Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

DM TIPE II

OLEH

NAMA : SUPRY RONALD FATU

NIM : 86302823

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2023
A. PENGERTIAN
1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan


metabolisme yang ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebut dengan
kondisi hiperglikemia (ADA, 2018). DM merupakan penyakit yang tersembunyi
sebelum muncul gejala yang tampak seperti mudah lapar, haus dan sering buang air
kecil.Gejala tersebut seringkali disadari ketika penderita sudah merasakan keluhan,
sehingga disebut dengan the silent killer (Isnaini dan Ratnasari, 2018).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi DM secara etiologi, antara lain :
1) Diabetes melitus tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent)
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena destruktif sel beta yang mengakibatkan
defisiensi insulin absolut yang disebabkan autoimun dan idiopatik (Perkeni, 2015).
DM tipe 1 terjadi karena sel beta di pankreas mengalami kerusakan, sehingga
memerlukan insulin eksogen seumur hidup. Umumnya muncul pada usia muda.
Penyebab penyakit tersebut bukan karena faktor keturunan melainkan faktor
autoimun (Bustan, 2007).
2) Diabetes melitus tipe 2 (Diabetes Non Insulin Dependent)
Diabetes melitus tipe 2 terjasi karena bermacam- macam penyebab, dari mulai
dominasi resitensi yang disertai defiensi insulin relatif sampai yang dominan defek
sekresi insulin yang disertai resistensi insulin (Perkeni, 2015). DM tipe 2
merupakan tipe DM yang umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan DM
tipe 1.Munculnya penyakit ini pada saat usia dewasa yang disebabkan beberapa
faktor diantaranya obesitas dan keturunan.
DM tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya komplikasi apabila tidak dikendalikan
(Bustan, 2007).
3) Diabetes melitus gestasional
Diabetes Melitus yang timbul pada saat kehamilan. Faktor-faktor penyebab
terjadinya DM gestasional diantaranya adalah adanya riwayat DM dari keluarga,
obesitas atau kenaikan berat badan pada saat kehamilan, faktor usia ibu pada saat
hamil, riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) dan riwayat penyakit lain
(hipertensi, abortus). Gejala dan tanda DM Gestasional sama dengan DM secara
klinis yaitu poliuria (sering kencing), polifagia (cepat lelah) dan polidipsi (sering
haus). Akibat dari DM gestasional apabila tidak ditangani secara dini pada ibu
adalah akan terjadi preklamsia, komplikasi proses persalinan, resiko DM tipe 2
setelah melahirkan. Sedangkan resiko pada bayi adalah lahir dengan berat badan
>4000 gram, pertumbuhan janin terhambat, hipokalsemia dan kematian bayi dalam
kandungan (Sugianto, 2012).
4) Diabetes melitus tipe lain
Diabetes melitus tipe lain, banyak faktor yang mungkin dapat menimbulkan DM
diantaranya :
(1) Defek genetik fungsi sel beta
Dapat disebabkan karena kelainan dari kromoson dan Mitokondria DNA.
(2) Defek genetik kerja insulin
Dapat disebabkan karena resistensi insulin, leprechaunisme, sindrom rabson-
mendenhall dan diabetes lipoatropik. iii. Penyakit eksokrin pancreas dapat
disebabkan karena pankreatitis, neoplasia, fibrosis kistik dan hemokromatosis.
(3) Endokrinopati
Dapat disebabkan karena akromegali, sindrom cushing, glukagonoma,
hipertiroid dan somatostatinoma.
(4) Karena obat dan zat kimia
Dapat disebabkan karena pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, agonis
β-adrenergik dan thiazide.
(5) Infeksi
Dapat disebabkan karena rubella congenital dan cytomegalo virus.

(6) Sebab imunologi yang jarang

Dapat disebabkan karena sindromstiff-man dan antibodi antiinsulin reseptor.

(7) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Dapat disebabkan karena sindrom down, sindrom turner dan lainnya (Perkeni,

2015).

Tabel 2.1 Klasifikasi diabetes mellitus sesuai dengan penyebab atau etiologi (Perkeni,

2011).

Tipe 1 Kerusakan sel beta pankreas, umumnya mengarah ke


defisiensi insulin absolut, biasanya disebabkan oleh
B. Etiologi Diabetes Militus
autoimun dan idiopatik.
Tipe 2 Bervariasi, bisa disebabkan oleh resistensi insulin yang
disertai insulin relatif sampai dengan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.

Tipe lain Bisa disebabkan oleh defek genetik fungsi beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit endokrin pankreas, oleh
karena obat-obatan, infeksi, ataupun penyakit genetik
lainnya.

Diabetes mellitus Intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada


gestasional kehamilan pertama dan gangguan toleransi glukosa setelah
terminasi kehamilan.

1) DM Tipe 1
DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran autoimun sel β pankreas. Proses ini
terjadi pada orang yang rentan secara genetik dan (mungkin) dipicu oleh faktor atau
faktor lingkungan (Skyler & Ricordi, 2011). DM tipe 1 disebabkan oleh interaksi
genetika dan lingkungan, dan ada beberapa faktor genetik dan lingkungan yang
dapat berkontribusi terhadap perkembangan penyakit.
(1) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan terutama virus tertentu dianggap berperan dalam
pengembangan DM tipe 1. Virus penyebab DM tipe 1 adalah rubella, mumps
dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel β,
virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun
(aktivasi limfosit T reaksi terhadap antigen sel) dalam sel β (Brunner, Suddarth
2001).
(2) Enterovirus
Studi epidemiologi telah menunjukkan hubungan yang signifikan antara
kejadian infeksi enterovirus dan perkembangan DM tipe 1 dan / atau
autoimunitas (Yeung, et al. 2011), terutama pada individu yang rentan secara
genetis (Hober & Sane, 2010). Sebuah tinjauan dan meta-analisis terhadap
penelitian observasional menunjukkan bahwa anak-anak dengan DM tipe 1
sembilan kali lebih mungkin memiliki infeksi enterovirus (Yeung, et al. 2011).
(3) Faktor Genetik
Pasien DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe 1. Wilayah
genom yang mengandung gen HLA (human leukocyte antigen), dan risiko
genetik terbesar untuk DM tipe 1 terkait dengan alel, genotipe, dan haplotipe
dari gen HLA Kelas II (Pociot, et al 2010). HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya dan
merupakan wilayah gen yang terletak di kromosom 6
2) DM Tipe 2
Terdapat hubungan yang kuat antara DM tipe 2 dengan kelebihan berat badan dan
obesitas dan dengan bertambahnya usia serta dengan etnis dan riwayat keluarga
(IDF, 2017). DM tipe 2 ditandai oleh resistensi insulin dan penurunan progresif
dalam produksi insulin sel β pankreas. Resistensi insulin adalah kondisi di mana
insulin diproduksi, tetapi tidak digunakan dengan benar: jumlah insulin yang
diberikan tidak menghasilkan hasil yang diharapkan (Allende-Vigo, 2010;
Olatunbosun, 2011).
Penurunan progresif dalam fungsi sel β pankreas adalah karena penurunan
massa sel β yang disebabkan oleh apoptosis (Butler, et al 2003); ini mungkin
merupakan konsekuensi dari penuaan, kerentanan genetik, dan resistensi insulin itu
sendiri (Unger & Parkin, 2010). Etiologi DM tipe 2 adalah kompleks dan
melibatkan faktor genetik dan gaya hidup.
(1) Faktor Genetik
Efek dari varian gen umum yang diketahui dalam menciptakan disposisi pra-
DM tipe 2 adalah sekitar 5% -10% (McCarthy, 2010), jadi tidak seperti
beberapa penyakit warisan, homozigot untuk gen kerentanan ini biasanya tidak
menghasilkan kasus DM tipe 2 kecuali faktor lingkungan (dalam hal ini gaya
hidup).
(2) Faktor gaya hidup / demografi
Obesitas jelas merupakan faktor risiko utama untuk pengembangan DM tipe 2
(Li, Zhao, Luan et al 2011), dan semakin besar tingkat obesitas, semakin tinggi
risikonya. Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami
DM tipe 2 daripada orang dengan status gizi normal (WHO, 2017).
(3) Usia
Usia yang terbanyak terkena DM adalah > 45 tahun yang di sebabkan oleh
faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi tubuh, khususnya kemampuan dari
sel β dalam memproduksi insulin untuk memetabolisme glukosa (Pangemanan,
2014).
(4) Riwayat penyakit keluarga
Pengaruh faktor genetik terhadap DM dapat terlihat jelas dengan tingginya
pasien DM yang berasal dari orang tua yang memiliki riwayat DM melitus
sebelumnya. DM tipe 2 sering juga di sebut DM life style karena penyebabnya
selain faktor keturunan, faktor lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi
insulin, makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup pasien yang tidak sehat juga
bereperan dalam terjadinya DM ini (Neale et al, 2008).
3) DM Gestasional
DM gestasional terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan, diperkirakan
terjadi karena perubahan pada metabolism glukosa (hiperglikemi akibat sekresi
hormon – hormon plasenta). DM gestasional dapat merupakan kelainan genetik
dengan carainsufisiensi atau berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah,
berkurangnya glikogenesis, dan konsentrasi gula darah tinggi (OsgoodND, Roland
FD, Winfried KG, 2011).
4) Faktor Risiko
Secara garis besar faktor risiko DM Tipe 2 terbagi menjadi tiga, yaitu pertama
faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat genetik, umur ≥45 tahun,
jenis kelamin, ras dan etnik, riwayat melahirkan dengan berat badan lahir bayi
>4000 gram atau riwayat menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat
badan rendah yaitu <2500 gram. Kedua, faktor yang dapat diubah yaitu obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, dan diet tidak sehat. Serta ketiga
yaitu faktor risiko lainnya seperti merokok dan konsumsi alkohol (PERKENI,
2015)
(1) Riwayat Keluarga
Transmisi genetik adalah paling kuat terdapat dalam DM, jika orang tua
menderita DM maka 90% pasti membawa carier DM yang ditandai dengan
kelainan sekresi insulin. Risiko menderita DM bila salah satu orang tuanya
hanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki DM
maka risiko untuk menderita DM adalah 75%. Risiko untuk mendapatkan DM
dari ibu lebih besar 1030% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan
penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu (Price & Wilson,
2006).
(2) Usia
Usia lebih dari 45 tahun adalah kelompok usia yang berisiko menderita DM.
Lebih lanjut dikatakan bahwa DM merupakan penyakit yang terjadi akibat
penurunan fungsi organ tubuh (degeneratif) terutama gangguan organ pankreas
dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga DM akan meningkat kasusnya
sejalan dengan pertambahan usia (Park & Griffin, 2009).
(3) Jenis Kelamin
Sebuah studi yang dilakukan oleh Soewondo & Pramono (2011) menunjukkan
kejadian DM di Indonesia lebih banyak menyerang perempuan (61,6%). Hal ini
dipicu oleh fluktuasi hormonal yang membuat distribusi lemak menjadi mudah
terakumulasi dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (IMT) meningkat
dengan persentase lemak yang lebih tinggi (Trisnawati, 2013).
(4) Riwayat Melahirkan Bayi Makrosomia
DM gestasional akan menyebabkan perubahan - perubahan metabolik dan
hormonal pada pasien. Beberapa hormon tertentu mengalami peningkatan
jumlah, misalnya hormon kortisol, estrogen, dan human placental lactogen
(HPL) yang berpengaruh terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadar gula
darah (OsgoodND, Roland FD, Winfried KG, 2011).
DM gestasional dapat terjadi pada ibu yang hamil di atas usia 30 tahun,
perempuan dengan obesitas (IMT >30), perempuan dengan riwayat DM pada
orang tua atau riwayat DM gestasional pada kehamilan sebelumnya dan
melahirkan bayi dengan berat lahir >4 000 gram dan adanya glukosuria
(Simadibrata, 2006).
(5) Riwayat lahir dengan BBLR atau kurang dari 2500 gram
Faktor risiko BBLR terhadap DM tipe 2 dimediasi oleh faktor turunan dan
lingkungan. BBLR disebabkan keadaan malnutrisi selama janin di rahim yang
menyebabkan kegagalan perkembangan sel beta yang memicu peningkatan
risiko DM selama hidup. BBLR juga menyebabkan gangguan pada sekresi
insulin dan sensitivitas insulin (Nadeau & Dabelea, 2008).
(6) Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang
dapat mengganggu kesehatan. Seseorang dikategorikan kegemukan jika IMT
>25 k g/m2 dan obesitas jika IMT>30 kg/ m2 (WHO, 2015). Obesitas
merupakan komponen utama dari sindom metabolik dan secara signifikan
berhubungan dengan resistensi insulin. Pedoman yang dikeluarkan oleh The
National Cholesterol Program-Adult Treatment Panel menunjukkan seseorang
terdiagnosa sindrom metabolik jika menderita tiga atau lebih dari lima faktor
risiko berikut (Codario, 2011):
a) Obesitas abdomen dengan lingkar pinggang > 102 cm (pria) dan > 88 cm
(wanita);
b) Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl;
c) Kadar HDL < 40 m g/dl (pria) dan 50 mg/dl (wanita);
d) Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg; dan
e) Kadar glukosa puasa ≥ 100 mg/dl.
(7) Kurangnya aktivitas fisik
Data Kemenkes (2016) menunjukkan bahwa lebih dari seperempat penduduk
Indonesia kurang beraktifitas fisik. Saat berolahraga, otot menggunakan
glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika glukosa berkurang, otot mengisi
kekosongan dengan mengambil glukosa dari darah. Ini akan mengakibatkan
menurunnya glukosa darah sehingga memperbesar pengendalian glukosa darah
(Barnes, 2012).
(8) Hipertensi
Terdapat pedoman hipertensi terbaru, dimana definisi hipertensi sebelumnya
dinyatakan sebagai peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang menetap
pada tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg menjadi ≥ 130 mmHg pada tekanan darah sistolik atau tekanan darah
diastolik ≥ 80 mmHg (AHA, 2017). Hipertensi memiliki risiko 4,166 kali lebih
besar menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan yang tidak mengalami
hipertensi (Asmarani, 2016).
(9) Dislipidemia
Dislipidemia merupakan kondisi kadar lemak dalam darah tidak sesuai batas
yang ditetapkan atau abnormal yang berhubungan dengan resistensi insulin.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total
(Ktotal), kolesterol LDL (K-LDL), trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol
HDL (K-HDL) (PERKENI, 2015).

C. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus


1. Poliuri
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolaritas dan akibat nya akan terjadi diuresisosmotic (poliuria).
2. Polydipsia
Akibat meningkatnya disfungsi cairan dari intra sel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intra sel sehingga efeknya adalah dehidrasi
sel .Akibat dari dehidrasi se mulut menjadi kering dan sensor hausteraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
3. Poliphagia
Karena glukosa tidakdapat masukke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produk sienergi menurun, penurunan energy akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
4. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan
dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka selakan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofi dan penurunan secara
otomatis.
5. Malaise atau kelemahan
6. Kesemutan, Lemasdan Matakabur. (Brunner & Suddart,2013).
D. Patofisiologi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin, atau keduanya.
Diabetes Tipe 1 adalah hasil dari interaksi genetik, lingkungan, dan faktor imunologi
yang pada akhirnya mengarah terhadap kerusakan sel beta pankreas dan insulin
defisiensi. Masa sel beta kemudian menurun dan sekresi insulin menjadi semakin
terganggu, meskipun toleransi glukosa normal dipertahankan (Powers, 2010). DM
Tipe 1 terjadi karena ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini
akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini
disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsi) (ADA, 2012).
Pada diabetes Tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi
intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe 2, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe 2. Meskipun demikian, diabetes tipe 2 yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi,
gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang
kabur (Smeltzer & Bare, 2008).

E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.E.1 Pengkajian
a. Data Umum
a) Jenis Kelamin: kejadian DM tipe 2 lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan lakilaki, dikarenakan secara fisik wanita memiliki peluang
dalam peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar (Fatimah, 2015).
b) Usia: Berdasarkan penelitian, diabetes mellitus meningkat pada usia >45
tahun
c) Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes melitus
b. Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya masuk rumah sakit dikarenakan
kondisi lemah, pusing, nafsu makan menurun atau bahkan dengan penurunan
kesadaran akibat hipoglikemia (Purwanto, 2016).
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat DM, atau penyakit
keturunan lain yang dapat menyebabkan defisiensi insulin seperti hipertensi dan
jantung (Purwanto, 2016).

d. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)


1) B1 (Breath)
Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan
tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR >
24 x/menit, nafas berbau aseton.
2) B2 (Blood)
Adanya riwayat hipertensi, perfusi jaringan menurun, nadi perifer melemah,
takikardia / brakikardia, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegali
3) B3 (Brain)
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental,
reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
4) B4 (Bladder)
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine serta panas atau sakit saat berkemih.
5) B5 (Bowel)
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis
pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
6) B6 (Bone)
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
7) Muskuloskeletal
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus (Purwanto, 2016).
8) Neuro sensori
Klien merasakan nyeri pada kaki kiri
9) Interaksi sosial:
Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/orang lain, terjadi perubahan
peran.
10) Riwayat psikososial:
Pasien dengan ulkus diabetikum mungkin merasakan adanyan kecemasan
yang cukup tinggi apalagi pasien yang mengalami ulkus selalu dibayang-
bayangi dengan amputasi
2.E.2 Masalah Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri Kronis (D. 0078)
2. Gangguan Integritas kulit/jaringan(D. 0129)
3. Ketidakstabilan kadar Glukosa Darah (D. 0027)
4. Gangguan Mobilitas Fisik (0054)
2.E.3 Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Nyeri Kronis (D. 0078) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (D.03119)
Setelah dilakukan tindakan
Kategori : psikologis Observasi
keperawatan selama 3x24 jam
Subkategori: nyeri dan 1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
masalah tingkat nyeri pada pasien
kenyamanan 2. Identifikasi skala nyeri
menurun dengan kriteria hasil :
Definisi : pengalaman 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Kemampuan menuntaskan
sensorik atau emosional 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
aktivitas meningkat
yang berkaitan dengan 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
2. keluhan nyeri menurun
kerusasakan jaringan 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
3. meringis menurun
aktual atau fungsional, 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
4. sikap protektif meurun
dengan onset mendadak 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
5. gelisah menurun’
atau lambat dan 9. Monitor efek samping penggunaan analgetic
6. kesulitan tidu menurun
berintensitas ringan hingga Terapeutik
7. menarik diri menurun
berat yang berlangsung 10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
8. berfokus pada diri sendiri menurun
lebih dari 3 bulan. (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
Penyebab : 9. Diaforesis menurun terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
1. Kondisi 10. Frekunsi nadi membaik hangat/dingin, terapi bermain)
musculoskeletal kronis 11. Pola napas membaik 11. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
2. Kerusakan system 12. Tekanan darah membaik ruangan, pencahayaan, kebisingan)
saraf 13. Pola tidur membaik 12. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Penekanan saraf 13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
4. Infiltrasi tumor meredakan nyeri
5. Ketidakseimbangan Edukasi
neurotransmitter, 14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
neuromodulator, dan 15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
reseptor 16. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
6. Gangguan imunitas 17. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
7. Kondisi pasca trauma 18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
8. Tekanan emosional, Kolaborasi
Riwayat 19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
penyalahgunaan obat
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1. Mengeluh nyeri
2. Merasa depresi
(tertekan)
Objektif :
1. Tampak meringis
2. Gelisah
Tidak mampu menuntaskan
aktivitas
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit (I. 14564)
kulit/jaringan keperawatan selama 1 x 24 jam Observasi
Kategori : Lingkungan integritas kulit dan jaringan pada 1. Monitor karakteristik luka (mis: drainase,warna,ukuran,bau
Subkategori : Keamanan pasien meningkat dengan kriteria hasil 2. Monitor tanda –tanda inveksi
dan proteksi : Terapiutik
Definisi : kerusakan kulit 1. Elastisitas meningkat 3. lepaskan balutan dan plester secara perlahan
(dermis dan/atau 2. Hidrasimeningkat 4. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
epidermis ) atau jaringan 3. Perfusi jaringan meningkat 5. Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non toksik,sesuai
(membrane mukosa, 4. Kerusakan jaringan menurun kebutuhan
kornea, otot, tedon, tulang, 5. Kerusakan lapisan kulit menurun 6. Bersihkan jaringan nekrotik
kartilago) 6. Nyeri menurun 7. Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
Penyebab : 7. Perdarahan menurun 8. Pasang balutan sesuai jenis luka
1. Perubahan sirkulasi 8. Kemerahan menurun 9. Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka
2. Perubahan status nutrisi 9. Hematoma menurun 10. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
3. Kekurangan/kelebihan 10. Jaringan parut menurun 11. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai kondisi pasien
volume cairan 11. Nekrosis menurun 12. Berika diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
4. Penurunan mobilitas 12. Tekstur membaik g/kgBB/hari
5. Faktor mekanis 13. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A,vitamin
6. Efek samping terapi C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi
radiasi 14. Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf transkutaneous), jika perlu
7. Proses penuaan Edukasi
8. Neuropati perifer 15. Jelaskan tandan dan gejala infeksi
Gejala dan tanda mayor 16. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein
Subjektif : - 17. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Objektif : kerusakan Kolaborasi
jaringan dan/ atau
18. Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik biologis
lapisan kulit
mekanis,autolotik), jika perlu
19. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
3 Gangguan mobilitan fisik Setelah dikakukan tindakan Dukungan Ambulasi (I. 06171)
keperawatan 1 x 24 jam diharapkan Observasi :
Definisi : keterbatasan
Mobilitas fisik meningkat. Dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
dalam gerak fisik dari satu
Kriterian Hasil : 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
atau lebih ekstremitas
Terapeutik :
secara mandiri 1. Nyeri menurun
3. Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2. Kelemahan fisik menurun
Penyebab : 4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
3. Kekuatan otot meningkat
pergerakan
1. Kerusakan integritas 4. Gerakan terbatas menurun
Edukasi :
struktur tulang
2. Perubahan metabolism 5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
3. Ketidakbugaran fisik 6. Anjurkan mobilisasi dini
4. Penurunan kendali otot 7. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di
5. Penurunan masa otot tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
6. Keterlambatan
perkembangan
7. Kekuan sendi
8. Kontraktur
9. Nyeri
10. Efek agen farmakologi
2.E.4 Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam
menetapkan tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat dilakukan secara
mandiri atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
2.E.5 Evaluasi
Evaluasi adalah untuk penilaian yang dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan tujuan. Jika kriteria yang ditetapkan belum tercapai maka
tugas perawat selanjutnya adalah melakukan pengkajian kembali
WEB OF CAUTION (WOC)
Pola Makan Bahan kima dan obat Pola Hidup
Obesitas Faktor Genetik Penyakit dan Infeksi
meningkat
pankreas Tidak Olah raga
peningkatan timbunan Gen Penyebab Iritasi Pankreas
Metabolisme tubuh
lemak pada sel Fungsi pancreas Perkembangan Kalori
meningkat Mutasi gen pada Inflmasi Pankreas
adiposa menurun terhambat
Aktivitas menurun Kromosom Fungsi Pankreas
Asam lemak bebas Penghancuran sel-sel Peingkatan tmbunan
Disfungsi Glund menurun
Gangguan meningkat beta lemak pada sel adiposa
pembentukan energi Hormon Resisten Produksi insulin tidak
Resistensi Insulin Defisiensi Insulin Asam lemak bebesa
meningkat adekuat
Produksi insulin tidak meningkat
Daya kerja insulin
adekuat Resistensi insulin Transportasi glukosa
menurun Resistensi insulin
dalam sel turun
Transportasi gula
dalam sel turun Gula darah meningkat Daya kerja insulin
menurun
Gula darah meningkat

DIABETES MELITUS

B1 (Breath)
B2 (Blood)
gluconeogenesis B3 (Brain) B4 (Bladder) B6 (Bone) Integumen
B5 (Bowel)
meningkat Penurunan fungsi
Diuresis as. laktat Osmotik meningkat Penurunan aktivtitas Pembuluh darah
pankreas Pemecahan Protein,
lipolysis meningkat besar tersumbat
Peningkatan badan Peningkatan Lemak Kelemahan
Defisit insulin keton permeabilitas kapiler
As. lemak bebas Thrombosis
Asam lemak bebas Kekakuan
meningkat Transpor glukosa Viskositas darah Poliuria meningkat Otot/Kontraktur Okulasi pada darah
as lemak teroksidasi menurun meningkat
Dehidrasi BUN meningkat MK: Gangguan Gangguan Sirkulasi
Ketoasidosis Cadangan glikogen Iskemi jaringan Mobilitas Fisik
MK: Hipovolemia Mual, Muntah MK: Risiko
berkurang
Asidosis Metabolik Kesadaran turun Gangguan
MK: Defisit Nutrisi
Peningkatan Integritas Kulit
PH Menurun MK: Risiko Jatuh
glukoneogenesis
Mk: Pola Nafas Tidak
MK: Ketidakstabilan
Efektif
Kadar Glukosa Darah
2.E.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
1. Post prandial: Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas
130 mg/dl mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat: Hb 1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar
gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb 1C yang melebihi 6,1%
menunjukkan diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral: Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi
air dengan 75gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah
yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,
sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada
mesing luco meter, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar
glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

F. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.F.1 Pengkajian
e. Data Umum
a) Jenis Kelamin: kejadian DM tipe 2 lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan lakilaki, dikarenakan secara fisik wanita memiliki peluang
dalam peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar (Fatimah, 2015).
b) Usia: Berdasarkan penelitian, diabetes mellitus meningkat pada usia >45
tahun
c) Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes melitus
f. Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya masuk rumah sakit dikarenakan
kondisi lemah, pusing, nafsu makan menurun atau bahkan dengan penurunan
kesadaran akibat hipoglikemia (Purwanto, 2016).
g. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat DM, atau penyakit
keturunan lain yang dapat menyebabkan defisiensi insulin seperti hipertensi dan
jantung (Purwanto, 2016).
h. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)
11) B1 (Breath)
Takipnea pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan
tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR >
24 x/menit, nafas berbau aseton.
12) B2 (Blood)
Adanya riwayat hipertensi, perfusi jaringan menurun, nadi perifer melemah,
takikardia / brakikardia, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegali
13) B3 (Brain)
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental,
reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
14) B4 (Bladder)
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine serta panas atau sakit saat berkemih.
15) B5 (Bowel)
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis
pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
16) B6 (Bone)
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
17) Muskuloskeletal
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus (Purwanto, 2016).
18) Neuro sensori
Klien merasakan nyeri pada kaki kiri
19) Interaksi sosial:
Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/orang lain, terjadi perubahan
peran.
20) Riwayat psikososial:
Pasien dengan ulkus diabetikum mungkin merasakan adanyan kecemasan
yang cukup tinggi apalagi pasien yang mengalami ulkus selalu dibayang-
bayangi dengan amputasi
2.F.2 Masalah Keperawatan yang mungkin muncul
5. Nyeri Kronis (D. 0078)
6. Gangguan Integritas kulit/jaringan(D. 0129)
7. Ketidakstabilan kadar Glukosa Darah (D. 0027)
8. Gangguan Mobilitas Fisik (0054)
2.F.3 Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Nyeri Kronis (D. 0078) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (D.03119)
Setelah dilakukan tindakan
Kategori : psikologis Observasi
keperawatan selama 3x24 jam
Subkategori: nyeri dan 20. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
masalah tingkat nyeri pada pasien
kenyamanan nyeri
menurun dengan kriteria hasil :
Definisi : pengalaman 21. Identifikasi skala nyeri
14. Kemampuan menuntaskan
sensorik atau emosional yang 22. Identifikasi respon nyeri non verbal
aktivitas meningkat
berkaitan dengan 23. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
15. keluhan nyeri menurun
kerusasakan jaringan aktual 24. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
16. meringis menurun
atau fungsional, dengan onset 25. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
17. sikap protektif meurun
mendadak atau lambat dan 26. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
18. gelisah menurun’
berintensitas ringan hingga 27. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
19. kesulitan tidu menurun
berat yang berlangsung lebih diberikan
20. menarik diri menurun
dari 3 bulan. 28. Monitor efek samping penggunaan analgetic
21. berfokus pada diri sendiri
Penyebab : menurun Terapeutik
9. Kondisi musculoskeletal 22. Diaforesis menurun 29. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
kronis 23. Frekunsi nadi membaik (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
10. Kerusakan system saraf 24. Pola napas membaik terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
11. Penekanan saraf 25. Tekanan darah membaik hangat/dingin, terapi bermain)
12. Infiltrasi tumor 26. Pola tidur membaik 30. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
13. Ketidakseimbangan ruangan, pencahayaan, kebisingan)
neurotransmitter, 31. Fasilitasi istirahat dan tidur
neuromodulator, dan 32. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
reseptor meredakan nyeri
14. Gangguan imunitas Edukasi
15. Kondisi pasca trauma 33. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
16. Tekanan emosional, 34. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Riwayat penyalahgunaan 35. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
obat 36. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
37. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
38. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
3. Mengeluh nyeri
4. Merasa depresi (tertekan)
Objektif :
3. Tampak meringis
4. Gelisah
Tidak mampu menuntaskan
aktivitas
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit (I. 14564)
kulit/jaringan keperawatan selama 1 x 24 jam Observasi
Kategori : Lingkungan integritas kulit dan jaringan pada 20. Monitor karakteristik luka (mis:
Subkategori : Keamanan dan pasien meningkat dengan kriteria drainase,warna,ukuran,bau
proteksi hasil : 21. Monitor tanda –tanda inveksi
Definisi : kerusakan kulit 13. Elastisitas meningkat Terapiutik
(dermis dan/atau epidermis ) 14. Hidrasimeningkat 22. lepaskan balutan dan plester secara perlahan
atau jaringan (membrane 15. Perfusi jaringan meningkat 23. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
mukosa, kornea, otot, tedon, 16. Kerusakan jaringan menurun 24. Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non
tulang, kartilago) 17. Kerusakan lapisan kulit toksik,sesuai kebutuhan
Penyebab : menurun 25. Bersihkan jaringan nekrotik
9. Perubahan sirkulasi 18. Nyeri menurun 26. Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
10. Perubahan status 19. Perdarahan menurun 27. Pasang balutan sesuai jenis luka
nutrisi 20. Kemerahan menurun 28. Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka
11. Kekurangan/kelebihan 21. Hematoma menurun 29. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
volume cairan 22. Jaringan parut menurun 30. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai kondisi
12. Penurunan mobilitas 23. Nekrosis menurun pasien
13. Faktor mekanis 24. Tekstur membaik 31. Berika diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
14. Efek samping terapi g/kgBB/hari
radiasi 32. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A,vitamin
15. Proses penuaan C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi
16. Neuropati perifer 33. Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf transkutaneous), jika perlu
Gejala dan tanda mayor Edukasi
Subjektif : - 34. Jelaskan tandan dan gejala infeksi
Objektif : kerusakan 35. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein
jaringan / atau lapisan
36. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
kulit
Kolaborasi
37. Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika perlu
38. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
3 Gangguan mobilitan fisik Setelah dikakukan tindakan Dukungan Ambulasi (I. 06171)
keperawatan 1 x 24 jam diharapkan Observasi :
Definisi : keterbatasan dalam
Mobilitas fisik meningkat. Dengan 8. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
gerak fisik dari satu atau
Kriterian Hasil : 9. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
lebih ekstremitas secara
Terapeutik :
mandiri 5. Nyeri menurun
10. Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
6. Kelemahan fisik menurun
Penyebab : 11. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
7. Kekuatan otot meningkat
11. Kerusakan integritas 8. Gerakan terbatas menurun pergerakan
struktur tulang Edukasi :
12. Perubahan metabolism 12. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
13. Ketidakbugaran fisik 13. Anjurkan mobilisasi dini
14. Penurunan kendali otot 14. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di
15. Penurunan masa otot tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
16. Keterlambatan
perkembangan
17. Kekuan sendi
18. Kontraktur
19. Nyeri
20. Efek agen farmakologi
2.F.4 Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam
menetapkan tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat dilakukan secara
mandiri atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
2.F.5 Evaluasi
Evaluasi adalah untuk penilaian yang dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan tujuan. Jika kriteria yang ditetapkan belum tercapai maka
tugas perawat selanjutnya adalah melakukan pengkajian kembali

Anda mungkin juga menyukai