Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN KASUS MANDIRI

ODS KATARAK SENILIS IMATUR


OD ASTIGMATISMA MIOPIKUS KOMPOSITUS
OS MIOPIA

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata


RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun Oleh :
Irma Rizki Hidayati 1710221069

Pembimbing :
dr. YB. Hari Trilunggono, SpM
dr. Dwidjo Pratiknjo, SpM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 19 NOVEMBER – 21 DESEMBER 2018
LEMBAR PENGESAHAN

ODS KATARAK SENILIS IMATUR


OD ASTIGMATISMA MIOPIKUS KOMPOSITUS
OS MIOPIA

Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Tentara Tk. II
dr. Soedjono Magelang

Oleh :

Irma Rizki Hidayati 1710221069

Magelang, Desember 2018


Telah dibimbing dan disahkan oleh :
Pembimbing

dr. DwidjoPratiknjo, SpM dr. YB. Hari Trilunggono, SpM

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“ODS Katarak Senilis Imatur, OD Astigmatisma Miopikus Kompositus, OS Miopia”.
Laporan Kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata.
Penyusunan tugas ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Y.B Hari
Trilunggono, SpM dan dr. Dwidjo Pratiknjo, SpM selaku pembimbing dan seluruh
teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata atas kerjasamanya selama penyusunan
tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca
maupun bagi semua pihak yang berkepentingan.

Magelang, Desember 2018

Penulis

3
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tegalrejo, Magelang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Tanggal Periksa : 23 November 2018
Anamnesis dilakukan secara : autoanamnesis pada tanggal 23 November 2018
di Poli Mata RST Tk. II dr. Soedjono Magelang.

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Penglihatan mata kanan dan kiri kabur.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poli Mata RST dr. Soedjono Magelang dengan keluhan
pandangan yang kabur seperti tertutup kabut sejak 6 bulan terakhir. Awalnya
hanya sedikit pandangan pasien yang tertutup kabut yang terjadi pada mata
kanannya, namun lama kelamaan pasien merasa kabut semakin banyak dan
sejak 1 bulan terakhir hal yang sama dirasakan juga terjadi pada mata kirinya.
Pandangan yang kabur seperti tertutup kabut ini terjadi secara perlahan dan
semakin lama semakin memburuk dan menganggu aktivitas sehari-hari pasien.
Pasien juga mengaku melihat pada malam hari lebih nyaman dibandingkan
pada siang hari karena pada malam hari penglihatan lebih jelas. Pasien
menyangkal mata cekot-cekot, mata merah, melihat pelangi disekitar cahaya,

4
nyeri kepala, serta mual muntah. Riwayat trauma sebelumnya disangkal oleh
pasien.
Pasien mengakui sejak usia kurang lebih 25 tahun merasa
penglihatannya mulai kabur jika melihat jauh dan seperti berbayang, namun
saat itu belum sampai mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Pasien
mengatakan penglihatannya semakin lama dirasakan semakin memburam
hingga mengganggu aktivitas sehari-sehari dan pasien suka mengucek-ucek
matanya agar dapat melihat lebih jelas. Pasien mengatakan lebih nyaman jika
melihat dekat dan sering memaksakan matanya jika melihat jauh hingga
matanya pegal, berair sampai terasa pusing. Namun pasien belum pernah
menggunakan kacamata.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat trauma pada mata : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat operasi mata : disangkal
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam waktu lama : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal

5. Riwayat Pengobatan :
Keluhan pasien belum pernah diobati dan pasien belum pernah menggunakan
kacamata sebelumnya.

5
6. Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung oleh
BPJS, kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Umum

Kesadaran : Compos mentis


Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik

Vital Sign

Tekanan darah : 130/90 mmHg


Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7°C

Status Ophthalmicus

Oculus Dexter Oculus Sinister

6
Skema Ilustrasi

Oculus Dexter Oculus Sinister

Katarak Katarak
Keruh Keruh
Imatur Imatur
imatur imatur

Pemeriksaan OD OS

Visus 1/60 1/60


S-4.00 C-0.75 90⁰  S-2.50  6/15 NBC
6/15 NBC
Bulbus Oculi
 Gerak bola mata Baik ke Segala arah Baik ke Segala arah
 Strabismus - -
 Eksoftalmus - -
 Enoftalmus - -

Suprasilia Normal Normal

Palpebra Superior
 Edema - -
 Hematom - -
 Hiperemi - -

7
 Entropion - -
 Ektropion - -
 Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

 Ptosis - -

 Xanthelasma Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Palpebra Inferior
 Edema - -
 Hematom - -
 Hiperemi - -
 Entropion - -
 Ektropion - -
 Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
 Ptosis - -
 Xanthelasma Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Konjungtiva
 Edema - -
 Injeksi konjungtiva - -
 Injeksi siliar - -
 Sekret - -
 Perdarahan - -
subkonjungtiva -
 Bangunan patologis -
 Simblefaron - -

 Jaringan Fibrovaskuler - -

Kornea
 Kejernihan Jernih Jernih

8
 Edema - -
 Infiltrat - -
 Keratic Precipitat - -

 Ulkus - -

 Sikatrik - -

 Bangunan - -

Patologis
COA
cukup cukup
 Kedalaman
- -
 Hipopion
- -
 Hifema

Iris
 Kripta + +
 Edema - -
 Sinekia - -
 Atrofi - -

Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Diameter 3 mm 3 mm
 Reflek pupil + +
 Sinekia - -
Lensa
 Kejernihan Agak Keruh Agak Keruh
 Iris shadow + +

9
Corpus Vitreum
 Floaters - -
 Hemoftalmia - -
Fundus Refleks + Suram + Suram
Funduskopi Sulit dinilai Sulit dinilai
TIO (Palpasi) N N

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

V. DIAGNOSIS BANDING
- ODS Katarak Senilis Imatur
Ditegakkan karena dari hasil anamnesis pasien merasa semakin kabur melihat
saat siang dan malam lebih jelas.Pemeriksaan didapatkan lensasebagian
mengalami kekeruhan, selain itu didapatkan pula iris shadow (+).
- ODS Katarak Senilis Matur
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan tidak didapatkan seluruh lensa
mengalami kekeruhan, selain itu tidak didapatkan pula iris shadow (-) dan
COA cukup.
- ODS Katarak Senilis Insipien
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan sudah didapatkan lensa terdapat
kekeruhan sebagian dan agak suram. Sedangkan pada katarak senilis insipien
lensa masih berupa bercak-bercak atau bintik-bintik.
- ODS Katarak Senilis Hipermatur
Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan tidak didapatkan lensa keruh (+)
namun bersifat massif dan telah mencair, iris Shadow (-) dan COA
kedalaman cukup.
- ODS Katarak Traumatik

10
Disingkirkan karena dari hasil anamnesis tidak ditemukan riwayat adanya
trauma pada mata.

- OD Astigmatisma Miopikus Kompositus


Dipertahankan karena termasuk astigmatisma miopikus kompositus dimana
penglihatan membaik bila diberikan koreksi lensa sferis negatif dan cylinder
negatif. Pada pasien mengeluh kurang jelas jika melihat jauh dan penglihatan
berbayang, dan setelah diberi koreksi dengan lensa sferis – 4.00 dan lensa
cylinder – 0.75 penglihatan membaik sehingga termasuk kedalam
astigmatisma miopikus kompositus.
- OD Astigmatisma Miopikus Simpleks
Disingkirkan karena pada astigmatisma miopikus simpleks penglihatan
membaik apabila diberikan koreksi dengan lensa cylinder negatif, sedangkan
pada pasien setelah diberi koreksi dengan lensa sferis – 4.00 dan lensa
cylinder – 0.75 penglihatan membaik.
- OD Astigmatisma Mixtus
Disingkirkan karena pada astigmatisma mixtus penglihatan membaik jika
diberikan koreksi dengan lensa sferis dan lensa cylinder yang berbeda
jenisnya (tidak boleh sama-sama positif atau sama-sama negatif), dan
diberikan koreksi dengan ukuran dioptri lensa cylinder yang lebih besar
daripada lensa sferis. Sedangkan pada pasien setelah diberi koreksi dengan
lensa sferis – 4.00 dan lensa cylinder – 0.75 penglihatan membaik.

- OS Miopia Ringan
Dipertahankan karena pasien mengeluh kurang jelas jika melihat jauh dan jika
diberi koreksi dengan lensa sferis - 2.50 penglihatan membaik. Termasuk
miopia ringan dimana miopia lebih kecil daripada 1-3 dioptri dan lensa sferis -
2.50 termasuk miopia ringan.
- OS Miopia Sedang

11
Disingkirkan kerena pada miopia sedang adalah miopia yang lebih besar
daripada 3-6 dioptri, sedangkan pada pasien diberi koreksi dengan lensa sferis
-2.50 sudah membaik dan lensa sferis -2.50 termasuk miopia ringan.
- OS Miopia Berat
Disingkirkan kerena pada miopia berat adalah miopia yang lebih besar dari 6
D, sedangkan pada pasien diberi koreksi dengan lensa sferis -2.50 sudah
membaik dan lensa sferis -2.50 termasuk miopia ringan.
- OS Pseudomiopia
Disingkirkan karena pada miopia palsu terjadi oleh rangsangan berlebih
terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kejang pada otot siliaris dan
hilang jika di relaksasikan sedangkan pada pasien tetap menetap miopianya
walaupun sudah direlaksasikan.
- OS Hipermetropia
Disingkirkan karena pada hipermetropia mengeluh jika melihat jauh kabur
dan melihat dekat lebih kabur dan jika di beri lensa sferis (+) membaik
sedangkan pada pasien ini mengeluh melihat jauh kabur dan melihat dekat
lebih jelas dan di beri lensa (+) tidak membaik.
- OS Astigmatisma
Disingkirkan karena pada pasien astigmatisma jika di tambahkan lensa
cylinder obyek akan terlihat lebih jelas, sedangkan pada mata kiri pasien ini
tidak perlu ditambahkan lensa cylinder sudah membaik.

VI. DIAGNOSIS KERJA


ODS Katarak Senilis Imatur
OD Astigmatisma Miopikus Kompositus
OS Miopia Ringan

12
VII. PENATALAKSANAAN
A. ODS Katarak Senilis Imatur
Medikamentosa :
Topikal : Catarlent ED 3x1 gtt OS
Oral :-
Parenteral :-
Operatif : Phacoemulsification + IOL, EKEK + IOL, SICS +IOL
Non Medikamentosa : -

B. OD Astigmatisma Miopikus Kompositus dan OS Miopia Ringan


Medikamentosa :
Topikal :-
Oral :-
Parenteral :-
Operatif :-
Non Medikamentosa : tidak diberikan (karena keadaan lensa kedua mata pasien
masih keruh)

VIII. EDUKASI
A. ODS Katarak Senilis Imatur
1. Menjelaskan bahwa visusnya berkurang disebabkan karena adanya
kekeruhan pada lensa mata pasien
2. Memberi penjelasan bahwa kekeruhan yang ada pada lensa semakin lama
akan semakin berat seiring berjalannya waktu, sehingga penurunan tajam
penglihatan dapat terus terjadi
3. Karena kekeruhan masih tipis pada kedua matanya sehingga operasi
belum diperlukan
4. Menjelaskan pasien apabila ada keluhan seperti mata merah, terasa cekot
cekot, dan penglihatan kabur mendadak harap segera berobat ke rumah
sakit karena kemungkinan terjadi komplikasi berupa Glaukoma Sekunder.

13
B. OD Astigmatisma Miopikus Kompositus dan OS Miopia Ringan
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa saat ini penglihatannys belum dapat
diberikan koreksi dengan kacamata karena keadaan lensa kedua mata
pasien masih keruh
2. Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan dan penglihatan
berbayang yang dialami dari sebelum keluhan pandangan berkabut pasien
muncul, dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya biasanya
karena bentuk bola mata yang panjang dan lapisan kornea mata yang tidak
rata.
3. Menjelaskan kepada pasien jika ukuran minusnya berselisih >2 akan
merasa pusing.
4. Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari mengucek-ucek matanya
karena dapat membuat cedera pada kornea.
5. Menjelaskan bahwa keluhan penurunan tajam penglihatan dan penglihatan
yang berbayang dapat dibantu dengan kacamata.
6. Bisa menggunakan lensa kontak namun butuh keterampilan dan ke hati-
hatian, karena bisa menimbulkan infeksi pada mata.
7. Menjelaskan pada pasien selain terapi kacamata dan lensa kontak dapat di
lakukan operasi lasik tetapi biaya cukup mahal.

IX. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.

X. KOMPLIKASI
1. ODS Katarak Senilis Imatur
a) Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup
b) Katarak Matur
2. OD AMK dan OS Miopia Ringan
a) Ambliopia
b) Strabismus

14
XI. PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dextra Oculus Sinistra

Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad sanam ad bonam ad bonam

Quo ad functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad kosmetikam ad bonam ad bonam

Quo ad vitam ad bonam ad bonam

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Penglihatan


Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan
didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe
namun bentuknya tidak bulat sempurna.
Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata,
otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita
berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah
apeks dan optik kanal.1

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

II.1.1 Kornea
Kornea adalah lapisan luar mata yang transparan, tidak berwarna dan tidak
mengandung pembuluh darah. Kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu lapisan epitel,

16
membran Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotel. Epitel kornea terdiri
atas 5-6 lapisan sel yang dapat melakukan regenerasi.
Di bawah epitel terdapat lapisan homogen setebal 7-12 µm, yaitu membran
Bowman yang terdiri dari serat-serat kolagen yang tersusun menyilang secara acak
untuk membantu stabilitas dan kekuatan kornea.
Stroma dibentuk oleh banyak lapisan berkas kolagen paralel yang saling
menyilang secara tegak lurus. Membran Descemet merupakan struktur homogen tebal
5-10 µm yang terdiri atas susunan filamen kolagen halus yang membentuk jalinan 3
dimensi. Endotel kornea merupakan epitel selapis gepeng. Endotel kornea
bertanggung jawab mempertahankan kejernihan kornea.

II.1.2 Sudut Filtrasi


Sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang
dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran Descemet dan membran
Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm kemudian ke dalam mengelilingi kanal Schlemn
dantrabekula sampai ke COA.
Akhir dari membran Descemet disebut garis Scwhalbe. Limbus terdiri dari 2
lapisan epitel dan stroma. Epitelnya dua kali setebal epitel kornea. Di dalam
stromanya terdapat saraf-saraf dan cabang akhir arteri siliaris posterior. Bagian
terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan menuju ke
belakang mengelilingi kanal Schlemn untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal
Serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea menuju ke sklera spur
(insersi dari muskulus siliaris) dan sebagian ke muskulus siliaris
meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut menuju ke jaringan pengikat muskulus siliaris radialis dan
sirkularis.

17
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekua. Trabekula
terdiri dari jaringan kolagen, jaringan hmogen elastis dan seluruhnya
diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang,
sehingga bila ada darah di dalam kanal Schlemn dapat terlihat dari luar.

II.1.3 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Tebalnya sekitar
4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula zinni,
yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang menghubungkannya
dengankorpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqeuoushumour, di sebelah
posteriornya vitreus humour. Lensa disusun oleh kapsul, epitel lensa, korteks, dan
nukleus (Zorab dkk., 2009).
a. Kapsul
Kapsul lensa adalah membran transparan yang elastis yang terdiri dari
kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu untuk
membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar dari
kapsul lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan
untuk serabut zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian
perquatorial anterior dan posterior dan paling tipis pada bagian kutub
posterior sentral. Kapsul lensa bagian anterior lebih tebal daripada kapsl
bagian posterior pada saat lahir dan meningkat ketebalannya seiring
dengan berjalannya waktu.
b. Epitel Lensa
Di belakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel.
Sel-sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang
normal, yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak, jug
amenghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energi lensa.
c. Nukleus dan Korteks

18
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastis.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang.
Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella
ini ujung ke ujung berbentuk [Y] bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y]
ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat
lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop,
inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan bersambung
dengan lapisan epitel subkapsul.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
di sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi.

II.1.4 Badan Kaca


Badan vitreus menempati daerah mata di belakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air, sedikit kolagen, dan molekul asam
hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreus mengandung sangat sedikit sel yang
menyintesis kolagen dan asam hialuronat.

II.1.5 Retina
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus
pandang. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan
penyokong yang terdiri dari serat-serat Mueller, membran limitans interna dan
eksterna dan sel-sel glia.
Lapisan retina dari dalam keluar terdiri dari:
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serabut saraf

19
3. Lapisan sel-sel ganglion
4. Lapisan plexiform dalam
5. Lapisan nuklear dalam
6. Lapisan plexiform luar
7. Lapisan nuklear luar
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan batang dan kerucut
10. Lapisan epitel pigmen
Membran limitans interna letaknya berdekatan dengan membrana hyaloidea
dari badan kaca. Retina menjalar ke depan dan makin ke depan lapisannya berubah
semakin tipis dan berakhir di ora serata, dimana hanya didapatkan satu lapisan
nuklear. Di tengah retina terdapat lekukan dari fovea sentralis. Daerah ini memiliki
daya penglihatan yang paling tajam. Fovea sentralis terdapat di tengah makula lutea.
Struktur makula lutea yaitu, tidak terdapat serat saraf, sel ganglion banya terdapat di
pinggir makula, di makula terdapat lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Di
fovea sentralis hanya terdapat sel kerucut.
Pada daerah nasal makula lutea kira-kira 2 diameter papil terdapat papila nervi
optisi, yaitu tempat dimana nervus opticus menembus sklera. Papil ini hanya terdiri
dari serabut saraf fan tidak mengandung sel batang atau kerucut sama sekali. Oleh
karena itu tak dapat melihat sema sekali dan disebut titik buta (blindspot). Bentuk
papil lonjong, batas tegas pinggir agak lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian
tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang
disebut ekskavasi fisiologis. Dari tempat ini keluarlah arteri dan vena retina sentral
yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan nasal, juga ke atas dan ke bawah.
Diameter arteri dan vena adalah 2:3. Warna arteri lebih merah dan berbentuk lebih
lurus, di tengahnya didapatkan refleks cahaya. Vena berwarna lebih tua, ukura lebih
besar dan lebih berkelok-kelok.

20
II.2 Fisiologi

Gambar 2. Fisiologi Refraksi

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk


difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu
bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya
(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan
(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan
lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium
dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga
berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium
baru pada tiap sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media
(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut
jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin
besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui
cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif
total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari

21
pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya.
Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea
tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan
dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.2
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya
terfokus diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus
sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina
,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda
dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber
jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)
dianggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan
jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada
sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi
sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu
sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam
jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks umber dekat.
Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.3

II.3 Katarak
II.3.1 Definisi
Setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya.Biasanya
kekruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

II.3.2 Epidemiologi
Katarak senilis terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas 50 tahun. Insidensi
katarak di dunia mencapai 5-10 juta kasus baru tiap tahunnya. Katarak senile
merupakan penyebab utama kebutaan, sangat sering ditemukan dan bahkan dapat

22
dikatakan sebagai suatu hal yang dapat dipastikan timbulnya dengan bertambahnya
usia penderita (Depkes RI, 1996).
Di negara berkembang, katarak merupakan 50-70% dari seluruh penyebab
kebutaan, selain kasusnya banyak dan munculnya lebih awal. Di Indonesia, pada
tahun 1991 didapatkan prevalensi kebutaan 1,2% dengan kebutaan katarak sebesar
0,67% dan tahun 1996 angka kebutaan meningkat 1,47% (Depkes RI, 1996).

II.3.3 Faktor Risiko


- Faktor individu
Faktor individu yang mempengaruhi diantaranya ras, keturunan dan usia
pasien
- Faktor lingkungan
Bahan toksik dan merokok merupakan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi
- Faktor nutrisi
Orang yang tinggal di daerah pegunungan banyak mengkonsumsi protein
hewani yang bisa menghambat katarak dengan jalan mencegah denaturasi
protein
- Faktor protektif
Faktor protektif diantaranya adalah keracunan obat dan penggunaan
kortikosteroid
Beberapa penelitian menyatakan, bahwa katarak senilis dipercepat oleh
beberapa faktor antara lain : penyakit diabetes melitus, hipertensi dengan sistole naik
20 mmHg, paparan sinar ultraviolet B dengan panjang gelombang antara 280-315 μm
lebih dari 12 jam, indeks masa badan lebih dari 27, asap rokok lebih dari 10
batang/hari baik perokok aktif maupun pasif.

II.3.4 Etiologi Dan Patofisiologi


Kekeruhan pada lensa dapat disebabkan oleh kelainan kongenital mata, trauma,
penyakit mata, proses usia atau degenerasi lensa, kelainan sistemik seperti diabetes

23
melitus, riwayat penggunaan obat-obatan steroid dan lainnya. Kerusakan oksidatif
oleh paparan sinar ultraviolet, rokok dan alkohol, dapat meningkatkan risiko
terjadinya katarak.
Penyebab katarak senile sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti.
Ada beberapa konsep penuaan yang mengarah pada proses terbentuknya katarak
senilis :
- Jaringan embrio manusia dapat membelah 50 kali kemudian akan mati
- Teori cross-link yang menjelaskan terjadinya pengikatan bersilang asam
nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi
- Imunologis, dengan bertambahnya usia menyebabkan bertambahnya
cacatimunologis sehingga mengakibatkan keruasakan sel.
- Teori mutasi spontan dan teori radikal bebas
Pada dasarnya, semua sinar yang masuk ke mata harus terlebih dahulu melewati
lensa.Karena itu setiap bagian lensa yang menghalangi, membelokkan atau
menyebarkan sinar bisa menyebabkan gangguan penglihatan. Pada katarak terjadi
kekeruhan pada lensa, sehingga sinar yang masuk tidak terfokuskan pada retina, maka
bayangan benda yang dilihat akan tampak kabur.

II.3.5 Gambaran Klinis


Seorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah mengalami
gangguan katarak.Katarak terjadi secara perlahan-lahan, sehingga penglihatan
penderita terganggu secara berangsur, karena umumnya katarak tumbuh sangat
lambat dan tidak mempengaruhi daya penglihatan sejak awal.Daya penglihatan baru
terpengaruh setelah katarak berkembang sekitar 3-5 tahun.Karena itu, pasien katarak
biasanya menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
- Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
- Peka terhadap sinar atau cahaya
- Dapat melihat ganda pada satu mata
- Kesulitan untuk membaca

24
- Lensa mata berubah menjadi buram

II.3.6 Klasifikasi Katarak


Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, letak kelainan pada lensa
maupun berdasarkan stadiumnya.
a. Berdasarkan Usia
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah1
tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia > 3 bulan tetapi kurang
dari 9 tahun
3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun
b. Bedasarkan Letak
1. Katarak Nuklear
Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau
nukleus.Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah
dari jernih menjadi kuning sampai coklat. Biasanya mulai timbul sekitar
usia 60-70 tahun dan progresiviasnya lambat. Bentuk ini merupakan
bentuk yang paling banyak terjadi.Pandangan jauh lebih dipengaruhin
daripada pandangan dekat, bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih
baik, sulit menyetir pada malam hari.Penderita juga mengalami
kesulitan membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.
2. Katarak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks,
biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya
lambat. Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran
seperti ruji.Banyak pada penderita DM, dengan keluhan yang paling
seringa yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, disertai penglihatan
merasa silau.

25
Gambar 3. Katarak Nuklear dan Katarak Kortikal

3. Katarak Subkapsularis Posterior


Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak
subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok usia lebih muda
daripada katarak kortikal dan katarak nuklear. Biasanya timbul pada usia
sekitar 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat, bentuk ini lebih sering
menyerang orang dengan diabetes obesitas atau pemakaian steroid
jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, sulau,
pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.

Gambar 4. Katarak Subkapsular Posterior dan Katarak Lanjut

26
c. Berdasarkan Stadium (untuk katarak senilis)
1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-
bercak yang membentuk gerigi dengan dasar di perifer dan daerah
jernih diantaranya, kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan
posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil
dilebarkan. Pada stadium ini, terdapat keluhan poliopia yang disebabkan
oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk
ini kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur, terjadi
kekeruhan yang lebih tebal, tetapi
belum mengenai semua lapisan
lensa sehingga masih terdapat
bagian-bagian yang jernih pada
lensa.Terjadi penambahan volume
lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan
bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada
pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test, maka akan terlihat
bayangan iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
3. Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga
bilik mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal. Katrak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
menyebabkan miopia lentikular.

27
4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah
mengenai seluruh lensa. Proses
degenerasi yang berjalan terus maka
akan terjadi pengeluaran air bersama
hasil disintegrasi melalui kapsul,
sehingga lensa kembali ke ukuran
normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali.
Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga bayangan
iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang
mengalami degenarsi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa.
Lensa menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal., maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di
korteks lensa. Uji banyangan iris memberikan gambaran pseudopositif.

