Abstrak
Review kali ini menekankan hubungan antara kanker payudara, reseptor
estrogen dan ligan, khususnya peran sentral reseptor estrogen, yang pada
satu sisi memediasi transkripsi gen imbas-hormon dan di sisi lain
memediasi kerja anti-estrogen terhadap kanker payudara. Karakterisasi
domain pengikatan-ligan reseptor estrogen bersama dengan agonis atau
antoganis-nya menjadi sebuah basis molekuler untuk mendapatkan
pengetahuan tentang regulasi reseptor estrogen, sehingga dapat
menjelaskan mekanisme terapi hormon dalam mengobati kanker
payudara.
PENDAHULUAN
Penemuan reseptor estrogen (ER) dan penentuan struktur
kristal
kompleks-kompleks
domain
pengikatan-ligan
ER-ligan
telah
bisa dilakukan
maturasi,
metabolisme,
proliferasi,
homeostasis,
dan
diferensiasi,
apoptosis,
fungsi
serta
otak
inflamasi,
mempengaruhi
Karena keterlibatannya
banyak
manfaat
dibanding
estrogen
sintetik
dan
pada
agonis,
gabungan
agonis-antagonis,
dan
antagonis
murni.
perkembangan
banyak
kanker
payudara,
maka
salah
satu
klasik yang pertama, yaitu tamoxifen (TAM) (lihat Gambar 1). Akan tetapi,
tamoxifen sekarang dikategorikan ulang sebagai modulator reseptor
estrogen selektif tipikal (SERM). Tamoxifen sebagian besar bersifat
inhibitori dan berfungsi sebagai antagonis estrogen pada sel-sel kanker
payudara, tetapi juga berfungsi sebagai agonis pada beberapa jaringan
termasuk tulang, uterus, liver, dan sistem kardiovaskuler. Aktivitas
tamoxifen yang mirip estrogen sangat penting bagi para wanita yang
sedang mengonsumsi anti-estrogen terhadap kanker payudara. Efek-efek
stimulatorinya terhadap uterus dan liver bisa mendasari meningkatnya
insidensi hiperplasia endometrila yang mungkin mengarah pada kanker,
serta perubahan fungsi liver. Efek agonis dari tamoxifen pada sel-sel
tulang dan pada sistem kardiovaskuler meningkatkan pemeliharaan
tulang, melindungi profil lipid-darah yang baik, dan mengurangi risiko
masalah koroner. Karena selektifitasinya ini, maka sampai sekarang,
tamoxifen telah digunakan sebagai terapi standar dalam terapi hormon
adjuvan pada kanker payudara.
Akan tetapi, hasil-hasil terbaru dari beberapa trial internasional
skala besar telah menunjukkan bahwa inhibitor-inhibitor aromatase
memiliki hasil yang lebih baik dibanding tamoxifen pada wanita postmenopausal yang mengalami kanker payudara stadium awal, yakni ketika
kanker masih positif ER, positif progesteron, atau positif keduanya. Jadi, di
masa mendatang, ada kemungkinan inhibitor aromatase akan menjadi
standar perawatan baru untuk wanita post-menopausal yang mengalami
kanker payudara positif reseptor hormon invasif, baik pada stadium awal
maupun stadium lanjut.
SERM tipikal lainnya adalah raloxifen (RAL), yang telah terbukti
berfungsi sebagai antagonis pada kanker payudara dan uterus, disamping
berfungsi sebagai estrogen pada sistem kardiovaskuler dan tulang.
Raloxifen (RAL) dibuat pada awalnya sebagai anti-estrogen untuk kanker
payudara di akhir 1980an, tetapi kemudian obat ini ditemukan dapat
mempertahankan densitas tulang, mencegah kanker payudara pada
hewan pengerat, dan menghambat pertumbuhan kanker endometrial yang
distimulasi oleh tamoxifen, sehingga dikembangkan untuk osteoporosis,
yang mana sekarang ini sudah menjadi obat yang disetujui untuk
pengobatan osteoporosis. RAL adalah inhibitor sel kanker payudara
biakan, dan secara in vivo, ia memiliki aktivitas antitumor. Seperti
tamoxifen, RAL mengurangi kolesterol total tetapi tidak meningkatkan
kolesterol lipoprotein densitas-tinggi, sebuah karakteristik yang bisa
mengurangi efek kardioprotektif.
Lebih lanjut, telah ditemukan bahwa RAL memiliki potensi dalam
pengobatan iskemia miokardial. Obat ini mampu merelaksasi arteri
koroner hewan secara in vitro akibat aktivasi jalur MAPK. Aktivasi MAPK
P38 telah terbukti bertanggung jawab terhadap perlindungan-jantung
selama pra-kondisi iskemik.
Antagonis
Beberapa golongan anti-estrogen murni, yang tidak memiliki efek
agonis estrogen, telah dikembangkan untuk pengobatan kanker payudara.
Anti-estrogen murni, seperti ICI 164 384, ICI 182 780 (fulvestrant, Gbr. 1),
dan RU 54 876, bisa lebih efektif dibanding tamoxifen dalam mengobati
kanker payudara responsif-hormon, tetapi tidak efektif dalam mencegah
penyusutan massa tulang dan bisa memiliki efek merugikan terhadap
sistem kardiovaskuler. Dengan demikian, anti-estrogen murni, seperti
fulvestrant, direkomendasikan untuk terapi kanker payudara setelah terapi
tamoxifen tidak berhasil.
Efek-efek biologis dari estrogen dan anti-estrogen kebanyakan
diperantarai melalui ER (reseptor estrogen), yang bekerja sebagai faktor
transkripsi teraktivasi-hormon.
RESEPTOR ESTROGEN
Penemuan reseptor estrogen
Reseptor estrogen (ER) adalah faktor transkripsi teraktivasi-ligan
yang masuk ke dalam superfamili reseptor nuklear dan bekerja sebagai
spesies dimerik. Pada awal tahun 1960an, Jensen dan Jacobsen pertama
kali menunjukkan bahwa sebuah protein spesifik bertanggung jawab atas
konsentrasi kadar fisiologis E2 pada jaringan target. Protein ini sekarang
dikenal sebagai ER. Jensen dan rekan-rekannya menerjemahkan ilmu
dasar ini menjadi aplikasi klinis dengan mengusulkan sebuah tes prediktif,
uji ER, untuk menentukan pasien mana yang akan merespon terhadap
ablasi endokrin. Kemudian diketahui bahwa pasien yang mengalami tumor
positif ER merespon terhadap terapi endokrin, sementara pasien yang
negatif-ER kecil kemungkinan merespon terhadap terapi endokrin.
dengan 530 residu asam amino berbobot molekul 59 kDa dan terletak
pada kromosom 14.
Seperti halnya reseptor nuklear yang lain, ER memiliki struktur
multi-domain yang terdiri dari enam area fungsional, mulai dari domain Nterminal A/B sampai domain F C-terminal, yang menunjukkan berbagai
derajat konservasi sekuensi (Gbr. 3).
Area A/B gabungan yang tidak terkonservasi dengan baik
mengandung fungsi transaktivasi otonom AF-1. Pada area ini, tidak ada
struktur sekunder jelas yang bisa diidentifikasi dan tidak ada data
struktural yang telah diperoleh sampai sekarang. Bagian-bagian yang
sudah sedikit ketahui diantaranya adalah area C terkonservasi tinggi yang
menampung domain pengikatan DNA (DBD) dan area E terkonservasi
yang mengandung domain pengikatan ligan (LBD) serta fungsi transaktivasi AF-2. Domain D bisa dianggap sebagai peptida penghubung
antara DBD dan LBD, sementara domain F, yang merupakan area
ekstensi C-terminal dari LBD, tidak terkonservasi. ER dan ER memiliki
tingkat kesamaan identitas sekuensi keseluruhan (47%). DBD dari ER
dan ER menunjukkan derajat homologi yang tinggi (97%; hanya tiga
asam amino yang berbeda), tetapi LBD hanya memiliki tingkat kesamaan
(homologi) sebesar 47%.
DBD dari kedua isoform ER tersebut memiliki elemen respon yang
sama. Struktur DBD tersedia hanya untuk ER. Topologi DBD reseptor
estrogen ditandai dengan dua motif zinc finger dengan delapan sistein
yang membentuk koordinasi tetrahedral dari kedua ion zink (Gbr. 4). Zinc
finger ini adalah komponen esensial dari ER karena fungsi pengikatan
DNA nya yang non0fungible. Sekuensi zinc finger pertama memiliki
kondisi netral hingga sedikit asam, yang mana menentukan spesifitas
pengikatan ke elemen respon estrogen (ERE), sementara struktur zinc
finger yang kedua memiliki muatan positif dan mengatur kontak-kontak
DNA non-spesifik serta dimerisasi kedua molekul DBD. Struktur heliks dari
P-box
(E, G, A) dan
asam amino
hilir menghasilkan
kontak
10
tertata dalam struktur sandwich tiga-lapis dengan H4, H5, H6, H8, dan H9
yang terapit pada satu sisi oleh H1 dan H3, dan pada sisi lain oleh H7,
H10, dan H11. Poket ligan tertutup setelah pengikatan hormon pada satu
sisi oleh helai- dan pada sisi lain oleh H12, yang diketahui terlibat
langsung dalam fungsi transaktivasi AF-2 melalui kajian mutagenesis,
dimana beberapa konformasi agonis atau antagonis telah dibuktikan.
AF-1 yang terletak dalam area A/B memediasi sebuah potensial
aktivasi konstitutif dan bertanggung jawab untuk aktivasi transkripsional
spesifik-promoter tanpa tergantung pada keberadaan sebuah ligan. Selain
itu, AF-1 dianggap bertanggung jawab untuk aktivitas agonis parsial
tamoksifen pada sel-sel yang mengekspresikan ER. AF-2 yang melekat
pada domain E menghasilkan aktivasi spesifik-ligan. AF-1 dan AF-2
memiliki karakteristik otonom pada daerahnya masing-masing dan juga
sinergis satu sama lain pada kebanyakan kasus.
Transkripsi reseptor estrogen
Reseptor
estrogen
(ER)
adalah
sebuah
faktor
transkripsi
E2.
Eksperimen-eksperimen
pengikatan
ligan
telah
11
melibatkan
disosiasi
dari
chaperon
protein,
perubahan
merekrut
koregulator-koregulator
yang
menstimulasi
transkripsi gen.
Pada keadaan non-aktif, ER ada sebagai heterokompleks yang
terdiri dari protein kejut-panas (heat-shock protein) (HSP90) dan protein
pengikat FK imunoglobulin 52 (FKBP52). HSP90 terikat langsung ke LBD
ER untuk membentuk sebuah kompleks yang kurang stabil, yang
distabilkan oleh FKBP52 melalui pengikatan langsung ke HSP90 dan
interaksi elektrostatik dengan sinyal lokalisasi nuklear (NLS) yang terdapat
pada ujung C-terminal dari DBD ER. Peran HSP90 dan chaperon lain bisa
jadi adalah mempertahankan reseptor-reseptor yang terlipat dalam
sebuah konformasi yang sesuai untuk merespon secara cepat ke sinyalsinyal hormonal. Kompleks ER yang non-aktif ini terus berputar diantar
anukleus dan sitoplasma dengan lokalisasi nuklear dan sekuens eksport
nuklear.
12
dengan
aktivasi
mRNA
ER
transkripsional
dependen-E2
konformasi
13
ditempati
oleh
faktor-faktor
14
transaktivasinya
masing-masing.
yang
diperlukan
untuk
aktivitas
ER
merupakan
histon
15
melawan
ko-aktivator,
ko-represor
secara
negatif
16
17
estrogen
ke
reseptor
estrogen
(ER)
akan
18
berfungsi
sebagai
faktor
transkripsi.
Anti-estrogen
murni
seperti
19
Selian itu, penyelidikan lebih lanjut terhadap anlog-anlog SERM dan antiestrogen murni fulvestrant, sedang dikembangkan.
LIGAN RESEPTOR-ESTROGEN
Ligan-ligan reseptor estrogen (ER) bisa dikategorikan menjadi tiga
golongan farmakologis, yaitu: estrogen, SERM, dan anti-estrogen murni.
SERM seperti tamoxifen dan RAL, anti-estrogen murni seperti fulvestrant
dan hormon-hormon steroid lainnya telah banyak diteliti dan dilaporkan.
Dengan demikian, kita akan membatasi bagian ini beberapa estrogen
potensial baru yang bisa juga dikembangkan menjadi SERM atau antiestrogen murni melalui introduksi gugus aktif yang sesuai ke posisi yang
tepat.
Klasifikasi Estrogen
Berdasarkan
mekanisme
pengikatan
ke
ER,
estrogen
20
21
terhadap
COX-2
sebagai
sebuah
protein
COX-2
target
molekuler
untuk
pencegahan kanker.
Peningkatan
kadar
telah
ditemukan
secara
bisa
menjadi
model
eksperimental
yang
bermanfaat
untuk
22
mencerminkan
adanya
hubungan
sebab-akibat,
karena
signaling
23
24
sintesis estrogen. Metode ini menjadi semakin penting pada terapi hormon
adjuvan untuk mengobati kanker payudara.
25