Anda di halaman 1dari 78

Kelainan

Kongenital
Malformasi Anorectal
Kelompok 2
Terminologi
1. Grunting
○ Suara nafas tambahan akibat penutupan
glottis pada akhir ekspirasi dengan tujuan
mencegah kolaps alveoli, suara seperti
‘snoring’ atau mendengkur
https://www.depkes.org/blog/grunting/
https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/PGD02
_Gawat-Napas-edit-1-Q.pdf

2. Anal Dimple
○ Area hiperpigmentasi pada kulit yang
biasanya menonjol di midline perineum pada
neonatus dengan malformasi anorectal
Pitaka, Ririd Tri, Aditya Rifqi Fauzi, Akhmad Makhmudi, and Gunadi,
‘Comparison and Impact of Associated Anomalies on the Anal Position
Index in Neonates with Anorectal Malformation’, BMC Research Notes, 15.1
(2022) <https://doi.org/10.1186/s13104-022-06186-x>
Anatomi - Histologi
Rectum & Anus
Anatomi Rectum
● Bagian antara colon sigmoid & canalis analis
● Panjang : 15-20 cm
● Mempunyai bagian paling sempit dan bagian
paling lebar
Vaskularisasi : a/v. rectalis superior, intermediate, inferior
Persarafan : Aliran Limfatik :
- Nodi mesenterici inferiores
- Simpatis : n, splanchnicus lumbalis (L1-L2) - Nodi aortici
- Parasimpatis : n, splanchnicus pelvicus (S2-S4) - Ductus aorticus
Histologi Rectum
Tunika Mukosa
- Epitel selapis slindris + sel goblet
- LPM : gld. Intestinalis, sel adiposa,
nodus lymphoideus
- LMM
- Submukosa : lipatan longitudinal

Tunika Muskularis
- Dalam : otot sirkuler
- Luar : otot longitudinal
→ diantara kedua otot : plexus myentericus
Auerbach

Tunika Adventitia & Serosa


Anatomi Canalis Analis
Anatomi Canalis Analis

● Bagian terbawah colon


● Mengarah kebawah dan kebelakang
membentuk flexura perinealis
● Panjang : 3 cm
● Batas rectum & canalis analis : m. puborectalis
& linea pectinata
Musculus spinchter ani :
● M. spinchter ani internus
● M. spinchter ani externus
- Pars profunda
- Pars superficialis
- Pars subcutanea

Vaskularisasi, inervasi, nodi lymphatici :


Di atas linea pectinata :
- a/v. rectalis superior ; nl. mesentericus inferior ; n. splanchnicus lumbalis
L1-2 (simpatis), n. splanchnicus pelvicus S2-4 (parasimpatis)
Di bawah linea pectinata :
- a/v. iliaca interna ; nl. inguinalis superficialis ; n. pudendus
Histologi Junctio Anorectalis
Tunika Mukosa
- epitel selapis slindris + sel goblet → epitel berlapis gepeng tidak berkeratin
- LPM (rectum bawah ) : gld. Intestinalis, jar. Limfoid, nodus limfoid
- LPM (canalis analis) : jar. Ikat padat tidak teratur
- LMM : berakhir di dekat junctio

Tunika Submukosa
Submukosa rectum menyatu dengan LPM canalis analis
(+) plexus hemorrhoidalis internus

Tunika Muskularis
- Luar : otot polos sirkuler → menebal → m. spinchter ani internus
- Dalam : otot polos longitudinal
- Di bawah canalis analis : m. spinchter ani internus → m. spinchter ani externus
- Sebelah luar m. spinchter ani externus → m. levator ani
Fisiologi motilitas saluran cerna, usus
besar dan anus
Plexus saraf Lokasi Saat terstimulasi Saat terinhibisi
enteric

myentericus / Antara - Tonus meningkat - Inhibisi sphincter otot


Auerbach lapisan otot - Intensitas kontraksi meningkat (sfingter pilorus, sfingter
longitudinal - Meningkatkan laju ritme kontraksi iliocaecal)
dan sirkular - peningkatan kecepatan konduksi
gelombang rangsang → lebih cepat
pergerakannya

submucosal / Di lapisan Mengatur sekresi intestinal, absorbsi, dan kontraksi otot submucosal lokal
Meissner submukosa
PRINSIP UMUM MOTILITAS
GASTROINTESTINAL
- Otot polos GIT sebagai syncytium
- potensial aksi dibangkitkan di mana saja dalam massa otot →
bergerak ke segala arah dan lapisan otot lainnya
- Aktivitas elektrik dari otot polos GIT
- Slow waves
- Menimbulkan kontraksi ritmis GIT
- Interaksi kompleks sel otot polos dan sel interstisial cajal
- Spikes
- Potensial aksi sesungguhnya
- Muncul otomatis saat potensial membran istirahat otot
polos lebih positif dari -40 milivolt (normal -50 dan -60
milivolt)
- Makin tinggi kenaikan potensi gelombang lambat, makin
besar frekuensi potensi lonjakan (1-10 lonjakan perdetik)
JENIS GERAKAN FUNGSIONAL PADA
SALURAN GASTROINTESTINAL
1. PROPULSIVE MOVEMENT 2. MIXING MOVEMENT
- Peristaltis
- Stimulus : distensi usus, bahan kimia, iritasi fisik, - kontraksi konstriktif intermiten lokal setiap
sinyal saraf parasimpatis beberapa cm di dinding usus → penyempitan
baru di titik lain
Fisiologi Usus Besar
- Fungsi :
1) Absorbsi air dan elektrolit dari kimus → feses solid (setengah proksimal)
2) penyimpanan feses sampai dapat dikeluarkan. (setengah distal)
- Pergerakan :
- Mixing movements (Haustrations)
- Propulsive movements (Mass Movements)
Defekasi

Guyton & Hall. 2016. Fisiologi


Gastrointestinal dalam Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke 12. Elsevier : 751-4
Perkembangan
Rektum & Anus
Rectum & Anus
1. Cloaca gabungan alantois dan
hindgut
2. Minggu ke-7, septum urorectale
membagi cloaca :
a. Sinus urogenitalis
b. Canalis anorectalis
3. Membrana cloacalis akan terbagi :
a. Membrana urogenitalis
b. Membrana analis
4. Minggu ke-9, membrana analis
ruptur
5. Membrana analis → linea pectinata
Saraf Enterik
● Crista neuralis berasal dari :
○ Regio vagal dan regio sacral
● Minggu ke-3, progenitor vagal bermigrasi
melalui mesoderm ke arcus pharyngeus
quartus
● Diferensiasi jadi sel ganglion
● Syaraf nervus enteric bergabung jadi
ganglia :
- plexus submucosus (Meissner’s)
- plexus myentericus (Auerbach’s)
01
Malformasi
Anorectal
DEFINISI
Malformasi anorektal (MAR) merupakan malformasi septum urorektal
secara parsial atau komplet akibat perkembangan abnormal
http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Meditek/article/download/1265/1382å
ETIOLOGI
belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli berpendapat bahwa kelainan ini
sebagai akibat dari abnormalitas perkembangan embriologi anus, rektum dan
traktus urogenital, dimana septum tidak membagi membran kloaka secara
sempurna.
● Idiopatik
● Genetik syndrome : Down syndrome
● Lingkungan : fertilisasi in vitro

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542275/
FAKTOR RISIKO
● Faktor Genetik
● Obesitas maternal (BMI >30 )
● Prematuritas
● Kecil untuk masa kehamilan (small for gestational age)
● Merokok dan mengonsumsi alkohol
EPIDEMIOLOGI
● MAR terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran hidup
● Laki-laki lebih sering daripada perempuan ( 1,2 : 1 )
● Fistula rektouretral (70%) mengenai laki-laki
● Fistula rektovestibular sering pada wanita
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542275/
Gejala Klinis
- Perut membesar
- Muntah
- Lubang anus dapat membuka ke organ lain di dalam tubuh –
uretra, vagina, atau perineum → kotoran keluar dari vagina atau
uretra
- Saluran anus mungkin sempit
- Lubang anus tertutupi dengan jaringan atau selaput
- Ketidakmampuan BAB
https://www.nationwidechildrens.org/conditions/anorectal-malformation-arm-or-imperforate-anus-female
https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=anorectal-malformation-in-children-90-P01980
https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24541-anorectal-malformation
Pemeriksaan Penunjang
➢ Cross-table Lateral Radiography (knee-chest posisition)
○ Menunjukan letak tinggi atau rendah berdasarkan udara pada rektum
lokasi paling distal.
○ Jarak rektum dengan kulit <1 cm disebut letak rendah, sedangkan >1
cm disebut letak tinggi.
○ Dikerjakan pada atresia ani tanpa fistula
➢ Ultrasonografi
USG abdominal dan spinal untuk mengevaluasi kelainan traktus urinarius
dan spinal
➢ Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mencari kelainan tulang belakang (tethered chord pada spinal dan
kelainan lainnya) dan mengevaluasi struktur muskulus pelvis.
➢ Urinalisis
Mengevaluasi ada tidaknya mekonium dalam urin untuk melihat
kemungkinan adanya fistula atau pada pasien atresia ani fistula
rektouretra/rektovesika yang secara klinis tidak khas (tidak terlihat
adanya mekonium bercampur urin)
➢ Ekokardiografi
Mencari adanya kelainan jantung (kelainan kongenital penyerta)
PENATALAKSANAAN
Tata Laksana Umum
1. Pasien dipuasakan
2. Cairan intravena (Kristaloid)
3. Tata laksana kondisi yang mengancam hidup → infeksi, hipotermi, dan
lain-lain
4. Edukasi kepada keluarga pasien : prosedur operasi beberapa tahap
dan memakan waktu yang lama, adanya kemungkinan infeksi dan
operasi berulang, neurogenic bladder, inkontinensia alvi pasca operasi

Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
PENATALAKSANAAN

Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
PENATALAKSANAAN

Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
PENATALAKSANAAN
Manajemen : Letak Rendah → prosedur perbaikan tunggal tanpa
kolostomi
3 jenis pendekatan :

1. Fistula terletak di lokasi normal. Dilatasi/businasi bersifat kuratif


2. Fistula terletak di anterior sphincter eksternus dengan jarak lubang ke
pertengahan sphincter dekat → PSARP minimal
3. Fistula terletak di anterior sphincter eksternus dengan jarak lubang ke
pertengahan sphincter jauh → Limited PSARP
Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
PENATALAKSANAAN
Manajemen : Letak Sedang dan Tinggi → Rekonstruksi
3 tahap :

1. Tahap 1 : kolostomi
Kolon sigmoid dibagi utuh menjadi 2 : proksimal sebagai kolostomi, distal untuk mukosa
fistula

2. Tahap 2 : prosedur pull through (3-6 bulan setelah kolostomi)


Penarikan kantung rektal yang paling ujung ke posisi normal

3. Tahap 3 : penutupan kolostomi dan businasi


Businasi dimulai 2 minggu setelah tahap 2 sampai ukuran businasi sudah tercapai sesuai
usia, baru dilakukan penutupan kolostomi
Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
PENATALAKSANAAN

Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
https://youtu.be/Fi3G2PCqCm8
Pencegahan
● Edukasi pasien mengenai penyakit dan yang dapat terjadi
● Konsultasi dengan dokter bedah anak, bedah saraf, urologi
Komplikasi
● Komplikasi intraoperatif
● Komplikasi pascaoperasi
● Anus imperforata
Prognosis
● Jika tidak ada yang mengancam maka prognosis baik
● Prognosis paling baik ditentukan dari kemungkinan kontinensia tinja primer
● Kematian akibat konstipasi
● Kematian akibat inkontinensia tinja dan urine
02
Hirschprung’s
Disease
DEFINISI
Malformasi sistem parasimpatis neurogenik intestinal berupa tidak adanya sel
ganglion myentericus auerbach dan plexus submukosa meissner yang mempersarafi
segmen distal colon disertai hipertrofi dari serat saraf → hilangnya fase relaksasi dari
peristaltik → obstruksi fungsional
ETIOLOGI
● Tidak adanya sel-sel ganglion intestinal yang terjadi akibat
gangguan embriogenesis dari nervus myentericus.
FAKTOR RISIKO

Faktor
utama
yang
berperan
adalah
faktor
genetik.
EPIDEMIOLOGI
● Hirschsprung's disease terjadi pada kurang lebih 1 dari 5000
kelahiran hidup
● Kelainan ini dapat terjadi tunggal atau merupakan kombinasi
dengan kelainan perkembangan lainnya, 15% dari kasus terjadi
pada anak-anak dengan sindrom Down
● 70-80% laki-laki
● Dapat terjadi pada semua ras, namun jarang pada ras kulit hitam
● Predileksi tersering pada rectosigmoid dan rectum
KLASIFIKASI
● Ultrashort segment disease : 3-4
cm dari spinchter ani internus
● Short segment disease :
rectosigmoid (75%)
● Long segment : flexura splenica
atau colon transversum (15%)
● Total colonic agangliosis : seluruh
colon sampai caecum dan ileum
terminalis (7.5%)
● Extensive aganglionosis : sampai
jejunum (3%)
Hirschsprung Disease :
Patogenesis - Neuroblast apoptosis
- Neuroblast gagal berimigrasi ke colon, rectum
- Gagal berdiferensiasi dan proliferasi
Fetal Development :
- Prekursor neural crest (neuroblast) di foregut
pada minggu ke 5 kehamilan akan mengalami
maturasi kemudian bermigrasi ke caudal dengan
nervus vagus Bagian colon rectum tidak memiliki
- membentuk sel-sel ganglion nervus myentericus ganglion parasimpatis
dan sel-sel ganglion plexus nervus submucosa.
- Sel ganglion diidentifikasi di esophagus pada
minggu ke 6 kehamilan, di colon transversum
pada minggu ke 8 kehamilan, dan di rectum pada
minggu ke 12 kehamilan. Mutasi gen

○ RET (pada kromosom 10 q


11.2 dan 10 q 21.2),
○ EDN3
○ EDNRB
○ GDNF
Mutasi Gen → RET, Geng EDNRB, Gen EDN3


Migrasi, perkembangan dan diferensiasi
neuroblast yang berasal dari crista neural
terganggu →

X terbentuk plexus auerbach dan meissner Hirschsprung’s → Hipertrofi serabut saraf


Disease parasimpatis
→ →


Aganglionosis
Kenaikan kadar
asetilkolinesterase


(X) ENS → kontrol usus
sangat ekstrinsik Gangguan inervasi
parasimpatis


Aktivitas kolinergik lebih Kenaikan kadar
aktif dari adrenergik asetilkolinesterase


Ketidakseimbangan
Tonus otot meningkat → kontaktilitas otot polos dan Gerakan peristaltik
obstruksi fungsional tidak terkoordinasi
Gejala Klinis
Gejala Congenital

- Kegagalan mengeluarkan mekonium 48 jam setelah kelahiran


- Distensi dan full abdomen
- Konstipasi
- Mual dan muntah
- Feses yang menumpuk dapat teraba di abdomen kanan bawah
- Febris
- Poor weight gain and failure to thrive
- Pada pemeriksaan rektal (biasanya memakai termometer) akan
menyebabkan feses menyemprot
Pemeriksaan Penunjang
● Foto Polos Abdomen
○ Gambaran obstuksi usus letak rendah
○ Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara
○ Pada bayi dan anak gambaran distensi
kolon dan gambaran massa feses lebih
terlihat jelas.
● Foto Enema Barium
○ Harus dikerjakan pada neonatus dengan
keterlambatan evakuasi mekonium yang
disertai distensi abdomen dan muntah hijau
○ Tanda-tanda klasik :
■ Segmen sempit dari sfingter anal
dengan panjang tertentu.
■ Zona transisi, daerah perubahan dari
segmen sempit ke segmen dilatasi
■ Segmen dilatasi.
● Foto Retensi Barium

Retensi barium 24 sampai 48 jam setelah enema → tanda


penting penyakit hirschsprung; neonatal.

○ Gambaran barium → membaur dengan feses ke


arah proksimal di dalam kolon berganglion normal.
○ Retensi barium pada pasien dengan obstipasi kronik
yang bukan disebabkan penyakit hirschsprung
terlihat makin ke distal, menggumpal di daerah
rektum dan sigmoid.
○ Foto retensi barium dilakukan apabila pada foto pada
waktu enema barium ataupun yang dibuat
pasca-evakuasi barium tidak terlihat tanda khas Kontras yang tertahan di usus besar pada
penyakit hirschsprung. 24 jam setelah pemeriksaan enema
barium

https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610417704_664949.pdf
● Biopsi Isap
○ Diagnosis pasti menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin (HE),
sehingga dapat mengenali aganglionosis usus.
○ Diagnosis ditegakkan bila tidak ditemukan sel ganglion meissner dan
ditemukan penebalan serabut saraf dimana dilaporkan bahwa akurasi
pemeriksaan ini 100%
● Pemeriksaan histokimia calretinin (calcium binding protein)
○ Pemeriksaan ini sangat akurat menilai ada atau tidaknya sel ganglion
○ keunggulan :
■ dapat dikerjakan pada sediaan paraffin,
■ proses pewarnaan yang sederhana
■ relatif lebih murah
○ Disarankan untuk kasus hirschsprung’s disease yang meragukan.
Penatalaksanaan
Terapi Definitif : Pembedahan (operasi)
Persiapan Sebelum Operasi:
1. Rawat inap 24 jam pre-operation
2. Pemberian cairan intravena
3. Pemasangan OGT/NGT
4. Pemberian antibiotik intravena
5. Dekompresi

https://emedicine.medscape.com/article/178493-treatment#d5
Penatalaksanaan
1. Dekompresi
Dilakukan jika terdapat perut kembung dan muntah berwarna hijau dengan pemasangan pipa
orogastric/nasogastric dan pipa rektum serta dilakukan irigasi feses menggunakan NaCl 0.9% 10-20
cc/kgBB, bila irigasi efektif → dilanjutkan sampai cairan yang keluar relatif bersih. Apabila tidak berhasil→
kolostomi menjadi pilihan terapi bedah sementara.
2. Resusitasi cairan dan koreksi elektrolit
3. Rehabilitasi nutrisi
Setelah dekompresi berhasil→ tidak perlu dipuasakan dan segera mendapat diet per-oral sesuai dengan
umur pasien
4. Antibiotik
menekan overgrowth dan translokasi bakteri di usus ke PD melalui dinding usus. Antibiotik broad spectrum
(ampisilin, gentamisin dan metronidazole)

https://emedicine.medscape.com/article/178493-treatment#d5
Darmawan Kartono; R. Sjamsuhidayat, promotor; Sofyan Ismael, co-promotor (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993)
Penatalaksanaan
5. Kolostomi
Pada pasien Hirschsprung, dilakukan kolostomi pada bagian proksimal bagian segmen aganglion. Kolostomi
dianjurkan terutama pada pasien mengalami infeksi atau obstruksi intestinal yang berat.
6. Pull Through Operation
Pasien usia > 6 bulan – 12 bulan atau BB> 10 kg →bisa dilakukan definitif pull through operation.
Dapat dilakukan dengan 3 prosedur:
- Rectosigmoidectomy (Swenson procedure)
- Endorectal pull through (Soave procedure)
- Retrorectal pull through (Duhamel procedure)
7. Rujuk ke sp. BA

https://emedicine.medscape.com/article/178493-treatment#d5
Darmawan Kartono; R. Sjamsuhidayat, promotor; Sofyan Ismael, co-promotor (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993)
Penatalaksanaan

https://emedicine.medscape.com/article/178493-treatment#d5
Darmawan Kartono; R. Sjamsuhidayat, promotor; Sofyan Ismael, co-promotor (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993)
Pencegahan
● Penyakit genetik
● Pencegahan enterocolitis
Komplikasi
● Hirschsprung Associated EnteroColitis (HAEC)
● Komplikasi akibat tindakan bedah
● Perforasi usus
● Komplikasi jangka panjang
Prognosis
● 90% pasien ad bonam
● 1% mengalami inkontinensia
● Tingkat kematian 30% pada Hirschsprung’s yang sudah
berkembang menjadi enterocolitis
Identifikasi
Skenario
Anamnesis
Bayi laki-laki, usia 2 hari (insidensi kelainan kongenital), anak pertama dari ibu berumur 30 tahun
dibawa ke klinik RS dengan membawa surat rujukan dari bidan, dengan keluhan tidak memiliki
lubang anus (Malformasi Anorectal/atresia ani). Pasien dibawa berobat ke bidan karena buang air
besar sedikit sejak lahir. (Kemungkinanya ada fistula)Tidak ada keluhan muntah(vomitus) ataupun
demam (febris) → mencari tanda infeksi. Bayi sudah mulai diberikan ASI.
Riwayat kehamilan: selama kehamilan ibu pasien kontrol ke bidan sebanyak 4 kali(FR→ kurang
dari 6x), tidak pernah menderita sakit cacar atau diabetes (Mencari penyebab kelainan kongenital),
namun ibu pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok 1 bungkus per hari. (meningkatkan FR)
Riwayat persalinan: lahir aterm secara spontan di bidan, BBL 3,7 kg; PBL 47 cm.
Riwayat penyakit keluarga: tidak ada riwayat penyakit bawaan di keluarga.
Pemeriksaan Fisik
BB 3.6 Kg, PB 47 cm
KU: Compos mentis, menangis kuat
Tanda vital: N 128x/mnt, R 40x/mnt, Suhu 370C (DBN)

Kepala: Bentuk dan ukuran normal, fontanel dalam batas normal


Mata, wajah, telinga, daerah bibir dan langit-langit dalam batas normal (DBN)
Leher: Dalam batas normal
Toraks: Bentuk dan pergerakan simetris,
BBS +/+, tidak ada retraksi ataupun grunting
Bunyi jantung murni, tidak ada murmur (DBN)

Abdomen: cembung(kemungkinan saluran cernanya penuh), soepel, turgor baik, BU (+) normal
Genitalia: tidak ada kelainan
Perineum: lubang anus tidak ditemukan, Anal dimple +, tampak sebuah lobang kecil {fistula} ½ cm di atas anal
dimple ditutupi meconium kering hitam kehijauan.
Ekstremitas dan tulang belakang: dalam batas normal, tonus dan refleks dalam batas normal
Kulit: tidak sianosis ataupun ikterik
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi rutin (DBN)
Hb : 17,5 gr/dl
Ht : 57%
Leukosit : 24000/mm3
Thrombosit : 244000/mm3
Natrium : 144 meq/dl,
Kalium : 4.1 meq/dl
Diagnosis Kerja
Malformasi Anorectal / Atresia ani letak rendah

Dasar Diagnosis
1. Usia 2 hari, laki-laki - Pemeriksaan fisik
2. Tidak memiliki lubang anus - Lubang anus tidak ditemukan
3. Bab sedikit - Fistula 1/2cm diatas anal dimple
4. Ibu merokok - Abdomen cembung
Penatalaksanaan
● Edukasi orang tua pasien
○ Mengenai prosedur operasi dan tahap operasi
○ Komplikasi pasca operasi/ kemungkinan infeksi
● Rawat inap
○ Cairan kristaloid NaCl 0.9%
○ Hindari terjadi sepsis → jika infeksi bakteri berat bisa diberikan antibiotik
spektrum luas
○ Pasien dipuasakan
● Rujuk/konsultasi → Sp. Bedah Anak
○ Untuk dilakukan tatalaksana operatif →1 tahap : PSARP minimal

Liwang F, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Prognosis
Quo ad Vitam : Ad bonam
Quo ad Functionam : Ad bonam
Quo ad Sanationam : Ad bonam

Anda mungkin juga menyukai