PARKINSON
Disusun Oleh:
Osi Rahmaini
04084821719001
Pembimbing:
dr. Afriani, Sp.S
DEPARTEMEN NEUROLOGI
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Parkinson
Oleh :
Osi Rahmaini
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Parkinson”. Laporan
kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen
Neurologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Afriani, Sp.S selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Dalam hal ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga laporan ini
dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Manifestasi klinis parkinson sangat menggambarkan pola degenerasi
tertentu pada otak. Kerusakan utama terjadi pada neuron yang memproduksi
dopamin di substansia nigra. Penyakit ini menyebabkan gangguan pada fungsi
motorik berupa kekakuan otot, tremor, rigiditas, perlambatan gerakan fisik dan
bicara (bradikinesia), instabilitias postural, serta demensia sehubungan dengan
proses menua, faktor genetik, dan lingkungan.3 Beberapa tahun terakhir spektrum
klinis penyakit Parkinson menjadi lebih luas, mencakup domain non motorik,
termasuk kognitif.6 Degenerasi dari sistem neurotransmiter berperan penting
terhadap fungsi kognitif penderita parkinson.7
Pengobatan parkinson bertujuan memulihkan kembali keseimbangan
dopaminergic-cholinergic pada striatum dengan menghambat efek asetilkolin
dengan obat-obatan antikolinergik atau dengan transmisi dopaminergik. Hal
tersebut diharapkan dapat mengurangi gejala motorik dan memperlambat
progresifitas penyakit. Walaupun penyakit Parkinson tidak menyebabkan
kematian secara langsung tetapi penatalaksanaan penyakit Parkinson diperlukan
untuk menghilangkan dan mengurangi gejala agar penderita dapat melakukan
aktivitas sehari-hari.8
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. SBA
Umur : 03 September 1953 (64 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sungai Pinang Kab. Ogan Ilir
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Agama : Islam
MRS : Kamis, 12 Juli 2018
No. RM : 996015
II. ANAMNESIS
Sejak 1 tahun yang lalu penderita mengalami gemetar pada tangan kanan,
tidak lama berselang waktu lama penderita mengalami gemetar pada kedua
tangan saat penderita beristirahat dan berkurang pada saat penderita bergerak.
Selain itu, gemetar juga dirasakan semakin parah jika dalam kondisi stress.
Sejak 6 bulan yang lalu penderita mengeluhkan gerakan kedua lengan dan
tungkai semakin lambat. Langkah kaki ketika berjalan menjadi kecil, kemudian
penderita mengaku sukar berjalan karena saat berjalan seperti mau jatuh ke
depan. Penderita mulai mengalami kesulitan saat memulai langkah dan saat
akan bangun dari posisi duduk sehingga semakin mengganggu aktivitas
penderita sehari-hari. Penderita juga mengaku sulit dan lama ketika
mengancingkan baju sendiri. Penderita juga mengaku kesulitan dalam menulis,
tulisannya menjadi kurang rapi dari sebelumnya tetapi masih bisa dibaca.
3
Penderita mengaku suara menjadi lebih kecil dan bibir dirasakan gemetar. BAB
dan BAK tidak ada keluhan.
Tidak terdapat gangguan memori pada penderita. Bicara pelo tidak ada.
Pasien masih dapat mengungkapkan isi pikirannya dan memahami isi pikiran
orang lain melalui verbal, tulisan dan isyarat. Penderita tidak pernah
mengalami gerakan yang cepat, menyentak, terpatah-patah dan terus menerus
pada keempat ekstremitas seperti penari. Penderita tidak pernah mengalami
gerakan lambat, terus-menerus, melentik-lentik seperti penulis. Penderita juga
tidak pernah mengalami gerakan seperti melempar cakram.
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat hipertensi
tidak ada. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak
ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat penyakit tiroid. Riwayat penggunaan
obat-obatan antipsikotik jangka panjang dan alkohol tidak ada. Riwayat trauma
tidak ada.
PEMERIKSAAN
Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Suhu Badan : 36,7º C
Nadi : 82 kali/menit
Pernapasan : 18 kali/menit
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
BB : 60 kg
TB : 165 cm
IMT : 22,03 kg/m2 (Normoweight)
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Cor : I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Dalam batas normal
4
P : Dalam batas normal
A : Bunyi jantung I-II (+) normal,
HR= 82x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, laju
pernafasan= 20x/menit
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor
A : vesikuler (+) normal, wheezing (-),
rhonki (-)
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibial (-)
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : berkurang
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normocephali Deformitas : (-)
Ukuran : normal Fraktur : (-)
Simetri : simetris Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : (-) Pulsasi : (-)
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
5
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia - -
Hiposmia - -
Parosmia - -
Anopsia - -
Hemianopsia - -
Fundus Oculi
- Papil edema - -
- Papil atrofi - -
- Perdarahan retina - -
7
- Otonom
Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Chvostek’s sign - -
N. Olfaktorius
Penciuman Tidak ada kelainan
Anosmia - -
Hiposmia - -
Parosmia - -
8
- Okulokardiak Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus Tidak ada kelainan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak ada kelainan
N. Accessorius
Mengangkat bahu Tidak ada kelainan
Memutar kepala Tidak ada kelainan
FUNGSIVEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
10
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : (-)
Lordosis : (-)
Gibbus : (-)
Deformitas : (-)
Tumor : (-)
Meningocele : (-)
Hematoma : (-)
Nyeri ketok : (-)
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Resting Tremor (+) kedua tangan
Rigiditas : coghweel rigidity (+)
Bradikinesia : (+)
Chorea : (-)
Mikrografia : (+)
Athetosis : (-)
Ballismus : (-)
Dystoni : (-)
Myocloni : (-)
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
Apraksia : (-)
Agrafia : (-)
Alexia : (-)
Afasia nominal : (-)
LABORATORIUM
DARAH
Hb : tidak diperiksa SGPT : tidak diperiksa
Eritrosit : tidak diperiksa Kolesterol HDL : tidak diperiksa
Leukosit : tidak diperiksa Kolesterol LDL : tidak diperiksa
Diff Count : tidak diperiksa Total kolesterol : tidak diperiksa
FESES
Konsistensi : tidak diperiksa Eritrosit : tidak diperiksa
Lendir : tidak diperiksa Leukosit : tidak diperiksa
Darah : tidak diperiksa Telur cacing : tidak diperiksa
Amuba coli/ : tidak diperiksa
Histolitika : tidak diperiksa
LIQUOR CEREBROSPINALIS
Warna : tidak diperiksa Protein : tidak diperiksa
Kejernihan : tidak diperiksa Glukosa : tidak diperiksa
Tekanan : tidak diperiksa NaCl : tidak diperiksa
Sel : tidak diperiksa Queckensted : tidak diperiksa
Nonne : tidak diperiksa Celloidal : tidak diperiksa
Pandy : tidak diperiksa Culture : tidak diperiksa
PEMERIKSAAN KHUSUS
MRI kepala : tidak diperiksa
CT Scan Kepala : tidak diperiksa
III. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Resting tremor, bradikinesia, rigiditas
Diagnosis Topik : Substantia nigra pars kompakta
Diagnosis Etiologi : Parkinsondism
13
IV. DIAGNOSIS BANDING
1. Parkinson’s disease
2. Parkinson sekunder
3. Tremor esensial
4. Hipertiroid
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorim
2. CT Scan
3. MRI
VI. PENATALAKSANAAN
A. Nonfarmakologis
- Edukasi
1. Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang
penyakit yang dideritanya
2. Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang
keteraturan minum obat dan kontrol teratur
- Terapi rehabilitasi berupa latihan fisioterapi, okupasi dan psikoterapi.
B. Farmakologis
- Leparson 2 x 1 tablet
- Trihexyphenidyl 3 x 2 mg
- Neurodex 1 x 1 tablet
VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
15
Pada ganglia basalis terdapat neuron-neuron yang membentuk hubungan
sirkuit yang berperan dalam sistem motorik (ekstrapiramidalis) dengan melibatkan
inti-inti subthalamus dan mesensefalon. Disebut ganglia basalis karena letaknya
yang hampir seluruhnya terletak di basal dari hemisfer serebri. Substantia nigra
adalah pusat dopaminergik dari striatum dan merupakan bagian dari sistem
ektrapiramidalis yang berperan dalam proses informasi yang berasal dari korteks
menuju striatum yang selanjutnya mengembalikan informasi tersebut kembali ke
korteks menuju thalamus.6,7
Nukleus lentiformis merupakan lapisan substansia yang tipis diantara
korteks dan permukaan lateral putamen sedangkan korpus striatum merupakan
suatu kumpulan substansia grisea disebelah anterior kaput nuklei kaudatus
berhubungan dengan nukleus lentiformis. Fungsi Striatum adalah mengatur postur
atau gerakan-gerakan tertentu dan tonus otot. Striatum merupakan target dari
input korteks putamen. Globus palidus berperan sebagai sumber output terhadap
thalamus dan dibagi menjadi dua bagian yaitu globus pallidus medialis dan
lateralis. Globus pallidus yang terletak disebelah lateral dikenal sebagai
paleostriatum.6,7
Nuklei basal ganglia mendapat impuls dari daerah motorik dan
premotorik. Ganglia basalis menerima input dari korteks serebri di striatum,
kemudian input diteruskan ke globus pallidus dan kemudian menuju substansia
nigra. Kemudian sinyal diteruskan kembali ke korteks serebri melalui thalamus.
Fungsi ganglia basalis mempertahankan tonus otot yang diperlukan untuk
menstabilkan posisi sendi. Adanya kerusakan pada struktur ganglia basalis
menyebabkan gerakan yang tidak terkontrol seperti tremor. Berkurangnya
dopaminergik (neurotransmitter) dari substansia nigra ke striatum.6
16
Gambar 2. Bagian otak yang terlibat dalam parkinson disease
Saraf aferen dari korteks serebri dan thalamus diterima oleh ganglia
basalis melalui pintu masuk yaitu putamen (striatum) dan pintu keluarnya adalah
globus pallidus. Saraf aferen dari ganglia basalis ini selanjutnya menuju thalamus
dan korteks motorik.Ganglia basalis berperan sebagai proses motorik, termasuk
ekspresi, emosi serta integrasi impuls motorik dan sensorik dan pada proses
kognitif. Ganglia basalis melakukan fungsi motoriknya secara tidak langsung
melalui pengaruhnya pada area pramotor, motor, dan suplementer korteks serebri.
Fungsi utama ganglia basalis menyangkut inisiasi dan fasilitasi gerakan volunter,
dan supresi simultan pengaruh involunter atau tidak diinginkan yang dapat
mengganggu gerakan halus dan efektif. Ganglia basalis juga menggunakan umpan
balik propioseptif dari perifer untuk membandingkan pola atau program gerakan
yang ditimbulkan oleh korteks motorik dengan gerakan yang diinisiasi, sehingga
gerakan mengalami penghalusan oleh mekanisme servo-kontrol berkelanjutan.6,7
Kelainan basal ganglia dapat menimbulkan berbagai jenis gangguan
tergantung pada lokasi dan luasnya, dapat berupa defisiensi pergerakan yaitu
hipokinetik movement disorder (penyakit parkinson) dan gerakan berlebihan yaitu
hiperkinetik movement disorders (chorea, tremor). Gangguan ganglia basalis,
meliputi lesi pada globus palidus dan subtansia nigra yang dapat menyebabkan
17
sindroma hipokinesia-hipertonia (akinesia) seperti parkinson. Serta lesi pada
putamen dan nukleus kaudatus yang menyebabkan sindroma hiperkinesia-
hipotonia seperti khorea, atetosis, dan balismus.
19
Gambar 2 : Ilustrasi skematik hubungan efferent dan afferent utama pada
basal ganglia dengan efek eksitatori, garis hitam mewakili pengaruh
inhibitory5.
20
rigiditas, tremor dan ketidakstabilan postur tubuh (kehilangan keseimbangan).
Parkinson juga dapat menimbulkan gejala motorik, seperti gangguan tidur,
konstipasi, kecemasan, depresi dan kelelahan.3
21
3.5 Etiologi dan Faktor Risiko1,2,5
Terdapat beberapa hipotesa yang diduga merupakan etiologi parkinson
disease yaitu infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi
abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang
belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat. Parkinson
disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu
kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-
gerakan yang tidak disadarinya.1,2,5
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada
beberapa faktor resiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan, yaitu:
1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai
200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia
nigra pada penyakit parkinson.
2. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit Parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kr
3. omosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan.
Pada pasien dengan autosomal resesif Parkinson, ditemukan titik delesi dan
mutasi poin pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga
ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit Parkinson
pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit Parkinson
sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih
dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala
Parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA
sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang
diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol
pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada
keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46
tahun.
22
4. Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.
c) Infeksi : Paparan virus influenza intrauterin diduga turut menjadi faktor
Parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia
astroides.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit Parkinson.
Sebaliknya, kopi merupakan neuroprotektif.
5. Ras : angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit berwarna.
6. Trauma kepala : Cedera kranioserebral bisa menyebabkan penyakit Parkinson,
meski peranannya masih belum jelas benar.
7. Stres dan depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat
mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit
Parkinson karena pada stres dan depresi terjadi peningkatan turnover
katekolamin yang memacu stresoksidatif.1,2,5
3.5.Patofisiologi3,5,13.
Penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars
compacta merupakan patofisiologi utama yang terjadi pada Parkinson. Penurunan
kadar dopamine (SNc) sebesar 40-50% tersebut disertai inklusi sitoplasmik
eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor. Substansia nigra (sering
disebut black substance), adalah suatu region kecil di otak (brain stem) yang
terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat
control/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh
gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
23
Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak
terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc
mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine menurun dan akibatnya
semua fungsi neuron di system saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan
kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia),
tremor dan kekauan (rigiditas).3,13
Pada sirkuit basal ganglia terdapat dua jalur utama yaitu jalur direct dan
indirect. Pada jalur direct, aliran yang keluar dari striatum secara langsung
menghambat GPi dan SNr, neuron striatal memiliki D1 reseptor yang memiliki
hubungan secara langsung ke GPi/SNr. Sedangkan pada jalur Indirect, memiliki
hubungan inhibisi diantara striatum dan bagian eksternal dari globus pallidus
(GPe) dan diantara GPe dan nukleus subthalamik (STN). Neuron striatal dengan
D2 reseptor merupakan jalur indirect yang memilki proyeksi ke Gpe, STN
menggunakan rangsangan dari GPi dan SNr. GPi dan SNr mengirimkan output
inhibisi ke nukleus ventral lateral (VL) dari thalamus. Dopamin dilepaskan dari
neuron nigostriatal (substansia nigra pars compacta (SNpc)) untuk mengaktivasi
jalur direct dan menginhibisi jalur indirect. Pada penyakit parkinson,
berkurangnya dopamin striatal menyebabkan meningkatnya output inhibisi dari
GPi/SNr melalui jalur direct dan indirect3,13.
24
Gambar 3. Diagram skematik dari jalur neurotransmiter pada sirkuit
cortical-basal ganglia-thalamik pada penyakit parkinson5
25
Gambar 4. Patofisiologi penyakit parkinson.
26
Gambar 5. Manifestasi klinis Parkinson
27
yang bergigi (cogwheel phenomenon) sehingga gerakannya menjadi terpatah-
patah/putus-putus dikarenakan adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan
hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron
alfa. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher.
Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance.
Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh,
langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.5, 11
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada impuls
optik, labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia basalis. Hal ini
mengakibatkan berubahan aktivitas refleks yang mempengaruhi motorneuron
gamma dan alfa.5, 11
Pada penderita parkinson gerakan penderita menjadi lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit
itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara
menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.5, 11
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan
yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang,
berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut. 5, 11
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-
ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit.
Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks postural
disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian
kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan
28
mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita
mudah jatuh.5, 11
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini (micrografia). Berjalan dengan langkah kecil
menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala
difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila
berjalan. Bicara monoton terjadi karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan,
pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang
monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat. 5, 11
Demensia terjadi akibat adanya perubahan status mental selama perjalanan
penyakitnya dengan defisit kognitif. Gangguan behavior juga kerap
terjadi,lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah
takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan
lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal
diberi waktu yang cukup.5, 11
Gejala gejala non motoric pada parkinson pisease meliputi: Disfungsi
otonom (hiperhidrasi, hipersalivasi), gangguan sfingter terutama inkontinensia
dan hipotensi ortostatik, poliuria, serta gangguan seksual, ditandai dengan
melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme. Gangguan suasana hati, penderita
sering mengalami depresi. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat.
Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia) serta terdapat
gangguan sensasi seperti kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai
ruang, pembedaan warna. Penderita sering mengalami pingsan, umumnya
disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom
untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan
posisi badan. Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia
atau anosmia).5, 11
30
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya
penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr
(1967) yaitu:
1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya
terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali
orang terdekat (teman)
2. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara
berjalan terganggu
3. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
4. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
5. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Diagnosis penyakit parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya
gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Selain itu, diagnosis penyakit
Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria:
a) Secara klinis
a. Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
b. Dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan
postural.
b) Kriteria Koller
a. Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat
atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung
1 tahun atau lebih.
31
b. Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan
sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1
tahun atau lebih.
c) Kriteria Gelb & Gilman
Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari:
a. Resting tremor
b. Bradikinesia
c. Rigiditas
d. Permulaan asimetris
Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif,
terdiri dari:
a. Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
b. Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun
pertama
c. Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun
pertama
d. Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
32
Tabel 4. National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS)
diagnostic criteria for Parkinson’s disease (PD)11
3.8.Diagnosis Banding11
Diagnosis banding penyakit Parkinson antara lain :
A. Parkinsonism (atipik), seperti:
1) Progresif supranuklear palsi (PSP) dengan gejala parkinsonism progresif,
terutama instabilitas postural, gerak sakadik vertical lambat atau gangguan
pandangan vertical, disertai:
Kesulitan bicara dan menelan
Demensia
Ada degenerasi globus palidus dan STN
2) Degenerasi kortikal basal (CBD) dengan gejala
Parkinsonism (bradikinesia dan rigiditas)
Disfungsi sensorik kortikal (aprasia)
Asimetris, rigiditas fokal dan dystonia
Alien limbs phenomen
33
3) Atrofi multisystem (MSA) termasuk
Degenerasi striatonigral dengan gejala parkinsonism tanpa tremor,
disatria, disfonia, stridor, hiperrefleksia dan instabilitas postural tubuh.
Sindrom Shy Dragger: parkinsonism dengan gangguan
otonom/impotensi, tekanan darah labil, dan gangguan vegetative.
Degenerasi olivopontoserebral adalah parkinsonism dengan gejala
serebral dengan spastisitas.
4) Demensia Lewy bodies dengan gejala:
Demensia sejak dini, gangguan otonom
Halusinasi visual
Terdapat lewy bodies pada korteks, limbus, hipotalamus, dan nuclei
batang otak.
5) Parkinsonism vaskuler dengan gejala:
Lower half parkinsonism: rigiditas tungkai menyebabkan gangguan
berjalan dan disfungsi kortikospinal serta pseudobulber palsy.
6) Parkinson sekunder akibat dari infeksi, drug induced, tumor, trauma, dan
toksin serta vaskular11
34
b. Neuroimaging :
1. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Baru – baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa
hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multisistem
memperlihatkan signal di striatum.
2. Positron Emission Tomography (PET)
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah
memberi kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem
dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit
Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa,
khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua
penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat
awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan
penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi
sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson
dengan Parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat
untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit, maupun secara
obyektif memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon
fetus.1
3.9 Tatalaksana2,3,9,10.
Strategi tatalaksana parkinson disease meliputi1) terapi simtomatik, untuk
mempertahankan independensi pasien, 2) neuroproteksi, dan 3) neurorestorasi,
keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit parkinson. Strategi ini
ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya.
Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-
obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan
atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.18,20
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk
memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini
dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan,
35
terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan, sebagai berikut:
1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah
menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam
amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya
1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya
dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang
luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-
Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase
inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai
neuron dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan
memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali
menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama
carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek
sampingnya. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat
bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.
Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat
dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin
menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat
beta blocker seperti propanolol.
36
4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota
gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena
penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti,
membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang
terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak
maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga
semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek
samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan
dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT
inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin9,10
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid
dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja
dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini
dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan
yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi.
Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan
setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik. Efek samping obat
ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan
muntah.
37
c. Antikolinergik9,10
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan
menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini
mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan
asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat
antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu
thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya
yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton),
orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin). Efek samping obat ini
adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak
diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena
dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
e. Amantadin9,10
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui
38
dapat menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala
tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai
kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya
dapat mengakibatkan mengantuk.
g. Neuroproteksi9,10
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346),
lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors.
Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase
inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I
mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
39
Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson
2. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan pada penderita parkinson disease bertujuan untuk
memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang
mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
40
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan
kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat
tidak aman untuk melakukan ablasi dikedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada
seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi
di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari
levodopa dan mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982
oleh Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous
adrenal) yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang
pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon
yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non
neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells
dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan
jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat
proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi
yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4
tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik
operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor,
kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.
3. Non Farmakologik11.
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.
Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga
dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
41
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan,
Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan
perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan psikologik.
Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi,
okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki
pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan
otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari
kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu:
- Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun
visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
- Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan
yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut
sesuatu dilantai.
- Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada
dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat
ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau
melihat sekitar.
Fungsi kognitif, kepribadian, status mental pasien dan keluarganya juga
perlu dikaji. Hasilnya pengkajian digunakan untuk melakukan terapi
rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.11
42
4. Prognosis
Dubia ad malam
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani pasien sepanjang hidup.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progres hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasen berbeda-
beda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah5.
Penyakit parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal,
tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pasien penyakit
parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
penyakit parkinson. Pada tahap akhir, penyakit parkinson dapat menyebabkan
komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan
kematian5
Sebelum pengenalan Levodopa, penyakit Parkinson menimbulkan cacat
berat atau kematian pada 25% pasien dalam 5 tahun dari onset, 65% dalam waktu
10 tahun, dan 89% dalam waktu 15 tahun. Tingkat kematian akibat penyakit
Parkinson adalah 3 kali dari populasi umum sesuai untuk usia, jenis kelamin, dan
asal ras. Dengan diperkenalkannya Levodopa, angka kematian menurun sekitar
50%, dan umur diperpanjang beberapa tahun. Hal ini diduga disebabkan oleh efek
simtomatik Levodopa. The American Academy of Neurology mencatat bahwa
gambaran klinis berikut dapat membantu memprediksi tingkat perkembangan
penyakit Parkinson5,8
Usia yang lebih tua saat onset dan kekakuan/hipokinesia awal dapat
digunakan untuk memprediksi
(1) progresi motorik yang lebih cepat motorik pada pasien dengan penyakit
Parkinson yang baru didiagnosis dan
43
(2) penurunan kognitif dan demensia yang berkembang lebih awal. Namun,
gejala tremor diawal dapat memprediksi perjalanan penyakit yang lebih jinak
dan manfaat terapeutik Levodopa yang lebih lama.
Progresi motorik yang lebih cepat juga dapat diprediksi jika pasien laki-laki,
memiliki komorbiditas, dan memiliki ketidakstabilan postural/kesulitan gait.
Usia yang lebih tua saat onset, demensia, dan penurunan respon terhadap
terapi dopaminergik dapat memprediksi penurunan kelangsungan hidup.
44
BAB IV
ANALISIS KASUS
45
gerakan kedua tangan dan tungkai menjadi lambat dengan langkah kecil-kecil
sehingga semakin mengganggu aktivitas penderita sehari-hari. Pada pasien ini
fungsi otonom masih baik, hal ini didapat dari riwayat BAB dan BAK normal.
Tanda-tanda gangguan neurokognitif juga belum ditemukan.
Pada pasien ini didapatkan gejala tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
dan bradikinesia. Maka, kriteria Hughes pada pasien ini adalah definite untuk
penyakit Parkinson.
46
Berdasarkan kriteria klinis yang telah dibuat UK Parkinson’s Disease
Society Brain Bank, diagnosis Parkinson dapat ditegakkan apabila memenuhi 3
langkah diagnostik. Pada pasien ini, ketiga langkah diagnosis telah terpenuhi.
Pada langkah 1, pada pasien didapatkan tanda-tanda bradikinesia, yaitu gerakan
kedua tangan dan tungkai menjadi lambat, gangguan gait dengan langkah kecil-
kecil, pasien mengalami kesulitan untuk memulai berjalan dan bangkit dari duduk.
Didapatkan pula gejala rigiditas dan resting tremor. Pada langkah kedua, beberapa
kriteria eksklusi terpenuhi melalui data yang diperoleh dari anamnesis. Namun,
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan beberapa kemungkinan
penyebab lain dari gejala Parkinson pada pasien ini. Langkah ketiga juga telah
terpenuhi, melalui anamnesis yang menunjukkan pada awal onset penyakit pasien
mengalami resting tremor unilateral pada tangan kanan. Selain itu, pasien juga
mulai mengalami kekakuan/rigiditas. Gejala-gejala tersebut mengalami
progresivitas seiring dengan berjalannya waktu. Progresivitas ditandai dengan
tremor yang semakin parah pada tangan kanan. Tanda-tanda bradikinesia juga
ada, yang dimulai dari gerakan kedua tangan dan tungkai menjadi lambat,
gangguan gait dengan langkah kecil-kecil, kemudian diikuti kesulitan untuk
memulai berjalan dan bangkit dari duduk. Gejala rigiditas, yaitu keluhan
kekakuan, juga ditemukan pada pasien ini. Namun, penderita mengalami penyakit
ini untuk pertama kalinya, sehingga beberapa kriteria klinis pada langkah ketiga
tidak terpenuhi. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut pada pasien ini
mengenai respon terapi dan perjalanan penyakit selanjutnya.
Menurut Kriteria Hoehn & Yahr (1967), untuk kepentingan klinis
diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan
stadium klinis.
1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya
terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali
orang terdekat (teman)
2. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara
berjalan terganggu
47
3. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu
saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
4. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk
jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri,
tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
5. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachectic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Pada pemeriksaan saat ini, pada pasien ini didapatkan tremor bilateral yang
semakin parah, gerakan tubuh yang melambat, berjalan dengan langkah kaki kecil,
dan kesulitan untuk berdiri dari posisi duduk. Namun, keseimbangann belum
terganggu. Maka, berdasarkan temuan-temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pada pasien ini mengalami penyakit Parkinson stadium klinis 2.
Diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium, CT-Scan, dan MRI untuk menyingkirkan diagnosis banding pada
pasien ini. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain
pemeriksaan kadar T3, T4, dan TSH untuk mengevaluasi kemungkinan adanya
hipertiroidisme. Pemeriksaan CT-Scan dan MRI dapat dilakukan untuk
mengevaluasi adanya tumor otak, hidrosefalus, dan tanda-tanda stroke. Diagnosis
pasti penyakit Parkinson dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histologis
postmortem.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini meliputi tatalaksana
nonfarmakologis dan farmakologis. Tatalaksana nonfarmakologis yaitu melalui
komunikasi, informasi, dan edukasi, yaitu dengan menginformasikan kepada
pasien dan keluarga pasien tentang penyakitnya, baik proses penyakit, kondisi
yang terjadi pada pasien, medikasi yang dibutuhkan, pentingnya meminum obat
teratur, serta menganjurkan kepada penderita untuk olahraga yang teratur. Terapi
lain yang dapat dilakukan berupa latihan fisioterapi, terapi okupasi dan
psikoterapi. Fisioterapi dapat berguna untuk mencegah atau mengurangi beberapa
efek kekakuan sekunder dan postur menekuk seperti bahu, pinggul, dan
punggung. Fisioterapi juga dapat meningkatkan keseimbangan dan koordinasi
motorik.
48
Pada pasien ini diberikan terapi farmakologis yaitu leparson dan
trihexylpenidil. Leparson/levodopa merupakan golongan obat yang mengganti
dopamine dan merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson.
Pemberian Levodopa dan trihexylpenidil bertujuan untuk mengurangi tremor,
kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Terapi farmakologis diberikan karena
gejala Parkinson telah mengakibatkan gangguan fungsional yang cukup berarti
pada pasien ini. Pasien berusia >60 tahun, sehingga pilihan terapinya adalah
levodopa. Penderita dianjurkan untuk kontrol ulang untuk mengevaluasi respon
terhadap pengobatan untuk menentukan diagnosis dan terapi selanjutnya.
Prognosis quo ad vitam pasien ini adalah dubia ad bonam. Hal ini
dikarenakan penyakit parkinson tidak mengancam jiwa, dan apabila ditatalaksana
dengan tepat progresivitas gejala pada parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau
lebih. Prognosis quo ad functionam pasien adalah dubia ad malam mengingat
progresivitas penyakit parkinson. Prognosis quo ad sanationam pasien adalah
malam, dikarenakan penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif
progressive irreversible. Meskipun demikian, dengan tatalaksana yang tepat,
kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif hingga beberapa tahun
setelah diagnosis.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Greenberg D.A, Aminof M.J, Simon R.P. Clinical Neurology 8th edition.
The McGraw-Hill Companies, 2012. Halaman 318-319
2. De Jong’s.The Neurologic Examination.Sixth Edition. Lippincott Williams
Wilkins,Philadelphia, 2005.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. FKUI. 2007.hal. 3837
4. Sjahrir H. Parkinson’s Disease. Dementia dalam Parkinson’s Disease &
Other Movement Disorder. Medan. Pustaka Press, 2007; p. 54-71.
5. Ropper, A. H., Victor, M., Samuels, M. A., & Adams, R. D. 1.
(2014). Adams and Victor's principles of neurology (10th ed.). New York,
N.Y.: McGraw Hill Medical.
6. Guyton, A.C. Serebelum, Ganglia Basalis,dan Seluruh Pengatur Motorik.
Dalam Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC.Jakarta. 1997. Hal. 887-926.
7. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC;
2006.
8. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2012. Hal 1006-1041.
9. Ikawati, Z., 2006, Pengantar Farmakologi Molekuler, UGM Press,
Yogyakarta
10. Nugroho, AE., 2012, Farmakologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
11. Jankovic J (2007), Parkinson’s disease: clinical features and diagnosis.
Department of Neurology, Parkinson’s Disease Center and Movement
Disorders Clinic, Baylor College of Medicine, 6550 Fannin, Suite 1801,
Houston, Texas
12. Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup
Penderita penyakit parkinson di poliklinik saraf rs dr kariadi. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2007.
50
13. Baehr MF, Michael. Duu,s Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. United
States of America: Thieme; 2005.
51