Kongenital
Malformasi Anorectal
Kelompok 2
Terminologi
1. Grunting
○ Suara nafas tambahan akibat penutupan
glottis pada akhir ekspirasi dengan tujuan
mencegah kolaps alveoli, suara seperti
‘snoring’ atau mendengkur
https://www.depkes.org/blog/grunting/
https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/PGD02
_Gawat-Napas-edit-1-Q.pdf
2. Anal Dimple
○ Area hiperpigmentasi pada kulit yang
biasanya menonjol di midline perineum pada
neonatus dengan malformasi anorectal
Pitaka, Ririd Tri, Aditya Rifqi Fauzi, Akhmad Makhmudi, and Gunadi,
‘Comparison and Impact of Associated Anomalies on the Anal Position
Index in Neonates with Anorectal Malformation’, BMC Research Notes, 15.1
(2022) <https://doi.org/10.1186/s13104-022-06186-x>
Anatomi - Histologi
Rectum & Anus
Anatomi Rectum
● Bagian antara colon sigmoid & canalis analis
● Panjang : 15-20 cm
● Mempunyai bagian paling sempit dan bagian
paling lebar
Vaskularisasi : a/v. rectalis superior, intermediate, inferior
Persarafan : Aliran Limfatik :
- Nodi mesenterici inferiores
- Simpatis : n, splanchnicus lumbalis (L1-L2) - Nodi aortici
- Parasimpatis : n, splanchnicus pelvicus (S2-S4) - Ductus aorticus
Histologi Rectum
Tunika Mukosa
- Epitel selapis slindris + sel goblet
- LPM : gld. Intestinalis, sel adiposa,
nodus lymphoideus
- LMM
- Submukosa : lipatan longitudinal
Tunika Muskularis
- Dalam : otot sirkuler
- Luar : otot longitudinal
→ diantara kedua otot : plexus myentericus
Auerbach
Tunika Submukosa
Submukosa rectum menyatu dengan LPM canalis analis
(+) plexus hemorrhoidalis internus
Tunika Muskularis
- Luar : otot polos sirkuler → menebal → m. spinchter ani internus
- Dalam : otot polos longitudinal
- Di bawah canalis analis : m. spinchter ani internus → m. spinchter ani externus
- Sebelah luar m. spinchter ani externus → m. levator ani
Fisiologi motilitas saluran cerna, usus
besar dan anus
Plexus saraf Lokasi Saat terstimulasi Saat terinhibisi
enteric
submucosal / Di lapisan Mengatur sekresi intestinal, absorbsi, dan kontraksi otot submucosal lokal
Meissner submukosa
PRINSIP UMUM MOTILITAS
GASTROINTESTINAL
- Otot polos GIT sebagai syncytium
- potensial aksi dibangkitkan di mana saja dalam massa otot →
bergerak ke segala arah dan lapisan otot lainnya
- Aktivitas elektrik dari otot polos GIT
- Slow waves
- Menimbulkan kontraksi ritmis GIT
- Interaksi kompleks sel otot polos dan sel interstisial cajal
- Spikes
- Potensial aksi sesungguhnya
- Muncul otomatis saat potensial membran istirahat otot
polos lebih positif dari -40 milivolt (normal -50 dan -60
milivolt)
- Makin tinggi kenaikan potensi gelombang lambat, makin
besar frekuensi potensi lonjakan (1-10 lonjakan perdetik)
JENIS GERAKAN FUNGSIONAL PADA
SALURAN GASTROINTESTINAL
1. PROPULSIVE MOVEMENT 2. MIXING MOVEMENT
- Peristaltis
- Stimulus : distensi usus, bahan kimia, iritasi fisik, - kontraksi konstriktif intermiten lokal setiap
sinyal saraf parasimpatis beberapa cm di dinding usus → penyempitan
baru di titik lain
Fisiologi Usus Besar
- Fungsi :
1) Absorbsi air dan elektrolit dari kimus → feses solid (setengah proksimal)
2) penyimpanan feses sampai dapat dikeluarkan. (setengah distal)
- Pergerakan :
- Mixing movements (Haustrations)
- Propulsive movements (Mass Movements)
Defekasi
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542275/
FAKTOR RISIKO
● Faktor Genetik
● Obesitas maternal (BMI >30 )
● Prematuritas
● Kecil untuk masa kehamilan (small for gestational age)
● Merokok dan mengonsumsi alkohol
EPIDEMIOLOGI
● MAR terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran hidup
● Laki-laki lebih sering daripada perempuan ( 1,2 : 1 )
● Fistula rektouretral (70%) mengenai laki-laki
● Fistula rektovestibular sering pada wanita
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542275/
Gejala Klinis
- Perut membesar
- Muntah
- Lubang anus dapat membuka ke organ lain di dalam tubuh –
uretra, vagina, atau perineum → kotoran keluar dari vagina atau
uretra
- Saluran anus mungkin sempit
- Lubang anus tertutupi dengan jaringan atau selaput
- Ketidakmampuan BAB
https://www.nationwidechildrens.org/conditions/anorectal-malformation-arm-or-imperforate-anus-female
https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=anorectal-malformation-in-children-90-P01980
https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24541-anorectal-malformation
Pemeriksaan Penunjang
➢ Cross-table Lateral Radiography (knee-chest posisition)
○ Menunjukan letak tinggi atau rendah berdasarkan udara pada rektum
lokasi paling distal.
