Anda di halaman 1dari 63

Laporan Kasus

PERDARAHAN SUBARACHNOID

Oleh:
Indah Dian Pratiwi, MBBS 04084851820001

Pembimbing:
dr. H. Achmad Junaidi, Sp.S (K) MARS

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
“PERDARAHAN SUBARACHNOID”

Oleh:
Indah Dian Pratiwi 04084851820001

Telah dilaksanakan pada bulan 31 Desember 2019 – 16 Januari 2019 sebagai salah
satu persyaratan guna mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Palembang, Januari 2019


Pembimbing,

dr. H. Achmad Junaidi, Sp.S (K) MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Pendarahan Subarachnoid” untuk memenuhi tugas laporan kasus yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya dalam Departemen
Neurologi.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H.
Achmad Junaidi, Sp.S (K) MARS, selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga laporan kasus ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat.

Palembang, Januari 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB II STATUS NEUROLOGIS ..................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 22
BAB IV ANALISIS KASUS ............................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 58

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Subarachnoid hemorrhage (SAH) merupakan keadaan di mana terdapat


perdarahan di subarachnoid space akibat suatu proses patologi. Perdarahan
subaraknoid dimasukan ke dalam klasifikasi stroke hemoragik.1 Perdarahan
subaraknoid terletak diantara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah
(arachnoid mater) pada jaringan yang melindungan otak (meninges).2
Sekitar 80% perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh ruptur aneurisma
sakular intrakranial dan 20% disebabkan oleh trauma kepala, malformasi
arteriovenosa (MAV) atau ruptur aneurisma mikotik. Di Amerika Serikat,
dilaporkan terdapat 6 hingga 28 kasus per 100,000 orang per tahun. Insiden bagi
perdarahan subarakhnoid lebih tinggi pada pria daripada wanita bagi usia di bawah
40 tahun tetapi pada usia lebih dari 40 tahun perbandingan wanita:pria adalah 3:2.1
Gejala klinis yang timbul pada perdarahan subarakhnoid seperti sakit kepala
hebat, kekakuan pada leher, mual, muntah, dan penurunan kesadaran biasanya
terjadi secara mendadak.8 Sebelumnya telah terdapat tanda peringatan yang dapat
muncul beberapa jam, minggu, atau lebih lama lagi sebelum perdarahan hebat.
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian
hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan
fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan seperti “disambar
petir”. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat
menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut : defek medan penglihatan,
gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang
terlokalisasi.1
Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar antara 23%
hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi
lebih cermat. Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis
perdarahan subarakhnoid. Selain itu pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya juga
diperlukan untuk mendiagnosis perdarahan subarakhnoid dengan lebih pasti.

1
BAB II
STATUS NEUROLOGIS

IDENTIFIKASI
Nama : Ny. SSM
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SLTA
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : 3 Ilir, Ilir Timur III, Sumatera Selatan
Agama : Islam
MRS Tanggal : 01 Januari 2019 pukul 23.00 WIB

ANAMNESA (Alloanamnesis)
Penderita dirawat di bagian neurologi RSMH karena mengalami penurunan
kesadaran secara tiba-tiba.
Kurang lebih 4 jam SMRS, penderita mengalami penurunan kesadaran secara
tiba-tiba saat sedang beraktivitas. Sebelumya, penderita mengeluh sakit kepala
hebat. Muntah yang menyemprot tanpa rasa mual. Kelemahan pada lengan dan
tungkai kiri ada lalu pasien terjatuh, dengan kepala membentur ke lantai, lalu pasien
tidak sadarkan diri. Telapak kaki kiri pasien terdapat luka terbuka. Bicara pelo
belum dapat dinilai, mulut mengot tidak ada. Kelemahan sesisi tubuh dirasakan
sama berat belum dapat di nilai. Gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan
kesemutan belum dapat di nilai. Kemampuan penderita untuk mengungkapkan isi
pikirannya secara lisan, tulisan, dan isyarat belum dapat dinilai. Kemampuan
penderita untuk memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan,
tulisan, dan isyarat belum dapat dinilai. Sebelum serangan penderita tidak
mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak napas.

2
Riwayat darah tinggi ada tidak terkontrol, riwayat kencing manis tidak ada,
riwayat sakit ginjal tidak ada, riwayat stroke sebelumnya tidak ada, riwayat sakit
kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat sakit kepala lama tidak ada. Riwayat trauma
kepala ada.
Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN (1 Januari 2019)


Status Internus
Kesadaran (GCS) : Somnolen (E3M5V3)
Tekanan Darah : 164/90 mmHg
Nadi : 74 x/m
Pernapasan : 20 x/m
Suhu Badan : 36.7 ºC
Saturasi Oksigen : 100%
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 22,92kg/m2 (Normoweight)
Gizi : Baik
Kepala : Normocephali, konjungtiva palpebra pucat (-),
sklera ikterik (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks
Jantung : HR: 74x/m, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-. Wheezing -/-
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Lihat status neurologikus
Genitalia : Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
3
Sikap : tidak kooperatif Ekspresi Muka: belum dapat dinilai
Perhatian : belum dapat dinilai Kontak Psikik : belum dapat dinilai
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : (-)
Ukuran : normal Fraktur : (-)
Simetris : simetris Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-) Tumor : (-)
Pulsasi : (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

LEHER
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (+) ada
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Anosmia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Hyposmi belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Parosmia belum dapat dinilai belum dapat dinilai

N.Opticus Kanan Kiri


Visus belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Campus visi belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Anopsia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Hemianopsia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Fundus Oculi tidak ada kelainan
- Papil edema
4
- Papil atrofi
- Perdarahan retina
N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens Kanan Kiri
Diplopia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Celah mata simetris simetris
Ptosis (-) (-)
Sikap bola mata
- Strabismus (-) (-)
- Exophtalmus (-) (-)
- Enophtalmus (-) (-)
- Deviation conjugae (-) (-)
- Gerakan bola mata belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besarnya Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokori/anisokor isokor
- Midriasis/miosis (-) (-)
Refleks cahaya
- Langsung (+) (+)
- Konsensuil (+) (+)
- Akomodasi belum dapat dinilai belum dapat dinilai

N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit belum dapat dinilai
- Trismus belum dapat dinilai
- Refleks kornea belum dapat dinilai
Sensorik
- Dahi belum dapat dinilai
- Pipi belum dapat dinilai

5
- Dagu belum dapat dinilai

N.Facialis
Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Menutup mata tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Lipatan nasolabialis tidak ada kelainan plica nasolabialis kiri datar
- Bentuk Muka
- Istirahat sudut mulut kiri tertinggal (rangsang nyeri)
- Berbicara/bersiul belum dapat dinilai
Sensorik
2/3 depan lidah belum dapat dinilai
Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chovstek’s sign (-) (-)
N. Cochlearis
Kanan Kiri
Suara bisikan belum dapat dinilai
Detik arloji belum dapat dinilai
Tes Weber belum dapat dinilai
Tes Rinne belum dapat dinilai

N. Vestibularis
Kanan Kiri
Nistagmus (-) (-)
Vertigo (-) (-)

6
N. Glossopharingeus dan N. Vagus
Arcus pharingeus simetris
Uvula di tengah
Gangguan menelan tidak ada kelainan
Suara serak/sengau belum dapat dinilai
Denyut jantung tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah tidak ada kelainan
- Batuk tidak ada kelainan
- Okulokardiak tidak ada kelainan
- Sinus karotikus tidak ada kelainan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah belum dapat dinilai

N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu belum dapat dinilai
Memutar kepala belum dapat dinilai

N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Mengulur lidah belum dapat dinilai
Fasikulasi belum dapat dinilai
Atrofi papil belum dapat dinilai
Disartria belum dapat dinilai

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Lateralisasi (+) ke kiri
7
Kekuatan Lateralisasi (+) ke kiri
Tonus Normal Menurun
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Menurun
- Triceps Normal Menurun
- Radius Normal Menurun
- Ulna Normal Menurun
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner (-) (-)
- Leri (-) (-).
- Meyer (-) (-)
Trofik (-) (-)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan Lateralisasi (+) ke kiri
Kekuatan Lateralisasi (+) ke kiri
Tonus Normal Menurun
Klonus
- Paha (-) (-)
- Kaki (-) (-)

Refleks fisiologis
- KPR Normal Menurun
- APR Normal Menurun
Refleks patologis
- Babinsky (-) (+)
- Chaddock (-) (+)
- Oppenheim (-) (-)
- Gordon (-) (-)
- Schaeffer (-) (-)
- Rossolimo (-) (-)
8
- Mendel Bechterew (-) (-)

Refleks kulit perut


- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Trofik tidak ada kelainan

SENSORIK
Belum dapat dinilai

GAMBAR

9
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : terpasang kateter
Defekasi : tidak ada kelainan
Ereksi : tidak dinilai
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : (-)
Lordosis : (-)
Gibbus : (-)
Deformitas : (-)
Tumor : (-)
Meningocele : (-)
Hematoma : (-)
Nyeri ketok : (-)

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kaku kuduk (+)
Kerniq (-)
Lasseque (-)
Brudzinsky
- Neck (+)
- Cheek (-)
- Symphisis (+)
- Leg I (-)
- Leg II (-)
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : Belum dapat dinilai Romberg : Belum dapat dinilai
Hemiplegic : Belum dapat dinilai Dysmetri : Belum dapat dinilai
Scissor : Belum dapat dinilai - jari-jari :
10
Propulsion : Belum dapat dinilai - jari hidung :
Histeric : Belum dapat dinilai - tumit-tumit :
Limping : Belum dapat dinilai Rebound phenomen : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis : Belum dapat dinilai
Astasia-Abasia: Belum dapat dinilai Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai
Limb Ataxia : Belum dapat dinilai
GERAKAN ABNORMAL FUNGSI LUHUR
Tremor : (-) Afasia motoric : Belum dapat dinilai
Chorea : (-) Afasia sensorik : Belum dapat dinilai
Athetosis : (-) Apraksia : Belum dapat dinilai
Ballismus : (-) Agrafia : Belum dapat dinilai
Dystoni : (-) Alexia : Belum dapat dinilai
Myocloni : (-)
Skor SIRIRAJ
Jenis Pemeriksaan Poin
Kesadaran (K) Kompos mentis (GCS15-14) 0 X 2,5
Somnolen dan stupor (GCS 13- 1
8) 2
Semikoma dan koma (GCS 7-3)
Muntah dalam Tidak ada 0 X2
waktu 2 jam (M) Ada 1
Cephalgia dalam Tidak ada 0 X2
waktu 2 jam (C) Ada 1
Atheroma (A) Tidak ada 0 X3
Ada 1
Tekanan Diastolik 90 90 X 0,1
(D)
Konstanta -12 -12
Jumlah 1.5
Bila skor total > 1, berarti stroke perdarahan
Bila skor total < -1, berarti stroke iskemi
11
Siriraj score = (2,5 x kesadaran )+ (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x
tekanan diastolik) – (3 x atheroma) – 12
Siriraj Score= (2.5 x 1) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0.1 x 90) – (3X0) – 12
= 2,5 + 2 + 0 + 9 – 0 – 12
= +1,5  Stroke Hemoragik
Algoritma Gajah Mada
Penurunan Kesadaran Nyeri Kepala Babinski Jenis Stroke

+ + + Perdarahan

+ - - Perdarahan

- + + Perdarahan

- - + Iskemik

- - - Iskemik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (1 Januari 2019)
 Hemoglobin : 12,7 g/dl  Chlorida : 108 mmol/L
 RBC : 5,10x106/mm3  Calcium : 9,0 mmol/L
 WBC : 25.000/mm3  BSS : 188 mg/dl
 Hematokrit : 40%  PT + INR : 12,9 detik
 Trombosit : 337.000/mm 3
 INR : 0,94
 Diff. count : 0/0/91/6/3  APPT : 24,3 detik
 SGOT : 31 U/L  Fibrinogen : 313 U/L
 SGPT : 18 U/L  D-dimer : >20,00 U/L
 Albumin : 4 mg/dl
 Ureum : 21.0 mg/dl
 Kreatinin : 0.70 mg/dl
 Natrium : 146 mmol/L
 Kalium : 4,0 mmol/L
12
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Obs. Penurunan Kesadaran
Hemiparese sinistra tipe flaksid
Parese N. VII sinistra tipe sentral
Gejala Rangsang Meningeal (+)
Diagnosis topik : Hemisfer serebri dextra, subarachnoid space
Diagnosis etiologi : Suspek SAH

PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi:
 Follow Up: GCS+TTV
 Head up 30°
 O2 3 lpm via nasal kanul
 Diet cair 1800 kkal via NGT
 Bed Rest
 Rencana Ro Thorax dan CT kepala

Farmakologi
 IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
 Inj. Ranitidin 2 x 50 mg IV
 Neurodex 1x1 tab PO
 Mannitol 4x125 cc (H1)
 Punacemid 3x1 gr PO
 Inj. Motoclopramid 3x1 amp IV
 Inj. Asam Tranexamat 4 x 1 gr IV (H1)
 Drip tramadol 2 amp dalam NaCl 500 cc ( Max. 6 amp 1 hari)

13
FOLLOW UP
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 2 Januari 2019, pukul 07.00
S: penurunan kesadaran
O: Sens : E3M6V5 TD : 140/90 mmhg
RR: 20x/m HR: 68x/m
Temp: 36,5 SPO2: 98%
Status Neurologis :
N III: bulat, isokor, 3mm/3mm, RC +/+
N III, IV, VI : kedudukan bola mata di tengah, konjugate deviasi (-)
N VII : Plica nasobialis sinistra datar, sudut mulut kiri tertinggal (dengan
rangsangan nyeri)
N XII : disartria (-), deviasi lidah (-)

Fungsi Motorik : Lka Lki Tka Tki


Gerakan Lateralisasi (+) ke kiri
Kekuatan Lateralisasi (+) ke kiri
Tonus N ↓ N ↓
Klonus - -
Reflek Fisiologis N ↓ N ↓
Reflek Patologis - - - -

Fungsi Luhur : Tidak ada keluhan


Fungsi Sensorik : Tidak ada keluhan
Fungsi Vegetatif : Kateter urine (+)
Gejala Rangsang Meningeal : Tidak ada keluhan
Gerakan abnormal : Tidak ada kelainan
Gait & Keseimbangan : Belum dapat dinilai

14
Ronsen thorax

Kesan: Aorta dilatasi.

15
CT Scan Kepala

Kesan :
- Kontusio cerebri di lobus frontal kanan kiri disertai edema cerebri ringan
- Fraktur linier di brasis cranii melewati dinding posterior sinus
sphenoidalis kanan sampai os occipital kiri.
- Subgaleal hematoma di occipital kanan kiri

16
A: Diagnosis klinis : Obs. Penurunan Kesadaran
Hemiparese sinistra tipe flaksid
Parese N. VII sinistra tipe sentral
Gejala Rangsang Meningeal (+)
Diagnosis topik :Hemisfer serebri dextra, subarachnoid space
Diagnosis etiologi : CVD Hemoragik (ICH + SAH)

P : Nonfarmakologi:
 Follow Up: GCS+TTV+hasil CTscan + Ro thorax
 Head up 30° O2 2 lpm via nasal kanul
 Diet cair 1800 kkal
 Bed Rest

Farmakologi
 IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
 Inj. Ranitidin 2 x 50 mg IV
 Neurodex 1x1 tab PO
 Mannitol 4x125 cc (H2)
 Paracetamol 3 x 1gr PO
 Inj. Metoclopramide 3x1 amp IV
 Inj. Asam Tranexamat 4 x 1 gr IV (H2)
 Drip tramadol 2 amp dalam 500 cc, Max 6 amp/hari
 Laxadin 3 x 10 cc PO

17
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 3 Januari 2019, pukul 07.00
S: penurunan kesadaran
O: Sens : E4M6V5 TD : 140/71 mmhg
RR: 22x/m HR: 67x/m
Temp: 36,7 SPO2: 98%
Status Neurologis :
N III: bulat, isokor, 3mm/3mm, RC +/+
N III, IV, VI : kedudukan bola mata di tengah, konjugate deviasi (-)
N VII : Plica nasobialis sinistra datar, sudut mulut kiri tertinggal (dengan
rangsangan nyeri)
N XII : disartria (-), deviasi lidah (-)

Fungsi Motorik : Lka Lki Tka Tki


Gerakan Lateralisasi (+) ke kiri
Kekuatan Lateralisasi (+) ke kiri
Tonus N ↓ N ↓
Klonus - -
Reflek Fisiologis N ↓ N ↓
Reflek Patologis - - - -

Fungsi Luhur : Tidak ada keluhan


Fungsi Sensorik : Tidak ada keluhan
Fungsi Vegetatif : Kateter urine (+)
Gejala Rangsang Meningeal : Tidak ada keluhan
Gerakan abnormal : Tidak ada kelainan
Gait & Keseimbangan : Belum dapat dinilai

A: Diagnosis klinis : Obs. Penurunan Kesadaran


Hemiparese sinistra tipe flaksid
Parese N. VII sinistra tipe sentral
Gejala Rangsang Meningeal (+)

18
Diagnosis topik : Hemisfer serebri dextra, subarachnoid
space
Diagnosis etiologi : CVD Hemoragik (ICH + SAH)

P : Nonfarmakologi:
 Follow Up: GCS+TTV+hasil CTscan + Ro thorax
 Head up 30°
 O2 2 lpm via nasal kanul
 Diet cair 1700 kkal
 Bed Rest
 Rencana CTA
 Konsul PDL dan Bedah plastik

Farmakologi
 IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
 Inj. Ranitidin 2 x 50 mg IV
 Neurodex 1x1 tab PO
 Mannitol 4x125 cc (H3)
 Paracetamol 3 x 1gr PO
 Inj. Metoclopramide 3x1 amp IV
 Inj. Asam Tranexamat 4 x 1 gr IV (H3)
 Laxadin 3 x 10 cc PO
 Nimotop 2cc/jam IV
 ATS → tetagam IM
 Inj. Ceftriaxone 2x1g IV

Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 4 Januari 2019, pukul 07.00


S: penurunan kesadaran
O: Sens : E4M6V5 TD : 140/70 mmhg
RR: 22x/m HR: 68x/m

19
Temp: 36,7 SPO2: 98%
Status Neurologis :
N III: bulat, isokor, 3mm/3mm, RC +/+
N III, IV, VI : kedudukan bola mata di tengah, konjugate deviasi (-)
N VII : Plica nasobialis sinistra datar, sudut mulut kiri tertinggal (dengan
rangsangan nyeri)
N XII : disartria (-), deviasi lidah (-)

Fungsi Motorik : Lka Lki Tka Tki


Gerakan Lateralisasi (+) ke kiri
Kekuatan Lateralisasi (+) ke kiri
Tonus N ↓ N ↓
Klonus - -
Reflek Fisiologis N ↓ N ↓
Reflek Patologis - - - -

Fungsi Luhur : Tidak ada keluhan


Fungsi Sensorik : Tidak ada keluhan
Fungsi Vegetatif : Kateter urine (+)
Gejala Rangsang Meningeal : Tidak ada keluhan
Gerakan abnormal : Tidak ada kelainan
Gait & Keseimbangan : Belum dapat dinilai

A: Diagnosis klinis : Obs. Penurunan Kesadaran


Hemiparese sinistra tipe flaksid
Parese N. VII sinistra tipe sentral
Gejala Rangsang Meningeal (+)
Diagnosis topik : Hemisfer serebri dextra, subarachnoid space
Diagnosis etiologi : CVD Hemoragik (ICH + SAH)

P : Nonfarmakologi:

20
 Follow Up: GCS+TTV+hasil CTscan + Ro thorax
 Head up 30°
 O2 2 lpm via nasal kanul
 Diet cair 1700 kkal
 Bed Rest
 Rencana CTA
 Pindah ke ruangan

Farmakologi
 IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
 Inj. Ranitidin 2 x 50 mg IV
 Neurodex 1x1 tab PO
 Mannitol 4x125 cc (H4)
 Paracetamol 3 x 1gr PO
 Inj. Asam Tranexamat 4 x 1 gr IV (H4)
 Laxadin 3 x 10 cc PO
 Nimotop 2cc/jam IV
 Inj. Metoclopramide 3x1 amp h/p
 ATS → tetagam IM
 Inj. Ceftriaxone 2x1g IV

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Perdarahan Subaraknoid
3.1. Definisi
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga
diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subaraknoid
dimasukan ke dalam klasifikasi stroke hemoragik.1 Perdarahan subaraknoid
terletak diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid
mater) pada jaringan yang melindungan otak (meninges).2 Sekitar 80%
perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh ruptur aneurisma sakular
intrakranial dan 20% disebabkan oleh trauma kepala, malformasi arteriovenosa
(MAV) atau ruptur aneurisma mikotik. Aneurisma terjadi apabila terdapat
gangguan pada lamina elastis interna atau dinding arterial dan bisa
menyebabkan ruptur. Kebanyakan pasien yang mengalami ruptur berusia di
antara 35 hingga 65 tahun.Aneurisma sering terjadi pada bifurcatio arteri
serebri atau cabangnya.85% aneurisma terletak pada sirkulasi anterior dan 15%
aneurisma terletak pada sirkulasi posterior.Aneurisma multipel di identifikasi
pada 15 hingga 20% pasien. Arteri serebri terletak di dalam ruang
subarakhnoid maka apabila terjadi ruptur dapat menyebabkan perdarahan
subarakhnoid.3

3.2 Epidemiologi
Insiden bagi perdarahan subarakhnoid lebih tinggi pada pria daripada
wanita bagi usia di bawah 40 tahun tetapi pada usia lebih dari 40 tahun
perbandingan wanita:pria adalah 3:2. Di Amerika Serikat, dilaporkan terdapat
6 hingga 28 kasus per 100,000 orang per tahun. Perdarahan subarakhnoid
sering terjadi pada usia lebih daripada 50 tahun dan insiden tertinggi terjadi
pada usia 50 hingga 60 tahun. Penyebab kongenital bisa memicu perdarahan
subarakhnoid misalnya pada kejadian aneurisma multipel. Insiden dapat
meningkat bagi pasien dengan penyakit sistemik herediter.4

22
3.3 Anatomi
Meningea terdiri daripada tiga lapisan membran penghubung yang
memproteksi otak dan medulla spinalis.Dura mater adalah membran yang
paling superfisial dan tebal.Dura mater meliputi falx serebri, tentorium
serebelli dan falx serebelli.Dura mater membantu memfiksasi otak di dalam
tulang kepala.Membran meningea seterusnya adalah sangat tipis yang
dinamakan arakhnoid mater.Ruang antara membran ini dengan dura mater
dinamakan ruang subdural dan mempunyai sangat sedikit cairan
serosa.Lapisan meningea yang ketiga adalah pia mater yang melapisi
permukaan otak. Antara arakhnoid mater dan pia mater mempunyai ruang
subarakhnoid di mana terdapat banyak pembuluh darah dan dipenuhi dengan
cairan serebrospinal.5

Tabel 1. Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral


Sirkulasi Anterior (Sistem Karotis)
Anterior Koroid Hippokampus, globus pallidus, kapsula interna bawah
Anterior Serebri Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia
alba di sekitarnya dan korpus kalosum anterior
Serebri Media Korteks serebri frontolateral, parietal, oksipital, dan temporal
serta substantia alba di sekitarnya
Cabang Nukleus kaudatus, putamen, dan kapsula interna atas
Lentikulostriata
Sirkulasi Posterior (Sistem Vertebrobasiler)
Arteri serebelar Medulla dan serebelum inferior
basiler posterior
inferior
Arteri serebelar Pons inferior dan media serta serebelum media
anterior inferior
Arteri serebelar Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior
Superior

23
Arteri serebelar Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba
posterior disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah
superior
Cabang Thalamus
thalamoperforata

Gambar 1. Membran Meningea pada Permukaan Otak

Gambar 2. Lapisan Carpalia dan Otak

Walaupun berat otak adalah 2% daripada jumlah total berat badan


namun otak menerima 15 hingga 20% darah yang dipompa oleh jantung. Darah
tiba di otak melalui arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Arteri

24
vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris yang berada pada ventral
batang otak.Arteri basilaris dan arteri karotis interna membentuk sirkulus
Willisi. Cabang-cabang dari sirkulus Willisi dan dari arteri basilaris mensuplai
darah ke otak.5
Kortex serebri pada otak kiri dan kanan disuplai dengan darah oleh tiga
cabang arteri dari sirkulus Willisi; arteri serebri anterior, arteri serebri media
dan arteri serebri posterior.Arteri serebri media mensuplai darah pada
permukaan lateral otak.Arteri serebri anterior mensuplai darah pada bagian
medial lobus parietalis dan frontalis.Arteri serebri posterior mensuplai darah
pada lobus occipital dan permukaan medial lobus temporal.Arteri serebri dan
cabangnya terletak dalam ruang subarakhnoid.Cabang arteri meninggalkan
ruang subarakhnoid dan memasuki pia mater.Cabang prekapiler meninggalkan
pia mater dan memasuki otak. Arteri di dalam otak membentuk kapiler.5

Gambar 3. Arteri Intrakranial

3.4 Etiologi6
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan
pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak
kasus PSA merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma.
 Aneurisma sakular (Berry) ditemukan pada titik bifurkasio arteri
intrakranial. Arteri ini terbentuk pada lesi pada dinding pembuluh darah
yang sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan struktural (biasanya
kongenital) maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering aneurisma

25
sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri
media di fisura sylvii (20%),dinding lateral arteri karotis interna (pada
tempatnya berasal nya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior
(30%)) dan basillar tip(10%). Aneurisma pada lokasi lain, seperti pada
tempat berasalnya PICA, segmen P2 arteriserebri posterior, atau segmen
perikalosal arteri serebri anterior, jarang ditemukan. Aneurisma dapat
menimbulkan defisit neurologis dengan menekan struktur di sekitarnya
bahkan sebelum ruptur. Misalnya aneurisma pada arteri komunikans
posterior dapat menekan nervusokulomotorius, menyebabkan paresis saraf
kranial ketiga (pasien mengalami diplopia).
 Aneurisma fusiformis merupakan pembesaran pembuluh darah yang
memanjang. Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial
arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris.
Struktur ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi,
dan hanya sedikit yang menjadi sumber perdarahan. Aneurisma fusiformis
yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang
lambat di dalan aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan
bekuan intra-aneurismal, terutama pada sisi-sisinya dengan akibat stroke
embolik atau tersumbatnya pembuluh darah perforans olehperluasan
trombus secara langsung. Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani
secara pembedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah
normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti
aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah
serebral.
 Aneurisma Mikotik. Dilatasi aneurisma pembuluh darah intrakranial kadang-
kadang disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang dimiliki oleh bakteri
pada dinding pembuluh darah. Tidak seperti aneurisma sakular dan
fusiformis, aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil otak.
 Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic
hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma
tidak ditemukan secara umum.

26
 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain
yang mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sum-sum
tulang belakang
 Perdarahan berbagai jenis tumor.
 Trauma kepala. PSA karena trauma dihubungkan dengan robeknya
pembuluh darah yang melintas di ruang subaraknoid karena teregang saat
fase akselerasi dan deselerasi

3.5 Patofisiologi
Aneurisma pada arteri serebri yang paling sering adalah aneurisma
sakular yang bersifat kongenital, di mana terjadi kelemahan dinding vaskuler
terutama yang terletak pada cabang-cabang arteri.Aneurisma sakular terjadi
pada bifurcatio arteri intakranial dan bisa ruptur ke dalam ruang subarakhnoid
di dalam cisterna basalis.Sekitar 85% aneurisma terjadi pada sirkulasi anterior
terutama pada sirkulus Willisi.20% kasus dilaporkan terjadi aneurisma
multipel.Ukuran dan lokasi aneurisma sangat penting dalam menentukan risiko
ruptur. Aneurisma dengan diameter 7mm, terletak lebih tinggi dari arteri
basilaris atau berasal dari arteri komunikan posterior mempunyai risiko yang
tinggi untuk ruptur.7
Infeksi sistemik seperti endokarditis bisa menyebar ke arteri serebri dan
menyebabkan aneurisma mikotik, dilaporkan sebanyak 2 hingga 3% kasus dari
ruptur aneurisma.Malformasi arteriovenosa adalah gangguan komunikasi
vaskuler di mana darah arterial memasuki sistem venous tanpa melalui kapiler
bed.Sering terjadi pada arteri serebri media.7
Ruptur aneurisma intrakranial bisa meningkatkan tekanan intrakranial
dan menyebabkan nyeri kepala.Tekanan intrakranial bisa mencapai tekanan
perfusi sistemik dan menurunkan sirkulasi darah secara akut, di mana bisa
menyebabkan penurunan kesadaran yang terjadi pada onset sekitar 50% dari
pasien.Peningkatan tekanan intrakranial secara cepat bisa menyebabkan
perdarahan retina subhyaloid.7

27
3.6 Manifestasi Klinis 8
a. Onset
Onset PSA mendadak, biasanya ketika pasien sedang melakukan aktivitas
seperti mengejan, mengangkat benda berat dan batuk yang paroksismal
b. Sakit Kepala
Perjalanan penyakit PSA yang khas adalah sakit kepala hebat yang belum
pernah dirasakan sebelumnya.Sakit kepala berdenyut-denyut dan semakin
progresif sehingga menganggu aktivitas yang sedang dilakukan
pasien.Sakit kepala segera diikuti oleh nyeri dan kekakuan pada leher.Mual
muntah sering dijumpai.
c. Kaku Kuduk
Kaku kuduk hampir selalu dijumpai pada PSA.Kaku kuduk terjadi karena
iritasi meningeal oleh perdarahan dalam ruang subarachnoid. Kaku kuduk
dapat menetap hingga 2 minggu setelah perdarahan
d. Gangguan Kesadaran
Gangguan kesadaran pada PSA mulai dari letargi, somnolen, sopor, hingga
koma.
e. Defisit Neurologis
Tanda neurologis seperti disfasia, hemiparesis, hemiplegik dan defisit
hemisensorik menunjukan adanya perluasan intraserebral atau infark
serebral.
f. Kejang

Secara klinis terdapat penggolongan PSA menurut Hunt and Hess


sebagai berikut:
- Derajat I: Asimptomatik atau sakit kepala minimal atau kaku kuduk
- Derajat II: Sakit kepala lebih hebat atau kaku kuduk
- Derajat III: Mengantuk atau bingung, mungkin disertai hemiparesis
ringan
- Derajat IV: Stupor dalam, mungkin disertai hemiparesis sedang-berat,
reaksi awal deserbrasi

28
- Derajat V: Koma dalam dan deserbrasi

3.7 Diagnosis
Anamnesis 9
a. Nyeri kepala
1) Pasien mengalami onset mendadak nyeri kepala yang hebat.
2) Nyeri kepala prodromal (peringatan) dari kebocoran darah kecil
(ditunjuk sebagai nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50%
aneurisma PSA.
- Nyeri kepala sentinel dapat muncul beberapa jam sampai beberapa
bulan sebelum ruptur, dengan nilai tengah yang dilaporkan adalah
2 minggu sebelum diagnosa PSA.
- Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) atau rangsang meningeal.
- Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV.
- Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset akut;
lokasi pusat kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi
aneurisma.
3) Mual dan/atau muntah
4) Gejala rangsang meningeal (misal kaku kuduk, low back pain, nyeri
tungkai bilateral): ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun
kebanyakan membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.
5) Fotofobia dan perubahan visus
6) Hilangnya kesadaran; sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika
onset perdarahan.

Tabel 2. Siriraj Stroke Score

29
Siriraj Stroke Score (SSS)

Cara penghitungan:
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan
diastolik)-(3 x atheroma) – 12
- Nilai SSS Diagnosa
- >1 Perdarahan otak
- < -1 Infark otak
- -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

Atheroma
- Angina Pectoris
- Claudicatio Intermitten
- Diabetus Melitus

30
Tabel 3. Skor Gajah Mada

Skor Gajah Mada (SGM)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu:


– Penurunan Kesadaran
– Nyeri Kepala
– Refleks Babinski

Pemeriksaan Fisik 9
Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi normal, atau dokter mungkin
menemukan beberapa hal berikut:
1) Kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien
2) Sindroma kompresi nervus kranialis
- Kelumpuhan nervus okulomotorius (aneurisma arteri komunis
posterior) dengan atau tanpa midriasis ipsilateral.
- Kelumpuhan nervus abdusens
- Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika
menekan nervus optikus ipsilateral)
3) Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien
4) Tidak ada tanda-tanda lokal pada 40% pasien
5) Kejang
6) Tanda-tanda oftalmologis

31
- Perdarahan retina subhyaloid (perdarahan bulat kecil, mungkin
terlihat miniskus, dekat dengan pangkal nervus optikus),
perdarahan retina lainnya.
- Edema papil
7) Tanda – tanda vital
- Sekitar setengah pasien memiliki peningkatan tekanan darah (TD)
ringan sampai sedang.
- TD menjadi labil seiring meningkatnya TIK.
- Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari
keempat dari gangguan darah didalam ruang subarachnoid.
- Takikardi mungkin muncul selama beberapa hari setelah kejadian
perdarahan

Tabel 4. Glasgow Coma Scale(GCS)


Respon Skor
a. Membuka mata
1) Membuka spontan 4
2) Membuka dengan perintah 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4) Tidak mampu membuka mata 1
b. Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, merintih 2
5) Tidak ada suara 1
c. Tanggapan motoric
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4

32
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1

Derajat kesadaran:
Kompos mentis = GCS 15-14
Somnolen = GCS 13-8
Sopor = GCS 7-4
Koma = GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai
melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan
menutup kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis
mempunyai kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit
dalam perawatan dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata
menentukan suatu kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut:
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks
patologis yang dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner.
Sedangkan refleks patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks
Babinsky, Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui otak,
berbeda dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf
kranial merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang

33
memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI,
XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).

Tabel 4. Gangguan nervus kranialis.10


Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan
lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata, kontriksi pupil, Diplopia (penglihatan
akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga mengecap pada duapertiga
luar; sekresi kelenjar anterior lidah; mulut
lakrimalis, submandibula kering; hilangnya
dan sublingual; ekspresi lakrimasi; paralisis otot
wajah wajah
VIII: Vestibulokoklearis Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging
keseimbangan terus menerus);
vertigo;nistagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya
pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat palatum; posterior lidah; anestesi
sekresi kelenjar parotis pada faring; mulut kering
sebagian

34
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan
pada faring, laring dan menelan) suara parau;
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
leher dan bahu otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah

Pemeriksaan Penujang
Laboratorium:10
a. Jumlah sel darah lengkap
b. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT)
c. Pemeriksaan golongan darah
- Pemeriksaan golongan darah diindikasikan ketika PSA teridentifikasi
atau diduga ada perdarahan hebat.
- Transfusi intra operatif mungkin dibutuhkan
- Troponin I (cTnI): pengukuran cTnI adalah alat prediksi yang sangat
hebat pada kemunculan komplikasi pulmonal dan kardial, namun
cTnI tidak membawa nilai prognosis tambahan untuk hasil akhir klinis
pada pasien dengan aneurisma PSA.

Gambaran Radiologi
Computed tomography (CT) Scan adalah pilihan awal untuk
mengevaluasi perdarahan.Pada pasien yang mengeluh dengan mengatakan
“nyeri kepala yang sangat hebat” dapat di suspek perdarahan di dalam ruang
Subarachnoid. Darah yang berada dalam ruang Subarachnoid pada fasa akut
mempunyai intensitas yang sama dengan cairan Serebrospinal maka MRI tidak

35
disarankan. Suspek dengan kasus perdarahan Subarachnoid
seharusnyadievaluasi dengan CT scan tanpa zat kontras.11
CT scan bisa positif pada 90% kasus jika CT scan dilakukan dalam
beberapa hari selepas perdarahan. Pada CT scan, gambaran perdarahan
Subarachnoid menunjukkan peningkatan density (hiperdens) pada ruang cairan
Serebrospinal. Aneurisma sering terjadi pada Sirkulus Willisi maka pada CT
scan, darah tampak pada Cisterna Basalis. Perdarahan yang hebat bisa
menyebabkan seluruh ruang Subarachnoid tampak opasifikasi. Jika hasil CT
scan negatif tetapi terdapat gejala perdarahan Subarachnoid yang jelas, pungsi
lumbal harus dilakukan untuk memperkuatkandiagnosis.12
Perdarahan Subarachnoid non-traumatik harus dilakukan pemeriksaan
angiografi untuk mendeteksi aneurisma karena bisa terjadi perdarahan ulang.
Melalui pemeriksaan angiografi dapat dilakukan terapi intervensi
neuroradiologi.Perdarahan dari ruptur aneurisma bisa meluas sehingga ke
parenkim otak dan lebih jauh ke dalam sistem ventrikular. Perdarahan
Subarachnoid yang hebat bisa mengganggu absorpsi Cairan Serebrospinal dan
hidrosefalus bisa terjadi.13

Gambar 4. CT scan kepala normal dan CT scan kepala dengan SAH

36
Gambar 5. CT scan kepala di mana terdapat gambaran hiperdens dalam
cisterna suprasellar (anak panah besar) dan dalam fissura Sylvian (anak
panah kecil) yang menunjukkan perdarahan Subarachnoid.

Gambar 6. CT scan kepala di mana terdapat gambaran hiperdens dalam


fissura Sylvian (anak panah) yang menunjukkan perdarahan Subarachnoid.

37
Gambar 7.gambaran angiografi sirkulasi posterior menunjukkan gambaran
aneurisma (anak panah), terletak di antara Arteri Basilaris dan Arteri
Serebri Posterior.

3.8 Diagnosis Banding 8


a. Stroke Non Hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, gejala-gejala tersebut
diantaranya adalah:
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral)
- Bisa terjadi kejang-kejang.

Yang membedakan dengan PSA adalah tidak didapatkannya gejala


peningkatan intrakranial seperti mual dan muntah.tidak didapatkan adanya
tanda rangsang meningeal dan onset kejadian yang mendadak tetapi tidak
saat berakrtivitas. Gejala klinis pada stroke non hemoragik kebanyakn lebih
ringan daripada stroke hemoragik seperti PSA.

38
Penyingkiran diagnosis dapat dilihat dari hasil CT-Scan kepala, dimana
pada stroke non hemoragik akan didapatkan daerah infark dengan gambaran
hipodens, sedangkan pada PSA didapatkan perdarahan dengan gambaran
hiperdens pada ruang subarachnoid.

b. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal
dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh
trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor
penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit
darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian
antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular.Pada perdarahan intraserebral, perdarahan
terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Gejala yang membedakan adalah
pada perdarahan intraserebral (PIS) tidak terdapat kaku kuduk, nyeri
kepalanya tidak lebih berat daripada PSA, pada lumbal pungsi tidak
didapatkan darah, kecuali apabila PIS meluas ke ruang subaraknoid.

c. Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-
organ jamur.Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairanserebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal

3.9 Tatalaksana9
a. Perawatan pra-rumah sakit
- Menilai prosedur ABC
- Triase dan pindahkan pasien dengan tingkat kesadaran berubah atau
pemeriksaan neurologis abnormal ke pusat medis terdekat yang memiliki
CT scan dan bedah saraf.

39
- Idealnya, diarahkan untuk mencegah sedasi pada pasien ini.

b. Perawatan departemen emergensi


1) Pada pasien yang diduga dengan PSA grade I atau II, perawatan
departemen emergensi dibatasi pada diagnosa dan terapi suportif.
- Identifikasi awal nyeri kepala sentinel merupakan kunci untuk
mengurangi angka mortalitas dan morbiditas.
- Penggunaan sedasi dengan bijaksana.
- Amankan akses intravena selama menetap di departemen
emergensi dan pantau status neurologis pasien.
2) Pada pasien dengan PSA grade III, IV, atau V (misal, pemeriksaan
neurologis berubah), perawatan departemen emergensi lebih luas.
- Menilai prosedur ABC
- Intubasi endotrakeal pada pasien melindungi dari aspirasi yang
disebabkan oleh refleks proteksi saluran nafas yang tertekan.
- Intubasi untuk hiperventilasi pasien dengan tanda-tanda herniasi:
 Thiopental dan etomidate adalah agen induksi optimal pada
PSA selama intubasi. Thiopental bekerja singkat dan memiliki
efek sitoprotektif barbiturat. Thiopental harusnya hanya
digunakan pada pasien hipertensi karena kecenderungannya
menurunkan tekanan darah sistolik, yang merupakan
penyebab cedera otak sekunder. Pada pasien hipotensi dan
normotensi, gunakanlah etomidate.
 Gunakan rangkaian intubasi cepat jika memungkinkan. Pada
prosesnya, untuk mengurangi peningkatan TIK, idealnya
gunakanlah sedasi, defasikulasi, blok neuromuskular kerja-
singkat, dan agen lain dengan kemampuan mengurangi-TIK
(seperti lidokain intravena).
 Hindari hiperventilasi berlebihan atau hiperventilasi yang
tidak mencukupi. Target pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk
mengurangi peningkatan TIK. Hiperventilasi berlebihan

40
mungkin membahayakan daerah yang mengalami
vasospasme.
- Cegah sedasi berlebihan, yang menyebabkan pemeriksaan
neurologis serial menjadi lebih sulit dan telah dilaporkan
meningkatkan TIK secara langsung.
3) Jika disangka terjadinya herniasi, dapat dilakukan intervensi dibawah
ini :
- Gunakan agen osmotik, seperti mannitol, yang mengurangi TIK
sebesar 50% dalam 30 menit, puncaknya setelah 90 menir, dan
berakhir dalam 4 jam.
- Diuretik loop, seperti furosemid, juga menurunkan TIK tanpa
meningkatkan serum osmolalitas.
- Terapi steroid intravena untuk mengontrol edema otak adalah
kontroversial dan ditentang.
4) Monitoring
- Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah otomatis, dan
CO2 tidal-akhir, ketika diaplikasikan.
- Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang diintubasi
memungkinkan klinisi menghindari hiperventilasi berlebihan atau
tidak mencukupi. Target pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk
mengurangi peningkatan TIK.
- Pengawasan lini arteri invasif ketika berurusan dengan tekanan
darah yang labil (sering pada PSA tingkat tinggi).
5) Obat antihipertensi
- Agen anti hipertensi sebelumnya telah dianjurkan untuk tekanan
darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90
mmHg.
- Jaga tekanan darah sistolik dalam rentang 90-140 mmHg sebelum
pengobatan aneurisma, kemudian biarkan hipertensi untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik < 200 mmHg.

41
- Berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan yang akan
terlibat dalam pengobatan pasien, seiring praktek individu yang
beragam.
- Gunakan pengobatan yang dapat diencerkan dengan cepat.
- Vasopresor dapat diindikasikan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik melebihi 120 mmHg; hal ini mencegah kerusakan
SSP pada penumbra iskemik dari vasospasme reaktif yang terlihat
pada PSA.
6) Terapi adjuntif
- Sediakan oksigen tambahan untuk semua pasien dengan cacat SSP.
- Tinggikan kepala setinggi 30° untuk memudahkan drainase vena-
vena intrakranial.
- Cairan dan hidrasi
 Pertahankan euvolemia (CVP, 5-8 mmHg); jika ada
vasosapsme serebral, pertahankan hipervolemia (CVP 8-12
mmHg, atau PCWP 12-16 mmHg)
 Jangan sampai pasien over hidrasi karena dapat meningkatkan
resiko hidrosfalus
 Pasien dengan PSA juga mengalami hiponatremia dengan
terbuangnya garam dari otak
- Serum glukosa: pertahankan pada level 80-120 mg/dL; gunakan
bolus atau infus insulin jika dibutuhkan.
- Suhu tubuh pusat: jaga agar tetap 37,2°C; berikan asetaminofen
(325-650 mg per oral setiap 4-6 jam) dan gunakan alat pendingin
jika dibutuhkan.
- Memberikan antiemetik untuk mual atau muntah.
- Berikan sedasi dengan hati-hati untuk mencegah penyelubungan
pemeriksaan neurologis, yang dapat membahayakan hasil temuan.
Bagaimanapun, cegah peningkatan TIK sehubungan dengan agitasi
luas dari nyeri dan ketidaknyamanan.
7) Terapi Kejang

42
- Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis tidak dengan segera
mencegah kejang setelah PSA, tapi gunakanlah anti konvulsan
pada pasien yang memang kejang atau jika praktek lokal
menginginkan penggunaan rutin.
- Mulailah dengan anti konvulsan yang tidak merubah tingkat
kesadaran (misal, awalnya fenitoin, barbiturat atau benzodiazepin
hanya untuk menghentikan kejang aktif).
8) Kalsium antagonis untuk mengurangi tingkat keparahan vasospasme
otak
- Penggunaannya yang bijak penting karena resiko kenaikan
hipotensi primer atau sekunder.
- Medikasi kerja-singkat direkomendasikan; diskusikan intervensi
ini dengan ahli bedah.
9) Statin
- Statin dapat memperbaiki reaktivitas vasomotor serebral melalui
mekanisme kolesterol-dependen dan kolesterol-independen.
- Penggunaannya masih kontroversial, namun 2 studi kecil cukup
menjanjikan. Pengobatan akut dengan statin memperbaiki
vasospasme serebral dan mengurangi vasospasme sehubungan
dengan defisit iskemik tertunda.
10) Magnesium
- Percobaan baru saat ini sedang mengevaluasi peran magnesium
sulfat untuk mencegah iskemik serebral tertunda. Magnesium
adalah agen neuroprotektif yang bertindak sebagai antagonis
reseptor-NMDA dan penghambat kanal kalsium. Studi dua fase
telah menunjukkan efek yang bermanfaat, dan percobaan fase
ketiga sedang berlangsung.
11) Penggunaan anti fibrinolitik, seperti asam aminokaproat epsilon,
merupakan kontroversi

43
- Anti fibrinolitik secara kompetitif menghambat aktivasi
plasminogen dan telah dilaporkan mengurangi insiden perdarahan
ulang.
- Laporan lainnya memperingatkan pengurangan efek vasospasme
dan meningkatkan kemunculan hidrosefalus. Diskusikan dengan
ahli bedah saraf tentang penggunaannya.

12) Drainase ventrikular emergensi oleh ahli bedah saraf mungkin


penting.

c. Konsultasi
- Dapatkan konsultasi bedah saraf emergensi untuk pengobatan yang
pasti.
- Intervensi radiologi mungkin dibutuhkan ketika intervensi bedah
dianggap penting oleh konsultan bedah saraf (misalnya, bekuan besar
yang menyebabkan munculnya efek massa dan membutuhkan
pengangkatan emergensi)
- Banyak pusat-pusat pemeriksaan untuk angiografi dini pada semua
pasien.
d. Medikasi
Tujuan medikasi adalah untuk mengurangi nyeri, edema, dan
keparahan vasospasme serebral, membebaskan mual dan muntah dan
mencegah konvulsi.
 Analgetik
Kontrol nyeri penting untuk kualitas perawatan pasien.
Analgetik memastikan kenyamanan pasien. Kebanyakan analgetik
memiliki kemampuan sedasi yang menguntungkan pasien yang
didukung oleh trauma.
Fentanyl citrate (Sublimaze)
Dosis
 Dewasa : 2- 3 mcg/kg BB i.v; tidak boleh melebihi 50 mcg

44
 Anak-anak :
< 12 tahun : tidak ditetapkan
> 12 tahun : pemberian seperti pada dewasa

 Antiemetik
Promethazine (phenergan)
Obat anti dopaminergik yang efektif dalam mengobati muntah.
Menghambat reseptor dopaminergik mesolimbik post sinaptik di otak
dan mengurangi stimulus pada sistem retikular batang otak.
Dosis
 Dewasa :
12,5 mg p.o/p.r 3 x sehari; 25 mg pada jam
25 mg i.v/i.m; diulang setiap 2 jam seperlunya
 Anak-anak :
< 2 tahun : kontraindikasi
> 2 tahun : 0,25-1 mg/kg BB p.o/i.v/i.m/p.r 4-6 x/hari seperlunya

 Antikonvulsi
Obat ini digunakan untuk mencegah kejang paska trauma.
Penggunaan pada pasien dengan PSA yang tidak kejang merupakan
kontroversi dan bergantung pada pilihan bedah saraf masing-masing
individu; biasanya digunakan pada pasien yang kejang. Mungkin
diberikan dosis awal konvensional.
Phenytoin (Dilantin)
Bekerja di korteks motorik, dimana fenitoin dapat menghambat
aktivitas kejang; aktivitas pusat batang otak yang bertanggung jawab
pada fase tonik kejang grand mal juga dihambat.
Dosis
 Dewasa
dosis muatan : 15-20 mg/kg BB p.o/i.v sekali atau dalam dosis
terbagi, diikuti dengan 100-150 mg/dosis dengan interval 30 menit

45
dosis awal : 100 mg (suspensi 125 mg) p.o/i.v dibagi 3 x/hari
dosis pemeliharaan: 300-400 mg/hari p.o/i.v dibagi 3 x/hari (1 x
sehari/2 x sehari jika darurat); naikkan menjadi 600 mg/hari
(suspensi 625 mg) seperlunya; tidak lebih dari 1500 mg/hari; infus
rata-rata tidak lebih dari 50 mg/menit

 Anak-anak
dosis muatan : 15-20 mg/kg BB p.o/i.v sekali atau dalam dosis
terbagi, diikuti dengan 100-150 mg/dosis dengan interval 30 menit
dosis awal : 5 mg/kg BB/hari p.o/i.v dibagi 2 x/hari atau 3 x/hari
dosis pemeliharaan : 4-8 mg/kg BB p.o/i.v dibagi 2 x/hari atau
3x/hari
> 6 tahun : membutuhkan dosis dewasa minimal (300 mg/hari);
tidak lebih dari 300 mg/hari

Fosphenytoin (Cerebyx)
Garam ester difosfat pada fenitoin yang bekerja sebagai prodrug
fenitoin larut-air; esterase plasma merubah fosfenitoin menjadi fosfat,
formaldehida, dan fenitoin; fenitoin, pada gilirannya, menstabilkan
membran neuron dan menurunkan aktivitas kejang.
Dosis ditampilkan sebagai phenytoin equivalents (PE) untuk
menghindari perlunya melakukan penyesuaian berbasis berat molekul
ketika mengubah antara dosis sodium fosfenitoin dan fenitoin.
Pemberian secara intravena merupakan pilihan dan harus digunakan
pada situasi emergensi
Dosis
 Dewasa
Dosis muatan : 15-20 mg PE/kg BB i.v/i.m pada 100-150 mg
PE/menit
Dosis pemeliharaan : 4-6 mg PE/kg BB/hari i.v/i.m pada 150 mg
PE/menit untuk meminimalkan resiko hipotensi

46
 Anak-anak
Dosis muatan : 15-20 mg PE/kg BB i.v/i.m
Dosis awal : 5 mg PE/kg BB/hari i.v/i.m
Dosis pemeliharaan : 4-8 mg PE/kg BB i.v/i.m
> 6 tahun : membutuhkan dosis dewasa minimal (300 mg
PE/hari); tidak lebih dari 300 mg PE/hari

- Agen Osmotik
Obat ini digunakan dalam usaha menurunkan TIK dan edema
otak dengan menciptakan gradien osmotik melewati sawar darah otak
yang tetap utuh; sebagaimana difusi air dari otak ke kompartemen
pembuluh darah, TIK menurun.
Mannitol (Osmitrol, Resectisol)
Dapat mengurangi tekanan ruang subaraknoid dengan
menciptakan gradien osmotik antara CSS didalam ruang subaraknoid
dan plasma; tidak untuk pemakaian jangka panjang
Dosis
 Dewasa :
Awalnya menilai kecukupan fungsi ginjal dengan memasukkan
dosis percobaan sebesar 200 mg/kg BB i.v selama 3-5 menit (harus
menghasilkan urin sekurang-kurangnya 30-50 mL/jam urin selama
2-3 jam) 1,5-2 g/kg BB sebagai larutan 20% (7,5-10 mL/kg BB) atau
larutan 15% (10-13 mL/kg BB) i.v selama setidaknya 30 menit
 Anak-anak :
Awalnya menilai kecukupan fungsi ginjal dengan memasukkan
dosis percobaan sebesar 200 mg/kg BB i.v selama 3-5 menit; harus
menghasilkan urin sekurang-kurangnya 1 mL/kg BB/jam selama 1-
3 jam; jika fungsi ginjal mencukupi, berikan sebagai berikut: 0,5-1
g/kg BB i.v, diikuti dengan dosis pemeliharaan sebesar 0,25-0,5 g/kg
BB i.v setiap 4-6 jam

47
- Diuretik
Obat ini digunakan untuk menurunkan volume plasma dan edema
dengan menyebabkan diuresis.
Furosemide (Lasix)
Digunakan pada keadaan akut untuk mengurangi peningkatan
TIK. Mekanisme usulan dalam menurunkan TIK termasuk berikut: (1)
supresi ambilan sodium serebral, (2) hambatan karbonik anhidrase
menghasilkan pengurangan produksi CSS, dan (3) hambatan pompa
kation-klorida membran sel, dengan demikian mempengaruhi
perpindahan air kedalam sel astroglial. Dosis tersendiri.
Dosis
 Dewasa : 20-40 mg/hari i.v/i.m diberikan lambat; bergantung pada
respon, berikan pada kenaikan 20-40 mg, tidak lebih dari 6-8 jam
setelah dosis sebelumnya, sampai muncul diuresis yang diinginkan
 Neonatus: 1 mg /kg BB i.v/i.m diberikan lambat dengan pengawasan
cermat; encerkan dengan 1 mg/kg BB/kenaikan dosis, tidak lebih
dari 2 jam mengikuti dosis awal, sampai dicapai efek yang
memuaskan
 Anak-anak: 1 mg /kg BB i.v/i.m diberikan lambat dengan
pengawasan cermat; tidak melebihi 6 mg/kg BB

- Penghambat kanal kalsium


Obat ini dapat mengurangi efek mengganggu influks kalsium pada
pasien dengan trauma saraf akut. Sayangnya studi eksperimental
menggunakan penghambat kanal kalsium konvensional pada model
cedera kepala, hasilnya mengecewakan secara keseluruhan;
bagaimanapun, beberapa studi menyarankan penghambat kanal
kalsium yang mungkin efektif dalam mengurangi edema otak dan
disfungsi kognitif dibandingkan dengan plasebo.
Nimodipine (Nimotop)

48
Digunakan untuk memperbaiki cacat neurologis akibat spasme
yang mengikuti PSA disebabkan ruptur kongenital aneurisma
intrakranial pada pasien dalam kondisi neurologis yang baik. Ketika
penelitian menunjukkan manfaatnya, tidak ada bukti yang
mengidentifkasikan obat untuk mencegah atau mengurangi spasme
arteri serebral; karenanya mekanisme aksi sesungguhnya tidak
diketahui.
Memulai terapi dalam 96 jam setelah PSA. Jika pasien tidak
dapat menelan kapsul karena sedang dalam operasi atau dalam keadaan
tidak sadar, buatlah lubang pada kedua ujung kapsul dengan jarum 18-
gauge dan pindahkan isinya kedalam spuit, kosongkan isinya kedalam
NGT pasien, dan bilas tabung dengan saline isotonik 30 mL.
Dosis Dewasa : 60 mg p.o/n.g setiap 4 jam selama 21 hari

- Agen Hemostatik
Obat ini merupakan penghambat poten fibrinolisis dan dapat
membalik keadaan yang dihubungkan dengan fibrinolisis luas.
Penggunaannya masih kontroversial; dihimbau untuk berkonsultasi
dengan dokter sebelum menggunakannya.
Aminocaproic acid (Amicar)
Menghambat fibrinolisis melalui hambatan substansi
plasminogen activator dan, untuk mengurangi derajatnya, melalui
aktivitas anti plasmin. Masalah utama pada penggunaan obat ini adalah
trombus yang terbentuk selama pengobatan tidak mengalami lisis dan
efektivitasnya tidak pasti. Telah digunakan untuk mencegah rekurensi
PSA.
Dosis
 Dewasa : 36 g/hari p.o/i.v dibagi dalam 6 dosis, tidak
boleh melebihi 30 g/hari
 Anak-anak : 5-30 g/hari p.o/i.v dibagi setiap 3-6 jam, tidak
boleh melebihi 18 g/m2/hari

49
- Obat anti hipertensi
Obat ini digunakan dalam usaha mengurangi TIK dengan
mengurangi tekanan darah perifer.
Nitroprusside (Nitropress)
Menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan aktivitas
inotropik jantung. Kerja-singkat dan poten. Pentingnya pengawasan
yang cermat.
Dosis
 Dewasa
Dosis awal : 0,3-0,5 mcg/kg BB/menit i.v; meningkat pada
kenaikan 0,5 mcg/kg BB/menit; pengenceran untuk mendapatkan efek
hemodinamik
Dosis rata-rata : 3 mcg/kg BB/menit
 Anak-anak
Diberikan seperti pada dewasa

Labetalol (Trandate, Normodyne)


Menghambat kedudukan reseptor α, β-1 dan β-2 adrenergik;
menurunkan TD
Dosis
 Dewasa : 20-30 mg i.v selama 2 menit diikuti dengan 40-
80 mg selang 10 menit; tidak boleh melebihi 300 mg/dosis
 Anak-anak : dosis yang dianjurkan 0,4-1 mg/kg BB/jam i.v,
tidak boleh melebihi 3 mg/kg BB/jam

e. Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan untuk menghilangkan kumpulan besar
darah atau mengurangi tekanan pada otak jika perdarahan tersebut karena
cedera. Perbaikan aneurisma jika perdarahan yang disebabkan oleh

50
pecahnya aneurisma. Jika pasien kritis, pembedahan mungkin harus
menunggu sampai orang yang lebih stabil. Pembedahan termasuk:
- Kraniotomi (membuka tengkorak) dan kliping aneurisma untuk
menutup aneurisma
- Endovascular coiling  kumparan di tempatkan dalam aneurisma untuk
mengurangi risiko perdarahan lebih lanjut
- Jika aneurisma tidak ditemukan, orang tersebut harus diawasi ketat oleh
tim perawatan kesehatan dan mungkin perlu tes pencitraan.

3.10 Komplikasi14
- Hidrosefalus dapat terbentuk dalam 24 jam pertama karena obstruksi
aliran CSS dalam sistem ventrikular oleh gumpalan darah.
- Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu
pertama. Puncak insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin
berasal dari lisis gumpalan aneurisma.
- Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada
36% pasien.
- Defisit neurologis dari puncak iskemik serebral pada hari 4-12.
- Disfungsi hipotalamus menyebabkan stimulasi simpatetik berlebihan,
yang dapat menyebabkan iskemik miokard atau menurunkan tekanan
darah labil.
- Hiponatremia dapat muncul sebagai hasil pembuangan garam serebral.
- Aspirasi pneumonia dan komplikasi lainnya dapat muncul.
- Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang
dengan PSA dihubungkan dengan perfusi miokard normal dan
inervasi/persarafan simpatetik abnormal. Temuan ini dijelaskan oleh
pelepasan berlebihan norepinefrin dari nervus simpatetik miokard, yang
dapat merusak miosit dan ujung saraf.

51
3.11 Prognosis
Mortalitas yang disebabkan oleh aneurisma perdarahan Subarachnoid
adalah tinggi. Sekitar 20% pasien meninggal dunia sebelum sampai ke rumah
sakit, 25% meninggal duniakerana pendarahan inisial atau komplikasinya dan
20% meninggal dunia kerana pendarahanulang disebabkan aneurisma tidak
dirawat dengan baik. Banyak pasien meninggal dunia setelah beberapa hari
perdarahan terjadi. Kemungkinan hidup disebabkan ruptur aneurisma
bergantung pada kondisi kesadaran pasien dan waktu sejak perdarahan
terjadi.Bagi pasien yang masihhidup, sebagian daripada jumlah pasien
mengalami kerusakan otak permanen.Hampir 90% pasien pulih dari ruptur
intraserebral arteriovenous malformasi tetapi perdarahan ulang tetap
membahayakan.7

52
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny SSM, 43 tahun dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami


penurunan kesadaran secara tiba tiba saat beraktifitas, sebelumnya pasien merasa
sakit kepala sangat hebat secara tiba-tiba, muntah proyektil. Kelemahan pada
lengan kiri serta tungkai kiri ada. Bicara pelo belum dapat dinilai, mulut mengot
tidak ada. Gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan belum dapat di
nilai. Kemampuan penderita untuk mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan, dan isyarat belum dapat dinilai. Kemampuan penderita untuk mengerti isi
pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat belum dapat
dinilai.
Dari anamnesis penderita didapatkan adanya penurunan kesadaran tiba tiba
yang didahului dengan sakit kepala sangat hebat berdenyut yang tidak pernah
dirasakan selama hidupnya dengan intensitas berat. Hipertensi membuat pecahnya
aneurisma atau terjadinya pendarahan arteri serebral sehingga menyebabkan
ekstravasasi darah dengan tekanan arteri yang tinggi ke dalam ruang subarakhnoid,
yang dengan cepat menyebar melalui cairan serebrospinal ke otak dan medula
spinalis. Darah yang dikeluarkan dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan
kerusakan jaringan lokal serta peningkatan tekanan intrakranial (TIK), vasospasme,
dan iritasi meningen. Perdarahan pada ruang subarakhnoid menyebabkan iritasi
pada meningen dan struktur-struktur yang melintas di ruang subarachnoid sehingga
menimbulkan gejala nyeri kepala, kaku kuduk, kemungkinan terjadi paresis saraf
kranialis dan perubahan kesadaran.
Pada pemeriksaan fisik, status generalisata didapatkan sensorium delirium
dengan GCS E3M5V3, tekanan darah 164/90 mmHg, nadi 74x/menit, pernapasan
20x/menit, temperatur 36,7º C. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan plica
nasolabialis kiri mendatar dan sudut mulut kiri tertinggal menandakan adanya
parese nervus kranialis VII sentral. Pemeriksaan motorik didapatkan lateralisasi ke
kiri, tonus menurun, refleks fisiologis menurun pada ekstremitas atas dan bawah.

53
Ditemukan juga refleks Babinsky dan chaddok yang positif pada ekstremitas bawah
kiri. Pemeriksaan ini menunjukkan adanya hemiparese sinistra tipe spastik karena
ditemukannya lesi upper motor neuron hemisfer serebri kanan yang menunjukkan
adanya kelemahan sisi tubuh kiri, tonus meningkat, dan refleks patologis yang
positif. Pada pemeriksaan gejala rangsang meningeal didapatkan kaku kuduk
menunjukkan adanya iritasi meningen.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis klinis berupa Observasi
penurunan kesadaran, hemiparese sinistra tipe flaksid, parese N. VII sinistra tipe
sentral
. Untuk membedakan jenis stroke yang terjadi dapat digunakan Siriraj stroke
Score dan Skor Gadah Mada
Skor Stroke Siriraj

Siriraj Stroke Score =(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri


kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
= (2,5 X 1) + (2 X 0) + (2 X 1) + (0.1 X 90) – (3X0) – 12
= 1,5
Intepretasi:
0 : Lihat hasil CT Scan; ≤ -1 : Non Hemorragik; ≥ 1: Hemorragik

Kesimpulan: Hemorragik

54
Algoritma Gajah Mada

Pada Ny. SSM terdapat nyeri kepala (+), penurunan kesadaran dan
reflex babinski (+)
Kesimpulan: PIS (Perdarahan Intraserebral)

Berdasarkan skor Siriraj, pasien ini memiliki skor +1,5 dengan interpretasi
mengarah pada stroke hemoragik. Selain skor SIRIRAJ, penentuan jenis strok
hemoragik atau non hemoragik dapat ditegakkan dengan skor gajah mada.
Berdasarkan Algoritma stroke Gajah Mada, pada pasien ini memenuhi seluruh
kriteria dari tiga kriteria yakni nyeri kepala positif, penurunan kesadaran, dan
refleks Babinsky (+) dengan interpretasi perdarahan intraserebral.
Skor SIRIRAJ dan Gajah Mada memiliki ketepatan pada 90% kasus,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami stroke hemoragik.
Berdasarkan acuan untuk intervensi dan prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan
Hess, pada gambaran klinisnnya penderita termasuk dalam grade IV yang dimana
pasien mengalami stupor dalam, disertai hemiparesis sedang-berat, reaksi awal
deserbrasi. Untuk memastikan jenis stroke maka dilakukan pemeriksaan penunjang

55
berupa CT scan kepala. Pada hasil pemeriksaan CT scan kepala didapatkan
gambaran subarachnoid hemorrhage dengan intracranial hemorrhage pada hemisfer
serebri dextra. Gambaran klinis sesuai dengan hasil pemeriksaan penunjang, yaitu
defisit neurologi yang terjadi pada kontralateral lesi. Kelemahan sesisi tubuh
sebelah kiri dengan lesi pada Hemisfer serebri dextra sehingga dapat ditegakkan
diagnosis topik yaitu pada Hemisfer serebri dextra dengan diagnosis etiologi yaitu
stroke hemoragik. Dari hasil pemeriksaan penunjang gula darah sewaktu tidak ada
diabetes mellitus pada pasien ini. Pemeriksaan penunjang EKG menunjukkan
normal sinus rythm. Pemeriksaan penunjang radiologis rontgen thorax didapatkan
cardiomegaly ringan. Jadi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka didapatkan hasil bahwa Os
mengalami hemiparese sinistra tipe spastik, disertai dengan parese N.VII sinistra
tipe sentral disertai gejala rangsang meningeal positif. Dengan diagnosa topik
Hemisfer serebri dextra dan diagnosa etiologi adanya CVD hemoragik yaitu
Subarachnoid hemorrhage (SAH) dan Intracranial hemorrhage.
Tatalaksana farmakologis yang diberikan yaitu IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
dan diberikan Inj. Manitol 4x125 cc. Manitol berfungsi sebagai cairan hipertonik
untuk mengurangi edema serebri akibat reaksi inflamasi yang terjadi karena
perdarahan intrakranial. Manitol diberikan kepada pasien dengan edema serebri
karena memiliki efek osmosis diuretik menarik cairan kembali ke dalam pembuluh
darah. Manitol menurunkan tekanan intrakranial dengan menurunkan semua isi air
dan volume cairan serebrospinal dan dengan menurunkan volume darah
berhubungan dengan vasokonstriksi. Manitol juga meningkatkan perfusi serebral
dengan menurunkan viskositas atau dengan mengubah reaksi sel darah merah.
Injeksi Asam Traneksamat amp 4 x 1 gr iv sebagai terapi anti fibrinolitik
untuk mencegah pendarahan ulang. Asam traneksamat merupakan antifibrinolitik
yang kompetitif menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Asam
traneksamat secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen (melalui
mengikat domain kringle), sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi
plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi pembekuan fibrin, fibrinogen, dan
protein plasma lainnya, termasuk faktor-faktor prokoagulan V dan VIII. Asam

56
traneksamat juga langsung menghambat aktivitas plasmin, tetapi dosis yang lebih
tinggi diperlukan daripada yang dibutuhkan untuk mengurangi pembentukan
plasmin.
Nimodipin 4 x 60 mg po sebagai pencegah terjadinya vasospasme. Nimodipin
merupakan golongan calcium channel blocker yang selektif pada pembuluh darah
di otak sehingga efektif untuk mencegah komplikasi SAH yaitu vasospasme.
Vasospasme dapat terjadi akibat ekstravasasi darah dalam ruang subarachnoid yang
memiliki zat-zat vasoaktif. Vasospasme berhubungan dengan produk rusaknya sel-
sel darah merah yang berdampak spasmogenik seperti oxyhemoglobin,
angiotensin, histamine, serotonin, prostaglandin, hasil metabolisme nitric oxide,
dan katekolamin. Nimodipine menghambat transfer ion kalsium ke dalam sel-sel
otot polos sehingga menghambat kontraksi otot polos vaskular. Penggunaan
nimodipine sebagai pengobatan vasospasme telah terbukti bermanfaat dengan
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat perburukan iskemik serebral
pada perdarahan subarachnoid.
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg bertujuan untuk mencegah terjadinya stress
ulcer. Ada sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa peningkatan tekanan
intracranial akut disertai pendarahan intracranial dapat menyebabkan
hipereaktifitas vagal dan berujung pada peningkatan sekresi asam lambung atau
iskemik mukosa. Maka dari itu penggunaan profilaksis stress ulcer sering diberikan
pada pasien dengan perdarahan intracranial.
Hipertensi dikontrol dengan Candesartan 1x 16 mg PO. Paracetamol flash 3
x 1 gr intravena sebagai analgesik.

57
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono.1997, Buku Ajar Neurology Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis saraf


Indonesia. Gajah Mada University Press. Bandung.

2. Subarachnoid Hemorrhage. Available from


http://medicastore.com/penyakit/3103/Subarachnoid_Hemorrhage.html

3. Lycette CA, Doberstein C, Rodts GE, Jr., McBride DQ. Neurosurgical critical
care. In: Bongard FS, Sue DY, editor. Current critical care diagnosis & treatment.
2nd edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2003.
hal.314-5

4. Gruenthal M. Subarachnoid hemorrhage. In: Ferri FF, editor. Ferri's clinical


advisor 2004: instant diagnosis and treatment. 6th edition. United States of
America: Mosby, Inc; 2004. hal.575

5. Tate SS. Brain and cranial nerves. In: Tate SS, editor. Anatomy and Physiology.
6th edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2004.
hal.448 & 452

6. Tibor Becske, MD. Subarachnoid Hemorrhage. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1164341-overview. Accessed January, 25th
2013

7. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Headache & facial pain. In: Greenberg
DA, Aminoff MJ, Simon RP, editor. Clinical neurology. 5th edition. United State
of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; February 2002. hal.9-14

8. Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. Stroke Pengelolaan Mutakhir. 1992. Badan


Penerbit Universitas Diponegoro.

9. Zebian RC. Subarachnoid Hemorrhage : Overview. Last updated 25 Februari 2009.


Available from http://emedicine.medscape.com/article/794076-overview

58
10. Zebian RC. Subarachnoid Hemorrhage : Subarachnoid Hemorrhage: Differential
Diagnoses & Workup. Last updated 25 Februari 2009. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/794076-diagnosis

11. Mayor NM. Neuroimaging. In: Mayor NM, editor. A practical approach to
radiology.Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc; 2006.

12. Jager R, Saunders D. Cranial and intracranial pathology (2): cerebrovascular


disease and non-traumatic intracranial hemorrhage. In: Grainger RG, Allison D,
Adam A, Dixon AK, editor.Grainger & Allison’s diagnostic radiology: a textbook
of medical imaging. 4th edition. London:Churchill Livingstone; 2001.

13. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Central nervous system. In: Eastman GW, Wald
C, CrossinJ, editor. Getting started in clinical radiology from image to diagnosis.
Germany: Thieme; 2006.

14. Hemorrhagic Stroke in Emergency Medicine Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview Acessed at January 5th,
2013

59

Anda mungkin juga menyukai