Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS MEDIK

“SEORANG LAKI-LAKI USIA 27 TAHUN DENGAN TUBERKULOSIS PARU,


LIMFADENITIS TB DAN INFEKSI SALURAN KEMIH”

Disusun oleh :
dr. Adhara Puspa Noorita

Pendamping :
dr. Nia Tri Mulyani
dr. Jauhar Muhammad

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SITI AMINAH BUMIAYU
KABUPATEN BREBES
JAWA TENGAH
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO KASUS MEDIK


“SEORANG LAKI-LAKI USIA 27 TAHUN DENGAN TUBERKULOSIS PARU,
LIMFADENITIS TB DAN INFEKSI SALURAN KEMIH”

Oleh:
dr. Adhara Puspa Noorita

Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia
di RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Kabupaten Brebes.

Periode Februari 2019 – Februari 2020


Disetujui dan disahkan
Pada tanggal, Agustus 2019

Mengetahui,
Pendamping Internsip I Pendamping Internsip II

dr. Nia Tri Mulyani dr. Jauhar Muhammad

Ketua Komite Medik

dr. Rahmat Santosa, Sp. PD


BAB 1
PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Adhara Puspa Noorita


Nama Wahana : RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Brebes
Topik : Tuberkulosis Paru
Tanggal (kasus) : 5 Maret 2019 Presenter : dr. Adhara Puspa Nootita
Nama Pasien : Tn. S No. RM : 00-23-41-65
Tanggal Presentasi : Agustus 2019 Pendamping :
dr. Nia Tri Mulyani
dr. Jauhar Muhammad
Tempat Presentasi : R. Aula RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Brebes
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan   Ketrampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka 

 Diagnostik   Manajemen   Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa   Lansia  Bumil


 Deskripsi :
Seorang laki-laki usia 27 tahun datang ke IGD dengan keluhan batuk lama ± 1 bulan
 Tujuan :
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen pasien tuberkulosis paru
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus   Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi  E-mail  Pos
dan diskusi 
Data pasien : Nama : Tn. S No CM : 00-23-
41-65
Nama RS : RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Telp : (0289) 432209
Brebes
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan batuk lama ± 1 bulan secara terus menerus. Batuk
berdahak mengeluarkan dahar warna putih kehijauan. Batuk grok-grok. Pasien juga
mengalami sesak nafas, sesak nafas dirasa semakin memberat saat batuk. Selain itu pasien
merasa sering panas hilang timbul turun dengan diminumi obat. Pasien juga merasa sering
letih dan mudah lelah dalam beraktivitas. Di leher kanan pasien terdapat 1 benjolan ± 1 cm,
sudah pecah kemarin, pecah sendiri saat memakai baju, nyeri (-), keluar nanah dan darah,
pasien hanya menutupnya dengan kapas dan betadin. Pasien sering BAB cair selama 2
minggu, warna kuning, darah (-), lendir (-) dan nyeri (+) saat BAK. Pasien merasa berat
badan turun drastis selama 2 minggu ini. Napsu makan dan minum pasien menurun,
konsumsi kopi (-), konsumsi alkohol (-), merokok (+), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati
(+), pusing (+), sariawan (-), dan gusi berdarah (-).
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien memiliki riwayat maag
- Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit kencing manis disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat alergi disangkal
3. Riwayat Pengobatan :
-
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Ayah pasien memiliki riwayat penyakit batuk lama, sudah pengobatan ± 4 bulan tidak
rutin, rawat inap di RS 1 kali saat pertama kali pengobatan. 2 bulan yang lalu ayah
pasien meninggal dunia.
- Riwayat keluarga dengan penyakit tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat keluarga dengan penyakit kencing manis disangkal
- Riwayat keluarga dengan penyakit alergi disangkal
- Riwayat keluarga dengan penyakit keganasan disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien saat ini tidak bekerja. Sebelumnya pasien memiliki pekerjaan sebagai karyawan
swasta. Pasien belum menikah. Pasien tinggal bersama ibu dan adik-adiknya. Pembiayaan
menggunakan BPJS PBI.
6. Lain-lain :
-
PEMERIKSAAN FISIK :
- KU : tampak sesak dan lemes
- Kesadaran : compos mentis (GCS : E5M6V4)
- Vital signs :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 82 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 28 x/menit
Suhu : 39,5 °C per aksilla
SpO2 : 90 % udara ruangan
Berat Badan :50 kg
- Kepala : mesosefal, wajah tampak pucat
- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-)
- Mulut : bibir tampak sianosis (-), mulut kering (+)
- Leher : limfonodi tidak teraba, terdapat bekas luka di leher kanan, keluar darah (+)
dan nanah (+), nyeri (-).
- Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi otot pernafasan (-), ictus
cordis tidak tampak
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronkhi basah +/+, wheezing -/-
C/ S1-2 reguler, murmur -, gallop -
- Abdomen
Inspeksi : datar, kulit tampak pucat, supel, distensi (-), asites (-), massa (-), jejas
(-), pelebaran pembuluh darah (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, lien dan hepar tidak teraba,
defan musculer (-)
- Ekstremitas
Edema - - , akral dingin + +
- - - -
Sianosis + +
+ +
Kuku pucat + +
+ +
Capillary refill 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hasil Laboratorium :
Hematologi
Hemoglobin : 9,1 g/dl ()
Leukosit : 5500/ul (N)
Hematokrit : 27,3 % ()
LED : 78 mm/jam ()
Trombosit : 348.000/ul (N)
Diff count : E/B/G/L/M : 3/0/76 /17 / 4
GDS : 104
Screening HIV : non reactive
BTA : positive
Urinalisa
Warna kekeruhan : kuning keruh
BJ : 1.020
pH : 6.0
Keton : negative
Protein : (+) 1
Glukosa : negative
Blood : negative
Nitrit : negative
Urobilinogen : negative
Bilirubin : negative
Leukosit : negative
Urinalisa (sedimen)
Leukosit : 1-3
Erytrosit : 0-1
Silinder : negative
Epithel : gepeng (+) 1
Bakteri : (+) 1
Kristal : negative
Lain-lain : negative

EKG
-Sinus Takikardi
Foto Rongen Thorak

- CTR < 50%


- Konsolidasi paru
- Tampak kesuraman di lapang paru dextra dan sinistra
- Hasil TB paru (Aktif)

DIAGNOSIS
Tuberculosis Paru
Limfadenitis TB
Infeksi Saluran Kemih
DD/ Bronkitis
Pneumonia

TERAPI
IGD
- O2 10 lpm NRM
- IVFD NaCl 0,9 % loading 500 cc lanjut 25 tpm (transet)
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi farmavon 3x1 amp
- Injeksi ranitidin 2x50 mg
- Infus paracetamol 500 mg kp
- Po fartolin syr 3x1 C
- Po paracetamol 3x500 mg prn
BANGSAL ISOLASI
- IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm (transet)
- O2 nasal canul 3 lpm kp sesak
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi farmavon 3x1 amp
- Injeksi ranitidin 2x50 mg
- Infus paracetamol 500 mg kp
- Po Rifampisin 150 mg
- Po Isoniazid 75 mg
- Po Pirazinamid 400 mg
- Po Etambutol 275 mg
- Po Alpara 3x1
- Po Capsul batuk 3x1
- Po B6 1x1
Daftar Pustaka :
1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2007. Hal
988 – 995
2. Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis. Edisi
2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.
3. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.PDPI:2006.
4. Badan Pusat Statistik, 2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2017, Jakarta.
5. Kementerian Kesehatan RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016
tentang Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2016.
National Strategic Plan of Tuberculosis Control 2016-2020, Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan RI, 2015. Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014, Jakarta.
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Sustainability Development Goals.
7. WHO, 2017. Global Tuberculosis Report 2017, Jenewa.
8. www.who.int/gho/mortality_burden_disease/cause_death/top10/en/
9. Mboeik, Manuel Lamberto dr, et all. Performa Pemeriksaan Xpert MTB/RIF dengan
menggunakan spesimen Bilasan Lambung dalam mendiagnosis Tuberkolosis Paru pada
pasien HIV. Jakarta: RS dr. Cipto Mangunkusumo.2018
10. Tanto, Chris, et all. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta:FKUI. 2014. Hal 828-
832
Hasil pembelajaran :
1. Mengetahui definisi tuberculosis paru
2. Mengetahui etiologi dan klasifikasi tuberculosis paru
3. Mengetahui faktor resiko tuberculosis paru
4. Mengetahui manifestasi klinis tuberculosis paru
5. Mengetahui cara penegakan diagnosis tuberculosis paru
6. Mengetahui penatalaksanaan klinis tuberculosis paru
7. Mengetahui etiologi dan klasifikasi tuberculosis paru
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio
SUBJEKTIF :
- Keluhan utama: batuk lama ± 1 bulan secara terus menerus. Batuk berdahak
mengeluarkan dahar warna putih kehijauan. Batuk grok-grok.
- Keluhan sesak nafas, sesak nafas dirasa semakin memberat saat batuk.
- Keluhan panas hilang timbul turun dengan diminumi obat.
- Keluhan sering letih dan mudah lelah dalam beraktivitas.
- Di leher kanan pasien terdapat 1 benjolan ± 1 cm, sudah pecah krmn, pecah sendiri saat
memakai baju, nyeri (-), keluar nanah dan darah, pasien hanya menutupnya dengan
kapas dan betadin.
- Keluhan sering BAB cair selama 2 minggu, warna kuning, darah (-), lendir (-) dan nyeri
(+) saat BAK.
- Pasien merasa berat badan turun drastis selama 2 minggu ini. Napsu makan dan
minum pasien menurun, konsumsi kopi (-), konsumsi alkohol (-), merokok (+), mual
(+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), pusing (+), sariawan (-), dan gusi berdarah (-).

OBJEKTIF:
Dari pemeriksaan fisik ditemukan:
 KU : tampak sesak dan lemes
 Vital signs : TD: 90/60 mmHg, HR : 82 x/menit, HR: 28 x/menit, Temp: 39,5 °C per
aksilla, SpO2: 90 % udara ruangan
 Kepala : wajah tampak pucat, Mata : konjungtiva anemis (+/+), Mulut : mulut
kering (+), Leher : limfonodi tidak teraba, terdapat bekas luka di leher kanan, keluar
darah (+) dan nanah (+), nyeri (-), Thoraks :P/ vesikuler +/+, ronkhi basah kasar +/+,
wheezing, Abdomen: nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, Ekstremitas:
Edema - - , akral dingin + +
- - - -
Sianosis + +
+ +
Kuku pucat + +
+ +
Capillary refill 2 detik
 Hasil Laboratorium : Hb: 9,1 g/dl (), Ht : 27,3 % (), LED : 78 mm/jam (), Diff
count: E/B/G/L/M : 3/0/76 /17 / 4
 Urinalisa : bakteri (+) 1
 EKG: sinus takikardi
 RO Thorax: konsolidasi paru, tampak kesuraman di kedua lapang paru, TB Paru aktif
ASSESSMENT :
Tuberculosis Paru
Limfadenitis TB
Infeksi Saluran Kemih
DD/ Bronkitis
Pneumonia
PLAN:
IGD
- O2 10 lpm NRM
- IVFD NaCl 0,9 % loading 500 cc lanjut 25 tpm (transet)
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi farmavon 3x1 amp
- Injeksi ranitidin 2x50 mg
- Infus paracetamol 500 mg kp
- Po fartolin syr 3x1 C
- Po paracetamol 3x500 mg prn
BANGSAL ISOLASI
- IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm (transet)
- O2 nasal canul 3 lpm kp sesak
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
- Injeksi farmavon 3x1 amp
- Injeksi ranitidin 2x50 mg
- Infus paracetamol 500 mg kp
- Po Rifampisin 150 mg
- Po Isoniazid 75 mg
- Po Pirazinamid 400 mg
- Po Etambutol 275 mg
- Po Alpara 3x1
- Po Capsul batuk 3x1
- Po B6 1x1
EDUKASI:
Edukasi tentang penyakit yang diderita oleh pasien, penyebab penyakit tersebut dan faktor
resiko ang menyebabkan penyakit tersebut memberat. Pada pasien ini menderita infeksi paru
(flek) dimana hal ini sering disebabkan oleh kontak udara dengan pasien flek sebelumnya.
Faktor resiko dari penyakit ini antara lain sering kontak dengan pasien flek, tidak memakai
masker, daya tahan tubuh rendah contoh HIV dan gizi buruk, etika batuk dan buang dahak
sembarangan. Untuk pencengahan pasien disarankan memakai masker, pengobatan flek rutin 6
bulan, etika batuk yang benar, menambah ventilasi rumah agar cahaya matahari dapat masuk,
dan di rawat di bangsal isolasi khusus pasien flek.
Hasil follow up:

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


6/3/2019 Sesak nafas (+) KU: sesak TB Paru O2 3 lpm nasal canul
Batuk dahak GCS: E5V4M6 Limfadenitis IVFD NaCl 0,9 % 20
Nyeri saat BAK TD: 110/90 TB tpm (transet)
mmHg ISK Injeksi ceftriaxon
HR: 86 x/m 2x1 gr
RR: 24 x/m Injeksi farmavon 3x1
SpO2: 99 % nasal amp
canul Injeksi ranitidin 2x50
mg
Infus paracetamol
500 mg kp
Po Rifampisin 1x450
mg
Po INH 1x225 mg
Po Etambutol
1x815mg
Po Pirazinamid
1x1200mg
Po B6 1x1
7/3/19 Sesak KU: sedang Tb Paru IVFD NaCl 0,9 % 20
berkurang GCS: E5V4M6 Limfadenitis tpm (transet)
Nyeri saat BAK TD: 120/80 TB Injeksi ceftriaxon
berkurang mmHg ISK 2x1 gr
HR: 80 x/m Injeksi farmavon 3x1
RR: 20 x/m amp
SpO2: 99 % udara Injeksi ranitidin 2x50
ruangan mg
Infus paracetamol
500 mg kp
Po Rifampisin 1x450
mg
Po INH 1x225 mg
Po Etambutol
1x815mg
Po Pirazinamid
1x1200mg
Po Alpara 3x1
Po Capsul batuk 3x1
Po B6 1x1
8/3/29 Keluhan - KU: baik Tb Paru IVFD NaCl 0,9 % 20
GCS: E5V4M6 tpm (transet)
TD: 110/80 Limfadenitis Injeksi ceftriaxon
mmHg TB 2x1 gr
HR: 88 x/m ISK Injeksi farmavon 3x1
RR: 20 x/m amp
SpO2: 99 % udara Injeksi ranitidin 2x50
ruangan mg
Infus paracetamol
500 mg kp
Po Rifampisin 1x450
mg
Po INH 1x225 mg
Po Etambutol
1x815mg
Po Pirazinamid
1x1200mg
Po Alpara 3x1
Po Capsul batuk 3x1
Po B6 1x1
Pasien BLPL
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya.

Epidemiologi dan Penularan Tuberkulosis


Epidemiologi
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8 juta – 12,
juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan insiden kasus
tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan seperti yang terlihat pada
gambar berikut ini.

Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia
Tenggara (45%)—dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya—dan 25% nya terjadi
di kawasan Afrika seperti pada Gambar 3 berikut ini.

Badan kesehatan dunia mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden


countries (HBC) untuk TBC berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, dan MDR-TBC.
Terdapat 48 negara yang masuk dalam daftar tersebut. Satu negara dapat masuk dalam salah
satu daftar tersebut, atau keduanya, bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama 13
negara lain, masuk dalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut. Artinya Indonesia memiliki
permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TBC.
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per
17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki
1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.
Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki
lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum
obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak
68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok.

Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TBC dengan


konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke
atas dan prevalensi TBC BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke
atas. Berdasarkan survey Riskesdas 2013, semakin bertambah usia, prevalensinya semakin
tinggi. Kemungkinan terjadi re-aktivasi TBC dan durasi paparan TBC lebih lama dibandingkan
kelompok umur di bawahnya. Sebaliknya, semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan (yang
menggambarkan kemampuan sosial ekonomi) semakin rendah prevalensi TBC seperti yang
diperlihatkan pada gambar berikut ini.
Gambaran kesakitan menurut pendidikan menunjukkan, prevalensi semakin rendah
seiring dengan tingginya tingkat pendidikan. Kesakitan TBC menurut kuintil indeks
kepemilikian menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok terbawah sampai dengan
menengah atas. Perbedaan hanya terjadi pada kelompok teratas. Hal ini berarti risiko TBC
dapat terjadi pada hampir semua tingkatan sosial ekonomi.

Penularan Tuberkulosis
Jika pasien berbicara, meludah, batuk atau bersin, maka kuman-kuman tuberkulosis
akan menyebar ke udara dapat terhirup oleh orang lain yang berada disekitar pasien.
Tuberkulosis dapat menular pada orang-orang yang secara tak sengaja menghirupnya.

Morfologi dan Karakteristik Mycobacterium Tuberculosis

TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri gram positif, berbentuk batang


halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic. Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan
ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5µm, dengan bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Kuman
TB tumbuh secara obligat aerob. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme
kuman.Dapat tumbuh dengan suhu 30-40º C dan suhu optimum 37-38º C. Kuman akan mati
pada suhu 60º C selama 15-20 menit.

Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional).
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks
primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu
suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan,
akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan:
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

Klasifikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis Paru
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) , TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+).
-
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
-
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
-
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-).
-
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
-
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis.

2. Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :
a. Kasus baru: pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan..
b. Kasus kambuh (relaps): pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani
kasus tuberkulosis.
c. Kasus defaulted atau drop out: pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal: pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik: pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB:
-
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran
yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
-
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan
OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.

Tuberkulosis Ekstra Paru


Tuberkulosis ekstraparu yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-
kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang
kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik :
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada atau peluritic chest pain (bila disertai peradangan pleura)
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan.

Inspeksi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
• Bila lesi luas, dapat ditemukan bentuk dada yang tidak simetris.

Palpasi: Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
• Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berupa fremitus mengeras atau melemah

Perkusi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
• Bila ada kelainan tertentu, dapat terdengar perubahan suara perkusi seperti hipersonor
pada pneumotoraks, atau pekak pada efusi pleura.

Auskultasi : Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan
• Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berikut: Ronki basah kasar terutama di apeks
paru, suara napas melemah atau mengeras, atau stridor. suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apeks
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.

Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior


Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan BTA
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan),
Pagi ( keesokan harinya ), Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi), atau setiap
pagi 3 hari berturut-turut. Untuk TB ekstra paru spesimen dapat diambil dari bilas lambung,
cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
2. Pemeriksaan TCM
Sejak tahun 2010, WHO telah menyarankan penggunaan tes cepat molekuler (TCM) yang
disebut GeneXpert MTB/RIF® atau Xpert MTB/RIF sebagai uji diagnostik awal pada pasien
HIV tersangka TB paru dan pasien TB paru dengan dugaan resistensi terhadap rifampisin.
Kelebihan Xpert MTB/RIF adalah tidak membutuhkan sumber daya manusia yang besar dan
dapat memberikan diagnosis TB yang akurat sekaligus mendeteksi resistensi rifampisin hanya
dalam waktu sekitar 100 menit.
3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan foto thoraks PA, foto lateral, top-lordotik, oblik,
CT-Scan. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif antara lain; Bayangan
berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus
bawah, kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular,
bayangan bercak milier, efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). Sedangkan
gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif antara lain; Fibrotik , Kalsifikasi, Schwarte
atau penebalan pleura. Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru.
Skema Alur Diagnosis TB Paru

Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama (lini 1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan
antara lain INH, Rifampisin, Pirazinamid , Streptomisin, Etambutol. Sedangkan Obat
tambahan (lini 2) antara lain Kanamisin, Amikasin dan Kuinolon.
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa
indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah dari pada OAT
lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT
lapis kedua.
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut; OAT harus
diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT dan Peruntukannya


a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru.
Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 1

b.

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).
Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 2

c. OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Dosis KDT Sisipan

Pengelompokan pasien berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
– Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
– Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
– Multi drug resisten (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan
– Extensive drug resisten (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resisten terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
- Resisten Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi
terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode
fenotip (konvensional).
Hasil akhir pengobatan TB:
- Sembuh: dari bakteriologis positif menjadi negatif di akhir pengobatan
- Lengkap: Pengobatan lengkap tetapi hasil akhir pengobatan tidak diketahui
- Gagal: dahak tetap positif atau kembali positif pada buln ke lima atau lebih, atau hasil
dahak menunjukan resisten obat
- Meninggal (oleh sebab apapun)
- Lost to follow up ( putus obat): pasien TB yang tidak mium obat atau berhenti berobat
secara terus menerus > 2 bulan
- Tidak dievaluasi: Tidak diketahui hasil akhir pengobatan (termasuk pasien pindah ke
faskes lain)
Efek Samping OAT

Prognosis
Dubia. Tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi, status
imun, dan komorbidibitas. Baik bila pasien patuh menelan obat dalam waktu 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2007.
Hal 988 – 995
2. Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis.
Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.
3. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.PDPI:2006.
4. Badan Pusat Statistik, 2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2017, Jakarta.
5. Kementerian Kesehatan RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016
tentang Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2016.
National Strategic Plan of Tuberculosis Control 2016-2020, Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan RI, 2015. Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014, Jakarta.
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Sustainability Development Goals.
7. WHO, 2017. Global Tuberculosis Report 2017, Jenewa.
8. www.who.int/gho/mortality_burden_disease/cause_death/top10/en/
9. Mboeik, Manuel Lamberto dr, et all. Performa Pemeriksaan Xpert MTB/RIF dengan
menggunakan spesimen Bilasan Lambung dalam mendiagnosis Tuberkolosis Paru pada
pasien HIV. Jakarta: RS dr. Cipto Mangunkusumo.2018
10. Tanto, Chris, et all. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta:FKUI. 2014. Hal 828-
832

Anda mungkin juga menyukai