Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Diabetes Mellitus (DM)


1. Pengertian Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes Mellitus adalah kondisi kronis yang terjadi bila ada
peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin atau menggunakan insulin secara efektif. Insulin
adalah hormon penting yang diproduksi di pankreas kelenjar tubuh, yang
merupakan transports glukosa dari aliran darah ke dalam sel-sel tubuh di
mana glukosa diubah menjadi energi (Corwin, 2009).
Kurangnya insulin atau ketidakmampuan sel untuk merespons insulin
menyebabkan kadar glukosa darah tinggi, atau hiperglikemia, yang
merupakan ciri khas DM. Hiperglikemi, jika dibiarkan dalam jangka waktu
yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh, yang
menyebabkan perkembangan komplikasi kesehatan yang melumpuhkan dan
mengancam jiwa seperti penyakit kardiovaskular, neuropati, nefropati dan
penyakit mata, yang menyebabkan retinopati dan kebutaan (IDF, 2017).

2. Klasifikasi DM
Terdapat beberapa jenis diabetes mellitus dan berikut adalah
penjelasan klasifikasi DM menurut International Diabetes Federation (IDF)
tahun 2017 :
1) DM Tipe 1
DM Tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun dimana sistem kekebalan
tubuh menyerang sel beta penghasil insulin dipankreas. Akibatnya, tubuh
menghasilkan insulin yang sangat sedikit dengan defisiensi insulin relatif
atau absolut. Kombinasi kerentanan genetik dan pemicu lingkungan
seperti infeksi virus, racun atau beberapa faktor diet telah dikaitkan
dengan DM tipe 1. Penyakit ini bisa berkembang pada semua umur tapi
DM tipe 1 paling sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Orang
dengan DM tipe 1 memerlukan suntikan insulin setiap hari untuk
mempertahankan tingkat glukosa dalam kisaran yang tepat dan tanpa
insulin tidak akan mampu bertahan hidup.
2) DM Tipe 2
Pada DM tipe 2, hiperglikemia adalah hasil dari produksi insulin yang
tidak adekuat dan ketidakmampuan tubuh untuk merespon insulin secara
sepenuhnya, didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama keadaan
resistensi insulin, insulin tidak bekerja secara efektif dan oleh karena itu
pada awalnya mendorong peningkatan produksi insulin untuk
mengurangi kadar glukosa yang meningkat namun seiring waktu suatu
keadaan produksi insulin yang relatif tidak memadai dapat berkembang.
DM tipe 2 paling sering terlihat pada orang dewasa yang lebih tua.
Penyebab DM tipe 2 ada kaitan kuat dengan kelebihan berat badan dan
obesitas, bertambahnya usia serta riwayat keluarga.
3) DM Gestasional
DM gestasional adalah jenis DM yang mempengaruhi ibu hamil biasanya
selama trimester kedua dan ketiga kehamilan meski bisa terjadi kapan
saja selama kehamilan. Pada beberapa wanita DM dapat didiagnosis pada
trimester pertama kehamilan namun pada kebanyakan kasus, DM
kemungkinan ada sebelum kehamilan, namun tidak terdiagnosis. DM
gestasional timbul karena aksi insulin berkurang (resistensi insulin)
akibat produksi hormon oleh plasenta.

3. Etiologi DM
1) DM Tipe 1
DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran autoimun sel β pankreas.
Proses ini terjadi pada orang yang rentan secara genetik dan (mungkin)
dipicu oleh faktor lingkungan (Skyler & Ricordi, 2011). DM tipe 1
disebabkan oleh interaksi genetika dan lingkungan, dan ada beberapa
faktor genetik dan lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap
perkembangan penyakit, yaitu :
a. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan terutama virus tertentu dianggap berperan dalam
pengembangan DM tipe 1. Virus penyebab DM tipe 1 adalah rubella,
mumps dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel β, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan
sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun (aktivasi limfosit T reaksi terhadap
antigen sel) dalam sel β (Brunner, Suddarth 2001).
b. Enterovirus
Studi epidemiologi telah menunjukkan hubungan yang signifikan
antara kejadian infeksi enterovirus dan perkembangan DM tipe 1 dan /
atau autoimunitas, terutama pada individu yang rentan secara genetis.
Sebuah tinjauan dan meta-analisis terhadap penelitian observasional
menunjukkan bahwa anak-anak dengan DM tipe 1 sembilan kali lebih
mungkin memiliki infeksi enterovirus (Yeung, et al. 2011).
c. Faktor Genetik
Pasien DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe 1.
Wilayah genom yang mengandung gen HLA (human leukocyte
antigen), dan risiko genetik terbesar untuk DM tipe 1 terkait dengan
alel, genotipe, dan haplotipe dari gen HLA Kelas II. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya dan merupakan wilayah gen yang terletak di
kromosom 6.

2) DM Tipe 2
Terdapat hubungan yang kuat antara DM tipe 2 dengan kelebihan berat
badan dan obesitas dan dengan bertambahnya usia serta dengan etnis dan
riwayat keluarga (IDF, 2017). DM tipe 2 ditandai oleh resistensi insulin
dan penurunan progresif dalam produksi insulin sel β pankreas.
Resistensi insulin adalah kondisi di mana insulin diproduksi, tetapi
tidak digunakan dengan benar: jumlah insulin yang diberikan tidak
menghasilkan hasil yang diharapkan.
Penurunan progresif dalam fungsi sel β pankreas adalah karena
penurunan massa sel β yang disebabkan oleh apoptosis, ini mungkin
merupakan konsekuensi dari penuaan, kerentanan genetik, dan resistensi
insulin itu sendiri.
Etiologi DM tipe 2 adalah kompleks dan melibatkan faktor genetik
dan gaya hidup (IDF, 2017) yaitu :
a. Faktor Genetik
Efek dari varian gen umum yang diketahui dalam menciptakan
disposisi pra-DM tipe 2 adalah sekitar 5% -10%, jadi tidak seperti
beberapa penyakit warisan, homozigot untuk gen kerentanan ini
biasanya tidak menghasilkan kasus DM tipe 2 kecuali faktor
lingkungan (dalam hal ini gaya hidup).
b. Faktor gaya hidup / demografi
Obesitas jelas merupakan faktor risiko utama untuk pengembangan
DM tipe 2 dan semakin besar tingkat obesitas, semakin tinggi
risikonya. Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar
mengalami DM tipe 2 daripada orang dengan status gizi normal.
c. Usia
Usia yang terbanyak terkena DM adalah 45 tahun yang di sebabkan
oleh faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi tubuh, khususnya
kemampuan dari sel β dalam memproduksi insulin untuk
memetabolisme glukosa.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pengaruh faktor genetik terhadap DM dapat terlihat jelas dengan
tingginya pasien DM yang berasal dari orang tua yang memiliki
riwayat DM melitus sebelumnya. DM tipe 2 sering juga di sebut DM
life style karena penyebabnya selain faktor keturunan, faktor
lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi insulin, makanan,
aktifitas fisik, dan gaya hidup pasien yang tidak sehat juga bereperan
dalam terjadinya DM ini.
3) DM Gestasional
DM gestasional terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,
diperkirakan terjadi karena perubahan pada metabolisme glukosa
(hiperglikemi akibat sekresi hormon – hormon plasenta). DM
gestasional dapat merupakan kelainan genetik dengan cara insufisiensi
atau berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah, berkurangnya
glikogenesis, dan konsentrasi gula darah tinggi.

4. Faktor Risiko Diabetes Mellitus


Secara garis besar faktor risiko DM Tipe 2 terbagi menjadi tiga, yaitu
pertama faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat genetik,
umur ≥45 tahun, jenis kelamin, ras dan etnik, riwayat melahirkan dengan
berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat menderita DM gestasional
dan riwayat lahir dengan berat badan rendah yaitu <2500 gram. Kedua,
faktor yang dapat diubah yaitu obesitas, kurangnya aktivitas fisik,
hipertensi, dislipidemia, dan diet tidak sehat. Serta ketiga yaitu faktor risiko
lainnya seperti merokok dan konsumsi alkohol (PERKENI, 2015) :
1) Riwayat Keluarga
Jika orang tua menderita DM maka 90% pasti membawa carier DM yang
ditandai dengan kelainan sekresi insulin. Risiko menderita DM bila salah
satu orang tuanya hanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika
kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk menderita DM adalah
75%. Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari
pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu
dalam kandungan lebih besar dari ibu
2) Usia
Usia lebih dari 45 tahun adalah kelompok usia yang berisiko menderita
DM. Lebih lanjut dikatakan bahwa DM merupakan penyakit yang terjadi
akibat penurunan fungsi organ tubuh (degeneratif) terutama gangguan
organ pankreas dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga DM akan
meningkat kasusnya sejalan dengan pertambahan usia.
3) Jenis Kelamin
Kejadian DM lebih banyak menyerang perempuan. Hal ini dipicu oleh
fluktuasi hormonal yang membuat distribusi lemak menjadi mudah
terakumulasi dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (IMT)
meningkat dengan persentase lemak yang lebih tinggi.
4) Riwayat Melahirkan Bayi Makrosomia
DM gestasional akan menyebabkan perubahan - perubahan metabolik
dan hormonal pada pasien. Beberapa hormon tertentu mengalami
peningkatan jumlah, misalnya hormon kortisol, estrogen, dan human
placental lactogen (HPL) yang berpengaruh terhadap fungsi insulin
dalam mengatur kadar gula darah. DM gestasional dapat terjadi pada ibu
yang hamil di atas usia 30 tahun, perempuan dengan obesitas (IMT >30),
perempuan dengan riwayat DM pada orang tua atau riwayat DM
gestasional pada kehamilan sebelumnya dan melahirkan bayi dengan
berat lahir >4 000 gram dan adanya glukosuria.
5) Riwayat lahir dengan BBLR atau kurang dari 2500 gram
Faktor risiko BBLR terhadap DM tipe 2 dimediasi oleh faktor turunan
dan lingkungan. BBLR disebabkan keadaan malnutrisi selama janin di
rahim yang menyebabkan kegagalan perkembangan sel beta yang
memicu peningkatan risiko DM selama hidup. BBLR juga menyebabkan
gangguan pada sekresi insulin dan sensitivitas insulin.
6) Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau
berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Seseorang dikategorikan
kegemukan jika IMT >25 kg/m2 dan obesitas jika IMT>30 kg/m2.
Obesitas merupakan komponen utama dari sindom metabolik dan secara
signifikan berhubungan dengan resistensi insulin.
7) Kurangnya aktivitas fisik
Saat berolahraga, otot menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot
dan jika glukosa berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil
glukosa dari darah. Ini akan mengakibatkan menurunnya glukosa darah
sehingga memperbesar pengendalian glukosa darah.
8) Hipertensi
Hipertensi dinyatakan sebagai peningkatan tekanan darah arteri sistemik
yang menetap pada tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg menjadi ≥ 130 mmHg pada tekanan
darah sistolik atau tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg.
9) Dislipidemia
Dislipidemia merupakan kondisi kadar lemak dalam darah tidak sesuai
batas yang ditetapkan atau abnormal yang berhubungan dengan resistensi
insulin.
10) Diet tidak sehat
Perilaku makan yang buruk bisa merusak kerja organ pankreas. Organ
tersebut mempunyai sel beta yang berfungsi memproduksi hormon
insulin. Insulin berperan membantu mengangkut glukosa dari aliran
darah ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi. Glukosa
yang tidak dapat diserap oleh tubuh karena ketidak mampuan hormon
insulin mengangkutnya, mengakibatkan terus bersemayam dalam aliran
darah, sehingga kadar gula menjadi tinggi.
11) Konsumsi alkohol
Alkohol dapat menyebabkan perlemakan hati sehingga dapat merusak
hati secara kronis, merusak lambung, merusak pankreas. Alkohol akan
meningkatkan kadar gula dalam darah karena alkohol akan
mempengaruhi kinerja hormon insulin.
12) Merokok
Pengaruh nikotin terhadap insulin di antaranya menyebabkan penurunan
pelepasan insulin akibat aktivasi hormon katekolamin, pengaruh negatif
pada kerja insulin, gangguan pada sel β pankreas dan perkembangan ke
arah resistensi insulin.
13) Pekerjaan
Pekerjaan menggambarkan secara langsung keadaan kesehatan seseorang
melalui lingkungan pekerjaan baik secara fisik dan psikologis.
Kejadian DM lebih sering dialami pasien yang tidak bekerja.
14) Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang paling sering dianalisis karena bisa
menjadi pendekatan berbagai macam hal seperti pola pikir, kepandaian,
luasnya pengetahuan dan kemajuan berpikir.
15) Status Sosial Ekonomi
Makin tinggi status sosial ekonomi, risiko terkena DM semakin tinggi.

5. Patofisiologi
1) DM Tipe 1
Perjalanan DM tipe 1 dimulai pada gangguan katabolik dimana insulin yang
bersirkulasi sangat rendah atau tidak ada, glukagon plasma meningkat, dan
sel beta pankreas gagal untuk merespon semua rangsangan sekresi insulin.
Pankreas menunjukkan infiltrasi limfositik dan penghancuran sel-sel yang
mensekresi insulin dari pulau Langerhans, menyebabkan kekurangan
insulin. Defisiensi insulin absolut memiliki banyak konsekuensi fisiologis,
termasuk gangguan ambilan glukosa ke dalam sel otot dan adiposa dan
tidak adanya efek penghambatan pada produksi glukosa hepar, lipolisis, dan
ketogenesis. Defisiensi insulin yang ekstrim menyebabkan diuresis osmotik
dan dehidrasi serta peningkatan kadar asam lemak bebas dan diabetes
ketoasidosis (DKA), yang dapat mengancam jiwa (Jaberi et al, 2014).
Ketika massa sel beta menurun, sekresi insulin menurun sampai
insulin yang tersedia tidak lagi cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa darah normal. Setelah 80-90% sel-sel beta dihancurkan,
hiperglikemia berkembang dan DM dapat didiagnosis. Autoimunitas
dianggap sebagai faktor utama dalam patofisiologi DM tipe I. Pada
individu yang rentan secara genetik, infeksi virus dapat menstimulasi
produksi antibodi terhadap protein virus yang memicu respons autoimun
terhadap molekul sel beta antigen yang serupa (Khardori, 2018).
2) DM Tipe 2
Menurut Gale (2014) DM Tipe 2 adalah kondisi heterogen yang dihasilkan
dari kombinasi sekresi insulin yang berkurang dan peningkatan kebutuhan
insulin. Glukagon adalah hormon pasangan insulin yang mengatur
pelepasan glukosa hati, dan peningkatan pelepasan glukagon memainkan
peran penting dalam patofisiologi DM Tipe 2. Kapasitas untuk regenerasi
sel beta berkurang atau hilang pada orang dewasa, dan penurunan massa sel
beta terlihat dengan bertambahnya usia secara paralel dengan meningkatnya
risiko DM. Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh gen terkait DM yang
memainkan peran dalam pemeliharaan dan fungsi sel beta.
Penyebab langsung hiperglikemia adalah kelebihan produksi glukosa oleh
hati dan mengurangi ambilan glukosa dalam jaringan perifer karena
resistensi insulin. Dalam pelepasan sitokin terjadi inflamasi dimana
inflamasi ini terjadi sebagai konsekuensi dari obesitas, yang dapat juga
menyebabkan peradangan jaringan. Juga terdapat distribusi lemak tubuh
dan penumpukan lemak intramuskular yang juga berkaitan dengan
tingkat resistensi insulin dimana individu akan rentan mengakumulasi
trigliserida (Gale, 2014).
3) DM Gestasional
Mayoritas wanita dengan DM gestasional kelebihan berat badan atau
obesitas, dan banyak yang memiliki sindrom metabolik laten, predisposisi
genetik untuk DM tipe 2, gaya hidup yang tidak aktif secara fisik dan
kebiasaan makan yang tidak sehat sebelum kehamilan. Perubahan metabolik
lainnya seperti peningkatan pelepasan fraksional amylin dan proinsulin
relatif terhadap sekresi insulin dapat menjadi penyebab atau konsekuensi
dari sekresi dan aksi insulin yang disfungsional (Kautzky Willer, 2015).
6. Manifestasi Klinis
1) DM Tipe 1
Tanda dan gejala dari DM tipe 1 menurut IDF (2017) adalah :
a. Haus yang tidak normal dan mulut kering
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar
glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
meningkatkan asupan cairan
b. Sering buang air kecil
Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam
tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya
dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin.
c. Kekurangan tenaga / kelelahan
Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga
glukosa tidak dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta
adanya proses pemecahan lemak (lipolisis) yang menyebabkan
terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi gliserol dan asam
lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun.
d. Kelaparan yang konstan
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut
disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan
kadar glukosa dalam darah cukup tinggi.
e. Penurunan berat badan tiba-tiba
Penyusutan BB pada kondisi DM tipe I menunjukkan rendahnya
trigliserida yang tersimpan dalam tubuh sebagai akibat adanya
gangguan metabolisme lipid. Trigliserida seharusnya digunakan
sebagai sumber energi untuk beraktivitas.
f. Penglihatan kabur
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dapat menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa
sehingga akan terjadi penglihatan yang tidak jelas atau kabur.
2) DM Tipe 2
Tanda dan gejala dari DM tipe 2 menurut IDF (2017) adalah :
a. Haus yang berlebihan dan mulut kering
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar
glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
meningkatkan asupan cairan.
b. Sering buang air kecil dan berlimpah
Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam
tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya
dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin.
c. Kurang energi, kelelahan ekstrim
Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga
glukosa tidak dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta
adanya proses pemecahan lemak (lipolisis) yang menyebabkan
terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi gliserol dan asam
lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun.
d. Kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki
Mati rasa merupakan hasil dari hiperglikemia yang menginduksi
perubahan resistensi pembuluh darah endotel dan mengurangi aliran
darah saraf. Orang dengan neuropati memiliki keterbatasan dalam
kegiatan fisik sehingga terjadi peningkatan gula darah.
e. Infeksi jamur berulang di kulit
Kadar gula kulit merupakan 55% kadar gula darah pada orang biasa.
Pada pasien DM, rasio meningkat sampai 69-71% dari glukosa darah
yang sudah meninggi. Hal tersebut mempermudah timbulnya
dermatitis, infeksi bakterial (terutama furunkel), dan infeksi jamur
terutama kandidosis.
f. Lambatnya penyembuhan luka
Kadar glukosa darah yang tinggi di dalam darah menyebabkan pasien
DM mengalami penyembuhan luka yang lebih lama dibanding dengan
manusia normal.
g. Penglihatan kabur
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dapat menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa
sehingga akan terjadi penglihatan yang tidak jelas atau kabur.

3) DM Gestasional
Tanda dan gejala dari DM gestasional sangatlah mirip dengan pasien DM
pada umumnya, yaitu :
a. Poliuria (banyak kencing)
b. Polidipsia (haus dan banyak minum) dan polifagia (banyak makan)
c. Pusing, mual dan muntah
d. Obesitas, TFU > normal
e. Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, dan pruritus vulva
f. Ketonemia (kadar keton berlebihan dalam darah)
g. Glikosuria (ekskresi glikosa ke dalam urin)

7. Pemeriksaan Penunjuang
Pemeriksaan penunjang diabetes mellitus berupa pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium utama berupa pemeriksaan kadar
gula darah dan HbA1c untuk diagnosis dan kontrol diabetes mellitus
(PERKENI,2015) :
1) Pemeriksaan Gula Darah
Diabetes mellitus didiagnosa berdasarkan kadar gula darah
sewaktu > 200 mg/dL atau kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL.
Jika kadar gula darah di bawah angka tersebut tapi pasien memiliki gejala
klasik diabetes (polidipsi, poliuria, polifagia), lakukan pemeriksaan
ulang. Jika hasil tetap di bawah batas di atas, lakukan pemeriksaan
toleransi glukosa.
Pada pasien yang tidak memiliki gejala klasik diabetes, jika kadar gula
darah puasa di antara 100-125 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu
antara 140-199 mg/dL, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa. Pasien
tanpa gejala klasik dengan kadar gula darah puasa <100 mg/dL atau
kadar gula darah sewaktu <140 mg/dL dapat langsung didiagnosis
sebagai tidak terkena diabetes mellitus.
2) Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan mengukur kadar gula darah
puasa. Pasien kemudian diberikan larutan glukosa oral 75 gram dan
kembali diukur kadar gula darahnya 2 jam setelah meminum larutan
glukosa tersebut. Pada diabetes gestasional, pengukuran juga dilakukan
pada 1 jam pasca meminum larutan glukosa.
Hasil tes toleransi glukosa oral sebesar >200 mg/dL dikategorikan
sebagai diabetes mellitus, 140-199 mg/dL toleransi glukosa terganggu,
dan di bawah angka tersebut dikategorikan sebagai normal.
3) Hemoglobin A1c (HbA1c)
HbA1C merupakan pengukuran gold standard terhadap kontrol diabetes
dalam keberhasilan tata laksana diabetes. Walau demikian, pemeriksaan
ini juga sudah dianjurkan oleh sebagian literatur sebagai alat diagnostik
diabetes mellitus.
Kadar HbA1C menggambarkan perkiraan kadar glukosa selama tiga
bulan yang lalu sehingga tepat digunakan untuk monitor keberhasilan
terapi, dan memprediksi progres komplikasi diabetes mikrovaskular. Hal
inilah yang menjadikannya jauh lebih unggul untuk kontrol diabetes
dibandingkan dengan pemeriksaan kadar gula darah yang hanya dapat
melihat kadar gula darah pada satu waktu dan tidak dapat memprediksi
komplikasi. Nilai rujukan untuk pasien diabetik adalah HbA1c ≥ 6.5%
Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan:
1. Sel darah merah abnormal seperti pada anemia hemolitik, atau anemia
defisiensi besi
2. Anak-anak dengan perkembangan penyakit DM 1 yang cepat
3. Diabetes neonatal
4) Pemeriksaan untuk membedakan diabetes mellitus tipe 1 dan 2
Untuk membedakan diabetes mellitus tipe 1 dan 2, pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Kadar insulin
b) Kadar c-peptide: dibentuk selama konversi proinsulin ke insulin
c) Kadar insulin atau c-peptide < 0,6 ng/ml mengarah kepada diabetes
mellitus tipe 1
d) Kadar c-peptide puasa > 1 ng/dl pada penderita diabetes sekitar lebih
dari 1-2 tahun mengarah kepada diabetes mellitus tipe 2
e) Marker auto antibodi untuk penentuan tipe diabetes mellitus,
contohnya glutamic acid decarboxylase (gad)
5) Pemeriksaan laboratorium lainnya
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan berupa hitung jenis
leukosit, kultur darah, dan urin bila ada kecurigaaan infeksi atau sepsis.
Kadar plasma aseton, yaitu β-hidroksibutirat bermanfaat untuk menilai
ada tidaknya ketoasidosis diabetik, nilai normalnya < 0,4-0,5 mmol.
Pemeriksaan terhadap ketoasidosis diabetik juga dapat dilakukan
berdasarkan kadar keton darah. Pada ketoasidosis diabetik, perlu juga
dilakukan pemeriksaan elektrolit karena sering kali ditemukan gangguan
kalium.
Pemeriksaan laboratorium lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
kadar kolesterol darah serta pemeriksaan fungsi  ginjal jika dicurigai
adanya komplikasi nefropati.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dm dalam PERKENI (2015) bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara mengendalikan gula
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid melalui pengelolaan
secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan
perilaku. Penatalaksaan ini meliputi 4 pilar DM, yaitu:
1) Edukasi Pemberdayaan
Pasien DM memerlukan partisipasi aktif dari dirinya sendiri, keluarga
dan masyarakat. Tenaga kesehatan bertugas untuk memberikan
informasi terkait pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya kepada pasien DM dan keluarga.
Pemantauan gula darah dapat dilakukan secara mandiri setelah pasien
mendapatkan pengetahuan dan pelatihan khusus.
2) Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing- masing individu.
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45- 65% total asupan energi,
asupan lemak sekitar 20- 25% kebutuhan kalori dan protein sebesar 10 –
20% total asupan energi, pembatasan natrium tidak boleh lebih dari
3000 mg (1 sendok teh), konsumsi cukup serat (kurang lebih 25g/hari)
dan pemanis yang tidak berkalori (aspartam, sakarin, sucralose dll).
3) Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari- hari dan latihan jasmani secara teratur (3- 4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
4) Intervensi farmakologis
Terapi farmakologis untuk pasien DM terdiri dari obat oral dan injeksi.
Berdasarkan cara kerjanya, OHO (obat hipoglikemik oral) dibagi menjadi
5 golongan, yaitu pemicu sekresi insulin (sulfonylurea dan glinid),
peningkat sensitivitas terhadap insulin (metformin dan tiazolidindion),
penghambat glukoneogenesis (metformin), penghambat absorpsi glukosa
(penghambat glukosidase) dan DPPIV inhibitor α.

9. Komplikasi
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi
pada penderita Diabetes Mellitus, tetapi selain ulkus diabetik terdapat
komplikasi yang lain (Corwin, 2009), antara lain yaitu:
a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. Hipoglikemik dan
ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi akut.
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah
makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar,
kemudian mikrovaskuler yang menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa
menyerang mata (retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga
yaitu neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan
gangren.
c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyebabkan
penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi, gangguan
penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan), luka infesi dalam ,
penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement
komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak
ditangani dengan prinsip steril.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
b) Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, gangguan istirahat
tidur
Tanda : takikardia, dan tacinea saat istirahat denagn aktivitas
penurunan kekuatan otot, letargi
2. Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, ketidakberdayaan ,
persaan putus asa
Tanda : ansietas, peka, ketakutan, marah , menarik diri
3. Sirkulasi
Gejala : riwayat luka pada ekstremitas, penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah postural,
hipertensi,distritmia, kulit panas, kering, dan kemerahan
4. Eliminasi
Gejala : poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar, kesulitan
berkemih, diare.
Tanda : urine encer, pucat, poliuria, urine berkabut, bising usus
lemah dan menurun, hiperaktif
5. Makanan dan cairan
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah, tidak mengikuti diit,
peningkatan masukan glukosa, penurunan gula darah, haus,
penggunaan diuretik.
Tanda : kulit kering, turgor kulit jelek, kekakuan abdomen, muntah,
pembesaran tiroid, aeton.
6. Neorosensori
Gejala : pusing, sakit kepal, kesemutn, kelemahan otot, parastesia,
gangguan penglihatan
Tanda : desiorentasi, mengantuk, letargi, stupor(tahap lanjut)
gangguan memori.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri pada ekstremitas yang mengalami luka (sedang
berat)
Tanda : Wajah mengiris dengan palpasi, terlihat sangat berhati-hati
8. Pernafasan
Gejala : batuk dengan tanpa spuntum
Tanda : batuk dengan tanpa spuntum (infeksi) frekuensi pernafasan
9. Keamanan
Gejala : ulkus kulit, kulit terasa gatal
Tanda : demam, diasporesis, lesi/ulserasi, parastesia, penurunan
rentang gerak
10. Seksualitas
Gejala : masalah tentang hubungan atau keintiman, masalah
impotensi pada pria, kesulitan pada orgasme pada wanita.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas jaringan kulit
2) Nyeri Akut
3) Ketidakstabilan kadar glukosa darah
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Judith,
2011).
3. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Kerusakan integritas jaringan kulit  Respon Alerghilokal terkontrol Pencegahan Alergi terhadap Latek
berhubungan dengan : Eksternal  Integritas kulit dan membrane  ldentifikasi respon allergi / Steven
 Hipo/Hiperthermia mukosa utuh Johnson
 Imobillisasi fisik  Regenerasi luka primer dan sekunder  ……………………………..
 Faktor mekanik (alat yang dapat sesuai rentang waktu yang
menyebabkan luka, penekanan, restrain) diharapkan Perawatan Luka
 Kelembaban kulit  Identifikasi derajad luka
 Umur Ekstrem : lansia Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Jelaskan pada klien dan keluarga
 Medikasi: alergi, steven johnson selama ...x 24 jam bahaya pemakaian alat yang dapat
 Integritas jaringan kulit dan membran meningkatkan kerusakan integritas
Internal mukosa baik : kulit utuh, dapat kulit :bantal pemanas
 Perubahan kondisi metabolic (DM, ....) berfungsi dengan baik.  Berikan cairan dan nutrisi yang
 Penonjolan tulang Defisit immunologi  Regenerasi sel dan jaringan membaik adekuat sesuai kondisi
 Perubahan status nutrisitas (obesitas,  Hipersensitif respon immune terkendali  Lakukan perawatan luka sesuai
kurus)  Akes hemodialisa (pemasangan AV kondisi, dan kolaborasi untuk
 Perubahan turgor. Shunt) berfungsi baik : tidak ada pemberian terapi dan nutrisi yang
 Perubahan status cairan : oedema perdarahan, tidak terjadi infeksi adekuat
 …………….  Klien menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan Pengelolaan Tekanan pada kulit
penyembuhan luka.  Pasang kasur dekubitus / bantal
angina cincin tumit bila diperlukan
 Mobilisasi / ubah posisi tidur klien
tiap 2 jam sesuai jadwal
 Ajarkan cars mobilisasi klien
 Jaga kebersihan kulit dan alat tenon
klien agar tetap bersih, kering dan
terhindar dari lipatan /kerutan

2 Nyeri Akut berhubungan dengan :  Perilaku pengendalian nyeri efektif Manajemen nyeri
penyebab cedera  Tingkat Nyeri terkontrol  Kaji tingkat nyeri yang
Biologis:  Tingkat kenyamanan terpenuhi komprehensif : lokasi, durasi,
 Infeksi, inflarnasi karakteristik, frekuensi. intensitas,
 Gigitan binatang Setelah dilakukan asuban keperawatan x factor pencetus sesuai dengan usia
Fisik 24 jam : dan tingkat perkembangan
 Trauma …………  Melaporkan gejala nyeri terkontrol  Monitor skala nyeri dan observasi
 Cedera ……….  Melaporkan kenyamanan fisik dan tanda non verbal dari
 Luka bakar / paparan panas psikologis ketidaknyamanan
 Operasi  Mengenali faktor yang menyebabkan  Gunakan tindakan pengendalian nyeri
 Kontraksi uterus yang kuat nyeri sebelum menjadi berat
Psikologis  Melaporkan nyeri terkontrol (skala  Kelola nyeri pasca operasi dengan
 Takut nyeri: <4) pemberian analgesik tiap 4 jam, dan
 Cemas  Tidak menunjukkan respon non monitor keefektifan tindakan
Kimia verbaladanya nyeri mengontrol nyeri
 Terpapar bahan kimia  Menggunakan terapi analgetik dan non  Kontrol faktor lingkungan yaag
analgetik mempengaruhi respon klien terhadap
Data Subyektif  Tanda vital dalatn rentang yang ketidaknyamanan : suhu ruangan,
Klien mengungkapkan : diharapkan cahaya, kegaduhan.
 Nyeri secara verbal / nonverbal Nadi :  Ajarkan tehnik non
Umur 4th: 100xmenit farmakologiskepada klien dan
Data Obyektif Umur 10-14th:85-90x/mnt. keluarga : relaksasi, distraksi, terapi
 Perubahan respon otonom: dianoresis, Laki-laki dewasa :60-70x/mnt musik, terapi bermain,terapi aktivitas,
perubahan Prempuan dewasa:70-85x/mnt akupresur, kompres panas/ dingin,
TD: …., RR:……,Nadi…. TD: masase. Imajinas
Umur> 10th: 90/60 mmHg terbimbing(guidedimagery),hipnosis
 Tingkah laku ekspresif : gelisah, merintih,
Umur 10-30 th:110/75 mmHg (hipnoterapy) dan pengaturan posisi.
menangis, nafas panjang
Umur 30-40 th: 125/85 mmHg  Informasikan kepada klien tentang
 Tingkah laku berhati hati: gerakan
Umur 40-60 th: 140/90 mmHg prosedur yang dapat meningkatkan
melindungi,posisimengurangi nyeri
Umur > 60 th : 150/90 mmHg nyeri : misal klien cemas, kurang
 P-Penyebab ………….
RR : tidur, posisi tidak rileks.
 Q- Type nyeri………..
Anak : 22 x / menit  Ajarkan pada klien dan keluarga
 R-Regio: ……………. tentang penggunaan analgetik dan
Dewasa: 16-20x/menit
 S –Skala…………….. efek sampingnya
 T- Time………………  Kolaborasi medis untuk pemberian
analgetik, fisioterapis/ akupungturis.
3 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah  Blood Glucose, Risk for Unstable Hyperglikemi Management
 Diabetes Self Management  Pantau kadar glukosa darah
Faktor Resiko  Pantau tanda-tanda dan gejala
 Kurang pengetahuan tentang manajemen Setelah dilakukan tindakan keperawatan hiperglikemia: poliuria, polidipsia,
diabetes selama ………x 24 jam: polifagia
 Asupan diet  Penerimaan kondisi kesehatan  Pantau tekanan darah dan denyut
 Kurang kepatuhan pada rencana  Kepatuhan perilaku: diet sehat nadi
manajemen diabetic  Dapat mengontrol kadar glukosa darah  Kelola insulin sesuai dengan yang
 Kurang penerimaan terhadap diagnosis  Dapat mengontrol stress ditentukan
 Stress  Dapat memanajemen dan mencegah  Mendorong asupan cairan oral
 Pemantauan glukosa darah yang tidak penyakit semakin parah  Konsultasi dengan dokter jika tanda
tepat  Tingkat pemahaman untuk dan dan gejala hiperglikemia menetap
 Penambahan berat badan pencegahan komplikasi dan memburuk
 Penurunan berat badan  Pemahanan manajemen diabetes  Identifikasi kemungkinan penyebab
 ………………..  Status nutrisi adekuat hiperglikemia
 Olahraga teratur  Antisipasi situasi dimana kebutuhan
 ………………………… insulin akan meningkat
 …………………………
4 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari  Fungsi menelan adekuat Pencegahan aspirasi
kebutuhan tubuh berhubungan dengan :  Proses menelan dari mulut – lambung  Kaji tingkat kesadaran reflek batuk,
aman reflek muntah dan kemampuan
Tidak mampu dalam menelan
 Memasukkan makanan Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Pantau adanya tanda dan gejala
 Mencerna makanan selama ….x24 jam : aspirasi
 Mengabsorbsi makanan karena faktor  Atur posisi ½ duduk selama makan
biologi, psikologi  Tidak terjadi aspirasi  Bebaskan jalan napas/ lakukan
 Hilangnya nafsu makan  Makan tidak tersedak suction bila perlu
 Mual, muntah  Klien dapat menelan tanpa gangguan  Berikan makanan secara bertahap
 Tidak muntah  Hidari penggunaan sedotan minuman
Data Subyektif  ……………………  Kontrol posisi NGT sebelum
Klien mengatakan : memberikan makanan melalui sonde
 Mudah merasa kenyang sesaat setelah  Kolaborasi dengan tim kesehatan :
menguyah makanan tim medis untuk pemasangan NGT/
 Intake makan kurang dari kebutuhan yang pemberian terapi
dianjurkan
 Perubahan sensasi rasa Terapi menelan
 Tidak mampu menguyah makanan  Lakukan oral hygine minimal 2x/hari
 Kram perut  Ajarkan pada keluarga pengaturan
 Nyeri abdomen patologi posisi tidur dan cara pemberian
 Tidak ada nafsu makan makanan
 Ajarkan klien/keluarga untuk
Data Obyektif melepaskan sisa makan dari mulut
 Konjungtiva dan membran mukosa pucat  Kontrol apakah ada sisa makanan di
 Luka, inflamasi pada rongga mulut dalam mulut sesudah makan
(sariawan)  Hindari penggunaan sedotan
 Tonus otot buruk minuman
 Diare  ………………………
 Suara usus hiperaktif … x/m
 Penurunan BB …………….
 Data lab : …………………
 ………………………….
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.


Jakarta : EGC. 
Corwin, EJ (2009). Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta : EGC
International Diabetes Federation (IDF) (2017).  Diabetes Atlas Eighth
Edition 2017. International Diabetes Federation. doi:
10.1016/j.diabres.2009.10.007.
Judith. Wilkinson, M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9.
Jakarta: EGC.
Khardori, R. (2017). Medscape endocrine diabetes mellitus type 2.Diunduh dari
medscape: http://emedicine
PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di.
Indonesia, PERKENI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai