Anda di halaman 1dari 44

TUGAS MATA KULIAH FARMAKOLOGI

GABUNGAN RANGKUMAN TUGAS OBAT ANTIBIOTIK

Dosen Pengampu: Ratih Novitasari, SST., MPH

Disusun Oleh :
Kelas 2A
Semester III

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


D-IV KEBIDANAN KEDIRI
2020/2021
KELOMPOK 1
Makrolida dan Linkomisin
Makrolida

a. Struktur Kimia
Kelompok antibiotika ini terdiri dari eritromisin (EM) dengan derivatnya klaritomisin
(KM), roksitromisin (RM), azritomisin (AM), dan diritromisin (DM).
Spiramisin dianggap kelompok ini karena rumus bangunnya serupa yaitu cincin lakton
besar (makro) pada mana terikat turunan gula. Linkomisin dan klindamisin secara
kimiawi berbeda dengan eritromisin, tetepai mirip sekali mengenai aktivitas, mekanisme
kerja, dan pla rsistensinya, bahkan terdapat resistensi silang dan antagonisme dengannya.
b. Aktivitas dan Mekanisme Kerja
Eritromisin bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri gram positif dan spektrum
kerjanya mirip penisilin-G, makanya dapat digunakan oleh penderita yang alergis
terhadap penisilin. Mekanisme kerjanya sama dengan tetrasiklin, yakni melalui
pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila
digunakan terlalu lama atau sering dapat terjadi sistensi. Absorpsnya tidak teratur, agak
sering menimbulkan efek samping saluran cerna, sedangkan masa paruhnya singkat,
maka perlu ditakarkan sampai empat kali sehari.
c. Farmakokinetik
1) Pemberian
Basa eritromisin dihancurkan oleh asam lambung, sehingga harus diberikan dalam
bentuk tablet berselaput enterik atau berbentuk antibiotik yang diesterifikasi. semua
diabsorbsi secara adekuat pada pemeberian oral. Clarothromycin, azithromycin dan
telithromycin bersifat stabil terhadap asam lambung dan mudah diabsorbsi.
2) Distribusi
Erithromycin didistribusikan secara baik hingga ke seluruh cairan tubuh, kecuali
CSF. Obat ini adalah antibiotik yang berdifusi ke dalam cairan prostatik dan
mempunyai ciri akumulasi yang unik dalam makrofag. Keempat obat tersebut
terkonsentrasi dalam hati. Inflamasi membuat penetrasi dalam jaringan lebih besar.
Kadar azitromycin dalam mserum adalah rendah. Obat terkonsentrasi dalam
neutrofil, makrofag, dan fibroblas. Azithromycin mempunyai waktu paruh yang
paling lama dan volume distribusi paling besar diantara yang lain.
3) Metabolisme
Erithromisin dan telithromisin dimetabolisme secara ekstensif dan menghambat
oksidasi sejumlah obat melalui interaksinya dengan sistem sitokrom P450.
Gangguang terhadap metabolisme obat, seperti theophyllin dan carbamazepine,
pernah digunakan dalam penggunaan clarithromisin, yang kemudian dioksidasi
menjadi derivat 14-hidroksi yang mempertahankan aktivitas antibiotika.
4) Ekskresi
Erithromisin dan azithromisin terkonsentrasi dan diekskresi dalam bentuk aktif dalam
empedu. Reabsorpsi parsial terjadi melalui sirkulasi enterohepatik. Metabolit inaktif
diekskresikan dalam urin. Sebaliknya, clarithromisin dan metabolitnya dieliminasi
oleh ginjal dan juga hati, dan dianjurkan agar dosis obatnya sesuai pada pasien
dengan fungsi ginjal yang menurun.
d. Indikasi
1) Eritromisin
Obat ini sering diresepkan sebagai pengganti penisilin. Obat ini merupakan obat
pilihan pertama pada khususnya infeksi paru-paru dengan legionella pneumophila
(penyakit veteran) dan mycoplasma pneumonia (radang paru, juga pada infeksi usus
dengan campylobacter jejuni. Pada infeksi lain (saluran nafas, kulit) khusus
digunakan sebagai pilihan kedua bilamana terdapat resistensi atau hipersensitivitas
untuk penisilin. Pada indikasi tertentu, seperti bacteremia (sepsis) serta endocarditis
dan pada pasien dengan granulocytopenia (daya tangkis berkurang) atau usia lanjut
sebaiknya digunakan antibiotika bakterisid, misalnya penisilin atau sefalosporin.
2) Roksitomisin
Infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh mikoplasma pneumonia, streptokokus
piogene dan pneumonia, stafilokokus aureus, H. influenza, infeksi saluran kemih yang
disebabkan T. Pallidum dan gonokokus.
e. Efek Samping
Yang terpenting bagi lambung-usus berupa diare, nyeri perut, nausea, dan kadang-kadang
muntah, yang terutama nampak pada EM akibat penguraiannya oleh asam lambung.
Lebih jarang nyeri kepala dan reaksi kulit. EM pada dosis tinggi dapat menimbulkan
ketulian reversible, mungkin akibat pengaruhnya terhadap sistem saraf sistemik.
Semua makrolida dapat mengganggu fungsi hati, yang tampak sebagai peningkatan nilai-
nilai enzim tertentu dalam serum. Juga nyeri kepala dan pusing dapat terjadi. EM dan RM
dapat mengakibatkan reaksi alergi.
Pada sumber lain dijelaskan bahwa makrolida memiliki beberapa efek samping. Efek
samping yang paling umum adalah mual, muntah, sakit perut, dank ram. Ini terjadi pada
pemberian azitromisin, klaritromisin, eritromisin, dan diritromisin. Troleandomisin
menyebabkan kram perut dan ketidaknyamanan.
f. Dosis
1) Eritromisin
Dewasa : 250-500 mg setiap 6 jam
Anak : 30-50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi (setiap 6 jam)
2) Roksitomisin
Untuk penyakit Faringitis dan Tonsillitis : 2 x 250 mg/hari
Untuk penyakit Pneumonia : 2-3 x 250 mg/hari

Linkomisin

a. Struktur Kimia
Linkomisin zat yang termasuk kelompok linkomisin adalah linkomisin yang diisolasi dari
streptomyces lincolnensis dan senyawa sintetis parsial turunannya yaitu klindamisin.
Kelompok linkomisin merupakan spektrum kerja yang mirip antara satu dan yang lain.
b. Aktivitas dan Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya sama dengan antibiotik makrolida, sedangkan kinerja klindamisin 2
- 10 kali lebih besar dari intensitas kerja linkomisin. Hal yang penting yakni kemampuan
difusinya yang baik di dalam tulang. Linkomisin dan klindamisin digunakan untuk
peradangan karena staphylococcus yang meruppakan bakteri anaerob tidak dapat diatasi
oleh antibiotik lain untuk mengatasi keradangannya. Selain itu, klindamisin dapat
digunakan untuk pasien yang alergi dengan penisilin atau terjadi kegagalan pengobatan
dengan penisilin.
c. Farmakokinetik
Linkomisin diabsorpsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal setelah pemberian oral.
Linkomisin tidak mengalami inaktivasi oleh asam lambung. Absorpsinya akan berkurang
dengan adanya makanan. Linkomisin didistribusikan secara luas ke dalam cairan dan
jaringan tubuh, kecuali ke dalam cairan sere-brospinal. Kadar yang tinggi ditemukan pada
tulang empedu dan urin. Linkomisin dapat terdifusi melalui plasenta. waktu paruh
linkomisin pada fungsi ginjal yang normal antara 4-5 jam.
d. Indikasi
Infeksi saluran nafas yang disebabkan Streptokokus pneumonia, piogene, dan viridian;
stafilokokus aureus; infeksi serviks, intra-abdominal, kulit, pelvis, septicemia yang
disebabkan bakteri anaerob.
Kontra indikasi: Hipersensitivitas. Hati - hati pemberian pada penderita yang terkena
colitis pseudomembranosa, yang ditandai dengan diare, wanita hamil dan menyusui
e. Efek Samping
Mual, muntah, sakit kepala, takikardia, palpitasi, hipotensi, takipnea.
f. Dosis
Pada penderita Infeksi serius:
Dewasa dengan pemberian secara Oral : 3x500mg/hari
Anak berusia lebih dari 1 bulan : 30-60 mg/kg berat badan/hari dalam 3-4 dosis
terbagi
Daftar Pustaka
Hoan Tjay Tan, Kirana Rahardja. 2007. Obat obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek
Sampingnya. Jakarta : Gramedia.

Katzung G, Bertram. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit buku kedokteran

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo

Kee Joyce L. & Hayes Evelyn R. 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : EGC

Theodorus. 1987. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta : EGC

Yuanita, Tamara. 2019. Flare-Up Endodontic. Surabaya : Pusat Penerbitan dan percetakan
Universitas Airlangga (AUP)
KELOMPOK 2

Kuinolon

1. STRUKTUR KIMIA KUINOLON

Antibiotik kuinolon adalah anggota dari kelompok


besar bakteriosida spektrum luas yang berbagi struktur inti bisiklik yang terkait
dengan zat 4-kuinolon . Mereka digunakan dalam pengobatan manusia dan hewan
untuk mengobati infeksi bakteri, serta dalam peternakan. Hampir semua antibiotik
kuinolon yang digunakan adalah fluoroquinolon , yang mengandung
atom fluor dalam struktur kimianya dan efektif melawan bakteri Gram-
negatif dan Gram-positif . Salah satu contohnya adalah ciprofloxacin , salah satu
antibiotik yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.

2. AKTIVITAS DAN MEKANISME KERJA


A. Klasifikasi
Kuinolon memiliki atom fluor pada cincin kuinolor (karena itu dinamakan
juga fluorokuinolon). Golongan kuinclon secara garis besar dapat dibagi menjadi
2 kelompok, yaitu kuinolon dan fluorokuinolon. Kelompok kuirolon tidak
mempunyai manfaat klinik untuk pengobatan peradangan sistemik karena
kadarnya dalam darah terlalu rendah, daya antibakterinya lebih lemah dan
resistensi cepat timbul. Indikasinya terbatas sebagai antiseptik saluran kemih.
Sedangkan kelompok fluorokuinolon memiliki atom fluor pada posisi 6 dalam
struktur molekulnya. Daya antibiotik fluorokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan
kelompok kuinolon lama. Kelompok obat ini diserap secara baik pada femberian
oral, dan derivatnya tersedia juga dalam bentuk parenteral yang digumakan untuk
penanggulangan peradangan berat, khususnya yang disebabkan oleh bakteri
Gram-negatif, sedangkan terhacap bakteri Gram-positif daya bakterinya relatif
lemah. Yang termasuk golongan ini ada lah siprofloksasin, pefloksasin,
levofloksasin, dan sebagainya.
B. Mekanisme Kerja Obat
Kuinolon memiliki sifat penetrasi yang baik ke dalam jaringan dan sel
dibandingkan dengan Penisilin, efektivitasnya bila diberikan secara oral dan
toksisitasnya relatif rendah. Pada saat perkembangbiakkan kuman ada yang
namanya replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari
DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan
puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan
mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan
antibiotika golongar Kuinolon & Flurokuinolon menghambat kerja cnzim DNA
girase pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
Kuinolon mengalami pengembangan modifikasi struktur pada umumnya
sehingga menghasilkan turunan kuinolon. Turunan Kuinolon adalah obat
antiinfeksi sebagai hasil pengembangan asam nalidiksat, turunan 4-kuinolon yang
efektif terhadap bakteri gram negartif dan digunakan antiinfeksi saluran seni.
Mekanisme kerja turunan 4-kuinolon adalah dengan menghambat secara selektif
sintesis asam deoksiribose nukleat (DNA) bakteri dengan memblok sub unit A
enzim DNA-girase, suatu tipe II topoisomerase. DNA-girase adalah enzim yang
penting untuk repliksi DNA, bersifat unik dan berfungsi untuk memelihara
kromosom pada keadaan supercoiled dan memperbaiki single strand DNA yang
Pecah selama proses replikasi DNA bkteri. Enzim ini bertanggung jawab pada
proses pemasukan negative-supercolis ke dalam rangkaian dupleks DNA sehingga
terjadi proses transkripsi dan replikasi DNA. Hambatan reproduksi DNA akan
menyebabkan kematian bakteri. Mamalia tidak mengandung enzim tersebut
sehingga turunan kuinolon dapat bekerja secara selektif menghambat sintesis
DNA bakteri tanpa mempengaruhi DNA mamalia
3. FARMAKOKINETIK KUINOLON

Kuinolon, utamanya fluorokuinolon, memiliki karakteristik


farmakokinetik yang dinilai baik, sehingga agen-agen antibiotik golongan
kuinolon dipergunakan secara luas.Secara umum, kuinolon memiliki tingkat
absorpsi dan penetrasi jaringan yang baik, sehingga dapat digunakan untuk
mengatasi berbagai sindroma klinis (O’Donnell dan Gelone, 2004).
1. Absorpsi
Kuinolon mengalami disolusi secara cepat di saluran pencernaan, dan
diabsorpsi di duodenum dan jejunum. Puncak konsentrasi serum (peak serum
concentration) biasanya terjadi setelah satu hingga dua jam pemberian pada
individu yang sehat. Kuinolon generasi ketiga juga memiliki konsentrasi
serum maksimal (maximal serum concentration atau Cmax) setelah satu
hingga dua jam, dengan sparfloxacin sebagai pengecualian. Sparfloxacin
mengalami absorpsi yang lebih lambat, sehingga waktu untuk mencapai Cmax
dari agen tersebut mencapai empat hingga lima jam. Hal tersebut dihubungkan
dengan solubilitas sparfloxacin yang lebih rendah dalam larutan akuos
(aqueous solution)(Mehlhorn dan Brown, 2007; Montay et al. dalam Ko dan
Song, 2015).
Ingesti agen kuinolon bersamaan dengan makanan menyebabkan
peningkatan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak konsentrasi
serum hingga satu jam, akan tetapi tidak mempengaruhi karakteristik
farmakokinetik lainnya. Agen yang termasuk dalam golongan kuinolon
memiliki Cmax yang bervariasi.Pada dosis pemberian sebesar 200 mg, puncak
konsentrasi sparfloxacin mencapai 0.7 µg/ml, sedangkan trovafloxacin dapat
mencapai 2.9 µg/ml.Dosis pemberian kuinolon memiliki hubungan linear
positif dengan Cmax.Area under curve (AUC) yang menggambarkan
hubungan antara waktu dengan konsentrasi serum juga berhubungan secara
linear dengan dosis.Semakin besar dosis yang diberikan, maka semakin luas
AUC (Nakashima et al., 1995).Hubungan antara dosis, Cmax, dan AUC dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Farmakokinetik beberapa agen golongan kuinolon
Agen Dosis oral tmax (jam) Cmax t½β (jam) AUC
(mg) (µg/ml) ([mg.jam]/L)
Sparfloxacin 200 4.0 0.7 21.0 19.0
Levofloxacin 200 1.5 2.0 6.0 20.0
Grepafloxacin 200 2.1 0.7 11.0 8.8
Trovafloxacin 200 0.7 2.9 7.8 24.0
Clinafloxacin 200 1.5 1.6 6.3 11.0

2. Distribusi
Volume distribusi dari agen kuinolon generasi ketiga lebih besar
dibandingkan dengan generasi kedua.Sebagai contohnya, volume distribusi
dari grepafloxacin kurang lebih 3.5 L/kg dan 4.5 L/kg untuk sparfloxacin. Hal
tersebut disebabkan oleh sifat low protein binding atau kecenderungan
mengikat protein yang rendah yang dimiliki oleh kuinolon generasi ketiga
(Child et al. dalam Ko dan Song , 2015).
Beberapa penelitian dilakukan terhadap kuinolon generasi ketiga untuk
mengetahui tingkat penetrasi agen kuinolon ke dalam jaringan maupun cairan
tubuh manusia. Levofloxacin yang memiliki karakteristik hampir sama dengan
ofloxacin merupakan salah satu agen yang paling banyak diteliti. Konsentrasi
Levofloxacin pada sebagian besar jaringan ataupun cairan tubuh cenderung
lebih tinggi atau sama dengan konsentrasi pada plasma (Johnson et al. dalam
Ko dan Song , 2015).
Selain penetrasi jaringan dan cairan tubuh, penelitian juga dilakukan
untuk mengetahui tingkat penetrasi kuinolon pada cairan inflamasi. Puncak
konsetrasi kuinolon pada cairan yang dihasilkan oleh luka lecet diketahui
mencapai 41% hingga 81% konsentrasi pada serum, seperti yang nampak pada
tabel 3. Konsentrasi tinggi juga dapat ditemukan pada parenkim renal, jaringan
kantung empedu, dan jaringan saluran genital.Dalam suatu studi yang
dilakukan pada pasien post-operasi, konsentrasi grepafloxacin setelah dua
hingga lima jam pasca pemberian oral dengan dosis 300 mg diketahui
mencapai 0.9 µg/ml pada serum dan 5.6 mg/kg pada jaringan kantung empedu
(Tanimura et al., 1995).
3. Eliminasi
Kuinolon diekskresikan dari tubuh melalui jalur eliminasi renal dan
non-renal.Obat yang tidak mengalami perubahan (unchanged drug) dalam
konsentrasi tinggi dapat ditemukan pada urin, cairan empedu, dan feses.
Analisis terhadap kuinolon generasi ketiga menunjukkan bahwa beberapa agen
memiliki tingkat eliminasi unchanged drug mencapai 60%, misalnya
levofloxacin dan clinafloxacin (Mehlhorn dan Brown, 2007).
Sebaliknya, beberapa agen lain memiliki tingkat eliminasi unchanged
drug kurang dari 10%, misalnya grepafloxacin, sparfloxacin, dan
trovafloxacin. Waktu paruh eliminasi serum (serum elimination half-life)
fluorokuninolon berkisar antara 4.6 jam hingga 21 jam pada dewasa sehat,
seperti yang nampak pada tabel 2 (Montay et al. dalam Ko dan Song, 2015).
Perubahan fungsi renal tidak memiliki dampak signifikan terhadap
eliminasi agen kuinolon dari tubuh, termasuk pada individu dengan produksi
urin yang sedikit.Sebagai contohnya, waktu paruh eliminasi serum dari
sparfloxacin pada pasien dengan gangguan renal moderat (glomerular
filtration rate 22 ml/menit) hingga severe (glomerular filtration rate 7.7
ml/menit) mencapai dua kali lebih tinggi dibandingkan pada individu
sehat.Rerata waktu paruh eliminasi levofloxacin pada pasien dengan creatinine
clearance sebesar 40-70 ml/menit mencapai 6.4 jam, creatinine clearance
sebesar 20-40 ml/menit mencapai 11 jam, dan 28 jam untuk creatinine
clearance sebesar <20 ml/menit (Borner et al. dalam Ko dan Song, 2015).
4. INDIKASI KUINOLON
 Penggunaan Klinik
1) Infeksi Saluran Kemih Tanpa Komplikasi
2) Infeksi Saluran cerna (Tifoid dan Paratifoid)
3) Infeksi Saluran Nafas Bawah (Eksaserbasi akut Bronkitis Kronis,
Pneumonia, Sinusitis Akut)
4) Infeksi Pseudomonas Pada Fibrosis Sistik
5) Antrax Inhalation(Gastrointestinal Antrax)
6) Gonore
7) Uretritis
8) Infeksi Kulit dan jaringan
5. EFEK SAMPING
Efek samping yang paling sering terjadi meliputi ketidaknyamanan pada
saluran cerna (mual, muntah, kembung, diare, nyeri perut, dan dispepsia), pada
usus besar, jarang timbul terjadinya gangguan radang (colitis
pseudomembranosis). Pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kelesuan, suf,
neuropati, pusing, gangguan tidur dan perasaan kacau), anemia hemolotik dan
kelainan pada kulit (reaksi hipersensitif, gatal-gatal, ruam, dsb), terjadi reaksi
alergi (eritrima dan urticaria), efek psikis hebat (eksitasi, takut, gelisah, reaksi
panik) dan konvulasi jarang terjadi. Pada umumnya hanya diberikan pada
penderita dewasa, Kuinolon sebaiknya digunakan secara hati-hati tidak dianjurkan
pada pasien dengan riwayat epilepsi atau kondisi yang dapat menyebabkan
kejang, defisiensi G6PD, miastenia gravis (risiko eksaserbasi), pasien gangguan
ginjal, anak-anak, orang yang sudah tua, wanita hamil dan ibu yang sedang
menyusui oleh karena dapat menyebabkan perubahan degeneratif sambungan
sendi dan kerusakan tulang rawan antikular pada binatang percobaan yang masih
muda. Peresepan yang tidak sesuai dapat menimbulkan kontraindikasi yang serius.
Efek samping yang jarang terjadi antara lain anoreksia, peningkatan kadar urea
dan kreatinin dalam darah, mengantuk, restlessness, astenia, depresi, bingung,
halusinasi, kejang, tremor, paraestesia, hipoastesia, fotosensitivitas, reaksi hiper-
sensitivitas termasuk demam, urtikaria, angioedema, artralgia, mialgia dan
anafilaksis serta gangguan darah (mencakup eosinofilia, leukopenia,
trombositopenia, selain itu dapat juga terjadi gangguan penglihatan, pengecapan,
pendengaran dan penciuman. Juga dilaporkan terjadinya inflamasi tendon dan
kerusakan tendon (terutama pada lansia dan penggunaan bersama kortikosteroid).
Efek samping lain yang juga dilaporkan anemia hemolitik, gagal ginjal, nefritis
interstisial dan disfungsi hati (termasuk hepatitis dan cholestatic jaundice). Efek
samping yang lebih serius adalah efek jantungnya dengan mengakibatkan aritmia
bilik. Obat sebaiknya dihentikan bila terjadi reaksi hipersensitivitas (termasuk
ruam berat), reaksi neurologis atau reaksi psikiatrik

