Anda di halaman 1dari 64

Konsep Dasar Ibu Hamil dengan Penyulit

Hiperemis

Disusun oleh
kelompok 5 
1. HIPEREMESIS GRAVIDARUM (HEG)
A. PENGERTIAN
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan atau tidak
terkendali selama mas hamil, yang menyebabkan dehisrasi, ketidakseimbangan
elektrolit, atau defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. 

B. ETIOLOGI
 Faktor pedisposisi yaitu primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan
ganda.
 Faktor organik yaitu alergi, masuknya vili khorialis dalam sirkulasi,
perubahan metabolik akibat hamil dan resistensi ibu yang menurun.
 Faktor psikologik memegang peranan penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan
persalinan
C. MANIFESTASI KLINIS

a. HEG tingkat 1  
• Muntah terus menerus c.    HEG tingkat 3
• Nadi meningkat sekitar 100x/menit • Keadaan umum lebih parah
• Ibu merasa lemas • nadi kecil dan cepat
• tekanan darah menurun • Muntah berhenti
• Nafsu makan tidak ada • suhu meningkat
b.    HEG tingkat 2 • TD dan BB turun
• Ibu lebih lemah dan apatis              - • ikterus semakin berat
frekuensi nadi rendah dan cepat • Kesadaran menurun dari somnolen
• Turgor kulit lebih menurun sampai koma
• suhu tubuh meningkat • Oliguria semakin parah dan menjadi
• Lidah mengering dan nampak kotor anuria
• Mata cekung dan sedikit icterus • Gangguan kesadaran dalam bentuk
somnolen sampai koma, ensefalopati
• BB dan TD turun
wernicke (komplikasi susunan syaraf
pusat) dengan gejala nistagmus
(perubahan bola mata), diplopia
(pandangan mata tampak ganda), dan
D. PENATALAKSANAAN
a.    Rawat inap
b.    Stop makan dan minum dalam 24 jam pertama
c.    Obat-obatan diberikan secara parenteral
d.   Infus D10% (2000 ml) dan RL 5%(2000 ml) per hari.
e.    Pemberian antiemetik (metoclopramid hidrochlorid)
f.     Roborantia/ obat penyegar
g.    Diazepam 10 mg IM (jika perlu)
h.    Psikoterapi
i.      Lakukan evaluasi dalam 24 jam pertama
j.      Bila keadaan membaik, boleh diberikan makan dan minum secara bertahap
k.    Bila keadaan tidak berubah: stop makan/ minum, ulangi penatalaksanaan seperti sebelumnya
untuk 24 jam kedua.
l.      Bila dalam 24 jam tidak membaik pertimbangankan untuk rujukan
m.  Infus dilepas setelah 24 jam bebas mual dan muntah
n.    Jika dehidrasi diatasi, anjurkan makan makanan lunak porsi kecil tapi sering, hindari makanan
yang berminyak dan berlemak, kurangi karbohidrat, banyak makan makanan yang mengandung gula.
patofisiologi
Akibat mual muntah  dehidrasi  elektrolit berkurang,
hemokonsentrasi, aseton darah meningkat  kerusakan liver
PEMERIKSAAN PENUNJANG  b)Urinalisis : kultur, mendeteksi
bakteri, BUN.
 Pemeriksaan Diagnostik  c) Pemeriksaan fungsi hepar: AST,

 a)USG(dengan menggunakan ALT dan kadar LDH.


