Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TREPEUTIC DRUG MONITORING

‘’ PROBLEM BASED LEARNING : TRERAPEUTIC DRUG MONITORING


PADA PENGGUNAAN AMINOGLIKOSIDA ‘’

Dosen Pengampu :

1. Apt. Emy Oktaviani M.Clin,Pharm


2. Apt. Nisa Najwa Rokhmah M.Farm
3. Apt. Emma Nilafita Putri Kusuma M.Farm
4. Apt. Dian Farida Ismayana M.Clin.Pharm
5. Apt. Oktaviana Zunnita M.Farm
6. Apt. NHadira Nhestricia MKM
7. Apt. Nyayu Siti Amina Lily Elfrida M.farm
8. Apt. Dewi Oktavia Gunawan M.Farm

Asisten Dosen : Yolanda Eka S.S

Disusun Oleh : Noor Afifah

Npm : 066118179

LAPORAN PRAKTIKUM

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
a) Dapat menjabarkanlangkah langkah TDM Aminoglikosida
b) Dapat memprediksi penyesuaian dosis penggunaan Aminoglikosida hasil dari TDM
sehingga mencapai respon terapeutik yang maksimal dan efek yang tidak diinginkan
seminimal mungkin

1.2 Latar Belakang

Aminoglikosid adalah salah satu antibiotik pilihan untuk menangani infeksi


serius.Aminoglikosid pertama ditemukan adalah streptomisin yang diisolasi dari
Streptomycesgriseus(1943),neomisin yang diisolasi dari Stretomisin fradiae
mempunyai aktifitas lebih baikdari streptomisin tetapi mempunyai efek toksis yang lebih
kuat sehingga tidak digunakansecara sistemik. Gentamisin yang diisolasi dari
mikromonospora(1963), merupakan penemuanyang paling penting dalam era pengoba tan
kuman gram negatif terutama oleh kuman Pseudomonasaeruginosa. Selanjutnya, beberapa
aminoglikosid dikembangkan seperti amikacin, netilmycinedan tobramycine yang
semuanya dapat digunakan secara sistemik. Efek bakteri sidaminoglokosid dengan cara
menghambat sintesa protein kuman setelah mengikat secara menetap pada 30S ribosom
dari bakteri. Akibat reaksi kation antibiotik menimbulkan celah pada dindingluar kuman
sehingga terjadi kebocoran dan mengeluar kan isi kuman
diikuti penetrasi antibiotiksamakin dalam. Aktifitas antibiotik ini memerlukan oksigen
(energi) sehingga efek bakteri sidakan berkurang pada infeksi anaerob atau gram positif.
Semua golongan aminoglikosidmempunyai sifat farmakokinetik yang hampir sama. 15-30
menit pasca pemberian intravenamengalami distribusi ke ruang ekstraseluler dan
konsentrasi puncak dalam plasma dialamisetelah 30-60 menit paska pemberian pada
keadaan fungsi ginjal normal. Ikatan amino-glikosid dan protein sangat lemah dan
dieliminasi obat ini melalui filtrasi glomerulus secarautuh. Dua prinsip utama
farmakodinamik aminoglikosid yaitu: concentration-dependent killingdan post antibiotic
effect (PAE). Concentration-dependent killing menunjukan hubunganantara
konsentrasi obat dan efek antimikroba.Aminoglikosida adalah sekelompok antibiotik
bersifat bakterisid yang berasal dari berbagai spesiesStreptomyces dan mempunyai sifat
kimiawi, antimikroba, farmakologi dan efek toksik yang sama (Jawetz et al., 2008).
Aminoglikosida merupakan senyawa yang terdiri dari dua atau lebih gugus gula amino
yang terikat lewat ikatan glikosidik pada inti heksosa (Ganiswarna, 1999).
A. Mekanisme kerja
Aminoglikosida,adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding
bakteri danmengikat diri pada ribosom (partikel partikel kecil dalam protoplasma sel yang
kaya akanRNA, tempat terjadinya sintesa protein) didalam sel. Proses translasi (RNA dan
DNA)diganggu sehingga biosentasa protein dikacaukan. Untuk menembus dinding bakteri
mencapairibosom, aminoglikosid yang bermuatan kation positif akan berikatan secara
pasif denganmembran luar dinding kuman gram negatif yang mengandung muatan
negatif. Terjadinyareaksi kation antibiotik akibat adanya potensial listrik transmembrane
sehingga menimbulkancelah atau lubang pada membran luar dinding kuman selain
mengakibatkan kebocoran dankeluarnyakandungan intraseluler kuman memungkinkan
penetrasi antibiotik semakin dalam hinggamenembus membran sitoplasma,
proses ini merupakan efek bakteriosid aminoglikosid. (Ganiswarna, 1999).
B. Golongan aminoglikosida
a) StreptomisinDiperoleh dari steptomyces griseus oleh walksman (1943) dan sampai
sekarang penggunaannyahamper terbatas hanya untuk tuberkulosaToksisitasnya sangat
besar karena dapat menyebabkan kerusakan pada saraf otak ke 8 yangmelayani organ
keseimbangan dan pendengaran. Gejala-gejala awalnya adalah sakitkepala,vertigo,mual
dan muntah. Kerusakan bersifat revesibel,artinya dapat pulih kembali kalau penggunaan
obat diakhiri meski kadang-kadang tidak suutuhnya.Resistensi sangat cepat
sehinggadalam penggunaan harus dikombinasi dengan INH dan PAS Na atau rifampicin.
Pemberianmelalui parenteral karena tidak diserap oleh saluran cerna.
Derivatestreptomisin,dehidrostreptomisin,menyebabkan kerusakan organ pendengaran
lenih cepat daristreptomisin sehingga obat ini tidak digunakan lagi sekarang.
b) NeuromisinDiperoleh dari Streptomyces fradiae oleh walsman. Tersedia untuk
penggunaan topical danoral,penggunaan secara parenteral tidak dibenarkan karena toxis.
Karena baik sebelum dioprasi.Penggunaan local banyak dikombinasikan dengan
antibiotic lain (poimiksin B basitrasin) untukmenghindari terjadinya resistensi.c.)
c) Kanamisin Diperoleh dari Streptomyces Kanamycceticus (Umezawa 1955). Persediaan
dalam bentuk larutanatau serbuk kering untuk injeksi,pemakaian oral hanya kadang-
kadang diberikan untuk infeksiusus atau membersihkan usus untuk pembersihan
pembedahan. Berkhasiat bakteriostatik pada basil TBC,bahkan yang resisten terhadap
streptomisin sehinggamenjadi obat pilihan kedua bagi penderita TBC. Juga digunakan
dalam pengobatan infeksi salurankemih oleh pseudomonas (suntikan). Efek obat generic
: kanamisin serbuk inj. 1gr/vial,2gr/vial.
d) GentamisinDiperoleh dari Mycromonospora purpurea. Berkhasiat terhadap infeksi oleh
kuman garamnegative seperti proteus,pseudomonas,klebsiella,enterobacter,yang antara
lain dapat menyebabkanmeningitis,osteomielitis pneumonia,infeksi luka bakar,infeksi
saluran kencing,telinga,hidung dantenggorokanSebaiknya penggunaan gentamisin secara
sistemis hanya di terapkan pada infeksi-infeksi yang berat saja,dan penggunaan
gentamisn secara topika khsusnya dilingkungan rumah sakit dibatasiagar tidak terjadi
resistensi pada kuman-kuman yang sensitive. Efek sampingnya gangguankeseimbangan
dan pendengaran toksis terhadap ginjal.Sediaan : dalam bentuk injeksi dan salep
(topical) Obat generic : Gentamisin (generic) cairan nj,10mg/ml dan 40 mg/ml.
e) FramisetinDiperoleh dari Streptomyces decaris. Rumus kimia dan khasiat mirip
Neomisin. Hanya digunakansecara local saja, misalnya salep atau kasa diimpragnasi.
Penggunaan Streptomisin (dankanamisin) hanya digunakan parenteral pada tuberkulosa,
dikombinasikan dengan rifampicin, INHdan pirazinamid. Gentamisin dan tobramisin
sering digunakan bersamaan suatu penisilin atausefalosporin pada infeksi dengan
pseudomonas. Amikasin terutama dicadangkan untuk kasus padamana terdapat resistensi
bagi aminoglikosida lainnya
C. Dosis Aminoglikosida
Dosis dan strategi pemberian Dosis rekomendasi aminoglikosid yaitu terbagi dalam
seharidengan menyesuaikan keadaan fungsi ginjal. Bila fungsi ginjal normal (klirens
kreatinin > 90ml/menit) maka dosis empiris gentamisin dan tobramisin seharusnya antara
1.2-2mg/kg setiap 8 jam, amikasin 5-7.5mg/kg setiap 8 atau 12 jam. Dosis harus
disesuaikan atau jarak pemberianharus diperpanjang bila didapatkan gangguan fungsi
ginjal, misalnya pemberian gentamisin dantobramisin jarak pemberian diperpanjang (dalam
jam) menjadi 8 kali dan amikasin 9 kali darikonsentrasi serum kreatinin. Cara pemberian
dengan dosis terbagi ini merupakan caratradisionil, sejak tahun 1980 dengan mengikuti
prinsip farmakokinetik farmakodinamikdikembangkan cara pemberian yang disebut
Extended Interval Aminoglycoside Dosing (EIAD)atau dosis pemberian sekali sehari.
Farmakodinamik aminoglikosid, sebagaimana yang telahdijelaskan sebelumnya bersifat
concentration-dependent kill dan post antibiotic effect maknanyaadalah efek bakterisid
aminoglikosid ditentukan dari perbandingan antara konsentrasi obatdalam plasma dan MIC,
efek 10 bacterial killing akan optimal, termasuk seleksi mutan resisten berkurang bila
konsentrasi puncak plasma (Cmax) > 10 kali MIC kuman (Cmax >20mg/l), disamping itu
Cmax makin besar mengakibatkan periode PAEmakin memanjang. Dikutip dari Rose Jung
(2005) dengan konsentrasi yang tinggidalam plasma didapatkan aktifitas invitro-invivo
PAE aminoglikosid terhadap P.aeruginosaantara 1 – 3 jam sedangkan Enterobacteriaceae
0.9 – 2 jam tanpa diikuti dengan peningkatan efektoksis. Risiko toksisitas (Brunton, et.al.,
2008).

D. Efek Samping
Efek samping aminoglikosid yang tersering adalah nefrotoksik, angka kejadiannya
bervariasi antara 5%-25%, angka kejadian nefrotoksik yang bervariasi ini dikarenakan
tidakmenggunakan kriteria definisi yang sama. Beberapa faktor risiko untuk
terjadinyanefrotoksik yang perlu diketahui oleh para klinisi sebelum memberikan
aminoglikosid yaitu: usia tua, komorbid penyakit ginjal dan gangguan hati, penggunaan
aminoglikosidmultidosis atau menggunakan lebih dari 3 hari, menggunakan obat bersifat
nefrotoksiksecara bersamaan seperti vancomiciin, manitol, amfoterisin B dan radiokontras
untukdiagnostik atau penderita rawat ICU dengan hipotensi akibat hipovolemik mempunyai
risikotinggi untuk terjadi nefrotoksik. Renal tubular nekrosis yang mendasari
nefrotoksik,umumnya bersifat ringan dan revesibel. Recovery akan mengalami secara
spontan beberapahari setelah penghentian obat, selama tidak didapatkan hipotensi
berkepanjangan, dan tidakmenggunakan obat nefrotoksik yang lain secara bersamaan dan
terjadi renal nekrosis kortekakibat penyakit yang lain. Efek toksik yang lain adalah
kerusakan cochlear dan vestibularsehingga mengakibatkan tuli bilateral yang bersifat
permanen. Angka kejadian tuli (ototoxicity) bervariasi antara 3%-14% tetapi permasa
lahanya efek samping ini umumnya baru terdeteksi setelah pemberian aminoglikosid selesai
diberikan. Faktor faktor risikoterjadinya efek samping ini sama halnya dengan faktor risiko
pada nefrotoksik. Salah satu efeksamping aminoglikosid yang lebih jarang terjadi tetapi
mengancam jiwa (lifethreatening)yaitu kelumpuhan otot (neuromuscular blockade),
manifestasi klinis ditandai dengankelemahan otot, penekanan sistem pernapasan hingga
apnea dan paralisis flaccid. Faktorrisiko akan komplikasi ini adalah penderita myasthenia
gravis, hipomagnesemia,hipocalcemia berat dan penggunaan obat pelumpuh otot secara
bersamaan. Untukmenghindari efek samping ini selain mengidentifikasi faktor faktor risiko
dan cara penggunaan aminoglikosid harus diperhatikan yaitu bila akan diberikan secara
multidosismaka pemberian bolus diberikan dalam waktu 30 menit, sedangkan pemberian
EIAD (dosis besar) melalui infusion pump selama satu jam. Beberapa penelitian
menganjurkan untuk menghindari efek sampingterutama nefrotoksik, sebaiknya pemberian
aminoglikosid hindari pemberian pada periodemalam hari hingga menjelang pagi, karena
pada periode ini secara fisiologis terjadi penurunan filtrasi glomerulus (Jawetz et al., 2008)

