PENDAHULUAN
1
g. Bagaimana asuhan keperawatan pada diabetes mellitus tipe 1?
1.3. Tujuan
a. Mengetahui definisi diabetes mellitus tipe 1
b. Mengetahui etiologi diabetes mellitus tipe 1
c. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus tipe 1
d. Mengetahui manifestasi klinis diabetes mellitus tipe 1
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada diabetes mellitus tipe 1
f. Mengetahui penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 1
g. Mengetahui asuhan keperawatan pada diabetes mellitus tipe 1
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat
disebabkan berbagai macam etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia
kronis akibat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja dari insulin, atau
keduanya. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 1 lebih diakibatkan oleh karena
berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel β-pankreas yang didasari
proses autoimun.
Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang
berarti “sypon” menunjukan pembentukan urine yang berlebihan, dan
mellitus berasal dari kata “meli” yang berarti madu.
2.2. Etiologi
Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas
karena paparan agen infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella
kongenital, mumps, coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan makanan
(gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi).
Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus
tipe 1 sebagai berikut:
1. Hipotesis sinar matahari
Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang
menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana
akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan
mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa
vitamin D memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin
(Penckofer, Kouba, Wallis, & Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar
vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-
masing telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.
3
2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"
Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi
patogen, dimana kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat
menyebabkan hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang
memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam penelitian lain,
peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba dan
virus kepada anak-anak, semakin kecil kemungkinan mereka menderita
penyakit reaksi hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan
menunjukkan bahwa "pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin
berlaku untuk pencegahan tipe 1 diabetes (Curry, 2009). Kukrija dan
Maclaren menunjukkan bahwa pencegahan diabetes tipe 1 mungkin yang
akan datang melalui penggunaan imunostimulasi, yakni memaparkankan
anak-anak kepada bakteri dan virus yang ada di dunia, tetapi yang tidak
menyebabkan efek samping imunosupresi.
4
4. Hipotesis POP
Hipotesis ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap polutan organik
yang persisten (POP) meningkatkan risiko kedua jenis diabetes. Publikasi
jurnal oleh Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan menunjukkan
peningkatan yang signifikan secara statistik dalam tingkat rawat inap untuk
diabetes dari populasi yang berada di tempat Kode ZIP yang mengandung
limbah beracun (Kouznetsova, Huang, Ma, Lessner, & Carpenter, 2007).
5. Hipotesis Akselerator
Sebuah teori yang menunjukkan bahwa tipe 1 diabetes merupakan
bagian sederhana dari kontinum yang sama dari tipe 2, tetapi muncul lebih
dulu. Hipotesis akselerator menyatakan bahwa peningkatan berat dan tinggi
anak-anak pada abad terakhir ini telah "dipercepat", sehingga kecenderungan
mereka untuk mengembangkan tipe 1 dengan menyebabkan sel beta di
pankreas di bawah tekanan untuk produksi insulin. Beberapa kelompok
mendukung teori ini, tetapi hipotesis ini belum merata diterima oleh
profesional diabetes (O'Connell, Donath, & Cameron, 2007).
2.3. Patofisiologi
DMT 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DMT 1 kelainan
terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak
mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam kuantitas dan atau
kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama
sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin secara absolut
(Tjokroprawiro, 2007).
Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan
kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara
30.000-35.000 ) jumlah reseptor insulin pada orang normal ± 35.000. sedang
pada DM dengan obesitas ± 20.000 reseptor insulin
(Tjokroprawiro, 2007).
