi kesimetrisan pergerakan dada
c. Palpasi taktil fremitus
d. Lakukan perkusi dada
e. Auskultasi suara nafas : trakeal,
brinkhial, bronkovesikuler dan
vesikuler
f. Auskultasi suara nafas tambahan :
ronkhi, wheezing, rales, pleural
friction rub
10. Lakukan pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi bentuk, adanya massa dan
pelebaran pembuluh darah pada
abdpmen
b. Auskultasi bising usus
c. Perkusi bunyi abdomen, cek adanya
ascites
d. Palpasi nyeri, adanya benjolan,
turgor
e. Palpasi hepar
f. Palpasi lien
g. Palpasi titik Mc,. Burney
h. Palpasi adanya retensio urine
i. Palpasi massa feses
11. Lakukan pemeriksaan genetalia dan
daerah sekitarnya (bila perlu) :
a. Genetalia pria

38
- Amati kebersihan rambut pubis, kulit
sekitar pubis, kelainan kulit penis
dan skrotum, lubang uretra
- Raba adanya benjolan atau kelainan
pada penis, skrotum dan testis
b. Genetalia wanita
- Amati rambut pubis, kulit sekitar
pubis, bagian dalam labio mayora
dan labio minora, klitoris, lubang
uretra dan perdarahan
- Raba daerah inguinal
c. Anus
- Amatu adanya lubang anus (pada
bayi baru lahir), kelainan pada anus,
perineum, benjolan, pembengkakan
- Raba adanya nyeri
12. Lakukan pemeriksaan muskuloskeletal
(ekstremitas) :
a. Amati ROM dan gaya berjalan
b. Palpasi adanya oedem
c. Uji kekuatan otot
d. Amati adanya kelainan pada
ekstremitas
13. Rapikan klien
14. Bersihkan alat dan rapikan kembali
tempat pemeriksaan
15. Cuci tangan
5 Melakukan 5.4.Anamnesa respon pasien dilakukan
evaluasi dan 5.5.Upaya tindak lanjut dirumuskan
tindak lanjut 5.6.Salam terapeutik diucapkan dalam
mengakhiri tindakan
6 Melakukan 6.3. Tindkaan dan respon pasien saat dan
pencatatan setelah dicatat dengan jelas dan ringkas
dalam sesuai prinsip dokumentasi
dokumentasi 6.4. Waktu, paraf, dan nama jelas
keperawatan dicantumkan pada catatan pasien

Nilai akhir: Σ YA x 100 =


Σ item

39
KETERAMPILAN 9
Suction

A. Materi
1. Pengertian
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan
jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya
sendiri (Timby, 2009). Tindakan suction merupakan suatu prosedur penghisapan
lendir, yang dilakukan dengan memasukkan selang catheter suction melalui selang
endotracheal (Syafni, 2012).
Dapat disimpulkan hisap lendir merupakan tindakan untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan mengeluarkan sekret pada klien
yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri dengan memasukkan catheter suction
ke endotracheal tube sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas
yang adekuat.

B. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal
akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam
materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah
mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh
dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi tersebut.

C. Prosedur Penilaian
PENGERTIAN Melakukan tindakan penghisapan lendir di jalan nafas
TUJUAN 1. Mengeluarkan secret/ cairan pada jalan nafas
2. Melancarkan jalan nafas
PETUGAS Perawat
PERALATAN 1. Bak instrument berisi: pinset anatomis 2, kassa
secukupnya
2. NaCl atau air matang
3. Perlak dan pengalas
4. Kanul sucton
5. Mesin suction
6. Kertas suction
PROSEDUR A. Tahap pra interaksi
PELAKSANAAN 1. Mengecek program terapi

40
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat

B. Tahap orientasi
1. Memberikan salam kepada pasien dan sapa nama
pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

C. Tahap kerja
1. Membeikan posisi yang nyaman pada pasien kepala
sedikit ekstensi
2. Memberikan oksigen 2-5 menit
3. Meletakan pengalas dibawah dagu pasien
4. Memakai sarung tangan
5. Menghidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol
penampung
6. Masukan kanul section dengan hati-hati (hidung:
±5cm, mulut ±10 cm)
7. Menghisap lendir dengan menutuplubang kanul
menarik keluar secara perlahan sambil memutar (±5 detik
bagi anak-anak, ±10 detik bagi dewasa)
8. Membilas kanul dengan NaCl, berikan kesempatan
pasien bernafas
9. Mengulangi prosedur tersebut 3-5 kalli suctioning
10. Mengobservsai keadaan umum pasien dan status
pernapasannya
11. Mengobservasi secret tentang warna, bau, dan
volumenya

D. Tahap terminasi
1. Mengevaluasi tindakan
2. Merapikan pasien dan lingkungan
3. Berpamitan dengan pasien
4. Membereskan alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan

41
KETERAMPILAN 10
Intubasi anak

A. Uraian Materi

TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMAS PADA PASIEN PEDIATRIK


1. Batasan
Anestesia pediatri adalah anestesia pada pasien yang berumur dibawah 12 tahun,
yang dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok umur, yaitu:
a. Neonatus.
b. Bayi - anak umur <3 tahun
c. Anak umur > 3 tahun
2. Masalah
a. Bayi bukan miniatur orang dewasa.
b. Ada perbedaan mengenai anatomi, fisiologi, psikologi, farmakologi dan
patologi.
c. Bayi lebih mudah mengalamai hipoglikemi, hipotermia atau hipertermia,
bradikardia dll, dengan segala akibatnya.
d. Parasimpatis lebih dominan
e. Morbiditas dan mortalitas tinggi.
3. Evaluasi pra anestesia:
a. Anamnesis (aloanamnesis).
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium seperlunya disesuaikan dengan jenis operasi:
1) Bedah kecil: Hb, leukosit, waktu perdarahan dan waktu pembekuan.
2) Bedah sedang dan besar disesuaikan.
4. Premedikasi
a. Bayi : umur <12 bulan, berikan atropin 0,01 - 0,02 3 jam mg/kgbb, dosis
minimum 0,1 mg secara intra vena.
b. Anak sehat : umur 1-3 tahun, berikan atropin 0,01 mg /kgbb, dosis
minimum 0,1 mg secara intra vena : umur > 3 tahun, berikan atropin 0,01 -
0,02 mg/kgbb, dosis minimum 0,1 mg secara intra vena.
c. Anak tenang : Tidak memerlukan sedasi, akan tetapi kalau diperlukan dapat
diberikan:
1) diazepam peroral 4 mg/kgbb, 90 menit prainduksi atau dapat diberikan
perrektal 02-0,4 mg/ kgbb, 30 menit prainduksi.
2) Dapat juga diberikan midazolam dengan dosis 0,5-1 mg/kgbb perrektal.
3) atau khloralhidrat dengan dosis 20 - 75 mg/ kgbb Peroral.
5. Induksi
a. Pada neonatus
Induksi dilakukan di kamar operasi dengan cara inhalasi sebagai berikut:
Induksi inhalasi dengan kombinasi obat N2O: Ch = 4 : 2 (liter) dan obat
inhalasi volatil, misalnya halothan dimulai dengan dosis 0,5 Vol%, dinaikkan
secara bertahap 0,5 Vol% tiap 3-5 kali nafas sampai pasien tertidur, kemudian
dipasang infus.
b. Pada umur <3 tahun.

42
Induksi dilakukan di kamar khusus untuk induksi yang berada di kamar terima
atau kamar persiapan. Pada saat prosedur induksi dilaksanakan, orang tuanya
(ayah atau ibu-nya) boleh menemaninya, sambil ikut serta melaksanakan
prosedur induksi secara inhalasi seperti tersebut di atas.Selanjutnya setelah
pasien tidur, segera dipasang infus dan dibawa ke kamar operasi untuk
tindakan lebih lanjut.
c. Pada anak >3 tahun
1) Anak yang tidak kooperatif, induksi dilakukan dengan cara seperti pada
butir 2
2) Pada anak yang kooperatif, pasien boleh ditemani oleh orang tuanya di
kamar terima dan segera dipasang infus dengan fasilitas anestesi lokal,
selanjutnya induksi dapat dilakukan secara intravena melalui infus yang
terpasang dengan obat-obat induksi intravena seperti pentothal, ketamin,
midazolam atau propofol dengan dosis disesuaikan.
6. Intubasi, dapat dilakukan dengan cara:
lntubasi dalam keadaan anestesia ("asleep"), dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Induksi dengan anestesia inhalasi.
- Setelah tidur cukup dalam berikan anestesia topikal lx semprot Xylocaine
10%.
- Berikan anestesia inhalasi beberapa menit lagi sambil menunggu khasiat
analgesia topical.
- Lakukan laringoskopi dengan laringoskop daun lurus dan kemudian
lakukan intubasi.
- Pada beberapa kasus setelah pasien terinduksi, intubasi dapat dilakukan
dengan bantuan/fasilitas obat pelumpuh otot suksinilkholin.
b. Intubasi dalam keadaan sadar (awake), dilakukan pada pasien neonatus yang
berusia di bawah 10 hari, pada pasien dengan keadaan umum jelek, hernia
diafragmatika, fistula trakea-bronkoessofagus, ileus obstruktif dan pada kasus
yang diperkirakan sulit untuk intubasi.
Tata laksananya adalah sebagai berikut:
- Berikan 0, 100 % beberapa menit.
- Buat posisi kepala dalam posisi cium ("Sniffing") dan ekstensi sendi atlas.
- Berikan analgesia topikal 1* semprot xylokain 10%
- Tunggu 2-3 menit (menunggu obat mulai bekerja)
- Lakukan laringoskopi dengan laringoskop daun lurus dan segera lakukan
intubasi.
7. Pipa endotrakea
Pipa endotrakea yang digunakan untuk anak yang berumur <8 tahun, adalah pipa
endotrakea tanpa kaf (balon) dan yang terbuat dari plastik atau polivinil dan
usahakan ukuran pipa agak sedikit longgar. Ukuran diameter pipa untuk anak di
atas 1 tahun ditentukan dengan formula = 4,0 + ½ (umur dlm Tahun)

8. Pemeliharaan
a. Pada umumnya dilakukan anastesia umum inhalasi melalui pipa endotrakea.

43
b. Pada opersi kecil dengan keadaan umum baik, lokasi dipermukaan tubuh tetapi
bukan di daerah kepala-leher, posisi terlentang dan durasinya singkat kurang
dari 30 menit dilakukan melalui sungkup muka.
c. Pada operasi di daerah anorektal, genetalia eksterna dan inguinal dapat
dilakukan analgesia regional subarakhnoid atau epidural kaudal, sebagai
bagian dari anestesia balans.
d. Aliran gas dan uap anestetika
1) Aliran gas total untuk alat Jackson Rees: 2-3 kali isi semenit (TV = 10
ml/kgbb).
2) Aliran gas total untuk alat Magill pada anak >20 kg, minimum sama dengan
isi semenit.
3) Campuran gas :
Neonatus N20 : 02 = 50 : 50
Bayi N20 : 02 = 60 : 40
Kalau tersedia, obat pilihan adalah Isofluran atau Sevofluran 1-2 vol%
(nafas spontan) atau 0,25-1,00 vol%(nafas dibantu atau kendali). Apabila
obat tersebut tidak ada, dapat diberikan enfluran atau halotan.
9. Pemantauan
a. Sirkulasi : EKG, tekanan darah dan stetoskop prekordial.
b. Respirasi : Suara nafas dengan stetoskop prekordial, analisis gas darah (AGD)
sesuai indikasi dan oksimeter denyut ("pulse oxymeter").
c. Suhu tubuh : Termometer rektal atau esofagus kontinyu.
d. Ginjal : Produksi urin (untuk operasi besar).
e. Hematologi : Hb dan Ht (untuk operasi besar).
10. Pemulihan anestesia
a. Segera setelah selesai pembedahan, hentikan aliran gas/ uap obat anestesia.
b. Berikan 02 100% selama 5 - 15 menit.
c. Pada pasien tanpa intubasi, apabila pernafasan adekuat (dengan udara kamar),
luka operasi baik, pindahkan ke ruangpulih diikuti oleh asisten dan diserahkan
kepadapenanggung-jawab ruang pulih.
d. Pada pasien yang diintubasi dan menggunakan obatpelumpuh otot, harus
dipulihkan dengan neostigmin- atropin, selanjutnya dipantau sampai pasien
bernafas spontan dan adekuat, pergerakan ekstremitas optimal, timbul refleks
batuk dan lain-lainnya, segera dilakukan ekstubasi.
11. Ekstubasi, bisa dilakukan dalam keadaan pasien sadaratau tidur.
a. Ekstubasi sadar, dilakukan apabila pasien telah bernafas spontan dan adekuat.
Cara ini dilakukan pada pasien yang mengalami kesulitan intubasi.
b. Ekstubasi tidur bisa dilakukan pada anak-anak pada operasi selain pada daerah
kepala, mulut atau leher, dengan posisi terlentang

44
H. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal
akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam
materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah
mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh
dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi tersebut.
I. Prosedur Penilaian

Pen Ko
capa mpe
ian ten
No ASPEK YANG DINILAI

1 Identifikasi kebutuhan (pengkajian kebutuhan


pasien untuk dilakukan tindakan)
a. Adanya klien yang mengalami gagal nafas
b. Adanya klien yang mengalami pembiusan total
2

Persiapan alat
a. Stetoskop
b. Laringoskop dan blade
c. ETT sesuai ukuran
d. Face mask sesuai ukuran
e. Sarung tangan
f. Mayo/guedel/OPA
g. Plester
h. Mandrin/stilet
i. Jackson Rees yang tersambung dengan
oksigen/mesin anestesi
j. Suction
k. Jelly
l. Spuit 10 cc

45
Persiapan pasien:
1. Mengucapkan salam pada pasien/keluarga
2. Tujuan dan prosedur dijelaskan pada
pasien/keluarga
Pelaksanaan:
1. Cuci tangan dilakukan dengan benar
2. Sarung tangan steril digunakan
3. Memastikan oksigen dan suction berfungsi baik
4. Posisikan pasien supinasi tanpa bantal
5. Pemberian oksigen dengan ambubag dilakukan
sebanyak 5 kali
6. Laringoskope dimasukkan dengan menelusuri
pinggir lidah sampai terlihat lubang trachea
7. Posisi laringoskope dipertahankan dengan
tangan kiri, selanjutnya dilakukan penghisapan
bila banyak sekret
8. ETT dimasukkan dengan tangan kanan perlahan
sampai ada tahanan
9. ETT disambungkan dengan jackson rees dan
berikan ventilasi buatan
10. Auskultasikan suara paru kanan dan kiri dengan
stetoskop
11. Cuff deikembangkan sesuai ukuran sampai tidak
terdengar kebocoran
12. ETT difiksasi dengan kuat taoi tidak menekan
13. Oksigen diberikan sesuai kebutuhan
14. Vital sign diobservasi selama tindakan
15. Respon klien dievaluasi dan rencana tindak
lanjut
16. Mendokumentasikan tindakan, tanggal, jam, no
ETT yang terpasang, nama dan tanda tangan
perawat
Evaluasi:
1. Kepatenan jalan nafas terjaga
2. Oksigen dosis tinggi terkonsumsi dengan
adekuat
3. Aspirasi tercegah
4. Upaya tindak lanjut dirumuskan
Dokumentasi
1. Tindakan dan respon pasien saat dan setelah
dicatat dengan jelas dan ringkas dan ringkas
sesuai prinsip dokumentasi
2. Waktu, paraf dan nama jelas dicantumkan pada
catatan pasien

Nilai akhir: Σ YA x 100 =


Σ item

46
47
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E., J. (2009). Buku saku: Patofisiologi. Ed. 3. Jakarta: EGC.


Evelyn C. Pears. (2011). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis – Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Ganong, W.F. (2010). Review of Medical Physiology,Ganong’s. 23rd edition. New York: The
McGraw-Hill Companies.Inc
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2004). Medical Surgical Nursing: Patient-centered
collaborative care. 7th ed. Philadelphia: Saunders.
Isselbacher, K. J., Braunwald, E., Wilson, J. D., Martin, J. B., fauci, A. S., & Kasper, D. L.
(2000). Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Vol. 3. Jakarta: EGC.
Lewis, S. M., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2007). Medical-Surgical
Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. 7th ed. St. Louis: Mosby.
McCance, K. L., & Huether, S. E. (2006). Pathophysiology: The biologic basis for disease in
adult and children. 5th ed. St. Louis: Elsevier MOSBY.
McPhee, S. J., Lingappa, V. R., & Ganong, W. F. (2003). Pathophysiology of disease: An
introduction to clinical medicine. 4th ed. United States of America; The McGraw-Hill
Companies.
Nice. (2005). Referral for suspected cancer. London; National Institute for Health and Clinical
Excellence (NICE). NICE Guideline. url: http://www.nice.org.uk/nicemedia/pdf/
cg027niceguideline.pdf pada tanggal 10 Agustus 2020
O’Callaghan, C. (2009). At a glance: Sistem ginjal. Ed. 2. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Paulsen F.& J. Waschke. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum. Penerjemah
: Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC.
Porth, C., M. (2004). Pathophysiology: Concepts of altered health states. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: EGC
Sachdeva, K., & Harris, J. E (ed). (2014). Renal Cell Carcinoma. Retrieved from:
http://emedicine.medscape.com/article/281340-overview#a2 pada tanggal 10 Agustus
2020
Sherwood, Lauree.(2006). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed.2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth's
Textbook of Medical-Surgical Nursing. Philadelphia: Wolters Kluwer Health.

48

Anda mungkin juga menyukai