Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2017

UNIVERSITAS PATTIMURA

PTERYGIUM

Disusun oleh:

Chelsea Beauty Frabes

NIM. 2012-83-045

Pembimbing:

dr. Carmila L. Tamtelahitu, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA Dr. M. HAULUSSY

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan Laporan Kasus pada bagian ilmu

kesehatan Mata dengan judul Pterygium dengan baik.

Laporan kasus ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik pada bagian

ilmu kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon tahun 2017. Penulis

menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran

yang membangun selalu penulis harapkan, dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk

kita semua.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah membantu

penulis dalam penyelesaian pembuatan laporan kasus ini.

Ambon, Juni 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………... ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………. 2

A. Anatomi Mata Luar…………………………………………………………………..... 2

B. Pterygium……………………………………………………...................................... 3

a. Definisi ……………………………………………………...………………............ 3

b. Epidemiologi …………………………………………….………………………… 3

c. Patogenesis ………………………………………………………………..……...... 4

d. Manifestasi Klinis ……………………………………………………………......... 4

e. Faktor Risiko …………………………………………………………………......… 5

f. Klasifikasi ........................………………………………………………………...... 6

g. Diferensial Diagnosa ................…………………………………………………….. 6

h. Tatalaksana ...........…………………………………………………………............. 7

BAB III LAPORAN KASUS .……………………………………………………………. 8

A. Identitas ...........……………………………………………………….......................... 8

B. Anamnesis ...........………………………………………………………...................... 8

C. Pemeriksaan Fisik ...........………………………………………………………............ 9

D. Pemeriksaan Penunjang .....................………………………………………………..... 11

E. Diagnosis ............………………………………………………………........................ 11

F. Diagnosis Banding ............……………………………………………………….......... 11

ii
G. Perencanaan ……………………………………………………….............................. 11

H. Prognosis… ......................…………………………………………………….............. 12

BAB IV DISKUSI… ...........…………………………………………………….............. 13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh

dari arah konjungtiva menuju kornea pada area intrapalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk

sayap pada konjungtiva bulbar.1 Pterygium tersebar di berbagai belahan dunia, namun lebih

banyak pada daerah yang dekat dengan ekuator yang beriklim panas, kering dan berdebu.

Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di daerah ekuator. Insiden pterygium di

Indonesia yaitu 13,1%.2

Prevalensi pterigium meningkat seiring bertambah usia, sering terjadi pada dekade 2-3

kehidupan. Insiden tertinggi terjadi pada usia 20-49 tahun. Jenis kelamin laki-laki lebih beresiko

daripada perempuan. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan merokok dan riwayat paparan

lingkungan.2

Faktor paparan sinar matahari sangat berperan dalam proses munculnya pterygium. Hal

ini juga sering terjadi bersamaan dengan mata kering. Berbagai tindakan dapat dilakukan untuk

mengatasi pterygium, mulai dari tindakan pencegahan sampai tindakan operatif tergantung pada

derajat keparahannya.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI MATA LUAR

Mata dewasa memiliki ukuran diameter sekitar 2,5 cm dan hanya seperenam bagian

permukaan anterior yang terlihat dari luar. Bagian lainya tertutupi dan dilindungi oleh

bantalan lemak dan dinding tulang orbita.4

Gambar 1. Anatomi permukaan mata kanan4

Alis mata adalah rambut pendek dan agak kasar yang terletak di margin supraorbital. Pada

bagian depan, mata dilindungi oleh kelopak mata (palpebra) yang dipisahkan oleh fisura

palpebral serta duihubungkan pada bagian medial dan lateral oleh komisura medialis dan

lateralis.4

2
Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan yang terbgai atas 2 yaitu yang

menutupi kelopak mata.disebut konjungtiva palpebralis dan melipat ke arah anterior bola

mata yang disebut konjungtiva bulbar. Konjungtiva bulbar hanya menutupi bagian putih mata

(sklera), tidak termasuk kornea. Konjungtiva bulbar sangat tipis, pembuluh darah dapat

terlihat dengan jelas.4

B. PTERYGIUM

a. Definisi

Pterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu pteron yang artinya sayap. Pterygium adalah

pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva

menuju kornea pada area intrapalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada

konjungtiva bulbar.1

b. Epidemiologi

Pterygium tersebar di berbagai belahan dunia, namun lebih banyak pada daerah yang

dekat dengan ekuator yang beriklim panas, kering dan berdebu. Indonesia merupakan

salah satu negara yang berada di daerah ekuator. Insiden pterygium di Indonesia yaitu

13,1%.2

Prevalensi pterigium meningkat seiring bertambah usia, sering terjadi pada dekade 2-3

kehidupan. Insiden tertinggi terjadi pada usia 20-49 tahun. Jenis kelamin laki-laki lebih

beresiko daripada perempuan. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan merokok dan

riwayat paparan lingkungan.2

3
c. Patogenesis

Etiologi pterygium belum diketahu dengan jelas, namun pengaruh lingkungan dengan

iklim panas menjadi penyebab utama. Selain itu, pterigium merupakan respon terhadap

paparan faktor lingkungan seperti sinar matahari (ultraviolet), daerah kering. Angin

kencang, debu dan faktor iritan lainnya. Teori menyebutkan pengeringan lokal pada

kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh adanya kelainan pada tear film

mengakibatkan pertumbuhan fibroplastik baru.5

Ultraviolet merupakan mutagen supresor tumor gen p53 pada stem sel limbal basal.

Transforming growth factor β diproduksi dalam jumlah berlebihan tanpa apoptosis. Hal

ini menimbulkan peningkatan proses kolagenase. Sel-sel bermigrasi dan terjadi proses

angiogenesis. Akan terlihat jaringan fibrovaskular subepitelial yang dapat menembus

kornea pada lapisan membran Bowman.5

Terjadi perubahan fenotip dimana pada fibroblast pterygium menunjukan proliferasi sel

yang berlebihan. Pada fibroblast perygium terdapat matriks metalloproteinase, matriks

ekstraselulernya bekerja pada jaringan yang rusak sebagai penyembuhan dan untuk

merubah bentuk. Hal ini menyebabkan pterygium yang cenderung terus tumbuh dan

menginvasi stroma kornea. Terjadi reaksi inflamasi dan fibrovaskular.5

d. Manifestasi klinis

Secara klinis, pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang

meluas ke kornea pada daerah fisura intrapalpebra. Sekitar 90% berasal dari bagian nasal,

namun dapat juga berasal dari bagian temporal. Dapat terjadi pada salah satu maupun

kedua mata, namun jarang simetris. Pada fase awal, pterygium muncul tanpa gejala, hanya

berupa keluhan kosmetik. Dapat timbul ketidaknyamanan pada mata karena terasa seperti

4
ada benda di dalam mata, kemerahan, rasa gatal dan fotofobia. Perluasan pterygium dapat

sampai ke limbus dan sampai menutup sumbu penglihatan, hal ini dapat menyebabkan

penglihatan kabur.5

e. Faktor Risiko

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya pterygium yaitu:

1. Radiasi ultraviolet

Paparan sinar matahari merupakan faktor lingkungan utama terhadap munculnya

pterygium. Sinar ultraviolet diserap oleh konjungtiva dan kornea sehingga

menimbulkan kerusakan sel dan proliferasinya. Letak daerah di bagian ekuator,

lamanya waktu berad di luar rumah, penggunaan kacamata dan pelindung lain seperti

topi juga merupakan faktor penting.3

2. Faktor genetik

Pterygium kemungkinan diturunkan secara genetic dominan autosom. Pada beberapa

penelitian case control dilaporkan bahwa sekelompok anggota keluarga dengan

pterygium menunjukan adanya riwayat keluarga dengan pterygium pula.3

3. Faktor lain

Iritasi kronik dan inflamasi yang terjadi di area limbus atau kornea perifer merupakan

faktor pendukung terjadinya keratitis dan defisiensi limbal. Hal ini menjadi salah satu

teori dugaan patogenesis pterygium. Selain itu partikel-partikel seperti debu,

kelembaban yang rendah, trauma kecil, mata kering serta virus juga dapat menadi

penyebab pterygium.3

5
f. Klasifikasi

Pembagian pterygium berdasarkan derajat perluasan pertumbuhannya, yaitu:6

1. Derajat I : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea

2. Derajat II : pterygium sudah melewati limbus kornea namun tidak lebih dari 2 mm

3. Derajat III : sudah lebih dari derajat II namun tidak melebihi pinggiran pupil mata

dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil ± 3-4 mm)

4. Derajat IV : pertumbuhan pterygium telah melewati pupil

Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:6

1. Progresif : pterygium tebal dan vaskuler dengan beberapa infiltrate di depan kepala

2. Regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskuler. Akhirnya akan membentuk membran.

g. Diagnosis Diferensial

Secara klinis pterygium hampir sama dengan pingekuela dan pseudopterygium. Pada

pingekuela, bentuknya kecil, meninggi, merupakan massa kekuningan yang terbatas pada

limbus dan konjungtiva bulbar dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Pada keadaan ini

tindakan eksisi tidak diindikasikan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor risiko penyebab

terjadinya pingekuela.7,8

A) B)

Gambar 2. Pterygium (A) dan pingekuela (B)

6
Pseudopterygium mempunyai pertumbuhan yang mirip dengan pterygium yang

membentuk sudut miring. Selain itu, pseudopterygium memiliki jaringan parut

fibrovaskular yang muncul pada konjungtiva bulbar dan menuju ke arah kornea.

Perbedaanya yaitu, pseudopterygium merupakan akibat dari inflamasi permukaan mata

yang terjadi sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma

bedah dan ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya yaitu

tidak melekat pada limbus kornea, sehingga bila menggunakan muscle hook dapat dengan

mudah melewati bagian bawah pseudopterygium pada area limbus, dimana hal ini tidak

dapat dilakukan pada pterygium.7,8

h. Tatalaksana

Keluhan seperti fotofobia dan mata merah pada pterygium ringan dapat diatasi dengan

cara menghindari faktor penyebab yaitu asap dan debu. Obat-obatan topikal seperti

pelumas mata, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala

terutama pada pterygiumderajat I dan II. Untuk mencegah progresifitasnya, dapat

digunakan kacamata pelindung ultraviolet.9

Tindakan eksisi dapat dilakukan denganindikasi yang bervariasi yaitu bila terdapat

ketidaknyamanan yang menetap, telah terjadi gangguan penglihatan dan pertumbuhan

yang progresif ke medial kornea atau mencapai sumbu penglihatan serta adanya gangguan

pergerakan bola mata. Eksisi bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan bola mata

yang licin. Teknik yang digunakan yaitu dengan diseksi pterigium kea rah limbus

menggunakan pisau datar. Dapat timbul perdarahan pada akibat trauma jaringan sekitar.

Setelah eksisi, perdarahan dapat dikontrok dengan menggunakan kauter.8

7
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama (inisial) : Nn. ML

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 40 tahun

Alamat : Batu Gantong

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Tempat pemeriksaan : Poliklinik Mata RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

Tanggal pemeriksaan : 7 Juni 2017

Nomor register : 07.14.62

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama:

Rasa tidak nyaman di mata kanan

2. Anamnesis Terpimpin:

Keluhan di alami sejak ± 3 bulan yang lalu. Pasien merasa ada sesuatu seperti kotoran

mata pada mata kanan. Keluhan akan lebih terasa saat pasien berada di cuaca panas,

berangin, berdebu atau berasap. Pasien menyadari adanya selaput di mata kanan sejak ± 1

tahun yang lalu.

3. Keluhan Tambahan: -

4. Negatif Pendukung: -

5. Riwayat Penyakit Dahulu: -

8
6. Riwayat Kacamata: -

7. Riwayat Keluarga: tante pasien mengalami hal yang sama

8. Riwayat Sosial Ekonomi: -

9. Riwayat Pengobatan: -

10. Riwayat Alergi: -

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 89x /menit

Pernapasan : 24x /menit

Suhu : ± 36,5° C

2. Status Oftalmologi

a. Visus

OD : 6/6

OS : 6/6

ADD : S + 1,00 D

Gambar 3. Mata kanan pasien

9
b. Segmen Anterior ODS

OD Segmen anterior bola mata OS

Edema (-) Palpebra Edema (-)

Pterygium (+), hiperemis (-), Konjungtiva Pterygium (-), hiperemis (-),

anemis (-) anemis (-)

Jernih, pterigium (-) Kornea Jernih, pterigium (-)

Hifema (-), ulkus (-) Bilik mata depan Hifema (-), ulkus (-)

Radier Iris Radier

Bulat 3 mm, isokor, Pupil Bulat 3 mm, isokor,

RCL (+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)

Jernih Lensa Jernih

Gambar Skematik

(OD) (OS)

10
c. Tekanan Intra okular : tidak dilakukan

d. Pergerakan Bola Mata : ODS bisa ke segala arah

e. Funduskopi ODS : tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

E. Diagnosis

OD Pterigium derajat II

F. Diagnosa Banding

OD Pingekuela

G. Perencanaan

a. Terapi

Cendo lyteers eye drop FL. 4 dd 1 gtt OD

b. Monitoring

Keluhan utama

c. Edukasi

Penjelasan tentang kondisi mata pasien dan kemungkinan progresifitasnya

Penjelasan tentang pemakaian obat tetes dan pencegaha yang dapat dilakukan

11
H. Prognosis

OD Prognosis OS

Bonam Quo ad Vitam Bonam

Dubia Quo ad Functionam Dubia

Bonam Quo ad Sanasionam Bonam

12
BAB III

DISKUSI

Pasien perempuan 40 tahun datang dengan keluhan merasa tidak nyaman pada mata

kanan, seperti ada kotoran mata yang menggangu pasien. Keluhan di alami sejak ± 3 bulan yang

lalu. Keluhan akan lebih terasa saat pasien berada di cuaca panas, berangin, berdebu atau

berasap. Pasien menyadari adanya selaput di mata kanan sejak ± 1 tahun yang lalu. Pasien belum

menikah dan tergolong masih produktif bekerja.

Pemeriksaan visus pasien 6/6 pada kedua mata. Tambahan lensa baca sesuai dengan usia

pasien yaitu S +1,00 D. Pada pemeriksaan segemen anterior mata, ditemukan pertumbuhan

jaringan tipis dari arah konjungtiva dan agak menebal ke arah kornea. Pertumbuhan jaringan

telah melewati limbus namun belum mencapai pupil.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, diagnosa pasien yaitu

pterygium derajat II. Tatalaksana pada pasien ini berupa pemberian tetes mata Cendo lyteers 4

dd 1 gtt OD. Tatalaksana ini bertujuan untuk melumasi permukaan mata pasien yang kering dan

memberikan rasa sejuk pada mata. Tindakan eksisi belum diindikasikan. Mencegah paparan

sinar matahari dan polutan disarankan kepada pasien dengan menggunakan kacamata pelindung.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Stephen GW. Pterygium in Duane’s clinical ophthalmology. Volume 36. Lippincot Williams

& Wilkins. 2012

2. Khurana AK. Community ophthalmology in comprehensive ophthalmology. 4th ed. New

Delhi. 2014

3. Donald TH. Pterygium in clinical ophthalmology – an Asian prespective. Elsevier,

Singapore. 2013

4. Marieb EN, Koehn K. Human anatomy & physiology. 9th ed. Pearson. 2013

5. Nema HV. Textbook of ophthalmology. 4th ed. Jaypee Brothers. 2002

6. Riordani PE. Conjunctiva in Vaughan and Asbury’s general ophthalmology. 6th ed. McGraw

Hill. Singapore. 2004

7. Gazard G, et al. Pterygium in Indonesia: prevalene, severity and risk factors. British Journal

of Ophthalmology. 2002

8. Edward JH, et al. Ocular surface disease. Medical Surgical Management. 2012

9. Atilla A, et al. Comparing techniques for pterygium surgery. Journal of Clinical

Ophthalmology. 2012

14

Anda mungkin juga menyukai