DMT 1, biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak. Pada DMT 1
tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali
5
tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan hidup penderita
harus mendapat suntikan insulin setiap harinya. DMT1 tanpa pengaturan
harian, pada kondisi darurat dapat terjadi (Riskesdas,
2.4. Patogenesis
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan
kehancuran selektif sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Timbulnya
penyakit klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel beta yang
mengarah ke tipe 1 DM. Berbagai lokus gen telah dipelajari untuk
menentukan hubungan mereka dengan DM tipe 1. Pada awalnya diduga
bahwa antigen B8 dan B15 HLA kelas I sebagai penyebab diabetes karena
meningkat pada frekuensi di penderita diabetes dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Namun, baru-baru fokus telah bergeser ke lokus HLA-
DR kelas II dan ditemukan bahwa DR3 dan DR4 lebih menonjol daripada
HLA-B pada DM tipe 1. Akhirnya lokus alel HLA DQ telah terlibat dalam
kerentanan penyakit, melalui analisis Pembatasan fragmen panjang
polimorfisme (RFLP) dan disekuensi langsung, dengan menggunakan
polymerase chain reaction (PCR) untuk memperkuat urutan DNA spesifik,
telah meningkatkan pemahaman kami tentang kompleks HLA dan
keterlibatan alel HLA dalam kerentanan penyakit. Bukti diajukan
menunjukkan bahwa kemampuan untuk memberikan kerentanan atau
resistensi terhadap DM tipe 1 berada dalam residu asam amino tunggal dari
rantai b-HLA-DQ. Penggunaan lokus spesifik oligonukleotida untuk
menyelidiki derivat dari rantai b-HLA urutan DQ telah membantu untuk
memperjelas hubungan antara subtipe DR4 dan jenis DM tipe 1 terkait DQ
alel. Ditemukan bahwa hanya mereka positif DR4 haplotipe yang membawa
alel DQW8 pada lokus HLA DQ yang terkait dengan DM tipe 1.
Perbandingan urutan rantai-b-DQ dari DM tipe 1 dan kontrol menunjukkan
bahwa haplotype yang positif dengan penyakit ini berbeda dengan yang
secara negatif berhubungan dengan asam amino dari posisi 57 dalam domain
pertama rantai b-HLA-DQ. Pada haplotype yang positif memiliki alanin,
6
valin atau serin pada posisi 57,sedangkan haplotype negatif memiliki asam
aspartat ditemukan pada posisi 57, tapi beberapa pengamatan tidak
mendukung hipotesis "posisi 57". Yang terpenting adalah ditemukan DQW4
dan DQW9 spesifik yang memiliki asam aspartat pada posisi 57, di Jepang
pasien DM tipe 1 sangat berhubungan dengan DQW4 dan DQW9, ini
menunjukkan bahwa mekanisme lain harus terlibat untuk menjelaskan
kerentanan terhadap DM tipe 1 di beberapa kelompok. Hubungan yang
diamati antara DM tipe 1 dan HLA telah ditafsirkan sebagai konsekuensi
dari keterlibatan fungsional molekul HLA kelas II pada DM tipe 1.
Keterlibatan rantai b-DQ itu sendiri atau sebuah heterodimer DQ a/b dapat
menunjukkan bahwa fungsi presentasi antigen molekul kelas II adalah
relevan untuk kerentanan DM tipe 1.
Setelah pendekatan "seleksi epitop" untuk menjelaskan fenomena
autoimun Nepons telah menyarankan model dimana alel HLA kelas II
mempengaruhi kerentanan IDDM sebagai berikut:
a. susunan dimer kelas II yang dikode oleh beberapa kompleks HLA setiap
individu, bervariasi afinitasnya untuk peptida tertentu yang dapat
menimbulkan autoimun ke sel beta;
b. hanya dimer kelas II tertentu, produk dari gen rentan yang benar-benar
mempromosikan autoimunitas untuk sel beta setelah mengikat peptida,
c. individu rentan jika produk dari gen kerentanan mengikat peptida lebih
kuat dari produk-produk gen tidak rentan yang ada dalam individu
tersebut.
7
manusia dan endapan antibodi 64kDa merupakan protein 64kDa dari ekstrak
sel islet. Sedangkan antibodi 64kDa yang ditampilkan untuk menjadi sel
beta tertentu di dalam islet, beberapa sera ICA positif telah dijelaskan untuk
bereaksi dengan semua sel islet. Antigen target dari Antibodi 64kDa
diidentifikasi sebagai GAD enzim. Sel Islet tertentu pada baris sel beta
memproduksi antibodi IgG yang terikat ke antigen sitoplasma sel islet yang
ditemukan. Anehnya semua monoklonal antibodi yang diproduksi oleh baris,
dikenali GAD target autoantigen. Dengan demikian, GAD mungkin target
antigen utama pada DM tipe 1, makanya antibodi untuk GAD dijadikan
penanda sensitif untuk perkembangan diabetes, walaupun antibodi GAD ada
dalam individu yang rentan secara genetik tetapi yang tidak mungkin untuk
mengembangkan disease. Antibodi juga bereaksi dengan insulin dapat juga
dideteksi dalam klinis pada periode prediabetik yang laten, tetapi
autoantibodi insulin memiliki sensitivitas lebih rendah sebagai penanda
untuk perkembanagn diabetes dibandingkan antibodi GAD atau ICA.
Kontribusi dari autoantigens disebutkan di atas untuk induksi dan atau
kelangsungan penyakit masih harus diklarifikasi. Jelas, bahwa identifikasi
dari autoantigens dalam DM tipe 1 adalah penting baik untuk tujuan
diagnostik dan untuk potensi intervensi terapi imun dalam proses penyakit.
Berikut ini dijelaskan mekanisme penurunan pengaturan yang telah
dianalisis dalam model hewan DM tipe 1, melalui tiga model hewan untuk
tipe DM 1, yaitu tikus BB, tikus NOD dan tikus MLD STZ dengan diabetes
yang diinduksi, telah meningkatkan kemampuan kita untuk memahami
proses yang menyebabkan kerusakan sel beta. Namun, karena semua
kesimpulan yang diambil dari model hewan didasarkan pada asumsi analogi
dengan penyakit manusia, maka analogi perlu divalidasi lebih teliti. Aktivasi
antigen islet kepada sel T CD4+ spesifik menunjukan prasyarat mutlak bagi
perkembangan diabetes di semua model hewan DM tipe 1.
Sel T CD4+ spesifik untuk islet yang berasal dari tikus NOD diabetes,
saat disuntikkan ke tikus prediabetes atau nondiabetes, menginduksi insulitis
dan diabetes. Dilaporkan juga bahwa sel T CD4+ cukup untuk menimbulkan
8
insulitis sedangkan sel T CD8+ berkontribusi pada kerusakan yang lebih
parah. Temuan ini bersama dengan bukti bahwa insulitis di pencangkokan
kronis dibandingkan penyakit pada host dapat terjadi dengan tidak adanya
sel T CD8+ menunjukkan bahwa sel T CD4+ mungkin hanya sel
imunokompeten yang diperlukan dalam proses penyakit. Namun, tampaknya
hanya satu subset sel T CD4+ yang bertanggung jawab untuk induksi
penyakit. Penurunan regulasi respon autoimun diabetogenik oleh sel limpa
berasal dari hewan yang dirawat dengan adjuvan juga dapat dijelaskan oleh
subset sel T CD4+ saling mempengaruhi. Hasil awal oleh kelompok Lafferty
(akan diterbitkan) menunjukkan bahwa perlakuan awal dengan ajuvan tidak
menghalangi respon autoimun, melainkan dapat menyimpang respon dari
profil sitokin Th-1 ke Th-2. Bahkan, tingkat tinggi sitokin tipe Th-1 yaitu
IL-2 dan interferon gamma ditemukan berkorelasi atau dan untuk
meningkatkan induksi diabetes autoimun model eksperimental. Sel Th-1
menghasilkan produk yaitu IFN-gamma yang akan mengaktifkan makrofag.
Pada penelitian dengan model hewan DM tipe 1 menggunakan mikroskopis
elektron untuk mengamati pankreas menunjukkan bahwa makrofag adalah
sel pertama yang menyerang islets.
Dalam penelitian in vitro dan studi pada perfusi pankreas menunjukkan
bahwa Interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF-α), dua sitokin
terutama diproduksi oleh makrofag, menyebabkan perubahan struktural sel
beta pankreas dan menekan kapasitas sel beta pankreas untuk melepaskan
insulin. Namun, tampaknya bahwa IL-1 dan TNF tidak berkontribusi dengan
aktivitas sitotoksik makrofag. Interferon gamma merupakan aktivator kuat
untuk makrofag dalam mensintesis nitrat oksida. Pada saat ini, ada bukti
yang menunjukkan bahwa aktivitas sintesis Nitrat oksida terlibat dalam
perkembangan diabetes DM tipe 1, dimana data ini menunjukkan untuk
pertama kalinya, bahwa nitrat oksida dapat menjadi faktor patogen dalam
autoimunitas dan disarankan kemungkinan adanya kelas baru pada agen
immunofarmakologi, dimana mampu memodulasi sekresi nitrat oksida
untuk dapat diuji dalam pencegahan perkembangan DM tipe 1.
9
Meskipun bukti yang kuat untuk hubungan dengan faktor genetik,
tingkat kesesuaian untuk DM tipe 1 adalah mengherankan rendah pada anak
kembar identik. Kesesuaiannya kurang dari 100% pada kembar identik
untuk DM tipe I telah memberikan kontribusi ke sebuah penelusuran faktor
lingkungan yang terkait dengan penyakit. Satu-satunya yang jelas bahwa
faktor lingkungan meningkatkan risiko untuk perkembangan diabetes tipe 1
adalah infeksi rubella congenital, dimana sampai 20% dari anak-anak
tersebut di kemudian hari mengembangkan diabetes. Pengamatan ini
menunjukan bahwa selain temuan bahwa urutan asam amino dari rantai DQ-
b juga ditemukan di protein envelope virus rubella yang akan mendukung
mimikri antigen virus sebagai faktor etiologi dalam DM tipe I. Peran faktor
lingkungan juga disarankan oleh analisis respon imun terhadap protein susu
sapi, dimana hampir semua pasien DM tipe 1 memiliki antibodi ke peptida
serum albumin sapi dan menunjukkan respon sel T untuk peptida serum
albumin sapi yang sama dengan protein yang ada di permukaan sel beta di
pankreas, dibandingkan dengan hanya sekitar 2% dari kontrol.
Pada saat terjadi kekurangan insulin akibat kerusakan dari sel beta di
pankreas, maka hiperglikemia berkembang sebagai hasil dari tiga proses: (1)
peningkatan glukoneogenesis (pembuatan glukosa dari asam amino dan
gliserol), (2) glikogenolisis dipercepat (pemecahan glukosa disimpan) dan
(3) pemanfaatan glukosa oleh perifer jaringan.
10
2.6. pathway
Merusak sel-sel β
pankreas
Kekurangan Insulin
11
2.7. Gejala Klinis
a. Polidipsi, poliuria, polifagia, berat badan turun
b. Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria
2.8. Diagnosis
Anamnesis
Gejala klinis
Laboratorium :
- Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl dan 2 jam setelah makan >
200 mg/dl.
- Ketonemia, ketonuria.
- Glukosuria
- Bila hasil meragukan atau asimtomatis, perlu dilakukan uji
toleransi glukosa oral (oral glucosa tolerance test).
- Kadar C-peptide.
- Marker imunologis : ICA (Islet Cell auto-antibody), IAA (Insulin
auto-antibody), Anti GAD (Glutamic decarboxylase auto-
antibody).
2.9. Penatalaksanaan
Pada dugaan DM tipe-1 penderita harus segera rawat inap.
Insulin
Dosis total insulin adalah 0,5 - 1 UI/kg BB/hari.
Selama pemberian perlu dilakukan pemantauan glukosa darah atau
reduksi air kemih. Gejala hipoglikemia dapat timbul karena kebutuhan
insulin menurun selama fase ”honeymoon”. Pada keadaan ini, dosis insulin
12
harus diturunkan bahkan sampai kurang dari 0,5 UI/kg BB/hari, tetapi
sebaiknya tidak dihentikan sama sekali.
Puncak
Jenis insulin awitan Lama kerja
kerja
Meal Time Insulin
NPH dan Lente (Intermediate acting) 1-2 jam 4-12 jam 8-24 jam
- Diet
- Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia
pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 + ( usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
13
- Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil sebagai berikut :
a. 20% berupa makan pagi.
b. 10% berupa makanan kecil.
c. 25% berupa makan siang.
d. 10% berupa makanan kecil.
e. 25% berupa makan malam.
f. 10% berupa makanan kecil.
14
3. Pemantauan
Ditujukan untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut
maupun kronis, baik dilakukan selama perawatan di rumah sakit
maupun secara mandiri di rumah, meliputi :
a. keadaan umum, tanda vital.
b. kemungkinan infeksi.
c. kadar gula darah (juga dapat dilakukan di rumah dengan
menggunakan glukometer) setiap sebelum makan utama dan
menjelang tidur malam hari.
d. kadar HbA1C (setiap 3 bulan).
e. pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250
mg/dl).
f. mikroalbuminuria (setiap 1 tahun).
g. fungsi ginjal.
h. funduskopi untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya
terjadi setelah 3-5 tahun menderita DM tipe-1, atau setelah
pubertas).
i. tumbuh kembang.
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
Klien dengan diabetes harus dikaji dengan ketat terhadap tingkat
pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.Tipe diabetes
kondisi klien, dan rencana pengobatan adalah pengkajian penting yang harus
di lakukan. Pengkajian secara detail adalah sebagai berikut:
1. Anamnese
Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Adanya keluhan sering buang air kecil (poliuria), sering merasa
haus (polidipsia), sering merasa lapar (polifagia), mengeluh lemah,
serta penurunan berat badan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ditemukan manifestasi klinis dari DM tipe 1 seperti poluria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM sebelumnya, penanganan yang
telah didapat, riwayat penggunaan insulin dan obat-obatan lain.
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita DM. salah satu
etiologi dari DM tipe 1 adalah faktor genetik.
16
2. Sistem integument
Turgor kulit menurun, kulit dan membrane mukosa terlihat kering.
a. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi, nafas berbau halitosis/manis/bau buah (napas
aseton)
b. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
c. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, dehidrase, perubahan berat badan.
d. Sistem urinary
Poliuri, dan dapat juga ditemukan glukosuria.
e. Sistem muskuloskeletal
Kelemahan pada otot dalam melakukan aktivitas.
f. Sistem neurologis
Dapat terjadi neuropati diabetic terutama pada ekstremitas bawah yang
akan menimbulkan kesemutan dan rasa kebas.
17
lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi
ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang
ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menadakan
ketoasidosis.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
18
1. Penurunan berat Kekurangan Insulin Ketidakseimbangan
badan nutrisi kurang dari
2. Turgor kulit Metabolisme protein kebutuhan tubuh.
menurun dan lemak terganggu
3. Kelemahan
Menurun simpanan
kalori
Penurunan berat badan
19
1. Terasa baal, Kekurangan insulin Ketidakpatuhan
sensasi raba terhadap pengobatan
menghilang Glukoneogenesis dan
(Komplikasi glikogenosis
neuropati terhambat
perifer)
2. Adanya ulkus Produksi glukosa oleh
kronis tanpa hati m, pemakaian
nyeri m
berkembang
jika terkena
Hiperglikemia
trauma, sering
pada
Komplikasi neuropati
ekstremitas
perifer, penyakit kaki
bawah.
diabetic
(Komplikasi
penyakit kaki
diabetik)
20
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala polyuria dan dehidrasi
a. Ketidakberdayaan b.d peresepsi ketidakmampuan untuk mencegah
komplikasi
b. Ketidakpatuhan b.d kompleksitas dan durasi pengobatan
21
2. Resiko Tujuan: Menunjukkan 1. Pertahankan 1. Membantu
ketidakseimban hidrasi adekuat catatan intake dan memperkirakan
gan cairan dan Kriteria hasil : output yang kekurangan
elektrolit b.d 1. Mempertahankan akurat volume total.
gejala polyuria urine output sesuai 2. Kaji nadi perifer, 2. Merupakan
dan dehidrasi dengan usia dan pengisian kapiler, indicator tingkat
BB, BJ urine turgor kulit dan dehidrasi
normal, HT membrane 3. Hipovolemia dapat
normal mukosa. dimanifestasikan
2. Tekanan darah, 3. Monitor vital sign oleh hipotensidan
nadi dan suhu 4. Kolaborasi takikardi.
tubuh dalam batas pemberian cairan 4. Mempertahankan
normal IV hidrasi/volume
3. Tidak ada tanda 5. Tingkatkan sirkulasi
dehidrasi, lingkungan yang 5. Menghindari
elastisitas turgor, dapat pemanasan yang
kulit baik, menimbulkan berlebihan yang
membrane mukosa rasa nyaman. akan menimbulkan
lembab, tidak ada Selimuti klien kehilangan cairan
rasa haus yang dengan selimut
berlebihan tipis
22
3. Ketidakberdaya Tujuan : Mampu 1. Anjurkan 1. Mengidentifikasi
an b.d persepsi mengakui perasaan pasien/keluarga area perhatian
ketidakmampua putus asa untuk pasien dan
n untuk Kriteria Hasil : mengekspresikan memudahkan
mencegah 1. Mampu perasaannya pemecahan
komplikasi mengidentifikasi 2. Kaji bagaimana masalah
cara sehat untuk pasien menangani 2. Membantu
menghadapi masalah masa menentukan
perasaan lalu kebutuhan pasien
2. Mampu ikut serta 3. Tentukan untuk terhadap
dalam perencanaan tujuan/harapan tujuan penanganan
perawatan diri pasien dan 3. Harapan yang tidak
keluarga realistis/tekanan
4. Anjurkan pasien dari orang lain
untuk ikut serta dapat
dalam mempengaruhi
menuntukan koping
keputusan b.d 4. Membantu pasien
pengobatannya untuk bekerjasama
5. Beri dukungan dalam pengobatan
pasien untuk ikut 5. Meningkatkan
serta dalam perasaan ontrol
perawatan diri terhadap situasi
23
4. Ketidakpatuhan Tujuan: ketidakpatuhan 1. Yakinkan klien 1. Memberi
b.d menurun dibuktikan atau keluarga kesadaran
kompleksitas oleh perilaku ketaatan terhadap situasi bagaimana pasien
dan durasi Kriteria Hasil: dan konsekuensi memandang
pengobatan 1. Mematuhi perilaku penyakitnya
program 2. Dengarkan sendiri dan
pengobatan yang keluhan klien proram
dianjurkan 3. Identifikasi pengobatan dan
2. Memenuhi janji perilaku yang membantu dalam
dengan pelayanan mengindkasikan memahami
kesehatan kegagalan untuk masalah klien
3. Berpartisipasi mengikuti 2. Menyampaikan
dalam mebuat program pesan masalah,
tujuan dan rencana pengobatan keyakinan pada
pengobatan 4. Buat tujuan kemampuan
bertahap dengan individu dan
pasien, mengatasi situasi
modifikasi dengan cara
program sesuai positif
keperluan dan 3. Dapat
kemungkinan memberikan
5. Buat sistem informasi tentang
pengawasan diri alas an kurangnya
kerjasama dan
memperjelas area
yang memerlukan
pemecahan
masalah
4. Bila klien telah
berpartisipasi
dalam menyusun
24
tujuan akan
medorong klien
untuk
bekerjasama
dalam program
pengobatan
5. Memberikan
klien rasa kontrol
serta membantu
klien membuat
pilihan informasi.
3.7 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai:
1. Berhasil, perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian, pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai, pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus tipe 1 merupakan merupakan kondisi tidak
terkontrolnya gula dalam tubuh karena kerusakan sel β pancreas sehingga
mengakibatkan berkurangnya prosuksi insulin sepenuhnya. Diabetes
mellitus tipe 1 dapat disebabkan oleh faktor genetic, lingkungan dan
imunologi. Kekurangan insulin pada diabetes mellitus tipe 1 dapat
menimbulkan kondisi hiperglikemi dan dapat menunjukkan gejala poliuria,
polidipsia, polifagia, serta penurunan berat badan. Diabetes mellitus tipe 1
dapat berkomplikasi menjadi diabetes ketoasidosis jika terjadi peningkatan
produksi keton.
4.2 Saran
Peningkatan pengetahuan tentang konsep penyakit serta
penatalaksanaan penting guna membantu proses penyembuhan penyakit.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
26
27
PERTANYAAN DAN JAWABAN
28
Hipotesis Susu Sapi
Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu
formula pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan
pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko untuk
mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari. Dimana
protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel beta
pankreas yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan
peka terhadap susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya
akan menyerang sel sendiri yang menyebabkan kerusakan sel beta
pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1.
Hipotesis POP
Hipotesis ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap polutan organik yang
persisten (POP) meningkatkan risiko kedua jenis diabetes. Publikasi jurnal
oleh Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan menunjukkan
peningkatan yang signifikan secara statistik dalam tingkat rawat inap
untuk diabetes dari populasi yang berada di tempat Kode ZIP yang
mengandung limbah beracun (Kouznetsova, Huang, Ma, Lessner, &
Carpenter, 2007).
Hipotesis Akselerator
Sebuah teori yang menunjukkan bahwa tipe 1 diabetes merupakan bagian
sederhana dari kontinum yang sama dari tipe 2, tetapi muncul lebih dulu.
Hipotesis akselerator menyatakan bahwa peningkatan berat dan tinggi
anak-anak pada abad terakhir ini telah "dipercepat", sehingga
kecenderungan mereka untuk mengembangkan tipe 1 dengan
menyebabkan sel beta di pankreas di bawah tekanan untuk produksi
insulin. Beberapa kelompok mendukung teori ini, tetapi hipotesis ini
belum merata diterima oleh profesional diabetes (O'Connell, Donath, &
Cameron, 2007).
29
4. Pemeriksaan Fisik apa saja yang harus dilakukan pada pasien DM Tipe
1?
Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
Sistem integument
Turgor kulit menurun, kulit dan membrane mukosa terlihat kering.
Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi, nafas berbau halitosis/manis/bau buah (napas aseton)
Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, dehidrase, perubahan berat badan.
Sistem urinary
Poliuri, dan dapat juga ditemukan glukosuria.
Sistem muskuloskeletal
Kelemahan pada otot dalam melakukan aktivitas.
Sistem neurologis
Dapat terjadi neuropati diabetic terutama pada ekstremitas bawah yang
akan menimbulkan kesemutan dan rasa kebas.
5. Jelaskan gejala klinis dari penyakit diabetes melitus tipe 1?
Jawaban:
30
bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe 1,
penderita harus segera dirawat inap
6. Jelaskan penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus tipe 1?
Jawaban:
Puncak
Jenis insulin awitan Lama kerja
kerja
Meal Time Insulin
NPH dan Lente (Intermediate acting) 1-2 jam 4-12 jam 8-24 jam
31
- Diet
- Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia
pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 + ( usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
- Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil sebagai berikut :
g. 20% berupa makan pagi.
h. 10% berupa makanan kecil.
i. 25% berupa makan siang.
j. 10% berupa makanan kecil.
k. 25% berupa makan malam.
l. 10% berupa makanan kecil.
- Pengobatan penyakit penyerta seperti infeksi dan lain-lain.
7. Bagaimana cara mengetahui seseorang terkenah diabetes tipe 1 dan 2.
Jawaban :
satu-satunya kesamaan diabetes tipe 1 dan 2 adalah orang yang terkena
penyakit ini memiliki ketidakmampuan untuk mengontrol kadar gula
darah. Sedangkan perbedaan penting dari diabetes tipe 1 dan tipe 2, yang
paling menonjol adalah : diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun
sedangkan tipe 2 bukan, konsumsi insulin suatu keharusan bagi diabetes
tipe 1 sedangkan pengobatan diabetes tipe 2 lebih bervariasi, gula darah
rendah lebih umum terjadi pada diabetes tipe 1, tipe diabetes tipe 1
biasanya terdiagnosis pada anak - anak dan tipe 2 cenderung menyerang
orang usia lanjut. Untuk mengetahui seseorang apakah terkena diabetes
tipe 1 atau tipe 2, biasanya dokter akan melakukan serangkaian
32
pemeriksaan lebih lanjut, diantaranya meliputi: wawancara, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan Penunjang yang terdiri dari tes darah, dan yang
lainnya.
8. Apakah DM tipe 1 boleh melakukan puasa?
Jawaban :
Sebenarnya untuk penderita DM 1 boleh saja melaksanakan puasa. Tapi,
untuk usia aman itu 8 tahun keatas, dan itu harus cermat. Jika terjadi
gejala hipoglikemia(kadar gula darah terlalu rendah) puasa harus segera
dibatalkan.
Mengapa puasa bagi penderita DM tipe 1 baru boleh berpuasa setelah
umur 8 tahun? Karena, usia 0 sampai 8 dianggap masih terlalu kecil dan
rentan, jika melakukan puasa. Terlebih lagi anak di usia tersebut belum
diwajibkan untuk berpuasa, jadi usia 8 tahun ke atas merupakan usia
aman untuk menjalankan puasa.
tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan penderita DM tipe 1 jika
tetap ingin berpuasa selama Ramadhan, yaitu:
a. 1.Pasien harus mengerti dengan kondisinya sebagai penderita
diabetes
33
9. Bagaimana mendiagnosis seseorang yang mempunyai penyakit DM tipe
1?
Jawaban :
1. Diagnosis
Anamnesis
Gejala klinis
Laboratorium :
- Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl dan 2 jam setelah
makan > 200 mg/dl. Ketonemia, ketonuria.
- Glukosuria
- Bila hasil meragukan atau asimtomatis, perlu dilakukan uji
toleransi glukosa oral (oral glucosa tolerance test).
- Kadar C-peptide.
- Marker imunologis : ICA (Islet Cell auto-antibody), IAA
(Insulin auto-antibody), Anti GAD (Glutamic decarboxylase
auto-antibody).
10. Komplikasi yang seperti apa yang akan terjadi jika seseorang
mempunyai penyakit DM tipe 1 ?
Jawaban :
34
anak dengan DM tipe-1 selama > 5 tahun, dianjurkan skrining
mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes positif, maka dianjurkan lebih
sering dilakukan pemeriksaan. Bila didapatkan hipertensi pada
penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya nefropati diabetik.
Tindakan : pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada).
35
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj4vLSPkfvdAhUHpY8KHbUWA9AQ
FjAAegQICBAC&url=http%3A%2F%2Fdigilib.unila.ac.id%2F9725%2F
10%2F2.%2520BAB.pdf&usg=AOvVaw3l2AMtRhRqLAYzg5E9N7j0
https://www.scribd.com/document/255994483/Pathway-DM-Tipe-1
http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/MAKALAH-DIABETES-
MELITUS-TIPE-I.pdf
http://www.academia.edu/25894856/SISTEM_ENDOKRIN_ASUHAN_K
EPERAWATAN_DIABETES_MELITUS_TIPE_1
36