Anda di halaman 1dari 18

PAPER

BLIGHTED OVUM
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepanitraan Klinik Stase (KKS) Obstetri
Ginekologi
Rumah Sakit Haji Medan Sumatra Utara

Oleh :
A

Pembimbing :
dr. Yuliani M. Lubis, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas paper ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian
obstetri ginekologi Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “Blighted Ovum”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang penuh
ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing KKS dibagian obstetric ginekologi yaitu “dr. Yuliani M Lubis,
Sp.THT-KL” .
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan paper ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga
bermanfaat dalam penulisan paper selanjutnya. Semoga paper ini bermanfaat bagi
pembaca dan terutama bagi penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2

2.1 Definisi.......................................................................................................2

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko......................................................................2

2.3 Patofisiologi...............................................................................................6

2.4 Gejala Klinis.............................................................................................7

2.5 Diagnosis...................................................................................................8

2.6 Tatalaksana dan Pencegahan................................................................12

BAB III KESIMPULAN......................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

Seperempat dari wanita yang sedang hamil mengalami masalah


perdarahan dalam beberapa minggu pertama kehamilan. Setengah dari
mereka yang mengalaminya berhubungan dengan keguguran (abortus) atau
kegagalan perkembangan janin.1 Pada kehamilan yang diketahui secara
klinis, angka kegagalan kehamilan secara spontan (spontanous pregnancy
loss) sebesar 25%-50% untuk usia gestasi 14 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir dan menjadi masalah terbesar untuk kehamilan pada
trimester pertama.2
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan
kehamilan ini. Salah satu jenis dari kegegalan kehamilan (pregnancy loss)
adalah Blighted Ovum atau kehamilan kosong. Blighted ovum atau
anembryonic pregnancy terjadi sepertiga dari kegagalan kehamilan spontan
pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. BO (blighted ovum) dianggap
merupakan kejadian kromosomal random yang terjadi pada sekitar 1:5
hingga 1:10 kasus abortus.3
Karakteristik utama yang terjadi pada blighted ovum adalah
penampakan normal pada gestasional sac namun tidak ada embrio di
dalamnya. Kemungkinan utama yang terjadi adalah terjadinya kematian
embrio awal namun perkembangan tropoblast masih tetap berjalan.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Blighted ovum (kehamilan kosong) atau anembryonic pregnancy adalah
salah satu kehamilan patologi, di mana mudigah tidak terbentuk sejak awal
kehamilan namun kantung gestasi tetap terbentuk. Pada blighted ovum telur yang
dibuahi berhasil melekat pada dinding rahim, tetapi tidak berisi embrio, hanya
terbentuk plasenta dan kulit ketuban yang ditandai dengan adanya kantung
gestasi (gestation sac).5

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko


Ada tiga hal utama yang berhubungan dengan terjadinya blighted ovum
yaitu kelainan kromosom, kelainan pembelahan sel dan kelainan pada sperma atau
ovum. Kelainan-kelainan tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor risiko.4
Risiko juga meningkat bila usia suami atau istri semakin tua karena kualitas
sperma atau ovum menjadi turun. Penurunan kualitas sperma pada pria biasanya
berhubungan dengan penaruh lingkungan dan aktifitas seperti merokok, radiasi,
panas yang berlebihan dan konsumsi makanan. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi kualitas ovum pada wanita paling besar adalah faktor hormonal.