Tabel 1. Perbandingan Katarak Berdasarkan Stadium

28
II.3.7 Diagnosis Banding
1. Katarak Diabetik
Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes
melitus.Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan sistemik, seperti salah
satnnya pada penyakit diabetes melitus. Katarak pada diabetes meluts dapat
terjadi da;am 3 bentuk:
- Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada
lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.
Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang
bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali
- Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular
- Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histopatologi dan biokimia sama dengan katarak pasien non-diabetik
2. Katarak Komplikata
Merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang dan porses
degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor
intraokular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu
trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat pula disebabkan oleh
penyakit sistemik endokrin, seperti diabetes melitu, hipoparatiroid,
galaktosemia dan miotonia distrofi, maupun disebabkan oleh keracunan obat
(tiotepa intravena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontraseptik dan
miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus
dimana kekeruhan dimulai di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks,
kekeruhan dapat difus, pungtata, linier, rosete, reticulum dan biasanya terlihat
vakuol.
3. Katarak Traumatik
Katarak jenis ini paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa
atau trauma tumpul terhadap bola mata.Sebagian besar katarak traumatik

29
dapat dicegah. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing,
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-
kadzng corpus vitreum masuk dalam struktur lensa.Pasien mengeluh
penglihatan kabur secara mendadak.Mata menjadi merah, lensa opak dan
mungkin disertai terjadinya perdarahan intraokular.Apabila humor aqueus
atau korpus vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak.Penyulit
adalah infeksi, uveitis, ablasio retina dan glaucoma.

II.3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada katarak adalah tindakan pembedahan. Pengobatan yang
diberikan biasanya hanya memperlambat proses, tetapi tidak menghentikan proses
degenerasi lensa. Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk menghambat proses
katarak adalah vitamin dosis tinggi, kalsium sistein maupun iodium tetes.
Tindakan pembedahan dilakukan dengan indikasi :
a. Indikasi Optik : Pasien mengeluh gangguan penglihatan yang mengganggu
kehidupan sehari-hari, dapat dilakukan operasi katarak.
b. Indikasi Medis : Kondisi katarak harus dioperasi diantaranya katarak
hipermatur, lensa yang menginduksi uveitis, dislokasi/subluksasi lensa,
benda asing intraretikuler, retinopati diabetik, ablasio retina atau patologi
segmen posterior lainnya.
c. Indikasi Kosmetik : Jika kehilangan penglihatan bersifat permanen karena
kelainan retina atau saraf optik, tetapi leukokoria yang diakibatkan katarak
tidak dapat diterima pasien, operasi dapat dilakukan meskipun tidak dapat
mengembalikan penglihatan.
Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu :
a. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsular)
Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan
pada katarak senil.lensa beserta kapsulnya dikeluarkan dengan memutus
zonula Zinn yang telah mengalami degenerasi. Pada saat ini pembedahan
intrakapsuler sudah jarang dilakukan.

30
b. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular)
Lensa diangkat dengan meninggalkan kapsul,untuk memperlunak
lensa sehingga mempermudah pengambilan lensa melalui sayatan yang
kecil, digunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi
(fakoemulsifikasi).Termasuk kedalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi
dan irigasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra
okular, kemungkinan akan dilakukan bedah gloukoma, mata dengan
presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah
ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan
ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
c. Fakoemulsifikasi
Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak
modern menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi dengan sayatan 3 mm
pada sisi kornea.Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar
2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa
katarak yang telah hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa intra ocular
(IOL) yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Untuk lensa
lipat (foldable lens) membutuhkan insisi sekitar 2,8 mm, sedangkan untuk
lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang kecil untuk foldable
lens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda
(40-50 tahun), tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil
dapat dilebarkan hingga 7 mm. Kontraindikasinya berupa tidak terdapat hal-
hal salah satu di atas, luksasi atau subluksasi lensa. Prosedurnya dengan
getaran yang terkendali sehingga insidens prolaps menurun.Insisi yang

31
dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat berkurang dan edema
dapat terlokalisasi, rehabilitasi pasca bedahnya cepat, waktu operasi yang
relatif lebih cepat, mudah dilakukan pada katarak hipermatur.Tekanan
intraokuler yang terkontrol sehingga prolaps iris, perdarahan ekspulsif
jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya katarak sekunder sama seperti
pada teknik EKEK, alat yang mahal, pupil harus terus dipertahankan lebar,
endotel “loss” yang besar.

II.4 Astigmatisma
II.4.1 Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis
pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari
satu titik.3

II.4.2 Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:4
1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus,
sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan
pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter antero-posterior bola mata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan
kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea
serta akibat pembedahan kornea.
2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa
kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan
mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.
3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty

32
4. Trauma pada kornea
5. Tumor

II.4.3 Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
1. Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah
satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang
lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang
tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika
tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme
regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang horizontal.
b. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang vertikal.
2. Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Berdasarkan letak titik vertical
dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:
a. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya
bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias
terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka
yang sama.

33
Gambar 5. Astigmatisme Miopia Simpleks

b. Astigmatisme Hipermetropia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik
B berada di belakang retina.

Gambar 6. Astigmatisme Hipermetropia Simpleks

34
c. Astigmatisme Miopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 7. Astigmatisme Miopia Kompositus

d. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan
titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Gambar 8. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

35
e. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak
dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi
sama - sama + atau -.

Gambar 9. Astigmatisme Mixtus

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :


1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-
mus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika
timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75
Dioptri. Pada astigmatismus ini pasien mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini
sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

36
II.4.5 Tanda dan Gejala
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan
gejala-gejala sebagai berikut :
1. Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya
keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
2. Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
3. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
4. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati
mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar
bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedangkan pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala
gejala sebagai berikut :
1. Sakit kepala pada bagian frontal.
2. Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-
ucek mata.

II.4.6 Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan
bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat
kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan
berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun
retina yang menggangu penglihatan.5

37
2. Uji refraksi
a. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang
diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan
mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-
masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif,
bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai
5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia,
apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan
tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila
setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada
keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6
b. Objektif
 Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor,
cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur.
Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi
dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
 Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan
sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.

38
c. Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam
penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan
menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi
juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.
Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya
ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan
sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini
dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya
atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama
jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang
ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan
perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.7

Gambar 10. Kipas Astigmat

d. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan
astigmatisme. Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea
pasien. Pada astigmatisme regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada
astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.7,8

39
e. Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea,
diaman akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.7,8

II.4.7 Terapi
1. Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.
Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat
membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah
jelas.
2. Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih
dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan
standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan
pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea
maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa
kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.
3. Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9
a. Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral.
Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah
hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman
dari insisi.
b. Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada
pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah
photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali

40
jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan
penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi.

II.5 Miopia
II.5.1 Definisi
Miopia (nearsightedness, shortsightedness, penglihatan dekat) yaitu seseorang
tidak bisa melihat benda jauh dengan jelas tapi bisa melihat dengan jelas benda-benda
yang dekat. Hal ini terjadi apabila bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di
depan retina pada mata yang tidak berakomodasi.

II.5.2 Klasifikasi
Borish and Duke-Elder membagi beberapa bentuk miopia menjadi :
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti
terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia
indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea
dan lensa yang terlalu kuat.
 Kurvatura miopia adalah banyaknya atau peningkatan lengkungan
satu atau lebih dari permukaan refraksi dari mata, terutama kornea.
Pada pasien dengan sindrom Cohen, miopia biasanya diakibatkan
oleh tingginya tenaga kornea dan lentikular.
 Indeks miopia adalah variasi pada indeks refraksi dari satu atau
lebih dari media okular.
b. Miopia aksial, miopia akibat penjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
Miopia diukur dalam satuan dioptri menurut kekuatan dan tenaga optik dari
lensa, dapat dibagi menurut derajat beratnya yaitu :
1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri.

41
2. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri. Pasien dengan miopia
sedang lebih cenderung terkena sindrom penyebaran pigmen atau glukoma
pigmentasi.
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri. Pasien dengan
miopia berat atau tinggi lebih cenderung mengalami pelepasan retina dan
glukoma primer sudut terbuka.

II.5.3 Patogenesis
Ada dua mekanisme dasar yang menyebabkan miopia : kehilangan bentuk
(juga dikenal dengan kehilangan pola) dan defokus optik. Kehilangan bentuk terjadi
jika kualitas gambar pada retina menurun, defokus optik terjadi jika sinar difokuskan
di depan atau dibelakang retina.

Gambar 11. Bayangan terbentuk di depan retina pada miopia.

II.5.4 Epidemologi
Prevalensi secara global terhadap gangguan refraksi diperkirakan sebanyak
800 juta sampai 2.3 miliar. Insiden dari miopia dalam sampel populasi berbeda-beda
dan dipengaruhi oleh usia, negara, jenis kelamin, ras, etnik, pekerjaan, lingkungan
dan faktor lainnya. Pada daerah tertentu yaitu Cina, India dan Malaysia, lebih dari

42
41% populasi dewasa menderita miopia sampai 1 dioptri dan lebih dari 80% populasi
dewasa menderita miopia sampai 0.5 dioptri. Penelitian terbaru di Inggris terhadap
siswa yang baru lulus mendapatkan 50% orang Inggris kulit putih dan 53.4% siswa
Asia-Inggris menderita miopia. Di Australia, prevalensi miopia secara keseluruhan
(lebih dari 0.5 dioptri) diperkirakan sebesar 17%. Sedangkan prevalensi miopia di
Amerika sebesar 20%. Perbedaan etnik dan ras juga mempengaruhi prevalensi dari
miopia. Prevalensi miopia dilaporkan sebesar 70-90% pada beberapa Negara Asia,
30-40% di Eropa dan Amerika serta 10-20% di Afrika. Beberapa penelitian
menunjukkan insiden miopia bertambah dengan meningkatkannya tingkat pendidikan
dan adanya hubungan antara miopia dan IQ. Menurut Arthur Jensen, penderita miopia
memiliki IQ 7-8 lebih tinggi dibandingkan bukan penderita miopia. Karakteristik
personal lainnya seperti, penghargaan diri, pencapaian sekolah, waktu yang
dihabiskan untuk membaca, kemampuan bahasa dan waktu yang dihabiskan untuk
kegiatan olahraga berhubungan dengan munculnya miopia pada beberapa penelitian.

II.5.5 Tanda dan Gejala Klinis


Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Kabur bila melihat jauh.
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat.
c. Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi).
d. Astenovergens
Gejala objektif miopia antara lain:
1. Miopia simpleks
a. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
b. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau
dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil
saraf optik.
2. Miopia patologik

43
a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks.
b. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-
kelainan pada:
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan
keadaan miopia.
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia,
papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal.
Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh
papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi
yang tidak teratur.
3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer.
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid
dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak
lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.

II.5.6 Anamnesis & Pemeriksaan Fisik


Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien mengeluhkan
penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca, atau melihat benda
dari jarak dekat. Berikut ini gejala utama yang terjadi pada:2,8
a. Miopia simpel
Gejala utama miopia simpel adalah pandangan kabur yang menetap saat
melihat jauh, sedangkan penglihatan dekat biasanya normal. Gejala selain
pemandangan kabur mungkin saja muncul.
b. Miopia malam

44
Gejala utamanya adalah pandangan jauh kabur saat pencahayaan kurang.
Pasien sering mengeluhkan sulit melihat rambu-rambu lalu lintas saat
berkendaraan malam hari.
c. Pseudomiopia
Pandangan jauh kabur yang sementara, khususnya saat setelah melakukan
pekerjaan yang dekat. Hal ini mengindikasikan tidak cukup baiknya
fungsi akomodasi.
d. Miopia degeneratif
Pada miopia degeneratif terdapat pemandangan jauh yang sangat kabur
karena derajat miopia sangat signifikan. Pasien harus meletakkan objek
sangat dekat dengan matanya. Pasien mungkin mengeluhkan adanya
kilatan cahaya atau benda-benda yang mengapung akibat perubahan dari
vitreoretinalnya. Jika patologi dari segmen posterior berubah maka akan
mengakibatkan gangguan fungsi retina, pasien akan mengeluhkan
memiliki riwayat hilangnya penglihatan atau riwayat menggunakan alat
optik dengan koreksi tinggi.
e. Miopia terinduksi
Pasien dengan miopia terinduksi juga melaporkan adanya pandangan jauh
yang kabur. Waktu kaburnya itu sesuai dengan agen atau kondisi yang
mempengaruhi miopia tersebut. Pupil konstriksi saat penyebab dari
miopia ini adalah agen agonis kolinergik.

Setelah melakukan anamnesis, pada pasien dilakukan pemeriksaan mata


sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus, refraksi subjektif)
Cara subjektif dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen dan lensa
coba. Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak 5-6
meter dari kartu Snellen dan pemeriksaan ini harus dilakukan dengan
tenang. Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan

45
atau visus yang dinyatakan dengan bentuk pecahan.Visus yang terbaik
adalah 6/6 (20/20), yaitu pada jarak pemeriksaan 5 meter dapat terlihat
huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 5 meter.

Gambar 12. Snellen Chart

Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat dilihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari
pada bermacam-macam jarak. Hitung jari pada penglihatan normal
terlihat pada jarak 60 m, jika penderita hanya dapat melihat pada jarak 2
m, maka visusnya sebesar 2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung
jari tidak dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara
pemeriksa menggerakkan tangannya pada bermacam-macam arah dengan
jarak bermacam-macam dan meminta penderita mengatakan arah gerakan
tersebut. Gerakan tangan pada penglihatan normal terlihat pada jarak 300
m, jika penderita hanya dapat melihat gerakkan tangan pada jarak 1 m,
maka visusnya 1/300.Namun apabila gerakan tangan tidak dapat terlihat
pada jarak terdekat sekalipun, maka pemeriksaan akan dilanjutkan
dengan menggunakan cahaya dari senter pemeriksa dan mengarahkan

46
sinar tersebut pada mata penderita dari segala arah, dengan salah satu
mata penderita ditutup. Pada pemeriksaan ini penderita harus dapat
melihat arah sinar dengan benar, apabila penderita dapat melihat sinar
dan arahnya benar, maka fungsi retina bagian perifer masih baik dan
dikatakan visusnya 1/~ dengan proyeksi baik. Namun jika penderita
hanya dapat melihat sinar dan tidak dapat menentukan arah dengan benar
atau pada beberapa tempat tidak dapat terlihat maka retina tidak
berfungsi dengan baik dan dikatakan sebagai proyeksi buruk. Bila cahaya
senter sama sekali tidak terlihat oleh penderita maka berarti terjadi
kerusakan dari retina secara keseluruhan dan dikatakan visus nol atau
buta total.
b. Retinoskopi atau refraksi objektif
Pemeriksaan retinoskopi dilakukan dalam kamar gelap, dengan jarak
pemeriksa dan penderita sejauh 0,5 meter. Sumber cahaya terletak di atas
penderita agak kebelakang dan cahaya ditujukan kepada pemeriksa yang
memegang cermin, dimana cermin kemudian memantulkan cahaya
tersebut ke arah pupil penderita, sehingga pemeriksa dapat melihat
refleks fundus pada pupil penderita melalui lubang pada bagian tengah
cermin. Kemudian cermin tersebut digerak-gerakkan dan pemeriksa
memperhatikan gerakan dari refleks fundus pada mata penderita. Pada
penderita miopia akan didapatkan arah gerak refleks fundus yang
berlawanan dengan arah gerak cermin, maka perlu ditambahkan dengan
lensa konkaf (minus), sampai reflek pupil mengisi seluruh apertura pupil
dan tidak lagi terdeteksi adanya gerakan (titik netralisasi). Selain itu,
pemeriksa juga perlu memperhatikan terang, bentuk dan kecepatan gerak
fundus. Refleks yang terang, pinggirnya tegas dan gerak yang cepat
menunjukkan kelainan refraksi yang ringan, sedangkan refleks yang
suram, pinggir tidak tegas dan gerak lamban menunjukkan adanya
kelainan refraksi yang tinggi. Pada pasien dewasa, pemeriksaan subjektif
dan objektif harus dilakukan. Setelah melakukan pemeriksaan mata,

47
dapat dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mengidentifikasi keadaan
yang berhubungan serta memantau perubahan retina pada pasien dengan
miopia degeneratif atau progresif, yaitu melalui:12
a. Fundus fotografi
b. A- dan B-scan ultrasonografi
c. Lapangan pandang
d. Pemeriksaan lain, seperti gula darah puasa, dan lain-lain

II.5.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis miopia ditegakkan secara subyektif dan obyektif. Menegakkan
diagnosis secara subyektif melalui gejala klinis pada miopia dan menggunakan cara
trial and error. Diagnosis secara obyektif menggunakan pemeriksaan penunjang
berupa funduskopi, streak retinoskopi dan autorefraksi. Diagnosis banding dari
miopia adalah hipermetropi, astigmatisma, dan kelainan pada segmen belakang mata.

II.5.9 Penatalaksanaan

a. Koreksi optikal11-13
Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan kaca mata atau lensa
kontak yang memberikan penglihatan jauh yang baik. Derajat miopia
diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari jarak titik jauh. Dengan
demikian, titik jauh sebesar 0,25 meter menandakan perlunya lensa
koreksi sekitar minus 4 dioptri.
b. Farmakoterapi
Kadang-kadang sikloplegik dapat digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi yang merupakan bagian dari pengobatan pseudomiopia.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa penggunaan harian atropin dan
siklopentolin topikal dapat menggurangi progresivitas miopia pada anak
dengan onset usia muda. Oleh karena terjadi inaktivasi dari otot siliar,
penambahan lensa positif tinggi (2.50 D) diperlukan untuk penglihatan

48
dekat. Untuk pasien yang memiliki potensi reaksi alergi, reaksi
idiosinkrasi dan toksisitas sistemik, maka penggunaan atropin dalam
jangka waktu lama dapat memberikan efek kebalikannya pada retina. 11-13
c. Ortokeratologi
Ortokeratologi adalah penyesuaian lensa kontak setelah jangka waktu
seminggu atau sebulan, untuk meratakan kornea dan mengurangi miopia.
Hasil penelitian dengan standar lensa kotak rigid menunjukkan respon
individu terhadap ortokeratologi sangat beragam, dengan rata-rata
menurunan miopia lebih dari 3.00 D pada beberapa pasien. Terjadinya
penurunan miopia dilaporkan dalam sebuah penelitian rata-rata 0.75-1.00
D, kebanyakkannya terjadi penurunan pada 4-6 bulan pertama dari
ortokeratologi program. Ortokeratologi secara umum hanya digunakan
untuk orang dewasa, meskipun kontrol yang terlihat pada miopia anak-
anak dengan menggunakan lensa kontak rigid-gas permeable
memberikan efek yang sama dengan ortokeratologi.12,13
d. Operasi refraktif12-14
1) Radial keratotomi (RK)
Insisi dengan pola seperti jari-jari radial pada parasentral kornea untuk
melemahkan bagian dari kornea. Bagian yang curam pada kornea akan
menjadi lemah sedangkan bagian central kornea akan mendatar. Hasil
dari perubahan refraktif tergantung pada ukuran zona optiknya dan
jumlah serta dalamnya insisi.

49
Gambar 13. Radial Keratotomi13

2) Photorefraktive Keratektomi (PRK)


PRK adalah suatu prosedur dimana kekuatan kornea dikurangi dengan
menggunakan ablasi laser pada central kornea. Data dari beberapa
penelitian menyatakan bahwa 48-92% pasien mendapatkan ketajaman
penglihatan 6/6 setelah melakukan prosedur ini. Pasien kadang-kadang
menyatakan tidak ada perbaikan setelah PRK, namun PRK ini lebih baik
daripada RK. Baik RK maupun PRK ini diindikasikan untuk miopia
ringan dan sedang.

Gambar 14. Photorefractive Keratectomy14

50
3) Laser Assisted In situ Keratomileusis (LASIK)

Gambar 15. Operasi Metode LASIK14

LASIK merupakan metode terbaru didalam operasi mata,


direkomendasikan untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat.
Pada LASIK digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan
mikrokeratom untuk memotong flap secara sirkular pada kornea. Flap
yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat lapisan dalam dari kornea.
Kornea diperbaiki dengan sinar laser untuk mengubah bentuk dan
fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.
Kandidat yang ideal untuk dilakukan LASIK, yaitu:14
a. Diatas 18 tahun.
b. Memiliki resep kaca mata atau lensa kontak yang stabil minimal 2 tahun
ini.
c. Memiliki ketebalan kornea yang cukup.

51
d. Memiliki satu gangguan penglihatan seperti miopia, astigmatisma,
hipermetropia atau kombinasinya.
e. Tidak menderita penyakit, baik yang berhubungan dengan penglihatan
atau penyakit lain.
f. Telah melakukan informed consent yang adekuat ke pasien tentang
tindakan ini.

Syarat untuk melakukan LASIK, yaitu:14


a. Gangguan refraksi harus masuk dalam katagori yang bisa diobati oleh
FDA-laser excimer, seperti: miopia sampai -14.0D, astigmatisma sampai
-6.0D dan hipermetropia sampai +6.0D. Karena teknik dan teknologi
yang berkembang sangat cepat, dokter dapat mengobati keadaan yang
lebih parah. Laser juga digunakan untuk regular atau campuran astigmat.
Jika gangguan refraktif pasien atau faktor kesehatan lain tidak
memungkinkan melakukan LASIK, prosedur lain dapat
direkomendasikan.
b. Mata harus dalam keadaan stabil dan tidak ada kemungkinan untuk
berubah kedepannya, hal ini bisa dikonfirmasi dengan resep kaca mata
dan lensa kontak yang digunakan dalam 1 tahun ini atau lebih.
c. Kondisi yang mengikuti, sampai berubah atau diperbaiki, bisa membuat
pasien tidak bisa melakukan LASIK, karena hal tersebut menyebabkan
fluktuasi pada mata
d. Kondisi mata yang membuat pasien tidak dapat menjalani LASIK, baik
sementara atau permanen, seperti glaukoma, suspek glaukoma atau
hipertensi okular, katarak, trauma, penyakit retina.
e. Pasien harus bebas dari penyakit dan pengobatan yang dapat
mempengaruhi penyembuhan, seperti penyakit autoimun (rematik artritis,
lupus eritematosus), gangguan immunodefisiensi (HIV), diabetes, dan
obat-obat lain seperti steroid, retinoid acid, dan lain-lain.

52
f. Pasien harus tidak memiliki herpes okular dalam 1 tahun waktu potensial
operasi.
4) Ekstraksi Lensa Mata (Lensektomi)11,13
Ekstraksi lensa mata (extraction of clear crystalline lens, lensektomi)
dianjurkan pada miopia dengan -16 D sampai -18 D, khususnya pada
anisometropia miopia. Ekstraksi lensa mata pada anisometropia miopia yang
berat dikenal dengan operasi Fucala. Setelah ekstraksi lensa mata, dilakukan
implantasi lensa intraokular artifisial dengan kekuatan 0 D. Ekstraksi lensa
mata dengan implantasi lensa intraokular artifisial baru-baru ini
direkomendasikan untuk miopia dengan -12 D.
5) Implantasi Lensa Kontak Intraokuler (Phakic IOLs) 11,13
Pasien yang tidak memenuhi syarat untuk LASIK karena memiliki miopia
yang sangat tinggi atau kornea yang sangat tipis adalah calon potensial untuk
operasi implan lensa kontak. Fungsi lensa kontak ini sama dengan lensa
kontak yang dipakai di ekstraokular, namun ditempatkan antara kornea dan
iris. Beberapa ahli bedah mata menganggap metode ini merupakan pilihan
terbaik untuk miopia ekstrim. Lensa mata pasien tetap ada sehingga fungsi
akomodasi tidak terganggu.

Gambar 16. Koreksi Refraktif dengan Phakic IOLs13

53
6) Intracorneal Ring (ICR) Implantation11,13
Implantasi cincin intrakorneal dilakukan pada kira-kira dua per tiga
kedalaman stroma menggunakan implan dari plastik sintetik yang
berbentuk dua buah setengah lingkaran. Tindakan ini dianjurkan pada
miopia dengan usia di atas 2 tahun. Adapun hasil yang diharapkan yaitu
sentral kornea lebih datar dan mengurangi miopia.

II.5.10 Komplikasi
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya
ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata
berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata
telah berkurang atau terdapat ambliopia.

II.5.11 Prognosis
Prognosis dari miopia simpel sangatlah bagus. Pasien dapat memperoleh
penglihatan jauh yang baik dengan menggunakan koreksi. Hal ini tergantung juga
dengan derajat miopianya, astigmat, anisometropia dan fungsi akomodasi dari pasien.
Pemeriksaan secara teratur sangat penting untuk penderita degeneratif miopia karena
mereka mempunyai faktor risiko untuk terjadinya ablasio retina, degerasi retina atau
masalah lainnya.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3rd Edition. London:


Thieme, 2003; 344-346.
2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York:
Blackwell Publishing, 2003; 20-26.
4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and
Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive
Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.
8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th
Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK.
10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related
Amblyopia. Optom Vis Sci 86(6): 634-639.
11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery
on Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J
Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-330.

55

Anda mungkin juga menyukai