Anda di halaman 1dari 7

H.

Penatalaksanaan

Terapi pitiriasis versikolor menggunakan agen antifungal dapat dilakukan secara topical
maupun sistemik. Pengobatan topikal yang efektif untuk pitiriasis versikolor meliputi krim,
losion, dan sampo yang diaplikasikan setiap hari atau dua kali sehari dengan jangka waktu
bervariasi. Pengobatan topikal non-spesifik untuk pitiriasis versikolor tidak secara spesifik
menangani spesies Malassezia. Sebaliknya, obat-obatan ini secara fisik atau kimia mengangkat
jaringan yang terinfeksi. Pengobatan non-spesifik yang terbukti efektif dalam mengobati
pitiriasis versikolor adalah selenium sulfida (sediaan losion, krim atau sampo), zink pirition,
propilen glikol dan salep whitfield. 1,2

Beberapa obat topikal yang bersifat antifungi dan terbukti efektif dalam mengobati
pitiriasis versikolor seperti bifonazol, klotrimazol, dan mikonazol. Ketokonazol merupakan
antifungal spectrum luas yang digunakan sebagai terapi mikosis superfisial dan sistemik. Ia
bekerja menghambat enzim lanosterol 14α-demethylase, lalu mengganggu biosintesis ergosterol
untuk membatasi fungsi dan pertumbuhan sel. Sediaan topikalnya berupa krim, sampo, dan busa.
Penggunaan krim atau busa setiap hari selama 14 hari telah terbukti efektif dalam terapi pitiriasis
versikolor. Terbinafin merupakan salah satu derivate alilamin, dengan menghambat squalene
epoxidase, ia menghalangi biosintesis sterol dan mengubah integritas membran sel jamur. Krim
terbinafin setara dengan ketokonazol topikal dan krim bifonazol, dengan penyembuhan lengkap
berkisar 88% sampai100%. Durasi rata-rata pengobatan sampai penyembuhan mikologi dengan
pemakaian krim terbinafin 1% sehari secara signifikan lebih pendek daripada krim bifonazol dua
kali sehari. Pengobatan terbinafin maksimum 4 minggu. 1

Antijamur oral atau sistemik efektif dalam mengobati berbagai infeksi, namun dapat
menyebabkan efek samping yang serius. Penggunaan antifungal oral untuk mengobati pitiriasis
versikolor dianggap sebagai pengobatan lini kedua dan digunakan untuk infeksi yang berat.
Terbinafin oral tidak efektif dalam pengobatan pitiriasis bersikolor. Terbinafin tidak
diekskresikan dalam keringat dan mungkin tidak mencapai konsentrasi yang cukup pada stratum
korneum untuk menunjukkan aktivitas fungisidal terhadap spesies Malassezia. Ketokonazol dulu
merupakan baku emas dalam pengobatan oral pada infeksi jamur, sekarang tidak lagi disarankan
untuk pengobatan mikosis superfisial, termasuk pitiriasis versikolor. Efek samping hepatotoksik
yang berkaitan dengan pemberian ketokonazol oral lebih besar risikonya dibandingkan dengan
manfaat potensialnya. 1

Saat ini terapi oral pitiriasis versikolor meliputi itrakonazol, flukonazol, dan
pramikonazol. Itrakonazol, merupakan turunan triazol, yang bekerja mengubah fungsi sel jamur
melalui penghambatan sintesis ergosterol sitokrom P450. Itrakonazol dengan jumlah total
minimal 1000 mg selama pengobatan diperlukan untuk menghasilkan respon mikologi yang
signifikan sehingga mengobati pitiriasis versikolor secara efektif. Pengobatan sekali sehari
selama 5 hari dengan 200 mg itrakonazol menunjukan efikasi tinggi hingga setelah satu bulan
pengobatan dan direkomendasikan untuk terapi pitiriasis versikolor. Regimen standar untuk
itrakonazol adalah 7 hari pengobatan. Itrakonazol dapat diberikan sekali perbulan selama 6 bulan
sebagai profilaksis dengan dosis 200 mg dua kali sehari. Flukonazol adalah antijamur turunan
triazol, bekerja menghambat sintesis ergosterol sitokrom P450 yang serupa dengan itrakonazol
dan ketokonazol . Studi menunjukkan bahwa flukonazol setara dengan atau bahkan lebih efektif
daripada ketokonazol orak dalam mengobati pitiriasis versikolor. Efikasi regimen mingguan
flukonazol adalah 150 mg atau 300 mg setiap minggu dalam 4 minggu, atau 300 mg dua kali
seminggu selama 4 minggu. Empat minggu setelah pengobatan terakhir, penyembuhan
mikologik untuk regimen 300 mg secara signifikan lebih tinggi dari 150 mg flukonazol.
Sehingga direkomendasikan 300 mg flukonazol dua kali seminggu direkomendasikan untuk
terapi pitiriasis versikolor. Pramikonazol juga merupakan turunan triazol, mekanisme kerjanya
mengganggu sintesis ergosterol pada sel jamur. Ia telah terbukti aktif secara in vitro terhadap
dermatofit, spesies Candida, dan spesies Malassezia.

Tabel 2.1 Daftar obat untuk Pitiriasis Versikolor yang ada di Indonesia
Sebuah studi yang melibatkan 19 pasien pitiriasis versikolor diterapi dengan
pramikonazol 200 mg setiap hari selama 3 hari dan pasien dipantau selama 30 hari. Sepanjang
penelitian, gejala klinis berkurang secara signifikan. Sepuluh hari setelah pengobatan dimulai, 8
pasien KOH negatif, pada hari ke-30 19 pasien KOH negatif. Efek samping paling umum yang
ditimbulkan pramikonazol adalah sakit kepala. Studi lain menunjukan efek samping yang umum
dari pramikonazol adalah diare dan mual. Secara keseluruhan, pramikonazol merupakan terapi
yang menjanjikan untuk pitiriasis versikolor namun tetap harus ditentukan efikasi klinisnya. 1,2

1. Annisa SP, Tri US. Pitiriasis Versikolor: Diagnosis dan Terapi. J Agromedicine. 5 (1).
Juni 2018. 451-(52).
2. Liana V, Dwi K. Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor. Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah, Denpasar.
https://erepo.unud.ac.id/id/eprint/3658/1/d705e672f21841a07c90fd46a56fe0e9.
(Diakses : 1 Oktober 2023)

I. Diagnosa Banding

Bentuk gambaran klinis dari PV bervariasi dari putih kekuningan, kemerahan, hingga coklat.
Pada lesi awal biasanya akan muncul lesi hipopigmentasi, namun seiring dengan waktu lesi
tersebut lama kelamaan dapat menjadi hiperpigmentasi. Oleh karena itu, diagnosa banding untuk
PV dibedakan pula menurut warna lesi yang muncul yaitu hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. 4
Diagnosis banding PV dengan lesi hiperpigmentasi antara lain yaitu pitiriasis rosea, eritrasma,
dermatitis seboroik, dan tinea korporis. Diagnosa banding PV dengan lesi hipopigmentasi antara
lain yaitu pitiriasis alba, vitiligo, morbus Hansen tipe tuberkuloid, hipopigmentasi paska
inflamasi, pinta, chemical leucoderma, dan progresif macular hypomelanosis. Berikut adalah
diagnosis banding pitiriasis versikolor dengan lesi hipopigmentasi :

1. Pitiriasis alba

Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3–16 tahun (30-40%). Lesi berbentuk bulat
atau oval. Pada mulanya lesi berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama kulit
diatasnya. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai hanya hipopigmentasi dengan skuama
halus. Bercak biasanya multipel 4 – 20. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50 – 60%),
paling sering di sekitar mulut, dagu, pipi, dan dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan
badan. Lesi umumnya asimtomatik tetapi dapat juga terasa gatal dan panas. Pemeriksaan
menggunakan lampu Wood, kelainan ini dapat dibedakan dari vitiligo dengan adanya batas yang
tidak tegas dan lesi yang tidak amelanotik. 3

2. Vitiligo

Vitiligo adalah suatu hipomelanosis yang didapat bersifat progresif, seringkali familial ditandai
dengan makula hipopigmentasi pada kulit, berbatas tegas, dan asimtomatis. Makula
hipomelanosis yang khas berupa bercak putih seperti putih kapur, bergaris tengah beberapa
millimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk bulat atau lonjong dengan tepi berbatas tegas
dan kulit pada tempat tersebut normal dan tidak mempunyai skuama. Vitiligo mempunyai
distribusi yang khas. Lesi terutama terdapat pada daerah yang terpajan (muka, dada bagian atas,
dorsum manus), daerah intertriginosa (aksila, lipat paha), daerah orifisium (sekitar mulut,
hidung, mata, rektum), bagian ekstensor permukaan tulang yang menonjol (jari-jari, lutut, siku).
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood makula amelanotik pada vitiligo tampak putih berkilau,
hal ini membedakan lesi vitiligo dengan macula hipomelanotik pada kelainan hipopigmentasi
lainnya. 4,5
3. Hipopigmentasi paska inflamasi

Merupakan hilangnya sebagian atau total dari pigmentasi kulit, yang terjadi setelah inflamasi
pada kulit. Distribusi dan derajat keparahan kehilangan pigmen berkaitan dengan luas dan derajat
inflamasi. Predileksi dan bentuk kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesuai dengan lesi
primernya. Hal ini khas pada kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesudah menderita psoriasis.
Hipopigmentasi terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai menghilang setelah
beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada area yang terpapar matahari. Patogenesis
proses ini dianggap sebagai hasil dari gangguan transfer melanosom dari melanosit ke
keratinosit. Pada dermatitis, hipopigmentasi mungkin merupakan akibat dari edema sedangkan
pada psoriasis mungkin akibat meningkatnya epidermal turnover. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan sebelumnya. Jika diagnosis belum berhasil
ditegakkan maka biopsi pada lesi hipopigmentasi akan menunjukkan gambaran penyakit kulit
primernya. 3,5

3. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
4. Aljabre SHM, Alzayir AAA, Abdulghani M, Osman OO. Pigmentary changes of tinea
versicolor in dark skinned patients. Int J Dermatology
5. Kimdu RV and Garg A. Yeast Infection: Candidiasis, tinea (pityriasis) versicolor, and
Malassezia (pityrosporum) folliculitis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ and Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th
ed. New York: McGraw-Hill

J. Pencegahan

Predisposisi terhadap Tinea versikolor dipengaruhi oleh faktor kebersihan diri dan faktor
lingkungan. Kebersihan diri merupakan salah satu faktor lingkungan yang diketahui dapat
meningkatkan risiko terjadinya Tinea versikolor. Salah satu pencegahan terjadinya Tinea
versikolor adalah dengan menjaga kebersihan diri. Kebersihan diri adalah kegiatan yang meliputi
perawatan diri dengan tujuan menjaga kebersihan dan penampilan tubuh seseorang. Aktivitasnya
seperti mandi, menyikat gigi, mencuci rambut, melakukan perawatan kuku. Kebersihan diri yang
baikdapat meningkatkan kenyamanan, menumbuhkan citra diri yang positif, menjaga kulit agar
tetap sehat,serta membantu mencegah infeksi suatupenyakit. Praktik dalam penerapan kebersihan
diri dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor pribadi, sosial dan budaya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya kebersihan diri diantaranya adalah kelompok sosial, preferensi
pribadi, citra tubuh, status sosial ekonomi, budaya, serta keyakinan dan motivasi kesehatan. 6

6. Zita A, Cindy PS. Pengetahuan, sikap danperilakupelajar SMAN 4 Sukabumi


terkaitpencegahanpenyakit akibat Tinea versikolor. Tarumanagara Medical Journal. 4(2).
Oktober 2022 : 360-(68).

K. Prognosis

Pityriasis versikolor bersifat jinak dan tidak menular karena patogen jamur penyebabnya bersifat
komensal dengan kulit normal. Agen antijamur oral dan topikal efektif; Namun, kekambuhan
penyakit sering terjadi dan mungkin berdampak pada kualitas hidup pasien. Oleh karena itu,
tindakan pencegahan harus dilakukan. Selain itu, pasien harus diingatkan bahwa perubahan
pigmentasi mungkin memerlukan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan untuk hilang,
bahkan jika jamur telah diberantas. 7

7. Mehdi K, William PM. Tinea Versicolor. Statpearls. National center for Biotechnology
Information. Statpearl. https://www-ncbi-nlm-nihgov. Goog/books/NBK482500/?_X_tc.
(Diakses: 1 Oktober 2023).

Integrasi Keislaman

Integrasi Keislaman

‫ِاَّن َهّٰللا ُيِحُّب الَّت َّو اِبْي َن َو ُيِحُّب اْلُم َت َط ِّه ِر ْي َن‬
Terjemahnya :
….Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan
diri.
Bagian akhir pada ayat ini menerangkan bahwa Allah menyayangi hamba-Nya yang
selalu menjaga kebersihan. Dari arti ayat tersebut, kita diingatkan untuk tetap menjaga
kebersihan yang juga merupakan sebagian dari iman. Dengan mensucikan diri, berarti kita
menunjukkan cinta dan pengabdian kepada Allah SWT. Disamping itu juga dapat
memberikan kesehatan untuk fisik maupun jiwa manusia. 8
Dijelaskan bahwa Allah SWT sangat mencintai kebersihan. Itulah sebabnya ada
kewajiban untuk membersihkan diri dengan berwudhu sebelum menunaikan ibadah salat.
Berdasarkan dari kelainan kulit yang dibahas, pitiriasis versicolor merupakan salah satu
jenis penyakit akibat infeksi jamur, yang salah satu penyebabnya bisa juga dipengaruhi
dengan bagaimana cara menjaga hygenitas. Dengan menjaga kebersihan dan hyginitas selain
menunjukan rasa cinta pada Allah SWT, dan pada diri sendiri hal ini akan membawa
pengaruh positif yaitu menghindarkan kita sebagai manusia dari berbagai macam penyakit
atau mengecilkan faktor risiko munculnya penyakit termasuk pitiriasis versicolor ini.

8. RI DA. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Departemen Agama RI; 2017.

Anda mungkin juga menyukai