Anda di halaman 1dari 26

JOURNAL READING

Antibiotic Treatment Strategies for Community-Acquired


Pneumonia in Adults

Pembimbing :
dr. B. Susanto Permadi, Sp.PD

Oleh:
Mega Mulya Dwi Fitriyani 1620221191

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD AMBARAWA

Jurnal Dengan Judul:

Antibiotic Treatment Strategies for Community-Acquired Pneumonia in Adults

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian


Kepaniteraan Klinik di Dapartemen Penyakit Dalam
RSUD Ambarawa

Disusun Oleh :
Mega Mulya Dwi Fitriyani 1620221191

Telah Disetujui Oleh Pembimbing:

dr. B. Susanto Permadi, Sp.PD


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat,
karunia dan hidayah-Nya, journal yang berjudul “Antibiotic Treatment Strategies for
Community-Acquired Pneumonia in Adults” dapat diselesaikan.
Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada dr.
B. Susanto Permadi, Sp.PD selaku pembimbing yang dengan penuh dedikasi,
kesabaran dan keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing
penulis sehingga hambatan dalam penulisan journal ini dapat teratasi.
Penulis menyadari bahwa tulisan dalam journal ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan pada
journal. Penulis juga mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari semua
pihak agar menjadi lebih baik. Semoga journal ini bermanfaat bagi para pembaca dan
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya kedokteran dikemudian hari.

Ambarawa, 5 Juni 2018

Penulis
Strategi Pengobatan Antibiotik untuk Community-Acquired
Pneumonia (CAP) pada Dewasa

ABSTRAK
LATAR BELAKANG
Pilihan pengobatan antibiotik empiris untuk pasien dengan Community-Acquired
Pneumonia (CAP) yang dirawat di bangsal rumah sakit non-intensif (ICU) bermasalah
dengan terbatasnya ketersediaan bukti. Kami membandingkan strategi pengobatan
empiris (memungkinkan penyimpangan untuk alasan medis) dengan monoterapi beta-
laktam, terapi kombinasi beta-laktam-macrolide, atau monoterapi fluoroquinolone.
METODE
Pada studi klaster-acak, percobaan crossover dengan strategi yang diubah/dirotasi
setiap 4 bulan, dilakukan tes noninferiority dari strategi pengobatan beta lactam dengan
betalaktam-makrolid dan florokuinolondalam kejadian mortalitas yang terjadi dalam
90 hari. Dengan metode analisis tujuan-teurapetik, menggunakan margin noninferior
3% dari hasil penelitian yang didapatkan, dan CI 90% dua-sisi.
HASIL
Sebanyak 656 pasien dilibatkan dalam strategi pengobatan beta-laktam, 739 pasien
dengan strategi pengobatan kombinasi beta-laktam-macrolide, dan 888 pasien dengan
strategi pengobatan fluoroquinolone, dengan masing-masing tingkat kepatuhan
terhadap strategi pengobatan 93,0%, 88,0%, dan 92,7%. Usia rata-rata pasien adalah
70 tahun. Angka kematian dalam 90 hari adalah 9,0% (59 pasien), 11,1% (82 pasien),
dan 8,8% (78 pasien), masing-masing, selama strategi pengobatan ini. Dalam analisis
tujuan pengobatan, risiko kematian lebih tinggi sebesar 1,9 poin persentase (90%
interval kepercayaan [CI], −0,6 hingga 4,4) dengan pengobatan betalaktam-macrolide
dibandingkan dengan strategi pengobatan beta-laktam dan lebih rendah 0,6 poin
persentase (90% CI, −2,8 hingga 1,9) dengan strategi pengobatan fluoroquinolone
dibandingkan dengan strategi pengobatan beta-laktam. Hasil ini menunjukkan
noninferiority dari strategi pengobatan beta-laktam. Rata-rata lama perawatan di rumah
sakit adalah 6 hari untuk semua strategi pengobatan, dan waktu median untuk memulai
pengobatan oral adalah 3 hari (rentang interkuartil, 0 sampai 4) dengan pengobatan
fluoroquinolone dan 4 hari (rentang interkuartil, 3 hingga 5) dengan strategi
pengobatan lain.
KESIMPULAN
Di antara pasien dengan CAP yang dicurigai secara klinis yang dirawat di bangsal non-
ICU, strategi pengobatan empiris yang lebih disukai dengan monoterapi beta-laktam
tidak lebih buruk daripada strategi pengobatan dengan kombinasi beta-laktam-
macrolide atau monoterapi fluoroquinolon berkaitan dengan mortalitas 90 hari.

Community-Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyebab utama rawat inap dan


kematian di seluruh dunia. Sebagian besar pedoman merekomendasikan bahwa
pengobatan antibiotik didasarkan pada tingkat keparahan penyakit, dinilai baik
berdasarkan tingkat yang diperlukan atau pada dasar dari skor risiko prognosis. Untuk
pasien dengan CAP yang diduga secara klinis yang dirawat di bangsal ruang perawatan
non-intensif (ICU), pedoman merekomendasikan terapi kombinasi dengan beta-laktam
plus macrolide atau plus ciprofloxacin atau monoterapi dengan moxifloxacin atau
levofloxacin untuk pengobatan empiris. Pedoman ini telah meningkatkan penggunaan
makrolida dan fluoroquinolon, meskipun kelas antibiotik ini telah dikaitkan dengan
peningkatan perkembangan resistensi.7,8 Bukti yang mendukung rekomendasi ini
terbatas.9-13 Rekomendasi untuk menambahkan macrolide ke beta- laktam didasarkan
pada penelitian observasional, yang rentan terhadap perancu oleh indikasi. Meskipun
fluoroquinolon telah dievaluasi secara acak, uji coba terkontrol, keunggulan mereka
15,16
atas monoterapi betalaktam belum terbukti. Selain itu, hasil uji coba terkontrol
secara acak mungkin dipengaruhi oleh paparan antibiotik di rumah sakit yang terjadi
sebelum randomisasi17,18 dan sering memiliki kriteria inklusi restriktif, yang membatasi
generalisasi hasil mereka untuk praktek sehari-hari.
Oleh karena itu kami menilai apakah strategi pengobatan empiris yang lebih
disukai dengan monoterapi beta-laktam tidak lebih baik daripada terapi kombinasi
beta-laktam-macrolide yang disukai atau monoterapi fluoroquinolone yang lebih
disukai, sehubungan dengan semua penyebab kematian dalam 90 hari pada orang
dewasa dengan CAP yang diduga secara klinis dirawat di bangsal non-ICU. Strategi
ini memungkinkan penyimpangan dari terapi antibiotik yang diberikan untuk alasan
medis, sehingga tidak membahayakan perawatan. Kami melakukan uji coba pragmatis,
klaster-acak, crossover untuk mengatasi perancu oleh indikasi dan efek dari terapi
antibiotik pra-pengacakan.

METODE
Desain Studi dan Pengawasan
Community-Acquired Pneumonia (CAP) – Study on the Initial Treatment with
Antibiotics of Lower Respiratory Tract Infections (CAP-START) dilakukan di tujuh
rumah sakit di Belanda, dari Februari 2011 hingga Agustus 2013 (lihat Lampiran
Tambahan, tersedia dengan teks lengkap artikel ini di NEJM.org). Rancangan dan
18
alasan penelitian ini telah dijelaskan di tempat lain, dan data dilaporkan sesuai
dengan Pernyataan Consolidated Standards of Reporting Trials (CONSORT) untuk
studi cluster-acak dan noninferiority.19,20 Rincian studi tambahan disediakan dalam
protokol penelitian dan rencana analisis statistik, yang tersedia di NEJM.org. Protokol
penelitian disetujui oleh dewan peninjau etika di University Medical Centre Utrecht
(nomor referensi 10/148), oleh dewan peninjau institusional lokal, dan oleh komite
antibiotik di setiap rumah sakit yang berpartisipasi.

Kelayakan dan Rekrutmen Pasien


Pasien usia 18 tahun atau lebih dengan CAP yang dicurigai secara klinis yang
memerlukan pengobatan antibiotik dan rawat inap di bangsal non-ICU memenuhi
syarat untuk penelitian (Tabel 1). Pasien dengan fibrosis kistik tidak memenuhi syarat.
Rumah Sakit G (lihat Lampiran Tambahan) hanya mencakup pasien dengan skor
CURB-65 lebih besar dari 2 (skor CURB-65 dihitung dengan menetapkan 1 poin
masing-masing untuk confusion, uremia [nitrogen urea darah ≥20 mg per desiliter], RR
yang tinggi [≥30 kali per menit], tekanan darah sistolik rendah [<90 mm Hg] atau
tekanan darah diastolik [≤60 mm Hg], dan usia 65 tahun atau lebih, dengan skor yang
lebih tinggi menunjukkan risiko kematian yang lebih tinggi dalam 30 hari) .21
Kami menggunakan pelatihan di tempat perawat penelitian di seluruh penelitian untuk
memastikan standarisasi definisi kasus.
Pendaftar IGD diskrining setiap hari untuk pasien yang memenuhi syarat oleh
perawat penelitian atau dokter. Memperoleh informed consent sebelum intervensi
dianggap tidak perlu, karena pasien tidak mengalami pengacakan secara individual,
dan semua antibiotik yang kami pelajari digunakan dalam praktek saat ini.22 Informed
consent tertulis diperoleh dalam 72 jam setelah penerimaan diperlukan untuk
pengumpulan data.
Intervensi
Selama 4 bulan berturut-turut, monoterapi betalaktam, kombinasi beta-laktam
dengan makrolida, atau monoterapi fluoroquinolon digunakan sebagai pengobatan
empiris yang lebih disukai untuk pasien yang memenuhi syarat. Urutan strategi diacak
secara terpisah di setiap rumah sakit, tanpa periode washout. Pasien dirawat dan dinilai
sesuai dengan strategi yang berlaku pada tanggal penerimaan. Dokter berulang kali
diberitahu tentang strategi antibiotik saat ini oleh peneliti lokal dan dengan penggunaan
buletin dan presentasi.
Antibiotik yang diizinkan selama setiap periode strategi pengobatan (Tabel 1)
didasarkan pada pedoman Belanda 2005.23 Dokter didorong untuk menerapkan strategi
pengobatan yang ditugaskan untuk perawatan penuh pasien dengan CAP yang
dicurigai, kecuali ada alasan medis untuk tidak, seperti efek samping atau de-eskalasi
pengobatan antibiotik (misalnya, karena beralih ke pengobatan yang ditargetkan ketika
patogen penyebab telah diidentifikasi). Kepatuhan pada strategi didefinisikan sebagai
pengobatan sesuai dengan strategi yang ditetapkan atau penyimpangan dari strategi
karena alasan medis (yaitu, motivasi penyimpangan), terlepas dari pergantian
berikutnya dari pengobatan antibiotik ke antibiotik yang tidak ditentukan. Kepatuhan
pada antibiotik didefinisikan sebagai pengobatan awal dengan antibiotik yang
diberikan, terlepas dari pergantian berikutnya dari pengobatan antibiotik ke antibiotik
yang tidak ditentukan.
Tabel 1.
Definisi kasus
Pneumonia yang didapat masyarakat (CAP) (diagnosis kerja): Adanya setidaknya
dua kriteria klinis diagnostik dan perawatan di rumah sakit dengan antibiotik untuk
CAP yang diduga secara klinis sebagaimana didokumentasikan oleh dokter yang
merawat. Pasien dengan dua atau lebih kriteria dan sumber infeksi non-pernafasan
yang jelas tidak dianggap memiliki diagnosis kerja CAP, atau pasien yang baru saja
dirawat di rumah sakit (selama> 48 jam dalam 2 minggu sebelumnya) atau yang
dirawat dalam jangka panjang.

CAP dikonfirmasi secara radiologi: Diagnosis kerja CAP ditambah adanya infiltrat
baru atau peningkatan infiltrat pada rontgen dada atau computed tomography (CT)
dan setidaknya dua kriteria klinis lainnya.

Kriteria klinis diagnostik


Batuk
Produksi sputum purulen atau perubahan karakter dahak
Suhu> 38 ° C atau <36,1 ° C
Temuan Auskultasi konsisten dengan pneumonia, termasuk rales, bukti konsolidasi
paru (redup pada perkusi, suara napas bronkial, atau egophony), atau keduanya
Leukositosis (> 10 × 109 sel putih per liter atau> 15% bands)
Tingkat protein C-reaktif lebih dari 3 kali batas atas kisaran normal
Dyspnea, tachypnea, atau hipoksemia
Infiltrat baru atau meningkat pada radiografi dada atau CT scan

Strategi intervensi *
Strategi Beta-laktam: pengobatan empiris yang lebih disukai dengan amoxicillin,
amoksisilin ditambah klavulanat, atau sefalosporin generasi ketiga. Penisilin tidak
diizinkan sebagai monoterapi beta-laktam empiris.
Strategi beta-laktam-macrolide: pengobatan empiris yang lebih disukai dengan
penisilin, amoksisilin, amoksisilin ditambah klavulanat, atau sefalosporin generasi
ketiga dalam kombinasi dengan azitromisin, eritromisin, atau klaritromisin

Strategi Fluoroquinolone: pengobatan empiris yang lebih disukai dengan


moxifloxacin atau levofloxacin

* Strategi didasarkan pada rekomendasi dalam pedoman Belanda tentang


pengobatan CAP yang tersedia sebelum dimulainya penelitian.23

Pengacakan
Pengacakan yang dihasilkan komputer dilakukan dalam enam kelompok,
masing-masing berisi urutan dari tiga strategi antibiotik. Rumah sakit ditentukan
urutannya setelah mendapat persetujuan penelitian oleh komite antibiotik rumah sakit.
Dua rumah sakit yang memiliki staf medis erat berkolaborasi secara acak sebagai satu
kelompok. Semua rumah sakit direncanakan untuk berpartisipasi sampai ukuran
sampel yang dihitung terpenuhi atau selama maksimal 2 tahun (Gambar. S1 dalam
Lampiran Tambahan).

Outcomes
Primary outcomes adalah semua penyebab kematian dalam 90 hari setelah
masuk. Secondary outcomes adalah waktu untuk memulai pengobatan oral, lama rawat
di rumah sakit, dan terjadinya komplikasi minor atau mayor selama tinggal di rumah
sakit. Semua hasil diukur pada masing-masing pasien.

Pengumpulan data
Data pada presentasi klinis, hasil tes laboratorium dan mikrobiologi, agen
antibiotik yang digunakan, komplikasi, dan hasil klinis diambil dari rekam medis. Data
direkam oleh perawat penelitian langsung setelah pasien diinklusi. Ketika alasan
penyimpangan dari pengobatan empiris yang ditugaskan tidak jelas dalam bagan
medis, perawat penelitian meminta informasi dari dokter yang bertanggung jawab.
Mortalitas 90 hari ditentukan dari database catatan pasien dari setiap rumah sakit yang
berpartisipasi atau dari database catatan pribadi kota (lihat Lampiran Tambahan).

Analisis Statistik
Rincian tentang perhitungan ukuran sampel disediakan dalam Apendiks
Tambahan. Analisis dilakukan sesuai dengan prinsip tujuan terapeutik, dengan
penyesuaian untuk pengelompokan. Perbedaan antara kelompok dalam mortalitas 90-
hari dinilai dengan menggunakan mixed-effect logistic-regression analysis, termasuk
rumah sakit sebagai efek tetap dan setiap periode strategi per rumah sakit sebagai
intersepsi acak. Kami memperkirakan perbedaan risiko absolut di antara strategi
dengan rata-rata risiko individu yang dihitung atau masing-masing kelompok
perlakuan, dan interval kepercayaan dihitung dengan menggunakan 2.000 sampel.25
Noninferiority dinilai dalam tes satu sisi pada tingkat signifikansi 0,05 dengan
menggunakan two-sided CI 90%.
Perbedaan dalam lama perawatan di rumah sakit dan waktu untuk memulai
pemberian antibiotik oral diuji dengan mixed-effect Cox proportional-hazards
models.26 Frekuensi komplikasi mayor dan minor dibandingkan dengan mixed-effect
multinominal regression. Analisis post hoc dari populasi yang patuh strategi dan patuh
antibiotik dilakukan untuk semua hasil. Kami melakukan analisis sensitivitas yang
mencakup hanya pasien dengan CAP dikonfirmasi secara radiologis (Tabel 1) dan yang
menilai mortalitas 30 hari, bukan kematian 90 hari, dan kami menghitung two-sided CI
90%. Data yang hilang diperhitungkan oleh beberapa imputasi, 27 dengan pengecualian
data pada tingkat pernapasan, denyut jantung, dan kebingungan saat masuk; nilai-nilai
untuk variabel-variabel ini diasumsikan normal ketika data hilang. Analisis dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak R, versi 3.0.2 (R Project for Statistical
Computing) .28
HASIL
Pendaftaran
Sebanyak 3325 pasien memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam penelitian,
dan 2.283 (69%) memberi persetujuan. Usia rata-rata pasien adalah 70 tahun (rentang
interkuartil, 59-79). Di antara pasien yang tidak termasuk, usia rata-rata adalah 74
tahun (rentang interkuartil, 63 hingga 83) selama periode strategi betalactam, 74 tahun
(rentang interkuartil, 61 hingga 82) selama periode strategi beta-laktam-macrolide, dan
74 tahun (kisaran interkuartil, 61-83) selama periode strategi fluoroquinolone, dan
alasan untuk inklusi serupa di seluruh strategi (Gambar 1). Karakteristik dasar dari
pasien yang termasuk adalah serupa antar periode strategi, kultur darah dan kultur
sputum dan pengujian antigen urin untuk Streptococcus pneumoniae dan Legionella
pneumophila dilakukan dengan frekuensi yang sama (Tabel 2). Penyebab mikroba
CAP serupa pada tiga kelompok perlakuan. S. pneumoniae adalah patogen yang paling
sering terdeteksi (pada 15,9% pasien), diikuti oleh Haemophilus influenzae (6,8%);
patogen atipikal ditemukan pada 2,1% pasien (Tabel S1 dalam Lampiran Tambahan).
Resistensi terhadap pengobatan antibiotik yang dimulai paling tinggi dengan strategi
beta-laktam (Tabel S2 dalam Lampiran Tambahan).
Enam rumah sakit menyelesaikan 6 periode strategi acak masing-masing;
pendaftaran dihentikan di satu rumah sakit setelah 4,5 periode, ketika jumlah pasien
yang dituju per kelompok pengobatan telah tercapai. Pergantian dari satu periode
strategi pengobatan ke yang berikutnya terjadi seperti yang direncanakan kecuali di
satu rumah sakit: karena masalah pasokan fluoroquinolone yang tidak terduga, 4
minggu periode fluoroquinolone pertama ditukar dengan periode beta-laktam-
makrolida berikutnya (Gambar. S1 dalam Lampiran Tambahan ).
Strategi Kepatuhan dan Penggunaan Antibiotik
Tingkat kepatuhan terhadap strategi dan pengobatan antibiotik ditunjukkan
pada Gambar 1. Penggunaan antibiotik selama setiap periode strategi dirangkum dalam
Tabel S3 di Lampiran Tambahan, dan kepatuhan antibiotik diringkas dalam Gambar
S3 di Lampiran tambahan. Jumlah pasien yang secara empiris diobati dengan cakupan
antibiotik untuk patogen atipikal (yaitu, macrolides, fluoroquinolones, dan
doxycycline) selama periode strategi betalactam adalah 67% lebih sedikit daripada
jumlah yang diobati dengan cakupan atipikal selama periode beta-laktam-macrolide
dan 69% lebih sedikit dari jumlah selama periode strategi fluoroquinolone, dan jumlah
hari kumulatif dengan cakupan atipikal adalah 57% dan 62% lebih sedikit, masing-
masing.
Penyimpangan dibuat untuk 565 pasien (24,8%); sebanyak 200 dari
penyimpangan ini tidak memiliki alasan medis yang terdokumentasi. Alasan medis
yang paling sering untuk penyimpangan dari strategi beta-laktam adalah kebutuhan
yang dirasakan untuk menutupi patogen atipikal (53 pasien, 8,1%), kontraindikasi
untuk beta-laktam (21 pasien, 3,2%), dan memulai pengobatan baru-baru ini dengan
kelas antibiotik lain atau kurangnya respon terhadap pengobatan sebelumnya dengan
beta-laktam (27 pasien, 4,1%) (Tabel S4 dalam Lampiran Tambahan). Di antara pasien
yang menerima terapi yang ditentukan, beralih ke kelas antibiotik lain karena dirasakan
pemulihan klinis tidak cukup sebanyak 41 pasien (8,8%) selama periode strategi beta-
laktam, sebanyak 33 pasien (6,1%) selama periode strategi beta-laktam, dan sebanyak
26 pasien (3,7%) selama periode strategi fluoroquinolone. Alasan lain untuk beralih
kelas antibiotik disediakan dalam Tabel S5 di Lampiran Tambahan.

Primary Outcome
Semua penyebab kematian pada 90 hari tidak dapat dinilai untuk empat pasien;
pasien-pasien ini dimasukkan hanya dalam analisis sekunder (Gambar 1). Perbedaan
mutlak dalam risiko kematian yang disesuaikan antara strategi beta-laktam dan strategi
betalaktam-macrolide adalah 1,9 poin persentase (90% interval kepercayaan [CI], −0,6
hingga 4,4) yang mendukung strategi beta-laktam, dan perbedaan absolut antara
strategi beta-laktam dan strategi fluoroquinolone adalah −0,6 poin persentase (90% CI,
−2,8 hingga 1,9) mendukung strategi fluoroquinolone. Interval kepercayaan ini tidak
termasuk margin yang ditentukan sebelumnya dari 3-persentase-titik kematian 90 hari
yang lebih tinggi, sehingga menunjukkan noninferiority dari strategi monoterapi beta-
laktam ke beta-laktam-macrolide dan strategi monoterapi fluoroquinolone (Gbr. 2).
Dalam populasi yang patuh pada strategi pengobatan dan antibiotik, perbedaan
risiko yang disesuaikan secara absolut serupa dengan yang ada pada tujuan terapeutik
populasi. Perkiraan serupa diperoleh dalam analisis sensitivitas pasien dengan CAP
dikonfirmasi radiologi dan dalam analisis mortalitas 30 hari. Interval kepercayaan 95%
dua sisi untuk perbandingan strategi beta-laktam dengan strategi fluoroquinolone
melintasi margin non-inferioritas (Gambar 2, dan Tabel S6, S7, dan S8 dalam Lampiran
Tambahan).

Secondary Outcomes
Median lama rawat di rumah sakit adalah 6 hari untuk semua strategi, tetapi
kuartil atas lebih tinggi selama periode strategi beta-laktam-macrolide (Tabel 3).
Median durasi pengobatan intravena adalah 3 hari selama periode strategi
fluoroquinolone dan 4 hari selama periode strategi lainnya (Tabel 3). Proporsi pasien
yang pengobatan dimulai dengan antibiotik oral adalah 27% selama periode strategi
fluoroquinolone, dibandingkan dengan 13% dan 10% selama periode beta-laktam dan
beta-laktam-macrolide, masing-masing. Tidak ada perbedaan yang signifikan di antara
tiga strategi dalam kejadian komplikasi mayor atau minor (Tabel 3).
Gambar 2. Plot Noninferiority.
Plot noninferiority menunjukkan perbedaan risiko absolut mentah dan disesuaikan
untuk mortalitas 90 hari terkait dengan kombinasi beta-laktam-macrolide dan
strategi monoterapi fluoroquinolone, dibandingkan dengan strategi monoterapi beta-
laktam, dalam analisis populasi intention-to-treat, populasi yang patuh pada strategi,
dan populasi yang patuh terhadap antibiotik, serta untuk analisis sensitivitas
termasuk hanya pasien dengan CAP yang dikonfirmasi secara radiologis. Untuk
memungkinkan pengujian satu sisi noninferiority, 90% interval kepercayaan
dihitung (ditampilkan dalam warna hitam); Interval kepercayaan 95% juga
disediakan (ditampilkan dalam warna merah). Interval keyakinan dalam area yang
diarsir abu-abu adalah noninferior. Analisis mentah memperhitungkan efek periode
cluster dan efek pusat. Analisis yang disesuaikan juga dikoreksi untuk skor Indeks
Severity Pneumonia (skor yang menggunakan 20 ukuran klinis, termasuk usia dan
jenis kelamin, untuk memprediksi risiko kematian dalam 30 hari, dengan hasil mulai
dari 0,1% [pada pasien dengan skor 0– 50] hingga 27,0% [pada pasien dengan skor>
131]); status merokok; adanya penyakit paru kronis, penyakit kardiovaskular kronis,
diabetes melitus, atau imunosupresi; pengobatan sebelumnya dengan antibiotik; dan
jumlah rawat inap selama tahun sebelumnya. Analisis populasi antibiotik yang lebih
lanjut disesuaikan dengan durasi gejala; ketergantungan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari; ada atau tidaknya kanker hematologi, kanker nonhematologic, atau
imunosupresi; Tingkat protein C-reaktif; jumlah leukosit darah utuh; dan suhu saat
masuk rumah sakit. Margin noninferiority adalah −3 persentase poin (ditampilkan
sebagai Δ). Korelasi intracluster untuk efek klaster-periode dalam analisis primer
adalah 4,5 × 10−7. Nomor yang tepat diberikan pada Tabel S6 dalam Lampiran
Tambahan, dan kurva kelangsungan hidup ditunjukkan pada Gambar S4 dalam
Lampiran Tambahan. BLM menunjukkan terapi kombinasi beta-laktam-macrolide
dan monoterapi FQL fluoroquinolone.
DISKUSI
Dalam uji coba pragmatis, klaster-acak, crossover ini, strategi pengobatan
empiris yang disukai dengan monoterapi beta-laktam adalah tidak lebih buruk daripada
strategi pengobatan dengan terapi kombinasi beta-laktam-macrolide dan dengan
monoterapi fluoroquinolon di antara pasien dengan kecurigaan CAP yang dirawat di
bangsal non ICU. Selain itu, tidak ada perbedaan yang relevan secara klinis di antara
strategi pengobatan dalam masa tinggal di rumah sakit atau pada komplikasi yang
dilaporkan. Median waktu untuk memulai pengobatan oral lebih pendek dengan
strategi fluoroquinolone, terutama karena lebih banyak pasien selama periode strategi
yang dimulai dengan pengobatan empiris oral saat masuk, tetapi ini tidak menghasilkan
penurunan lama tinggal di rumah sakit.
Pendekatan kami berbeda dari penelitian sebelumnya dalam empat aspek.
Pertama, penelitian ini membahas strategi pengobatan, daripada antibiotik individu,
dalam pengobatan pasien yang dirawat di rumah sakit dengan kecurigaan CAP secara
klinis. Untuk mencerminkan praktik medis sehari-hari, kami mengizinkan
penyimpangan dari terapi yang ditentukan untuk alasan medis. Untuk meminimalkan
perancu, semua pasien dimasukkan dalam analisis tujuan terapeutik. Meskipun
penyimpangan dan perganntian mengurangi perbedaan antara strategi pengobatan,
cakupan atipikal empiris berkurang sebesar 67% selama periode strategi beta-laktam
dibandingkan dengan periode strategi beta-laktam-macrolide dan sebesar 69% selama
periode strategi beta-laktam dibandingkan dengan periode strategi fluoroquinolone.
Jumlah hari perawatan dengan cakupan atipikal juga berkurang selama periode strategi
monoterapi beta-laktam, masing-masing sebesar 57% dan 62%. Dalam analisis post
hoc dari populasi yang patuh terhadap strategi dan antibiotik, strategi pengobatan
monoterapi beta-laktam tetap tidak lebih buruk daripada strategi beta-laktam-
macrolide. Dalam analisis kasar dari populasi yang patuh antibiotik, batas bawah dari
interval kepercayaan melewati − 3 poin persentase untuk perbandingan antara
monoterapi beta-laktam dan fluoroquinolone; Namun, setelah penyesuaian untuk
perancu, batas bawah dari interval kepercayaan jatuh dalam batas yang ditentukan dari
noninferiority.
Kedua, kami menggunakan desain acak kelompok yang memungkinkan untuk
segera memulai strategi pengobatan empiris yang ditugaskan. Komponen crossover
meningkatkan efisiensi percobaan dengan memungkinkan perbandingan efek dari
strategi dalam setiap cluster dan memastikan bahwa semua rumah sakit menggunakan
ketiga strategi, desain yang meminimalkan kemungkinan perancu. Meskipun risiko
bias seleksi yang melekat pada studi cluster-acak, karakteristik dasar dari pasien adalah
serupa antar strategi, dan penyesuaian statistik untuk yang berpotensi sebagai perancu
mengubah temuan hanya minimal. Inklusi diferensial pasien di seluruh kelompok
