Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan akan sediaan topikal antijamur sampai saat ini masih menempati
peringkat atas, terutama bila dikaitkan dengan timbulnya gejala resistensi senyawa-
senyawa yang berkhasiat sebagai anti jamur. Infeksi jamur pada kulit atau mikosis
banyak diderita penduduk khususnya yang tinggal di daerah tropis. iklim panas dan
lembab merupakan salah satu penyebab tingginya insiden tersebut. selain itu mikosis
pada kulit dipredisposisi hygiene yang kurang sehat, adanya sumber penularan,
pemakaian antibiotika dan penyakit kronis (Nurtjahja dkk.,2006).
Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan tujuan
untuk menghasilkan efek lokal, seperti lotio, salep, dan krim. Rute pemberian obat
secara transdermal merupakan suatu alternatif untuk menghindari variabilitas
ketersediaan hayati obat pada penggunaan per oral, menghindari kontak langsung obat
dengan mukosa lambung sehingga mengurangi efek samping obat tertentu, juga untuk
memperoleh konsentrasi obat terlokalisir pada tempat kerjanya.
Pemilihan bentuk obat kulit topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja
yng dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati. Obat kulit topikal
mengandung obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada beberapa keadaan, dapat juga
bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam, misalnya pada pengobatan penyakit kulit
kronik. Salah satu obat yang diberikan melalui topikal adalah krim.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui sediaan cream.
2. Untuk mengetahui rancangan formula dalam membuat cream.
3. Untuk mengetahui bagaiman cara membuat cream yang baik.
4. Untuk mengetahui bagaiman cara evaluasi cream yang sesuai dengan ketentuan.
5. Untuk mengetahui apakah cream yang dibuat sudah memenuhi persyaratan atau tidak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Profil Obat Eritromisin
Eritromisin merupakan salah satu antibiotika pilihan utama yang penting,
terutama bagi pasien yang sensitif serta resisten terhadap turunan penisilin
(Siswandono, 1995). Eritromisin dapat diproduksi melalui fermentasi dengan
menggunakan bakteri Streptomyces sp (Karp, 2005). Saat ini, produksi skala
industri memanfaatkan bakteri jenis Saccharopolyspora erythraea Proses produksi
antibiotik biasanya menggunakan sistem kultur pertumbuhan biakan/sel bakteri.
Eritromisin merupakan antibiotik yang aktif secara oral, yang ditemukan
oleh Mc Guire pada tahun 1952 dalam produk metabolism Streptomyces
erythraeus(Filipina, 1952). Spesies mikroba penghasil eritromisin lainnya adalah
Streptomyces griseoplanus dan Arthobacter sp (Omura & Tanaka, 1984). Dari
ketiganya yang merupakan penghasil utama eritromisin adalah Streptomyces
erythraeus Nama dari mikroba telah mengalami retaksonomi menjadi
Saccharopolyspora erythraea.
Antibiotik eritromisin memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik maupun
bakterisida tergantung dari jenis mikroba patogen dan konsentrasi obat.
Mekanisme aksi eritromisin adalah dengan cara menghambat sintesis protein
bakteri dengan jalan berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50 S.
Antibiotik ini memiliki spektrum cukup luas terhadap bakteri gram positif
(Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan Streptococcus pneumoniae)
dan gram negatif ( Haemophilus influenzae, Pasteurella multocida, Brucella dan
Rickettsia) maupun mikoplasma (Chlamydia) namun tidak memiliki aktivitas
terhadap virus, ragi ataupun jamur. Penggunaan eritromisin terbukti aman dalam
pemakaiannya (Eritromisin diuraikan oleh asam lambung, maka harus diberikan
dalam sediaan enteric coated (dengan selaput tahan-asam) atau sebagai garam
atau esternya (stearat dan etilsuksinat). Merk dagang eritromisin yang umum
dijumpai antara lain: Erythromycin atau Eritromisin (obat generik), Corsatrocin,
Dothrocyn, Duramycin, Erycoat Forte, Eryderm, Erysanbe, Erythrin, Erythrocin,
Jeracin, Narlecin, Opithrocin, Pharothrocin.

Gambar 2.1 Struktur Senyawa Obat Eritromisin

2.1.2 Indikasi Eritromisin


Kegunaan antibiotik eritromisin ,antara lain:
1. Eritromisin merupakan pilihan pertama pada khususnya infeksi paru- paru
dengan Lagionella pneumophila.
2. Infeksi saluran pernapasan bagian atas ringan sampai sedang yang disebabkan
Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza.
3. Infeksi saluran pernapasan bagian bawah ringan sampai agak berat yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Streptococcus pneumonia.
4. Infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia.
5. Pertusis yang disebabkan oleh Bordetella pertussis.
6. Infeksi kulit dan jaringan lunak ringan sampai agak berat yang disebabkan
oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus.
7. Mengatasi radang panggul akut yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
pada penderita yang alergi terhadap penisilin dan derivatnya.
8. Pencegahan terhadap endocarditis bacterial pada penderita yang alergi
terhadap penisilin dengan riwayat rematik dan kelainan jantung bawaan.
9. Karena sifatnya yang aktif terhadap kuman anaerob dalam usus, eritomisin
bersama neomisin digunakan untuk profilaksis bedah usus.

2.1.3 Mekanisme Kerja Erytromisin


Eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan
bersama salut enterik. Makanan dapat mengganggu penyerapan.bentuk stearat
dan ester cukup resisten terhadap asam dan sedikit lebih baik diserapnya. Garam
lauril dari ester propionil eritromisin merupakan sediaan oral yang paling baik
penyerapannya. Namun, hanya bentuk basa yang secara mikrobiologis aktif, dan
konsentrasinya cenderung serupa apa pun formulasinya. Eritromisin tidak
memerlukan penyesuaian dosis untuk gagal ginjal. Eritromisin tidak dikeluarkan
dengan dialisis. Sejumlah besar obat yang diberikan diekskresikan dalam empedu
dan keluar melalui tinja, dan hanya 5% yang diekskresikan di urin. Obat yang
terserap didistribusikan secara luas, kecuali ke otak dan cairan serebrospinal.
Eritromisin diserap oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Obat ini
menembus plasenta dan mencapai janin.
Efek antibakteri eritromisin dan makrolid lain mungkin inhibitorik atau
bakterisidal, terutama pada konsentrasi tinggi, bagi organisme yang rentan.
Aktivitas meningkat pada pH basa. Inhibisi sintesis protein terjadi melalui
pengikatan ke RNA ribosom 50S. Tempat pengikatan terletak dekat dengan pusat
peptidiltransferase, dan pemanjanagan rantai peptide (yi. Transpeptidasi) dicegah
dengan menghambat saluran keluar polipeptida. Akibatnya, peptidil tRNA
terlepas dari ribosom. Eritromisin juga menghambat pembetukan subunit ribosom
50S. Eritromisin aktif terhadap galur-galur rentan organism positif-gram,
khususnya pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan korinebakteri.
Resistensi terhadap eritromisin biasanya disandi oleh plasmid. Telah diketahui
terdapat tiga mekanisme, yakni :
1. Berkurangnya permeabilitas membran sel atau efluks aktif.
2. Pembentukan (oleh Enterobacteriaceae) enterase yang menghidrolisis
makrolid.
3. Modifikasi tempat pengikatan di ribosom (yang disebut sebagai proteksi
ribosom) oleh mutasi kromosom atau oleh metilase yang terbentuk secara
konstituitif atau akibat induksi makroli.

Efluks dan produksi metilase adalah mekanisme resistensi terpenting pada


organism gram-positif. Resistensi-silang antara eritromisin dan makrolid lain
bersifat sempurna. Produksi metilase konstituitif juga menimbulkan resistensi
terhadap senyawa yang secara struktural tidak berhubungan, tetapi secara
mekanistis serupa, misalnya klindamisin dan sterptogramin B (yang dinamakan
resistensi makrolid linkosamid-streptogramin atau tipe-MLS), yang memiliki
tempat pengikatan yang sama di ribosom, karena non-makrolid merupakan
penginduksi metilase yang buruk, galur-galur yang mengekspresikan suatu
metilasi inducible akan tampak rentan in vitro. Namun, mutan-mutan konstituitif
yang resisten dapat terseleksi dan muncul selama pengobatan dengan klindamisin.

2.2 Pengertian Cream


2.2.1 Menurut Farmakope Indonesia Edisi III
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
2.2.2 Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
2.2.3 Menurut Formularian Nasional
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
2.2.4 Menurut The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi m/a (krim berair)
atau emulsi a/m (krim berminyak).

Krim didefenisikan sebagai “cairan kental atau emulsi setengah padat, baik
bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air”. Krim biasanya digunakan sebagai
emolien atau pemakaian obat pada kulit. Istilah krim secara luas digunakan dalam
farmasi dan industri kosmetik. Banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim
tetapi tidak sesuai dengan bunyi defenisi diatas, sehingga hasil produksi yang nampaknya
seperti krim tetapi tidak mempunyai dasar dengan jumlah emulsi disebut krim (Ansel,
1989).

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional
telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.

Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari
emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam asam lemak atau alkohol
berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui
vaginal (Ditjen POM, 1995).

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak
kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada 2 yaitu: krim tipe
air dalam minyak (A/M) dan krim minyak dalam air (M/A). Untuk membuat krim
digunakan zat pengemulsi, umurnya berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik dan
nonionik (Anief, 2008).

Sifat umum sediaan semi padat terutama krim ini adalah mampu melekat pada
permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci
atau dihilangkan. Krim yang digunakan sebagai obat umumnya digunakan untuk
mengatasi penyakit kulit seperti jamur, infeksi ataupun sebagai anti radang yang
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Anwar, 2012).

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara
tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi
relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau disperse mikrokristal asam-
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika Kestabilan krim akan rusak
bila terganggu sistem pencampurannya terutama disebabkan karena perubahan suhu dan
perubahan komposisi, disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim, jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain
(Anonim, 1979).

Krim digunakan sebagai obat luar yang dioleskan kebagian kulit badan. Obat luar
adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan dan kearah lambung.
Menurut defenisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat
hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi dan lainnya

a) Metode Pelelehan ( fusion)


Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah meleleh diaduk
sampai dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.
b) Metode Triturasi
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan
terakhir. Di sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat
khasiatnya. Pada skala industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan
keberhasilan produksi sangat tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses
pemindahan dari satu tahap pembuatan ke tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas
zat berkhasiat pada penyimpanan perlu diperhatikan, antara lain: . Kondisi temperatur
atau suhu . Kontaminasi dengan kotoran . Kemungkinan hilangnya komponen yang
mudah menguap

2.3 Komponen Penyusun Cream


2.3.1 Zat Berkhasiat
Sifat fisiska dan kimia dari bahan atau zat berkhasiat dapat menetukan cara
pembuatan dan tipe cream yang dibuat.
2.3.2 Fase Minyak
Fase Minyak yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
Contoh: asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak
lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.
2.3.3 Fase Air
Yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh: Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/TEA, NaOH, KOH,
Na2C03, Gliserin, Polietilenglikol/PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril
sulfat, Na setostearil alkohol, polisorbatum/Tween, Span dan sebagainya)
2.3.4 Basis Cream
Basis cream berfungsi sebagai pembawa zat berkhasiat. Macam-macam basis
cream yaitu :
1. Basis Hidrokarbon
Basis hidrokarbon dapat meningkatkan hidrasi kulit, karena basis
hidrokarbon akan membentuk suatu lapisan waterproof yang akan
menghambat hilangnya air dari sel-sel kulit (bersifat emollient atau
moisturizer). Contoh basis hidrokarbon yaitu vaselin album, vaselin flavum,
paraffin cair
2. Basis Absorbsi
Merupakan capuran antara sterol-sterol binatang dengan senyawa
hidrokarbon yang memiliki gugus polar seperti hidroksil, karboksil. Basis
absorbs bersifat hidrofil sehinggga mengabsorbsi air. Contoh Basis Absorbsi
yaitu lanolin.
3. Basis yang Larut dalam Air
Merupakan basis yang larut dalam air, mudah dicuci, tidak berminyak,
bebas lipid, dan tidak mengiritasi. Contoh basis yang larut dalam air yaitu
PEG atau carbowax.
4. Basis yang dapat dicuci dengan Air
Basis ini paling banyak digunakan sebagai basis cream, bersifat larut dalam
air dan terabsorbsi baik ke dalam kulit.
2.3.5 Pengemulsi atau Emulgator
Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang akan
dibuat. Sebagai pengemulsi krim atau emulgator krim, umumnya berupa
surfaktan. Selain itu, dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba, cetaceum,
cetyl alcohol, stearil alcohol, golongan sorbitol, polisorbat, PEG, dan sabun.
2.3.6 Zat Tambahan dalam cream
1. Zat Pengawet
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan
dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah
terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Karena pada sediaan krim
mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini mudah ditumbuhi
bakteri dan jamur.
Oleh karena itu perlu penambahan zat yang dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme tersebut. Zat pengawet yang digunakan umumnya metil
paraben 0.12% sampai 0,18% atau propil paraben 0,02%-0,05%.
2. Zat Pendapar
Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga
stabilitas sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan
pendapar harus diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya yang
terdapat dalam sediaan, terutama pH efektif untuk pengawet.
Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan kimia zat aktif atau
zat tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin pengaruh
pembawa atau lingkungan. Kontaminasi logam pada proses produksi atau
wadah (tube) seringkali merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia dari
bahan sediaan.
3. Zat Pelembab
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan
untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan
menjadi lunak, mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan
lebih efektif. Contoh zat tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol.
4. Antioksidan
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat
oksidasi oleh cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi,
antioksidan terbagi atas :
a. Anti oksidan sejati (anti oksigen) Kerjanya: mencegah oksidasi dengan
cara bereaksi dengan radikal bebas dan mencegah reaksi cincin. Contoh:
tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT.
b. Anti oksidan sebagai agen produksi. Zat zat ini mempunyai potensial
reduksi lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat
yang lain kadang-kadang bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal
bebas. Contoh; garam Na dan K dari asam sulfit.
c. Anti oksidan sinergis. Yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks
dengan logam, karena adanya sedikit logam dapat merupakan katalisator
reaksi oksidasi. Contoh: sitrat, tamat, EDTA.
5. Zat Pengompleks
Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat
membentuk kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan,
timbul pada proses pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang
kurang baik. Contoh : Sitrat, EDTA, dsb.

2.4 Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan terakhir. Di
sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat khasiatnya. Pada
skala industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan keberhasilan produksi
sangat tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap
pembuatan ke tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas zat Metode Pembuatan Cream
2.4.1 Metode Pelelehan ( fusion)
Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah meleleh
diaduk sampai dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.
2.4.2 Metode Triturasi
berkhasiat pada penyimpanan perlu diperhatikan, antara lain: . Kondisi
temperatur atau suhu . Kontaminasi dengan kotoran . Kemungkinan hilangnya
komponen yang mudah menguap.

2.5 Penggolongan Cream


2.5.1 Cream Tipe M/A (Minyak dalam Air)
Biasanya digunakan pada kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa dipakai
pengemulsi campuran surfaktan. Sistem surfaktan ini juga bisa mengatur
konsistensi. Pembuatan krim m/a sering menggunakan zat pengemulsi campuran
dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai
panjang alcohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam
lemak lebih popular.

Campuran pengemulsi yang sering dipakai yaitu :

a) Emulsifying wax BP.


b) Lannette wax (campuran etil & stearil alkohol yang disulfonasi).
c) Cetrimide emulsifying wax.
d) Cetomakrogol emulsifying wax.
e) Asam – asam lemak, seperti palmitat, stearat

Sifat Emulsi M/A Untuk Basis Cream :


a) Dapat diencerkan dengan air.
b) Mudah dicuci dan tidak berbekas.
c) Untuk mencegah terjadinya pengendapan zat maka ditambahkan zat yang
mudah bercampur dengan air tetapi tidak menguap (propilen glikol).
d) Formulasi yang baik adalah cream yang dapat mendeposit lemak dan senyawa
pelembab lain sehingga membantu hidrasi kulit.

2.5.2 Cream Tipe A/M (Air dalam Minyak)


Konsistensi dapat bervariasi, sangat tergantung pada komposisi fase
minyak dan fase cair. Cream ini mengandung zat pengemulsi A/M yang
spesisifik, seperti :
a) Ester asam lemak dengan sorbitol
b) Garam – garam dari asam lemak dengan logam bevalensi 2
c) Adeps lanae

2.6 Keuntungan Sediaan Cream


a) Mudah menyebar rata
b) Praktis
c) Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A
d) Cara kerja langsung pada jaringan setempat.
e) Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).
f) Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun,
sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.
g) Aman digunakan dewasa maupun anak – anak.
h) Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe a/m ( air dalam minyak
i) Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada fase
a/m ( air dalam minyak ) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
j) Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan
deodorant.
k) Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit
berminyak

2.7 Kerugian Sediaan Cream


a) Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak).
b) Karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
c) Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
d) Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).
e) Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
f) Pembuatannya harus secara aseptik.

2.8 Praformulasi Sediaan


2.8.1 Praformulasi Bahan Aktif
Nama Bahan Aktif : Eritromisin

No Parameter Data
1. Pemerian Serbuk hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau atau
agak berbau tanah, rasa agak pahit
2. Kelarutan praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol, dalam
kloroform, dalam metanol, dan dalam eter.
3. Rotasi Jenis Antara +74 0 sampai +82 0 , dihitung terhadap zat bebas
air dan bebas etanol; lakukan penetapan menggunakan
larutan 10mg per ml.
4. PH Antara 6,0 dan 11,0
5. Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat
6. Indikasi Jerawat dan Infeksi kulit.
7. Efek Samping Rasa terbkar, ruamkulit, iritasi
8. OTT -

2.8.2 Praformulasi Bahan Tambahan


1. Cetyl Alkohol

No Parameter Data
1. Pemerian Berupa serpihan putih atau granul seperti lilin,
berminyak memiliki bau khasdan rasa khas
2. Kelarutan Mudah larut dalam etanol 1* E dan eter, kelarutan
meningkat dengan peningkatan suhu, tidak larut dalam
air.
3. Stabilitas Setil akohol stabil pada keadaan asam, basa, light dan
udara
4. Inkompatibilitas inkompatibel dengan agent pengoksidasi
5. Titik didih 165 ℃
6. Titik Lebur 45-52 ℃
7. Kegunaan Basis cream

2. Asam Stearat

No Parameter Data
1. Pemerian Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur,
putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin.
2. Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian
etanol (95%)P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3
bagian eter P.
3. Suhu lebur Tidak kurang dari 54 o C
4. Berat molekul 284, 47
5. Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik
6. Khasiat Zat tambahan, untuk melembutkan kulit dengan
konsentrasi 1-20 %

3. TEA

No Parameter Data
1 Pemerian Cairan tidak berwarna atau berwarna kuning pucat;
jernih; tidak berbau atau hampir tidak berbau;
higroskopis
2 Kelarutan Dapat bercampur dengan air dan etanol (95%) P, sukar
larut dalam eter P.
3 Indeks bias 1,482 sampai 1,485
4 OTT Dengan asam membentuk garam dan ester, dengan
tembaga membentuk garam kompleks, dengan garam-
garam logam berat menyebabkan hilangnya warna dan
pengendapan.
5 Titik leleh 20-21 0 C
6 Kegunaan dikombinasi dengan asam lemak bebas membentuk
sabun untuk digunakan sebagai emulgator, pH netral 8.
dalam bentuk sabun tidak menyebabkan iritasi. Sabun
ini membentuk emulsi yang sangat stabil untuk hampir
semua minyak, lemak atau malam untuk pemakaian
luar. Konsentrasi yang digunakan sebagai pengemulsi 2-
4 TEA dan jumlah asam lemak yang digunakan 2-5 kali.
TEA juga berfungsi sebagai humektan.
7 Bobot Jenis 1,120 sampai 1,130
8 Keamanan Dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan membran
mukosa.
9 Kestabilan Sediaan yang menggunakan sabun TEA menjadi gelap
selama penyimpanan untuk menghindari hilangnya
warna maka harus dihindari cahaya dan kontak langsung
dengan logam.
10 Wadah dan Dalam wadah tertutup rapat
Penyimpanan

4. Nipagin (Metil Paraben)

No Parameter Data
1 Pemerian Serbuk hablur halus; putih; hampir tidak berbau; tidak
mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa
tebal
2 Kelarutan Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam
3 bagian aseton P; mudah larut dalam eter P dan dalam
larutan alkali hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol
P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati
panas, jika diinginkan larutan tetap jernih
3 pH 4-8
4 OTT Inkompatibel dengan surfaktan ionik dan bentonit,
magnesium trisilikat, talkum, tragakan, Na. Alginat,
minyak esensial, sorbitol, atropin.
Inkompatibel dengan adanya surfaktan ionik seperti
polisorbat 80. Karena dapat menurunkan aktifitas
antimikroba, bereaksi gula-alkohol
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Anti mikroba dan dapat digunakan dalam bentuk
tunggal / dikombinasikan dengan parabens lain sebagai
antimikroba. Dapat digunakan juga sebagai buffer
7 Dosis Lazim -
8 Wadah dan Dalam wadah tertutup baik
Penyimpanan

5. Nipasol (Propil paraben)

No Parameter Data
1 Pemerian Serbuk hablur putih; tidak berbau; tidak berasa
2 Kelarutan Sangat sukar larut dalam air; larut dalam 3,5 bagian
etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140
bagian gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak,
mudah larut dalam larutan alkali hidroksida
3 Ph Stabil pada pH 3-6
4 OTT Surfaktan non-ionik
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Pengawet
7 Wadah dan Dalam wadah tertutup baik
Penyimpanan

6. BHT (Butylated Hydroxytoluene)

No Parameter Data
1. Berbentuk Kristal padat atau serbuk berwarna putih atau
kuning muda dengan bau yang khas
2. Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, glyserin, propilenglikol,
larutan hidroksi alkali dan Mineral encer. Larut dalam
acetone, benzene, etanol 95 %, eter, methanol, toluene,
paraffin cair dan minyak tertentu.

3. Fungsi Antioksian
4. Bobot molekul 220,35
5. OTT BHT bersifat fenol dan mengalami reaksi bau seperti
fenol. Tidak stabil dengan bahan oxidasi seperti
peroksida dan permanganat. Garam besi menyebabkan
pengotoran dengan kehilangan aktivitas
6. Wadah dan Dalam wadah tertutup rapat
Penyimpanan
7. Propilenglikol

No Nama Bahan Data


.
1 Pemerian Cairan kental, jernih, tidak berbau, rasa agak manis,
higroskopik
2 Kelarutan Dapat bercampur dengan air dan etanol 90 % dan
kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak dapat
bercampur dengan eter minyak tanah, dan dengan
minyak lemah.
3 Stabilitas Pada temperature rendah, propilenglikol stabil bila
disimpan dalam wadah tertutup baik, ditempat sejuk dan
kering. Tetapi pada temperature tinggi, ditempat terbuka,
cenderung mengoksidasi, sehingga menghasilkan produk
seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, asam
asetat.
4 Inkompatibilitas Propilenglikol tidak kompatibel dengan reagen
pengoksidasi, seperti potassium permanganate.
5 Khasiat Zat tambahan dan pelarut
6 Wadah dan Dalam wadah tertutup baik.
penyimpanan

8. Aquades

No Parameter Data
1 Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

2 Kelarutan Sangat mudah larut dengan sebagian pelarut polar

3 pH 5,0 – 7,0

4 OTT Logam alkali, kalsium oksida, magnesium oksida,


garam anhidrat, bahan organik tertentu dan kalsium
carbide

5 Cara Sterilisasi Autoklaf, filter membrane

6 Indikasi Pelarut dalam injeksi

7 Sediaan Lazim Larutan


dan Kadar

8 Wadah dan Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastik, tidak
Penyimpanan lebih besar dari 1 liter. Wadah kaca sebaiknya dari kaca
tipe I atau tipe II, wadah tertutup rapat, sejuk dan kering

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat
1. Mortir dan stemfer
2. Batang Pengaduk
3. Beaker Glass
4. Cawan uap
5. Gelas Ukur
6. Kaca Arloji
7. Kertas Perkamen
8. Mortir dan Stamper
9. Penangas air
10. Pipet Tetes
11. Pot Plastik
12. Spatel
13. Timbangan analitik

3.2 Bahan
1. Eritromisin stearat
2. Cetyl alcohol
3. BHT
4. Nipasol
5. Nipagin
6. TEA
7. Emulgator
8. Propilenglikol
9. Aquades

3.3 Formulasi

Pemakaian Bahan
Lazim Yang Per botol Per Batch (50
No Fungsi Bahan Nama Bahan
digunakan (10 gram) gram)
1 Zat Aktif Eritromisisn 1-2% 2% 0,2 gram 1 gram
stearat
2 Basis cream Cetyl alcohol 1-20% 10% 1 gram 5 gram
3 Emulgator fase Asam stearat 15-20% 15% 1,5 gram 7,5 gram
minyak
4 Emulgator fase air TEA 2-4% 4% 0,4 gram 2 gram
5 Antioksidan BHT 0,5-1% 0,5% 0,05 gram 0,25 gram
6 Wetting agent Propilenglikol 5-30% 15% 1,5 gram 7,5 gram
7 Pengawet larut air Nipagin 0,12-0,18% 0,15% 0,015 0,075 gram
gram
8 Pengawet larut Nipasol 0,01-0,05% 0,05% 0,005 0,025 gram
minyak gram
9 Pelarut Aquades qs qs 5,33 gram 26,65 gram
3.4 Perhitungan Formulasi

Pemakaian Bahan
Lazim Yang Per botol (10 gram) Per Batch (50
No Fungsi Bahan Nama Bahan
diguna gram)
kan
1 Zat Aktif Eritromisisn 1-2% 2% 2 0,2
x 10 =0,2 gram x 50 =1 gram
100 10
stearat
2 Basis cream Cetyl alcohol 1-20% 10% 10 1
x 10 =1 gram x 50 =5 gram
100 10
3 Emulgator fase Asam stearat 15-20% 15% 15 1,5
x 10 =1,5 gram x 50 =7,5 gram
100 10
minyak
4 Emulgator fase TEA 2-4% 4% 4 0,4
x 10 =0,4 gram x 50=2 gram
100 10
air
5 Antioksidan BHT 0,5-1% 0,5% 0,5 0,05
x 10 =0,05 gram x 50 =0,25
100 10
gram
6 Wetting agent Propilengliko 5-30% 15% 15 1,5
x 10 =1,5 gram x 50 =7,5 gram
100 10
l
7 Pengawet larut Nipagin 0,12- 0,15% 0,15 0,015
x 10 =0,015 x 50 =0,075
100 10
air 0,18%
gram gram
8 Pengawet larut Nipasol 0,01- 0,05% 0,05 0,005
x 10 =0,005 x 50 =0,025
100 10
minyak 0,05%
gram gram
9 Pelarut Aquades qs qs 10 - (0,2+1+1,5+0,4 5,33
x 50 =26,65
10
+0,05+1,5+0,015+0,
gram
005) = 5,33 gram

3.5 Prosedur Pembuatan Cream Eritromisin


3.5.1 Pelelehan Fase Minyak
1. Masukan asam stearat dan cetyl alkohol ke dalam cawan penguap.
2. Lelehkan diatas waterbath
3. Setelah semua leleh, tambahkan Nipasol

3.5.2 Pelarutan Fase Air


1. Masukan Air ke dalam erlenmeyer
2. Panaskan diatas waterbath
3. Tambahkan BHT, goyangkan erlenmeyer hingga bahan larut
4. Tambahkan Nipagin, goyangkan erlenmeyer hingga bahan larut
5. Tambahkan TEA (Triaetanolamin), goyangkan erlenmeyer hingga bahan larut
6. Tambahkan sedikit propilenglikol, goyangkan erlenmeyer hingga larut.

3.5.3 Pencampuran Fase Minyak dan Fase Air


1. Hasil pelelehan fase minyak ( asam stearat dan cetyl alkohol serta nipasol)
masukkan ke dalam mortir panas, lalu gerus.
2. Tambahkan hasil pelarutan fase air (BHT, nipagin, TEA, dan Propilenglikol)
sedikit demi sedikit, sambil digerus hingga homogen dan terbentuk basis
cream yang bagus.
3. Tambahkan eritromisin yang sebelumnya telah dibasahi atau dilarutkan
dengan propilengglikol, gerus hingga homogen.
4. Gerus hingga terbentuk cream yang bagus.

3.5.4 Pengisian dan Pengemasan


1. Timbang Cream 10 gram
2. Masukan ke dalam wadah pot.
3. Tutup pot
4. Pot diberi etiket
5. Masukan pot dan brosur ke dalam kemasan dus
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan


Pada praktikum yang telah dilakukan, kami membuat sediaan cream. Sediaan cream
adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari
60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Bahan aktif yang kami gunakan untuk
membuat cream yaitu eritromisin. Eritromisin merupakan salah satu antibiotika pilihan
utama yang penting, terutama bagi pasien yang sensitif serta resisten terhadap turunan
penisilin. Antibiotik eritromisin memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik maupun
bakterisida tergantung dari jenis mikroba patogen dan konsentrasi obat. Eritromisin dapat
diproduksi melalui fermentasi dengan menggunakan bakteri Streptomyces sp .Mekanisme
kerja eritromisin adalah dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dengan jalan
berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50 S.
Pada pembuatan cream, digunakan eritromisin sebagai zat aktinya, dan digunakan
bahan tambahan berupa asam stearat, cetyl alcohol, BHT, TEA, nipagin, nipasol,
propilengglikol dan aquades. Eritromisisn berfungsi sebagai pengobatan pada infeksi
jerawat secara topical. Asam Starat berfungsi sebagai emulgator fase minyak. Cetyl
alcohol berfungsi sebagai basis cream. BHT berfungsi sebagai antioksidan. TEA berfungsi
sebagai emulgator fase air. Nipagin berfungsi sebagai pengawet yang larut dalam air.
Nipasol berfungsi sebagai pengawet yang larut dalam lemak. Propilenglikol berfungsi
sebagai wetting agent. Dan aquades berfungsi sebagai pelarut.
Sebagai emulgator dipilih TEA karena stabil pada rentang pH netral tidak OTT
denganKlindamisin, membentuk sabun yang tidak mengiritasi kulit dan dapat berfungsi
juga sebagai humektan. Eritromisin memiliki sifat hidrofobik atau tidak suka air sehingga
sukar dibasahi sehingga ditambahkan wetting agent yaitu propilenglikol, selain itu
propilenglikol juga bisa bersifat sebagai pengawet, surfaktan dan humektan, efektif dalam
konsentrasi rendah 2 %, tidak OTT dengan bahan aktif dan komponen lainnya, juga larut
dalam air dan membentuk larutan kental jernih yang dapat menambah konsistensi dari
sediaan krim.
Sediaan ini perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah rusaknya bahan aktif
ataupun kontaminasi mikroorganisme kemudian untuk menjaga stabilitasnya karena krim
juga mengandung air. Pengawet yang digunakan adalah nipagin dan nipasol karena punya
daya antimikroba yang luas, serta kompatibel dengan bahan aktif dan bahan tambahan
lainnya, juga dengan adanya propilen glikol aktivitasnya meningkat.Selain itu
ditambahkan antioksidan dikarenakan krim mengandumg minyak yang dapat oksidasi
sehoingga menjadi tengik antioksidan yang digunakan ialah BHT.
Pada pembuatannya, bahan yang larut dalam minyak seperti asam stearat, cetyl
alcohol, dan nipasol dilakukan peleburan diatas waterbath hingga melebur. Untuk bahan
yang larut dalam air, seperti BHT, nipagin, TEA, propilenglikol dilarutkan dalam aquadest
panas. Kemudian hasil peleburan fase minyak dan pelarutan fase air dicampurkan dan
digerus dalam mortir panas. Keudian setelah terbentuk basis cream, ditambahkan bahan
aktifnya yaitu eritromisin yan g sebelumya telah dibasahi dengan propilenglikol.
Setelah sediaan cream eritromisin jadi, kami melakukan evaluasi sediaan cream.
Evaluasi sediaan cream yang kami lakukan yaitu evaluasi pada In Proces Control (IPC)
dan evaluasi End Proces Contro (EPC). Evaluasi sediaan cream pada In Proces Control
(IPC) yaitu pengukuran pH sediaan cream dengan menggunakan pH indicator. Dan hasil
pengukuran pH yang didapat yaitu 7 (pH sediaan cream yang lazim yaitu 4-7). Hal ini
menunjukan sediaan cream yang kami buat sudah memenuhi persyaratan. Evaluasi
sediaan cream pada End Proces Contro (EPC) yaitu uji organoleptis yaitu pengamatan
mengenai warna dan bau dari sediaan cream. dan uji organleptis yang kami dapat yaitu
cream berwarna putih dan tidak berbau. Kemudian dilakukan evaluasi homogenitas yang
dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan cream pada kaca objek lalu diamati apakah
bahan tercampur dengan homogeny atau tidak. Dan sediaan cream yang kami buat
menunjukan hasil yang homogen. Selanjutnya dilakukan evaluasi tipe cream yang
dilaukan dengan cara menambahkan metylen blue kedalam sediaan cream lalu diaduk dan
diamati. Apabila warna biru tersebar merata, menunjukkan tipe cream berupa M/A, namun
jika warna biru tidak merata menunjukan cream tipe A/M. dan hasil yang kami dapat pada
sediaan cream yang kami buat yaitu cream tipe M/A.

BAB V

EVALUASI

5.1 Evaluasi pada In Proses Contro


1. Pengukuran PH
Prosedur pengukuran pH yaitu :
a. Masukan sediaan kedalam beaker glass
b. Ukur pH sediaan cream dengan pH indicator.
c. Tulis hasil pengukuran pH sediaan dalam table berikut.

Sampel pH sampel pH sediaan


Cream Eritromisin 5-7 7

5.2 Evaluasi pada End Proses Control


5.2.1 Uji Organoleptis
Prosedur uji organoleptis yaitu :
Ambil sediaan 10 gram dari sediaan yang telah dibuat, lihat warna dan cium bau
dari sediaan cream yang telah jadi.

No Organoleptis Diinnginkan Hasil


.
1 Warna Putih Putih
2 Bau Tidak berbau Tidak berbau

5.2.2 Uji Tipe Cream


Prosedur pada uji tipe cream yaitu :
1. Ambil sedikit cream, masukan kedalam cawan penguap.
2. Tambahkan 1-2 tetes methylen blue
3. Amati perubahan yang terjadi :
M/A : warna methylen blue tersebar merata
A/M : warna methylen blue tidak merata.

Sampel Tipe cream yang Tipe cream sediaan jadi


diinginkan
Eritromisisn Cream M/A M/A (warna methylen blue
tersebar merata)

5.2.3 Homogenitas dan Daya Lengket


Ambil beberapa ml sampel lotion, tuangkan dalam kaca objek, tutup
kembali dengan kaca objek, amati

Sampel Keterangan Hasil Sediaan


Homogenitas Ya, Homogen
Eritromisisn Cream
Daya lekat Tidak lengket
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Sediaan cream adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
2. Komponen penyususn cream yaitu terdiri dari :
a. Zat berkhasiat
b. Fase minyak
c. Fase air
d. Basis cream
e. Zat tambahan (pengawet, pendapar, pelembab, antioksidan, zat pengmpleks)
3. Terdapar dua tipe cream yaitu cream tipr M/A dan cream tipe A/M.
4. Metode pembuatan cream dibagi menjadi dua yaitu :
a. Metode pelelehan
b. Metode triturasi
5. Pada pembuatan cream, digunakan eritromisin sebagai zat aktinya, dan digunakan
bahan tambahan berupa asam stearat, cetyl alcohol, BHT, TEA, nipagin, nipasol,
propilengglikol dan aquades.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif,Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada


2. Ansel,Howard. 1989. Pengantar bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. Jakarta : UI Press.
3. Dirjen, Pom . 1975. Farmakope Indonesia Edisi IV . Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
4. Dirjen, Pom. 1979 .Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indosnesia
5. Gad, S.C. 2008 . Pharmaceutical Manufacturing Handbook. Published by John Wiley &
Sons, Inc., Hoboken, New Jers, Canada.
6. Lachman, dkk . 2008. Teori Dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta : Universitas
Indonesia
7. Kurniawan, Dhadang. 2011. Teknologi Sediaan Farmasi. Purwokerto : laboratorium
farmasetika UNSOED.
8. Sutedjo, AY. 2008. Mengenal Obat-Obatan Secara Mudah dan Aplikasinya dalam
Perawatan. Yogyakarta : Amara Books.
9. Tjay, T. H. & Kirana R. 2007.Obat-Obat Penting . Jakarta : Elex Media Komputindo

Anda mungkin juga menyukai