Anda di halaman 1dari 18

TUGAS INDIVIDUS STASE KDP

ANALISA KASUS KELOLAAN

Disusun oleh :
Revaldi Distianto Putra

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
Konsep Dasar
A. Pengertian DM
DM adalah kondisi kronis yang terjadi bila ada peningkatan kadar glukosa
dalam darah karena tubuh tidak dapat menghasilkan insulin atau menggunakan
insulin secara efektif. Insulin adalah hormon penting yang diproduksi di pankreas
kelenjar tubuh, yang merupakan transports glukosa dari aliran darah ke dalam sel-
sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau
ketidakmampuan sel untuk merespons insulin menyebabkan kadar glukosa darah
tinggi, atau hiperglikemia, yang merupakan ciri khas DM. Hiperglikemi, jika
dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pada
berbagai organ tubuh, yang menyebabkan perkembangan komplikasi kesehatan
yang melumpuhkan dan mengancam jiwa seperti penyakit kardiovaskular,
neuropati, nefropati dan penyakit mata, yang menyebabkan retinopati dan
kebutaan (IDF, 2017).
B. Klasifikasi DM
Terdapat beberapa jenis dari DM dan berikut adalah penjelasan klasifikasi DM
menurut International Diabetes Federation (IDF), 2017.
1) DM Tipe 1
DM Tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun dimana sistem kekebalan
tubuh menyerang sel beta penghasil insulin dipankreas. Akibatnya, tubuh
menghasilkan insulin yang sangat sedikit dengan defisiensi insulin relatif atau
absolut. Kombinasi kerentanan genetik dan pemicu lingkungan seperti infeksi
virus, racun atau beberapa faktor diet telah dikaitkan dengan DM tipe 1.
Penyakit ini bisa berkembang pada semua umur tapi DM tipe 1 paling sering
terjadi pada anak-anak dan remaja. Orang dengan DM tipe 1 memerlukan
suntikan insulin setiap hari untuk mempertahankan tingkat glukosa dalam
kisaran yang tepat dan tanpa insulin tidak akan mampu bertahan.
2) DM Tipe 2
DM tipe 2 adalah jenis DM yang paling umum, terhitung sekitar 90%
dari semua kasus DM. Pada DM tipe 2, hiperglikemia adalah hasil dari
produksi insulin yang tidak adekuat dan ketidakmampuan tubuh untuk
merespon insulin secara sepenuhnya, didefinisikan sebagai resistensi insulin.
Selama keadaan resistensi insulin, insulin tidak bekerja secara efektif dan
oleh karena itu pada awalnya mendorong peningkatan produksi insulin untuk
mengurangi kadar glukosa yang meningkat namun seiring waktu, suatu
keadaan produksi insulin yang relatif tidak memadai dapat berkembang. DM
tipe 2 paling sering terlihat pada orang dewasa yang lebih tua, namun
semakin terlihat pada anak-anak, remaja dan orang dewasa muda. Penyebab
DM tipe 2 ada kaitan kuat dengan kelebihan berat badan dan obesitas,
bertambahnya usia serta riwayat keluarga. Di antara faktor makanan, bukti
terbaru juga menyarankan adanya hubungan antara konsumsi tinggi minuman
manis dan risiko DM tipe 2 (IDF, 2017).
3) DM Gestasional
DM gestasional adalah jenis DM yang mempengaruhi ibu hamil biasanya
selama trimester kedua dan ketiga kehamilan meski bisa terjadi kapan saja
selama kehamilan. Pada beberapa wanita DM dapat didiagnosis pada trimester
pertama kehamilan namun pada kebanyakan kasus, DM kemungkinan ada
sebelum kehamilan, namun tidak terdiagnosis. DM gestasional timbul karena
aksi insulin berkurang (resistensi insulin) akibat produksi hormon oleh
plasenta (IDF, 2017).
C. Etiologi DM
1) DM Tipe 1
DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran autoimun sel β pankreas. Proses ini
terjadi pada orang yang rentan secara genetik dan (mungkin) dipicu oleh
faktor atau faktor lingkungan (Skyler & Ricordi, 2011). DM tipe 1
disebabkan oleh interaksi genetika dan lingkungan, dan ada beberapa faktor
genetik dan lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan
penyakit.

a) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan terutama virus tertentu dianggap berperan
dalam pengembangan DM tipe 1. Virus penyebab DM tipe 1 adalah
rubella, mumps dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme
infeksi sitolitik dalam sel β, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas
yang menyebabkan hilangnya otoimun (aktivasi limfosit T reaksi
terhadap antigen sel) dalam sel β (Brunner, Suddarth 2001).
b) Enterovirus
Studi epidemiologi telah menunjukkan hubungan yang signifikan
antara kejadian infeksi enterovirus dan perkembangan DM tipe 1 dan /
atau autoimunitas (Yeung, et al. 2011), terutama pada individu yang
rentan secara genetis (Hober & Sane, 2010). Sebuah tinjauan dan meta-
analisis terhadap penelitian observasional menunjukkan bahwa anak-
anak dengan DM tipe 1 sembilan kali lebih mungkin memiliki infeksi
enterovirus (Yeung, et al. 2011).
c) Faktor Genetik
Pasien DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya DM
tipe 1. Wilayah genom yang mengandung gen HLA (human leukocyte
antigen), dan risiko genetik terbesar untuk DM tipe 1 terkait dengan alel,
genotipe, dan haplotipe dari gen HLA Kelas II (Pociot, et al 2010). HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya dan merupakan wilayah gen yang
terletak di kromosom 6.
2) DM Tipe 2
Terdapat hubungan yang kuat antara DM tipe 2 dengan kelebihan berat
badan dan obesitas dan dengan bertambahnya usia serta dengan etnis dan
riwayat keluarga (IDF, 2017). DM tipe 2 ditandai oleh resistensi insulin dan
penurunan progresif dalam produksi insulin sel β pankreas. Resistensi insulin
adalah kondisi di mana insulin diproduksi, tetapi tidak digunakan dengan
benar: jumlah insulin yang diberikan tidak menghasilkan hasil yang
diharapkan (Allende-Vigo, 2010; Olatunbosun, 2011). Penurunan progresif
dalam fungsi sel β pankreas adalah karena penurunan massa sel β yang
disebabkan oleh apoptosis (Butler, et al 2003); ini mungkin merupakan
konsekuensi dari penuaan, kerentanan genetik, dan resistensi insulin itu
sendiri (Unger & Parkin, 2010). Etiologi DM tipe 2 adalah kompleks dan
melibatkan faktor genetik dan gaya hidup.
a) Faktor Genetik
Efek dari varian gen umum yang diketahui dalam menciptakan
disposisi pra-DM tipe 2 adalah sekitar 5% -10% (McCarthy, 2010), jadi
tidak seperti beberapa penyakit warisan, homozigot untuk gen
kerentanan ini biasanya tidak menghasilkan kasus DM tipe 2 kecuali
faktor lingkungan (dalam hal ini gaya hidup).
b) Faktor gaya hidup / demografi
Obesitas jelas merupakan faktor risiko utama untuk
pengembangan DM tipe 2 (Li, Zhao, Luan et al 2011), dan semakin
besar tingkat obesitas, semakin tinggi risikonya. Orang dengan obesitas
memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM tipe 2 daripada orang
dengan status gizi normal (WHO, 2017).
c) Usia
Usia yang terbanyak terkena DM adalah > 45 tahun yang di
sebabkan oleh faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi tubuh,
khususnya kemampuan dari sel β dalam memproduksi insulin untuk
memetabolisme glukosa (Pangemanan, 2014).
d) Riwayat penyakit keluarga
Pengaruh faktor genetik terhadap DM dapat terlihat jelas dengan
tingginya pasien DM yang berasal dari orang tua yang memiliki riwayat
DM melitus sebelumnya. DM tipe 2 sering juga di sebut DM life style
karena penyebabnya selain faktor keturunan, faktor lingkungan meliputi
usia, obesitas, resistensi insulin, makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup
pasien yang tidak sehat juga bereperan dalam terjadinya DM ini (Neale
et al, 2008).
3) DM Gestasional
DM gestasional terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,
diperkirakan terjadi karena perubahan pada metabolisme glukosa
(hiperglikemi akibat sekresi hormon – hormon plasenta). DM gestasional
dapat merupakan kelainan genetik dengan carainsufisiensi atau berkurangnya
insulin dalam sirkulasi darah, berkurangnya glikogenesis, dan konsentrasi
gula darah tinggi (OsgoodND, Roland FD, Winfried KG, 2011).
D. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes Mellitus (DM) dikaitkan dengan ketidakmampuan
tubuh untuk merombak glukosa menjadi energi karena tidak ada atau kurangnya
produksi insulin di dalam tubuh. Insulin adalah suatu hormon pencernaan
yang,dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan berfungsi untuk memasukkan gula ke
dalam sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi. Pada penderita Diabetes
Mellitus, insulin yang dari sel β dalam memproduksi insulin untuk
memetabolisme glukosa (Pangemanan, 2014). dihasilkan tidak mencukupi
sehingga gula menumpuk dalam darah (Agoesdkk, 2013).
Patofisiologi pada Diabetes Mellitus tipe 1 terdiri atas autoimun dan non-
imun.Pada autoimun-mediated Diabetes Mellitus, faktor lingkungan dan genetik
diperkirakan menjadi faktor pemicu kerusakan sel beta pankreas. Tipe ini disebut
tipe 1-A. Sedangkan tipe non-imun, lebih umun dari pada autoimun Tipe non-
imun terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit lain seperti pankreatitis atau
gangguan idiopatik (Brashers dkk, 2014).Diabetes Mellitus tipe 2 adalah hasil
dari gabungan resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak adekuat hal
tersebut menyebabkan predominan resistensi insulin sampai dengan predominan
kerusakan sel beta. Kerusakan sel beta yang ada bukan suatu autoimun mediated.
Pada Diabetes Mellitus tipe 2 tidak ditemukan pertanda auto antibody.Pada
resistensi insulin, konsentrasi insulin yang beredar mungkin tinggi tetapi pada
keadaan gangguan fungsi sel beta yang berat kondisinya dapat rendah.Pada
dasarnya resistensi insulin dapat terjadi akibat perubahan-perubahanyang
mencegah insulin untuk mencapai reseptor (praresptor), perubahan dalam
pengikatan insulin atau transduksi sinyal oleh resptor, atau perubahan dalam
salahsatu tahap kerja insulin pascareseptor. Semua kelainan yang menyebab
kangangguan transport glukosa dan resistensi insulin akan menyebabkan
hiperglikemia sehingga menimbulkan manifestasi Diabetes Mellitus (Rustama
dkk,2010).
E. Manifestasi klinis
Gejala diabetes melelitus seperti rasa haus yang berlebihan, sering
kencing terutama pada malam hari, banyak makan atau mudah lapar, dan berat
badan turun dengan cepat.Kadang terjadi keluhan lemah, kesemutan pada jari
tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun,
luka sukar sembuh, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4kg (Suyono,
2004). Karakteristik diabetes melitus atau kencing manis diantaranya sebagai
berikut (Mirza, 2012)
1) Buang air kecil yang berlebihan
2) Rasa haus yang berlebihan
3) Selalu merasa Lelah
4) Infeksi di kulit’penglihatan menjadi kabur
5) Turunnya berat badan

Diabetes Mellitus sering muncul dan berlangsung tanpa timbulnya tanda


dangejala klinis yang mencurigakan, bahkan kebanyakan orang tidak merasakan
adanya gejala.Akibatnya, penderita baru mengetahui menderita Diabetes Mellitus
setelah timbulnya komplikasi. Diabetes Mellitus tipe 1 yang dimulai pada usia
muda memberikan tanda-tanda yang mencolok seperti tubuh yang kurus,
hambatan pertumbuhan, retardasi mental, dan sebagainya (Agoes dkk, 2013).
Berbeda dengan Diabetes Mellitus tipe 1 yang kebanyakan mengalami penurunan
berat badan, penderita Diabetes Mellitus tipe 2 seringkali mengalami peningkatan
berat badan. Hal ini disebabkan terganggunya metabolism. Tiga serangkai yang
klasik tentang gejala Diabetes Mellitus adalah poliuria (sering kencing),
polidipsia (sering merasa kehausan), dan polifagia (sering merasa lapar).Gejala
awal tersebut berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula lebih tinggi dari normal, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Oleh karena
ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria).Akibat lebih lanjut adalah
penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsia).
Selain itu, penderita mengalami penurunan berat badan karena sejumlah besar
kalori hilang ke dalam air kemih.Untuk mengompensasikan hal tersebut,
penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
atau polifagia (Krisnatuti dkk, 2014).
F. Faktor Resiko Diabetes Melitus
Menurut Powers (2010) faktor resiko Diabetes Melitus :
1) Riwayat keluarga menderita diabetes (contoh: orang tua atau saudara kandung
dengan DM tipe 2)
2) Obesitas (Indeks Massa Tubuh)
3) Aktivitas fisik
4) Ras/etnis
5) Gangguan Toleransi Glukosa
6) Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat lahir > 4kg
7) Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg)
8) Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0,90 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida
≥ 250 mg/dL (2,82 mmol/L)
9) Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans
Menurut Hendrawan (2009) seseorang terkena Diabetes Mellitus jika :
1) Kedua orang tua, atausalahsatusajapengidap DM
2) Memilikisaudarakandung DM
3) Salah satuanggotakeluarga mengidap DM
4) Guladarahtinggi 126-200 mg/dl
5) Pengidappenyakithatiberat
6) Sering mengonsumsi obat golongan corticosteroid (pasienasma, eksim,
encok )
7) Wanitadenganriwayatmelahirkanbayidari 4kg
G. Komplikasi
Komplikasi akut terjadi apabila kadar glukosa darah seorang meningkat
atau menurun tajam dalam waktu yang singkat (Anonim, 2001). Komplikasi
kronik terjadi apabila kadar glukosa darah secara berkeoanjangan tidak terkendali
dengan baik sehingga menimbulkan berbagai komplikasi kronik diabetes melitus
(Perkeni, 2006)
1) Komplikasi Akut
Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hyperglycemic Hyperosmolar
State(HHS) adalah komplikasi akut diabetes (Powers, 2010). Pada
Ketoasidosis Diabetik (KAD), kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan
kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon
lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga
terjadi peningkatan produksi badan keton dan asam lemak secara
berlebihan.Akumulasi produksi badan keton oleh sel hati dapat menyebabkan
asidosis metabolik.Badan keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3-
beta- hidroksibutirat (3HB). Pada Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS),
hilangnya air lebih banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan
hiperosmolar (Soewondo, 2009). Seperti hipoglikemia dan hiperglikemia.
2) Komplikasi Kronik
Jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati (Waspadji, 2009). Komplikasi kronik DM bisa berefek pada
banyak sistem organ. Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian,
yaitu komplikasi vaskular dan nonvaskular. Komplikasi vaskular terbagi lagi
menjadi mikrovaskular (retinopati, neuropati, dan nefropati) dan
makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, penyakit
serebrovaskular).Sedangkan komplikasi nonvaskular dari DM yaitu
gastroparesis, infeksi, dan perubahan kulit (Powers,2010). Komplikasi seperti
makroangiopati (makrovasuler) yaitu penyakit jantung koroner, penyakit
pembuluh darah kaki, dan penyakit pembuluh darah di otak (Waspadji, 2004).
H. Pengobatan dan terapi
Menurut Soelistijo dkk, (2015) penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari:
1) Edukasi Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan.Pemberdayaan penyandang
diabetes melitus memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga,
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku. Edukasi yang di berikan meliputi :
a) Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan
untuk kelompok resiko tinggi
b) Edukasi untuk pencegahan skunder yaitu edukasi yang ditunjukkan
untuk pasien baru. Materi edukasi beruapa penegrtian diabetes, gejala,
penatalaksanaan, mengenal danS mencegah komplikasi akut dan
kronik.
c) Edukasi untuk penceghan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada
pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara
pencegahan komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2) Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain dan pasien itu sendiri).
Menurut Smeltzer et al, (2008) bahwa perencanaan makan pada
pasien diabetes meliputi:
a) Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes mellitus
b) Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti
vitamin dan mineral
c) Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d) Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena
padapasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko
komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun
e) Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3) Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL
kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida
(American Diabetes Association (ADA)2012). Kegiatan sehari-hari dan
latihan jasmani secra teratur (3-4 kali seminggu selama kurang dari 30
menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes melitus.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang.Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Menurut American Diabetes Association (ADA,
2012), ada beberapa pedoman umum untuk melakukan latihan jasmani
pada pasien diabetes yaitu :
a) Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan
kakilainnya.
b) Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin.
c) Periksa kaki setelah melakukan latihan.
4) Terapi farmakologi
Pengobatan DM secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah
raga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan
insulin.Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin
setiap hari.pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum
obat antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan
suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan
insulin dan tablet.
d) Monitoring keton dan gula darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri penderita DM dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan ka
dar glukosa darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan
pilar kelima dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level
gula darah sendiridapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan
terjadinya hipoglikemiadan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan
keempat pilar di atas untuk menurunkan resiko komplikasi dari diabetes
melitus (Smeltzer et al, 2008
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN DASAR SIRKULASI

A. Biodata
Nama : Ny. S
Umur : 59 Thn
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Pedagang
Tgl Pengkajian : 21 Oktober 2021
Np RM : 600691

1. Keluhan utama
Klien mengeluh kedua kaki terasa kesemutan, mati rasa, serta pandangan
agak kabur, rasa nyeri pada daerah luka di kaki bagian kanan, sering
terbangun saat tidur.

2. Riwayat penyakit sekarang


Satu bulan terakhir klien jarang kontrol kerumah sakit karena keterbatasan
waktu. keluarga mengatakan gula darah klien akhir akhir ini sering tinggi
diatas 200. seminggu yang lalu saat tertidur di warung tanpa sadar kaki
klien tergigit oleh tikus. 1 hari yang lalu klien dibawa oleh keluarga ke rs
soewondo dengan kondisi luka pada kaki telah berwarna hitam dan meluas

B. Data fokus
Ds :
- Pasien mengatakan kedua kaki kesemutan dan pandangan kabur
Do :
- Pasien
- Hasil pengukuran TTV
TD : 170/90 mmhg
RR : 20 x/menit
N : 90 x/menit
S : 36,7ºC
- BB : 50 kg
- TB : 149 cm
- IMT : 22,52
- GDS : 137
- Hasil pemeriksaan fisik
Rambut dan kepala : bersih, bentuk simetris
Mata : normal, konjungtiva tidak anemis
Hidung : bersih
Telinga : bersih
Mulut : bersih
Lidah : bersih
Gigi : bersih
Leher : normal
Dada : normal
Kulit : turgor kulit normal < 2 detik
Abdomen : normal
Extremitas : terdapat luka pada kaki bagian kanan

- Hasil pemeriksaan lab


Hb : 10,2 mg/dl
Lekosit : 19,88 mg/dl
Trombosit : 468 mg/dl
Hematokrit : 32,8 mg/dl

- Therapy
Inf RL 20 tpm
moxiflox 2x1
gentamicin 2x80 mg
keterolac 3x30 mg
amlodipin 10 mg (pagi)
diovan 1x80 (sore)

C. Dx Keperawatan
- Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemi
D. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
. Keperawatan Kriteria SIKI I.12395
SDKI D.0009 Hasil
SLKI
L.02011
1. - Perfusi Setelah Observasi Observasi
perifer dilakukan - periksa - melihat
tidak tindakan sirkulasi status nadi
efektif b.d keperawatan perifer perifer,
hiperglike selama 2x24 - identifikas warna,
mi jam i faktor suhu, dan
diharapkan risiko ada
perfusi gangguan tidaknya
perifer sirkulasi edema
meningkat - monitor - mengetah
dengan kemeraha ui
kriteria n, nyeri, penyebab
sebagai dan utama
berikut : bengkak gangguan
- Penyem pada sirkulasi
buhan ekstremita - memantau
luka s kondisi
meningk Terapeutik pada
at - hindari extremitas
- sensai pengukura Terapeutik
meningk n tekanan - pengukura
at darah n tekanan
- nyeri pada darah
ekstremi ekstremita pada
tas s dengan daerah
menuru keterbatas gangguan
n an perfusi sirkulasi
- tekanan - hindari dapat
darah pemasang menimbul
sistolik an kan
membai torniquet hambatan
k pada sirkulasi
daerah - dapat
cedera memperbu
Edukasi ruk
- ajarkan kondisi
program sirkulasi
diet untuk Edukasi
memperba - memberik
iki an
sirkulasi informasi
- informasi terkait
kan tanda makanan
dan gejala yang
darurat harus
yang dimakan
harus dan
dilaporkan dihindari
-
melaporka
n apabia
terdapat
situasi
yang
berbahaya

E. Implementasi
No. Hari dan Tgl Diagnosa Implementasi Respon TTD
pengkajian Keerawatan
1 Kamis 21 - Perfusi - memeriksa - pasien
Oktober 2021 perifer sirkulasi tampak
Pukul 07.30 – tidak perifer kooperatif
08.35 wib efektif - mengidenti - pasien
b.d fikasi mengatak
hiperglik faktor an
emi risiko sebelumn
gangguan ya tidak
sirkulasi ada
- memonitor keluarga
kemerahan, yang
nyeri, dan memiliki
bengkak riwayat
pada DM
ekstremitas - pasien
- menghindar tampak
i memperha
pengukuran tikan
tekanan terkait
darah pada informasi
ekstremitas diet
dengan - pasien
keterbatasa tampak
n perfusi mengaguk
- menghindar kan
i kepala
pemasangan dan
torniquet memaham
pada daerah i apa yang
cedera harus
- mengajarka dilapokan
n program
diet untuk
memperbai
ki sirkula
- menginform
asikan tanda
dan gejala
darurat
yang harus
dilaporkan

F. Evaluasi
No Tanggal, jam Evaluasi TTD
.
1 Jumat 22 S:
Oktober 2021 - pasien mengatakan
pukul 14.00 mulai bisa merasakan
wib sedikit sensasi pada
kedua kakinya
O:
- TD sistolik pasien
menurun 140/90
- tampak luka masih
terdapat jaringan kuning
- rasa nyeri pada
ekstremitas bawah
mulai menurun
A : masalah belum teratasi
P : pertahankan intervensi

Anda mungkin juga menyukai