BLIGHTED OVUM
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepanitraan Klinik Stase (KKS) Obstetri
Ginekologi
Rumah Sakit Haji Medan Sumatra Utara
Oleh :
A
Pembimbing :
dr. Yuliani M. Lubis, Sp. THT-KL
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas paper ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian
obstetri ginekologi Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “Blighted Ovum”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang penuh
ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing KKS dibagian obstetric ginekologi yaitu “dr. Yuliani M Lubis,
Sp.THT-KL” .
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan paper ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga
bermanfaat dalam penulisan paper selanjutnya. Semoga paper ini bermanfaat bagi
pembaca dan terutama bagi penulis.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
2.1 Definisi.......................................................................................................2
2.3 Patofisiologi...............................................................................................6
2.5 Diagnosis...................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Blighted ovum (kehamilan kosong) atau anembryonic pregnancy adalah
salah satu kehamilan patologi, di mana mudigah tidak terbentuk sejak awal
kehamilan namun kantung gestasi tetap terbentuk. Pada blighted ovum telur yang
dibuahi berhasil melekat pada dinding rahim, tetapi tidak berisi embrio, hanya
terbentuk plasenta dan kulit ketuban yang ditandai dengan adanya kantung
gestasi (gestation sac).5
Berikut ini adalah faktor risiko lain yang berpengaruh pada kejadian blighted
ovum:
A. Faktor Genetik
Kelainan pada kromosom merupakan penyebab paling besar
terjadinya abortus spontan, yaitu 50 %. Heteromorfisme pada kromosom
nomor 9 dihubungkan dengan kejadian blighted ovum, namun proses lebih
rinci masih belum dapat diketahui. Di antara kromosom manusia yang
lain kromosom nomer 9 memiliki frekuensi lebih tinggi terjadinya
heteromorfisme (pebedaan bentuk).3,4
Kelainan kromosom pada blighted ovum berhubungan dengan
inversi dari kromosom 9 dan translokasi kromosom. Kejadian
abnormalitas kromosom ini akan semakin meningkat jika melakukan
perkawinan yang ada hubungan darah.3
B. Kelainan Hormonal
Faktor–faktor endokrinologi yang berhubungan dengan abortus dan
blighted ovum termasuk insufisiensi fase luteal dengan atau tanpa kelainan
dimana luteinizing hormone (LH) hipersekresi, diabetes mellitus, dan
penyakit tiroid. Perkembangan pada kehamilan awal tergantung pada
produksi estrogen yang dihasilkan oleh korpus luteum sampai
kecukupannya terpenuhi diproduksi oleh perkembangan trofoblast, yang
terjadi pada usia kehamilan 7–9 minggu. Abortus spontan terjadi pada
kehamilan kurang dari 10 minggu jika korpus luteum gagal untuk
memproduksi progesteron yang cukup, adanya gangguan distribusi
progesteron ke uterus, atau bila pemakaian hormon progesteron pada
endometrium dan desidua terganggu. Keguguran juga dapat terjadi apabila
trofoblas tidak dapat menghasilkan progesteron yang seharusnya
menggantikan progesteron dari korpus luteum ketika korpus luteum
menghilang.2
Sekresi LH yang abnormal juga memiliki akibat langsung pada
perkembangan oosit, menyebabkan penuaan yang prematur, dan pada
endometrium menyebabkan maturasi yang tidak sinkron. Di pihak lain,
sekresi luteinizing hormone yang abnormal dapat menimbulkan keguguran
secara tidak langsung dengan cara meningkatkan kadar hormon
testosteron. Keadaan gangguan sekresi luteinizing hormone biasanya
berhubungan dengan adanya polikistik ovarium.4
Mekanisme yang mungkin menyebabkan terjadinya keguguran
pada penderita diabetes mellitus ialah gangguan aliran darah pada uterus
terutama sekali pada kasus-kasus dengan diabetes mellitus tahap lanjut. 4
Hipotiroid merupakan gangguan endokrin lain yang dihubungkan
dengan adanya abortus berulang, terutama sekali sebagai akibat disfungsi
korpus luteum dan ovulasi yang sering menyertai penyakit tiroid.
Antitiroid antibodi juga dihubungkan dengan abortus berulang. Karena
pada awal kehamilan tubuh membutuhkan kadar hormon tiroid yang lebih
tinggi, adanya antitiroid antibodi dapat menjadi suatu petanda bagi
seseorang untuk terjadi peningkatan risiko terjadinya abnormalitas tiroid
yang dapat berakhir pada keguguran. Kelainan-kelainan regulasi hormonal
tersebut juga mampu menyebabkan kegagalan perkembangan atau
pembentukan janin.2,4
C. Infeksi Saluran Reproduksi
Infeksi virus TORCH dan virus lainnya berpengaruh besar pada
terjadinya blighted ovum. Infeksi virus tersebut menyebabkan viremia
pada ibu, sehingga bisa membahayakan pasenta. Sedangkan pada HSV
bisa terjadi penularan ascenden hingga pada membran plasenta sehingga
menyebabkan fetus terkena infeksi HSV.1
D. Imunologik
Pada blighted ovum terjadi peningkatan Hsc70, gp96 dan
reseptornya CD9, TLR4. Penyakit Lupus dan Atifosfolipid sindrom juga
meningkatkan fator risiko terjadinya BO. Antigen golongan I MHC
nonclassical truncated yang dikenal HLA-G yang dipaparkan dalam
sitotrofoblas manusia dan sel trofoblas JEG-3, tatapi kemaknaan HLA-G
masih spekulasi karena ia merupakan trofoblas yang unik dan ada hipotasis
yang mengatakan bahwa HLA-G penting untuk gestasi yang berhasil dan
respon terhadap HLA-G yang menyimpang akan mengakibatkan abortus.
Faktor-faktor imunologi terbagi dua, yaitu:1,6
1. Kelainan imunitas seluler
Endometrium dan desidua manusia penuh dengan sel-sel imun dan
inflamasi yang mampu mensekresi sitokin. Respon imun seluler T
helper 1 yang abnormal melibatkan sitokin interferon-γ (IFN- γ) dan
tumor nekrosis factor (TNF) merupakan hipotesis yang paling sering
dikemukakan untuk kegagalan imunologi reproduksi. Hipotesis ini
menyatakan bahwa konseptur merupakan target local dan respon cell
mediate imun yang akan menyebabkan abortus. Pada wanita-wanita
yang mengalami abortus, antigen trofoblas mengaktivasi makrofag
dan limfosit, mengakibatkan respon imun seluler oleh sitokin T helper
1, IFN- γ dan TNF yang ditunjukkan dengan menghambat
pertumbuhan embrio in vitro dan perkembangan serta fungsi dari
trofoblast. Kadar TNF dan interleukin 2 yang tinggi didapatkan di
serum perifer pada wanita-wanita yang mengalami abortus
dibandingkan dengan wanita hamil normal, tetapi mekanisme dari
hubungan ini belum dapat dijelaskan.6
2. Kelainan imunitas humoral
Lupus antikoagulan menyebabkan tes koagulasi yang bergantung
dengan phospholipid seperti activated partial thromboplastin time
(APTT) menjadi memanjang dan dan tetap demikian walaupun telah
ditambah dengan plasma yang normal. Anti kardiolipin IgG atau IgM
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan ELISA. Hasil pemeriksaan
yang positif sebaiknya diulangi kembali setelah beberapa minggu
untuk memastikan kebenaran hasil positif ini.1
Prevalensi dari antifosfolipid antibodi ini pada populasi antenatal
secara umum adalah sekitar 2% dibandingkan dengan ibu-ibu yang
mengalami keguguran berulang yaitu sekitar 15%. Tingkat
keberhasilan kehamilan pada keadaan yang tidak diobati ialah sekitar
10-15% dan keguguran berulang seringkali merupakan manifestasi
awal penyakit. Mekanisme untuk terjadinya keguguran akibat dari
antifosfolipid antibodi adalah peningkatan tromboksan dan penurunan
sintesis prostasiklin sehingga menimbulkan adesi platelet pada
pembuluh darah di plasenta.6
Keadaan immunologik lain yang mungkin juga menyebabkan
terjadinya keguguran ialah antibodi antisperma, antibodi antitrofoblas,
dan defisiensi blocking antibody. Namun keadaan ini masih belum
dapat dibuktikan.6
E. Faktor Lain
Faktor lain yang berhubungan dengan keguguran berulang termasuk
juga zat-zat racun pada lingkungan, terutama logam berat dan paparan yang
lama terhadap pelarut organik, obat-obatan seperti antiprogestogen, obat
antineoplasma, anestesi, nikotin dan alkohol, demikian juga radiasi. Aya
hidup seperti paparan asap rokok, penggunaan barang yang membuat
radiasi seperti komputer dan telefon juga berpengaruh dalam kejadian
blighted ovum.7
2.3 Patofisiologi
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.
Perkembangan kehamilan dimulai dengan tumbuhnya villi korionik pada
permukaan luar blastokist dan berimplantasi ke dinding rahim. Villi memproduksi
gonadotropin yang merangsang pituitary melepaskan lutenizing hormone (LH),
yang berperan memicu corpus luteum di ovarium membentuk progesterone dalam
jumlah banyak. Normalnya, pada tingkat ini, massa inner cell mulai membelah
dan berdiferensiasi menjadi organ-organ. Sekitar usia 6 minggu, fetus mulai
mengembangkan sirkulasinya, dan setelah 8 minggu villi chorialis mengatur
sirkulasi dan membentuk plasenta.
Namun pada blighted ovum, kantung amnion tidak berisi fetus yang
disebabkan berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat
berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun
demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. 5,8,9 Plasenta
menghasilkan hormon hCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini
akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai
pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon hCG
yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, dan
menyebabkan tes kehamilan menjadi positif.9
Ovum bertemu dengan sperma (fertilisasi)
- Kelainan kromosom Tidak ada pertumbuhan janin, yolk sac tidak terbentuk
- Kelainan pembelahan
sel
- Kelainan ovum dan
sperma
Blighted ovum
2.5 Diagnosis
Blighted ovum dapat segera terdeteksi segera pada pemeriksaan
ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak tampaknya fetus. Pada usia 7 minggu
dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG dapat dilakukan transabdominal
maupun transvaginal, namun cara yang kedua lebih akurat pada usia kehamilan
yang sangat dini.8
Pada usia 8 dan 9 minggu, jika perhitungan HPHT tepat, detak jantung bayi
atau pulsasi sudah dapat terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak pada
pertengahan minggu ke 4, dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5.
Sehingga, embrio dapat terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada
pemeriksaan USG tranvaginal.
Tidak ditemukan fetal pole, dengan kantung gestasi (ges sac) diameter lebih
dari 10 mm tanpa yolk sac, diameter 15 mm tanpa mudigah pada USG
transvaginal atau lebih dari 25 mm pada USG transabdominal. Sedangkan pada
gambar di sebelah kanan tampak gambaran hiperechoic berupa fetal pole di dalam
ges sac. Dikutip dari William’s Gynecology
Jika ditemukan jumlah sperma yang rendah atau tingginya abnormalitas, perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pengukuran kadar hormon: testosteron,
luteinizing hormone (LH), follicle-stimulating hormone (FSH), atau hormon
prolaktin. Juga dilakukan biopsi testis (zakar) dalam kondisi yang sangat
ekstrim (steril misalnya).
A. Faktor Genetik
Bila ditemukan adanya tanda-tanda abnormalitas dari genetik maka perlu
dilakukan konsultasi terhadap ahli genetik. Perlu dilakukan konseling
terhadap pasangan karena pemeriksaan dari keadaan ini memerlukan biaya
yang besar, selain itu kemungkinan untuk terjadinya kehamilan yang
normal kecil.5
B. Abnormalitas Hormonal
Pemeriksaan bagi wanita tanpa adanya gejala atau riwayat diabetes
mellitus tidak perlu dilakukan. Pengendalian kadar gula darah yang
optimal sebelum kehamilan merupakan cara untuk keberhasilan
kehamilan. Pemeriksaan tiroid secara rutin juga belum dapat mendeteksi
gangguan fungsi tiroid. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan apabila telah
ditemukan adanya gejala gangguan tiroid.4
C. Infeksi Saluran Reproduksi
Mengenai penatalaksanaan infeksi saluran reproduksi ini tentu saja
disesuaikan dengan jenis organisme yang menginfeksi. Belum ditemukan
perlunya dilakukan imunisasi kecuali pada kasus penyakit rubella.5
D. Imunologi
Pemeriksaan anticardiolipin harus dilakukan pada semua wanita dengan
riwayat abortus berulang. Tanpa pengobatan hanya didapatkan 10-15%
kehamilan yang berhasil. Pengobatan dengan aspirin dosis rendah (75
mg/hari) atau heparin dosis rendah (5000-10000 unit tiap 12 jam) telah
dilakukan dan menunjukkan adanya perbaikan pada kehamilan baik itu
dipergunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi. Tetapi pemakaian
obat-obatan ini memiliki risiko. Heparin jangka panjang diketahui dapat
menyebabkan osteoporosis, dan aspirin dapat menimbulkan perdarahan
gastrointestinal.4,5