Anda di halaman 1dari 7

Kasus Kista Ovarium

A. Rekonstitusi obat
1. Penyiapan
Sebelum menjalankan proses pencampuran obat suntik, perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Memeriksa kelengkapan dokumen permintaan dengan prinsip 5 BENAR
(benar pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian)
b. Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah, nomer
batch, tgl kadaluarsa), serta melengkapi form permintaan.
c. Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak
jelas/tidak lengkap.
d. Menghitung kesesuaian dosis.
e. Memilih jenis pelarut yang sesuai.
f. Menghitung volume pelarut yang digunakan.
g. Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomer rekam medis, ruang
perawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal
pembuatan, dan tanggal kadaluarsa campuran.
h. Melengkapi dokumen pencampuran.
i. Memasukkan alat kesehatan, label, dan obat-obatan yang akan dilakukan
pencampuran kedalam ruang steril melalui pass box.

2. Pencampuran
Proses pencampuran obat suntik secara aseptis, mengikuti langkah–
langkah sebagai berikut:
a. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
b. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi sesuai prosedur tetap.
c. Menghidupkan Laminar Air Flow (LAF) sesuai prosedur tetap.
d. Menyiapkan meja kerja LAF dengan memberi alas penyerap cairan dalam
LAF.
e. Menyiapkan kantong buangan sampah dalam LAF untuk bekas obat.
f. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan alkohol 70 %.
g. Mengambil alat kesehatan dan obat-obatan dari pass box.
h. Melakukan pencampuran secara aseptis.

Rekonstitusi obat di ruang rawat mawar, dilakukan oleh perawat pada


ruang obat sebelum diberikan kepada pasien. Dimana pada proses pencampuran
tidak menggunakan alat yang sesuai, sehingga memungkinkan terjadinya
kontaminasi dari lingkungan pencampuran yang tidak steril kepada obat yang
direkonstitusi. Pelarut yang digunakan untuk rekonstitusi juga harus diperhatikan
karena setiap obat memiliki kelarutan yang berbeda-beda pada pelarut tertentu dan
ada beberapa obat yang hanya dapat larut pada pelarut tertentu. Sehingga untuk
menjaga stabilitas dan kelarutannya, obat harus direkonstitusi dengan pelarut yang
sesuai dengan jenis obat tersebut dan penggunaan pelarut yang sesuai akan
memudahkan proses pelarutan obat yang akan direkonstitusi.
Obat yang telah direkonstitusi juga memiliki batas penyimpanan yang
berbeda-beda tergantung dari stabilitas obat itu sendiri. Sehingga perlu
diperhatikan stabilitas obat yang telah direkonstitusi jika ingin digunakan lagi
setelah proses rekonstitusi, karena obat yang telah melewati batas penyimpanan
maka tidak terjamin lagi stabilitasnya.
B. Kasus di Ruang Mawar
Nama Pasien : Masitah
Tanggal Lahir : 07 Juni 1979
Tanggal MRS : 2 Juli 2017
Diagnosa : Kista Ovarium
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi
Obat yang diberikan : Cetriaxon 2x1 gram (2/7-7/7)
Ranitidin 2x1 amp (4/7-5/7)
Dulcolax supp (3/7)
Pronalges supp 3x1 (6/7)
Valsartan 1x80 mg (11/7)
Amlodipin 1x5 mg(11/7)
Concor 1x2,5 mg (11/7)
Hasil Lab utama : Leukosit 13.550/mm3
Tanda-tanda vital : TD 160/90 mmHg, RR 18, T 36,4̊C