waktu yang tepat) : mengkaji usia
gestasi janin dan adanya gestasi
multipel, mendeteksi abnormalitas
janin, melokalisasi plasenta.
ASKEP HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Pengkajian
1.  Pengkajian Data Subjektif
a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya
perkawinan dan alamat.
b. Keluhan utama: mual muntah yg hebat pada pagi hari atau setelah makan, nyeri
epigastrik, tidak nafsu makan, merasa haus
c. Riwayat kehamilan saat ini: meliputi ada tidaknya gemeli, riwayat pemeriksaan antenatal,
dan komplikasi
d. Riwayat Kesehatan sekarang: meliputi awal kejadian dan lamanya mual dan muntah, kaji
warna volume, frekuensi dan kualitasnya. Kaji juga factor yg memperberat dan
memperingan keadaan, serta pengobatan apa yang pernah dilakukan.
e. Riwayat medis sebelumnya: seperti riwayat penyakit obstetric dan ginekologi,
kolelithiasis, gangguan tiroid, dan gangguan abdomen lainnya
 2.  Pengkajian Data Objektif
a.TTV: ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi nafas meningkat,
adanya nafas bau aseton
b.Status Gizi: Berat Badan meningkat/menurun
c.Status Kardiovaskuler: kualitas nadi, takikardi, hipotensi
d.Status Hidrasi: Turgor kulit, keadaan membrane mukosa, oliguria
e.Keadaan Abdomen: Suara Abdomen, adanya nyeri lepas/tekan, adanya distensi,
adanya hepatosplenomegali, tanda Murpy.
f. Genitourinaria: nyeri kostovertebral dan suprapubik
g.Status Eliminasi: Perubahan konstipasi feses, konstipasi dan perubahan frekuensi
berkemih
h.Keadaan janin: Pemeriksaan DJJ, TFU, dan perkembangan janin (apakah sesuai
dengan usia kehamilan)
Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan akibat muntah dan intake cairan
yang tidak adekuat
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah yang menetap
3. Nyeri pada epigastrium b/d muntah berulang
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Intervensi:
a. Kaji status intake dan output cairan
b. R/ Pengkajian tersebut menjadi dasar rencana askep dan evaluasi intervensi
c. Timbang BB setiap hari
d. R/ Penurunan BB dapat terjadi karena muntah berlebihan
e. Beri cairan intravena yg terdiri dari glukosa, elektrolit dan vitamin
f. R/ mencegah kekurangan cairan dan memperbaiki keseimbangan asam basa
g. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi cairan peroral dengan perlahan
h. R/ Pemberian cairan dan makanan sesuai dengan toleransi klien
Diagnosa 2
Intervensi:
1. Batasi intake oral selama 24 – 48 jam.
2. Anjurkan klien menghindari makanan berlemak.
3. Tingkatkan jumlah makanan secara perlahan sesuai kemampuan pasien.
4. Anjurkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan atau setelah muntah.
5.Pantau TFU dan DJJ.
Diagnosa 3
Intervensi:
6. Kaji tingkat nyeri
7. Atur posisi dengan kepala lebih tinggi selama 30 menit setelah makan
8. Alihkan perhatian klien pada hal yang menyenangkan
9. Anjurkan klien untuk mengonsumsi jahe (dalam bentuk teh jahe) dan permen rasa
mint
10.Kolaborasi dalam pemberian antiemetic dan sedative
2. ABORTUS

A. PENGERTIAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram. 
B. ETIOLOGI
a.    Kelainan kromosom
b.    Infeksi kronis (sifilis, TB aktif)
c.    Keracunan
d.   Trauma fisik
e.    Penyakit kronis
f.     Gangguan endrokin (hipotiroid, DM)
g.    Oksidan (rokok, alkohol)
h.    Defisiensi hormonal
i.      Kematian janin akibat kelainan bawaan
j.      Mola hidatidosa
k.    Penyakit plasenta dan desidua
C. KLASIFIKASI
a.    Abortus imminens
-  Adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu,
tanpa ada tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
-  Ciri: perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertai kontraksi,
serviks masih tertutup jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan
bahkan sampai kehamilan aterm dan lahir normal. Jika tejadi kematian
janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus spontan.
b.   Abortus insipiens
-     Adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat,
tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam uterus.
-     Ciri: perut terasa mulas karen kontraksi yang kuat dan sering,
perdarahan bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur
kehamilan, besar uterus sesuai umur kehamilan, tes urin kehamilan masih
positif, sudah ada pembukaan serviks.
c.    Abortus inkompletus
-     Adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum
20 minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
-     Ciri: perdarahan banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan
keluar.
d. Abortus kompletus
-     Adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi sebelum usia
kehamilan 20 minggu.
-     Ciri: perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup,
ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
e.    Missed abortion
-     Adalah kematian janin sebelum 20 minggu, tetapi tidak dikeluarkan selama 8
minggu atau lebih
-     Ciri: biasanya didahului tanda dan gejala abortus imminens yang kemudian
menghilang spontan atau menghilang setelah pengobatan.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau
seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin
kekurangan nutrisi dan O2. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan
seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai
penyulit. Oleh karena itu keguguran memberikan gejala umum sakit
perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai
pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya :
a.       Sedikit-sedikit dan berlangsung lama
b.      Sekaligus dalam jumlah besar dapat disertai gumpalan
c.       Akibat perdarahan, dapat menimbulkan syok, nadi meningkat,
tekanan darah turun, tampak anemis dan daerah ujung (akral) dingin.
Maniefestasi klinis
Manifestasi klinik abortus antara lain:
Terlambat haid atau amenote kurang dari 20 minggu
Pada pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak lemah atau
kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun,
denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal
atau meningkat.
Pendarahan pervaginaan, mungkin disertai keluarnya jaringan
hasil konsepsi.
Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering
disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan Penunjang
A.Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hematokrit, golongan darah, serta reaksi
silanganalisis gas darah, kultur darah, terresistensi.
B.Tes kehamilan: positif jika janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
C.Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
D.Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
penatalaksanaan
 Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
 Pada kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan infus oksitosin dimulai 8 tetes permenit dan
naikkan sesuai kontraksi uterus.
 Bila pasien syok karena pendarahan berikan infus ringer taktat dan selekas mungkin tranfusi
darah.
ASKEP ABORTUS
Pengkajian

1. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
2. Keluhan utama: pada pasien dengan abortus, kemungkinan pasien akan datang dengan keluhan utama
perdarahan pervagina disertai dengan keluarnya bekuan darah atau jaringan, rasa nyeri atau kram pada perut.
Pasien juga mungkin mengeluhkan terasa ada tekanan pada punggung, mengatakan bahwa hasil test kencing
positif hamil, merasa lelah dan lemas serta mengeluh sedih karena kehilangan kehamilannya.
3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
4. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian
seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
5. Riwayat kesehatan masa lalu
6. Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan,
oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
7. Riwayat penyakit yang pernah dialami: Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM,
jantung, hipertensi , masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
8. Riwayat kesehatan keluarga: Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
9. Riwayat kesehatan reproduksi: Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah,
bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang
menyertainya
10.Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas: Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan
hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Diagnosa
1. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan
2. Risiko syok hemoragik berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
3. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri pada perut, terasa kram, terasa ada tekanan
pada punggung, pasien tampak meringis
Intervensi
Diagnosa 1
4. Kaji kondisi status hemodinamika
5. Ukur pengeluaran harian
6. Berikan sejumlah cairan pengganti harian
7. Evaluasi status hemodinamika
Diagnosa 2
1. Observasi Keadaan Umum pasien
2. Observasi tanda tanda vital
3. Observasi kesadaran pasien
4. Observasi tanda-tanda perdarahan, jumlah, warna, adanya stolsel/gumpalan
5. Kolaborasi:
-Kolaborasi dalam pemberian cairan fisiologis
-Kolaborasi dalam pemberian

Diagnosa 3
Intervensi
6. Kaji tingkat nyeri pasien
7. Observasi tanda vital.     
8. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
9. Ajarkan metode distraksi
10. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
3. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. PENGERTIAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus, tuba falopi
merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik. Sebagian besar kehamilan
ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis, tanduk
uterus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus.
 
B. ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui.
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut:
a.    Faktor tuba, yaitu salpingitis, perlekatan tuba, kelainan kongenital tuba, pembedahan sebelumnya,
endometriosis, tumor yang mengubah bentuk tuba, dan kehamilan ektopik sebelumnya.
b.    Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom dan malformasi
c.    Faktor ovarium, yaitu migrasi luar ovum dan pembesaran ovarium
d.   Penggunaan hormon eksogen
e.    Faktor lain, antara lain: aborsi tuba dan pemakaian IUD
Klasifikasi ket
beberapa klasifikasi kehamilan ektopik adalah:
 Kehamilan interstisial (kornual)
 Kehamilan ovarium
 Kehamilan servik
 kehamilan abdominal
PENATALAKSANAAN
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi, dalam tindakan demikian
beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu:
a.    Kondisi penderita pada saat itu.
b.    Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
c.    Lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomi organ pelviks
d.   Kemampuan teknik bedah mikro, dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi
invitro setempat.
Hasil peryimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan
tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingostomi.
Apabila keadaan penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan
salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan
pembedahan. Kriteria khusus yang diobati dengan cara ini adalah:
a.    Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah
b.    Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm
c.    Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml
d.   Tanda vital baik dan stabil
patofisiologi

prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah
dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio
dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu.
Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
 Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung
distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada
kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba.
 Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat
dari distensi berlebihan tuba.
 Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
Maniefestasi klinis
a. Pucat
b. Kesadaran umum menurun
c. Syok
d. Nyeri perut bagian bawah
e. amenore
Pemeriksaan diagnostik
 USG
 Kadar HCG menurun
 Laparaskopi
 Leukosit
 Kuldosintesis
Askep

PENGKAJIAN

a. Sirkulasi: penurunan perfusi ke jaringan


b. Cairan: perdarahan
c. Nyeri: nyeri pada panggul dan perut
d. Genetalia: nyeri pada servik
e. Penyuluhan/pembelajaran: riwayat penggunaan alat kontrasepsi (IUD), tanda-tanda
kehamilan
 DIAGNOSA

Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut :


a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih banyak pada
uterus
b. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan rupture pada lokasi implantasi ,
perdarahan
c. Nyeri yang berhubungan dengan rupture tuba fallopii, perdarahan intraperitonial
 
 Intervensi
Diagnosa 1
a. Awasi tanda vital, kaji pengisisn kapiler, warna kulit atau membran mukosa dan dasar kuk
b. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung
c. Catan keluhan rasa dingin. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi
d. Kolaborasi : Berikan SDM yang lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk
komplikasi tranfusi
e. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Diagnosa 2
f. Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung
g. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa
h. Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan misalnya : perubahan mental,
kelemahan, gelisa, ansietas, pucat, berkeringat, tacipnea, peningkatan suhu.
i. Pertahankan pencatatan akurat sub total cairan / darah selama terapi penggantian
j. Kolaborasi :
• Berikan cairan Iv sesuai indikasi
• Memberikan SDM, trombosit, dan factor pembekuan
Diagnosa 3
intervensi
a. Tentukan sifat, lokasi, dan dirasi nyeri. Kaji kontraksi uterus, perdarahan, atau
nyeri tekan abdomen
b. Kaji stress psikologi ibu atau pasangan dan respon emosional terhadap kejadian.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan aktifitas untuk menurunkan rasa nyeri.
Instruksikan klien untuk menggunakan metode relaksasi misalnya nafas dalam,
visualisasi distraksi dan jelaskan prosedur.
d. Kolaborasi :
-    Berikan narkotik atau sedative berikut obat-obat praoperatif bila prosedur
pembedahan diindikasikan
-    Siapkan untuk prosedur bedah bila terdapat indikasi
4. MOLA HIDATIDOSA

A. Pengertian
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofik.

B. Etiologi
Belum diketahui pasti. Ada yang menyatakan akibat infeksi, defisiensi
makanan dan genetik. Yang paling sesuai ialah teori Acosta Sison yaitu
defisiensi protein. Faktor resiko terdapat pada golongan sosioekonomi rendah,
usia dibawah 20 tahun dan paritas tinggi.
C. Manifestasi Klinis
a.       Amenore dan tanda – tanda kehamilan
b.   Perdarahan pervaginam berulang, darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut
kadang keluar gelembung mola.
c.       Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
d.     Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus
sudah membesar setinggi pusat atau lebih
e.      Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.

D. Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan sonde uterus (Hanifa)
b.      Tes Acosta Sison. Menggunakan tang abortus, gelembung mola dapat dikeluarkan.
c.       Peningkatan kadar beta HCG darah atau urin
d.      Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern)
e.       Foto toraks ada gambaran emboli udara
Patofisiologi
 Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
 Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
 Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian
janin.
Komplikasi
Anemia, syok, infeksi, eklampsia dan tirotoksikosis
F. Penatalaksanaan
a.       Perbaiki keadaan umum
b.  Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretase dilanjutkan dengan kuret tajam.
Lakukan kuretase kedua bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu setelah hari
ketujuh.
c.    Untuk memperbaiki kontraksi, sebelumnya berikan uterotonik (20-40 unit
oksitosin dalam 250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9 %). Bila
tidak dapat dilakukan vacum kuretase, dapat diambil tindakan histerotomi
d.   Histerektomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan
cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga.
e.     Terapi profilaksis dengan sitostatik metotreksat atau aktinomisin D pada kasus
dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.
f.   Pemeriksaan ginekologi, radiologi, dan kadar beta HCG lanjutan untuk deteksi
dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3
tahun pasca mola, yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Pemeriksaan kadar
beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama tiga minggu lalu tiap
bulan selama 6 bulan. Pemeriksaan foto toraks tiap bulan samapai kadar beta HCG
nrgatif.
g.      Kontrasepsi sebaiknya diberikan preparat progesteron selama 2 tahun
Pengkajian
1. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
2. Keluhan utama: kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang.
3.  Riwayat kesehatan
4. .Riwayat penyakit yang pernah dialami: kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
5. Riwayat kesehatan keluarga: yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
6. Riwayat kesehatan reproduksi: kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta
kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputus nyakontinuitas jaringan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ada nya nyeri.

Intervensi
Diagnosa 1
Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan
klien.
·       Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.
·       Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
·       Beri posisi yang nyaman.
·       Kolaborasi pemberian analgetik.
Diagnosa II :
Intervensi:
·Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.

Rasional: untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat


diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Rasional: kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan


pada perawat.
 Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
Rasional: pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan
kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi
kebutuhannya.
5. PRE EKLAMSI ATAU EKLAMSI

A. DEFINISI
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. (Arif Mansjoer, 2001)
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas. Hipotesa faktor-faktor
etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Genetic
2. Imunologik
3. Gizi
4. Infeksi
KLASIFIKASI
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut:
1)      Preeclampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan
diastolic 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam. Edema umum, kaki,
jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu. Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau
lebih per liter, kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
2)      Preeclampsia Berat
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. Proteinuria 5 gr atau lebih per liter. Oliguria, yaitu jumlah urin
kurang dari 500 cc per 24 jam. Adanya gangguan serebral, gangguan visusm dan rasa nyeri pada
epigastrium. Terdpat edema paru dan sianosis.
Komplikasi
Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada preeklamsia dan eklampsia:
1. Solusio plasenta
2. Payah: ginjal,jantung,paru disebabkan edema,lever oleh karena nekrosis
3. Pendarahan otak
4. Siendrom HELLP: hemolisis,eleved lever enzyms,low platelet
5. Kematian ibu dan janin.
6. Hypofibrinogenemia
7. Kelainan mata
8. Nekrosif hati.
9. Kelainan ginjal.
10. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterina
D. Manifestasi Klinik
Preeklamsia ringan : Eklampsia:
a. Hipertensi antara 140/90 atau a. Gejala preeklamsia.
kenaikan sistol dan diastol b. Disertai koma atau konvulsi.
30mmhg/15mmhg. c. Disertai asfiksia intrauterin IUGR
b. Edema kaki,tangan atau muka atau atau IUFD
kenaikan BB 1kg/minggu.
c. Proteinuria 0,3 gr/24 jam atau plus 1-
2. E. Pemeriksaan Diagnostik
d. Oliguria Preeklampsia ringan : Urine lengkap
Preeklampsia berat dan eklampsia : Hb,
Ht, Urine lengkap, asam urat,trombosit,
Preeklamsia berat: fungsi hati, fungsi ginjal.
a. Hipertensi 160/110mmhg. Pengukuran tekana darah
b. Proteinuria 5gr/24 jam atau plus 4-5. Pemeriksaan edema
c. Oliguria 400cc/24 jam. Pengukuran tinggi fundus
d. Edema baru dapat disertai sianosis. Pemeriksaaan fuduskopik
e. Keluhan subjektif: Pemeriksaan fungsi ginjal(ureum
– nyeri kepala frontal ,kreatinin)
patofisiologi
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme
dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.
Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat
yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis
ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria.
Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi
penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan
tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan
anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.
Askep
1. Pengkajian
a. Data Biografi : Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun
atau > 35 tahun, Jenis kelamin,
b.   Riwayat Kesehatan
1)      keluhan Utama : biasanya klirn dengan preeklamsia mengeluh demam,
sakit kepala,
2)      Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
3)      Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
4)      Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya
5)      Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan
pokok maupun selingan
6)      Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat
menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk
menghadapi resikonya
c. Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
 Riwayat KB
Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika ibu
pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek
samping. Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi)
serta lamanya menggunakan kontrasepsi
Diagnosa keperawatan :
1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
Intervensi :
1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas kembali normal
Kriteria hasil : bebas dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt 
Intervensi :
a. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Rasional : untuk mengetahui pola nafas pasien
b. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : mengetahui ada tidaknya nafas tambahan
c. Atur posisi pasien semi fowler
Rasional : merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
d. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan kebutuhan O2 terpenuhi.
Kriteria hasil : CRT < 2 detik, tidak terjadi sianosis
 Intervensi :
a. Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : untuk mengetahui kelemahan otot pernapasan.
b. Awasi tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui tingkat kegawatan klien.
c. Pantau BGA
Rasional : asidosis yang terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel.
d. Kolaborasi pemberian IV larutan elektrolit

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik


Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / di perlukan
 Intervensi :
a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kelemahan
b. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi
Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional : Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas. 
6. PLASENTA PREVIA
A. DEFENISI 4)      Pengobatan infertilitas
Plasenta previa adalah plasenta yang 5)      Multiple gestation
letaknya abnormal yaitu pada segmen 6)      Erythroblastosis
bawah uterus sehingga menutupi
7)      Riwayat operasi/pembedahan
sebagian atau seluruh pembukaan jalan
uterus sebelum nya
lahir (Wiknjosastro,2002).
8)      Keguguran berulang
Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah 9)      Status social ekonomi yang
rahim dan menutupi sebagian atau rendah
seluruh osteum uteri internum 10)  Jarak antar kehamilan yang
(Manuaba,1998). pendek
11)  Merokok
B. ETIOLOGI 
Menurut beberapa ahli penyebab
plasenta previa yaitu :Menurut
manuaba (2003), penyebab terjadinya
C. KLASIFIKASI
Menurut beberapa ahli klasifikasi plasenta previa yaitu : Menurut
Prawirohardjo (2008), klasifikasi plasenta previa adalah :
1)   Plasenta previa totalis atau komplit : plasenta previa totalis
atau komplit, adalah yang menutupi seluruh ostium uteri internum
2)   Plasenta previa parsialis : Plasenta previa parsialis adalah
plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri intenum
3)   Plasenta previa marginalis : Plasenta previa marginalis adalah
plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum
4)   Plasenta letak rendah : Plasenta letak rendah adalah plasenta
yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa
sehingga tepi bawahnya berada pada jarak kurang 2cm daro
ostium uteri intenum. Jarak yang lebih dari 2cm dianggap
plasenta letak normal
patofisiologi
D. PATOFISIOLOGI
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atas uterus. Kadang-kadang bagian
atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus,dimana hal ini dapat
diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama
kehamilan dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak
,pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan
sehingga terjadi perdarahan.
Perdarahan anterpartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat
segmen bawah uterus telah terbentuk dan melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada
trimester ketiga karena segmen bawah uterus leboh banyak mengalami perubahan,
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus
robek, karena lepasnya placenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis
dari plasenta. Peradarahan tak dapat dihindarkan kerana ketidakmampuan serabut otot 
segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta normal.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala pertama yang membawa orang yang sakit ke dokter atau rumah
sakit ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada
kehamilan lanjut (trimester 3)
2. Sifat perdarahannya tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang. Perdarahan
timbul tanpa sesab apapun
3. Kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur tanpa disadari tempat
tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan volume
yang lebih banyak dari sebelumnya sebab dari perdarahan ialah plasenta
dan pembuluh darah yang robek.
4. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan banyaknya
pembuluh darah yang robek dan plasenta yang lepas. (Sarwono, 2011)
5. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
6. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan
tidak jarang terjadi letak janin (letak lintang atau letak sungsang)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi cervik
tidak biasa diungkapkan
2. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan
hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut
pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril
pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran
secara cesar.
5. Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
6. Amniocentesis
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir
kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol)
yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah
mature.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta
previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu :
1)      Kaji kondisi fisik klien
2)      Menganjurkan klien untuk tidak coitus
3)       Menganjurkan klien istirahat
4)      Mengobservasi perdarahan
5)      Memeriksa tanda vital
6)      Memeriksa kadar Hb
7)      Berikan cairan pengganti intravena RL
8)      Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature
9)      Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan < 37
minggu.
Askep
1Pengkajian
Identitas Klien :Kaji nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal
klien. Selain itu perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab serta hubungannya dengan klien.
Keluhan Utama
Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/ trimester III.
1)        Sifat pendarahan; tanpa nyeri, berulang
2)        Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek.
3)        Sedikit banuaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan placenta.
c. Riwayat Kesehatan
1)      Riwayat Obstetri
Memberikan informasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya agar perawat dapt menentukan
kemungkinan masalah pada kehamilan sekarang. Riwayat obstersi meliputi:
1)        Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
2)        Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
3)        Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong persalinan
4)        Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
5)        Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi dan pendarahan.
6)        Komplikasi pada bayi
7)        Rencana menyusui bayi 
2) Riwayat menstrurasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menentukan taksiran persalinan (TP). TP
ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP
berdasarkan HPHT dapat digunakan rumus neagle, yaitu hari ditambah tujuh, bulang
dikuranga tiga, tahun disesuaikan.
3) Riwayat konstrasepsi
Beberapa bentuk konstrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, Ibu, atau keduanya. Riwayat
konstrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat kunjugan pertama. Penggunaan
konstrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kepthamilan yang tidak diketahui
dapat berakibat buruk pada pembentukan orgal seksual pada janin.
4) Riwayat Penyakit dan operasi :
Kondisi kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek buruk
pada kehamilan. Oleh karena itu, adnya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada
persalinan sebelumnya harus di dokumentasikan.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perpusi jaringan b.d perdarahan
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan.
Intervensi :
A. Diagnosa I :
1. Monitor tanda-tanda vital, warna kulit / membran mukosa, dasar
kuku.
2.Monitor upaya pernafasan: auskultasi bunyi nafas. 
3.Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agiatasi,
gangguan memori, bingung.
4. Berikan oksigen.
B. Diagnosa II :
1. Monitor tanda vital.
2. Monitor tanda-tanda anemia: pucat, lemah, hipotensi,
takikaradi
3. Monitor kehilangan darah.
4. Pertahankan tirah baring 
5. Transfusi darah
7. SOLUSIO PLASENTA
A. DEFENISI
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum
janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin
di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang
menyebabkan hematoma retroplasenter.
B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung terhadap uterus hamil
• Terjatuh terutama tertelungkup
• Tendangan anak yang sedang digendong
2. Tindakan kebidanan
• Setelah versi luar
• Setelah memecahkan ketuban
• Persalinan anak kedua hamil kembar

3. Tali pusat yang pendek


• Hamil pada usia tua
• Mempunyai tekanan darah tinggi
• Pre-eklampsi atau eklampsia
• Tekanan vena kava inferior yang tinggi
• Kekurangan asam folik
C. KLASIFIKASI
Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta
menurut derajat pelepasan plasenta
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir
plasenta yang terlepas.
D. Maniefestasi Klinis
a. Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan
pervaginan berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali
dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri
perut, uterus tegang, perdarahan pervaginan yang banyak,
syok dan kematian janin intra uterin.
b. Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
c. Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang
sukar dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai / tidak ada,
air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.
e. patofisiologi
F. PENATALAKSANAAAN
Penanganan solusio plasenta menurut Manuaba (1998:260-261) :
1.    Solusio plasenta ringan
a)      Perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak.
b)      Keadaan janin masih dapat dilakukan penanganan konservatif.
c)      Perdarahan berlangsung terus ketegangan makin meningkat, dengan janin yang masih baik dilakukan sectio cesaria.
d)     Perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur dilakukan perawatan inap
2.    Solusio plasenta tingkat sedang dan berat.
Penanganannya dilakukan di rumah sakit karena dapat membahayakan jiwa penderita. Tatalaksananya adalah :
a)      Pemasangan infus dan tranfusi darah.
b)      Memecahkan ketuban.
c)      Induksi persalinan atau dilakukan SC.
Oleh karena itu, penanganan solusio plasenta sedang dan berat harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang mencukupi.
3.    Sikap bidan dalam menghadapi solusio plasenta.
Bidan merupakan tenaga andalan masyarakat untuk dapat memberikan pertolongan kebidanan, sehingga dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal. Dalam menghadapi perdarahan pada kehamilan, sikap bidan yang paling
utama adalah melakukan rujukan ke rumah sakit.
Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan darurat :
a)      Pemasangan infus
b)      Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
c)      Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan
d)     Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya
e)      Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan pertolongan pertama
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
b. Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu
protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan
elektrolit plasma.
2. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
a. terlihat daerah terlepasnya plasenta
b. Janin dan kandung kemih ibu
c. Darah
d. Tepian plasenta
Askep
 1. Pengkajian
a.       Identitas klien secara lengkap
b.      Keluhan utama :
-   Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
- Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan dorongan yang berkumpul
dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang.
- Perdarahan yang berulang-ulang.

b. Riwayat penyakit sekarang


Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darah, darah yang keluar sedikit banyak, terus
menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami
hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion
gameli) dll.
c. riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek atau trauma uterus .
d. Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan penyebabnya.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d.  perdarahan ditandai
dengan conjungtiva anemis, akral dingin , Hb turun ,
muka pucat, dan lemas .
2.Risiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan
dengan perfusi darah ke plasenta berkurang .
Intervensi:
1. Diagnosa I :
a. Memonitor tanda tanda vital
b. Observasi tingkat pendarahan setiap 15-20 menit
c. Catat intake dan output
d. Kolaborasi dalam pemberian terapi infuse isotoni
e. Kolaborasi dalam pemberian tranfusi darah apabila Hb rendah.
2. Diagnosa II :
f. Jelaskan risiko terjadinya distress janin/kematian janin pada ibu
g. Observasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin
h. Berikan O2 10-12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda
fetal distress
Sekian dan terimakasih 

Anda mungkin juga menyukai