Anda di halaman 1dari 10

PENATALAKSANAAN MOLUSKUM KONTAGIOSUM : IMUNOMODULATOR & ANTIVIRUS TOPIKAL Tika P utriyanti Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Pendahuluan Moluskum

kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh M olluscum Contagiosum Virus (MCV); kelompok Pox Virus dari genus Molluscipox viru s. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan virus double stranded DNA, berben tuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. 3,4,10 Terdapat 4 subtipe utama Molluscu m Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV I, MCV II, MCV III dan MCV IV. Keempat subt ipe tersebut menimbulkan gejala klinis serupa berupa lesi papul milier yang terb atas pada kulit dan membran mukosa . MCV I diketahui memiliki prevalensi lebih b esar dibandingkan ketiga subt ipe lain. Sekitar 96,6% infeksi moluskum kontagios um disebabkan oleh MCV I. Akan tetapi pada pasien dengan penurunan status imun d idapatkan prevalensi MCV II sebesar 60 %. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) meru pakan imunogen yang lemah. Sekitar sepertiga pasien tidak memproduksi antibodi t erhadap berulang. 1,3 MCV, sehingga seringkali didapatkan serangan Angka kejadian moluskum kontagiosum di seluruh dunia diperkirakan sebesar 2% - 8 %, dengan prevalensi 5% - 18% pada pasien HIV AIDS. Moluskum kontagiosum bersifa t endemis pada komunitas padat penduduk, higiene buruk dan daerah miskin. Penyak it ini terutama menyerang anak-anak, usia dewasa dengan aktivitas seksual aktif dan status imunodefisiensi. Penularan dapat melalui kon tak langsung dengan lesi aktif atau autoinokulasi, penularan secara tidak langsung melalui pemakaian ber sama alat-alat pribadi seperti handuk, pisau cukur, alat pemotong rambut serta p enularan melalui kontak seksual . 1,2,3,4,5 Masa inkubasi Moluskum kontagiosum d idapatkan satu sampai beberapa minggu hingga 6 bulan. Lesi berupa papulae miliar , asimtomatis, berbentuk kubah dengan delle, bila dipijat mengeluarkan massa put ih seperti butiran nasi. Tempat predileksi adalah wajah, badan serta ekstremitas . Lesi jarang didapatkan pada daerah telapak tangan dan telapak kaki. Pada orang dewasa lesi dapat pula ditemui di daerah perigenital dan perianal. Hal ini berk aitan dengan penularan vi rus melalui hubungan seksual. Lesi moluskum kontagiosu m harus dapat dibedakan dengan verucca vulgaris, 1

kondiloma akuminata, varisela, herpes simpleks, papiloma, syringoma dan tumor ad neksa lain. 1,3 Diagnosis moluskum kontagiosum pada sebagian besar kasus dapat ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan histopatol ogi melalui biopsi dapat membantu menegakkan diagnosis pada beberapa kasus denga n gejala klinis tidak khas. 3 Pemeriksaan histopatologi moluskum kontagiosum men unjukkan gambaran proliferasi sel-sel stratum spinosum yang membentuk lobulus di sertai central cellular dan viral debris. Lobulus intraepidermal dipisahkan oleh septa jaringan ikat dan didapatkan badan moluskum di dalam lobulus; berupa sel berbentuk bulat atau lonjong yang mengalami degenerasi keratohialin. 2 Pada stra tum basalis dijumpai gambaran mitosis sel dengan pembesaran nukleus basofilik. P ada fase lanjut dapat ditemui sel yang mengalami proses vakuolisasi sitoplasmik dan didapatkan globi eosinofilik. Beberapa kasus lesi moluskum kontagiosum denga n infeksi sekunder, didapatkan gambaran inflamasi predominan limfosit dan neutro fil pada pemeriksaan histopatologi. 1,5,10,11 Penatalaksanaan Moluskum Kontagiosum Moluskum kontagiosum adalah penyakit infeks i virus yan g dapat sembuh spontan. Pada kelompok pasien imunokompeten jarang di temui lesi moluskum kontagiosum bertahan lebih dari 2 bulan. Terapi untuk memper baiki gejala yang timbul diperlukan pada beberapa pasien dengan penurunan status imun, dimana didapatkan les i ekstensif dan persisten. 1 Pemberian terapi dilak ukan berdasarkan beberapa pertimbangan meliputi kebutuhan pasien, rekurensi peny akit serta kecenderungan pengobatan yang meninggalkan lesi pigmentasi atau jarin gan parut. Sebagian besar pengobatan moluskum kontagiosum bersifat traumatis pad a lesi. Pilihan terapi terbaru mencakup pemberian antivirus dan agen imunomodula tor. 1,3 Berikut ini merupakan beberapa pilihan terapi yang umum digunakan dalam penatalaksanaan moluskum kontagiosum. 1. Bedah Beku (Cryosurgery) Merupakan salah satu terapi yang umum dan efisien di gunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosum, terutama pada lesi predileksi per ianal dan perigenital. Bahan yang digunakan adalah nitrogen cair . Aplikasi meng gunakan lidi kapas pada masing-masing lesi selama 10-15 detik. Pemberian terapi dapat diulang dengan interval 2-3 minggu. Efek samping meliputi rasa nyeri saat pemberian 2

terapi, erosi, ulserasi serta terbentuknya jaringan parut hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi. 2. Eviserasi Merupakan metode yang mudah untuk menghilangkan le si dengan cara mengeluarkan inti umbilikasi sentral melalui penggunaan instrumen seperti skalpel, ekstraktor komedo dan jarum suntik. Penggunaan metode ini mung kin tidak dapat ditoleransi oleh anak -anak. 1,3 1,3,13 3. Podofilin dan Podofilotoksin Suspensi podofilin 25% dalam larutan benzoin ata u alkohol dapat diaplikasikan pada lesi dengan menggunakan lidi kapas, dibiarkan selama 1 -4 jam kemudian dlakukan pembilasan dengan menggunakan air bersih. Pem berian terapi dapat diulang sekali seminggu. Terapi ini membutuhkan perhatian kh usus karena mengandung mutagen yaitu quercetin dan kaempherol. Efek samping loka l akibat penggunaan bahan ini meliputi erosi pada permukaan kulit normal serta t imbulnya jaringan parut. Efek samping sistemik akibat penggunaan secara luas pad a permukaan mukosa berupa neuropati saraf perifer, gangguan ginjal, ileus, leuko peni dan trombositopenia. 3,5 Podofilotoksin merupakan alternatif yang lebih ama n dibandingkan podofilin. Sebanyak 0,05 ml podofilotoksin 5% diaplikasikan pada lesi 2 kali sehari selama 3 hari. Kontraindikasi absolut kedua bahan ini pada wa nita hamil. 3 4. Cantharidin Merupakan agen keratolitik berupa larutan yang mengandung 0,9% co llodian dan acetone. Telah menunjukkan hasil memuaskan pada penanganan infeksi M olluscum Contagiosum Virus (MCV). Pemberian bahan ini terbatas pada puncak lesi serta didiamkan selama kurang lebih 4 jam sebelum lesi dicuci. Cantharidin mengi nduksi lepuhan pada kulit sehingga perlu dilakukan tes terlebih dahulu p ada les i sebelum digunakan. Bila pasien mampu menoleransi bahan ini, terapi dapat diula ng sekali seminggu sampai lesi hilang. Efek samping pemberian terapi meliputi er itema, pruritus serta rasa nyeri dan terbakar pada daerah lesi. Kontraindikasi p enggunaan Cantharid in pada lesi moluskum kontagiosum di daerah wajah. 1,3 3

5. Tretinoin Tretinoin merupakan derivat vitamin A yang berfungsi sebagai agen a nti proliferasi sel. Krim tretinoin 0,1% digunakan pada penanganan moluskum kontagio sum. Pemberian dengan cara dioleskan 2 kali sehari pada lesi. Penyembuhan dilapo rkan terjadi dalam waktu 11 hari setelah pemberian terapi. Efek samping terapi b erupa eritema pada daerah timbulnya lesi. Pilihan lain menggunakan krim tretinoi n 0,05% menunjukkan hasil yang memuaskan dengan efek samping berupa iritasi ring an. 3,5 6. Cimetidine Cimetidine merupakan antagonis reseptor histamin H 2 yang menstimu lasi reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Mekanisme kerja Cimetidine pada terap i moluskum kontagiosum masih belun diketahui secara jelas. Sebuah studi menunjuk kan keberhasilan penggunaan cimetidine dosis 40 mg / kgBB / oral / hari dosis te rbagi dua pada pengobatan moluskum kontagiosum dengan lesi ekstensif. Cimetidine berinteraksi dengan berbagai pengobatan sistemik lain, sehingga perlu dilakuka n anamnesis riwayat pengobatan pada pasien yang akan mendapat terapi obat ini. 3,5 7. Larutan KOH Larutan KOH 10% diaplikasikan 2 kali sehari pada lesi dengan meng gunakan lidi kapas. Pemberian terapi dihentikan bila didapatkan respon inflamasi atau timbul ulkus pada daerah lesi. Perbaikan lesi didapatkan setelah kurang le bih 30 hari pemberian terapi. Efek samping berupa pembentukan jaringan parut hip ertropik serta hipopigmentasi dan hiperpigmentasi pada daerah lesi. Sebuah studi merekomendasikan penggunaan l arutan KOH 5% yang memiliki efek samping minimal dalam pengobatan moluskum kontagiosum pada anak -anak. 1,3 8. Pulsed Dye Laser Beberapa studi menunjukkan hasil memuaskan penggunaan modali tas terapi pulsed dye laser pada lesi moluskum kontagiosum. Perbaikan l esi dica pai dalam waktu 2 minggu setelah pemberian terapi tanpa disertai efek samping ya ng berarti. 4

Pulsed dye laser merupakan salah satu pilihan terapi yang efisien namun memiliki kekurangan dari segi efektifitas biaya. 1,3 9. Imunomodulator Penggunaan imunomodulator telah menjadi bagian dari pilihan te rapi moluskum kontagiosum. Pada pasien dengan gangguan fungsi imun dimana didapa tkan lesi ekstensif tersebar di seluruh tubuh, terapi lokal yang bersifat destru ktif dikatakan tidak efektif. P enggunaan imunomodulator telah memberikan hasil memuaskan. 3 Imunomodulator topikal telah digunakan pada bermacam kelainan kulit. Molekul imu nomodulator topikal memiliki kemampuan memodifikasi respon imun lokal pada kulit , bersifat stimulator maupun supresor terhadap respon imun. Pemilihan preparat t opikal didasarkan pada beberapa alasan antara lain hasil terap i memuaskan, kemu dahan aplikasi serta tingkat keamanan lebih baik dibandingkan preparat sistemik. Imunomodulator topikal terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu imunomodulator ste roid dan imunomodulator non -steroid. 6 Berikut ini adalah klasifikasi imunomodu lator non -steroid topikal di bidang dermatologi: 6 1. Macrolactum - Tacrolimus - Pimecrolimus - Sirolimus - Siklosporin 2. Alergen kontak - Dyphencyprone (DPC) - Squaric Acid Dibutyl Ester (SADBE) - D initrochlorobenzene (DNCB) 3. Imunostimulator - Imiquimod - Resiquimod 4. Imunomodulator lain - Calcipotriol - Anthralin - Zinc topikal - Interferon to pikal - Interferon intralesi Imunomodulator non-steroid topikal yang umum digunakan pada terapi moluskum kont agiosum adalah imiquimod. Imiquimod merupakan molekul sintetik 5

golongan imidazoquinoline amine. 6,8 Mekanisme kerja imiquimod masih belum

diketahui secara jelas. Pemberian imiqu imod secara topikal merangsang respon im un seluler dan respon imun lokal melalui stimulasi monosit, makrofag dan sel den dritik di jaringan perifer untuk memproduksi sitokin proinflamasi, terutama inte rferon - 1 (IFN- 1), interferon- 2 (IFN- 2), interferon- 5 (IFN- 5), interferon- 6 (IF - 6), interferon- 8 (IFN- 8), interleukin 12 (IL-12) dan Tumor Necrosing Factor- (TN F). Mekanisme tersebut merupakan pertahanan alami primer terhadap infeksi virus. IFN- akan menghambat respon T helper 2 (Th2), s edangkan IL-12 dan TNF- menstimula si respon T helper1 (Th1). Imiquimod diketahui berperan pula dalam meningkatkan maturasi dan migrasi sel Langerhans fungsional yang berperan sebagai antigen pre senting cell pada jaringan epidermis kulit, menuju kelenjar l imfe regional. Kea daan ini membuat respon imun yang diinduksi oleh imiquimod menjadi lebih spesifi k terhadap antigen tertentu. 9 Imiquimod tersedia dalam bentuk krim 1% dan 5%, bermanfaat dalam penanganan kela inan infeksi maupun neoplasma dermatologi. Imiquimod digunakan 3 kali / minggu p ada malam hari sampai lesi hilang secara menyeluruh atau selama maksimal 16 ming gu. Dioleskan pada tiap lesi dan didiamkan selama 6 -10 jam.1,5,8 Pemakaian krim imiquimod 5%, 5 hari dalam seminggu selama 16 minggu memberikan perbaikan lesi pada 15 pasien anak dengan moluskum kontagiosum. 8 Penelitian lain membandingkan krim imiquimod 1% dengan placebo pada 100 pasien laki-laki moluskum kontagiosum , didapatkan perbaikan lesi menyeluruh pada 86% pasien yang mendapat terapi krim imiquimod 1%. Rekurensi lesi moluskum kontagiosum terjadi 10 bulan setelah pemb erian terakhir krim imiquimod 1% pada seorang pasien. Penggunaan krim imiquimod secara umum cukup dapat ditoleransi. Efek samping minimal berupa rasa gatal, nye ri dan terbaka r pada kulit. Pada beberapa kasus pernah dilaporkan terjadinya ef ek samping berupa eritema, indurasi, erosi dan ulkus. Efek samping sistemik beru pa sakit nyeri kepala, nyeri otot dan flu like symptoms didapatkan pada beberapa kasus. 6 Tidak didapatkan bukti timbulnya efek samping sistemik maupun toksik p ada anak -anak. 3 10. Antivirus Antivirus yang umum digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosu m adalah Cidofovir. Cidofovir merupakan analog nukleosida deoxytidine 6

monophosphate yang memiliki aktivitas antivi rus terhadap sejumlah besar DNA vir us meliputi citomegalovirus (CMV), virus herpes simplex (HSV), Human Papiloma Vi rus (HPV) dan Molluscum Contagiosum Virus (MCV). 5,14 Didalam tubuh host, cidofo vir mengalami 2 fase fosforilasi melalui jalur monofosfat kinase dan piruvat kin ase. Melalui kedua fase fosforilasi tersebut akan terbentuk cidofovir difosfat y ang merupakan metabolit aktif cidofovir. Cidofovir difosfat bekerja sebagai inhi bitor kompetitif terhadap DNA polimerase virus sehingga mampu menghambat sint es is DNA virus. 14 Cidofovir tersedia dalam bentuk krim 3% , solusio intravena dan intralesi. Beber apa studi menunjukkan hasil memuaskan penggunaan cidofovir topikal maupun injeks i intralesi pada pengobatan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus. Resolusi lesi moluskum contagiosum didapatkan 2 -6 minggu setelah pemberian terapi. 14 Se buah laporan kasus menyebutkan efektifitas pemberian krim cidofovir 3% sekali se hari selama 8 minggu pada pengobatan 2 penderita moluskum kontagiosum anak denga n infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).3 Meadows dkk melaporkan keberhasil an terapi krim cidofovir 3% dan solusio cidofovir intravena pada 3 orang penderi ta HIV sero -positif disertai moluskum kontagiosum dengan predileksi lesi di dae rah wajah, badan, ekstremitas dan perianal. Pemberian terapi cidofovir intravena pada 2 orang pasien memberikan perbaikan lesi dalam waktu 2 bulan, sedangkan ap likasi krim cidofovir 3% dua kali sehari selama 2 minggu pada seorang pasien mem berikan perbaikan lesi secara menyeluruh. 7 Cidofovir memiliki potensi cukup baik dalam pengobatan moluskum kontagiosum, terutama pada pasien dengan penurunan status imun. Akan tetapi kura ngnya efektifitas dari segi biaya memberikan batasan ter sendiri dalam pemilihan terapi. 3 Sebuah artikel menyebutka n harga krim cidofovir 3% adalah sebesar US $ 65 per gram. 14 Efek samping lokal pemberian terapi cidofovir mencakup reaksi inflamasi pada daerah sekitar lesi, sedangkan efek samping sistemik meliputi nef rotoksik, neutropenia dan asidosis metabolik. 12 7

Daftar Pustaka 1. Crowe, Mark A. Molluscum Contagiosum. http://emedicine.medscape.com/article/9 10570 -overview. Diakses tanggal 16 Januari 2009. 2. Graham , Robin & Tony. Lect ures Notes Dermatology. Edisi 8. 2005. Erlangga. Jakarta, Indonesia. 3. Hanson, Daniel & Dayna G. Diven. Molluscum Contagiosum. Dermatology Online Journal.2003, 9:1 -11. http://dermatology.cdlib.org/92/reviews/molluscum/diven.html . Diakses pada tanggal 10 Januari 2009. 4. Jawetz, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi Kedokt eran. Edisi 20. 1995. EGC. Jakarta, Indonesia. 5. Kauffman, Lisa C. Molluscum Co ntagiosum. http://emedicine.medscape.com/article/762548 -overview. Diakses tangg al 16 Januari 2009. 6. Khandpur S., Sharma VK, Sumanth K. Topical Imunomodulator s in Dermatology. J Postgrad Med. Vol. 50. Juni 2004, No.2. hal.131 -137. 7. Mea dows, K.P. Resolution of Recalcitrant Molluscum Contagiosum virus Lesions in Hum an Immunodefficiency Virus -Infected Patients Treated with Cidofovir. Archives o f Dermatology. Vol. 133. 1997. 8. Najarian, David J & Joseph C. English III. Imi quimod Cream: A New Multipurpose Topical Therapy for Dermatology. Continuing Edu cation Credit. Vol. 28. 2003, No.2. hal. 122 -125. 9. Puneet, Bhargava & Kanodia Sanjay. Imiquimod: A Novel Immune Response Modifier. Indian J. Sex. Transm. Dis . Vol. 27. 2006, No.1. hal. 2 -4. 10. Robin & Cotran. Pathologic Basis of Diseas e. 2005. Elsevier Saunders, Philadelphia, United States. 11. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. 2002. EGC, Jakarta, Indonesia. 12. T oro, Jorge R. et al. Topical Cidofovir: A novel treatment for Recalc itrant Moll uscum Contagiosum in Children Infected With Human Immunodeficiency Virus 1. Report of Cases. Arch Dermatol. Vol. 136. Agustus 2000 . hal. 983-985. 8

13. Valentine C.L.; Diven D. Treatment Modalities for Molluscum Contagiosum. Der matologic Therapy. Vol. 13. September 2000, No. 3. 14. Zabawsky, Edward J, Jr. A Review of Topical and Intralesional Cidofovir. Dermatology Online Journal. Vol. 6. 2000, No.1. hal 1 -16. http://dermatology.cdlib.org/DOJvol6num1/therapy/cido fovir/zabawsky.html . Diakses pada tanggal 10 Januari 2009. 9

Anda mungkin juga menyukai