Berikut ini adalah faktor risiko lain yang berpengaruh pada kejadian blighted
ovum:
A. Faktor Genetik
Kelainan pada kromosom merupakan penyebab paling besar
terjadinya abortus spontan, yaitu 50 %. Heteromorfisme pada kromosom
nomor 9 dihubungkan dengan kejadian blighted ovum, namun proses lebih
rinci masih belum dapat diketahui. Di antara kromosom manusia yang
lain kromosom nomer 9 memiliki frekuensi lebih tinggi terjadinya
heteromorfisme (pebedaan bentuk).3,4
Kelainan kromosom pada blighted ovum berhubungan dengan
inversi dari kromosom 9 dan translokasi kromosom. Kejadian
abnormalitas kromosom ini akan semakin meningkat jika melakukan
perkawinan yang ada hubungan darah.3
B. Kelainan Hormonal
Faktor–faktor endokrinologi yang berhubungan dengan abortus dan
blighted ovum termasuk insufisiensi fase luteal dengan atau tanpa kelainan
dimana luteinizing hormone (LH) hipersekresi, diabetes mellitus, dan
penyakit tiroid. Perkembangan pada kehamilan awal tergantung pada
produksi estrogen yang dihasilkan oleh korpus luteum sampai
kecukupannya terpenuhi diproduksi oleh perkembangan trofoblast, yang
terjadi pada usia kehamilan 7–9 minggu. Abortus spontan terjadi pada
kehamilan kurang dari 10 minggu jika korpus luteum gagal untuk
memproduksi progesteron yang cukup, adanya gangguan distribusi
progesteron ke uterus, atau bila pemakaian hormon progesteron pada
endometrium dan desidua terganggu. Keguguran juga dapat terjadi apabila
trofoblas tidak dapat menghasilkan progesteron yang seharusnya
menggantikan progesteron dari korpus luteum ketika korpus luteum
menghilang.2
Sekresi LH yang abnormal juga memiliki akibat langsung pada
perkembangan oosit, menyebabkan penuaan yang prematur, dan pada
endometrium menyebabkan maturasi yang tidak sinkron. Di pihak lain,
sekresi luteinizing hormone yang abnormal dapat menimbulkan keguguran
secara tidak langsung dengan cara meningkatkan kadar hormon
testosteron. Keadaan gangguan sekresi luteinizing hormone biasanya
berhubungan dengan adanya polikistik ovarium.4
Mekanisme yang mungkin menyebabkan terjadinya keguguran
pada penderita diabetes mellitus ialah gangguan aliran darah pada uterus
terutama sekali pada kasus-kasus dengan diabetes mellitus tahap lanjut. 4
Hipotiroid merupakan gangguan endokrin lain yang dihubungkan
dengan adanya abortus berulang, terutama sekali sebagai akibat disfungsi
korpus luteum dan ovulasi yang sering menyertai penyakit tiroid.
Antitiroid antibodi juga dihubungkan dengan abortus berulang. Karena
pada awal kehamilan tubuh membutuhkan kadar hormon tiroid yang lebih
tinggi, adanya antitiroid antibodi dapat menjadi suatu petanda bagi
seseorang untuk terjadi peningkatan risiko terjadinya abnormalitas tiroid
yang dapat berakhir pada keguguran. Kelainan-kelainan regulasi hormonal
tersebut juga mampu menyebabkan kegagalan perkembangan atau
pembentukan janin.2,4
C. Infeksi Saluran Reproduksi
Infeksi virus TORCH dan virus lainnya berpengaruh besar pada
terjadinya blighted ovum. Infeksi virus tersebut menyebabkan viremia
pada ibu, sehingga bisa membahayakan pasenta. Sedangkan pada HSV
bisa terjadi penularan ascenden hingga pada membran plasenta sehingga
menyebabkan fetus terkena infeksi HSV.1
D. Imunologik
Pada blighted ovum terjadi peningkatan Hsc70, gp96 dan
reseptornya CD9, TLR4. Penyakit Lupus dan Atifosfolipid sindrom juga
meningkatkan fator risiko terjadinya BO. Antigen golongan I MHC
nonclassical truncated yang dikenal HLA-G yang dipaparkan dalam
sitotrofoblas manusia dan sel trofoblas JEG-3, tatapi kemaknaan HLA-G
masih spekulasi karena ia merupakan trofoblas yang unik dan ada hipotasis
yang mengatakan bahwa HLA-G penting untuk gestasi yang berhasil dan
respon terhadap HLA-G yang menyimpang akan mengakibatkan abortus.
Faktor-faktor imunologi terbagi dua, yaitu:1,6
1. Kelainan imunitas seluler
Endometrium dan desidua manusia penuh dengan sel-sel imun dan
inflamasi yang mampu mensekresi sitokin. Respon imun seluler T
helper 1 yang abnormal melibatkan sitokin interferon-γ (IFN- γ) dan
tumor nekrosis factor (TNF) merupakan hipotesis yang paling sering
dikemukakan untuk kegagalan imunologi reproduksi. Hipotesis ini
menyatakan bahwa konseptur merupakan target local dan respon cell
mediate imun yang akan menyebabkan abortus. Pada wanita-wanita
yang mengalami abortus, antigen trofoblas mengaktivasi makrofag
dan limfosit, mengakibatkan respon imun seluler oleh sitokin T helper
1, IFN- γ dan TNF yang ditunjukkan dengan menghambat
pertumbuhan embrio in vitro dan perkembangan serta fungsi dari
trofoblast. Kadar TNF dan interleukin 2 yang tinggi didapatkan di
serum perifer pada wanita-wanita yang mengalami abortus
dibandingkan dengan wanita hamil normal, tetapi mekanisme dari
hubungan ini belum dapat dijelaskan.6
2. Kelainan imunitas humoral
Lupus antikoagulan menyebabkan tes koagulasi yang bergantung
dengan phospholipid seperti activated partial thromboplastin time
(APTT) menjadi memanjang dan dan tetap demikian walaupun telah
ditambah dengan plasma yang normal. Anti kardiolipin IgG atau IgM
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan ELISA. Hasil pemeriksaan
yang positif sebaiknya diulangi kembali setelah beberapa minggu
untuk memastikan kebenaran hasil positif ini.1
Prevalensi dari antifosfolipid antibodi ini pada populasi antenatal
secara umum adalah sekitar 2% dibandingkan dengan ibu-ibu yang
mengalami keguguran berulang yaitu sekitar 15%. Tingkat
keberhasilan kehamilan pada keadaan yang tidak diobati ialah sekitar
10-15% dan keguguran berulang seringkali merupakan manifestasi
awal penyakit. Mekanisme untuk terjadinya keguguran akibat dari
antifosfolipid antibodi adalah peningkatan tromboksan dan penurunan
sintesis prostasiklin sehingga menimbulkan adesi platelet pada
pembuluh darah di plasenta.6
Keadaan immunologik lain yang mungkin juga menyebabkan
terjadinya keguguran ialah antibodi antisperma, antibodi antitrofoblas,
dan defisiensi blocking antibody. Namun keadaan ini masih belum
dapat dibuktikan.6
E. Faktor Lain
Faktor lain yang berhubungan dengan keguguran berulang termasuk
juga zat-zat racun pada lingkungan, terutama logam berat dan paparan yang
lama terhadap pelarut organik, obat-obatan seperti antiprogestogen, obat
antineoplasma, anestesi, nikotin dan alkohol, demikian juga radiasi. Aya
hidup seperti paparan asap rokok, penggunaan barang yang membuat
radiasi seperti komputer dan telefon juga berpengaruh dalam kejadian
blighted ovum.7

2.3 Patofisiologi
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.
Perkembangan kehamilan dimulai dengan tumbuhnya villi korionik pada
permukaan luar blastokist dan berimplantasi ke dinding rahim. Villi memproduksi
gonadotropin yang merangsang pituitary melepaskan lutenizing hormone (LH),
yang berperan memicu corpus luteum di ovarium membentuk progesterone dalam
jumlah banyak. Normalnya, pada tingkat ini, massa inner cell mulai membelah
dan berdiferensiasi menjadi organ-organ. Sekitar usia 6 minggu, fetus mulai
mengembangkan sirkulasinya, dan setelah 8 minggu villi chorialis mengatur
sirkulasi dan membentuk plasenta.
Namun pada blighted ovum, kantung amnion tidak berisi fetus yang
disebabkan berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat
berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun
demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. 5,8,9 Plasenta
menghasilkan hormon hCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini
akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai
pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon hCG
yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, dan
menyebabkan tes kehamilan menjadi positif.9
Ovum bertemu dengan sperma (fertilisasi)

3-5 hari terbentuk blastocyst dan berimplantasi di endometrium

Terbentuk HCG, progesteron, estrogen dan hormon lain

Tes kehamilan positif

UK 6 minggu gestasional sac terbentuk normal

- Kelainan kromosom Tidak ada pertumbuhan janin, yolk sac tidak terbentuk
- Kelainan pembelahan
sel
- Kelainan ovum dan
sperma
Blighted ovum

Gambar 2.1 Patofisiologi Pathway Blighted ovum 9

2.4 Gejala Klinis


Pada Blighted ovum wanita merasa hamil tetapi tidak ada bayi di dalam
kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga merasakan gejala-gejala
kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal kehamilan
(morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut, bahkan
saat dilakukan tes kehamilan baik planotest maupun laboratorium hasilnya pun
positif.
Gejala penderita dengan blighted ovum menyerupai keguguran pada
umumnya. Keluhan antara lain berupa keluar bercak darah akibat berkurangya
kadar hormon, dan keluhan kehamilan akan berkurang. Jika mulai terjadi proses
keguguran atau sirkulasi fetus dan villi korialis mulai tidak stabil, sekitar usia 10
minggu, dapat terjadi perdarahan intermiten atau kontinu, yang diikuti nyeri dan
abortus komplit. Pada pemeriksaan dengan inspekulo, ostium uteri bias tertutup
(yang didiagnosis dengan abortus imminens) atau terbuka (abortus inkomplit).9
Pada beberapa kasus, dapat terjadi resorpsi kehamilan kosong, sehingga
tanda-tanda hamil dapat menghilang dan akhirnya pada pemeriksaan, pasien
dianggap tidak hamil. Hal ini dapat membingungkan bagi penderita karena terjadi
perubahan dari kondisi hamil menjadi tidak hamil.8,9

2.5 Diagnosis
Blighted ovum dapat segera terdeteksi segera pada pemeriksaan
ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak tampaknya fetus. Pada usia 7 minggu
dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG dapat dilakukan transabdominal
maupun transvaginal, namun cara yang kedua lebih akurat pada usia kehamilan
yang sangat dini.8
Pada usia 8 dan 9 minggu, jika perhitungan HPHT tepat, detak jantung bayi
atau pulsasi sudah dapat terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak pada
pertengahan minggu ke 4, dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5.
Sehingga, embrio dapat terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada
pemeriksaan USG tranvaginal.

Gambar 2.2 Gambaran USG Blighted Ovum Dibandingkan dengan


Kehamilan Normal

Tidak ditemukan fetal pole, dengan kantung gestasi (ges sac) diameter lebih
dari 10 mm tanpa yolk sac, diameter 15 mm tanpa mudigah pada USG
transvaginal atau lebih dari 25 mm pada USG transabdominal. Sedangkan pada
gambar di sebelah kanan tampak gambaran hiperechoic berupa fetal pole di dalam
ges sac. Dikutip dari William’s Gynecology

Gambar 2.3 Blighted ovum pada uterus bicornu unicolis

Pemeriksaan kadar hormon pada kehamilan dapat juga membantu


pemeriksaan dimana beta-hCG dibentuk oleh plasenta. Normalnya, pada
pemeriksaan darah hormon ini dapat dideteksi pada hari 11 setelah konsepsi, dan
pada tes urin pada hari ke 12-14 hari. Produksi hormon ini akan menjadi 2 kali
lipat tiap 72 jam. Kadarnya akan mencapai jumlah tertinggi pada kehamilan usia
8-11 minggu lalu menurun. Jika penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih dini,
dapat dicurigai terjadinya blighted ovum.8
Pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan rutin apabila menemukan adanya
abortus dan blighted ovum ialah sebagai berikut. 2,4
 Periksa kariotipe kedua pasangan
 Lakukan histerosalfingografi atau apabila terdapat ahlinya lakukan
ultrasonografi transvaginal atau histeroskopi untuk melihat kelainan bentuk
uterus, panjang serviks, ataupun adanya adhesi intrauterus
 Pemeriksaan luteinizing hormone pada hari 3-6 siklus, pemeriksaan
Follicle Stimulating hormone serta testosteron untuk memeriks adanya
hipersekresi Luteinizing hormone atau adanya sindroma polikistik ovarium.
Selain itu ultrasonografi transvaginal juga berperan dalam menentukan adanya
polikistik ovarium selain untuk memeriksa kelainan pada uterus atau rongga
uterus.
 Pemeriksaan Glycosylated hemoglobin (HbA1c) apabila pasien diketahui
mengidap diabetes mellitus atau memiliki riwayat keluarga dengan diabetes
mellitus
 Penapisan antifosfolipid antibodi untuk Lupus antikoagulan, IgG dan IgM
anticardiolipin antibodi dan antinuclear faktor. Hal ini juga berarti
dilakukannya pemeriksaan VDRL dan APTT
 Uji fungsi tiroid, termasuk hormone stimulasi tiroid dan antibodi antitiroid
 Pemeriksaan platelet
 Pemeriksaan sperma
Hal-hal yang perlu diperiksa pada sediaan sperma antara lain volume, waktu
mencairnya, jumlah sel sperma per mililiter, gerakan sperma, PH, jumlah sel
darah putih dan kadar fruktosanya. Sebelum dilakukan pengambilan sampel
sperma (semen) harus melakukan abstinen/tidak mengeluarkan sperma/
ejakulasi 2-5 hari sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sperma dalam kondisi
paling baik.

Normal : minimal 2 mL - 6,5 mL per ejakulasi


Abnormal : Volume yang rendah atau bahkan yang berlebih
Volume
dapat menyebabkan masalah kesuburan
Normal : Kurang dari 60 menit
Waktu Abnormal: Masa mencair yang lama bisa merupakan tanda
mencair infeksi
Normal : 20–150 juta per mL
Jumlah Abnormal : Jumlah yang rendah kadang masih bisa
sperma menghasilkan keturunan secara normal.
Normal : Minimal 70% memiliki bentuk dan struktur
Bentuk normal.
Abnormal : Sperma yang abnormal bentuknya kurang dari
sperma
15 % disebut teratozoopsermia.
Gerakan Normal : Minimal 60% sperma bergerak maju ke depan
sperma atau minimal 8 juta sperma per-mL bergerak normal maju
ke depan.
Abnormal : Jika sebagian besar geraknya tidak normal akan
menyebabkan masalah fertilitas.
Normal : pH of 7.1–8.0
Abnormal : pH yang tinggi atau lebih rendah dapat
pH
mengganggu penetrasi
Normal : Tidak ada sel darah putih atau bakteri.
Sel darah Abnormal : Bakteri dan sel darah putih yg banyak
putih menunjukkan adanya infeksi.
Normal : 300 mg per 100 mL ejakulat
Abnormal :Tidak adanya fruktosa memperlihatkan tidak
Kadar fruktosa
adanya vesikula seminalis atau blokade pada organ ini.
Tabel 2.1. Komponen Analisis Sperma

Jika ditemukan jumlah sperma yang rendah atau tingginya abnormalitas, perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pengukuran kadar hormon: testosteron,
luteinizing hormone (LH), follicle-stimulating hormone (FSH), atau hormon
prolaktin. Juga dilakukan biopsi testis (zakar) dalam kondisi yang sangat
ekstrim (steril misalnya).

 Kultur serviks untuk mikoplasma, ureaplasma dan klamidia.

Pemeriksaan lain dilakukan setelah pemeriksaan rutin ini didapatkan penemuan


yang positif, yaitu :

A. Faktor Genetik
Bila ditemukan adanya tanda-tanda abnormalitas dari genetik maka perlu
dilakukan konsultasi terhadap ahli genetik. Perlu dilakukan konseling
terhadap pasangan karena pemeriksaan dari keadaan ini memerlukan biaya
yang besar, selain itu kemungkinan untuk terjadinya kehamilan yang
normal kecil.5
B. Abnormalitas Hormonal
Pemeriksaan bagi wanita tanpa adanya gejala atau riwayat diabetes
mellitus tidak perlu dilakukan. Pengendalian kadar gula darah yang
optimal sebelum kehamilan merupakan cara untuk keberhasilan
kehamilan. Pemeriksaan tiroid secara rutin juga belum dapat mendeteksi
gangguan fungsi tiroid. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan apabila telah
ditemukan adanya gejala gangguan tiroid.4
C. Infeksi Saluran Reproduksi
Mengenai penatalaksanaan infeksi saluran reproduksi ini tentu saja
disesuaikan dengan jenis organisme yang menginfeksi. Belum ditemukan
perlunya dilakukan imunisasi kecuali pada kasus penyakit rubella.5

D. Imunologi
Pemeriksaan anticardiolipin harus dilakukan pada semua wanita dengan
riwayat abortus berulang. Tanpa pengobatan hanya didapatkan 10-15%
kehamilan yang berhasil. Pengobatan dengan aspirin dosis rendah (75
mg/hari) atau heparin dosis rendah (5000-10000 unit tiap 12 jam) telah
dilakukan dan menunjukkan adanya perbaikan pada kehamilan baik itu
dipergunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi. Tetapi pemakaian
obat-obatan ini memiliki risiko. Heparin jangka panjang diketahui dapat
menyebabkan osteoporosis, dan aspirin dapat menimbulkan perdarahan
gastrointestinal.4,5

2.6 Tatalaksana dan Pencegahan


Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya
adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase
akan dianalisis untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu
mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga
kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat
dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.
Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan
beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi
rubella pada wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit
disembuhkan dulu, dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan
kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan
merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang
rutin dan membiasakan pola hidup sehat.
Penderita keguguran akan memiliki pertanyaan menyangkut risiko
berulangnya keguguran atau blighted ovum. Beberapa peneliti menyatakan
riwayat blighted ovum tidak memberikan risiko keguguran selanjutnya, dan
80-85% kehamilan selanjutnya pada berlangsung hingga aterm. Namun,
berbagai penelitian menggambarkan 25-50% wanita dengan riwayat
keguguran dapat mengalami keguguran ulang. Hal ini sangat berhubungan
dengan etiologi dari keguguran, sehingga deteksi penyebab dan
penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan.
Apabila, tindakan evakuasi dilakukan untuk mengeluarkan sisa hasil
konsepsi, penting untuk untuk diperiksa apakah terdapat kelainan pada
uterus seperti uterus bikornus, adanya septum uterus. Pada terhentinya
kehamilan pada trimester pertama, hasil konsepsi sebaiknya dikirim ke
bagian histologi untuk konfirmasi diagnosis dan untuk kariotiping. Pada
keguguran dimana fetus telah terbentuk maka kariotipe fetus harus
diperiksa dan pasangan tersebut disarankan agar bersedia dilakukan
pemeriksaan autopsi. Kemudian harus dilakukan follow up dan konseling
pada pasien.4
BAB III
KESIMPULAN

1. Blighted ovum adalah salah satu kehamilan patologi, di mana mudigah


tidak terbentuk sejak awal kehamilan namun kantung gestasi tetap
terbentuk.
2. Penyebab dari blighted ovum merupakan kelainan kromosom, kelainan
pembelahan sel dan kelainan ovum serta sperma. Serta dihubungkan
dengan permasalahan lain yang beragam atau gabungan berbagai factor.
3. Diagnosis BO ditegakkan dengan USG. Gambaran plasenta pada blighted
ovum adalah villi yang hipovaskular, fibrosis, trombosis, infark,
membrane yang sedikit vakulosinsitial.
4. Penting untuk didapatkan informasi mengenai keadaan pasien yang dapat
membantu dalam perawatan untuk kehamilan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Deutchman M, Tubay AT. First Trimester Bleeding. American Family


Phisician 2009; 79 (11).
2. Allison JL, Sherwood RS, Schust DJ. Management of first trisemester
pregnancy loss can be safely moved into the office. Department of Obstetric
and Gynecology university of Missouri. 2011;4(1):5-14.
3. Shekoohi S, Mojarrad M, Raoofian R, Amadzaeh S, Mirzale S Nazarabadi
MH. Chromosomal study couples with history of reccuren spontanous
abortions with diagnosed bighted ovum. Mashhad Universiy Iran. 2013. 2
(4)
4. Baghmani F, Mirzae s, Nazarabadi MH. Association between
heteromorphism of chromosom 9 an reccurent abortion (ultrasound
diagnosed blighted ovum): a case report. Iran J Reprod Med .2014; 12(5)
pp: 357-360.
5. Saifuddin BA. 2014. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono : Jakarta.
pp 574-579.
6. Lana GG, Gulic T, Laskarin G, Haller H Rukavina D. Presence of gp96 both
form of Hsp70 and their rcepors CD91 and TLR4 at maternal-fetal interface
of blighted ovum and missed abortio. Journal of Reproductive Immunology
.2014; 40–60.
7. Tan TC, Neo GH, Malhotra R, Allen JC, Lie D, Østbye T. Lifestyle Risk
Factors Associated with Threatened Miscarriage: A Case-Control Study.
JFIV Reprod Med Genet .2014. 2(2).
8. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. First trimester abortion. In: Williams Gynecology 22nd
ed. New York: McGraw-Hill; 2008:298-325.
9. Porter FT, Branch DW, Scott JR. Early pregnancy loss. In: Danforth’s
Obstetric and Gynecology 10th ed. New York. Lippincott Williams &
Wilkins; 2009:61-70.

Anda mungkin juga menyukai