PENDAHULUAN
orang di tahun 2000 akan meningkat menjadi kurang lebih 19,4 juta pada tahun
2010. Penyakit diabetes mellitus jarang tertangani dengan benar karena kurangnya
menimbulkan komplikasi yang serius jika tidak tertangani dengan benar seperti
tidak tepat dapat memperparah luka pada penderita diabetes mellitus. Kurangnya
puskesmas terutama bagi masyarakat ekonomi ke bawah yang merasa malas dan
penyakit yang bisa menyerang semua kalangan manusia ini memiliki efek yang
merugikan lain yang bisa terjadi akibat diabetes militus ini antara lain adalah
subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh
getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.
2
Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai
bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti
1
1
tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor),
studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus
per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan
usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat
kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit
yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada
tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus. Data rumah sakit di Inggris melaporkan
tungkai menduduki peringkat pertama dengan jumlah 58.824 kasus. Data rumah
populasi pada tahun 2001-2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam
melaporkan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon
2
darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk
sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi
dan lainnya) memerlukan penanganan yang intensif di ruang perawatan. Saat ini
meskipun berbagai kemajuan telah dicapai dalam diagnosis dan terapi tetapi
BAB 2
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Wilson, 2005)
2.1.2 Etiologi
A. Tipe I
Autoimun.
B. Tipe II
cucu 33%.
Kelainan reseptor
2.1.3 Patogenesis
4
Patogenesis Diabetes Melitus tipe 1 terletak pada rusaknya sel
pankreas. Proses perusakan ini hampir pasti melalui jalur proses autoimun
perubahan atau transformasi sel beta sehingga tidak lagi dikenali sebagai
sel sendiri tetapi dilihat oleh sistem imun sebagai sel asing. Tahap
insulin yang meliputi otot skelet, hati dan jaringan lemak (Gambar 2.2).
Hiperglikemia ringan
Resistensi 5
Malfungsi sel
insulin
NIDDM
perkembangan antibody autoimun melawan sel-sel beta, jadi juga
genetik ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup,
diet, rendahnya aktifitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak
Faktor
Obesitas
lingkungan
Hiperglikemia ringan
Resistensi
Malfungsi sel
insulin
NIDDM
2.1.4 Klasifikasi
6
2006). Diabetes tipe 1 adalah kondisi yang ditandai oleh tingginya
insulin, sehingga gula darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk
gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi
2001).
7
memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes
(Sacks, 2001).
setelah melahirkan
glukosa.
8
Kriteria diagnostik menurut ADA, 1997 pada manusia ialah:
a. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan adanya gejala
2. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0mmol/L).
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya
8 jam.
Atau
9
Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)
(PERKENI, 2006)
Bagan 2.1 Alur diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa (Perkeni, 2011)
10
2.1.6 Komplikasi
Pada pasien diabetes, terjadi peningkatan agregasi sel darah merah dan
aterosklerosis.
coronary artery disease (CAD) pada pasien diabetes dua kali besar
11
Gambar 1. Komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler pada penderita DM
menjadi
12
Asymmetric neuropathy (cranial mononeuropathy, peripheral
Autonomic neuropathy
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Edukasi
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
glinid
13
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan
tiazolidindion
e. DPP-IV inhibitor
1. Sulfonilurea
2. Glinid
14
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
efek sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis
o Metformin
15
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung).
tersebut.
E. DPP-IV inhibitor
disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke
16
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang
incretin=GLP-1 agonis).
glukagon.
pertama
17
o DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau
sebelum makan.
2. Suntikan
1. Insulin
1. Insulin
Ketoasidosis diabetik
18
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
(premixed insulin).
hipoglikemia.
insulin.
19
dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
(acarbose).
20
Cara Penyuntikan Insulin
insulin.
tempat suntik.
21
konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100
2. Agonis GLP-1
timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
3. Terapi Kombinasi
22
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah
2.2 Selulitis
2.2.1 Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini
23
di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan
anak akan tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian
peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba hangat, dan
nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam
Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika
Gambar : Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-Tissue
Infection (B)
24
2.2.2 Etiologi
disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan gram
darah (buku kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia.
25
Tabel : Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)
26
Gambar : Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to the
Condition.
2.2.3 Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun
dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar
dapat menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang
jelek. Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus
27
atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan
sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan
peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor
(pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi
lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat
28
patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan
nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi
terjadi elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
29
2.2.6 Patogenesis
berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun
tidak adekuat.
30
Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-
31
Mediterranean fever-associated cellulitis like erythema, cutaneous
2.2.8 Diagnosis
tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas,
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan
32
Fluktuasi : Fluktuasi
Tabel: Gejala dan tanda selulitis
lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu
2.2.9 Pengobatan
penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi
33
eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500
2.2.10 Komplikasi
selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat.
2.3 Sepsis
2.3.1 Definisi
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya
Suspected infection
Protein (CrP).
34
Derajat Sepsis
bahkan anuria.
5. Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai
35
Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis
Sindroma sepsis Syok Sepsis
Takipneu, respirasi 20x/m Sindroma sepsis ditambah dengan
Takikardi 90x/m gejala:
Hipertermi 38 C Hipotensi 90 mmHg
Hipotermi 35,6 C Tensi menurun sampai 40 mmHg dari
Hipoksemia baseline dalam waktu 1 jam
Peningkatan laktat plasma Membaik dengan pemberian cairan
Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 danpenyakit shock hipovolemik, infark
jam miokard dan emboli pulmonal sudah
disingkirkan
(Dikutip dari Glauser, 1991)
2.3.2 Epidemiologi
Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri
(Bone 1987, Root 1991). Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon
sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini tak
diketahui namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini
2.3.3 Etiologi
36
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon
jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya
2.3.4 Patofisiologi
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis.
37
Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel
dari antigen presenting cells dan V-chains dari reseptor sel T, kemudian
endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti
Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang
38
pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi TF,
aktivasi respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan
pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan
39
Peran NO pada Sepsis
netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk
meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
40
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas
arteriovena perifer.
Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh
eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Khei Chen, 2006).
41
2. Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik:
Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil,
Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan
kiri, CRP (+), LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+)
atau (-).
tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin,
42
hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik
Perubahan hemodinamik
Status hemodinamika pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira
Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan
43
Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter
untuk menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti
seperti ini penting di perhatikan pada seperti pada wanita wanita dengan
Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan
jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung
44
Dalam hal membantu menegakkan diagnosa sepsis atau syok septik, selain
Dua kuman yang sangat virulen dengan angka mortalitas yang tinggi
Sordeli.
2.3.7 Penatalaksanaan
antimikroba empirik.
atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila
1. Resusitasi
jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5
45
ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi,
g/kg/menit).
pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan darah tidak
Dosis awal adalah 2-5 mg/Kg BB/menit. Bila dosis ini gagal
46
mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan
3. Terapi antimikroba
satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri
atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis.
daripada monoterapi.
4. Terapi suportif
47
a. Oksigenasi
b. Terapi cairan
g/dL.
48
90mmHg. Dapat dipakai dopamin >8g/kg.menit,norepinefrin
d. Bikarbonat
keadaan hemodinamik.
e. Disfungsi renal
f. Nutrisi
49
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-
hipoglikemia.
h. Gangguan koagulasi
50
sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan
i. Kortikosteroid
51
mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok,
(Root, 1991). Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang
52
untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat dengan
2.3.8 Komplikasi
Komplikasi dapat berupa:
Multiple Organ Failure
DIC FDP 1:40 atau D-dimers 2,0 dengan
rendahnya
platelet
Memanjangnya waktu:
- protrombin
- partial thromboplastin
- Perdarahan
2.3.9 Prognosis
Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan
pasien). Hasil yang buruk sering mengikuti kegagalan dalam terapi agresif
53
awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa dicurigai). Setelah laktat
BAB 3
KESIMPULAN
54
sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini
diet, olahraga dan dengan menggunakan obat antidiabetik. Harus selalu ditetapkan
target yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini bertujuan untuk
masing pasien. Modifikasi gaya hidup sangat penting, tidak hanya untuk
mengontrol kadar glukosa darah namun bila diterapkan secara umum diharapkan
superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun
pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan,
genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis
selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema,
infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan
usaha penanganan sepsis. Patogenesis sepsis masih belum jelas benar dan masih
55
banyak kontroversi dalam pemahaman tentang terjadinya sepsis. Diagnosis sepsis
penunjang seperti tes prokalsitonin, tes Limulus dan glukan berguna untuk
masa depan (AT III, imunoglobulin, anti TNF, dll). Saat ini masih dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
56
Bloch RS, Henkind L. Ocular manifestation of endocrine and metabolic diseases.
Dalam : Tasman W, Jaeger EA. Duanes clinical ophthalmology. Lippincot
raven, Philadelphia, 1997,h : 1-21.
Bone et al. Sepsis and multiple organ failure . The 12th Asia Pacific congress on
diseases of the chest Seul,1992:8-18
Diabetic Foot Care. Last Up Date : 2000. Available from file : A:Diabetic Foot
Care-Diabetes.htm
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2008
Dobb G. Multiple organ failure, words mean what I say they mean, in intensive
care word, 1991 8(4):157-159
Exley, Cohen. Monoclonal antibody to TNF in severe septic shock. Lancet, 1990
335 :1275-1277
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of
America.
57
McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower
extremity cellulitis: a population based stud in Olmsted county, Minnesota.
82(7):817-21
Root, Jacobs. Septicemia and septic shock, in principles o finternal medicine. 12th
ed. New York: McGraw Hill, 1991:502-507
Schon LC, Easley ME, Weinfeld SB. Charcot neuroarthropathy of the foot and
ankle. Clin Orthop. 1998;349:11631
Sprung et al. The effect of high dose corticosteroid in pateint white septic shock.
The NEJM, 1984 311:1137-1143
58