Anda di halaman 1dari 25

e l o m p o k 2

Antibiotik penghambat sintesis protein


1. Sushmita_G70116128
2. Nadila_G70120019
3. Abram Namo Ananda Watuna
_G70120022
4. Gilbert Antoni Laemba
_G70121070
5. Wandini Dwianjani_G70121044
Definisi

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik,


yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh
bakteri. Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang
bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan
dan reproduksi bakteri dan fungi.
Penghambatan sintesis protein adalah berupa penghambatan dari proses translasi
dan transkripsi material genetic mikroorganisme. Menghambat atau melambat
sintesis protein berarti mengurangi akumulasi protein salah dilipat dalam sel, yang
mengurangi stres pada sel dan memungkinkan sintesis protein untuk kembali
normal. Sintesis protein dapat dihambat oleh antibiotik seperti Klindamisin,
Tetrasiklin, Spektinomisin, Khloramfenikol, Neomisin, Streptomisin, Kanamisin,
Eritromisin, Oleandomisin, Tilosin dan Linkomisin
patofisiologi
Bakteri menggunakan protein sebagai sumber energi
PERTAMA
untuk KEDUA
berkembang. Sintesis KETIGA
protein ini dilakukan dengan
menggunakan proses umum. Pertama, sejumlah bahan
baku atau bahan penyusun, seperti RNA, asam amino, dan
nukleosida trifosida yang mengandung energi, harus
diperoleh dan tersedia di dalam bakteri. Jika kondisi ini
terpenuhi, gen bakteri tempat ditranskripsi menjadi RNA
oleh enzim bakteri khusus. RNA kemudian diterjemahkan
menjadi protein.
DNA dari gen bakteri akan mengalami proses
transkripsi dengan membentuk molekul RNA yang
disebut sebagai RNA messenger (mRNA) dengan
bantuan enzim RNA polimerase. Ribosom mengikat dan
membaca mRNA dan secara tepat memasukkan asam
amino yang dikirim oleh tRNA ke dalam protein yang
baru berdasarkan informasi yang didapat. Di ribosom,
terjadi proses sintesis protein dari informasi yang ada
dalam mRNA, suatu proses yang disebut translasi.
Kompleks besar ini terdiri dari RNA ribosom (rRNA)
dan protein. Ribosom bakteri 70S terbuat dari subunit
50S terdiri dari 2 molekul rRNA dan 34 protein dan sub
unit 30S terdiri dari 1 molekul rRNA dan 21 protein.
Bakteri harus terus menggunakan sumber daya yang tersedia di
lingkungan mereka untuk menghasilkan bakteri baru. Sebagai contoh,
protein baru terus diproduksi dalam proses yang melibatkan sintesis
mRNA dari gen DNA (transkripsi) dan generasi protein selanjutnya dari
templat mRNA (terjemahan). Karena proses ini sangat penting untuk
pertumbuhan dan multiplikasi bakteri, mereka dapat ditargetkan oleh
antibiotik
Golongan Obat
Aminoglikosida
Aminoglikosida memiliki aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri gram
negatif aerobik karena ukurannya dapat melewati membran luar bakteri. Sifat
aminoglikosida yang bermuatan positif memungkinkan mereka untuk mengikat
membran luar yang bermuatan negatif sehingga membentuk lubang dan
melakukan penetrasi membran sitoplasma bakteri ke ribosom. Antimikroba ini
melakukan mekanisme transportasi secara aktif yang bergantung pada energi
yang membutuhkan oksigen dan kekuatan proton aktif. Untuk alasan ini,
aminoglikosida bekerja buruk di lingkungan anaerob dan asam. Setiap
aminoglikosida bekerja dengan mengikat subunit 30S dari ribosom bakteri, yang
menyebabkan ketidakcocokan antara kodon mRNA dengan aminoacyl-tRNA dan
pada akhirnya terjadi kesalahan translasi protein.
Makrolide
Macrolides mengikat erat ke subunit 50S dari ribosom bakteri di lokasi yang menghalangi
keluarnya peptida yang baru disintesis. Dengan demikian, makrolida berfungsi dengan cara yang
mirip dengan aminoglikosida karena mereka menargetkan ribosom dan mencegah produksi
protein.

Lincosamid (klindamisin)
Antibiotik ini berikatan dengan subunit 50S dari ribosom bakteri dan menghambat sintesis
protein. Secara teoritis, agen-agen ini harus mencegah produksi racun bakteri, dan mereka
sering digunakan untuk terapi tambahan pada sindrom syok toksik yang disebabkan oleh
streptokokus atau stafilokokus. Mekanisme kerja klindamisin sangat mirip dengan makrolida.
Bahkan, kerja keduanya tumpang tindih. Dengan demikian, beberapa strain bakteri yang resisten
terhadap eritromisin karena modifikasi ribosom juga resisten terhadap klindamisin .
Kebanyakan bakteri gram negatif secara intrinsik resisten terhadap klindamisin karena
membran luarnya menolak penetrasi dari obat ini.
Tetrasiklin Dan Glisilsiklin
Struktur inti dari tetrasiklin terdiri dari empat cincin enam anggota yang
tergabung dan memungkinkan tetrasiklin untuk berinteraksi dengan
subunit 30S dari ribosom bakteri sehingga mencegah pengikatan oleh
molekul tRNA yang dimuat oleh asam amino. Dengan cara ini, sintesis
protein terhambat.

Kloramfenikol
Struktur kloramfenikol memungkinkan untuk berikatan dengan subunit
50S dari ribosom dan memblokir pengikatan asam amino oleh tRNA.
Kloramfenikol memiliki spektrum aktivitas yang luas terhadap berbagai
kategori bakteri.
Eritromisin
Eritromisinyang bersifat bakteriostatik ini berikatan dengan ribosom 50s
dan menghambat tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida.
Antibiotik ini memiliki sifat lebih peka terhadap bakteri gram positif
Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam
amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru.
Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid yang sama-sama
mempunyai cincin lakton yang besar dalam rimus molekulnya. Eritromisin
efektif baik untuk kuman gram positif maupun gram negatif. Antibiotika ini
dihasilkan oleh Streptomyces erythreus dan digunakan untuk pengobatan
aknei.
Efek samping obat
Nyeri ulu hati, sering disebabkan iritasi mucosa gaster. Hal ini dapatdiatasi
jika obat dimakan dengan makanan.
Klasifikasi jaringan ; penumpukan di tulang dan gigi primer terjadi saat
proses klasifikasi jaringan pada anak-anak dalam masa pertumbuhan.
Halini menyebabkan diskolorisasi dan hipoplasia gigi. Penggunaan
padawanita hamil dan anak kurang dari 8 tahun harus dihindari.
Hepatotoksik ; terjadi pada pemberian tetracyclines dengan dosis
yangtinggi, terutama jika terdapat riwayat pyelonephritis.
Phototoxic ; terjadi ketika pasien yang menkonsumsi tetracyclines
terpapar sinar matahari atau sinar UV. Toksisitas ini sering ditemukan
jikadikonsumsi dengan doxycycline dan demeclocycline.
Anemia; anemia hemolitik terjadi pada pasien-pasien dengan kadar enzim
glukosa6-fosfat dehidrogenase.
Grey baby syndrome; efek samping ini terjadi pada neo-natus jika dosis
yangdiberikan berlebih. Ditandai dengan poor feeding yang dilanjutkan dengan
terjadinya cyanosis dan kematian
ototoksik; berhubungan langsung dengan kadar dalam plasma yang tinggidan
lama terapi. Efek samping ini mungkin irreversible terutama jika pasien diberi
obat lain yang bersifat ototoksik seperti furosemid
8. Paralisis Neuromuskuler; efek samping ini sering terjadi setelah pemberian
intraperitonial atau intrapleural dengan dosis tinggi.Kontraindikasi untuk
pasien dengan myasthenia gravis.-Reaksi alergi; dermatitis kontak sering
terjadi akibat reaksi tubuh terhadapneomycin topikal.
Penggunaan
Antibiotik
1. Jangan meminta diresepkan antibiotik jika dokter mengatakan tidak
memerlukan antibiotik
2. jangan menggunakan antibiotik berdasarkan resep lama
3. jangana menggunakan antibiotik sisa atau yang diresepkan untuk orang
lain
4. jangan memberikan antibiotik ysng di resepkan untuk orang lain
5. antibotik ynag di resepkan dokter harus gi gunakan sampai habis
Resistensi
Resistensi antibiotika merupakan salah satu masalah kesehatan di
masyarakat yang sangat penting untuk diselesaikan. Resistensi
antibiotika terjadi ketika bakteri tidak merespon obat untuk
membunuhnya. Adanya resistensi antibiotika, menyebabkan
penurunan kemampuan antibiotik tersebut dalam mengobati
infeksi dan penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan. Lebih
lanjut, hal ini menyebabkan terjadinya masalah seperti:
meningkatnya angka kesakitan dan menyebabkan kematian,
meningkatnya biaya dan lama perawatan, meningkatnya efek
samping dari penggunaan obat ganda dan dosis tinggi.
1. Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya
pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik
secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya
atau kadar hambat minimalnya.
2. multiple drugs resistance didefinisikan sebagai
resistensi terhadap daua atau lebih obat maupun
klasifikasi obat.
3. cross resistance adalah resistensi suatu obat yang
diikuti dengan obat lain yang belum pernah
dipaparkan .
Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan salah satu
atau lebih mekanisme berikut :
1. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotika .
Misalnya Stafilokoki, resisten terhadap penisilin G menghasilkan beta-
laktamase, yang merusak obat tersebut. Beta-laktamase lain dihasilkan oleh
bakteri batang Gram-negatif.
2. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Misalnya tetrasiklin,
tertimbun dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri yang resisten.
3. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi
obat. Misalnya resistensi kromosom terhadap aminoglikosida
berhubungan dengan hilangnya (atau perubahan) protein spesifik
pada subunit 30s ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor
pada organisme yang rentan.
4. Bakteri mengembangkan perubahan jalur metabolik yang
langsung dihambat oleh obat. Misalnya beberapa bakteri yang
resisten terhadap sulfonamid tidak membutuhkan PABA
ekstraseluler
5. Bakteri mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat
melakukan fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit
dipengaruhi oleh obat dari pada enzim pada kuman yang rentan.
Misalnya beberapa bakteri yang rentan terhadap sulfonamid,
dihidropteroat sintetase, mempunyai afinitas yang jauh lebih
tinggi terhadap sulfonamid dari pada PABA
Penyebab utama resistensi antibiotika adalah
penggunaannya yang meluas dan irasional. Lebih dari
separuh pasien dalam perawatan rumah sakit
menerima antibiotik sebagai pengobatan ataupun
profilaksis. Sekitar 80% konsumsi antibiotik dipakai
untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40%
berdasar indikasi yang kurang tepat, misalnya infeksi
virus
Faktor Pendukung Terjadinya Resistensi

1. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional) : terlau singkat, dalam


dosis yang terlalu rendah, diagnose awal yang salah, dalam potensi
yang tidak adekuat
2. Faktor yang berhubungan dengan pasien . Pasien dengan pengetahuan
yang salah akan cenderung menganggap wajib diberikan antibiotik
dalam penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus,
misalnya flu, batuk-pilek, demam yang banyak dijumpai di
masyarakat.
3. Peresepan dalam jumlah besar, meningkatkan
unnecessary health care expenditure dan seleksi
resistensi terhadap obat-obatan baru.
4. Penggunaan monoterapi, dibandingkan dengan
penggunaan terapi kombinasi, penggunaan monoterapi
lebih mudah menimbulkan resistensi.
5. Perilaku hidup sehat terutama bagi tenaga kesehatan,
misalnya mencuci tangan setelah memeriksa pasien atau
desinfeksi alat-alat yang akan dipakai untuk memeriksa
pasien
6. Penggunaan di rumah sakit, adanya infeksi endemic atau
epidemic memicu penggunaan antibiotika yang lebih massif pada
bangsalbangsal rawat inap terutama di intensive care unit.
7. Penggunaannya untuk hewan dan binatang ternak, Dalam jumlah
besar antibiotic digunakan sebagai suplemen rutin untuk profilaksis
atau merangsang pertumbuhan hewan ternak. Bila dipakai dengan
dosis subterapeutik, akan meningkatkan terjadinya resistensi.
8. Pengawasan. lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah
dalam distribusi dan pemakaian antibiotika
Kapankah waktu yang tepat
memulai terapi antibiotik?
Berdasarkan ditemukannya kuman atau tidak, maka terapi
antibiotika dapat dibagi dua, yakni terapi empiris dan terapi
definitive. Terapi empiris adalah terapi yang diberikan berdasar
diagnose klinis dengan pendekatan ilmiah dari klinisi. Sedangkan
terapi definitive dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologis yang sudah pasti jenis kuman dan spectrum kepekaan
antibiotikanya
Untuk menentukan penggunaan antibiotika dalam menangani penyakit
infeksi, secara garis besar dapat dipakai prinsip-prinsip umum dibawah ini :
1. Penegakan diagnosis infeksi
2. Kemungkinan kuman penyebabnya
3. Apakah antibiotika benar-benar diperlukan?
4. pemilihan antibiotika yang sesuai berdasarkan spektrum antikuma
5. Penentuan dosis, cara pemberian, lama pemberian berdasarkan
sifatsifat kinetika masing-masing antibiotika dan fungsi fisiologis
sistem tubuh (misalnya fungsi ginjal, fungsi hepar dan lain-lain)
6. Evaluasi efek obat. Apakah obat bermanfaat, kapan dinilai, kapan harus
diganti atau dihentikan? Adakah efek samping yang terjadi?
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai