Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

STASE ILMU KESEHATAN MATA


UVEITIS ANTERIOR

Dosen Pembimbing :
dr. Bambang Herwindu , SpM

Maria Aprilla Weking


10.2019.018

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


PERIODE 25 NOVEMBER – 28 DESEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UKRIDA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan
membantu saya, sehingga referat yang berjudul “Uveitis Anterior” dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.

Referat yang berjudul “Uveitis Anterior” disusun untuk melengkapi tugas dan
merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir di kepaniteraan klinik Ilmu

Kesehatan Jiwa di RSUD Tarakan Jakarta.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing saya
di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di RSUD Tarakan yaitu dr. Werlinson Tobing SpM, dr.
Bambang Herwindu SpM, dr. Aida SpM yang telah membimbing saya dalam melaksanakan
kepaniteraan ini dan dalam penyusunan referat ini, dan rekan-rekan Co-Ass yang turut
membantu, memberikan semangat dan dukungan moral selama kepaniteraan klinik ini. Ucapan
terima kasih juuga saya ucapkan kepada kedua orang tua saya dan teman-teman saya yang telah
memberikan saya dukungan moral dan materi dalam menyusun referat ini.

Saya pun menyadari, di dalam referat ini tentu masih memiliki kekurangan, oleh karena
itu, saya sebagai penyusun referat ini memohon saran dan kritikannya. Semoga referat ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Terima kasih.

Jakarta, Desember 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Uveitis adalah imflamasi di uvea yaitu iris, badan siliar dan koroid yang dapat
menimbulkan kebutaan. Di negara maju, 10% kebutaan pada populasi usia produktif
adalah akibat uveitis.1 Uveitis dapat disebabkan oleh kelainan di mata saja atau
merupakan bagian dari kelainan sistemik, trauma. Iatrogenic dan infeksi, namun
sebanyak 20-3-% kasus uveitis adalah idiopatik. Secara anatomi, uveitis dibagi menjadi
menjadi uveitis anterior, intermediet, posterior, dan panuveitis.2
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan kabur, mata
merah tanpa sekret purulen dan pupil kecil atau irreguler. Insiden uveitis di Amerika
Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan
perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.3,4,5
Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga
menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus.
Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan
penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik
dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang, dan penanganan yang
tepat.5

I.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memberikan gambaran definisi,
klasifikasi, etiologi, insidensi, pathogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, diagnosis, serta
penatalaksaan uveitis anterior.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI & FISIOLOGI
Uvea terdiri dari : iris, badan siliar (Corpus Siliaria) dan koroid. Bagian ini adalah lapisan
vascular tengah dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke
retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior.

Gambar 1 : Anatomi Mata


2.1.1 Iris
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang membagi
bola mata menjadi 2 segmen, yaitu sgemen anterior dan segmen posterior, di tengah-tengahnya
berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (kamera okuli anterior) dan bilik
mata posterior (kamera okuli posterior). Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomotis
masuknya sinar ke dalam bola mata.
Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukan-lekukan
di permukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta. Di dalam stroma terdapat sel-
sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah, dan saraf.
Di permukaan anterior ditutup oleh endotel kecuali pada kripta, dimana pembuluh darah
dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di kamera okuli anterior, yang
memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke kamera okuli anterior dan sebaliknya.
Di bagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen
retina, warna iris tergantung sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang
banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.
Di dalam iris terdapat sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler,
letaknya di dalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis, N. III. Selain itu juga
terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil,
letaknya di bagian posterior stroma dan diurus saraf simpatis.
Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan
endotel yang tidak berlubang. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervi siliaris.

2.1.2. Badan Siliar


Badan siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu : pars korona,
yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars plana, yang posterior tidak bergerigi
panjangnya kira-kira 4mm. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk aquous humor. Badan
siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma di daerah ini
merupakan keadaan yang gawat.
Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris.
Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung pigmen,
sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung pigmen. Di dalam badan siliaris
terdapat 3 macam otot siliar yang berjalan radier, sirkuler, dan longitudinal. Dari processus ciliaris
keluar serat-serat Zonula Zinii yang merupakan penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk
akomodasi. Kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari
kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan
dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah
baliknya mengalirkan darah ke V. Vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis
jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi epitel.

2.1.3. Koroid
Koroid merupakan bagian paling belakang dari jaringan uvea dan merupakan lapisan antara
retina dan sklera. Fungsinya sebagai pemasok nutrisi kepada lapisan luar retina. Lapisan koroid
terdiri dari :
1. Suprakoroid, mengandung sel-sel pigmen jaringan elastis dan kolagen.
2. Lapisan vaskular, mengandung pembuluh darah besar dan kecil dengan sel-sel pigmen
yang terdapat dalam stroma di sekitar pembuluh darah.
3. Koroid kapiler, terdiri dari pembuluh-pembuluh kapiler yang teratur.
4. Membran brunch, merupakan pelindung yang teratur yang menyuplai makanan melalui
bagian dasar retina.

2.2 Uveitis Anterior


2.2.1 Definisi
Uveitis anterior adalah inflamasi di iris dan badan siliar. Inflamasi meliputi iris dan badan
siliar maka disebut iridosiklitis.6 Uveitis anterior dapat terjadi akibat kelainan sistemik seperti
spondiloartropati, artritis idiopatik juvenile, sindrom uveitis fuchs, colitis ulseratif, penyakit chron,
penyakit whipple, tubulointersitial nephritis and uveitis.infeksi yang sering menyebabkan uveitis
anterior adalah virus herpes simpleks, virus varisela zoster, tuberculosis dan sifilis.7

Uveitis anterior akut umunya terjadi di satu mata namun pada kasus kronik dapat
melibatkan dua mata. Uveitis anterior akut dapat disebabkan oleh trauma, pasca-operasi dan reaksi
hipersensitivitas. Frekuensi uveitis anterior kronik lebih jarang dan umunya asimtomatik namun
dapat menimbulkan komplikasi seperti katarak dan glaucoma. Uveitis anterior pada anak
meningkatkan komplikasi strabismus, keratopati, katarak, edema macular dan glaucoma yang
mengganggu penglihatan serta memicu amblyopia sehingga perlu di terapi secara agresif.2

Gambar 2. Uveitis anterior


2.2.2. Epidemiologi
Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di Negara berkembang. Di dunia
diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per tahun, atau 38.000 kasus baru
per tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sekitar 75%
merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait.
Uveitis bisa terjadi pada umur di bawah 16 tahun sampai umur 40 tahun. Pada beberapa negara
seperti Amerika Serikat, Israel, India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada
dekade 30- 40 tahun
Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua
umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada
laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis
nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik
idiopatik dan toksoplasmosis.
Uveitis dapat terjadi pada usia berapapun, namun umumnya terjadi pada usia dewasa muda
dan anak. Uveitis biasanya bilateral. 8-15% kasus uveitis ialah uveitis intermedia.

2.2.3 Etiologi dan Patologi Uveitis

Secara etiologinya, uveitis bisa dikelompokan menjadi uveitis endogen dan eksogen.
Uveitis endogen terjadi akibat infeksi mikoorganisme atau agen lain dari pasien sendiri.
Contohnya adalah kasus ekstraksi gigi yang mengalami karies tanpa premedikasi. Gigi
berlubang merupakan tempat berkumpulnya bakteria. Itulah alas an mengapa setelah dicabut
giginya, pasien diberi antibiotika untuk mencegah infeksi yang dapat timbul pasca pencabutan
gigi. Pencabutan gigi telah membuka jalan lebar-lebar bagi bakteri untuk masuk keperedaran
darah (lewat luka). Padahal seperti halnya ginjal, sirkulasi darah di daerah uvea sangat deras.
Sel-sel endotel pembuluh darah disini berupa tight junction, sehingga bakteri sering
terperangkap disini dan menjadi infeksi.8
Secara patologis, uveitis dapat pula dibedakan berdasarkan reaksi jaringan, menjadi uveitis
granulomatosa dan non-granulomatosa. Uveitis granulomatosa menunjukan reaksi sel yang
dominan berupa serbukan limfosit dan makrofag, namun reaksi vascular minimal, tanpa nyeri,
tanpa hyperemia, maupun lakrimasi.
Uveitis nongranulomatosa menunjukan reaksi vascular yang dominan dengan nyeri injeksi
silier, hyperemia dan lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar, serta fotofobia. Akkibat
permeabilitas pembuluh darah naik maka terjadi transudasi ke KOA sehingga penderita
merasa penglihatannya kabur. Secara anatomis, uveitis dapat dibagi menjadi : anterior,
posterior, intermediet dan panuveitis.8

2.2.4 Klasifikasi

Secara anatomis uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermedia, posterior, panuveitis.
Uveitis anterior disebut juga irits jika inflamasi mengenai bagian iris dan iridosiklitis jika inflamasi
mengenai iris dan bagian anterior badan silier. Uveitis intermedia jika peradangan mengenai
bagian posterior badan silier dan perifer retina. Uveitis posterior jika peradangan mengenai uvea
di belakang vitreous. Panuveitis merupakan uveitis anterio,intrwemedia dan posterior yang
bersamaan. Urutan uveitis dari yang paling sering adalah uveitis anterior, posterior, panuveitis dan
intermedia. Secara klinis, uveitis dibedakan menjadi uveitis akut dan kronik. Uveitis akut terjadi
apabila awitan gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung 6 minggu atau kurang. Uveitis kronik
adalah apabila perjalanan penyakit terjadi dalam hitungan bulan atau tahun dan biasanya kronik
lebih sering terjadi dibanding akut.9

Gambar 3 . Pembagian Uveitis berdasarkan Anatomi


Non granulomatosa Granulomatosa

Onset Akut Tersembunyi

Nyeri Nyata Tidak ada atau


ringan

Fotofobia Nyata Ringan

Penglihatan Kabur Sedang Nyata

Merah Nyata Ringan


sirkumkorneal
Keratic precipitate Putih halus Kelabu besar
(“mutton fat)

Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur


(bervariasi)

Sinekia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang

Nodul iris Tidak ada Kadang-kadang

Lokasi Uvea anterior Uvea anterior,


posterior, atau difus

Perjalanan penyakit Akut Kronik

Kekambuhan Sering Kadang-kadang

2.2.5 Gejala Klinis Uveitis Anterior

Gejala uveitis anterior pada umunya ringan sedang dan dapat sembuh sendiri, namun pada
uveitis berat, tajam penglihatan dapat menurun. Gejala klinis dapat berupa mata merah, nyeri,
fotofobia dan penurunan tajam oenglihatan. Uveitis anterior menyebabkan spasme otot siliar dan
sfingter pupil yang menimbulkan nyeri tumpul/berdenyut serta fotofobia. Jika disertai nyeri hebat,
perlu dicurigai peningkatan tekanan bola mata. Spasme sfingter pupil mengakibatkan miosis dan
memicu sinekia posterior. Penurunan tajam penglihatan terutama akibat kekeruhan cairan akuos
dan edema kornea walaupun uveitis tidak selalu menyebabkan edemea kornea.10

Tanda uveitis anterior akut adalah injeksi siliar akibat vasodilatasi arteri siliaris. Posterior
longus dan arteri siliaris anterior yang memperdarahai iris serta badan siliar. Di bilik mata depan
terdapat pelepasan sel radang, pengeluaran protein dan endapan sel radang di endotel kornea.
Prespitat keratik halus umumnya akibat inflamasi nongranulomatosa dan prespitat keratik kasar
berhubungan dengan inflamasi granulomatosa.10

2.2.6 Diagnosis Uveitis

Uveitis dapat disebabkan oleh peradangan uvea, merupakan bagian dari penyakit sistemik,
perluasan peradangan di korea dan sklera, serta trauma walaupun sebagian idiopatik. Diagnosis
klinis mudah ditegakan tetapi diagnosis pasti berdasarkan etiologi merupakan tantangan bagi
dokter spesialis mata sehingga penatalaksanaan uveitis yang cepat dan tepat untuk mencegah
kebutaan juga sulit.

2.2.7 Pemeriksaan Fisik pada Uveitis

Anamnesis dan pemeriksaan mata bernilai tinggi dalam menentukan diagnosis klinis kelainan
mata. Diagnosis ditegakan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik mata. Beberapa contoh
pemeriksaan fisik mata yang umum dilakukan adalah :

a. Slit Lamp
Digunakan untuk menilai segmen anterior karena dapat memperlihatkan injeksi
siliar dan episklera, skleritis, edema kornea, presipitat serta kekeruhan lensa. Pemeriksaan
oftalmoskop indirek ditujukan untuk menilai kelainan di segmen posterior seperti vitritis,
retinitis, perdarahan retina, koroiditis dan kelainan papil nervus optic.
b. Pemeriksaan Laboratorium

Bermanfaat pada kelainan sistemik misalnya darah perifer lengkap, laju endap darah,
serologi, urinalisis dan antinuclear antibody. Pemeriksaan laboratorium tidak bermanfaat pada
kondisi tertentu misalnya uveitis ringan dan trauma. Untuk mendiagnosis infeksi virus dapat
dilakukan pemeriksaan PCR, kultur dan tes serologi. Sensitivitas serologi akan meningkat bila
disertai pemeriksaan koefisien goldmannwitmer yaitu membandingkan konsentrasi hasil
pemeriksaan cairan akuos dengan serologi darah.

c. Optical Coherence Tomography (OCT)

Merupakan pemeriksaan non-invasif yang dapat memperlihatkan edema macula,


membrane epiretinal dan sindrom traksi vitreomakula. Saat ini telah dikembangkan high-
definition spectral-domain OCT yang memberikan resolusi lebih tinggi dan waktu lebih
singkat dibandingkan time-domain OCT. spectral-domain OCT bermanfaat pada uveitis
dengan media keruh.

d. USG B-Scan

Sangat membantu memeriksa segmen posterior mata pada kejadian media keruh
misalnya pada katarak dan vitritis. USG B-Scan dapat membedakan ablasio retinae eksudatif
dengan regmentosa serta membedakan uveitis akibat neoplasma atau abses. USG ini dapat
menilai penebalan koroid seperti pada sindrom VKH dan menilai pelebaran ruang tenon yang
sangat khas pada skleritis posterior.

2.2.8 Diagnosis Banding

Diagnosa banding dari uveitis dapat berupa konjungtivitis, keratitis atau


keratokonjungtivitis, glaukoma akut. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil
normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris.
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan
fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster biasanya juga
dapat menyertai uveitis anterior. Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia
posterior.

2.2.9 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau


mempebaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi pengllihatan tidak dapat
lagi dipuilihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya
penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.
Tujuan terapi uveitis anterior adalah mencegah sinekia posterior, mengurangi keparahan
(severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi uveitis, mencegah kerusakan pembuluh darah
iris yang dapat mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi
perburukan diagnosis) dan meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik,
mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder, dan tidak melakukan tindakan
yang dapat menyakiti atau merugikan pasien
1. Untuk uveitis anterior non-granulomatosa
a) Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa sakit
b) Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia
c) Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior. Atropine digunakan sebagai
pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian setelah reda, dilanjutkan dengan kerja singkat seperti
siklopentolat atau homatropin
d) Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti radang dan menurunkan TIO. Tetes
steroid local yang paling aman adalah Fluorometalon dengan pemberian kurang dari 1 bulan dan
membutuhkan pengawasan
e) Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari yang tinggi dan
kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Steroid dapat juga diberikan subkonjungtiva dan
peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka lama dapat menimbulkan katarak, glaukoma dan
midriasis pada pupil.
f) Sikoplegik spesifik diberikan dengan waktu 2 minggu untuk mengatasi penglihatan. Namun,
dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama sampai tidak ada sinekia posterior. Sikloplegik
dapat meminimalisir pengeluaran sel-sel radang dengan mengistirahatkan badan siliar yang sedang
meradang.

2. Untuk uveitis anterior granulomatosa


Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya. Atropin 2% diberikan sebagai dilator
pupil bila segmen anterior terkena.
2.2.10 Prognosis
Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala dan
cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi bergantung dimana letak eksudat dan
dapat menyebabkan atrofi. Apabila mengenai daerah macula dapat menyebabkan gangguan
penglihatan yang serius.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Uveitis anterior adalah peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plikata),
kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea, dan sklera. Peradangan
pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang
disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis
anterior.

Uveitis anterior terbagi atas granulomatosa dan non-granulomatosa, dan bentuk yang
umum terjadi adalah uveitis non-granulomatosa. Etiologi uveitis anterior terbagi atas faktor
eksogen, endogen, imunodefisiensi, dan idiopatik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan laboratorium.

Tatalaksana utama adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan


mata. Komplikasi uveitis anterior yang tersering adalah glaukoma dan katarak.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Miserocchi E, Fogliato G, Bandello F, dkk. Review on the worldwide epidemiology of


uveitis.2013
2. Kanski J, Bowling B. Clinical Opthalmology: a systematic approach. Edisi ke 8.
Australia : Elsevier, 2016
3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam: Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 155-160
4. Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London: Butterworth
Heinemann
5. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com
6. Islam N. Uveitis anterior akut. BMJ Clin Evid. 2010
7. Archarya NR, Tam VM, Esterberg E, Borkar DS, dkk. Incidence and prevalence of
uveitis. JAMA Ophtalmol. 2013
8. Dahl AA. 2015. Uveitis, Anterior, Nongranulomatous. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1209595-overview
9. Suharjo , Asfani S, Harsini T. focus infeksi gigi, sinusitis paranasalis dan tuberculosis
paru sebagai factor resiko uveitis anterior di RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.
10. Agrawal RV, Murthy S, Sangwan V, current approach in diagnosis and management of
anterior uveitis. Indian J Ophtalmol. 2010
11. Major JC, Wykoff CC, Mariani AF, dkk. Comparision of spectral domain and time-
domain optical coherence tomography in the detection of neovascular age-related
macular degeneration activity retina. 2014

Anda mungkin juga menyukai