6. DOSIS KUINOLON
1. Merek dagang : Ofloxacin
Dosis :
 Untuk radang panggul : 400 mg, 1-2 kali sehari, selama 14 hari
 Untuk Gonore : 400 mg, dosis tunggal
 Untuk infeksi kulit dan jaringan lunak : 400 mg, 2 kali sehari
2. Merek dagang : Ciprofloxacin
Dosis :
 Tablet : 500 mg, 2 kali sehari
 Suntikan : 400 mg, 2 kali sehari melalui infus

3. Merek dagang : Levofloxacin


Dosis : 1-2 kali sehari, 250-500 mg per hari.
4. Merek dagang : Moxifloxacin
Dosis : 400 mg, 1 kali sehari
5. Merek dagang : Nalidixic acid
Dosis : 1 g, 4 kali sehari, selama maksimal 7-14 hari. 
6. Merek dagang : Pepimidinat Acid
Dosis : Untuk ISK : 400 mg, 2 kali sehari, selama 10 hari
7. Merek dagang : Norfloxacin
Dosis :
 Untuk ISK : 400 mg, 2 kali sehari, selama 7-10 hari
 Untuk Gonore : Single Dose, 800 mg
 Pada infeksi mata : 4 kali sehari, 1 tetes obat mata (3mg/4ml)
8. Merek dagang : Sparfloxacin
Dosis : 100-300 mg, 1–2 kali sehari
9. Merek dagang : Gatifloxacin
Dosis : 1–2 tetes cairan 0,3% ke mata yang terinfeksi
10. Merek dagang : Lomefloksasin
Dosis : 400 mg 1 kali sehari, umumnya selama 14 hari
11. Merek dagang : Siprofloksasin (Ciproxin)
Dosis :
a) Untuk ISK
 Oral : 2 kali sehari 125-250 mg (-HCI)
 Infus I.V : 2 kali sehari 100mg (Laktat)
b) Untuk Infeksi Lain
 Oral : 2 kali sehari, 500 mg
12. Merek dagang : Peflokxacin
Dosis :
 Untuk ISK : 2 kali sehari, 400 mg (mesilat-2 aq.) sampai
48-72 jam setelah gejala hilang
 Untuk ISK akut tanpa Komplikasi : Single dose, 800 mg
Sumber

 Tjay, Tan Huan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : Elex Media Komputindo
 Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2 : Surabaya. Pusat Penerbitan dan
Percetakan https://media.neliti.com/media/publications/179245-ID-antibiotik-
golongan-fluorokuinolon-manfa.pdf
 Raini Mariana, 2016, Journal Media Litbangkes, Vol. 26 No. 3, 163-174 : “Antibiotik
Golongan Flourokuinolon : Manfaat dan Kerugian“, Jakarta :
https://media.neliti.com/media/publications/179245-ID-antibiotik-golongan-
fluorokuinolon-manfa.pdf
 https://translate.google.com/translate?
u=https://en.wikipedia.org/wiki/Quinolone_antibiotic&hl=id&sl=en&tl=id&client=sr
p&prev=search
 https://www.academia.edu/29530114/MAKALAH_KED_TROP_KLINIS_ANTIBIO
TIKA_docx
 https://www.slideshare.net/Wrochaenihusniar/kuinolon-dan-florokuinolon
 http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/516-kuinolon
 https://www.alodokter.com/quinolone#:~:text=Dewasa%3A%201%20g%2C
%204%20kali,30%20mg%2FkgBB%20per%20hari.
 https://www.alodokter.com/quinolone#:~:text=Quinolone%20digunakan%20untuk
%20mengobati%20berbagai,Infeksi%20kulit%20dan%20jaringan%20lunak
KELOMPOK 3

Kloramfenikol

1. Struktur kimia kloramfenikol


Sejarah Kloramfenikol pertama kali dipisahkan pada tahun 1947 dari
pembiakan Streptomyces Venezuelae. Agen ini disintesis pada tahun 1949, kemudian
menjadi antibiotik penting pertama yang sepenuhnya disintesis dan diproduksi secara
komersial. Kepentingan ini mulai memudar seiring dengan tersedianya antibiotik yang
lebih aman dan efektif (Katzung, 2004). 

Uraian umum kloramfenikol

Persyaratan   : Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih
dari 103,0% C11H12Cl2N2O5, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. 
Pemerian   : Hablur halus berbentuk  jarum atau lempeng memanjang; putih sampai
putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. 
Kelarutan  :  Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%)
P  dan dalam 7 bagian  propilenglikol P;  sukar larut dalam  kloroform P dan dalam
eter P . 
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. 
Penandaan    : Pada etiket harus juga tertera daluarsa. 
Khasiat dan penggunaan : Antibiotikum. 
(Farmakope IV, 1995). 
Kloramfenikol  termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan dalam air
pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Dalam basa akan
terjadi penyabunan ikatan amida dengan cepat. Senyawa ini cepat dan hampir
sempurna diabsorpsi dari saluran cerna. Oleh karena itu pemberian peroral menonjol
(Wattimena, 1990). 

2. Aktivitas dan mekanisme kerja kloramfenikol


Mekanisme kerja kloramfenikol yaitu dengan daya kerja menghambat sintesis
protein yang dibutuhkan untuk pembentukan sel – sel bakteri sehingga kloramfenikol
menghambat fungsi RNA dari bakteri, melekat pada subunit 50S dari ribosom. Obat
ini menganggu pengikatan asam amino baru pada rantai peptida yang sedang
dibentuk, sebagian besar karena kloramfenikol menghambat peptidil transferase.
Kloramfenikol terutama bersifat bakteriostatik, dan pertumbuhan mikroorganisme
segera berlangsung lagi, bila pemakaian obat dihentikan. Mikroorganisme yang
resisten terhadap kloramfenikol menghasilkan enzim kloramfenikol asetiltransferase,
yang menghancurkan aktivitas obat (Jawetz et al., 1996).