Pembahasan:
1. Tepat nama obat
Tepat nama obat dimana nama obat yang dituliskan sesuai dengan literatur
yang ada dan tidak terjadi kesalahan penulisan nama obat. Obat yang
diberikan tidak dikontraindikasikan dengan kondisi pasien. Ceftriaxon
sebagai antibiotik yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel
bakteri melalui ikatan dengan satu atau lebih protein-penicillin. Antibiotik
diperlukan karena leukosit pasien telah mencapai 13.550/mm 3. Ranitidin
bekerja dengan memblok reseptor H2 pada sel parietal gastrik dan
menghambat sekresi gastrik sehingga dapat digunakan untuk mencegah
terjadi stress ulcer pada pasien. Dulcolax untuk menstimulasi
peristaltiklangsung dengan mengiritasi otot polos usus, mengubah sekresi
air dan elektrolit yang menghasilkan akumulasi cairan usus, sehingga
diinginkan efek yang cepat karena menggunakan bentuk sediaan
suppositoria. Pronalges suppositoria untuk mengatasi nyeri karena bentuk
sediaan suppositoria sehingga efek lebih cepat dibandingkan dengan
sediaan tablet sehingga cocok untuk pasien dimana pasien mengalami
nyeri dan tidak dapat duduk karena nyeri bertambah.Sedangkan valsartan,
amlodipin dan concor sebagaikombinasi antihipertensi karena pasien
mengalami hipertensi stage II dengan tekanan darah 160/90 mmHg.
2. Tepat dosis
Obat yang diberikan telah tepat dosis dimana dosis yang diberikan sesuai
dengan dosis untuk pasien dewasa.
3. Tepat pasien
Obat yang diberikan telah tepat pasien karena sesuai dengan kondisi klinis
pasien dan tidak dikontraindikasikan terhadap kondisi pasien.
4. Tepat waktu dan frekuensi pemberian
Tepat waktu dan frekuensi penggunaan dimana obat diberikan tepat pada
waktunya dan sesuai frekuensi pemberian obat.
5. Tepat rute dan cara pemberian
Tepat rute dan cara pemberian dimana rute dan cara pemberian obat sesuai
dengan bentuk sediaan yang berikan kepada pasien. Pasien mendapatkan
dulcolax suppo dimana diinginkan efek lebih cepat daripada bentuk
sediaan tablet karena pasien telah mengeluh tidak BAB selama 4 hari.
Pronalges suppo diberikan dimana diinginkan efek lebih cepat daripada
bentuk sediaan tablet karena pasien mengeluh sakit bahkan sakit
bertambah saat duduk.
6. Alergi obat yang diresepkan
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat. Selain itu, pasien juga telah
menjalani skin test dengan obat ceftriaxon injeksi dan diperoleh hasil
pasien tidak alergi obat.
7. Interaksi obat yang mungkin terjadi
Tidak ditemukan interaksi mayor pada obat-obat yang digunakan.
8. Duplikasi obat dan polifarmasi
Tidak ada duplikasi obat maupun polifarmasi yang terjadi.
1. Ceftriaxon Injeksi
Dosis: 1-2 gram setiap 12-24 jam
Mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri melalui ikatan
satu atau lebih protein-penicillin yang akan menghambat tahap
transpeptidase akhir dari sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri
sehingga menghambat biosintesis dinding sel.
Interaksi dengan obat yang lain yang diberikan: -
Stabilitas: setelah rekonstitusi stabil 2 hari dalam suhu kamar 25̊C dan 10
hari dalam lemari pendingin 5̊C. Kompatibel dengan NaCl 0,9% dan
dekstrosa.
Penyimpanan: Suhu kamar dan lemari pendingin. Jika injeksi ceftriaxon
telah direkonstitusi dan disimpan pada suhu kamar maka sediaan tersebut
hanya stabil selama 2 hari dan jika disimpan pada lemari pendingin
dengan suhu 5̊C maka sediaan dapat digunakan hingga 10 hari. Jika telah
melewati batas penyimpanan maka sediaan tidak terjamin lagi
stabilitasnya.
2. Ranitidin Injeksi
Dosis: 50 mg setiap 6-8 jam.
Mekanisme kerja menghambat secara kompetitif reseptor histamin H2
pada sel parietal lambung, sehingga menghambat sekresi asam lambung,
menurunkan konsentrasi ion hidrogen.
Interaksi dengan obat yang lain yang diberikan: -
Penyimpanan: suhu ruang terlindung dari cahaya. Dapat dicampur dengan
NS atau D5W stabil selama 48 jam pada suhu ruang. Setelah lebih dari 48
jam, maka sediaan tersebut tidak terjamin lagi stabilitasnya.
3. Dulcolax suppo
Dosis: 10 mg dosis tunggal
Mekanisme kerja menstimulasi peristaltiklangsung dengan mengiritasi otot
polos usus, mengubah sekresi air dan elektrolit yang menghasilkan
akumulasi cairan usus.
Interaksi dengan obat yang lain yang diberikan: -
Penyimpanan: pada suhu 15-25̊C.Dulcolax suppo dapat disimpan pada
lemari pendingin maupun pada suhu ruang tetapi suhu penyimpanan harus
tetap terkontrol dan tidak lebih dari 25̊C untuk mencegah perubahan
konsistensi dari sediaan.
4. Valsartan
Dosis: diawali 80 atau 160 mg 1x sehari maksimal 320mg/hari.
Mekanisme kerja menghambat langsung pada reseptor AT II
menghasilkan efek penurunan tekanan darah.
Interaksi dengan obat yang lain yang diberikan: -
Pemberian sebelum atau sesudah makan.
Penyimpanan: pada suhu ruang 25̊C dan terjaga dari kelembaban.
5. Amlodipin
Dosis: diawali 5 mg 1x sehari maksimal 10 mg 1x sehari.
Mekanisme kerja menghambat ion kalsium memasuki otot polos vaskular
dan miokardium, menghasilkan relaksasi otot polos vaskular koroner dan
vasodilatasi koroner.
Interaksi dengan obat yang lain yang diberikan: -
Pemberian sebelum atau sesudah makan.
Penyimpanan: pada suhu ruang 25̊C.
6. Pronalges suppo
Dosis: 2x sehari 1 suppo.
Mekanisme kerja menghambat COX 1 dan COX 2 secara reversibel
menyebabkan penurunan pembentukkan prekursor prostaglandin, memiliki
sifat antipiretik, analgesik dan anti inflamasi.
Interaksi dengan obat yang lain yang diberikan: -
Penyimpanan: 2-8̊C terlindung dari cahaya sebaiknya pronalges suppo
disimpan pada lemari pendingin untuk mencegah terjadinya kerusakan
ataupun perubahan konsistensi dari sediaan.

Anda mungkin juga menyukai