BAB II
RINGKASAN KEGIATAN PRAKTIKUM
2.1. Perubahan Farmakokinetik
Meliputi ADME pada kondisi ginjal kronik Perubahan farmakokinetik pada kondisi
gagal ginjal kronik (GGK) mempengaruhi Absorpsi, Distribusi, Metabolism dan Eliminasi
(ADME)
a) Absorpsi : Gagal ginjal kronik dapat mempengaruhi absorpsi obat, gangguan pada
saluran pencernaan atau perubahan pH lambung dapat mempengaruhi seberapa
cepat dan sejauh mana obat, diserap dalam tubuh
b) . Distribusi : Gagal ginjal kronik (GGK) dapat mengubah distribusi obat dalam
tubuh, karena perubahan pada konsentrasi pasien dalam darah, obat yang pada
konsentrasi protein dapat memiliki efek yang lebih kuat.
c) Metabolisme : Gagal ginjal Kronik (GGK) dapat mempengaruhi metabolisme obat,
biasanya banyak obat mengalami metabolism di hati. GGK dapat mengurangi
aktivitas enzim hati yang terlibat dalam metabolism obat
d) Eliminasi : Kondisi gagal ginjal (GGK) memiliki dampak besar pada eliminasi
obat. Ginjal berperan penting dalam mengeluarkan obat-obatan dari tubuh melalui
filtrasi glomelurus dan sekresi tubular.
2.1.1 Perubahan Farmakokinetik meliputi ADME pada kondisi hemodialisis.
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit
akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu)
atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD)
yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Perubahan farmakokinetik pada kondisi hemodialisis mempengaruhi Absorpsi,
Distribusi, Metabolisme dan Eliminasi
a) . Absorpsi : Hemodialis umumnya tidak mempengaruhi absorpsi obat karena
prosedur ini fokus pada penyaringan darah dan tidak mempengaruhi saluran
pencernaan dalam tubuh.
b) Distribusi : Hemedialisis dapat mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh
selama sesi hemodialisis, volume darah pasien menurun secara signifikan. Hal
ini dapat mempengaruhi distribusi obat kedalam jaringan dan organ-organ
tubuh.
c) Metabolisme : Hemodialis dapat mempengaruhi metabolisme obat, terutama
untuk obat -obatan yang secara signifikan termodialisis di hati. Perubahan
volume darah dan perubahan dalam komponen darah selama hemodialisis dapat
mempengaruhi aktivitas enzim hati yang terlibat dalam metabolism obat
d) Eliminasi : Kondisi gagal ginjal (GGK) memiliki dampak besar pada eliminasi
obat. Ginjal berperan penting dalam mengeluarkan obatobatan dari tubuh
melalui filtrasi glomelurus dan sekresi tubular.Hemodialisis merupakan metode
utama untuk mengeluarkan obat-obatan dari tubuh dengan gagal ginjal kronik
yang parah, selama sesi hemodialisis, obat-obatan yang larut dalam air dapat
dialirkan keluar dari tubuh melali membrane dialsis.
2.1.2 Daftar Obat Yang Bersifat Netfrotoksik
Obat-obatan netfrotoksik merupakan obat-obatan yang dapat merusak ginjal jika
digunakan dalam dosis tinggi atau dalam jangka waktu yang lama. Berikut adalah daftar
obat-obatan yang dikenal bersifat netfrotoksik :
a. NSAIDS ( Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs) Penggunaan jangka Panjang
atau dosis tinggi dapat merusak ginjal dan menyebabkan sindrom netritis
interstatial. Contohnya yaitu Ibuprofen, Naproxen dan Aspirin.
b. Ace Inhibitors dan ARBS (Angiostensin) Obat-obatan ini digunakan untuk
mengontrol tekanan darah dan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal pada
beberapa beberapa individu.

Gagal ginjal kronis (PGK)


Dosis obat perlu diperhatikan : eliminasi dan metabolit
1. Fungsi ginjal tahap berapa
Menimbulkan masalah efek toksik pada obat fungsi ginjal dapat dianalisis dengan indikator
- Insulin,creatin serum
Urea didalam tubuh banyak konsentrasinya didalam tubuh agar diperoleh efek maksimal
dengan metode klirens.
2.1.3 Perubahan farmakokinetika dan farmakodinamika
1. Absorbsi obat
- Gangguan ginjal mempengaruhi ph mual muntah
- Perubahan ph gangguan pencernaan , ureanya lebih banyak diplasma darah
sehingga mual muntah Obat sifat basa dapat menurunkan ph konsentrasi
obat.Obat yang tidak terionisasi tidak bermuatan , tidak mengikat ion
2. Distribusi obat
Volume bisa mengikat ataupun tidak berubah
- Penurunan ikatan obat dengan protein lebih banyak apabila tidak sesuai target
maka menimbulkan efek
- Terkait akumulasi pasien, obat yang diterima lebih dari 5 sehingga obat akan
terakumulasi sehingga konsentrasi obat terhadap pasien harus diturunkan
dosisnya , penumpukan cairan tubuh akan meningkat
2.1.4 Perubahan farmakodinamika
1. Perubahan metabolit dan eksresi obat
Beberapa obat akan menurun akibat aliran darah ke hati. Sehingga efeksi mempengaruhi
nilai klirens. Pada pasien gangguan ginjal kita fokuskan obat yang terakumulasi diutamakan
dan mencegah efek toksik. Diakibatkan perubahan biokimia atau fisiologi dapat
dioptimalkan terhadap pasien dapat disesuaikan fungsi ginjal pasien
- Pendekatan TDM
- Pendekatan praktis fungsi ginjal diedline penurunan dosis teradap pasien

Antibiotika terhadap TDM :


a. Karakteristik obat
b. Memiliki paruh obat singkat
c. Korelasi antara obat dan respon sulit

2.2 SOAL MATERI


STUDI KASUS : INDIVIDUALISASI DOSIS PADA KASUS PEMBERIAN
AMINOGLIKOSIDA
D.W. adalah seorang pasien pria berusia 20 tahun dengan berat badan 60 kg yang sedang
mendapatkan infus IV tobramisin sebesar 80 mg dalam waktu 30 menit setiap 8 jam.
Diketahui nilai waktu paro eliminasi tobramisin 3,9 jam dan volume distribusi 24,5%BB
pada populasi normal. Untuk terapi HAP kadar minimal yang dibutuhkan adalah 0,5-2
mg/L dan kadar puncal 6-10 mg/L.
a. Bagaimana regimen dosis yang harus disiapkan dan pastikan bahwa regimen yang
disarankan memenuhi rentang terapeutik. Beberapa hari kemudian, dilaporkan bahwa
terjadi peningkatan serum kreatinin yaitu 1 mg/dL dan dalam 24 jam meningkat menjadi 2
mg/dL. Setelah pemberian dosis ke-4 pasien positif mengalami gangguan fungsi ginjal.
Oleh karena fungsi ginjal terlihat menurun, diambil dua sampel plasma untuk memonitor
konsentrasi tobramisin dalam serum, yaitu sebagai berikut: pada 5 jam setelah dosis ke-4
diberikan (kadar 8 mg/L) dan 12 jam setelah dosis ke-4 (kadar 4 mg/L).
b. Hitunglah volume distribusi, konstanta laju eliminasi, dan klirens untuk pasien dengan
gangguan fungsi ginjal tersebut.
c. Dengan parameter yang dihitung di atas, tentukan penyesuaian regimen dosis yang dapat
menghasilkan konsentrasi puncak dan palung tobramisin yang rasional.
Diketahui :
Usia : 20tahun
Dosis : 80 mg
Vd : 24,5% = 24 ,5 x 60 14,7 L
100

t1/2 : 3,9 jam

BB : 60 kg
Cmin n : 0,5-2mg/L = 1
Cmax n :6- 10mg/L = 8
J : 8 jam
t : 30 menit
k : 0,693 = 0,178 jam Dosis 5 jam ke4 : 8 mg/L
3,9 Dosis 12 jam ke4 : 4 mg/L
Jawaban !!
A.
Cl. Css = R . S = 160 x 1 = 61,14 mg/L
K . Vd 0,178 x 14,7

Cmin ^ e -k.t
= 1/8. ^ e – o,178.t

= In 0,125 = - 0,178 x t
= -2,079 = - 0,178 x t
t = -2,079 = 11,68 jam :12 jam
-0,178
Cmax = CP0 . D/Vd
8= D x 1 .
14,7 1-e -0,178.12
8=. D x 1 .
14,7 0,882

8 = D x 1,134
14,7
D = 8 x 14,7
1,134
D = 103,70 mg/12 jam : 104 mg 12 jam
D = 104 mg/12 jam
D = 208 mg /24jam
Konfirmasi
Cmax = Cmax 1 x 1 . D = 104 mg/ 12 jam
( 1 – e-k.t)
Cmax = 104 x 1 .
14,7 ( 1- e-0,178.12)
= 104 x 1,31 = 7,994 mg/L : 8mg /L
14,7
Cmin = Cmax x e –k.t
= 8 x e -0,178.12
= 0,944 mg /L
Kesimpulan ;
 Kadar Cmax 8mg/L masuk kedalam rentang terapeutik (6-10 mg/L)
 Kadar Cmin 0,944 mg/L masuk kedalam rentang terapeutik
( 0,5 – 2mg/L)
B.
Vd5 = 8 mg x 80 mg
L Vd
Vd = 80 mg x 1 liter
8 mg
= 10 liter
Ke 5 = Cl = 1,78
Vd 10
= 0,178 jam
Cl5 = k.vd
= 0,178 x 10
1,78 L/jam

Vd12 = 4 mg x 80 mg
L Vd
= 80 mg x 1 liter
4mg
= 20 liter
Ke12 = Cl = 3,56
Vd 20
= 0,178 jam
Cl12 = k . Vd
= 0,178 x 20
= 3,56 L/jam
C.
Kadar 5 jam = 8 mg/L
Kadar 12 jam = 4 mg/L
Cpt = Cpo x e-ku . t
4 = 8 x e- ku . 7
4/8 = e – ku . 7
Ln 0,5 = 0,099/jam
Ku = 0,099
Kn = 0,178/jam
Cmax = 8 = 1 ku = 0,099
Cmin 1 e-ku . t
1 = e- 0, 099. t
8
Ln 0,125 = - 0,099 x t
- 2,079 = - 0,099 x t
t = 24jam
Cmax = D . x 1 .
Vd (e- 0,099 . 24)
8 = D x 1 .
14,7 ( 1- e- 0.099. 24 )
D= 8 x 14,7 = 102,88 Setiap 24 jam
1,143
Cmin = Cmax x e –k.t Cmax = 102,88 mg/L
= 8 x e- 0.099. 24 = 1.00mg/L Cmin = 1,00 mg/L
BAB III

PORTOPOLIO

PORTOFOLIO PRAKTIKUM THERAPEUTIC DRUG MONITORING


DAFTAR PUSTAKA

Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., and Buxton, I. (2008). Goodman & Gilman’s
Manual of Pharmacology and Therapeutics. USA: The McGraw-Hill Companies,
Inc. Pages 751, 753
Ganiswarna, S.G. (1999). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Halaman 661
Jawetz, E., Melnick, J.L. and Adelberg, E.A.. (2008). Medical Microbiology, 23rd Ed.
The McGraw-Hill Companies, Inc
Katzung, B. G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Penerbit buku
kedokteran EGC

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai