Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS MEDIK

“SEORANG LAKI-LAKI USIA 27 TAHUN DENGAN TUBERCULOSIS PARU”

Disusun oleh :
dr. Adhara Puspa Noorita

Pendamping :
dr. Nia Tri Mulyani
dr. Jauhar Muhammad

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SITI AMINAH BUMIAYU
KABUPATEN BREBES
JAWA TENGAH
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO KASUS MEDIK


“SEORANG LAKI-LAKI USIA 27 TAHUN DENGAN TUBERCULOSIS PARU”

Oleh:
dr. Adhara Puspa Noorita

Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia
di RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Kabupaten Brebes.

Periode Februari 2019 – Februari 2020


Disetujui dan disahkan
Pada tanggal, Agustus 2019

Mengetahui,
Pendamping Internsip I Pendamping Internsip II

dr. Nia Tri Mulyani dr. Jauhar Muhammad

Ketua Komite Medik

dr. Rahmat Santosa, Sp. PD


BAB 1
PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Adhara Puspa Noorita


Nama Wahana : RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Brebes
Topik : Tuberculosis Paru
Tanggal (kasus) : 5 Maret 2019 Presenter : dr. Adhara Puspa Nootita
Nama Pasien : Tn. S No. RM : 00-23-41-65
Tanggal Presentasi : 2019 Pendamping :
dr. Nia Tri Mulyani
dr. Jauhar Muhammad
Tempat Presentasi : R. Aula RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Brebes
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan   Ketrampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka 

 Diagnostik   Manajemen   Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa   Lansia  Bumil


 Deskripsi :
Seorang laki-laki usia 27 tahun datang ke IGD dengan keluhan batuk lama ± 1 bulan
 Tujuan :
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen pasien tuberkulosis paru
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus   Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi  E-mail  Pos
dan diskusi 
Data pasien : Nama : Tn. S No CM : 00-23-
41-65
Nama RS : RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Telp : (0289) 432209
Brebes
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan batuk lama ± 1 bulan secara terus menerus. Batuk
berdahak mengeluarkan dahar warna putih kehijauan. Batuk grok-grok. Pasien juga
mengalami sesak nafas, sesak nafas dirasa semakin memberat saat batuk. Selain itu pasien
merasa sering panas hilang timbul turun dengan diminumi obat. Pasien juga merasa sering
letih dan mudah lelah dalam beraktivitas. Di leher kanan pasien terdapat 1 benjolan ± 1 cm,
sudah pecah kemarin, pecah sendiri saat memakai baju, nyeri (-), keluar nanah dan darah,
pasien hanya menutupnya dengan kapas dan betadin. Pasien sering BAB cair selama 2
minggu, warna kuning, darah (-), lendir (-) dan nyeri (+) saat BAK. Pasien merasa berat
badan turun drastis selama 2 minggu ini. Napsu makan dan minum pasien menurun,
konsumsi kopi (-), konsumsi alkohol (-), merokok (+), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati
(+), pusing (+), sariawan (-), dan gusi berdarah (-).
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien memiliki riwayat maag
- Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit kencing manis disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat alergi disangkal
3. Riwayat Pengobatan :
-
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Ayah pasien memiliki riwayat penyakit batuk lama, sudah pengobatan ± 4 bulan tidak
rutin, rawat inap di RS 1 kali saat pertama kali pengobatan. 2 bulan yang lalu ayah
pasien meninggal dunia.
- Riwayat keluarga dengan penyakit tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat keluarga dengan penyakit kencing manis disangkal
- Riwayat keluarga dengan penyakit alergi disangkal
- Riwayat keluarga dengan penyakit keganasan disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien saat ini tidak bekerja. Sebelumnya pasien memiliki pekerjaan sebagai karyawan
swasta. Pasien belum menikah. Pasien tinggal bersama ibu dan adik-adiknya. Pembiayaan
menggunakan BPJS PBI.
6. Lain-lain :
-
PEMERIKSAAN FISIK :
 KU : tampak sangat sesak dan lemes
 Kesadaran : compos mentis (GCS : E5M6V4)
 Vital signs :
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 82 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 26 x/menit
Suhu : 39,5 °C per aksilla
SpO2 : 94 %
 Berat Badan :50 kg
 Kepala : mesosefal, wajah tampak pucat
 Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
 Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-)
 Mulut : bibir tampak sianosis (-), mulut kering (+)
 Leher : limfonodi tidak teraba, terdapat bekas luka di leher kanan, keluar darah (+)
dan nanah (+), nyeri (-).
 Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi otot pernafasan (-), ictus
cordis tidak tampak
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-
C/ S1-2 reguler, murmur -, gallop -
 Abdomen
Inspeksi : datar, kulit tampak pucat, supel, distensi (-), asites (-), massa (-), jejas
(-), pelebaran pembuluh darah (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, lien dan hepar tidak teraba,
defan musculer (-)
 Ekstremitas
Edema - - , akral dingin + +
- - - -
Sianosis + +
+ +
Kuku pucat + +
+ +
Capillary refill 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hasil Laboratorium :
Hematologi
Hemoglobin : 9,1 g/dl ()
Leukosit : 5500/ul (N)
Hematokrit : 27,3 % ()
LED : 78 mm/jam ()
Trombosit : 348.000/ul (N)
Diff count : E/B/G/L/M : 3/0/76 /17 / 4
GDS : 104
Screening HIV : non reactive
BTA : positive
Urinalisa
Warna kekeruhan : kuning keruh
BJ : 1.020
pH : 6.0
Keton : negative
Protein : (+) 1
Glukosa : negative
Blood : negative
Nitrit : negative
Urobilinogen : negative
Bilirubin : negative
Leukosit : negative
Urinalisa (sedimen)
Leukosit : 1-3
Erytrosit : 0-1
Silinder : negative
Epithel : gepeng (+) 1
Bakteri : (+) 1
Kristal : negative
Lain-lain : negative

EKG
-Sinus Takikardi
Foto Rongen Thorak

- CTR < 50%


- Konsolidasi paru
- Tampak kesuraman di lapang paru dextra dan sinistra
- Hasil TB paru (Aktif)

DIAGNOSIS
Tuberculosis Paru
Infeksi Saluran Kemih
DD/ Bronkitis
Pneumonia

TERAPI
IGD
- O2 10 lpm NRM
- IUFD NaCl 0,9 % loading 500 cc 25 tpm (transet)
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr IV
- Injeksi farmavon 3x1 amp IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Infus paracetamol 500 mg IV
- Po fartolin syr 3x1 C
- Po paracetamol 3x500 mg prn
- Motivasi rujuk  keluarga ACC  mencari RS rujukan tetapi penuh semua  edukasi
di rawat di sini
BANGSAL ISOLASI
- Rifampisin 150 mg
- Isoniazid 75 mg
- Pirazinamid 400 mg
- Etambutol 275 mg
- Alpara 3x1
- Capsul batuk 3x1
Daftar Pustaka :
1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2007. Hal
988 – 995
2. Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis. Edisi
2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.
Hasil pembelajaran :
1. Mengetahui definisi tuberculosis paru
2. Mengetahui etiologi dan klasifikasi tuberculosis paru
3. Mengetahui faktor resiko tuberculosis paru
4. Mengetahui manifestasi klinis tuberculosis paru
5. Mengetahui cara penegakan diagnosis tuberculosis paru
6. Mengetahui penatalaksanaan klinis tuberculosis paru
7. Mengetahui etiologi dan klasifikasi tuberculosis paru

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio

SUBJEKTIF :
- Keluhan utama: batuk lama ± 1 bulan secara terus menerus. Batuk berdahak
mengeluarkan dahar warna putih kehijauan. Batuk grok-grok.
- Keluhan sesak nafas, sesak nafas dirasa semakin memberat saat batuk.
- Keluhan panas hilang timbul turun dengan diminumi obat.
- Keluhan sering letih dan mudah lelah dalam beraktivitas.
- Di leher kanan pasien terdapat 1 benjolan ± 1 cm, sudah pecah krmn, pecah sendiri saat
memakai baju, nyeri (-), keluar nanah dan darah, pasien hanya menutupnya dengan
kapas dan betadin.
- Keluhan sering BAB cair selama 2 minggu, warna kuning, darah (-), lendir (-) dan nyeri
(+) saat BAK.
- Pasien merasa berat badan turun drastis selama 2 minggu ini. Napsu makan dan
minum pasien menurun, konsumsi kopi (-), konsumsi alkohol (-), merokok (+), mual
(+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), pusing (+), sariawan (-), dan gusi berdarah (-).

OBJEKTIF:
Dari pemeriksaan fisik ditemukan:
 KU : tampak sangat sesak dan lemes
 Vital signs : TD: 90/60 mmHg, HR : 82 x/menit, HR: 26 x/menit, Temp: 39,5 °C per
aksilla, SpO2: 94 %
 Kepala : wajah tampak pucat, Mata : konjungtiva anemis (+/+), Mulut : mulut
kering (+), Leher : limfonodi tidak teraba, terdapat bekas luka di leher kanan, keluar
darah (+) dan nanah (+), nyeri (-), Thoraks :P/ vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing,
Abdomen: nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, Ekstremitas:
Edema - - , akral dingin + +
- - - -
Sianosis + +
+ +
Kuku pucat + +
+ +
Capillary refill 2 detik
 Hasil Laboratorium : Hb: 9,1 g/dl (), Ht : 27,3 % (), LED : 78 mm/jam (), Diff
count: E/B/G/L/M : 3/0/76 /17 / 4
 Urinalisa : bakteri (+) 1
 EKG: sinus takikardi
 RO Thorax: konsolidasi paru, tampak kesuraman di kedua lapang paru, TB Paru aktif
ASSESSMENT :
Tuberculosis Paru
Infeksi Saluran Kemih
DD/ Bronkitis
Pneumonia
PLAN:
IGD
- O2 10 lpm NRM
- IUFD NaCl 0,9 % loading 500 cc 25 tpm (transet)
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gr IV
- Injeksi farmavon 3x1 amp IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Infus paracetamol 500 mg IV
- Po fartolin syr 3x1 C
- Po paracetamol 3x500 mg prn
- Motivasi rujuk  keluarga ACC  mencari RS rujukan tetapi penuh semua 
edukasi di rawat di sini
BANGSAL ISOLASI
- Rifampisin 150 mg
- Isoniazid 75 mg
- Pirazinamid 400 mg
- Etambutol 275 mg
- Alpara 3x1
- Capsul batuk 3x1
EDUKASI:
Edukasi tentang penyakit yang diderita oleh pasien, penyebab penyakit tersebut dan faktor
resiko ang menyebabkan penyakit tersebut memberat. Pada pasien ini menderita infeksi paru
(flek) dimana hal ini sering disebabkan oleh kontak udara dengan pasien flek sebelumnya.
Faktor resiko dari penyakit ini antara lain sering kontak dengan pasien flek, tidak memakai
masker, daya tahan tubuh rendah contoh HIV dan gizi buruk, etika batuk dan buang dahak
sembarangan. Untuk pencengahan pasien disarankan memakai masker, pengobatan flek rutin 6
bulan, etika batuk yang benar, menambah ventilasi rumah agar cahaya matahari dapat masuk,
dan di rawat di bangsal isolasi khusus pasien flek.

Hasil follow up:

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


6/3/2019 Sesak nafas (+) KU: sesak Tb Paru Rifampisin
Batuk dahak GCS: E5V4M6 ISK 1x450 mg
Nyeri saat BAK TD: 100/90 INH 1x225 mg
HR: 80 Etambutol
RR: 20 1x815mg
SpO2: 99 % Pirazinamid
1x1200mg
B6 1x1
7/3/19 Sesak KU: sesak Tb Paru Rifampisin
berkurang GCS: E5V4M6 ISK 1x450 mg
Nyeri saat BAK TD: 100/90 INH 1x225 mg
berkurang HR: 80 Etambutol
RR: 20 1x815mg
SpO2: 99 % Pirazinamid
1x1200mg
Alpara 3x1
Capsul batuk
3x1
B6 1x1
8/3/29 Keluhan - KU: baik Tb Paru Rifampisin
GCS: E5V4M6 ISK 1x450 mg
TD: 90/60 INH 1x225 mg
HR: 88 Etambutol
RR: 20 1x815mg
SpO2: 99 % Pirazinamid
1x1200mg
Alpara 3x1
Capsul batuk
3x1
B6 1x1
Pasien BLPL
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya.2
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah lama dikenal
pada manusia. Ditandai pembentukan turbekel dan cenderung meluas secara lokal. Selain itu,
juga bersifat pulmoner maupun ekstrapulmoner dan dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya.
Tuberculosis paru (TB) disebabkan oleh bakteri Mikobakterium Tuberkulosis, Bakteri ini
berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam
(BTA). 3

Epidemiologi dan Penularan Tuberkulosis


Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagaiglobal health emergency. TB dianggap sebagai masalah penting
karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998
ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia.1
Sebagian besar dari kasus TB ini (95 %) dan kematiannya (98 %) terjadi dinegara-
negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu 20-
49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65 % dari
kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul di Asia.1
Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB global ini disebabkan :
a. Kemiskinan pada berbagai penduduk
b. Meningkatnya penduduk dunia
c. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi
d. Tidak memadainya pendidikan mengenai penyakit TB
e. Terlantar dan kurangnya biaya pendidikan.1
Jumlah pasien TB paru di Indonesia diperkirakan sekitar 10 % dari total jumlah pasien
TB di dunia dan termasuk penyebab kematian utama. Hasil survey Prevalensi TB paru di
Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional
adalah sebesar 110 per 100.000 penduduk.3
Secara regional prevalensi TB BTA positip di Indonesia di kelompokan dalam 3
wilayah yaitu wilayah Sumatra dengan angka prevalensi TB sebesar 160 per 100.000
penduduk, wilayah Jawa dan Bali dengan angka prevalensi TB sebesar 110 per 100.000
penduduk, dan wilayah Indonesia Timur dengan angka prevalensi TB sebesar 210 per 100.000
penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah sebesar 68 per
100.000 penduduk (Depkes, 2008).3
Gambar 1. Prevalensi Kasus TB di Indonesia Tahun 2006 dan 2007

Penularan Tuberkulosis
1. Cara penularan Tuberkulosis
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei)
. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.2
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.2
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. 2
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 2

2. Risiko penularan Tuberkulosis


Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB
paru dengan BTA negatif.2
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB
selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan
dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.2

3. Risiko menjadi sakit Tuberkulosis.


Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%,
diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10%
diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah
pasien TB BTA positif. 2
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).2
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit
TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.2

Morfologi dan Karakteristik Mycobacterium Tuberculosis


TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri gram positif, berbentuk batang
halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic.3
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau
antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.3
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis
sangat tinggi. Pathogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan
kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah
penggunaan kemoterapi modern, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat
baru .3
Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk
transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi congenital yang
jarang terjadi.3
Gambar 2. Morfologi Bakteri Mycobacterium Tuberculosis

Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5µm, dengan


bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung lipid sehingga
memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna. 4
Yang lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada
dinding sel menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap
kerja bakterisidal antibiotika.4
M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenin yang
dimiliki mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar
antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat. Kuman TB tumbuh secara obligat aerob. Pengurangan oksigen dapat menurunkan
metabolisme kuman.4
Energi diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang
pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-40C dan suhu optimum 37-380 C. Kuman akan
mati pada suhu 600 C selama 15-20 menit. 4

Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). 5
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks
primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara5 :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu
suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.5
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan.5
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan,
akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan5 :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.5

Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama
yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya.5
Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini,
yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini
awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah
satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.5
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan
mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma
dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi
-
Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti
yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).5
Gambar 3. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya

Klasifikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
5
pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) , TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+).5
-
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
-
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
-
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.5
b. Tuberkulosis paru BTA (-).5
-
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
-
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
Tuberculosis.5

2. Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. 5
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.5
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani
kasus tuberkulosis.5
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.5
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.5
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.5
f. Kasus Bekas TB:
-
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran
yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.5
-
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan
OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.5

Tuberkulosis Ekstra Paru


Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-
lain.5
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat
lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan
bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.5
Gambar 4. Skema klasifikasi tuberkulosis

Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.5

Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat).5
1. Gejala respiratorik :
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.5
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.5

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.5
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.5
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.5
Gambar 5. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior

Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat
berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH).5

2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan


Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan),
Pagi ( keesokan harinya ), Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi), atau setiap
pagi 3 hari berturut-turut. 5
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam
pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada
gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.5
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau
untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum
dikirim ke laboratorium.5
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak
sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang
sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.5
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan
pengiriman dahak dengan kertas saring:
- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang
tidak mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus.
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.


Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces
dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.5
a. Pemeriksaan mikroskopik:
- Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
- Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin ( untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila 3 kali hasilnya
positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif berarti maknanya BTA positif. 5
Bila1 kali hasilnya positif, 2 kali negatif maka ulang BTA 3 kali, kemudian bila
hasilnya 1 kali positif, 2 kali negatif berarti BTA positif. Bila 3 kali negatif berarti BTA
negatif.5
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
b. Pemeriksaan biakan kuman
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara
Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh dan Agar base media :
Middle brook.5
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis
(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan
cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.5

2.6.4 Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam--macam bentuk (multiform).5
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif antara lain; Bayangan
berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus
bawah, Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular,
Bayangan bercak milier, Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).5
Gambar 6. Gambaran Foto Rontgen TB Paru

Sedangkan gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif antara lain; Fibrotik ,
Kalsifikasi, Schwarte atau penebalan pleura5
Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk
memastikan aktiviti proses penyakit.5
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) ; Lesi minimal bila proses mengenai
sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru
yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti. Sedangkan
dikatakan Lesi luasBila proses lebih luas dari lesi minimal.5
Gambar 7. Skema Alur Diagnosis TB Paru

Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama (lini 1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan
antara lain INH, Rifampisin, Pirazinamid , Streptomisin, Etambutol. Sedangkan Obat
tambahan (lini 2) antara lain Kanamisin, Amikasin dan Kuinolon.2,5
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa
indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah dari pada OAT
lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT
lapis kedua.2,5
Tabel 1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut; OAT harus
diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) .
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan. 2,5
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.2,5
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan. 2,5
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.2,5

Paduan OAT dan Peruntukannya


a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru.2,5
Tabel 2. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 1

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).2,5

Tabel 3. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 2

c. OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).2,5
Tabel 4. Dosis KDT Sisipan
Efek Samping OAT
Sebagaimana obat-obatan lainnya, tablet tablet TBC kadangkala dapat menimbulkan
efek sampingan, namun kebanyakan orang tidak mengalami masalah. Pasien harus memberieri
tahu dokter atau petugas kesehatan dengan segera jika muncul penyakit yang tidak diduga atau
salah satu gejala efek samping antara lain; Mual dan/atau muntah, Sakit kuning (kulit dan mata
berwarna kuning, kencing berwarna gelap), Demam yang tidak biasanya atau rasa lelah,
Kesemutan pada tangan atau kaki , sakit pada persendian, Gatal-gatal pada kulit, lebam,
Penglihatan menjadi kabur atau buta warna merah/hijau dll.6

Tabel 5. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya


DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2007.
Hal 988 – 995
2. Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis.
Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.
3. Epidemiologi unsri.blogspot.com/2011/Tuberkulosis-paru.html
4. Chandra, budiman dr, Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: EGC.2000.
5. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.PDPI:2006.
6. Pengobatan tuberkulosis, Departemenofhealth and community ,
http://www.health.nt.gov.au

Anda mungkin juga menyukai