Sumber: Shargel, I., dan Andrew B.C.Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan.
Surabaya: Airlangga University Press.
t1/2 = 0,693/k
t1/2 = 50,5839 hari atau 50,58 hari
Jadi, obat tersebut telah terurai setengahnya dari konsentrasi awal pada hari ke 50,58.
References
1. Siew A, Le H, Thiovolet M, Gellert P, Schatzlein A, Uchegbu I. Enhaced oral absoption
of hydrophobic and hydrophilic drugs using quarternary ammonium palmitoyl glycol
chitosan nanoparticles. Mol Pharm. 2012; 9(1):14-28
2. Romich JA. Fundamentals of pharmacology for veterinary technicians. USA: Delmar
Cengage Learning; 2010. 61 p.
3. Fujioka Y, Kadono K, Kimura T. Prediction of oral absorption of griseofulvin, a BCS
class II drug, based on GITA model: Utilization of a more suitable medium for in-vitro
dissolution study. J Control Release. 2007; 119(2):222-8
4. Kabasakalian P, Katz M, Rozenkratz B, Townley E. Parameters affecting absorption of
griseofulvin in a human subject using urinary metabolite excretion data. J Pharm Sci.
1970; 59(5):595-600
5. Khalafalla N, Elgholmy ZA, Khalil SA. Influence of high fat diet on GI absorption of
griseofulvin tablets in man. Pharmazie. 1981; 36(10):692-3
6. Agoes G. Pengembangan sediaan farmasi. Bandung: Penerbit ITB; 2008. Hal. 9
7. Shargel L, Andrew BCYU. Biofarmasetika dan farmakokinetika terapan. Surabaya:
Airlangga University Press; 2005. Hal. 24-29
8. Martin A, Swarbrick J, Cammarata A. Farmasi fisik. Jakarta: UI-Press; 2008. Hal 739-
743
Nama : Rofifah
NIM : I4041161025
1. Glimepirid merupakan generasi ketiga sulfonilurea yang digunakan dalam pengobatan
Diabetes Melitus tipe II. Glimepirid digolongkan ke dalam BCS kelas II karena memiliki
kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi. Kelarutan yang rendah akan
mempengaruhi proses absorbsi obat dan ketersediaan hayati obat dalam tubuh. Jika peneliti
ingin meningkatkan kelarutan obat tersebut dengan cara pengurangan ukuran partikel obat,
pengaruh solubilisasi pembawa, dan peningkatan daya keterbasahan . Metode apakah yang
paling cocok digunakan oleh peneliti ?
a. Metode Dispersi padat
b. Metode Pelarutan
c. Metode Peleburan
d. Metode Pelarutan-Peleburan
e. Metode Dispersi Polimer
Sumber : Novita SE, Darusman F, Darma EGC. Prosiding penelitian SpeSIA
UNISBA. Bandung: ISSN: 2460-6472. 2015.
2. Kecepatan disolusi dan waktu tinggal obat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap
efektifitas suatu sediaan farmasi. Parameter yang digunakan untuk menilai efektifitas suatu
sediaan farmasi tersebut adalah ?
a. Farmakokinetik
b. Farmakodinamik
c. Bioavaibilitas
d. Absorbsi Obat
e. Biofarmasetika
Sumber : Sutriyo, Rachmat H, Rosalina M. Majalah Ilmu Kefarmasian. Depok :
ISSN : 1693-9883. 2008: 5 (1): 01-08.
3. Faktor fisikokimia yang mempengaruhi bioavaibilitas suatu obat adalah ?
a. Absorbsi Obat
b. Koefisien Partisi
c. Interaksi Obat
d. Konsentrasi Obat
e. Ukuran Partikel.
Sumber : http://farmasi.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/10-PARENTERAL.pdf
4. Suatu senyawa obat X dengan pemerian berbentuk kristalin putih, tidak berbau, dan bersifat
asam lemah. Berat molekul : 490,62, kerapatan : 1,29 g/cm3 dan titik lebur ; 207 C.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam metanol, etanol, etil asetat dan
aseton, dan agak sukar larut dalam diklorometan, larut dalam dimetil fornamida.
Berdasarkan karakteristik di atas, jelaskan tergolong BCS kelas berapakah senyawa obat X
tersebut, dan metode apa yang bisa digunakan untuk mengatasi permasalahan senyawa obat
X tersebut !
Jawaban : Senyawa obat X tergolong ke dalam BCS kelas II, yaitu memiliki
permeabilitaa yang tinggi, namun kelarutannya rendah. Salah satu metode yang
bisa digunakan untuk meningkatkan kelarutan senyawa obat X adalah metode
dispersi padat.
Sumber : Novita SE, Darusman F, Darma EGC. Prosiding penelitian SpeSIA
UNISBA. Bandung: ISSN: 2460-6472. 2015.
Nama : Rommy
NIM : I4041161026
1. Seorang apoteker yang bekerja pada suatu industri farmasi ingin mengembangkan bentuk
sediaan dari Natrium Diklofenak. Karakteristik yang dimiliki meliputi nilai pKa 4,51,
nilai log 4,51 yang membuat sediaan tersebut terdegradasi dalam asam. Sediaan akan
dibuat sebagai sediaan lepas terkendali yang lepas perlahan didalam usus.
Sediaan apakah yang sesuai untuk kriteria zat aktif diatas?
a. Tablet Salut gula
b. Tablet Salut Enterik
c. Tablet Bukal
d. Tablet Sublingual
e. Tablet Floating
2. Seorang pasien yang telah menggunakan metformin dalam jangka waktu singkat
merasakan ketidak praktisannya terhadap obat tersebut. Pasien tersebut menginginkan
penggunaan obat yang tidak terlalu sering namun efek obat tersebut dapat bertahan lama
di dalam tubuh.
Sediaan apa yang dapat digunakan oleh pasien tersebut?
a. Tablet Extended release
b. Tablet prolonged release
c. Tablet delayed release
d. Tablet Immediate release
e. Tablet slow release
3. Epinefrin merupakan suatu hormon yang diproduksi didalam ubuh dalam rangka
meningkatkan tekanan darah. Sediaan epinefrin merupakan vasopressor yang umumnya
digunakan pada saat shock anafilaktik dan dalam operasi untuk menaikkan tekanan darah
pasien. Epinefrin juga dapat ditemukan dalam bentuk pen autoinjector.
Bentuk injeksi apakah yang terdapat dalam pen auto injector tersebut?
a. Intravenous
b. Intramuscular
c. Intradermal
d. intraosseus
e. Subcutaneous
4. Klopidogrel diketahui memiliki beberapa bentuk polimorfisme, seperti klopidogrel
bisulfat dan klopidogrel besilat. Klopidogrel bisulfat dan klopidogrel besilat diketahui
memiliki compliance yang baik terhadap pasien namun tidak memiliki perbedaan
signifikan secara statistik satu sama lain, namun memiliki profil farmakokinetik dan
farmakokinetik yang baik. (http://dx.doi.org/10.1016/j.clinthera.2009.04.017)
Apa yang perlu diperhatikan oleh seorang farmasis dalam menggunakan bahan aktif yang
memiliki polimorfisme?
a. Polimorfisme merupakan senyawa kimia yang sama namun memiliki bentuk tiga
dimensi/struktur kimia yang berbeda dalam bentuk padat.
b. Hal yang perlu diperhatikan antara lain
i. profil farmakokinetik dan farmakodinamik
ii. safety
iii. stability
iv. manufacturability
v. solubility
vi. physicochemical traits
Nama : Rudiansyah
NIM : I4041161027
1. Glibenklamid merupakan senyawa obat golongan sulfonilurea yang digunakan sebagai
antidiabetik oral.Berdasarkan Biopharmaceutical Classification System (BCS) Glibenklamid
termasuk dalam BCS Kelas II yang memiliki permeabilitas baik namun kelarutan yang
rendah. Hal ini dapat menimbulkan masalah obat dalam proses .
A. Absorpsi
B. Distribusi
C. Metabolisme
D. Eksresi
E. Efek
(Sumber : PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 1 FEBRUARI 2016
ISSN 2302-2493142 FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE
SELFEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI INVITRO DISOLUSI)
2. Glibenklamid memiliki kelarutan yang praktis tidak larut air, dimana hanya sekitar 45% dari
dosis oral yang dapat diserap melalui saluran gastrointestinal, sehingga menunjukkan
ketersediaan hayati rendah. Untuk mengatasi kelarutan obat ini. Sediaan apakah yang dapat
dibuat ,..
A. solutio
B. Suspensi
C. Emulsi
D. Sirup
E. Injeksi
( Sumber : Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 1 FEBRUARI 2016 ISSN
2302-2493142FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE SELFEMULSIFYING
DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI INVITRO DISOLUSI)
3. Propanolol HCl merupakan senyawa pemblok reseptor beta non-selektif dalam pengobatan
hipertensi dan mempunyai waktu paruh eliminasi pendek sekitar 3 jam.Untuk mengurangi
frekuensi pemberian,meningkatkan kenyamanan pasien dan menjaga konsentrasi obat dalam
darah tetap dalam jendela terapeutik. Sediaan apakah yang dapat mengontrol penghantaran
obat yang memiliki jendela terapeutik sempit dan absorsinya baik didalam lambung
A. Tablet dengan sistem sustained release
B. Tablet dengan sistem delayed release
C. Tablet dengan sistem extended release
D. Tablet dengan sistem floating
E. Tablet dengan sistem controlled release
( Sumber : Profil pelepasan propanolol HCl dari tabletlepas lambat dengan sistem
floatingmenggunakan matriks methocel K15M,Majalah Farmasi Indonesia, 18(1), 2007)
4. Absorbsi obat merupakan faktor yang sangat penting dalam memilih cara pemberian obat
yang tepat dan dalam merancang bentuk sediaan yang paling bagus, yang pada akhirnya
menentukan keberhasilan terapi obat. Proses absorbsi yang terjadi sangat ditentukan oleh sifat
fisiko kimia dari satu molekul obat, seperti kelarutan obat. Obat-obat yang memiliki kelarutan
kecil di dalam air akan menyebabkan jumlah obat yang diabsorbsi menjadi kecil. Oleh karena
itu, perlu adanya suatu metoda yang dapat meningkatkan kelarutan dan laju disolusi senyawa
obat di dalam tubuh yaitu dengan cara ..
Jawaban : Sistem dispersi padat adalah suatu sistem dispersi satu atau lebih zat aktif
dalam pembawa inert atau matriks pada keadaan padat yang dibuat dengan metode
pelarutan(solvent method), metode peleburan (meltingmethod), dan metode campuran
(meltingsolvent method). Teknologi sistem dispersi padat merupakan suatu metode
sederhana yang dapat meningkatkan kecepatan melarut zat-zat yang sukar larut, sehingga
dapat meningkatkan laju disolusi dan bioavailabilitasnya.
( Sumber : Chiou W.L., & Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical applications of Solid
Dispersion System. J. Pharm. Sci, 60, (9), 1281-1302.)
Nama : Ruth Haryati B.
NIM : I4041161028
1. Sebuah industri farmasi ingin mengembangkan sediaan yang dapat melepaskan obat bila
digunakan dengan makanan dan memperpanjang waktu tinggal obat dalam lambung.
Sediaan yang akan dibuat dalam bentuk akan lepas secara berangsur-angsur. Sediaan
apakah yang sesuai yang direkomendasikan?
a. Tablet floating
b. Tablet bukal
c. Tablet sublingual
d. Tablet salut enteric
e. Tablet salut gula
2. Suatu pengujian terhadap sediaan transdermal untuk melihat profil kelarutan yang
menunjukkan pelarutan obat yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat menjelaskan
peningkatan atau penurunan kecepatan rotasi menggunakan metode...
a. Paddle over disk
b. Rotating basket
c. Paddle
d. Flow cell
e. Reciprocoating disk
3. Suatu sediaan yang dapat digunakan untuk penghantaran obat lokal atau sistemik dan
lebih disukai untuk obat-obat yang tidak dapat ditoleransi secara oral. Sediaan obat dibuat
untuk menghindari first pass-effects oleh enzim. Sediaan apakah yang direkomendasikan?
a. Sediaan Rektal
b. Sediaan Kolonik
c. Sediaan Parenteral
d. Sediaan Nasal
e. Sediaan Sublingual
4. Metode penilaian bioavailabilitas dari suatu produk obat dapat ditetapkan dengan
membandingkan faktor apa saja?
Jawab :
1.Data plasma meliputi :
i.Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak (Tmax)
ii.Konsentrasi plasma puncak (Cp max)
iii.Area di bawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu (AUC)
2.Data urine :
i.Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urnie (Du)
ii.Laju ekskresi obat dalam urine (dDu/dt)
iii.Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimal dalam urine
3. Efek farmakologis obat
4. Pengamatan klinik
Daftar Pustaka:
Shargel L, Wu-Pong S, Andrew BC. Biofarmasetika & Farmakokinetika Terapan Edisi Kelima.
Surabaya : Airlangga University Press ; 2012
Shargel L, Andrew BC. Biofarmasetika & Farmakokinetika Terapan Edisi Kedua. Surabaya :
Airlangga University Press ; 1988
Nama : Shinta Anggraini
NIM : I4041161029
1. Seorang farmasis ingin membuat sediaan obat dengan mempertimbangkan peruraian obat
yang terjadi melalui katalisis asam atau basa. Seperti pada penggunaan obat eritromisin
yang mempunyai profil stabilitas yang bergantung ph. Dalam suatu media yang bersifat
asam seperti lambung, peruraian eritromisin terjadi secara cepat, sedangkan pada ph
netral atau alkali obat tersebut relatif stabil. Obat eritromisin tersebut ingin dibuat untuk
melindungi kerusakan terhadap asam lambung. Sediaan apakah yang sesuai untuk
direkomendasikan pada farmasis tersebut?
a. Tablet salut enteric
b. Tablet Bukal
c. Tablet Salut Gula
d. Tablet Sublingual
e. Tablet Floating
Sumber : Shargel L, Wu-Pong S, Andrew BC. Biofarmasetika & Farmakokinetika Terapan Edisi
Kelima. Surabaya : Airlangga University Press ; 2012.
2. Sebuah industri farmasi ingin mengembangkan tablet salut enterik yang merupakan
contoh dari jenis pelepasan tertunda dari bentuk sediaan dengan pelepasan yang
dimodifikasi. Seperti pada penggunaan tablet Mesalamin (asam 5-amino salisilat) yang
merupakan suatu tablet pelepasan tertunda yang disalut dengan suatu resin akrilik yang
menunda pelepasan mesalamin sampai mencapai ileum terminal dan kolon. Produk obat
dengan pelepasan seperti apa yang sesuai dengan obat tersebut?
a. delayed-release
b. controlled-release
c. targeted-release
d. extended-release
e. sustained-release
Sumber : Shargel L, Wu-Pong S, Andrew BC. Biofarmasetika & Farmakokinetika Terapan Edisi
Kelima. Surabaya : Airlangga University Press ; 2012.
3. Suatu pengujian terhadap sediaan suspensi dapat dilihat profil kelarutan yang
menunjukkan pelarutan pada obat tersebut terlalu lambat atau terlalu cepat yang
menjelaskan peningkatan atau penurunan kecepatan rotasi. Metode pelarutan apa yang
sesuai terhadap sediaan suspensi tersebut?
a. Metode cyllinder
b. Metode Flow cell
c. Metode Rotating basket
d. Metode Paddle
e. Metode Reciprocating disk
Sumber : Shargel L, Wu-Pong S, Andrew BC. Biofarmasetika & Farmakokinetika Terapan Edisi
Kelima. Surabaya : Airlangga University Press ; 2012.
4. Penentuan bioavailabilitas dari data ekskresi urine kurang memuaskan dibandingkan bila
menggunakan data darah karena studi ekresi urine yang akurat. Faktor apa saja yang
dibutuhkan?
Jawaban :
a. Pengumpulan cuplikan urine secara lengkap.
b. Fungsi renal yang normal atau mendekati normal.
c. Obat diekresikan dalam bentuk utuh secara lengkap oleh ginjal.
Keterangan :
Data ekskresi obat lewat urine dapat dipakai untuk memperkirakan bioavailabilitas
agar dapat perkiraan yang sahih, obat harus diekresikan dalam jumlah yang bermakna di
dalam urine dan cuplikan urine harus dikumpulkan secara lengkap. Ginjal sebagai organ
eliminasi utama obat harus berfungsi sebagaimana mestinya jika obat dieliminasi secara
efisien. RBF (Renal Blood Flow) dan GFR (Glomerular filtration) akan relatif konstan jika
fungsi ginjalnya normal, namun jika fungsi ginjalnya tidak normal menyebabkan volume
dan Ph urine bervariasi, hal ini menyebabkan perubahan kecepatan urine yang signifikan.
Untuk data ekskresi urine, hanya diperlukan jumlah yang signifikan dari obat yang
diekresikan secara utuh (tidak berubah), tidak harus semuanya (lengkap).
Sumber : Shargel L, Andrew BC. Biofarmasetika & Farmakokinetika Terapan Edisi Kedua.
Surabaya : Airlangga University Press ; 1988.
Nama : Sri Mulyana
NIM : I4041161030
1. Suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ jika obat tersebut dapat
melewati membran sel yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel. Mekanisme
vaksin polio oral (sabin) dapat terabsorbsi setelah melewati membran sel terjadi melalui
proses(1) ..
a. Difusi pasif
b. Transpor aktif
c. Pinositosis
d. Difusi terfasilitasi
e. Transpor melalui pori
2. Uji pelarutan in vitro merupakan uji yang bertujuan untuk mengukur jumlah pelarutan obat
dalam suatu media aqueos. USP-NF telah menetapkan syarat pelarutan produk yang diuji
menggunakan metode keranjang dan dayung. Jika kriteria penerimaan masing-masing unit
tidak kurang dari Q+15%, berapa banyakkah jumlah produk yang harus diuji(1)..
a. 6
b. 9
c. 12
d. 15
e. 18
3. Kloramfenikol merupakan obat yang dapat dipilih pada pengobatan infeksi mata. Diketahui
kelarutan kloramfenikol didalam air sangat rendah yaitu sebesar 0,25%, sehingga digunakan
polimer berupa PEG 300 dan gliserin dalam fomulasi sediaannya. Tujuan penambahan
polimer tersebut untuk meningkatkan kelarutan kloramfenikol. Apa teknik dari peningkatan
kelarutan kloramfenikol yang disebabkan oleh polimer tersebut ..
a. Peningkatan pH sediaan
b. Kompleksasi
c. Pelarutan misellar
d. Ionisasi
e. Kosolvensi
4. Bagaimana pengaruh antara nilai pKa obat dan pH medium tempat obat terlarut pada obat
yang bersifat elektrolit lemah ? berikan contohnya! (1)
Nilai pKa dan pH suatu medium dapat mempengaruhi jumlah obat yang terionisasi. Jika suatu
obat elektrolit lemah memiliki pKa yang lebih kecil dibandingkan pH mediumnya maka akan
mengakibatkan semakin besar obat tersebut terionkan sehingga semakin kecil konsentrasi
obat yang dapat diabsorbsi. Namun jika pH medium lebih kecil dibandingkan dengan nilai
pKa obat maka jumlah obat yang teriokan semakin kecil dan semakin besar konsentrasi obat
bebs yang dapat diabsorbsi. Contohnya adalah asam salisilat memiliki nilai pKa 3 sangat
banyak terionisasi pada cairan plasma tubuh yang memiliki pH 7,4, namun pada lambung
dengan pH 1,2 asam salisilat akan mudah terabsorbsi.
Referensi Literatur :
1. Shargel, Leon dan Andrew B.C Yu. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi 2.
Surabaya : Airlangga University Press.2005.
2. Jithan, A.V, C. Krishna Mohan dan M. Vimaladevi. Development and Evaluation of a
Chloramphenicol Hypertonic Ophtalmic Solution. IJPS. 2008 : 70 : 66-70.
Nama : Sri Rahayu
NIM : I4041161031
1. Seorang peneliti ingin memformulasikan ketoprofen yang digunakan untuk mengobati
gangguan muskoloskaletal dan sendi. Ketoprofen memiliki kelarutan yang rendah, dimana hal
tersebut mengakibatkan laju disolusi obat rendah sehingga mempengaruhi absorbsi dan
bioavaibilitas ketoprofen didalam tubuh. Berdasarkan biopharmaceutis classification system
(BCS), ketoprofen termasuk kelompok obat BCS kelas berapa(1) ..
a. Kelas 1
b. Kelas 2
c. Kelas 3
d. Kelas 4
e. Kelas 5
2. Mekanisme absorbs obat melalui system gastrointestinal dapat terjadi melalui berbagai cara.
Karakteristik yang mempengaruhi absorbs secara difusi pasif adalah(2)..
a. pKa obat
b. Diameter pori
c. Protein barrier
d. Jumlah pori
e. Muatan elektrik
3. Seorang peneliti ingin menguji bioekivalensi antar produk obat bermerk dan generik berlogo
tablet furosemid secara in vitro. Sebagai uji pendahuluan bioavabilitas dan bioekivalensi
produk obat diperlukan uji disolusi. Uji disolusi yang tepat adalah(3)..
a. Tipe 1
b. Tipe 2
c. Tipe 3
d. Tip3 4
e. Tipe 5
4. Jelaskan alasan peningkatan dosis rimpaficin pada pasien TB(2)!
Penggunaan rimpaficin dalam waktu yang lama dengan dosis tetap akan mengakibatkan
penurunan kadar rimpaficin yang terdapat di dalam darah. Penurunan ini disebabkan oleh
enzim pemetabolisme ripamficin yang diinduksi sendiri (self induction) didalam tubuh. Oleh
karena itu untuk mendapatkan efek terapi yang sama besar dosis penggunaan ripamficin harus
dinaikkan dari waktu ke waktu selama penggunaan agar kemampuan membunuh
mikroorganisme tidak berkurang dan tidak menimbulkan resistensi.
Referensi Literatur :
1. Shohin IE, Kulinich JI, Ramensyaka GV, Vasilenko GF. Evaluation of In Vitro
Equivalence for Drugs Containing BCS class II Compound Ketoprofen, Disolution
Technologies. 2011 : 26-29.
2. Hakim, Lukman. Farmakokinetik Klinik. Bursa Ilmu. Yogyakarta. 2006.
3. Aryani, Ni Luh Dewi, Christina Avanti, Siti Aisyah dan Anis Thohiroh. Uji Bioekivalensi
In Vitro Produk Obat Bermerk dan Generik Berlogo Yang Mengandung Furosemid.
Fakultas Uiversitas Surabaya. 2006.
Nama : Suntoro
NIM : I4041161032
1. Pembentukan garam ambroksol menjadi ambroksol HCl akan memperbaiki
bioavailabilitasnya karena.
a. Proses transport menjadi transport aktif karena ion ambroksol-H + tidak bisa larut
dalam membran
b. Disolusi menjadi cepat karena obat menjadi mudah larut
c. Fraksi obat dalam bentuk molekul lebih banyak daripada jika diberikan dalam bentuk
basa bebasnya
d. Permeabilitas menjadi lebih besar karena pH medium menjadi lebih kecil
e. Pernyataan soal salah, bioavailabillitas turun karena terbentuk ion lebih banyak
padahal ion sulit larut dalam membran.
2. Pembentuika dispersi padat parasetamol (kelarutan 1: 70) dengan PVP sangat
menguntungkan karena
a. Disolusi semakin baik karena peningkatan harga A
b. Disolusi semakin baik karena peningkatan harga Cs
c. Justru merugikan karena parasetamol menjadi terikat dengan PVP yang BM nya
besar sehingga D turun
d. Justru merugikan karena PVP bersifat viskous sehingga harga D turun
e. Biaya tidak sebanding dengan peningkatan bioavailabilitas karena parasetamol tidak
bermasalah dengan disolusi.
3. Pengaruh koefisien partisi obat terhadap bioavailabilitas sediaan tablet oral
a. Untuk obat yang rate limiting stepnya pada tahap disolusi, semakion tinggi koefisien
partisi bioavailabilitasnya semakin baik
b. Untuk obat yang rate limiting stepnya pada tahap permeasi, semakin tinggi koefisien
partisi bioavailabilitasnya semakin jelek
c. Semakin tinggi harga koefisien partisi , bioavailabilitasnya semakin baik, dan teus
semakin baik
d. Semua jawaban salah
4. Pembentukan kompleks antara furosemide dengan PEG justru menurukan
bioavailabilitas furosemide, karena furosemide justru terikat dengan PEG suatu molekul
besar yang bersifat polar. Senyawa ini (kompleks furosemide dan PEG mempunyai
koefisien difusi dalam medium disolusi maupun dalam membrane yang kecil karena
besarnya jari-jari molekul. Juga mempunyai koefisien partisi yang kecil karena kepolaran
PEG
Terangkan bahwa pernyataan di atas salah!
Ikatan kompleks obat dengan senyawa polar diharapkan berrsifat reversible. Kelarutan
akan meningkat dengan pembentukan kompleks ini, sehingga bioavailabilitasnya juga
meningkat. Kompleksasi yang bersifat reversible tidak mengurangi absorbsi karena
ikatan ini nanti nya akan pecah pada proses pelarutan kemudian obat bebasnya diabsobsi.
Pengurangan obat bebas karena terabsorbsi akan menyebabkan lepasnya ikatan obat
dengan kompleksan yang baru sedemikian sehingga harga konstanta kompleksasi
kembali ke semula.
REFERENSI
Banker G.S. dan Rhodes C.T., 1995, Modern Pharmaceuticsd, edisi 3. Marcel Dekker, New York
Shargel, L, Wu-Pong, S, Yu, A.B.C., 2005, Applied Biopharmaceutical and Pharmacokinetics,
Fifth ed, Apleton and Lance Nortwolk
Notari, E., R ., 1980 Biopharmaceutical and Clinical Pharmacokinetics: An Introduction, # rd
edition, Marcel Dekker, New York
Nama : Tesah
NIM : I4041161033
1. Peningkatan kecepatan aliran darah akan meningkatkan kecepatan absobsi secara
signifikan jika ......
a. Rate Limiting step obat pada tahap permeasi menembus membran.
b. Obat mempunyai permeabilitas membran yang tinggi
c. Transport berlangsung pada kondisi sink
d. Koofisien partisi lipid air obat kecil
e. Obat susah terdisolusi
2. Fase Biofarmasetika yang dialami oleh suatu formula Obat dan Tablet Khususnya, dapat
di uraikan dalam tiga tahap secara berurutan yaitu,....
a. Disolusi, liberasi, dan absorbsi
b. Liberasi, absorbsi, dan disolusi
c. Liberasi, disolusi dan absorbsi
d. Absorbsi, liberasi, dan disolusi
e. Disolusi, absorbsi, dan liberasi
3. Berikut adalah pernyataan yang benar mengenai volume distribusi adalah...
a. Volume distribusi berbanding lurus Cp ( Konsentrasi Plasma )
b. Volume distribusi obat yang bersifat lipofil akan lebih kecil pada pasien yang
mengalami obesitas.
c. Volume distribusi berbanding terbalik dengan dosis obat
d. Volume distribusi berbanding terbalik dengan Cp ( Konsentrasi Plasma ).
e. Volume distribusi bukan gambaran volume Cairan tubuh yang sebenarnya.
4. Jelaskan Sifat Fisika Kimia Zat Aktif Dalam Pemilihan Zat Pembawa
Jawaban :
1. Zat Aktif larut air, lebih disukai menggunakan basis berlemak dengan suhu lebur
lebih kecil dari suhu rektum
2. Zat Aktif sukar larut maka harus menggunakan partikel yang halus.
3. Zat Aktif dalam bentuk cairan, maka harus dipilih pembawa yang mempunyai suhu
lebur lebih tinggi dari Zat Aktif.
4. Bila terdapat senyawa hidrofil maka dipilih pembawa yang dapat diemulsikan dengan
cepat.
5. Bila bobot jenis sangat tinggi maka sebaiknya dipilih bahan pembawa dengan laju
pelarutan yang cepat.
Daftar Pustaka
Leon Shargel, dan Andrew B.C.Yu Biofarmasetika Ed.Kedua
Notari, E.R. 1980 , Biopharmaceutic and Clinical Pharmacocinetic : An Introduction, 3 rd Edition,
Marcel Dekker, New York
Nama : Urai Rini Harviani
NIM : I4041161034
1. MDI adalah alat terapi inhalasi dengan dosis yang terukur yang disemprotkan dalam
bentuk gas ke dalam mulut dan dihirup. Dalam menyemprotkannya didorong
menggunakan....
a. Propelan
b. Spacer
c. Ultrasonic Nebulizer
d. Nebulizer
e. Jet Nebulizer
(Milala Sembiring, A, 2013, Inhalasi Serbuk Kering sebagai Sistem Penghantaran Obat
Pulmonar, Vol 6, No 02, Nephrology & Hypertension Division, Department of Internal
Medicine, Fakultas Farmasi Universitas Surabaya).
2. Perbedaan pokok antara mekanisme transport difusi pasif dengan transport konvektif
adalah
a. Transport konvektif pada membran yang hidup sedangkan difusi pasif tidak
b. Difusi pasif mengikuti kinetika ordo pertama sedangkan transport aktif mengikuti
kinetika ordo ke-nol
c. Difusi pasif bisa mengalami kejenuhan sedangkan transport konvektif tidak
d. Transport konvektif perlu energi sedangkan difusi pasif tidak
e. Difusi pasif obat larut dalam membran, transport aktif obat melewati pori membran
(Banker G.S. dan Rhodes C.T., 1995, Modern Pharmaceutics, edisi 3, Marcel Dekker,
New York)
3. Pembentukan garam ambroksol menjadi ambroksol HCl akan memperbaiki
bioavailabilitanya karena
a. Proses transport menjadi transport aktif karena ion ambrolsol-H + tidak bisa larut
dalam membran
b. Disolusi semakin cepat karena obat menjadi mudah larut
c. Fraksi obat dalam bentuk molekul lebih banyak dari pada jika diberikan dalam
bentuk basa bebasnya
d. Permeabilitas menjadi lebih besar karena pH medium semakin kicil
e. Pernyataan soal salah, bioavailabilitas turun karena terbentuk ion lebih banyak,
padahal ion susah
(Natori, E, R, 1980, Biopharmaceutics and Clinical Pharmacocinetics : An Introduction,
3rd Edition, Marcel Dekker, New York)
4. Apa perbedaan bioavaibilitas dan bioekivalensi, kapan di perlukannya pengujian
bioavabilitas dan bioekivalensi?
Jawaban :
Bioavailabilitas adalah Persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang
mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian
produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari
ekskresinya dalam urin.
Bioavailabilitas absolut : bila dibandingkan dengan sediaa intravena yang
bioavailabilitasnya 100%
Bioavailabilitas relatif : bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena.
Bioekivalensi Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi
farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis
moral yang sama akan menghasilkan biovailabilitas yang sebanding sehingga efeknya
akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan. Jika bioavailabilitasnya tidak memenuhi
kriteria bioekivalen maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen.
dilakukan uji bioavalabilitas dan bioekivalensi karena uji BA difokuskan pada penentuan
bagaimana obat dilepas dari sediaan dan bergerak ke tempat kerjanya. Dokumentasi uji
BA dapat digunakan untuk menilai kinerja produk obat yang digunakan dalam uji klinis
untuk mendapatkan bukti keamanan dan efikasinya. uji BE juga bisa diterapkan jika
terjadi perubahan pada formulasi dan/atau proses manufaktur, sepanjang daur hidup
produk. FDA memberikan pedoman tingkat perubahan untuk menentukan apakah
perubahan tersebut mengharuskan uji BE ulang atau cukup dengan uji komparasi in vitro
FDA (2003a) Guidance for Industry : Bioavailability and Bioequivalence Studies for Orally
Administered Drug Products - General Considerations.
http://www.fda.gov/ohrms/dockets/ac/03/briefing/3995B1_07_GFI-BioAvail-BioEquiv.pdf