3. Farmakokinetik kloramfenikol
A. Absorpsi
1. Setelah pemberian oral kloramfenikol diabsorpsi dengan cepat
2. Kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 2 jam
3. Kloramfenikol palmitat atau stearate dihidrolisis menjadi kloramfenikol oleh
lipase pancreas dalam duodenum
4. Ketersediaan hayati kloramfenikol lebih besar dari pada bentuk esternya,
karena hidrolisi esternya tidak sempurna
5. Untuk pemakaian parental digunakan kloramfenikol suksinat yang akan
dihidrolisis di jaringan menjadi kloramfenikol
6. Pemberian intramuscular sulit diabsorpsi sehingga tidak dianjurkan
7. Pemberian intravena kadar maksimum kloramfenikol aktif sama seperti pada
pemberian oral
B. Distribusi
1. Distribusinya luas termasuk ke jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata
2. Kloramfenikol ditemukan dalam empedu, ASI dan melewati sawar plasenta
C. Ekskresi
1. Kloramfenikol dan metabolitnya dieskresi melalui urin dengan cara filtrasi
glomerulus dan sekresi
2. Dalam waktu 24 jam 75%-90% dosis oral diekskresi dalam bentuk metabolit
dan 5-10% dalam bentuk asal
3. Waktu paruh pada pasien yang mengalami gangguan hati waktu paruh lebih
panjang menjadi 5-6 jam karena metabolismenya terlambat
4. Pada pasien gagal ginjal waktu paruh koramfenikol tidak berubah tetapi
metabolitnya mengalami akumulasi.
4. Indikasi kloramfenikol
Kloramfenol digunakan untuk mengobati tifus, batuk kering, brucellosis,
rickettsiosis, pneumonia, bronchopneumonia, infeksi pada saluran kencing, infeksi
yang disebabkan oleh organisme yang sensitif terhadap kloramfenol. Kloramfenol
juga biasa digunakan untuk mengobati diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri
serta obat tetes mata untuk mengobati konjungtivis.
5. Efek samping kloramfenikol
Efek samping yang ditimbulkan kloramfenikol antara lain adalah depresi
sumsuk tulang belakang, yang menimbulkan kelainan darah yang serius seperti
anemia aplastik, anemia hipoplastik, granulositopenia dan trombositopenia, selain itu,
obat juga menyebabkan ganggu saluran cerns, neurotoksik, suprainfeksi dan reaksi
hipersensitivitas. Oleh karena itu kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk
pengobatan infeksi yang bukan indikasinya, seperti influenza, infeksi kerongkongan
atau untuk pencegahan infeksi. Pada bayi yang lahir prematur atau neonatal,
kloramfenikol dapat menimbulkan toksisitas yang fatal yaitu sindrom bayi abu - abu.
Sindrom ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan bayi untuk konjugasi obat
sehingga ekskresi melalui ginjal menurun dan obat akan ditimbun dijaringan.
6. Dosis kloramfenikol

Dosis chloramphenicol akan disesuaikan dengan kondisi pasien. Berikut


adalah dosis umum penggunaan chloramphenicol sesuai bentuk sediaannya:

1. Chloramphenicol tetes
a. Dosis tetes mata: 1 tetes setiap 2 jam, selama 2 hari pertama. Setelah itu,
kurangi dosis menjadi 1 tetes, 3-4 kali per hari, selama 3 hari.
b. Dosis tetes telinga: 3-4 tetes, setiap 6-8 jam, selama 1 minggu.
2. Chloramphenicol salep
Dosis: Sekali oles sebanyak 4-5 kali sehari hingga infeksi sembuh, atau sesuai
anjuran dokter. Jangan menggunakan obat lebih dari 1 minggu, kecuali atas saran
dokter.
3. Chloramphenicol oral (tablet, kapsul, sirop)
a. Dewasa: 50 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis. Pada infeksi berat, dosis
dapat dinaikkan hingga 100 mg/kgBB per hari.
b. Anak-anak: 25-50 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis. Pada infeksi berat,
dosis dapat dinaikkan hingga 100 mg/kg per hari.
4. Chloramphenicol injeksi intravena atau infus,
a. Dewasa: 50 mg/kg BB dan terbagi dalam empat dosis.
b. Anak: 50-75 mg/kg BB empat kali sehari.
Sumber

Dra. Widjajanti, V. Nuraini. 1989. Obat – Obatan. Yogyakarta: KANISIUS

http://eprints.ums.ac.id/9047/1/K100060110.pdf

https://slideplayer.info/slide/12413478/
Junaidi, Iskandar. 2019. Panduan Obat & Suplemen Indonesia. Yogyakarta: Rapha
Publishing.

Siswandono. 2016. KIMIA MEDISINAL Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press
Behrman, Kliegman dan Arvin Nelson. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 1 E/15.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
KELOMPOK 4

Aminoglikosida

1. PENGERTIAN AMINOGLIKOSIDA
Aminoglikosida merupakan kelompok antibiotika yang memeiliki hubungan
struktur kimia, kemampuan membunuh bakteri, mekanisme kerja, sifat-sifat
farmakologik, dan farmakokinetik yang hamper sama. Struktur kimianya mempunyai
gugusan aminoglukosa yang membentuk rantai glikosid. Obat-obat ini memiliki
peranan yang amat penting dalam pengobatan infeksi yang di sebabkan oleh banteri
Gram-negatif. Semua aminoglikosida hanya dapat diberikan secara parenteral.
Daftar obat yang tergolong aminoglikosida

Golongan obat Nama antibiotic Sediaan


Aminoglikosida Gentamisin Streptomisin

Tobramisin Kanamisin

Amikasin Neomisin

Netilmisin
2. Struktur kimia aminoglikosida

Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenisfungi streptomyces dan


micromonospora. Semua senyawa dan turunan semi-sintesisnya mengandung dua
atau tiga gula-amino di dalam molekulnya yang saling terikat secara glukosidis.
Dengan adanya gugus amino, zat-zat ini bersifat basa lemah dan garam sulfatnya yang
digunakan dalam terapi mudah larut dalam air.

Aminoglikosida dapat dibagi atas dasar rumus kimianya :

1. Streptomisin yang mengandung satu molekul gula amino dalam molekulnya


2. Kanamisin dengan turunannya amikasin, dibekasin, gentamisin dan
turunannya netilmisin dan tobramisin, yang semuanya memiliki dua molekul
gula yang dihubungkan dengan sikloheksan
3. Neomisin, framisetin dan paromomisin dengan tiga gula-amino
a. Struktur kimia streptomisin

b. Struktur kimia gentamisin


c. Struktur kimia tobramisin

d. Struktur kimia amikasin

e. Struktur kimia paromomisin


f. Struktur kimia netilmisin

g. Struktur kimia kanamisin

3. AKTIVITAS DAN MEKANISME KERJA AMINOGLIKOSIDA


A. Aktivitas
Aminoglikosida adalah obat utama untuk pengobatan infeksi Gram
negatif. Antibiotik aminoglikosida mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap
bakteri aerob gram negatif dan beberapa bakteri baksilus fakultatif anaerobik.
Gentamisin, trobamisin, dan amikasin aktif untuk Escherichia coli,
Enterobacter, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, dan Serratia, pilihan obat
terbaik bergantung pada pola kepekaan. Aminoglikosida dengan karbenisilin
bersifat sinergistik melawan Pseudomonas aeruginosa. Pada saat ini
penggunaan streptomisin terbatas pada terapi kombinasi untuk streptokokus
tertentu (bersama penisilin), Mycobacterium tuberculosis, pes, serta
Tularemia. Pemakaian kanamisin dan neomisin masing-masing terbatas
(kecuali topikal) karena adanya resistensi dan bahaya toksis. Spektinomisin
dan zat yang memiliki struktur kimia menyerupai aminosiklitol adalah obat
alternative untuk infeksi gonokokus.
B. Mekanisme Kerja
Aminoglikosida bersifat bakterisid dengan menghambat sintesis
protein secara reversible. Mekanisme kerja aminoglikosida, pertama
aminoglikosida berikatan secara spesifik dengan reseptor protein spesifik pada
ribosom subunit 30S mikroba. Selanjutnya aminoglikosida menghambat
terbentuknya kompleks ikatan antara mRNA dengan formil metionin. Hal
tersebut menyebabkan pesan yang dibawa mRNA tidak dapat diterjemahkan
dengan benar, akibatnya asam amino yang salah masuk ke dalam rantai
peptide dan terbentuk protein yang mempunyai fungsi normal. Selain itu
aminoglikosida menyebabkan pecahnya polisom menjadi monosom, sehingga
sintesis protein tidak dapat dilakukan. Mekanisme kerja aminoglikosida
tersebut terjadi secara simultan dan memberikan efek bakteriosid yang bersifat
irreversible.
Resistensi terhadap aminoglikosida disandi yang oleh DNA
kromosonal, biasanya dikarenakan sedikitnya reseptor obat pada subunit 30S.
sedang resistensi yang disandi oleh plasmid dipengaruhi enzim ademilase,
fosforilase atau asetilasi yang diproduksi mikroba, yang dapat menghancurkan
obat.
Resistensi terhadap aminoglikosida dapat juga terjadi karena adanya
perubahan permeabilitas membrane luar, yang dapat menyebabkan
berkurangnya proses transport aktif aminoglikosida masuk ke dalam sel, dan
akibatnya obat tidak dapat masuk ke dalam sel. Tetapi yang utama adalah
terbentuknya enzim transferase-asetilat, transferase-adenilat, dan transferase-
fosforilat yang melumpuhkan aminoglikosida.
4. FARMAKOKINETIK
Semua aminoglikosida larut dalam air, tidak diabsorpsi pada pemberian per
oral, penetrasi ke jaringan terbatas, dan tidak memiliki metabolism khusus.
Aminoglikosida terutama dikeluarkan melalui filtrasi glomerulus dalam ginjal.
5. INDIKASI OBAT AMINOGLIKOSIDA
A. Digunakan untuk membunuh bakteri gram negatif Pseudomonas, E. coli,
Proteus, Klebsiella, Serratia.
B. Sering digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik lain untuk sinergis efek.
C. Infeksi gram positif tertentu yang resisten terhadap antibiotik lain.
D. Aminoglikosida sulit diserap melalui saluran GI - diberikan IV
E. Pengecualian: neomisin
F. Diberikan secara oral atau dengan enema - dekontaminasi saluran GI
sebelumnya prosedur operasi
6. EFEK SAMPING
Semua aminoglikosida terutama pada penggunaan parenteral dapat
mengakibatkan kerusakan pada organ pendengaran dan keseimbangan (ototoksis)
terutama pada lansia, akibat kerusakan pada saraf otak kedelapan. Gejalanya berupa
vertigo, telinga berdengung (tinnitus), bahkan ketulian yang tidak reversible.
Netilmisin adalah kurang ototoksis dibandingkan dengan obat-obat lainnya. Selain itu
juga dapat merusak ginjal (nefrotoksis) secara reversible karena ditimbun dalam sel-
sel tubuler ginjal. Jarang terjadi blockade neuromuskuler dengan kelemahan otot dan
depresi pernapasan. Toksisitas untuk telinga dan ginjal tidak tergantung dari tingginya
kadar dalam darah, melainkan dari lamanya pemakaian serta jenis aminoglikosida.
Maka sebaiknya ditakarkan maksimal 1-2x sehari.
Pada penggunaan oral dapat terjadi nausea, muntah dan diare, khususnya pada
dosis tinggi. Resistensi dapat terjadi agak pesat akibat terbantuknya enzim yang
merombak struktur antibiotikum. Informasi genetis bagi enzim-enzim itu dapat
“ditulari” melalui plasmid, hingga resistensi dapat menjalar ke kuman lain.
Streptomisin dan kanamisin paling sering mengalami resistensi, amikasin paling
jarang. Kombinasi dengan antibiotika betalaktam menghambat terjadinya resistensi.
Disamping itu, kombinasi demikian juga saling memperkuat kerjanya (potensiasi).
Resistensi silang sering terjadi, kecuali dengan amikasin dan netilmisin.
Kehamilan dan laktasi. Aminoglikosida dapat melintasi plasenta dan merusak
ginjal serta menimbulkan ketulian pada bayi. Maka tidak dianjurkan selama
kehamilan. Obat-obat ini mencapai air susu ibu dalam jumlah kecil dan pada
hakekatnya dapat diberikan selama laktasi.
7. DOSIS
Aminoglikosida umumnya diberikan 2-3 kali sehari dalam dosis terbagi, namun
sekarang lebih sering digunakan dosis satu kali sehari asalkan kadar serum memadai.
Namun demikian sebaiknya mengacu pada panduan lokal mengenai kesetaraan dosis
dengan kadar dalam serum.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.m.wikibooks.org/wiki/Farmakologi/Aminoglikosida
https://id.scribd.com/doc/13095483/Aminoglikosida-Dan-Antijamur
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
2008. KUMPULAN KULIAH FARMAKOLOGI, Ed. 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Murwani, Sri. 2015. Dasar-dasar Mikrobiologi Veteriner. Malang : Penerbit UB
Press
Drs. Tjay Hoan Tan dan Drs. Kirana Rahardja.2007.OBAT-OBAT PENTING : Kasiat,
penggunaan dan efek-efek sampingnya.Jakarta Pusat : PT Elex Media Komputindo
KELOMPOK 5

Tetrasiklin

1. Struktur Kimia

Tetrasiklin(C22H24N2O8) , antibiotik dengan spektrum luas, mengandung gugus-gugus


hidroksi (C3) yang bersifat dan amin tersier (C4) yang bersifat basa dapat membentuk
kelat dengan ion Mg2+ membran sel bakteri. Peningkatan sifat lipofilik dari kelat yang
memudahkan penembusan kelat ke dalam membran sel bakteri dan menyebabkan
gangguan sintesis protein di ribosom. Gugus hidroksi fenol, keton dan hidroksil pada atom
C10,C11 dan C12 diduga juga ikut terlibat dalam proses pembentukan kelat. Tetrasiklin
juga dapat membentuk kelat dengan logam logam lain, sehingga aktivitasnya akan
menurun bila diberikan bersama-sama dengan susu yang mengandung Ca2+ antasida yang
mengandung ion Ca,Mg dan Al atau sediaan yang mengandung Fe.
2. Aktivis dan Mekanisme Kerja
Tetrasiklin bersifat bakteriostatik. Karena mempunyai sifat pembentuk kelat, diduga
aktivitas antibakterinya disebabkan oleh kemampuan untuk menghilangkan ion-ion logam
yang penting bagi kehidupan bakteri seperti ion Mg. Di dalam sel tetrasiklin mengikat
secara khas dan terpulihkan ribosom 30S. Menghambat jalan masuk aminoasil –tRNA ke
tempat aseptor A pada kompleks mRNA ribosom. Menghalangi penggabungan asam
amino ke rantai peptide dan menyebabkan hambatan sintesis protein.
Lebih cepatnya, tetra siklin menghambat interaksi kodon anticodon pada tempat A
dari subunit ribosom yang terkecil, yaitu 30S atau 40S, dan hal ini dapat menjelaskan
mengapa tetrasiklin bersifat kurang selektif dan menimbulkan efek samping yang relative
rendah.

3. Farmakokinetik
Tetrasiklin diabsorbsi 60-80% melalui saluran gastrointestinal. Jika dimakan bersama
makanan yang mengandung produk dari susu, maka hanya 10-30% yang diabsorbsi. Efek
pengikatan pada proteinnya sedang; tetapi jika diminum bersama obat-obat yang tinggi
berikatan dengan protein, dapat terjadi pengambilalihan tempat obat.
Waktu paruh obat ini adalah 6-12 jam; obat ini biasanya di minum dua kali sehari.
Obat ini diekskresikan tanpa mengalami perubahan ke dalam urin.
4. Indikasi
Indikasi tetrasiklin :
• Dapat mengatasi infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang peka terhadap
tetrasiklin
• Infeksi saluran pernapasan, seperti: penumonial, bronkitis kronis, faringitis
• Infeksi saluran kemih, seperti: gonorrhea, uretritis
• Infeksi kulit dan jaringan seperti: selulitis, furunkel/bisul, acne pustular, dan abses
• Infeksi sistemik, sepertyi: infeksi-infeksi gabungan, peritonitis, tifus, brusellosis,
disentri, riketsiosis, dan trakoma
5. Efek Samping
Ada beberapa efek samping yang bisa terjadi akibat pemakaian obat tetracycline.
Orang yang alergi terhadap tetrasiklin bisa mengalami efek samping berupa reaksi alergi.
Reaksi alergi tersebut ditandai dengan ruam, gatal, pusing, diare, mual, muntah, sakit
perut, sesak napas, dan pembengkakan di sekitar area wajah.
Efek samping tetracyclin juga bisa menimbulkan disfagia dan iritasi esofagus. Ada
pula beberapa efek samping kandungan tetracycline HCL, yaitu hepatotoksisitas,
pankreatitis, gangguan darah, dan fotosensitivitas.
Akan tetapi, efek samping tersebut jarang terjadi. Beberapa efek samping tetracycline
500 mg dan 250 mg yang mungkin terjadi seperti dermatitis eksfoliatif, sindrom Steven-
Johnsons, urtikaria, angioedema, eritrema, anafilaksis, dan perikarditis.
Penggunaan obat tetracycline juga bisa menyebabkan gangguan penglihatan, Bulging
fontanelles pada bayi, lemat otot pada pasien miastenia gravis dan eksaserbasi lupus
eritematosus sistemik.
Pemakaian obat tetracycline juga bisa menyebabkan gigi berwarna kuning. Pasalnya,
tetrasiklin di dalam obat Tetracycline dideposit di dalam jaringan tulang dan gigi yang
sedang tumbuh sehingga menyebabkan pewarnaan pada gigi
6. Dosis
 Infeksi Bakteri
Dewasa: 250-500 mg, tiap 6 jam. Dosis maksimum adalah 4 g per hari.
Anak-anak ≥ 12 tahun: Dosis maksimum adalah 2 g per hari.
 Jerawat
Dewasa: 250-500 mg per hari, 1 kali per hari atau dibagi menjadi beberapa dosis,
sedikitnya selama 3 bulan.
 Sifilis
Dewasa: 500 mg, 4 kali sehari, selama 15 hari.
 Brucellosis
Dewasa: 500 mg, 4 kali sehari, selama 3 minggu, dikombinasikan dengan
streptomycin.
 Gonore
Dewasa: 500 mg, 4 kali sehari, selama 7 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Kee, Joyce L. dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakalogi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Junaidi, Iskandar. 2019. Panduan Obat & Suplemen Indonesia. Yogyakarta: Rapha
Publishing
https://doktersehat.com/obat-tetracycline/
https://www.alodokter.com/tetracycline
Siswandono.2016.Kimia Medisinal 1 Edisi 2.Surabaya: Airlangga University Press
Siswandono.2016.Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press
KELOMPOK 6

Sefalosporin

A. Sefalosporin

Sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk terapi


septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis, dan infeksi saluran
urin. Aktivitas farmakologi dari sefalosporin sama dengan penisilin, diekskresi sebagian
besar melalui ginjal. Kemampuan sefalosporin melintas sawar otak sangat rendah kecuali
pada kondisi inflamasi; sefotaksim merupakan sefalosporin yang baik untuk infeksi sistem
saraf pusat (misalnya meningitis). Pada tahun 1948 suatu jamur yang disebut dengan
cepahalosporium acremonium, ditemukan pada pipa pembuangan di tepi pantai sardinia.
Jamur ini ternyata aktif melawan bakteri gram positif dan gram negatif dan resisten teradap
latamase beta (enzim yang bekerja melawan struktur laktam beta dari penisilin). Pada awal
1960 an, sefalosporin dimanfaatkan efektivitasnya dalam klinis. Supaya sefalosporin dapat
efektif melawan banyak organisme maka molekulnya diubah secara kimiawi dan
diproduksilah sefalosporin semisintetik. Seperti juga penisilin, sefalosporin empunyai
struktur laktam beta dan bekerja dengan menghambat enzim bakteri yang diperlukan untuk
mensistensis dindin sel. Terjadilah lisis sel, dan sel bakteripun mati.

1. Struktur kimia sefalosporin

Sefalosporin adalah kelas antibiotik β-laktam yang aslinya diturunkan dari fungus
Acremonium dan sebelumnya bernama "Cephalosporium". Bersama sefamisin, mereka
membentuk subkelompok antibiotik β-laktam bernama sefem. Saat ini sefalosporin relatif
banyak digunakan dibandingkan antibiotik lainnya, karena kemungkinan terjadinya alergi
kecil, memiliki sifat meracuni yang rendah dan merupakan antibiotik spektrum luas (broad
spectrum). Di Indonesia juga banyak sekali digunakan sefalosporin bahkan untuk penyakit
kronis di mana sebaiknya untuk penyakit kronis dilakukan kultur terlebih dahulu untuk
mengetahui jenis bakteri dan antibiotik apa yang paling sesuai. Pemberian antibiotik dengan
spektrum luas yang tidak tepat sasaran dapat mempermudah terjadinya resistensi obat
berganda.
2. Aktivis dan Mekanisme Kerja sefalosporin

Sefalosporin C tahan terhadap penisilinase, tapi dirusak oleh sefalosporinase.


Hidrolisis sefalosporin C menghasilkan 7 ACA yang dapat dikembangkan menjadi berbagai
macam sefalporin. Mekanisme kerja : Sefalosporin menghambat sitesis dinding sel bakteri,
seperti penisilin. Aktivitas Antibakteri : Aktif terhadap bakteri Gram + dan – tetapi spectrum
tiap-tiap derivate bervariasi. Sefalosporin dapat dibedakan atas beberapa generasi, yang
berdasarkan juga pada aktivitas anmikrobanya

a) Sefalosporin generasi I :
Aktivitas anti bakteri Gram + dan -, terutama kokus gram + sangat rentan kecuali
Staphylokokus aereus dan epidermis
b) Sefalosporin generasi II :
Kurang aktif terhadap Gram +, terhadap gram – aktivitas lebih aktif mis : Sefamandol
lebih menonjol terhadap H.Influenza, dan Klebsiella
c) Sefalosporin generasi III :
Umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap Gram +
tetapi jauh lebih aktif terhadap enterobakter termasuk strain penghasil penisilinase.
Diantara golongan ini ada yang sangat aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa
d) Sefalosporin generasi IV :
Sefepim (cefepime), tahan terhadap hidrolisa oleh plasmid encoded beta lactamase,
obat ini aktif terhadap banyak Enterobacteriaceae yang resisten terhadap sefalosporin
yang lain
 Terhadap bakteri Gram – (H influenza . N gonorhoeae dan N meningitis)
secara invitro baik.
 Dieksresikan hampir 100% oleh ginjal dan dosis harus disesuaikan dengan
pasien gagal ginjal, dapat menembus cairan serebro spinal.
3. Farmakokinetik dan farmakodinamik sefalosporin
Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin dibedakan menjadi 2 golongan.
Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena
diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan
parenteral. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan şecara intravena karena
menimbulkan iritasi pada pemberian intramuskular. Beberapa sefalosporin generasi
ketiga misalnya moksalaktam, sefotaksim, seftizoksim dan seftriakson mencapai
kadar yang tinggi dalam cairan serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan
meningitis purulenta. Selain itü sefalosporin juga melewati sawar plasenta, mencapai
kadar tinggi dalam cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik,
kadar sefalosporin generasi ketiga dalam cairan mata relatif tinggi, tapi tidak
mencapai vitreus. Kadar dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon,
Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh ke urin, kecuali sefoperazon
yang sebagian beşar diekskresi melalui empedu. Oleh karena itü dosisnya sebaiknya
disesuaikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
4. Indikasi sefalosporin
Sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk terapi
septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis, dan infeksi
saluran urin. Aktivitas farmakologi dari sefalosporin sama dengan penisilin,
diekskresi sebagian besar melalui ginjal. Sefalosporin dapat mengobati beberapa
penyakit infeksi bakteri seperti meningitis, infeksi telinga, pneumonia, infeksi
penyakit menular seksual seperti gonore, infeksi saluran empedu, dan infeksi saluran
urin. Untuk mendapatkan hasil yang efektif, penggunaan Sefalosporin disesuaikan
dengan kultur bakteri yang menginfeksi.
5. Efek samping dan reaksi yang merugikan sefalosporin
Efek samping dan reaksi yang merugikan dari sefalosporin adalah gangguan
gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), perubahan dalam pembekuan darah
(menambah perdarahan) pada pemberian dosis besar, dan nefrotoksisitas (toksisitas
pada sel-sel ginjal) pada orang-orang yang memandang telah menderita kelainan
ginjal. Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Reaksi
anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang biasanya
terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin yang
ringan dan sedang, kemungkinannya kecil. Sefalosporin merupakan zat yang
nefrotoksik, walaupun jauh kurang toksik dibandingkan dengan aminoglikosida dan
polimiksin. Kombinasi sefalosporin dengan aminoglikosida memper-mudah
terjadinya nefrotoksisitas. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia jarang
terjadi.
6. Dosis sefalosporin
a. Sefalosporin generasi I
Terutama aktif terhadap kuman Gram positif. Golongan ini efektif
terhadap sebagian besar Staphylococcus
aureus dan streptokokus termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus
viridans dan Streptococcus pneumoniae. Bakteri gram positif yang juga
sensitif adalah Streptococcus anaerob, Clostridium perfringens, Listeria
monocytogenes dan Corynebacterium diphteria. Kuman yang resisten antara
lain MRSA, Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus
faecalis. Sefaleksin, sefradin, sefadroksil, aktif pada pemberian per oral. Obat
ini diindikasikan untuk infeksi saluran kemih yang tidak memberikan respons
terhadap obat lain atau yang terjadi selama hamil, infeksi saluran napas,
sinusitis, infeksi kulit dan jaringan lunak.
Contoh obat :
a) sefadroksil
Dosis: berat badan lebih dari 40 kg: 0,5-1 g dua kali sehari. Infeksi
jaringan lunak, kulit, dan saluran kemih tanpa komplikasi: 1 g/hari.
ANAK kurang dari 1 tahun: 25 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi.
ANAK 1-6 tahun: 250 mg dua kali sehari. ANAK lebih dari 6 tahun:
500 mg dua kali sehari.
b) Sefaleksin
Dosis: 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg tiap 8-12 jam. Dapat dinaikkan
sampai 1-1,5 g tiap 6-8 jam untuk infeksi berat.ANAK: 25 mg/kg
bb/hari dalam dosis terbagi. Dapat dinaikkan dua kali lipat untuk
infeksi berat (maksimum 100 mg/kg bb/hari). Di bawah 1 tahun: 125
mg tiap 12 jam. 1 sampai 5 tahun, 125 mg tiap 8 jam; 6 sampai 12
tahun, 250 mg tiap 8 jam.Profilaksis infeksi saluran kemih berulang,
Dewasa, 125 mg pada malam hari.
c) Sefazolin
Dosis: Injeksi intramuskular atau injeksi intravena atau infus, 0,5 g-1 g
setiap 6-12 jam; ANAK 25-50 mg/kg bb setiap hari (dalam dosis
terbagi), dapat ditingkatkan sampai 100 mg/kg bb per hari pada infeksi
berat.
d) Cefotaxime
Dosis: untuk infeksi faringolaringitis, bronkitis akut, tonsilitis,
pneumonia, pielonefritis, sistitis, uretritis karena gonore, folikulitis,
aknepustolosa, furunkel, furunkulosis, karbunkel, erisipelas, selulitis,
limfangitis (limfadenitis), felon, perionisia supuratif (paronichia),
abses subkutan, hidradenitis, infeksi ateroma, abses perianal, mastitis,
infeksi superfisial sekunder yang disebabkan oleh trauma atau luka
karena operasi, blepharitis, hordeolum, dakriosistitis, tarsadenitis,
ulkus korneal, otitis media, dan sinusitis, dosis oral, 200 mg 3 kali
sehari; untuk infeksi bronkitis, bronkietaksis (yang disertai dengan
infeksi), infeksi sekunder yang disebabkan oleh penyakit pada saluran
pernafasan, dosis oral, 200-400 mg 3 kali sehari; dosis dapat
disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien; pada infeksi berat dosis
per hari dapat ditingkatkan sampai 1200 mg dalam 3 dosis terbagi;
untuk pasien yang mengalami gagal ginjal dengan bersihan kreatinin >
20 mL/ menit, tidak diperlukan penyesuaian dosis bila diberikan tidak
lebih dari 400 mg per hari.
b. Sefalosporin generasi II
Dibandingkan dengan generasi pertama, sefalosporin generasi kedua
kurang aktif terhadap bakteri gram positif, tapi lebih aktif terhadap bakteri
gram negatif, misalnya Hemophilus influenzae,Pr. mirabilis, Escherichia
coli dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Pseudomonas
aeruginosa dan enterokokus. Sefoksitin aktif tehadap kuman anaerob.
Sefuroksim dan sefamandol lebih tahan terhadap penisilinase dibandingkan
dengan generasi pertama dan memiliki aktivitas yang lebih besar
terhadap Hemophilus influenzae dan N. gonorrhoeae.
Contoh obat:
a) Sefaklor
Dosis: 250 mg tiap 8 jam, untuk infeksi berat dosis dapat dinaikkan
dua kali lipat, maksimum 4 g per hari; ANAK di atas 1 bulan: 20
mg/kg bb/hari dalam tiga dosis terbagi, untuk infeksi berat dosis dapat
dinaikkan dua kali lipat, maks 1 g sehari; atau 1 bulan? tahun, 62,5 mg
tiap 8 jam. ANAK berusia 1-5 tahun: 125 mg. Di atas 5 tahun: 250 mg.
Untuk infeksi berat dosis dapat dinaikkan dua kali lipat.
b) Sefprozil
Dosis: infeksi saluran pernapasan atas, kulit dan infeksi jaringan lunak
500 mg sekali sehari, biasanya untuk 10 hari. ANAK 6 bulan-12 tahun
20 mg/kg bb (maksimum 500 mg) sekali sehari. Eksaserbasi akut dari
bronkitis kronik 500 mg setiap 12 jam, biasanya untuk 10 hari. Otitis
media anak 6 bulan-12 tahun 20 mg/kg bb (maksimum 500 mg) setiap
12 jam.
c) Sefuroksim
Dosis: 
 oral: Untuk sebagian besar kasus, termasuk infeksi saluran
napas atas dan bawah: 250 mg dua kali sehari. Untuk kasus
berat, dapat ditingkatkan dua kali lipat. Infeksi saluran kemih:
125 mg dua kali sehari. Untuk pielonefritis: 250 mg dua kali
sehari. Gonore: 1 gram dosis tunggal. ANAK di atas 3 bulan:
125 mg dua kali sehari. Untuk otitis media pada anak lebih dari
2 tahun dapat diberikan 250 mg dua kali sehari.
 Parenteral: injeksi intramuskuler, bolus intravena atau infus 750
mg tiap 6-8 jam. pada infeksi berat: 1,5 g tiap 6-8 jam.
Pemberian lebih dari 750 mg hanya boleh secara intravena.
 ANAK: 30-100 mg/kg bb/hari (rata-rata 60 mg/kg bb/hari),
dibagi dalam 3-4 dosis. Gonore: 1,5 g injeksi intramuskuler,
dosis tunggal, pada dua tempat suntikan. Profilaksis bedah: 1,5
g injeksi intravena, pada saat induksi. Dapat ditambahkan 750
mg intramuskuler 8-16 jam kemudian (bedah abdomen, pelvis
dan ortopedi), atau 750 mg, intramuskular tiap 8 jam selama
24-48 jam berikutnya (bedah jantung, paru dan
esofagus). Meningitis: 3 g, injeksi intravena, tiap 8 jam.
c. Sefalosporin generasi III
Golongan ini umumnya kurang aktif terhadap kokus gram positif
dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif
terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase.
Seftazidim aktif terhadap pseudomonas dan beberapa kuman gram negatif
lainnya. Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan
sefalosporin yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Obat ini
diindikasikan untuk infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan
meningitis. Garam kalsium seftriakson kadang-kadang menimbul-kan
presipitasi di kandung empedu. Tapi biasanya menghilang bila obat
dihentikan. Sefoksitin aktif terhadap flora usus termasuk Bacteroides
fragilis, sehingga diindikasikan untuk sepsis karena peritonitis.
Contoh obat:
a) Sefiksim
Dosis: 
Dewasa dan anak >30 kg, dosis umum yang direkomendasikan 50–100
mg, oral dua kali sehari. Dosis disesuaikan dengan umur, berat badan,
kondisi pasien. Untuk infeksi parah atau infeksi yang sulit
disembuhkan (intractable) dosis ditingkatkan sampai 200 mg dua kali
sehari; demam tifoid pada anak, 10–15 mg/kg bb/ hari selama 2 pekan.
b) Sefotaksim
Dosis: pemberian injeksi intramuskuler, intravena atau infus:1 g tiap
12 jam, dapat ditingkatkan sampai 12 g per hari dalam 3-4 kali
pemberian. (Dosis di atas 6 g/hari diperlukan untuk infeksi
pseudomonas). NEONATUS: 50 mg/kg bb/hari dalam 2-4 kali
pemberian. Pada infeksi berat, dapat ditingkatkan 150-200 mg/kg
bb/hari. ANAK: 100-150 mg/kg bb/hari dalam 2-4 kali pemberian.
(pada infeksi berat dapat ditingkatkan menjadi 200 mg/kg bb/hari).
Gonore: 1 g dosis tunggal.
c) Seftazidim
Dosis: pemberian injeksi intramuskuler dalam, intravena atau infus.1 g
tiap 8 jam, 2 g tiap 12 jam, pada infeksi berat: 2 gram tiap 8-12 jam.
Pemberian lebih dari 1 g hanya secara intravena.Lansia: dosis
maksimum 3 g/hari. BAYI sampai 2 bulan: 25-60 mg/kg bb/hari dalam
2 kali pemberian. Di atas 2 bulan: 30-100 mg/kg bb/hari dibagi dalam
2-3 kali pemberian. Pada meningitis atau imunodefisiensi: maksimum
6 g/hari dibagi dalam 3 kali pemberian.Infeksi saluran kemih dan
infeksi yang tidak terlalu berat: 0,5-1 g tiap 12 jam. ANAK: 150 mg/kg
bb/hari (maksimum 6 g/hari) dibagi dalam tiga kali pemberian.
Profilaksis pada operasi prostat: 1 g pada saat induksi anestesi, dapat
diulangi pada saat pengangkatan kateter.
d) Seftizoksim
Dosis: Dewasa, secara intra vena atau intra muskular, 0,5-2 gram per
hari terbagi dalam 2-4 dosis. Pada infeksi yang berat atau berdasarkan
umur dan keadaan dari pasien, dosis dapat ditingkatkan.
e) Sefditoren pivoksil
Dosis: infeksi pneoumoniae karena lingkungan, 400 mg dua kali
sehari, selama 14 hari; eksaserbasi akut dari bronkitis kronik, 200 mg
dua kali sehari, selama 10 hari; faringotonsilitis, 200 mg dua kali
sehari, selama 10 hari; infeksi ringan dari kulit dan jaringan lunak, 200
mg dua kali sehari, selama 10 hari. Diberikan sesudah makan.
f) Sefepim hidroklorida
Dosis: Pemakaian intravena atau intramuskular: 1 g setiap 12 jam.
Pengobatan dilakukan selama 7-10 hari tergantung beratnya infeksi.
Untuk pasien dengan gangguan fungsi hati tidak diperlukan
penyesuaian dosis. Perlu penyesuaian dosis pada kelainan fungsi
ginjal: Bersihan kreatinin lebih kecil atau sama dengan 10 mL/menit,
250 mg/hari; Bersihan kreatinin 11-30 mL/menit, 500 mg/hari;
Bersihan kreatinin 30-60 mL/menit, 1 g setiap 12 jam.
g) Seftriakson
Dosis: pemberian secara injeksi intramuskular dalam,
bolus intravena atau infus. 1 g/hari dalam dosis tunggal. Pada infeksi
berat: 2-4 g/hari dosis tunggal. Dosis lebih dari 1 g diberikan pada dua
tempat atau lebih. ANAK di atas 6 minggu: 20-50 mg/kg bb/ hari,
dapat naik sampai 80 mg/kg bb/hari. Diberikan dalam dosis tunggal.
Bila lebih dari 50 mg/kg bb, hanya diberikan secara infus
intravena. Gonore tanpa komplikasi: 250 mg dosis tunggal. Profilaksis
bedah: 1 g dosis tunggal. Profilaksis bedah kolorektal: 2 g.
h) Ceftadizim
Dosis: infeksi saluran napas bawah, pemberian injeksi
intramuskuler atau intravena lambat atau infus: 1 g tiap 12 jam. Infeksi
saluran kemih atas dan bawah (termasuk pielonefritis akut dan kronis
dan sistitis): 1 g tiap 12 jam atau 2 g per hari dalam dosis tunggal.
i) Seftibuten
Dosis: DEWASA dan ANAK di atas 10 tahun (Berat badan lebih dari
45 kg): 400 mg/hari dosis tunggal. ANAK di atas 6 bulan: suspensi
oral, 9 mg/kg bb/hari dosis tunggal. menjadi 4 gram per hari. Anak ≥ 6
bulan, secara intravena atau intramuskular, 40-80 mg/kg bb per hari
terbagi dalam 2-4 dosis. Pada infeksi yang berat dosis dapat
ditingkatkan menjadi 120 mg/kg bb per hari, dosis total tidak boleh
melebihi dosis untuk orang dewasa. Dosis pada orang dewasa dengan
gangguan fungsi ginjal: Gangguan fungsi ginjal ringan dengan
bersihan kreatinin 79-50 mL/menit, infeksi yang tidak terlalu berat 500
mg 3 kali sehari, infeksi yang mengancam jiwa 0,75-1,5 gram 3 kali
sehari; Gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat dengan bersihan
kreatinin 49-5 mL/menit, infeksi yang tidak terlalu berat 250-500 mg 2
kali sehari, infeksi yang mengancam jiwa 0,5-1 gram 2 kali sehari;
Pasien dialisa dengan bersihan kreatinin 4-0 mL/menit, infeksi yang
tidak terlalu berat 500 mg tiap 2 hari atau 250 mg 1 kali sehari, infeksi
yang mengancam jiwa 0,5-1 gram tiap 2 hari atau 0,5 gram 1 kali hari.
j) Sefsulodin
Dosis: dewasa, secara intravena atau intramuskular, 1 sampai 4 gram
sehari dalam 2-4 dosis terbagi; dosis harus disesuaikan menurut umur
dan beratnya infeksi; bagi pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dosis
awal sama seperti pasien dengan fungsi ginjal yang normal/sehat, dosis
selanjutnya harus disesuaikan menurut bersihan kreatinin yaitu:
Bersihan kreatinin 50 mL/menit, interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 90% terhadap dosis permulaan, interval pemberian 12 jam,
dosis yang dianjurkan 95% terhadap dosis permulaan; Bersihan
kreatinin 30 mL/menit, interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 80% terhadap dosis permulaan, interval pemberian 12 jam,
dosis yang dianjurkan 90 % terhadap dosis permulaan; Bersihan
kreatinin 20 mL/menit, interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 70% terhadap dosis permulaan, interval pemberian 12 jam,
dosis yang dianjurkan 80 % terhadap dosis permulaan; Bersihan
kreatinin 10 mL/menit, interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 60% terhadap dosis permulaan, interval pemberian 12 jam,
dosis yang dianjurkan 70 % terhadap dosis permulaan; Bersihan
kreatinin 5 mL/menit, interval pemberian 8 jam, dosis yang dianjurkan
55% terhadap dosis permulaan, interval pemberian 12 jam, dosis yang
dianjurkan 65% terhadap dosis permulaan; Bersihan kreatinin 2,5
mL/menit, interval pemberian 8 jam, dosis yang dianjurkan 45%
terhadap dosis permulaan, interval pemberian 12 jam, dosis yang
dianjurkan 60 % terhadap dosis permulaan; Fungsi ginjal yang parah
dengan bersihan kreatinin 0 mL / min, 75 % dari dosis yang dianjurkan
selama 24 jam.
k) Sefoperazon
Dosis: Dewasa, 2-4 g perhari, dalam dosis terbagi, diberikan setiap 12
jam. Pada infeksi yang berat dosis ditingkatkan menjadi total 8 g
perhari dalam dosis terbagi, diberikan setiap 12 jam. Atau 12 g perhari
diberikan dalam dosis terbagi setiap 8 jam, dengan dosis maksimum 16
g perhari. Dosis untuk pengobatan uretritis gonokokal 500 mg secara
intramuskular dalam dosis tunggal. Untuk pasien dengan gangguan
fungsi ginjal dosis 2-4 g perhari. Bayi kurang dari 8 hari dan anak-
anak, 50-200 mg/kg bb perhari diberikan setiap 12 jam. Dosis dapat
dinaikkan menjadi 300 mg/kg bb per hari untuk pengobatan meningitis
tanpa komplikasi.
l) Sulperazon (sefoperazon sulbaktam)
Dosis: Pemakaian untuk dewasa: Rasio 1:1, sulperazon 2-4 g
(Aktivitas sulbaktam 1-2 g; Aktivitas sefoperazon 1-2 g). Dosis dapat
diberikan setiap 12 jam dalam dosis terbagi yang sama. Pada infeksi
yang parah dosis per hari dapat ditingkatkan mencapai 8 g dengan
rasio 1:1 (4 g aktivitas sefoperazon). Dosis dapat diberikan setiap 12
jam dalam dosis terbagi yang sama. Dosis maksimum sulbaktam yang
direkomendasikan adalah 4 g. Pemakaian untuk pasien dengan
kelainan fungsi ginjal: Dosis dapat disesuaikan tergantung penurunan
fungsi ginjal (bersihan kreatinin kurang dari 30 mg/menit) sebagai
kompensasi terjadinya penurunan bersihan sulbaktam. Pasien dengan
bersihan kreatinin 15-30 mL/menit dapat menerima dosis maksimum 1
g sulbaktam diberikan setiap 12 jam (dosis maksimum perhari 2 g
sulbaktam), ketika bersihan kreatinin kurang dari 15 mL/menit dapat
menerima dosis 500 mg sulbaktam setiap 12 jam (dosis maksimum
perhari 1 g sulbaktam). Pada infeksi yang berat, dibutuhkan
penambahan sefoperazon. Pemakaiaan pada anak-anak: Rasio 1:1,
sulperazon 40-80 mg/kg bb per hari (Aktivitas sulbaktam 20-40 mg/kg
bb per hari; Aktivitas sefoperazon 20-40 mg/kg bb per hari). Dosis
dapat diberikan setiap 6 sampai 12 jam dalam dosis terbagi yang sama.
Pada infeksi yang berat dosis perhari dapat ditingkatkan mencapai 160
mg/kg bb per hari dengan rasio 1:1. Obat dapat diberikan dalam dosis
terbagi 2-4 yang sama. Pemakaian pada bayi baru lahir: Pada minggu
pertama kelahiran, obat diberikan setiap 12 jam. Dosis maksimum
perhari sulbaktam untuk bayi adalah 80 mg/kg bb per hari.
d. Sefalosporin generasi IV
Sefalosporin generasi IV efektif untuk mengobati infeksi bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif. Obat ini juga sering diresepkan untuk infeksi
bakteri yang cukup berat. Beberapa jenis bakteri yang bisa diatasi oleh
sefalosporin generasi IV adalah Pseudomonas aeruginosa, K. Pneumoniae, E.
Coli dan Enterobacter. 
Contoh obat :

a) Sefepime
Dosis : Mengobati penyakit infeksi bakteri, dewasa : 1-6 gram, 2-3 kali
sehari. Anak-anak : 100-150 mg/kgBB, 2-3 kali sehari.

b) Sefpirome
Dosis : Dosis cefpirome akan diberikan oleh dokter tergantung kondisi
pasien. Berikut ini adalah dosis cefpirome bagi orang dewasa yang
dibagi berdasarkan kondisinya:
 Infeksi saluran kemih (ISK) atas dan bawah
1 g diberikan melalui suntikan intravena setiap 12 jam sekali.
Dosis dapat ditingkatkan hingga 2 g tergantung tingkat
keparahan.
 Infeksi kulit dan jaringan lunak
1 g diberikan melalui suntikan intravena setiap 12 jam sekali.
Dosis dapat ditingkatkan hingga 2 g tergantung tingkat
keparahan.
 Infeksi saluran pernafasan bawah
1-2 g diberikan melalui suntikan intravena setiap 12 jam
 Infeksi pada pasien neutropenia, bacteremia, atau septikemia
2 g diberikan melalui suntikan intravena setiap 12 jam.
SUMBER

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2004.


KUMPULAN KULIAH FARMAKOLOGI, Ed. 2. Jakarta: EGC

https://books.google.co.id/books?
id=MVw2VCMXrEgC&pg=PA619&dq=Aktivis+dan+mekanisme+kerja+SEFALOSPORIN
&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiAmrHEid7rAhXOQ30KHRPBCTsQ6AEwAHoECAIQAg#
v=onepage&q=Aktivis%20dan%20mekanisme%20kerja%20SEFALOSPORIN&f=false

https://www.slideshare.net/birosmsFAunbrah/penislinsefalosporin-dan-antibiotik-beta-laktam

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/512-sefalosporin-dan-antibiotik-
beta-laktam-lainnya/5121 diakses pada 10 September 2020 jam 17.08

Joy L. Kee dan Evelyn R. Hayes.1996.FARMAKOLOGI PENDEKATAN PROSES


KEPERAWATAN. Jakarta: EGC

https://books.google.co.id/books?
id=BftFTitO30AC&pg=PA332&dq=sefalosporin&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjv3rbCzd7rAhVM8HMBH
VJAApIQ6AEwAXoECAEQAg#v=onepage&q=sefalosporin&f=false

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/512-sefalosporin-dan-antibiotik-
beta-laktam-lainnya/5121

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sefalosporin “SEFALOSFORIN” diakses tanggal july 7,


2014

Pusporini, Ratih.2019. Antibiotik Kedokteran Gigi. Malang: UB Press

Tjay, Hoan Tan & Kirana Rahardja.2017. Obat-Obatan Penting. Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo

Anda mungkin juga menyukai