Oleh :
dr. Andi Indah Chairunnisa dr. Leorca Aurino
dr. Ayu Hanura Florentia Kaparang dr. Nabila Chintia Putri
dr. Berliana Noviyanti dr. Noveria Lase
dr. Cita Shafira Amalia dr. Puti Shahnaz
dr. Cut Syarifah Ainun dr. Tasya Laresa Putri Sanjung
dr. Fauzatun Rahmi dr. Timotius Gatma Buntori Purba
dr. Jaya Saraswati dr. Yotmiro saktobart rottie
Pendamping :
dr. Mohammad Saptadji, MARS
dr. M. Tan’iem Nawawi
Pembimbing :
dr. Andi Khomeini, Sp.PD dr. Iwan Rivai A. Siahaan, Sp.OK
dr. Azizah, Sp. Rad dr. Nursyahidah, Sp.FK
dr. Efriadi Ismail, Sp.P dr. Siti Chandra Widjanantie, Sp.KFR (K)
dr. Isabella, Sp.MK
LAPORAN KASUS
Efusi Pleura Dextra Et Causa Tuberkulosis Paru Klinis Dengan Infeksi Saluran Kemih
dan Underweight
Disusun oleh :
1. dr. Andi Indah Chairunnisa
2. dr. Ayu Hanura Florentia Kaparang
3. dr. Berliana Noviyanti
4. dr. Cita Shafira Amalia
5. dr. Cut Syarifah Ainun
6. dr. Fauzatun Rahmi
7. dr. Jaya Saraswati
8. dr. Leorca Aurino
9. dr. Nabila Chintia Putri
10. dr. Noveria Lase
11. dr. Puti Shahnaz
12. dr. Tasya Laresa Putri Sanjung
13. dr. Timotius Gatma Buntori Purba
14. dr. Yotmiro saktobart rottie
Jakarta, 10 April 2022
Menyetujui,
dr. Andi Khomeini, Sp.PD dr. Azizah, Sp. Rad dr. Efriadi Ismail, Sp.P
Pembimbing 4 Pembimbing 5
Pembimbing 6 Pembimbing 7
Pendamping 1 Pendamping 2
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 27 Maret 2022 di poli Nakes RSDC
Wisma Atlet Kemayoran
Keluhan Utama
Nyeri dada kanan
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : tidak ada
Riwayat konsumsi alkohol : tidak ada
Olahraga : tidak secara rutin
Riwayat konsumsi obat rutin: tidak ada
Riwayat Gizi
Pasien makan sehari tiga kali terdiri dari nasi, lauk, sayur, dan buah
namun pasien mengaku sudah lama merasa nafsu makan berkurang
sehingga sering kali makanan pasien tidak habis.
Tanda Vital
TD : 108/68 mmHg
HR : 62 x/menit regular
RR : 20 x/menit
Suhu : 38.9 C
SpO2 : 90% (room air)
SpO2 : 100% (oksigenasi simple mask 6 lpm)
Status gizi
BB : 38 kg
TB : 153 cm
BMI : 16.23 kg/m2
Kesimpulan : berat badan kurang (underweight)
Status generalisata
- Kulit : pucat (-), sianotik (-), ikterus (-)
- Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+)
- Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
- Hidung : secret (-), mukosa hiperemis (-), deviasi septum (-)
- Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), oral
thrush (-)
- Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),
JVP tidak meningkat
- Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada asimetris, gerak dinding kanan
tampak sedikit terlambat
Perkusi : redup di lapang paru kanan bawah
Palpasi : gerak dinding dada asimetris, gerak dada kanan sedikit
tertinggal, taktil fremitus dada kanan menurun
Auskultasi: SNV +/+ terdengar melemah di basal kanan, rhonki -/-,
wheezing -/-
- Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : kuatnya pulsasi ictus cordis sulit dinilai
Perkusi : batas atas jantung berada pada ICS II linea parasternalis
kiri, batas jantung bawah berada pada ICS V 2 jari dari
midklavicularis sinistra, batas kanan jantung berada pada ICS IV
linea para sternalis kanan, batas kiri jantung berada pada ICS V linea
midklavikularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Dinding perut datar, venektasi (-), jejas (-), striae (-), caput
medusae (-), ikterus (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
- Ekstremitas
Superior : teraba akral hangat, oedem (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : teraba akral hangat, oedem (-/-), CRT < 2 detik
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Swab PCR : negatif (25/03/2022, di RSDC Wisma Atlet Kemayoran)
Laboratorium
25/03/2022, di RSDC Wisma Atlet Kemayoran
26/03/2022, di RSDC Wisma Atlet Kemayoran
Rontgen Thoraks
27/03/2022, di RSDC Wisma Atlet Kemayoran
2.5 DIAGNOSIS BANDING
Pleuritis
Pneumonia
COVID – 19
Brokiektasis
Dengue fever
Infeksi saluran kemih
2.6 DIAGNOSIS
Efusi pleura dextra
Tuberkulosis paru klinis
Underweight
2.7 TATALAKSANA
Oksigenasi menggunakan simple mask 6 lpm
IVFD RL 20tpm
Levofloxacin 1x750mg
Paracetamol 3 x 1 tablet
Erdomex 2x1 tablet
Antasida syrup 4x10 mL (K/P)
Omeprazole 2x40 mg (K/P)
Rencana rujuk eksternal
2.8 FOLLOW UP
28/03/2022, RS Yarsi
Pasien masih mengeluh sesak napas dan batuk (pukul 13.00 WIB),
dilakukan pengambilan cairan paru di RS Yarsi sebanyak kurang lebih 800
cc, pasien mengatakan bahwa cairan yang keluar berwarna kuning, agak
kental, dan keruh. Pada pukul 18.00 WIB pasien mengaku sesak napas,
nyeri dada, serta nyeri pinggang berkurang.
Kesimpulan
- Efusi pleura kanan
- Fibroinfiltrat di lapang atas kedua paru, sesuai gambaran TB Paru
Perbandingan
- Radiografi thoraks pada tanggal 27/03/2022 dari RS Wisma Atlet
Laboratorium
30/03/2022, RS Yarsi :
Pasien mengaku sempat merasa menggigil dan sesak napas setelah
konsumsi obat di RS Yarsi
01/04/2022, RS Yarsi :
Keluhan pasien sudah membaik dan rencana pulang esok hari
02/04/2022, RS Yarsi :
Pasien pulang dari RS Yarsi dan kembali ke RSDC Wisma Atlet
Kemayoran (tower 2), dengan mendapat obat pulang sebagai berikut :
- OAT 4FDC 1x3 tablet
- Vitamin B6 1x10mg
- Curcuma 3x1 tablet
- VIP albumin 2x1 tablet
- Asam folat 1x1 tablet
- Tablet fe 1x1 tablet
- Methylprednisolon 2x16 mg (untuk 7 hari)
- Omeprazole 1x1 ac
- Domperidone 2x1 (KP)
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip-prinsip yang dipakai adalah :
3.7.1 Pengobatan TB
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Kategori 2 :
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
3.7.4 Efek Samping Obat:
1. Isoniazid
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg/hari atau dengan vitamin
B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan
lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrome pellagra). Efek
samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang 25 terjadi pada kurang
lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentkan
OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah:
- Sindrom Flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom dispepsi, berupa sakit perut, mual, anorexia, muntah-muntah
kadang diare.
- Gatal-gatal dan kemerahan Efek samping yang berat namun jarang terjadi:
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut, OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus.
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, Rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak nafas.
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism
obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar
mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama adalah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan arthritis gout. Hal ini
kemingkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung dengan dosis yang diapakai, jarang
sekali terjadi pada dosis 15-25 mg/kgBB/hari atau 30 mg/kgBB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler untuk dideteksi.
5. Streptomisin.
Efek samping utama adalah kelainan syaraf VIII (Nervus
Vestibulocochlearis) yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat adalah telinga berdenging (tinnitus), pusing dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25 gram. Jika pengobatan diteruskan makan kerusakan
alat keseimbangan makin parah dan menetap. Reaksi hipersensitivitas
kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala,
muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat
terjadi segera setalah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25 gram. Streptomiisn dapat menembus sawar plasenta sehingga
tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak saraf
pendengaran janin. (PDPI, 2006)
3.7.5 Levofloxacin
yang bekerja pada bakteri gram-positif dan gram-negatif serta patogen atipikal
terutama pada infeksi traktus respiratorius. Pada sediaan intravena, lama infus
untuk 250 mg/50 mL dan 500 mg/100 mL adalah tidak kurang dari 60 menit, 750
Parameter monitor:
atau aritmia
melalui urin dalam bentuk tidak berubah. Hampir 87% dari dosis yang diberikan,
ditemukan dalam bentuk tidak berubah di urin dalam waktu 48 jam, kurang dari
4% ditemukan di feses dalam waktu 72 jam. Dari dosis yang diberikan, kurang
dari 5% ditemukan di urin sebagai metabolit desmetil dan N-oksida. Metabolit ini
merupakan satu- satunya metabolit yang telah diidentifikasi pada manusia dan