Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep DM

2.1.1 Definisi DM

Istilah “diabetes” pertama kali dipakai oleh Artaeus dari Cappadocia pada

abad ke-2, yang dalam bahasa Yunani yaitu siphon yang berarti air yang terus

keluar melalui tubuh manusia atau banyak kencing). Artaeus menggambarkan

orang yang terkena penyakit ini merasa haus yang berlebihan, banyak kencing,

dan berat badan menurun. ( Tandra, 2008).

DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang

disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin

baik absolut maupun relative dengan gejala diabetes yang umum adalah rasa haus

yang berlebihan , sering kencing pada malam hari, badan terasa lemas juka gula

darah naik, berat badan menurun, mata kabur, kesemutan (Rumahorbo,2012:100).

DM adalah keadaan dimana tubuh tidak menghasilkan atau memakai

insulin sebagaimana mestinya. Insulin adalah hormone yang membawa glukosa

darah kedalam sel-sel dan menyimpannya sebagai glikogen (Tambayong, 20127)

2.1.2 Klasifikasi DM

1) DM Tipe 1

Diabetes tipe ini muncul ketika pancreas sebagai pabrik insulin tidak

dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh

kurang atau tidak ada sama sekali. Glukosa menjadi menumpuk dalam

peredaran darah karena tidak dapat diangkut kedalam sel..

7
8

DM Tipe 1 juga disebut insulin dependent diabetes karena si pasien

sangat tergantung dengan insulin. Ia memerlukan suntikan insulin setiap hari

untuk mencukupi kebutuhan insulin dalam tubuh.

DM tipe 1 biasanya adalah penyakit otoimun, yaitu penyakit yang

disebabkan oleh gangguan system imun atau kekebalan tubuh si pasien dan

mengakibatkan rusaknya sel pancreas. Teori lain juga menyebutkan bahwa

kerusakan pancreas adalah akibat pengaruh genetic (keturunan), infeksi virus

atau malnutrusi.

Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah penderita DM

Tipe 1. Di Indonesia, statistic mengenai DM Tipe 1 belum ada, diperkirakan

hanya sekitar 2-3 persen. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak

terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami

komplikasi dan keburu meninggal. Penyakit ini biasa muncul pada anak usia

muda atau remaja, baik pria maupun wanita. Biasanya gejalanya timbul

mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera

ditolong dengan suntikan insulin (Tandra, 2008).

2) DM Tipe 2

DM tipe ini adalah jenis yang paling sering dijumpai. Biasanya terjadi

pada usia diatas 40 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia diatas 20 tahun.

Sekitar 90-95 persen penderita DM adalah penderita DM Tipe 2.

Pada DM Tipe 2, pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas

insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk

memasukkan glukosa kedalam sel. Akibatnya glukosa dalam darah

meningkat. Pasien biasa tidak perlu tambahan suntikan insulin dalam


9

pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja untuk memperbaiki

fungsi insulin, menurunkan glukosa, memperbaiki pengolahan gula di hati,

dan lain-lain.

Kemungkinan lain terjadinya DM Tipe 2 adalah bahwa sel-sel

jaringan tubuh dan otot pasien tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin

(dinamakan resistensi insulin) sehingga glukosa tidak dapat masuk kedalam

sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah. Keadaan ini umunya

terjadi pada pasien yang gemuk atau mengalami obesitas.

Sama halnya dengan DM Tipe 1, DM Tipe 2 juga mempunyai nama

lain yaitu, non insulin-dependent diabetes atau adult onset diabetes. Namun,

kedua istilah ini juga kurang tepat karena DM Tipe 2 juga kadang

membutuhkan pengobatan dengan insulin dan bisa timbul pada usia remaja

juga (Tandra, 2008).

3) DM pada kehamilan

Diabetes yang muncul hanya pada saat hamil disebut sebagai diabetes

tipe gestasi atau gestational diabetes. Keadaan ini terjadi karena pembentukan

beberapa hormone pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin.

Diabetes semacam ini terjadi pada 2-5 persen kehamilan. Biasanya

baru diketahui setelah kehamilan bulan keempat keatas, kebanyakan pada

trimester ketiga (tiga bulan terakhir kehamilan). Setelah persalinan pada

umunya glukosa darah akan kembali normal.

Namun, yang perlu diwaspadai adalah bahwa lebih dari setengah ibu

hamil dengan DM mangidap DM Tipe 2 di kemudian hari. Ibu hamil dengan

diabetes harus ekstra waspada dalam menjaga glukosa darahnya, rajin control
10

gula darah, dan memeriksakan diri ke dokter agar tidak terjadi komplikasi,

baik pada si ibu maupun pada si janin (Tandra, 2008:14).

4) DM Tipe lain

Ada pula diabetes yang tidak termasuk dalam kelompok diatas, yaitu

diabetes sekunder atau akibat dari penyakit lain, yang mengganggu produksi

insulin atau memengaruhi kerja insulin. Penyebab diabetes semacam ini

adalah :

a) Radang pancreas

b) Gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis

c) Penggunaan hormone kortikosteroid

d) Pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolesterol

e) Malnutrisi

f) Infeksi (Tandra, 2008).

2.1.3 Etiologi DM

Menurut Brunner & Suddarth (2013) :

1) DM Tipe 1

DM Tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas.

Kombinasi faktor genetic, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya

infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.

Faktor-faktor genetik. Penderita DM tidak mewarisi DM Tipe 1 itu

sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetic kearah

terjadinya DM Tipe 1. Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu

yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA
11

merupakan kumpulan gen yang bertanggungjawab atas antigen transplantasi

dan proses imun lainnya.

Faktor-faktor imunologi. Pada DM tipe ini terdapat bukti adanya suatu

respons otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan

tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

Faktor-faktor lingkungan. Penyelidikan juga sedang dilakukan

terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi

sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus

atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan

destruksi sel beta.

2) DM Tipe 2

Mekanisme yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada DM Tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetic

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan

proses terjadinya DM Tipe 2, yaitu:

a) Usia (Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)

b) Obesitas

c) Riwayat keluarga

d) Kelompok etnik ( di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk

asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjadinya

DM Tipe 2 dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)

Menurut Hembing (2009), faktor penyebab DM adalah:


12

1) Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya DM. Hal ini disebabkan

jumlah/kadar insulin oleh sel β pancreas mempunyai kapasitas maksimun

untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengonsumsi makanan secara

berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai

dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan menyebabkan

DM.

2) Obesitas

Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai

kecenderungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan orang

yang tidak gemuk.

3) Faktor genetis

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya,

seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang juga

terkena. Jika kedua orangtua menderita DM, insiden DM pada anak-anaknya

meningkat, tergantung pada umur berapa orangtua menderita DM. Resiko

terbesar bagi anak-anak terserang DM terjadi jika salah satu atau kedua

orangtua mengalami penyakit ini sebelum berumur 40 tahun.

4) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pancreas yang menyebabkan

radang pancreas. Peradangan pancreas dapat menyebabkan pancreas tidak


13

berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormone yang diperlukan

untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk hormone insulin.

5) Penyakit dan infeksi pada pancreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pancreas

sehingga menimbulkan radang pancreas. Hal itu menyebabkan sel β pada

pancreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin. Beberapa

penyakit tertentu, seperti kolesterol tinggi dan dyslipidemia dapat

meningkatkan resiko terkena DM.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut Hembing (2009), Gejala DM dapat dirasakan secara fisik.

Berikut gejala-gejala DM:

1) Merasa lemah dan berat badan menurun

Gejala awalnya adalah berat badan menurun dalam waktu relative

singkat. Selain itu, sering merasa lemah, lesu dan tidak bergairah. Hal itu

disebabkan karena glukosa yang merupakan sumber energy dan tenaga tubuh,

tidak dapat masuk kedalam sel. Oleh karena itu sumber energy akan diambil

dari cadangan lemak dan dari hati. Jika dipakai terus, cadangan energy dari

lemak dan hati akan berkurang. Akibatnya, badan semakin kurus dan berat

badan menurun.

2) Poliuria (banyak kencing)

Ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang berlebihan didalam

darah. Glukosa ini akan menarik air keluar dari jaringan. Akibatnya, selain

kencing menjadi sering dan banyak, juga akan merasa dehidrasi atau

kekurangan cairan (Tandra, 2008)


14

3) Polidipsia (banyak minum)

Makin banyak urin yang dikeluarkan, tubuh makin kekurangan air.

Akibatnya, timbul rasa haus dan ingin minum terus.

4) Polifagia (banyak makan)

Kadar glukosa yang tidak masuk kedalam sel, menyebabkan

timbulnya rangsangan ke otak untuk mengirim pesan rasa lapar. Akibatnya

penderita semakin sering makan. Kadar glukosa pun makin tinggi, tetapi tidak

seluruhnya dapat dimanfaatkan tubuh karena tidak bisa masuk ke sel tubuh.

5) Luka yang sukar sembuh

Penyebab luka yang sukar sembuh adalah :

a. Infeksi yang hebat, kuman, atau jamur yang mudah tumbuh pada kondisi

gula darah yang tinggi

b. Kerusakan dinding pembuluh darah, aliran darah yang tidak lancar pada

kapiler (pembuluh darah kecil) yang menghambat penyembuhan luka.

c. Kerusakan saraf dan luka yang tidak terasa menyebabkan penderita DM

tidak menaruh perhatian padanya dan membiarkannya makin membusuk.

6) Mata kabur

Glukosa darah yang tinggi akan menarik pula cairan dari dalam lensa

mata sehingga lensa menjadi tipis. Mata pun mengalami kesulitan untuk focus

dan penglihatan menjadi kabur.

7) Kesemutan

Kerusakan saraf disebabkan oleh glukosa yang tinggi merusak dinding

pembuluh darah sehingga menganggu nutrisi pada saraf. Karena yang rusak

adalah saraf sensoris, keluhan paling sering adalah rasa kesemutan atau tidak
15

terasa, terutama pada tangan dan kaki. Selanjutnya bila timbul rasa nyeri pada

anggota tubuh, betis, kaki, tangan, dan lengan, bahkan bisa terasa seperti

terbakar.

2.1.5 Patofisiologi

1) Patofisiologi DM Tipe 1

Pada DM Tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan

insulin karena sel-sel β pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh

hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemia postparondial (sesudah makan).

Jika konsentrasi gukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya, glukosa

tersebut ,muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang dieksresikan

ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit

yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat

dari kehilangan cairan yang berlebihan , pasien akan mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan gluconeogenesis ( pembentukan

glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada

penderita defisinesi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih

lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi

pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton


16

yang merupakan produk samping pemecahan lemak. (Brunner &

Suddarth, ,2013)

2) Patofisiologi DM Tipe 2

Pada DM Tipe 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin,

yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan

terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya

insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada DM Tipe 2 disertai

dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi

akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan

pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-

sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan keburuhan akan insulin, maka

kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM Tipe 2 (Brunner & Suddarth,

2013).
17

2.1.6 Pathway (Nurarif,2015)

Gambar 2.1 Pathway DM


Ketidakseimbangan Faktor
Produksi Insulin genetic
Kerusakan Sel beta
Infeksi virus
Imunologik
Gula dalam darah tidak dapat
dibawa masuk dalam
Anabolisme
Fagositosis darah meningkat Syok protein menurun
Hiperglikemia hiperglikemik

Aliran darah lambat


Batas melebihi ambang ginjal Kerusakan pada
Koma diabetik antibodi

Iskemik Jaringan
Glukosuria
Kekebalan
Ketidakefektifan perfusi tubuh menurun
jaringan perifer
Diuresis Osmotik

Kehilangan kalori Neuropati


Poliuri Resiko Infeksi
sensori perifer

Sel kekurangan bahan untuk


Kehilangan elektrolit dalam sel metabolisme Klien tidak
Nekrosis luka merasa
sakit
Dehidrasi
Protein lemak terbakar
Gangrene Kerusakan
Integritas
Resiko syok jaringan
BB menurun

Merangsang hipotalamus
Kelemahan

Pusat lapar dan haus


Katabolisme lemak Pemecahan protein

Polidipsia
Polifagia Asam lemak Keton Ureum

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Ketoasidosis
kebutuhan tubuh

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Rumahorbo (2012:105), adapun pemeriksaan diagnostik DM adalah :


18

1) Gula darah puasa (70-110 mg/dl). Kriteria Diagnostik untuk DM >140 mg/dl

paling sedikit dalam dua kali pemeriksaan. Atau >140 mg/dl disertai gejala

klasik hiperglikemia,

2) Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl

3) Pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam post prandial ( >140 mg/dl)

4) Tes HbA1c (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin)

Bila sudah pasti terkena DM, dokter akan menganjurkan pemeriksaan HbA1c

darah setiap 2-3 bulan. Tes ini memberi gambaran tentang keadaan glukosa

darah dalam 2-3 bulan terakhir. Ini lebih baik daripada pemeriksaan glukosa

darah sewaktu, untuk melihat ketaatan si pasien (Tandra,2008:24)

2.1.8 Pencegahan

Menurut Hembing (2009:15), ada tiga jenis pencegahan DM :

1) Pencegahan Primer

Tujuannya untuk mencegah terjadinya DM. Untuk itu, faktor-faktor

yang dapat menyebabkan DM perlu diperhatikan, baik secara genetic maupun

lingkungan. Berikut hal-hal yang harus dilakukan dalam pencegahan primer:

a. Pola makan sehari-hari harus seimbang dan tidak berlebihan

b. Olahraga secara teratur dan tidak banyak berdiam diri

c. Usahan berat badan dalam batas normal

d. Hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan DM (diabetogenik)

2) Pencegahan Sekunder
19

Tujuannya adalah mencegah agar penyakit DM yang sudah timbul

tidak menimbulkan komplikasi lain, menghilangkan gejala, dan keluhan

penyakit DM. Pencegahan sekunder meliputi deteksi dini penderita DM,

terutama bagi kelompok yang beresiko tinggi terkena DM. Bagi yang

dicurigai terkena DM, perlu diteliti lebih lanjut untuk memperkuat dugaan

adanya DM.

Berikut hal-hal yang harus dilakukan dalam pencegahan sekunder:

a) Diet sehari-hari harus seimbang dan sehat

b) Menjaga berat badan dalam batas normal

c) Usaha pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi DM

d) Olahraga teratur sesuai dengan kemampuan fisik dan umur

3) Pencegahan Tersier

Bertujuan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut dari komplikasi

penyakit yang sudah terjadi. Berikut pencegahan yang dimaksud:

a) Mencegah terjadinya kebutaan jika menyerang pembuluh darah mata

b) Mencegah gagal ginjal kronik jika menyerang pembuluh darah ginjal

c) Mencegah stroke jika menyerang pembuluh darah otak

d) Mencegah terjadinya gangrene jika terjadi luka

2.1.9 Upaya Penatalaksanaan

1) Diet

Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai

tujuan berikut ini:

a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)

b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai


20

c) Memenuhi kebutuhan energy

d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara

yang aman dan praktis

e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet DM adalah sebagai berikut:

a) Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong,

ubi dan sagu

b) Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulit, tempe, tahu,

dan kacang-kacangan

c) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah

dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus,

direbus, dan dibakar.

Bahan makanan yang tidak dianjurkan (dibatasi/dihindari) untuk diet

DM adalah sebagai berikut:

a) Mengandung banyak gula sederhana, seperti:

(1) Gula pasir, gula jawa

(2) Sirop, jelly, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental

manis, minuman botol ringan dan es krim

(3) Kue-kue manis, dodol, cake

(4) Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji, goreng-

gorengan

(5) Mengandung banyak natrium seperti: ikan asin, telur asin, makanan

yang diawetkan ( Brunner & Suddarth, 2013:1228).


21

2) Olahraga

Manfaat olahraga bagi penderita DM adalah sebagai berikut:

a) Membakar kalori dan mengurangi lemak tubuh sehingga meningkatkan

kemampuan metabolisme sel dalam menyerap dan menyimpan glukosa.

b) Meningkatkan sirkulasi darah, terutama pada kaki dan tangan, dimana

biasanya penderita DM memiliki masalah

c) Mengurangi stress yang sering menjadi pemicu kenaikan glukosa darah

d) Melepaskan diri dari ketergantungan obat

Olahraga yang cocok bagi penderita DM adalah aerobic. Yang

dimaksud dengan olahraga aerobic adalah olahraga yang berirama teratur.

Yang termasuk olahraga aerobic adalah :

a) Jalan

b) Joging

c) Bersepeda

d) Senam

3) Obat-obatan

Pengobatan DM secara menyeluruh mencakup diet yang benar,

olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.

Pada DM tipe 1, mutlak dibutuhkan suntikan insulin setiap hari. Sedangkan

pada DM tipe 2, kadang dengan diet dan olahraga saja, glukosa darah bisa

menjadi normal. Namun, umumnya pasien perlu minum obat antidiabetes

secara oral atau tablet (Tandra,2008:203).


22

Pemberian obat dilakukan untuk mengatasi kekurangan produksi

insulin serta menurunkan resistensi insulin. Obat-obatan disini dibagi menjadi

dua yaitu oral dan injeksi sesuai dengan tipe DM yang diderita.

Untuk DM Tipe 1 obat yang digunakan adalah insulin karena sudah

jelas bahwa keadaan pancreas pada DM tipe 1 tidak dapat insulin tetapi untuk

pengobatan awal DM tipe 1 masih bisa diberikan obat oral tentunya dengan

dosis tinggi.

Kemudian untuk DM tipe 2 obatnya terdiri dari: pertama obat yang

digunakan untuk membantu produksi insulin yang kurang yaitu, obat yang

dapat merangsang pancreas untuk meningkatkan produksi insulin. Dan yang

kedua, obat yang digunakan untuk memperbaiki kerja insulin atas hambatan

resistensi insulin.

Berikut adalah contoh beberapa obat DM :

a) Sulfonylurea

Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah:

Chlorpropamide, Glibenclamide, Gliquidone, Glicazide, Glipizide,

Glimepiride.

b) Biguanides

Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Metformin,

Diabex, Diafac, Methormyl.

c) Alpha-Glucosidase Inhibitors

Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Acarbose dan

Miglitol.
23

d) Meglitindes

Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Repaglinide

(Novonorm) dan Nateglinide (Starlix).

e) Thiazolidinediones

Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Pioglitazone dan

Rosiglitazone. Kegunaan obat antidiabetes adalah sebagai berikut :

a) Mengurangi resistensi insulin, supaya insulin bekerja lebih baik

b) Menambah pengeluaran insulin dari kelenjar pancreas

c) Mengurangi penyerapan glukosa setelah makan

d) Mengurangi pembentukan gula di hati (Tandra,2008:204)

4) Pendidikan Kesehatan

Penyuluhan atau pendidikan kesehatan merupakan pilar terpenting

untuk keberhasilan pengelolaan DM mencapai kadar glukosa sasaran yang

dianjurkan untuk mencegah komplikasi pada DM pada berbagai organ tubuh.

Pendidikan kesehatan memberikan pengertian yang lebih rinci tentang

pengelolaan DM, pengaturan makan, latihan jasmani, komplikasi DM, cara

pengenalan komplikasi dan berbagai hal yang penting bagi penyandang DM

dalam kehidupannya.

2.1.10 Komplikasi

Apabila glukosa darah tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi akibat diabetes dibagi dalam 2 kelompok yaitu

komplikasi akut dan komplikasi kronis:

1) Komplikasi Akut

a) Hipoglikemia
24

b) Ketoasidosis Diabetik (KAD)

c) Diabetik Hyperosmolar Syndrome

2) Komplikasi Kronis

a) Kerusakan Saraf (Neuropathy)

b) Kerusakan Ginjal (Nephropathy)

c) Kerusakan Mata

d) Penyakit Jantung

e) Hipertensi

f) Penyakit Pembuluh Darah Perifer

g) Gangguan pada hati

h) Penyakit paru-paru

i) Gangguan saluran makan

j) Infeksi

k) Penyakit Kulit

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

a. Aktivitas/istirahat

Tanda :

1) Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot

menurun.

2) Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.

3) Letargi / disorientasi, koma.


25

b. Sirkulasi

Tanda :

1) Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada

ekstremitas dan tachicardia.

2) Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak

ada.

3) Disritmia, krekel : DVJ

c. Neurosensori

Gejala :

Pusing gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport /

koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,

parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) :

kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.

e. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan

palpitasi : tampak sangat berhati – hati.

f. Keamanan

Gejala :

1) Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.

2) Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia/paralysis otot

termasuk otot – otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup

tajam).

3) Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria

/ anuria jika terjadi hipololemia barat).


26

4) Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun: hiperaktif (diare).

g. Pemeriksaan Diagnostik

Gejala :

1) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.

2) Aseton plasma : positif secara menyolok.

3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

a. Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah,

poliuria, evaporasi.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia,

abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan

hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/gangguan

sirkulasi.

e. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan

perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau

karena ketidakseimbangan elektrolit.

f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan

kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,

hipermetabolik.

g. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).


27

h. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.

i. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi

(Doengoes, 2001)

2.2.3. Perencanaan

a. Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah,

poliuria, evaporasi.

1). Kaji Pengeluaran urin

2). Monitor TTV

3). Monitor Pola, Frekuensi, dan kualitas nafas

4). Pemberian cairan sesuai indikasi

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia,

abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan

hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.

1). Timbang berat badan.

2). Auskultasi bowel sound.

3). Berikan makanan lunak / cair

4). Observasi tanda hipoglikemia misalnya : penurunan tingkat kesadaran,

permukaan teraba, dingin, denyut nadi cepat, lapar, kecemasan dan

nyeri kepala.

5). Berikan Insulin

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.


28

1). Observasi tanda – tanda infeksi

2). Ajarkan klien untuk mencuci tangan dengan baik, untuk

mempertahankan kebersihan tangan pada saat melakukan

prosedur.

3). Pertahankan kebersihan kulit.

4. Dorong klien mengkonsumsi diet secara adekuat dan intake cairan

3000 ml/hari.

5. Antibiotik bila ada indikasi

d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/gangguan

sirkulasi.

1.) Kaji keadaan kulit yangrusak

2). Bersihkan luka dengan teknik septic dan antiseptic

3). Kompres luka dengan larutan Nacl

4). Anjurkan pada klien agarmenjaga predisposisi terjadinya lesi.

5). Pemberian obat antibiotic.

e. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan

perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau

karena ketidakseimbangan elektrolit.

1). Kaji derajat dan tipe kerusakan

2). Latih klien untuk membaca.

3). Orientasi klien dengan lingkungan.

4). Gunakan alat bantu penglihatan.

5). Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan

kebutuhannya tempat, orang dan waktu.


29

6). Pelihara aktifitas rutin.

7). Lindungi klien dari cedera.

f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan

kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,

hipermetabolik.

1.) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas

2). Berikan aktivitas alternative

3). Pantau tanda tanda vital

4). Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat

dan sebagainya

5). Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas

sehari-hari yang dapat ditoleransi

g. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).

1). Kaji tingkat nyeri

2). Observasi tanda-tanda vital

3). Ajarkan klien tekhnik relaksasi

4). Ajarkan klien tekhnik Gate Control

5). Pemberian analgetik

h. Penurunan perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.

1). Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri

2). Berikan aktivitas secara bertahap

3). Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

4). Bantu klien (memotong kuku)


30

i. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi

(Doengoes, 2001)

1). Pilih berbagai strategi belajar

2). Diskusikan tentang rencana diet

3). Diskusikan tentang faktor- faktor yang memegang peranan dalam

kontrol DM

2.2.4 Pelaksanaan (Implementasi)

Implementasi adalah proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai

strategis keperawatan (tindakan keperawatan) yaitu telah direncanakan. (Hidayat,

2012). Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan pencegahan

penyakit. Pemulihan kesehatan dan mempasilitas koping perencanaan tindakan

keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik. Jika klien mempunyai

keinginan untuk berpatisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan selama

tahap pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih

tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien tindakan.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai

sejauh mana tujuan diri rencana keperawatan tercapai atau tidak. (Hidayat, 2012).

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
31

Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga

perawat dapat mengambil keputusan:

a. Mengakhiri tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang

ditetapkan)

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu

yang lebih lama untuk mencapai tujuan)


32

DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume
2, (Edisi 8), EGC, Jakarta

Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi


2), EGC, Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan

Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta. FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta

Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai