Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

EFUSI PLEURA DEXTRA ET CAUSA TUBERKULOSIS PARU KLINIS DENGAN


INFEKSI SALURAN KEMIH DAN UNDERWEIGHT

Oleh :
dr. Andi Indah Chairunnisa dr. Leorca Aurino
dr. Ayu Hanura Florentia Kaparang dr. Nabila Chintia Putri
dr. Berliana Noviyanti dr. Noveria Lase
dr. Cita Shafira Amalia dr. Puti Shahnaz
dr. Cut Syarifah Ainun dr. Tasya Laresa Putri Sanjung
dr. Fauzatun Rahmi dr. Timotius Gatma Buntori Purba
dr. Jaya Saraswati dr. Yotmiro saktobart rottie

Pendamping :
dr. Mohammad Saptadji, MARS
dr. M. Tan’iem Nawawi

Pembimbing :
dr. Andi Khomeini, Sp.PD dr. Iwan Rivai A. Siahaan, Sp.OK
dr. Azizah, Sp. Rad dr. Nursyahidah, Sp.FK
dr. Efriadi Ismail, Sp.P dr. Siti Chandra Widjanantie, Sp.KFR (K)
dr. Isabella, Sp.MK

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT DARURAT COVID – 19 WISMA ATLET KEMAYORAN
JAKARTA PUSAT
PERIODE FEBRUARI – APRIL 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Efusi Pleura Dextra Et Causa Tuberkulosis Paru Klinis Dengan Infeksi Saluran Kemih
dan Underweight

Disusun oleh :
1. dr. Andi Indah Chairunnisa
2. dr. Ayu Hanura Florentia Kaparang
3. dr. Berliana Noviyanti
4. dr. Cita Shafira Amalia
5. dr. Cut Syarifah Ainun
6. dr. Fauzatun Rahmi
7. dr. Jaya Saraswati
8. dr. Leorca Aurino
9. dr. Nabila Chintia Putri
10. dr. Noveria Lase
11. dr. Puti Shahnaz
12. dr. Tasya Laresa Putri Sanjung
13. dr. Timotius Gatma Buntori Purba
14. dr. Yotmiro saktobart rottie
Jakarta, 10 April 2022

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2 Pembimbing 3

dr. Andi Khomeini, Sp.PD dr. Azizah, Sp. Rad dr. Efriadi Ismail, Sp.P

Pembimbing 4 Pembimbing 5

dr. Isabella, Sp.MK dr. Iwan Rivai A. Siahaan, Sp.OK

Pembimbing 6 Pembimbing 7

dr. Nursyahidah, Sp.FK dr. Siti Chandra Widjanantie, Sp.KFR (K)

Pendamping 1 Pendamping 2

dr. Mohammad Saptadji, MARS dr. M. Tan’iem Nawawi


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. ZL
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katolik
Alamat KTP :
Jl. Flores Indah Blok L RT/RW 01/00
Kel. Bumi Jaya, Kec. Talisayan,
Berau, Kalimantan Timur
Asal domisili :
Maumere, Nusa Tenggara Timur
No. RM : 9380
Pekerjaan : ATLM
Pendidikan : D4
Status : Belum menikah
Tanggal masuk : 25 Maret 2022
Tanggal periksa : 26 Maret 2022

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 27 Maret 2022 di poli Nakes RSDC
Wisma Atlet Kemayoran

 Keluhan Utama
Nyeri dada kanan

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dan kemudian di rawat di poli Nakes RSDC
Wisma Atlet Kemayoran sejak 2 hari yang lalu (25/03/2022) dengan
keluhan nyeri dada kanan. Nyeri bagian atas dada kanan dirasakan sejak
4 hari sebelum pasien datang ke poli Nakes, muncul secara tiba – tiba
saat pasien bangun tidur, nyeri dirasakan semakin memburuk hingga ke
area punggung dan pinggang belakang, serta tidak membaik dengan
istirahat. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah batuk kering,
demam, nyeri badan sebelah kanan, dan pasien mengeluh nyeri dada
kanan bertambah saat pasien batuk dan menarik napas hingga pasien
merasa sedikit sesak napas sehingga pada hari ke empat keluhan pasien
datang ke poli Nakes dan kemudian dilakukan observasi.

Pasien mengaku batuk kering yang dirasakan saat ini muncul


sejak 1 minggu dan mengalami batuk berdarah 1 hari sebelum datang ke
poli Nakes (24/03/2022) disertai gusi berdarah. Pasien mengalami
penurunan berat badan sekitar 2 kg dalam 1 bulan terakhir. Pasien sudah
pernah dilakukan pemeriksaan rontgen dada saat bekerja di RSUD
Waikabubak dan di RSDC Wisma Atlet Kemayoran. Pemeriksaan
rontgen dada di RSDC Wisma Atlet Kemayoran dilakukan pada saat
MCU (Januari 2021), Desember 2021, dan terakhir pada tanggal 27
Maret 2022 dengan hasil adanya penumpukan cairan.

Menurut teman sekamar dan ketua tim pasien, pasien sudah


mengalami gejala batuk sejak 1 minggu sebelum pasien dirawat di poli
Nakes, pasien mengalami gejala demam hingga suhu 40 C. Pasien sudah
beberapa kali mengalami batuk darah, batuk lama, dan demam naik
turun sejak bulan Maret 2021 dan biasanya konsumsi obat paracetamol
kemudian tidak melakukan kunjungan ke poli Nakes dan pasien pertama
kali mengalami batuk berdarah saat SMA. Pasien kurang terbuka
terhadap teman sekamarnya terkait keluhan yang dialami.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit ASMA sejak 10 tahun yang
lalu. Pasien tidak pernah terkonfirmasi COVID – 19.

 Riwayat Vaksinasi COVID – 19


Pasien sudah di vaksinasi COVID – 19 sebanyak tiga kali, vaksin dosis
1 dan 2 dengan Sinovac dan vaksin booster dengan Moderna

 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan serupa pada keluarga atau teman sekamar pasien disangkal.

 Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : tidak ada
Riwayat konsumsi alkohol : tidak ada
Olahraga : tidak secara rutin
Riwayat konsumsi obat rutin: tidak ada
 Riwayat Gizi
Pasien makan sehari tiga kali terdiri dari nasi, lauk, sayur, dan buah
namun pasien mengaku sudah lama merasa nafsu makan berkurang
sehingga sering kali makanan pasien tidak habis.

 Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang relawan di RSDC Wisma Atlet Kemayoran
sejak Januari 2021, sebelumnya pernah bekerja di RSUD Waikabubak,
NTT. Pasien memiliki BPJS.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Maret 2022 dengan hasil
sebagai berikut :
 Keadaan Umum
Compos mentis, tampak sakit sedang

 Tanda Vital
TD : 108/68 mmHg
HR : 62 x/menit regular
RR : 20 x/menit
Suhu : 38.9 C
SpO2 : 90% (room air)
SpO2 : 100% (oksigenasi simple mask 6 lpm)

 Status gizi
BB : 38 kg
TB : 153 cm
BMI : 16.23 kg/m2
Kesimpulan : berat badan kurang (underweight)

 Status generalisata
- Kulit : pucat (-), sianotik (-), ikterus (-)
- Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+)
- Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
- Hidung : secret (-), mukosa hiperemis (-), deviasi septum (-)
- Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), oral
thrush (-)
- Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),
JVP tidak meningkat
- Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada asimetris, gerak dinding kanan
tampak sedikit terlambat
Perkusi : redup di lapang paru kanan bawah
Palpasi : gerak dinding dada asimetris, gerak dada kanan sedikit
tertinggal, taktil fremitus dada kanan menurun
Auskultasi: SNV +/+ terdengar melemah di basal kanan, rhonki -/-,
wheezing -/-
- Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : kuatnya pulsasi ictus cordis sulit dinilai
Perkusi : batas atas jantung berada pada ICS II linea parasternalis
kiri, batas jantung bawah berada pada ICS V 2 jari dari
midklavicularis sinistra, batas kanan jantung berada pada ICS IV
linea para sternalis kanan, batas kiri jantung berada pada ICS V linea
midklavikularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Dinding perut datar, venektasi (-), jejas (-), striae (-), caput
medusae (-), ikterus (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
- Ekstremitas
Superior : teraba akral hangat, oedem (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : teraba akral hangat, oedem (-/-), CRT < 2 detik
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Swab PCR : negatif (25/03/2022, di RSDC Wisma Atlet Kemayoran)

 EKG : kesan normo sinus rhythm (27/03/2022, di RSDC Wisma


Atlet Kemayoran)

 Laboratorium
25/03/2022, di RSDC Wisma Atlet Kemayoran
26/03/2022, di RSDC Wisma Atlet Kemayoran

 Rontgen Thoraks
27/03/2022, di RSDC Wisma Atlet Kemayoran
2.5 DIAGNOSIS BANDING
 Pleuritis
 Pneumonia
 COVID – 19
 Brokiektasis
 Dengue fever
 Infeksi saluran kemih

2.6 DIAGNOSIS
 Efusi pleura dextra
 Tuberkulosis paru klinis
 Underweight

2.7 TATALAKSANA
 Oksigenasi menggunakan simple mask 6 lpm
 IVFD RL 20tpm
 Levofloxacin 1x750mg
 Paracetamol 3 x 1 tablet
 Erdomex 2x1 tablet
 Antasida syrup 4x10 mL (K/P)
 Omeprazole 2x40 mg (K/P)
 Rencana rujuk eksternal

2.8 FOLLOW UP
28/03/2022, RS Yarsi
Pasien masih mengeluh sesak napas dan batuk (pukul 13.00 WIB),
dilakukan pengambilan cairan paru di RS Yarsi sebanyak kurang lebih 800
cc, pasien mengatakan bahwa cairan yang keluar berwarna kuning, agak
kental, dan keruh. Pada pukul 18.00 WIB pasien mengaku sesak napas,
nyeri dada, serta nyeri pinggang berkurang.

Pasien dilakukan beberapa pemeriksaan ulang, sebagai berikut :


 Rontgen Thoraks

Kesimpulan
- Efusi pleura kanan
- Fibroinfiltrat di lapang atas kedua paru, sesuai gambaran TB Paru

Perbandingan
- Radiografi thoraks pada tanggal 27/03/2022 dari RS Wisma Atlet

 Laboratorium
30/03/2022, RS Yarsi :
Pasien mengaku sempat merasa menggigil dan sesak napas setelah
konsumsi obat di RS Yarsi

01/04/2022, RS Yarsi :
Keluhan pasien sudah membaik dan rencana pulang esok hari

02/04/2022, RS Yarsi :
Pasien pulang dari RS Yarsi dan kembali ke RSDC Wisma Atlet
Kemayoran (tower 2), dengan mendapat obat pulang sebagai berikut :
- OAT 4FDC 1x3 tablet
- Vitamin B6 1x10mg
- Curcuma 3x1 tablet
- VIP albumin 2x1 tablet
- Asam folat 1x1 tablet
- Tablet fe 1x1 tablet
- Methylprednisolon 2x16 mg (untuk 7 hari)
- Omeprazole 1x1 ac
- Domperidone 2x1 (KP)

04/04/2022, tower 2 RSDC Wisma Atlet Kemayoran :


Pasien sudah tidak ada keluhan, saat ini masih mengonsumsi obar pulang
dari RS Yarsi.
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 ASPEK PARU


Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang berlebih pada
kavum pleura yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
pembentukan dan pembuangan cairan pada kavum pleura. Akumulasi dari
cairan pleura bukanlah suatu penyakit yang spesifik, melainkan sebuah
bagian dari penyakit yang mendasari.
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi dan penyebab
utama kematian di kalangan penyakit menular, disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Tuberculous Pleural Effusion (TPE)
merupakan salah satu bentuk TB extrapulmoner kedua paling sering
ditemukan dan merupakan etiologi yang umum menyebabkan efusi pleura
pada daerah endemis TB.
Presentasi klinis dari efusi pleura tergantung pada jumlah cairn
yang terakumulasi serta penyakit yang mendasari. Gejala yang umum
ditemukan antara lain nyeri dada pleuritik, dyspnea, dan batuk kering.
Nyeri dada biasanya tajam dan diperparah dengan batuk, bersin, dan
gerakan-gerakan yang menyebabkan terjadinya gesekan antara kedua
lapisan pleura. Pada kasus Tuberkulosis dengan efusi pleura, sebagian
besar penyakit muncul secara akut, disertai dengan demam dan gejala
penurunan berat badan, keringat malam, dan malaise. Pada pemeriksaan
fisik, dapat ditemukan taktil fremitus menurun, perkusi redup, dan
penurunan hingga menghilangnya suara napas vesikuler.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk diagnosis awal
efusi pleura antara lain foto radiografi dada. Pada foto radiografi dapat
ditemukan opasitas homogen berupa penumpulan sudut kostofrenikus.
Pemeriksaan CT thorax dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi-
kondisi yang kompleks dimana anatomi dada tidak dapat dinilai dengan
radiografi thorax. Pemeriksaan CT dapat membantu membedakan
empyema dan abses paru. Untuk penegakkan diagnosis TPE, diperlukan
pemeriksaan sputum, cairan pleura, atau biopsi spesimen pleura dengan
presentasi dari Mycobacterium tuberculosis.

Thoracocentesis harus dilakukan pada seluruh pasien dengan efusi


pleura dengan tinggi lebih dari 1 cm pada foto radiografi, ultrasonografi,
dan CT. Pemeriksaan diagnostik biokimia, sitologi, dan mikrobiologi
diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Kriteria Light merupakan
indikator yang paling sensitif untuk eksudat, dengan membandingkan
kadar protein dan LDH pada cairan pleura dan serum. Efusi pleura
eksudatif memiliki rasio protein PF/serum > 0.6, dan rasio protein
PF/serum >0.5. Pada pasien TB dengan efusi, hasil analisis cairan pleura
berupa eksudat dengan predominan PMN, gram positif, LDH > 1000,
glukosa < 40 mg%, pH <7.2. 
Pada umumnya, TPE merupakan self-limiting disease, dan pada
kasus-kasus TPE yang tidak diobati, efusi dapat mengalami resolusi
spontan dalam 4-16 minggu. Tujuan dari terapi TPE termasuk: (1)
mencegah terjadinya kasus TB aktif, (2) meringankan keluhan TPE, (3)
mencegah munculnya fibrothorax.
Regimen terapi TPE sama dengan TB paru, yaitu isoniazid,
rifampin, pyrazinamide selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan
isoniazid dan rifampin selama 2 bulan. Thoracocentesis terapeutik
direkomendasikan pada pasien dengan dyspnea karena efusi pleura masif.
Pada akhir terapi anti-tuberkulosis, sekitar 25% pasien dengan TPE
menunjukkan penebalan pleura residual. Pemberian agen fibrinolitik
ditambah dengan OAT pada pasien dengan efusi lokal simptomatis dapat
menyebabkan resolusi efusi pleura secara cepat dan menurunkan insidens
penebalan pleura residual.

3.2 ASPEK PENYAKIT DALAM


3.3 ASPEK KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Dalam dunia kedokteran, terdapat spesialisasi kedokteran fisik dan
rehabilitasi medik. Spesialisasi ini juga disebut sebagai physiatry. Peran
dokter rehabilitasi medik adalah mengupayakan penyembuhan dan
rehabilitasi pasien yang mengalami kondisi tertentu akibat cedera atau
penyakit. Rehabilitasi medik adalah terapi yang dilakukan guna
mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami masalah.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi dengan prevalensi
tertinggi di dunia dan terbesar ketiga di Indonesia dengan 1,02 juta kasus.
Masalah utama pada penderita tuberkulosis paru adalah pembersihan jalan
nafas yang tidak efektif yang ditandai dengan dispnea, ronchi, sputum
yang berlebihan, batuk yang tidak efektif.. Infeksi Tuberkulosis paru pada
jaringan paru-paru dapat menyebabkan gangguan restriksi pada paru,
dimana terjadinya gangguan pada jaringan keseluruhan pada paru,
sehingga berkurangnya kemampuan untuk mengembang dan mengempis
paru. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan
membersihkan sekresi atau penyumbatan pada saluran nafas untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas. Obstruksi saluran napas disebabkan
oleh menumpuknya sputum pada jalan napas yang akan mengakibatkan
ventilasi menjadi tidak adekuat. Untuk itu perlu dilakukan tindakan
memobilisasi pengeluaran sputum agar proses pernapasan dapat berjalan
dengan baik guna mencukupi kebutuhan oksigen tubuh. Frekuensi nafas
yang normal dan keteraturan irama pernafasan terjadi karena kecukupan
suplai oksigen dalam paru yang akan didistibusikan ke seluruh tubuh.
Saluran napas yang bebas dari sekret yang menumpuk akan memudahkan
transport oksigen dari saluran pernapasan menuju paru-paru. Kecukupan
suplai oksigen dalam tubuh ditandai dengan AGD dalam batas normal.
Kemampuan mengeluarkan sekret berkaitan dengan kemampuan pasien
melakukan batuk efektif. Batuk yang efektif dapat mendorong sekret yang
menumpuk pada jalan nafas untuk keluar, dengan dilakukan batuk efektif
akan membantu proses pengeluaran sekret yang menumpuk pada jalan
nafas sehingga tidak ada lagi perlengketan pada jalan nafas sehingga jalan
nafas paten dan sesak nafas berkurang.
Tujuan Rehabilitasi Respirasi adalah mengatasi sesak dengan
breathing control dan relaksasi, untuk mengatasi retensi mucus bisa
dilakukan latihan batuk efektif, dan pada gangguan pengembangan paru
dapat diberikan latihan untuk pengembangan paru yang dikombinasikan
dengan teknik nafas dalam dan thoracal mobility. Begitu juga dengan
gangguan aktifitas sehari-hari, kita dapat memberikan teknik hemat energi
untuk bergerak agar mencegah sesak nafas.
3.4 ASPEK KEDOKTERAN OKUPASI
3.5 ASPEK RADIOLOGI
3.6 ASPEK LABORATORIUM KLINIK
3.7 ASPEK FARMAKOLOGI KLINIK
3.7.1 PRINSIP PENGOBATAN

Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk;

1. Menyembuhkan penderita sampai sembuh.


2. Mencegah kematian
3. Mencegah kekambuhan, dan
4. Menurunkan tingkat penularan.

Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip-prinsip yang dipakai adalah :

- Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk
mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
- Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

3.7.1 Pengobatan TB
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina


Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Ri 2005)
3.7.2 Kategori pengobatan TB
Kategori 1 :
a. Pasien baru TB Paru BTA positif
b. Pasien TB Paru BTA negative Foto thorax positif
c. Pasien TB ekstra paru

Kategori 2 :
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
3.7.4 Efek Samping Obat:

1. Isoniazid
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg/hari atau dengan vitamin
B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan
lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrome pellagra). Efek
samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang 25 terjadi pada kurang
lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentkan
OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah:
- Sindrom Flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom dispepsi, berupa sakit perut, mual, anorexia, muntah-muntah
kadang diare.
- Gatal-gatal dan kemerahan Efek samping yang berat namun jarang terjadi:
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut, OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus.
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, Rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak nafas.
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism
obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar
mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid
Efek samping utama adalah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan arthritis gout. Hal ini
kemingkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.

4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung dengan dosis yang diapakai, jarang
sekali terjadi pada dosis 15-25 mg/kgBB/hari atau 30 mg/kgBB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler untuk dideteksi.

5. Streptomisin.
Efek samping utama adalah kelainan syaraf VIII (Nervus
Vestibulocochlearis) yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat adalah telinga berdenging (tinnitus), pusing dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25 gram. Jika pengobatan diteruskan makan kerusakan
alat keseimbangan makin parah dan menetap. Reaksi hipersensitivitas
kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala,
muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat
terjadi segera setalah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25 gram. Streptomiisn dapat menembus sawar plasenta sehingga
tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak saraf
pendengaran janin. (PDPI, 2006)

3.7.5 Levofloxacin

Levofloxacin adalah antibiotik fluorokuinolon generasi ketiga spektrum luas

yang bekerja pada bakteri gram-positif dan gram-negatif serta patogen atipikal

terutama pada infeksi traktus respiratorius. Pada sediaan intravena, lama infus

untuk 250 mg/50 mL dan 500 mg/100 mL adalah tidak kurang dari 60 menit, 750

mg/150 mL adalah tidak kurang dari 90 menit.

Parameter monitor:

- Monitor fungsi renal selama pengobatan

- Pemeriksaan mata dengan slit-lamp dan/atau pewarnaan fluoresen letika ada

gejala gangguan pada kornea

- Monitor gula darah pada pasien dengan diabetes melitus

- Monitor EKG untuk melihat kemungkinan adanya pemanjangan interval QT

atau aritmia

Levofloksasin mengalami metabolisme terbatas dan diekskresikan terutama

melalui urin dalam bentuk tidak berubah. Hampir 87% dari dosis yang diberikan,

ditemukan dalam bentuk tidak berubah di urin dalam waktu 48 jam, kurang dari

4% ditemukan di feses dalam waktu 72 jam. Dari dosis yang diberikan, kurang

dari 5% ditemukan di urin sebagai metabolit desmetil dan N-oksida. Metabolit ini
merupakan satu- satunya metabolit yang telah diidentifikasi pada manusia dan

memiliki peran yang kecil dalam aktivitas farmakologi,


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai