Disusun oleh :
dr. Adhara Puspa Noorita
Pendamping :
dr. Nia Tri Mulyani
dr. Jauhar Muhammad
Oleh:
dr. Adhara Puspa Noorita
Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia
di RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Kabupaten Brebes.
Mengetahui,
Pendamping Internsip I Pendamping Internsip II
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hasil Laboratorium :
Hematologi
Hemoglobin : 9,1 g/dl ()
Leukosit : 5500/ul (N)
Hematokrit : 27,3 % ()
LED : 78 mm/jam ()
Trombosit : 348.000/ul (N)
Diff count : E/B/G/L/M : 3/0/76 /17 / 4
GDS : 104
Screening HIV : non reactive
BTA : positive
Urinalisa
Warna kekeruhan : kuning keruh
BJ : 1.020
pH : 6.0
Keton : negative
Protein : (+) 1
Glukosa : negative
Blood : negative
Nitrit : negative
Urobilinogen : negative
Bilirubin : negative
Leukosit : negative
Urinalisa (sedimen)
Leukosit : 1-3
Erytrosit : 0-1
Silinder : negative
Epithel : gepeng (+) 1
Bakteri : (+) 1
Kristal : negative
Lain-lain : negative
EKG
-Sinus Takikardi
Foto Rongen Thorak
DIAGNOSIS
Tuberculosis Paru
Limfadenitis TB
Infeksi Saluran Kemih
DD/ Bronkitis
Pneumonia
TERAPI
IGD
- O2 10 lpm NRM
- IVFD NaCl 0,9 % loading 500 cc lanjut 25 tpm (transet)
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi farmavon 3x1 amp
- Injeksi ranitidin 2x50 mg
- Infus paracetamol 500 mg kp
- Po fartolin syr 3x1 C
- Po paracetamol 3x500 mg prn
BANGSAL ISOLASI
- IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm (transet)
- O2 nasal canul 3 lpm kp sesak
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi farmavon 3x1 amp
- Injeksi ranitidin 2x50 mg
- Infus paracetamol 500 mg kp
- Po Rifampisin 150 mg
- Po Isoniazid 75 mg
- Po Pirazinamid 400 mg
- Po Etambutol 275 mg
- Po Alpara 3x1
- Po Capsul batuk 3x1
- Po B6 1x1
Daftar Pustaka :
1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2007. Hal
988 – 995
2. Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis. Edisi
2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.
3. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.PDPI:2006.
4. Badan Pusat Statistik, 2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2017, Jakarta.
5. Kementerian Kesehatan RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016
tentang Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2016.
National Strategic Plan of Tuberculosis Control 2016-2020, Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan RI, 2015. Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014, Jakarta.
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Sustainability Development Goals.
7. WHO, 2017. Global Tuberculosis Report 2017, Jenewa.
8. www.who.int/gho/mortality_burden_disease/cause_death/top10/en/
9. Mboeik, Manuel Lamberto dr, et all. Performa Pemeriksaan Xpert MTB/RIF dengan
menggunakan spesimen Bilasan Lambung dalam mendiagnosis Tuberkolosis Paru pada
pasien HIV. Jakarta: RS dr. Cipto Mangunkusumo.2018
10. Tanto, Chris, et all. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta:FKUI. 2014. Hal 828-
832
Hasil pembelajaran :
1. Mengetahui definisi tuberculosis paru
2. Mengetahui etiologi dan klasifikasi tuberculosis paru
3. Mengetahui faktor resiko tuberculosis paru
4. Mengetahui manifestasi klinis tuberculosis paru
5. Mengetahui cara penegakan diagnosis tuberculosis paru
6. Mengetahui penatalaksanaan klinis tuberculosis paru
7. Mengetahui etiologi dan klasifikasi tuberculosis paru
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio
SUBJEKTIF :
- Keluhan utama: batuk lama ± 1 bulan secara terus menerus. Batuk berdahak
mengeluarkan dahar warna putih kehijauan. Batuk grok-grok.
- Keluhan sesak nafas, sesak nafas dirasa semakin memberat saat batuk.
- Keluhan panas hilang timbul turun dengan diminumi obat.
- Keluhan sering letih dan mudah lelah dalam beraktivitas.
- Di leher kanan pasien terdapat 1 benjolan ± 1 cm, sudah pecah krmn, pecah sendiri saat
memakai baju, nyeri (-), keluar nanah dan darah, pasien hanya menutupnya dengan
kapas dan betadin.
- Keluhan sering BAB cair selama 2 minggu, warna kuning, darah (-), lendir (-) dan nyeri
(+) saat BAK.
- Pasien merasa berat badan turun drastis selama 2 minggu ini. Napsu makan dan
minum pasien menurun, konsumsi kopi (-), konsumsi alkohol (-), merokok (+), mual
(+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), pusing (+), sariawan (-), dan gusi berdarah (-).
OBJEKTIF:
Dari pemeriksaan fisik ditemukan:
KU : tampak sesak dan lemes
Vital signs : TD: 90/60 mmHg, HR : 82 x/menit, HR: 28 x/menit, Temp: 39,5 °C per
aksilla, SpO2: 90 % udara ruangan
Kepala : wajah tampak pucat, Mata : konjungtiva anemis (+/+), Mulut : mulut
kering (+), Leher : limfonodi tidak teraba, terdapat bekas luka di leher kanan, keluar
darah (+) dan nanah (+), nyeri (-), Thoraks :P/ vesikuler +/+, ronkhi basah kasar +/+,
wheezing, Abdomen: nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, Ekstremitas:
Edema - - , akral dingin + +
- - - -
Sianosis + +
+ +
Kuku pucat + +
+ +
Capillary refill 2 detik
Hasil Laboratorium : Hb: 9,1 g/dl (), Ht : 27,3 % (), LED : 78 mm/jam (), Diff
count: E/B/G/L/M : 3/0/76 /17 / 4
Urinalisa : bakteri (+) 1
EKG: sinus takikardi
RO Thorax: konsolidasi paru, tampak kesuraman di kedua lapang paru, TB Paru aktif
ASSESSMENT :
Tuberculosis Paru
Limfadenitis TB
Infeksi Saluran Kemih
DD/ Bronkitis
Pneumonia
PLAN:
IGD
- O2 10 lpm NRM
- IVFD NaCl 0,9 % loading 500 cc lanjut 25 tpm (transet)
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi farmavon 3x1 amp
- Injeksi ranitidin 2x50 mg
- Infus paracetamol 500 mg kp
- Po fartolin syr 3x1 C
- Po paracetamol 3x500 mg prn
BANGSAL ISOLASI
- IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm (transet)
- O2 nasal canul 3 lpm kp sesak
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi farmavon 3x1 amp
- Injeksi ranitidin 2x50 mg
- Infus paracetamol 500 mg kp
- Po Rifampisin 150 mg
- Po Isoniazid 75 mg
- Po Pirazinamid 400 mg
- Po Etambutol 275 mg
- Po Alpara 3x1
- Po Capsul batuk 3x1
- Po B6 1x1
EDUKASI:
Edukasi tentang penyakit yang diderita oleh pasien, penyebab penyakit tersebut dan faktor
resiko ang menyebabkan penyakit tersebut memberat. Pada pasien ini menderita infeksi paru
(flek) dimana hal ini sering disebabkan oleh kontak udara dengan pasien flek sebelumnya.
Faktor resiko dari penyakit ini antara lain sering kontak dengan pasien flek, tidak memakai
masker, daya tahan tubuh rendah contoh HIV dan gizi buruk, etika batuk dan buang dahak
sembarangan. Untuk pencengahan pasien disarankan memakai masker, pengobatan flek rutin 6
bulan, etika batuk yang benar, menambah ventilasi rumah agar cahaya matahari dapat masuk,
dan di rawat di bangsal isolasi khusus pasien flek.
Hasil follow up:
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya.
Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia
Tenggara (45%)—dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya—dan 25% nya terjadi
di kawasan Afrika seperti pada Gambar 3 berikut ini.
Penularan Tuberkulosis
Jika pasien berbicara, meludah, batuk atau bersin, maka kuman-kuman tuberkulosis
akan menyebar ke udara dapat terhirup oleh orang lain yang berada disekitar pasien.
Tuberkulosis dapat menular pada orang-orang yang secara tak sengaja menghirupnya.
Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional).
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks
primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu
suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan,
akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan:
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
Klasifikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis Paru
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) , TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+).
-
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
-
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
-
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-).
-
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
-
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis.
Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik :
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada atau peluritic chest pain (bila disertai peradangan pleura)
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan.
Inspeksi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
• Bila lesi luas, dapat ditemukan bentuk dada yang tidak simetris.
Palpasi: Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
• Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berupa fremitus mengeras atau melemah
Perkusi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
• Bila ada kelainan tertentu, dapat terdengar perubahan suara perkusi seperti hipersonor
pada pneumotoraks, atau pekak pada efusi pleura.
Auskultasi : Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan
• Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berikut: Ronki basah kasar terutama di apeks
paru, suara napas melemah atau mengeras, atau stridor. suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apeks
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan foto thoraks PA, foto lateral, top-lordotik, oblik,
CT-Scan. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif antara lain; Bayangan
berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus
bawah, kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular,
bayangan bercak milier, efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). Sedangkan
gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif antara lain; Fibrotik , Kalsifikasi, Schwarte
atau penebalan pleura. Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru.
Skema Alur Diagnosis TB Paru
Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama (lini 1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan
antara lain INH, Rifampisin, Pirazinamid , Streptomisin, Etambutol. Sedangkan Obat
tambahan (lini 2) antara lain Kanamisin, Amikasin dan Kuinolon.
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa
indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah dari pada OAT
lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT
lapis kedua.
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut; OAT harus
diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
b.
Pengelompokan pasien berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
– Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
– Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
– Multi drug resisten (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan
– Extensive drug resisten (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resisten terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
- Resisten Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi
terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode
fenotip (konvensional).
Hasil akhir pengobatan TB:
- Sembuh: dari bakteriologis positif menjadi negatif di akhir pengobatan
- Lengkap: Pengobatan lengkap tetapi hasil akhir pengobatan tidak diketahui
- Gagal: dahak tetap positif atau kembali positif pada buln ke lima atau lebih, atau hasil
dahak menunjukan resisten obat
- Meninggal (oleh sebab apapun)
- Lost to follow up ( putus obat): pasien TB yang tidak mium obat atau berhenti berobat
secara terus menerus > 2 bulan
- Tidak dievaluasi: Tidak diketahui hasil akhir pengobatan (termasuk pasien pindah ke
faskes lain)
Efek Samping OAT
Prognosis
Dubia. Tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi, status
imun, dan komorbidibitas. Baik bila pasien patuh menelan obat dalam waktu 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2007.
Hal 988 – 995
2. Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis.
Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.
3. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.PDPI:2006.
4. Badan Pusat Statistik, 2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2017, Jakarta.
5. Kementerian Kesehatan RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016
tentang Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2016.
National Strategic Plan of Tuberculosis Control 2016-2020, Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan RI, 2015. Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014, Jakarta.
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Sustainability Development Goals.
7. WHO, 2017. Global Tuberculosis Report 2017, Jenewa.
8. www.who.int/gho/mortality_burden_disease/cause_death/top10/en/
9. Mboeik, Manuel Lamberto dr, et all. Performa Pemeriksaan Xpert MTB/RIF dengan
menggunakan spesimen Bilasan Lambung dalam mendiagnosis Tuberkolosis Paru pada
pasien HIV. Jakarta: RS dr. Cipto Mangunkusumo.2018
10. Tanto, Chris, et all. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta:FKUI. 2014. Hal 828-
832