○ Jarak rektum dengan kulit <1 cm disebut letak rendah, sedangkan >1
cm disebut letak tinggi.
○ Dikerjakan pada atresia ani tanpa fistula
➢ Ultrasonografi
USG abdominal dan spinal untuk mengevaluasi kelainan traktus urinarius
dan spinal
➢ Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mencari kelainan tulang belakang (tethered chord pada spinal dan
kelainan lainnya) dan mengevaluasi struktur muskulus pelvis.
➢ Urinalisis
Mengevaluasi ada tidaknya mekonium dalam urin untuk melihat
kemungkinan adanya fistula atau pada pasien atresia ani fistula
rektouretra/rektovesika yang secara klinis tidak khas (tidak terlihat
adanya mekonium bercampur urin)
➢ Ekokardiografi
Mencari adanya kelainan jantung (kelainan kongenital penyerta)
PENATALAKSANAAN
Tata Laksana Umum
1. Pasien dipuasakan
2. Cairan intravena (Kristaloid)
3. Tata laksana kondisi yang mengancam hidup → infeksi, hipotermi, dan
lain-lain
4. Edukasi kepada keluarga pasien : prosedur operasi beberapa tahap
dan memakan waktu yang lama, adanya kemungkinan infeksi dan
operasi berulang, neurogenic bladder, inkontinensia alvi pasca operasi
Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
PENATALAKSANAAN
Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
PENATALAKSANAAN
Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
PENATALAKSANAAN
Manajemen : Letak Rendah → prosedur perbaikan tunggal tanpa
kolostomi
3 jenis pendekatan :
1. Tahap 1 : kolostomi
Kolon sigmoid dibagi utuh menjadi 2 : proksimal sebagai kolostomi, distal untuk mukosa
fistula
Liwang F, dkk. Malformasi Anorektal dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid II. Jakarta:
https://youtu.be/Fi3G2PCqCm8
Pencegahan
● Edukasi pasien mengenai penyakit dan yang dapat terjadi
● Konsultasi dengan dokter bedah anak, bedah saraf, urologi
Komplikasi
● Komplikasi intraoperatif
● Komplikasi pascaoperasi
● Anus imperforata
Prognosis
● Jika tidak ada yang mengancam maka prognosis baik
● Prognosis paling baik ditentukan dari kemungkinan kontinensia tinja primer
● Kematian akibat konstipasi
● Kematian akibat inkontinensia tinja dan urine
02
Hirschprung’s
Disease
DEFINISI
Malformasi sistem parasimpatis neurogenik intestinal berupa tidak adanya sel
ganglion myentericus auerbach dan plexus submukosa meissner yang mempersarafi
segmen distal colon disertai hipertrofi dari serat saraf → hilangnya fase relaksasi dari
peristaltik → obstruksi fungsional
ETIOLOGI
● Tidak adanya sel-sel ganglion intestinal yang terjadi akibat
gangguan embriogenesis dari nervus myentericus.
FAKTOR RISIKO
Faktor
utama
yang
berperan
adalah
faktor
genetik.
EPIDEMIOLOGI
● Hirschsprung's disease terjadi pada kurang lebih 1 dari 5000
kelahiran hidup
● Kelainan ini dapat terjadi tunggal atau merupakan kombinasi
dengan kelainan perkembangan lainnya, 15% dari kasus terjadi
pada anak-anak dengan sindrom Down
● 70-80% laki-laki
● Dapat terjadi pada semua ras, namun jarang pada ras kulit hitam
● Predileksi tersering pada rectosigmoid dan rectum
KLASIFIKASI
● Ultrashort segment disease : 3-4
cm dari spinchter ani internus
● Short segment disease :
rectosigmoid (75%)
● Long segment : flexura splenica
atau colon transversum (15%)
● Total colonic agangliosis : seluruh
colon sampai caecum dan ileum
terminalis (7.5%)
● Extensive aganglionosis : sampai
jejunum (3%)
Hirschsprung Disease :
Patogenesis - Neuroblast apoptosis
- Neuroblast gagal berimigrasi ke colon, rectum
- Gagal berdiferensiasi dan proliferasi
Fetal Development :
- Prekursor neural crest (neuroblast) di foregut
pada minggu ke 5 kehamilan akan mengalami
maturasi kemudian bermigrasi ke caudal dengan
nervus vagus Bagian colon rectum tidak memiliki
- membentuk sel-sel ganglion nervus myentericus ganglion parasimpatis
dan sel-sel ganglion plexus nervus submucosa.
- Sel ganglion diidentifikasi di esophagus pada
minggu ke 6 kehamilan, di colon transversum
pada minggu ke 8 kehamilan, dan di rectum pada
minggu ke 12 kehamilan. Mutasi gen
→
Migrasi, perkembangan dan diferensiasi
neuroblast yang berasal dari crista neural
terganggu →
→
Aganglionosis
Kenaikan kadar
asetilkolinesterase
→
→
(X) ENS → kontrol usus
sangat ekstrinsik Gangguan inervasi
parasimpatis
→
→
Aktivitas kolinergik lebih Kenaikan kadar
aktif dari adrenergik asetilkolinesterase
→
→
Ketidakseimbangan
Tonus otot meningkat → kontaktilitas otot polos dan Gerakan peristaltik
obstruksi fungsional tidak terkoordinasi
Gejala Klinis
Gejala Congenital
https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610417704_664949.pdf
● Biopsi Isap
○ Diagnosis pasti menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin (HE),
sehingga dapat mengenali aganglionosis usus.
○ Diagnosis ditegakkan bila tidak ditemukan sel ganglion meissner dan
ditemukan penebalan serabut saraf dimana dilaporkan bahwa akurasi
pemeriksaan ini 100%
● Pemeriksaan histokimia calretinin (calcium binding protein)
○ Pemeriksaan ini sangat akurat menilai ada atau tidaknya sel ganglion
○ keunggulan :
■ dapat dikerjakan pada sediaan paraffin,
■ proses pewarnaan yang sederhana
■ relatif lebih murah
○ Disarankan untuk kasus hirschsprung’s disease yang meragukan.
Penatalaksanaan
Terapi Definitif : Pembedahan (operasi)
Persiapan Sebelum Operasi:
1. Rawat inap 24 jam pre-operation
2. Pemberian cairan intravena
3. Pemasangan OGT/NGT
4. Pemberian antibiotik intravena
5. Dekompresi
https://emedicine.medscape.com/article/178493-treatment#d5
Penatalaksanaan
1. Dekompresi
Dilakukan jika terdapat perut kembung dan muntah berwarna hijau dengan pemasangan pipa
orogastric/nasogastric dan pipa rektum serta dilakukan irigasi feses menggunakan NaCl 0.9% 10-20
cc/kgBB, bila irigasi efektif → dilanjutkan sampai cairan yang keluar relatif bersih. Apabila tidak berhasil→
kolostomi menjadi pilihan terapi bedah sementara.
2. Resusitasi cairan dan koreksi elektrolit
3. Rehabilitasi nutrisi
Setelah dekompresi berhasil→ tidak perlu dipuasakan dan segera mendapat diet per-oral sesuai dengan
umur pasien
4. Antibiotik
menekan overgrowth dan translokasi bakteri di usus ke PD melalui dinding usus. Antibiotik broad spectrum
(ampisilin, gentamisin dan metronidazole)
https://emedicine.medscape.com/article/178493-treatment#d5
Darmawan Kartono; R. Sjamsuhidayat, promotor; Sofyan Ismael, co-promotor (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993)
Penatalaksanaan
5. Kolostomi
Pada pasien Hirschsprung, dilakukan kolostomi pada bagian proksimal bagian segmen aganglion. Kolostomi
dianjurkan terutama pada pasien mengalami infeksi atau obstruksi intestinal yang berat.
6. Pull Through Operation
Pasien usia > 6 bulan – 12 bulan atau BB> 10 kg →bisa dilakukan definitif pull through operation.
Dapat dilakukan dengan 3 prosedur:
- Rectosigmoidectomy (Swenson procedure)
- Endorectal pull through (Soave procedure)
- Retrorectal pull through (Duhamel procedure)
7. Rujuk ke sp. BA
https://emedicine.medscape.com/article/178493-treatment#d5
Darmawan Kartono; R. Sjamsuhidayat, promotor; Sofyan Ismael, co-promotor (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993)
Penatalaksanaan
https://emedicine.medscape.com/article/178493-treatment#d5
Darmawan Kartono; R. Sjamsuhidayat, promotor; Sofyan Ismael, co-promotor (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993)
Pencegahan
● Penyakit genetik
● Pencegahan enterocolitis
Komplikasi
● Hirschsprung Associated EnteroColitis (HAEC)
● Komplikasi akibat tindakan bedah
● Perforasi usus
● Komplikasi jangka panjang
Prognosis
● 90% pasien ad bonam
● 1% mengalami inkontinensia
● Tingkat kematian 30% pada Hirschsprung’s yang sudah
berkembang menjadi enterocolitis
Identifikasi
Skenario
Anamnesis
Bayi laki-laki, usia 2 hari (insidensi kelainan kongenital), anak pertama dari ibu berumur 30 tahun
dibawa ke klinik RS dengan membawa surat rujukan dari bidan, dengan keluhan tidak memiliki
lubang anus (Malformasi Anorectal/atresia ani). Pasien dibawa berobat ke bidan karena buang air
besar sedikit sejak lahir. (Kemungkinanya ada fistula)Tidak ada keluhan muntah(vomitus) ataupun
demam (febris) → mencari tanda infeksi. Bayi sudah mulai diberikan ASI.
Riwayat kehamilan: selama kehamilan ibu pasien kontrol ke bidan sebanyak 4 kali(FR→ kurang
dari 6x), tidak pernah menderita sakit cacar atau diabetes (Mencari penyebab kelainan kongenital),
namun ibu pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok 1 bungkus per hari. (meningkatkan FR)
Riwayat persalinan: lahir aterm secara spontan di bidan, BBL 3,7 kg; PBL 47 cm.
Riwayat penyakit keluarga: tidak ada riwayat penyakit bawaan di keluarga.
Pemeriksaan Fisik
BB 3.6 Kg, PB 47 cm
KU: Compos mentis, menangis kuat
Tanda vital: N 128x/mnt, R 40x/mnt, Suhu 370C (DBN)
Abdomen: cembung(kemungkinan saluran cernanya penuh), soepel, turgor baik, BU (+) normal
Genitalia: tidak ada kelainan
Perineum: lubang anus tidak ditemukan, Anal dimple +, tampak sebuah lobang kecil {fistula} ½ cm di atas anal
dimple ditutupi meconium kering hitam kehijauan.
Ekstremitas dan tulang belakang: dalam batas normal, tonus dan refleks dalam batas normal
Kulit: tidak sianosis ataupun ikterik
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi rutin (DBN)
Hb : 17,5 gr/dl
Ht : 57%
Leukosit : 24000/mm3
Thrombosit : 244000/mm3
Natrium : 144 meq/dl,
Kalium : 4.1 meq/dl
Diagnosis Kerja
Malformasi Anorectal / Atresia ani letak rendah
Dasar Diagnosis
1. Usia 2 hari, laki-laki - Pemeriksaan fisik
2. Tidak memiliki lubang anus - Lubang anus tidak ditemukan
3. Bab sedikit - Fistula 1/2cm diatas anal dimple
4. Ibu merokok - Abdomen cembung
Penatalaksanaan
● Edukasi orang tua pasien
○ Mengenai prosedur operasi dan tahap operasi
○ Komplikasi pasca operasi/ kemungkinan infeksi
● Rawat inap
○ Cairan kristaloid NaCl 0.9%
○ Hindari terjadi sepsis → jika infeksi bakteri berat bisa diberikan antibiotik
spektrum luas
○ Pasien dipuasakan
● Rujuk/konsultasi → Sp. Bedah Anak
○ Untuk dilakukan tatalaksana operatif →1 tahap : PSARP minimal
Liwang F, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Prognosis
Quo ad Vitam : Ad bonam
Quo ad Functionam : Ad bonam
Quo ad Sanationam : Ad bonam