pengobatan tidak memungkinkan, mengingat pola usia yang sama untuk pasien yang
tidak termasuk dan tingkat pendaftaran yang sama. Kami tidak diperbolehkan untuk
mengumpulkan data tentang karakteristik lain dari pasien yang tidak termasuk. Patogen
yang ditemukan serupa antar kelompok strategi, tetapi ketahanan patogen terhadap
pengobatan yang sebenarnya paling tinggi selama periode strategi beta-laktam. Ini
tampaknya tidak mengarah pada hasil yang lebih buruk, mungkin karena tidak semua
patogen penyebab yang terbukti dan karena pergantian antibiotik.
Ketiga, semua pasien yang strategi antibiotiknya mungkin digunakan dalam
praktik sehari-hari memenuhi syarat untuk pendaftaran, yang meningkatkan
generalisasi hasil. Meskipun hal ini dapat meningkatkan heterogenitas populasi dan
potensi bias terhadap non-inferioritas, perkiraan efek serupa dalam analisis sensitivitas
yang hanya mencakup pasien dengan CAP yang dikonfirmasi secara radiologis.
Akhirnya, titik akhir primer adalah semua penyebab mortalitas dalam 90 hari,
karena CAP dikaitkan dengan mortalitas jangka panjang yang tinggi dan ini adalah
hasil yang relevan dengan pasien yang tidak rentan terhadap bias observasi.17,29,30
Analisis sensitivitas tidak direncanakan dengan mortalitas dalam 30-hari karena
hasilnya menghasilkan hasil yang sama. Di antara hasil sekunder, komplikasi, yang
diekstraksi dari rekam medis, mungkin telah diklasifikasi dan tunduk pada bias
observasi.
Noninferiority dari strategi pengobatan monoterapi beta-laktam terhadap
strategi beta-laktam-macrolide tampak jelas dalam semua analisis. Temuan-temuan ini,
bersama dengan sedikit lama tinggal di rumah sakit dengan strategi terakhir,
7,8
melaporkan asosiasi dengan perkembangan resistensi, dan kemungkinan
peningkatan risiko kejadian jantung, 31,32 menunjukkan bahwa penambahan makrolida
untuk pengobatan empiris CAP harus dipertimbangkan kembali. Dalam uji coba
terkontrol secara acak baru-baru ini, noninferiority monoterapi beta-laktam ke terapi
kombinasi beta-laktam-macrolide berkenaan dengan stabilitas klinis pada hari ke 7
tidak dapat ditunjukkan, meskipun superioritas terapi kombinasi beta-laktam-
macrolide tidak ditunjukkan. Selain itu, dalam 30 hari dan 90 hari semua penyebab
kematian dan lama rawat inap adalah serupa dengan dua terapi.33 Perbedaan antara
penelitian dan penelitian saat ini termasuk kriteria ketat untuk kelayakan dan untuk
beralih terapi dalam kasus kerusakan klinis di penelitian itu.
Beberapa aspek dari penelitian kami membutuhkan penjelasan. Dalam desain
non-inferiority, kami menggunakan uji coba dengan tingkat signifikansi alpha 0,05.
Dengan interval kepercayaan 95% - yaitu, tingkat alpha 0,025 - noninferiority beta-
laktam ke fluoroquinolones tidak ditampilkan (Gbr. 2); Namun, tidak ada
kecenderungan yang jelas menuju keunggulan untuk fluoroquinolone di salah satu
analisis yang disesuaikan lainnya.
Perbedaan dalam jumlah pasien yang memenuhi syarat per strategi dihasilkan
dari pengacakan klaster. Strategi beta-laktam dan fluoroquinolone lebih sering selama
musim dingin 2011–2012 dan 2012–2013, masing-masing, dan lebih banyak pasien
dirawat di rumah sakit selama musim dingin 2012-2013. Namun, proporsi pasien yang
termasuk dalam penelitian ini yaitu sama di seluruh musim dan antar strategi (Gambar
1, dan Gambar. S2 di Lampiran Tambahan). Meskipun insiden rendah infeksi atipikal
selama musim dingin 2011-2012 bisa menyukai strategi pengobatan betalaktam, data
surveilans nasional menunjukkan insiden infeksi Mycoplasma pneumoniae yang lebih
34
tinggi, sebagian besar CAP, selama periode itu, yang strategi beta-laktam mungkin
kurang efektif. Wabah demam Q di Belanda berakhir sebelum dimulainya penelitian
saat ini, 35 dan distribusi patogen mirip dengan penelitian lain yang mengandalkan uji
mikrobiologis rutin.36-38
Perbedaan regional penyebab mikroba dapat mengurangi generalisasi dari
39
temuan kami. Namun, resistensi S. pneumoniae terhadap penisilin, yang jarang
terjadi di Belanda, tidak mungkin mempengaruhi hasil pada pasien dengan pneumonia
40
yang diobati dengan antibiotik beta-laktam. Prevalensi resistensi S. pneumoniae
terhadap makrolida adalah 4,2% di Belanda pada tahun 2011.39 Insiden legionella
dalam penelitian ini kurang dari 1%. Kejadian yang lebih tinggi dapat mempengaruhi
efektivitas pengobatan empiris dengan monoterapi beta-laktam, yang menekankan
pentingnya pengujian cepat pada pasien dengan faktor risiko untuk penyakit
Legionnaires. Dalam penelitian ini, tes antigen urin cepat untuk legionella dilakukan
pada 492 pasien (75%) selama periode strategi beta-laktam; 5 dari pasien (1%)
dinyatakan positif, 2 di antaranya menerima ciprofloxacin secara empiris karena
kecurigaan klinis yang tinggi. Untuk 3 pasien lainnya, terapi antibiotik disesuaikan
setelah hasil tes tersedia. Semua 5 pasien memiliki hasil klinis yang baik. Kejadian
yang lebih tinggi dari infeksi Pseudomonas aeruginosa atau resisten Staphylococcus
aureus yang resisten terhadap masyarakat akan membutuhkan adaptasi dari ketiga
strategi pengobatan.
Kesimpulannya, di antara pasien dengan kecurigaan CAP yang dirawat di
bangsal non-ICU, kami menemukan bahwa strategi pengobatan empiris yang lebih
disukai dengan monoterapi beta-laktam yang memungkinkan penyimpangan karena
alasan medis tidak lebih buruk daripada strategi dengan terapi kombinasi beta-laktam-
macrolide. atau monoterapi fluoroquinolone dalam hal semua penyebab mortalitas
dalam 90 hari. Selain itu, monoterapi beta-laktam tidak terkait dengan lama perawatan
di rumah sakit yang lebih panjang atau insiden komplikasi yang lebih tinggi.
Critical Appraisal EBM

• (P) opulation /problem : Pasien usia 18 tahun atau lebih dengan CAP yang
dicurigai secara klinis yang memerlukan pengobatan antibiotik dan rawat inap
di bangsal non-ICU di tujuh rumah sakit di Belanda, dari Februari 2011 hingga
Agustus 2013.
• (I) ntervention : Selama 4 bulan berturut-turut, monoterapi betalaktam,
kombinasi beta-laktam dengan makrolida, atau monoterapi fluoroquinolon
digunakan sebagai pengobatan empiris untuk pasien yang memenuhi syarat.
Urutan strategi diacak secara terpisah di setiap rumah sakit, tanpa periode
washout.
• (C) omparison : pasien dengan strategi monoterapi betalaktam, kombinasi beta-
laktam dengan makrolida, atau monoterapi fluoroquinolon
• (O) utcomes : semua penyebab kematian dalam 90 hari setelah masuk serta
waktu untuk memulai pengobatan oral, lama rawat di rumah sakit, dan
terjadinya komplikasi minor atau mayor selama tinggal di rumah sakit.

Worksheet Critical Appraisal

Judul : Antibiotic Treatment Strategies for Community-Acquired Pneumonia in Adults

Publikasi oleh : The New England Journal of Medicine, 2015

Validity
1a Was the assignment of patients to Yes Pengacakan yang dihasilkan komputer
treatment groups truly randomized? [ √ ]
dilakukan dalam enam kelompok,
masing-masing berisi urutan dari tiga
strategi antibiotik. Rumah sakit
ditentukan urutannya setelah mendapat
persetujuan penelitian oleh komite
antibiotik rumah sakit. Dua rumah sakit
yang memiliki staf medis erat
berkolaborasi secara acak sebagai satu
kelompok. Semua rumah sakit
direncanakan untuk berpartisipasi sampai
ukuran sampel yang dihitung terpenuhi
atau selama maksimal 2 tahun (Gambar.
S1 dalam Lampiran Tambahan).

Hal. 1314 Bagian Methods :


Randomization

1b Was follow-up of patients Yes Follow-up dilakukan selama 3 bulan (90


sufficiently long and complete? [ √ ] hari)

Follow up dilakukan secara lengkap mulai


dari anamnesa mengenai persetujuan, data
demografis, dilakukan kultur darah dan
kultur sputum, pengujian antigen urin, dan
uji resistensi terhadap pengobatan
antibiotik.

Hal. 1315 Bagian Results :


Enrollment

1c Were patients analyzed in the groups Yes Menunjukkan bahwa masing-masing


which they were randomized? [ √ ] subyek dianalisis sesuai dengan kelompok
randomisasi.

Hal. 5 Suplementary Appendix


Figure S1 Randomization chart

1d Were patients, physicians and those No Informed consent tertulis diperoleh pasien
doing the assesments ”blind” to [ - ] dalam 72 jam setelah penerimaan
treatment? diperlukan untuk pengumpulan data.
Dokter diberitahu tentang strategi
antibiotik saat ini oleh peneliti lokal

Hal. 1313 Bagian Methods :


Eligibility and Recruitment of Patients

1e Were the groups treated equally, No Tiap kelompok sample diberikan


apart from the experimental [ - ] golongan antibiotik yang sama namun
treatment? pemberian obatnya berbeda tergantung
dokter yang memberikan terapi namun
jenis obat dalam satu golongan yang
diberikan diberi batasan obat antibiotik
yang telah ditentukan.

Hal. 1313 Bagian Methods :


Eligibility and Recruitment of Patients

1f Were the groups similiar at the start No Kelompok dalam penelitian tidak
of the trial? [ - ] memiliki karakteristik yang sama pada
awal penelitian, waktu dimulai
pengobatan antibiotik oral tiap pasien
bervariasi antara 3-5 hari.

Hal. e592 Bagian Methods :


Outcomes
Importance
2a What is the magnitude of the Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
treatment effect? perangkat atau penilaian yang lebih dari 1, sehingga
penelitian ini bisa diaplikasikan pada beberapa
kondisi dan memberikan hasil yang valid.

Hal. 1320 Table 3


2b How precise is this estimate of the Penelitian ini menggunakanan CI 95% dan 2000
treatment effect? sample, sehingga derajat kepercayaan penelitian ini
95%

Hal. 1318 Result bagian Primary outcome


Applicable
3a Is our patients so different from Yes Penelitian ini signifikan dan mungkin
those in the study that its results [ √ ] dapat memberikan efek sehingga dapat
cannot apply? dapat diterapkan. Dan di Indonesia angka
kejadian CAP cukup tinggi sehingga
penelitian ini bisa diaplikasikan .

3b Is the treatment feasible in our Yes Ya, karena intervensi dalam penelitian ini
setting? [ √ ] menggunakan guideline dan obat yang
digunakan juga digunakan di Indonesia.

3c What are our patients potential Yes Pasien dalam penelitian ini dapat sembuh
benefits and harms from the [ √ ] dan keluar dari RS berkat pengobatan
therapy? strategi antibiotik yang diberikan. Tidak
ada efek samping yang berbahaya dalam
penelitian ini, pasien yang meninggal
dalam 90 hari karena memang memiliki
perbedaan karakteristik misalnya
memiliki komorbid yang serius atau
memiliki faktor risiko yang meningkatkan
mortalitas.

3d What are our patient’s values and Yes Pada penelitian ini disebutkan bahwa
expectations for both the outcome [ √ ] strategi pengobatan antibiotik terhadap
we are trying to prevent and the CAP ada beberapa strategi, diharapkan
treatment we are offering? dari penelitian ini dapat mengobati pasien
CAP dengan efektif dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai