Disusun oleh :
Kelompok 6
1. Khotijah Safinaturrohmah 108116040
2. Myelinda Ariyanti 108116047
3. Arizal Setyawan 108116057
4. Putri Utami 108116058
5. Ni’matul Khoeriyah 108116066
A. Defenisi
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
mengacu sebagai “gula yang tinggi” oleh pasien dan penyedia perawatan
onset dewasa – merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa
darah yang tinggi dalam konteks resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif.
Penyakit diabetes melitus jenis ini merupakan kebalikan dari diabetes melitus tipe
1, yang mana terdapat defisiensi insulin mutlak akibat rusaknya sel islet di
pankreas. Gejala klasiknya antara lain haus berlebihan, sering berkemih, dan lapar
terus-menerus. Diabetes tipe 2 berjumlah 90% dari seluruh kasus diabetes dan
10% sisanya terutama merupakan diabetes melitus tipe 1 dan diabetes gestasional.
Kegemukan diduga merupakan penyebab utama diabetes tipe 2 pada orang yang
umumnya menyerang orang dewasa, orang yang gemuk dan pastinya populasi
B. Klasifikasi
dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian
dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset”
sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun
dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir
rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal
molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi
destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan
memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella,
coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang
idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1
yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh faktor keturunan dan juga gaya hidup
yang kurang sehat. Hampir seluruh penderita diabetes menderita tipe kedua ini.
tahun. Kerja insulin di dalam tubuh tidak lagi efektif meskipun tidak perlu ada
suntikan insulin dari luar untuk membantu menjalani hidupnya. Tidak seperti
virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih
respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam
Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang
3. Diabetes Kehamilan/gestasional
pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar
trimester ketiga.
C. Etiologi
Suzanne C, 2001).
a. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang
Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II.
Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani
dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak
badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai
diabetes.
b. Obesitas
kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan
makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau
obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak
Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan.
Glukosa darah dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif
terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes
koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang
berlebih
e. Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia,
anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak
D. Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru
dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi
supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh
berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut
terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Sujono dan Sukarmin, 2008).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen
dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses
besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine
yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi insulin yang
sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan
asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis.
Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas
penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak
segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price dan Wilson,
2006).
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien
menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi
penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan
yang secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi
dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliura, polidipsia, luka pada
kulit yang lama tak sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur. Untuk
sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit diabetes tipe II yang
dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani
unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin. Obat hipoglikemia
oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil
menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat
periode stress fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan (Sujono
gejala-gejala :
BB
Sedangkan pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/
NIDDM mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis
hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa. Sedangkan
pada tahap lanjut klien akan mengalami gejala yang sama dengan penderita
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi DM.
Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi,
riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 g,
(Tabel 53.1), kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya negatif, perlu
pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia 45 tahun tanpa faktor
Tabel 1 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan
Ada berbagai tes yang mengukur hal yang sama tetapi memiliki nama
yang berbeda, termasuk hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal antara
pemeriksaan yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu
dan lainnya, memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga
8%.
tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah.
Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet
yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes tipe
I sedang mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang efektif
G. Komplikasi
a. Ketoasidosis Diabetik
b. Hipoglikemi
mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari
gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada
nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron
2) Hiperlipoproteinemia
gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan
H. Penatalaksanaan
dilakukan dengan cara menormalkan kadar glukosa lipid, dan insulin. Untuk
mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk
1. Diet
berupa karbohidrat (60-70 %) protein (10-15 %), dan lemak (20-25 %) yang
dimakan setiap hari. Jumlah kalori yang dianjurkan tergantung sekali terhadap
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk
kandungan serat 25 gram perhari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam
lebih baik, maka diperlukan pengaturan waktu yang tepat dalam melakukan
latihan fisik.
3. Agen Hipoglikemi
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan melakukan latihan jasmani
yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum turun, dipertimbangkan
I. Prognosis
seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. Jika kadar gula darah tidak terkontrol,
dan pengobatan selama seumur hidup. Meskipun tidak mudah dilaksanakan para
Kematian adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan
diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang dengan
diabetes melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke.
Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada
orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan
1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab diabetes meningkat terkait
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Sumber Informasi Fokus Pengkajian
Sumber Data
Hasil Data
Data Primer Hasil Interview
No. Observasi Sekunder Ket.
Fokus Pengkajian
Hasil Auto Allo
Kuesioner
Pemeriksaan Anamnesa Anamnesa
1. Faktor Resiko
a. Ras atau etnis √ √ √
b. Obesitas √ √
c. Aktifitas √ √
d. Penyakit lain √ √
e. Usia √ √
f. Riwayat Keluarga DM √ √ √
g. Merokok √
h. Penyalahgunaan Zat (NAPZA) √ √
2. Tanda Gejala
a. Kelainan kulit √ √ √ √
b. Sering haus √ √
c. Sering kencing dimalam hari √ √
d. Sering lapar √ √
e. Luka yang sulit sembuh √ √ √
f. BB turun tanpa sebab √ √ √
g. CRT >3 detik √
h. Edema (bengkak) √ √
i. Nyeri √ √
3. Kadar Gula darah √ √ √
4. Adanya Komplikasi
a. Stroke √ √ √ √
b. Penyakit Jantung √ √ √
c. Gagal Ginjal √ √ √
d. Demensia √ √
e. Gangguan Pendengaran √ √
f. Retinopati √ √ √ √ √
g. Hipertensi √ √ √ √ √
h. Hiperglikemi √ √
5. Gangren √ √
KUESIONER DIABETES MELLITUS
Nama :.......................................................................................................................
Alamat : ......................................................................................................................
Tanggal : ......................................................................................................................
DIAGNOSA KELUARGA
1. Perilaku Keehatan Cenderung Beresiko
2. Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan
Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data secara
sistematis, memilih dan mengatur data yang dikumpulkan dan
mendokumentasikan data dalam format yang didapat. Untuk itu diperlukan
kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan (Tarwoto, 2012). Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini yang terbagi atas :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya
keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah,
rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi
tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah
di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
7. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
8. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor
keturunan atau genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien.
Pada kasus diabetes militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa
beberapa orang bisa menjadi pembawa bakat (berupa gen).
9. Pola kegiatan sehari-hari ( 11 pola Gordon )
a. Pola persepsi management kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang
dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating
kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan dating
kerumah sakit. Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi
management kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar
dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi
rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan,
makanan pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang
dikaji sebelum dan sesudah masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi
insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah
tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume,
adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya
hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
(glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan
dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri,
nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan
waktu tidur penderita mengalami perubahan.
e. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan
fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot –
otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang
dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan
struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
g. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta
hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM
akan menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
h. Pola seksual dan reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada
sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
i. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami
dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang
dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadah penderita.
10 Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/
bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
11. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
12. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa
serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif
dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri
dari :
a. Kebutuhan dasar atau fisiologis
b. Kebutuhan rasa aman
c. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
d. Kebutuhan harga diri
e. Kebutuhan aktualisasi diri
f. Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil
kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang
dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual,
potensial, dan kemungkinan.
B. Diagnosa
1. Defisit Volume Cairan
2. Pola Nafas tidak efektif
3. Resiko Infeksi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Cemas
6. Nyeri
7. PK: Hipoglikemi
PK: Hiperglikemi
8. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
9. Kurang pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M.,et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
IOWA Intervention Project: Mosby
Tartowo. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta :
Tim)
Mirza. 2009. RSSDI Textbook Of Diabetes Melitus. Edisi 2. India : Jaypee Brother
Medical Publishers.
Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta:
kanisius.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.