Dosen Pembimbing :
dr. Bambang Herwindu , SpM
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan
membantu saya, sehingga referat yang berjudul “Uveitis Anterior” dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Referat yang berjudul “Uveitis Anterior” disusun untuk melengkapi tugas dan
merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir di kepaniteraan klinik Ilmu
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing saya
di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di RSUD Tarakan yaitu dr. Werlinson Tobing SpM, dr.
Bambang Herwindu SpM, dr. Aida SpM yang telah membimbing saya dalam melaksanakan
kepaniteraan ini dan dalam penyusunan referat ini, dan rekan-rekan Co-Ass yang turut
membantu, memberikan semangat dan dukungan moral selama kepaniteraan klinik ini. Ucapan
terima kasih juuga saya ucapkan kepada kedua orang tua saya dan teman-teman saya yang telah
memberikan saya dukungan moral dan materi dalam menyusun referat ini.
Saya pun menyadari, di dalam referat ini tentu masih memiliki kekurangan, oleh karena
itu, saya sebagai penyusun referat ini memohon saran dan kritikannya. Semoga referat ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Terima kasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Uveitis adalah imflamasi di uvea yaitu iris, badan siliar dan koroid yang dapat
menimbulkan kebutaan. Di negara maju, 10% kebutaan pada populasi usia produktif
adalah akibat uveitis.1 Uveitis dapat disebabkan oleh kelainan di mata saja atau
merupakan bagian dari kelainan sistemik, trauma. Iatrogenic dan infeksi, namun
sebanyak 20-3-% kasus uveitis adalah idiopatik. Secara anatomi, uveitis dibagi menjadi
menjadi uveitis anterior, intermediet, posterior, dan panuveitis.2
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan kabur, mata
merah tanpa sekret purulen dan pupil kecil atau irreguler. Insiden uveitis di Amerika
Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan
perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.3,4,5
Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga
menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus.
Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan
penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik
dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang, dan penanganan yang
tepat.5
I.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memberikan gambaran definisi,
klasifikasi, etiologi, insidensi, pathogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, diagnosis, serta
penatalaksaan uveitis anterior.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI & FISIOLOGI
Uvea terdiri dari : iris, badan siliar (Corpus Siliaria) dan koroid. Bagian ini adalah lapisan
vascular tengah dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke
retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior.
2.1.3. Koroid
Koroid merupakan bagian paling belakang dari jaringan uvea dan merupakan lapisan antara
retina dan sklera. Fungsinya sebagai pemasok nutrisi kepada lapisan luar retina. Lapisan koroid
terdiri dari :
1. Suprakoroid, mengandung sel-sel pigmen jaringan elastis dan kolagen.
2. Lapisan vaskular, mengandung pembuluh darah besar dan kecil dengan sel-sel pigmen
yang terdapat dalam stroma di sekitar pembuluh darah.
3. Koroid kapiler, terdiri dari pembuluh-pembuluh kapiler yang teratur.
4. Membran brunch, merupakan pelindung yang teratur yang menyuplai makanan melalui
bagian dasar retina.
Uveitis anterior akut umunya terjadi di satu mata namun pada kasus kronik dapat
melibatkan dua mata. Uveitis anterior akut dapat disebabkan oleh trauma, pasca-operasi dan reaksi
hipersensitivitas. Frekuensi uveitis anterior kronik lebih jarang dan umunya asimtomatik namun
dapat menimbulkan komplikasi seperti katarak dan glaucoma. Uveitis anterior pada anak
meningkatkan komplikasi strabismus, keratopati, katarak, edema macular dan glaucoma yang
mengganggu penglihatan serta memicu amblyopia sehingga perlu di terapi secara agresif.2
Secara etiologinya, uveitis bisa dikelompokan menjadi uveitis endogen dan eksogen.
Uveitis endogen terjadi akibat infeksi mikoorganisme atau agen lain dari pasien sendiri.
Contohnya adalah kasus ekstraksi gigi yang mengalami karies tanpa premedikasi. Gigi
berlubang merupakan tempat berkumpulnya bakteria. Itulah alas an mengapa setelah dicabut
giginya, pasien diberi antibiotika untuk mencegah infeksi yang dapat timbul pasca pencabutan
gigi. Pencabutan gigi telah membuka jalan lebar-lebar bagi bakteri untuk masuk keperedaran
darah (lewat luka). Padahal seperti halnya ginjal, sirkulasi darah di daerah uvea sangat deras.
Sel-sel endotel pembuluh darah disini berupa tight junction, sehingga bakteri sering
terperangkap disini dan menjadi infeksi.8
Secara patologis, uveitis dapat pula dibedakan berdasarkan reaksi jaringan, menjadi uveitis
granulomatosa dan non-granulomatosa. Uveitis granulomatosa menunjukan reaksi sel yang
dominan berupa serbukan limfosit dan makrofag, namun reaksi vascular minimal, tanpa nyeri,
tanpa hyperemia, maupun lakrimasi.
Uveitis nongranulomatosa menunjukan reaksi vascular yang dominan dengan nyeri injeksi
silier, hyperemia dan lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar, serta fotofobia. Akkibat
permeabilitas pembuluh darah naik maka terjadi transudasi ke KOA sehingga penderita
merasa penglihatannya kabur. Secara anatomis, uveitis dapat dibagi menjadi : anterior,
posterior, intermediet dan panuveitis.8
2.2.4 Klasifikasi
Secara anatomis uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermedia, posterior, panuveitis.
Uveitis anterior disebut juga irits jika inflamasi mengenai bagian iris dan iridosiklitis jika inflamasi
mengenai iris dan bagian anterior badan silier. Uveitis intermedia jika peradangan mengenai
bagian posterior badan silier dan perifer retina. Uveitis posterior jika peradangan mengenai uvea
di belakang vitreous. Panuveitis merupakan uveitis anterio,intrwemedia dan posterior yang
bersamaan. Urutan uveitis dari yang paling sering adalah uveitis anterior, posterior, panuveitis dan
intermedia. Secara klinis, uveitis dibedakan menjadi uveitis akut dan kronik. Uveitis akut terjadi
apabila awitan gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung 6 minggu atau kurang. Uveitis kronik
adalah apabila perjalanan penyakit terjadi dalam hitungan bulan atau tahun dan biasanya kronik
lebih sering terjadi dibanding akut.9
Gejala uveitis anterior pada umunya ringan sedang dan dapat sembuh sendiri, namun pada
uveitis berat, tajam penglihatan dapat menurun. Gejala klinis dapat berupa mata merah, nyeri,
fotofobia dan penurunan tajam oenglihatan. Uveitis anterior menyebabkan spasme otot siliar dan
sfingter pupil yang menimbulkan nyeri tumpul/berdenyut serta fotofobia. Jika disertai nyeri hebat,
perlu dicurigai peningkatan tekanan bola mata. Spasme sfingter pupil mengakibatkan miosis dan
memicu sinekia posterior. Penurunan tajam penglihatan terutama akibat kekeruhan cairan akuos
dan edema kornea walaupun uveitis tidak selalu menyebabkan edemea kornea.10
Tanda uveitis anterior akut adalah injeksi siliar akibat vasodilatasi arteri siliaris. Posterior
longus dan arteri siliaris anterior yang memperdarahai iris serta badan siliar. Di bilik mata depan
terdapat pelepasan sel radang, pengeluaran protein dan endapan sel radang di endotel kornea.
Prespitat keratik halus umumnya akibat inflamasi nongranulomatosa dan prespitat keratik kasar
berhubungan dengan inflamasi granulomatosa.10
Uveitis dapat disebabkan oleh peradangan uvea, merupakan bagian dari penyakit sistemik,
perluasan peradangan di korea dan sklera, serta trauma walaupun sebagian idiopatik. Diagnosis
klinis mudah ditegakan tetapi diagnosis pasti berdasarkan etiologi merupakan tantangan bagi
dokter spesialis mata sehingga penatalaksanaan uveitis yang cepat dan tepat untuk mencegah
kebutaan juga sulit.
Anamnesis dan pemeriksaan mata bernilai tinggi dalam menentukan diagnosis klinis kelainan
mata. Diagnosis ditegakan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik mata. Beberapa contoh
pemeriksaan fisik mata yang umum dilakukan adalah :
a. Slit Lamp
Digunakan untuk menilai segmen anterior karena dapat memperlihatkan injeksi
siliar dan episklera, skleritis, edema kornea, presipitat serta kekeruhan lensa. Pemeriksaan
oftalmoskop indirek ditujukan untuk menilai kelainan di segmen posterior seperti vitritis,
retinitis, perdarahan retina, koroiditis dan kelainan papil nervus optic.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Bermanfaat pada kelainan sistemik misalnya darah perifer lengkap, laju endap darah,
serologi, urinalisis dan antinuclear antibody. Pemeriksaan laboratorium tidak bermanfaat pada
kondisi tertentu misalnya uveitis ringan dan trauma. Untuk mendiagnosis infeksi virus dapat
dilakukan pemeriksaan PCR, kultur dan tes serologi. Sensitivitas serologi akan meningkat bila
disertai pemeriksaan koefisien goldmannwitmer yaitu membandingkan konsentrasi hasil
pemeriksaan cairan akuos dengan serologi darah.
d. USG B-Scan
Sangat membantu memeriksa segmen posterior mata pada kejadian media keruh
misalnya pada katarak dan vitritis. USG B-Scan dapat membedakan ablasio retinae eksudatif
dengan regmentosa serta membedakan uveitis akibat neoplasma atau abses. USG ini dapat
menilai penebalan koroid seperti pada sindrom VKH dan menilai pelebaran ruang tenon yang
sangat khas pada skleritis posterior.
2.2.9 Penatalaksanaan
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Uveitis anterior adalah peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plikata),
kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea, dan sklera. Peradangan
pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang
disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis
anterior.
Uveitis anterior terbagi atas granulomatosa dan non-granulomatosa, dan bentuk yang
umum terjadi adalah uveitis non-granulomatosa. Etiologi uveitis anterior terbagi atas faktor
eksogen, endogen, imunodefisiensi, dan idiopatik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA