Anda di halaman 1dari 25

Kanker Payudara, Reseptor Estrogen dan Ligan

Abstrak
Review kali ini menekankan hubungan antara kanker payudara, reseptor
estrogen dan ligan, khususnya peran sentral reseptor estrogen, yang pada
satu sisi memediasi transkripsi gen imbas-hormon dan di sisi lain
memediasi kerja anti-estrogen terhadap kanker payudara. Karakterisasi
domain pengikatan-ligan reseptor estrogen bersama dengan agonis atau
antoganis-nya menjadi sebuah basis molekuler untuk mendapatkan
pengetahuan tentang regulasi reseptor estrogen, sehingga dapat
menjelaskan mekanisme terapi hormon dalam mengobati kanker
payudara.

PENDAHULUAN
Penemuan reseptor estrogen (ER) dan penentuan struktur
kristal

kompleks-kompleks

domain

pengikatan-ligan

ER-ligan

telah

menjadi perkembangan yang paling bernilai di bidang ER dalam satu


dekade terakhir dan sangat mempermudah penyelidikan tentang kerja
hormon melalui ER. Dengan demikian, banyak informasi baru yang telah
dicapai dan beberapa pengetahuan sebelumnya perlu dijelaskan kembali
dengan cara yang baru; ada informasi yang terkait dengan topik ini.
Tujuan review kali ini adalah untuk merangkum secara sistematis hasilhasil yang paling penting dalam sebuah paper sesingkat mungkin.
Meskipun demikian, membaca review akan menghemat banyak waktu dan
seseorang bisa dengan mudah mengkaji capaian-capaian penelitian yang
signifikan ini tanpa harus membaca semua artikel terkait.
KANKER PAYUDARA DAN ESTROGEN

Kanker payudara adalah kanker yang paling sering didiagnosa


pada wanita. Di Jerman dan negara-negara maju lainnya, kanker
payudara baru terjadi pada setiap 1 diantara 10 wanita selama perjalanan
hidupnya. Kanker payudara bertanggung jawab atas 27,8% dari semua
kasus kanker baru di kalangan wanita. Diperkirakan bahwa ada 57.230
kasus kanker payudara baru setiap tahun. Walaupun sangat jarang, pria
juga bisa mengalami kanker payudara. Kanker payudara sering
bergantung hormon. Dengan kata lain, hormon menstimulasi sel-sel
kanker untuk tumbuh. Sebaliknya, ini berarti bahwa pertumbuhan sel
kanker bisa dihambat oleh hormon aktif berlawanan atau yang disebut
anti-hormon. Dengan demikian, sebuah terapi hormon

bisa dilakukan

sebagai terapi adjuvan pada kanker payudara serta pada kasus


metastase. Sekarang ini, terapi bedah, radioterapi, kemoterapi, dan terapi
hormon telah menjadi kombinasi umum yang harus dikoordinasikan untuk
terapi setiap individu.
Hormon seks perempuan alami dependen berarti sebagian besar
estrogen, 17-estradiol (E2), yang memegang peran signifikan dalam
memediasi

maturasi,

metabolisme,

proliferasi,

homeostasis,

dan

diferensiasi,

apoptosis,

fungsi

serta

otak

inflamasi,

mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan kanker payudara. Aktivitas biologis E2


pada jaringan sensitif-hormon diregulasi secara aktif oleh interkonversi
oleh 17-hidroksi-steroid dehidrogease antara E2 dan hormon yang
kurang aktif, estron (Skema 1).

Karena keterlibatannya

yang banyak dan signifikansi yang

signifikan, maka defisiensi E2 pada wanita sehat bisa terkait dengan


peningkatan risiko berbagai penyakit. Sebaliknya, eksistensi normal E2
pada wanita yang mengalami kanker payudara positif-hormon bisa
memperburuk penyakit. Pada semua kasus ini, terapi hormon bisa
digunakan, efektif, dan praktis. Untuk defisiensi E2, terapi penggantian
hormon berarti harus ada suplementasi ekstra dengan estrogen alami
eksogen yang mencakup estradiol, estron dan estriol serta estrogen
sintetik yang telah digunakan selama bertahun-tahun dengan meniru
estrogen alami yang memiliki karakteristik serupa, tetapi bukan substansi
biologis yang sama seperti yang ada dalam tubuh kita mulai dari lahir.
Secara teori, terapi defisiensi hormon dengan estrogen alami akan
memiliki

banyak

manfaat

dibanding

estrogen

sintetik

dan

pada

kenyataannya banyak pasien sekarang ini yang menggunakan estrogen


alami untuk suplementasi hormon. Misalnya, E2 digunakan khususnya
pada wanita post-menopause yang memiliki penurunan konsentrasi
hormon ovarium untuk mencegah dan mengobati penyakit kardiovaskuler,
mengurangi kadar kolesterol lipoprotein dan mengurangi tekanan darah,
mencegah penyusutan massa tulang spinal, menghambat penuaan kulit,
dan memperbaiki kontrol glikemik pada pasien-pasien penderita diabetes
melitus noninsulin-dependen. Akan tetapi, untuk kanker payudara, terapi
hormon berarti bahwa estrogen sintetik, khususnya anti-estrogen,
digunakan untuk menghambat aktivitas fisiologis E2, yang mana jika tidak

akan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan kanker payudara,


dan juga untuk mengontrol dan mengobati penyakit.
AGONIS DAN ANTAGONIS ESTROGEN
Pada setting klinis, estrogen dan anti-estrogen luar digunakan
untuk terapi penggantian hormon dan sebagai agen antikanker. Estrogen
dan anti-estrogen bisa dikategorikan menjadi tiga golongan farmakologis,
yaitu:

agonis,

gabungan

agonis-antagonis,

dan

antagonis

murni.

Gabungan agonis-antagonis juga disebut sebagai modulator reseptor


estrogen selektif (SERM), karena agonis selektif-strukturnya atau aktivitas
antagonisnya.
Agonis
Selain estrogen alami E2 dan estron yang disebutkan di atas, ada
banyak jenis estrogen lain, seperti dietilstilbestrol DES (lihat Gbr. 1). DES,
yang merupakan estrogen sintetik, pernah diyakini akan merevolusi terapi
estrogen dan digunakan untuk terapi kanker payudara dan prostat dengan
dosis tinggi sebagai terapi endokrin standar sebelum ditemukannya antiestrogen.
Modulator reseptor estrogen selektif
Karena estrogen diketahui memegang peran dalam pertumbuhan
dan

perkembangan

banyak

kanker

payudara,

maka

salah

satu

pendekatan logis untuk terapi kanker payudara yang sensitif estrogen


adalah penggunaan anti-estrogen yang menghambat fungsi estrogen
pada sel-sel kanker payudara. Olehnya itu dikembangkan antiestrogen

klasik yang pertama, yaitu tamoxifen (TAM) (lihat Gambar 1). Akan tetapi,
tamoxifen sekarang dikategorikan ulang sebagai modulator reseptor
estrogen selektif tipikal (SERM). Tamoxifen sebagian besar bersifat
inhibitori dan berfungsi sebagai antagonis estrogen pada sel-sel kanker
payudara, tetapi juga berfungsi sebagai agonis pada beberapa jaringan
termasuk tulang, uterus, liver, dan sistem kardiovaskuler. Aktivitas
tamoxifen yang mirip estrogen sangat penting bagi para wanita yang
sedang mengonsumsi anti-estrogen terhadap kanker payudara. Efek-efek
stimulatorinya terhadap uterus dan liver bisa mendasari meningkatnya
insidensi hiperplasia endometrila yang mungkin mengarah pada kanker,
serta perubahan fungsi liver. Efek agonis dari tamoxifen pada sel-sel
tulang dan pada sistem kardiovaskuler meningkatkan pemeliharaan
tulang, melindungi profil lipid-darah yang baik, dan mengurangi risiko
masalah koroner. Karena selektifitasinya ini, maka sampai sekarang,
tamoxifen telah digunakan sebagai terapi standar dalam terapi hormon
adjuvan pada kanker payudara.
Akan tetapi, hasil-hasil terbaru dari beberapa trial internasional
skala besar telah menunjukkan bahwa inhibitor-inhibitor aromatase
memiliki hasil yang lebih baik dibanding tamoxifen pada wanita postmenopausal yang mengalami kanker payudara stadium awal, yakni ketika
kanker masih positif ER, positif progesteron, atau positif keduanya. Jadi, di
masa mendatang, ada kemungkinan inhibitor aromatase akan menjadi
standar perawatan baru untuk wanita post-menopausal yang mengalami

kanker payudara positif reseptor hormon invasif, baik pada stadium awal
maupun stadium lanjut.
SERM tipikal lainnya adalah raloxifen (RAL), yang telah terbukti
berfungsi sebagai antagonis pada kanker payudara dan uterus, disamping
berfungsi sebagai estrogen pada sistem kardiovaskuler dan tulang.
Raloxifen (RAL) dibuat pada awalnya sebagai anti-estrogen untuk kanker
payudara di akhir 1980an, tetapi kemudian obat ini ditemukan dapat
mempertahankan densitas tulang, mencegah kanker payudara pada
hewan pengerat, dan menghambat pertumbuhan kanker endometrial yang
distimulasi oleh tamoxifen, sehingga dikembangkan untuk osteoporosis,
yang mana sekarang ini sudah menjadi obat yang disetujui untuk
pengobatan osteoporosis. RAL adalah inhibitor sel kanker payudara
biakan, dan secara in vivo, ia memiliki aktivitas antitumor. Seperti
tamoxifen, RAL mengurangi kolesterol total tetapi tidak meningkatkan
kolesterol lipoprotein densitas-tinggi, sebuah karakteristik yang bisa
mengurangi efek kardioprotektif.
Lebih lanjut, telah ditemukan bahwa RAL memiliki potensi dalam
pengobatan iskemia miokardial. Obat ini mampu merelaksasi arteri
koroner hewan secara in vitro akibat aktivasi jalur MAPK. Aktivasi MAPK
P38 telah terbukti bertanggung jawab terhadap perlindungan-jantung
selama pra-kondisi iskemik.
Antagonis
Beberapa golongan anti-estrogen murni, yang tidak memiliki efek
agonis estrogen, telah dikembangkan untuk pengobatan kanker payudara.

Anti-estrogen murni, seperti ICI 164 384, ICI 182 780 (fulvestrant, Gbr. 1),
dan RU 54 876, bisa lebih efektif dibanding tamoxifen dalam mengobati
kanker payudara responsif-hormon, tetapi tidak efektif dalam mencegah
penyusutan massa tulang dan bisa memiliki efek merugikan terhadap
sistem kardiovaskuler. Dengan demikian, anti-estrogen murni, seperti
fulvestrant, direkomendasikan untuk terapi kanker payudara setelah terapi
tamoxifen tidak berhasil.
Efek-efek biologis dari estrogen dan anti-estrogen kebanyakan
diperantarai melalui ER (reseptor estrogen), yang bekerja sebagai faktor
transkripsi teraktivasi-hormon.
RESEPTOR ESTROGEN
Penemuan reseptor estrogen
Reseptor estrogen (ER) adalah faktor transkripsi teraktivasi-ligan
yang masuk ke dalam superfamili reseptor nuklear dan bekerja sebagai
spesies dimerik. Pada awal tahun 1960an, Jensen dan Jacobsen pertama
kali menunjukkan bahwa sebuah protein spesifik bertanggung jawab atas
konsentrasi kadar fisiologis E2 pada jaringan target. Protein ini sekarang
dikenal sebagai ER. Jensen dan rekan-rekannya menerjemahkan ilmu
dasar ini menjadi aplikasi klinis dengan mengusulkan sebuah tes prediktif,
uji ER, untuk menentukan pasien mana yang akan merespon terhadap
ablasi endokrin. Kemudian diketahui bahwa pasien yang mengalami tumor
positif ER merespon terhadap terapi endokrin, sementara pasien yang
negatif-ER kecil kemungkinan merespon terhadap terapi endokrin.

Sudah lama diasumsikan bahwa hanya satu ER manusia (heR),


yang dikloning dan disekuensi pada tahun 1986 dari sel kanker payudara
manusia MCF-7. Tetapi sepuluh tahun kemudian, sebuah reseptor kedua
berhasil dikloning dari library cDNA prostat tikus pada awalnya, lalu
kemudian ER manusia (heR) diidentifikasi dan dikarakterisasi.
Kedua reseptor ini diekspresikan berdampingan pada banyak
jaringan, termasuk sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, saluran
urogenital, payudara, dan tulang (Gbr. 2). Dalam uterus dan kelenjar
mammari, ER adalah reseptor estrogen penting dan jauh lebih sering
diekspresikan dibanding ER. Selain itu, ER juga terdapat dalam hati,
sementara dalam saluran gastro-intestinal hanya terdapat ER.
ER dan ER keduanya diregulasi oleh estrogen endogen E2.
Modulasi ER terlibat dalam pembentukan dan regulasi kesehatan
reproduksi, kardiovaskuler, dan tulang, selain mengontrol berbagai aspek
fungsi kognitif. Selain itu, aktivitas ER yang berlebihan telah dikaitkan
dengan pembentukan dan proliferasi karsinoma uterin dan payudara
tertentu.
Struktur reseptor estrogen
ER dan ER adalah dua produk gen terpisah. Protein hER terdiri
dari 596 asam amino dengan berat molekul 66 kDa dan terletak pada
kromosom 6, sementara sekuensi hER mengkodekan sebuah protein

dengan 530 residu asam amino berbobot molekul 59 kDa dan terletak
pada kromosom 14.
Seperti halnya reseptor nuklear yang lain, ER memiliki struktur
multi-domain yang terdiri dari enam area fungsional, mulai dari domain Nterminal A/B sampai domain F C-terminal, yang menunjukkan berbagai
derajat konservasi sekuensi (Gbr. 3).
Area A/B gabungan yang tidak terkonservasi dengan baik
mengandung fungsi transaktivasi otonom AF-1. Pada area ini, tidak ada
struktur sekunder jelas yang bisa diidentifikasi dan tidak ada data
struktural yang telah diperoleh sampai sekarang. Bagian-bagian yang
sudah sedikit ketahui diantaranya adalah area C terkonservasi tinggi yang
menampung domain pengikatan DNA (DBD) dan area E terkonservasi
yang mengandung domain pengikatan ligan (LBD) serta fungsi transaktivasi AF-2. Domain D bisa dianggap sebagai peptida penghubung
antara DBD dan LBD, sementara domain F, yang merupakan area
ekstensi C-terminal dari LBD, tidak terkonservasi. ER dan ER memiliki
tingkat kesamaan identitas sekuensi keseluruhan (47%). DBD dari ER
dan ER menunjukkan derajat homologi yang tinggi (97%; hanya tiga
asam amino yang berbeda), tetapi LBD hanya memiliki tingkat kesamaan
(homologi) sebesar 47%.
DBD dari kedua isoform ER tersebut memiliki elemen respon yang
sama. Struktur DBD tersedia hanya untuk ER. Topologi DBD reseptor
estrogen ditandai dengan dua motif zinc finger dengan delapan sistein

yang membentuk koordinasi tetrahedral dari kedua ion zink (Gbr. 4). Zinc
finger ini adalah komponen esensial dari ER karena fungsi pengikatan
DNA nya yang non0fungible. Sekuensi zinc finger pertama memiliki
kondisi netral hingga sedikit asam, yang mana menentukan spesifitas
pengikatan ke elemen respon estrogen (ERE), sementara struktur zinc
finger yang kedua memiliki muatan positif dan mengatur kontak-kontak
DNA non-spesifik serta dimerisasi kedua molekul DBD. Struktur heliks dari
P-box

(E, G, A) dan

asam amino

hilir menghasilkan

kontak

deoksinukleotida penting dan terpasang tepat ke alur utama heliks DNA.


Aasam-asam amino pada P-box bertanggung jawab untuk pengenalan
dan diskriminasi basa, sementara residu-residu yang berpartisipasi pada
D-box (P, A, T, N, dan Q) telah terbukti terlibat dalam interfase dimerisasi.
LBD adalah domain globular yang memiliki tempat pengikatan
(ligan) hormon, sebuah interfase dimerisasi, dan dan memiliki fungsi
interaksi koaktivator dan korepresor. Meskipun dengan identitas sekuensi
yang rendah pada LBD superfamili reseptor nuklear, namun strukturstruktur tiga-dimensi dari LBD cukup mirip. Struktur kristal yang pertama
kali dilaporkan untuk reseptor steroid adalah struktur LBD ER dalam
kompleks dengan E2 (Gbr. 5) dan RAl (Gbr. 10). Selain itu, struktur kristal
LBD ER ditandai dengan genistein (Gbr. 5C) dan RAL. LBD ER tertata
dengan lipatan sandwich a-heliks antparalel yang pertama kali
dilaporkan untuk LBD apolipoprotein RXR manusia. LBD ER yang
berligan (Gbr. 5A dan Gbr. 9) mengandung 11 -heliks (H1, H3-H12) yang

10

tertata dalam struktur sandwich tiga-lapis dengan H4, H5, H6, H8, dan H9
yang terapit pada satu sisi oleh H1 dan H3, dan pada sisi lain oleh H7,
H10, dan H11. Poket ligan tertutup setelah pengikatan hormon pada satu
sisi oleh helai- dan pada sisi lain oleh H12, yang diketahui terlibat
langsung dalam fungsi transaktivasi AF-2 melalui kajian mutagenesis,
dimana beberapa konformasi agonis atau antagonis telah dibuktikan.
AF-1 yang terletak dalam area A/B memediasi sebuah potensial
aktivasi konstitutif dan bertanggung jawab untuk aktivasi transkripsional
spesifik-promoter tanpa tergantung pada keberadaan sebuah ligan. Selain
itu, AF-1 dianggap bertanggung jawab untuk aktivitas agonis parsial
tamoksifen pada sel-sel yang mengekspresikan ER. AF-2 yang melekat
pada domain E menghasilkan aktivasi spesifik-ligan. AF-1 dan AF-2
memiliki karakteristik otonom pada daerahnya masing-masing dan juga
sinergis satu sama lain pada kebanyakan kasus.
Transkripsi reseptor estrogen
Reseptor

estrogen

(ER)

adalah

sebuah

faktor

transkripsi

teraktivasi-ligan. ER dan ER keduanya menstimulasi transkripsi sebuah


gen responsif-ER yang mengandung sebuah ERE dengan cara yang
bergantung

E2.

Eksperimen-eksperimen

pengikatan

ligan

telah

menunjukkan afinitas tinggi dan pengikatan spesifik E2 ke kedua isotipe


ER, dan tidak ada perbedaan nyata diantara kedua isotipe ini yang
ditemukan pada uji transkrpsional ERE dengan adanya E2. Transkripsi
berperantara ER merupakan proses yang sangat kompleks dengan

11

melibatkan berbagai faktor koregulatori dan cross-talk diantara jalur-jalur


signaling berbeda, yang mana bisa digambarkan dalam sebuah model
yang mencakup aktivasi-aktivasi transkripsional ER independen-ligan dan
dependen0ligan (Gbr. 6 dan 7).
Jalur dasar mengikuti saluran transkripsi ER teregulasi E2 (Gbr. 6:
Pada saat pengikatan E2, ER menjadi teraktivasi melalui sebuah proses
yang

melibatkan

disosiasi

dari

chaperon

protein,

perubahan

konformasional, dimerisasi, dan pengikatan ke ERE gen target. ER yang


terikat-ERE

merekrut

koregulator-koregulator

yang

menstimulasi

transkripsi gen.
Pada keadaan non-aktif, ER ada sebagai heterokompleks yang
terdiri dari protein kejut-panas (heat-shock protein) (HSP90) dan protein
pengikat FK imunoglobulin 52 (FKBP52). HSP90 terikat langsung ke LBD
ER untuk membentuk sebuah kompleks yang kurang stabil, yang
distabilkan oleh FKBP52 melalui pengikatan langsung ke HSP90 dan
interaksi elektrostatik dengan sinyal lokalisasi nuklear (NLS) yang terdapat
pada ujung C-terminal dari DBD ER. Peran HSP90 dan chaperon lain bisa
jadi adalah mempertahankan reseptor-reseptor yang terlipat dalam
sebuah konformasi yang sesuai untuk merespon secara cepat ke sinyalsinyal hormonal. Kompleks ER yang non-aktif ini terus berputar diantar
anukleus dan sitoplasma dengan lokalisasi nuklear dan sekuens eksport
nuklear.

12

E2 berdifusi melalui membran plasma dan sitoplasma sel ke dalam


nukleus dimana ia terikat ke LBD ER. Ketika E2 terikat ke ER, maka
HSP90 dan FKBP52 berpisah (berdisosiasi) dan reseptor tersebut
mengalami perubahan konformasi yang mentransformasi reseptor menjadi
bentuk aktif-nya.
Telah ditemukan bahwa banyak ligan yang memicu perubahan
konfirmasi reseptor (ER) dan sel-sel target bisa membedakan diantara
kompleks-kompleks ligan ER ini. Perubahan-perubahan konformasi ini
telah ditemukan dapat mempengaruhi pengikatan kofaktor ER sehingga
memiliki dampak besar terhadap farmakologi ER. Selain itu, karakteristik
ligan yang terikat juga mempengaruhi stabilitas ER, dan persentase
degradasi ER dengan adanya E2 berkorelasi langsung dengan aktivitas
transkripsi. Bahkan telah disimpulkan bahwa degradasi akut ER yang
diikuti

dengan

aktivasi

mRNA

ER

transkripsional

dependen-E2

merupakan sebuah sebuah respon E2 umum. Dengan perubahanperubahan

konformasi

ini, reseptor-reseptor berdimerisasi sebagai

homodimer (ER/ER dan ER/ER) atau heterodimer (Era/ER).


Kompleks dimer ditranslokasi ke nukleus sel target oleh tempat-tempat
lokalisasi nuklear.
Seperti disebutkan di atas (struktur reseptor estrogen), ER
mengandung dua domain dimerisasi, satu pada DBD dan satu pada LBD.
Dimerisasi oleh LBD bergantung pada ligan, sementara dimerisasi oleh

13

DBD tidak bergantung pada ligan dan diperantarai oleh sekuensi-sekuensi


dalam DNA, dimana Ser236 yang terdapat pada zinc finger kedua dari
DBD ER memegang peran penting. Akan tetapi, hER disfosforilasi oleh
protein kinase A (PKA) pada Ser236 dan fosforilasi pada tempat ini bisa
menghambat dimerisasi tanpa adanya estrogen, sehingga menghambat
pengikatan DNA. Pengikatan estrogen ke ER bisa mengatasi inhibisi ini.
Walaupun inhibisi dimerisasi ini ditemukan pada ER, fosforilasi
pada banyak tempat ER sebagai sebuah fosfoprotein, melalui
pengikatan ligan dan proses-proses lainnya, dapat meningkatkan aktivasi
transkripsio reseptor. Kompleks dimeri bisa secara langsung terikat ke
ERE pada gen target atau secara tidak langsung berinteraksi dengan DNA
melalui penambatan ke faktor transkripsi terikat-DNA lainnya, seperti IP-1
atau Sp1, dengan cara yang menstabilkan pengikatan DNA faktor
transkripsi tersebut tanpa adanya pengikatan DNA-ER secara langsung,
untuk mengubah laju transkripsi.
Elemen-elemen reseptor estrogen (ERE) ini bisa bersinergi atau
tidak bersinergi dan bisa terdapat sebagai tempat tunggal atau banyak
tempat penuh atau tempat separuh; mereka juga bisa menjadi tempat
gabungan, yang terdiri dari ERE-ERE yang diapit oleh elemen-elemen
respon untuk faktor transkripsi lain (seperti Sp1, Sp1 bisa memegang dua
peran, baik dalam pengikatan langsung sebagai tempat separuh atau
pada interaksi tak-langsung sebagai tethering), yang bisa ditempati atau
tidak

ditempati

oleh

faktor-faktor

14

transaktivasinya

masing-masing.

Sekuensi ERE merupakan sebuah efektor alosterik dari kerja ER.


Pengikatan ER ke ERE alami atau ERE sintetik yang memiliki sekuensi
nukleotida berbeda akan mengubah afinitas pengikatan ER, konfirmasi,
dan aktivitas transkripsional, sehingga berimbas pada interaksi fisik dan
fungsional ER dan ER dengan koregulator. Interaksi langsung dan taklangsung antara ER dan ERE menghasilkan perekrutan koregulator dan
komponen-komponen kompleks inisiasi transkripsi RNA polimease II yang
meningkatkan transkripsi gen target (Gbr. 7).
Koregulator secara umum bisa dibagi menjadi ko-aktivator, yang
menambah aktivitas reseptor, dan ko-represor, yang memediasi efek
represif dari reseptor. Dalam beberapa tahun belakangan, paling tidak ada
28 protein ko-aktivator ER berbeda yang telah diidentifikasi. Banyak koaktivator

yang

diperlukan

untuk

aktivitas

ER

merupakan

histon

asetiltransferase (HAT), seperti CBP/p300.


Aktivasi transkripsional melibatkan perubahan struktur kromatin
yang diperantarai oleh enzim-enzim penataan-ulang kromatin dependenATP bersama dengan faktor-faktor yang mengandung aktivitas HAT.
Kompetensi transkripsional berkorelasi dengan asetilasi protein histon
kromosomal pada N-termini, yang menghasilkan destabilisasi kontak
protein-DNA dan dekompaksi kromatin.
Ringkasnya, ko-aktivator memfasilitas transkripsi ER melalui
fungsinya dalam (1) asetilasi ekor N-terminal residu lisin pada histon H3
dan H4 yang mengarah pada struktur kromatin rileks, (2) asetilasi faktor

15

transkripsi lain dan ko-aktivator, (3) perekrutan ko-aktivator sekunder yang


mencakup CARM 1 (co-activator associated arginine methyltransferase 1)
dan PRMT 1 (protein arginine methyltransferase 1) yang memetilasi
histon, (4) interaksi dengan komponen-komponen berbagai kompleks
penataan-ulang kromatin dependen ATP, dan (v) secara langsung
berinteraksi dengan dan menstabilkan pengikatan faktor transkripsi basal.
Kebanyakan ko-aktivator, seperti protein famili p160, berinteraksi
dengan domain AF-2 dari ER yang terikat-agonis melalui banyak motif
asam-amino LxxLL (L = leusin, x = asam amino apapun), sementara
beberapa ko-aktivator, seperti reseptor steroid aktivator RNA SRA dan
RNA helikase p68/p72, berinteraksi dengan dan meregulasi domain AF-1
dari ER.
Dengan

melawan

ko-aktivator,

ko-represor

secara

negatif

meregulasi transkripsi, yakni mempromosikan represi transkripsional,


melalui peremrputan histon deasetilase (HDAC). Ko-represor yang paling
dikenal adalah protein-protein NcoR (nuclear receptor corepressor) dan
SMRT, yang direkrut oleh ER ke promoter gen target dengan adanya
antagonis seperti tamoxifen. Tetapi NcoR dan SMRT mempengaruhi
aktivitas transkripsional imbas-E2 dengan cara yang bergantung pada
sekuensi ERE dan sub-tipe ER. Protein-protein lain bekerja untuk
menekan transkripsi berperantara-ER melalui mekanisme-mekanisme
berbeda. Sebagai contoh, korepresor spesifik-ER yaitu REA, serta

16

reseptor yatim SHp dan DAX-1 bekerja dengan berkompetisi dengan


koaktivator p160 untuk pengikatan ER yang terikat-agonis.

KERJA ESTROGEN DAN ANTI-ESTROGEN MELALUI RESEPTOR


ESTROGEN
Transkripsi reseptor estrogen (ER) yang dipaparkan di atas
didasarkan pada kerja ER yang diregulasi oleh ligan E2 netral dan
kemampuan sel untuk membedakan dan merespon. Pada setting klinis,
ligan-ligan yang terikat ke ER bukan hanya estrogen tetapi juga antiestrogen yang mencakup SERM, dan ER bisa memiliki banyak konformasi
saat pengikatan berbagai ligan berbeda. Dampak perubahan konformasi
seperti ini lebih lanjut diperlihatkan ketika ko-aktivator-1 reseptor steroid
(SRC-1), dan selanjutnya protein kofaktor lain, ko-aktivator dan korepresor, diisolasi. Lebih lanjut, analisis struktur kristal kompleks-kompleks
LBD ER-dengan-ligan menjadi basis molekuler untuk interaksi ER dengan
ligan-ligannya dan sehingga pemahaman yang lebih baik tentang kerja
estrogen dan anti-estrogen melalui ER dapat diketahui.
Perbandingan kerja estrogen dan anti-estrogen
Karena fakta bahwa kerja ligan kebanyakan diperantarai oleh
reseptor ligan faktor transkripsi, maka di sisi lain kerja reseptor ligan
kebanyakan diregulasi oleh kerja ligan, estrogen, dan anti-estrogen, yang
mana saling terhubung dengan transkripsi ER untuk membentuk prosesproses fisiologis terpadu. Transkripsi ER yang disebutkan di atas terkait

17

dengan proses-proses transkripsi normal seperti kerja estrogen, tetapi


hanya sedikit perbedaan dengan kerja anti-estrogen. Bagian ini berfokus
pada perbandingan singkat antara kerja estrogen normal dan kerja antiestrogen klinis.
Pengikatan

estrogen

ke

reseptor

estrogen

(ER)

akan

mempermudah terjadinya perubahan konformasi sehingga mendukung


pengikatan ER ke ko-aktivator. Perubahan ini menyebabkan AF-2 dan AF1 pada ER bersentuhan langsung satu sama lain sehingga mengarah
pada sinergi. Setelah dimerisasi, dimer ligan-ER terikat ke ERE dan
promotor, dengan bantuan ko-regulator dan sistem transkripsi serta faktorfaktor pertumbuhan; ini menyebabkan transkripsi (Gbr. 7).
Anti-estrogen, termasuk SERM, bisa digunakan untuk menghambat
atau mencegah kerja estrogen ini pada payudara, sehingga dapat
mengobati kanker payudara yang dependen estrogen. Kerja anti-estrogen
seperti ini yang juga diperantarai oleh ER digambarkan pada sebuah
model sederhana pada Gbr. 15.
Anti-estrogen secara kompetitif terikat ke ER dan memicu
perubahan konformasi ER, yang memblokir pengikatan ER ke ko-aktivator
dan/atau mendukung untuk pengikatan ER ke ko-represor serta
mempengaruhi dimerisasi ER dan interaksi dengan ERE. Dengan
demikian, respon estrogen genetik dihambat dan pertumbuhan sel kanker
payudara dihentikan. Selain itu, anti-estrogen murni bisa memusnahkan
ER. ER disintesis dalam sitoplasma dan diangkut ke nukleus dimana ia

18

berfungsi

sebagai

faktor

transkripsi.

Anti-estrogen

murni

seperti

fulvestrand terikat ke reseptor yang baru disintesis dalam sitoplasma dan


mencegah pengangkutan ke nukleus. Selanjutnya, kompleks reseptor
yang telah lumpuh dimusnahkan dengan cepat. Kerusakan ER yang
tersedia akan mencegah terjadinya proses-proses yang diregulasi oleh
estrogen.
Selain efek-efek antagonistik ini pada jaringan payudara, SERM
seperti tamoxifen dan RAL juga bekerja sebagai agonis pada beberapa
jaringan, seperti tulang dan sistem kardiovaskuler. Selektifitas biologis ini
pada jaringan-jaringan berbeda bisa dijelaskan berdasarkan karakteristik
ligan, berdasarkan banyaknya faktor transkripsi dan kofaktor dalam
mekanisme tersebut, yakni bagaimana mereka mengambil bagian dalam
mekanisme kerja, dan perbedaan serta kekhususan berbagai jaringan.
Meskipun dengan pemahaman yang semakin meningkat tentang
kerja hormon dan keberhasilan terapi hormon dalam mencegah dan
mengobati kanker payudara, namun masih banyak masalah klinis dan
pertanyaan teoretis yang perlu dipecahkan dan dijawab. Misalnya, terapi
yang lama dengan tamoxifen bisa menghasilkan resistensi tamoxifen dan
meningkatkan risiko kanker endometrial. Dengan demikian, banyak
penelitian sekarang yang berfokus pada identifikasi modulator reseptorestrogen alternatif yang akan meminimalisir efek samping berbahaya
disamping menjaga kemampuan untuk memblokir pertumbuhan kanker.

19

Selian itu, penyelidikan lebih lanjut terhadap anlog-anlog SERM dan antiestrogen murni fulvestrant, sedang dikembangkan.
LIGAN RESEPTOR-ESTROGEN
Ligan-ligan reseptor estrogen (ER) bisa dikategorikan menjadi tiga
golongan farmakologis, yaitu: estrogen, SERM, dan anti-estrogen murni.
SERM seperti tamoxifen dan RAL, anti-estrogen murni seperti fulvestrant
dan hormon-hormon steroid lainnya telah banyak diteliti dan dilaporkan.
Dengan demikian, kita akan membatasi bagian ini beberapa estrogen
potensial baru yang bisa juga dikembangkan menjadi SERM atau antiestrogen murni melalui introduksi gugus aktif yang sesuai ke posisi yang
tepat.
Klasifikasi Estrogen
Berdasarkan

mekanisme

pengikatan

ke

ER,

estrogen

dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: estrogen Tipe-I, yakni molekul


linear atau planar yang mirip dengan E2 atau DES dan terikat ke ER
secara analog (Gbr. 9 dan 11).
Sementara estrogen Tipe-II adalah tipe kedua dengan struktur
spasial angular dan terjangkar sebagian ke asam-asam amino dalam LBD
ER. Asam amino Asp351 dan Thr347 merupakan titik-titik jangkar terikathidrogen alternatif pada ER (Gbr. 16). Karena cocok ukurannya dengan
poket LBD ER, banyak senyawa yang telah disintesis dan dievaluasi
secara biologis.
Estrogen baru atau struktur utama

20

Beberapa senyawa yang mengandung heteroatom tunggal, seperti


furan, pyrol, dan tiofen telah diteliti dan beberapa diantaranya seperti
turunan furan (Gbr. 17) ditemukan memiliki karakter yang sangat menarik.
Furan 1 terbukti sebagai agonis dengan selektifitas tinggi untuk ER
berbanding ER dalam afinitas pengikatan-ER dan aktivitas aktivasi
transkripsional pada sel kanker endometrial manusia HEC-1. Selektifitas
ini diduga berasal dari hidroksil fenolik ketiga pada gugus fenil C95), yang
kemungkinan terikat-H ke asam amino Thr347 dalam LBR ER
berdasarkan investigasi penataan molekuler pada rientasi pengikatan
ligan furan pada ER. Furan 2, yang diturunkan dengan cara penanduran
rantai samping N-piperidiniletil ke fenol C94) furan 1, merupakan
antagonis selektif-ER dengan afintias pengikatan tinggi.
Beberapa imidazol telah diteliti sebagai ligan ER dan inhibitor
sitotoksik siklooksigenase (COX). Imidazol 5 (Gambar 19) menunjukkan
aktivitas agonis penuh pada sel-sel kanker payudara MCF-7-2a yang
positif ER, yang distransfeksi dengan ERE wtcIuc, walaupun afinitas
pengikatan relatifnya sangat rendah.
Imidazol 6 dan 7 (Gbr. 20) non-aktif secara estrogenik pada sel
MCF-7-2a. Akan tetapi, keduanya memperlihatkan efek anti-proliferatif
terhadap sel MCF-7 dan MDA-MB dan menunjukkan efek inhibitori kuat
pada enzim-enzim COX.

21

Peningkatan isoform COX-2 terinduksikan telah ditemukan pada


banyak kanker manusia dan lesi-lesi pra-kanker. Ekspresi berlebih COX-2
juga telah ditemukan pada sekitar 40% kasus karsinoma payudara
manusia. Lebih lanjut, analisis epidemiologis menunjukkan efek protektif
obat inhibitori COX pada kanker payudara dan kanker usus. Secara
bersama-sama, hasil-hasil penelitian ini telah menimbulkan antusiasme
tinggi

terhadap

COX-2

sebagai

sebuah

protein

COX-2

target

molekuler

untuk

pencegahan kanker.
Peningkatan

kadar

telah

ditemukan

secara

imunohistokimia pada sekitar 40% karsinoma payudara invasif, dengan


beberapa penelitian yang melaporkan frekuensi antara 17% sampai 84%.
Protein COX-2 sebagian besar terbatas pada epitelium tumor, dengan
ekspresi yang bisa diabaikan pada epitelium normal. Berbeda dengan itu,
COX-1 tampak diekspresikan di banyak tempat pada jaringan-jaringan
mammari. Karena COX-2 diekspresikan secara berlebih pada tumor-tumor
mammari dari model-model kanker payudara mencit, maka hewan-hewan
ini

bisa

menjadi

model

eksperimental

yang

bermanfaat

untuk

mengevaluasi peran enzim-enzim COX. Banyak penelitian yang telah


menunjukkan bahwa kanker payudara eksperimental bisa ditekan dengan
menghambat aktivitas COX baik dengan NSAId konvensional atau dengan
CODibs.
Menariknya, korelasi antara COX dan ekspresi aromatase telah
ditemukan pada karsinoma payudara manusia. Korelasi-korelasi ini diduga

22

mencerminkan

adanya

hubungan

sebab-akibat,

karena

signaling

prostaglanding bisa menstimulasi transkripsi gen CRYP19.


Dalam beberapa penelitian ditemukan sinergi yang jelas antara
inhibitor COX-2 selektif celecoxib dan inhibitor aromatase, formestan,
dalam hal efek sitotoksik-nya terhadap sel-sel MCF-7.
Semua hasil ini mengindikasikan bahwa struktur parsial ligan akan
menentukan aktivitas hormonal-nya. Lebih khusus, temuan-temuan ini
mensinyalir signifikansi pengembangan struktur-struktur utama baru.
Meskipun meneliti ligan-ligan sintetik terbaru, namun fitoestrogen alami
yang aman tidak luput dari pantauan.
FITOESTROGEN
Fitoestrogen adalah zat kimia asal tanaman yang memiliki aktivitas
estrogenik, dikombinasikan dengan ER dan menginisiasi transkripsi
dependen-estrogen. Fitoestrogen dikelompokka sebagai beberapa grup
berbeda berdasarkan struktur kimianya, yaitu: isoflavon, flavon, flavanon,
koumestan, stilben, dan lignan. Yang paling banyak diteliti adalah
isoflavon, yang terdapat dengan konsentrasi tinggi pada produk-produk
kedelai dan semanggi merah, diikuti dengan flavon dan kemudian
koumestan. Senyawa-senyawa aktif yang diteliti biasanya sebagai ligan
ER dan untuk kemo-preventif dan pengobatan kanker payudara memiliki
struktur kimia linear yang mirip dengan E2 (Gbr. 22), sehingga bisa terikat
ke ER dengan mode Tipe-I dan ke ER.

23

Untuk penyelidikan tentang fitoestrogen, pertanyaan-pertanyaan


penting tentang bagaimana mereka bekerja sebagai obat anti-kanker atau
agen kemo-preventif; haruskah dikonsusi (atau tidak) dalam kadar yang
sangat tinggi dalam diet, atau haruskah (atau tidak) dijadikan sebagai
obat, karena hanya sedikit terdapat dalam makanan sehari-hari. Belum
ada bukti konklusif bahwa asupan fitoestrogen yang tinggi dari makanan
dan penurunan insiden kanker payudara memiliki korelasi langsung.
KESIMPULAN
Reseptor estrogen memegang peran sentral dalam kerja hormon.
Perubahan-perubahan konformasi selama pengikatan berbagai ligan
berbeda akan menginisiasi respon biologis intraseluler dan/atau antarseluler, sehingga menggantii kerja fisiologis bersangkutan. Pemahaman
yang semakin meningkat tentang mekanisme molekuler transkripsi ER,
kemajuan dalam pengungkapan jalur-jalur respon ER, ilustrasi interaksi
antara reseptor estrogen dan ligan-ligannya serta hasil penelitian klinis
yang lebih banyak akan menjadi dasar yang lebih baik untuk
pengembangan agen-agen anti-kanker yang terbaru dan lebih efektif.
Perlu ditekankan bahwa ada pendekatan terapi hormon taklangsung yang tidak dibahas dalam artikel ini, yaitu terapi inhibitor
aromatase. Aromatase adalah enzim kunci dalam konversi androgen
menjadi estrogen. Inhibitor aromatase, seperti formestan, anastrozol, atau
letrozol, dapat menghambat aktivitas enzim aromatase serta memblokir

24

sintesis estrogen. Metode ini menjadi semakin penting pada terapi hormon
adjuvan untuk mengobati kanker payudara.

25

Anda mungkin juga menyukai