Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

“DIABETES MELITUS”
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Pengampu : Ns.Martini., M.Kep

OLEH:
EGA NUR AFIDAH
SN211047

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Suyono, 2012). Diabetes Melitus
(DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism
lemak dan protein (Waspadji, 2014). Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Yunir, 2011).
DM tipe I adalah DM yang disebabkan oleh reaksi autoimun dmana sistem
kekebalan tubuh menyerang sel beta penghasil insulin pancreas, sedangkan DM tipe II
adalah jenis DM yang paling umum, yaitu ketidakstabilan glukosa darah karena hasil dari
produksi insulin yang tidak stabil untuk digunakan oleh tubuh (IDF, 2017)

B. Etiologi
1. Diabetes tipe I
a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut sebagai jaringan asing yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen
Faktor lingkungan, virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta (Waspadji, 2014)
2. Diabetes Tipe II
Penurunan progresif dalam fungsi sel β pankreas adalah karena penurunan massa sel
β yang disebabkan oleh apoptosis inimungkin merupakan konsekuensi dari penuaan,
kerentanan genetik, dan resistensi insulin itu sendiri (Unger & Parkin, 2010). Etiologi
DM tipe 2 adalah kompleks dan melibatkan faktor genetik dan gaya hidup.
(1) Faktor Genetik
Efek dari varian gen umum yang diketahui dalam menciptakan disposisi pra-DM
tipe 2 adalah sekitar 5% -10% (McCarthy, 2010), jadi tidak seperti beberapa
penyakit warisan, homozigot untuk gen kerentanan ini biasanya tidak
menghasilkan kasus DM tipe 2 kecuali faktor lingkungan (dalam hal ini gaya
hidup).
(2) Faktor gaya hidup / demografi
Obesitas jelas merupakan faktor risiko utama untuk pengembangan DM tipe 2
(Li, Zhao, Luan et al 2011), dan semakin besar tingkat obesitas, semakin tinggi
risikonya. Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM
tipe 2 daripada orang dengan status gizi normal (WHO, 2017).
(3) Usia
Usia yang terbanyak terkena DM adalah > 45 tahun yang di sebabkan oleh faktor
degeneratif yaitu menurunya fungsi tubuh, khususnya kemampuandari sel β dalam
memproduksi insulin untuk memetabolisme glukosa (Pangemanan, 2014).
(4) Riwayat penyakit keluarga
Pengaruh faktor genetik terhadap DM dapat terlihat jelas dengan tingginya
pasien DM yang berasal dari orang tua yang memiliki riwayat DM melitus
sebelumnya. DM tipe 2 sering juga di sebut DM life style karena penyebabnya
selain faktor keturunan, faktor lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi
insulin, makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup pasien yang tidak sehat juga
bereperan dalam terjadinya DM ini (Neale et al, 2014).

C. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis dari DM dan berikut adalah penjelasan klasifikasi DM menurut
International Diabetes Federation (IDF), 2017.
1) DM Tipe 1
DM Tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun dimana sistem kekebalan tubuh
menyerang sel beta penghasil insulin dipankreas. Akibatnya, tubuh menghasilkan
insulin yang sangat sedikit dengan defisiensi insulin relatif atau absolut. Kombinasi
kerentanan genetik dan pemicu lingkungan seperti infeksi virus, racun atau
beberapa faktor diet telah dikaitkan dengan DM tipe 1.
Penyakit ini bisa berkembang pada semua umur tapi DM tipe 1 paling sering
terjadi pada anak-anak dan remaja. Orang dengan DM tipe 1 memerlukan suntikan
insulin setiap hari untuk mempertahankan tingkat glukosa dalam kisaran yang tepat
dan tanpa insulin
tidak akan mampu bertahan.
2) DM Tipe 2
DM tipe 2 adalah jenis DM yang paling umum, terhitung sekitar 90% dari semua
kasus DM. Pada DM tipe 2, hiperglikemia adalah hasil dari produksi insulin yang
tidak adekuat dan ketidakmampuan tubuh untuk merespon insulin secara sepenuhnya,
didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama keadaan resistensi insulin, insulin
tidak bekerja secara efektif dan oleh karena itu pada awalnya mendorong peningkatan
produksi insulin untuk mengurangi kadar glukosa yang meningkat namun seiring
waktu, suatu keadaan produksi insulin yang relatif tidak memadai dapat berkembang.
DM tipe 2 paling sering terlihat pada orang dewasa yang lebih tua, namun
semakin terlihat pada anak-anak, remaja dan orang dewasa muda. Penyebab DM tipe
2 ada kaitan kuat dengan kelebihan berat badan dan obesitas, bertambahnya usia serta
riwayat keluarga. Di antara faktor makanan, bukti terbaru juga menyarankan adanya
hubungan antara konsumsitinggi minuman manis dan risiko DM tipe 2 (IDF, 2017).
3) DM Gestasional
DM gestasional adalah jenis DM yang mempengaruhi ibu hamil biasanya
selama trimester kedua dan ketiga kehamilan meski bisa terjadi kapan saja selama
kehamilan. Pada beberapa wanita DM dapat didiagnosis pada trimester pertama
kehamilan namun pada kebanyakan kasus, DM kemungkinan ada sebelum kehamilan,
namun tidak terdiagnosis. DM gestasional timbul karena aksi insulin berkurang
(resistensi insulin) akibat produksi hormon oleh plasenta (IDF, 2017).

D. Tanda dan Gejala


1) DM Tipe 1
Tanda dan gejala dari DM tipe 1 menurut IDF (2017) adalah :
a. Haus yang tidak normal dan mulut kering
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosaterbawa
oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupancairan
b. Sering buang air kecil
Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif
tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk
mengeluarkannya melalui urin. (PERKENI, 2015).
c. Kekurangan tenaga / kelelahan
Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga glukosatidak
dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta adanya proses pemecahan lemak
(lipolisis) yang menyebabkan terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi
gliserol dan asam lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun.
d. Kelaparan yang konstan
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena
glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup
tinggi (PERKENI, 2015).
e. Penurunan berat badan tiba-tiba
Penyusutan BB pada kondisi DM tipe I menunjukkan rendahnya trigliserida yang
tersimpan dalam tubuh sebagai akibat adanya gangguan metabolisme lipid (Wang
et al., 2014). Trigliserida seharusnya digunakan sebagai sumber energi untuk
beraktivitas (Rini, 2012).
f. Penglihatan kabur
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dapat menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa sehingga akan terjadi
penglihatan yang tidak jelas atau kabur.
2) DM Tipe 2
Tanda dan gejala dari DM tipe 2 menurut IDF (2017) adalah :
a. Haus yang berlebihan dan mulut kering
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa
oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan.
b. Sering buang air kecil dan berlimpah
Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif
tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk
mengeluarkannya melalui urin. (PERKENI, 2015).
c. Kurang energi, kelelahan ekstrim
Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga glukosa tidak
dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta adanya proses pemecahan lemak
(lipolisis) yang menyebabkan terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi
gliserol dan asam lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun.
d. Kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki
Mati rasa merupakan hasil dari hiperglikemia yang menginduksi perubahan
resistensi pembuluh darah endotel dan mengurangi aliran darah saraf. Orang
dengan neuropati memiliki keterbatasan dalam kegiatan fisik sehingga terjadi
peningkatan gula darah.
e. Infeksi jamur berulang di kulit
Kadar gula kulit merupakan 55% kadar gula darah pada orang biasa. Pada pasien
DM, rasio meningkat sampai 69-71% dari glukosa darah yang sudah meninggi.
Hal tersebut mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bakterial (terutama
furunkel), dan infeksi jamur terutama kandidosis.
f. Lambatnya penyembuhan luka
Kadar glukosa darah yang tinggi di dalam darah menyebabkan pasien DM
mengalami penyembuhan luka yang lebih lama dibanding dengan manusia
normal (Nagori & Solanki, 2011).
g. Penglihatan kabur
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dapat menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa sehingga akan terjadi
penglihatan yang tidak jelas atau kabur.

E. Komplikasi
Hal ini yang diungkapkan oleh Perkeni, 2011 bahwa pada diabetes mempunyai
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe Diabetes Melitus digolongkan sebagai akut
dan kronik :
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320
mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI,2015).
b) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai
<60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak
keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah,
kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2015).
c) Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dl),
tanpa tanda dan gejala asidosis,osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380
mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat (PERKENI,
2015).

2. Komplikasi Kronik
a) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda
awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d) Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3. Komplikasi Jangka Panjang Dari Diabetes

Organ/jaringan
Yg terjadi Komplikasi
yg terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk Sirkulasi yg jelek
& menyumbat arteri menyebabkan penyembuhan
berukuran besar atau sedang luka yg jelek & bisa
di jantung, otak, tungkai & menyebabkan penyakit
penis. jantung, stroke, gangren kaki
Dinding pembuluh darah & tangan, impoten & infeksi
kecil mengalami kerusakan
sehingga pembuluh tidak
dapat mentransfer oksigen
secara normal & mengalami
kebocoran
Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan & pada
pembuluh darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal Fungsi ginjal yg buruk
ginjal Gagal ginjal
Protein bocor ke dalam air
kemih
Darah tidak disaring secara
normal
Saraf Kerusakan saraf karena Kelemahan tungkai yg terjadi
glukosa tidak dimetabolisir secara tiba-tiba atau secara
secara normal & karena perlahan
aliran darah berkurang Berkurangnya rasa, kesemutan
& nyeri di tangan & kaki
Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg naik-turun
otonom mengendalikan tekanan Kesulitan menelan &
darah & saluran pencernaan perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ulkus
ke kulit & hilangnya rasa yg diabetikum)
menyebabkan cedera Penyembuhan luka yg jelek
berulang
Darah Gangguan fungsi sel darah Mudah terkena infeksi,
putih terutama infeksi saluran kemih
& kulit

F. Patofisiologi dan Pathways


Terjadi pada kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang

DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh

darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik

akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian

menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan

selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan

terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang

luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah

rumitnya pengelolaan kaki diabetes (Askandar, dalam Andra Safer, 2013).


Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding

pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya pembentukan

ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf

perifer, kolagen, keratin, dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan

mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban

terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma

berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan area kalus.

Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai

permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan

luka abnormal menghalangi resolusi. Mikrooranisme yang masuk

mengadakan kolonasi di daerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan

closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang

abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan

sekitarnya.

Dengan adanya gangguan pada saraf autonom pengaruhnya adalah

terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran

darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun

pemberian antibiotik tidak menyukupi atau tidak dapat mencapai jaringan

perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut.

Efek pada autonomi neuropati ini akan menyebabkan kulit menjadi kering,

antihidrosis yang memudahkan kulit menjadi rusak dan mengkontribusi

untuk terjadinya ganggren. Dampak lain adalah karena adanya neuropati

perifer yang mempengaruhi kepada saraf sensorik dan motorik yang

menyebabkan sensasi nyeri, tekanan dan perubahan temperatur


Resiko
deficit
nutrisi

(Smelter & bare, 2015; Jaberi et al, 2014; Gale, 2014).).


G. Penatalaksanaan
Penatalaksaan diabetes mellitus menurut Brunner & Suddart, 209 yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
a) Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti diabetes)
a. Mekanisme kerja sulfanilurea yaitu kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik,
ekstra pancreas, kerja OAD tingkat reseptor
b. Mekanisme kerja Biguanid
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek
lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu : Biguanida pada tingkat
prereseptor dan ekstra pankreatik
b) Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a. DM tipe I
b. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c. DM kehamilan
d. DM dan gangguan faal hati yang berat
e. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f. DM dan TBC paru akut
g. DM dan koma lain pada DM
h. DM operasi
2) Insulin diperlukan pada keadaan :
a. Penurunan berat badan yang cepat.
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c. Ketoasidosis diabetik.
d. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus
dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium
permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi
yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi
mungkin diperlukan untuk kasus tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan
jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa
komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah
yang tinggi dan menurunkan kadar lemak dan terdapat Prinsip diet DM
Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing- masing individu. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-
65% total asupan energi, asupan lemak sekitar 20- 25% kebutuhan kalori dan protein
sebesar 10 – 20% total asupan energi, pembatasan natrium tidak boleh lebih dari 3000
mg (1 sendok teh), konsumsicukup serat (kurang lebih 25g/hari) dan pemanis yang
tidak berkalori (aspartam, sakarin, sucralose dll).
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada
penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.
f. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan.
Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl.
Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu
dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau
inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan
dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula
darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan
infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai
perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu
khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus
dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena
kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma
berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan
atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

G. Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka
sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini
akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,
LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (Notoatmojo, 2012)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu

dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus

seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama

pasien,umur, keluhan utama

1. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infark miokard
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

2. Pengkajian Pola Gordon

a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif
terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM
tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut
akan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal Februari 201)
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek , mual muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas
sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga
klien mengalami kesulitan tidur
f. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi
seta memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
perdangan pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada
pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropatai.
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang kontruktif/adaptif.
k. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
3. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan Vital Sign


Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan
darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau
normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami
perubahan jika terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi
komplikasi kulit terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous
Pressure) normal 5-2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan
cepat dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. PemeriksaanAbdomen
Dalam batas normal
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal
j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
5. Resiko deficit nutrisi b/d psikologis
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d hiperglikemi
C. RENCANA KEPERAWATAN (SDKI, SLKI, SIKI)
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1 Ketidakefektifan gula darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Manajemen hiperglikemia
b.d resistensi insulin selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula Observasi :
darah membaik
KH : - Identifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia
 Kestabilan kadar glukosa darah - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
membaik (5)
Terapeutik :
 Status nutrisi membaik (5)
 Tingkat pengetahuan meningkat (5) - Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
- Ajurkan kepatuhan terhadap diet dan
olah raga
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian insulin 6 Iu

 Edukasi program pengobatan


Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi
Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan
benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi
2 Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1  Manajemen nyeri
fisik x24 jam diharapkan nyeri menurun
KH : Observasi :
 Tingkat nyeri menurun (1) - Identifikasi identifikasi lokasi,
 Penyembuhan luka membaik (5) karakteristik, durasi, frekuensi,
 Tingkat cidera menurun (5) kualitas,intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik :
- Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab dan periode dan
pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
 Edukasi teknik nafas dalam
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan mamafaat teknik
nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam

3 Infeksi b.d peningkatan Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Pengcegahan Infeksi


Leukosit selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi
menurun Observasi
KH : - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
 Tingkat nyeri menurun (1) dan sistematik
 Integritas kulit dan jaringan
membaik(5) Terapetik
 Kontrol resiko meningkat (5)
- Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
 Perawatan luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka (drainase,
warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester seccara
perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka
Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement
4 Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Terapi aktivitas
imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas
membaik Observasi :
KH : - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 Toleransi aktivitas membaik (5) - Identifikasi kemapuan berpartisipasi
 Tingkat keletihan menurun (1) dalam aktivitas tertentu
Terapeutik :
- Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuiakan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang di
pilih
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
 Manajenen program latihan
Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas
Terapeutik :
- Motivasi untuk memulai/
melanjutkan aktivitas fisik
Edukasi:

- Jelaskan mamnfaat aktivitas fisik

5. Resiko deficit nutrisi b/d faktor Status nutrisi membaik (L. 03030) MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
psikologis  Tingkat makan membaik (5)
 Indeks masa tubuh cukup (3) 1. Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrient
 Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
2. Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan,
jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui
selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perfusi Perifer (L.2011) Perawatan sirkulasi :


Perifer b/d hiperglikemi 1. Denyut nadi Perifer Sedang 1. Obseravsi :
2. Warna kulit pucar menurun  Periksa sirkulasi perifer
3. Turgor kulit membaik  Identiikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
4. Pengisian kapiler membaik  Monitoring panas , kemerahannyeri atau
bengkak
2. Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau perlikaan di
area
 Hindari pengukuran tekanan darah pada
extremitas dengan keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cedera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga

6 Kerusakan integritas kulit / Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit :
jaringan 1. Elastisitas meningkat 1. Observasi :
2. HIdrasi meningkat  Identifikasi penyebab gangguan integritas
3. Kerusakan lapisan kulit menurun kulit jaringan
4. Perdarahan menurun
2. terapeutik
 Ubah posisi tiap 2 jam
 Gunakan produk berbahan nuaman atau
minyak pada kulit kering
 Hindari peroduk berbahan dasar alkoho
pada kulit
 Perawatan luka
3. Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan madi
D. EVALUASI

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

1. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan

sampai dengan tujuan tercapai

2. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini

menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8. Penerbit RGC.

Jakarta.

Horton & Jeanne. 2011. Exercise in Patiens with type 2 Diabetes Melitus : Afundamental and

clinical text 3rd. Lippincott Williams.

Notoatmojo. 2011. Konsep Keperawatan. Rineka Cipta. Jakarta

Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus type 2 di Indonesia. PB

Perkeni. Jakarta.

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia

Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi

1 : Jakarta: DPP PPNI

Suyono. 2012. Diabetes Melitus di Indonesia : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Waspadji. 2014. komplikasi kronik Diabetes mekanisme terjadinya, diagnosis dan stategi pengelolaan

: Buku Ajar ilmu penyakit dalam jilid III Edisi V Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta.

Yunir & Soebadi. 2011. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe 2 : Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Kedokteran. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai